sub das ciliwung hulu land use land cover changes
Post on 16-Jun-2015
3.049 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN
DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEBIT
MAKSIMUM-MINIMUM DI SUB DAS CILIWUNG HULU
JANUDIANTO
A04497021
PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
… Allah akan meninggikan orang… Allah akan meninggikan orang… Allah akan meninggikan orang… Allah akan meninggikan orang----orang yang orang yang orang yang orang yang beriman diantara kamu dan orang yang diberi beriman diantara kamu dan orang yang diberi beriman diantara kamu dan orang yang diberi beriman diantara kamu dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat … ilmu pengetahuan beberapa derajat … ilmu pengetahuan beberapa derajat … ilmu pengetahuan beberapa derajat …
(QS. 58:11)(QS. 58:11)(QS. 58:11)(QS. 58:11)
… sebagai tanda kasih sayangku untuk: Abah, Mama, adik… sebagai tanda kasih sayangku untuk: Abah, Mama, adik… sebagai tanda kasih sayangku untuk: Abah, Mama, adik… sebagai tanda kasih sayangku untuk: Abah, Mama, adik----adikku dan orangadikku dan orangadikku dan orangadikku dan orang----orang yang kucintaiorang yang kucintaiorang yang kucintaiorang yang kucintai
SUMMARY
JANUDIANTO. Analysis of Land Use/Land Cover Changes and Its Effects on Maximum-Minimum Discharge in Sub DAS Ciliwung Hulu. KHURSATUL
MUNIBAH and ERNAN RUSTIADI as Advisors. The changes of land use/land cover types in Sub DAS Ciliwung Hulu is very
dynamic, which settlement increased rapidly. It has resulted increasing in term of
maximum-minimum discharge difference. In fact, the increasing of maximum-
minimum discharge difference has contribution on annually flood in Jakarta.
Therefore, the land use/land cover changes in Sub DAS Ciliwung Hulu should be
worried.
The objectives of this research are: (1) Mapping the land use/land cover in
Sub DAS Ciliwung Hulu at 1981, 1985, 1990, 1994, and 2001, (2) Analyzing the
land use/land cover changes on periods of 1981 until 2001, and (3) Analyzing the
effects of land use/land cover changes on the maximum-minimum discharge
difference in Sub DAS Ciliwung Hulu.
The land use/land cover map of 1994 and 2001 were derivated from aerial
photographs and ETM+ Landsat images, respectively. The land use/land cover map of
1981, 1985, and 1990 were secondary data. The spatial analysis was used
Geographical Information System (GIS), and the other analysis based on attribute
data were The Growth-Decay Function, The Multiple Correlation Analysis, The
Multiple Regression Analysis, and The Shift-Share Analysis.
The spatial analysis showed that the land use/land cover changes in Sub DAS
Ciliwung Hulu on periods of 1981 until 2001 were dominated by tendency of changes
iii
from paddy field to settlement that has the highest increasing rate. It was supported
by the growth-decay function, showed that the settlement had the highest increasing
rate, (9,05 % /year), the other side, the highest decreasing rate were the open land
(-8,79 % /year), the shrub forest (-5,59 % /year), and the paddy field (-5,04 % /year).
Based on the multiple correlation analysis, the correlation between maximum-
minimum discharge difference and the mixed garden, the settlement, the paddy field,
the average of settlement polygon, respectively are high enough. Furthermore, based
on the correlation results, the Multiple Regression Analysis was conducted and the
result showed the types of land use/land cover having significant effects on the
maximum-minimum discharge difference were shrub forest and settlement. The shrub
forest had a negative effect, meaning it was able to decrease the maximum-minimum
discharge differences, whereas the settlement had a positive effect.
The shift-share analysis indicated that the growth and development of the
settlement, the upland agriculture, the paddy field, and the tea plantation were found
in Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, and Bojong Murni, repectively. The
important change patterns on periods of 1981 until 2001 were paddy field to
settlement, dense forest to tea plantation, paddy field to upland agriculture, paddy
field to mixture garden, and mixture garden to settlement.
Keywords: Sub Watershed of Upstream Ciliwung, Land Use/Land Cover Change,
Maximum-Minimum Discharge, Land Conversion.
RINGKASAN
JANUDIANTO. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan ERNAN RUSTIADI.
Perubahan penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu sangat
dinamis, dimana lahan permukiman meningkat dengan cepat. Hal ini berakibat pada
peningkatan selisih debit maksimum-minimum. Kenyataan menunjukkan bahwa
peningkatan selisih debit maksimum-minimum ini memiliki kontribusi terhadap
banjir di Jakarta setiap tahunnya. Oleh karena itu perubahan penggunaan/penutupan
lahan di kawasan ini perlu diwaspadai.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Memetakan penggunaan/penutupan
lahan di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan
2001, (2) Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada periode tahun
1981-2001, dan (3) Menganalisis pengaruh perubahan penggunaan/penutupan lahan
terhadap perubahan debit maksimum-minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu.
Peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1994 dan 2001 diperoleh masing-
masing dari foto udara dan citra satelit Landsat ETM+, sedangkan tahun 1981, 1985,
dan 1990 didapatkan dari data sekunder. Analisis spasial menggunakan Sistem
Informasi Geografi (SIG), sedangkan analisis yang mendasarkan pada data atribut
menggunakan Teknik Pendugaan Pertumbuhan (growth-decay function), Analisis
Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis), Analisis Regresi Berganda
(Multiple Regression Analysis), dan Shif-Share Analysis.
v
Hasil analisis spasial menunjukkan perubahan penggunaan/penutupan lahan di
Sub DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-2001 didominasi oleh
kecenderungan perubahan lahan sawah menjadi permukiman dengan rata-rata laju
penambahan permukiman per tahun yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh hasil
teknik pendugaan pertumbuhan yang menunjukkan bahwa permukiman memiliki
rata-rata laju penambahan tertinggi, yaitu 9,05% /tahun, sedangkan laju pengurangan
tertinggi pada lahan terbuka, hutan semak/belukar, dan sawah, masing-masing -8,79%
/tahun, -5,59% /tahun, dan -5,04% /tahun.
Analisis korelasi berganda menunjukkan adanya korelasi yang cukup tinggi
antara luas kebun campuran, permukiman, sawah, rata-rata luas poligon permukiman
dan selisih debit maksimum-minimum. Berdasarkan hasil korelasi kemudian
dilakukan analisis regresi berganda. Berdasarkan analisis regresi berganda,
penggunaan/penutupan lahan yang berpengaruh nyata terhadap selisih debit
maksimum-minimum adalah hutan semak/belukar dan permukiman. Hutan
semak/belukar berpengaruh negatif, dalam arti mampu menurunkan selisih debit
maksimum-minimum, sebaliknya permukiman berpengaruh positif/berbanding lurus.
Analisis shift-share menunjukkan bahwa sebaran dan pertumbuhan terbesar
permukiman, tegalan, sawah, dan kebun teh ditemukan di desa berturut-turut
Megamendung, Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Bojong Murni. Pola perubahan yang
dominan terjadi pada periode tahun 1981-2001 adalah perubahan sawah-permukiman,
hutan lebat-kebun teh, sawah-tegalan, sawah-kebun campuran, dan kebun campuran-
permukiman.
Kata kunci: Sub DAS Ciliwung Hulu, Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan,
Debit Maksimum-Minimum, Konversi Lahan.
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN
DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEBIT
MAKSIMUM-MINIMUM DI SUB DAS CILIWUNG HULU
JANUDIANTO
A04497021
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH S1
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan
Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-Minimum di
Sub DAS Ciliwung Hulu
Nama Mahasiswa : JANUDIANTO
Nomor Pokok : A04497021
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dra. Khursatul Munibah, M.Sc.
NIP. 131918502
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
NIP. 131879339
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc.
NIP. 130933587
Ketua Departemen Tanah
Dr. Ir. Iskandar
NIP. 131664406
Tanggal Lulus : 3 Januari 2004
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 3 Mei 1979 di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah sebagai anak sulung dari lima bersaudara,
keluarga M. Mardjudi dan Hamsie S. Sidik. Penulis memulai
pendidikan formal di TK Perwanida II yang kemudian dilanjutkan
ke Sekolah Dasar (SD) Negeri Langkai 4 Palangkaraya pada tahun
1985-1991.
Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah tingkat
Pertama (SMP) Negeri 1 Palangkaraya hingga lulus tahun 1994. Pada tahun 1994-
1997 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1
Palangkaraya. Di tahun 1997, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah melalui
Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan
kemahasiswaan, salah satu diantaranya ‘Azimuth’, sebuah Biro Lingkungan Hidup
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) yang bergerak di bidang lingkungan dan
pelestarian alam. Semasa kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata
Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Pengantar Penginderaan Jauh, Kartografi,
Geomorfologi dan Analisis Lanskap, Pengantar Sistem Informasi Geografi, dan
Dasar-Dasar Pengembangan Wilayah.
Pada tahun 2001-2002 penulis mengikuti Magang Kerja sebagai Petani pada
industri pertanian di Ibaraki, Jepang atas bantuan Program Internasional IPB. Magang
kerja tersebut dilaksanakan selama setahun penuh yang diikuti oleh IPB dan
Universitas Winayamukti, Bandung.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil‘alamin, atas segala rahmat dan nikmat-Nya hingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Analisis Perubahan
Penggunaan/Penutupan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-
Minimum di Sub Das Ciliwung Hulu. Shalawat dan salam semoga tetap
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya penulis ingin
mempersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan kasih sayang kepada Abah dan
Mama yang tidak mengenal lelah senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian,
nasehat, dan doa restu kepada penulis selama ini, serta adik-adikku tercinta: Siti
Aminah, Siti Alimah, Yogi Baskara, Siti Rodiyah, dan Siti Ma’rifah yang telah
banyak berkorban dan memberikan dorongan untuk kelancaran belajar penulis.
Teriring doa kepada Kakek dan Nenek yang selama ini terus memberikan semangat,
dan kasih sayang kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebagai penghargaan
tertinggi kepada Bapak Ir. Sahat Matondang, M.Sc atas segala diskusinya selaku
Pembimbing Akademik, Ibu Dra. Khursatul Munibah, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Ernan
Rustiadi, M.Agr. selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dorongan dan nasehat dengan penuh kesabaran dari awal hingga selesainya
penulisan skripsi ini, Ibu Ir. Dyah Retno Panuju yang telah bersedia menjadi Dosen
Penguji, Bapak Ir. Heru B. Pulunggono, M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar,
M.Sc. yang telah mendukung saya untuk seminar, serta seluruh Staf Pengajar IPB
yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada penulis.
Terima kasih yang tulus kepada Ibu Tini, Ibu Ratna, dan seluruh staf
administrasi Jurusan Tanah atas bantuannya selama ini, Mba Dian, Mba Mia, Mba
Lien, Iied, Heikal, Mail&Mailo, Ade, Reni, Tia, Tanto ‘Kakek’, Rudi, serta teman-
x
teman di Laboratorium Pengembangan Wilayah dan Laboratorium Inderaja atas
kebersamaannya selama ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga Bapak Ir.
Abdurrahman atas segala kasih sayang dan kesabarannya selama ini, semoga Allah
SWT memberikan balasan yang terbaik di dunia dan akhirat. Atas persaudaraan yang
tulus dan indah dari Saudaraku Anis, terima kasih, kebersamaan kita telah
memberikan semangat untuk berjuang tanpa kenal menyerah. Terima kasih sebagai
ungkapan kasih sayang kepada teman, sahabat tersayang: Kiyomi Chan yang telah
banyak membantu, memberikan dorongan, mendampingi di saat susah dan senang
selama penulis melakukan penelitian, you are my best friend and unforgettable in my
life.
Terima kasih kepada Gun Gun, Iskandar ‘Zoel’, Dhani, dan Hadi atas ilmu
dan nasehatnya, serta ‘member of Susuh Manuk’ dan ‘Pondok Pisang’. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman ‘member of Tanahika’, atas
keceriaannya selama ini. Opik, Ope’, Hilman, Hendra, Dadan&Dadang, terima kasih
atas persahabatan yang kita bangun semasa di Ibaraki, I miss that country!.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu penulis sejak mulai belajar di Tanah IPB sampai selesainya
penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah SWT
membalas kebaikan dengan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangan,
namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2004. Janudianto
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.3. Hipotesis ........................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1. Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan........................................ 4 2.2. Jenis Penggunaan Lahan .................................................................. 5 2.3. Perubahan Penggunaan Lahan ......................................................... 6 2.4. Siklus Hidrologi ............................................................................... 7 2.4.1. Daerah Aliran Sungai ............................................................. 7 2.4.2. Aliran Permukaan (run-off) ................................................... 9 2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Sungai ................ 9 2.5. Penginderaan Jauh ............................................................................ 10 2.5.1. Foto Udara ............................................................................. 12 2.5.2. Mosaik Foto Udara ................................................................. 12 2.5.3. Landsat Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) .............. 13 2.5.4. Interpretasi Foto Udara dan Citra Landsat ETM+ ................. 15 2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG) ...................................................... 16 III. BAHAN DAN METODE ....................................................................... 18 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 18 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 18 3.3. Metode Penelitian.............................................................................. 19 3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data .............................. 22 3.3.1.1. Studi Literatur dan Pengumpulan Data ................... 22 3.3.1.2. Koreksi Geometrik .................................................. 22 3.3.1.3. Interpretasi Foto Udara ........................................... 23 3.3.1.4. Interpretasi Citra Landsat ETM+ ............................. 24 3.3.2. Tahap Analisis dan Sintesis Data ......................................... 25 3.3.2.1. Operasi Tumpang Tindih (Overlay) ........................ 25 3.3.2.2. Teknik Pendugaan Pertumbuhan (Growth-Decay
Function) ................................................................. 26
xii
3.3.2.3. Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation
Analysis) ................................................................... 26 3.3.2.4. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ... 28 3.3.2.5. Shift Share Analysis ................................................ 29 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ........................................ 32 4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 32 4.2. Iklim .................................................................................................. 33 4.3. Geologi dan Geomorfologi ............................................................... 34 4.4. Tanah ................................................................................................. 35 4.5. Penduduk ........................................................................................... 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 38 5.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Foto Udara 1994
dan CitraLandsat ETM+ 2001 ......................................................... 38 5.2. Pola Penggunaan/Penutupan Lahan ................................................. 40 5.3. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ........................................ 45 5.4. Laju Penambahan dan Pengurangan Penggunaan/Penutupan Lahan 48 5.5. Perubahan Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan yang Dominan ....... 51 5.6. Faktor-Faktor Penggunaan/Penutupan Lahan yang Mempengaruhi
Debit Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung .......................... 53 5.7. Struktur Pertumbuhan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 56 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 59 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 59 6.2. Saran ................................................................................................. 60 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................. 64
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1. Tipe-tipe informasi ekstraksi dari data penginderaan jauh ..................... 11 2. Karakteristik dari Landsat-ETM+ ........................................................... 14 3. Jenis peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit
maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik) .......................................... 27 4. Curah hujan rata-rata bulanan (dalam mm) di daerah penelitian tahun
1990-1997 ............................................................................................. 34 5. Jumlah penduduk desa di Sub DAS Ciliwung Hulu .............................. 37 6. Luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun
1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001 ......................................................... 41 7. Perubahan tipe penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu pada kurun waktu 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001 ........................................................................................................ 47
8. Luas, proporsi dan rata-rata laju penambahan dan pengurangan
penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu (1981-2001) ... 49 9. Pengeseran ranking perubahan penggunaan/penutupan lahan dominan
pada periode1981-2001 berdasarkan luas .............................................. 50 10. Ranking perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan yang
dominan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-2001 ........................ 51 11. Hasil analisis regresi berganda dari komponen-komponen
penggunaan/penutupan lahan ................................................................ 52 12. Peubah-peubah yang mempengaruhi selisih debit maksimum dan
minimum, dQ (m3/detik) ........................................................................ 53 13. Nilai differential shift dan proportional shift ........................................ 57
xiv
Lampiran 1. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1981-1985 ............................................................ 65 2. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1985-1990 ............................................................ 66 3. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1990-1994 ............................................................ 67 4. Perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994-2001 ............................................................ 68 5. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001 ............................................................................................. 69
6. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1981-1985 ........................................................... 70 7. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1985-1990 ........................................................... 71 8. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1990-1994 ........................................................... 72 9. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1994-2001 ............................................................ 73 10. Peubah-peubah penggunaan lahan utama tahun 1981-2001 .................. 74 11. Data debit minimum dan maksimum Sungai Ciliwung ......................... 75 12. Data debit dan luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon
penggunaan/penutupan lahan yang digunakan dalam analisis korelasi dan regresi berganda ............................................................................. 76
13. Hasil analisis korelasi antara debit, luas, luas rata-rata poligon, dan
jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan ....................................... 77 14. Hasil analisis regresi berganda antara selisih debit maksimum-
minimum, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan ................................................................ 78
xv
15. Desa-desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu ......................... 84 16. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 1981 .................................................................... 85 17. Luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS
Ciliwung Hulu tahun 2001 .................................................................... 86
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Siklus hidrologi ...................................................................................... 8 2a. Diagram alir penelitian ........................................................................... 20 2b. Diagram alir penelitian (lanjutan) ........................................................... 21 3. Peta lokasi penelitian .............................................................................. 32 4. Peta administrasi daerah penelitian ........................................................ 33 5. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981 42 6. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 43 7. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990 43 8. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 44 9. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001 44 10. Perubahan persentase luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-
2001 ....................................................................................................... 45 11. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001 .............................................................................................. 46
12. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-2001 ............ 49 13. Debit minimum (Qmin) dan penggunaan/penutupan lahan hutan lebat,
hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman...................................... 54 14. Debit maksimum (Qmax) dan penggunaan lahan hutan lebat, hutan
semak/belukar, sawah, dan permukiman .............................................. 55 15. Selisih debit maksimum-minimum (dQ) dan penggunaan/penutupan
lahan hutan lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman ........ 55
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung
Hulu tahun 1981-2001 ......................................................................... 65 2. Data debit minimum dan maksimum bendung Katulampa ................... 75 3. Data dan hasil analisis korelasi berganda dan regresi berganda ............ 76 4. Daftar desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu ....................... 84 5. Data luas tipe penggunaan/penutupan lahan di tiap desa di Sub DAS
Ciliwung Hulu ....................................................................................... 85 6. Daftar isi CD lampiran ........................................................................... 87
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai dengan permukaan airnya lebih
tinggi dari pada lahan bagian atas dari tebing sungai (bantaran sungai), atau dalam
pengertian umum dapat dikatakan bahwa debit yang terjadi lebih besar daripada debit
normal (Departemen Pekerjaan Umum, 1996). Jakarta sebagai ibukota negara tidak
lepas dari ancaman bahaya banjir, mengingat fisiografinya yang merupakan dataran
aluvial dari sungai-sungai yang berasal dari pegunungan di daerah hinterland Jakarta.
Jakarta dilalui oleh 13 sistem sungai yang sebagian besar berasal dari daerah Bogor
yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Namun kondisi sungai-sungai tersebut
sangat memprihatinkan, warna airnya hitam kecoklatan dan menebarkan bau tidak
sedap akibat aktivitas sebagian warga yang membuang sampah ke sungai. Di samping
itu sebagian besar bantaran sungai di Jakarta digunakan sebagai permukiman,
terutama permukiman kumuh. Akibatnya fungsi sungai dan saluran drainase di
Jakarta menjadi tidak optimal, sehingga bila musim hujan tiba, Jakarta hampir
dipastikan selalu dilanda banjir.
Salah satu sungai yang bermuara di Jakarta adalah Sungai Ciliwung yang
berhulu di kawasan Puncak serta melewati wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor
dan Kota Depok. Oleh karena itu fungsi kawasan Puncak sebagai daerah resapan air
harus tetap dipertahankan, namun ironisnya kenyataan menunjukkan sebaliknya.
Kanan-kiri ruas jalan raya yang menuju kawasan Puncak dipenuhi dengan
2
permukiman, seperti rumah makan, gedung pertemuan, tempat peristirahatan, dan
tempat rekreasi.
Banjir besar kembali terulang pada akhir Januari hingga awal Februari 2002
yang lalu, Sungai Ciliwung yang bermuara di Jakarta tidak mampu menampung
aliran airnya sehingga meluap di sepanjang bantaran sungai membanjiri Jakarta.
Selain karena hujan yang mengguyur Jakarta selama beberapa hari berturut-turut dan
adanya pasang laut yang menggenangi wilayah utara, peranan DAS Ciliwung juga
tidak bisa diabaikan.
DAS merupakan bagian dari kawasan lindung (Utomo, 1989). Salah satu
masalah terpenting dalam pengelolaan DAS adalah penggunaan lahan, khususnya
pada DAS bagian hulu. Perubahan penggunaan lahan pada DAS bagian hulu akan
memberi dampak nyata terhadap DAS bagian hilir. Manusia di dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup, khususnya makanan, dan tempat tinggal, dapat
mendorong terjadinya konversi lahan hutan menjadi permukiman dan lahan
pertanian. Hal ini sesuai dengan data yang ditunjukkan di wilayah DAS Ciliwung,
pada tahun 1981-1999, perubahan penggunaan lahan hutan atau pertanian menjadi
lahan permukiman mencapai 1.320 hektar (Kompas, 2003). Dampak negatifnya akan
meningkatkan aliran permukaan (run-off) dan debit maksimum aliran sungai yang
pada batas tertentu dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir.
Berkaitan dengan kenyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, perlu
dilakukan suatu kajian yang mendalam mengenai perubahan penggunaan lahan di
daerah Sub DAS Ciliwung Hulu dan dinamikanya. Khususnya mengenai pengaruh
konversi lahan terhadap turun naiknya debit maksimum dan minimum.
3
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Memetakan penggunaan/penutupan lahan di kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu
pada tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001.
2. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada periode tahun 1981-
2001.
3. Menganalisis pengaruh perubahan penggunaan/penutupan lahan terhadap
perubahan debit maksimum-minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu.
1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981 hingga tahun 2001 telah mempengaruhi
perubahan debit maksimum dan minimum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan
Pengertian tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk
berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan
permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia
pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penggunaan lahan (land use)
juga diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual
(Arsyad, 2000).
Secara umum penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Penggunaan lahan perdesaan, secara umum dititikberatkan pada produksi
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan.
2. Penggunaan lahan perkotaan, secara umum dititikberatkan untuk tempat tinggal,
pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang tertulis: pemanfaatan ruang meliputi kawasan perdesaan, kawasan
perkotaan, kawasan lindung serta kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan
budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
5
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya buatan.
Pemanfaatan kawasan budidaya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
diusahakan tanpa mengganggu dan merusak ekosistem kawasan lindung. Namun
sebaliknya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan dan
perumahan seringkali terjadi konversi lahan. Banyak kawasan lindung beralih fungsi
menjadi kawasan budidaya, akibatnya fungsi kawasan lindung menjadi terganggu.
Sebagaimana yang terjadi pada tragedi “Banjir bandang di Bukit Lawang Bohorok”,
Sumatera Utara, yang dipicu oleh kerusakan ekosistem hutan lindung. Diperkirakan
tingkat kerusakan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) saat ini adalah 170.000
Ha (22 %) dari total luas TNGL yang 788.000 Ha akibat penebangan liar dan
perambahan hutan (Walhi, 2003).
2.2. Jenis Penggunaan Lahan
Penelitian ini membagi/mengelompokkan penggunaan lahan menjadi
sembilan kategori, masing-masing adalah hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun
campuran, permukiman, sawah, dan tegalan. Pengertian masing-masing penggunaan
lahan mengikuti pengertian yang umum dikenal dan biasa digunakan dalam
klasifikasi penggunaan lahan.
Harimurti (1999) memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tipe-
tipe penggunaan lahan di atas. Definisi hutan lebat dinyatakan sebagai wilayah yang
ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk
yang rimbun dan besar/lebat. Sedangkan hutan semak/belukar merupakan hutan yang
6
telah dirambah/dibuka, merupakan area transisi dari hutan lebat menjadi kebun atau
lahan pertanian, bisa berupa hutan dengan semak atau belukar dengan tajuk yang
relatif kurang rimbun. Kebun campuran adalah daerah yang ditumbuhi vegetasi
tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai
pembatas tegalan. Permukiman lebih identik dengan kombinasi antara jalan,
bangunan, perkarangan, dan bangunan itu sendiri. Sawah merupakan daerah pertanian
yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi
sejak saat penanaman hingga beberapa hari sebelum panen. Sedangkan tegalan
merupakan daerah yang umumnya ditanami tanaman semusim, namun pada sebagian
lahan tidak ditanami, dengan vegetasi yang umum dijumpai seperti padi gogo,
singkong, jagung, kentang, kedelai, dan kacang tanah. Lahan terbuka merupakan
daerah yang tidak ditemukan vegetasi berkayu, umumnya hanya jenis rerumputan
maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia. Kebun teh merupakan daerah yang
digunakan sebagai perkebunan teh baik yang diusahakan pemerintah maupun pihak
swasta.
2.3. Perubahan Penggunaan Lahan
Banyak masalah utama dalam penggunaan lahan (Davis dalam Rustiadi,
1999), diantaranya adalah masalah kompetisi antara lahan perkotaan dan lahan
pertanian di daerah pinggiran kota. Kompetisi ini berakibat lahan-lahan dengan
produktivitas tinggi terkonversi menjadi lahan perkotaan (permukiman). Hal tersebut
juga menjadi masalah utama bagi wilayah Asia seperti diungkap oleh Kobayashi
dalam Rustiadi (1999) masalah utama bagi penggunaan lahan adalah: (1) masalah
7
global dalam penggunaan lahan, deforestrasi dan desertification, dan (2) isu umum
dalam proses pembangunan, perluasan lahan perkotaan, hilangnya lahan-lahan
pertanian yang berkualitas tinggi sebagai objek spekulasi yang mengabaikan tingkat
formasi penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas
terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan
komersial maupun industri (Kazaz, 2001). Perubahan penggunaan lahan umumnya
dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari
titik tahun yang berbeda. Data-data penginderaan jauh (remote sensing data) seperti
citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan
penggunaan lahan.
2.4. Siklus Hidrologi
Hidrologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang air dan
sifat-sifatnya, distribusinya, serta pengaruhnya terhadap permukaan bumi, tanah, dan
atmosfir (McCuen, 1998). Dalam hidrologi air melalui suatu siklus perpindahan dari
lautan ke atmosfer, daratan, dan akhirnya kembali lagi ke laut dalam suatu proses
yang berkelanjutan yang dikenal sebagai siklus hidrologi (Viessman et al., 1972)
(Gambar 1). Siklus hidrologi memungkinkan tersedianya air di bagian permukaan
bumi yang jauh dari lautan secara terus-menerus.
2.4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Konsep DAS merupakan dasar dari seluruh disain hidrologi. DAS terdiri dari
seluruh lahan yang menyumbangkan air ke pengeluaran (outlet), sehingga DAS
8
didefinisikan sebagai semua titik yang dibatasi oleh area dimana air hujan yang jatuh
di titik-titik tersebut akan berkontribusi terhadap air yang akan keluar dari suatu
outlet (McCuen, 1998). Luas DAS bervariasi dalam berbagai skala, mulai dari basin
sungai besar hingga aliran sungai di daerah hulu. Menurut NCSRI (2003) batas alami
dari DAS ditentukan berdasarkan pada pembatas drainase yang biasanya berupa
punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama beserta
anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses geomorfologi
dan hidrologi. Faktor-faktor yang menentukan DAS meliputi iklim, topografi,
struktur dasar geologi, morfologi, tanah, dan vegetasi (USDA dalam NCSRI, 2003).
Sumber: NCSRI, 2003
Gambar 1. Siklus hidrologi
9
2.4.2. Aliran Permukaan (run-off)
Aliran permukaan atau run-off didefinisikan sebagai bagian dari hujan atau
presipitasi yang alirannya menuju ke saluran-saluran sungai , danau, atau laut. Aliran
tersebut dapat mengalir pada permukaan tanah (overland flow) maupun melalui
bawah permukaan tanah (sub-surface atau interflow) (Haridjaja et al., 1990). Istilah
run-off sering diartikan sebagai aliran air pada permukaan tanah (Schwaab et al.
dalam Haridjaja et al., 1990).
Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Menurut NCSRI
(2003) debit adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik atau
melalui suatu saluran per satuan waktu, diformulasikan sebagai:
Q = A x V
dimana:
Q = debit air (m3/detik)
A = luas penampang aliran (m2)
V = kecepatan aliran (m/detik)
Selama hujan berlangsung, debit air sungai akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya volume air hujan yang masuk ke dalam sungai. Pada penelitian ini
debit maksimum dan debit minimum yang digunakan adalah data debit terukur pada
Katulampa, titik outlet Sub DAS Ciliwung Hulu.
2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Sungai
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran sungai (Viesman et al., 1972)
meliputi: (1) direct run-off, (2) interflow/delayed run-off, (3) groundwater/baseflow,
10
dan (4) channel presipitation. Direct run-off merupakan air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi yang langsung mengalir ke sungai sebagai run-off, sedangkan
interflow/delayed run-off merupakan air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak ke dalam air tanah
(groundwater). Air yang langsung jatuh ke sungai disebut sebagai channel
presipitation, sedangkan groundwater/baseflow merupakan air yang berasal dari
kontribusi groundwater kepada aliran sungai yang terus menerus mengalir selama
periode curah hujan rendah (NCSRI, 2003).
Menurut Schwaab et al. dalam Sudadi et al. (1991) secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi aliran sungai dapat dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik hujan
dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan meliputi jumlah, intensitas, dan lama
hujan serta distribusinya di area DAS, sedangkan pengaruh karakteristik DAS
ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan.
2.5. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik dari objek dapat ditentukan berdasarkan
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut dan
terekam oleh sensor. Hal ini berarti, masing-masing obyek mempunyai karakteristik
pantulan atau pancaran elektromagnetik yang unik dan berbeda pada lingkungan yang
berbeda (Murai, 1996).
11
Data penginderaan jauh dapat berupa: (1) data analog, misalnya foto udara
cetak atau data video, dan (2) data digital, misalnya citra satelit (Jensen, 1996).
Teknologi Penginderaan jauh berkembang pesat dewasa ini seiring peranannya yang
semakin diperlukan dalam proses pengambilan dan pengumpulan informasi mengenai
obyek yang diamati. Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang bisa
diekstrak melalui data penginderaan jauh menjadi 5 tipe (Tabel 1).
Perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra atau foto
udara dengan beberapa titik waktu (timeseries) pada daerah yang sama. Informasi
penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto
udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan
lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan
pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Menurut
Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga ground “truth” didefinisikan
sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di
lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan
obyek yang diobservasi. Dengan demikian, apabila ditemukan perbedaan pola atau
kecenderungan yang tidak dimengerti pada data penginderaan jauh, bisa dilakukan
verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Tabel 1. Tipe-tipe informasi hasil ekstraksi dari data penginderaan jauh Tipe Contoh
Klasifikasi Land Cover, Vegetasi
Deteksi Perubahan Perubahan Land Cover
Ekstraksi Kualitas Fisik Temperatur, Komponen Atmosper, Elevasi
Ekstraksi Index Index Vegetasi, Index Kekeruhan Identifikasi Feature Spesifik
Identifikasi Bencana Alam seperti Kebakaran Hutan, atau Banjir, Ekstraksi of Linearment, Deteksi Feature Arkaeologi.
Sumber: Murai, 1996
12
2.5.1. Foto Udara
Foto udara merupakan salah satu produk penginderaan jauh yang sangat
populer dalam identifikasi penggunaan/penutupan lahan. Menurut Lillesand dan
Kiefer (1997) foto udara memiliki keunggulan daripada pengamatan di lapangan,
beberapa diantaranya: (1) kemampuan untuk menghentikan kegiatan, (2) bersifat
permanen, dan (3) meningkatkan resolusi spasial dan ketelitian geometrik.
Kemampuan menghentikan kegiatan sangat penting dalam usaha mengidentifikasi
berbagai perubahan pada permukaan bumi.
Skala foto udara merupakan perbandingan suatu jarak pada foto dengan jarak
sebenarnya di lapangan (Wolf, 1983). Keakuratan skala foto udara dipengaruhi oleh
kondisi topografi daerah yang dipotret. Topografi yang bergelombang atau berombak
akan menghasilkan skala foto udara yang bervariasi antar obyek pada foto udara.
Skala yang mendekati benar adalah skala pada titik tengah foto udara (principal
point).
2.5.2. Mosaik Foto Udara
Menurut Wolf (1983) mosaik foto udara merupakan gabungan dua atau lebih
foto udara yang bertampalan membentuk pandangan komposit/gabungan dari
keseluruhan area yang diliput masing-masing foto udara. Mosaik foto udara dibagi
menjadi tiga kelas, yaitu: (1) mosaik terkontrol, (2) mosaik semi terkontrol, dan (3)
mosaik tidak terkontrol (Wolf, 1983).
Selanjutnya, dijelaskan oleh Wolf (1983) bahwa mosaik terkontrol merupakan
mosaik yang paling akurat di antara ketiganya, karena disusun dari foto udara yang
13
sudah direktifikasi dan dirasiokan menggunakan data hasil pengecekan lapangan.
Sebagai contoh pada foto udara yang diekuivalen ke foto udara tegak dengan skala
yang sama di seluruh bagian foto udara. Oleh sebab itu mosaik terkontrol
memerlukan biaya yang sangat mahal, mengingat diperlukannya ketersediaan data
lapangan yang akurat untuk melakukan rektifikasi foto udara.
Mosaik tidak terkontrol disusun dari foto udara yang belum direktifikasi dan
tanpa bantuan dari data lapangan. Mosaik tidak terkontrol secara kuantitatif seringkali
cukup menguntungkan karena relatif murah dan mampu memberikan gambaran awal
tentang area yang diobservasi. Penelitian ini menggunakan teknik mosaik tidak
terkontrol.
Mosaik semi terkontrol berada pada posisi tengah di antara kedua jenis
mosaik di atas. Seringkali disusun dari foto udara yang sudah direktifikasi namun
tanpa didukung data hasil pengecekan lapang, atau sebaliknya menggunakan data
lapangan dipadukan dengan foto udara yang belum direktifikasi.
2.5.3. Landsat Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM
+)
Penginderaan jauh mulai populer sejak tahun 1960-an dengan menggunakan
foto udara. Pada tahun 1972 Landsat 1 diluncurkan, seiring dengan mulai dikenalnya
penginderaan jauh menggunakan citra satelit yang menggunakan pesawat antariksa
sebagai pembawa sensor. Satelit Landsat beredar pada ketinggian 705 kilometer di
atas permukaan bumi dan membutuhkan waktu 16 hari untuk mengitari seluruh bumi.
Menurut Asriningrum (2002) Landsat 4 dan 5 memuat sensor Multi Spectral Scanner
(MSS) dan sensor Thematic Mapper (TM). Sensor MSS memiliki 4 kanal dengan
14
resolusi spasial 79 meter, sedangkan sensor TM memiliki 7 kanal dengan resolusi
spasial 30 meter dan 120 meter (khusus untuk kanal 6). Landsat 7 diluncurkan pada
15 April 1999 dengan membawa sensor ETM+ dan memiliki 8 kanal (Tabel 2).
Keunggulan citra Landsat ETM+ dibanding Landsat TM adalah ditambahnya
kanal pankromatik (kanal 8) dengan resolusi 15 meter dan pada kanal 6 terdapat
perekaman dengan sistem low gain dan high gain untuk analisis laut dan darat.
Adapun keterbatasan citra ini adalah adanya liputan awan (sebagai akibat sistem
perekaman optik), dan resolusi spasial 15 meter masih termasuk kasar untuk tujuan
pemetaan dengan skala besar (Asriningrum, 2002).
Tabel 2. Karakteristik dari Landsat ETM+ Tipe Spesifikasi
Karakteristik orbit: Ketinggian 705 Km
Inklinasi 98,2 Orbit Sinkron matahari hampir polar Melintas ekuator 9.30 waktu setempat
Periode 99 menit Periode ulang 16 hari
Karakteristik teknik sensor: Tipe penyiam Opto-mechanical
Resolusi Spasial 15/30/60 m Resolusi radiometrik 8 bit (256 level)
Panjang Gelombang 0,45 - 12,5 µm Jumlah Kanal 8
Liputan 183 x 170 Km Lebar Liputan 183 Km
Stereo tidak Dapat diprogram (Programmable) ya
Sumber: EROS Data Center dalam Asriningrum (2002)
15
2.5.4. Interpretasi Foto Udara dan Citra Landsat ETM+
Dalam definisi sempit, interpretasi foto udara seringkali digunakan sebagai
sinonim dari interpretasi citra. Proses interpretasi citra (atau foto udara) didefinisikan
sebagai proses ekstraksi informasi kualitatif maupun kuantitatif dalam bentuk sebuah
peta, baik mengenai bentuk, lokasi, struktur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antar
obyek, dan lain-lain (Murai, 1996). Lebih lanjut Murai (1996) menguraikan langkah
interpretasi citra.
1. Proses pembacaan citra, merupakan bentuk dasar dari interpretasi citra,
berhubungan dengan identifikasi elemen-elemen seperti bentuk, ukuran, pola,
bayangan, rona/warna, tekstur, dan situs/asosiasi. Proses ini diimplementasikan
bersama kunci interpretasi untuk masing-masing obyek.
2. Proses pengukuran citra, proses ekstraksi kuantitas fisik seperti panjang,
ketinggian, densitas, temperatur, dan lain-lain dengan menggunakan data
referensi atau data kalibrasi baik secara deduktif maupun induktif.
3. Proses analisis citra, memahami relasi antara informasi hasil interpretasi dan
keadaan aktual di lapangan, untuk mengevaluasi situasi. Dalam proses analisis
citra, pengecekan lapang diperlukan karena umumnya keakurasian hasil
interpretasi tidak memadai tanpa adanya data hasil pengecekan lapangan.
Lillesand dan Kiefer (1997) memberikan karakteristik dasar kenampakkan
pada foto udara sebagai kunci dalam proses interpretasi foto udara, yaitu:
Bentuk, merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek.
Ukuran, merupakan besar kecilnya obyek pada foto udara dengan
mempertimbangkan skala foto udara.
16
Pola, menyatakan hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau
hubungan obyek alami atau buatan, akan memberikan suatu pola yang dapat
membantu penafsiran.
Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran profil suatu obyek, atau bahkan
menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya cahaya sehingga sukar diamati
pada foto udara.
Rona, menunjukkan adanya tingkataan keabuan atau kecerahan relatif obyek pada
foto udara.
Warna, dapat dipresentasikan dengan hue, value, dan chroma.
Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada foto udara. Merupakan gabungan dari
bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya.
Situs, menunjukkan hubungan antara posisi suatu terhadap obyek lainnya, sehingga
suatu obyek dapat dikenali dari hubungan tersebut.
Kemudian Avery (1992) memberikan penambahan karakteristik Asosiasi yang
menunjukkan keterkaitan suatu obyek tehadap lokasi dimana obyek tersebut
ditemukan.
2.6. Sistem Informasi Geografi (SIG)
Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga
bagian yang terintegrasi, yaitu :
a. Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi).
b. Informasi; data dan informasi, meliputi arti dan kegunaanya, dan
c. Sistem; teknologi komputer dan fasilitas pendukung.
17
Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia
modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus
dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat
geografi.
Burrough (1986) memberikan definisi SIG, dalam konteks alat (toolbox
based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengoreksi, menyimpan,
memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata
untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989)
menyatakan bahwa SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai
kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data,
manajemen data (penyimpanan dan pemnggilan kembali), manipulasi dan analisis
serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organization based),
Ozemoy et al. dalam Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat
fungsi-fungsi otomatis yang professional dengan kemampuan lebih baik dalam hal
penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara
geografis.
Aplikasi SIG telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri,
dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data
kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan. Dengan
menggunakan SIG maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat
dianalisis (Aronoff, 1989).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2002 hingga September 2003,
bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian lapangan (pengecekan lapang)
di laksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu yang berada di Kecamatan Bogor Timur
(Kota Bogor), Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung
(Kabupaten Bogor).
Interpretasi foto udara dilakukan di Laboratorium Foto Udara Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Cibinong. Pengolahan citra digital
dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah.
Analisis statistik dilakukan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan
Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Citra Landsat ETM+ tanggal 17 September 2001, terdiri atas dua liputan (scene)
yaitu Path/Row 122/064 dan 122/065 dipotong hanya pada wilayah tertentu, yang
diperoleh atas kebaikan dari Tim Riset Unggulan Terpadu-9 (RUT-9) Jabotabek
tahun 2001.
2. Foto udara Jawa Barat skala 1:50.000 tahun 1994, dengan jalur terbang dan
nomor foto: W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan W.11/NY.36 : 38, 39.
19
3. Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998,
dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999, diterbitkan oleh Bakosurtanal, Cibinong.
4. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan 1990,
hasil penelitian Sudadi et al., 1991.
5. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu, Provinsi Jawa Barat
skala 1:50.000, diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun
1992.
6. Data Debit Minimum dan Maksimum Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa dari
Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane, Bogor.
7. Data lapangan berupa penggunaan lahan eksisting.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Seperangkat komputer jenis PC dengan software ER Mapper 6.0 untuk analisis
citra, software MapInfo Professional 6.0 dan Arcview 3.2 untuk digitasi dan
pengolahan peta, Microsoft Excel 2002 dan Statistica 5.0 untuk pengolahan data
statistik, serta scanner Epson GT-12000, dan printer.
2. Stereoskop cermin, plastik transparan, kertas kalkir, alat tulis dan gambar untuk
interpretasi foto udara.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini secara umum terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) tahap
persiapan dan pengumpulan data, dan (2) tahap analisis dan sintesis data. Diagram
alir penelitian disajikan pada Gambar 2a dan 2b.
20
Gambar 2a. Diagram alir penelitian
Koreksigeometrik
Pemotongan(cropping) sesuai
dengan batasdaerah penelitian
Interpretasi
Peta Penggunaan LahanSementara
tahun 1994 dan 2001
PengecekanLapang
Reinterpretasi
Sesuai
PetaPenggunaanLahan 1985
PetaPenggunaanLahan 1990
PetaPenggunaan Lahan 2001
Koreksi Peta dan PenyeragamanData
Tidak
Ya
Digitasi
Peta DigitalAdministrasi
Sub DAS
Peta DigitalPenggunaan
Lahan 81, 85,90, 94, dan 01
PetaPenggunaanLahan 1981
PetaPenggunaan Lahan 1994
Foto UdaraTahun 1994
Citra LandsatETM+ 2001
PetaRupaBumi
Citra WarnaKomposit
21
Data PotensiDesa tahun
2000
Data DebitMaksimum danDebit Minimum
Peta DigitalAdministrasi
Sub DAS
Tumpang Tindih(Overlay)
Analisis DeskriptifPerubahan
Penggunaan Lahan
Shift Share
Analysis
Analisis RegresiBerganda
Analisis Korelasi
Analisis Korelasi
Peta DigitalPenggunaan
Lahan 81, 85,90, 94, dan 01
DataAtribut
DataSpasial
DataAtribut
� Perubahanpenggunaan lahanyang dominan
� Laju perubahan
Keterkaitan antara perubahanpenggunaan lahan dengan
%permukiman dan kepadatanpenduduk
Faktor-faktor yangmempengaruhi debitmaksimum-minimum
Susunan perubahanpenggunaan lahan
KESIMPULANKESIMPULAN
Gambar 2b. Diagram alir penelitian (lanjutan)
22
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
3.3.1.1. Studi Literatur dan Pengumpulan Data
Tahap persiapan diawali dengan studi literatur dan pengumpulan data-data
berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, dan
1990, Peta Rupa Bumi (Ciawi dan Cisarua), citra Landsat ETM+, foto udara, data
debit, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah menyeragamkan atau
kalibrasi data, khususnya untuk data penggunaan lahan sehingga memungkinkan
proses analisis spasial.
Peta Penggunaan Lahan tahun 1981, 1985, dan 1990 dilakukan penyiaman
menggunakan scanner Epson GT-12000 pada resolusi 300 dpi dengan tujuan untuk
mengubah format data analog menjadi data digital, dalam bentuk data raster. Data
raster ini dikoreksi geometrik dengan tujuan registrasi koordinat menggunakan Peta
Rupa Bumi sebagai peta acuan. Selanjutnya peta-peta tersebut siap didigitasi untuk
diintegrasikan ke dalam SIG.
3.3.1.2. Koreksi Geometrik
Citra Landsat ETM+ dengan Peta Topografi
Sebelum dilakukan koreksi geometrik, ditentukan terlebih dahulu jenis citra
komposit yang akan digunakan dengan membuat citra warna komposit. Citra
komposit adalah penggabungan kombinasi antar saluran (band) yang memiliki
resolusi spektral berbeda dan resolusi spasial sama, dalam hal ini adalah saluran-
saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 meter.
Citra komposit dilakukan dengan memasukkan ke dalam saluran merah, hijau, dan
23
biru (RGB). Tujuannya untuk mendapatkan tampilan visual yang optimal untuk
identifikasi penggunaan lahan. Pengolahan ini dilakukan dengan menggunakan
software ER Mapper 6.0.
Pada penelitian ini kombinasi yang digunakan adalah citra komposit RGB-
543. Penelitian Asriningrum (2002) di daerah Bogor menunjukkan bahwa citra
komposit RGB-543 menampakkan hasil terbaik pada model daerah volkan di Bogor,
karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling
jelas dalam menampilkan bentuk permukaan bumi.
Langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi geometrik citra komposit
RGB-543 terhadap Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi. Koreksi geometrik
dilakukan dengan mengidentifikasi Ground Control Points (GCP) pada citra asli dan
pada peta topografi. Perhitungan Root Mean Square (RMS) menunjukkan keakuratan
dari GCP. Nilai RMS kurang dari satu dengan distribusi titik GCP yang merata.
3.3.1.3. Interpretasi Foto Udara
Interpretasi foto udara dilakukan dengan menggunakan stereoskop cermin
dengan didasarkan pada unsur-unsur interpretasi dan bantuan Peta Rupa Bumi.
Mosaik yang digunakan adalah mosaik tak terkontrol yang bertujuan untuk
memudahkan mengamati keseluruhan wilayah penelitian. Mosaik disusun dari enam
lembar foto udara yang saling bertampalan.
Interpretasi foto udara untuk penggunaan/penutupan lahan dilakukan secara
manual dengan bantuan streoskop cermin dan mendasari pada unsur-unsur
interpretasi, yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, warna, tekstur, situs, dan
24
asosiasi. Hasil interpretasi dipindahkan ke peta topografi sebagai peta dasar, menjadi
peta penggunaan/penutupan lahan sementara tahun 1994. Pengecekan lapang
dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi dan menambah data-data dan
informasi yang diperlukan. Hasilnya, peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1994
yang memberikan informasi pola dan sebaran luas penggunaan/penutupan lahan di
Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun tersebut.
3.3.1.4. Interpretasi Citra Landsat ETM
+
Sebelum dilakukan proses interpretasi, terlebih dahulu dilakukan proses
pemotongan citra (cropping) berdasarkan batas wilayah penelitian yang dilakukan
dengan bantuan ER Mapper 6.0. Langkah selanjutnya interpretasi citra, dilakukan
secara visual langsung pada monitor komputer (onscreen interpretation). Sama
halnya pada foto udara, interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi dan
bantuan Peta Rupa Bumi. Unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi
merupakan unsur interpretasi yang sangat membantu dalam mengenali obyek-obyek
dalam citra satelit, mengingat resolusi spasial Landsat ETM + yang masih kasar.
Proses interpretasi ini dilakukan dengan membatasi daerah-daerah yang
memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda, hal ini menunjukkan adanya
tipe penggunaan/penutupan lahan. Penarikan batas penggunaan/penutupan lahan
dilakukan secara langsung melalui proses digitasi layar (onscreen digitizing), proses
ini menghasilkan peta penggunaan/penutupan lahan sementara tahun 2001. Kedua
proses ini dilakukan dengan bantuan software Arcview 3.2 beserta ekstensi Arcview
Image Analysis 1.1.
25
Pengecekan lapang dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil interpretasi,
terutama ditujukan pada obyek/daerah yang diduga berbeda atau mengalami
perubahan dan terdeteksi pada saat menginterpretasikan data. Hasilnya, peta
penggunaan/penutupan lahan tahun 2001 yang memberikan informasi pola dan
sebaran luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun
tersebut. Langkah selanjutnya, dilakukan proses penyiaman (scanning) untuk
mengubah peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, dan 1994 yang
masih berbentuk hardcopy (analog) menjadi data digital.
3.3.2. Tahap Analisis dan Sintesis Data
3.3.2.1. Operasi Tumpang Tindih (Overlay)
Operasi tumpang tindih dilakukan menggunakan data digital peta
penggunaan/penutupan lahan dengan bantuan ArcView 3.2. Operasi tumpang tindih
dilakukan antara peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1981 dan 1985, tahun 1985
dan 1990, tahun 1990 dan 1994, tahun 1994 dan 2001, serta antara tahun 1981 dan
2001 yang bertujuan untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaan/penutupan
lahan.
Selain itu, operasi tumpang tindih juga dilakukan antara peta
penggunaan/penutupan lahan tahun 1981, 1985, 1990, 1994, 2001 dan peta batas
administrasi Sub DAS Ciliwung Hulu untuk mendapatkan luas sebaran
penggunaan/penutupan lahan di tiap-tiap desa. Ekstraksi data atribut hasil dari operasi
tumpang tindih ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis selanjutnya.
26
3.3.2.2. Teknik Pendugaan Pertumbuhan (Growth/Decay Function)
Perubahan secara matematis dapat diduga dengan fungsi pertumbuhan atau
peluruhan (growth/decay function). Model pertumbuhan/peluruhan dapat digunakan
untuk menduga perubahan seiring dengan waktu, ukuran, atau jarak dari posisi
referensi. Penelitian ini menggunakan Discrete Time Model untuk menduga laju rata-
rata penambahan/pengurangan luas penggunaan/penutupan lahan. Model ini
berasumsi bahwa pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan terjadi secara agregat
dengan laju pertumbuhan yang relatif konstan, dengan persamaan sebagai berikut:
Pt = Po (1+a)t
dimana; Pt = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun akhir
(2001)
Po = data persentase luas penggunaan/penutupan lahan pada tahun awal
(1981)
a = rata-rata penambahan/pengurangan luas penggunaan/penutupan
lahan (%/tahun)
Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah laju konversi lahan dari
tahun 1981 hingga 2001.
3.3.2.3. Analisis Korelasi Berganda (Multiple Correlation Analysis)
Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara dua atau lebih peubah sebagai salah satu
pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat antar peubah
tersebut. Di dalam analisis korelasi sederhana, keeratan sifat antara dua peubah akan
ditunjukkan dari koefisien korelasi apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak
27
berkorelasi. Apabila dua peubah memiliki kecenderungan yang searah maka
dinyatakan sebagai berkorelasi positif, sebaliknya bila memiliki kecenderungan yang
berlawanan arah maka dinyatakan sebagai berkorelasi negatif. Dua peubah disebut
tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien
korelasi mendekati nol atau perubahan nilai pada salah satu peubah tidak diikuti oleh
perubahan pada peubah lainnya.
Koefisien korelasi yang menyatakan besarnya hubungan antara dua peubah
dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
( )( )[ ]
( )[ ] ( )[ ]∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
−−
−=
2222. iiii
iiii
xy
yynxxn
yxyxnr
dimana; n = ukuran populasi
xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i
yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i
Dalam analisis korelasi berganda, peubah-peubah yang digunakan berasal dari
data penggunaan/penutupan lahan (Tabel 3).
Tabel 3. Peubah-peubah yang diuji dalam analisis korelasi terhadap selisih debit maksimum-minimum (dQ dalam m3/detik)
Jenis Penggunaan Lahan
Peubah Penggunaan/Penutupan Lahan
Proporsi Luas (%) Jumlah Poligon (unit)
Rata-rata Luas Poligon (ha)
Hutan Lebat L1 J1 R1
Hutan Semak/belukar L2 J2 R2
Kebun Campuran L3 J3 R3
Kebun Karet L4 J4 R4
Kebun Teh L5 J5 R5
Lahan Terbuka L6 J6 R6
Permukiman L7 J7 R7
Sawah L8 J8 R8
Tegalan/Ladang L9 J9 R9
Total Jumlah Peubah 9 9 9
28
3.3.2.4. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)
Menurut Suryani (2000) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat
model pendugaan terhadap nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah
penjelas) yang diamati. Model yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai penduga
yang baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:
a. E (ei) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1, 2, … , n, artinya rata-rata galat adalah nol;
b. Kov (ei, ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain;
c. Var (ei2) = σ
2 , untuk setiap i, dimana i = 1, 2, … , n, artinya setiap galat memiliki
varian yang sama;
d. Kov ( ei,x1i ) = kov ( ei,x2i ) = 0, artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang
sama. Setiap peubah bebas tercakup dalam persamaan linier berganda;
e. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara
peubah-peubah penjelas, atau peubah penjelas harus saling bebas;
f. ei ≈ N (0;σ), galat menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.
Sebelum dilakukan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan
korelasi berganda terhadap peubah-peubah penduga (peubah-peubah bebas). Hasil
analisis korelasi berganda digunakan untuk menentukan kombinasi peubah–peubah
penduga, sedemikian rupa sehingga peubah-peubah penduga yang berkorelasi tinggi
tidak muncul bersamaan dalam satu persamaan (model). Sehingga syarat bahwa tidak
ada multikolinearitas antar peubah penduga dapat dipenuhi.
Kombinasi peubah-peubah penduga dalam fungsi regresi didapatkan dengan
cara mengeliminasi peubah-peubah yang mempunyai nilai korelasi yang tinggi (≥0,5
29
hingga berkorelasi nyata). Selanjutnya dalam satu fungsi regresi, hanya dimasukkan
peubah-peubah penduga yang berkorelasi rendah antar peubah penduga itu sendiri.
Setiap fungsi regresi yang dihasilkan akan memiliki jumlah peubah penduga ≤(N-2),
sehingga dengan jumlah N = 5, maka akan didapatkan fungsi regresi dengan
maksimal 3 peubah penduga.
Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah:
Y = A0 + A1X1 + A2 X2 + A3 X3 + . . . + An Xn
dimana; Y = Dependent Peubah (peubah yang diduga, selisih debit maksimum-
minimum dQ)
X = Independent Peubah (peubah penduga, peubah penggunaan/penutupan
lahan )
A = Koefisien Regresi
Analisis korelasi dan regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
menduga peubah-peubah yang mempengaruhi debit maksimum (Qmaks) dan debit
minimum (Qmin) Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa, yang dalam hal ini
diwakili oleh nilai selisih debit maksimum-minimum (dQ).
3.3.2.5. Analisis Shift-Share (Shif- Share Analysis)
Analisis shift-share merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami
pergeseran struktur aktivitas yang dalam hal ini adalah penggunaan/penutupan lahan
di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan
wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur
penggunaan/penutupan lahan dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan
30
kemampuan berkompetisi (competitiveness) penggunaan/penutupan lahan tertentu di
suatu wilayah secara dinamis atau perubahan penggunaan/penutupan lahan dalam
cakupan wilayah lebih luas.
Persamaan analisis shift-share digambarkan seperti berikut.
a b c
dimana, a = komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift
X.. = luas total penggunaan/penutupan lahan di seluruh desa (ha)
X.i = luas penggunaan/penutupan lahan i di seluruh desa (ha)
Xij = luas penggunaan/penutupan lahan i dalam unit desa j (ha)
t1 = titik tahun akhir (2001)
t0 = titik tahun awal (1981).
Gambaran penggunaan/penutupan lahan (penggunaan/penutupan lahan) di
suatu wilayah dalam hasil analisis shift-share dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil,
yaitu:
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponen Share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan
dinamika total wilayah.
2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen Proportional Shift). Komponen
ini menyatakan pertumbuhan total penggunaan/penutupan lahan tertentu secara
−
+
−
+
=
)t0.(
)t1(
)t0(
)t1(
)t0..(
)t1..(
)t0.(
)t1.(
)t0..(
)t1..(
Xi
Xij
Xij
Xij
X
X
Xi
Xi
X
XSSA
31
relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang
menunjukkan dinamika penggunaan/penutupan lahan total dalam wilayah.
3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen Differential Shift). Ukuran ini
menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitivenes) suatu
penggunaan/penutupan lahan tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total
penggunaan/penutupan lahan tersebut dalam wilayah.
Dalam penelitian ini, analisis shift-share bertujuan untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan total dari masing-masing penggunaan/penutupan lahan, serta lokasi
spesifik dari pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan tersebut. Peubah-peubah
yang dipergunakan dalam analisis ini adalah luas masing-masing jenis
penggunaan/penutupan lahan di tiap-tiap desa di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu
pada tahun 1981 dan 2001 (Tabel Lampiran 16 dan 17). Desa-desa yang dimasukkan
ke dalam unit analisis adalah desa-desa dengan kriteria >50 % luas desa berada di
dalam daerah Sub DAS Ciliwung Hulu. Sedangkan desa-desa yang luasnya <50 %
dieliminasi dalam proses analisis untuk menghindari terjadinya bias yang lebih besar.
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan sub DAS Ciliwung Hulu yang terletak di
bagian Selatan DAS Ciliwung. Daerah ini dalam koordinat geografis terletak antara
6° 37’ 48’’-6° 46’ 12’’LS dan 106° 49’ 48”-107° 0’ 0’’BT atau 9.267.222,78m–
9.251.591,84 m N dan 702.041,10 m–721.474,77 m E, termasuk dalam zona 48 UTM.
Daerah penelitian memiliki luas 14.920 Ha yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor.
Kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan, yakni: Kecamatan Ciawi,
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan
Babakan Madang, dan Kecamatan Sukamakmur, sedangkan Kota Bogor hanya
mencakup Kecamatan Kota Bogor Timur.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
# #
#
ke Sukabumi
ke Bogor
ke Cianjur
ke Jakarta
Katulampa
CiawiGadog
Cisarua
6°45' 6°45'6°40' 6°40'
106°50'
106°50'
106°55'
106°55'
107°00'
107°00'107
107
Skala 1:300.000
1 0 1 2
Kilometer
Sumber : Sudadi et al., 1991; Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).Inset
#
#
##
##
##
#
#
#Jakarta
Bandung
Serang
Lokasi Penelitian Bogor
Cianjur
SukabumiMajalengka
Tasikmalaya
Pelabuhan Ratu
L a u t I n d o n e s i a
L a u t J a w a
Jalan utamaAnak sungaiSungai utamaBatas Sub DAS
Keterangan
33
Gambar 4. Peta administrasi daerah penelitian
4.2 Iklim
Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam iklim tropika. Suhu merata
berkisar antara 23-24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73-82 %. Radiasi surya
minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September
(81,85 %). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari
sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober
(Jurusan Tanah IPB, 1990).
Menurut Model Klasifikasi Iklim Oldeman dalam Handoko (1994), iklim Sub
DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk ke dalam Zona Agroklimat A1. Klasifikasi ini
ditentukan berdasar dari jumlah Bulan Basah (hujan bulanan jangka panjang ≥200
#
#
###
#
##
#
#
##
#
#
#
#
##
#
#
#
#
#
#
#
MegamendungCipayung datar
Cipayunggirang
Cilember
Gadog KopoJogjogan
LeuwiMalang
Tugu UtaraSukakarya
BatuLayang
Cisarua
Kuta
Citeko
SukamajuSukamanah
Tugu Selatan
Cibeureum
Sukagalih
Sukaresmi
Sindangrasa
Sindang Sari
Sukamahi
Pandansari
Bojong murni
ke Sukabumi
ke Bogor
ke Cianjur
ke Jakarta
Sumber : Sudadi et al., 1991; Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal).
Skala 1:300.000
1 0 1 2
Kilometer
6°45' 6°45'6°40' 6°40'
106°50'
106°50'
106°55'
106°55'
107°00'
107°00'107
107Jalan utamaAnak sungaiSungai utamaBatas Sub DAS
# Pusat desa
Keterangan
34
mm) dan Bulan Kering (hujan bulanan jangka panjang <100 mm), A1 jika >9 bulan
basah berturut-turut dan <2 bulan kering berturut-turut. Iklim ini sesuai untuk
tanaman padi terus-menerus, tetapi produksinya kurang karena intensitas radiasi
surya yang rendah sepanjang tahun.
4.3. Geologi dan Geomorfologi
Menurut Riyadi (2003) geologi yang menyusun daerah penelitian ini
umumnya hasil produk gunungapi muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede-
Pangrango terdiri dari breksi, lahar, lava dan tufa, produk gunungapi tua dari Gunung
Limo, Gunung Kencana, berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan
lava. Selanjutnya Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi
daerah penelitian dapat dibagi atas 4 formasi geologi:
Formasi Qvu : Terletak pada bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40%. Formasi ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.
Formasi Qvba : Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang.
Formasi Qvb : Terdiri dari breksi gunung api, lahar.
Formasi Qv : Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan lahar.
Tabel 4. Curah hujan rata-rata bulanan (dalam mm) di daerah penelitian tahun 1990-1997
No Stasiun Elevasi
(m dpl)
Bulan Jlh
J F M A M J J A S O N D
1 Katulampa 347 414 442 404 377 260 208 125 272 249 437 419 400 4008
2 Gunung Mas 1150 561 547 272 360 164 142 122 183 239 283 297 485 3654
3 Selawangi 250 476 534 403 337 233 145 145 124 158 219 413 544 3731
Sumber: Data curah hujan PU Pengairan Kabupaten Bogor, 1997.
35
Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi
oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil
merupakan dataran aluvial. Geomorfologi daerah penelitian ini dibentuk oleh
gunungapi muda dari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-Pangrango (3.019
m); rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang (1.262 m), Gunung Limo,
Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi, 2003).
4.4. Tanah
Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu volkan
dan batuan piroklastik. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala
1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah
yang terdapat di daerah penelitian meliputi order Andisol, Ultisol, Inceptisol, dan
Entisol yang masing-masing sebesar 38.9 %, 11 %, 48 %, dan 2,1 %.
Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang
ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai sifat
bahan induknya (Rachim dan Suwardi, 1999). Inceptisol di daerah penelitian
dijumpai dalam bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts, Konsosiasi
Typic Dystropepts, dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya ditemukan di daerah
lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian.
Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan
bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan senyawa kompleks
humus-aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85
g/cm3), dan dikenal terasa berminyak (smeary) - bila diremas - karena mengandung
36
bahan organik antara 8 hingga 30%. Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi
tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog,
Gunung Sumbul, dan Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk
Konsosiasi Typic Hapludands, dan Asosiasi Typic Hapludands dan Typic
Tropopsamments.
Ultisol merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan
basa kurang dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur
lebih tua, akibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horison
argilik. Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk Konsosiasi Typic
Hapludults, ditemukan di bagian utara daerah penelitian.
Entisol merupakan tanah-tanah yang tingkat perkembangannya relatif baru. Di
daerah penelitian, Entisol menyebar di sepanjang bantaran sungai Ciliwung dalam
bentuk kompleks Typic Troporthents-Typic Fluvaquents.
4.5. Penduduk
Jumlah Penduduk di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2000
sebanyak 182.638 jiwa (BPS, 2000), jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan pada
tahun sebelumnya (Tabel 5). Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah
petani, buruh tani, dan pedagang, sedangkan sisanya berprofesi sebagai pegawai
negeri sipil PNS dan ABRI, buruh industri kecil, sopir angkutan, peternak, dan lain-
lain.
37
Tabel 5. Jumlah penduduk desa di Sub DAS Ciliwung Hulu
Sumber: BPS, 2000
Tahun 1993 Tahun 1996 Tahun 2000
1 Batu Layang 5.677 5.052 5.672
2 Bojong Murni 2.704 3.505 3.579
3 Cibeureum 9.156 9.255 10.804
4 Cilember 5.499 5.545 5.683
5 Cipayung Datar 16.659 16.922 19.702
6 Cipayung Girang 6.329 6.316 7.320
7 Cisarua 6.297 6.869 6.744
8 Citeko 7.425 8.672 8.503
9 Gadog 5.049 5.244 5.101
10 Jogjogan 4.534 4.982 5.182
11 Kopo 12.127 12.444 16.863
12 Kuta 3.723 3.835 4.543
13 Leuwimalang 5.271 5.484 5.511
14 Megamendung 4.543 4.686 4.575
15 Pandansari 4.709 6.286 6.595
16 Sindang Rasa 5.576 7.589 7.969
17 Sindang Sari 5.950 6.107 5.822
18 Sukagalih 4.818 4.959 6.252
19 Sukakarya 4.296 4.415 5.266
20 Sukamahi 5.318 4.580 6.448
21 Sukamaju 5.048 5.068 5.287
22 Sukamanah 5.059 5.205 6.408
23 Sukaresmi 3.175 3.070 3.456
24 Tugu Selatan 10.933 10.921 12.218
25 Tugu Utara 6.671 6.794 7.135
Total Penduduk 156.546 163.805 182.638
Jumlah Penduduk (Jiwa)Nama DesaNo
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan dari Foto Udara 1994 dan Citra
Landsat ETM+
2001
Interpretasi foto udara 1994 dan citra Landsat ETM+ 2001 dilakukan dengan
melihat karakteristik dasar kenampakkan masing-masing penggunaan/penutupan
lahan pada foto udara dan citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery,
1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Masing-masing penggunaan/penutupan lahan
memiliki karakteristik unsur interpretasi yang unik.
Hutan lebat di dalam foto udara menunjukkan bentuk dan pola yang tidak
teratur dengan ukuran yang cukup luas, menyebar, terkadang bergerombol di tengah-
tengah kebun teh atau hutan semak/belukar. Berwarna gelap, tekstur relatif kasar, ada
bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang
curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan di dalam citra
Landsat, ditemukan dengan bentuk, ukuran, dan pola yang tidak jauh berbeda dengan
di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap, dengan tekstur relatif kasar.
Hutan semak/belukar mempunyai kenampakkan bentuk dan pola yang
hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna agak gelap, tekstur relatif lebih halus
daripada hutan lebat, umumnya dijumpai di perbatasan antara hutan lebat dan lahan
budidaya (kebun campuran atau tegalan). Kenampakkan di citra Landsat
menunjukkan tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna hijau
agak terang dibandingkan hutan lebat.
39
Kebun campuran memiliki ciri-ciri bentuk dan pola yang menyebar,
Umumnya dijumpai di sepanjang aliran sungai, terkadang bercampur dengan
kawasan permukiman. Berwarna gelap dengan tekstur relatif kasar. Kenampakkan di
citra Landsat, memiliki tekstur relatif kasar, berwarna hijau bercampur dengan sedikit
magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul
sungai, seringkali bercampur dengan permukiman.
Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur,
berwarna agak kelabu dengan tekstur relatif halus dan seragam pada lereng-lereng
yang relatif landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur
halus, dan berwarna hijau muda.
Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara
permukiman, sawah dan tegalan, berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di
dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur
halus. Keberadaannya cukup sulit untuk dideteksi dari citra, mengingat luas
sebarannya pada tahun 2001 relatif kecil.
Permukiman mempunyai bentuk persegi/spot kecil, pola menyebar,
memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran yang relatif kecil. Di dalam foto udara
dijumpai berwarna abu-abu, dengan tekstur relatif kasar. Di dalam citra Landsat,
permukiman memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan,
pola di sekitar jalan utama (bergerombol).
Sawah mempunyai warna abu-abu agak gelap, bentuk berpetak-petak dan
berteras, terlihat pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat
40
dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar, warna hijau
agak gelap bercampur dengan magenta dan biru.
Tegalan memiliki pola yang hampir serupa dengan sawah, berwarna abu agak
terang, tekstur relatif sedang sampai kasar, bentuk berteras-teras. Di citra Landsat
ditunjukkan dengan tekstur, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta
dan kuning.
Tubuh air (sungai utama) di dalam foto udara berbentuk garis memanjang,
pola berkelok-kelok (meander) yang berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwana
gelap, dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air
berwarna biru dengan bentuk yang berkelok-kelok (meander), sedangkan jalan
berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dengan pola teratur.
5.2. Pola Penggunaan/Penutupan Lahan
Pola penggunaan/penutupan lahan di daerah penelitian hasil pengamatan
tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001 masing-masing digambarkan pada peta-peta
yang disajikan pada Gambar 5, 6, 7, 8, dan 9. Berdasarkan peta-peta tersebut, daerah
penelitian memiliki luas total 14.920 hektar dengan 9 tipe penggunaan/penutupan
lahan, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun
teh, lahan terbuka, permukiman, sawah, dan tegalan/ladang. Luas masing-masing tipe
penggunaan/penutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 6.
Data tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 1981 penggunaan/penutupan
lahan di daerah penelitian didominasi oleh hutan lebat, sawah, dan kebun teh dengan
luas masing-masing 29,96 %, 25,69 %, dan 19,62 % dari total luas daerah penelitian.
41
Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, lahan
terbuka, permukiman, dan tegalan/ladang. Luas permukiman hanya menempati 4,69
% dari total luas keseluruhan.
Penggunaan/penutupan lahan pada tahun 1985 masih didominasi oleh hutan
lebat, sawah, dan kebun teh, masing-masing luasnya 25,94 %, 22,91 %, dan 21,22 %
dari total luas daerah penelitian. Namun terjadi penurunan luas hutan lebat dan sawah
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan adanya peningkatan luas
permukiman menjadi 11,83 %. Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun
campuran, kebun karet, lahan terbuka, dan tegalan/ladang.
Pada tahun 1990, luas kebun teh meningkat menjadi 25,73 %, diikuti oleh
hutan lebat, sawah, dan permukiman masing-masing 21,07 %, 18,12 %, dan 16,64 %
dari total luas daerah penelitian. Sisanya merupakan hutan semak/belukar, kebun
campuran, lahan terbuka, dan tegalan/ladang. Kebun karet mengalami penurunan luas
yang drastis, sehingga pada tahun 1990 ini keberadaannya sudah tidak ditemukan lagi
atau kalaupun ada luasannya sangat kecil.
Tabel 6. Luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001.
Penggunaan
Lahan
1981 1985 1990 1994 2001
Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen
Hutan lebat 4469,47 29,96 3869,93 25,94 3143,39 21,07 3143,02 21,07 2993,53 20,06
Hutan Semak/belukar 881,30 5,91 479,39 3,21 873,46 5,85 512,06 3,43 278,69 1,87
Kebun Campuran 1076,96 7,22 1317,45 8,83 1151,73 7,72 1586,41 10,63 1582,01 10,60
Kebun Karet 57,51 0,39 188,53 1,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh 2928,05 19,62 3166,06 21,22 3838,64 25,73 3759,16 25,20 3094,77 20,74
Lahan Terbuka 73,65 0,49 540,70 3,62 107,15 0,72 44,44 0,30 11,70 0,08
Permukiman 699,84 4,69 1765,58 11,83 2482,24 16,64 3016,01 20,21 3954,88 26,51
Sawah 3833,40 25,69 3417,76 22,91 2703,87 18,12 2490,25 16,69 1363,73 9,14
Tegalan/Ladang 899,95 6,03 174,72 1,17 619,63 4,15 368,77 2,47 1640,83 11,00
Total 14920,13 100,00 14920,13 100,00 14920,11 100,00 14920,13 100,00 14920,14 100,00
42
Luas kebun teh masih mendominasi pada tahun 1994 diikuti oleh hutan lebat,
permukiman, dan sawah masing-masing sebesar 25,20%, 21,07%, 20,21%, dan
16,69% dari total luas daerah penelitian. Terjadi peningkatan pada luas kebun
campuran dari tahun sebelumnya hingga menjadi 10,63%. Sedangkan hutan
semak/belukar, lahan terbuka, dan tegalan/ladang luasannya tidak begitu berubah.
Pada tahun 2001 luas permukiman meningkat drastis menjadi 26,51%, diikuti
oleh kebun teh, hutan lebat, dan tegalan masing 20,74%, 20,06%, dan 11,00% dari
total luas daerah penelitian. Luas penggunaan/penutupan lahan lainnya, seperti hutan
semak/belukar, kebun campuran, lahan terbuka, dan sawah relatif tidak berubah.
Gambar 5. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981
Katulampa
705000
705000
710000
710000
715000
715000
720000
7200009255000 92550009260000 92600009265000 9265000
Skala 1:393.478
Sumber : Sudadi et al, 1991.
Hutan lebatHutan semak/belukarKebun campuranKebun karetKebun tehLahan terbukaPermukimanSawahTegalan
Keterangan
Batas Sub DasAnak sungaiSungai utamaJalan utama
1 0 1 2
Kilometer
43
Gambar 6. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985
Gambar 7. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990
Katulampa
705000
705000
710000
710000
715000
715000
720000
7200009255000 92550009260000 92600009265000 9265000
Sumber : Sudadi et al, 1991.
Skala 1:393.478
1 0 1 2
Kilometer
Batas Sub DasAnak sungaiSungai utamaJalan utama
Keterangan
Hutan lebatHutan semak/belukarKebun campuranKebun karetKebun tehLahan terbukaPermukimanSawahTegalan
Katulampa
705000
705000
710000
710000
715000
715000
720000
7200009255000 92550009260000 92600009265000 9265000
Sumber : Sudadi et al, 1991.
Skala 1:393.478
Keterangan
Hutan lebatHutan semak/belukarKebun campuranKebun tehLahan terbukaPermukimanSawahTegalan
Batas Sub DasAnak sungaiSungai utamaJalan utama
1 0 1 2
Kilometer
44
Gambar 8. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994
Gambar 9. Peta penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2001
Katulampa
705000
705000
710000
710000
715000
715000
720000
7200009255000 92550009260000 92600009265000 9265000
Skala 1:393.478
Keterangan
Hutan lebatHutan semak/belukarKebun campuranKebun tehLahan terbukaPermukimanSawahTegalan
Batas Sub DasAnak sungaiSungai utamaJalan utama
1 0 1 2
Kilometer
Sumber : Foto Udara Skala 1:50.000 Jawa Barat 1993/1994 W.10/NY.36 : 39, 40, 41, 42, dan W.11/NY.36 : 38, 39;Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);Sudadi et al, 1991.
Katulampa
705000
705000
710000
710000
715000
715000
720000
7200009255000 92550009260000 92600009265000 9265000
Skala 1:393.478
Sumber : Citra Landsat ETM+ 2001;Peta Rupa Bumi lembar: Cisarua 1209-142 edisi-I tahun 1998, dan Ciawi 1209-141 edisi-I tahun 1999 (Bakosurtanal);Sudadi et al, 1991.
1 0 1 2
Kilometer
Keterangan
Hutan lebatHutan semak/belukarKebun campuranKebun tehLahan terbukaPermukimanSawahTegalan
Batas Sub DasAnak sungaiSungai utamaJalan utama
45
5.3. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan
Perubahan penggunaan/penutupan lahan dalam periode tahun 1981 hingga
2001 dapat diamati melalui proses tumpang tindih (overlay) peta pada ArcView. Data
lengkap perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan dapat dilihat pada
Lampiran 1, 2, 3, 4, dan 5 yang disarikan dalam Gambar 10, Gambar 11, dan Tabel 7.
Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode tahun 1981-
1985 telah terjadi perubahan penggunaan/penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu
meningkatnya areal permukiman dan lahan terbuka, serta berkurangnya luas tegalan,
hutan lebat, sawah, dan hutan semak/belukar. Areal permukiman meningkat seluas
1065,75 ha atau 7,14 % dari total luas keseluruhan yang merupakan hasil konversi
lahan dari hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan
terbuka, sawah, dan tegalan. Lahan terbuka juga mengalami perluasan yaitu sebesar
467,05 ha atau 3,13 % dari total area penelitian.
Gambar 10. Perubahan persentase luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
1981 1985 1990 1994 2001
Tahun
Luas (%)
Hutan lebat Hutan semak/belukar Kebun campuran
Kebun karet Kebun teh Lahan terbuka
Permukiman Sawah Tegalan
46
-8,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001Periode tahun
% PerubahanHutan lebat Hutan Semak/belukarKebun campuran Kebun karetKebun teh Lahan terbukaPermukiman SawahTegalan/ladang
- luas perubahan adalah %luas poligon-poligon perubahan penggunaan/penutupan lahan terhadap luas
Sub DAS - tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang, tanda positif (+)menyatakan luas areal bertambah
Gambar 11. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu
pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.
Di sisi lain, luas tegalan berkurang sebesar 725,23 ha atau 4,86 % yang
terkonversi menjadi kebun campuran, kebun karet, kebun teh, lahan terbuka,
permukiman, dan sawah. Demikian juga halnya dengan hutan lebat, terkonversi
menjadi penggunaan/penutupan lahan lainnya sebesar 599,53 ha atau 4,02 %.
Pada periode tahun 1985-1990 terjadi pengurangan luas hutan lebat dan sawah
713,89 ha (4,78 %). Hutan lebat terkonversi menjadi hutan semak/belukar, kebun
campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah, di sisi lain sawah terkonversi
menjadi hutan semak/belukar, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, sawah,
permukiman, dan tegalan. Selain itu juga terjadi penambahan luas permukiman,
47
kebun teh, dan hutan semak/belukar masing-masing 716,66 ha (4,80 %), 672,58 ha
(4,51 %), dan 394,07 ha (2,64 %).
Pada periode tahun 1990-1994, luas permukiman dan kebun campuran
mengalami perubahan terbesar dengan luas penambahan masing-masing 533,7 ha
(3,58 %), dan 436,68 ha (2,91 %). Sedangkan luas hutan semak/belukar,
tegalan/ladang, dan sawah mengalami penurunan masing-masing sebesar 361,40 ha
(2,42 %), 250,86 ha (1,68 %), dan 213,62 ha (1.43 %).
Tabel 7. Perubahan tipe penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.
Keterangan : - Hl : Hutan lebat - Hsb: Hutan semak belukar - Kc : Kebun campuran - Kr : Kebun karet - Kt : Kebun teh
- Lt : Lahan terbuka - Pk : Permukiman - Sw : Sawah - Tg : Tegalan
- tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang, terkonversi menjadi - tanda positif (+)menyatakan luas areal bertambah, bertambah dari.
Tipe Penggunaan Lahan
Tahun
1981-1985 Tahun
1985-1990 Tahun
1990-1994 Tahun
1994-2001 Hutan lebat (Hl) (-) Hsb,Kc, Kt, Lt,
Sw,Tg (-) Hsb, Kc, Kt, Lt,
Sw (-) Kt (-) Hsb, Kt, Pk
Hutan semak/belukar (Hsb)
(-) Kc, Kr, Kt, Lt, Pk, Sw,
(-) Kc, Kt, Lt, Pk, Sw, Tg
(-) Kc, Kt, Pk, Sw, Tg
(-) Kc, Kt, Pk, Sw, Tg
(+) Hl, Kt, Sw (+) Hl, Kc, Kr, Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Kc, Lt, Sw (+) Hl, Kt
Kebun campuran (Kc) (-) Kr, Kt, Lt, Pk, Sw, Tg
(-) Hsb, Kt, Lt, Pk, Sw, Tg
(-) Hsb, Lt, Pk, Sw, Tg
(-) Kt, Lt, Pk, Sw, Tg
(+) Hl, Hsb, Kr, Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Hl, Hsb, Kr, Kt, Lt, Sw
(+) Hsb, Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Hsb, Kt, Lt, Sw, Tg
Kebun karet (Kr) (-) Kc, Pk (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, Tg
(-) - (-) -
(+) Hsb, Kc, Sw, Tg (+) - (+) - (+) -
Kebun teh (Kt) (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, Sw
(-) Hsb, Kc, Kt, Lt, Pk,Sw, Tg
(-) Kc, Pk, Sw (-) Hsb, Kc, Lt, Pk, Sw, Tg
(+) Hl, Hsb, Kc,Lt, Sw, tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Lt, Sw,
(+) Hl, Hsb, Sw (+) Hl, Hsb, Kc, Sw, Tg
Lahan terbuka (Lt) (-) Kc, Kt,Pk, Sw (-) Hsb, Kc, Kt, Pk, Sw, Tg
(-) Hsb, Kc, Lt, Pk, Sw, Tg
(-) Kc, Pk, Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Kt,Tg
(+) Hl, Kc, Kr, Kt, Sw
(+) Kc (+) Kc, Kt
Permukiman (Pk) (+) Hsb, Kc, Kr,Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Hsb, Kc, Kr, Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Hsb, Kc, Kt, Lt, Sw, Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Kt, Lt, Sw, Tg
SawaHl (Sw) (-) Hsb,Kc,Kr, Kt, Pk, Tg
(-) Hsb, Kc, Kt, Lt, Pk, Tg
(-) Hsb, Kc, Kt, Pk, Tg
(-) Kc, Lt, Pk, Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Kt, Lt,Tg
(+) Hl, Hsb, Kc, Kt, Lt, Tg
(+) Hsb, Kc, Kt, Lt, Tg
(+) Hsb, Kc, Kt, Tg
Tegalan (Tg) (-) Kc, Kr, Kt, Lt, Pk, Sw,
(-) Hsb, Pk, Sw (-) Kc, Pk, Sw (-) Kc, Kt, Pk, Sw
(+) Hl, Kc, Sw (+) Hsb, Kc, Kr, Kt, Lt, Sw,
(+) Hsb, Kc, Lt, Sw (+) Hsb, Kc, Kt, Lt, Sw
48
Pada tahun 1994-2001 perubahan terbesar terjadi pada tegalan yang
bertambah sebesar 1272,06 ha (8,53 %), kemudian menyusul permukiman sebesar
938,86 ha (6,29 %). Penurunan luas terjadi pada sawah, kebun teh, dan hutan
semak/belukar masing-masing sebesar 1126,52 ha (7,55 %), 664,39 ha (4,45 %), dan
233,37 ha (1,56 %).
5.4. Laju Penambahan dan Pengurangan Penggunaan/Penutupan Lahan
Dari hasil analisis pertumbuhan atau peluruhan (growth/decay function) dapat
digambarkan laju penambahan dan pengurangan penggunaan/penutupan lahan di Sub
DAS Ciliwung Hulu sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Hasilnya, permukiman
mempunyai rata-rata laju penambahan tertinggi, yaitu 9,05 %. Sedangkan laju
pengurangan tertinggi pada lahan terbuka, semak belukar, dan sawah, masing-masing
-8,79 %, -5,59 %, dan -5,04 %. Di sisi lain penggunaan/penutupan lahan kebun karet
tidak ditemui lagi sejak tahun 1990 hingga sekarang.
Tingginya laju pertumbuhan permukiman ini memberikan gambaran bahwa
kecenderungan konversi lahan untuk permukiman di Sub DAS Ciliwung hulu relatif
tinggi pula. Bila kecenderungan ini terus berlanjut, dikhawatirkan ekosistem kawasan
lindung di dalam area Sub DAS menjadi terganggu, termasuk fungsi kawasan ini
sebagai daerah resapan air.
49
Tabel 8. Luas, proporsi, dan rata-rata laju penambahan dan pengurangan penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu (1981-2001)
Tipe Penggunaan Lahan
Luas (ha) Luas (%) Rata-rata
penambahan/
1981 2001 1981 2001 pengurangan per tahun (%/tahun)
Hutan lebat 4469,47 2993,53 29,96 20,06 -1,98
Hutan semak/belukar 881,30 278,69 5,91 1,87 -5,59
Kebun Campuran 1076,96 1582,01 7,22 10,60 1,94
Kebun Karet 57,51 0,00 0,39 0,00 -
Kebun Teh 2928,05 3094,77 19,62 20,74 0,28
Lahan Terbuka 73,65 11,70 0,49 0,08 -8,79
Permukiman 699,84 3954,88 4,69 26,51 9,05
Sawah 3833,40 1363,73 25,69 9,14 -5,04 Tegalan/Ladang 899,95 1640,83 6,03 11,00 3,05
Total 14920,13 14920,14 100,00 100,00 - tanda negatif (-) menyatakan laju pengurangan luas areal (%) - tanda positif (+) menyatakan laju penambahan luas areal (%)
0
1000
2000
3000
4000
5000
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Luas (ha)
Hutan lebat Hutan semak/belukar Kebun campuran
Kebun karet Kebun teh Lahan terbuka
Permukiman Sawah Tegalan
Gambar 12. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan tahun 1981-2001.
Tab
el 9
. P
erge
sera
n r
anki
ng
per
ubah
an p
engg
una
an/p
enu
tupa
n l
ahan
do
min
an p
ada
per
iod
e198
1-2
00
1 be
rdas
arka
n l
uas
Per
iod
e 19
81
-198
5 1
98
5-1
990
19
90
-199
4 1
99
4-2
001
Pen
ggu
naa
n/P
enut
up
an
Lah
an
Lu
as
(%)
Pen
ggu
naan
/Pen
utu
pan
Lah
an
Lu
as
(%)
Pen
ggun
aan/
Pen
utup
an
Lah
an
Lua
s (%
) P
engg
un
aan/
Pen
utu
pan
L
ahan
L
uas
(%
)
Tipe Perubahan
1 S
awah
→
Per
mu
kim
an
16,6
7 H
uta
n l
ebat
→
Keb
un t
eh
18
,82
Saw
ah
→P
erm
uki
man
1
9,8
0 S
awah
→
Teg
alan
1
7,5
2
2 T
egal
an
→S
awah
9
,28
Saw
ah
→P
erm
ukim
an
15
,30
Teg
alan
→
Keb
un
cam
pur
an
16
,75
Saw
ah
→P
erm
uki
man
1
3,1
7
3 S
awah
→
Keb
un
cam
pur
an
8,8
9 L
ahan
ter
buka
→
Hu
tan
sem
ak/b
elu
kar
9,8
0 K
ebun
cam
pu
ran
→
Saw
ah
10
,19
Keb
un t
eh
→T
egal
an
12
,40
4 H
uta
n l
ebat
→
Keb
un
teh
6,6
7 K
ebun
cam
pu
ran
→
Teg
alan
6
,23
Saw
ah
→K
ebu
n ca
mp
uran
8,
56
Saw
ah
→K
ebu
n ca
mp
uran
7
,73
5 K
ebun
cam
pu
ran
→
Saw
ah
6,3
4 S
awah
→
Teg
alan
5
,11
Hu
tan
sem
ak/b
elu
kar
→
Keb
un
cam
pur
an
6,6
7 K
ebun
teh
→
Per
mu
kim
an
7,2
3
To
tal
per
ub
ahan
(h
a)
42
78
,82
33
92,0
6 1
811
,50
381
3,3
6
Laj
u
per
ub
ahan
p
er t
ahun
(h
a/th
)
10
69
.70
5 8
48.
015
452
.87
5 9
53
.34
51
5.5. Perubahan Tipe Penggunaan/Penutupan Lahan yang Dominan
Pada periode tahun 1981-1985, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang
paling dominan adalah perubahan sawah menjadi permukiman. Sedangkan pada
periode tahun 1985-1990, perubahan hutan lebat menjadi kebun teh menempati
ranking tertinggi. Kembali, perubahan sawah menjadi permukiman menempati
ranking tertinggi pada tahun 1990-1994, dan pada tahun 1994-2001 perubahan paling
dominan pada sawah menjadi tegalan (Tabel 9).
Berdasarkan jenis perubahan di atas, maka pada periode tahun 1981-2001
tipe-tipe perubahan dominan dapat diidentifikasi dengan melihat jenis perubahan dan
luasannya secara kumulatif (Tabel 10). Perubahan sawah menjadi permukiman
menempati luas terbesar, diikuti oleh hutan lebat menjadi kebun teh dengan luas
masing-masing 1902,29 ha dan 1060,96 ha. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan
permukiman merupakan faktor terbesar yang mendorong terjadinya konversi lahan
tersebut.
Tabel 10. Ranking perubahan tipe dan luas penggunaan/penutupan lahan yang dominan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-2001
Ranking Penggunaan/Penutupan
Lahan 1981 Penggunaan/Penutupan
Lahan 2001 Luas (ha) Persentase
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 ..... ..... ..... ....
Total 9049,97 100
Tab
el 1
1. H
asil
an
alis
is r
egre
si b
erga
nd
a d
ari
kom
po
nen
-ko
mp
onen
pen
ggu
naa
n/p
enu
tup
an l
ahan
Ket
eran
gan
: N
ilai
yan
g be
rcet
ak t
ebal
ber
bed
a cu
kup
nya
ta h
ingg
a n
yata
Je
nis
Pen
ggu
naan
/ P
enut
upa
n
Lah
an
Lua
s P
engg
una
an/
Pen
utu
pan
Lah
an
Jum
lah
Po
ligo
n
Rat
a-ra
ta L
uas
Pol
igo
n
Hu
tan
Leb
at
L1
J1
R
1
Hu
tan
Sem
ak/b
elu
kar
L2
J2
R
2
Keb
un
Cam
pur
an
L3
J3
R
3
Keb
un
Kar
et
L4
J4
R
4
Keb
un
Teh
L
5
J5
R5
L
ahan
Ter
bu
ka
L6
J6
R
6
Per
muk
iman
L
7
J7
R7
S
awah
L
8
J8
R8
T
egal
an/L
adan
g L
9
J9
R9
No
Inte
rcp
tL
1L
2L
3L
4L
5L
6L
7L
8L
9J1
J2J3
J4J5
J6J7
J8J9
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R-s
qr
18
85
,54
-15
,94
-63
,50
-44
,07
0,9
6
2-6
70
,80
98
,27
-89
,74
0,9
60
,99
32
29
,51
0,2
32
2,4
2-4
9,0
00
,98
41
22
9,1
20
,27
-29
,85
-61
,15
0,9
7
59
30
,65
-23
,58
-47
,36
4,8
30
,87
67
09
,41
-27
,00
-10
,36
60
,34
0,7
6
73
75
,23
12
4,3
9-2
4,9
7-2
8,7
60
,96
84
2,4
7-1
49
,77
-11
,44
35
,94
0,4
4
94
31
,45
-71
,31
-18
,29
24
,54
0,6
9
10
44
8,7
8-7
7,7
6-1
81
,18
15
,71
0,9
8
11
26
1,0
3-8
8,4
21
5,6
8-4
9,5
90
,99
12
-45
,83
-9,5
42
,35
2,2
00
,80
13
-14
2,0
4-8
8,1
81
6,3
22
,06
0,9
5
14
50
1,7
6-7
3,2
3-5
0,1
36
,64
0,8
9
15
48
0,1
3-6
,30
-0,2
11
,86
0,9
9
16
50
5,8
72
3,2
2-5
8,7
8-4
,56
0,7
5
17
35
5,9
8-1
68
,38
8,8
0-3
,67
0,8
2
18
11
68
,98
-19
8,1
5-6
6,4
6-4
,75
0,9
9
19
61
3,5
11
5,3
3-4
9,1
9-4
,79
0,7
4
20
78
4,7
7-5
9,2
6-3
2,8
0-3
,96
0,9
7
21
46
0,1
7-1
35
,29
80
,56
-0,9
70
,77
22
78
6,3
2-8
0,2
9-2
1,0
4-2
,37
0,9
1
23
18
3,3
6-1
07
,03
59
,97
-0,1
90
,71
24
86
5,6
8-1
73
,96
-20
,93
-0,2
90
,71
25
-14
,95
-4
2,2
02
,60
16
,30
1,0
0
26
-90
1,4
43
3,2
21
55
,75
-0,0
30
,71
27
94
,92
-11
6,7
99
2,3
3-0
,51
0,7
6
53
5.6. Faktor-Faktor Penggunaan/Penutupan Lahan yang Mempengaruhi Debit
Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung
Untuk mengetahui peubah-peubah mana dari penggunaan/penutupan lahan
yang paling berpengaruh nyata terhadap debit maksimum-minimum, maka digunakan
analisis korelasi berganda dan analisis regresi berganda. Peubah debit maksimum dan
minimum, yang dalam hal ini diwakili oleh selisih debit maksimum-minimum (dQ)
dikorelasikan dengan peubah luas penggunaan/penutupan lahan (L1, L2, ..., L9),
jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan (J1, J2, ..., J9), dan rata-rata luas
poligon penggunaan/penutupan lahan (R1, R2, ..., R9) yang merupakan data dari lima
titik tahun (1981, 1985, 1990, 1994, dan 2001) penggunaan/penutupan lahan.
Tabel 12. Peubah-peubah yang mempengaruhi selisih debit maksimum-minimum dQ (m3/detik)
Peubah Koefisien p-level
R2 = 0,99987249; α = 0,05; Adjusted R2 = 0,99948994 L2 = luas Penggunaan/Penutupan Lahan Hutan
semak/belukar -42,20128 0,019777
R7 = rata-rata luas poligon permukiman 16,29618 0,011813
Hasil analisis korelasi (Lampiran 13) digunakan untuk menentukan peubah-
peubah yang akan dijadikan model dalam regresi berganda. Hasil Analisis Regresi
Berganda pada taraf nyata α = 0,05 (Tabel 11) menunjukkan peubah-peubah yang
berpengaruh terhadap selisih debit maksimum-minimum (Y), dimodelkan dalam
persamaan sebagai berikut:
Y = – 42,20128(L2) + 16,29618(R7)
Persamaan tersebut merupakan model sederhana yang menggambarkan
hubungan antara selisih debit maksimum-minimum dengan luas hutan semak/belukar,
54
dan rata-rata luas poligon permukiman. Dapat disimpulkan bahwa luas hutan
semak/belukar memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap selisih debit
maksimum-minimum, sebaliknya rata-rata luas poligon permukiman berbanding lurus
dengan selisih debit maksimum-minimum. Dengan demikian, penggunaan/penutupan
lahan hutan semak/belukar mampu mengkonservasi air tanah daripada permukiman.
Semakin besar rata-rata luas poligon permukiman, maka selisih debit (dQ)
akan semakin meningkat pula. Hal ini menunjukkan pola permukiman yang sesuai
untuk kawasan puncak adalah pola yang menyebar dengan luas yang tidak terlalu
besar dan dihindari kelompok permukiman yang mengumpul di titik tertentu dengan
luas yang besar. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi peningkatan selisih
debit (dQ) Sungai Ciliwung.
0
1000
2000
3000
4000
5000
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Luas (ha)
0
200
400
600
800
Debit (m3/det)
Hutan lebat Permukiman Sawah Hutan semak/belukar Qmin
Gambar 13. Debit minimum (Qmin) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
55
0
1000
2000
3000
4000
5000
1980 1985 1990 1995 2000
Tahun
Luas (ha)
0
200
400
600
800Debit (m3/det)
Hutan lebat Permukiman Sawah Hutan semak/belukar Qmaks
Gambar 14. Debit maksimum (Qmaks) dan penggunaan/penutupan lahan hutan
lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
y = 29,874x - 59216
R2 = 0,7102
0
1000
2000
3000
4000
5000
1980 1985 1990 1995 2000Tahun
Luas (ha)
-200
0
200
400
600
800
Debit (m3/det)
Hutan lebat Permukiman Sawah
Hutan semak/belukar dQ Linear (dQ)
Gambar 15. Selisih debit maksimum-minimum (dQ) dan penggunaan/penutupan
lahan hutan lebat, hutan semak/belukar, sawah, dan permukiman
56
Selisih debit maksimum-minimum cenderung meningkat dengan
kecenderungan linier (R2 = 0,7102) seiring dengan meningkatnya luas permukiman
(Gambar 15). Peningkatan selisih ini dibarengi dengan penurunan luas hutan lebat,
hutan semak/belukar, dan sawah. Hal ini memberikan gambaran mengenai hubungan
antara pengaruh hutan terhadap peningkatan selisih debit maksimum-minimum di
Sungai Ciliwung (Sub DAS Ciliwung Hulu).
5.7. Struktur Pertumbuhan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan
Shift-share Analysis (SSA) bertujuan untuk melihat struktur pertumbuhan
perubahan penggunaan/penutupan lahan menurut jenis penggunaan/penutupan lahan,
wilayah/lokasi (desa) pada periode 1981-2001. Data yang digunakan berupa data
penggunaan/penutupan lahan, dimana jumlah total luas lahan yang dibatasi secara
administratif relatif tetap dari tahun ke tahun. Dengan demikian untuk analisis dengan
data tersebut nilai total Share = 0.
Berdasarkan nilai Proportional Shift, penggunaan/penutupan lahan
permukiman memiliki laju pertumbuhan tertinggi, 4,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan secara umum (Tabel 13).
Penggunaan/penutupan lahan sawah secara umum mengalami pertumbuhan 0,64 kali
lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan
umumnya di Sub DAS Ciliwung Hulu.
Laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan yang lebih tinggi daripada
laju rata-rata, berturut-turut dari yang tertinggi, adalah permukiman, tegalan, kebun
campuran, dan kebun teh. Sedangkan laju pertumbuhan penggunaan/penutupan lahan
57
yang lebih rendah daripada laju rata-rata, yaitu hutan lebat, hutan semak/belukar,
sawah, dan lahan terbuka.
Nilai Differential Shift menunjukkan pertumbuhan spesifik permukiman
paling pesat berada di desa Megamendung, hal ini diduga disebabkan oleh faktor
kedekatan jarak antara Megamendung terhadap jalan besar dan pusat kota (ibukota
kabupaten) dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Selain faktor jarak, juga karena
jarang terjadi bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir (BPS,
2000). Bila dibandingkan dengan desa-desa lainnya, tingkat kenaikan jumlah
permukiman di Megamendung lebih tinggi dari desa lainnya, walaupun jumlah
permukiman di desa Megamendung pada tahun 1981 lebih sedikit.
Tabel 13. Nilai differential shift dan proportional shift
Desa Penggunaan Lahan
Hl Hsb Kc Kt Lt Pk Sw Tg
Proportional Shift -0,34 -0,6 0,47 0,05 -0,84 4,5 -0,64 0,78
Dif
fere
nti
al
Shif
t
Bojong murni -0,13 -1,3 29,63 Pandansari -2,24 0,18 -1,78 Batu Layang -0,66 -0,4 -0,84 4,05 -1,54 Cibeureum 0,12 -0,4 0,09 0,26 -0,16 -1,66 -0,36 Cilember -0,66 -0,4 0,26 -1,74 Cisarua -2,22 -0,05 -1,78 Citeko 0,9 -0,27 -0,16 6,51 -0,34 Jogjogan -0,66 0,67 -1,44 Kopo -1,24 -1,05 2,25 -0,15 Leuwi Malang 3,19 -0,11 Tugu Selatan 0,09 -1,47 -0,05 -1,46 -0,36 27,39
Tugu Utara -0,17 0,33 -0,14 -1,2 65,8 -1,09 Cipayung girang -0,4 0,6 -0,18 -0,05 -1,78 Cipayung datar -0,4 -0,93 -0,55 0,08 -1,41 Gadog -0,89 5,8 0,15 Kuta 0,17 -0,25 1,73 -0,08 Megamendung -0,05 0,07 0,38 0,52 26,09 2,31 0,38 Sukagalih -0,49 -0,4 5,58 -0,54 -0,01 0,19 Sukakarya -0,4 2,57 6,62 -0,24 Sukamahi -0,4 -0,23 1,88 -0,05 Sukamaju -0,95 -0,34 Sukamanah -3,67 -0,36 Sukaresmi 0,01 -0,4 -0,24 0,64 0,43 -0,14 Sindang Sari 0,37 0,07 Sindangrasa -2,06 -0,21
58
Penggunaan/penutupan lahan sawah paling tinggi pertumbuhannya di desa
Tugu Utara, sedangkan tegalan berkembang pesat di desa Tugu Selatan. Bila dilihat
dari bentuk lahan, maka desa Tugu Utara lebih didominasi oleh dataran dengan
bentuk wilayah datar sampai bergelombang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan lahan
sawah lebih cepat daripada desa Tugu Selatan yang lebih banyak didominasi oleh
lereng volkan atas (BRLKT). Oleh sebab itu tegalan lebih tinggi pertumbuhannya di
desa Tugu Selatan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah :
1. Penggunaan/penutupan lahan permukiman memiliki rata-rata laju pertumbuhan
tertinggi dibandingkan dengan penggunaan/penutupan lahan lainnya pada Sub
DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-2001.
2. Perubahan penggunaan/penutupan lahan sawah ke permukiman merupakan jenis
perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dominan ditemukan di Sub DAS
Ciliwung hulu pada periode tahun 1981-2001. Artinya kecenderungan konversi
lahan pertanian menjadi lahan permukiman menempati tingkat kecenderungan
konversi lahan tertinggi.
3. Pertumbuhan lahan permukiman yang tertinggi terjadi di desa Megamendung,
sedangkan sawah dan tegalan tertinggi pertumbuhannya di desa Tugu Utara dan
Tugu Selatan. Pertumbuhan kebun teh tertinggi terjadi di desa Bojongmurni.
4. Keberadaan penggunaan/penutupan lahan hutan semak/belukar berpengaruh
dalam menurunkan selisih debit maksimum-minimum, sebaliknya permukiman
berpengaruh dalam meningkatkan selisih debit maksimum-minimum.
60
6.2. Saran
Perlu dilakukannya pembatasan pembangunan permukiman di daerah Sub
DAS Ciliwung Hulu (Puncak) oleh pihak Pemerintah Daerah dan instansi terkait,
mengingat adanya kecenderungan penurunan fungsi hidrologi Sub DAS Ciliwung
Hulu akibat meningkatnya jumlah permukiman di kawasan tersebut. Dikaji ulang
peraturan mengenai penataan ruang dan tata guna lahan di kawasan Puncak, serta
adanya sosialisasi kepada masyarakat dan semua stakeholder yang
bertanggungajawab terhadap keberlangsungan fungsi Sub DAS Ciliwung Hulu
sebagai daerah resapan air.
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. Ottawa, Canada: WDL Publications.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Ketiga. Bogor: IPB Press. Asriningrum, W. 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ untuk Identifikasi
Bentuklahan (Landform) di Daerah Jakarta-Bogor. Tesis S2. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Avery, T.E. 1992. Fundamental of Remote Sensing and Air–Photo Interpretation, 5th Ed. New Jersey: Prentice-Hall, Upper Sadle River.
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1998. Peta Rupa Bumi Cisarua [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-142. Skala 1:25000. Bogor.
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 1999. Peta Rupa
Bumi Ciawi [Peta Topografi] (Ed. I) 1209-141. Skala 1:25000. Bogor. Barus, B., dan Wiradisastra U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BPSDA] Balai Pengawetan Sumberdaya Air Ciliwung-Cisadane. Data Debit
Minimum dan Maksimum Sungai Ciliwung, Bendung Katulampa. Bogor. [BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Rencana Teknik Lapang
RLKT Sub DAS Ciliwung Hulu; Buku Utama. Bogor. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2000. Data Potensi Desa Jawa Barat. Jakarta. Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources
Assesment. London: Clarendon Press. Davis, B.E. 1996. GIS: A Visual Approach. Africa, Australia, Denmark, Japan,
Mexico, New Zealand, Philipines, Puerto Rico, Singapore, United Kingdom, United States: OnWord Press.
Departemen Pekerjaan Umum. 1996. Buletin Pengairan.
http://www.pu.go.id/publik/pengum~1/buletin/ban_ren.htm [29 Desember 2003]
62
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, dan L.M. Rachman. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harimurti. 1999. Interpretasi Visual Foto Udara Digital pada Layar Monitor. Skripsi
S1. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jurusan Tanah IPB. 1990. Pengkajian Perubahan Penggunaan Lahan Daerah Sekitar
Puncak dan Akibat yang Ditimbulkan. Laporan Penelitian. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kazaz, Charles. 2001. Contaminated Lands - Presentation of Bill 72 Establishing
New Rules for the Protection and Rehabilitation of Contaminated Lands. http://www.fasken.com/WEB/FMDWEBSITE.NSF/0/7A37D65E2DB09BA185256B360077D436/$File/ENVIROBULLETIN_FLASH_ANG.PDF?OpenElement [29 Desember 2003].
Kompas. Sabtu, 13 September 2003. Musim Hujan di Bogor Bulan Oktober, Jakarta
Terancam Banjir http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/13/metro/560823.htm [29 Desember 2003].
Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Cetakan ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. McCuen, R. H. 1998. Hidrologic Analysis and Design. Second Edition. New Jersey:
Prentice Hall Upper Saddle River. Murai, S. 1996. Remote Sensing Note. Japan: Japan Association on Remote Sensing. North Carolina Stream Restoration Institute (NCSRI). Watershed Assessment.
http://www.bae.ncsu.edu/programs/extension/wqg/volunteer/man_ch1.htm [29 Desember 2003].
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1992. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran
Sungai Ciliwung Hulu Skala 1:50.000. Bogor. Rachim, J.A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan
Tanah, Faperta, Institut Pertanian Bogor.
Riyadi, D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor Dan Sekitarnya. Bandung: Direktorat Tata Lingkungan Geologi Dan Kawasan Pertambangan. http://www.dgtl.esdm.go.id/geoling/pwl-Bogor%20LbrGTL.htm [5 Januari 2004].
63
Rustiadi, E. 1999. Spatial Analysis on Suburbanization Process. Disertation of Regional Planning Laboratory. Division of Tropical Agriculture, Kyoto University. Japan.
Sudadi, U., D.P.T. Baskoro, K. Munibah, B. Barus dan Darmawan. 1991. Kajian
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi. [Laporan Penelitian]. Bogor: Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suryani, L. 2000. Analisis Usahatani Padi (Oryza sativa L.) dengan Empat Pola
Tanam yang Berbeda di Tiga Lokasi Usahatani (Studi Kasus Kabupaten Majalengka, Klaten, dan Kediri. Skripsi S1. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang. Jakarta: Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa.
Malang: Universitas Brawijaya. Viessman, W. Jr., J.W. Knapp, G.L. Lewis, and T.E. Harbaugh. 1972. Introduction to
Hydrology, Second Edition. IEP-Dun-Donnelley. New York, Hagerstown, San Fransisco, London: Harper and Row Publishers.
[Walhi] Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Banjir Bandang Bohorok Akibat
Rusaknya Hutan. http://www.walhi.or.id/Indonesia/siaran%20pers/siarpers_bjr-bdg_akbt_rsk_HUTAN_04112003.htm [29 Desember 2003].
Wolf, P.R. 1983. Elements of Photogrammetry with Air Photo Interpretation and
Remote sensing. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
LAMPIRAN
65
Tabel Lampiran 1. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-1985
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1981 1985
Hutan Hutan 3869,93 86,59 Semak/belukar 4,92 0,11 Kebun campuran 9,20 0,21 Kebun teh 285,26 6,38 Lahan terbuka 253,37 5,67 Sawah 36,62 0,82 Tegalan 10,16 0,23 4469,47 100,00 Semak/belukar Hutan 0,00 0,00 Semak/belukar 362,61 41,14 Kebun campuran 144,37 16,38 Kebun karet 112,30 12,74 Kebun teh 44,91 5,10 Lahan terbuka 95,25 10,81 Permukiman 23,20 2,63 Sawah 98,68 11,20 881,30 100,00 Kebun campuran Hutan 0,00 0,00 Kebun campuran 542,25 50,35 Kebun karet 9,92 0,92 Kebun teh 41,26 3,83 Lahan terbuka 40,93 3,80 Permukiman 163,36 15,17 Sawah 271,39 25,20 Tegalan 7,86 0,73 1076,96 100,00 Kebun karet Kebun campuran 3,80 6,60 Kebun karet 48,25 83,90 Permukiman 5,46 9,50 57,51 100,00 Kebun teh Semak/belukar 56,65 1,93 Kebun campuran 126,19 4,31 Kebun teh 2535,12 86,58 Lahan terbuka 42,59 1,45 Permukiman 32,48 1,11 Sawah 135,02 4,61 2928,05 100,00 Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,56 Kebun teh 44,93 61,00 Lahan terbuka 7,30 9,91 Permukiman 12,46 16,92 Sawah 8,55 11,61 73,65 100,00 Permukiman Permukiman 699,84 100,00 Sawah Semak/belukar 55,21 1,44 Kebun campuran 380,35 9,92 Kebun karet 7,88 0,21 Kebun teh 155,50 4,06 Permukiman 713,21 18,61 Sawah 2470,29 64,44 Tegalan 50,96 1,33 3833,39 100,00 Tegalan Kebun campuran 110,88 12,32 Kebun karet 10,19 1,13 Kebun teh 59,08 6,57 Lahan terbuka 101,27 11,25 Permukiman 115,58 12,84 Sawah 397,21 44,14 Tegalan 105,73 11,75 899,95 100,00
66
Tabel Lampiran 2. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985-1990
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%)
1985 1990 Hutan Hutan 3143,39 81,23 Semak/belukar 35,73 0,92 Kebun campuran 14,57 0,38 Kebun teh 638,24 16,49 Lahan terbuka 37,17 0,96 Sawah 0,83 0,02 3869,94 100,00 Semak/belukar Semak/belukar 286,03 59,67 Kebun campuran 83,57 17,43 Kebun teh 18,14 3,78 Lahan terbuka 0,09 0,02 Permukiman 9,50 1,98 Sawah 71,16 14,84 Tegalan 10,91 2,28 479,39 100,00 Kebun campuran Semak/belukar 95,42 7,24 Kebun campuran 695,37 52,78 Kebun teh 76,45 5,80 Lahan terbuka 31,44 2,39 Permukiman 104,90 7,96 Sawah 102,43 7,77 Tegalan 211,44 16,05 1317,45 100,00 Kebun karet Semak/belukar 59,16 31,38 Kebun campuran 74,03 39,27 Lahan terbuka 4,45 2,36 Permukiman 20,33 10,78 Tegalan 30,55 16,21 188,53 100,00 Kebun teh Hutan 0,00 0,00 Semak/belukar 54,61 1,72 Kebun campuran 62,88 1,99 Kebun teh 2970,12 93,81 Lahan terbuka 0,06 0,00 Permukiman 47,96 1,51 Sawah 24,85 0,79 Tegalan 5,59 0,18 3166,06 100,00 Lahan terbuka Semak/belukar 332,49 61,49 Kebun campuran 67,67 12,52 Kebun teh 47,96 8,87 Lahan terbuka 31,13 5,76 Permukiman 10,89 2,01 Sawah 28,08 5,19 Tegalan 22,50 4,16 540,71 100,00 Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00 Kebun teh 0,00 0,00 Permukiman 1765,57 100,00 Sawah 0,00 0,00 Tegalan 0,00 0,00 1765,57 100,00 Sawah Semak/belukar 10,02 0,29 Kebun campuran 153,63 4,50 Kebun teh 87,74 2,57 Lahan terbuka 2,81 0,08 Permukiman 518,95 15,18 Sawah 2471,20 72,31 Tegalan 173,39 5,07 3417,74 100,00 Tegalan Semak/belukar 0,00 0,00 Permukiman 4,15 2,38 Sawah 5,32 3,04 Tegalan 165,25 94,58 174,72 100,00
67
Tabel Lampiran 3. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990-1994
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1990 1994 Hutan Hutan 3143,0 100,0 Kebun campuran 0,0 0,0 Kebun teh 0,4 0,0 Lahan terbuka 0,0 0,0 3143,4 100,0 Semak/belukar Hutan 0,0 0,0 Semak/belukar 507,7 58,1 Kebun campuran 120,8 13,8 Kebun teh 66,0 7,6 Permukiman 4,3 0,5 Sawah 69,1 7,9 Tegalan 105,6 12,1 873,5 100,0 Kebun campuran Semak/belukar 1,4 0,1 Kebun campuran 888,0 77,1 Kebun teh 0,0 0,0 Lahan terbuka 4,4 0,4 Permukiman 62,6 5,4 Sawah 184,6 16,0 Tegalan 10,7 0,9 1151,7 100,0 Kebun teh Hutan 0,0 0,0 Kebun campuran 90,9 2,4 Kebun teh 3691,5 96,2 Permukiman 56,3 1,5 Sawah 0,0 0,0 Tegalan 0,0 0,0 3838,6 100,0 Lahan terbuka Semak/belukar 2,9 2,7 Kebun campuran 28,3 26,4 Kebun teh 0,0 0,0 Lahan terbuka 40,1 37,4 Permukiman 9,3 8,7 Sawah 22,3 20,8 Tegalan 4,3 4,0 107,1 100,0 Permukiman Semak/belukar 0,0 0,0 Kebun campuran 0,0 0,0 Kebun teh 0,0 0,0 Permukiman 2482,2 100,0 Sawah 0,0 0,0 Tegalan 0,0 0,0 2482,2 100,0 Sawah Semak/belukar 0,0 0,0 Kebun campuran 155,0 5,7 Kebun teh 1,3 0,0 Permukiman 358,7 13,3 Sawah 2148,4 79,5 Tegalan 40,4 1,5 2703,9 100,0 Tegalan Semak/belukar 0,0 0,0 Kebun campuran 303,5 49,0 Permukiman 42,5 6,9 Sawah 65,9 10,6 Tegalan 207,7 33,5 619,6 100,0
68
Tabel Lampiran 4. Perubahan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994-2001
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1994 2001 Hutan Hutan 2993,53 95,24 Semak/belukar 8,74 0,28 Kebun campuran 0,00 0,00 Kebun teh 135,50 4,31 Permukiman 5,26 0,17 3143,02 100,00 Semak/belukar Semak/belukar 248,88 48,60 Kebun campuran 46,99 9,18 Kebun teh 58,08 11,34 Permukiman 6,39 1,25 Sawah 7,94 1,55 Tegalan 143,79 28,08 512,06 100,00 Kebun campuran Kebun campuran 972,57 61,31 Kebun teh 40,74 2,57 Lahan terbuka 1,90 0,12 Permukiman 120,76 7,61 Sawah 247,54 15,60 Tegalan 202,89 12,79 1586,41 100,00 Kebun teh Hutan 0,00 0,00 Semak/belukar 21,08 0,56 Kebun campuran 170,17 4,53 Kebun teh 2765,87 73,58 Lahan terbuka 9,80 0,26 Permukiman 275,76 7,34 Sawah 43,46 1,16 Tegalan 473,03 12,58 3759,16 100,00 Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 98,31 Permukiman 0,42 0,95 Tegalan 0,33 0,75 44,44 100,00 Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00 Permukiman 3016,01 100,00 3016,01 100,00 Sawah Kebun campuran 294,88 11,84 Kebun teh 68,20 2,74 Permukiman 502,08 20,16 Sawah 957,13 38,44 Tegalan 667,97 26,82 2490,25 100,00 Tegalan Kebun campuran 53,70 14,56 Kebun teh 26,39 7,16 Permukiman 28,20 7,65 Sawah 107,67 29,20 Tegalan 152,82 41,44 368,77 100,00
69
Tabel Lampiran 5. Perubahan luas penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu pada periode tahun 1981-1985, 1985-1990, 1990-1994, dan 1994-2001.
Tipe Penggunaan Lahan
1981-1985 1985-1990 1990-1994 1994-2001
Ha % Ha % Ha % Ha %
Hutan lebat -599,53 -4,02 -726,54 -4,87 -0,37 0,00 -149,49 -1,00
Hutan semak/belukar
-401,92 -2,69 394,07 2,64 -361,40 -2,42 -233,37 -1,56
Kebun Campuran 240,49 1,61 -165,72 -1,11 434,68 2,91 -4,41 -0,03
Kebun Karet 131,02 0,88 -188,53 -1,26 0,00 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh 238,02 1,60 672,58 4,51 -79,48 -0,53 -664,39 -4,45
Lahan Terbuka 467,05 3,13 -433,56 -2,91 -62,70 -0,42 -32,74 -0,22
Permukiman 1065,75 7,14 716,66 4,80 533,77 3,58 938,86 6,29
Sawah -415,64 -2,79 -713,89 -4,78 -213,62 -1,43 -1126,52 -7,55
Tegalan/Ladang -725,23 -4,86 444,91 2,98 -250,86 -1,68 1272,06 8,53
Total Perubahan
2142,32
14,36
2228,23
14,93
968,44
6,49
2210,92
14,82
Keterangan : - persen (%) menyatakan nilai persentase perubahan dibandingkan dengan total luas area - nilai negatif (-) menyatakan penurunan luas areal - nilai positif (+) menyatakan penambahan luas areal.
70
Tabel Lampiran 6. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981-1985
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1981 1985
Sawah Permukiman 713,21 16,67
Tegalan Sawah 397,21 9,28
Sawah Kebun campuran 380,35 8,89
Hutan lebat Kebun teh 285,26 6,67
Kebun campuran Sawah 271,39 6,34
Hutan lebat Lahan terbuka 253,37 5,92 Kebun campuran Permukiman 163,36 3,82
Sawah Kebun teh 155,50 3,63 Hutan semak/belukar Kebun campuran 144,37 3,37
Kebun teh Sawah 135,02 3,16
Kebun teh Kebun campuran 126,19 2,95
Tegalan Permukiman 115,58 2,70
Hutan semak/belukar Kebun karet 112,30 2,62
Tegalan Kebun campuran 110,88 2,59
Tegalan Lahan terbuka 101,27 2,37
Hutan semak/belukar Sawah 98,68 2,31
Hutan semak/belukar Lahan terbuka 95,25 2,23
Tegalan Kebun teh 59,08 1,38 Kebun teh Hutan semak/belukar 56,65 1,32
Sawah Hutan semak/belukar 55,21 1,29 Sawah Tegalan 50,96 1,19
Lahan terbuka Kebun teh 44,93 1,05
Hutan semak/belukar Kebun teh 44,91 1,05
Kebun teh Lahan terbuka 42,59 1,00
Kebun campuran Kebun teh 41,26 0,96 Kebun campuran Lahan terbuka 40,93 0,96
Hutan lebat Sawah 36,62 0,86
Kebun teh Permukiman 32,48 0,76
Hutan semak/belukar Permukiman 23,20 0,54
Lahan terbuka Permukiman 12,46 0,29
Tegalan Kebun karet 10,19 0,24
Hutan lebat Tegalan 10,16 0,24
Kebun campuran Kebun karet 9,92 0,23
Hutan lebat Kebun campuran 9,20 0,22
Lahan terbuka Sawah 8,55 0,20 Sawah Kebun karet 7,88 0,18
Kebun campuran Tegalan 7,86 0,18 Kebun karet Permukiman 5,46 0,13
Hutan lebat Hutan semak/belukar 4,92 0,11
Kebun karet Kebun campuran 3,80 0,09
Lahan terbuka Kebun campuran 0,41 0,01
Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,00 0,00
Kebun campuran Hutan lebat 0,00 0,00
Total 4278,82 100,00
71
Tabel Lampiran 7. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1985-1990
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1985 1990
Hutan lebat Kebun teh 638,24 18,82
Sawah Permukiman 518,95 15,30
Lahan terbuka Hutan semak/belukar 332,49 9,80
Kebun campuran Tegalan 211,44 6,23
Sawah Tegalan 173,39 5,11
Sawah Kebun campuran 153,63 4,53 Kebun campuran Permukiman 104,90 3,09 Kebun campuran Sawah 102,43 3,02 Kebun campuran Hutan semak/belukar 95,42 2,81 Sawah Kebun teh 87,74 2,59 Hutan semak/belukar Kebun campuran 83,57 2,46 Kebun campuran Kebun teh 76,45 2,25 Kebun karet Kebun campuran 74,03 2,18 Hutan semak/belukar Sawah 71,16 2,10 Lahan terbuka Kebun campuran 67,67 1,99 Kebun teh Kebun campuran 62,88 1,85 Kebun karet Hutan semak/belukar 59,16 1,74 Kebun teh Hutan semak/belukar 54,61 1,61 Kebun teh Permukiman 47,96 1,41 Lahan terbuka Kebun teh 47,96 1,41 Hutan lebat Lahan terbuka 37,17 1,10 Hutan lebat Hutan semak/belukar 35,73 1,05 Kebun campuran Lahan terbuka 31,44 0,93 Kebun karet Tegalan 30,55 0,90 Lahan terbuka Sawah 28,08 0,83 Kebun teh Sawah 24,85 0,73 Lahan terbuka Tegalan 22,50 0,66 Kebun karet Permukiman 20,33 0,60 Hutan semak/belukar Kebun teh 18,14 0,53 Hutan lebat Kebun campuran 14,57 0,43 Hutan semak/belukar Tegalan 10,91 0,32 Lahan terbuka Permukiman 10,89 0,32 Sawah Hutan semak/belukar 10,02 0,30 Hutan semak/belukar Permukiman 9,50 0,28 Kebun teh Tegalan 5,59 0,16 Tegalan Sawah 5,32 0,16 Kebun karet Lahan terbuka 4,45 0,13 Tegalan Permukiman 4,15 0,12 Sawah Lahan terbuka 2,81 0,08 Hutan lebat Sawah 0,83 0,02 Hutan semak/belukar Lahan terbuka 0,09 0,00 Kebun teh Lahan terbuka 0,06 0,00 Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00 Permukiman Kebun campuran 0,00 0,00 Permukiman Kebun teh 0,00 0,00 Permukiman Sawah 0,00 0,00 Permukiman Tegalan 0,00 0,00 Tegalan Hutan semak/belukar 0,00 0,00
Total 3392,06 100,00
72
Tabel Lampiran 8. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1990-1994
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1990 1994
Sawah Permukiman 358,7 19,80
Tegalan Kebun campuran 303,5 16,75
Kebun campuran Sawah 184,6 10,19
Sawah Kebun campuran 155,0 8,56
Hutan semak/belukar Kebun campuran 120,8 6,67
Hutan semak/belukar Tegalan 105,6 5,83 Kebun teh Kebun campuran 90,9 5,02 Hutan semak/belukar Sawah 69,1 3,81 Hutan semak/belukar Kebun teh 66,0 3,64 Tegalan Sawah 65,9 3,64 Kebun campuran Permukiman 62,6 3,46 Kebun teh Permukiman 56,3 3,11 Tegalan Permukiman 42,5 2,35 Sawah Tegalan 40,4 2,23 Lahan terbuka Kebun campuran 28,3 1,56 Lahan terbuka Sawah 22,3 1,23 Kebun campuran Tegalan 10,7 0,59 Lahan terbuka Permukiman 9,3 0,51 Kebun campuran Lahan terbuka 4,4 0,24 Hutan semak/belukar Permukiman 4,3 0,24 Lahan terbuka Tegalan 4,3 0,24 Lahan terbuka Hutan semak/belukar 2,9 0,16 Kebun campuran Hutan semak/belukar 1,4 0,08 Sawah Kebun teh 1,3 0,07 Hutan lebat Kebun teh 0,4 0,02 Hutan lebat Kebun campuran 0,0 0,00 Hutan lebat Lahan terbuka 0,0 0,00 Hutan semak/belukar Hutan lebat 0,0 0,00 Kebun campuran Kebun teh 0,0 0,00 Kebun teh Hutan lebat 0,0 0,00 Kebun teh Sawah 0,0 0,00 Kebun teh Tegalan 0,0 0,00 Lahan terbuka Kebun teh 0,0 0,00 Permukiman Hutan semak/belukar 0,0 0,00 Permukiman Kebun campuran 0,0 0,00 Permukiman Kebun teh 0,0 0,00 Permukiman Sawah 0,0 0,00 Permukiman Tegalan 0,0 0,00 Sawah Hutan semak/belukar 0,0 0,00 Tegalan Hutan semak/belukar 0,0 0,00
Total 1811,5 100,00
73
Tabel Lampiran 9. Perubahan dominan tipe dan luas penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994-2001
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Luas (%) 1994 2001
Sawah Tegalan 667,97 17,52
Sawah Permukiman 502,08 13,17
Kebun teh Tegalan 473,03 12,40
Sawah Kebun campuran 294,88 7,73
Kebun teh Permukiman 275,76 7,23
Kebun campuran Sawah 247,54 6,49
Kebun campuran Tegalan 202,89 5,32
Kebun teh Kebun campuran 170,17 4,46
Hutan semak/belukar Tegalan 143,79 3,77
Hutan lebat Kebun teh 135,50 3,55
Kebun campuran Permukiman 120,76 3,17
Tegalan Sawah 107,67 2,82
Sawah Kebun teh 68,20 1,79
Hutan semak/belukar Kebun teh 58,08 1,52
Tegalan Kebun campuran 53,70 1,41
Hutan semak/belukar Kebun campuran 46,99 1,23
Lahan terbuka Kebun campuran 43,69 1,15
Kebun teh Sawah 43,46 1,14
Kebun campuran Kebun teh 40,74 1,07
Tegalan Permukiman 28,20 0,74
Tegalan Kebun teh 26,39 0,69
Kebun teh Hutan semak/belukar 21,08 0,55
Kebun teh Lahan terbuka 9,80 0,26
Hutan lebat Hutan semak/belukar 8,74 0,23
Hutan semak/belukar Sawah 7,94 0,21
Hutan semak/belukar Permukiman 6,39 0,17
Hutan lebat Permukiman 5,26 0,14
Kebun campuran Lahan terbuka 1,90 0,05
Lahan terbuka Permukiman 0,42 0,01
Lahan terbuka Tegalan 0,33 0,01
Permukiman Kebun campuran 0,01 0,00
Hutan lebat Kebun campuran 0,00 0,00
Kebun teh Hutan lebat 0,00 0,00
Total 3813,36 100,00
74
Tabel Lampiran 10. Peubah-peubah penggunaan lahan utama tahun 1981-2001
No. Penggunaan Lahan
Luas (ha) Luas (%) 1981 2001
1 Sawah Permukiman 1902,29 21,02
2 Hutan lebat Kebun teh 1060,96 11,72
3 Sawah Tegalan 621,86 6,87
4 Sawah Kebun campuran 445,87 4,93
5 Kebun campuran Permukiman 411,49 4,55
6 Tegalan Permukiman 392,26 4,33
7 Kebun teh Tegalan 373,56 4,13
8 Kebun teh Permukiman 352,05 3,89
9 Hutan semak/belukar Kebun campuran 325,10 3,59
10 Kebun teh Kebun campuran 241,10 2,66
11 Kebun campuran Tegalan 223,15 2,47
12 Tegalan Sawah 216,96 2,40
13 Hutan semak/belukar Sawah 182,19 2,01
14 Hutan semak/belukar Tegalan 176,79 1,95
15 Hutan lebat Hutan semak/belukar 176,51 1,95
16 Hutan lebat Kebun campuran 153,55 1,70
17 Tegalan Kebun campuran 123,15 1,36
18 Kebun campuran Sawah 113,63 1,26
19 Hutan semak/belukar Permukiman 106,68 1,18
20 Kebun teh Hutan semak/belukar 70,00 0,77
21 Hutan lebat Tegalan 69,56 0,77
22 Hutan semak/belukar Kebun teh 56,46 0,62
23 Lahan terbuka Permukiman 49,41 0,55
24 Kebun campuran Kebun teh 41,60 0,46
25 Sawah Kebun teh 41,24 0,46
26 Tegalan Kebun teh 31,86 0,35
27 Kebun karet Permukiman 26,06 0,29
28 Kebun karet Tegalan 25,30 0,28
29 Kebun teh Sawah 24,07 0,27
30 Lahan terbuka Tegalan 14,89 0,16
31 Hutan lebat Permukiman 14,81 0,16
32 Kebun teh Lahan terbuka 9,75 0,11
33 Kebun karet Kebun campuran 6,15 0,07
34 Lahan terbuka Kebun teh 5,13 0,06
35 Lahan terbuka Sawah 4,23 0,05
36 Hutan semak/belukar Lahan terbuka 1,90 0,02
37 Hutan lebat Sawah 0,55 0,01
38 Sawah Lahan terbuka 0,06 0,00
Total 9049,97 100
75
Tabel Lampiran 11. Data debit minimum dan maksimum Sungai Ciliwung
DEBIT MINIMAL DAN MAKSIMAL SUNGAI CILIWUNG
BENDUNG KATULAMPA L = 82 M
CABANG DINAS PENGAIRAN CIAWl
Terjadi
TAHUN Q MNIMUM Q MAXIMUM H (cm) Tanggal
(M3/DET) ( M3/det)
1981 7,160 14,320 34 24/01/1981
1982 4,000 14,000 33 26/04/1982
1983 4,702 62,070 68 16/01/1983
1984 4,080 107,964 92 26/02/1984
1985 6,334 115,019 95 28/04/1985
1986 6,720 137,361 105 16/07/1986
1987 2,240 47,257 65 10/12/1987
1988 3,167 91,744 85 16/12/1988
1989 2,743 144,375 98 07/04/1989
1990 4,757 132,474 97 10/12/1990
1991 2,240 211,248 110 12/01/1991
1992 2,183 378,675 160 19/10/1992
1993 5,710 343,200 150 14/02/1993
1994 1,855 378,675 160 29/01/1994
1995 1,712 244,200 120 08/12/1995
1996 3,460 740,025 250 06/01/1996
1997 1,224 244,200 120 12/05/1997
1998 1,224 651,750 230 11/05/1998
1999 1,712 610,500 220 25/02/1999
2000 1,712 525,525 200 12/11/2000
2001 3,460 411,675 170 07/06/2001
2002 6,670 525,525 200 18/01/2002
76
Tab
el L
ampi
ran
12
. D
ata
deb
it d
an l
uas
, lu
as r
ata-
rata
po
ligo
n,
dan
ju
mla
h po
ligo
n p
eng
gun
aan
/pen
utu
pan
lah
an y
ang
dig
unak
an
dal
am a
nal
isis
ko
rela
si d
an r
egre
si b
erga
nda
Hl
Hsb
Kc
Kr
Kt
Lt
Pk
SwT
gH
lH
sbK
cK
rK
tL
tP
kSw
Tg
Hl
Hsb
Kc
Kr
Kt
Lt
Pk
SwT
g
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
L8
L9
J1J2
J3J4
J5J6
J7J8
J9R
1R
2R
3R
4R
5R
6R
7R
8R
9
19
81
7,1
61
4,3
27
,16
29
,96
5,9
17
,22
0,3
91
9,6
20
,49
4,6
92
5,6
96
,03
27
22
15
24
53
22
23
4,7
31
25
,90
48
,95
57
,51
58
5,6
13
6,8
31
5,5
51
27
7,8
04
49
,98
19
85
6,3
31
15
,02
10
8,6
92
5,9
43
,21
8,8
31
,26
21
,22
3,6
21
1,8
32
2,9
11
,17
28
13
49
51
12
10
41
93
4,9
75
9,9
21
01
,34
47
,13
35
1,7
81
08
,14
15
,76
34
1,7
84
3,6
8
19
90
4,7
61
32
,47
12
7,7
22
1,0
75
,85
7,7
20
,00
25
,73
0,7
21
6,6
41
8,1
24
,15
29
16
01
05
10
61
11
11
57
1,7
09
7,0
57
1,9
80
,00
38
3,8
62
1,4
32
3,4
22
45
,81
56
,33
19
94
1,8
63
78
,68
37
6,8
22
1,0
73
,43
10
,63
0,0
02
5,2
00
,30
20
,21
16
,69
2,4
72
68
01
02
93
78
15
71
,51
85
,34
19
8,3
00
,00
37
5,9
22
2,2
23
2,4
33
55
,75
46
,10
20
01
3,4
64
11
,68
40
8,2
22
0,0
61
,87
10
,60
0,0
02
0,7
40
,08
26
,51
9,1
41
1,0
04
91
40
84
13
61
71
57
48
,38
30
,97
11
3,0
00
,00
38
6,8
52
,93
29
,08
80
,22
10
9,3
9
Ket
eran
gan
Qm
n:
Deb
it M
inim
um
Qm
x:
Deb
it M
aksi
mum
dQ:
Seli
sih
Deb
it M
in-M
aks
Hl
: H
utan
Leb
at
Hsb
: H
utan
Sem
ak/b
eluk
ar
Kc
: K
ebun
cam
pur
an
Kr
:Keb
un k
aret
Kt
: K
ebun
teh
Lt
: L
ahan
ter
buk
a
Pk
: P
erm
ukim
an
Sw:
Saw
ah
Tg
: T
egal
an
Dat
a-D
ata
Pen
ggun
aan
/Pen
utup
an L
ahan
Deb
it A
ir (
m3
/det
ik)
Tah
un
Qm
nQ
mx
dQ
Rat
a-ra
ta L
uas
Po
ligo
n (
ha)
Pro
po
rsi
Lua
s (%
)Ju
mla
h P
oli
gon
(un
it)
76
77
Tab
el L
amp
iran
13.
Has
il a
nal
isis
ko
rela
si a
nta
ra d
ebit
, lu
as,
luas
rat
a-ra
ta p
oli
gon,
dan
ju
mla
h p
oli
gon
pen
ggu
naa
n/p
enu
tupa
n
lah
an
Co
rrel
atio
ns (
stat
isti
k lj
r b
aru
.sta
) M
arke
d c
orr
elat
ions
are
sig
nif
ican
t at
p <
,05
000
N
=5
(C
asew
ise
del
etio
n o
f m
issi
ng
dat
a)
Nil
ai k
ore
lasi
yan
g d
iars
ir b
erb
eda
nya
ta p
ada
p <
0,0
5
77
QM
NQ
MX
DQ
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
L8
L9
J1J2
J3J4
J5J6
J7J8
J9R
1R
2R
3R
4R
5R
6R
7R
8R
9
QM
N1,0
0-0
,91
-0,9
20,
850,
51-0
,84
0,64
-0,6
10,
49
-0,8
40,
76-0
,12
-0,3
30,
180,
810,
60-0
,64
0,19
-0,4
9-0
,39
-0,6
60,6
80,
41-0
,86
0,88
0,56
0,57
-0,9
90,
640,
60
QM
X-0
,91
1,0
01
,00
-0,8
2-0
,78
0,9
6-0
,51
0,28
-0,4
20
,93
-0,9
00,3
80,
64-0
,02
-0,7
4-0
,48
0,46
-0,1
10,
650,
610,
74-0
,85
-0,6
90,
78-0
,78
-0,5
6-0
,52
0,9
2-0
,69
-0,5
5
DQ
-0,9
21
,00
1,00
-0,8
2-0
,78
0,9
6-0
,51
0,28
-0,4
20
,93
-0,8
90,3
70,
64-0
,02
-0,7
4-0
,48
0,47
-0,1
10,
650,
600,
74-0
,85
-0,6
80,
78-0
,78
-0,5
6-0
,52
0,9
2-0
,69
-0,5
5
L1
0,8
5-0
,82
-0,8
21,
000,
49-0
,68
0,58
-0,6
40,
35
-0,9
40
,88
-0,2
3-0
,47
-0,3
30,
680,
53-0
,77
-0,3
0-0
,78
-0,7
3-0
,90
0,8
50,
59-0
,57
0,9
70,
750,
53-0
,86
0,8
90,
78
L2
0,5
1-0
,78
-0,7
80,
491,
00-0
,89
-0,0
90,
19
-0,1
2-0
,71
0,68
-0,2
9-0
,69
-0,1
10,
64-0
,12
-0,2
8-0
,14
-0,7
4-0
,67
-0,4
80,6
90
,92
-0,5
80,
330,
59-0
,02
-0,4
80,
640,
51
L3
-0,8
40
,96
0,9
6-0
,68
-0,8
91,
00-0
,26
0,16
-0,1
90,
83-0
,77
0,2
20,
56-0
,14
-0,8
2-0
,22
0,45
-0,1
20,
630,
530,
56-0
,72
-0,7
40,
85-0
,60
-0,6
0-0
,27
0,81
-0,6
5-0
,57
L4
0,6
4-0
,51
-0,5
10,
58-0
,09
-0,2
61,
00-0
,45
0,9
5-0
,53
0,60
-0,5
2-0
,34
-0,0
20,
071
,00
-0,1
20,
35
-0,0
5-0
,18
-0,6
40,5
3-0
,09
-0,2
30,
75-0
,08
0,9
8-0
,74
0,16
-0,0
1
L5
-0,6
10,2
80,
28-0
,64
0,19
0,16
-0,4
51,
00
-0,1
90,
36-0
,23
-0,4
3-0
,36
-0,0
7-0
,56
-0,4
20,
840,
14
0,21
0,05
0,34
-0,1
50,
120,
47-0
,71
-0,5
4-0
,27
0,55
-0,4
8-0
,64
L6
0,4
9-0
,42
-0,4
20,
35-0
,12
-0,1
90
,95
-0,1
91,
00
-0,3
70,
48-0
,63
-0,3
70,
10-0
,11
0,9
70,
170,
55
0,15
-0,0
3-0
,48
0,4
2-0
,19
-0,1
40,
53-0
,34
0,9
7-0
,62
-0,0
9-0
,29
L7
-0,8
40
,93
0,9
3-0
,94
-0,7
10,
83-0
,53
0,36
-0,3
71,
00-0
,98
0,4
40,
710,
32-0
,66
-0,4
90,
580,
21
0,83
0,82
0,9
2-0
,96
-0,7
70,
59-0
,88
-0,6
8-0
,54
0,86
-0,8
6-0
,67
L8
0,7
6-0
,90
-0,8
90
,88
0,68
-0,7
70,
60-0
,23
0,48
-0,9
81,
00-0
,62
-0,8
2-0
,40
0,49
0,56
-0,4
1-0
,17
-0,7
8-0
,84
-0,9
50
,99
0,74
-0,4
50,
840,
530,
64-0
,82
0,77
0,52
L9
-0,1
20,3
80,
37-0
,23
-0,2
90,
22-0
,52
-0,4
3-0
,63
0,44
-0,6
21,0
00
,88
0,46
0,33
-0,5
3-0
,43
-0,0
80,
240,
520,
60-0
,66
-0,3
6-0
,23
-0,2
70,
26-0
,68
0,28
-0,0
70,
30
J1-0
,33
0,6
40,
64-0
,47
-0,6
90,
56-0
,34
-0,3
6-0
,37
0,71
-0,8
20
,88
1,00
0,51
-0,0
7-0
,32
-0,1
10,
15
0,62
0,80
0,75
-0,8
7-0
,76
0,06
-0,4
0-0
,18
-0,4
80,
43
-0,4
5-0
,10
J20,1
8-0
,02
-0,0
2-0
,33
-0,1
1-0
,14
-0,0
2-0
,07
0,10
0,32
-0,4
00,4
60,
511,
000,
250,
000,
130,
83
0,62
0,76
0,59
-0,5
0-0
,47
-0,5
2-0
,24
-0,3
0-0
,09
-0,1
2-0
,49
-0,2
6
J30,8
1-0
,74
-0,7
40,
680,
64-0
,82
0,07
-0,5
6-0
,11
-0,6
60,
490,3
3-0
,07
0,25
1,00
0,03
-0,8
1-0
,06
-0,5
7-0
,33
-0,3
60,4
30,
53-0
,93
0,60
0,82
-0,0
2-0
,70
0,72
0,84
J40,6
0-0
,48
-0,4
80,
53-0
,12
-0,2
21
,00
-0,4
20
,97
-0,4
90,
56-0
,53
-0,3
20,
000,
031,
00-0
,07
0,38
0,00
-0,1
4-0
,61
0,5
0-0
,13
-0,2
00,
71-0
,14
0,9
8-0
,71
0,11
-0,0
7
J5-0
,64
0,4
60,
47-0
,77
-0,2
80,
45-0
,12
0,84
0,17
0,58
-0,4
1-0
,43
-0,1
10,
13-0
,81
-0,0
71,
000,
46
0,64
0,41
0,46
-0,3
7-0
,38
0,60
-0,7
0-0
,91
0,02
0,54
-0,8
2-0
,95
J60,1
9-0
,11
-0,1
1-0
,30
-0,1
4-0
,12
0,35
0,14
0,55
0,21
-0,1
7-0
,08
0,15
0,83
-0,0
60,
380,
461,
00
0,68
0,64
0,35
-0,2
6-0
,48
-0,3
1-0
,15
-0,6
10,
36-0
,22
-0,6
2-0
,58
J7-0
,49
0,6
50,
65-0
,78
-0,7
40,
63-0
,05
0,21
0,15
0,83
-0,7
80,2
40,
620,
62-0
,57
0,00
0,64
0,68
1,00
0,9
50,
78-0
,82
-0,9
20,
32-0
,62
-0,8
6-0
,06
0,47
-0,9
6-0
,81
J8-0
,39
0,6
10,
60-0
,73
-0,6
70,
53-0
,18
0,05
-0,0
30,
82-0
,84
0,5
20,
800,
76-0
,33
-0,1
40,
410,
64
0,9
51,
000,
87-0
,89
-0,8
90,
12-0
,60
-0,6
6-0
,24
0,43
-0,8
5-0
,60
J9-0
,66
0,7
40,
74-0
,90
-0,4
80,
56-0
,64
0,34
-0,4
80
,92
-0,9
50,6
00,
750,
59-0
,36
-0,6
10,
460,
35
0,78
0,87
1,00
-0,9
6-0
,64
0,26
-0,8
8-0
,53
-0,6
60,
73
-0,7
8-0
,53
R1
0,6
8-0
,85
-0,8
50,
850,
69-0
,72
0,53
-0,1
50,
42
-0,9
60
,99
-0,6
6-0
,87
-0,5
00,
430,
50-0
,37
-0,2
6-0
,82
-0,8
9-0
,96
1,0
00,
79-0
,36
0,79
0,53
0,59
-0,7
40,
780,
50
R2
0,4
1-0
,69
-0,6
80,
590
,92
-0,7
4-0
,09
0,12
-0,1
9-0
,77
0,74
-0,3
6-0
,76
-0,4
70,
53-0
,13
-0,3
8-0
,48
-0,9
2-0
,89
-0,6
40,7
91,
00-0
,36
0,41
0,71
-0,0
2-0
,40
0,80
0,62
R3
-0,8
60,7
80,
78-0
,57
-0,5
80,
85-0
,23
0,47
-0,1
40,
59-0
,45
-0,2
30,
06-0
,52
-0,9
3-0
,20
0,60
-0,3
10,
320,
120,
26-0
,36
-0,3
61,
00-0
,54
-0,5
6-0
,15
0,78
-0,4
8-0
,58
R4
0,8
8-0
,78
-0,7
80
,97
0,33
-0,6
00,
75-0
,71
0,53
-0,8
80,
84-0
,27
-0,4
0-0
,24
0,60
0,71
-0,7
0-0
,15
-0,6
2-0
,60
-0,8
80,7
90,
41-0
,54
1,00
0,60
0,68
-0,9
00,
760,
65
R5
0,5
6-0
,56
-0,5
60,
750,
59-0
,60
-0,0
8-0
,54
-0,3
4-0
,68
0,53
0,2
6-0
,18
-0,3
00,
82-0
,14
-0,9
1-0
,61
-0,8
6-0
,66
-0,5
30,5
30,
71-0
,56
0,60
1,00
-0,1
6-0
,47
0,9
40
,99
R6
0,5
7-0
,52
-0,5
20,
53-0
,02
-0,2
70
,98
-0,2
70
,97
-0,5
40,
64-0
,68
-0,4
8-0
,09
-0,0
20
,98
0,02
0,36
-0,0
6-0
,24
-0,6
60,5
9-0
,02
-0,1
50,
68-0
,16
1,00
-0,7
00,
12-0
,11
R7
-0,9
90
,92
0,9
2-0
,86
-0,4
80,
81-0
,74
0,55
-0,6
20,
86-0
,82
0,2
80,
43-0
,12
-0,7
0-0
,71
0,54
-0,2
20,
470,
430,
73-0
,74
-0,4
00,
78-0
,90
-0,4
7-0
,70
1,00
-0,6
0-0
,51
R8
0,6
4-0
,69
-0,6
90
,89
0,64
-0,6
50,
16-0
,48
-0,0
9-0
,86
0,77
-0,0
7-0
,45
-0,4
90,
720,
11-0
,82
-0,6
2-0
,96
-0,8
5-0
,78
0,7
80,
80-0
,48
0,76
0,9
40,
12-0
,60
1,00
0,9
3
R9
0,6
0-0
,55
-0,5
50,
780,
51-0
,57
-0,0
1-0
,64
-0,2
9-0
,67
0,52
0,3
0-0
,10
-0,2
60,
84-0
,07
-0,9
5-0
,58
-0,8
1-0
,60
-0,5
30,5
00,
62-0
,58
0,65
0,9
9-0
,11
-0,5
10
,93
1,00
78
Tabel Lampiran 14. Hasil analisis regresi berganda antara selisih debit maksimum-minimum, luas, luas rata-rata poligon, dan jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan
No
1 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .97983969 R²= .96008581 Adjusted R²= .84034323
F(3,1)=8.0179 p<.25267 Std.Error of estimate: 70.693
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 885,5442968 209,1154588 4,234714649 0,147629112
L1 -0,380050969 0,25914144 -15,93728658 10,86699348 -1,466577357 0,380983323
L2 -0,635651904 0,244295695 -63,49820874 24,40382695 -2,601977504 0,233587995
L6 -0,364302931 0,227852635 -44,07367822 27,56580542 -1,598853273 0,355820537
2 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99498624 R²= .98999762 Adjusted R²= .95999049
F(3,1)=32.992 p<.12713 Std.Error of estimate: 35.389
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -670,8020532 194,3576602 -3,451379546 0,17953749
L3 0,881676897 0,103679813 98,26513269 11,55537885 8,503843448 0,074520357
L4 -0,277986247 0,11459752 -89,74073982 36,99487405 -2,425761463 0,248927757
L5 0,015071984 0,112093725 0,962858865 7,16099733 0,134458766 0,914911211
3 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99116296 R²= .98240400 Adjusted R²= .92961602
F(3,1)=18.610 p<.16840 Std.Error of estimate: 46.937
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 229,5137111 141,9929616 1,616373857 0,352708727
L6 0,001896164 0,147600528 0,229399477 17,8568373 0,012846591 0,991822064
L7 1,048479979 0,155287365 22,42006551 3,320571652 6,751869215 0,093607433
J2 -0,36113446 0,144820353 -49,00344848 19,65112024 -2,493672009 0,242794767
4 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .98563689 R²= .97148009 Adjusted R²= .88592034
F(3,1)=11.354 p<.21400 Std.Error of estimate: 59.757
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 1229,124067 404,011525 3,042299517 0,20217365
L5 0,004206595 0,176338735 0,268734191 11,2652266 0,023855196 0,984816194
L8 -1,074157956 0,191946568 -29,84561833 5,333260334 -5,596130034 0,112572536
J2 -0,450670004 0,187454542 -61,15280257 25,43628479 -2,404156231 0,250941008
5 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .93164928 R²= .86797038 Adjusted R²= .47188153
F(3,1)=2.1914 p<.45225 Std.Error of estimate: 128.57
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 930,653936 402,85832 2,310127134 0,26007399
L1 -0,562304421 0,418513305 -23,58001279 17,55018939 -1,343575973 0,407329589
L2 -0,474050308 0,425590043 -47,35507787 42,51415792 -1,113866067 0,46574077
L9 0,104743954 0,38215706 4,833450876 17,63478746 0,274086143 0,829693794
Hasil Analisis Regresi
79
Tabel Lampiran 14. (Lanjutan) 6 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .87056401 R²= .75788169 Adjusted R²= .03152675
F(3,1)=1.0434 p<.60021 Std.Error of estimate: 174.11
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 709,4111109 720,6604457 0,984390242 0,505007684
L1 -0,643874335 0,571336838 -27,00061477 23,9587836 -1,126961002 0,462044358
L6 -0,085592097 0,542153881 -10,35500462 65,59023726 -0,157874175 0,900316894
J1 0,305033157 0,57546922 60,33707161 113,8306664 0,5300599 0,689708114
7 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .98140076 R²= .96314745 Adjusted R²= .85258980
F(3,1)=8.7117 p<.24291 Std.Error of estimate: 67.928
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 375,2298976 159,2688926 2,355952198 0,255545825
J1 0,628834826 0,194420497 124,386648 38,45733878 3,234406018 0,190892696
J3 -0,716780728 0,192624569 -24,9665561 6,709404878 -3,72112826 0,167133734
J6 -0,246508419 0,194328011 -28,75742602 22,67011174 -1,268517172 0,42499432
8 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .66070986 R²= .43653752 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.25825 p<.85625 Std.Error of estimate: 265.61
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 42,47073142 927,4260854 0,045794195 0,970866859
L4 -0,463933708 0,756250171 -149,769115 244,1359978 -0,613465922 0,649692237
J2 -0,084309937 0,757016576 -11,4402753 102,7219135 -0,111371322 0,929389775
J5 0,421216079 0,762523025 35,93791566 65,05802976 0,552397848 0,678709269
9 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .83234334 R²= .69279544 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.75172 p<.66769 Std.Error of estimate: 196.12
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 431,4451251 779,9050603 0,55320211 0,67831713
L2 -0,713880332 0,578191589 -71,31280822 57,75823212 -1,234677822 0,43338865
J2 -0,134798764 0,560563417 -18,29125995 76,06457856 -0,240470141 0,849764407
J5 0,287580408 0,579712231 24,53619647 49,46071705 0,496074419 0,706835151
10 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99002711 R²= .98015367 Adjusted R²= .92061470
F(3,1)=16.462 p<.17878 Std.Error of estimate: 49.849
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 448,7766459 141,4971448 3,171630398 0,194442391
L2 -0,778409123 0,147784149 -77,75888761 14,76284223 -5,26720305 0,119443312
L4 -0,561226378 0,143133383 -181,1775616 46,20694651 -3,921002691 0,158972591
J5 0,184171633 0,148281815 15,7134187 12,65131993 1,242037889 0,431539208
80
Tabel Lampiran 14. (Lanjutan) 11 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99508145 R²= .99018710 Adjusted R²= .96074839
F(3,1)=33.636 p<.12592 Std.Error of estimate: 35.052
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 261,0327622 163,3122526 1,598366062 0,355907798
L2 -0,88511223 0,101020963 -88,4179545 10,09145122 -8,761668917 0,072346583
L5 0,245420298 0,110307561 15,67843424 7,046889994 2,224872852 0,268913269
J4 -0,485529578 0,109134537 -49,5949249 11,14766107 -4,448908574 0,140756339
12 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .89631271 R²= .80337647 Adjusted R²= .21350587
F(3,1)=1.3620 p<.54549 Std.Error of estimate: 156.90
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -45,82518918 679,675743 -0,067422134 0,957142591
L5 -0,149342862 0,503686515 -9,540621814 32,17751743 -0,296499624 0,816499233
J7 0,447367469 0,470033196 2,350079783 2,469145812 0,951778454 0,515725434
R3 0,709492704 0,520041234 2,201922415 1,613956626 1,364300862 0,402672529
13 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .97493574 R²= .95049971 Adjusted R²= .80199882
F(3,1)=6.4006 p<.28092 Std.Error of estimate: 78.726
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -142,0401666 116,8668792 -1,215401383 0,43829599
L4 -0,273144373 0,231652478 -88,17766473 74,78306935 -1,179112672 0,447790265
J8 0,477650577 0,226879313 16,32394346 7,753712153 2,105306869 0,282302886
R3 0,664659101 0,229477493 2,062780581 0,712187218 2,896402139 0,2116393
14 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .94495923 R²= .89294795 Adjusted R²= .57179178
F(3,1)=2.7804 p<.40903 Std.Error of estimate: 115.77
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 501,7553378 303,5459405 1,652979898 0,346362203
L2 -0,73303243 0,41561603 -73,22599988 41,51780759 -1,763725113 0,328360528
L6 -0,414327285 0,417099322 -50,12566714 50,46103046 -0,993354014 0,502122521
J9 0,196854508 0,470855964 6,641423721 15,88561019 0,418077974 0,747902989
15 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99490673 R²= .98983941 Adjusted R²= .95935762
F(3,1)=32.473 p<.12812 Std.Error of estimate: 35.667
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 480,1347797 164,3200644 2,921948585 0,209920704
L5 -0,098579912 0,114208611 -6,29768065 7,296104737 -0,863156558 0,546674073
R1 -0,646755481 0,107969932 -0,205414419 0,034292065 -5,990144403 0,105306767
R3 0,599273509 0,120920864 1,859855311 0,375279913 4,955914889 0,126754582
81
Tabel Lampiran 14. (Lanjutan) 16 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .86526473 R²= .74868305 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.99301 p<.61045 Std.Error of estimate: 177.39
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 505,8742877 1025,450892 0,493318882 0,708244503
L5 0,363471649 0,505229287 23,22002863 32,27607589 0,719419198 0,60297817
J2 -0,433174921 0,568158772 -58,77884074 77,09521578 -0,762418785 0,585304677
R2 -0,932598842 0,571024041 -4,561549006 2,793005984 -1,633204165 0,349765092
17 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .90513895 R²= .81927651 Adjusted R²= .27710605
F(3,1)=1.5111 p<.52450 Std.Error of estimate: 150.42
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 355,9812045 719,5228872 0,494746186 0,707514107
L4 -0,521583073 0,476345201 -168,3797359 153,7758475 -1,094968675 0,47116062
L5 0,137775698 0,477901565 8,801664888 30,53027125 0,288293046 0,821312189
R2 -0,749769037 0,428773198 -3,667287641 2,097225372 -1,748637838 0,330712259
18 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99504575 R²= .99011604 Adjusted R²= .96046417
F(3,1)=33.391 p<.12637 Std.Error of estimate: 35.179
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 1168,977281 148,0976225 7,893288636 0,080225907
L4 -0,61378996 0,100115783 -198,1463676 32,3198163 -6,13080117 0,102933109
J2 -0,489810287 0,112953686 -66,46386821 15,32703389 -4,336381629 0,144286588
R2 -0,971805327 0,113428297 -4,753316674 0,554803108 -8,567573986 0,073971026
19 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .86227414 R²= .74351669 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.96630 p<.61609 Std.Error of estimate: 179.20
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 613,5137758 588,6094003 1,04231053 0,486813068
L9 0,332296582 0,578725732 15,33395617 26,70552597 0,574186638 0,668179274
J2 -0,362520723 0,575225257 -49,19155471 78,0540889 -0,630223931 0,641998768
R4 -0,782092557 0,530596519 -4,789313675 3,249223051 -1,47398735 0,379491329
20 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .98644382 R²= .97307140 Adjusted R²= .89228561
F(3,1)=12.045 p<.20800 Std.Error of estimate: 58.066
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 784,767009 199,5389455 3,932901455 0,158511281
L2 -0,593245343 0,173698882 -59,26202123 17,3515847 -3,415366508 0,181330368
J2 -0,241698348 0,169240875 -32,79679407 22,96481622 -1,428132225 0,388892204
R4 -0,64714458 0,178015945 -3,962930421 1,090119309 -3,63531807 0,170894042
82
Tabel Lampiran 14. (Lanjutan) 21 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .87581112 R²= .76704511 Adjusted R²= .06818044
F(3,1)=1.0976 p<.58976 Std.Error of estimate: 170.78
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 460,1737869 525,1311611 0,876302572 0,541909218
L4 -0,419096823 0,518546844 -135,294675 167,3995672 -0,808214007 0,567270815
J1 0,40726888 0,52496837 80,55980478 103,8413478 0,775796987 0,579953313
R5 -0,521391349 0,496031061 -0,967303584 0,920254286 -1,051126411 0,484134883
22 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .95644838 R²= .91479350 Adjusted R²= .65917401
F(3,1)=3.5787 p<.36631 Std.Error of estimate: 103.29
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 786,3156169 356,5531826 2,205324914 0,271020174
L2 -0,803759785 0,293699569 -80,29128257 29,33900844 -2,736673352 0,223029613
J2 -0,155083869 0,294790428 -21,04380837 40,00102215 -0,526081766 0,691688418
R6 -0,547791762 0,293114202 -2,372585909 1,269531004 -1,868868032 0,312783241
23 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .84082229 R²= .70698212 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80425 p<.65390 Std.Error of estimate: 191.54
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 183,3622731 389,1728245 0,471158985 0,719690144
L4 -0,331545795 0,574844145 -107,0310681 185,5737089 -0,576757714 0,666949689
J1 0,303189623 0,636073808 59,97241151 125,8185546 0,476657928 0,716831386
R8 -0,498004463 0,606866989 -0,187447388 0,228422916 -0,820615509 0,56252408
24 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .84122018 R²= .70765139 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80686 p<.65324 Std.Error of estimate: 191.32
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 865,6812057 1068,046252 0,810527825 0,566380799
L4 -0,538878524 0,606830584 -173,9631291 195,8997114 -0,888021365 0,537713766
L5 -0,327665206 0,683211074 -20,9325693 43,64626723 -0,479595865 0,715309083
R8 -0,759392794 0,618312318 -0,285833172 0,232730904 -1,22817025 0,43503499
25 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .99993624 R²= .99987249 Adjusted R²= .99948994
F(3,1)=2613.7 p<.01438 Std.Error of estimate: 3.9957
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -14,94620776 10,97290821 -1,362100864 0,403162539
L2 -0,422457962 0,013128212 -42,20127979 1,311437821 -32,17939815 0,019777095
L9 0,056380145 0,011963176 2,60168391 0,552045459 4,712807378 0,133108675
R7 0,703887826 0,013062955 16,2961824 0,302429288 53,88427331 0,011813219
83
Tabel Lampiran 14. (Lanjutan)
26 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .84018611 R²= .70591270 Adjusted R²= -----
F(3,1)=.80012 p<.65496 Std.Error of estimate: 191.89
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt -901,4406 1779,6471 -0,5065277 0,7015169
L5 0,5200524 0,9083231 33,223037 58,027329 0,5725412 0,6689676
J1 0,7874124 0,8927099 155,75408 176,58244 0,8820474 0,5398464
R8 -0,0821774 0,9518639 -0,0309313 0,3582787 -0,0863331 0,9451746
27 Regression Summary for Dependent Variable: DQ (ljr.sta)
R= .87316488 R²= .76241691 Adjusted R²= .04966763
F(3,1)=1.0697 p<.59507 Std.Error of estimate: 172.47
St. Err. St. Err.
BETA of BETA B of B t(1) p-level
Intercpt 94,917294 297,5401 0,3190067 0,8034108
L4 -0,3617682 0,5181828 -116,78761 167,28205 -0,6981479 0,6119918
J1 0,466795 0,5208407 92,33437 103,02487 0,8962338 0,5348026
R9 -0,5059304 0,4905101 -0,5122993 0,4966848 -1,0314374 0,4901488
84
Tabel Lampiran 15. Desa-desa yang dianalisis di Sub DAS Ciliwung Hulu No Kode Kabupaten Kecamatan Desa
1 3203100004 KABUPATEN BOGOR CIAWI Bojong murni
2 3203100013 KABUPATEN BOGOR CIAWI Pandansari
3 3203110001 KABUPATEN BOGOR CISARUA Citeko
4 3203110002 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cibeureum
5 3203110003 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Selatan
6 3203110004 KABUPATEN BOGOR CISARUA Tugu Utara
7 3203110005 KABUPATEN BOGOR CISARUA Batu Layang
8 3203110006 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cisarua
9 3203110007 KABUPATEN BOGOR CISARUA Kopo
10 3203110008 KABUPATEN BOGOR CISARUA Leuwi Malang
11 3203110009 KABUPATEN BOGOR CISARUA Jogjogan
12 3203110010 KABUPATEN BOGOR CISARUA Cilember
13 3203120001 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukaresmi
14 3203120002 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukagalih
15 3203120003 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Kuta
16 3203120004 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukakarya
17 3203120005 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamanah
18 3203120006 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamaju
19 3203120007 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Sukamahi
20 3203120008 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Gadog
21 3203120009 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung datar
22 3203120010 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Cipayung girang
23 3203120011 KABUPATEN BOGOR MEGAMENDUNG Megamendung
24 3271020001 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindang Sari
25 3271020002 KOTA BOGOR BOGOR TIMUR Sindangrasa
85
Tab
el L
ampi
ran
16
. L
uas
tip
e p
engg
un
aan
/pen
utu
pan
lah
an d
i ti
ap d
esa
di
Su
b D
AS
Cil
iwun
g H
ulu
tah
un 1
981
Hl
Hsb
Kc
Kt
Lt
Pk
Sw
Tg
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIA
WI
Boj
ong
mur
ni6
09
.32
14
.46
9.8
56
33.
63
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIA
WI
Pan
dans
ari
33
.19
16
2.9
50
.07
19
6.2
1
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Bat
u L
ayan
g1
.66
4.7
02
5.6
07
.85
15
8.0
51
97.
86
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cib
eure
um12
74
.10
10
.46
61
.97
31
7.4
52
1.1
85
0.4
01
61
.78
18
97.
34
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cil
embe
r0
.71
0.0
61
22
.84
29
.32
15
2.9
2
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cis
arua
70
.17
18
6.8
53
0.8
52
87.
87
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cit
eko
2.2
92
14
.24
39
.21
18
.61
22
5.0
44
99.
37
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Jogj
ogan
12
.06
12
3.1
91
00
.70
23
5.9
5
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Kop
o1
26
.80
15
9.4
63
6.6
44
71
.50
79
4.4
0
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Leu
wi M
alan
g1
3.3
71
37
.16
15
0.5
2
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Tug
u S
elat
an5
57
.04
1.7
66
04
.47
68
.37
24
0.6
55
.44
14
77.
72
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Tug
u U
tara
38
2.8
19
3.8
28
70
.80
59
.69
1.3
01
40
.73
15
49.
15
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GC
ipay
ng g
iran
g1
0.4
42
8.4
52
2.1
94
2.4
18
6.5
11
90.
00
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GC
ipay
ung
data
r2
2.4
41
99
.94
93
.56
24
2.1
61
89
.03
74
7.1
4
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GG
adog
13
3.5
21
3.6
61
72
.75
31
9.9
3
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GK
uta
12
1.5
02
96
.82
20
.89
31
0.5
37
49.
73
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GM
egam
endu
ng11
69
.85
40
3.0
61
67
.19
28
2.7
53
.69
73
.61
11
6.9
02
21
7.0
5
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukag
alih
11
.36
90
.61
22
.12
15
3.7
01
8.0
38
6.7
73
82.
59
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukak
arya
3.1
63
2.6
65
.86
20
4.1
12
45.
79
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukam
ahi
28
.29
12
0.0
53
2.3
32
99
.62
48
0.2
8
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukam
aju
16
.19
10
7.7
11
23.
90
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukam
anah
22
.77
56
.28
79.
04
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
ukar
esm
i2
.79
24
.60
51
.48
18
.46
8.6
91
24
.75
23
0.7
6
KO
D.B
OG
OR
BO
GO
R T
IMU
RS
inda
ng S
ari
8.0
96
8.9
07
6.9
8
KO
D.B
OG
OR
BO
GO
R T
IMU
RS
inda
ngra
sa2
4.2
97
7.7
71
02.
06
414
3.2
06
91
.63
96
2.7
029
27
.98
60
.39
66
6.2
337
08
.46
85
7.5
914
01
8.1
8
KA
BU
PA
TE
N
Tot
al
Pen
ggun
aan/
Pen
utup
an L
ahan
(ha
)
Tot
al L
uas
KE
CA
MA
TA
ND
ES
A
85
86
Tab
el L
ampi
ran
17
. L
uas
tip
e p
engg
un
aan
/pen
utu
pan
lah
an d
i ti
ap d
esa
di
Su
b D
AS
Cil
iwun
g H
ulu
tah
un 2
001
Hl
Hsb
Kc
Kt
Lt
Pk
Sw
Tg
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIA
WI
Bo
jong
mur
ni32
0.3
68
.67
2.4
430
2.1
76
33.6
3
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIA
WI
Pan
dans
ari
108
.20
88.0
11
96.2
1
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Bat
u L
ayan
g3
.86
2.5
411
9.3
834
.63
37.4
61
97.8
6
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cib
eure
um
983
.72
96.
3041
6.4
319
3.5
420
7.3
518
97.3
4
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cile
mbe
r76
.35
75.5
80
.99
152
.92
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cis
arua
230
.22
57.6
52
87.8
7
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Cit
eko
5.4
216
6.2
522
3.5
53
.44
100
.72
499
.37
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Jogj
og
an2
.15
1.5
171
.45
126
.37
34.4
62
35.9
5
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Ko
po2
9.10
284
.12
100
.13
381
.05
794
.40
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Leu
wi
Mal
ang
116
.13
34.3
91
50.5
2
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Tu
gu S
elat
an41
6.2
01
2.32
604
.32
9.8
027
6.5
215
8.5
614
77.7
2
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
CIS
AR
UA
Tu
gu U
tara
186
.13
68.
696
3.41
791
.15
256
.67
85.6
897
.43
1549
.15
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GC
ipay
ng g
iran
g5
8.77
118
.03
13.2
01
90.0
1
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GC
ipay
ung
dat
ar10
6.8
146
3.7
510
6.7
369
.85
747
.14
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GG
ado
g7
7.55
154
.41
87.9
73
19.9
3
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GK
uta
99.
9210
4.3
523
6.7
315
1.1
285
.93
71.6
87
49.7
3
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GM
egam
endu
ng71
1.1
218
8.9
930
8.9
244
3.1
911
6.4
619
6.2
025
2.1
722
17.0
5
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
uka
gal
ih1.
880
.02
155
.97
78.
0699
.00
47.5
40
.14
382
.59
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
uka
kar
ya13
1.9
771
.02
23.7
519
.05
245
.79
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
uka
mah
i14
8.1
123
8.6
293
.55
480
.28
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
uka
maj
u4
4.64
73.6
31
.79
3.8
41
23.9
0
KA
BU
PA
TE
N B
OG
OR
ME
GA
ME
ND
UN
GS
uka
man
ah1
0.00
41.7
927
.25
79.0
4K
AB
UP
AT
EN
BO
GO
RM
EG
AM
EN
DU
NG
Su
kare
smi
1.85
63.
053
1.10
51.5
626
.76
56.4
62
30.7
6
KO
D.B
OG
OR
BO
GO
R T
IMU
RS
inda
ng S
ari
47.4
729
.51
76.9
8
KO
D.B
OG
OR
BO
GO
R T
IMU
RS
inda
ngra
sa83
.64
11.6
56
.77
102
.06
To
tal
272
1.17
278
.69
141
2.80
307
3.45
9.8
03
666
.62
133
0.4
61
525
.20
140
18.1
9
KA
BU
PA
TE
NK
EC
AM
AT
AN
DE
SA
Pen
ggun
aan/
Pen
utup
an L
ahan
(ha
)
To
tal
Lua
s
86
DAFTAR ISI CD LAMPIRAN
1. Skripsi dalam bentuk pdf files. 2. Peta digital penggunaan/penutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1981,
1985, 1990, 1994, dan 2001 skala 1:50.000. 3. Foto-foto perubahan penggunaan/penutupan lahan dan kondisi eksisting di Sub
DAS Ciliwung Hulu.
top related