analisa properti jakarta triwulan i 2015.docx

Upload: ried-alfonso

Post on 01-Mar-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perkembangan perekonomian yang cenderung melemah, berpengaruh pada prospek pasar properti di Jakarta. Kinerja pasar properti mengalami penurunan pada triwulan I 2015, berkebalikan dari prediksi awal yang memproyeksikan kembali membaiknya sektor properti dengan adanya kepastian investasi dan penguatan perekonomian pasca Pemilu 2014. Melemahnya sektor properti ini merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yang dipicu oleh faktor peningkatan suku bunga dan kebijakan loan-to-value (LTV) untuk menahan laju kenaikan harga properti yang tajam pada beberapa periode lalu. Menurunnya kinerja sektor properti terkonfirmasi dari menurunnya tingkat okupansi perkantoran sewa di kawasan central business district (CBD) menjadi 93,6% pada akhir triwulan I 2015, dari 95,7% pada akhir tahun 2014[footnoteRef:2]. Adapun jumlah suplai unit properti yang dipasarkan bertambah dalam level yang relatif moderat, khususnya pada kantor sewa dan apartemen. Berbagai perkembangan terakhir yang mengindikasikan adanya ketidakpastian dalam politik dan ekonomi makro, menjadi pertimbangan bagi investor properti dalam meningkatkan investasinya. [2: 1st Quarter 2015 Jakarta Property Markets Report, Colliers International Indonesia]

Meski kinerja pasar properti menurun, indeks emiten properti masih menunjukkan arah peningkatan. Hingga akhir Februari 2015, pergerakan indeks emiten properti masih menunjukkan tren peningkatan (Grafik B1.1). Hal ini ditengarai sebagai pengaruh kuatnya optimisme pasar pada awal tahun dengan disahkannya APBN-P 2015 pada pertengahan Februari serta berbagai kebijakan yang diarahkan untuk mendorong pembangunan infrastruktur strategis. Relatif terkendalinya dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014, yang tercermin dari rendahnya inflasipada Januari dan Februari 2015, serta terjaganya nilai tukar rupiah, turut memengaruhi optimisme tersebut.

Perubahan dinamika perekonomian terindikasi semenjak Maret 2015 yang berpengaruh pada prospek pasar properti ke depan. Data penjualan properti di Jabodetabek terus menurun pada periode yang sama dalam 3 tahun terakhir (Grafik B1.2). Kinerja penjualan perusahaan properti yang tercatat di pasar modal juga secara umum menunjukkan penurunan pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 (Grafik B1. 3). Penurunan indeks emiten properti ditengarai sebagai pengaruh dari persepsi negatif dan menurunnya optimisme investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah serta penyesuaianharga BBM bersubsidi, sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia (mekanisme sistem fixed subsidy), menjadi faktor yang ditengarai mendasariturunnya prospek pasar properti. Kondisi ini juga didorong oleh tekanan pada daya beli masyarakat, dengan ekspektasi kenaikan harga, serta menurunnya kinerja perekonomian secara umum.

Prospek pasar properti yang menurun juga dikaitkan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan tambahan pajak penjualan properti. Kebijakan penerapan tambahan PPN untuk properti, yang dianggap sebagai barang mewah, diharapkan dapat mendukung pemasukan pajak negara. Dalam rencana kebijakan yang diusulkan, tambahan tarif sebesar 5% dikenakan pada transaksi properti di atas Rp2 miliar. Sementara itu, untuk properti dengan harga yang lebih mahal dari Rp2 miliar, diusulkan untuk membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 20% dari harga jual. Di satu sisi, meski kebijakan yang dimaksud belum dipastikan efektif waktu penerapannya, sejumlah investor sektor properti cenderung telah merespons secara negatif. Di sisi lain, penundaan kebijakan tersebut juga dapat memberikan ketidakpastian pada pasar properti.

Terkait dengan kebijakan LTV. yang bertujuan untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, saat ini sedang dikaji kemungkinan dilakukan relaksasi. Merespons tren perlambatan sector properti yang konsisten dalam beberapa triwulan terakhir, saat ini sedang dikaji kemungkinan revisi kebijakan LTV sebagai salah satu bentuk relaksasi kebijakan makroprudensial oleh otoritas moneter dan jasa keuangan [footnoteRef:3]. Opsi relaksasi dikaji sebagai satu upaya untuk mendukung prospek sektor properti, yang terkait dengan investasi dan lapangan usaha konstruksi. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha konstruksi yang cukup tinggi juga menjadi pertimbangan. Hal lain yang juga dipertimbangkan yaitu relatif masih tingginya suku bunga, sejalan dengan kebijakan moneter ketat yang diambil sebagai antisipasi dari potensi repatriasi dana modal asing dengan kenaikan suku bunga Amerika Serikat pada tahun 2015. [3: Kebijakan LTV berlaku sejak 2012 dan diperketat pada 2013, menimbang dari pertumbuhan harga properti yang mengindikasikan ketidakwajaran. Sejauh ini, pengetatan kebijakan LTV relatif cukup efektif dalam meredam peningkatan harga, meskipun disertai dengan penurunan permintaan.]

Sejumlah proyek properti komersial masih berlanjut di tengah lesunya pasar properti saat ini. Sejumlah pengembang tetap melanjutkan sejumlah proyek investasi properti yang diasumsikan masih akan memberikan nilai imbal hasil lebih tinggi dibandingkan dengan jenis investasi lainnya (Grafik B1.4 dan Tabel B1.1). Meski terdapat harapan akan prospek sektor property yang membaik, didukung dengan terus berkembangnya kelas menengah dan urbanisasi di Jakarta, perlu tetap diwaspadai potensi over supply yang akan berdampak pada penurunan harga jual maupun sewa dari properti komersial. Kondisi tersebut, selain akan memberikan imbas pada penurunan investasi, juga berpotensi meningkatkan risiko kredit di sektor properti. Hingga saat ini, penurunan harga properti belum terdeteksi, meski peningkatan harga relative tidak secepat beberapa tahun terakhir.

Meski terjadi perlambatan pada sektor properti secara umum, prospek investasi properti di Jakarta masih cukup baik di masa mendatang. Hal ini didukung dengan kondisi Jakarta sebagai kota urban, yang memiliki keterbatasan lahan, di tengah ekspansi aktivitas perekonomian yang terus berlanjut, khususnya di sektor jasa. Terdapat sejumlah kondisi yang akan mendukung perbaikan kinerja sektor properti ke depan, di antaranya adalah dukungan kebijakan investasi yang mencakup aspek kejelasan tata ruang, pengadaan lahan, serta perizinan. Upaya mendorong investasi ke Jakarta, terutama pasca-Komunitas Ekonomi ASEAN (KNA), akan turut berkontribusi ada penyerapan properti komersial, yang suplainya terus bertambah sepanjang tahun. Di samping itu, dukungan pemerintah pada pembangunan properti hunian vertikal untuk golongan menengah bawah juga akan mendorong geliat di sektor properti. Salah satu dukungan pemerintah terhadap pembangunan properti golongan menengah bawah yaitu program pembangunan sejuta rumah dalam bentuk rusunawa di Jakarta. Beberapa fasilitas pendorong dapat diberikan agar target yang diharapkan tercapai.