tugas toksik kelompok f
Post on 09-Jul-2016
73 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TOKSIKOLOGI
ASAM SIANIDA DAN MERKURI
Oleh
Kelompok F 1. Putri Rahayu (P27834113044)
2. Rifky Robbi Dzikrillah (P27834113045)
3. Rista Asyfaur Rachmi (P27834113046)
4. Sefita Shilmy Prastica (P27834113047)
5. Suci Izzati Nafsi Sulaiman (P27834113048)
6. Yogi Khoirul Abror (P27834113049)
7. Rahmad Hidayat (P27834113050)
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN
2014 / 2015
ANALISA ASAM SIANIDA
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya
sedikit yang fatal. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan
medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-
hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak (Utama,
2006). Kadar sianida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan efek yang berbahaya,
seperti jari tangan dan kaki lemah, susah berjalan, pandangan yang buram, ketulian, dan
gangguan pada kelenjar gondok.
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas,
padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular, beberapa
ionik, dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan
kacang koro. Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga
kacang–kacangan lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat
berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber
lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan
nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat
ditemukan sianida sekitar 0.06 μg/ml dalam darahnya, sementara pada perokok aktif
ditemukan sekitar 0.17 μg/ml sianida dalam darahnya (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka
sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin.
Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang
masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah
sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi
dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Masuknya sianida ke dalam tubuh
tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan,
kulit dan mata. Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya
sianida secara langsung tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan garamnya, seperti asam
hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000
mg.min/m3 (Utama, 2006).
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul
dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml
(pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat Gejala yang paling
cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta
suara desir darah yang tidak teratur. Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini
bermacam-macam, mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada
berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik akan mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan tanda awal yang terjadi
setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala,
mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan),
hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Tanda terakhir dari toksisitas
sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan
kematian (Utama, 2006).
Melihat kasus–kasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya sianida bagi
manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan sianida, untuk itulah
diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida, yang salah satunya adalah dengan
menggunakan antidotum (Meredith, 1993). Dari literatur yang didapat, antidotum yang
dapat digunakan pada keracunan sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat
tetapi selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum
diketahui dengan pasti. Berdasarkan latar belakang di atas maka dipandang perlu untuk
mengetahui dan mempelajari mekanisme transport sianida dan efek sianida terhadap
tubuh.
A. Pengertian
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama.
Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu
beberapa menit.
Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam
kacang almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida
sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman
lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal.
Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada
anak-anak (Olson, 2007). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan
pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk
melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat
pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil
mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta
detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan
darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal
napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).
Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :
a. Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3,
dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
b. Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat
berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau
kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja
adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui
kulit.
c. Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat
berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.
Asam sianida seperti halida hidrogen, adalah zat molekular yang kovalen, namun
mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun (meskipun
kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida direaksikan dengan
sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat lemah, pK25°= 9,21 dan larutan
sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas namun cairan murninya adalah asam yang
kuat.
Asam bebas HCN mudah menguap dan sangat berbahaya, sehingga semua
eksperimen, dimana kemungkinan asam sianida akan dilepas atau dipanaskan, harus
dilakukan didalam lemari asam (Vogel, 1990).
B. Bahan yang Mengandung Asam Sianida
Berikut ini adalah makanan-makanan (sayur dan buah-buahan) lain yang mengandung
racun
1. Kentang
Memang kentang beracun tergolong langka, atau jarang ditemukan. Kentang beracun
bisa menyebabkan kematian. Biasanya awalnya akan terasa lemas dan serta linglung,
setelah sakit beberapa waktu, korban akan koma. Kasus kematian akibat kentang
beracun ini marak 50 tahun lalu di Amerika Serikat. Korban mati setelah
mengkonsumsi kentang hijau, atau minum teh dari daun kentang.
2. Tomat
Hal lain yang menarik tentang tomat, yang mungkin anda jarang dengar adalah tomat
ternyata mengandung racun. Ternyata, tanaman tomat mengandung bahan kimia yang
disebut “Glycoalkaloid” yang menyebabkan kegugupan ekstrem serta perut mules.
Tomat memang dapat digunakan untuk penyedap rasa pada masakan. Namun
sebaiknya, dibuang setelah dimasak, agar racun tidak ikut meresap pada makanan.
3. Rhubarb
Merupakan tanaman yang kerap dijadikan bahan dasar pembuatan puding. Tanaman
yang mudah tumbuh di rumah ini, mengandung racun pada daunnya. Daunnya
mengandung asam korosif yang jika dicampur dengan air dan soda, konsentrasinya
akan makin tinggi. Tangkainya dapat dimakan (dan sangat lezat) dan akar sudah
dipakai selama di atas 5.000 tahun sebagai obat pencahar.
4. Biji Apel
Sianida dalam biji apel dalam kadar yang sangat rendah. Kita kadang memakannya
secara tak sengaja. Namun jangan khawatir, anda tidak akan mati jika hanya
mengkonsumsi biji dari sebuah apel.
5. Mushroom atau Jamur
Tidak semua jamur payung beracun, karena kalau kita teliti dan bisa memilih, ada juga
jamur payung yang bisa kita konsumsi. Ada beberapa panduan untuk memilih jamur
payung untuk dikonsumsi, yaitu : harus memilih jamur yang penutupnya datar, jangan
yang atapnya jendol atau menyembul, karena itu yg beracun. Tanda lainnya, pilih yang
insangnya berwarna merah muda atau hitam. Jangan yang berwarna putih, karena itu
jamur beracun. Perhatikan juga, insangnya harus menutup bawah atap tidak pada
batang.
6. Buah Cherri
Racun pada cherrie terdapat pada biji juga daunnya. Hal ini diketahui betul oleh para
pengeloa buah cherrie yang langsung membuang biji dan daunnya dan hanya
mengambil dagingnya. Bijinya memproduksi racun ganas yakni sianida hidrogen.
7. Almond
Almond mengandung sianida. Sebelum dikonsumsi, biji almond harus diproses dalam
suhu tertentu untuk menghilangkan rasa pahit juga racun di dalamnya. Ada beberapa
negara yang melakukan penjualan almond ilegal, tanpa lewat proses, salah satunya
adalah New Zealand. Penjualan almond mentah atau yang berasa pahit, sangat dilarang
dan dinyatakan ilegal. Beberapa negara telah memberlakukan peraturan ini. Salah
satunya Amerika Serikat yang melarang penjualan almond mentah. Semua almond
harus dipanaskan untuk menghilangkan racun dan bakteri.
8. Castor oil
Castor oil adalah makanan berbahaya. Racunnya adalah ricin. Karenanya untuk
perusahaan yang memproduksi castor oil diberlakukan peraturan ketat dengan tingkat
keamanan yang tinggi untuk mencegah kematian tak perlu. Satu saja castor oil
dikonsumsi manusia akan menyebabkan kematian, sedangkan empat biji bisa
membunuh kuda. Racunnya memang sangat berbahaya. Dikabarkan, banyak para
pekerja yg mengumpulkan biji castor oil menderita efek sampingan.
9. Murbei
Akar dan bagian-bagian pohon murbei sangat beracun dan dapat menyebabkan masalah
hebat pada perut anda. Jadi kalau anda ingin mengkonsumsi bunga murbei, cukup
bunganya saja, jangan bagian lain.
10. Pufferfish atau Fugu
Mengkonsumsi fugu tidak bisa sembarangan karena ikan ini ternyata sangat beracun.
Ada beberapa kasus kematian karena mengkonsumsi ikan ini secara salah. Hati ikan ini
sangat beracun.
C. Farmakokinetik Asam Sianida
Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk kedalam aliran darah
lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini menyebabkan
oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat menyebabkan sakit
atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan.
Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan makanan
nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan mengeluarkan
hidrogen sianida. Asam sianida dikeluarkan dari glikosida sianogenetik pada saat komoditi
dihaluskan, mengalami pengirisan atau mengalami kerusakan.
Senyawa glikosida sianogenetik terdapat pada berbagai jenis tanaman dengan nama
senyawa berbeda-beda, seperti amigladin pada biji almond, apricot, dan apel, dhurin pada
biji shorgun dan linimarin pada kara dan singkong. Nama kimia amigladin adalah
glukosida benzaldehida sianohidrin, dhurin adalah glukosida p-hidroksi-benzaldehida
sianohidrin dan linamarin glikosida aseton sianohidrin (Winarno, 2002).
Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut
situasi paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti).
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun
secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun.
Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding
usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus
maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan
terjadi semakin parah (Henry, 1997).
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui
mulut dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil
yang dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan
dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).
c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray.
Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat
kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai
terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun
beberapa racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).
D. Efek Sianida dalam Tubuh
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase
sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat
disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound
methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul
hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat
berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru,
terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali
ion sianida mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan
methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah
cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain
sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada
dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor
ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke
substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb,
dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport
elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim
ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida
menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan
sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan
bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated).
Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul
ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema pengmabilan elektron, misalnya hidrogen
(electron robbing) dan kerusakan oleh radikal bebasnya.
Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni
terbalikkan atau tak terbalkkan.
Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu :
1. Bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka
reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula
2. Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal
3. Ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan
eliminasi racunnya.
Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu :
1. Kerusakan yang terjadi sifatnya menetap
2. Pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya
sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik
3. Pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan
menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan
racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990).
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang
mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena
sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan
terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu
beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi kematian yang disebabkan
oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang yang bekerja dalam laboratorium kimia
yang memiliki akses dengan potassium atau sodium sianida. Dosis minimum yang dapat
menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum sianida.
Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada
keadaaan konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan
darah yang rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi
perokok. Tes darah untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin
ketika tingkat sianida meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau
penyimpanan dan waktu pengumpulannya (Nita dkk, 2005).
Hubungan antara Konsentrasi Asam Sianida (HCN) di udara dengan efek bila
seseorang menghirup gas tersebut.
Konsentrasi (mg/L) Efek
300 Kematian dengan cepat
200 Mati dalam waktu 10 menit
150 Mati setelah 30 menit
120 – 150Sangat berbahaya setelah 30 – 60
menit
50 – 60Dapat bertahan selama 20 menit – i
jam tanpa pengaruh
20 – 40 Gejala ringan setelah beberapa jam
E. Gejala Keracunan Asam SianidaEfek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul
secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari ;
a. Dosis sianida
b. Banyaknya paparan
c. Jenis paparan
d. Tipe komponen dari sianida
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah,
penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem
metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi
dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat
berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu waktu 15
detik tubuh akan merespon dengan hipernoea, 15 detik setelah itu seseorang akan
kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka
waktu 5 menit sampai 8 menit akan mengakibatkan aktivitas atau jantung terhambat
karena hipoksia dan berakhir denagn kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15 – 30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Hubungan antara Kandungan Asam Sianida dalam Darah dan Gejala Khas yang
Timbul
Kandungan HCN (mg/L) Derajat keracunan Gejala
0,5 – 1,0 Ringan
Denyut nadi cepat
Sakit kepala
Lemah
1,0 – 2,5 Moderat
Stupor tetapi ada reaksi
Takikardia
Takionea
2,5 – lebih Parah
Koma, tak ada reaksi
Hipertensi
Respirasi lambat
Pupil dilatasi sianosis
Kematian jika tak tertolong
F. Antidotum Asam Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi
utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih
tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung
a. Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat
ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion
besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan
berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin.
Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat
teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara
inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena.
Kira-kira 30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga
agar tetap di bawah 40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi
methemoglobin secara lebih cepat (Meredith, 1993).
Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan
sianida.Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi
nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih
tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan
methemoglobin daripada sitokrom oksidase (Meredith, 1993).
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi
merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida
bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan
mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi
sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil
nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5% (Olson, 2007).
b. Detoksifikasi sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada
keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan
natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat
mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen
biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith,
1993).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi
bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu
rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat
diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji
menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi
tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-
merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan
sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida
merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk
ke mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik
nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat
menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium
tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas
(Meredith, 1993).
c. Kombinasi langsung
Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan
sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan
kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).
Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin
(vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian
natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada
keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung
dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk
methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah
intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan
dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular.
Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk
mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis
minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal
sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa
pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.
Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat
sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan
kombinasi nitrat-tiosulfat.
Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari
dikobalt-EDTA adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria,
angiodema pada wajah, leher, dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-
EDTA juga dapat menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika
tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat
menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien
sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).
G. Uji Kualitatif Asam Sianida
Cara 1 :
Alat
1. Beaker gelas
2. Gelas ukur 10 ml
3. Pipet tetes
4. Neraca
5. Batang pengaduk
6. Mortir dan stamper
7. Sendok pendok
8. Erlenmeyer tertutup
9. Kompor
10. Penanggas air
Bahan
1. Aquades
2. Sampel
3. Larutan asam tartrat
4. Larutan Natrium Karbonat 10 %
Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang 15-25 gram sampel lalu hancurkan dengan menggunakan mortar dan
stampler
3. Dimasukkan dalam erlenmeyer tertutup lalu ditambahkan aquades 50 ml
4. Ditambahkan 10 ml asam tartrat
5. Pada mulut erlenmeyer gantung kertas pikrat yang sudah dicelupkan ke dalam
larutan Natrium Karbonat 10%
6. Ditutup erlenmeyer lalu dipanaskan pada suhu 50oC selama 15 menit.
Cara 2 :
Reaksi spesifik sianida adalah dengan melakukan uji biru Prusia. Ini merupakan uji yang
sulit dan dilakukan sebagai berikut:
Larutan sianida tersebut dijadikan basa dengan larutan natrium hidroksida.
Kemudian ditambahkan dengan larutan besi (II) sulfat dan campuran di didihkan.
Diasamkan lagi dengan menambahkan asam klorida( untuk menetralkan setiap alkali
bebas yang mungkin ada). Yang dilanjutkan dengan penambahan besi (III) sulfat lagi.
Sehingga diperoleh endapan biru Prusia.
Reaksi Kimia:
KCN + NaOH → NaCN + KOH
6NaCN + 3FeSO4 → 3[Fe(CN)6]4- + 3Na2SO4
[Fe(CN)6]4- + 2HCl + FeSO4 → ↓ biru Fe4[FeCN6]3 + 2H2SO4 + 2Cl-
H. Uji Kuantitatif Asam Sianida
Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode spektrofotometri dan
titrimetri.
a. Metode spektrofotometri
Penyediaan Sampel
Sampel yang akan dianalisa beruap limbah cair. Sampel tersebut diambil langsung
dari perusahaan. Sampel diambil dengan cara memasukkan botol aqua ke dalam air
limbah sampai botol tersebut terisi penuh kemudian botol diangkat ditutup dengan
rapat. Setelah sampel diambil, langsung dianalisa di laboratorium dan batas
penyimpanan sampel 14 hari.
Persiapan Reagen
Reagen yang dipakai pada penentuan kadar amoniak dalam bentuk baku yaitu sachet
yang langsung di beli oleh laboratorium.
Penentuan Kadar Sianida
1. Tekan power pada alat Spektrofometer DR/2010
2. Tekan nomer program 160 enter, layar akan menunjukkan dial pada 612 nm
3. Putar panjang gelombang hingga pada layar menunjukkan 612 nm
4. Tekan enter, layar akan menunjukkan mg/L CN
5. Dimasukkan Cell Riser kedalam Spektrofotometer DR/2010 untuk ukuran kuvet
10 mL
6. Pipet 10 mL sampel yang akan dianalisa ke dalam kuvet
7. Pipet 10 mL aquades ke dalam kuvet (sebagai blanko)
8. Ditambahkan 1 sachet Cyanifer 3 Cyanide Reagent Power Pillow ke dalam
sampel dan blanko
9. Ditutup kuvet, kemudian diaduk selama 30 detik hingga homogen
10. Ditambahkan 1 sachet Cyanifer 4 Cyanide Reagent Power Pillow ke dalam
sampel dan blanko
11. Ditutup kuvet, kemudian diaduk selama 10 detik hingga homogen
12. Ditambahkan 1 sachet Cyanifer 5 Cyanide Reagent Power Pillow ke dalam
sampel dan blanko
13. Ditutup kuvet, kemudian diaduk hingga homogen
14. Tekan SHIFT TIMER, 30 menit masa reaksi akan dimulai
15. Setelah waktu tercapai, masukkan kuvet yang berisi blanko ke dalam
Spektrofometer DR/2010, kemudian tutup
16. Tekan ZERO, layar akan menampilkan 0,00 mg/L CN
17. Setelah itu masukkan kuvet yang berisi sampel ke dalam Spektrofotometer
DR/2010, kemudian tutup
18. Tekan READ, catat hasil analisa yang akan ditunjukkan pada layar
b. Metode Titrimetri
Metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi Argentometri. Titrasi argentometri
digunakan untuk penetapan kadar zat uji yang mengandung ion halogenida atau anion
yang dapat membentuk endapan dengan ion perak, titrasi ini berdasarkan atas reaksi
pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3.
Dalam penelitian HCN pada singkong karet yang digunakan adalah metode
Argentometri Volhard. Titrasi ini dilakukan dalam suasana asam, menggunakan
indikator Ferri amonium sulfat dan dilakukan dengan cara titrasi tidak langsung. Prinsip
penetapannya adalah sampel yang sudah direndam kemudian didestilasi, larutan uji
dalam suasana asam direaksikan dengan larutan baku perak nitrat berlebih, kelebihan
larutan baku dititrasi kembali dengan larutan kalium tiosianat menggunakan indikator
ferri amonium sulfat (Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono, Sunardi, 1984).
Langkah – langkah dalam analisa kadar HCN metode titrimetri adalah sebagai
berikut :
1. Timbang 10 – 20 gr sampel rebung yang sudah ditumbuk halus (20 mesh),
tambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjehdal, maserasikan (rendam) selama 2
jam.
2. Kemudian tambahkan lagi 100 ml aquades dan distilasi dengan uap (steam
distillation). Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 20 ml
NaOH 2,5%
3. Setelah distilat mencapai 150 ml, distilasi dihentikan. Distilat kemudian ditambah
8 ml NH4OH, 5 ml KI 5% dan dititrasi dengan larutan AgNO3 0,02N sampai
terjadi kekeruhan (kekeruhan ini akan mudah terlihat apabila di bawah
Erlenmeyer ditaruh kertas karbon hitam).
Reaksi kimia yang berlangsung pada saat titrasi :
CN- + AgNO3 berlebihan AgCN + NO3- ( Putih keruh )
Kelebihan AgNO3- + KCNS AgCNS + KNO3 ( Putih )
Pada titik akhir titrasi
Fe3+ + 3KCNS Fe(CNS)3-+ 3K+ ( Larutan merah )
\
ANALISA MERKURI
A. Pengertian Analisa
Analisa materi kimia pada intinya terdiri dari dua pekerjaan paling utama yang di
kenal dengan analisa kualitatif serta analisa kuantitatif. Analisa kualitatif yaitu pekerjaan
petugas laboratoium yang mempunyai tujuan untuk menyelidiki dan mengetahui
kandungan senyawa-senyawa apa saja yang terdapat dalam sampel uji. Ada dua metode
dalam analisa kandungan senyawa kimia ini, yaitu :
1. Metode klasik
Cara yang digunakan dalam melakukan uji analisa kualitatif ini dapat berupa
cara-cara klasik maupun menggunakan instrumen canggih. Metode pengujian klasik
yang paling penting yaitu analisa warna atau reaksi warna.
Cara ini dapat digunakan untuk senyawa anorganik baik itu kation, anion,
ataupun juga untuk senyawa organik seperti teknik skrining fitokimia dalam pemilihan
metabolit sekunder tumbuhan. Metode analisa kualitatif lainnya yang dapat digunakan
untuk mengetahui kandungan zat ialah uji warna nyala.
Dengan membakar senyawa uji kemudian melihat warna nyala spesifik yang
dihasilkan maka dapat diketahui senyawa yang terkandung di dalamnya. Kedua metode
itu merupakan uji pendahuluan.
2. Metode Instrument
Instrumen analisa yang di kenal di masa sekarang ini dapat melakukan beragam
analisa kualitatif tergantung dari spesifikasi instrumen. Misalnya Spektrofotometer UV-
Vis untuk senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor, AAS untuk logam-
logam, HPLC untuk senyawa-senyawa organik, Spektrofotometer IR untuk analisa
gugus fungsi senyawa organik, dan masih banyak yang lainnya.
B. Dasar Teori
Merkuri merupakan logam golongan transisi berwarna keperakan. Logam ini bersifat
mudah menguap dan beracun, dalam keadaan normal berbentuk cairan berwarna abu-abu,
tidak berbau dengan berat molekul 200, 59. Tidak larut dalam air, alkohol, eter, asam
hidroklorida, hydrogen bromida dan hidrogen iodide tetapi larut dalam asam nitrat, asam
sulfurik panas dan lipid. Tidak tercampurkan dengan oksidator, halogen, bahan-bahan
yang mudah terbakar, logam, asam, logam carbide dan amine.
Merkuri dapat bercampur dengan enzim didalam tubuh manusia menyebabkan
hilangnya kemampuan enzim untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang
penting. Logam merkuri ini dapat terserap kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan
kulit. Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika
terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang
kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka
waktu lama akan menimbulkan bahaya.
Apabila logam ini ditambahkan pada kosmetik maka akan dapat menghambat
pembentukan melanin pada kulit yang apabila digunakan terus menerus dapat
mengakibatkan kanker. Melanin adalah zat protein yang berperan menentukan warna kulit
seseorang. Warna kulit yang lebih gelap mempunyai melanin yang lebih banyak pada
lapisan epidermis dibandingkan kulit yang berwarna terang. Karena terhambatnya
pembentukan melanin oleh merkuri, maka akibatnya kulit menjadi menjadi berwarna
terang. Dalam keadaan normal, melanin dihasilkan secara teratur oleh sel melanosit.
Melanin selain memberi warna pada kulit juga berfungsi melindungi kulit dari terpaan
sinar matahari yang dapat merusak struktur kulit, melanin sangat berguna melindungi kulit
dari sinar UV (Anonim, 2011).
Dalam penggunaan krim pemutih hampir semuanya bekerja menghambat enzim
tirosinase. Namun merkuri tidak hanya menghambat, melainkan juga merusak sel kulit
sehingga tidak ada nutrisi dan regenerasi yang dilakukan merkuri, itulah yang
menyebabkan wajah menjadi lebih putih dalam hitungan hari. Dan karena sifatnya yang
beracun maka penggunaan merkuri perlahan merusak dermis dan epidermis serta seluruh
enzim yang bekerja menopang kerja kulit (Anonim, 2012a).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi merkuri pada krim
pemutih wajah ialah dengan melakukan analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa
kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik
organik maupun anorganik. Dalam analisa kualitatif, meneliti secara visual atau penilaian
terhadap sifat yang lebih jelas seperti warna ataupun bentuk larutan sudah cukup, namun
supaya dapat dipertanggung jawabkan sebaiknya digunakan proses reaksi kimia
(Abudarin, 2002). Analisa kuantitatif berkaitan dengan penetapan beberapa banyak suatu
zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang
sering kali dinyatakan sebagai analit, menyusun sebagian kecil atau sebagian besar sampel
yang di analisis (Underwood, 2002).
Analisa kualitatif merkuri menggunakan pereaksi KI yang akan memberikan
endapan merah HgI2 jika sampel mengandung merkuri dan analisa kuantitatif merkuri
menggunakan mercury analyzer untuk mengetahui konsentrasi merkuri dalam sampel.
C. Efek Pengaruh Merkuri
I. Pengaruh Merkuri terhadap Kesehatan
Beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek yang ditimbulkan
oleh merkuri terhadap tubuh, adalah sebagai berikut:
1. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh.
2. Senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula
dalam daya racun, penyebaran, akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di
dalam tubuh.
3. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam
tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan
bentuk atas senyawa- senyawa merkuri dari satu tipe ketipe lainnya.
4. Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi
kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan
karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang
mengandung belerang, yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
5. Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat
permanen.
Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan
kesehatan hingga kematian pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Meskipun
kasus kematian sebagai akibat pencemaran merkuri belum terdata di Indonesia hingga
kini, namun diyakini persoalan merkuri di Indonesia perlu penanganan sendiri. Tentu
saja hal ini sebagai akibat dari pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak mengikuti
prosedur.
Pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengaruh terhadap fisiologis
Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada SSP (Sistem Saluran Pencernaan) dan
ginjal terutama akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu intensitas dan jalur
paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap kerusakan ginjal.
Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem
pernafasan sedangkan garam merkuri yang tertelan akan berpengaruh terhadap SSP,
efek terhadap sistem kardiovaskuler merupakan efek sekunder.
2. Pengaruh terhadap sistem syaraf
Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap
elemen merkuri dan metal merkuri karena senyawa ini mampu menembus blood
brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible sehingga
mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metil merkuri yang masuk dalam
pencernaan akan memperlambat SSP (Sistem Saluran Pencernaan) yang mungkin
tidak dirasakan pada pemaparan setelah beberapa bulan sebagai gejala pertama,
sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur, atau pendengaran hilang
(ketulian).
3. Pengaruh terhadap ginjal
Apabila terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam
inorganic atau phenylmercury melalui SSP akan menyebabkan naiknya
permeabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal
(disfungsi ginjal). Paparan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui saluran
pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau
nephritic syndrome dan tubular necrosis akut.
4. Pengaruh terhadap pertumbuhan
Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpapar oleh metal merkuri dari hasil studi
membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan
gandum, yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan
kerusakan otak yaitu retardasi metal, tuli, penciutan lapangan pandang, buta, dan
gangguan menelan.
II. Pengaruh Merkuri pada pekerja
Pekerja yang bekerja dengan merkuri akan memiliki kemungkinan resiko terpapar
merkuri yaitu:
1. Keracunan akut
Adalah keracunan yang terjadi dalam waktu singkat atau seketika dapat terjadi
karena keracunan dalam dosis tinggi dan akibat daya tahan yang rendah. Keracunan
akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja
industri pertambangan dan pertanian yang menggunakan merkuri sebagai bahan
baku, katalis, dan pembentuk pestisida. Keracunan akut yang ditimbulkan oleh
logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa pharyngitis,
dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah, disertai dengan
darah dan shock. Bila gejala-gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita
selanjutnya akan mengalami pembekakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal
(nefritis), radang pada hati (hepatitis). Senyawa atau garam merkuri yang
mengakibatkan keracunan akut, dalam tubuh akan mengalami proses ionisasi.
2. Keracunan kronis
Adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang
waktu yang panjang. Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa
dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka, sehingga pada batas
daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu
yang panjang tersebut bekerja. Pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk
dilakukan. Keracunan kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa masuknya
sama dengan keracunan akut, yaitu melalui jalur pernafasan dan makanan.
Akan tetapi pada peristiwa keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk
sangat sedikit sekali sehingga tidak memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun
demikian, masuknya merkuri ini berlangsung secara terus menerus sehingga lama
kelamaan jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat
besar dan melebihi batas toleransi yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan
mulai terlihat. Peristiwa keracunan kronis tidak hanya menyerang orang-orang yang
bekerja secara langsung dengan merkuri, melainkan juga dapat diderita oleh mereka
yang tinggal disekitar kawasan industri yang banyak mengandung merkuri. Hanya
saja masa keracunan yang terjadi berjalan dalam selang waktu yang berbeda.
Mereka yang bekerja langsung dengan menggunakan merkuri, proses
keracunan kronis mungkin sudah memperlihatkan gejala dalam selang waktu
beberapa minggu. Sedangkan pada mereka yang tidak terkena langsung, proses
keracunan kronis merkuri ini baru dapat diketahui setelah waktu bertahun-tahun.
Akibat yang ditimbulkan tentu saja berbeda, dimana mereka yang mengalami proses
keeracunan kronis telah kemasukan merkuri dalam waktu tahunan akan lebih sulit
untuk diobati, bila dibandingkan dengan mereka yang keracunan kronis dalam
beberapa minggu.
Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang
paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan
sistem syaraf. Radang gusi merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada
sistem pencernaan yang akhirnya akan merusak jaringan penahan gigi, sehingga gigi
mudah lepas. Gangguan terhadap sistem syaraf dapat terjadi dengan atau tanpa
diikuti oleh gangguan pada lambung dan usus.
III. Pengaruh Merkuri pada Kosmetik
Pemakaian kosmetik yang mengandung Merkuri dapat mengakibatkan :
1. Dapat memperlambat pertumbuhan janin mengakibatkan keguguran (Kematian janin
dan Mandul)
2. Flek hitam pada kulit akan memucat (seakan pudar) dan bila pemakaian dihentikan,
flek itu dapat / akan timbul lagi dan bertambah parah (melebar).
3. Efek rebound yaitu memberikan respon berlawanan (kulit akan menjadi gelap /
kusam saat pemakaian kosmetik dihentikan).
4. Bagi wajah yang tadinya bersih lambat laun akan timbul flek yang sangat parah
(lebar) dan lama-kelamaan berubah keabu-abuan selanjutnya kehitaman.
5. Dapat mengakibatkan kanker kulit.
6. Pada pemakaian awal dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan kemerahan bila
terkena sinar matahari.
7. Tidak timbul jerawat sama sekali, hal ini disebabkan lapisan kulit epidermis kita
telah rusak, kulit sudah tidak mengandung protein & melanin yang berfungsi untuk
melindungi radiasi paparan matahari juga sudah tidak berfungsi, sehingga jasad
renik ataupun kuman tidak akan menyukai kulit yang telah tercemar merkuri
termasuk nyamuk sekalipun. Tapi hal ini juga hanya bersifat sementara, jika kondisi
kulit telah rusak bisa timbul benjolan2 bernanah.
8. Pori-pori tampak mengecil & halus, ini sebenarnya disebabkan lapisan kulit terluar
wajah kita telah tipis & tergerus oleh logam merkuri, tampak sepintas terlihat
mengecil & halus. Untuk mengujinya konsumen bisa merasakan dengan
mencobanya pada sinar matahari, kulit terasa terbakar, gatal disertai kemerahan, hal
ini dikarenakan kulit wajah sudah tidak mendapat perlindungan dari melanin yang
berfungsi melindungi wajah kita dari radiasi matahari. Pada produk yang benar,
pemakaian siang hari selalu menggunakan pelindung SPF sehingga pada siang hari
pengguna tidak akan merasakan rasa iritasi seperti terakar disertai rasa gatal.
Unsur merkuri yang ada di kosmetik akan diserap melalui kulit, kemudian akan
dialirkan melalui darah keseluruh tubuh dan merkuri itu akan mengendap di dalam ginjal
yang berakibat terjadinya gagal ginjal yang sangat parah. (bisa menyebabkan kematian)
Merkuri dalam krim pemutih (yang mungkin tidak tercantum pada labelnya) dapat
menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama.
Walau tidak seburuk efek merkuri yang tertelan (dari makanan ikan yang tercemar),
tetap menimbulkan efek buruk pada tubuh. Kendati cuma dioleskan ke permukaan kulit,
merkuri mudah diserap masuk ke dalam darah, lalu memasuki sistem saraf tubuh.
Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai
gangguan sistem saraf, seperti tremor (gemetar), insomnia (tidak bisa tidur), pikun,
gangguan penglihatan, ataxia (gerakan tangan tak normal), gangguan emosi, depresi dll.
Oleh karena umumnya tak terduga kalau itu penyakitnya, kasus keracunan merkuri
sering didiagnosis sebagai kasus Alzheimer, Parkinson, atau penyakit gangguan otak.
Setelah sekian lama, kosmetik tersebut akan diserap melalui kulit dan dialirkan melalui
darah ke seluruh tubuh, akhirnya merkuri itu akan mengendap di dalam ginjal, sehingga
menyebabkan gagal ginjal yang sangat parah bagi pemakainya. Produk kosmetik yang
dipakai tersebut akan menyebabkan iritasi parah pada kulit, yakni berupa kulit yang
kemerah-merahan dan menyebabkan kulit menjadi mengkilap secara tidak normal.
D. Sifat Toksik
Merkuri secara kimia terbagi menjadi tiga jenis :
1. Merkuri elemental (Hg)
a. Inhalasi : paling sering menyebabkan keracunan. Inhalasi gas merkuri dapat
menyebabkan bronkhitis korosif yang disertai febris, menggigil, dispnea, hemoptisis,
pneumonia, edema paru (Adult Respiratory Distress Syndrome), sianosis bahkan
fibrosis paru. Keluhan gastrointestinal berupa: mual, muntah, ginggivitis, keram
perut dan diare. Kerusakan sistim syaraf pusat berupa kelainan neuropsikiatrik
(erethism), tremor, iritabilitas, emosi yang labil, hilang ingatan, cemas, depresi. sakit
kepala, reflek abnormal dan perubahan EEG. Rash kemerahan dengan deskuamasi
kulit terutama pada tangan dan kaki dijumpai terutama pada anak-anak. Kelainan
pada ginjal dapat berupa proteinuria, kelainan elektrolit urine, disuria dan sakit
ejakulasi. Efek psikiatri berupa depresi, perasaan malu, marah, iritabilitas, cemas,
nafsu makan menurun atau agresif.
b. Tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah
kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri
tersimpan untuk waktu lama di saluran gastrointestinal.
c. Intravena dapat menyebabkan emboli paru. Menimbulkan triad yang klasik, yaitu:
ginggivitis dan salivasi, tremor dan perubahan neuropsikiatri. Gangguan psikiatri
berupa depresi, perasaan malu, marah, cemas, iritabilitas, agresif, hilang ingatan,
hilangnya kepercayaan diri, sukar tidur, tidak nafsu makan atau tremor ringan.
Selain itu dapat dijumpai kelainan pada ginjal berupa proteinuri.
Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk merkuri ini mudah melalui sawar otak dan
plasenta. Di otak ia akan berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia
akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++ ) ion merkurik ini akan berikatan
dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi
enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida
yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan.
2. Merkuri inorganik
Sering diabsorpsi melalui gastrointestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan akut
dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan kronis
dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati
yang berhubungan dengan gangguan imunologis.
Setelah menelan zat ini timbul gejala iritasi mukosa berupa stomatitis, rasa
logam, rasa panas, hipersalivasi, edema laring, erosi oesofagus, mual, muntah,
hematemesis, hematokhezia, keram perut, ARDS, shock dan gangguan ginjal berupa
proteinuri, hematuri dan glikosuri. Gagal ginjal akut dapat terjadi dalam 24 jam.
Perdarahan gastrointestinal dapat menyebabkan anemia dan syok hipovolemi.
Kontak pada kulit akibat penggunaan krem yang mengandung garam merkuri
dapat menimbulkan pigmentasi, rasa terbakar dan dapat menyebabkan toksisitas
sistemik. HgCl2 dapat menyebabkan iritasi kulit sedangkan merkuri fulminat dan
merkuri sulfida menyebabkan dermatitis kontak. Penggunaan calomel (HgCl) dapat
menyebabkan Pink’s disease pada anak-anak yang ditandai: rash eritematosus, febris,
splenomegali, iritabilitas dan hipotonia.
Menimbulkan triad yang klasik, yaitu: ginggivitis dan salivasi, tremor dan
perubahan neuropsikiatri Aplikasi garam merkuri pada kulit dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan neuropati perifer, nefropati, eritema, dan pigmentasi.
3. Merkuri organik
Merkuri organik terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat
menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum dan mengakibatkan
parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Metil merkuri
mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam fetus yang mengakibatkan
kematian dalam kandungan dan cerebral palsy.
Merkuri apapun jenisnya sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri akan
terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin. Merkuri yang digunakan pada produk-
produk kosmetik dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya dapat
menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, iritasi kulit hingga alergi serta pemakaian
dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen, ginjal dan
gangguan perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek dalam kadar
tinggi bisa menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat
karsinogenik yang menyebabkan kanker (Gatot, 2007 dalam Lestarisa 2010).\
E. Uji Kualitatif Merkuri
Cara 1 :
Alat
1. Kaca arloji 12. Neraca analitik
2. Gelas kimia 25 mL 13. Rak tabung tabung reaksi
3. Labu erlenmeyer 100 mL (pyrex) 14. Labu ukur
4. Botol semprot 15. Pipet volume 5 mL
5. Pipet tetes 16. Batang pengaduk
6. Corong 17. Penangas listrik
7. Penjepit 18. Kertas saring
8. Kondensor 19. Labu alas bulat
9. Tlang kecil 20. Klem dan statif
10. Batu didih
11. Mantel pemanas
Bahan
1. Sampel
2. Kalium Iodida 0,5 N
3. HNO3 pekat
4. Aquades.
Prosedur
1. Pembuatan KI 0,5 N
Pembuatan larutan KI 0,5 N dimulai dengan menghitung massa Kalium Iodida yang
diperlukan untuk membuat 25 mL KI 0,5 N. Setelah dihitung, massa KI yang
diperlukan sebanyak 2,075 gram. Ditimbang kristal Kalium Iodida sebanyak 2,075
gram kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia yang telah berisi 10 mL aquades,
kristal KI diaduk agar larut dalam aquades. Pada labu ukur 25 mL diisikan sedikit
aquades kemudian dimasukkan larutan KI yang berada pada gelas kimia secara
perlahan kedalam labu ukur 25 mL, ditambahkan aquades sampai tanda batas pada
labu ukur. Larutan KI dikocok sampai menyatu dengan aquades. Larutan KI 0,5 N
dipindahkan kedalam botol reagen kemudian diberi label dengan keterangan nama
larutan, tanggal pembuatan, konsentrasi larutan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung massa KI adalah sebagai berikut:
Massa KI= N x V x BE KI
2. Pembuatan Larutan Sampel
Untuk membuat larutan yang akan diujikan kandungan merkurinya (larutan sampel),
langkah-langkahnya yaitu sampel ditimbang sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan
kedalam gelas kimia yang telah berisi sedikit air, larutan sampel diaduk dengan
batang pengaduk setelah itu ditambahkan aquades sebanyak 25 mL dan 5 mL HNO3
pekat. Penambahan HNO3 pekat berfungsi untuk melarutkan logam merkuri karena
sifat logam merkuri yang larut dalam asam nitrat (HNO3) pekat (Vogel, 1990).
Larutan sampel yang telah dicampur dengan asam nitrat pekat direfluks selama 30
menit sampai larutan menjadi jernih kemudian didinginkan. Langkah selanjutnya
adalah dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk memperoleh filtrat. Filtrat
inilah yang akan diuji kandungan merkurinya.
3. Pengujian sampel
Filtrat diambil sebanyak 2 mL lalu ditambahkan 5 tetes larutan KI 0,5 N, kemudian
larutan sampel dipanaskan maka akan terbentuk endapan merah HgI2 (merkuri (II)
iodida).
Interpretasi hasil
Positif (+) : terjadi perubahan warna atau terdapat endapan merah
Negatif (-) : tidak terjadi perubahan warna atau tidak terdapat endapan merah
Cara 2 :
Alat
1. Batang tembaga 10. Botol semprot
2. Corong 11. Corong pisah
3. Gelas ukur 100 mL 12. Erlenmeyer 100 mL
4. Kertas saring 13. Kompor listrik
5. Labu ukur 25 mL; 50 mL; 100 mL 14. Pembakar bunsen
6. Penjepit 15. Pipet tetes
7. Pipet volum 1 mL; 5 mL; 10 mL; 25 mL 16. Pipet ukur 5 mL; 50 mL; 100 mL
8. Rak tabung 17. Tabung reaksi
9. TImbangan digital 18. Hot plate
Bahan
1. Larutan HNO3 pekat
2. Larutan KI 0,5 N
3. Laruan HCI pekat
4. Eter 400 mL.
Prosedur
1. Persiapan Larutan
Pembuatan larutan KI 0,5 N Kalium lodida diambil sebanyak 2 gram, kemudian di
masukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan aquadest sampai tanda 25
mL, serta dikocok hingga homogen (Buyung, 2011).
2. Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan aqua raja/aqua regia HCI Pekat diambil sebanyak 75 mL,
kemudian di masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan dengan
HNO3Pekat sebanyak 25 mL (perbandingan volum 3 : I) (HAM Mulyono, 2009)
3. Pengujian Sampel
Ekstraksi (Chang, 2005)
Prosedur : Timbang sampel kurang lebih 5 gram, kemudian sampel dimasukan
kedalam corong pisah, setelah itu ekstraksi dengan 20 mL eter, kocok kuat hingga
homogen lalu buang fase eter secara perlahan, ulangi proses ekstraksi sampai 2 kali.
Panaskan hingga sampel hampir kering, fase ditambah 5 mL campuran asam klorida
pekat dan dan asam nitrat pekat (3 : 1), kemudian Uapkan di atas penangas sampai
hampir kering, setelah itu tambahkan lagi 5 mL campuran asam klorida pekat dan
asam nitrat pekat (3 : 1), Uapkan kembali di atas penangas air sampai hampir
kering, ulangi sekali lagi, tambahkan 10 mL aquadest, didihkan sebentar, dinginkan,
dan saring.
4. Cara uji identifikasi merkuri (Hg) (Svehla, 1990)
a. Uji amalgam
Diambil 3 mL larutan sampel, masukan kedalam tabung reaksi, kemudian amplas
batang tembaga sampai mengkilap, lalu celupkan ke dalam larutan uji untuk
beberapa saat, jika positif mengandung merkuri maka batang tembaga akan
dilapisi bercak abu-abu mengkilap. Panaskan pada nyala api bebas, warna abu-
abu akan hilang.
b. Uji reaksi warna dengan kalium iodida (KI)
Masukkan ke dalam tabung reaksi sejumlah 1 mL larutan sampel, kemudian
ditambahkan 2 tetes larutan Kalium lodida 0,5 N perlahan melalui dinding
tabung reaksi. Harus tidak terjadi endapan jingga, jika terjadi endapan jingga
maka positif mengandung merkuri.
Cara 3 :
Alat
1. Batang Pengaduk
2. Api Bunsen
3. Pinset
4. Balb
5. Pipet
6. Erlenmeyer
7. Gelas ukur
Bahan
1. Kawat tembaga
2. Sampel
3. Amplas
4. Aquadest 50 mL
5. HCl pekat 20 mL
Prosedur
1. Potong kawat tembaga sepanjang 7 cm.
2. Ujung kawat tembaga di amplas hingga warna tembaga berubah.
3. Timbang 50 gr sampel (seadanya).
4. Masukkan ke dalam erlenmeyer 20 ml.
5. Tambahkan 50 ml aquadest, lalu tambahkan 20 ml HCl pekat.
6. Kawat tembaga yang sudah di amplas celupkan ke dalam cairan/larutan.
7. Bakar kawat tembaga, jika ada warna perak pada api berarti sampel positif merkuri.
Cara 4 :
Prosedur kerja
1. Timbang cuplikan lebih kurang 2,5 gram, masukkan dalam tabung.
2. Kocok tiga kali, tiap kali dengan 12,5 eter
3. Buang fase eter.
4. Fase ditambah 5 mL campuran asam klorida 25% dan dan asam nitrat (3: 1).
5. Uapkan diatas penangas air sampai air kering.
6. Tambahkan lagi 5 mL campuran asam klorida 25% dan asam nitrat ( 3:1).
7. Uapkan kembali diatas penangas air sampai hampir kering, ulangi lagi
8. Tambahkan 5 mL air
9. Didihkan sebentar, dinginkan, dan saring.
Cara uji
1. Masukkan kedalam tabung sejumlah mL larutan uji, tambahkan 1 tetes larutan
kalium iodide 0,5 N perlahan melalui dinding tabing.
2. Harus tidak terjadi endapan jingga.
3. Masukkan kedalam tabung reaksi + 3 -5 mL larutan uji.
4. Amplas batang tembaga sampai mengkilap.
5. Celupkan kedalam larutan uji untuk beberapa saat.
6. Batang tembaga akan dilapisi endapan abu-abu mengkilap dan akan lebih jelas jika
digosok dengan kertas saring.Panaskan pada nyala api bebas, warna abu-abu akan
hilang.
Catatan : Agar dapat dipergunakan sebagai pembanding untuk mengetahui perkiraan kadar
raksa di sampel Anda, buatlah larutan standar Hg 1%.
F. Uji Kuantitatif Merkuri
a. Metode spektrometri nyala serapan atom (SSA)
Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik antara lain berbagai
logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam
berbagai keperluan sehari-hari dan secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemari lingkungan dan apabila sudah melebihi batas yang ditentukan berbahaya
bagi kehidupan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari
lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd),
khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat
terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme, dan tetap tinggal dalam jangka
waktu lama sebagai racun. Peristiwa yang menonjol dan dipublikasikan secara luas
akibat pencemaran logam berat adalah pencemaran merkuri (Hg) yang menyebabkan
Minamata desease di teluk Minamata, Jepang dan pencemaran kadmium (Cd) yang
menyebabkan Itai-itai disease di sepanjang sungai Jinzo di Pulau Honsyu, Jepang.
Ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di dalam tubuh ikan telah
terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah
ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan.
Menurut Adnan, kandungan logam berat dalam ikan erat kaitannya dengan
pembuangan limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai,
danau, dan laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan
bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme,
tekstur sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.
Peralatan dan wadah yang akan digunakan untuk analisis, dicuci dengan sabun
kemudian dibilas dan dibersihkan dengan akuades. Peralatan dan wadah yang sudah
bersih direndam dalam asam nitrat 1 : 3 selama 24 jam, kemudian dibilas dengan
akuatrides 3 – 4 kali sampai diperoleh pH air bilasan normal (pH 7). Hasil pencucian
dikeringkan dalam oven dan dipanaskan pada suhu 50 – 60 0C. Setelah kering, alat ini
dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan dalam ruang bebas debu.
Uji kepekaan dan presisi alat uji (AAS) dilakukan dengan membuat 1 buah
larutan campuran yang terdiri atas larutan standar Cu 1000 ppm, HNO3 1 N, dan
akuatrides sedemikian rupa sehingga konsentrasi Cu dalam larutan 2 ppm, dan
konsentrasi HNO3 dalam larutan 0,1 N. Kepekaan alat uji ditentukan dengan mengukur
serapan larutan tersebut dengan 3 kali pengukuran, sedangkan presisi alat uji ditentukan
dengan menghitung simpangan baku dari pengukuran 6 kali serapan larutan itu.
Kondisi optimum analisis masing-masing unsur diperoleh dengan mengukur
serapan maksimum masing-masing unsur pada setiap perubahan parameter panjang
gelombang, arus lampu, lebar celah, laju alir cuplikan, laju alir asetilen, dan tinggi
pembakar. Larutan yang digunakan adalah 25 mL larutan Pb 5 ppm. 25 ml larutan Cd
konsentrasi 5 ppm, dan 25 mL larutan Cu 5 ppm,
Kurva kalibrasi unsur Pb, Cu, dan Cd diperoleh dengan mengukur serapan larutan
standar masing-masing unsur pada kondisi optimum unsur. Kisaran larutan standar
masing-masing unsur adalah Pb 0,5 – 2,5 ppm, Cd 0,05 – 0,25 ppm, Cu 0,1 – 0,50 ppm.
Kurva kalibrasi diperoleh dengan membuat kurva antara konsentrasi terhadap serapan
masing-masing unsur.
Cuplikan ikan dicuci, diambil dagingnya, dikeringkan dan ditumbuk dengan
menggunakan lumpang dan alu, diayak sampai lolos 100 mesh dan dihomoginkan,
cuplikan ikan yang telah homogen ditimbang 0,5 g dalam teflon bom digester, dibasahi
sedikit akuatrides, kemudian ditambahkan 1 ml asam nitrat pekat. Setelah itu, teflon
bom digester ditutup rapat kemudian dimasukan dalam tungku pemanas dan dipanaskan
pada suhu 1500C selama 4 jam. Hasil pelarutan setelah dingin dituang kedalam gelas
beker dipanaskan di atas pemanas listrik dengan penambahan akuatrides secara
berulang-ulang. Hasil pelarutan setelah dingin dimasukkan labu takar 10 ml dan
ditepatkan sampai batas tanda dengan penambahan akuatrides, cuplikan siap untuk
dilakukan analisis unsur (Supriyanto, dkk., 2007).
b. Metode Analisa Aktivasi Neutron
Pengukuran tingkat kandungan merkuri di dalam suatu hasil produk yang
ditawarkan menggunakan metode Analisa Aktivasi Neutron. Preparasi sampel
dilakukan dengan metode gravimetri yang sudah tidak diragukan keandalannya karena
mempunyai ketelitian yang sangat tinggi dan menggunakan alat semi mikro balance
yang terkalibrasi oleh laboratorium terakreditasi. Hasil aktivasi diukur menggunakan
metode spektrometri gamma sehingga memungkinkan unsur-unsur lain dapat dianalisa.
Analisa yang dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga dapat
mengetahui unsur dan besarnya dalam satuan tertentu. Standar yang digunakan
tertelusur dalam Standar Internasional. (Wurdiyanto, 2007).
c. Metode mercury analyzer
Dilakukan uji kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi merkuri pada sampel
menggunakan alat mercury analyzer yang sudah dikalibrasikan. Sampel krim pemutih
wajah yang positif mengandung merkuri pada uji kualitatif ditimbang sebanyak 1 mg
kemudian dimasukkan kedalam alat mercury analyzer, instrument di nolkan, serapan
yang diperoleh dicatat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwandari R, 2006, Farmakologi-Toksikologi,
2. Meredith, T.J., 1993, Antidots for Poisoning by Cyanide, http://www.inchem.org/,
diakses pada 28 September 2007
3. https://analiskesehatanwika.files.wordpress.com/2011/07/toksikologi.doc
4. https://dianaruntu.wordpress.com/2010/03/23/inilah-makanan-makanan-mengandung-
sianida-yg-sehari-hari-kamu-santap/
5. Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida,
http://klikharry.wordpress.com/about/, diakses pada 28 September 2007
6. http://chemistryandkpopforever.blogspot.com/2014/04/analisa-kualitatif-dan-
kuantitatif.html
7. http://dewiisuliis.blogspot.com/2011/11/makalah-merkuri.html
8. http://derainbo.blogspot.com/
9. www.scribd.com
10. Abudarin. 2002. Buku Ajar Kimia Analisis II. Palangkaraya : FKIP, Jurusan
PMIPA, Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Palangkaraya.
11. Day, R.A & A.L.Underwood. 2002. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis
Sopyan. Erlangga. Jakarta.
top related