tampilan imunohistokimia p53 pada karsinoma sel …
Post on 01-Oct-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA P53 PADA
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
RONGGA MULUT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
FATIN NABILAH BINTI MOHD RADZUAN
NIM : 140600222
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Biologi Oral Kedokteran Gigi
Tahun 2018
Fatin Nabilah binti Mohd Radzuan
Tampilan imunohistokimia p53 pada karsinoma sel skuamosa rongga mulut
xii + 49 halaman
Karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut merupakan jenis keganasan
urutan ke-enam terbanyak dari semua jenis keganasan di negara Barat seperti Negara
Inggeris dan Amerika Serikat. Di Asia Tenggara, insidensi KSS rongga mulut
meningkat sampai mencapai 40,9% yang ada hubungannya dengan faktor
karsinogenik berupa kebiasaan buruk, yaitu mengunyah tembakau, betel quid,
menyirih dan menyuntil. Faktor karsinogenik (iritasi kronis) mengganggu proses
biologis siklus sel (fase G1, S, G2 dan M) menyebabkan gangguan pada gen p53
menjadi gen p53 mutan sehingga terjadinya proliferasi abnormal dan hilangnya
fungsi apoptosis yang akhirnya menyebabkan terjadinya neoplasma ganas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tampilan imunohistokimia p53 mutan yang
dihubungkan dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga mulut di Medan.
Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional terhadap 12 sampel blok parafin yang telah didiagnosa sebagai KSS
rongga mulut di Laboratarium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik Medan
tahun 2014-2018. Setiap blok parafin processing di laboratorium untuk dibuat satu
sediaan perwarnaan HE dan satu sediaan pewarnaan imunohistokimia p53.
Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya merek Olympus CX21. Analisa data
menggunakan uji Chi-Square dengan kemaknaan (p<0,05). Hasil menunjukkan KSS
berdiferensiasi baik tertinggi (50%). Hasil pewarnaan imunohistokimia p53:
tampilan positif (83,3%) dan tampilan negatif (16,7%); tingkat skor p53 (++)
mendapatkan jumlah frekuensi yang tertinggi (40%). Dapat disimpulkan, hanya 10
dari 12 sampel menunjukkan tampilan positif p53. Tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat skor p53 dengan tingkat diferensiasi KSS rongga mulut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Rujukan: 37 (2008-2018)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 5 Desember 2018
Pembimbing: Tanda tangan
1. Rehulina Ginting, drg., M.Si
...........….........................
NIP: 19511018 198003 2 001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 5 Desember 2018
TIM PENGUJI
KETUA : Rehulina Ginting, drg., M.Si
ANGGOTA : 1. Dr. Betty, M. Ked. (PA), Sp. PA
2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSC., M. Kes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
kurnia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Rehulina
Ginting, drg., M.Si dan dr. Betty, M.Ked. (PA), Sp.PA selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya dengan sabar dalam memberikan
bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Mohd Radzuan, dan
Ibunda Khairulbariah serta adik-adik tersayang yang telah memberikan banyak doa, cinta,
kasih sayang, pengharapan dan pengorbanan, serta segala bantuan baik moril maupun materil
yang sungguh penulis tidak mampu membalasnya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc., M.Kes selaku ketua Departemen Biologi
Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Yendriwati, drg., M.Kes, Lisna Unita R, drg., M.Kes, Minasari, drg., MM,
dan Yumi Lindawati, drg., M.DSc selaku para staf pengajar Departemen
Biologi oral dan Ibu Ngaisah serta Kak Dani Irma Suryani selaku pegawai
Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian
ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
4. Rini Octavia Nasution, drg., Sp.Perio, M.Kes selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing, mendukung dan memotivasi penulis
selama menjalankan akademik.
5. Teman-teman tersayang Syaza, Novira, Thahirah, Syamimi, Aisya, Kak
Syuhada, Anita S, Mira, Wani, Naja, Ezura, dan teman-teman yang lain yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan
bantuan, dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Biologi Oral serta seluruh teman
mahasiswa stambuk 2014 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada
penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan
skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik untuk membangun skripsi ini nantinya
menjadi lebih baik.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Biologi Oral.
Medan, 5 Desember 2018
Penulis,
(Fatin Nabilah)
NIM: 140600222
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI............................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……….................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 4
1.4 Hipotesis Penelitian...................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Sel Normal .................................................................... 5
2.1.1 Sitoplasma ................................................................................ 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
2.1.2 Nukleus ..................................................................................... 6
2.2 Siklus Sel ..................................................................................... 8
2.2.1 Mitosis ....................................................................................... 12
2.2.2 Peran p53 Sebagai Checkpoint Siklus Sel ................................. 13
2.3 Gen p53 Mutan ............................................................................ 17
2.3.1 Peran p53 Mutan Terjadinya Kanker ........................................ 19
2.4 Pewarnaan Imunohistokimia p53 ................................................ 20
2.5 Landasan Teori ............................................................................ 24
2.6 Kerangka Teori............................................................................ 26
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................ 27
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian............................................................................ 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 28
3.2.1 Lokasi Penelitian...................................................................... 28
3.2.2 Waktu Penelitian...................................................................... 28
3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel........................................... 28
3.3.1 Populasi.................................................................................... 28
3.3.2 Sampel...................................................................................... 28
3.3.3 Besar Sampel............................................................................ 29
3.4 Kriteria Sampel............................................................................ 30
3.4.1 Kriteria Inklusi......................................................................... 30
3.4.2 Kriteria Ekslusi......................................................................... 30
3.5 Kerangka Operasional................................................................. 30
3.6 Variabel Penelitian...................................................................... 31
3.6.1 Variabel Bebas......................................................................... 31
3.6.2 Variabel Terikat........................................................................ 31
3.6.3 Variabel Terkendali.................................................................. 31
3.7 Definisi Operasional.................................................................... 32
3.8 Alat dan Bahan Penelitian........................................................... 33
3.8.1 Alat Penelitian.......................................................................... 33
3.8.2 Bahan untuk pewarnaan HE.................................................... 34
3.8.3 Bahan untuk pewarnaan Imunohistokimia p53......................... 34
3.9 Metode Pengumpulan Data......................................................... 34
3.9.1 Pembuatan sediaan mikrokopis dari blok parafin.................... 34
3.9.2 Prosedur Pewarnaan HE.......................................................... 35
3.9.3 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia dengan Antibodi
Monoklonal p53....................................................................... 36
3.10 Pengolahan dan Analisa Data................................................... 37
3.11 Etika Penelitian......................................................................... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
4.1 Distribusi Frekuensi Diagnosa Histopatologi pada KSS Rongga
Mulut (Hematoksilin Eosin) ........................................................ 38
4.2 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia p53 pada KSS
Rongga Mulut ............................................................................. 39
4.3 Hubungan Skor Tampilan Imunohistokimia p53 pada KSS
Rongga Mulut dengan Tingkat Diferensiasi Sel ......................... 40
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Tingkat Diferensiasi KSS rongga mulut ..................................... 42
5.2 Pewarnaan Imunohistokimia Berupa Tampilan p53 Mutan pada
Kasus KSS Rongga Mulut .......................................................... 43
5.3 Hubungan Tingkat Skor p53 dengan Tingkat Diferensiasi Sel ... 45
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 47
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Sel dan organel-organelnya ............................................................................. 5
2. DNA heliks ganda ............................................................................................ 7
3. Siklus sel dan replikasi sel .............................................................................. 8
4. Peran siklin, cyclin dependent kinase dan inhibitornya .................................. 9
5. Peran RB pada checkpoint G1/S dalam regulasi siklus sel ............................. 10
6. Fase M (mitosis) pada siklus sel .................................................................... 12
7. Jalur degradasi proteasome p53 ...................................................................... 14
8. Aktivasi p53 menyebabvkan penghentian siklus sel ....................................... 16
9. Jalur apoptosis p53 .......................................................................................... 17
10. Rincian gen p53............................................................................................... 18
11. Peran p53 pada sel normal dan sel yang mengalami mutasi ........................... 20
12. Tampilan p53 dengan skor 1 (lemah) pada KSS rongga mulut ...................... 22
13. Tampilan p53 dengan skor 2 (sedang) pada KSS rongga mulut ..................... 22
14. Tampilan p53 dengan skor 3 (kuat) pada KSS rongga mulut ......................... 23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Distribusi frekuensi diagnosa histopatologi pada KSS rongga mulut
(Hematoksilin Eosin) ................................................................................ 39
2. Distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia p53 pada KSS rongga
mulut .......................................................................................................... 39
3. Distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia p53 (sel-sel positif)
pada KSS rongga mulut ............................................................................ 40
4. Distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia p53 (sel-sel positif)
pada KSS rongga mulut dihubungkan dengan tingkat diferensiasi sel ..... 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR SINGKATAN
ATM Ataxia-telangiectasia mutated
CDK Cyclin dependent kinase
DNA Deoxyribonuclei acid
E2F E2 Transcription Factor
HE Pewarnaan Hematoksilin Eosin
IHK Imunohistokimia
KSS Karsinoma sel skuamosa
MDM-2 Mouse double minute 2 homolog
PBS Phosphate Buffer Saline
RB Retinoblastoma
RNA Ribonuclei acid
TGF-β Transforming growth factor-β
TSG Tumor Supressor Gen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Skema alur pikir
2. Skema pencatatan blok parafin
3. Gambar alat dan bahan
4. Prosedur kerja
a. Pembuatan preparat dari blok parafin dan pewarnaan HE
b. Tampilan imunohistokimia p53 pada KSS rongga mulut
5. a. Hasil pewarnaan HE pada KSS rongga mulut
b. Tampilan imunohistokimia p53 pada KSS rongga mulut
6. Tabel hasil
7. Ethical clearance
8. Hasil uji statistik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut merupakan neoplasma ganas
epitel tatah berlapis (skuamosa).1-3
Menurut American Cancer Society (2016) kanker
rongga mulut (termasuk faring) meningkat dari 3% menjadi 4% yang pada saat ini
merupakan jenis keganasan urutan ke-enam terbanyak dari semua jenis keganasan di
negara Barat yaitu negara Inggeris dan Amerika Serikat.2-4
Persentase kanker rongga
mulut meningkat sampai mencapai 40,9% dari data GLOBOCAN 2012 dari World
Health Organization (WHO): Bangladesh, Pakistan, India dan Sri Lanka.5,6
Hal ini
berhubungan dengan kebiasaan buruk antara lain, mengkonsumsi alkohol, rokok,
tembakau, menyirih, menyuntil dan infeksi virus serta diikuti oleh kebersihan
rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, karies gigi, malnutrisi dan
lain-lain.2-6
Ada beberapa teori penyebab terjadinya kanker antara lain perubahan
genetik, feedback deletion, teori multifaktor, teori stadium berganda (multistage
theory), dan multicellular origin of cancer-field theory. Berdasarkan teori di atas,
terjadinya proses pembentukan sel kanker ada hubungan dengan perubahan genetik
pada siklus sel.3
Pertumbuhan dan perkembangan sel di dalam siklus kehidupan yang dialami
sel untuk tetap bertahan hidup. Siklus ini mengatur pertumbuhan sel dengan
meregulasi waktu pembelahan dan mengatur perkembangan sel dengan mengatur
jumlah ekspresi atau translasi gen. Siklus sel terdiri dari empat fase yaitu fase G1
(presintetik), S (sintesis DNA), G2 (premitosis) dan M (mitosis) untuk proses divisi
sel dan transisi dari satu fase ke fase lainnya untuk tujuan pembelahan.3 Fase M
yang berlangsung selama satu jam terdiri dari dua proses besar yaitu pembelahan
nukleus atau mitosis yang terdiri dari tahap profase, metafase, anafase dan telofase di
mana kromosom dan DNA (deoxyribonucleic acid) yang ditranskrip didistribusikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
14
ke sepasang inti sel anak setelah inti sel membelah menjadi dua serta pembelahan
sitoplasma atau sitokinesis di mana sel itu sendiri membelah menjadi dua. Hal ini
yang disebut sebagai mitosis.7-9
Dalam proses siklus sel untuk sel membelah (bermitosis), dijumpai dua
checkpoints. Transisi dari satu fase ke fase berikutnya diperiksa pada checkpoints
sebelum progresi siklus sel. Checkpoints bukan hanya mengontrol transisi antara
fase siklus sel akan tetapi juga mengkordinasikan progresi siklus sel dengan
sinyal-sinyal sel. Pada kondisi dimana DNA inti sel rusak, terjadi penghentian
pada siklus sel untuk perbaikan kerusakan DNA. Checkpoints terletak pada fase
G1/S yang memeriksa kerusakan DNA sebelum sel replikasi dan pada fase G2/M
yang memeriksa kerusakan DNA setelah sel replikasi. Checkpoints dikontrol oleh
siklin, cyclin dependent kinases (CDKs) dan inhibitornya, gen retinoblastoma (RB),
gen p21 dan gen p53. Gen p53 normal (p53 wild-type) berperan untuk perbaikan
DNA yang rusak dan mencegah sel memasuki fase S dengan memicu gen p21 untuk
menghentikan proliferasi sel, atau sebaliknya, dalam membimbing sel yang rusak
menuju apoptosis apabila kerusakan DNA gagal diperbaiki. Proses diatas
menyebabkan proliferasi sel berjalan dengan baik.3,10,11
Proses terjadi kanker antara lain yaitu kehilangan fungsi p53 akibat terjadi
mutasi pada gen p53. Perubahan gen p53 menjadi p53 mutan terjadi apabila ada
kerusakan DNA disebabkan oleh faktor fisik dan faktor kimia sehingga terjadi
perubahan pada protein produknya menyebabkan hilangnya fungsi gen. Adanya gen
p53 mutan dalam sel mengakibatkan fungsi apoptosis sel berkurang atau hilang
seterusnya gen ini tidak mampu memicu gen p21 mengakibatkan terhambat ikatan
antara siklin dan CDK sehingga pembelahan sel berjalan terus. Proses ini memicu
transformasi sel normal menjadi sel ganas.3,12
Pewarnaan imunohistokimia p53 menampilkan warna coklat pada inti sel
tumor yang menunjukkan bahwa ada p53 mutan pada sel tumor. Tampilan warna
coklat ini dapat dilihat melalui pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan
antibodi monoklonal anti-p53 tikus yaitu suatu antibodi monoklonal yang secara
spesifik dapat mengenali p53 mutan dalam sel.13
Protein p53 berakumulasi baik pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
15
inti maupun sitoplasma menurut Jansson dkk. (2001).14
Tampilan p53 mutan
dikatakan positif apabila menampilkan warna coklat pada inti sel. Yadong Li (2015)
dan Jinsong Zhang (2015) membagi empat kategori berdasarkan jumlah sel positif
p53 mutan antaranya: negatif, tidak terlihat warna coklat; positif lemah (+), <30%
sel positif p53 mutan; positif sedang (++), 30-70% sel positif p53 mutan; dan positif
kuat (+++), >70% sel positif p53 mutan.12
Berdasarkan klasifikasi World Health Organization (WHO), KSS rongga
mulut dibagi atas sel yang berdiferensiasi baik, sedang dan buruk. Hal ini dapat
dilihat dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Menurut Ghanghoria dkk. (2015),
tampilan p53 mutan berhubungan dengan tingkat diferensiasi sel. Semakin buruk
diferensiasi sel, semakin tinggi tingkat skor tampilan p53 mutan. Ini menunjukkan
keterlibatan p53 mutan dalam transformasi neoplastik sehingga dapat digunakan
sebagai penanda awal untuk evaluasi klinis.14
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat hubungan antara tampilan
p53 mutan dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga mulut di Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah tingkat diferensiasi sel dari kasus KSS rongga mulut yang
diteliti?
2. Berapakah tingkat skor berdasarkan jumlah p53 mutan dari KSS rongga
mulut yang diteliti?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan
tingkat diferensiasi sel dari KSS rongga mulut yang diteliti?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
16
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melihat tampilan imunohistokimia p53 mutan dihubungkan dengan
tingkat diferensiasi sel, lokasi lesi, jenis kelamin dan umur pada KSS rongga mulut
di Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mendapatkan tingkat diferensiasi sel dari kasus KSS rongga mulut
yang diteliti (Hematoksilin Eosin).
2. Untuk mendapatkan tingkat skor berdasarkan jumlah p53 mutan dari KSS
rongga mulut yang diteliti (imunohistokimia p53).
3. Untuk melihat hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan
tingkat diferensiasi sel dari KSS rongga mulut yang diteliti.
1.4 Hipotesis Penelitian
Hα: Terdapat hubungan yang signifikan antara tampilan imunohistokimia
p53 mutan dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga mulut.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi lebih lanjut mengenai hubungan hasil pewarnaan imunohistokimia p53
mutan dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga mulut.
1.5.2 Manfaat Praktis
Pewarnaan imunohistokimia p53 dapat digunakan dalam penatalaksanaan
klinik pasien penderita kanker untuk menentukan tipe terapi dan prognosisnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sel adalah unit yang membentuk semua makhluk hidup. Setiap sel adalah
suatu sistem lengkap (self cointained) yang melaksanakan berbagai fungsi yaitu
membentuk dan menggunakan energi dengan melakukan respirasi, reproduksi, dan
eksresi. Sel-sel bergabung membentuk jaringan, organ dan sistem tubuh. Sel juga
merupakan unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh dan
sebagian besar reaksi kimia yang mempertahankan kehidupan berlangsung dalam
sel. Sel dan zat intraselular membentuk seluruh jaringan tubuh.3,7-9,11
2.1 Struktur Sel Normal
Sel terdiri atas struktur-struktur internal yang dipisahkan oleh membran
semipermeabel. Fungsi setiap sel berbeda-beda dalam tubuh namun semua sel
memiliki struktur internal yang sama. Setiap sel dapat dibagi menjadi dua bagian
utama, yaitu sitoplasma dan nukleus.3,7-9,11
Gambar 1. Sel dan organel-organelnya
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
18
2.1.1 Sitoplasma
Sitoplasma merupakan bagian semi cair (semi-fluid) pada sel yang
terbungkus oleh membran plasma. Komponen sitoplasma meliputi cairan seperti gel
yang disebut sitosol dan organel-organel sel. Sitoplasma berfungsi dalam penyerapan
dan duplikasi sel, di mana organel-organel melakukan tindakan spesifik. Organel
dalam sel adalah struktur spesifik yang aktif secara metabolik dan berfungsi
sesuai dengan kode genetik. Bermula dengan mitokondria yang merupakan
sumber energi sel, sedangkan retikulum endoplasma dan ribosom adalah struktur
sitoplasmik yang paling penting untuk mensintesis protein. Aparatus Golgi
adalah suatu kompleks membran dan vesikel yang berperan dalam sekresi
berbagai mikrotubulus dan mikrofilamen. Sitoskeleton menyokong sel dari
bagian dalam dan memungkinkan terjadinya gerakan tonjolan-tonjolan ke bagian
luar sel, misalnya tonjolan mirip rambut yang disebut silia. Mikrotubulus
berperan penting dalam pemisahan kromosom selama pembelahan sel dan
membantu mempertahankan integrasi struktural.3,7-9,11
2.1.2 Nukleus
Nukleus atau nuklei adalah organel yang paling besar, terpadat dan dapat
terlihat secara mikroskopik. Nukleus ditemukan pada semua sel pada tubuh kecuali
sel darah merah yang sudah matang dan sebagian besar sel hanya memiliki satu
nukleus. Komponen nukleus terdiri atas nukleolus, RNA (ribonucleic acid), DNA
(deoxyribonucleic acid), dan kromosom.3,7-9,11,15
Kromosom muncul pada saat pembelahan sel dan adanya kromatin pada saat
pembelahan sel. Benang kromatin tersusun atas protein dan DNA dimana terdapat
gen. DNA merupakan tempat penyimpanan informasi genetik yang terdiri dari
molekul polinukleotida yang berulang-ulang, tersusun rangkap, membentuk DNA
heliks ganda dan berpilin ke kanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus
molekul, di antaranya gula 5 karbon (2-deoksiribosa), basa nitrogen yang terdiri
golongan purin yaitu adenine (A) dan guanine (G), serta golongan pirimidin yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
19
cytosine (C) dan thymine (T) dan gugus fosfat. DNA akan mentranskripsi diri
menjadi RNA yang selanjutnya akan dikeluarkan ke sitoplasma.3,11
Gambar 2. DNA heliks ganda
11
RNA merupakan molekul yang berfungsi sebagai penyimpan dan penyalur
informasi genetik. RNA sebagai penyalur informasi genetik misalnya pada proses
translasi untuk sintesis protein. RNA merupakan rantai tunggal polinukleotida yang
terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu 5 karbon, basa nitrogen yang terdiri dari
golongan purin (yang sama dengan DNA) serta golongan pirimidin yang berbeda
yaitu cytosine (C) dan urasil (U), dan gugus fosfat. Nukleolus terlihat pada
pertumbuhan sel, yaitu saat terjadi proses transkripsi (sintesis RNA) untuk ribosom.
Nukleolus merupakan bagian tengah dari nukleus yang berbentuk bulat dan padat
yang bersifat asam.3,11,15
Komponen-komponen sel di atas sangat penting untuk pertumbuhan sel.
Pada sel yang sedang tumbuh selalu mengalami siklus sel, yang merupakan
serangkaian proses yang berlangsung sejak sel itu terbentuk hingga siap mulai
membelah.3,11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
20
2.2 Siklus Sel
Serangkaian langkah yang menyebabkan pembelahan sel disebut siklus sel.
Siklus sel adalah fungsi sel yang paling utama berupa duplikasi akurat sejumlah
besar DNA di dalam kromosom, dan kemudian memisahkan hasil duplikasi tersebut
hingga terjadi dua sel baru yang identik.3,11
Gambar 3. Siklus sel dan replikasi sel
3
Siklus sel terdiri dari fase G1 (Gap 1/presintesis), S (sintesis DNA), G2 (Gap
2/premitosis) dan M (mitosis). Ketiga fase G1, S dan G2 merupakan fase interfase
yang berlangsung selama 23 jam dari 24 jam siklus sel. Sel istirahat (sel yang tidak
membelah) ada dalam fase G0 pada siklus sel dan harus memasuki ke fase G1 untuk
menjalani replikasi. Sel memasuki fase G1 sama ada dari fase G0 atau setelah
melewati fase mitosis. Terdapat dua checkpoints yang utama dalam siklus sel yang
pertama ada di antara G1/S dan yang kedua ada di antara G2/M. Siklus sel
diregulasi oleh aktivator dan inhibitor. Progresi siklus sel dikontrol oleh protein yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
21
disebut siklin (sifat sikliknya dari produksi dan degradasi) dan enzim siklin yang
disebut cyclin-dependent kinase (CDK). CDK memandu siklus sel dengan
memfosforilitas (phosphorlating) protein target yang diperlukan untuk progresi
sel untuk tahapan seterusnya pada siklus sel.3,10,11,16
Gambar 4. Peran siklin, cyclin dependent kinase dan inhibitornya
3
Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 (quiescent) ke fase G1
karena adanya stimulus oleh faktor pertumbuhan (growth factor). Pada fase G1
terjadi duplikasi sentrosom dan pertumbuhan sel yang banyak. Pada awal fase G1,
CDK4 dan CDK6 diaktifkan oleh siklin D. Kompleks siklin D-CDK4/6 akan
menginisiasi fosforilasi dari keluarga protein retinoblastoma (pRb) selama awal G1.
Efek dari fosforilasi ini, fungsi histon deasetilasi (HDAC) yang seharusnya menjaga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
22
kekompakan struktur kromatin menjadi terganggu, akibatnya struktur DNA menjadi
longgar dan faktor transkripsi yang semula diikat pRb menjadi lepas dan transkripsi
dari gen responsif dengan E2F yang dibutuhkan dalam progresi siklus sel ke fase S
menjadi aktif. Gen tersebut antara lain siklin E, siklin A, dan lain-lain.3,10,11,16
Pada transisi fase G1 ke fase S, terdapat checkpoint G1/S yang akan
memeriksa kerusakan DNA inti sel sebelum sel mereplikasi. CDK2 aktif dengan
mengikat siklin E. Kompleks tersebut melanjutkan proses fosforilasi pRb (status
hiperfosforilasi) supaya proses transkripsi yang dipacu E2F tetap aktif dan progresi
siklus sel dapat melewati titik restriksi (restriction point) yang ada di batas fase
G1/S. Pada saat inilah siklin A ditranskripsi. Selama fase G1/S, kompleks siklin E-
CDK2 juga memfosforilasi inhibitor p27 sehingga p27 terdegradasi. Ketika siklus sel
memasuki fase S, siklin E akan didegradasi dan CDK2 yang dibebaskan akan
mengikat siklin A.3,10,11,16
Gambar 5. Peran gen RB (Retinoblastoma) dalam regulasi siklus sel
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
23
Pada fase S di mana berlangsung sekitar 10 sampai 12 jam, terjadi sintesis
DNA, duplikasi kromosom dan replikasi DNA. Selama fase S, sel memerlukan
kompleks siklin A-CDK2 untuk mereplikasi DNA. Kompleks siklin A-CDK2 akan
memfosforilasi protein yang diperlukan dalam replikasi DNA supaya aktif, misalnya
protein CDC6 (Cell Division Cycle 6). Kompleks tersebut juga menjaga supaya tidak
terjadi keserbaragaman replikasi DNA. Pada akhir fase S, siklin A akan melepas
CDK2 dan mengikat CDK1 yang meregulasi transisi sel dari S ke G2. Kompleks
siklin A-CDK1 akan memfasilitasi kondensasi kromatin yang dibutuhkan untuk
penggandaan sel.3,10,11,16
Pada fase G2, perkembangan dan diferensiasi sel terjadi. Sel berkembang
dengan memproduksi protein dan organel sitoplasmik. Pada fase G2, sel juga
memiliki kesempatan melakukan mekanisme perbaikan apabila terjadi kesalahan
sintesis DNA oleh karena adanya checkpoint G2/M yang akan memonitor
penyelesaian replikasi DNA dan memeriksa jika sel dapat memulai mitosis dengan
selamat dan memisahkan kromatin. Siklin B mengaktifkan CDK1 yang
menstimulasi sel masuk ke mitosis pada checkpoint G2/M. Aktivasi kompleks siklin
B-CDK1 memicu progresi siklus sel melewati checkpoint G2/M dan memicu
kejadian awal mitosis yang mengarah ke penyusunan kromatid di bidang ekuator
(equatorial plate).3,10,11,16
Memasuki fase mitosis yang akan berlangsung selama satu jam, siklin A akan
didegradasi dan terjadi peningkatan ekspresi siklin B yang mengikat CDK1.
Kompleks siklin B-CDK1 secara aktif memacu mitosis. Kompleks siklin B-CDK1
berperan penting dalam mengontrol penyusunan kembali mikrotubul (microtubule
rearrangement) selama mitosis. CDK1 dapat dinonaktifkan oleh Wee1 dengan cara
Wee1 memfosforilasi CDK1. Defosforilasi CDK1 dapat dilakukan oleh Cdc25
sehingga CDK1 menjadi aktif kembali dan siklus sel tetap berlangsung. Pada akhir
fase mitosis, siklin B akan didegradasi oleh anaphase promoting complex (APC)
melalui proses proteolitik. APC juga berfungsi untuk memacu kromatid untuk
berpisah bergerak ke masing-masing kutub untuk menyelesaikan mitosis
(anafase).3,10,11,16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
24
2.2.1 Mitosis
Fase M yaitu fase mitosis yang berlangsung selama satu jam terdiri dari dua
proses besar yaitu pembelahan nukleus atau mitosis yang terdiri dari fase profase,
metafase, anafase dan telofase, di mana kromosom yang ditranskrip didistribusikan
ke sepasang nuklei anak dan pembagian sitoplasma atau sitokinesis, di mana sel itu
sendiri membelah menjadi dua.7,8,11
Gambar 6. Fase M (mitosis) pada siklus sel
8
Fase pertama mitosis adalah fase profase. Benang kromatin dari nukleus
mengental menjadi struktur seperti batang yang disebut kromosom. Setiap kromosom
kemudian dipisah membentuk dua kromatid. Setiap pasangan kromatid melekat pada
badan yang berbentuk bulat yang disebut sentromer. Pasangan sentriol duplikat, dan
kromatid mengikut sentriol bermigrasi ke ujung sel yang berlawanan. Pada saat yang
sama, mikrotubul muncul diantara dua sentriol dan membentuk benang-benang
spindle dan aster. Pada saat ini nukleolus menghilang dan komponen-komponennya
melekat pada kromatid. Akhirnya, pembungkus nukleus terganggu dan berubah
menjadi elemen granular, seperti retikulum endoplasma.7,8,11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
25
Fase metaphase, masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan
masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentriol oleh serabut kinetokor.
Kromatid pindah ke tengah sel dan disusun di sepanjang bidang ekuator (equatorial
plate). Dua kromatid dari masing-masing kromosom melekat di tengah-tengah bidang
ekuator ke sentromer. Kromatid ini kemudian membelah di sentromer menjadi dua
set kromosom.7,8,11
Seterusnya fase anafase, kromosom anak bergerak ke kutub yang berlawanan
dari sel. Hal ini diduga terjadi oleh karena mikrotubulus kinetokor memendek
menyebabkan penarikan kromatid menuju ke kutub masing-masing. Suatu lekukan
mulai muncul di sekitar bagian tengah sel.7,8,11
Fase telofase, kromosom dilepaskan dari mikrotubulus dan benang-benang
spindle hilang. Selanjutnya, kromosom memanjang dan menyebar menyebabkan
kehilangan identitasnya (tidak terlihat) dan memperoleh kembali penampilan benang
kromatin. Kedua nukleolus di dalam nukleus dan pembungkus nukleus kemudian
muncul kembali. Selama fase akhir pembelahan mitosis (sitokinesis), muncul lekukan
membran sel di tengah sel dan lekukan makin dalam sehingga terbelah menjadi dua
sel anak. Sitokinesis terjadi karena dibantu oleh protein aktin dan myosin.7,8,11
2.2.2 Peran p53 Sebagai Checkpoint Siklus Sel
Gen p53 merupakan gen supresor tumor, yaitu suatu gen yang menyandi 53-
kDa fosfoprotein nukleus yang terdiri atas 393 asam amino, terletak pada lengan
pendek kromosom 17 manusia di posisi 17p13.1 (lokasi band dari gen). Nama p53
diberikan pada tahun 1979 menggambarkan massa molekulnya yang menunjukkan
bahwa itu adalah protein 53-kilodalton (kDa). Gen p53 disebut sebagai penjaga
genom (informasi genetik: DNA) dan berperan sebagai faktor transkripsi dengan
mentranskripsi gen targetnya untuk mengatur berbagai proses biologis seluler yaitu
penghentian siklus sel, apoptosis, dan penuaan (senescence) untuk mencegah
tumorigenesis (proses pembentukan tumor). Berbagai tekanan dapat memicu jalur
respon p53, termasuk hipoksia (tidak adanya oksigen), ekspresi onkogen yang tidak
tepat (misalnya, MYC atau RAS), kerusakan integritas DNA dan deplesi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
26
ribonukleotida. Dengan mengelola respon kerusakan DNA, p53 memainkan peran
utama dalam menjaga integritas genom.3,11,17-19
Gambar 7. Jalur degradasi proteasome p5319
Dalam kondisi normal (sel sehat), protein p53 dipertahankan pada tingkat
rendah dalam sel melalui jalur degradasi proteasome (Gambar 7). MDM2 (Mouse
Double Minute 2 homolog) merupakan pengatur negatif paling kritis untuk p53. Gen
p53 memiliki waktu paruh pendek (20 menit) karena berhubungan dengan MDM2,
protein yang menargetkannya untuk degradasi. Saat sel ditekan, misalnya dengan
serangan pada DNA, p53 distabilkan melalui modifikasi pasca-transkripsi oleh
berbagai macam enzim termasuk kinase, fosfatase, acetyltransferases, deacetylases,
ubiquitin ligases, deubiquitinases, methylases, dan sumoylases yang melepaskannya
dari MDM2 dan meningkatkan waktu paruhnya. Selanjutnya, p53 menjadi aktif
sebagai faktor transkripsi dengan mengikat ke urutan DNA tertentu, yaitu elemen
responsif p53 (p53-resposive element) pada gen targetnya untuk mengatur ekspresi
gen tersebut. Elemen tersebut terdiri dari RRRCWWGYYY (spacer dari nukleotida 0-
21) RRRCWWGYYY, di mana R adalah purin, W adalah A (adenine) atau T (thymine),
dan Y adalah pirimidin. Melalui regulasi transkripsi gen targetnya, p53 mengatur
berbagai proses biologis seluler untuk mempertahankan integritas genom dan
mencegah pembentukan tumor, termasuk apoptosis, penghentian siklus sel, dan
penuaan (senescence).17-21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
27
Gen p53 menginduksi penghentian siklus sel (Gambar 8). Dalam respon
terhadap sinyal stres, p53 mengaktifkan beberapa gen target mengakibatkan cellular
growth arrest (penghambatan pertumbuhan sel) pada checkpoint siklus sel untuk
mencegah akumulasi kerusakan DNA dan mutasi DNA. Gen p53 dapat menginduksi
penghentian G1 (G1 arrest) dengan menginduksi transkripsi p21 (cyclin-dependent
kinase inhibitor). Dalam siklus sel, p21 berikatan dengan siklin D dan merupakan
komponen penting dari kompleks aktif siklin D-CDK4/6. Saat kerusakan DNA, siklin
D yang ada didegradasi dan aktivasi transkripsional oleh p53 menyebabkan p21
meningkat. Produksi protein p21 dapat mengikat dan menghambat aktivitas siklin
E/CDK2 sehingga mencegah fosforilasi pRB dan dengan demikian, progresi siklus sel
berhenti untuk perbaikan DNA. Selain itu, p53 juga secara transkripsi mengaktifkan
GADD45 (Growth Arrest and DNA-Damage-inducible 45) dan 14-3-3σ (tyrosine 3-
monooxygenase/tryptophan 5-monooxygenase activation protein, sigma polypeptide)
untuk menghentikan G2 (G2 arrest) dengan menghambat kompleks siklin B-CDC2.
Penghentian sementara G1 atau G2 yang disebabkan oleh stres, terutama sinyal stres
ringan memungkinkan sel untuk bertahan hidup sampai kerusakan diperbaiki atau
sampai sinyal stres dihilangkan. Gen p53 juga dapat menstimulasi jalur perbaikan
DNA dengan mekanisme transkripsi independen. Jika kerusakan DNA berhasil
diperbaiki, p53 mengatur ulang transkripsi MDM2, yang mengarah ke degradasi p53
dan pelepasan blok siklus sel. Jika kerusakan tidak dapat diperbaiki, sel dapat
menginduksi penuaan atau menjalani apoptosis.17-21
Gen p53 menginduksi apoptosis sel apabila terjadi kerusakan DNA ireversibel.
Hal ini merupakan mekanisme perlindungan utama terhadap transformasi neoplastik.
Gen p53 secara transkripsi menginduksi sekelompok gen target yang terlibat dalam
apoptosis, termasuk PUMA (p53 up-regulated modulator of apoptosis), Bax (BCL2-
associated X protein), Noxa (PMAIP1), PIG3 (tumor protein p53 inducible protein
3), Killer/DR5 (tumor necrosis factor receptor superfamily, member 10b), Fas
(reseptor kematian permukaan sel Fas), Perp (p53 apoptosis effector related to PMP-
22), dan p53AIP1 (tumor protein p53 regulated apoptosis inducing protein 1).
Apoptosis secara efektif diaktifkan sebagai respons kegagalan terhadap stres
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
28
genotoksik atau onkogenik. Selain bertindak sebagai pengatur transkripsi gen
proapoptotik (Bax, Bak), p53 juga bertindak sebagai represor transkripsi gen
antiapoptotik (Bcl-2, Bcl-xL). Jika sel normal (terpapar oleh faktor pertumbuhan dan
sinyal survival lainnya), Bcl-2 dan Bcl-xL akan menghambat apoptosis. Sementara
sel yang kekurangan faktor pertumbuhan, terpapar dengan agen yang menyebabkan
kerusakan DNA, atau mengakumulasi banyak protein yang salah terbentuk (stres
retikulum endoplasma) akan mengaktifkan Bax dan Bak serta mengurangi Bcl-2 dan
Bcl-xL. Peningkatan konsentrasi sitosolik dari kalsium menyebabkan kerusakan
atau hilangnya fungsi mitokondria. Jika konsentrasi sitosolik dari kalsium
meningkat, maka laju influks Ca2+
mitokondria meningkat. Permeabilitas
mitokondria akan meningkat menyebabkan terjadi kebocoran protein mitokondria
dan sitokrom c keluar ke sitoplasma sel. Sitokrom c bersama dengan beberapa
kofaktor mengaktivasi kaspase-9 sementara protein lainnya akan menghambat
aktivitas antagonis kaspase. Kaskade kaspase ini akan memberi sinyal ke nukleus
menyebabkan fragmentasi DNA seterusnya terjadi apoptosis (Gambar 9).17-21
Gambar 8. Aktivasi p53 menyebabkan penghentian siklus sel
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
29
Gambar 9. Jalur apoptosis p53
19
Gen p53 menginduksi penuaan (senescence). Banyak agen perusak DNA yang
digunakan dalam kemoterapi dapat mengaktifkan p53 dan memicu penuaan. Namun,
mekanisme p53 dalam menginduksi penuaan tidak sejelas mekanisme p53 dalam
apoptosis dan penghentian siklus sel tetapi tampaknya melibatkan perubahan
kromatin global yang secara drastis dan permanen mengubah ekspresi gen. Banyak
sinyal penuaan mengaktifkan p53 sehingga mengaktifkan p21 dan PAI-1
(plasminogen activator inhibitor-1) selanjutnya menginduksi penuaan.17-21
2.3 Gen p53 Mutan
Gen p53 mutan merupakan gen p53 yang telah berubah akibat terjadinya
mutasi sehingga menyebabkan fungsinya sebagai penekan tumor berkurang atau
hilang. Mutasi gen p53 merupakan perubahan yang paling sering ditemukan
dalam jumlah yang besar, yaitu sebanyak 50% dari seluruh insidensi kanker
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
30
yang terjadi pada manusia mempunyai abnormalitas p53.22
Mutasi germline pada
p53 merupakan penyebab sindrom Li-Fraumeni yang memungkinkan terjadinya
serangan awal tumor.23-25
Gen p53 mempunyai urutan spesifik atom yang terdiri dari domain
transaktivasi terminal NH2- (residu asam amino 1–45), domain pengikatan DNA
(residu asam amino 102-292), dan domain oligomerisasi terminal COOH- (residu
asam amino 319-359) seperti yang terlihat pada Gambar 10. Mutasi missense (kodon
untuk satu asam amino diganti dengan kodon untuk asam amino lain) sering terjadi
pada domain pengikatan DNA (DNA-binding domain) dan menyebabkan protein tidak
berfungsi. Protein ini mengandung 393 asam amino dan satu substitusi asam amino
menyebabkan hilangnya fungsi gen.22-24
Gambar 10. Rincian gen p53
22
Gen p53 mutan menunjukkan perilaku negatif dominan terhadap p53 wild-
type dengan menekan ekspresi dan fungsi p53 wild-type melalui efek negatif dominan
p53 mutan. Protein p53 mutan dapat heterodimerisasi (membentuk dimer dari dua
monomer yang berbeda) dengan protein p53 wild-type membentuk kompleks yang
dapat mengurangkan fungsi p53 wild-type melalui perubahan bentuk atau
menghambat aktivitas pengikatan DNA p53 wild-type pada gen target. Alel p53
mutan ini dapat menekan kontrol siklus sel dan fungsi apoptosis yang dimediasi oleh
alel p53 wild type.22,24,25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
31
2.3.1 Peran p53 Mutan Terjadinya Kanker
Gen p53 mutan mendapatkan fungsi onkogenik baru yang disebut p53 mutan
gain-of-function (mutasi peningkat fungsi). Banyak penelitian telah menunjukkan
aktivitas gain-of-function yang berbeda dari p53 mutan, termasuk mempromosikan
proliferasi sel, anti-apoptosis, perubahan metabolik, migrasi, invasi, angiogenesis,
dan metastasis.23-25
Penelitian terbaru melaporkan p53 mutan mendapatkan aktivitas onkogenik
baru dalam sel tumor melalui beberapa mekanisme, yaitu interaksi dengan protein
dan faktor transkripsi sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen. Gen p53 mutan
dapat mengubah atau melemahkan ekspresi gen target serta menginduksi ekspresi gen
yang terkandung dalam tempat (site) yang berbeda dari genom.23,24
Protein p53 mutan berperan melalui interaksi protein-protein dengan faktor
transkripsi yang meningkatkan atau mengurangi transaktivasi gen target. Protein p53
mutan meningkatkan ekspresi proliferasi faktor transkripsi seperti c-Myc, Bcl-XL, dan
lain-lain yang mendorong pertumbuhan tumor. Gen p53 mutan mempromosikan
proliferasi sel, anti-apopotosis, peradangan, dan angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah baru) melalui regulasi transkripsi gen-gen ini. 18,22-24
Selain itu, protein p53 mutan berinteraksi dengan p63 dan p73, yaitu dua
homolog struktural dan fungsional p53. p63 dan p73 mengikat dan mengaktifkan gen
target p53 dan bertindak sebagai perantara untuk penghentian siklus sel, apoptosis,
dan penuaan dalam respon terhadap stres. Interaksi p53 mutan dengan p63 dan p73
mengurangi aktivasi gen target menyebabkan chemoresistance (resistensi kemo),
peningkatan motilitas sel, migrasi, invasi, dan metastasis.18,22-24
Berdasarkan mekanisme gain-of-function p53 mutan diatas, p53 mutan ini
dapat mempromosikan proliferasi sel yang tidak terkontrol dan fungsi menginhibisi
kanker hilang. Seterusnya, terjadi ekspansi klonal dan mutasi tambahan sehingga
memicu transformasi sel normal menjadi sel kanker.3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
32
Gambar 11. Peran p53 pada sel normal dan sel yang mengalami mutasi
3
2.4 Pewarnaan Imunohistokimia p53
Gen p53 diidentifikasi pada tahun 1979 oleh Arnold Levine, David Lane dan
William Old, masing-masing bekerja di Universitas Princeton, Universitas Dundee
(Inggris) dan Rumah Sakit Sloan-Kettering Memorial. Gen p53 telah dihipotesiskan
sebelumnya sebagai target virus SV40 yang menginduksi perkembangan tumor.
Meskipun pada awalnya dianggap sebagai onkogen, karakternya sebagai gen supresor
tumor terungkap pada tahun 1989. Perubahan produk gen ini berperan penting dalam
karsinogenesis multi-tahap.17,19,21,22
Tumor ganas Sel normal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
33
Imunohistokimia merupakan metode yang biasa digunakan untuk menentukan
adanya antigen dalam suatu jaringan yang telah dilabel dengan antibodi. Dalam
identifikasi ekspresi protein p53 mutan, digunakan antibodi monoklonal yang secara
spesifik dapat mengenali p53 mutan yaitu antibodi monoklonal anti-p53 tikus.26,27
Sel yang mengekspresikan p53 mutan terlihat berwarna coklat pada inti sel
seperti yang terlihat pada Gambar 12, 13 dan 14.28
Evaluasi pewarnaan p53 berdasarkan skor imunoreaktif yang merupakan
metode semi-kuantitatif. Pewarnaan p53 mutan dilihat dari proporsi kelompok sel
yang terwarna (luas tampilan). Persentase didapatkan dari hasil penjumlahan sel
yang positif (menunjukkan warna coklat) pada seluruh lapangan pandang
sediaan tumor yang diperiksa dengan memakai mikroskop cahaya. Saat ini tidak
terdapat sistem scoring yang baku, namun berdasarkan referensi penelitian
Yadong Li (2018), sistem scoring yang digunakan adalah: Skor 0 bila tidak ada
sel yang terwarnai; Skor 1 bila sel positif berjumlah <30%; Skor 2 bila sel
positif antara 30-70%; dan skor 3 bila sel positif >70%.12
Beberapa referensi
mengamati intensitas pewarnaan: Skor 0 untuk negatif; Skor 1 untuk pewarnaan
lemah; Skor 2 untuk pewarnaan sedang; dan skor 3 untuk pewarnaan kuat.29-31
Hasil
pewarnaan imunohistokimia (perkalian luas tampilan dengan intensitas pewarnaan)
selanjutnya diinterpretasi sebagai berikut: Skor 0 menunjukkan tampilan negatif;
Skor 1 menunjukkan hasil kali 1-3 (tampilan lemah); Skor 2 menunjukkan hasil kali
4-6 (tampilan sedang); dan skor 3 menunjukkan hasil kali >7 (tampilan kuat).28
Pada
penelitian ini, peneliti hanya mengamati luas tampilan imunohistokimia p53.
Protein p53 normal memiliki waktu paruh yang sangat pendek selama 6-20
menit sehingga sulit untuk dideteksi pada jaringan normal, namun protein p53 yang
telah berubah (mutasi), yaitu p53 mutan memiliki waktu paruh yang lebih panjang
sekitar 6 jam karena peningkatan stabilitas seluler sehingga dapat dideteksi pada
jaringan premalignan dan malignan melalui imunohistokimia. Oleh karena itu,
protein p53 mutan diekspresikan dalam sel yang aktif berproliferasi (sel ganas).27,29,32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
34
Gambar 12. Tampilan p53 dengan skor 1 (lemah) pada KSS
rongga mulut33
Gambar 13. Tampilan p53 dengan skor 2 (sedang) pada KSS
rongga mulut33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
35
Gambar 14. Tampilan p53 dengan skor 3 (kuat) pada KSS
rongga mulut33
Laporan yang dilakukan oleh Abrahao dkk. (2011) menemui bahwa lebih dari
50% sampel KSS rongga mulut menunjukkan p53 positif sesuai dengan hasil peneliti-
peneliti sebelumnya. Pendeteksian ekspresi p53 dalam persentase besar pada kasus
KSS rongga mulut menunjukkan perubahan status protein ini.30,33
Martinez dkk.
(2013) melaporkan bahwa ekspresi p53 terbatas hanya pada lapisan sel basal mukosa
mulut normal. Mukosa mulut tanpa potensi ganas yang mengekspresikan p53
ditafsirkan sebagai respon fisiologis sel terhadap stres genotoksik. Pada kasus
displastik, p53 diekspresikan pada lapisan basal dan suprabasal. Ekspresi p53 dalam
sel suprabasal hanya terdeteksi pada lesi premalignan yang menunjukkan adanya sel
yang berproliferasi dengan kerusakan DNA pada lapisan superfisial epitel. Ekspresi
p53 pada lesi oral premalignan mungkin merupakan episode awal dalam
karsinogenesis oral.34
Warnakulasuriya dan Johnson (1992) melaporkan bahwa p53
positif pada karsinoma tanpa invasi yang mendalam menunjukkan p53 mutan dapat
terjadi pada tahap awal perkembangan keganasan.27
Dengan demikian, ekspresi p53 diamati berhubungan dengan transformasi
mukosa mulut yang ganas. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa protein p53
terlibat dalam karsinogenesis oral dan perubahannya terjadi pada awal perkembangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
36
transformasi neoplastik mendahului perubahan histologis.
Semua kasus yang
menunjukkan ekspresi p53 yang lebih tinggi harus dikelola secara agresif dengan
sarana terapeutik tambahan baik bedah maupun non-bedah. Hal ini sangat bermanfaat
saat menggunakan p53 untuk biopsi dan operasi radikal dapat direncanakan dengan
lebih baik. Operasi radikal dapat dihindari pada kasus ekspresi p53 negatif atau kasus
p53 dengan ekspresi rendah dimana eksisi dan wait and watch (tunggu dan observasi)
dapat diterapkan. Korelasi yang signifikan antara perkembangan epitelium oral dari
normal ke neoplasia dan peningkatan ekspresi p53 dilaporkan pada semua tumor yang
diteliti sampai hari ini menunjukkan bahwa p53 dapat menjadi biomarker yang
berguna dalam transformasi maligna.27,33,34
2.5 Landasan Teori
Setiap sel di dalam proses pembentukan sel baru terdiri dari komponen
sitoplasma meliputi cairan seperti gel yang disebut sitosol dan organel-organel sel
serta komponen nukleus yang menyebabkan pembelahan sel meliputi nukleolus,
RNA (ribonucleic acid), DNA (deoxyribonucleic acid), dan kromosom. Pembelahan
sel ini mengikuti aturan daripada siklus sel.3,7-9,11,15
Siklus kehidupan sel terdiri atas fase G0 (sel istirahat), G1, S, G2 dan
Mitosis. Fase M yaitu fase mitosis yang berlangsung selama satu jam terdiri dari dua
proses besar yaitu pembelahan nukleus atau mitosis yang terdiri dari tahap profase,
metafase, anafase dan telofase serta pembelahan sitoplasma atau sitokenesis. Dalam
proses siklus sel, dijumpai dua checkpoints. Checkpoints dikontrol oleh siklin, cyclin
dependent kinases (CDKs) dan inhibitornya, retinoblastoma (RB), dan p53. Transisi
dari satu fase ke fase berikutnya diperiksa pada checkpoints sebelum progresi
siklus sel. Pada kondisi dimana DNA inti sel rusak, terjadi penghentian pada
siklus sel untuk perbaikan kerusakan DNA. Penghentian fase G1/S untuk
mencegah replikasi DNA sel yang rusak dan penghentian pada fase G2/M untuk
menghambat segregasi kromosom-kromosom yang rusak. Peran p53 dalam
penghentian siklus sel, di mana p53 akan memicu proses transkripsi dari p21,
GADD45 (Growth Arrest and DNA-Damage-inducible 45) dan 14-3-3σ (tyrosine 3-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
37
monooxygenase/tryptophan 5-monooxygenase activation protein, sigma polypeptide).
Sel mengalami apoptosis (kematian) apabila kerusakan DNA tersebut gagal
diperbaiki. Gen p53 menginduksi apoptosis sel dengan bertindak sebagai pengatur
transkripsi gen proapoptotik (Bax, Bak) dan transkripsi gen antiapoptotik (Bcl-2, Bcl-
xL). Proses di atas menyebabkan proliferasi sel berjalan dengan baik.3,10,17-20
Apoptosis tidak terjadi disebabkan gangguan p53 dimana p53 sudah
menjadi p53 mutan. Perubahan p53 menjadi p53 mutan terjadi apabila ada
kerusakan DNA disebabkan oleh faktor fisik dan faktor kimia. Banyak protein p53
mutan yang berhubungan dengan tumor tidak hanya kehilangan fungsi penekanan
tumornya, tetapi juga mendapatkan fungsi onkogenik baru yang disebut p53 mutan
gain-of-function (mutasi peningkat fungsi). Bila terjadi mutasi dari gen p53, maka
p53 mutan yang dihasilkan inaktif, sehingga protein ini tidak mampu memicu
pembentukan p21. Rendahnya kadar p21 mengakibatkan CDK tidak terhambat
dan akhirnya siklus pembelahan sel berjalan terus. Pada kondisi kerusakan p53,
gen ini tidak mampu memicu aktivitas BAX dan sel tidak dapat mengalami
apoptosis sehingga mengalami mutasi DNA dan terus berproliferasi
menyebabkan terjadinya sel kanker.20-25
Tampilan p53 mutan dapat dilihat melalui pemeriksaan imunohistokimia sel
dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-p53 tikus yaitu suatu antibodi
monoklonal yang secara spesifik dapat mengenali p53 mutan dalam sel. Tampilan
p53 mutan dikatakan positif apabila menampilkan warna coklat pada inti sel.
Akumulasi p53 mutan menunjukkan kejadian awal karsinogenesis rongga mulut dan
dapat dijadikan sebagai penanda dalam bidang kanker.27,33,34
Hasil dari penelitian
tingkat diferensiasi sel KSS rongga mulut dihubungkan dengan tampilan
imunohistokimia p53 (sel-sel positif yang menandakan p53 mutan) berdasarkan
lokasi lesi, jenis kelamin dan umur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
38
2.6 Kerangka Teori
Mutasi gen
DNA gagal
G1
terhenti G2
terhenti
aktif
Kerusakan DNA
Sel normal
Siklus sel
Biopsi
Pewarnaan Imunohistokimia p53 Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Diagnosa histopatologi KSS:
Berdiferensiasi baik
Berdiferensiasi sedang
Berdiferensiasi buruk
Hasil pewarnaan p53 mutan yang
berwarna coklat pada inti sel
tumor dengan menggunakan
antibodi monoklonal anti-p53
tikus.
Checkpoint G1/S
dan G2/M
Fase G1, S,
G2, Mitosis
p53
p21 GADD45
14-3-3σ
BAX
Apoptosis
Perbaikan
DNA berhasil
p53 mutan
Kehilangan
kontrol
siklus sel
Penonaktifan
gen supresor
tumor
Perubahan gen
pengendali
regulasi
apoptosis
Disregulasi
proliferasi sel
Apoptosis ( ) / (-)
Ekspansi klonal dan mutasi
tambahan (progresi)
Karsinoma sel skuamosa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
39
2.7 Kerangka Konsep
Blok Parafin KSS
Processing Laboratorium
Slide 2 Slide 1
Pewarnaan Imunohistokimia p53 Pewarnaan Hematoksilan
Eosin
Diagnosa histopatologi:
Berdiferensiasi baik
Berdiferensiasi sedang
Berdiferensiasi buruk
Data Klinis:
Lokasi lesi
Jenis kelamin
Umur
Jumlah sel positif p53 mutan:
Negatif (-) = tidak terlihat warna coklat
Positif lemah (+) = <30% sel positif
Positif sedang (++) = 30-70% sel positif
Positif kuat (+++) = >70% sel positif
p53 (-) p53 (+)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik yang
bertujuan untuk melihat tampilan imunohistokimia p53 dengan pendekatan cross-
sectional, dimana setiap sampel hanya diperiksa satu kali dan pada satu saat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Februari 2018 sampai Desember 2018
yang mencakup penelusuran kepustakaan, pembacaan proposal, pengumpulan data
serta penulisan dan pembacaan hasil.
3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian mencakup sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan biopsi rongga mulut yang didiagnosa sebagai KSS rongga mulut secara
histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratarium Patologi
Anatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sedian blok parafin yang berasal dari
biopsi jaringan rongga mulut yang didiagnosa sebagai KSS rongga mulut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
41
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang sesuai dengan hitungan besar sampel
penelitian.
3.3.3 Besar sampel
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Penaksiran Proporsi
Populasi dengan ketelitian absolut (Absolute Precision) dengan teknik sampling.
Purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menentukan pengambilan
sampel dengan memenuhi kriteria khusus penelitian dimasukkan dalam penelitian
dalam kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel minimum yang diinginkan
dapat terpenuhi.
n = Zα2.P.Q
d2
Keterangan :
n : Jumlah sampel
Zα : tingkat kepercayaan (5% Z score = 1.96)
P : proporsi (seluruh lesi), bila tidak dianggap 50% atau 0,5
d : selisih proporsi (ketepatan) = 30%
Hasil perhitungan
n = (1.96)2. 0,5 0,5
(0,3)2
n = 10,67
Jadi jumlah sampel minimal adalah 11 sampel KSS rongga mulut. Jumlah
sampel pada penelitian ini adalah sebesar 12 sampel.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
42
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Blok parafin yang didiagnosa sebagai KSS rongga mulut dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin dari tahun 2014-2018.
2. Informasi data klinis yang mencakup diagnosa histopatologi, umur
pasien, jenis kelamin dan lokasi lesi.
3. Sediaan merupakan tumor primer.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Kasus dengan diagnosa histopatologi KSS rongga mulut yang tidak
terdapat jaringan sel tumor apabila dipotong kembali.
2. Blok parafin KSS rongga mulut yang telah rusak (terdapat jamuran,
pecah, tidak utuh).
3.5 Kerangka Operasional
Blok parafin (2014-2018) dari biopsi lesi di rongga mulut di Lab Patologi
Anatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan yang didiagnosa secara
histopatologi dengan pewarnaan HE sebagai KSS rongga mulut.
Data klinis
Lokasi lesi
Jenis kelamin
Umur
Pemotongan blok parafin
Pewarnaan
Hematoksilin Eosin
Pewarnaan
Imunohistokimia p53
Tingkat histopatologi
Diferensiasi baik
Diferensiasi sedang
Diferensiasi buruk
Jumlah sel positif p53 mutan
Negatif (-) = tidak terlihat warna coklat
Positif lemah (+) = <30% sel positif
Positif sedang (++) = 30-70% sel positif
Positif kuat (+++) = >70% sel positif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
43
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Variabel Bebas
Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (blok parafin).
3.6.2 Variabel Terikat
1. Diagnosa tingkat diferensiasi karsinoma sel skuamosa (pewarnaan HE).
2. Diagnosa hasil pewarnaan p53.
3.6.3 Variabel Terkendali
1. Blok parafin KSS rongga mulut dari tahun 2014-2018.
2. Processing laboratorium pewarnaan Hematoksilin Eosin.
3. Processing laboratorium pewarnaan p53.
4. Data-data rekam medis pasien dari tahun 2014-2018.
5. Keterampilan operator (dua ahli patologi, peneliti dan laboran).
Variabel Bebas
Karsinoma sel skuamosa
rongga mulut (blok parafin).
Variabel Terikat
Diagnosa tingkat diferensiasi karsinoma
sel skuamosa (pewarnaan HE).
Diagnosa hasil pewarnaan p53.
Variabel Terkendali
1. Blok parafin KSS rongga mulut dari tahun 2014-2018.
2. Processing laboratorium pewarnaan Hematoksilin Eosin.
3. Processing laboratorium pewarnaan p53.
4. Data-data rekam medis pasien daritahun 2014-2018.
5. Keterampilan operator (dua ahli patologi, peneliti, dan laboran).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
44
3.7 Definisi Operasional
Blok Parafin adalah jaringan-jaringan biopsi atau operasi lesi keganasan
rongga mulut dari tahun 2014-2018 yang dikirim ke bagian patologi.
Karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan neoplasma ganas yang berasal
dari sel epitel skuamosa berlapis. Secara histopatologi, berdasarkan tingkat
diferensiasi sel KSS dapat dibagi menjadi:
1. KSS berdiferensiasi baik adalah adanya sel keratinisasi, pertumbuhan
sejumlah sel epitel atau keratin dengan besar dan variasi. Terdapat Gambaran
keratin seperti mutiara (pearl horn formation). Interselular bridge masih terlihat.
Pertumbuhan lambat dan tidak mengalami metastasis yang cepat, sehingga memiliki
prognosa yang baik.
2. KSS berdiferensiasi sedang di mana epitelium skuamosa kurang jelas.
Bentuk karakteristik dari sel ini berubah dari satu dan yang lainnya, tersusun secara
tipikal. Laju pertumbuhan sel individu lebih cepat dan menunjukkan mitosis yang
lebih besar. Lebih bervariasi dalam ukuran bentuk dan kegagalan untuk melakukan
fungsi sel skuamosa yang berdiferensiasi terbentuknya keratin.
3. KSS berdiferensiasi buruk yaitu menghasilkan sedikit petunjuk sel-
sel asal karena Gambaran histologis malignan yang primitif tidak memiliki
karakteristik yang cepat membagi sel-sel. Sel-sel ini bahkan menunjukkan
kurangnya daya kohesif yang sangat tidak teratur, adanya anaplasia, pembentukan
giant tumor cell serta tidak ada pembentukan keratin.
Pewarnaan Hematoksilin Eosin prosedur ini digunakan dalam proses
pembuatan preparasi histopatologi pada sel tumor KSS rongga mulut yang terlihat
berwarna ungu kebiruan pada inti sel dan berwarna merah jambu pada sitoplasma.
Dari pemeriksaan histologis, pada sel ganas (KSS) akan menunjukkan sel-sel
anaplasia, karakteristik pleomorfik, kehilangan polaritas dan mitosis besar.
Imunohistokimia merupakan proses untuk mendekteksi antigen pada sel
jaringan dengan prinsip reaksi antibodi yang berikatan terhadap antigen pada
jaringan. Imunohistokimia menggunakan antibodi untuk mendeteksi keberadaan
dan lokalisasi protein spesifik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
45
Pewarnaan imunohistokimia p53 adalah suatu pewarnaan dengan
menggunakan antibodi monoklonal p53 dari Leica Biosystem (NCL-L-p53-DO7).
Tampilan imunohistokimia p53 adalah tampilan warna kecoklatan pada
inti sel epitel KSS rongga mulut dari pemeriksaan patologi dengan teknik
pewarnaan Immunohistochemical Staining (IHC). Banyak kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti-peneliti terhadap tampilan p53 mutan. Cara pemeriksaan
p53 mutan diadop dari penelitian Yadong Li (2015) dan Jinsong Zhang (2015) yang
membagi empat kategori berdasarkan jumlah sel positif p53 mutan antaranya:
- Negatif : tidak terlihat warna coklat
- Positif lemah (+) : <30% sel positif p53 mutan
- Positif sedang (++) : 30-70% sel positif p53 mutan
- Positif kuat (+++) : >70% sel positif p53 mutan
Berdasarkan kategori di atas, peneliti dapat menghubungkan jumlah sel positif
p53 mutan dengan prognosa.
Lokasi lesi pada rongga mulut yaitu lidah, mukosa bukal dan gingiva yang
paling sering terjadi keganasan.
Jenis kelamin adalah kelompok orang yang dibagikan kepada dua yaitu
laki-laki dan perempuan.
Usia adalah umur yang dihitung dari terakhir kali ulang tahun dan
dikelompokkan kepada dua kategori: 40-59 tahun dan 60-79 tahun.
3.8 Alat dan Bahan Penelitian
3.8.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperti berikut: mikrotom
Leica RM2245, kaca obyek merek Sail Brand, kaca obyek merek Sandon Superfrost
plus, pipet mikro, staining jar, inkubator dan aluminium chamber, rotator dan
mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
46
3.8.2 Bahan untuk Pengecatan Rutin Hematoksilin dan Eosin
1. Parafin Blok KSS rongga mulut.
2. Larutan Hematoksilin Harris
3. Alkohol 100%, 96% dan 70%
4. Xilol
5. HCl 0,4%
6. Litium karbonat 5%
7. EZ-Mount
3.8.3 Bahan Pengecatan Imunohistokimia p53
1. Larutan standar yang digunakan dalam Imunohistokimia
2. 0.5% v/v hydrogen peroxidase
3. 50mM Tris-buffered saline (TBS) pH 7.6
4. Antibodi Biotinylated sekunder.
5. Avidin/ Biotin Complex-Horseradish (ABC-HRP)
6. 3.3’ Diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB)
7. Hemotoksilin counterstain
8. Antibodi monoklonal p53 dari (Leica Biosystems), dilusi 1:100 dengan
clone DO7, kontrol positif kolorektal/ karsinoma payudara.
9. Larutan antigen retrievel: 0.01 M citrate retrieval solutions (pH 6.0)
1mM EDTA retrieval solution (pH 8.0) dan 20mM Tris/ 0.65 mM EDTA/0.0005%
Tween 20 retrieval solution (pH 9.0).
3.9 Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian
3.9.1 Pembuatan Preparat Blok Parafin
Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan cukup dingin, selanjutnya
dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 1µm. Setiap blok
parafin, dipotong sebanyak 2 kali, masing-masing untuk pewarnaan HE dan
perwarnaan imunohistokimia p53.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
47
a) Pewarnaan HE
1. Potongan tipis parafin dimasukkan ke dalam waterbath.
2. Potongan tipis parafin diambil dengan menggunakan spuit dan dilekatkan
pada kaca objek merek Sail Brand.
b) Pewarnaan Imunohistokimia p53
1. Potongan tipis parafin dimasukkan ke dalam waterbath.
2. Potongan tipis parafin diambil dengan menggunakan spuit dan dilekatkan
pada kaca objek Shandon Superfrost Plus.
3.9.2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)
1. Siapkan blok yang akan dicat dengan pewarnaan HE. Potong blok sesuai
dengan permintaan yang diinginkan serta kontrol positif (+).
2. Titiskan slide sebentar kemudian ditekan menggunakan kertas saring
pelan-pelan. Panaskan sebentar di atas hot plate dan disimpan dalam inkubator suhu
45 derajat Celcius selama semalam.
3. Deparafinisasi dengan urutan xilol (4 kali), alkohol 95% (4 kali) dan air,
masing-masing selama 2 menit.
4. Dicelupkan dalam hematoksilin selama 5 menit lalu dibilas dengan air
yang mengalir selama 3 menit.
5. Kaca obyek tersebut dicelupkan ke dalam acid alkohol 1% 1-2 celup lalu
dibilas kembali dengan air yang mengalir selama 3 menit.
6. Lakukan pewarnaan dengan eosin untuk mewarnai sitoplasma selama 2-3
menit lalu dibilas kembali dengan air mengalir selama 3 menit.
7. Kemudian kaca obyek dicelupkan ke dalam alkohol 80% selama 30
menit, alkohol 95% selama 3 menit dan alkohol absolut selama 3 menit.
8. Kaca obyek dicelupkan ke dalam xilol selama 3 menit sebanyak 3 kali
pengulangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
48
9. Mounting menggunakan entelan dan preparat ditutup dengan kaca
penutup. Lakukan pengamatan pada sel menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 40x, 100x dan 400x.
3.9.3 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia dengan Antibodi
Monoklonal p53 dari Leica Biosystem (NCL-L-p53-DO7)
1. Mengumpulkan blok parafin dari sediaan HE terpilih dan melakukan
pewarnaan imunohistokimia p53.
2. Siapkan blok yang akan dilakukan pewarnaan imunohistokimia.
3. Potong blok sesuai dengan permintaan yang diinginkan serta kontrol positif
(+).
4. Titiskan slide sebentar kemudian ditekan menggunakan kertas saring
pelan-pelan. Panaskan sebentar di atas hot plate dan disimpan dalam inkubator suhu
45 derajat Celcius.
5. Deparafinisasi dengan urutan xilol (4 kali), alkohol 95% (4 kali) dan air,
masing-masing selama 2 menit.
6. Cuci dengan aquadest, rotator selama 5 menit.
7. Dilanjutkan dengan penetesan H2 O2 3% selama 20 menit dalam
Chamber.
8. Slide digunakan pada wadah lalu dilanjutkan dengan cuci aquadest
sambil digoyang-goyang selama 5 menit dan dilanjutkan dengan pencucian memakai
PBS selama 5 menit pada rotator.
9. Dilanjutkan dengan penetesan antibodi p53 100µ antibodi primer
menggunakan antibodi monoklonal p53 dari Leica Biosystem (NCL-L-p53-DO7)
yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 60 menit pada suhu kamar atau
semalam pada suhu 40 C.
10. Slide dicuci dengan PBS sebanyak 5 menit pada rotator sebanyak dua
kali.
11. Ditetesi kromogen DAB selama 10 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
49
12. Ditetesi dengan Hematoksilin Mayer selama 4 menit saja. Dicuci dengan
air mengalir sampai bersih.
13. Dicelupkan sebentar pada alkohol bertingkat dilanjutkan dengan xilol
analitik sebanyak 4 tahapan.
14. Mounting menggunakan entelan dan slide ditutup dengan deck-glass.
15. Amati tampilan imunohistokimia p53 pada sel menggunakan mikroskop
cahaya dengan pembesaran 40x, 100x dan 400x.
16. Dokumentasi setiap pengamatan dan lakukan pemotretan tiap preparat.
3.10 Pengolahan dan Analisa Data
Teknik analisa data dilakukan tabel cross-sectional, pelaporan data penelitian
adalah dengan memaparkan hasil pulasan imunohistokimia p53 dalam bentuk
persentase dan tabel.
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran USU (NO:522/TGL/KEPK FK USU-
RSUP HAM/2018). Adapun pengurusan Komisi Etik dari tanggal 7 Agustus 2018
sampai 7 September 2018 tanpa melalui sidang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
50
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan terhadap kasus KSS rongga mulut, yang
bertujuan untuk melihat tingkat skor p53 mutan pada tampilan imunohistokimia
yang dihubungkan dengan tingkat diferensiasi sel, lokasi lesi, jenis kelamin dan
umur pada kasus KSS rongga mulut di Medan. Sampel diperoleh dari rekam
medis berupa blok parafin di Laboratarium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam
Malik Medan yang didiagnosa sebagai KSS rongga mulut selama kurun waktu
2014-2018, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, didapati sebanyak 12
kasus. Processing laboratorium terhadap dua sediaan slide untuk perwarnaan HE
dan pewarnaan imunohistokimia p53 masing-masing sampel. Sediaan slide
dengan pewarnaan HE bertujuan untuk menentukan tingkat diferensiasi KSS
rongga mulut, sedangkan sediaan slide dengan pewarnaan imunohistokimia p53
bertujuan untuk melihat jumlah p53 mutan yang terekspresi. Pengamatan
dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CX21 menggunakan pembesaran
40x, 100x dan 400x. Berdasarkan pewarnaan HE tingkat diferensiasi KSS dibagi
atas diferensiasi baik (I), diferensiasi sedang (II) dan diferensiasi buruk (III),
dan berdasarkan pewarnaan imunohistokimia p53 dibagi atas kategori jumlah sel
positif p53 mutan tidak terlihat warna coklat (-), terlihat <30% warna coklat
pada inti sel (+), terlihat 30-70% warna coklat pada inti sel (++) dan terlihat
>70% warna coklat pada inti sel (+++).
4.1 Distribusi Frekuensi Diagnosa Histopatologi pada KSS Rongga Mulut
(Hematoksilin Eosin)
Berdasarkan pewarnaan HE pada diagnosa histopatologi KSS rongga mulut ,
diperoleh frekuensi dan persentase tingkat diferensiasi sel yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
51
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Diagnosa Histopatologi pada KSS Rongga Mulut
(Hematoksilin Eosin)
Diagnosa
Histopatologi HE Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
Berdiferensiasi Baik I 6 50,0
Berdiferensiasi Sedang II 3 25,0
Berdiferensiasi Buruk III 3 25,0
Total
12 100,0
Hasil pewarnaan histopatologi KSS rongga mulut pada penelitian ini yang
berdiferensiasi sedang dan buruk mempunyai jumlah frekuensi yang sama yaitu
masing-masing sebanyak 3 kasus (25%) lebih sedikit dibandingkan dengan KSS
berdiferensiasi baik yaitu 6 kasus (50%).
4.2 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia p53 pada KSS
Rongga Mulut
Berdasarkan tampilan imnohistokimia p53, distribusi frekuensi tampilan
imunohistokimia p53 pada KSS rongga mulut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia p53 pada KSS Rongga Mulut
Tampilan
Imunohistokimia p53 Frekuensi (n) Persentase (%)
Negatif 2 16,7
Positif 10 83,3
Total 12 100
Hasil tampilan imunohistokimia p53 dari 12 preparat pada penelitian ini yang
tidak menunjukkan p53 mutan (tampilan negatif) yaitu sebanyak 2 preparat (16,7%),
sementara kasus yang menunjukkan p53 mutan (tampilan positif) yaitu sebanyak 10
preparat (83,3%).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
52
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia p53 (Sel-sel Positif) pada
KSS Rongga Mulut
Tampilan Imunohistokimia
p53 (sel-sel positif) Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
<30% + 3 30
30-70% ++ 4 40
>70% +++ 3 30
Total 10 100
Berdasarkan 10 preparat yang menunjukkan tampilan imunohistokimia p53
positif, preparat yang menunjukkan tingkat skor tampilan imunohistokimia p53
(++) yang menampilkan 30-70% sel-sel positif mendapatkan jumlah frekuensi
yang tertinggi yaitu sebanyak 4 preparat (40%), sedangkan tingkat skor tampilan
imunohistokimia p53 (+) yang menampilkan <30% sel-sel positif dan tingkat skor
tampilan imunohistokimia p53 (+++) yang menampilkan >70% sel-sel positif
masing-masing sebanyak 3 preparat (30%).
4.3 Hubungan Skor Tampilan Imunohistokimia p53 pada KSS Rongga
Mulut dengan Tingkat Diferensiasi Sel
Berdasarkan tampilan imnohistokimia p53, distribusi frekuensi tampilan
imunohistokimia p53 dihubungkan dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga
mulut dapat dilihat pada Tabel 4.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
53
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia p53 (Sel-sel Positif) pada
KSS Rongga Mulut Dihubungkan dengan Tingkat Diferensiasi Sel
Tingkat
Diferensiasi Sel
Tampilan Imunohistokimia p53
<30% 30-70% >70% Total Nilai p*
(+) (++) (+++)
n (%) n (%) n (%) N (%)
Baik 1 10,0 2 20,0 2 20,0 5 50,0
0,539 Sedang 1 10,0 2 20,0 0 0 3 30,0
Buruk 1 10,0 0 0 1 10,0 2 20,0
Total 3 30,0 4 40,0 3 30,0 10 100.0
*Uji chi-square, tidak signifikan dengan p>0,05
Dari 10 sampel yang menunjukkan hasil pewarnaan imunohistokimia p53
positif pada penelitian ini, skor tampilan imunohistokimia p53 (+) dijumpai pada
KSS yang berdiferensiasi baik, KSS yang berdiferensiasi sedang, dan KSS yang
berdiferensiasi buruk yaitu masing-masing 1 kasus (10%). Skor tampilan
imunohistokimia p53 (++) dijumpai pada KSS yang berdiferensiasi baik dan KSS
yang berdiferensiasi sedang yaitu masing-masing sebanyak 2 kasus (20%). Skor
tampilan imunohistokimia p53 (+++) dijumpai terbanyak pada KSS yang
berdiferensiasi baik sebanyak 2 kasus (20%) dibanding KSS yang berdiferensiasi
buruk (10%) dan tidak dijumpai pada KSS yang berdiferensiasi sedang.
Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,539 (p>0,05) artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara tampilan imunohistokimia p53 dengan tingkat
diferensiasi sel.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada 12 blok parafin yang telah didiagnosa sebagai
KSS rongga mulut diperoleh dari Laboratarium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam
Malik Medan selama kurun waktu 2014-2018. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara tampilan imunohistokimia p53 mutan pada KSS rongga
mulut dengan tingkat diferensiasi sel, lokasi lesi, jenis kelamin dan kelompok umur.
Blok parafin yang diterima dilakukan processing laboratorium dan diinterpretasikan
kembali sebagai kasus KSS rongga mulut dengan tingkat diferensiasi sel baik,
sedang dan buruk. Processing laboratorium diperoleh dua sediaan slide untuk
perwarnaan HE dan pewarnaan imunohistokimia p53. Sediaan slide dengan
pewarnaan HE bertujuan untuk menentukan tingkat diferensiasi KSS rongga
mulut, sedangkan sediaan slide dengan pewarnaan imunohistokimia p53
bertujuan untuk melihat jumlah p53 mutan yang terekspresi pada gen kromosom
dalam inti sel (17p13.1) berupa warna coklat dengan menggunakan mikroskop
cahaya Olympus CX21.
5.1 Tingkat Diferensiasi KSS Rongga Mulut
Umumnya, secara standar digunakan pewarnaan HE untuk menentukan
tingkat diferensiasi sel. Berdasarkan perwarnaan HE (Tabel 1), diperoleh kasus KSS
rongga mulut berdiferensiasi baik tertinggi sebesar 50% dibandingkan dengan kasus
yang didiagnosa sebagai diferensiasi sedang maupun diferensiasi buruk (masing-
masing menunjukkan sebesar 25%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang
datang lebih banyak dalam tingkat stadium awal (berdiferensiasi baik) dibandingkan
tingkat stadium sedang dan lanjut (berdiferensiasi sedang dan buruk). Gambaran
KSS yang berdiferensiasi baik menunjukkan keratin seperti tanduk mutiara (pearl
horn formation) dengan ukuran yang bervariasi, pertumbuhan yang lambat, tidak
cepat bermetastasis dan mempunyai prognosa yang baik (Lampiran 5 Gambar 6).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Gambaran KSS untuk yang berdiferensiasi sedang, berbeda dari satu dengan yang
lainnya, dimana tersusun secara tipikal, sehingga epitel skuamosa juga kurang jelas.
Laju pertumbuhan sel individu lebih cepat dengan pembelahan mitosis yang lebih
meningkat dan bahkan ukuran bentuknya yang lebih bervariasi (Lampiran 5 Gambar
7). Gambaran KSS yang berdiferensiasi buruk, sering sekali menghasilkan petunjuk
sel-sel yang tidak jelas sehingga menimbulkan kesulitan dalam mendiagnosis. Sel-
sel ini menunjukkan kurangnya daya kohesif yang sangat tidak teratur,
pembentukan sel tumor raksasa, adanya anaplasia, peningkatan mitosis, serta tidak
adanya pembentukan keratin yang menunjukkan prognosa lebih jelek (Lampiran 5
Gambar 8).35
Penelitian yang dilakukan oleh Xu dkk. (2018) mendapatkan hasil
bahwa pasien KSS rongga mulut tingkat diferensiasi baik menunjukkan angka
kekambuhan yang lebih rendah dan angka harapan hidup yang lebih tinggi
dibandingkan KSS tingkat diferensiasi sedang atau tingkat diferensiasi buruk.36
Oleh karena itu, tenaga medis khususnya dokter/ dokter gigi perlu mengadakan
penyuluhan agar meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri
sedini mungkin.
5.2 Pewarnaan Imunohistokimia Berupa Tampilan p53 Mutan pada
Kasus KSS Rongga Mulut
Terdapat beberapa penyebab kanker rongga mulut berupa faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik termasuk hormonal, imunologik, malnutrisi dan
genetik dan faktor ekstrinsik termasuk menyirih, tembakau, alkohol, infeksi virus,
dan trauma kronis.2
Faktor-faktor karsinogenik ini mengganggu proses biologis dan
metabolisme sel sehingga menyebabkan gangguan dalam siklus sel. Siklus sel
merupakan proses pertumbuhan sel berupa serangkaian proses yang berlangsung
sejak sel itu terbentuk, membelah, hingga apoptosis. Siklus sel terdiri dari fase G1
(duplikasi sentrosom), S (sintesis DNA), G2 (diferensiasi sel) dan M (mitosis). Gen-
gen yang terdapat dalam siklus sel adalah gen-gen seperti p53, Rb dan lainnya. Gen
p53 berperan dalam penghentian siklus sel dan apoptosis dengan memicu proses
transkripsi dari p21, GADD45 dan 14-3-3σ sehingga menyebabkan proliferasi sel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
berjalan dengan baik. Apabila DNA terkena paparan karsinogen, akan terjadi
kerusakan yang mengakibatkan mutasi pada gen p53 menjadi p53 mutan. Hal ini
menyebabkan tidak terjadinya apoptosis dan penghentian siklus sel sehingga sel akan
terus berproliferasi secara abnormal dan bertransformasi menjadi kanker.3,17,19,20
Dari hasil pewarnaan p53, menunjukkan sel yang mengekspresikan p53 mutan yang
diamati di bawah mikroskop akan tampak berwarna coklat pada inti sel tumor.
Dalam identifikasi tampilan protein p53 mutan, digunakan antibodi monoklonal
DO7 yang secara spesifik dapat mengenali p53 mutan dan dicat dengan kromogen
DAB untuk menampilkan warna coklat (positif).13,28
Pada Tabel 2 menunjukkan
distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia p53 pada KSS rongga mulut
tertampil positif sebanyak 83,3% dan negatif sebanyak 16,7%. Dengan
ditemukannya tampilan positif protein p53 mutan pada 83,3% dari KSS rongga
mulut, ini membuktikan bahwa p53 mutan berperan dalam terjadinya KSS rongga
mulut. Hasil tampilan negatif p53 mutan sebanyak 16,7% bukan berarti tidak
terdapat gen p53 mutan dan memungkinkan juga bukan gen p53 mutan penyebab
terjadinya kanker, melainkan kontribusi dari gen lainnya. Penelitian Ara dkk.
(2014) pada KSS rongga mulut melaporkan tampilan imunohistokimia p53 negatif
menunjukkan tampilan positif p53 mutan dengan analisis PCR-SSCP (Polymerase
Chain Reaction - Single Strand Conformation Polymorphism).29
Kelemahan pada
penelitian ini terletak pada keterbatasan peneliti dalam mengukur p53 mutan
dikarenakan alat dan teknik yang digunakan. Oleh sebab itu tampilan
imunohistokimia p53 negatif tidak selalu menunjukkan bahwa tidak terdapat p53
mutan, dan perlu dilanjutkan lagi dengan teknik lainnya seperti Single Strand
Conformation Polymorphism (SSCP), Denaturant Gradient Gel Electrophoresis
(DGGE), dan Denaturant High Performance Liquid Chromotography (DHPLC).37
Dari 10 sampel yang diteliti (Tabel 3), menunjukkan distribusi frekuensi
tampilan imunohistokimia p53 (++) tertinggi sebesar 40% sementara tampilan
imunohistokimia p53 (+) dan p53 (+++) masing-masing sebesar 30%. Tingkat skor
tampilan p53 yang tinggi akan menunjukkan prognosa yang jelek.14
Hal ini dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
disimpulkan pada prognosa yang baik akan berpengaruh terhadap rencana
perawatan.
5.3 Hubungan Tingkat Skor p53 dengan Tingkat Diferensiasi Sel
Dari 10 sampel yang menunjukkan tampilan imunohistokimia p53 mutan,
pada sel yang berdiferensiasi baik tersebar tampilan p53 (+), (++) dan (+++),
sementara pada sel yang berdiferensiasi sedang dan buruk tidak menunjukkan
sebaran p53 (++) dan p53 (+++) (Tabel 4). Banyak penelitian telah menunjukkan
aktivitas gain-of-function yang berbeda dari p53 mutan, termasuk mempromosikan
proliferasi sel, anti-apoptosis, perubahan metabolik, migrasi, invasi, angiogenesis,
dan metastasis.23-25
Hal ini didukung oleh Yadong Li dan Jinsong Zhang (2015),
tingkat positif p53 mutan lebih tinggi pada pasien KSS rongga mulut dengan
metastasis kelenjar getah bening dibandingkan yang tidak metastasis.12
Penelitian Lan
Yang dkk. (2015) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tampilan
imunohistokimia p53 dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga mulut. Hal
ini menunjukkan tampilan p53 meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat
diferensiasi sel.30
Pada penelitian peneliti, berdasarkan analisis uji Chi-Square,
diperoleh hasil p>0,05 menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
tampilan imunohistokimia p53 dengan tingkat diferensiasi sel pada KSS rongga
mulut (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan penelitian Thomas K. Hoffman dkk. (2011)
yang dikarenakan jumlah sampel yang menunjukkan tampilan imunohistokimia p53
mutan sedikit sehingga tidak dapat mewakili hasil.13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian
ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. KSS rongga mulut yang berdiferensiasi baik (50%) tertinggi
dibandingkan yang berdiferensiasi sedang (25%) dan berdiferensiasi buruk (25%).
2. Hasil tampilan imunohistokimia p53 yang positif (83,3%) sementara
yang negatif (16,7%). Tingkat skor tampilan imunohistokimia p53 (++)
mempunyai frekuensi yang tertinggi (40%) dibandingkan tingkat skor tampilan
imunohistokimia p53 (+) dan (+++) (masing-masing 30%).
3. Tingkat skor tampilan imunohistokimia p53 tidak ada perbedaan yang
signifikan (p>0,05) dengan tingkat diferensiasi sel KSS rongga mulut.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut:
1. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk menggunakan jumlah sampel
blok parafin yang lebih banyak mewakili KSS berdiferensiasi baik, sedang dan
buruk agar meningkatkan keakuratan hasil.
2. Perlu penelitian lanjut dengan menggunakan teknik lainnya seperti PCR
(Polymerase Chain Reaction) untuk memperoleh lebih banyak hasil p53 mutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Rivera C, Venegas B. Histological and molecular aspects of oral squamous cell
carcinoma (Review). Oncology Letters. 2014; 8(1): 7-11.
2. Cawson R, Odell E. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine.
8th ed. London: Elsevier Health Sciences UK; 2008: 277-85.
3. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 10th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2008: 189-217.
4. Warnakulasuriya S. Global epidemiology of oral and oropharyngeal cancer.
Oral Oncology. 2009; 45(4-5): 309-16.
5. Shield K, Ferlay J, Jemal A, Sankaranarayanan R, Chaturvedi A, Bray F et al.
The global incidence of lip, oral cavity, and pharyngeal cancers by subsite in
2012. CA: A Cancer J for Clinicians. 2016; 67(1): 51-64.
6. Gupta N, Gupta R, Acharya A, Patthi B, Goud V, Reddy S et al. Changing
Trends in oral cancer – a global scenario. Nepal J Epidemiology. 2017; 6(4):
613-9.
7. Popowics T, Fehrenbach M. Illustrated dental embryology, histology, and
anatomy. 4th ed. St. Louis (Mo.): Elsevier Saunders; 2016: 95-103.
8. Chiego D, Avery J. Essentials of oral histology and embryology. 4th ed. St.
Louis, Mo.: Elsevier Mosby; 2014: 1-7.
9. Tripathi Y. Concise textbook of physiology for dental students. 2nd ed. New
Delhi: Elsevier; 2010: 3-22.
10. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology: Clinical Pathology
Correlations. 5th ed. St. Louis, Mo.: Elsevier/Saunders; 2008: 48-55.
11. Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. Molecular
biology of the cell. 5th ed. New York: Garland Pub.; 2008: 1053-256.
12. Li Y, Zhang J. Expression of mutant p53 in oral squamous cell carcinoma is
correlated with the effectiveness of intra-arterial chemotherapy. Oncology
Letters. 2015; 10(5): 2883-7.
13. Hoffman TK, Trellakis S, Okulicz K, Schuler P, Greve J, Arnolds J et al. Cyclin
B1 Expression and p53 Status in Squamous Cell Carcinomas of The Head and
Neck. Anticancer Res. 2011; 31: 3151-8.
14. Ghanghoria S, Ghanghoria A, Shukla A. p53 Expression in Oral cancer: A
study of 50 cases. J Pathol Nepal. 2015; 5(9): 747-51.
15. Pederson T. The nucleolus. Cold Spring Harb Perspect Biol 2011; 3: 1-12.
16. Vicchioli Buim M, Fregnani J, Lourenço S, Nagano C. Prognostic Value of Cell
Cycle Proteins in Squamous Cell Carcinomas of the Oral Cavity. J Mol
Biomarkers & Diagnosis. 2011; 02(03): 1-9.
17. Lane D, Levine A. p53 research: the past thirty years and the next thirty years.
Cold Spring Harb Perspect Biol 2010; 2: 1-10.
18. Liu J, Zhang C, Feng Z. Tumor suppressor p53 and its gain-of-function mutants
in cancer. Acta Biochimica et Biophysica Sinica. 2013; 46(3): 170–9.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
19. George P. p53 how crucial is its role in cancer. Int J Curr Pharm Res. 2011;
3(2): 19-25.
20. Kumari R, Sen N, Das S. Tumour suppressor p53: understanding the molecular
mechanisms inherent to cancer. Curr Sci. 2014; 107(5): 786-94.
21. Denaro N, Nigro CL, Natoli G, Russi EG, Adamo V, Merlano MC. The role of
p53 and mdm2 in head and neck cancer. ISRN Otolaryngology. 2011: 1-8.
22. Dasgupta A, Roy AG, Chakraborty A. p53ness in human cancers: an overview.
ARC J of Cancer Sci. 2016; 2(2): 15-24.
23. Muller PAJ, Vousden KH. Mutant p53 in cancer: new function and therapeutic
opportunities. Cancer Cell. 2014; 25: 304-17.
24. Kim MP, Lozano G. Mutant p53 partners in crime. Cell Death and
Differentiation. 2018; 15: 161-8.
25. Goh AM, Coffill CR, Lane DP. The role of mutant p53 in human cancer. J
Pathol. 2011; 223: 116-26.
26. Sukamdi DP, Asyhar A, Febriansah R, Ashari RA, Jenie RI, Meiyanto E.
Peningkatan ekspresi p53 oleh ekstrak etanolik rumput mutiara (Hedyotis
corymbosa) pada sel hepar tikus sprague dawley terinduksi 7,12-
dimethylbenz[a]antrasena. Pharmacon. 2010; 11(1): 1-6.
27. Dundy G, Kumar H, Singh A, Chandrakanta. P53 immunohistochemical
staining patterns in oral squamous cell carcinoma. J Pathol Nepal. 2016; 6:
1013-7.
28. Jasmeet K, Rahul M, Mridu M, Sonam S, Singh BT, Amritpal K. Can p53
expression and staining intensity correlate with histopathological prognostic
parameter and clinical staging in head and neck squamous cell carcinoma. J
Pathol Nepal. 2017; 7: 1141-8.
29. Ara N. Atique M, Ahmed S, Bukhari SGA. Frequency of p53 gene mutation
and protein expression in oral squamous cell carcinoma. J College Physicians
Surgeons Pakistan. 2014; 24(10): 749-53.
30. Yang L, Wang Y, Guo L, Wang L, Chen W, Shi B. The expression and
correlation of iNOS and p53 in oral squamous cell carcinoma. BioMed Res Int.
2015: 1-8.
31. Li Y et al. Expression of p53, p21CIP1/WIF1
and elF4E in the adjacent tissues of
oral squamous cell carcinoma: establishing the molecular boundary and cancer
progression model. Int J Oral Sci. 2015; 7: 161-8.
32. Patil NN, Wadhwan V, Chaudhary M, Nayyar AS. KAI-1 and p53 expression
in oral squamous cell carcinomas: markers of significance in future diagnostic
and possible therapeutics. J Oral Maxillofac Pathol. 2016; 20: 384-9.
33. Abrahao AC, Bonelli BV, Nunes FD, Diaz EP, Cabral MG.
Immunohistochemical expression of p53, p16 and hTERT in oral squamous cell
carcinoma and potentially malignant disorders. Braz Oral Res. 2011; 25(1): 34-
41.
34. Martinez EA, Gomez RJ, Medina CMA. Immunoexpression of p53 in oral
squamous cell carcinoma and oral dysplastic lesions in the patients with the
habit of reverse smoke. Int J Odontostomat. 2013; 7(2): 185-91.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
35. Neena D, Siddharth S, Keyuri P, Munira J. Histological grading of oral cancer:
a comparison of different systems and their relation to lymph node metastasis.
National J of Community Med. 2011; 2(1): 136.
36. Xu QS, Wang C, Li B, Li JZ, Mao MH, Qin LZ, Feng Z. Prognostic value of
pathologic grade for patients with oral squamous cell carcinoma. Oral diseases
2018; 24(3): 335-46.
37. Suyanto PY, Utomo AR, Sandra F. Mutasi gen p53: f aktor prediktif kanker
payudara. Indonesian J of Cancer 2008; 4: 138-43.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
SKEMA ALUR PIKIR
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut merupakan neoplasma ganas
pada sel epitel tatah berlapis skuamosa.
2. Menurut American Cancer Society (2016) kanker rongga mulut (termasuk
faring) meningkat dari 3% menjadi 4% yang pada saat ini merupakan
tingkat ke-enam dari kanker seluruh tubuh di negara Barat yaitu UK dan
Amerika Serikat.
3. Persentase kanker rongga mulut meningkat sampai mencapai 40,9% dari
data GLOBOCAN 2012 dari World Health Organization (WHO):
Bangladesh, Pakistan, India dan Sri Lanka.
4. Terjadinya proses pembentukan sel kanker ada hubungan dengan
perubahan genetik pada siklus sel.
5. Siklus sel terdiri dari empat fase yaitu fase G1, S, G2 dan M (mitosis)
untuk proses divisi sel dan transisi dari satu fase ke fase lainnya untuk
tujuan pembelahan.
6. Checkpoints terletak pada fase G1/S yang memeriksa kerusakan DNA
sebelum sel replikasi dan pada fase G2/M yang memeriksa kerusakan
DNA setelah sel replikasi. Checkpoints dikontrol oleh siklin, cyclin
dependent kinases (CDKs) dan inhibitornya, retinoblastoma (RB), dan
p53.
7. Gen p53 merupakan gen supresor tumor yang berubah menjadi p53 wild-
type apabila diaktifkan oleh berbagai tekanan (stres) sehingga berperan
untuk perbaikan DNA yang rusak dengan menghentikan proliferasi sel,
atau sebaliknya, dalam membimbing sel yang rusak menuju apoptosis
apabila kerusakan DNA gagal diperbaiki.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Bila terjadi mutasi pada p53 maka akan terjadi perubahan pada protein
produk yang disebut protein p53 mutan, sehingga tidak mampu memicu
pembentukan p21, mengakibatkan ikatan CDK-siklin tidak terhambat
sehingga siklus pembelahan berjalan terus.
9. Tampilan p53 mutan dapat dilihat melalui pemeriksaan imunohistokimia
sel dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-p53 tikus yaitu
suatu antibodi monoklonal yang secara spesifik dapat mengenali p53
mutan dalam sel.
10. Tampilan p53 mutan dikatakan positif apabila menampilkan warna coklat
pada inti sel.
11. Akumulasi p53 mutan menunjukkan kejadian awal karsinogenesis rongga
mulut dan dapat dijadikan sebagai penanda dalam bidang kanker.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melihat tampilan p53 mutan pada kasus
karsinoma sel skuamosa rongga mulut di Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rumusan Masalah
1. Berapakah tingkat diferensiasi sel dari kasus KSS rongga mulut yang
diteliti?
2. Berapakah tingkat skor berdasarkan jumlah p53 mutan dari KSS rongga
mulut yang diteliti?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan
tingkat diferensiasi sel dari KSS rongga mulut yang diteliti?
4. Apakah ada hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan lokasi
lesi, jenis kelamin dan umur dari KSS rongga mulut yang diteliti?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan tingkat diferensiasi sel dari kasus KSS rongga mulut
yang diteliti (Hematoksilin Eosin).
2. Untuk mendapatkan tingkat skor berdasarkan jumlah p53 mutan dari KSS
rongga mulut yang diteliti (imunohistokimia p53).
3. Untuk melihat hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan
tingkat diferensiasi sel dari KSS rongga mulut yang diteliti.
4. Untuk melihat hubungan antara tingkat skor tampilan p53 mutan dengan
lokasi lesi, jenis kelamin dan umur dari KSS rongga mulut yang diteliti.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Manfaat Penelitian
1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi lebih lanjut mengenai hubungan hasil pewarnaan
imunohistokimia p53 mutan dengan derajat diferensiasi sel pada KSS
rongga mulut berdasarkan lokasi lesi, jenis kelamin dan umur.
2. Pewarnaan imunohistokimia p53 dapat digunakan dalam penatalaksanaan
klinik pasien penderita kanker untuk menentukan tipe terapi dan
prognosisnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 2
DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KRITERIA PEMILIHAN SAMPEL PENELITIAN
No. Sampel : ____________________
Tanggal Sampel : ____________________
Tanggal Penelitian : ____________________
T. Pengambilan Sampel : _________________________
I. DATA BLOK PARAFIN
1. Umur :
2. Jenis kelamin : a. pria
b. wanita
TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA P53 PADA
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
RONGGA MULUT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Lokasi lesi :
a. lidah b. mandibula
c. bibir d. gingiva
e. palatum f. dasar mulut
g. tonsil h. orafaring
i. mukosa bukal
5. Diagnosa Histopatologi : a. KSS berdiferensiasi baik
Pewarnaan H&E
b. KSS berdiferensiasi sedang
c. KSS berdiferensiasi buruk
6. Kondisi Blok Parafin :
a. baik
Ya Tidak
b. Jelek
Ya Tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, 2018.
Ahli Patologi,
( )
KESIMPULAN
Sampel diterima :
Sampel tidak diterima :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 3
ALAT DAN BAHAN
Gambar 1. Mikrotom Leica RM2245
Gambar 2. Rotator
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Mikroskop cahaya merek Olympus CX21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4. a) Kaca objek merek b) Kaca objek merek Sail Brand
Superfrost Plus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. a) Antibodi monoklonol b) Ez-Mount (Xylene Base)
p53
c) Peroxidase Block
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 4
4a) Pembuatan preparat dari blok parafin dan pewarnaan HE
1. Pemotongan blok parafin dengan
mikrotom.
2. Potongan tipis parafin dimasukkan
ke dalam waterbath.
3. Potongan tipis parafin ditempelkan
ke kaca objek merek Sail Brand.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Slide diletakkan di atas hot plate
dengan suhu 45 derajat Celcius.
5. Deparafinisasi dengan urutan xilol
(4 kali), alkohol 95% (4 kali) dan
air masing-masing 2 menit.
6. Dicelupkan dalam hematoksilin
selama 5 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Dibilas dengan air yang mengalir
selama 3 menit.
8. Kaca objek tersebut dicelupkan ke
dalam acid alkohol 1% 1-2 celup
lalu dibilas.
9. Dibilas kembali dengan air yang
mengalir selama 3 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10. Lakukan pewarnaan dengan eosin
untuk mewakili inti sel selama 2-
3 menit lalu dibilas kembali
dengan air mengalir selama 3
menit.
11. Kemudian kaca obyek dicelupkan
ke dalam alkohol 80% selama 30
menit, alkohol 95% selama 3
menit dan alkohol absolut selama
3 menit.
12. Mounting dengan menggunakan
entelan dan preparat ditutup
dengan kaca penutup.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Dilakukan pengamatan pada sel
menggunakan mikroskop cahaya
dengan pembesaran 40x, 100x
dan 400x.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4b) Cara pewarnaan imunohistokimia p53
1. Pemotongan blok parafin dengan
mikrotom.
2. Potongan tipis parafin dimasukkan
ke dalam waterbath.
3. Potongan tipis parafin ditempelkan
ke kaca objek merek Superfrost
Plus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Slide diletakkan di atas hotplate
dengan suhu 45 derajat Celcius.
5. Deparafinisasi dengan urutan xilol
(4 kali), alkohol 95% (4 kali) dan
air masing-masing 2 menit.
6. Blocking dengan Peroxidase Block
selama 10 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Slide dicuci dengan Phosphate
Buffered Saline (PBS) selama 5
menit.
8. Blocking dengan Super Block
(AAA) selama 5 menit.
9. Slide dicuci dengan PBS selama 5
menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Diteteskan Anti-Polyvalent HRP
Polymer kemudian inkubasi
selama 30 menit.
10. Diteteskan dengan antibodi
primer p53 (Ready to use)
kemudian inkubasi selama 1 jam.
11. Slide dicuci dengan PBS selama
5 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Slide dicuci dengan dengan air
yang mengalir selama 5 menit.
13. Slide dicuci dengan PBS selama
5 menit.
14. Diteteskan campuran
kromogen/substrat DAB
kemudian inkubasi selama 5
menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16. Counterstain dengan
Hematoxylin selama 5 menit.
17. Slide dicuci dengan dengan air
yang mengalir selama 5 menit.
18. Counterstain dengan Lithium
selama 5 menit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20. Mounting dengan menggunakan
entelan dan preparat ditutup
dengan kaca penutup.
19. Slide dicuci dengan dengan air
yang mengalir selama 5 menit.
21. Dilakukan pengamatan tampilan
imunohistokimia p53 pada sel
KSS rongga mulut dengan
pembesaran 40x, 100x dan 400x.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 5
5a) Hasil pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) pada KSS rongga mulut
Gambar 6. KSS rongga mulut berdiferensiasi baik
(A). Pembentukan pearl horn formation (HE, 100x)
Gambar 7. KSS rongga mulut berdiferensiasi sedang
(A). Interselular bridge masih ada
(B). Perubahan karakteristik sel (HE, 100x)
A
A
B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 8. KSS rongga mulut berdiferensiasi buruk
(A). Sel-sel yang tidak teratur, sel anaplasia dan
pembentukan sel giant (HE, 100x).
A
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5b) Hasil pewarnaan imunohistokimia p53 pada KSS rongga mulut
Gambar 9. KSS rongga mulut dengan tampilan p53 (-)
(IHK, 400x)
Gambar 10. KSS rongga mulut dengan tampilan p53 lemah (+)
(IHK, 400x)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 11. KSS rongga mulut dengan tampilan p53 sedang (++)
(IHK, 400x)
Gambar 12. KSS rongga mulut dengan tampilan p53 kuat (+++)
(IHK, 400x)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 6
Tabel: Hasil perwarnaan HE dan tampilan imunohistokimia p53 dengan lokasi lesi,
jenis kelamin dan umur pada KSS rongga mulut.
NO
.
No.
Sampel
Lokasi
Lesi
J.
Kelami
n
Umu
r
Derajat
Diferensias
i
Frekuensi Tampilan
IHK p53
I II II
I
- + ++ +++
1 B/1573/1
7
Lidah L 63 98
%
2 B/2797/1
6
Lidah P 55 5%
3 B/3098/1
6
Gingiv
a
P 66 7%
4 B/4565/1
6
Lidah P 77 30
%
5 B/4672/1
4
Lidah P 44 95
%
6 B/4851/1
6
Gingiv
a
P 74 75
%
7 B/5277/1
4
Lidah P 78 65
%
8 B/7225/1
5
M.
Bukal
L 79 0
%
9 B/3689/1
8
Lidah L 58 31
%
10 B/4015/1
8
Lidah L 45 60
%
11 O/2813/1
8
Lidah P 57 0
%
12 O/3860/1
8
Lidah P 71 10
%
Jenis Kelamin: P = Perempuan L = Lelaki
Derajat Diferensiasi: Kategori I = Berdiferensiasi Baik Kategori II =
Berdiferensiasi Sedang Kategori III = Berdiferensiasi Buruk
Skor Tampilan IHK p53 (sel-sel positif): Kategori - = tidak terlihat warna coklat
Kategori + = <30% sel positif p53 mutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kategori ++ = 30-70% sel positif p53
mutan
Kategori +++ = >70% sel positif p53
mutan
LAMPIRAN 7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ETHICAL CLEARANCE
LAMPIRAN 8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DATA HASIL UJI STATISTIK
Derajat Diferensiasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 6 50.0 50.0 50.0
Sedang 3 25.0 25.0 75.0
Buruk 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
Frekuensi Tampilan IHK p53
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid - 2 16.7 16.7 16.7
+ 3 25.0 25.0 41.7
++ 4 33.3 33.3 75.0
+++ 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Derajat Diferensiasi * Frekuensi Tampilan IHK p53 Crosstabulation
Frekuensi Tampilan IHK p53
Total + ++ +++
Derajat
Diferensiasi
Baik Count 1 2 2 5
% within Derajat Diferensiasi 20.0% 40.0% 40.0% 100.0%
% within Frekuensi Tampilan
IHK p53 33.3% 50.0% 66.7% 50.0%
% of Total 10.0% 20.0% 20.0% 50.0%
Sedang Count 1 2 0 3
% within Derajat Diferensiasi 33.3% 66.7% 0.0% 100.0%
% within Frekuensi Tampilan
IHK p53 33.3% 50.0% 0.0% 30.0%
% of Total 10.0% 20.0% 0.0% 30.0%
Buruk Count 1 0 1 2
% within Derajat Diferensiasi 50.0% 0.0% 50.0% 100.0%
% within Frekuensi Tampilan
IHK p53 33.3% 0.0% 33.3% 20.0%
% of Total 10.0% 0.0% 10.0% 20.0%
Total Count 3 4 3 10
% within Derajat Diferensiasi 30.0% 40.0% 30.0% 100.0%
% within Frekuensi Tampilan
IHK p53 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 30.0% 40.0% 30.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.111a 4 .539
Likelihood Ratio 4.637 4 .327
Linear-by-Linear Association .246 1 .620
N of Valid Cases 10
a. 9 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .60.
Lokasi Lesi * Frekuensi Tampilan IHK p53 Crosstabulation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Frekuensi Tampilan IHK p53
Total - + ++ +++
Lokasi
Lesi
Lidah Count 1 2 4 2 9
% within Lokasi Lesi 11.1% 22.2% 44.4% 22.2% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 66.7% 100.0% 66.7% 75.0%
% of Total 8.3% 16.7% 33.3% 16.7% 75.0%
Gingiva Count 0 1 0 1 2
% within Lokasi Lesi 0.0% 50.0% 0.0% 50.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 0.0% 33.3% 0.0% 33.3% 16.7%
% of Total 0.0% 8.3% 0.0% 8.3% 16.7%
Mukosa
Bukal
Count 1 0 0 0 1
% within Lokasi Lesi 100.0% 0.0% 0.0% 0.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 0.0% 0.0% 0.0% 8.3%
% of Total 8.3% 0.0% 0.0% 0.0% 8.3%
Total Count 2 3 4 3 12
% within Lokasi Lesi 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 7.556a 6 .273
Likelihood Ratio 6.904 6 .330
Linear-by-Linear Association 1.323 1 .250
N of Valid Cases 12
a. 12 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .17.
J. Kelamin * Frekuensi Tampilan IHK p53 Crosstabulation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Frekuensi Tampilan IHK p53
Total - + ++ +++
J. Kelamin Laki-laki Count 1 0 2 1 4
% within J. Kelamin 25.0% 0.0% 50.0% 25.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 0.0% 50.0% 33.3% 33.3%
% of Total 8.3% 0.0% 16.7% 8.3% 33.3%
Perempuan Count 1 3 2 2 8
% within J. Kelamin 12.5% 37.5% 25.0% 25.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 100.0% 50.0% 66.7% 66.7%
% of Total 8.3% 25.0% 16.7% 16.7% 66.7%
Total Count 2 3 4 3 12
% within J. Kelamin 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.250a 3 .522
Likelihood Ratio 3.139 3 .371
Linear-by-Linear Association .036 1 .849
N of Valid Cases 12
a. 8 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .67.
Kelompok Umur * Frekuensi Tampilan IHK p53 Crosstabulation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Frekuensi Tampilan IHK p53
Total - + ++ +++
Kelompok
Umur
40-59 Count 1 1 2 1 5
% within Kelompok Umur 20.0% 20.0% 40.0% 20.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 33.3% 50.0% 33.3% 41.7%
% of Total 8.3% 8.3% 16.7% 8.3% 41.7%
60-79 Count 1 2 2 2 7
% within Kelompok Umur 14.3% 28.6% 28.6% 28.6% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 50.0% 66.7% 50.0% 66.7% 58.3%
% of Total 8.3% 16.7% 16.7% 16.7% 58.3%
Total Count 2 3 4 3 12
% within Kelompok Umur 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
% within Frekuensi
Tampilan IHK p53 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 16.7% 25.0% 33.3% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .343a 3 .952
Likelihood Ratio .345 3 .951
Linear-by-Linear Association .033 1 .856
N of Valid Cases 12
a. 8 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .83.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
top related