tradisi mandi pengantin dalam upacara ...repository.uinjambi.ac.id/3700/1/skipsi mardiana-shk...pada...
Post on 25-Jan-2021
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
TRADISI MANDI PENGANTIN
DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BANJAR
PERSPEKTIF ULAMA
(Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S.I)
Dalam Hukum Keluarga Islam
Pada Fakultas Syariah
Oleh:
MARDIANA
SHK.162114
PEMBIMBING:
H.M. ZAKI, S.Ag.,, M.Ag
SITI MARLINA, S.Ag., M.HI
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
1441 H/2020 M
-
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mardiana
NIM : SHK.162114
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Alamat : Desa Parit Sidang, Kec.Pengabuan, Kab. Tanjung Jabung Barat
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul : “Tata Cara
Perkawinan Adat Banjar Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” adalah hasil karya
pribadi yang tidak mengandungzzzz plagiarisme dan tidak berisi materi yang
dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang telah disebutkan
sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara ilmiah.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggung
jawabkannya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ni.
Jambi, Februari 2020
Yang Menyatakan,
Mardiana
NIM. SHK.162114
-
iii
Pembimbing I : H. M. Zaki, S.Ag., M.Ag.
Pembimbing II : Siti Marlina, S.Ag., M.HI
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi-Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
Jambi, Februari 2020
Kepada Yth,
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
JAMBI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamualaikum wr wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
saudari Mardiana, SHK. 162114 yang berjudul:“Tata Cara Perkawinan Adat
Banjar Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” Telah disetujui dan dapat
diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1) dalam jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum wr wb.
Pembimbing I Pembimbing II
H. M. Zaki, S.Ag., M.Ag. Siti Marlina, S.Ag., M.HI
Nip. 1975117 199903 1 002 Nip. 19750221 200701 2 01
-
iv
-
v
MOTTO
ُْ ََُّنْىُّْىافُقََشاَء ٌْ اِ ائُِن ٍَ ٌْ َواِ ِْ ِعثَا ِدُم ٍِ َِ ُْ ٌْ َواىَصيِِح ُْْن ٍِ ً ٍَ ِّْنُحىااالَََا َواَ
ِْ فَضْ ٍِ ٌُ هللا ٌٌ َُْغِِْه ُْ يِِه َوهللا َواِسٌع َعي
Artinya : Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu,
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS. An-Nur
(24): 32)
-
vi
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Tradisi Mandi Pengantin dalam Upacara Perkawinan
Adat Banjar Perspektif Ulama (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”. Penelitian yang penulis
lakukan ialah untuk mengungkap adat dan tradisi masyarakat Banjar di dalam
prosesi perkawinan. Di mana adat dan tradisi dalam prosesi perkawinan telah
dilakukan oleh masyarakat adat Banjar berlangsung sejak zaman dahulu oleh
nenek moyang suku Banjar. Dalam prosesi sebelum walimahan dalam perkawinan
terdapat runtutan yang harus dilakukan oleh kedua mempelai. Tujuan penelitian
ini adalah ingin mengetahui pelaksanaan tradisi mandi pengantin adat Banjar
masyarakat desa Parit Sidang, ingin mengetahui makna yang terkandung dalam
tradisi mandi pengantin upacara perkawinan adat Banjar pada masyarakat desa
Parit Sidang, dan ingin mengetahui pandangan pandangan beberapa ulama
terhadap tradisi mandi pengantin dalam perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif tipe pendekatan yuridis empiris. Jenis
dan sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan
data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan jenis teknik
purposive sampling. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, proses
pelaksanaan perkawinan adat banjar desa Parit Sidang melalui tahap prosesi
yaitu:. Kedua, makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Banjar desa
Parit Sidang, yaitu pelaksanaan perkawinan adat merupakan suatu penghormatan
nenek moyang, menjaga budaya, dan untuk menghindari segala hal yang tidak
diinginkan. Ketiga prosesi perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang dalam
perspektif hukum Islam hukumnya mubah selama tidak bertentangan dengan
nash.
Kata Kunci : Perkawinan Adat Banjar, Perspektif Hukum Islam
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan guna memenuhi
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Hukum
Keluarga Islam pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umatnya kepada hidup yang penuh cahaya Islam.
Skripsi ini diberi judul “Tatacara Perkawinan Adat Banjar dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” merupakan suatu penelitian terhadap tata cara
perkawinan adat Banjar yakni dimulai dari lamaran sampai dengan walimahan.
Permasalahan yang terjadi pada tata cara perkawinan adat Banjar adalah terdapat
salah satu prosesi yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Permasalahan yang
terjadi pada prosesi adat tersebuat membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti
bagimana tinjauan hukum Islam terhadap tata cara perkawinan adat Banjar pada
masyarakat desa Parit Sidang. Hal inilah yang dibahas dan dianalisis dalam skripsi
ini.
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data
maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak
terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
-
viii
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama
sekali kepada Yang Terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi Asy‟ri, MA. Ph.D. sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag, MH. sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH, MH. sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan. Bapak Dr. H. Ishaq SH. M.
Hum. sebagai Wakil Dekan Bidang Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
6. Ibu Mustiah RH, S.Ag, M.Sy. dan Bapak Irsadunas Noveri, SH, MH. sebagai
Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak H.M. Zaki, S.Ag., M.Ag. sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Marlina,
S.Ag., M.HI sebagai Pembimbing II skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati
Fakultas Syariah dan perpustakaan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
-
ix
9. Bapak dan Ibu pegawai Kantor Desa Parit Sidang serta masyarakat desa Parit
Sidang yang banyak meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam
penulisan skripsi ini.
Di samping itu saya disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.
Jambi, April 2019
Penulis
Mardiana
SHK. 162114
-
x
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah
Dengan selesainya skripsi ini
Kupersembahkan
Untuk Ayahanda Abri Huda dan Ibunda tercinta Misringatin
Kakakku Uswatun Khasanah, Abang Iparku Husaini dan Adikku Lianah Dila
Terima Kasih
Atas semua pengorbanan, dorongan, do‟a
Yang selalu tercurah untukku
Atas semua saran dan semangat yang selalu diberikan.
Buat sahabat-sahabatku Mastura, A. Yani, Himmatul Aliah, Intan Safrina
Yang tetap setia dan banyak memberikan motivasi
Dan inspirasi dalam hidupku
Semoga jerih payah dan dukungan tersebut
Mendapat imbalan dari Allah SWT.
Amin.
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
LEMBARAN PERNYATAAN ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iv
MOTTO .............................................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
PERSEMBAHAN…………………………………………………………….x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Batasan Masalah .................................................................................. 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 6
E. Kerangka Teori .................................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 13
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 16
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................ 17
C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 17
-
xii
D. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 18
E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 20
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 21
G. Jadwal Penelitian ............................................................................... 23
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Aspek Historis ................................................................................... 24
B. Aspek Geografis ................................................................................ 28
C. Aspek Demografis………………………………………………...28
D. Aspek Ekonomi ................................................................................. 31
E. Aspek Pemerintahan.......................................................................... 31
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Proses pelaksanaan mandi pengantin dalam perkawinan adat Banjar
desa Parit Sidang ............................................................................... 34
B. Makna yang terkandung dalam prosesi upacara perkawinan adat Banjar
pada masyarakat desa Parit Sidang………………………………..47
C. Pandangan hukum Islam terhadap tatacara perkawinan adat Banjar
desa Parit Sidang ............................................................................... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 63
B. Saran .................................................................................................. 64
C. Penutup…………………………………………………………….64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................
CURRICULUM VITAE .......................................................................................
-
xiii
DAFTAR SINGKATAN
1. Hlm : Halaman
2. H : Hijriah
3. M : Masehi
4. Q.S : Al-Qur‟an Surah
5. RT : Rukun Tetangga
6. UIN : Universitas Islam Negeri
7. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
8. SWT : Subhanahu Wata‟ala
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Jadwal Penelitian………………………………………………………..23
Tabel II Jumlah Penduduk Pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis
Kelamin…………………………………………………………………29
Tabel III Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang.30
Tabel IV Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang………………...…32
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk menghalalkan
hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara laki-
laki dan perempuan dimana antara keduanya bukan muhrim. Pernikahan adalah
suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab
sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan
tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling
menyantuni1. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa2.
Perkawinan Islam ialah suatu perjanjian antara pengantin laki-laki dan
wali pengantin perempuan, disaksikan oleh sedikit-dikitnya dua orang, dimana
ijab-kabul dikatakannya, dan mas kawin dipastikannya3. Perkawinan dalam
Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia,
juga sekaligus bertujuan untuk membentuk keluarga dan memelihara serta
meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah
perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang
1 Sudarsono,Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 188.
2 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
3 Soerjono Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1981),
hlm.105.
-
2
bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat4. Hal ini sejalan dengan
firman Allah Swt. Q.S Ar-Rum (30): 21
ِْ ٍِ ُْ آََرِهِ َو ٌْ َخيَقَ اَ ِْ ىَُن ٍِّ ٌْ ّْفُِسُن ُْهَاَوَجَعوَ اَ ٌْ اَْصَواًجاىِّرَْسُنُْْىااِىَ َُُْْن جً تَ َىدَّ ٍَّ
حً ََ َسْح َُّ وَّ ٍْ اِ ًٍ اَلَََدٍ َرىِلَ فِ َُ ىِّقَْى ُشْو ََّرَفَنَّ
Artinya : Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.5
Adat diartikan sebagai cerminan daripada kepribadian suatu bangsa,
dengan kata lain adat merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa.
Maka setiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu
dengan yang lainnya dan keberadaannya tidak sama, baik dari segi simbol dan
tingkah laku masyarakat adat. Justru oleh karena itu ketidaksamaan tingkah laku
dapat mengatakan, bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting yang
memberikan identitas dari suatu bangsa. Di Negara Republik Indonesia dikatakan
“Bhineka Tunggal Ika” yang berarti walaupun berbeda-beda menjadi satu
kesatuan dalam Negara Pancasila.
Adat atau disebut juga „urf yang berarti kebiasaan baik.6 Menurut
Soekanto ialah hukum adat itu merupakan keseluruhan adat (yang tidak tertulis)
dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang
4 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 26.
5 Al-Qur‟an surah Ar-Rum (30): 21.
6 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 209.
-
3
mempunyai akibat hukum7. Perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat
adalah ikatan yang menghubungkan dua keluarga, yang tampak dari upacara
waktu melangsungkan perkawinan itu. Karena penglihatan yang demikian,
mereka lebih menghargai dan menghidup-hidupkan perkawinan menurut hukum
adat saja daripada perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum Islam.
Hukum perkawinan adat merupakan hukum masyarakat yang mengatur
tentang perkawinan yang tidak tertulis di dalam perundang-undangan negara. Jika
terjadi pelanggaran maka yang akan mengadili ialah musyawarah masyarakat adat
setempat. Meskipun masyarakat Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat mayoritas beragama Islam bahkan tergolong
taat, mereka tetap yakin dan percaya sehingga mereka mengikuti tradisi yang
sudah turun temurun, dan juga merupakan petuah orang-orang tua yang tidak
mungkin untuk dilanggar. Begitu pula halnya perkawinan menurut adat Banjar
desa Parit Sidang, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebelum dan
sesudah perkawinan tersebut.
Perkawinan menurut adat Banjar di desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat bukan semata-mata urusan kedua
pengantin, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, tengganai,
pimpinan formal, dan tokoh-tokoh adat. Dalam tatacara perkawinan adat Banjar
ini, terdapat upacara mandi pengantin. Acara ini merupakan bagian setelah
dilaksanakannya perkawinan tersebut, yakni pengantin laki-laki dan pengantin
wanita dimandikan didepan khalayak ramai dengan pakaian bahu terbuka.
7 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, (Jakarta: Pradnya
Paramita,1994), hlm. 11.
-
4
Tatacara perkawinan adat Banjar Desa Parit Sidang ini sudah menjadi
tradisi masyarakat adat Banjar di Desa Parit Sidang yang masih kokoh memegang
adat, karena hal tersebut merupakan adat kebiasaan turun temurun (dari nenek
moyang) yang masih dijalankan masyarakat saat ini.
Hukum Islam adalah peraturan atau ketetapan dari Allah SWT melalui
Rasul-Nya, baik berbentuk tuntutan, larangan maupun petunjuk guna untuk
terciptanya suasana kedamaian, ketenangan dan terhindar dari kemafsadatan
lainnya. Peraturan-Peraturan ini berisi hukum-hukum syara‟ yang bersifat
terperinci, yang berkenaan dengan kehidupan dan perbuatan manusia, yang dapat
dipahami dan digali dari sumber-sumber (Al-Qur‟an dan Hadis) dan dalil-dalil
syara‟ lainnya.
Didalam Islam tidak di atur atau tidak dibahas secara jelas karena itu
hanya tradisi suatu daerah. Islam sendiri hanya mengatur tentang hukum nikah,
peminangan, rukun akad nikah, syarat nikah, macam-macam akad nikah, wanita-
wanita yang diharamkan dan pengaruh akad nikah dilangsungkan dengan walimah
untuk wujud bersyukur. Ketika hukum Islam dipraktekkan di tengah-tengah
masyarakat yang memiliki budaya dan Adat istiadat yang berbeda seringkali
wujud yang ditampilkan tidak selalu sama dan seragam.
Dalam hukum Islam adat diterima dari generasi sebelumnya dan diyakini
serta dijalankan oleh umat dengan anggapan bahwa perbuatan tersebut adalah baik
untuk mereka. Sebagian adat lama itu ada yang selaras dan ada yang bertentangan
dengan hukum syara‟ datang kemudian. Adat yang bertentangan itu, dengan
sendirinya tidak mungkin dilaksanakan oleh umat Islam secara bersamaan dengan
-
5
hukum syara‟. Pertemuan antara adat dan syari‟at tersebut terjadilan benturan,
penyerapan, dan pemburan antara keduanya. Dalam hal ini yang diutamakan
adalah proses penyeleksian adat yang dipandang masih diperlukan untuk
dilaksanakan, adapun yang menjadi pedoman dalam penyeleksian adat lama itu
adalah kemaslahatan menurut wahyu8.
Dari berbagai tradisi khususnya yang ada di desa Parit Sidang masih
banyak acara dalam pesta perkawinan yang sedikit agak menyimpang dari ajaran
agama. Oleh karena itu standar yang harus dipegang sebagai barometer adalah
syari‟at Islam. Apakah acara demi acara dalam walimah perkawinan itu selaras
dengan budaya muslim atau sesuai dengan norma ajaran Islam atau sebaliknya
malah dilarang dalam budaya muslim atau bertentangan dengan norma ajaran
Islam.
Berdasarkan uraian di atas, maka hal menarik yang ingin penulis teliti
adalah tentang tatacara perkawinan adat Banjar di kalangan masyarakat Desa Parit
Sidang, dan alasan masyarakat mengapa masih menjalankan tata upacara
perkawinan adat Banjar. Dan peneliti menentukan judul yang sesuai dengan
penelitian ini: “Tata Cara Perkawinan Adat Banjar dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat).”
8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2005), hlm. 368- 369.
-
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti menemukan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses pelaksanaan mandi pengantin adat Banjar Masyarakat desa
Parit Sidang kecamatan Pengabuan?
2. Apa makna yang terkandung dalam tradisi mandi pengantin adat Banjar pada
masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan?
3. Bagaimana pandangan beberapa ulama terhadap tradisi mandi pengantin adat
Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan?
C. Batasan Masalah
Tatacara perkawinan adat merupakan kegiatan-kegiatan yang dilahirkan
secara adat dalam perkawinan suatu daerah tertentu. Berdasarkan judul yang
penulis angkat, maka bahasan yang menjadi tumpuan utama dari karya ilmiah ini
agar tidak melebar dan mengembang dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam
pembahasan, baik terhadap penulis maupun pembaca, maka penulis hanya
memfokuskan kepada permasalahan perspektif hukum Islam terhadap tata cara
perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat pada tahun 2018-2019.
D. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui proses pelaksanaan mandi pengantin adat Banjar
Masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.
-
7
2. Ingin mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi mandi pengantin
adat Banjar pada masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.
2. Ingin mengetahui beberapa pandangan ulama terhadap tradisi mandi
pengantin adat Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis biasanya dirumuskan dengan
kalimay sebagai berikut:
a. Kegunaan Akademis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi
penelitian selanjutnya dan dapat pula dijadikan sebagai bahan masukan
dalam memahami tentang perihal tatacara perkawinan adat Banjar.
2. Sebagai rujukan mahasiswa dan mahasiswi yang mengambil jurusan
hukum tkeluarga. Dan sekaligus syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
strata satu di bidang hukum.
b. Kegunaan Praktis
1. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat berguna bagi masyarakat
Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan terhadap tatacara perkawinan
adat Banjar menurut tinjauan hukum Islam.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat suku Banjar pada
khususnya dalam pelaksanaan perkawinan adat tentang tatacara
perkawinan adat Banjar.
-
8
E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian
tersebut, adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum
dalam berbagai kajian dan temuan antara lain sebagai berikut:
a. Teori ‘Urf
Kata „Urf berasal dari kata „arafa, ya‟rifu )عشف َعشف( sering diartikan
dengan “al-ma‟ruf‟” )اىَعشف( dengan arti: “sesuatu yang dikenal”.9 Istilah „urf
dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al-„adah (adat istiadat).10
Arti
„urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan
yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya
atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat, „urf ini sering disebut sebagai
adat11
.
Penggolongan macam-macam „adat atau „urf itu dapat dilihat dari
beberapa segi :
1. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan. Dari segi ini „urf itu ada dua
macam: „Urf qauli dan „urf fi‟li, „urf qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam
penggunaan kata-kata atau ucapan. Seperti kebiasaan masyarakat Arab
menggunakan kata “walad” untuk anak laki-laki. Padahal menurut aslinya kata
itu berarti anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian juga menggunakan
kata “lahm” untuk daging bintang darat, padahal Al-Qur‟an menggunakan kata
itu untuk semua jenis daging termasuk daging ikan,penggunaan kata “dabbah”
untuk binatang berkaki empat padahal kata ini menurut aslinya mencakup
9 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana Media Group, 2008), hlm. 363.
10 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 153.
11 Rachmat Syafe‟I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 128.
-
9
binatang melata12
. Sedangkan „urf fi‟li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam
perbuatan, umpamanya kebiasaan jual beli barang-barang yang enteng (murah
dan kurang begitu bernilai), kebiasaan saling mengambil rokok diantara sesame
teman tanpa adanya ucapan meminta dan memberi, tidak dianggap mencuri13
.
2. Ditinjau dari segi ruang lingkup penggunaannya yakni „urf umum dan „urf
khusus, „urf umum yaitu adat kebiasaan yang berlaku untuk semua orang di
semua negeri. „urf khusus yaitu yang hanya berlaku di suatu tempat tertentu
atau negeri tertentu saja14
. Seperti halnya tradisi piduduk yang memang
dilaksanakan khusus pada acara pernikahan.
3. Dari segi baik dan buruk, „adat atau „urf itu terbagi atas: „urf shahih dan „urf
fasid15
. „urf shahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan
tidak bertentangan dengan dalil syara, juga tidak menghalalkan yang haram dan
juga tidak membatalkan yang wajib. Adapun „urf fasid, yaitu sesuatu yang
telah saling dikenal manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara, atau
menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib16
.
Adapun dalam kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:
ٍحنَح اىعذج
Artinya : Adat (dapat dijadikan pertimbangan) dalam penetapan hukum.17
12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 366. 13
Ibid, hlm. 367. 14
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 90. 15
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 368. 16
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm.
134. 17
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi…, hlm. 154.
-
10
Maksud dari kaidah di atas adalah apa yang dipandang baik oleh kaum
bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara dalam muamalat dan
munakahat juga dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan
adat kebiasaan yang bertentangan dengan nash-nash syara‟, tentu tidak boleh
dijadikan dasar hukum.18
Syariat Islam tidak serta merta berupaya menghapuskan tradisi atau adat-
istiadat. Namun secara selektif Islam menjaga keutuhan tradisi tersebut selama
hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.19
Apabila dalam Al-Qur‟an
maupun hadits tidak ditemukan secara tegas mengenai hukum tradisi atau adat-
istiadat tertentu, sehingga untuk mengetahui tradisi atau adat istiadat telah sesuai
dengan syariat Islam atau tidak. Perlu menggunakan kaidah fikih yang
bermaktub salah satu kaidah asasiyyah yaitu al-„Adah Muhakkamat. Penelitian
ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat adat Banjar dalam melakukan
prosesi pelaksanaan upacara perkawinan, maka penggunaan „urf untuk
menganalisa penelitian ini sangat relevan mengingat penelitian ini ada salah satu
yang bertolak dari tradisi atau budaya masyarakat.
„Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur
maslahat (tidak mengandung unsur mafsadat atau mudharat), namun dalam
pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat
diterima dalam Islam namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami
perubahan dan penyesuaian.20
18
Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 45. 19
Muchsin Usman, Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 96. 20
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 369.
-
11
Para ulama mengamalkan „urf dalam memahami dan mengistibathkan
hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima „urf tersebut, yaitu:
1. „Adat atau „urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat.
2. „Adat atau „urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang
berada dalam lingkungan „adat itu, atau di kalangan sebagian besar warganya.
3. „Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku)
pada saat itu; bukan „urf yang muncul kemudian.
4. „Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara‟ yang ada atau
bertentangan dengan prinsip yang pasti.21
Ulama sepakat menolak „adat atau „urf dalam bentuk ketiga karena secara
jelas bertentangan dengan syara‟. Segala ketentuan yang bertentangan dengan
hukum syara‟ harus ditinggalkan meskipun secara „adat sudah diterima oleh orang
banyak. Adat dalam bentuk ketiga ini dikelompokkan kepada „adat atau „urf yang
fasid (merusak).22
b. Teori Mashlahah
Dilihat dari bentuk lafalnya, kata al-mushlahah adalah kata bahasa Arab
yang berbentuk mufrad (tunggal). Sedaangkan bentuk jamaknya adalah al-
mashalih. Dilihat dari segi lafalnya, kata mashlahah setimbangan dengan
maf‟alah dari kata ash-shalah.23
Adapun dilihat dari segi batasan pengertiannya,
terdapat dua pengertian: yaitu menurut „urf dan syara‟. Menurut „urf, yang
dimaksud dengan al-mashlahah ialah:
21
Ibid, hlm. 376-377. 22
Ibid, hlm. 371. 23
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 304.
-
12
الِح واىَّْْفعِ اىَسثَُة اْىّؤّدي إىً اىصَّ
Artinya : Sebab yang melahirkan kebaikan dan manfaat.
Selanjutnya, pengertian al-mashlahah secara syar‟i, yaitu:
ْقُصْىٍد اى ٍَ َؤدِّي إِىًَ َُ ثَُة اْى شَّاِسعِ ِعثَاَدجَ أَْو َعاَدجً اىسَّ
Artinya : Sebab-sebab yang membawa dan melahirkan maksud (tujuan) asy-
Syar‟I, baik maksud yang berkaitan dengan ibadah maupun muamalah
(al-„adah).24
Imam Al-Ghazali mengemukakan penjelasan bahwa al-mashlahah dalam
pengertin syar‟i ialah, meraih manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka
memelihara tujuan syara‟, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta. Penelitian ini berkenaan dengan tradisi yang berkembang di masyarakat
berorientasikan pada kemaslahatan masyarakat, maka perlu kiranya mengkajinya
dengan al-Mashlahah. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa upaya meraih manfaat
atau menolak kemudharatan yang semata-mata demi kepentingan duniawi
manusia, tanpa mempertimbangkan kesesuaiannya dengan tujuan syara‟, apalagi
bertentangan dengannya, tidak dapat disebut dengan al-mashlahah, tetapi
sebaliknya, merupakan mafsadah.25
Imam As-Syathibi menjelaskan, seluruh
ulama sepakat menyimpulkan bahwa Allah SWT. Menetapkan berbagai ketentuan
syariat dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (adh-
24
Ibid, hlm. 305. 25
Ibid, hlm. 306.
-
13
dharuriyyat al-khams), yang biasa juga disebut dengan al-maqashid asy-
syar‟iyyah (tujuan-tujuan syara‟).26
Melalui teori ini bahwasanya suatu perbuatan salah satunya tradisi adat
yang dilakukan masyarakat adat pastinya sangatlah berguna dan bermanfaat bagi
mereka. Karena dengan tradisi tersebut, mereka saling berkontribusi dalam
pemeliharaan adat yang mungkin hanya terdapat beberapa suku saja yang masih
melestarikannya.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam mendukung penelitian yang lebih integral seperti yang telah
dikemukakan pada latar belakang masalah, maka penulis berusaha untuk
melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka atau karya-karya yang lebih
mempunyai relevansi terhadap topik yang akan diteliti.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nor Fadillah, dengan judul
Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif
Konstruksi Sosial. Tesis ini membahas mengenai tradisi maantar jujuran dalam
perkawinan adat Banjar di desa Keramat Kab. Hulu Sungai Utara dengan
menggunakan teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.27
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Resda Maulida Agustina dengan
judul Persepsi Masyarakat Banjar Terhadap Tradisi Mandi Pengantin (Perspektif
Psikologi Islam). Skripsi ini membahas tentang persepsi masyarakat Banjar
terhadap tradisi mandi pengantin yang dilakukan oleh masyarakat sebelum
26
Ibid, hlm. 308. 27
Nor Fadillah, Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif
Konstruksi Sosial, Tesis Program Pascasarjana Magister Studi AL-Ahwal Al-Syakhshiyah,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017.
-
14
melangsungkan perkawinan dan harus dilakukan bagi yang mempunyai sisilah
keturunan.28
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Masrukin, dengan judul skripsi
Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Piduduk Dalam Pernikahan Adat Banjar
Perspektif „Urf (Studi di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir,
Kalimantan Timur), Skripsi ini membahas tentang konsep dalam tradisi piduduk
dan persepsi masyarakat tentang tradisi piduduk ditinjau dalam perspektif „urf.29
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Condro Wulan, dengan
judul skripsi Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam Prosesi
Perkawinan Adat Banjar Di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai
Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Skripsi ini membahas tentang adanya
pemberian mas kawin atau mahar dari calon suami kepada calon istri sebelum,
sesudah atau pada waktu berlangsungnya akad sebagai pemberian wajib yang
tidak dapat diganti dengan lainnya.30
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Riska Rahmah, dengan judul
Tradisi Bausung Pengantin Pada Banjar Kandangan Di Kecamatan Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir, Jurnal ini membahas tentang perubahan waktu
pelaksanaan dan peralatan yang digunakan. Tradisi ini memiliki sanksi apabila
28
Resda Maulida Agustina, Persepsi Masyarakat Banjar Terhadap Tradisi Mandi
Pengantin (Perspektif Psikologi Islam), Skripsi Mahasiswa Jurusan Psikologi Islam, Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Antasari, 2018. 29
Masrukin, Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Piduduk Dalam Pernikahan Adat
BanjarPerspektir „Urf (Studi di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir, Kalimantan
Timur), Skripsi Jurusan Al-ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017. 30
Dwi Condro Wulan, Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam
Prosesi Perkawinan Adat Banjar Di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Skripsi Mahasiswa Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Ilmu
Agama Islam, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018.
-
15
keturunannya tidak melakukan tradisi bausung pada acara pernikahan adat
Banjar.31
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Logista Deny Saputra, dengan
judul Pelaksanaan Tradisi Basaluluh Suku Banjar Perspektif Konsepsi Khitbah
Sayyid Sabiq (Studi di Desa Awang Bangkal Barat Kecamatan Karang Intan
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan), Jurnal ini membahas tentang beberapa
tahapan yang dilakukan oleh laki-laki yang jika ditinjau dari konsep khitbah
Sayyid Sabiq memiliki kesesuaian dan ketidaksesuaian, sehingga jurnal akan
mengkaji dan mendeskripsikan pelaksanaan tradisi basaluluh suku Banjar ditinjau
dari konsep Khitbah Sayyid Sabiq.32
Berdasarkan penelusuran tinjauan pustaka yang telah peneliti lakukan dari
beberapa karya penelitian lainnya seperti skripsi, jurnal, dan tesis di atas, belum
ada penelitian mengenai tata cara perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang
kecamatan Pengabuan yang berupa proses pelaksanaan dari tahap awal sampai
dengan proses resepsi. Di dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang
bagaimana proses pelaksanaan perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang, dan apa
makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan, serta pandangan hukum Islam
terhadap tatacara perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
31
Riska Rahmah, Tradisi Bausung Pengantin Pada Banjar Kandangan Di Kecamatan
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir, Jurnal Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Riau, 2019. 32
Logista Deny Saputra, Pelaksanaan Tradisi Basaluluh Suku Banjar Perspektif
Konsepsi Khitbah Sayyid Sabiq (Studi di Desa Awang Bangkal Barat Kecamatan Karang Intan
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan), Jurnal Mahasiswa Fakultas Syariah, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.
-
16
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.
Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan
untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan
sistematis untuk mewujudkan kebenaran.33
Penelitian ini sebuah karya ilmiah, tentunya merupakan sebuah penelitian
yang harus dipertanggung jawabkan dengan baik dan benar, maka dalam
penulisan menggunakan metodologi sebagai berikut:
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian sebagai obyek untuk penelitian ini dilakukan di desa
Parit Sidang, kecamatan Pengabuan yang merupakan bagian dari kabupaten
Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Dengan pertimbangan bahwa tempat dan
lokasi tersebut dapat memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun serta
menyelesaikan skripsi ini.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan 19 Oktober sampai 19 November
2019.
33
Mardelis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 24.
-
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research)
yang berlokasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Jambi dalam penulisan ini. Permasalahan utama yang
ingin diteliti dalam penelitian ini adalah “tata cara perkawinan adat Banjar
dalam perspektif hukum Islam”.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif tipe pendekatan yuridis-empiris yaitu pendekatan yang digunakan
untuk melihat gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan hukum dalam
praktik legislasi di Indonesia.34
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk
mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis lebih dalam mengenai tata
cara perkawinan adat Banjar dalam perspektif hukum Islam di desa Parit
Sidang.
C. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari data
lapangan dan diperoleh dari para responden,35
ataupun data yang didapat
langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dari Al-Qur‟an dan Al-
34
Noor Muhammad Aziz, “Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” Jurnal RechtsVinding BPHN, Vol. 1 No. 1,
(Januari-April 2012), hlm. 19. 35
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,
(Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 71.
-
Hadits, kitab-kitab, dan wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data
yang diperoleh sumber perantara dan diperoleh dengan cara mengutip dari
sumber lain.36
Baik berupa buku, jurnal, undang-undang, dan artikel, internet
yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri dari:
1. Al-Quran dan Hadist
2. Wawancara dengan Ketua Adat Desa Parit Sidang.
3. Wawancara dengan Alim Ulama Desa Parit Sidang.
4. Wawancara dengan masyarakat umum daerah Desa Parit Sidang.
5. Wawancara dengan pelaku tatacara perkawinan adat Banjar.
Sedangkan data sekunder terdiri dari materi yang terdapat dalam
buku-buku dan literatur lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan.
Data sekunder ini merupakan sebagai penunjang atau pendukung data
primer.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta penelitian. Untuk penelitian kualitatif, alat
utama yang digunakan adalah si peneliti itu sendiri (human instrument).37
Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data: wawancara
36
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 34-35. 37
Ibid, hlm. 37-38.
-
(interview), dokumentasi, dan observasi. Lebih jelas hal ini akan dielaborasi di
bawah ini:
a. Observasi
Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati,
dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu
tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.38
Jenis
observasi yang digunakan dalam hal ini adalah non participant observer, di
mana peneliti tidak terlibat secara langsung melainkan mengamati dengan
seksama peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian mengenai tatacara
perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang menurut hukum Islam. Selain
itu juga keterangan tersebut melalui informan atau pihak yang berkenaan
dalam memberikan keterangan terhadap penelitian ini.
b.Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.39
Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara detail dan
mendalam dari informan sehubungan dengan fokus masalah yang diteliti.
Melalui wawancara ini diharapkan adanya respon dari opini subyek
penelitian yang berkaitan dengan tatacara perkawinan adat Banjar desa Parit
38
Haris Herdiansyah, Wawancara,Observasi, dan Focus Groups, (Jakarta: Rajawali Pers,2015), hlm. 131-132.
39 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 180.
-
Sidang. Pertanyaan akan disusun oleh peneliti meliputi sub-sub tema yang
berkaitan dengan tema pokok, yaitu antara lain: prosesi perkawinan adat,
dan pandangan hukum Islam tentang tatacara perkawinan adat Banjar desa
Parit Sidang.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan
dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini adalah metode
yang digunakan untuk menelusuri data historis sehingga dengan demikian
dokumentasi dalam penelitian memang berperan penting.40
Fungsi
dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk menggali data yang
bersumber dari dokumen-dokumen terdahulu, catatan-catatan, foto-foto,
laporan-laporan lain yang mengandung petunjuk tertentu yang dibutuhkan
untuk menunjang penelitian ini. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan
data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen, fungsinya sebagai
pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh dari observasi
dan wawancara.
E. Teknik Analisis Data
Analisis menggunakan pendekatan berfikir dengan metode analisis sebagai
berikut:
a. Induktif adalah penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari
objek yang khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat
40
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group. 2007), hlm. 129.
-
umum.41
Data yang bersifat umum, kemudian diambil satu kesimpulan
yang bersifat khusus. Metode ini penulis gunakan untuk memperkuat
pendapat penulis yang bersifat umum dengan menganalisis pendapat
yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.
b. Deduktif adalah berfikir dimulai dari realita yang bersifat umum, guna
mendapatkan kesimpulan-kesimpulan (generalisasi) tertentu yang
khusus. Data yang bersifat khusus, kemudian dibahas kepada
permasalahan yang bersifat umum. Metode ini penulis gunakan untuk
menganalisis pendapat beberapa tokoh untuk menjelaskan lebih luas
lagi.
c. Komparatif adalah membandingkan suatu pola fikir dengan pola fikir
yang lain. Membandingkan antara kerangka berfikir atau pendapat
lain, kemudian barulah ditarik suatu kesimpulan yang paling kuat dan
paling diyakini kebenarannya. Metode ini penulis gunakan untuk
membandingkan antara tatacara perkawinan adat Banjar di desa Parit
Sidang dengan pelaksanaan perkawinan menurut hukum Islam.
H. Sistematika Penulisan
Seperti terlihat dalam daftar ini, maka skripsi ini menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang : latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan
diakhiri dengan tinjauan kepustakaan.
41
Zarkasyi Syam, Bahan Metodelogi Penelitian, (Jambi: Fak.Tarbiyah, 2006), hlm: 24.
-
Bab II Metode Penelitian, dengan sub bahasan:lokasi penelitian,
pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data,
populasi dan sampel, unit analisis, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan
jadwal penelitian.
Bab III Hasil penelitian, bab ini memuat gambaran umum dari objek
penelitian yang terdiri dari: gambaran umum desa Parit Sidang, kecamatan
Pengabuan, kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tatacara perkawinan adat Banjar
serta tanggapan masyarakat desa Parit Sidang mengenai perkawinan adat Banjar.
Bab IV Pembahasan pokok permasalahan dari data-data hasil penelitian
mengenai: Proses pelaksanaan perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang.
Makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Banjar di desa Parit
Sidang, dan perkawinan adat Banjar perspektif Islam.
Bab V Penutup merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi ini.
Pada bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penulisan skripsi, saran-saran dan
diakhiri dengan kata penutup.
-
I. Jadwal Penelitian
Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitian ini maka
menyusun jadwal sebagai berikut:
Tabel I
Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Tahun 2019-2020
Feb
ruar
ii Maret
Ap
ril
Ju
li
Agu
stus
Ok
tob
er
1 1 2 1 1 1 2
1. Pengajuan
Judul x
2. Pembuatan
Proposal x X
3. Penunjukan
Dosen
Pembimbing
x
4. Keluar
Jadwal
Sminar
X
5. Ujian Sminar
Proposal X
6. Pengesahan
Judul X
7. Surat Izin
Riset X
8. Pengumpulan
Data x X x
9. Pengelolaan
dan Analisis
Data
10. Bimbingan
dan
Perbaikan
Skripsi
11. Agenda dan
Ujian Skripsi
12. Perbaikan
penjilidan
-
24
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Aspek Historis
Desa Parit Sidang dulunya adalah hutan belantara yang belum pernah
tersentuh oleh tangan manusia, tokoh yang terpenting dalam sejarah Parit
Sidang adalah seseorang dari suku melayu yang bernama Bapak Sidang, beliau
adalah orang yang pertama kali menginjakkan kaki di hutan tersebut. Beliau
mendirikan pondok atau rumah di pinggir sungai dekat dengan muara aliran air
dari hutan, dan sekarang aliran sungai dari hutan tersebut menjadi sungai atau
jalan air desa Parit Sidang. Tujuan beliau datang ke hutan tersebut adalah
membuka lahan baru untuk perkebunan dan persawahan, selain itu juga di
rawa-rawa hutan tersebut banyak terdapat berbagai macam ikan, dengan alat
yang sederhana, yaitu kapak dan golok untuk menebang kayu hutan, dan untuk
memotong akar-akar pohon yang menghalangi aliran arus air dari hutan ke
sungai Tungkal, saat itu diperkirakan Tahun 1905.42
Kemudian lebih kurang Pada tahun 1911 kemudian datang pula beberapa
orang dari suku Banjar, dari salah satu orang Banjar tersebut yang banyak
dikenal orang adalah bernama Bapak Ahmad Thayib alias Bapak Enceng,
beliau juga menebang kayu hutan untuk lahan perkebunan dan persawahan,
Bapak Ahmad Thayib ini juga memiliki kegemaran yang luar biasa dalam
mencari ikan-ikan di rawa hutan, tidak jarang beliau keluar masuk hutan sambil
membawa lukah sebagai alat untuk menangkap ikan, di setiap tempat ia
42
Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
memasang lukah di rawa-rawa, beliau selalu memberi tanda bambu yang di
tancapkan ke tanah sebagai tanda agar tidak lupa tempat lukah tersebut. Hingga
bambu-bambu tersebut sampai sekarang masih banyak terdapat di lahan-lahan
perkebunan orang suku Banjar.
Selanjutnya lebih kurang pada tahun 1918 datang pula dua orang yang
berasal dari Jawa Timur yaitu Bapak Ahmad Qurdi dan Ahmad Kusen untuk
membuka lahan perkebunan dan persawahan. Setelah hutan tersebut dikelola
dan menjadi lahan perkebunan dan persawahan, salah satu dari mereka pulang
kembali ke Jawa untuk mengajak keluarga-keluarga mereka pindah ke Parit
Sidang, sehingga secara berduyun-duyun datang warga dari Jawa Timur. Hal
ini dikarenakan tanah Sumatra saat itu adalah tanah yang masih hutan dan
belum ada kepemilikan.43
Kemudian lebih kurang pada tahun 1940 kemudian datang pula beberapa
orang atau satu rombongan dari suku Jawa Timur, ketua rombongan tersebut
adalah bernama Abdul Razaq, Bapak Abdul Razaq inilah yang melakukan
tebang hutan secara besar-besaran, berkat semangat dan tekad kerja keras
Bapak Abdul Razaq dan para sahabatnya. Akhirnya hutan tersebut berubah
menjadi sebuah lahan kosong yang siap tanam, yang sangat cocok ditanami
tanaman padi, sayur-sayuran, palawija dan juga kelapa, dan akhirnya tempat
tersebut menjadi sebuah kampung, dan kampung tersebut diberi nama Parit
43
Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
Sidang. Nama ini sesuai dengan orang yang pertama kali datang dan tinggal di
tempat tersebut, yaitu Bapak Sidang.44
Seiring berjalannya waktu penduduk Parit Sidang pun bertambah, tidak
sedikit penduduk dari Jawa Timur yang hijrah menyusul teman-temannya ke
Parit Sidang untuk menemukan kehidupan baru, kampung Parit Sidang pun
semakin ramai dan lahan hutan pun semakin lama semakin sempit, karena
ditebang dan dijadikan lahan perkebunan dan lahan persawahan oleh orang
pendatang dari Jawa Timur.
Sebelumnya Parit Sidang adalah sebuah kampung yang dipimpin oleh
seorang kepala Parit atau kepala Kampung. Kepala Kampung pertama Parit
Sidang adalah Bapak Abdul Razaq, beliau diangkat menjadi kepala parit pada
tahun 1942, beliau adalah ketua rombongan yang datang dari Jawa Timur dan
beliau juga yang memimpin rombongan dalam menebang dan membuka hutan
menjadi sebuah perkampungan, setelah Bapak Abdul Razaq meninggal dunia
maka masyarakat Parit Sidang sepakat mengangkat Bapak Kusmanan sebagai
kepala kampung yang kedua, Bapak Kusmanan di angkat menjadi kepala
Kampung lebih kurang pada tahun 1977, Beliau adalah ayah dari Wahyudi
Achsani salah satu perangkat Desa Parit Sidang saat ini yaitu Kaur
Pembangunan Desa Parit Sidang, setelah Bapak Kusmanan meninggal dunia
dikarenakan sakit, maka tokoh masyarakat pun sepakat menunjuk yang menjadi
kepala Kampung selanjutnya adalah Bapak Ledwar, saat itu terjadi pada tahun
44
Dokumentasi Di kantor Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
1989, Bapak Ledwar juga orang yang pertama kali memiliki gagasan dan
mendirikan Sekolah Dasar Negeri 110/V (sekarang SDN 45).45
Setelah Teluk Nilau Mekar menjadi Desa Teluk Nilau maka Parit Sidang
pun dijadikan satu dusun yaitu dusun Tani Utama, dan kepala kampung pun
berubah namanya menjadi kepala dusun (kadus), dikarenakan Bapak Ledwar
juga memiliki kesibukan yang begitu ekstra menjadi kepala sekolah di SDN
110/V, maka pada tahun 1987 beliau kemudian menyerahkan jabatan kepala
dusun kepada masyarakat, lalu masyarakat pun bermusyawarah dan
menghasilkan sebuah keputusan yaitu mengangkat Bapak Akibbudin sebagai
kepala dusun yang selanjutnya. Setelah Bapak Akibbudin meninggal pada
tahun 2009, maka masyarakat pun sepakat mengusulkan Bapak Suyut yang
menjadi kepala Dusun selanjutnya, sesuai hasil musyawarah mufakat yang
diadakan masyarakat.
Parit Sidang adalah wilayah dari desa/kelurahan Teluk Nilau, hingga pada
bulan April 2012 diadakan pemekaran desa, Parit Sidang adalah salah satu desa
pemekaran dari Kelurahan Teluk Nilau Kecamatan Pengabuan, sebagai desa
baru mekar kepala desa Parit Sidang untuk sementara langsung ditunjuk dari
kecamatan sebagai PJS (Pejabat Sementara). Kepala Desa yang ditunjuk
langsung dari Kecamatan Pengabuan untuk memimpin desa Parit Sidang
adalah bapak Zukran, Bapak Zukran salah satu staf kantor Kecamatan
Pengabuan sekaligus menjabat sebagai Kepala Desa Parit Sidang yang
45
Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
tergolong paling rajin turun ke desa Parit Sidang dan bertugas sebagai Kepala
Desa.
B. Aspek Geografis
Secara geografis desa Parit Sidang terletak dibagian Utara ibukota
kecamatan Pengabuan kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tepatnya seberang
kelurahan Teluk Nilau yang dibatasi sungai Pengabuan, dan jarak desa Parit
Sidang ke ibukota kecamatan Pengabuan kurang lebih 3 kilo meter, luas
wilayah desa Parit Sidang lebih kurang 1857 Ha lebih kurang 19 Km2. Dengan
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Barat berbatas dengan Desa Sei. Pampang ;
b. Sebelah Timur berbatas dengan Desa Sei Serindit;
c. Sebelah Utara berbatas dengan Desa Teluk Pulai Raya;
d. Sebelah Selatan berbatas dengan Sungai Pengabuan /kelurahan Teluk Nilau.
Keadaan topografi desa Parit Sidang dilihat secara umum merupakan
daerah yang dialiri sungai Pengabuan yang beriklim sebagaimana desa-desa
lain di Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai iklim kemarau, panca
roba dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola
tanam pertanian yang ada di Desa Parit Sidang.46
C. Aspek Demografis
1. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk desa Parit Sidang sebanyak 1035 jiwa dengan
rincian laki-laki 533 jiwa dan perempuan 502 jiwa dengan jumlah kepala
46
Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
keluarga 271 KK, dengan penduduk usia produktif 782 jiwa, sedangkan
penduduk yang dikategorikan miskin 104 jiwa. 47
Tabel II
Jumlah Penduduk pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan
Jenis Kelamin48
No RT Laki-laki Perempuan
1. 01 69 74
2. 02 119 103
3. 03 91 76
4. 04 87 81
5. 05 60 61
6. 06 36 38
7. 07 71 69
Jumlah 533 502
2. Agama
Penduduk desa Parit Sidang 100 % beragama Islam. Dalam kehidupan
beragama kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam
sangat berkembang dengan baik. Demi menunjang aktivitas peribadahan di
desa Parit Sidang, dibangun sarana dan prasarana ibadah yang terdiri dari tiga
masjid dan lima surau.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan satu hal penting dalam memajukan tingkat
kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya.
Pendidikan juga diperlukan dalam meningkatkan kulitas Sumber Daya
47
Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019. 48
Jumlah Penduduk pada Setiap RT Di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2019
-
Manusia (SDM) menjadi lebih bermutu.49
Pada masyarakat desa Parit Sidang
masih banyak penduduk yang tidak sekolah dan putus sekolah yaitu sebesar
26,38 %, kemudian yang memiliki bekal pendidikan dasar 55, 75 %, dan
pelajar SD yaitu 5,41 %, sedangkan yang sedang dalam pendidikan di
perguruan tinggi hanya 0,86 %, serta yang telah menyelesaikan perguruan
tinggi hanya 0,77 %.
Tabel III
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang
Tahun 201950
No Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Jumlah
1. Lulusan S1 keatas 8
2. Lulusan SLTA 59
3. Lulusan SMP 159
4. Lulusan SD 283
5. Putus Sekolah 221
6. Tidak Pernah Sekolah 52
7. Mahasiswa S1 keatas 9
8. Siswa SLTA 34
9. Siswa SMP 42
10. Siswa SD 56
11. Siswa TK/PAUD 58
12. Belum Sekolah 54
4. Kesehatan
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di desa Parit Sidang
antara lain dapat dilihat dari status kesehatan, serta pola penyakit. Status
kesehatan masyarakat antara lain dapat dilihat melalui berbagai indicator
49
Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019. 50
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang Tahun 2019.
-
kesehatan seperti meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka
kematian bayi, angka dan status anak gizi buruk. Sarana dan prasarana
kesehatan di desa Parit Sidang mempunyai PKD ditingkat desa dengan 1
orang bidan desa dan posyandu ditiap dusun masing-masing mempunyai 1
(satu) pos.
D. Aspek Ekonomi
Sebagian masyarakat desa Parit Sidang bermata pencaharian petani dan
pekebun sedangkan hasil produksi ekonomis desa yang menonjol adalah
kelapa, pinang, padi dan sawit.51
Pertumbuhan ekonomi masyarakat desa Parit Sidang secara umum juga
mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk
yang memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada
umumnya belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan
bisa juga diperoleh dari pinjaman modal usaha dari pemerintah.
Yang menarik perhatian penduduk desa Parit Sidang masih banyak yang
tidak memiliki usaha atau mata pencaharian tetap, hal ini dapat di indikasikan
bahwa masyarakat Parit Sidang belum terbebas dari kemiskinan.
E. Aspek Pemerintahan
Organisasi pemerintah desa Parit Sidang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Desa Parit
Sidang terdiri dari dua dusun yang perincian sebagai berikut:
51
Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.
-
1. Dusun Tani Utama, terdiri dari empat RT yaitu; RT 01, RT 02, RT 03, dan RT
04.
2. Dusun Karya Makmur, terdiri dari tiga RT yaitu; RT 05, RT 06, dan RT 07.
Tabel IV
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang52
No Nama Jabatan
1. Jainal Abidin Kepala Desa Parit Sidang
2. Wahyudi Achsani Sekretaris Desa
3. Habibah Kaur TU
4. Fathul Qarib Kaur Perencanaan
5. Ibrahim Kaur Pemerintahan
6. Tri Hartono Kasi Pelayanan
7. Najib Saifullah Kasi Kesejahteraan
8. Suyanto Kadus Tani Utama
9. Hanif Masngudi Kadus Karya Makmur
52
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang Tahun 2019
-
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur Organisasi Pemerintah Desa Parit Sidang berpedoman pada
Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008
sebagai berikut :
Keterangan :
: Garis Komando
: Garis Koordinasi
Kepala Desa
Jainal Abidin
BPD
Khanifudin
Sekdes
Wahyudi Ichsani
Kasi Kesejahteraan
Najib Saifullah
Kasi Pelayanan
Tri Hartono
Kadus Tani Utama
Suyanto
Kadus Karya Makmur
Hanif Masngudi
Kaur TU
Habibah
Kaur Perencanaan
Fathul Qarib
Kaur Pemerintahan
Ibrahim
-
34
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses Pelaksanaan Mandi Pengantin dalam Perkawinan Adat Banjar
Desa Parit Sidang
Dalam masyarakat adat Banjar desa Parit Sidang ketika seorang putri dan
putra sudah memasuki masa bujang dan gadis, mereka akan menentukan masa
depan mereka seperti halnya dengan pernikahan. Lamaran pada suku Banjar di
desa Parit Sidang merupakan hal yang sudah sering terjadi, karena lamaran
merupakan bentuk kesiapan dari kedua belah pihak yaitu pihak laki-laki
maupun pihak perempuan untuk melakukan perkawinan.
Dalam melakukan pendekatan yang lebih lanjut hubungan antara pihak
laki-laki dan pihak perempuan kejenjang yang lebih serius yaitu pernikahan,
maka orang tua dari pihak laki-laki mengutus keluarga untuk menanyakan
kepada pihak perempuan, mengenai keadaan apakah perempuan tersebut telah
mempunyai calon suami atau belum dan sebagainya, apabila telah terdapat
kesepakatan maka didudukkan atau diletakkan tanda sesuai dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak. Sebagaimana yang telah diungkapkan
oleh Bapak Sahidin :
Lamaran biasanya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki yang datang ke
rumah keluarga pihak perempuan, untuk bertanya apakah perempuan
tersebut sudah mempunyai calon suami atau belum, dan biasanya yang
datang melamar kebanyakan adalah seseorang yang memang sudah
dikenal oleh pihak perempuan, sehingga jawaban mengenai penerimaan
atau penolakan terhadap lamaran tersebut akan langsung diberikan
jawaban pada saat itu juga53
.
53
Wawancara dengan Sahidin, Ketua RT 001, Desa Parit Sidang, Tanggal 12 Oktober 2019.
-
Dalam prosesi lamaran itu terkadang terdapat seorang laki-laki yang belum
dikenal oleh pihak perempuan, sehingga tidak semua lamaran akan diberikan
jawaban secara langsung, tetapi akan diberikan tenggang waktu sekitar dua
minggu atau 15 hari setelah ada kesepakatan. Hal ini dikarenakan pihak
perempuan perlu membicarakan dengan anggota keluarga. Dan selama tenggang
waktu tersebut sudah terdapat jawaban dari pihak perempuan. Maka akan ada
pertemuan selanjutnya untuk memberikan patalian54
.
Maksud dari pemberian patalian ini merupakan sebagai symbol bahwa
perempuan tersebut sudah dilamar ataupun perempuan tersebut sudah memiliki
calon suami, sehingga orang lain tidak bisa melamar perempuan tersebut. Patalian
biasanya berupa perhiasan seperti cincin atau sebagainya, sebagai pertanda
perempuan tersebut sudah dilamar.
Kata maantar diartikan sebagai mengantar atau menyerahkan, sedangkan
kata Jujuran adalah suatu pemberian dari pihak calon mempelai pria kepada pihak
calon mempelai wanita. Jujuran juga merupakan salah satu cara pandang agar
seseorang dapat mendapat tempat lebih dalam status sosial yang tinggi, artinya
semakin tinggi jujuran semakin tinggi pula derajat orang dan keluarga tersebut,
misalnya bapak calon mempelai perempuan seorang tokoh terpandang, maka akan
semakin besar pula jujurannya. Meskipun demikian sebenarnya jumlah tinggi
rendahnya jujuran bukanlah menjadi ukuran terbentuknya keharmonisan sebuah
keluarga yang akan dibangun.
54
Patalian adalah tanda pengikat, yang menyatakan bahwa seorang perempuan sudah memiliki calon suami.
-
Tradisi maantar jujuran merupakan sebuah tradisi yang menjadi sorotan
dikalangan masyarakat karena pada upacara ini akan dihadiri keluarga besar,
kerabat dan tetangga. Setelah mendapat kesepakatan antar dua belah pihak
keluarga pada upacara sebelumnya yaitu lamaran tentang jumlah jujuran serta
benda-benda hantaran seperti pakaian wanita selengkapnya dan lain-lain, maka
dilaksanakanlah upacara maantar (mengantar) jujuran (mas kawin).55
Jujuran bagi masyarakat Banjar terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Sejumlah uang yang diminta oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki
dengan melalui proses musyawarah antar keluarga. Adapun mengenai jumlah
nominal yang harus dipenuhi laki-laki cukup beragam kisaran mulai dari Rp.
5.000.000,- yakni nominal paling rendah tanpa ada resepsi pernikahan, ada juga
pihak perempuan meminta 10-50 juta dan seterusnya.
b. Penggiring yaitu, barang-barang yang diserahkan pihak laki-laki ketika acara
maantar jujuran terdiri dari : pakaian wanita selengkapnya seperti, baju, sepatu,
tas dan sebagainya atau disebut dengan sakadirian. Kemudian “seisikamar”
yaitu terdiri dari : kasur, selimut, lemari dan sebagainya.
c. Piduduk yaitu, benda-benda yang berfungsi sebagai pelengkap ketika
menyerahkan barang-barang yang disebutkan diatas. Piduduk terdiri dari :
beras, bumbu dapur seperti garam, gula dan sebagainya, pohon anak pisang,
kelapa, yang mana benda-benda tersebut memiliki nilai-nilai yang diyakini oleh
55
Nor Fadillah, Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif
Konstruksi Sosial, Tesis Program Pascasarjana Magister Studi AL-Ahwal Al-Syakhshiyah,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017, hlm. 65.
-
masyarakat Banjar agar rumah tangga kedua mempelai kelak abadi untuk
selamanya, dan diberi rezeki yang terus mengalir.56
Jujuran bagi masyarakat desa Parit Sidang mempunyai dua model yaitu, :
1. Pihak laki-laki menyerahkan seluruhnya uang jujuran kepada pihak perempuan,
uang tersebut sudah meliputi uang untuk mahar serta keperluan barang-barang
penggiring, seisi kamar dan sebagainya,
2. Pihak laki-laki memberikan uang jujuran kepada pihak perempuan dan tidak
termasuk mahar serta barang-barang penggiring, seisi kamar dan sebagainya.57
Maantar jujuran merupakan prosesi dimana pihak laki-laki beserta
rombongannya yang telah diutus oleh keluarga mendatangi kediaman atau rumah
calon mempelai wanita dengan membawa uang jujuran atau pun barang-barang
yang sudah disepakati sebelumnya pada acara melamar.
Pada prosesi maantar jujuran ini yang menjadi inti ialah dengan
menyerahkan uang jujuran atau pun barang-barang yang sudah disepakati tersebut
kepada keluarga calon mempelai wanita sebagai pertanda bahwa keluarga dari
pihak pria mengharapkan cepat dilaksanakannya suatu pernikahan. Dan yang
mengantar dan menerima jujuran tersebut ialah dari pihak laki-laki yang dituakan
ataupun yang diutus oleh pihak pria maupun wanita.
Pada masyarakat Banjar Desa Parit Sidang jujuran merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang ingin menikah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Usman:
56
Ibid, hlm. 66 57
Observasi, di Desa Parit Sidang, Tanggal 19 Oktober 2019
-
Maantar jujuran merupakan mengantarkan ataupun menyerahkan jujuran
kepada keluarga calon pengantin perempuan, dimana maantar jujuran
biasanya dilakukan keluarga calon pengantin pria. Biasanya jujuran nya
berupa sejumlah uang yang telah disepakati antar kedua belah pihak.
Jujuran biasanya disiapkan oleh calon mempelai pria, tetapi bisa jadi calon
mempelai pria sendiri yang menyiapkannya ataupun terkadang disiapkan
oleh orang tua calon mempelai pria. Biasanya tradisi jujuran ini bertujuan
untuk mengangkat harkat dan martabat dari seorang wanita, dan
merupakan bukti kesungguhan seorang pria yang menginginkan wanita
tersebut sebagai pasangannya sehingga dia rela berkorban dan
bertanggung jawab. Jujuran merupakan tanda pengikat bahwa seorang pria
serius untuk memiliki seorang wanita. Jujuran biasanya ditujukan untuk
biaya walimah perkawinan dan untuk bekal hidup calon pengantin.58
Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Bahrah, beliau menambahkan
bahwa Jarak waktu maantar jujuran dengan akad nikah biasanya tidak terlalu
lama, bisa sekitar dua minggu, satu bulan, atau beberapa bulan, tergantung
dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai dan tidak
ada ketentuan khusus mengenai jujuran ini.59
Akad nikah merupakan acara inti dalam tradisi perkawinan. Biasanya akad
nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Nikah merupakan proses ijab
qabul,yang dipimpin oleh penghulu, dan disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari
kedua calon mempelai dan orang yang dituakan. Akad nikah pada masyarakat
desa Parit Sidang sama dengan akad nikah pada umumnya. Pada masyarakat
adat Banjar juga mengikuti aturan pada ajaran Agama Islam, seperti
menghadirkan wali dan saksi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Sahidin:
Ijab qabul dalam tradisi nikah adat Banjar desa Parit Sidang ya seperti
biasanya, sama seperti yang diajarkan oleh Agama Islam. Ada saksi, ada
wali, calon pengantin, ada penghulu, dan petugas catatan sipil yang akan
mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah. Busana yang
58
Wawancara dengan Usman, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 18 Oktober 2019.
59 Wawancara dengan Bahrah, Ketua Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 21
Agustus 2019.
-
digunakan pengantin dalam upacara pernikahan adat Banjar desa Parit
Sidang biasanya tergantung dari kedua mempelai. 60
Sebagaimana ditambahkan oleh Bapak M. Nur Inti dari akad nikah ini
menurut tradisi Banjar adalah keluarga mempelai wanita menyerahkan
(menikahkan) anak gadisnya kepada mempelai pria, dan keluarga mempelai
pria menerima mempelai wanita disertai dengan penyerahan maskawin bagi
mempelai perempuan. Pelaksanaan akad nikah ini dilakukan oleh petugas dari
catatan sipil atau petugas agama. Mengenai waktu akad nikah biasanya
disepakati oleh keluarga antara kedua belah pihak dengan perhitungan hari dan
bulan Arab. Biasanya akad nikah dilaksanakan ditempat kediaman calon
mempelai wanita atau di KUA atau berlangsung di masjid dengan dihadiri
keluarga dari kedua belah pihak. 61
Batimung mengandung arti yaitu membuang keringat dari badan dengan
cara diasapi serta ditambahkan bunga-bungaan dan ramuan alami untuk
memberi keharuman kepada badan orang yang di-timung. Cara ini merupakan
salah satu syarat bagi calon pengantin Banjar untuk menghadapi pesta
perkawinan nantinya. Tujuan dilaksanakannya tradisi ini agar mempelai laki-
laki dan perempuan saat bersanding di pelaminan atau acara berlangsung tidak
mengeluarkan bau keringat atau aroma bau yang tidak sedap, tetapi berganti
menjadi bau harum yang menambah pesona.
Selain sebagai tradisi, batimung juga mempunyai fungsi kesehatan dan
pengobatan bagi yang melaksanakannya, terutama untuk mengobati penyakit
60
Wawancara dengan Sahidin, Ketua RT 001, Desa Parit Sidang, Tanggal 12 Oktober 2019.
61 Wawancara dengan M. Nur, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, Tanggal 16 November
2019.
-
wisa (liver atau hepatitis) dengan cara di-timung. Berlangsungnya tradisi
batimung selain memiliki fungsi kesehatan juga masyarakatnya dapat merawat
tradisi yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Oleh karena itu,
batimung tidak hanya berlangsung di masyarakat yang merupakan bagian
penting dari suatu tradisi turun temurun, di antaranya dalam prosesi persiapan
menjelang pernikahan dan dipandang prosesi ini memiliki manfaat kesehatan
dan sebagai bagian dari pengobatan tradisional bagi masyarakat Banjar.62
Batimung dalam adat Banjar desa Parit Sidang ini tidak menjadi sebuah
keharusan bagi calon mempelai perempuan, tetapi banyak diantaranya yang
menggunakan prosesi batimung ini. Karena dengan batimung, mereka percaya
bahwa pengantin akan terlihat lebih segar dan tubuh dapat harum selama
bersanding. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Asmarita :
Batimung merupakan tikar digulung, lalu menggunakan sarung lelaki
untuk menutupnya. Didalam tikar yang digulung tersebut terdapat panci
yang berisi air mendidih yang diberi daun pandan, kegunaan daun pandan
ini adalah agar uap yang dikeluarkan beraroma harum. Di dalam gulungan
tikar tersebut Calon pengantin perempuan mengaduk-aduk air didalam
panci tersebut. Prosesi batimung ini kegunaannya untuk membuang
keringat.63
Dalam prosesi betimung ini, ada sebagian yang melakukannya tapi ada
juga yang tidak menggunakan prosesi ini pada acara pengantin.
Pada masyarakat desa Parit Sidang, Berinai merupakan kegiatan menghias
kuku dengan inai (pacar kuku) yang ditumbuk halus, kemudian inai tersebut
dicampur dengan teh ataupun nasi, sehingga inai tersebut akan terlihat lebih
62
Jurnal Saefuddin dan Sisva Maryadi, Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus di Kalimantan Selatan.
63 Wawancara dengan Asmarita, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 25
Oktober 2019.
-
berwarna merah pada telapak tangan, kuku, jari tangan dan kaki pengantin.
Tujuan dari berinai ini ialah untuk memperindah agar lebih menarik dan cerah,
selain agar kuku terlihat indah saat bersanding, berinai menjadi ciri khas
tersendiri bagi laki-laki maupun perempuan Banjar yang baru menikah. Acara
malam berinai ini dilakukan di rumah masing masing pengantin pria dan
wanita. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Shalafiah:
Berinai biasanya menggunakan daun pacar kuku yang ditumbuk atau
digiling dengan diberi sedikit nasi atau teh, agar hasilnya lebih terlihat
berwarna merah, dan biasanya cara menggunakannya harus berbentuk inai
kurung atau inai mengelilingi kuku, dan berinai ini biasanya harus
dilakukan pada malam hari karena mereka beranggapan bahwa berinai di
malam hari bisa membuat inai terlihat lebih merah, dan apabila inai itu
tidak berwarna merah maka akan diulang kembali memberi inai.64
Jika prosesi berinai sudah terlampaui, maka tahap selanjutnya adalah
gosok kuning. Pengantin perempuan akan melakukan gosok kuning. Gosok
kuning merupakan menggosokkan ataupun membaluri tubuh pengantin
perempuan dengan kunyit. Dalam hal ini Ibu Habibah mengatakan:
Setelah selesai prosesi berinai, pengantin perempuan akan melakukan
prosesi selanjutnya yaitu para gadis-gadis akan membaluri tubuh calon
pengantin perempuan dengan kunyit, kunyit yang sudah diparut atau
dihaluskan, agar warna kulit pengantin perempuan berwarna kuning. Hal
ini bertujuan agar warna kulit pengantin perempuan tidak terlihat pucat
pada saat acara pengantinan.65
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Mustika adapun makna yang
terkandung dalam acara gosok kuning, Ibu Mustika mengatakan bahwa makna
64
Wawancara dengan shalafiah, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 22 Oktober 2019.
65 Wawancara dengan Habibah, Pelaku Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 09
November 2019.
-
gosok kuning ini agar kulit calon mempelai perempuan terlihat lebih cerah dan
berwarna ataupun tidak pucat.66
Maantar hahadap merupakan seserahan adat Banjar yang diberikan oleh
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, yang terdiri dari pakaian
wanita dari atas kepala sampai dengan kaki, dan lain sebagainya. Berdasarkan
wawancara dengan Bapak Usman:
Ketika rombongan mempelai laki-laki datang ke tempat mempelai wanita,
mereka membawa hahadap, seperti pakaian dari kepala sampai kaki untuk
mempelai wanita, seperti jilbab, sandal, baju, peralatan make up, sabun,
odol, bumbu dapur, telur 10 biji, ayam satu, nangka satu biji, kelapa
tumbuh satu biji, dan yang tidak tumbuh satu biji, dan lain sebagainya.
Dan hal ini dilakukan ketika menjelang resepsi, misalnya besok akan
diadakan resepsi berarti hari ini pihak mempelai laki-laki akan
mengantarkan hahadap ke rumah mempelai wanita.67
Dalam hal ini Ibu Bahrah menambahkan bahwa maantar hahadap berbeda
dengan maantar jujuran, jika maantar jujuran hanya menyerahkan sejumlah
uang dari calon mempelai laki-laki kepada keluarga pihak calon mempelai
perempuan, tetapi maantar hahadap menyerahkan beberapa barang-barang dari
mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.68
Mandi pengantin merupakan adat kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat Banjar desa Parit Sidang sebelum melangsungkan perkawinan.
Prosesi mandi pengantin Banjar adalah suatu acara adat masyarakat Banjar
yang sampai sekarang masih tumbuh dan hidup dalam masyarakat Banjar.
66
Wawancara dengan Mustika Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 15
November 2019. 67
Wawancara dengan Usman, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 18 Oktober 2019.
68 Wawancara dengan Bahrah, Ketua Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 21
Agustus 2019.
-
Sebelum acara resepsi pernikahan diadakan, biasanya masyarakat
menyelenggarakan tradisi mandi-mandi yang dilaksanakan oleh kedua
pengantin atau hanya bisa dilakukan oleh mempelai wanita saja. Dalam acara
ini pengantin wanita dan pengantin pria dimandikan bersama didepan khalayak
ramai dengan menggunakan pakaian bahu terbuka, dan bahu ditutup dengan
selendang kuning yang terawang bagi wanita dan laki-laki menggunakan kain
sarung atau menggunakan kaos dalam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ibu Kamsiah :
Mandi pengantin ini dilakukan oleh kedua mempelai secara bersamaan
ataupun bisa dilaksanakan hanya oleh pengantin perempuan saja, didepan
pelataran rumah mempelai perempuan dengan pakaian mempelai
perempuan menggunakan pakaian bahu terbuka, hanya ditutupi oleh
selendang berwarna kuning trawang, dan laki-laki terkadang memakai
sarung atau kaos dalam. Hal ini dikarenakan ketika dimandikan rambut
kedua pengantin harus basah semua, sehingga tidak mengenakan hijab.
Kedua mempelai diungsung bersamaan ketempat pemandian yang sudah
disiapkan, lalu diberikan nisan putih di tacak empat lalu dikelilingi
benang, lalu digantungi kue kembang goyang, kue cincin. Setelah kedua
pengantin duduk menghadap kearah matahari terbit lalu dimandikan.69
Dalam hal ini Ibu Bahrah menambahkan dalam prosesi mandi pengantin
ini air yang disiramkan kepada kedua mempelai ada beberapa jenis air.
pertama dengan air biasa yang diberi mayang pinang lalu disiramkan ke
kedua mempelai dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga
kali. Kedua dengan menggunakan air yasin lalu disiramkan ke kedua
mempelai dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga kali.
Ketiga dengan menggunakan air do‟a lalu disiramkan ke kedua mempelai
dengan menggunakan mayang bungkus juga sebanyak tiga kali. Terakhir
dengan menggunakan air kelapa lalu disiramkan ke kedua mempelai
dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga kali, lalu mayang
bungkus tersebut di pukul lalu diam
top related