analisis efektivitas penerimaan pajak restoran, pajak ... · analisis efektivitas penerimaan pajak...
TRANSCRIPT
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK RESTORAN, PAJAK HOTEL
DAN PAJAK PENERANGAN JALAN DALAM MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA DEPOK
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
Memenuhi Prasyarat Meraih Gelar Sarjana Ekonmi
Disusun oleh:
DEVI TRI PUSPITA
NIM. 1112084000053
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Devi Tri Puspita
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Depok, 12 Juni 1994
3. Alamat : Jl. Raden Saleh III No. 15/E RT 05 RW 05
Sukmajaya – Depok
4. Telepon : 021-7713705/ 085717834665
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Sukmajaya 5 Depok Tahun 2000 – 2006
2. SMP Yaspen Tugu Ibu I Depok Tahun 2006 – 2009
3. SMA Yaspen Tugu Ibu I Depok Tahun 2009 – 2012
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 – 2016
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Periode 2013 – 2014
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang
Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
2015”, Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Workshop “Kepemudaan Integrity Goes to You”, HMJ IESP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Seminar Nasional ”Tantangan dan Prospek Mahasiswa dalam Mencegah
Penyalahgunaan Narkoba di Lingkungan Kampus dan Masyarakat”,
SATGAS GAN UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan“Burn Your Spirit! Be a Super
Student”, Komus dan LDK Komda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
5. Dialog Kebangsaan “Memperkokoh Peran Pemuda Dalam Mewujudkan
Indonesia yang Bermartabat”, BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan
Jurusan Sendiri”, HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kuliah Umum Sosialisasi Hemat Energi, BEM Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa
Ekonomi dalam Bidang Akademik”, HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Slamet (Almarhum)
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Juli 1959
3. Ibu : Imih Yuniati
4. Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Mei 1965
5. Alamat : Jl. Raden Saleh III No. 15/E RT 05 RW 05
Sukmajaya - Depok
6. Anak ke : 3 dari 4 bersaudara
iii
ABSTRACT
This research aimed to analyze the effectiveness of restaurant, hotel, and street
lighting tax, and analyze the contribution to increase the PAD Depok City. The
analytical method use is descriptive quantitative method, which analyzes target
data and actual revenues of Restaurant Tax, Hotel Tax, and Street Lighting Tax in
2012 to 2014 by using ratio analyze of the effectiveness and contibution. The
results shows that level of effectiveness of restaurant tax in 2012 to 2014 average
of 112,31% by the level of effectiveness meet the criteria of highly effective. The
level of effevtiveness of hotel tax in 2012 to 2014 average of 119,95% by the level
effectiveness meet the criteria of highly effective. The level of effectiveness of
street lighting tax in 2012 to 2014 average of 107,48% by the level of
effectiveness meet the criteria of highly effective. The category of tax
contributions restaurant, hotel tax, and street lighting tax to increase the PAD in
2012 to 2014 are in the criteria of very poor contributions. The Depok City
government should increase the object of the local taxes to increase PAD the
Depok City.
Keywords: PAD, Restaurant Tax, Hotel Tax, Street Lighting Tax, Effectiveness,
Contribution.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efektivitas pajak restoran,
pajak hotel, dan pajak penerangan jalan dan kontribusi dalam meningkatkan PAD
Kota Depok. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif, yaitu menganalisis data target dan realisasi penerimaan
pajak restoran, pajak hotel, dan pajak penerangan jalan dengan menggunakan
rasio efektivitas dan kontribusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
rata-rata efektivitas tahun 2012-2014 pajak restoran sebesar 112,31% tingkat
efektiviasnya memenuhi kriteria sangat efektif. Tingkat rata-rata efektivitas pajak
hotel tahun 2012-2014 sebesar 119,95% tingkat efektivitasnya memenuhi kriteria
sangat efektif. Tingkat rata-rata efektivitas pajak penerangan jalan tahun 2012-
2014 sebesar 107,48% tingkat efektivitasnya memenuhi kriteria sangat efektif.
Kriteria kontribusi pajak restoran, pajak hotel, dan pajak penerangan jalan dalam
meningkatkan PAD masuk dalam kriteria sangat kurang. Pemerintah Kota Depok
harus meningkatkan objek pajak daerah dalam meningkatkan PAD Kota Depok.
Kata Kunci : PAD, Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Penerangan Jalan,
Efektivitas, Kontribusi.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb.
Dengan mengucapkan segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak
Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan Jalan dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah memberikan dorongan moril maupun materil terutama kepada :
1. Orangtua penulis, kepada Ibunda dan Ayahanda tersayang yang selalu
memberikan limpahan kasih sayang, doa, dan dukunganbaik secara moril
maupun materil kepada penulis. Terima kasih telah mendidik,
membesarkan, dan mengajarkan banyak hal yang tidak dapat terbalaskan
oleh apapun kepada penulis hingga saat ini. Semoga Allah SWT. selalu
memberikan ridho dan rahmat kepada Ibunda, dan semoga Allah SWT.
memberikan tempat yang tebaik untuk Ayahanda disisi-Nya.
2. Kepada kakak-kakak penulis yang menjadi panutan dan pelindung di
berbagai situasi dan kondisi. Kepada adik penulis yang selalu
mendengarkan keluh kesah dan memberikan dukungan kepada penulis.
Serta kepada keponakan penulis yang selalu memberikan senyuman
manis sebagai penghibur dalam segala suasana.
3. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Bapak selalu diberikan
kemudahan oleh Allah SWT. untuk membangun dan mengembangkan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis lebih baik lagi.
4. Bapak Arief Fitrijanto M.Si dan Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
vi
Pembangunan yang telah memberikan arahan serta motivasi yang sangat
bermanfaat selama penyelesaian masa perkuliahan.
5. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku dosen pembimbing I penulis
yang telah memberikan pengarahan dan masukan yang sangat berguna
bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Bapak Zaenal Muttaqin, MPP, selaku dosen pembimbing II penulis yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan ilmu yang
sangat bermanfaat bagi penulis hingga skripsi ini dapat selesai.
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan berharga dalam
menyampaikan materi selama masa perkuliahan.
8. Seluruh jajaran staff administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
membantu penulis dalam mengurus segala kebutuhan administrasi serta
lain-lainnya selama masa perkuliahan.
9. Sahabat-sahabat penulis Anna, Dea, Debby, Rahadian, Rika Arba, dan
Tiara yang setia menjaga persahabatan sejak masa sekolah. Terima kasih
telah berbagi cerita suka duka, canda dan tawa, serta saling mendukung
dan saling mendoakan satu sama lain.
10. Sahabat-sahabat penulis Azis, Dita, Desi, Encep, Habibah, Ipil, Okky, dan
Ooi yang telah memberikan kesan persahabatan yang sangat berarti
selama masa perkuliahan. Semoga persahabatan kita tetap terjaga dan tali
silaturahmi diantara kita dapat terus terjalin.
11. Teman-teman konsentrasi Otonomi dan Keuangan Daerah angkatan
pertama yang selalu memberikan dukungan satu sama lain. Terima kasih
atas setiap momen kebersamaan yang sangatbermakna, serta canda tawa
selama masa perkuliahan.
12. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2012 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Terima kasih ataskerjasama dan dukungan satu
sama lain selama masa perkuliahan. Serta telah memberikan pengalaman
perkuliahan yang sangat berharga bagi penulis.
vii
13. Teman-teman KKN Mahameru yang telah memberikan pengalaman yang
sangat berharga, serta pengajaran hidup yang tak terlupakan selama masa
KKNdi Desa Cijeruk.
14. Indra Muhammad yang selalumenemani, membantu dan mendoakan
penulis selama masa perkuliahan. Serta memberikan dukungandan
kesabaranyang sangat berarti kepada penulis hingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan pada diri penulis. Pada akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini mempunyai arti dan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pihak yang berkepentingan. Untuk itu, penulis akan menerima dengan senang
hati segala saran maupun kritik yang akan diberikan oleh pembaca untuk
memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.
Jakarta, 25 April 2016
Penulis.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHANPEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................10
C. Tujuan Penelitian .......................................................................10
D. Manfaat Penelitian .....................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah .........................................................................12
B. Pendapatan Asli Daerah .............................................................16
C. Pajak ...........................................................................................19
D. Pajak Daerah ..............................................................................25
1. Pajak Restoran ......................................................................28
2. Pajak Hotel ...........................................................................31
3. Pajak Penerangan Jalan ........................................................35
E. Penelitian Terdahulu ..................................................................39
F. Kerangka Pemikiran ...................................................................44
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................46
B. Jenis dan Sumber Data ...............................................................46
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................47
D. Metode Analisis Data .................................................................49
1. Analisis Deskriptif Kuantitatif .............................................50
2. Analisis Efektivitas Pajak Daerah ........................................50
3. Analisis Kontribusi Pajak Daerah ........................................51
E. Definisi Operasional Variabel ....................................................53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian ......................................................55
1. Letak Geografis Kota Depok ...............................................55
2. Sejarah Singkat Kota Depok ................................................56
B. Laju Pertumbuhan Objek Pajak Daerah .....................................59
1. Pajak Restoran ......................................................................59
2. Pajak Hotel ...........................................................................60
3. Pajak Penerangan Jalan ........................................................61
C. Analisis dan Pembahasan ...........................................................63
1. Perhitungan Efektivitas Pajak Daerah ..................................63
2. Interpretasi Hasil Efektivitas Pajak Daerah .........................67
3. Interpretasi Hasil Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................80
B. Saran ...........................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................83
LAMPIRAN .......................................................................................................87
x
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Urutan Penerimaan PAD Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 3
1.2 Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota Depok Tahun 6
2012 – 2014
1.3 Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Berdasarkan Jenisnya Tahun 8
2013 – 2014
3.1 Klasifikasi Kriteria Presentase Efektivitas Pajak Daerah 51
3.2 Klasifikasi Kriteria Presentase Kontribusi Pajak Daerah 52
3.3 Operasional Variabel 54
4.1 Jumlah Wajib Pajak Restoran Kota Depok Tahun 2012-2014 60
4.2 Jumlah Wajib Pajak Hotel Kota Depok Tahun 2012-2014 61
4.3 Jumlah Wajib Pajak Penerangan Jalan Kota Depok Tahun 62
2012 – 2014
4.4 Efektivitas Pajak Restoran Kota Depok Tahun 2012-2014 67
4.5 Efektivitas Pajak Hotel Kota Depok Tahun 2012-2014 71
4.6 Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Kota Depok Tahun 69
2012 – 2014
4.7 Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD Tahun 2012-2014 74
4.8 Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD Tahun 2012-2014 76
4.9 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD 78
Tahun 2012-2014
xi
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1.1 Uraian Penerimaan PAD Kota Depok 5
2.1 Pola Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 14
2.2 Arus Lingkar Pemungutan Pajak 24
2.3 Kerangka Pemikiran 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Uraian Penerimaan PAD Kota Depok Tahun 2012 – 2014 87
2 Target dan Realisasi Pajak Daerah Berdasarkan Jenisnya Tahun 88
2012 – 2014
3 Urutan Realisasi PAD Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota
Tahun 2014 89
4 Perhitungan Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD 90
5 Transkip Wawancara 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak menjadi iuran wajib yang dibayarkan oleh masyarakat dalam
melakukan kegiatan atau bertransaksi. Pajak dibayarkan langsung oleh rakyat
sebagai sumber penerimaan pemerintah yangdigunakan untuk membiayai
kegiatan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pembagian pajak
menurut wewenang pemungut pajak terdiri dari pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat berupa
pajak penghasilan dan pajak penambahan nilai. Sedangkan pajak daerah
merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Menurut
Mardiasmo (2011) Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber
pendapatan (budgetary function) yang utama dan sebagai alat pengatur
(regulatory function), yang digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah, seperti membiayai administrasi pemerintah, membangun dan
memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan
untuk rakyat. Sebagaipenyokong pembangunan daerah dalam meningkatkan
laju pertumbuhan penduduk, perekonomian, dan stabilitas politik.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah harus mampu
mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahandaerah secara mandiri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, menjelaskan bahwa pemerintah daerah dapat mempercepat
2
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing
daerah berdasarkasn asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemenerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya otonomi, daerah diharapkan dapat maju dan
berkembang secara mandiri dengan mengembangkan berbagai potensi yang
ada di daerah tersebut yang bersumber dari pendapatan asli daerah tersebut.
Untuk menyokong kemandirian daerah, pendapatan Asli Daerah (PAD)
menjadi salah satu faktor pendorong sumber penerimaan suatu daerah.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang
besumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah,
yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan pada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi (Ahmad Yani, 2013). Sehingga dengan menggali sumber
pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah, diharapkan
pemerintah daerah sebagai pemegang wewenang mampu mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan daerahnya dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3
Upaya dalam meningkatkan PAD juga dilakukan oleh pemerintah daerah,
dengan menetapkan larangan penetapan peraturan daerah tentang pendapatan
yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan larangan penetapan peraturan
daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas
barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan ekspor/impor. Provinsi Jawa Barat
merupakan daerah dengan jumlah pendapatan asli daerah yang cukup tinggi
di wilayah Pulau Jawa. Dengan total realisasi PAD pada tahun 2014 sebesar
Rp.13.037.556.434.371, yang terdiri dari 18 Kabupaten dan 9 Kota di
provinsinya. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan pendapatan asli
daerah terbesar kedua di Pulau Jawa. Untuk itu, peran Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat cukup besar dalam menyumbangkan penerimaan yang
bersumber dari pendapatan asli daerah.
Tabel 1.1.
Urutan Penerimaan PAD Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 (dalam jutaan
rupiah)
No. Kabupaten/Kota Realisasi PAD
1 Kota Bandung 1.762.952
2 Kab. Bogor 1.363.996
3 Kab. Bekasi 1.124.165
4 Kota Bekasi 1.042.728
5 Kab. Karawang 796.772
6 Kota Depok 659.173
7 Kab. Bandung 512.623
Sumber : DJPK Kemenkeu Republik Indonesia (2016)
Berdasarkan tabel 1.1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa
Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota diatas, dapat disimpulkan bahwa Kota
Depok sebagai salah satu kota dengan jumlahpenerimaan PAD cukup tinggi
4
yaitu sebesar Rp.659.173.000.000.Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
sumber pendapatan yang paling berpengaruh terhadap kemajuan dan
kemandirian suatu daerah. Pada tahun 2014, Kota Depok berada pada urutan
keenam dalam penerimaan PAD di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan total
penerimaan PAD yang diperoleh Kota Depok sebesar 5,05% dari total
keseluruhan penerimaan PAD Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, penulis merasa
Kota Depok memiliki potensi yang besar yang bersumber dari pendapatan
asli daerahnya, mengingat usia Kota Depok yang lebih muda dibandingkan
dengan Kabupaten/Kota lainnya yang berada pada peringkat 7 teratas
penerimaan PAD terbesar di Provinsi Jawa Barat.
Salah satu komponen dari PAD adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah
(Yani, 2013). Sebagai salah satu komponen PAD, pajak daerah diharapkan
menjadi sumber pembiayaan kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah,
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009, dijelaskan bahwa pajak daerah merupakan salah satu
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan
pemerintahan daerah. Untuk itu perlu adanya kebijakan yang diberlakukan
oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan penerimaan daerah atas pajak.
Sehingga daerah mampu melaksanakan otonomi daerah dengan cara
5
mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.Daerah dilarang
menetapkan peraturan peraturan perundang-undangan yang dapat
menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan menghambat mobilitas penduduk,
dengan menetapkan peraturan daerah pengenaan pajak dan retribusi pada
objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pemerintah pusat sehingga
menurunkan daya saing daerah.
Gambar 1.1.
Uraian Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Tahun 2014
Sumber : DPPKA Kota Depok (2016)
Berdasarkan gambar 1.1. diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber
penerimaan terbesar dari komponen PAD Kota Depok bersumber dari pajak
daerah. Dimana pajak daerahmenyumbangkan dana sebesar 75% terhadap
PAD Kota Depok pada tahun 2014.Sedangkan sumber penerimaan lain yang
bekontribusi terhadap PAD sebesar 25% yang terdiri dari, 11% bersumber
dari retribusi daerah terhadap PAD Kota Depok, 2% bersumber dari hasil
75%
11%
2% 12% Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan KekayaanDaerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
6
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap PAD Kota Depok,
dan yang terakhir sebesar 12% yang bersumber dari lain-lain PAD yang sah
terhadap PAD Kota Depok. Hal ini menjadi menarik, dengan besarnya
sumber pendapatan yang berasal dari pajak daerah terhadap PAD Kota Depok
apakah telah efektif atau tidak dalam pencapaiannya terhadap pendapatan asli
daerah. Sebab dengan besarnya penerimaan pajak daerah saja tidak dapat
dijadikan tolak ukur dalam keberhasilan pencapaian pemungutan pajak
daerah.
Tabel 1.2.
Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota DepokTahun 2012 - 2014
Tahun Target Realisasi
2012 305.284.661.000 379.488.343.501
2013 423.512.506.718 456.570.927.631
2014 505.203.051.345 494.172.635.913
Sumber: DPPKA Kota Depok (2016)
Berdasarkan tabel 1.2 diatas, dapat disimpulkan bahwa realisasi
penerimaan pajak daerah terjadi peningkatan yang signifikan setiap tahunnya
selama 3 tahun (2012 – 2014). Dilihat pada tahun 2012 realisasi pajak daerah
sebesar Rp.379.488.343.501 kemudian pada tahun 2013 meningkat 20,31%
sebesar Rp.456.570.927.631, dan pada tahun 2014 realisasi pajak daerah
meningkat 8,23% sebesar Rp.494.172.635.913. Dimana berdasarkan Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok (DPPKA Kota
Depok) menjelaskan bahwa penerimaan yang baik adalah penerimaan yang
selalu meningkat setiap tahunnya minimal sebesar 15% dari tahun
sebelumnya. Tetapi pada tahun 2014 peningkatan penerimaan pajak daerah
7
tidak melebihi 15% dari tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan peningkatan
jumlah wajib pajak pada tahun 2014 tidak sebanyak peningkatan wajib pajak
pada tahun 2013. Selain itu, berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa
target yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Depok selalu terpenuhi
realisasinya pada tahun 2012 dan 2013. Sementara pada tahun 2014 target
yang ditetapkan oleh pemerintah lebih tinggi dari pada realisasi yang diterima
oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah menetapkan target terlalu
tinggi dari tahun sehingga realisasinya tidak tercapai.
Dalampengelolaan penerimaan pajak daerah, Pemerintah
mengelompokkan pajak daerah menjadi beberapa jenis pajak daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, pajak daerah dibagi menjadi dua yang menjadi sumber
penerimaan suatu daerah, yaitu Pajak Provinsi yang terdiri dari 5 jenis pajak
diantaranya Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukiman,
dan Pajak Rokok. Serta Pajak Kabupaten/Kota yang terdiri 11 jenis pajak
diantaranya Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak
Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan,
dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah pemerintah daerah dalam penetapan tarif dan perhitungan
pajak daerah sesuai dengan jenisnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8
Tabel 1.3.
Pertumbuhan Realisasi Pajak Daerah Berdasarkan Jenisnya Tahun
2013 – 2014
Jenis Pajak Daerah 2013 2014 Rata-rata
Pajak Hotel 28,12% 50,92% 39,52%
Pajak Restoran 30,78% 25,40% 28,09%
Pajak Hiburan 31,82% 3,30% 17,56%
Pajak Reklame 0,41% 8,48% 4,44%
Pajak Penerangan Jalan 17,05% 20,66% 18,85%
Pajak Parkir 0,25% 19,60% 9,93%
Pajak Air Bawah Tanah 9,59% -0,89% 4,35%
PBB P-2 12,22% -4,57% 3,82%
BHPTB 23,95% 2,00% 12,97%
Sumber: DPPKA Kota Depok (2016)
Berdasarkan tabel 1.3 diatas, menunjukkan bahwa penerimaan pajak
daerah dari masing-masing jenisnya selalu mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Penetapantarif dasar pajak dari masing-masing pajak daerah yang
berbeda memiliki porsi kontribusi yang berbeda-beda terhadap pajak daerah
Kota Depok. Jenis-jenis pajak diatas menggambarkan besarnya potensi
daerah yang bersumber dari pajak daerah dalam pembangunan suatu daerah.
Adanya strategi dan kebijakan perlu dilakukan oleh pemerintah daerah Kota
Depok untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah dengan menghitung
penerimaan daerah salah satunya bersumber dari pajak daerah.
Berdasarkan tabel 1.3, pajak restoran, pajak hotel dan pajak penerangan
jalan menunjukkan rata-rata hasil pertumbuhan peningkatan realisasi pajak
daerah adalah tiga besar pada tahun 2013 dan tahun 2014. Peningkatan
penerimaan pajak restoran, pajak hotel dan pajak penerangan jalan yang
cukup besar setiap tahunnya perlu diukur tingkat efektivitasnya dalam
9
meningkatkan PAD Kota Depok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kenaikan penerimaan pajak daerah yang signifikan dapat dipengaruhi dengan
terus digalinya potensi penerimaan pajak daerah tersebut oleh pemerintah
daerah melalui kebijakan dan peraturan daerah yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah Kota Depok. Dengan meningkatkan kesadaran wajib pajak
dalam membayar pajak, dan memberlakukan sistem uji petik dalam
pemungutan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok. Sehingga
penerimaan pajak daerah selalu meningkat setiap tahunnya. Kenaikan
penerimaan pajak daerah dari pajak restoran, pajak hotel dan pajak
penerangan jalan setiap tahunnya tidak dapat dijadikan tolak ukur
keberhasilan dalam menggali potensi dari pajak daerah tersebut. Efektivitas
pajak daerah sebagai alat ukur seberapa jauh target pencapaian akan tercapai,
dimana semakin tinggi presentase target yang dicapai maka semakin tinggi
efektivitasnya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, pajak restoran,
pajak hotel dan pajak penerangan jalan merupakan jenis pajak daerah yang
mengalami kenaikan yang baik dalam meningkatkan PAD Kota Depok.
Untuk itu penulis tertarik untuk membahasnya dalam bentuk judul skripsi
yang berjudul “Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Restoran, Pajak
Hotel dan Pajak Penerangan Jalan dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok”.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, untuk
mengetahui efektivitas pajak restoran, pajak hotel dan pajak penerangan jalan
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah terdapat rumusan masalah dalam
penelitian ini, diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana efektivitas penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel dan
Pajak Penerangan Jalan Kota Depok ?
2. Berapa besar kontribusi Pajak Restoran, Pajak Hotel dan Pajak
Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Depok ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, untuk
mengetahui efektivitas pajak restoran, pajak hotel dan pajak penerangan jalan
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah terdapat tujuan penelitian
dilakukannya penelitian ini, diantaranya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keefetivitasan Pajak Restoran, Pajak Hotel dan Pajak
Penerangan Jalan Kota Depok.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Restoran, Pajak
Hotel dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Depok.
11
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, untuk
mengetahui pengaruh antara pajak restoran, pajak hotel dan pajak penerangan
jalan terdapat manfaat penelitian dilakukannya penelitian ini, diantaranya :
1. Bagi Masyarakat (Umum)
Sebagai bahan informasi bagi para pembaca maupun sebagai bahan
referensi atau objek penelitian yang sama, khususnya tentang efektivitas
Pajak Restoran, Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan dalam
meningkatkan PAD Kota Depok.
2. Bagi Pemerintah dan Instansi yang Terkait
Sebagai bahan masukan untuk pemerintah dan instansi yang terkait untuk
menentukan kebijakan dalam meningkatkan penerimaan pajak restoran,
pajak hotel dan pajak penerangan jalan Kota Depok.
3. Bagi Penulis
Sebagai penambah wawasan dan informasi, serta aplikasi ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan dengan yang ditemukan selama melakukan
penelitian.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Otonomi daerah tidak lepas dari konsep desentralisasi,karena otonomi
adalah salah satu perwujudan dari desentralisasi. Otonomi berasal dari bahasa
yunani, auto yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau
peraturan. Dalam Encyclopedia of Social Sciences yang dikutip Sumaryadi
(2005), menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah“the legal selfsufficiency
and actual independence”. Namun demikian pelaksanaan otonomi tetap
dalam batas koridor yang tidak melampaui wewenang pemerintah pusat yang
menyerahkan urusan kepada daerah.
Menurut Sarundajang (2005), otonomi lebih menitikberatkan pada
aspirasidaripada kondisi. Dari berbagai pemahamantentang otonomi daerah
tersebut beliau menyimpulkan sebagai :
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom;
2. Daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya di luar
batas wilayahnya;
3. Daerah tidak boleh mencanpuri urusan rumah tangga daerahlain sesuai
dengan wewenang pangkal dan urusan yangdiserahkan kepadanya;
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain.
13
Terdapat dasar dan sistem hubungan pusat dan daerah yang dirangkum
dalam 3(tiga) hal prinsip utama menurut Kuncoro (2004), yaitu:
a. Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari
pemerintah tingkat atas ke pemerintah daerah.
b. Dekonsentrasi yang berarti perlimpahan wewenang dari pemerintah atau
kepala wilayah atau kepala instansi vertical tingkat atasnya kepada
pejabat-pejabat daerah.
c. Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi
dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda
sebagai penguasa tunggal didaerah dan wakil pemerintah pusat didaerah.
Akibat prinsip ini dikenal daerah otonom dan wilayah administratif.
Menurut Kuncoro (2004), berpijak pada tiga azas di atas (desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan), pengaturan hubungan keuangan pusat
dan daerah didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah dalam rangka
dekonsentrasi dibiayai dari dan atas APBN.
b. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah sendiri dalam
rangka desentralisasi dibiayai dari atas APBD.
c. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah
daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakannya dalam rangka tugas
pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau
pemerintah daerah tingkat atasnya atas baban APBD-nya sebagai pihak
yang menugaskan. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah
14
belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah
sumbangan.
Selain menyerahkan wewenang dalam hal urusan pemerintahan,
pemerintah pusat juga menyerahkan wewenang dalam hal keuangan kepada
daerah. Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk
memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara memperluas
basis pajak daerah (tax bases) melalui pemungutan pajak-pajak tertentu yang
tidak dipungut oleh pemerintah pusat.
Disamping itu, berhubungan dengan prinsip money follow function, daerah
juga diberikan dana perimbangan pemerintah pusat yang berasal dari APBN
yang dialokasikan untuk daerah. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dijelaskan melalui grafik berikut.
Gambar 2.1
Pola Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Sumber: Kementerian Keuangan (2016)
Desentralisasi
UU No.33 Tahun 2004
Keuangan
UU No.23 Tahun 2014
Kewenangan
Pusat Daerah
Perluasan tax base
Dana Perimbangan
Pusat Daerah
Kewenangan yang
luas, nyata, dan
bertanggung jawab
15
Berdasarkan otonomi daerah yang berlandaskan asas desentralisasi,
pendapatan daerah menjadi sumber penerimaan untuk membiayai segala
kebututuhan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pendapatan daerah
adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pembentukan
undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas
penyerahan urusan kepada pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut
prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan
mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab
masing-masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007)
mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah
diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment)
serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan dana
perimbangan. Sehingga dapat disimpulkan pendapatan daerah bersumber
dari: 1) pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi
terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya, daerah otonom
harusmemiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri untuk
membiayai penyelengaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerah
16
(PAD) harus menjadi sumber keuangan yang lebih besar, yang didukung oleh
kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat
mendasar dalam sistem pemerintahan negara.
B. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dikategorikan dalam komponen
Pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) suatu
daerah. Pendapatan asli daerah merupakan suatu pendapatan yang
menunjukkan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana
untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan suatu daerah. PAD
adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Yani,2013).
Salah satu upaya untuk melihat kemampuan pemerintahan daerah dari segi
pengelolaan keuangan daerah, dalam rangka mengurangi ketergantungan
terhadap pemerintah pusat dengan cara melihat komposisi sumber-sumber
penerimaan daerah. Semakin besar penerimaan daerah yang didapat, maka
semakin besar juga kemampuan pemerintah daerah untuk bertanggung jawab
dalam pengelolaan keuangan daerahnya secara mandiri. Tetapi apabila
penerimaan yang diterima oleh suatu daerah semakin kecil, maka
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin besar.
Adapun dampak yang dirasakan oleh masyarakat terhadap besar atau
kecilnya penerimaan PAD yang diterima oleh pemerintah daerah. Apabila
terjadi peningkatan penerimaan PAD, maka akan memperlancar terwujudnya
17
kegiatan pemerintah di sektor pembangunan maupun kesejahteraan
masyarakat. Sektor pembangunan meliputi pembangunan jalan, pembangunan
fasilitas umum, dan fasilitas lainnya dimana dampaknya dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat. Kesejahteraan masyarakat meliputi pengentasan
kemiskinan, pemberantasan buta huruf, mengurangi angka kematian hidup,
dan program lainnya yang dapat mensejahterakan masyarakat. Sedangkan
apabila terjadi penurunan penerimaan PAD, maka akan memperlambat
berbagai kegiatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pemerintahan
daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yangmenjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang olehUndang-Undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadikewenangan daerah, pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untukmengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan berdasarkanasas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah meliputi:
a) Politik Luar Negeri;
b) Pertahanan;
c) Keamanan;
d) Yustisi;
e) Moneter dan Fiskal Nasional; dan
f) Agama.
18
Sumber-sumber pendapatan asli daerah yang diterima oleh pemerintah
daerah bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan
asas desentralisasi. Menurut Marihot P. Siahaan (2013) Sumber pendapatan
asli daerah terdiri dari :
a) Pajak Daerah
Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil
yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan
APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba, laba tersebut
dapat dimasukkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
19
Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang menetapkan peraturan
daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan
dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan
impor/ekspor (Yani,2013).
C. Pajak
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara
(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang wajib membayarnya dengan
tidak mendapat pretasi kembali (kontra pretasi/balas jasa) secara langsung,
yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Siahaan, 2013).
Menurut (Djajadiningrat, 2009) Pajak adalah sebagaisuatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yangdisebabkan suatu
keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkanpemerintah
serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik negarasecara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Menurut (Mardiasmo, 2011) Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkanmenurut golongan,
menurut sifat dan menurut lembaga penguji. Berikutadalah penggolongan
pajak:
20
a. Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya dibedakan menjadi dua
yaitu:
1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Pajak Subjetif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
c. Pengelompokan Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya dibedakan
menjadi dua yaitu :
1) Pajak Pusat atau Negara, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
21
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.
Di Indonesia terdapat dua jenis pajak dalam praktiknya, yaitu Pajak Pusat
dan Pajak Daerah. Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat melalui undang-undang, yang wewenang pemungutannya ada pada
pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan,2013). Pajak daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Menurut Mardiasmo (2011), sistem pemungutan pajak terdiri dari 3 (tiga)
jenis yang diuraikan sebagai berikut :
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
22
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
Dalam pemungutannya, terdapat beberapa asas pemungutan pajak yang
dikemukakan oleh Adam Smith (dalam Waluyo, 2005) yang didasarkan pada
asas sebagai berikut :
23
a) Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan
kepada orang atau pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang
diterima.
b) Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c) Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan
saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.
d) Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
Menurut Guritno (1999) dalam mengenakan pajak, pemerintah dapat
mengenakan berbagai jenis pajak dan perbedaan setiap jenis pajak tersebut
dapat dibedakan karena adanya perbedaan pada titik pengenaan pajak.
Aliranlingkar suatu perekonomian sederhana menjelaskan tentang arus
pemungutan pajak yang dipungut oleh pemerintah.
24
Gambar 2.2.
Arus Lingkar Pemungutan Pajak
Gambar 2.2 diatas merupakan arus lingkar pemungutan pajak yang
dikenakan oleh pemerintah (Guritno, 1999). Penjelasan gambar 2.2 adalah
sebagai berikut: sektor rumah tangga menerima barang dan jasa dari sektor
bisnis dan memberikan faktor-faktor produksi kepada sektor bisnis untuk
digunakan pada proses produksi. Pemerintah dapat mengenakan pajak pada
titik 1, yaitu pajak yang dikenakan pada pembelian perusahaan akan faktor-
faktor produksi, misalnya pajak pertambahan nilai.
Titik 2 adalah pajak yang dikenakan pada pendapatan rumah tangga (pajak
penghasilan), sedangkan titik 3 adalah jenis-jenis pajak yang dikenakan pada
pengeluaran rumah tangga (expenditure tax). Titik 4 adalah pajak yang
dikenakan pada total penjualan perusahaan.
Rumah Tangga Perusahaan
Barang/Jasa
Faktor-faktor Produksi
Upah, Sewa, dan sebagainya
Uang
3
2
4
1
25
D. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah (Yani,2013). Pajak daerah sebagai salah satu
pendapatan asli daerah diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu
melaksanakan otonomi daerah yang mampu mengatur dan mengelola rumah
tangga daerahnya sendiri.
Di Indonesia, pembagian pajak dibagi menjadi dua jenis yang terdiri dari
Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2.
a. Jenis Pajak Provinsi berdasarkan Undang-Undang terdiri dari :
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4) Pajak Air Permukaan
5) Pajak Rokok
b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang terdiri dari :
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
26
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
10) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Berdasarkan pembagiannya, bagi hasil pajak daerah terbagi menjadi dua
bagian, yaitu bagi hasil pajak provinsi kepada daerah kabupaten/kota dan bagi
hasil pajak kepada desa sebagai berikut :
a. Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Daerah Kabupaten/Kota
e) Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota di provinsi yang
bersangkutan paling sedikit 30%.
f) Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota di provinsi
yang bersangkutan paling sedikit 80%.
g) Penggunaan bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan sepenuhnya
oleh daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
27
b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten kepada Desa
2) Hasil penerimaan Pajak Kabupaten diperuntukkan paling sedikit
10% bagi desa di wilayah kabupaten yang bersangkutan.
3) Bagian desa ini ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten
dengan memerhatikan aspek pemerataan dan potensi antardesa.
4) Penggunaan bagian desa ditetapkan sepenuhnya oleh desa yang
bersangkutan.
Agartidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka dalam
pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat (Tarmudji, 2001) sebagai
berikut :
a. Syarat Keadlian : Pemungutan pajak harus adil.
b. Syarat Yudiris : Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
c. Syarat Ekonomis : Tidak menganggu perekonomian.
d. Syarat Finansial : Pemungutan pajak harus efisien.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Disamping itu, terdapat beberapa teori yang mendukung hak negara untuk
memungut pajak dari rakyatnya, sehingga secara teoritis pemungutan pajak
yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis
maupun sisi ilmiah (Prakoso, 2005).
a. Teori Asuransi
Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh
masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Kelemahan
teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian
28
dari negara kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang
dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung.
b. Teori Kepentingan
Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing-masing
orang.Teori ini dikenal sebagai Benefit Approach Theory.
c. Teori Daya Pikul
Kesamaan beban pajak untuk setiap orang sesuai daya pikul masing-
masingorang. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan
kekayaan ataupengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability
to Pay ApproachTheory.
d. Teori Bakti
Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti sesesorang
kepadanegaranya.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar pemungutan pajak, pada kepentingan masyarakat bukan pada
individuatau negara. Keadilan dipandang sebagai efek dari pemungutan
pajak.
1. Pajak Restoran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa, Pajak Restoran adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Sedangkan yang
dimaksud dengan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau
29
minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
Menurut Marihot P. Siahaan (2013) dalam pemungutan Pajak Restoran
terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut
adalah sebagai berkut :
b. Restoran adalah tempat menyantap makanan atau minuman yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga
dan katering.
c. Pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa
pun, yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha di bidang rumah makan.
d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai
pembayaran kepada pemilik rumah makan.
Berdasarkan pemungutannya dasar pengenaan pajak restoran ditetapkan
sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 07 Tahun 2010 Pasal 12, dasar pengenaan pajak restoran
adalah jumlah penerimaan yang diteerima atau yang seharusnya diterima
restoran, dengan penetapan tarif pajak sebesar 10%. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
menetapkan tarif pajak restoran sesuai dengan kondisi daerah masing-
masing.
30
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2010
Tentang Pajak Daerah, terdapat subjek pajak, objek pajak, dan wajib pajak
dalam pengenaan pajaknya. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi
atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran.
Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang
menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha
restoran. Dengan kata lain, konsumen yang menikmati pelayanan restoran
merupakan subjek pajak yang membayarkan pajak.
Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang
mengusahakan restoran atau dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan.
Dengan kata lain, pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang
diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili
oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan
daerah tentang pajak daerah.
Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran
meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang
dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di
tempat lain. Termasuk dalam objek Pajak Restoran adalah rumah makan,
cafe, bar, dan sejenisnya. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah
pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak
melebihi Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per bulan.
31
Pada Pajak Restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oleh
restoran dikenakan pajak, terdapat beberapa yang merupakan bukan objek
pajak restoran, antara lain :
a. Pelayanan usaha jasa boga atau katering
b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang
peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang sudah ditetapkan
oleh peraturan daerah.
2. Pajak Hotel
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Hotel
adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Sedangkan yang
dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah
kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh.
Menurut Marihot P. Siahaan (2013) dalam pemungutan Pajak Hotel
terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut
dapat dilihat sebagai berikut :
a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk
dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas
lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang
32
menyatu, dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh
pertokoan dan perkantoran.
b. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi
apapun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan
disewakan untuk umum.
c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha di bidang jasa penginapan.
d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai
pembayaran kepada pemilik hotel.
Berdasarkan pemungutannya, dasar pengenaan pajak hotel ditetapkan
sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 07 Tahun 2010 Pasal 6 Tentang Pajak Daerah, dasar
pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang seharusnya
dibayarkan kepada hotel.
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak hotel sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap
daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan dalam penetepan tarif pajak
dengan tidak melebihi dari 10%.
33
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2010, terdapat subjek
pajak, objek pajak, dan wajib pajak dalam pengenannya. Subjek Pajak
Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran
kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Dengan kata
lain, yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan
membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Dengan kata
lain, konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak
yang membayar atau menanggung pajak.
Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang
mengusahakan Hotel dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan.
Wajib pajak diberikan kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen
(subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya. Dengan
kata lain, pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi
kewenangan untuk memungut pajak kepada konsumen. Dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh
pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan
daerah tentang Pajak Hotel.
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan adalah sebagai berikut :
34
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam
pengertian rumah penginapan temasuk rumah kos dengan jumlah
kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek
antara lain: gubug pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata,
pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau
tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan
dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain telepon, faksimile,
teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan
lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu
hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain
pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tennis, golf, karaoke,
pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel.
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
hotel.
Adapun objek pajak hotel yang tidak termasuk objek pada Peraturan
Daerah Nomor 07 Tahun 2010, sebagai berikut :
a. Jasa tempat tinggal asrama yang disediakan Pemerintah atau
Pemerintah Daerah
b. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan
35
d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,
panti asuhan, dan panti sosial lainnya
e. Jasa biro perjalanan atau biro perjalanan wisata yang diselenggarakan
oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
3. Pajak Penerangan Jalan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 28,
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan
umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pengenaan PPJ
tidak mutlak ada di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Hal ini berkaitan
dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota. Untuk dapat memungut pajak pada suatu daerah,
pemerintah harus membuat suatu kebijakan tentang landasan hukum
pemungutan pajak penerangan jalan di daerahnya sendiri.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Pasal 60,
dijelaskan bahwa dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai
Jual Tenaga Listrik (NJTL). NJTL pada Pajak Penerangan Jalan ditetapkan
sebagai berikut :
36
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, Nilai
Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah
dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik;
b. Dalam hal tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak
dipungut bayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan
kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik,
dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang
bersangkutan. Harga satuan listrik ditetapkan oleh bupati/walikota
dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku untuk
PLN.
c. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan, minyak bumi dan gas
alam, Nilai Jual Tenaga Listrik ditetapkan sebesar 30%. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menghindari pembebanan yang pada akhirnya
akan memberatkan masyrakat dan APBN karena pembayaran atas
jenis pajak ini dilakukan dari bagi hasil penerimaan negara dari sektor
pertambangan minyak bumi dan gas alam.
Nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan :
a. Besarnya tagihan biaya penggunaan listrik bila tenaga listriknya
berasal dari PLN dan bukan PLN;
b. Totalitas kapasitas tersedia, penggunaan listrik dan harga satuan yang
berlaku apabila tenaga listriknya berasal dari bukan PLN;
37
c. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN, harga
satuan listrik ditetapkan sama dengan tarif dasar listrik (TDL) yang
berlaku bagi PLN.
Ketentuan tentang dasar pengenaan pajak PPJ mengalami perubahan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada Pasal 54 dinyatakan
bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajak PPJ adalah nilai jual tenaga
listrik (NTJL). NTJL ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran,
NTJL adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;
b. Dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, NTJL dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka
waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di
wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Adapun tarif dasar pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Penetapan tarif dasar
pajak ini dilakukan untuk keleluasaan pemerintah daerah dalam
menetapkan tarif dasar pajak sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Ketetapan tarif pajak penerangan jalan adalah sebagai berikut:
a. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).
38
b. Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan
Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).
c. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak
Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma
lima persen).
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2010, terdapat subjek
pajak, objek pajak, dan wajib pajak dalam pengenannya. Subjek Pajak
Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana sebjek pajak adalah
konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh
pengusaha penerangan jalan.Dengan demikian, subjek pajak penerangan
jalan sama dengan objek penerangan jalan.
Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan tenaga listrik. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh
sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga
listrik.Dengan kata lain, orang atau badan yang menggunakan tenaga
listrik merupakan subjek pajak yang ditetapkan menjadi wajib pajak. Jika
tenaga listrik disediakan oleh PLN, pemungutan Pajak Penerangan Jalan
dilakukan oleh PLN.
Pelanggan merupakan pemakai tenaga listrik dari PLN, sedangkan
pengguna tenaga listrik umumnya merupakan pengurus tenaga listrik
bukan PLN, yang terbagi menjadi dua, yaitu pengguna tenaga listrik bukan
39
PLN untuk industri dan bukan industri. Pengguna tenaga listrik bukan
PLN untuk industri meliputi penggunaan tenaga listrik oleh industri dan
bisnis sedangkan pengguna tenaga listrik bukan PLN untuk industri
meliputi penggunaan tenaga listrik oleh rumah tangga.
Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik
yang digunakan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain di
wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh
pemerintah daerah. Adapun objek pengecualian pajak penerangan jalan
sebagai berikut :
a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah;
b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh
kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas
tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan
Daerah.
E. Penelitian Terdahulu
Arif Suciadi R (2014), menguji Tingkat Kontribusi dan Efektivitas Pajak
Hotel dan Restoran Pada Pendapatan Daerah (PAD). Data yang digunakan
pada penelitian ini selama periode tahun 2009 – 2013 studi kasus Kabupaten
Malang Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rasio
40
efektifitas pencapaian target dan realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran
Kabupaten Malang mengalami peningkatan, dan dalam peningkatan tersebut
antara target dan realisasi telahmencapai target yang diterapkan. Pajak hotel
dan restoran Kabupaten Malang dapat dikategorikan sangatefektif dalam
pencapaiannya, rasio efektifitas pajak hotel dan Restoran Kabupaten Malang
mencapai<100 persen. Sedangkan untuk tingkat Kontribusi mengalami
peningkatan dimana realisasinya lebih tinggi daripada targetnya, sehingga
dikategorikan sangat efektif karena telah mencapai sasaran yang ingin dicapai
yaitukontribusi pajak hotel dan restoran untuk Kabupaten Malang < 4 persen.
Diaz Ardhiansyah, Sri Mangesti Rahayu, Achmad Husaini (2014),
menguji Analisis Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran dan Kontribusinya
Terhadap Pendapatan Asli Daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini
selama periode tahun 2011 – 2013 studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah
Kota Batu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,hasil penelitian
denganmenggunakan rumus potensi menunjukkan bahwa potensi pajak hotel
dan pajak restoran sangat besar,penggalian potensi dari pajak hotel sebesar
32,48 persen atau bisa dikatakan tidak efektif dari realisasi tahun 2011dan
untuk pajak restoran penggalian potensinya sebesar 77,22 persen atau bisa
dikatakan kurang efektif darirealisasi tahun 2011. Perhitungan laju
pertumbuhan pajak hotel di tahun 2012 sebesar 55,85 persen (cukupberhasil),
untuk pajak restoran tingkat laju pertumbuhannya sebesar 33,78 persen
(kurang berhasil) di tahun 2012.Perhitungan kontribusi pajak hotel terhadap
41
PAD sebesar 11,19 persen (kurang) di tahun 2011, sementara untukpajak
restoran terhadap PAD sebesar 6,54 persen (sangat kurang) di tahun 2011.
Nio Anggun Sripradita, Topowijoyono, dan Achmad Husaini (2014),
menguji Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Reklame dalam Upaya
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Data yang digunakan dalam penelitian
ini selama periode tahun 2008 – 2012 studi pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata efektivitas
penerimaan pajak reklame periode 2008-2012 sebesar 111,02 persen. Hal ini
membuktikan bahwa selama periode 2008-2012 pemerintah Kabupaten
Kediri telah melakukan pemungutan pajak reklame dengan efektif. Hal
tersebut sejalan dengan tingkat efektivitas penerimaan PAD Kabupaten
Kediri periode 2008-2012 dengan rata-rata tingkat efektifitas penerimaan
PAD Kabupaten Kediri periode tahun 2008-2012 sebesar 125,07 persen, hal
ini membuktikan bahwa pemerintah Kabupaten Kediri mampu melaksanakan
kinerja keuangan daerah pada sektor PAD secara efektif. Sedangkan rata-rata
kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap pajak daerah Kabupaten Kediri
sebesar 3,12 persen. Besar presentase rata-rata kontribusi penerimaan pajak
reklame terhadap pajak daerah periode 2008-2012 tergolong pada kriteria
sangat kurang. Selanjutnya dapat diketahui rata-rata kontribusi penerimaan
pajak reklame terhadap PAD Kabupaten Kediri yaitu 1,65 persen. Besar
presentase rata-rata kontribusi penerimaan pajak reklame yang telah dicapai
oleh Kabupaten Kediri dari tahun 2008 hingga tahun 2012 berada pada
kriteria sangat kurang untuk setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa
42
pemerintah Kabupaten Kediri belum mengoptimalkan potensi yang dimiliki
pajak reklame sebagai salah satu penyumbang penerimaan PAD pada periode
tahun 2008-2012.
Devy Octaviana S (2014), menguji Analisis Efektivitas dan Efisiensi Pajak
Daerah serta kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data
yang digunakan dalam penlitian ini selama periode tahun 2008 – 2012 studi
kasus pada Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian membuktikan bahwa,
perkembangan penerimaan pajak daerah Provinsi Jawa Tengah selama
periode 2008-2012 mengalami kenaikan dengan tingkat rata-rata sebesar
13,09 persen per tahun. Sedangkan penerimaan pajak daerah Provinsi Jawa
Tengah selama periode 2008-2012 pada masing-masing sektor secara
keseluruhan tergolong sangat efektif. Jenis pajak darah yang paling efektif
berdasarkan hasil analisa adalah Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB) yaitu dengan rata-rata tingkat efektivitas sebesaar 117,51 per
tahun. Penerimaan pajak daerah Provinsi Jawa Tengah selama periode 2008-
2012 tergolong sangat efisien yaitu dengan rata-rata tingkat efisiensi sebesar
0,076 persen per tahun. Sedangkan penerimaan pajak daerah Provinsi Jawa
Tengah selama periode 2008-2012 mendominasi PAD, yaitu dengan rata-rata
kontribusi sebesar 86,74 persen.
Ronald Bua Tobing (2016), menguji Analisis Potensi dan Efektivitas
Pemungutan Pajak Hotel dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Data
yang digunakan dalam penelitian ini selama periode tahun 2011 – 2014 studi
kasus Kota Palangka Raya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Potensi
43
Pajak Hotel di tahun 2011-2014 mengalami peningkatan, namun selama
periode tahun 2011 hinggatahun 2014, target dan realisasi penerimaan Pajak
Hotel belum pernah melampaui Potensi Riil penerimaanPajak Hotel. Bahkan
terdapat selisih yang cukup besar antara target penerimaan Pajak Hotel
yangditetapkan pemerintahan Kota Palangka Raya dengan perhitungan
potensi penerimaan Pajak Hotel di KotaPalangka Raya. Sedangkan efektifitas
pajak hotel di Kota Palangka Raya selama periode penelitian termasuk
efektif.
Sintia Febrianti Lumintang, Jantje Tinangon, dan Melly Y.B. Kalalo
(2015), menguji Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Restoran dan Pajak
Hiburan Berdasarkan Sistem Ketetapan Pajak Serta Kontribusinya Terhadap
PAD. Data yang digunakan dalam penelitian ini selama periode tahun 2010 –
2014 studi kasus pada Kota Manado. Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa,
kriteria efektif pada tingkat efektivitas Pajak Hiburan pada tahun 2010, 2012,
dan 2013 tingkat efektivitasnyamemenuhi kriteria sangat efektif dan pada
tahun 2011 dan 2014 efektivitasnya memenuhi kriteria efektif. Sedangkan
kontribusi Pajak Restoran dan Pajak Hiburan sebagai sumber PAD selama
lima tahun terakhir dinilai tidakmaksimal dan masuk dalam kriteria kontribusi
sangat kurang.
Leos Vitek, Karel Pubal (2002), menguji tentang Evaluation of the
Effectiveness of the Tax Collection – The Case of the Czech Central and
Local Governments. Data yang digunakan dalam penelitian ini selama
periode tahun 1993 – 2000 studi kasus pada Czech Republic. Hasil penelitian
44
ini menunjukkan bahwa,tingkat relatif biaya administrasi, pada prinsipnya
dipengaruhi oleh ukuran jumlahnominal pajak yang dipilih (fee) dan minor
dengan pembangunan pajak yang relevan. Tingkatbiaya administrasi untuk
pajak daerah yang berbeda dari 5% sampai 80% dari pajak yang dipilih.Biaya
terendah adalah tempat pengumpulan uanguntuk mesin slot harga permainan,
di sisi lain biaya tertinggi yaitu pengumpulan biaya untuk anjing, biaya
untukkapasitas akomodasi, biaya untuk spa tinggal dan biaya rekreasi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran biaya administrasi untuk
pajak daerah cepat menurunkan ketergantungan pada kotamadya.
Oluwaremi Feyitimi, Saidi Ayodele Yusuf (2014), menguji tentang The
Level if the Effectiveness and Efficiency of Tax Administration and Voluntary
Tax Compliance in Nigeria: (A Case Study of The Federal Revenue Service).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa,orang yang membayar pajak
berdasarkan padasistem tingkat administrasi perpajakan yang efektif dan
efisien di Nigeria. Peningkatkan pendapatan dengan sistem sebagian besar
melalui kepatuhan penegakan hukum oleh otoritas pajak berdasarkan undang-
undang pajak dan proses pengadilan.
F. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, penulis ingin menguji seberapa besar pengaruh pajak
restoran, pajak hotel dan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli
daerah Kota Depok, serta mengukur efektivitas penerimaan pajak daerah
tersebut. Dengan menggunakan analisis rasio efektivitas pajak daerah untuk
45
mengukur tingkat efektivitas dengan cara perbandingan antara target pajak
daerah dibagi realisasi pajak daerah Kota Depok. Serta analisis rasio
kontribusi untuk mengukur seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap
PAD. Berikut ini merupakan gambar kerangka pemikiran :
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Pendapatan Asli Daerah Kota Depok
Pajak Hotel
Realisasi Pajak
Daerah
Efektivitas
Pajak Penerangan
Jalan
Pajak Restoran
Target Pajak Daerah
Kontribusi
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif
berupa analisis rasio. Penilitian deskriptif merupakan penilitian non hipotesis,
sehingga dalam langkahnya tidak perlu merumuskan hipotesis
(Arikunto:2006). Analisis rasio yang diimplementasikan dalam penelitian ini
adalah rasio efektivitas pajak daerah dan rasio kontribusi pajak daerah.
Dimana dalam penelitian ini terdapat tiga jenis pajak daerah untuk mengukur
tingkat efektivitas penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak
Penerangan Jalan. Serta tingkat kontribusinya dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok tahun 2012 – 2014. Adapun
objek penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Depok.
B. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian pengumpulan data sangat penting dilakukan untuk
mengetahui kebenaran ilmiah suatu penelitian. Dalam metode ini
menggunakan metode kuantitatif yang sesuai dengan permasalahan dan
rumusan yang telah dibahas, dimana data yang didapat berupa angka, serta
data berupa hasil wawancara dengan dinas terkait dalam penelitian ini.Berikut
47
adalah sumber data yang diperoleh guna menyelesaikan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Data penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok tahun
2012 – 2014yang bersumber dari Laporan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Kota Depok.
2. Data target dan realisasipenerimaan Pajak Restoran Kota Depok
tahun 2012 – 2014yang bersumber dari Laporan Anggaran
Penerimaan Pajak Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan AsetKota Depok.
3. Data target dan realisasi penerimaan Pajak Hotel Kota Depok tahun
2012 – 2014yang bersumber dari Laporan Anggaran Penerimaan
Pajak Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan
AsetKota Depok.
4. Data target dan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kota
Depok tahun 2012 – 2014yang bersumber dari Laporan Anggaran
Penerimaan Pajak Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan AsetKota Depok.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, terdapat dua metode dalam pengumpulan data yang
terdiri dari sebagai berikut :
48
1. Data Primer : Data atau informasi yang diperoleh secara
langsung yang diperoleh dari tempat penelitian, untuk mendapatkan
data konkrit sesuai dengan permasalahan.Dalam penelitian ini,
penulis melakukan beberapa tahapan teknik pengumpulan data
sebagai berikut :
a) Metode Observasi
Observasi adalah kegiatan pengumpulan data dengan cara
pengamatan yang dilakukan secara langsung dengan seksama
dan sistematis, yang kemudian ditindaklanjuti dengan
pencatatan data secara cermat dan sistematis pada suatu objek
yang akan diteliti. Metode observasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara langsung
dokumen-dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Kota Depok.
b) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, dan
sebagainya (Arikunto, 2006). Metode dokumentasi adalah
pengumpulan data dengan cara melihat,membaca, mempelajari,
kemudian mencatat data yang sudah ada hubungannya dengan
objek penelitian. Metode ini dilakukan untuk mengambil
dokumentasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
49
berupa data realisasi Pendapatan Asli Daerah, data target dan
realisasi Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan
Jalan.
c) Metode Wawancara
Metode wawancara atau interview adalah sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari terwawancara (Arikunto, 2006). Metode wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan caramenanyakan langsung
data yang dibutuhkan kepada seseorang yang berwenang. Dalam
wawancara ini, penulis mengajukan pertanyaan kepada
responden (pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kota Depok) guna menggali informasi
mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi penerimaan
pajak daerah dan kendala dalam penilaian efektivitas pajak
daerah.
2. Data Sekunder : Data yang diperoleh dari buku-buku, laporan-
laporan yang menunjang yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok.
D. Metode Analisis Data
Data yang akan dianalisis dalam metode ini adalah data-data mengenai
pertumbuhan pajak restoran, pajak hotel, pajak penerangan jalan dan
pendapatan asli daerah Kota Depok.Data yang akan dianalisis dalam metode
50
ini adalah data time series dalam periode waktu selama 3 tahun (2012-2014)
dengan menggunakan aplikasiMicrosoft Excel dalam pengolahan data.
1. Analisis Deskriptif Kuantitatif
Menurut Arikunto (2006), metode analisis deskriptif berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku
umum. Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif merupakan teknik
penganalisaan data yang menggunakan angka-angka untuk menarik
kesimpulan dari kejadian-kejadian yang dapat diukur. Dalam hal ini
adalah dengan melakukan perbandingan terhadap hasil perhitungan
penelitian.
Dalam penelitian ini, metode analisis deskriptif kuantitatif
digunakan untuk menganalisis berapa besar kontribusi Pajak Restoran,
Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok. Serta digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas
penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan Jalan
Kota Depok.
2. Analisis RasioEfektivitas Pajak Daerah
Efektivitas yaitu suatu ukuran yangmenyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah tercapai. Dimana makin
besar presentase target yang dicapai,makin tinggi efektivitasnya.Indikator
efektivitas adalah rasio antara hasil pemungutan pajak suatu pajak
51
dengan target pajak, dengan asumsi bahwa semua wajib pajak membayar
pajak terutangnya. Adapun rumus perhitungan efektivitas menurut
Hanif (2007) adalah sebagai berikut:
Apabila yang dicapai minimal satu atau 100%, maka rasio
efektivitas semakin baik, artinya semakin efektif penerimaan tersebut.
Demikian pula sebaliknya, semakin kecil persentasenya, maka
menunjukkan penerimaan tersebut semakin tidak efektif. Untuk
mengukur nilai efektivitas secara lebih rinci digunakan kriteria
berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 tentang
pedoman kriteria efektivitas yang disusun dalam tabel berikut :
Tabel 3.1.
Klasifikasi Kriteria Efektivitas Presentase Pajak Daerah
Presentase Kriteria
> 100%
90,00 % - 100%
80,00% - 90%
60,00 % - 80%
<60%
Sangat Efektif
Efektif
Cukup Efektif
Kurang Efektif
Tidak Efektif
Sumber: Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006
3. Analisis Rasio Kontribusi Pajak Daerah
Analisis Kontribusi Pajak Daerah digunakan sebagai alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat
disumbangkan dari penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak
52
Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Depok. Adapun
rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi pajak daerah :
Keterangan :
Pn = Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap PAD (Rupiah)
QY = Jumlah Penerimaan PAD (Rupiah)
QX = Jumlah Penerimaan Pajak Daerah (Rupiah)
n = Tahun
Berdasarkan rumus diatas, maka dapat diketahui berapa besar
kontribusi Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan Jalan
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Depok. Adapun kriteria yang
digunakan untuk mengklasifikasi kontribusi pajak daerah adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.2.
Klasifikasi Kriteria Presentase Kontribusi Pajak Daerah
Presentase Kriteria
0,00% - 10%
10,00% - 20%
20,00% – 30%
30,00% - 40%
40,00% - 50%
Diatas 50%
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
Sumber : Kepmendagri N0. 690.900.327 Tahun 2006
53
E. Definisi Operasional Variabel
1. Pendapatan Asli Daerah
Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) diukur berdasarkan Laporan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok dalam satuan
jutaan rupiah. Data ini diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kota Depok.
2. Pajak Restoran
Variabel Pajak Restoran diukur berdasarkan Laporan Anggaran
Penerimaan Pajak Daerah Kota Depok dalam satuan jutaan rupiah. Data
ini diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kota Depok.
3. Pajak Hotel
Variabel Pajak Hotel diukur berdasarkan Laporan Anggaran Penerimaan
Pajak Daerah Kota Depok dalam satuan jutaan rupiah. Data ini diperoleh
dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok.
4. Pajak Penerangan Jalan
Variabel Pajak Penerangan Jalan diukur berdasarkan Laporan Anggaran
Penerimaan Pajak Daerah Kota Depok dalam satuan jutaan rupiah. Data
ini diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kota Depok.
54
Tabel 3.3.
Operasional Variabel
No Variabel Definisi Variabel Satuan Skala
1
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Realisasi penerimaan
pendapatan asli daerah
Kota Depok tahun
anggaran.
Milyar
Rupiah Rasio
2 Pajak
Restoran
Laporan anggaran pajak
daerah atas pajak
restoran Kota Depok
menurut tahun anggaran.
Milyar
Rupiah Rasio
3 Pajak Hotel
Laporan anggaran pajak
daerah atas pajak hotel
Kota Depok menurut
tahun anggaran.
Milyar
Rupiah Rasio
4
Pajak
Penerangan
Jalan
Laporan anggaran pajak
daerah atas pajak
penerangan jalan Kota
Depok menurut tahun
anggaran.
Milyar
Rupiah Rasio
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
1. Letak Geografis Kota Depok
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 60 19’00” – 6
0
28’00” Lintang Selatan dan 1060 43’00” – 106
0 55’31” Bujur Timur.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah
dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara
50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang
dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa
Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 km2.
Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu
Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten
Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota
Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kota Bogor.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan
Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan
Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor.
56
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota
Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat
seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang
tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya.
2. Sejarah Singkat Kota Depok
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan
Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor,
kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum
Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan
dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya
perdagangan dan Jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan
pelayanan.
Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang
peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri
(H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh
belas) Desa.
Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang
pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan.
Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi
Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan , sehingga pada akhirnya
57
Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan,
yaitu :
f.Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu :
Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas,
Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
g. Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan
Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan
Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
h. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu :
Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan
Mekarjaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan
Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali
Jaya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta
Jaya.
Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi
masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok
diangkat menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi
maksimum. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama – sama
Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tesebut,
dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan
Rakyat.
Berdasarkan Undang–Undang No. 15 tahun 1999, tentang
pembentukan Kotamadya Daerah Tk. II Depok yang ditetapkan pada
58
tanggal 20 April 1999, dan diresmikan tanggal 27 April 1999
berbarengan dengan Pelantikan Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah
Tk. II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada
waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif
Depok.Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tk. II Depok dan
pelantikan pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok dapat
dijadikan suatu landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan hari
jadi Kota Depok.
Berdasarkan Undang – undang nomor 15 tahun 1999 Wilayah Kota
Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga)
Kecamatan sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :
a. Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12
(dua belas) Desa , yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung
Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa
Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa
Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.
b. Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa, yaitu :
Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa
Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong
Sari, Desa Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar,
Desa Pengasinan Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
59
c. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa, yaitu : Desa
Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan
Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
d. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu :
Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok
Terong, Desa Pondok Jaya.
Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan
langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga
merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk
kota pemukiman, Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan
jasa, Kota pariwisata dan sebagai kota resapan air.
B. Laju Pertumbuhan Objek Pajak Daerah
1. Pajak Restoran
Pajak Restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran kepada konsumen. Dimana konsumen sebagai
subjek pajak yang menikmati dan membayar pelayanan yang disedikan
oleh restoran. Sedangkan pengusaha restoran sebagai wajib pajak yang
deiberi kewenangan untuk bertugas memungut pajak kepada konsumen
yang telah menikmati pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Pemungutan pajak restoran berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan dilarang memungut pajak yang tidak sesuai
dengan ketetapan peraturan yang berlaku.
60
Tabel 4.1.
Jumlah Wajib Pajak Restoran Kota DepokTahun 2012 - 2014
No Jenis Restoran 2012 2013 2014
1 Rumah Makan 119 123 139
2 Restoran 138 159 176
3 Cafe 36 38 48
4 Catering 36 42 42
Jumlah 119 123 139
Sumber: DPPKA Kota Depok (2016)
Tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah wajib pajak restoran Kota
Depok pada tahun 2012-2014. Pada tabel 4.1 tersebut terjadi peningkatan
jumlah wajib pajak yang signifikan setiap tahunnya dengan besaran tarif
pemungutan pajak sama setiap jenisnya. Dengan terjadinya peningkatan
jumlah wajib pajak restoran, Pemerintah Kota Depok terus berupaya untuk
menggali potensi yang bersumber dari pajak daerah, salah satunya pajak
restoran sebagai upaya peningkatan pendapatan asli daerah Kota Depok.
2. Pajak Hotel
Pajak Hotel merupakan pajak yang dikenakan kepada orang atau
badan yang menikmati pelayanan yang disediakan oleh pihak hotel. Orang
atau badan yang menikmati pelayanan tersebut disebut sebagai subjek
pajak yang membayar dan menikmati pelayanan yang disediakan oleh
pengusaha hotel. Sedangkan pengusaha hotel sebagai wajib pajak yang
diberikan kewenangan untuk memungut pajak kepada subjek pajak. Dalam
pemungutnnya, pengusaha hotel dilarang menetapkan tarif pajak yang
61
tidak sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Kota Depok.
Tabel 4.2.
Jumlah Wajib Pajak Hotel Kota DepokTahun 2012 - 2014
No Jenis Hotel 2012 2013 2014
1 Bintang 1 1 1 1
2 Bintang 3 1 2 2
3 Melati 1 1 2 1
4 Melati 2 1 1 1
5 Wisma 9 9 10
6 Rumah Kost 149 146 150
Jumlah 162 161 166
Sumber: DPPKA Kota Depok (2016)
Tabel 4.2 diatas menunjukkan jumlah wajib pajak hotel Kota Depok
pada tahun 2012-2014. Jumlah wajib pajak hotel pada tabel 4.2 diatas
dapat dikatakan juga banyaknya jumlah hotel di Kota Depok. Peningkatan
jumlah wajib pajak hotel yang signifikan sebagai tolak ukur besarnya
potensi pada pajak hotel dalam meningkatan pendapatan asli daerah yang
bersumber dari penerimaan pajak hotel. Kota Depok yang letaknya
strategis, dengan akses menuju Ibukota Jakarta dengan mudah. Serta
terdapat Universitas favorit, sehingga menjadikan daya tarik para
wisatawan dan para pelajar yang berasal dari luar Kota Depok untuk
datang ke Kota Depok.
3. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan merupakan iuran wajib yang dikenakan
kepada konsumen atas penggunaan tenaga listrik. Konsumen yang
62
mennikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha
penerangan jalan disebut sebagai subjek pajak. Sedangkan pengusaha
penerangan jalan atau PLN disebut sebagai wajib pajak yang menyediakan
tenaga listrik kepada subjek pajak. Dalam penetapan tarif dasar pajak,
pengusaha penerangan jalan dilarang untuk menetapkan diluar ketetapan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tabel 4.3.
Jumlah Wajib Pajak Penerangan Jalan Kota Depok Tahun
2012 - 2014
No Jenis Pelanggan 2012 2013 2014
1 Sosial 2.108 2.826 2.566
2 Rumah Tangga 157.706 251.924 215.629
3 Bisnis 6.636 10.509 9.124
4 Industri 54 60 60
5 Pemerintah 645 786 751
6 Traksi 5 5 5
Jumlah 167.154 266.110 228.135
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok (2016)
Tabel 4.3 diatas menunjukkan jumlah wajib pajak penerangan jalan
pada tahun 2012-2014. Jumlah wajib pajak menunjukkan jumlah yang
fluktuatif setiap tahunnya. Terjadinya peningkatan dan penurunan jumlah
wajib pajak penerangan jalan menunjukkan besarnya populasi warga
maupun banyaknya instansi atau badan di Kota Depok, yang telah
membayarkan pajaknya sebagai upaya dalam meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah.
63
C. Analisis dan Pembahasan
1. Perhitungan Efektivitas Pajak Daerah
Analisis rasio efektivitas digunakan untuk mengukur seberapa jauh
pajak daerah telah memenuhi pencapaiannya. Untuk mengukur efektivitas
pajak daerah tersebut digunakan rumus sebagai berikut :
a. Efektivitas Pajak Restoran
1) Tahun 2012
Berdasarkan jumlah target pajak restoran sebesar
Rp.37.500.000.000 dan jumlah realisasi pajak restoran sebesar
Rp.43.032.489.507. Maka efektivitas pajak restoran pada tahun 2012
adalah sebagai berikut :
2) Tahun 2013
Berdasarkan jumlah target pajak restoran sebesar
Rp.50.284.775.821 dan jumlah realisasi pajak restoran sebesar
Rp.56.279.912.632. Maka efektivitas pajak restoran pada tahun 2013
adalah sebagai berikut :
64
3) Tahun 2014
Berdasarkan jumlah target pajak restoran sebesar
Rp.65.177.907.031 dan jumlah realisasi pajak restoran sebesar
Rp.70.575.259.562. Maka efektivitas pajak restoran pada tahun 2014
adalah sebagai berikut :
b. Efektivitas Pajak Hotel
1) Tahun 2012
Berdasarkan jumlah target pajak hotel sebesar Rp.4.830.000.000
dan jumlah realisasi pajak hotel sebesar Rp.5.678.469.709. Maka
efektivitas pajak restoran pada tahun 2012 adalah sebagai berikut :
65
2) Tahun 2013
Berdasarkan jumlah target pajak hotel sebesar Rp.5.934.763.792
dan jumlah realisasi pajak hotel sebesar Rp.7.275.426.278. Maka
efektivitas pajak restoran pada tahun 2013 adalah sebagai berikut :
3) Tahun 2014
Berdasarkan jumlah target pajak hotel sebesar Rp.9.407.546.425
dan jumlah realisasi pajak hotel sebesar Rp.10.979.883.235. Maka
efektivitas pajak restoran pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :
c. Efektivitas Pajak Penerangan Jalan
1) Tahun 2012
Berdasarkan jumlah target pajak penerangan jalan sebesar
Rp.42.000.000.000 dan jumlah realisasi pajak penerangan jalan
sebesar Rp.47.416.522.222. Maka efektivitas pajak restoran pada
tahun 2012 adalah sebagai berikut :
66
2) Tahun 2013
Berdasarkan jumlah target pajak penerangan jalan sebesar
Rp.54.045.241.674 dan jumlah realisasi pajak penerangan jalan
sebesar Rp.55.499.265.262. Maka efektivitas pajak restoran pada
tahun 2013 adalah sebagai berikut :
3) Tahun 2014
Berdasarkan jumlah target pajak penerangan jalan sebesar
Rp.64.469.140.421 dan jumlah realisasi pajak penerangan jalan
sebesar Rp.66.967.163.272. Maka efektivitas pajak restoran pada
tahun 2014 adalah sebagai berikut :
67
2. Interpretasi Hasil Efektivitas Pajak Daerah
a. Efektivitas Pajak Restoran
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak restoran dan target
pajak restoran Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka diperoleh hasil
efektivitas pajak restoran sebagai berikut :
Tabel 4.4.
Efektivitas Pajak Restoran Kota DepokTahun 2012 - 2014
Tahun Efektivitas Kriteria
2012 115,75% Sangat Efektif
2013 112,92% Sangat Efektif
2014 108,28% Sangat Efektif
Sumber : DPPKA Kota Depok, 2016 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat
efektivitas pajak restoran sangat efektif. Berdasarkan Kepmendagri No.
690.900.327 Tahun 2006, dengan hasil mencapai lebih dari 100 persen
maka dapat dikatakan kriteria efektivitasnya sangat efektif. Dilihat dari
hasil pada tahun 2012 sebesar 115,75 persen, kemudian mengalami
penurunan 2,83 persen pada tahun 2013 sebesar 112,92 persen, dan
mengalami penurunan kembali 4,64 persen pada tahun 2014 sebesar
108,28 persen. Dengan rata-rata efektivitas pajak restoran Kota Depok
tahun 2012 – 2014 sebesar 112,31 persen. Terjadinya penurunan
presentase efektivitas pada tahun 2012 – 2014 dikarenakan Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok (DPPKA
Kota Depok) terlalu tinggi dalam menetapkan target pajaknya, sehingga
menurunkan tingkat pencapaian efektivitasnya.
68
Penerimaan pajak restoran tergolong sangat efektif namun
mengalami penurunan yang signifikan. Pada realisasi penerimaan pajak
restoran selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Penetapantarget yang semakin tinggi mengakibatkan penurunan tingkat
efektivitas pajak restoran, sertakenaikan realisasi pajak restoran yang
dibarengi dengan kenaikan jumlah objek pajak restoran.Hal ini
dikarenakan DPPKA Kota Depok mengasumsikan bahwa dengan
adanya peningkatan objek pajak dapat meningkatkan penerimaan pajak
restoran, sehingga target yang ditetapkan pun ditingkatkan pula. Sebab
DPPKA Kota Depok selalu melakukan upaya apabila target yang
ditetapkan tidak terpenuhi dengan cara intensifikasi pajak dan
ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak adalah upaya yang dilakukan
dalam mengoptimalkan wajib pajak yang sudah ada. Sedangkan
ekstensifikasi pajak untuk mencari wajib pajak baru. Sehingga dengan
upaya yang dilakukan tersebut dapat meningkatkan PAD Kota Depok
yang bersumber dari pajak daerah, salah satunya pajak restoran.
BerdasarkanUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya
otonomi daerah, setiap daerah harus mampu mengatur dan mengurus
urusan rumah tangganya secara mandiri tanpa mengandalkan bantuan
dari pemerintah pusat.Dalam mengatur dan mengurus urusan rumah
tangganya sendiri, Kota Depok mengandalkan pendapatan yang
bersumber dari PAD salah satunya pajak daerah dalam membiayai
69
kebutuhan pemerintahan maupun administrasi Kota Depok, dimana
telah berkontribusi sebesar 75 persen terhadap PAD. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Kota Depok telah mampu menggali sumber
penerimaan daerah yang bersumber dari pajak restoran secara efektif.
b. Efektivitas Pajak Hotel
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak hotel dan target pajak
hotel Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka diperoleh hasil efektivitas
pajak hotel sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Efektivitas Pajak Hotel Kota DepokTahun 2012 – 2014
Tahun Efektivitas Kriteria
2012 118,57% Sangat Efektif
2013 123,59% Sangat Efektif
2014 117,71% Sangat Efektif
Sumber : DPPKA Kota Depok, 2016 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat disimpulkan bahwa kriteria
efektivitas pajak hotel Kota Depok tahun 2012 – 2014 sangat efektif
dengan hasil mencapai lebih dari 100 persen. Berdasarkan
Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006, dengan hasil mencapai
lebih dari 100 persen maka dapat dikatakan kriteria efektivitasnya
sangat efektif. Pada tahun 2012 tingkat efektivitas pajak hotel sebesar
118,57 persen, kemudian mengalami kenaikan 5,02 persen pada tahun
2013 sebesar 123,59 persen. Sedangkan pada tahun 2014 mengalami
penurunan 5,88 persen menjadi 117,71 persen.
70
Kenaikan dan penurunan tingkat efektivitas penerimaan pajak hotel
setiap tahunnya sebagai gambaran terjadinya peningkatan target yang
ditetapkan oleh pemerintah Kota Depok, dalam pencapaian realisasi
penerimaan pajak hotel Kota. Tingkat efektivitas yang mencapai lebih
dari 100 persen menggambarkan bahwa telah terpenuhinya target yang
telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pada jumlah objek pajak hotel
terjadi peningkatan yang cukup signifikan, sehingga dapat
meningkatkan realisasi penerimaan pajak hotel yang dapat memenuhi
target pencapaiannya. Upaya dalam menggali potensi pajak juga
dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok, dengan melakukan uji
petik/pemeriksaan terkait kesalahan jumlah omzet yang dilaporkan oleh
wajib pajak, serta melakukan survei secara langsung dalam
memeriksakan pembukuan suatu objek pajak dalam satu tahun. Upaya
tersebut dilakukan agar para wajib pajak membayarkan pajaknya sesuai
omzetnya, dan ketetapan dasar penganaan pajak yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan upaya
tersebut, dilakukan langsung oleh pegawai dinas terkait dan Satpol PP
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan memberikan dana operasional
yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2010
tentang Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga
sebagai upaya dalam memperlanar upaya penjaringan wajib pajak hotel.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Devy Octaviana S
(2014), yang menjelaskan bahwa hasil perhitungan efektivitas yang
71
sangat efektif menunjukkan bahwa tujuan anggaran yang telah
ditetapkan dalam bentuk target pajak daerah telah tercapai. Hal ini
dikarenakan potensi daerah sangat mendukung dan pemerintah daerah
telah melakukan perhitungan yang cukup teliti dalam menggali potensi
pajak daerahnya. Dengan menggali potensi pajak hotel, Pemerintah
Kota Depok juga memudahkan para wajib pajak dengan memberikan
fasilitas pelayanan publik dalam pelaporan pajak yaitu e-SPTPD secara
elektronik. Sehingga memudahkan dalam pemungutan pajaknyasebagai
upaya penggalian potensi yang bersumber dari pajak hotel dalam
meningkatkan PAD Kota Depok.
c. Efektivitas Pajak Penerangan Jalan
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak penerangan jalan dan
target pajak penerangan jalan Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka
diperoleh hasil efektivitas pajak penerangan jalan sebagai berikut :
Tabel 4.6.
Efektivitas Pajak Penerangan Jalan KotaDepok Tahun
2012 – 2014
Tahun Efektivitas Kriteria
2012 113,90% Sangat Efektif
2013 103,69% Sangat Efektif
2014 104,87% Sangat Efektif
Sumber : DPPKA Kota Depok,2016 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dapat disimpulkan bahwa kritera
efektivitas pajak penerangan jalan Kota Depok tahun 2012 – 2014
72
sangat efektif. Berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun
2006, dengan hasil mencapai lebih dari 100 persen maka dapat
dikatakan kriteria efektivitasnya sangat efektif. Pada tahun 2012
tingkat efektivitas pajak penerangan jalan sebesar 113,90 persen,
dimana hasil tersebut telah memenuhi kriteria sangat efektif dengan
hasil diatas 100 persen. Sehingga pada tahun 2012 realisasi
penerimaan pajak penerangan jalan telah memenuhi target penerimaan
pajak penerangan jalan dengan sangat efektif.
Pada tahun 2013 terjadi penurunan 10,21 persen menjadi 103,69
persen. Hal ini terjadi karena penetapan target yang ditetapkan oleh
pemerintah Kota Depok terlalu tinggi sehingga mengalami penurunan
dalam pencapaian targetnya. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi
kenaikan 1,18 persen menjadi 104,87 persen, dikarenakan terjadinya
peningkatan pada realisasi penerimaan pajak penerangan jalan dari
tahun sebelumnya.Hal ini dibuktikan dari penelitian terdahulu oleh
Nio Anggun Sripadita (2014) yang menjelaskan bahwa hasil
efektivitas yang melebihi 100 persen, dapat membuktikan bahwa
Pemerintah Kabupaten Kediri mampu melaksanakan kinerja keuangan
daerah pada sektor PAD secara efektif. Sehingga dapat disimpulkan
Pemerintah Kota Depok telah mampu melaksanakan kinerja keuangan
daerah pada sektor PAD secara efektif. Dilihat dari hasil efektivitas
pajak penerangan jalan yang selalu memenuhi target pencapaiannya
pada tahun 2012 – 2014.
73
Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan dengan cara
withholding system, dengan memberikan wewenang kepada pihak
ketiga yaitu PT. PLN dalam menentukan besaran pajak yang sesuai
dengan ketetapan dalam Peraturan Daerah Kota Depok No. 10 Tahun
2007 tentang Pajak Daerah.Hal ini dikarenakan tagihan atas
pembebanan tagihan listrik di didalamnya termasuk pembebanan
pungutan pajak penerangan jalan. Sehingga pajak penerangan jalan
dapat ditetapkan pajak daerah, sebagai upaya dalam meningkatkan
PAD Kota Depok.
3. Interpretasi Hasil Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan
Asli Daerah
Analisis kontribusi pajak daerah dilakukan untuk mengukur berapa
besar kontribusi yang disumbangkan dari komponen Pajak Daerah
terhadap PAD. Untuk mengukur besarnya kontribusi digunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
Pn = Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap PAD (Rupiah)
QY = Jumlah Penerimaan PAD (Rupiah)
QX = Jumlah Penerimaan Pajak Daerah (Rupiah)
n = Tahun
74
a. Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD Kota Depok
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak restoran dan realisasi
pendapatan asli daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka
diperoleh hasil kontribusi pajak restoran terhadap pendapatan asli
daerah Kota Depok sebagai berikut :
Tabel 4.7.
Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD Kota Depok Tahun
2012 – 2014
Tahun Realisasi Pajak Restoran Realisasi PAD Kontribusi
2012 43.032.489.507 474.705.361.540 9%
2013 56.279.912.632 581.207.570.935 10%
2014 70.575.259.562 659.172.635.492 11%
Sumber : DPPKA Kota Depok,2016 (data diolah)
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, kontribusi Pajak Restoran mengalami
peningkatan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Pada tahun
2012 kontribusi Pajak Restoran sebesar 9 persen meningkat 1 persen
pada tahun 2013. Pada tahun 2014 kontribusi pajak restoran
meningkat sebesar 1 persen menjadi sebesar 11 persen dari tahun
sebelumnya sebesar 10 persen dikarenakan peningkatan jumlah wajib
pajak restoran yang meningkat secara signifikan.Hal ini dikarenakan
jumlah restoran di Kota Depok semakin meningkat sehingga dapat
meningkatkan penerimaan pajak restoran. Peningkatan jumlah wajib
pajak restoran dapat berdampak terhadap peningkatan kontribusi pajak
restoran terhadap PAD Kota Depok. Untuk itu, pemerintah Kota
75
Depok perlu menyadarkan wajib pajak akan pentingnya membayar
pajak guna memperlancar pembangunan Kota Depok.
Berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006,
kontribusi pajak restoran terhadap PAD Kota Depok masih sangat
kurang (0,00%-10%) pada tahun 2012 dan 2013. Sedangkan pada
tahun 2014 kontribusi pajak restoran terhadap PAD Kota Depok
tergolong kriteria kurang (10,00%-20%). Walaupun tingkat efektivitas
pajak restoran sangat efektif dengan rata-rata efektivitasnya sebesar
112,31 persen. Dengan kontribusi pajak restoran terhadap PAD
sebesar 9 sampai 11 persen yang tergolong sangat kurang, telah
mencapai tingkat efektivitas sebesar lebih daari 100 persen dengan
kriteria sangat efektif. Dengan kriteria kontribusi yang tergolong
kurang, hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Depok
kurang serius dalam mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan
yang tergolong dalam objek pajak restoran, sehingga kontribusinya
kurang memuaskan. Untuk itu Pemerintah Kota Depok harus terus
menggali potensi yang bersumber dari pajak restoran, walaupun
tingkat kontribusinya kurang, tetapi cukup berpotensi dalam
pencapaian targetnya secara efektif. Salah satunya dengan cara
menyadarkan wajib pajak akan pentingnya membayar pajak, seperti
melakukan sosialisasi baik secara langsung atau tidak langsung,
dengan media elektronik maupun media cetak sebagai upaya dalam
meningkatkan PAD yang bersumber dari pajak.
76
b. Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD Kota Depok
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak hotel dan realisasi
pendapatan asli daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka
diperoleh hasil kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah
Kota Depok sebagai berikut :
Tabel 4.8.
Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PADKota Depok Tahun
2012 – 2014
Tahun Realisasi Pajak Hotel Realisasi PAD Kontribusi
2012 5.678.469.709 474.705.361.540 1%
2013 7.275.426.278 581.207.570.935 1%
2014 10.979.883.235 659.172.635.492 2%
Sumber : DPPKA Kota Depok,2016 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat disimpulkan bahwa besaran
kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD lebih kecil daripada kontribusi
Pajak Restoran terhadap PAD. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
kontribusi Pajak Hotel terhadap PAD tahun 2012 sebesar 1 persen,
yang kemudian tidak mengalami pergeseran pada tahun 2013 sebesar
1 persen. Hal ini dikarenakan jumlah objek pajak hotel tidak
mengalami peningkatan yang besar dari tahun 2012 ke 2013.
Sedangkan pada tahun 2014, terjadi peningkatan kontribusi sebesar 2
persen. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah wajib pajak
hotel di Kota Depok sehingga dapat meningkatkan besaran kontribusi
pajak hotel terhadap PAD.
77
Berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006 kriteria
kontribusi pajak hotel terhadap PAD Kota Depok sangat kurang,
dimana besarannya diantara 0,00%-10%. Walaupun rata-rata tingkat
efektivitas pajak hotel sebesar 119,95 persen dengan kriteria sangat
efektif. Dengan tingkat kontribusi pajak hotel yang sangat kurang
telah mampu mencapai target pencapaian dengan tingkat efektivitas
sangat efektif. Hal ini dapat dijadikan koreksi untuk Pemerintah
Daerah Kota Depok untuk terus menyadarkan para wajib pajak akan
pentingnya membayar pajak guna meningkatkan kontribusi pajak
hotel sebagai upaya meningkatkan PAD Kota Depok. Dengan tidak
perlu meningkatkan faktor produksi (lahan, modal, tenaga kerja) oleh
pengusaha hotel, tetapi Pemerintah Kota Depok perlu menggali
potensi pajak hotel dengan cara meningkatkan jumlah objek pajak
hotel sebagai upaya dalam meningkatkan PAD Kota Depok yang
bersumber dari pajak hotel.
c. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD Kota Depok
Berdasarkan hasil perhitungan realisasi pajak hotel dan realisasi
pendapatan asli daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014, maka
diperoleh hasil kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah
Kota Depok sebagai berikut :
78
Tabel 4.9.
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD Kota Depok
Tahun 2012 – 2014
Tahun Realisasi Pajak
Penerangan Jalan Realisasi PAD Kontribusi
2012 47.416.522.222 474.705.361.540 10%
2013 55.499.265.262 581.207.570.935 10%
2014 66.967.163.272 659.172.635.492 10%
Sumber : DPPKA Kota Depok,2016 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi
pajak penerangan jalan terhadap PAD Kota Depok tahun 2012 – 2014
tidak mengalami pergeseran atau stabil yaitu sebesar 10 persen.
Kriteria kontribusi pajak penerangan jalan terhadap PAD berdasarkan
Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 2006 sangat kurang, sebab
besarnya diantara 0,00%-10%. Hal ini dikarenakan tidak adanya
peningkatan jumlah wajib pajak penerangan jalan yang cukup besar
sehingga tidak mengalami pergeseran yang cukup signifikan.
Berdasarkan rata-rata tingkat efektivitas pajak penerangan jalan
sebesar 107,48 persen pada tahun 2012-2014 yang tergolong sangat
efektif. Hal ini berkaitan dengan kontribusi pajak penerangan jalan
terhadap PAD Kota Depok. Dengan tingkat kontribusi sebesar 10
persen pada tahun 2012-2014 dan tidak mengalami pergeseran, telah
berhasil mencapai target penerimaan pajak penerangan jalan dengan
sangat efektif. Dengan kata lain,walaupun kontribusi yang diberikan
oleh pajak penerangan jalan terhadap PAD yang tergolong kurang,
tetapi telah mencapai tingkat efektivitasnya dengan sangat efektif.
79
Sebagai upaya dalam meningkatkan PAD Kota Depok, Pemerintah
Daerah beserta PT. PLN perlu menggali potensi objek pajak
penerangan jalan, dengan cara melakukan survei secara langsung dan
memastikan tidak adanya kecurangan maupun pencurian tenaga listrik
yang dapat merugikan penerimaan PAD yang bersumber dari pajak
penerangan jalan. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam
meningkatkan PAD Kota Depok yang bersumber dari pajak
penerangan jalan.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan hasil pembahasan sebelumnya, penulis
memperoleh kesimpulan dari hasil penelitian mengenai Analisis Efektivitas
Penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan Jalan dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok Tahun 2012 –
2014, adalah sebagai berikut :
1. Tingkat efektivitas Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Penerangan
Jalan selama periode tahun 2012 – 2014 tergolong sangat efektif. Hal ini
dikarenakan telah tercapainya target penerimaan pajak daerah yang telah
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tingkat rata-rata efektivitas Pajak
Restoran tahun 2012 – 2014 sebesar 112,31 persen tergolong sangat
efektif. Sedangkan tingkat rata-rata efektivitas Pajak Hotel tahun 2012 –
2014 sebesar 119,95 persen yang tergolong sangat efektif. Sedangkan
tingkat rata-rata efektivitas Pajak Penerangan Jalan tahun 2012 – 2014
sebesar 107,48 persen tergolong sangat efektif. Hal ini dikarenakan potensi
daerah yang bersumber dari pajak daerah sangat mendukung, serta adanya
peran pemerintah yang ikut andil dalam menggali potensi pajak daerah,
serta penghitungan yang cukup teliti sehingga realisasi pajak daerah selalu
mencapai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kota
Depok.
81
2. Selama tahun 2012 – 2014 tingkat kontribusi pajak daerah terhadap
pendapatan asli daerah Kota Depok mengalami perubahan yang signifikan.
Pada hasil analisis kontribusi Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014 mengahasilkan rata-rata
kontribusinya sebesar 6,67 persen dengan kriteria sangat kurang.
Sedangkan pada hasil analisis kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014 menghasilkan rata-rata
kontribusinya sebesar 1,33 persen dengan kriteria sangat kurang. Serta
hasil analisis kotribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014 menghasilkan rata-rata
kontribusinya sebesar 10 persen dengan kriteria sangat kurang. Hal ini
membuktikan bahwa dengan adanya perbedaan tarif dasar pajak dapat
menghasilkan perbedaan jumlah kontribusi masing-masing pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah Kota Depok.
3. Tingkat efektivitas dari masing-masing pajak daerah selalu mencapai
targetnya dengan kategori sangat efektif. Dengan hasil kontribusi yang
bersumber dari pajak restoran, pajak hotel, dan pajak penerangan
jalandengan kategori kurang. Hal ini membuktikan bahwa, dengan
kontribusi yang tergolong kurang dapat memenuhi tingkat efektivitas
penerimaan pajak dalam pemenuhan targetnya. Sehingga dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah, Pemerintah Kota Depok tidak perlu
terlalu tinggi dalam menetapkan target, tetapi yang perlu dilakukan adalah
82
meningkatkan objek pajak daerah dalam mengoptimalkan pendapatan
yang bersumber dari pajak daerah.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang telah dibahas dalam
penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah Kota Depok khususnya dinas terkait perlu mengatur
ketentuan yang jelas dalam penetapan target penerimaan Pajak Daerah.
2. Dalam upaya meningkatkan penerimaan Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan
Pajak Penerangan Jalan Kota Depok khususnya Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok, dalam menetapkan tarif
dasar pajak harus senantiasa melakukan sosialisasi arti pentingnya pajak
terhadap pembangunan daerah. Sehingga para wajib pajak sadar akan
pentingnya membayar pajak sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
83
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiansyah, Diaz, Sri Mangesti Rahayu, Achmad Husaini. 2014. Analisis
Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran dan Kontribusinya Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Kota Batu
2011-2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)/Vol.14 No. 1 September
2014. Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik. Depok Dalam Angka 2014. Kota Depok, Jawa Barat.
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok. Laporan
Penerimaan Pajak Daerah 2012 – 2014. Kota Depok, Jawa Barat.
Feyitimi, Oluwaremi, Saidi Ayodele Yusuf. 2014. The Level of Effectiveness and
Efficiency of Tax Administration and Voluntary Tax Compliance in Nigeria:
(A Case Study of the Federal Inland Revenue Service).RJSSM Vol: 03,
Number: 10, February 2014. The International Journal’s: Reasearch Journal
of Social Science & Management.
Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat: Jakarta.
Hamrolie, Harun. 2003. Menghitung Potensi Pajak dan Retribusi Daerah. BPFE:
Yogyakarta.
Kepmendagri No.690.900-327 Tahun 2006 Tentang Efektifitas dan Kemandirian
Keuangan Daerah Otonom Kabupaten Kota.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perekonomian, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Lumintang, Sintia Febriani, dkk. 2015. Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak
Restoran dan Pajak Hiburan Beerdasarkan Sistem Ketetapan Pajak Serta
84
Kontribusinya Terhadap PAD Kota Manado. Jurnal EMBA Vol.3 No.2 Juni
2015. Universitas Sam Ratulangi Manado: Sulawesi Utara.
Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. BPFE: Yogyakarta.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. ANDI: Yogyakarta.
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Grasindo: Jakarta.
Octaviana, Devy. 2014. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah Serta
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Jawa Tengah.
Universitas Dian Nuswantoro Semarang: Jawa Tengah.
Peraturan Daerah Kota Depok No. 07 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001Tentang Pajak Daerah.
Prakoso, Kesit Bambang. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UII Press:
Yogyakarta.
Santoso, Purbayu Budi, Muliawan Hamdani. 2007. Statistika Deskriptif dalam
Bidang Ekonomi dan Niaga. Erlangga: Jakarta.
Siahaan, Marihot Pahala. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali
Pers: Jakarta.
Soemitro, Rochmat. 2000. Dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan.
Erlangga: Jakarta.
Sripadita, Nio Anggun, dkk. 2014. Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak
Reklame dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus
pada Dinas Pendapatan Kabupaten Kediri). Jurnal e-Perpajakan No.1 Vol.1
Tahun 2014. Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.
85
Suciadi, Arif. 2014. Tingkat Kontribusi dan Efektivitas Pajak Hotel dan Restoran
pada Pendapatan Daerah (PAD) Kabupaten Malang, Jawa
Timur.UniversitasBrawijaya Malang, Jawa Timur.
Suharyadi, Purwanto. 2009. Stastistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern
Jilid 2. Salemba Empat: Jakarta.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi
Daerah. Citra Utama: Jakarta.
Tarmudji, Tarsis. 2001. Memahami Pajak Dan Perpajakan. IKIP Semarang Press:
Semarang.
Toding, Ronald Bua. 2016. Analisis Potensi dan Efektvitas Pemungutan Pajak
Hotel dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Palangka Raya.
Jurnal EMBA Vol.4 No.1 Maret 2016. Universitas Sam Ratulangi Manado,
Sulawesi Utara.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Vitek, Leos, Karel Pubal. 2002. Evaluatin of the Effectiveness of the Tax
Collection – The Case of the Czech Central and Local Governments.
University of Economics Prague: Czech Republic.
Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan
Perundang-undangan, Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan
Terbaru. Salemba Empat: Jakarta.
Yani, Ahmad. 2013. Hubungan Keuangan Atntara Pemerintah Pusat dan Daerah
di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.
86
http://www.djpk.depkeu.go.id/attach/page-setelah-ta-2006 (diakses pada 18
Januari 2016)
http://www.depok.go.id/profil-kota/sejarah (diakses pada 18 Januari 2016)
87
Lampiran 1
Uraian Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Depok Tahun 2012 – 2014
Uraian Penerimaan 2012 2013 2014
Pendapatan Asli Daerah 474.705.361.540 581.207.570.935 659.172.635.492
Pajak Daerah 379.488.343.501 456.570.927.631 494.172.635.913
Retribusi Daerah 40.585.045.845 47.171.323.260 76.315.802.066
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan 5.470.961.595 10.040.329.713 11.005.792.223
Lain-lain PAD yang sah 49.161.010.599 67.424.990.331 77.679.292.290
88
Lampiran 2
Target dan Realisasi Pajak Daerah Berdasarkan Jenisnya Kota DepokTahun 2012 – 2014
Jenis Pajak
Daerah
2012 2013 2014
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
Pajak Hotel 4.830.000.000 5.678.469.709 5.934.763.792 7.275.426.278 9.407.546.425 10.979.883.235
Pajak Restoran 37.500.000.000 43.032.489.507 50.284.775.821 56.279.912.632 65.177.907.031 70.575.259.562
Pajak Hiburan 4.667.161.000 5.333.503.258 6.180.288.728 6.712.256.758 8.556.231.104 11.900.933.283
Pajak Reklame 8.625.000.000 8.059.163.214 9.469.500.000 8.092.292.320 10.023.946.440 8.778.299.845
Pajak Penerangan
Jalan 42.000.000.000 47.416.522.222 54.045.241.674 55.499.265.262 64.469.140.421 66.967.163.272
Pajak Parkir 2.362.500.000 2.630.753.331 3.182.590.662 3.637.427.416 5.907.489.924 7.154.318.942
Pajak Air Bawah
Tanah 1.300.000.000 1.452.841.018 1.415.346.039 1.592.174.088 1.660.790.000 1.578.069.796
PBB P-2 83.000.000.000 102.889.490.965 130.000.000.000 115.464.711.044 135.000.000.000 110.183.936.303
BHPTB 121.000.000.000 162.986.110.250 165.000.000.000 202.017.461.833 205.000.000.000 206.054.771.675
89
Lampiran 3
Urutan Penerimaan PAD Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 (dalam jutaan
rupiah)
No Kabupaten/Kota Realisasi PAD
Prov. Jawa Barat 13.037.556
1 Kota Bandung 1.762.952
2 Kab. Bogor 1.363.996
3 Kab. Bekasi 1.124.165
4 Kota Bekasi 1.042.728
5 Kab. Karawang 796.772
6 Kota Depok 659.173
7 Kab. Bandung 512.623
8 Kota Bogor 413.249
9 Kab. Purwakarta 407.988
10 Kab. Cirebon 368.112
11 Kab. Sukabumi 355.346
12 Kab. Cianjur 279.097
13 Kab. Garut 255.102
14 Kab. Bandung Barat 251.472
15 Kab. Indramayu 241.322
16 Kota Cirebon 224.468
17 Kab. Sumedang 212.895
18 Kota Sukabumi 201.242
19 Kota Cimahi 182.394
20 Kota Tasikmalaya 173.255
21 Kab. Majalengka 154.484
22 Kab. Subang 150.998
23 Kab. Kuningan 142.810
24 Kab. Ciamis 138.810
25 Kab. Tasikmalaya 87.500
26 Kota Banjar 63.865
27 Kab. Pangandaran 22.499
90
Lampiran 4
Perhitungan Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD
1. Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD
f. Tahun 2012
g. Tahun 2013
h. Tahun 2014
2. Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD
a. Tahun 2012
91
b. Tahun 2013
c. Tahun 2014
3. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD
a. Tahun 2012
b. Tahun 2013
c. Tahun 2014
92
Lampiran 5
Transkip Wawancara
Narasumber : Achmad Karyawan, SIP
Jabatan : Ketua Bidang Pendapatan DPPKA Kota Depok
Hari/ Tanggal : Senin, 25 Januari 2016
Waktu : 10:07 – 11:36 WIB
Tempat : Kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Kota Depok
Q : Apakah terdapat potensi SDM yang berkompeten dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya ?
A : Ya, terdapat banyak pegawai dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dan
aset Kota Depok yang bekerja sesuai dengan background pendidikannya.
Selain itu, kabid juga selalu melakukan bimtek (bimbingan teknis) terkait
pemungutan pajak secara teori guna memperdalam pengetahuan para pegawai
tentang pajak.
Q : Apakah terdapat dukungan dana anggaran operasional untuk pegawai
dalam pelaksanaan tugas ?
A : Ya, dengan adanya anggaran operasional yang memadai sangat mendukung
pelaksanaan tugas-tugas operasional maupun perjalanan dinas dalam kota
dalam menjaring wajib pajak. Pemberian anggaran operasional kepada dinas
terkait berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 69 Tentang Insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, atas kinerja tertentu dalam
pemungutan pajak dan retribusi daerah kepada pelaksana pemungut pajak.
Q : Apakah terdapat fasilitas pelayanan publik unggulan dalam pemungutan
pajak ?
A : Sejak tahun 2015, Kota Depok telah meluncurkan aplikasi e-SPTPD (Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah). Para wajib pajak dapat melakukan pelaporan
93
pajak secara elektronik sehingga dapat memudahkan para wajib pajak. Wajib
pajak hanya perlu mendaftarkan diri pada http://e-sptpd.depok.go.id wajib
pajak dapat melaporkan pajaknya dengan menggunakan id dan password
yang telah terdaftar. Kemudian dalam pembayarannya dapat melalui Bank
Jabar terdekat setelah mendapatkan kode dari pelaporan pajak pada e-sptpd.
Q : Apakah terdapat kebijakan pemerintah yang ditetapkan dalam menggali
potensi pajak daerah ?
A : Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 10 Tahun 2007 Tentang Pajak
Daerah.
Q : Apakah terdapat strategi dalam menggali dan meningkatkan potensi
yang ada ?
A : Melakukan uji petik/ pemeriksaan terkait kesalahan jumlah omzet yang
dilaporkan oleh wajib pajak, maka wajib pajak harus membayarkan
kekurangan jumlah pajak pada tahun sebelumnya sampai dengan tahun surat
uji petik dikeluarkan. Kemudian melakukan survei langsung yang dilakukan
oleh dinas terkait dalam memeriksakan pembukuan suatu objek pajak
selama satu tahun.
Q : Dalam meminimalisir kelemahan pemungutan pajak, upaya apa yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok ?
A : Sosialisasi akan pentingnya membayar pajak pada para wajib pajak, sosialisasi
yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui media
massa maupun media elektronik. Agar masyarakat mengetahui pentingnya
membayar pajak dalam meningkatkan pembangunan Kota Depok.
Q : Dalam menghitung target pajak, apakah terdapat cara dalam
penetapannya ? Bagaimana caranya ?
A : Terdapat dasar-dasar dalam penetapan target yang dilakukan oleh pemerintah :
94
1. Berdasarkan pada RPJMD Kota Depok, sebesar 15% dari realisasi tahun
anggaran sebelumnya.
2. Berdasarkan omzet pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak pada e-SPTPD
Kota Depok.
3. Berdasarkan realisasi penerimaan pajak daerah tahun anggaran
sebelumnya sebesar 15% pada APBD Kota Depok.
Q : Apabila terjadi kenaikan atau penurunan jumlah objek pajak daerah,
apa yang dilakukan pemerintah dalam menentukan targetnya ?
A : Apabila diasumsikan terjadi kenaikan atau penurunan jumlah objek pajak,
maka yang akan dilakukan adalah perubahan penurunan target. Maka akan
dilakukan penghitungan potensi berdasarkan wilayah Kota Depok. Pada
wilayah Timur (Sawangan, Cinere, Limo, dan Beji) akan berbeda porsi
perhitungan potensi yang dilakukan di wilayah Tengah (Sukmajaya,
Mekarjaya, dan Sukamaju) dan wilayah Barat (Citayam, Bojonggede, dan
Cipayung). Perbedaan perhitungan potensi pajak berdasarkan lokasi dan
banyaknya objek pada wilayah-wilayah tersebut.
Q : Dalam mengukur efektivitas terdapat target yang tidak terpenuhi, upaya
apa yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi target pajak daerah ?
A : Upaya yang dilakukan apabila target tidak terpenuhi dengan 2 cara, yaitu :
1. Intensifikasi Pajak, yaitu dengan mengoptimalkan wajib pajak yang sudah
ada. Sebagai upaya pengoptimalan dilakukan dengan cara memberikan
hadiah bagi wajib pajak yang selalu membayar pajak tepat pada waktunya,
dan tidak pernah melebihi batas yang sudah ditentukan.
2. Ekstensifikasi Pajak, yaitu dengan mencari wajib pajak baru. Dengan
melakukan sosialisasi baik secara langsung atau tidak sebagai upaya
meningkatkan wajib pajak akan pentingnya membayar pajak.
95
Q : Apabila efektivitasnya melebihi 100% yang artinya telah memenuhi
target yang ditetapkan oleh pemerintah, upaya apa yang selanjutnya
dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok ?
A : Tetap menggali potensi pajak daerah agar penerimaan pajak daerah selalu
meningkat setiap tahunnya. Potensi yang dimaksud adalah pertumbuhan
usaha-usaha baru yang belum menjadi wajib pajak.
Q : Pada pajak restoran, apabila terdapat restoran baru di Kota Depok.
Bagaimana cara pemerintah dalam menentukan penetapan pajak pada
restoran baru tersebut ?
A : Dengan melakukan survey secara langsung pada restoran tersebut. Dengan
cara memesan makanan pada restoran baru tersebut dan mencatat harga
makanan dan minumannya, kemudian menghitung jumlah meja yang terdapat
pada restoran baru tersebut, setelah itu menghitung jumlah pelanggan yang
makan pada jam-jam tertentu. Hal ini dilakukan dalam memperkitakan
perhitungan omzet pada restoran baru, apakah telah memenuhi persyaratan
yang selanjutnya akan dikenakan pajak.
Q : Pada pajak hotel, apabila terdapat hotel baru di Kota Depok. Bagaimana
cara pemerintah dalam menentukan penetapan pajakpada objek pajak
hotel tersebut ?
A : Biasanya pada hotel selalu melaporkan sebelum mendirikan hotel. Tetapi pada
rumah kost akan dilakukan survey secara langsung apakah sudah melaporkan
sebagai wajib pajak atau belum. Sebab di Kota Depok khususnya wilayah
Kecamatan Beji terdapat banyak rumah kost yang memang lokasinya dekat
dengan Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma.
Q : Apabila terdapat rumah kost dengan jumlah kamar kurang dari 10
tetapi tarifnya lebih mahal daripada rumah kost dengan jumlah kamar
lebih dari 10, upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menanggapi
hal tersebut ?
96
A : Tidak ada upaya yang akan dilakukan, sebab dalam menentukan suatu usaha
akan dikenakan pajak atau tidak harus berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Berlandaskan pada Undang-undang No. 28 Tahun
2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Depok
No. 07 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dan dilarang melakukan
pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut.
Q : Pada pajak penerangan jalan, apabila terdapat objek pajak baru.
Bagaimana cara pemerintah dalam menentukan targetnya untuk tahun
anggaran selanjutnya ?
A : Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan dengan cara with holding
system dengan PT. PLN sebagai pemegang wewenang dalam pemungutan
pajak penerangan jalan, sehingga memudahkan dalam pelaksaannya. Hal ini
dikarenakan tagihan atas pembebanan tagihan listrik di didalamnya termasuk
pembebanan pungutan pajak penerangan jalan.
Q : Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, apakah Kota Depok telah melaksanakan otonomi
daerah dengan baik ?
A : Kota Depok dirasa cukup baik dalam pelaksanaan otonomi daerah, sebab Kota
Depok telah menyumbangkan pendapatan atas pajak daerah sebesar 70%
setiap tahunnya. Sedangkan dana perimbangan yang didapat dari pemerintah
pusat sebesar 15%-20% setiap tahunnya. Walaupun ada bantuan dari pusat
maupun provinsi, pendapatan asli daerah yang bersumber dari Kota Depok
sudah cukup besar dalam membiayai segala kebutuhan pemerintah Kota
Depok.