analisis faktor -...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN OPINI
AUDIT GOING CONCERN
OVI SUSARNI
SINGGIH JATMIKO
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA
Abstract
This study aims to determine the effect the company's financial condition (Revised
Altman, Springate), debt default, Audit Quality, Company’s Growth, and Going Concern
Opinion Audit. Sampling was done by purposive sampling of Commerce sector Mining in
Indonesia Stock Exchange during the 10 years from 2001 - 2010.
Statistical analysis was performed multivariate testing, using logistic regression analysis
to determine the factors that significantly affect the revenue going-concern audit opinion.
The result of logistic regression analysis of the five independent variables that affect the
revenue expected going-concern audit opinion indicates Going Concern Opinion Audit and
Company’s Growth variables that significantly affect the revenue going-concern audit opinion,
and that the variable Financial Condition of the Company, Debt Default, Audit Quality no
significant effect on acceptance going audit opinion concern.
Keywords : Financial Condition of the Company, Debt Default, Audit Quality, Company’s
Growth, and Going Concern Opinion Audit.
PENDAHULUAN
Salah satu penelitian yang telah banyak dilakukan dibidang auditing adalah penelitian
mengenai pemberian opini audit going concern oleh auditor terhadap auditee. Ruiz Barbadillo et
al (2004) dalam setyarno (2006) menyatakan bahwa hingga saat ini topik tentang bagaimana
tanggung jawab auditor dalam mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk
diteliti. Going concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu
perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
meterial skala usahanya (standar akuntansi keuangan, 2002).
Basri (1998) dalam fanny (2005) dan saputra menemukan sekitar 80% dari lebih 280
perusahaan yang sudah go public praktis bisa dikategorikan sudah bangkrut sebab nilai aset
perusahaan-perusahaan tersebut saat ini jauh dibawah angka nominal utang atau pinjaman luar
negerinya. Berdasarkan fakta ini, beberapa penelitian terdahulu mencoba untuk melihat sejauh
mana kebangkrutan tersebut dapat diprediksikan beberapa waktu sebelum kebangkrutan tersebut
benar-benar terjadi.
Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) mencoba untuk
menganalisis tingkat keakuratan prediksi kebangkrutan dengan menggunakan opini auditor dan
model prediksi kebangkrutan. Tingkat akurasi dengan menggunakan model prediksi
kebangkrutan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan opini audit, yaitu sebesar
82%. Beberapa studi terdahulu telah membuktikan 90% kasus kepailitan dapat diprediksi secara
tepat satu tahun sebelum kepailitan terjadi Altman, (1968) dalam fanny dan saputra. .Altman dan
McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) juga menyarankan penggunaan model
prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memberikan signal kepada auditor terhadap
suatu masalah tertentu yang akan sulit dideteksi dengan menggunakan prosedur audit tradisional.
Mutchler et al, (1997) dalam Praptitorini dan januarti (2007) menemukan bukti bahwa
keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan secara signifikan berkorelasi
dengan probabilitas kebangkrutan dan variable lag laporan audit serta informasi berlawanan
yang ekstrim (contrary information), seperti default. Jika default ini telah terjadi atau proses
negoisasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin
cenderung untuk mengeluarkan opini going concern. Pemberian opini going concern oleh
auditor juga tidak terlepas dari opini audit yang diberikan tahun sebelumnya, karena kegiatan
usaha pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada
tahun sebelumnya. Penelitian-penelitian tentang opini going concern yang dilakukan di
Indonesia antara lain dilakukan oleh. Setyarno (2006) menguji bagaimana pengaruh rasio-rasio
keuangan auditee (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio leverage dan rasio
pertumbuhan penjualan, ukuran auditee, skala auditor dan opini audit tahun sebelumnya terhadap
opini audit going concern. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa rasio likuiditas dan opini
audit tahun sebelumnya secara signifikan berpengaruh terhadap opini going concern..
Praptitorini dan januarti (2007) menguji bagaimana pengaruh kualitas audit, debt default dan
opinion shopping terhadap penerimaan opini going concern, hasil penelitiannya debt default dan
opini audit sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Penelitian yang menguji bagaimana pengaruh kualitas audit terhadap keputusan going concern
dilakukan antara lain oleh Fanny dan Saputra (2005), Ramadhany (2004) dan Setyarno (2006).
Fanny dan Saputra (2005) menggunakan Big Five dan Non Big Five sebagai proksi dari reputasi
auditor, Ramadhany (2004) dan Setyarno (2006) menggunakan skala auditor sebagai proksi
reputasi auditor.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat bahwa masalah going concern
merupakan hal yang kompleks dan terus ada, sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak
ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan, dan kekonsisitenan
faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif going concern
masih tetap dapat diprediksi.
Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Apakah kondisi
keuangan perusahaan, debt default, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan
perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern?’’ Penelitian ini
berusaha untuk menguji pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, kualitas audit,
opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going
concern
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan teori di
Indonesia, khususnya mengenai masalah going concern. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah khasanah pengetahuan dan pemahaman tentamg masalah yang berkaitan dengan
opini audit going concern.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Investor dan calon investor
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi informasi dan sebagai bahan
pertimbangan mengenai going concern (kelangsungan usaha suatu perusahaan) sehingga
para investor dan calon investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan
investasi.
b. Bagi Auditor Independen
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pedoman, bahan pertimbangan dan bahan
referensi bagi auditor dalam melaksanakan proses auditnya terutama dalam hal
pemberian opini audit terhadap klien yang menyangkut masalah pemberian opini audit
going concern
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Going Concern
Going concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu
perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya (Standar Akuntansi Keuangan, 2004)
Hany et. al. (2003) dalam santosa dan wendari (2007) menyatakan Going concern adalah
kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan adanya going concern maka suatu badan usaha
dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak
akan dilikuidasi dalam jangka pendek.
Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan
memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi
kewajibanya dengan menjual asset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan
dari luar, merestrukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain, hal yang demikian
akan menimbulkan keraguan besar terhadap going concern
Opini Audit Going Concern
Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor dapat
mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya
kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan
yang sedang diaudit (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001:seksi 341).
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi
bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. SPAP
(PSA No. 30) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor.
1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus:
a. memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi
dampak kondisi dan peristiwa tersebut,
b. menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.
2. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya,
auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat.
3. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh
auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana tersebut.
4. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat.
5. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan
laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
6. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan
dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar.
Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas
keuangan perusahaan selama periode / kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan merupakan
gambaran atas kinerja sebuah perusahaan. Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi
kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi,
ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan adalah hasil akhir
proses akuntansi.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya.
Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan masalah going concern (Ramadhany, 2004).
Kondisi ini digambarkan oleh rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah
perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik
(sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang
sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan
dengan jika profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004).
Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan
kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu
dan prospeknya di masa datang (Santosa dan Wedari, 2007). Dengan analisis keuangan ini dapat
diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio tersebut dapat
memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup memadai untuk memenuhi
kewajiban finansialnya, besarnya piutang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan,
perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.
Semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas
perusahaan menerima opini going concern (Setyarno, Indira & Faisal, 2006). Dengan
menggunakan model prediksi Zscore Altman, hasil penelitian Ramadhany (2004) selaras dengan
penelitian Mc Kweon, Mucthler & Hopwood (1991), Carcello dan Neal (2000).
Mengacu pada penelitian yang dilakukan Fanny dan Saputra (2005), dalam penelitian ini akan
digunakan dua model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan yaitu
Revised Altman Model, dan springate model.
1. Revised Altman Model (1993)
Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Model yang lama
mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan, yaitu mengubah market value of
equity pada X4 menjadi book value of equity karena perusahaan privat tidak memiliki harga
pasar untuk ekuitasnya.
Selain itu tujuan dari revisi model Altman adalah agar model prediksinya tidak hanya digunakan
pada perusahaan manufaktur yang go public tetapi juga dapat digunakan untuk perusahaan
disektor swasta baik yang go public maupun non go public.
2. The Springate Model (1978)
Springate menggunakan analisis multidiskriminan untuk meprediksi 40 perusahaan
sampelnya. Model ini dapat digunakan untuk meprediksi kebangrutan dengan tingkat keakuratan
92,5 %.
Debt Default
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya
(default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar
hutang pokok dan/ atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992). Manfaat
status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992) yang menemukan
hubungan yang kuat status default terhadap opini going concern. Semenjak auditor lebih
cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-
peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan
untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali.
Karenanya, diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan
laporan going concern.
Kualitas Audit
Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas
tinggi yang akan berguna untuk pengambilan keputusa para pemakai laporan keuangan. Audit
yang baik lebih cenderng akan mengeluarkan opini audit going concern apabilah klien terdapat
masalah mengenai going concren.
Mutchler et al. (1997) dalam Praptitorini dan januarti (2007) menemukan bukti univariat
bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan
yang mengalami financial distress dibandingkan auditor non big 6. Auditor skala besar dapat
menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam
mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin semakin
besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
Penelitian De Angelo (1981) dalam setyarno et. Al (2006) menyatakan bahwa auditor
skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi
dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk
mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses
pengadilan. Argumen tersebut bearti bahwa auditor skala besar memiliki kemungkinan untuk
melaporkan masalah going concern kliennya apabila terbukti klien terdapat masalah untuk
kelangsungan usahanya dibandingkan dengan auditor skala kecil.
Di Indonesia terdapat Kantor Akuntan Big Four dan non-Big Four. Auditor Empat besar
adalah kelompok empat firma jasa professional dan akuntansi internasional terbesar, yang
menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan
penting auditor untuk menerbitkan opini audit going concern tahun berikutnya. Apabila auditor
menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Nogler (1995) dalam carcello dan
Neal (2000) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini going concern,
perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini
bersih pada tahun berikutnya. Jika tidak mengalami peningkatan keuangan maka pengeluaran
opini audit going concern dapat diberikan. Ramadhany (2004) dalam penelitian analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur
yang mengalami financial distress di BEJ. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa variabel opini
audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
Pertumbuhan Perusahaaan
Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan
laba. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (weston dan brigham,
1993) dalam Santosa dan Wedari (2007). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang
tinggi cenderung memiliki potensi untuk mendapatkan opini yang baik (opini non-going
concern) akan lebih besar.
Altman (1968) dalam petronela (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dengan
negative growth mengindikasikan kecederungan yang lebih besar kearah kebangrutan sehingga
perusahaan yang laba tidak akan mengalami kebangrutan, karena kebangrutan merupakan salah
satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern maka perusahaan yang
negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini audit going concern.
Pengembangan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H1: Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern.
H2: Debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
H3: Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap penerimaan audit going concern
H4: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
concern
H5: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
METODE PENELITIAN
Populasi dan sampel
Pada penelitian ini populasi perusahaan yang digunakan adalah perusahaan pertambangan
yang terdaftar di BEI dari tahun 2001– 2010, perusahaan pertambangan dipilih sebagai populasi
karena total perdagangan dari sektor ini merupakan yang terbesar dari sektor lainnya, semakin
besar total perdagangan yang dimiliki perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan
tersebut sehingga semakin kecil perusahaan tersebut untuk menerima opini audit going concern.
Sedangkan tahun penelitian dipilih dari tahun 2001 karena perekonomian Indonesia nampaknya
masih belum mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi Indonesia setelah krisis, hal ini
disebabkan karena berbagai kendala menghadang laju perekonomian nasional diantaranya
fundamental ekonomi yang masih lemah, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat melemah,
tidak ada investor asing yang mau menanamkan investasinya di Indonesia, kondisi ini
menyebkan banyak perusahaan yang tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaannya..
Pengambilan Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling,
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan pertambangan terdaftar di BEI 1 Januari 2001 – 2010.
2. Perusahaan tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (2001-2010).
3. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen per 31 Desember
dari tahun 2001-2010.
Data/Variabel yang Digunakan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah
data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media prantara, yaitu
laporan keuangan auditan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2001-2010 yang telah dipublikasikan.
Identifikasi dan Pengukuran Variabel
Variabel tidak bebas ( dependen variable )
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah opini audit going concern (GCAO), yaitu
opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya.
Pada perusahaan GCAO diberi kode 1, sedangkan NGCAO diberi kode 0.
Variabel bebas ( independen variable )
1. Kondisi Keuangan Perusahaan
Dalam penelitian ini Kondisi Keuangan Perusahaan diproksikan dengan menggunakan model
prediksi kebangkrutan Revised Altman dan springate .
1. Model Revised Altman
Model Revised Altman (1993), model yang dikembangkan sebelumnya mengalami revisi
yang tujuannya adalah agar model prediksinya tidak hanya digunakan manufaktur saja,
melainkan juga dapat digunakan untuk perusahaan selain manufaktur. Rumus yang
digunakan adalah :
Z = 0,717 Z1 + 0,847 Z2 + 3,107 Z3 + 0,420 Z4 + 0,998 Z5
Dimana :
Z1 : Working capital to Total Asset
Z2 : Retained earnings to Total Asset
Z3 : Earnings before interest and tax to Total asset
Z4 :Book value of equity to Book value of debt
Z5 : Sales to Total Asset
2. Model Springate
Springate menggunakan analisis multi diskriminan untuk meprediksi 40 perusahaan
sampelnya. Rumus yang digunakan adalah:
S= 1.03 A + 3.07 B + 0.66 C + 0.4 D
Dimana:
A = Working Capital to Total Assets
B = Net profit before interest and taxes/total asse
C = Net profit before taxes/curent liability
D = Sales/Total asset
2. Debt default (DEFAULT)
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan
perusahaan untuk membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo. Variabel
dummy yang digunakan (1 = status debt default, 0 = tidak debt default) untuk menunjukkan
apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.
3. Kualitas Auditor
Variabel kualitas auditor dalam penelitian ini, dapat dilihat melalui laporan auditor
independen melalui KAP yang digunakan oleh masing-masing perusahaan. Apabila KAP
yang mengaudit laporan keuangan perusahaan termasuk KAP BIG FOUR maka diberi kode
1, sedangkan untuk selain KAP BIG FOUR diberi kode 0.
4. Opini audit tahun Sebelumnya
Variabel independen dalam penelitian ini adalah opini audit tahun sebelumnya, yaitu opini
audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya
pada tahun sebelumnya. Apabila pada tahun sebelumnya terdapat opini GC diberi kode 1,
sedangkan opini NGC diberi kode 0.
5. Pertumbuhan Perusahaan
Dalam penelitian ini, variabel pertumbuhan perusahaan dilihat dengan pertumbuhan laba
perusahaan setiap tahunnya. Variabel pertumbuhan laba perusahaan dalam penelitian dapat
dicari melalui rumus:
Pertumbuhan labat = laba bersiht- lababersiht-1
laba bersiht-1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Opini Audit Going Concern (GCAO)
Opini Audit Going concern adalah variabel dependen dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini variabel dependennya adalah variabel dummy. Dimana perusahaan yang mendapat
opini audit going concern diberi kode 1, sedangkan perusahaan yang tidak mendapat opini audit
going concern diberi kode 0. Tabel 4.2.1 menyajikan frekuensi data perusahaan yang mendapat
opini going concern dan yang tidak mendapat opini going concern per tahun penelitian, mulai
dari 2001-2010. Secara rata-rata dapat diketahui bahwa perusahaan yang menerima opini audit
going concern sebanyak 31 perusahaan atau 33,3%. Sedangkan perusahaan yang tidak menerima
opini audit going concern sebanyak 62 perusahaan atau 66,7%. jadi dapat diketahui bahwa
secara keseluruhan, mayoritas perusahaan sampel mendapat non opini audit going concern yang
berarti perusahaan mampu mempertahankan kegiatan usahanya.
Kondisi Keuangan
Kondisi keuangan bermasalah jika perusahaan memiliki modal kerja negatif, arus kas
negatif, pendapatan operasi negatif, kerugian pada tahun berjalan, dan defisit saldo berjalan.
Tabel 4.2.2 menampilkan secara ringkas mengenai distribusi kondisi keuangan perusahaan baik
yang menerima opini audit going concern maupun yang tidak menerima opini audit going
concern jika dilihat dari total modal kerja, laba rugi tahun berjalan, dan saldo laba tahun berjalan.
Berdasarkan tabel 4.2.2 dari 31 perusahaan yang menerima opini audit going concern 54,8%
diantaranya memiliki modal kerja yang positif, 58,1% memiliki laba positif dan 61,3% memiliki
saldo laba ditahan positif, rata-rata ini lebih besar dari perusahaan yang memiliki modal kerja
negatif yaitu sebesar 45,2%, 41,9% memiliki laba yang negatif, dan 38,7% memiliki saldo laba
ditahan yang negatif. Sedangkan dari 62 perusahaan yang tidak menerima opini audit going
concern 91,9% diantaranya memiliki modal kerja positif dan sisanya 8,1% memiliki modal kerja
negatif, perusahaan yang memiliki laba positif sebesar 100% dan 95,2% perusahaan yang
memiliki saldo laba positif, sisanya 4,8% memiliki saldo laba ditahan negatif. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan baik perusahaan yang menerima opini audit going concern (GCAO)
maupun yang tidak menerima opini audit going concern (NGCAO) mayoritas memiliki modal
kerja positif, laba positif, saldo laba ditahan positif.
Tabel 4.2.2.1 menampilkan classify data (pengelompokan data) mengenai kondisi
keuangan perusahaan baik yang menerima opini audit going concern maupun yang tidak
menerima opini audit going concern jika dilihat dari variabel – variabel pembentuk model
kebangrutan Revised Altman. Dari tabel 4.2.2.1 dapat dilihat bahwa variabel-variabel pembentuk
model kebangrutan prediksi revised altman mengelompok, kelompok 1 adalah perusahaan yang
rata-rata menerima opini audit going concern sebesar 17,7% rata-rata ini lebih kecil dibanding
perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern yaitu sebesar 82,3%. sedangkan
kelompok 2 perusahaan yang menerima opini audit going concern sebesar 34,8% dan tidak
menerima opini audit going concern sebesar 65,6%. Dari data tersebut dapat disimpulkan baik
kelompok 1 maupun kelompok 2 mayoritas rata-rata perusahaan tidak menerima opini audit
going concern (NGCAO).
Dari tabel 4.2.2.2 dapat dilihat bahwa perusahaan yang menerima opini audit going
concern dan tidak menerima opini audit going concern tidak mengelompok sesuai dengan opini
yang diterima, hal ini dibuktikan dengan mengelompoknya perusahaan yang menerima opini
audit going concern dan tidak menerima opini audit going concern menjadi satu kelompok.
Kondisi keuangan perusahaan dikatakan buruk jika nilai proksi pengukuran kebangrutan semakin
besar, begitu pula sebaliknya ketika nilai proksi semakin kecil maka kondisi keuangan
perusahaan semakin sehat. Pada tabel 4.2.2.3 kondisi keuangan perusahaan model kebangrutan
prediksi Revised Altman memperlihatkan bahwa dari 31 perusahaan yang menerima opini audit
going concern diantaranya 18 perusahaan atau 58,1% perusahaan yang bangrut, 9 perusahaan
atau 29,0% perusahaan yang gray area dan 4 perusahaan atau 12,9% perusahaan tidak bangrut.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas perusahaan yang menerima opini audit
going concern merupakan perusahaan yang bangrut.
Pada tabel 4.2.2.4 kondisi keuangan perusahaan model kebangrutan prediksi Springate
memperlihatkan bahwa dari 31 perusahaan yang menerima opini audit going concern
diantaranya 22 perusahaan atau 71,0% perusahaan yang bangrut, 9 perusahaan atau 29,0%
perusahaan yang tidak bangrut. Sedangkan dari 62 perusahaan yang tidak menerima opini audit
going concern diantaranya 15 perusahaan atau 24,2% perusahaan bangrut, dan 47 perusahaan
atau 75,8% perusahaan tidak bangrut. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas
perusahaan yang menerima opini audit going concern merupakan perusahaan yang bangrut,
sedangkan perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern mayoritas adalah
perusahaan tidak bangrut.
Tabel 4.2.1
Distribusi observasi berdasarkan opini audit going concern
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.2
Kondisi Modal Kerja, Earning After Tax, Retained Earning
Menerima Opini Audit Going concern
working
Capital Earning After Tax
Retained
Earning
+ 17 54.8% 18 58.1% 19 61.3%
- 14 45.2% 13 41.9% 12 38.7%
Jumlah 31 100% 31 100% 31 100%
Tidak Menerima Opini Audit Going concern
working
capital Earning After Tax
Retained
Earning
+ 57 91.9% 62 100% 59 95.2%
- 5 8.1% 0 3 4.8%
Jumlah 62 100% 62 100% 62 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total
GCAO
(dummy=
1)
5 7 4 3 4 2 3 3 0 0 31 33.3%
NGCAO
(dummy=
0)
4 4 6 5 5 6 6 8 10 8 62 66.7%
Total 9 11 10 8 9 8 9 11 10 8 93 100%
Tabel 4.2.2.1
Classify Revised Altman
Kelompok 1 Klompok 2
GCAO 3 17,7% 22 34,8%
NOGC 14 82,3% 42 65,6%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.2.2
Classify springate
Kelompok 1 Kelompok 2
GCAO 33 34.3% - -
NOGC 62 64.6% 1 1,56
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.2.3
Frekuensi Kondisi Keuangan Model Revised Altman
Menerima opini audit going concernTidak Menerima opini audit
going concern
Perusahaan yang bangrut 18 58.1% 8 12.9%
Perusahaan yang gray area 9 29.0% 27 43.5%
Perusahaan tidak bangkrut 4 12.9% 27 43.5%
Total 31 100% 62 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.2.4
Frekuensi Kondisi Keuangan Model Springate
Menerima opini audit going concernTidak Menerima opini audit
going concern
Perusahaan yang
bangkrut22 71.0% 15 24.2%
Perusahaan tidak
bangkrut9 29.0% 47 75.8%
Total 31 100% 62 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Debt Default
Variabel Debt default adalah variabel dummy. Untuk perusahaan default diberi kode 1,
sedangkan untuk perusahaan yang tidak default diberi kode 0.
Berdasarkan tabel 4.2.3 debt default pada perusahaan sampel sebesar 16,1% atau 15 perusahaan,
jumlah ini lebih sedikit dibanding perusahaan yang tidak debt default yaitu sebesar 83,9% atau
78 perusahaan. berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan mayoritas perusahaan sampel tidak
mengalami debt default.
Kualitas Audit
Variabel kualitas audit adalah variabel dummy. Untuk KAP BIG FOUR diberi kode 1,
sedangkan untuk KAP NON BIG FOUR diberi kode 0.
Berdasarkan Tabel 4.2.4 dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel tidak terlalu memilih
untuk diaudit oleh KAP BIG FOUR, hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan sampel yang
diaudit oleh KAP BIG FOUR tidak jauh berbeda dengan perusahaan sampel yang diaudit oleh
KAP NON BIG FOUR.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Variabel opini audit tahun sebelumnya (opini) juga merupakan variabel dummy. Apabila
pada tahun sebelumnya terdapat opini going concern diberi kode 1, sedangkan opini non going
concern diberi kode 0.
Dari tabel 4.2.5 dapat disimpulkan bahwa mayoritas perusahaan sampel 63,4% atau 59
perusahaan tidak menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
Pertumbuhan Perusahaan
Variabel pertumbuhan perusahaan dilihat dengan pertumbuhan laba perusahaan setiap
tahunnya, apakah perusahaan mengalami pertumbuhan laba positif atau pertumbuhan laba
negatif. Berdasarkan tabel 4.2.6 pertumbuhan laba positif pada sampel sebesar 50,5% atau 47
perusahaan, jumlah ini lebih banyak dibanding pertumbuhan laba negatif yaitu sebesar 49,5%
atau 46 perusahaan. untuk melihat frekuensi pertumbuhan laba yang dialami perusahaan yang
menerima opini audit going concern atau tidak menerima opini audit going concern dapat dilihat
pada tabel 4.2.6.1.
Tabel 4.2.3
Frekuensi Debt Default
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.4
Frekuensi Kualitas Audit
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TOTAL
KAP BIG
FOUR
(dummy=1)
5 7 6 4 6 6 3 5 6 4 52 55.9%
KAP NON
BIG FOUR
(dummy=0)
4 4 4 4 3 2 6 6 4 4 41 44.1%
TOTAL 9 11 10 8 9 8 9 11 10 8 93 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.5
Frekuensi Opini Audit Tahun Sebelumnya
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total
GCAO
(dummy=1)
5 7 6 3 2 2 5 3 1 0 34 36.6%
NOGC
(dummy=0)
4 4 4 5 7 6 4 8 9 8 59 63.4%
Total 9 11 10 8 9 8 9 11 10 8 93 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total
Debt Default
(dummy=1)
2 3 2 1 1 2 2 2 0 0 15 16.1%
Tidak debt
default
(dummy=0)
7 8 8 7 8 6 7 9 10 8 78 83.9%
Total 9 11 10 8 9 8 9 11 10 8 93 100%
Tabel 4.2.6
Frekuensi Pertumbuhan Laba
2001 200
2
200
3
200
4
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total
Pertumbu
han laba
(positif)
2 6 7 5 5 5 5 3 4 5 47 50.5
%
Pertumbu
han laba
(negatif)
7 5 3 3 4 3 4 8 6 3 46 49.5
%
Total 9 11 10 8 9 8 9 11 10 8 93 100
%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Tabel 4.2.6.1
Frekuensi Pertumbuhan Laba Berdasarkan Opini
GCAO NOGC
Pertumbuhan laba (positif) 5 16.1% 42 67.7%
Pertumbuhan laba (negatif) 26 83.9% 20 32.3%
Total 31 100% 62 100%
Sumber : Data Sekunder yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.2.6.1 perusahaan yang menerima opini audit going concern (OGC)
memiliki rata-rata pertumbuhan laba negatif yang lebih besar dari pada perusahaan yang tidak
menerima opini audit going concern (NOGC), selain itu Perusahaan yang tidak menerima opini
audit going concern juga memiliki pertumbuhan laba positif yang lebih besar dibanding
pertumbuhan laba negatif.
Analisis Statistik Deskriptif
Berdasarkan analisa statistik deskriptif dapat diperoleh dan diketahui jumlah sampel yang
diteliti, nilai maksimum, nilai minimum, mean, standar deviasi. Dari data yang ada diperoleh
nilai statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
Berdasarkan tabel 4.3 dari 31 perusahaan yang menerima opini audit going concern, nilai
rata-rata model kebangrutan perusahaan prediksi revised altman adalah 0,98 dan springate 0,51
sedangkan pada perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern memiliki nilai rata-
rata 2,58 untuk model revised altman dan 1,67 untuk model springate. Hasil diatas menunjukkan
dimana nilai mean perusahaan yang menerima opini audit going concern lebih kecil dari
perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern. Hal ini disebabkan karena pada
perusahaan yang menerima opini audit going concern (GCAO) maupun yang tidak menerima
opini audit going concern (NGCAO) mayoritas memiliki modal kerja positif, laba positif, saldo
laba ditahan positif. Nilai Rata-rata pertumbuhan laba pada perusahaan yang menerima opini
audit going concern adalah -0,52 sedangkan pada perusahaan yang tidak menerima opini audit
going concern memiliki nilai rata-rata 0,45. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menerima opini audit going concern rata-rata mengalami pertumbuhan laba yang negatif,
sedangkan perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern rata-rata mengalami
pertumbuhan laba yang positif.
Menguji Kelayakan Model Regresi
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi logistik yang
akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan
Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Homser and
Lemeshow. Probabilitas signifikansi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tingkat
signifikansi (α) 5 persen. Ghozali (2006) mengatakan jika nilai statistik Hosmer and Lameshow
Goodness Of Fit sama dengan atau kurang dari 0,05, maka Ho ditolak yang berarti ada perbedaan
signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena
model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Statistik Hosmer and Lameshow
Menerima Opini Going Concern
Tidak Menerima Opini Going
Concern
Min Max Mean
St.
Deviasion Min Max Mean
St.
Deviasion
Revised -1.956 4.511 .98397 1.626419 -.662 5.124 2.58755 1.228964
Springate -.651 3.326 .51597 .902411 .160 4.285 1.67298 1.018495
Default 0 1 .48 .508 0 0 .00 .000
Kualitas 0 1 .23 .425 0 1 .73 .450
Opini 0 1 .87 .341 0 1 .11 .319
Tumbuh -1.655 2.171 -.52184 .756231 -1.512 2.576 .45750 1.039601
Jumlah 31 62
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
Goodness of fit lebih besar dari 0,05, maka Ho tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan
data observasinya.
Tabel 4.3.1
Uji Kelayakan Model Regresi
Step Chi-square df Sig.
1 4.880 8 .770
Tabel 4.3.1 menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow. Dengan probabilitas
signifikansi menunjukkan angka 0,770 nilai signifikansi yang diperoleh ini jauh lebih besar dari
pada 0,05 (α) 5%, maka H0 tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak
untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara model
dengan nilai observasinya.
Menguji Model Fit (Overall Model Fit Test)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data baik sebelum maupun sesudah
variabel bebas dimasukkan kedalam model telah fit. Hipotesis untuk menilai model fit adalah :
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara –2 Log Likelihood pada awal (Block
Number = 0) dengan nilai –2 Log Likelihood pada akhir (Block Number = 1). Adanya
pengurangan nilai antara - 2LL awal (initial - 2LL function) dengan nilai - 2LL pada langkah
berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data
(Ghozali, 2005).
Tabel 4.3.2
Uji keseluruhan model
2 log
likelihood
-2LL Awal 118.392
-2LL Akhir 34.714
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat angka -2LL pada -2LL Awal sebesar 118,392, sedangkan pada -
2LL Akhir angka -2LL mengalami peurunan sebesar 34,714. Penurunan likelihood ini
menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit
dengan data.
Menguji Koefisien Determinasi
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependennya. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti
nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005).
Tabel 4.3.3
Koefisisen Determinasi
Ste
p
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
1 34.714a .593 .824
Dari Tabel 4.3.3 dapat dilihat nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,824 yang berarti
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar
82,4 persen, sisanya 17,6 persen dijelaskan oleh variabel–variabel lain di luar model penelitian.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk
menguji pengaruh variabel-variabel indepeden yaitu kondisi keuangan (Revised, Springate), debt
default, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan laba. Pengujian dilakukan
(α) 5%.
Tabel 4.3.4
Uji Regresi logistik
B Sig.
Constant -2.850 .023
Revised .637 .213
Springate -.685 .385
Default 22.294 .998
Kualitas -1.773 .114
Opini 3.861 .000
Tumbuh -1.506 .018
Sumber: Data sekunder diolah, 2011
Tabel 4.3.4 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikasi 5
persen. Dari pengujian persamaan regresi logistik diatas maka diperoleh model regresi logistik
sebagai berikut :
Ln GC = -2.850 + 0.637 revised – 0.685 springate +22.294 default – 1.773 kualitas + 3.861 opini – 1.506 tumbuh
GC-1
Setiap koefisien yang negatif atau positif pada variabel-variabel independennya pada tahun
pengamatan 2001 hingga 2010 memiliki pengaruh terhadap tingkat penerimaan opini audit going
concern. Diketahui koefisien konstanta sebesar -2,850 mempunyai arti bahwa dengan tidak
melakukan perhitungan nilai pada variabel-variabel independen pada penelitian ini, maka
penerimaan terhadap going concern sebesar -2,850.
Sedangkan setiap perubahan satu unit revised, springate, default, kualitas, opini, dan tumbuh,
maka akan mempengaruhi kenaikan going concern sebesar masing-masing 0,637; 0,685; 22,294;
1,773; 3,861; dan 1,506. Begitupula sebaliknya.
H1: Kondisi keuangan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern
Variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan dua model prediksi
kebangkrutan menunjukkan nilai koefisien masing-masing sebesar revised (0,637;0,213),
springate (-0,685;0,385). Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari kedua
model prediksi kebangkrutan yang dijadikan sebagai proksi kondisi keuangan perusahaan model
kebangrutan prediksi Revised Altman yang dinotasikan dengan revised dan model kebangrutan
prediksi Springate menunjukkan hasil yang tidak signifikan, dengan nilai signifikansi 0,213 dan
0,385 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak yang artinya
kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern. Walaupun
variabel ini tidak signifikan tetapi tanda dari nilai koefisiennya pada model prediksi springate
telah sesuai dengan hipotesis yang diajukan (negatif). Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh setyarno et al. (2006), santosa dan wedari (2007) dimana variabel
kondisi keuangan perusahaan model prediksi Revised Altman tidak berpengaruh.
Negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.
H2: Debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern
Variabel debt default menunjukkan nilai koefisien positif 22,924 dengan signifikansi
0,998 lebih besar dari 0,05 sehingga H2 ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa debt
default tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern. Hal ini menunjukkan
bahwa auditor dalam memberikan opini audit going concern tidak berdasarkan kegagalan
perusahaan untuk membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo, disebabkan
karena objek penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang kondisi keuangannya lebih
kuat, hal ini ditunjukkan dengan lebih sedikitnya perusahaan sampel yang mengalami debt
default. Walaupun variabel ini tidak signifikan tetapi tanda dari nilai koefisiennya telah sesuai
dengan hipotesis yang diajukan (positif). Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh praptorini dan januarti (2007) dimana variabel debt default secara
signifikan berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Meskipun
demikian hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto
(2009) dimana variabel debt default tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit
going concern oleh auditor.
H3: Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern
Variabel kualitas audit yang diproksikan dengan besaran Kantor Akuntan Publik (KAP)
menunjukkan nilai koefisien negatif sebesar 1,773 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,114
lebih besar dari 0,05 Artinya bahwa H3 ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kualitas audit tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. perusahaan yang
menggunakan KAP berskala besar tidak dapat menentukan apakah perusahannya akan mendapat
opini audit going concern atau tidak. Kantor akuntan publik baik berskala besar maupun berskala
kecil, akan selalu bersikap obyektif dalam memberikan opini. Jika suatu perusahaan mengalami
keraguan dalam kelangsungan hidup maka akan diberikan opini audit going concern. Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutchler et al. (1997)
yang menemukan bukti univariate bahwa auditor berskala besar (Big 6) lebih cenderung untuk
mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
dibandingkan auditor berskala kecil (non-Big 6). Meskipun demikian hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian Ramadhany (2004) dimana variabel skala auditor (Big Four dan Non
Big Four) tidak berpengaruh signifikan atas kemungkinan penerbitan opini audit going concern
oleh auditor.
H4: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit
going concern
Variabel opini audit tahun sebelumnya menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 3,861
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Artinya bahwa H4 diterima,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Carcello dan
Neal (2000) dan Rahmadhany (2004) yang menemukan bukti bahwa opini audit going concern
yang diterima pada tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan auditor untuk menerbitkan
kembali opini audit going concern tersebut. Hasil temuan ini memberikan bukti empiris bahwa
auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going
concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya.
H5: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
Variabel rasio pertumbuhan perusahaan yang diproksi dengan pertumbuhan laba
menunjukkan nilai koefisien negatif sebesar 1,506 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,018
lebih kecil dari 0,05, Artinya bahwa H5 diterima. Dengan demikian terbukti bahwa rasio
pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. Penerimaan
hipotesis ini sesuai dengan data yang terdapat pada tabel 4.1.6.2, dari 93 sampel yang diamati
nilai rata-rata dari rasio pertumbuhan laba kelompok perusahaan dengan opini GCAO lebih
sedikit yang bernilai positif, sedangkan kelompok perusahaan dengan NGCAO lebih banyak
yang bernilai positif. Hal ini berarti perusahaan yang menjadi sampel dengan opini GCAO lebih
sedikit mengalami peningkatan laba, sedangkan perusahaan NGCAO lebih banyak mengalami
peningkatan dalam laba bersihnya, sehingga perusahaan yang mengalami peningkatan laba
cenderung memiliki laporan sewajarnya, dan potensi untuk mendapatkan opini non going
concern akan lebih besar. Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan
laba yang positif bisa menjamin auditee untuk tidak menerima opini audit going concern.
Temuan empiris pada penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian santosa dan wedari (2007)
yang menemukan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan laba tidak mempengaruhi pemberian
opini audit going concern.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kondisi Keuangan Perusahaan
Berdasarkan model Revised altman dan Springate variabel kondisi keuangan tidak
berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
2. Debt Default
Variabel debt default tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern,
tetapi arah koefisiennya menunjukkan arah positif sesuai dengan hipotesis.
3. Kualitas Audit
Variabel kualitas audit tidak berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
concern.
4. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern.
5. Pertumbuhan Perusahaan
Variabel Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Saran untuk penelitian mendatang yaitu :
1. Memasukkan variabel independen lain yang mungkin berpengaruh terhadap penerimaan
opini audit going concern, seperti teknologi, sumber daya manusia, budaya perusahaan dan
sebagainya yang juga harus diperhatikan dalam memprediksi perusahaan dalam menerima
opini audit going concern.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas populasi selain perusahaan pertambangan
DAFTAR PUSTAKA
A. Komalasari, Argianti. (2004). “Analisis Pengaruh Kualitas Auditor Dan Proxi Going
Concern Terhadap Opini Auditor”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.9 No. 2 Juli,
Bandar Lampung.
Altman, Edward I., (2000), “Predicting Financial, Distress of Companies: Revisiting the Z-Score
and Zeta ® Models”, New York University, Stern School of Business.
Arens, Alvin A, Randal J Elder dan Mark S Beasley. 2003. Auditing dan Pelayanan Verifikasi:
Pendekatan Terpadu. Edisi Kesembilan. Jakarta: Indeks.
Chen, K. C. W., and B. K. Church. (1992). “Default on Debt Obligations and the Issuance of
Going Concern Report”. Auditng: A Journal of Practice & Theory,
Carcello, J. V. and Neal, T.L. (2000). “Audit Committee Composition and Auditor Reporting.”
The Accounting Review. 117-128
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan
Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi Kantor Akuntan
Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII.
966-978.
Ghozali, Imam. (2006). ”Aplikasi Analisis Multivariant dengan Program SPSS”. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2001). ”Standar profesional akuntan publik”, Jakarta : Salemba
Empat.
_____________________. (2004). ”Standar Akuntansi Keuangan”, Jakarta : Salemba Empat.
Lennox, C., (2002). “Opinion Shopping and Audit Committees”. Center for economic institutions
working paper series. 21 januari 2002, diakses dari http://cei.ier.hit-
u.ac.jp/working/2002/2002WorkingPapers/wp2002-12.pdf pada tanggal 26 april 2011.
Mckeown, J. C., J. F. Mucthler; and W. Hopwood. (1991). “Toward an Explanation of auditor
Failure to Modify the Audit Reports of Bankrupt Companies”. Auditing: A Journal of
Practice & Theory. Supplement pp. 1-13.
Mirna,P. dan Indira. 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default dan Opinion
Shopping terhadap penerimaan Opini Going Concern”. SNA 10, Makasar. Juli.
Mulyadi. (2002). “Auditing”. Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.
Petronela, Thio. 2004. Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit.
Jurnal Balance. 47 - 55.
Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti. (2007). “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern.” Simposium
Nasional Akuntansi X. 26-28 juli, Universitas Diponegoro, Semarang
Ramadhany, Alexander. (2004). "Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Mengalami Financial Distress
Di Bursa Efek Jakarta". Tesis S2, Universitas Diponegoro, Semarang.
Santosa, Arga Fajar dan Linda Kusumaning Wedari. (2007). “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern.” Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Universitas UNIKA Soegijapranata, Semarang.
Santoso, Singgih. 2010. “Statistik Multivariat”. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Setyarno, Eko Budi, Indira dan Faisal. (2006). “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini
Audit Going Concern.” Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 1-25.