analisis faktor yang berhubungan dengan kelelahan …
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELELAHAN KERJA PEGAWAI PT PLN (Persero)
WILAYAH SULAWESI SELATAN,
TENGGARA DAN BARAT
AN ANALYSIS ON FACTORS CORRELATED TO OFFICIALS
WORK FATIGUE OF PT PLN (Persero) OF SOUTH,
SOUTHEAST, AND WEST SULAWESI REGION
ADE WIRA LISRIANTI LATIEF
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KELELAHAN KERJA PEGAWAI PT PLN (Persero)
WILAYAH SULAWESI SELATAN,
TENGGARA DAN BARAT
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
ADE WIRA LISRIANTI LATIEF
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ade Wira Lisrianti Latief
NIM : P1800215001
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Adapun bagian-bagian tertentu dalam
penulisan tesis yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan
dengan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
pedoman penulisan tesis.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian
atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2017
Yang menyatakan
Ade Wira Lisrianti Latief
v
PRAKATA
Bismillahirohmanirohim
Alhamdulillahi Rabbil `Alamin Puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang memberikan
kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tetap
tercurahkan kepada junjungan alam, suri tauladan, Nabi Muhammad SAW,
juga kepada segenap keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Penulis
menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan olehnya itu kritik dan
saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini, pereknankanlah penulis dengan segala hormat
dan keikhlasan hati menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Dr.dr.Hj. Syamsiar S. Russeng, MS selaku pembimbing I, dan Dr.dr. Arifin
Seweng, MPH selaku pembimbing II dengan penuh keikhlasan meluangkan
waktu memberikan arahan, dukungan dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.dr.
Masyitha Muis, MS, dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc., Ph.D, dan Prof.Dr.Saifuddin
Sirajuddin, MS atas kesediaannya menjadi penguji yang banyak memberikan
arahan dan masukan yang berharga bagi penyempurnaan tesis ini.
vi
Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu selaku Rektor Universitas Hasanuddin
yang telah memberikan kesempatan untuk bisa mengikuti pendidikan di
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar
2. Prof.Dr.drg.A.Zulkifli M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
3. Dr.Ridwan M.Thaha selaku Ketua Program Studi Magister Kesehatan
Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
4. Seluruh staf pengajar Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
terkhusus pada Konsentrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Universitas Hasanuddin Makassar Prof.dr.Rafael Djajakusli MOH, Dr.Atjo
Wahyu, SKM, M.Kes,dr. M.Furqaan Naiem M.Sc., Ph.D, Dr.Lalu
Muhammad Saleh, SKM, M.Kes, Yahya Thamrin, SKM., M.Kes, MOHS,
Dr.PH, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi
penulis
5. Para Staff Sekolah Pasca Sarjana dan Jurusan K3 Kak Fatma, (Alm) Kak
Nur, dan Pak Rahman yang secara iklhas membantu dalam proses
penyelesaian administrasi selama penulis menjalani pendidikan.
6. Pimpinan PT PLN (Persero) yang telah memberikan izin sehingga
penelitian ini dapat terlaksana.
7. Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar yang telah bersedia
menjadi responden sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
vii
8. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister
Kesehatan Angkatan 2015 terkhusus pada teman-teman konsentrasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
9. Kakak-kakak senior Pascasarjana Magister Kesehatan konsentrasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Angkatan 2014 yang banyak
membantu mulai penulis masuk menempuh pendidikan hingga penulis
menyelesaikan tesis ini.
10. Hormat saya kepada orang tua, Ayahanda tercinta Ir. H. Ahmad Ridwan
Latief, MH, Ibunda Hj. Luys Lunrang, Kakanda Lisar Wira Ilhami, SH ,
Ardhana Wira Reswari SH., M.Kn , Trilara Wira Ramadhani Latief
S.Farm., Apt , dan Adinda Muh. Fatihul Ikhsan. Terima kasih atas
dukungan serta doa yang tiada henti sehingga penulis dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan ini.
11. Keluarga, sahabat, teman terdekat, yang senantiasa mendoakan dan
memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian tesis
ini.
viii
Akhir kata, kepada semua pihak yang pada kesempatan ini tidak
tertuliskan, penulis yakin tersedia rasa terima kasih yang tulus atas
semuanya. Tiada kesempurnaan kecuali yang dimiliki Allah SWT, demikian
pula yang penulis tuturkan. Semoga tulisan ini dapat berkontribusi dalam
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Aamiin ya Rabbalalamin
Makassar, Juli 2017
Ade Wira Lisrianti Latief
ix
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PRAKATA ....................................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT .................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ......................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B.Rumusan Masalah ............................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 12
A. Tinjauan Tentang Kelelahan ............................................................. 12
B. Tinjauan Umum Tentang Umur ......................................................... 28
C. Tinjauan Umum Tentang Stress Kerja .............................................. 29
D. Tinjauan Umum Tentang Sikap Kerja ............................................... 37
E. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi ................................................ 40
F. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja .............................................. 44
G. Kerangka Teori ................................................................................. 48
H. Kerangka Konsep ............................................................................. 49
I. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti ............................................... 49
J. Definisi Operasional dan Kerangka Objektif ...................................... 53
K. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 56
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 57
A. Rancangan Penelitian ....................................................................... 57
xii
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 57
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 57
D. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 59
E. Cara Pengumpulan Data ................................................................... 61
F. Pengolahan Data .............................................................................. 63
G. Analisis dan Penyajian Data .............................................................. 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 66
A. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 66
B. PEMBAHASAN ................................................................................. 82
C. KETERBATASAN PENELITIAN ........................................................ 98
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 98
A. KESIMPULAN ................................................................................... 99
B. SARAN ........................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................ 106
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sintesa Penelitian Variabel Kelelahan…………………….. 27
Tabel 2.2 Sintesa Penelitian Variabel Umur…………………………… 29
Tabel 2.3 Sintesa Penelitian Variabel Stress Kerja…………………… 35
Tabel 2.4 Sintesa Penelitian Variabel Sikap Kerja……………………. 38
Tabel 2.5 Sintesa Penelitian Variabel Status Gizi………………………… 44
Tabel 2.6 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi………….. 45
Tabel 2.7 Sintesa Penelitian Variabel Beban Kerja…………………… 47
Tabel 2.8 Definisi Operasional dan Kerangka Objektif 53
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur,
Pendidikan Terakhir Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar ……………………..……………………………
69
Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Asam Laktat dan Glukosa Dalam Darah
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar …......... 69
Tabel 4.3 Distribusi Berdasrkan Umur Karyawan PT PLN (Persero)
Wilayah Sulselrabar ………………………………................... 70
Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Stres Kerja Karyawan PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar ……………………..………… 70
Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Sikap Kerja Karyawan PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar ………………………………. 71
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Karyawan PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar…….…………………….. 71
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasrkan Beban Kerja Karyawan PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar………………………….. 72
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Kelelahan Kerja
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar …….…… 72
Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Kelelahan Kerja Responden Berdasarkan
Bagian Kerja Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah 73
xiv
Sulselrabar……………………..……………………..………….
Tabel 4.10
Distribusi Umur Responden Berdasarkan Bagian Kerja
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar……..………………..……………………………….
73
Tabel 4.11
Distribusi Stres Kerja Berdasarkan Bagian Kerja Karyawan
PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar……..………………..……………………………….
74
Tabel 4.12
Distribusi Sikap Kerja Responden Berdasarkan Bagian Kerja
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar……..………………..……………………………….
75
Tabel 4.13
Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Bagian Kerja
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar……..………………..……………………………….
76
Tabel 4.14
Distribusi Beban Kerja Responden Berdasarkan Bagian Kerja
Karyawan PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar……..………………..……………………………….
76
Tabel 4.15 Hubungan Umur dengan Kelelahan Kerja Karyawan PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar……………………..…………… 77
Tabel 4.16 Hubungan Stres Kerja dengan Kelelahan Kerja Karyawan PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar…………………………. 78
Tabel 4.17 Hubungan Sikap Kerja dengan Kelelahan Kerja Karyawan PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar………………………….. 79
Tabel 4.18 Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja Karyawan PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar………………………….. 80
Tabel 4.19 Hubungan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Karyawan
PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar……………………… 71
Tabel 4.20
Hasil Uji Regresi Logistik Variabel yang Berpengaruh
Terhadap Kelelahan Kerja Karyawan PT PLN (Persero)
Wilayah Sulselrabar……………………..……………………..
83
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Teori Kombinasi Pengaruh Kelelahan dan Penyegaran 16
Gambar 2.2 Reaksi Tubuh Terhadap Stres 33
Gambar 2.3 Modifikasi Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Menyebabkan
Kelelahan 48
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Master Tabel Data
Lampiran 3 Hasil Olah Data SPSS
Lampiran 4
Surat Pengantar Pengambilan Data Awal
Lampiran 5
Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran 6
Surat Pengantar Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 7
Surat Izin Penelitian BKPMD
Lampiran 8
Surat Izin Penelitian Kantor PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar
Lampiran 9
Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian
.
xvii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Istilah/ Singkatan Kepanjangan / Pengertian
PT Perseroan Terbatas
Sulselrabar Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat
ILO International Labour Organization
WHO World Health Organization
USA United State Of America
CV Commanditaire Vennoostschap
SULUT Sulawesi Utara
BPN Badan Pertanahan Nasional
EMG Electromyograf
MEA Metabolisme Energy Anaerobic
BUMN Badan Usaha Milik Negara
SDM Sumber Daya Manusia
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
IFRC Industrial Fatigue Research Committee
NIOSH National Institute For Occupational Safety and Health
KAUPK2 Kuesioner Alat Ukur Kelelahan Kerja
RULA Rapid Upper Limb Assessment
BB/TB Berat Badan Untuk Tinggi Badan
RI Republik Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kelelahan merupakan akumulasi berbagai aktivitas tubuh manusia
yang menghasilkan kondisi tubuh yang ditandai dengan adanya perasaan
lelah dan, konsentrasi menurun. Kelelahan juga dapat diartikan berupa suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih
lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat(1). Kelelahan sering kali
diabaikan oleh tenaga kerja, yang dimana seharusnya hal ini mendapatkan
perhatian sebab berkaitan dengan perlindungan kesehatan tenaga kerja(1).
Kelelahan kerja merupakan dampak yang sering dialami oleh tenaga
kerja. Suasana kerja yang tidak ditunjang dengan kondisi lingkungan yang
sehat, nyaman dan selamat akan memicu terjadinya kelelahan kerja(1).
Kelelahan kerja juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan baik
penyakit fisik, psikologis, serta dapat mengganggu kinerja pekerja saat
melaksanakan tugasnya(2). Hasil penelitian disebutkan bahwa dari 80 %
human error, 50% nya disebabkan oleh kelelahan kerja(1).
Data dari International Labour Organization (ILO) menyebutkan hampir
setiap tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan
kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan kerja. Penelitian tersebut
2
menyatakan dari 58.115 pekerja yang menjadi sampel, sebanyak 32,8% atau
sekitar 18.828 pekerja menderita kelelahan kerja.(3).
World Health Organization (WHO) dalam model kesehatan yang dibuat
sampai tahun 2020 meramalkan gangguan psikis berupa perasaan lelah
yang berat dan berujung pada depresi akan menjadi penyakit pembunuh
nomor dua setelah penyakit jantung. Laporan survey di Negara maju
diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja(4).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja di
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan 16.000 pekerja di
Negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa
ditemukan 65% pekerja mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28%
mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja mengeluhkan stress
berat dan merasa tersisihkan(5).
Survey di USA didapatkan hasil bahwa kelelahan merupakan masalah
besar, yang dimana sebanyak 24% seluruh orang dewasa yang datang ke
poliklinik menderita kelelahan kronis(6). Hal serupa juga terlihat pada
penelitian yang dilakukan Kendel di Inggris yang menyebutkan bahwa 25%
wanita dan 20% pria mengeluh selalu lelah(6).
Hasil peneltian yang dilakukan O’Neill di proyek konstruksi
Queensland menunjukkan bahwa kelelahan meningkat diantara para pekerja
sehingga menurunkan produktivitas. Hal ini dikonfirmasi melalui analisis
korelasi yang menunjukkan bahwa kelelahan memiliki hubungan dengan
3
tingkat produktivitas kerja. Hal serupa juga didapatkan melalui analisis
produktivitas bahwa biaya rata-rata karena kelelahan menyebabkan
penurunan tingkat produksi sebesar $50.000 setiap tahunnya(7).
Kelelahan kerja merupakan aneka keadaan yang disertai penurunan
efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah umur, stress kerja, sikap kerja, status
gizi, serta beban kerja pegawai(1).
Faktor individu seperti umur mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap terjadinya kelelahan, semakin tua umur seseorang, maka
kebutuhan energi semakin menurun dan menyebabkan semakin cepat
merasakan kelelahan selain itu pada usia lanjut kemampuan kerja otot
semakin menurun karena kapasitas fisik tenaga kerja seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi cenderung menurun. Hasil penelitian di
negara Jepang menunjukkan bahwa pekerja yang berusia 40-50 tahun akan
lebih cepat menderita kelelahan dibandingkan dengan pekerja yang relatif
lebih muda. Penelitian oleh Damopoli (2014) pada supir bis trayek Manado-
Amurang di terminal Malayang Manado menunjukkan terdapat hubungan
antara umur dengan kelelahan kerja pada supir bis trayek Manado-Amurang
di terminal Malalayan(8). Dimana semakin tinggi umur dari supir bis semakin
tinggi pula tingkat kelelahan yang dialami(9).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Irma (2014) mengenai faktor yang
berhubungan dengan kelelahan kerja pada unit produksi paving block CV
4
Sumber Galian kecamatan Biringkanaya Kota Makassar yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara umur dan kelelahan kerja
dengan diperoleh nilai p=0,000(10).
Kelelahan kerja juga banyak ditimbulkan akibat ligkungan kerja yang
monoton yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya(11). Reaksi terhadap lingkungan kerja merupakan
reaksi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah, dan gangguan
kesehatan lainnya, sehingga bersamaan dengan itu timbul pula reaksi
psikologis berupa ketegangan jiwa, depresi, dan lain-lain yang dapat
mengganggu keseimbangan kehidupan.
Stres kerja hampir selalu ada pada setiap pegawai dalam
melaksanakan pekerjaannya(12). Teori General Adaption Syndrome
menyatakan apabila stres datang terlalu kuat dan dalam waktu yang lama,
kebutuhan energi untuk beradaptasi menjadi habis sehingga timbul kelelahan
atau kolaps(13).
Penelitian mengenai hubungan stres kerja dan getaran dengan
kelelahan kerja dan ketidaknyamanan pada masinis kereta api PT Kereta Api
(Persero) menunjukkan bahwa stres kerja mempunyai hubungan dengan
kelelahan kerja (r=0,254, p=0,015). Pada analisis multivariat menunjukkan
bahwa stres kerja merupakan prediktor yang bermakna terhadap terjadinya
kelelahan kerja dan ketidaknyaman dengan bobot sumbangan efektif sebesar
12,61% terhadap kelelahan kerja(14).
5
Hasil penelitian Jacobs (2013) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara stress kerja dengan kelelahan kerja,
dimana responden yang mengalami stress kerja memiliki peluang 5 kali lebih
besar untuk mendapatkan kelelahan kerja di PT Bank SULUT cabang
Manado(15). Penelitian lain yang dilakukan Santoso (2008) mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja pada perajin tahu di Kelurahan
Madegondo, Grogol, Sukoharjo didapatkan t-hitung pada variabel stress kerja
(2,080) dengan nilai p=0,047 (p<0,05) (16).
Dalam bekerja ada beberapa sikap yang dilakukan tenaga kerja untuk
melakukan tugasnya. Sikap duduk merupakan salah satu sikap dalam suatu
pekerjaan. Sikap kerja duduk yang keliru akibat kursi yang tidak sesuai
dengan antropometri tubuh, atau karena kesalahan posisi, dapat menambah
tekanan pada punggung bawah dan merupakan penyebab utama masalah
punggung(17). Kejadian mengenai ketidaknyamanan pekerja dalam
aktifitasnya yang bisa mengakibatkan kelelahan dan muskuloskeletal sangat
sering dialami oleh pekerja baik dalam posisi berdiri maupun duduk. Kejadian
ini juga dialami oleh pekerja yang berada di perkantoran.
Penelitian mengenai prevalensi keluhan subyektif atau kelelahan
karena sikap kerja yang tidak ergonomis pada pengrajin perak yang
dilakukan oleh Susetyo (2008) menerangkan bahwa pekerja yang merasa
lelah seluruh tubuh sebanyak 66,7%(18). Sikap kerja yang tidak ergonomis
akan meningkatkan jumlah energy yang dibutuhkan dalam bekerja sehingga
6
menyebabkan kelelahan(19). Prasetianingrum (2011) menerangkan dalam
tulisannya mengenai pengaruh sikap kerja angkat-angkut massa candy
terhadap kelelahan kerja pada unit food 1 hard candy line PT. Konimex
Sukoharjo menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja
dengan kelelahan kerja pada pekerja angkat-angkut di unit Food 1 PT.
Konimex Sukoharjo(20).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Julianti mengenai
hubungan antara faktor individu dengan faktor pekerjaan dengan kelelahan
objektif pada tenaga kerja yang terpapar kebisingan di PT Barata Indonesi
tahun 2011 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
beban kerja dengan kelelahan kerja(21).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Cristover (2016) menunjukkan hal
yang sama yakni adanya hubungan antara beban kerja dengan kelelahan
kerja pada pegawai BPN tingkat II Samarinda (p=0,033) dengan nilai
korelasinya 0,361 (22). Hal serupa juga didapatkan pada penelitian yang
diilakukan pada karyawan laundry di kelurahan Warungboto Kecamatan
Umbulharjo Yogyakarta dengan nilai p=0,000 (23).
Status gizi juga merupakan hal yang berperan dalam menentukan
kelelahan yang dirasakan tenaga kerja. Berdasarkan penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Eraliesa (2009) yang meneliti tentang hubungan faktor
individu dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di
7
Pelabuhan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, yang menerangkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan kelelahan kerja(24).
Hal serupa juga didapatkan oleh Tasmi (2015) dalam penelitiannya
mengenai hubungan status gizi dan asupan energy dengan kelelahan kerja
pada pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga
Tahun 2015 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara status
gizi dengan kelelahan kerja (p=0,002)(25).
Sesuai dengan perkembangannya, terdapat beberapa cara
pengukuran kelelahan. Saat ini pengukuran kelelahan biasa menggunakan
“angket kelelahan, flicker tension test (26). Angket kelelahan berupa lembar
kertas berisi beberapa pertanyaan. Untuk flicker tension test dengan
mengukur reaksi konsentrasi mata menangkap sinyal berupa sinar. Ada pula
alat untuk mengukur kelelahan otot disebut electromyograf (EMG) yakni
mengukur kontraksi otot. Kemudian Santoso pada tahun 2008 melakukan
penelitian pada manusia (tenaga kerja) menguji kelelahan secara biologis
menggunakan metabolisme energy anaerobic (MEA) konsentrasi asam laktat
dan glukosa dalam darah. Sebelumnya asam laktat telah ditemukan untuk
mengukur kelelahan pada hewan uji coba bukan untuk manusia(26).
PT PLN (Persero) adalah salah satu BUMN yang mengurusi semua
aspek kelistrikan yang ada di Indonesia. PT PLN (persero) merupakan
penyedia utama kebutuhan tenaga listrik di negeri ini yang dituntut untuk
selalu meningkatkan kinerja serta pelayanan kepada konsumen dimana
8
kebutuhan akan tenaga listrik sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari aktivitas
sehari-hari. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut maka diperlukan
teknologi serta sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik dan dapat
bekerja pada bidangnya masing-masing.
PT PLN (Persero) Wilayah Sulawesi Selatan Tenggara dan Barat
(SULSELRABAR) memiliki bagian kerja sebanyak 12 bagian kerja yang
memiliki tanggung jawab berbeda-beda. Informasi yang didapat dari
pengambilan data awal di kantor wilayah Sulselrabar memiliki karyawan 186
karyawan. Jam kerja di PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar yaitu selama 8
jam kerja dengan 1 jam untuk waktu istirahat. Adapun keluhan dari beberapa
karyawan yang mengatakan sering merasa lelah dan pegal dibagian
pinggang rata-rata karyawan yang memiliki umur >35 tahun. Untuk itu peneliti
tertarik untuk melihat hubungan umur, stress kerja, sikap kerja, status gizi,
dan beban kerja terhadap kelelahan kerja pegawai PT PLN (Persero)
Wilayah Sulawesi Selatan Tenggara dan Barat.
B.Rumusan Masalah
PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar merupakan kantor wilayah
yang mengkoordinir tiga provinisi yang ada di Sulawesi, yakni Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat. Penelitian Kelelahan kerja
dilakukan pada karyawan PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
9
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa karyawan di PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar didapatkan bahwa PT PLN (Persero) telah
memiliki unit K3 yang memiliki program kerja yang mencakup aspek K3
secara umum seperti pemeriksaan fisik lingkungan kerja, dan pemeriksaan
kesehatan rutin setiap tahunnya. Namun pemeriksaan kelelahan secara
khusus belum pernah dilakukan, padahal beberapa karyawan yang datang
memeriksakan diri ke klinik memiliki keluhan selalu merasa lelah.
Kelelahan kerja merupakan gejala penurunan kondisi fisik dan stamina
yang sering dialami tenaga kerja. Kelelahan kerja merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.
Namun demikian kelelahan kerja tidak jarang disepelekan baik pekerja
maupun instansi. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada hubungan umur dengan kelelahan kerja pegawai PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar?
2. Apakah ada hubungan stress kerja dengan kelelahan kerja pegawai
PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar?
3. Apakah ada hubungan sikap kerja dengan kelelahan kerja pegawai PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar?
4. Apakah ada hubungan status gizi dengan kelelahan kerja pegawai PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar?
10
5. Apakah ada hubungan beban kerja dengan kelelahan kerja pegawai
PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar?
6. Faktor apakah yang paling berhubungan dengan kelelahan kerja
pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja
pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk menilai hubungan antara faktor umur dengan kelelahan kerja
pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
b) Untuk menilai hubungan antara faktor stress kerja dengan kelelahan
kerja pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
c) Untuk menilai hubungan antara faktor sikap kerja dengan kelelahan
kerja pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
d) Untuk menilai hubungan antara faktor status gizi dengan kelelahan
kerja pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar.
e) Untuk menilai hubungan antara faktor beban kerja dengan kelelahan
kerja pegawai PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar
11
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
instansi mengenai faktor risiko kelelahan kerja pada pegawai, sehingga
bisa melakukan upaya preventif secara langsung serta dapat menjadi
bahan masukan bagi PT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar dalam
menetapkan kebijakan, termasuk edukasi dan sistem kewaspadaan dini
yang berkaitan dengan kelelahan kerja.
2. Manfaat Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan mengenai berbagai risiko yang dapat mempengaruhi
kejadian kelelahan kerja pada pegawai serta menjadi referensi dalam
rangka mengembangkan konsep bagi peneliti berikutnya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan
memperluas wawasan peneliti mengenai faktor risiko kelelahan kerja.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kelelahan
1. Pengertian Kelelahan
Menurut Suma’mur, kelelahan merupakan batasan-batasan
kemampuan otot dan sistem persarafan untuk bekerja sehari-hari secara
fisiologis. Batasan kemampuan otot dan persyarafan merupakan batas
kemampuan manusia dalam bekerja(27). Kelelahan tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan atau kondisi seperti keadaan
monoton, beban dan lama pekerjaan baik fisik, mental maupun keadaan
lingkungan (iklim kerja, kebisingan, getaran dan penerangan), keadaan
kejiwaan (tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik), serta penyakit,
perasan sakit atau keadaan gizi. Kelelahan (kelesuan), adalah perasaan
subjektif, tetapi berbeda dengan kelemahan dan memiliki sifat bertahap.
Tidak seperti kelemahan, kelelahan dapat diatasi dengan periode istirahat.
Kelelahan dapat disebabkan secara fisik aatau mental (28).
Secara medis, kelelahan adalah gejala non spesifik, yang berarti
bahwa ia memiliki banyak kemungkinan penyebab. Kelelahan dianggap
sebagai gejala, bukan tanda karena merupakan perasaan subjektif
dilaporkan oleh pasien, daripada sutu tujuan yang diamati oleh orang lain.
Kelelahan dan ‘perasaan kelelahan’ sering membingungkan (28).
13
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf
pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat
parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang
berbeda-beda pada setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan
tubuh(1).
Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan
kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupaka tremor pada
otot/perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum biasanya
ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan
oleh monotonis; intensitas dan lamanya kerja fisik; keadaan lingkungan;
sebab-sebab mental; status kesehatan dan keadaan gizi (1). Secara umum
gejala kelelahan dapat dari yang sangat ringan sampai perasaan yang
sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam
kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik
maksimal (1).
Dari berbagai teori yang ada dapat disimpulkan bahwa kelelahan
kerja adalah batas kemampuan otot dan sistim syaraf yang ditandai
dengan penurunan kesiagaan dan kecepatan reaksi yang umum terjadi
pada tenaga kerja.
14
2. Jenis – Jenis Kelelahan Kerja
Jenis kelelahan kerja dapat dibedakan atas :
a. Berdasarkan proses dalam otot (Astrand dan Rodahl dan Grandjean)
membagi menjadi (29, 30) :
1) Kelelahan umum (general fatigue), yaitu suatu perasaan lelah yang
menyeluruh disertai dengan penurunan kesiagaan dan kelambanan
dalam beraktivitas. Kelelahan umum merupakan gejala suatu
penyakit serta berkaitan dengan faktor psikologis, berupa
penurunan motivasi dan timbulnya kebosanan yang mengakibatkan
menurunnya kemampuan dalam bekerja. Penyebab kelelahan ini
antara lain beban kerja, faktor lingkungan, dan status kesehatan;
2) Kelelahan otot (muscular fatigue), yaitu menurunnya kinerja
sesudah mengalami tekanan tertentu yang ditandai dengan
menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak. Kinerja otot akan
berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot, sehingga
stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Kelelahan secara
fisik ini dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dan meningkatkan kesalahan dalam bekerja,
dan akhirnya menyebabkan kecelakaan kerja.
b. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan membagi menjadi(6) :
1) Kelelahan akut (mendadak), terutama disebabkan oleh kerja suatu
organ atau seluruh tubuh secara berlebihan ;
15
2) Kelelahan kronis (berlangsung lama), terjadi bila kelelahan
berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-
kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan; Kelelahan
kronis ini menurut Gilmer dan Phoon terjadi karena adanya (31):
a) Kerja fisik, baik di kantor, perusahaan, di lapangan sehingga
terjadi akumulasi substansi toksin (asam laktat) ;
b) Penyakit, sehingga menyebabkan cepat lelah ;
c) Faktor psikologis, misalnya konflik yang mengakibatkan stres
emosional yang berkepanjangan dan ditandai dengan
menurunnya prestasi kerja, rasa lelah dan kinerja yang
berhubungan dengan faktor psikososial.
c. Berdasarkan penyebabnya, kelelahan terbagi (6) :
1) Kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor
fisik di tempat kerja antara lain oleh suhu dan kebisingan, getaran
dan pencahayaan ;
2) Kelelahan psikologis, yaitu kelelahan yang disebabkan antara lain
oleh faktor psikologis, monotoni pekerjaan (kebosanan sebagai
gejala subjketif yang disebabkan oleh pekerjaan), bekerja karena
terpaksa dan pekerjaan yang bertimbun-timbun.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja
Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industry sangat bervariasi,
dan untuk memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses
16
penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stress).
Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode
istirahat dan waktu-waktu berhenti bekerja juga dapat memberikan
penyegaran(1). Grandjean berpandangan bahwa kelelahan kerja
merupakan kombinasi dari berbagai faktor kombinasi berbagai efek yang
dapat menimbulkan kelelahan, dan pemulihan untuk menyeimbangkannya
faktor tersebut adalah (30) :
Gambar 2.1. Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation) Menurut Grandjean (1991:838). Encyclopedia of
Occupational Health and Safety. ILO. Ganeva (1)
Kelelahan disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan
kerja dinamis. Pada kerja otot statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada
kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan
maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada
pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama.
Intensitas dan lama pembebanan fisik dan mental
Lingkungan kerja
Cyrcardian Rhytm Status gizi
Nyeri dan penyakit lainnya
Masalah psikis, tanggung jawab, kekhawatiran, konflik
Tingkat kelelahan Pemulihan
17
Tetapi pengerahan otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan
kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari.
Astrand & Rodahl berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan
beberapa jam perhari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang digunakan
tidakmelebihi 8% dari maksimum tenaga otot (29). Lebih lanjut Suma’mur
dan Grandjean, juga menyatakan bahwa kerja otot statis juga merupakan
kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja
otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis
mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan
diperlukan waktu istirahat yang lebih lama (32, 33).
Waters & Bhattacharya dalam Tarwaka mengatakan bahwa
kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan
otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan
(Endurance Time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada
jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu presentasi
tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat
kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi
yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan berpengaruh
sehingga kelelahan seluruh badan terjadi (1). Sedangkan Annis &
McConville (1996) dalam Tarwaka, berpendapat bahwa saat kebutuhan
metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang
dihasilkan tenaga kerja, maka kontraksi otot akan berpengaruh sehingga
18
kelelahan seluruh badan terjadi. Kemudian mereka merekomendasikan
bahwa, penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga aerobik
maksimum untuk kerja 1 jam; 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja
8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan
yang dipercaya dapat meningkatkan risiko cedera otot skeletal pada
tenaga kerja) (1).
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap
kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis.
Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi
sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis, sehingga sirkulasi darah
dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh, sedangkan
untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran
secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif.
4. Gejala Kelelahan
Fothergill (1991) berpendapat bahwa gejala kelelahan antara lain rasa
menurunnya semangat kerja, susah berpikir, hilangnya kewaspadaan dan
penurunan penampilan fisik maupun mental. Jika kelelahan berlanjut
dapat menyebabkan kelelahan kronis seperti gejala ketidakstabilan fisik
meningkat, menurunnya kebugaran dan semangat kerja serta kesakitan
yang meningkat. Kelelahan akan menyebabkan gangguan psikosomatik
dengan gejala sakit kepala, pusing dan mengantuk, denyut jantung
19
berdebar, keringat dingin, nafsu makan menghilang dan gangguan
pencernaan (34).
Menurut Grandjean (1988) gejala kelelahan ada dua macam yakni
gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala kelelahan kerja antara lain
adalah adanya perasaan kelelahan, tidak bergairah kerja, sulit berpikir,
dan penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan bereaksi
bekerja. Perasaan kelelahan kerja merupakan gejala subyektif kelelahan
kerja yang diketahui tenaga kerja yang merupakan semua perasan yang
tidak menyenangkan (35).
5. Dampak Kelelahan Kerja
Leiter & Maslach (2005) mengemukakan dampak dari kelelahan kerja
yakni(36) :
a. Burnout is Lost Energy
Pekerja yang mengalami kelelahan akan merasa stress,
kewalahan dan sering merasa kehabisan tenaga. Pekerja juga akan
sulit untuk tidur, serta menjaga jarak dengan lingkungan. Hal ini akan
mempengaruhi kinerja performa dari pekerja. Selain itu produktivitas
dalam bekerja juga akan semakin menurun.
b. Burnout is Lost Enthusiasm
Keinginan dalam bekerja yang semakin menurun, semua hal
yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan.
20
Kreatifitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang
sehingga hasil yang diberikan sangat minim.
c. Burnout is Lost Confidence
Tanpa adanya energy dan keterlibatan aktif pada pekerjaan
akan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja
semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat
pekerja itu sendiri merasa ragu dengan kemampuannya. Hal ini akan
memberikan dampak bagi pekerjaannya.
6. Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukurtingkat kelelahan
secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukan terjadinya
kelelahan akibat kerja. Grandjean dalam Tarwaka mengelompokan
metode pengukuran kelekahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut
(1):
a. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah
proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi
yang digunakan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor
yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial dan
perilaku psikologis dalam kerja.sedangkan kualitas output (kerusakan
produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
21
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor.
b. Uji Psiko-motor (Psychomotor Test)
Pada metode ini melibatkan fungsi presepsi, interpretasi dan
reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari
pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saau kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadi
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan
pada proses faal syaraf dan otot.
Sanders & McCormick dalam Tarwaka mengatakan bahwa
waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik
saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar
antara 150 s/d 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang
dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan
perbedaan-perbedaan individu lainnya (1).
Tarwaka (2004) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi,
ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan dari pada stimuli
suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli cahaya lebih cepat
diterima reseptor dari pada stimuli suara (1). Alat ukur waktu reaksi
22
yang telah dikembangkan di Indonesia menggunakan nyala lampu dan
denting suara sebagai stimuli.
c. Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-fusin test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan
disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukan kewaspadaan
tenaga kerja. Alat yang digunakan untuk uji kelipan adalah Flicker-
fusion test.
d. Perasaan Kelelahan Secara Subjektif (Subjective feelings of fatifgue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research
Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang
dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut
berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:
1) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:
a) Perasaan berat di kepala
b) Lelah seluruh badan
c) Berat di kaki
d) Menguap
e) Pikiran kacau
f) Mengantuk
g) Ada beban pada mata
23
h) Gerakan canggung dan kaku
i) Berdiri tidak stabil
j) Ingin berbaring
2) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi:
a) Susah berfikir
b) Lelah untuk bicara
c) Gugup
d) Tidak berkonsentrasi
e) Sulit memusatkan perhatian
f) Mudah lupa
g) Kepercayaan diri berkurang
h) Merasa cemas
i) Sulit mengontrol sikap
j) Tidak tekun dalam pekerjaan
3) Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik:
a) Sakit di kepala
b) Kaku di bahu
c) Nyeri di punggung
d) Sesak nafas
e) Haus
f) Suara serak
g) Merasa pening
24
h) Spasme di kelopak mata
i) Tremor pada anggota badan
j) Merasa kurang sehat
Tarwaka (2004) menjelaskan metode yang dapat digunakan dalam
pengukuran subjektif. Metode tersebut antara lain;ranking methods, rating
methods, questionnaire methods, interviews dan checklist (1).
Selain metode pengukuran kelelahan diatas, terdapat juga
pengukuran kelelahan menggunakan metabolisme energi anearobik
(MEA) konsentrasi asam laktat dan glukosa dalam darah. Sebelumnya
asam laktat telah dapat ditemukan untuk mengukur kelelahan pada
hewan uji coba bukan untuk manusia(37).
Bukti bahwa asam laktat dan glukosa dapat sebagai parameter
kelelahan, sebagaimana hasil penelitian Santoso (2008) “Perubahan kerja
performa berdiri tegak (TG), menjadi performa berdiri setengah duduk
tanpa sandaran (SDTS), dan berdiri setengah duduk pakai sandaran
(SDPS) berpengaruh terhadap tingkat kelelahan kerja berdasarkan
respon asam laktat dan glukosa secara signifikan, koefisien respons asam
laktat dan glukosa dari posisi berdiri TG (laktat:4,853 mmol/kg, glukosa
0,221 mg%) pada posisi SDTS turun menjadi (laktat: 3.100 mmol/kg,
glukosa: 0,175 mg%) dan SDPS menjadi (laktat: 3,314 mmol/kg, glukosa:
0,07089 mg%)”. Hal itu menunjukan bahwa kerja performaberdiri TG lebih
melelahkan dibandingkan SDTS maupun SDPS(16).
25
Bagaimana terjadinya kelelahan berdasarkan MEA atas performa
kerja yang berbeda yakni pada saat melakukan aktivitas kerja tidak
ergonomis, tubuh memerlukan energi yang lebih banyak. Jumlah energi
yang diperlukan tubuh tergantung dari intensitas aktivitas kerja yang
dilakukan. Pada aktivitas kerja cukup ringan maka metabolisme
penyediaan energi diproses secara aerobik, karena tersedia oksigen yang
memadai. Namun, apabila intensitas kerja semakin meningkat, maka
perlu penambahan energi secara anaerobik.
Metabolisme penyediaan energi anaerobik diproses dari
pemecahan simpanan glikogen dalam otot sebagai bahan energi. Oleh
karena itu, konsentrasi glikogen dalam otot menurun dan asam laktat
meningkat. Peningkatan asam laktat akan menimbulkan kelelahan
sebagai mana menurut Anna (1994) dalam Gempur (2013) bahwa “Asam
laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah” (26). Guyton (1997)
dalam Gempur (2013) menyebutkan bahwa “kelelahan otot meningkat
hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot”
(26).
Penurunan konsentrasi glikogen dalam otot perlu diisi kembali.
Pengisian glikogen tersebut diambilkan dari luar sel otot yakni dari gula
dalam darah (glukosa). Oleh karena itu, apabila aktivitas intensitas kerja
mengalami peningkatan dan dalam waktu yang lama mengakibatkan
penurunan gula dalam darah. Pada pekerjaan yang sama dilakukan pada
26
performa yang berbeda yakni ergonomis dan tidak ergonomis akan
melibatkan jumlah otot dan energi yang diperlukan berbeda. Pada
pekerjaan yang sama, kerja performa ergonomis lebih sedikit kebutuhan
energi dan otot yang dilibatkan. Hang dalam Gempur (2013) menyebutkan
bahwa “Otot yang terlibat dalam menahan pinggang berbeda antara
ketika aktivitas berjalan atau memanjat tangga (26). Neptune dalam
Gempur (2013) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa “Kuantitas
performa otot dan non-otot (gravity dan velocity yang terkait dengan
kekuatan) mempunyai konstribusi terhadap berbagai tenaga dan
akselarasi” (26). Oleh karena itu, kerja bubut antara performa berdiri tegak
dan berdiri setengah duduk pasti melibatkan jumlah kontraksi otot yang
berbeda seperti kerja bubut, pramuniaga, petugas SPBU kerja dengan
performa berdiri terus-menerus yang lebih banyak meibatkan intensitas
kontraksi otot akan membutuhkan energi lebih banyak. Penyediaan energi
tersebut diperoleh melalui pemecahan ATP melalui proses MEA. “Dalam
metabolisme respirasi anaerob hasil terbanyak reduksi piruvat adalah
asam laktat menimbulkan rasa lelah, dan kelahan otot meningkat
berbanding langsung dengan penurunan glikogen otot” (26). Hal ini terbukti
sebagaimana hasil penelitian Santoso (2008) bahwa respon MEA
kelompok kerja berdiri yang berbeda adalah berbeda secara signifikan.
27
Tabel 2.1 Sintesa Penelitian Variabel Kelelahan
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1 Gempur (2013)
Kursi ergonomis untuk menurunkan kelelahan
tenaga kerja SPBU berdasarkan fluktuasi
asam laktat dan glukosa dalam darah
Cross Sectional
Tenaga kerja SPBU menggunakan kursi
ergonomis poisisi kerja berdiri setengah duduk lebih tidak melelahkan
(nyaman) 2,17 % (selisih asam laktat 0,03 mmol/L) dibanding posisi berdiri
tegak, energy tubuh masih lebih banyak 4,22 % (selisih glukosa 3,83 mg/dL) dibanding posisi
berdiri tegak. Saran: agar tenaga kerja SPBU tidak lagi bekerja posisi berdiri secara terus menerus,
perlu duduk di kursi ergonomis menghadap
pompa bahan bakar minyak (BBM)
2 Elif Bal (2014)
Prioritization of the causal factors of fatigue in
seafarers and measurement of fatigue
with the application of the Lactate Test
Quasi Eksperimen
Pada penilitian ini didapatkan hasil
meningkatnya kadar asam laktat dalam darah pelaut pada saat kapal berada di pelabuhan. Meningkatnya kadar asam laktat tersebut
dikarenakan bertambahnya aktivitas
fisik yang dilakukan pelaut selama berada di pelabuhan. Nilai rata-rata
pelaut pada saat dipelabuhan adalah
sebesar 15,79 mmol/lt sedangkan pada saat ditengah perjalanan
sebesar 5,50 mmol/lt.
28
B. Tinjauan Umum Tentang Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-
penyelidikan epidemiologi. Umumnya pada usia lanjut, kemampuan kerja otot
semakin menurun terutama pada pekerja berat. Kapasitas fisik tenaga kerja
seperti penglihatan, pendengaran, dan kecepatan reaksi cenderung menurun
setelah umur 30 tahun atau lebih. Kapasitas aerobic maksimum laki-laki
terjadi pada umur 20-30 tahun dan pada umur 70 tahun nilainya menjadi
setengah dari yang berumur 20 tahun. Ini yang menyebabkan semakin tua
umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun. Hal ini juga yang
menjadi penyebab terjadinya penyebab terjadinya perbahan pada fungsi alat-
alat tubuh, seperti sistem kardiovaskular dan sistem hormonal tubuh maka
akan semakin mudahnya seseorang mengalami kelelahan kerja dan
penurunan produktivitas kerja(38).
Semakin tua umur seseorang, maka kebutuhan energi semakin menurun.
Pada umumnya di usia lanjut, kemampuan kerja otot semakin menurun
terutama pada pekerja berat. Kapasitas fisik tenaga kerja seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi cenderung menurun setalah usia 30
tahun atau lebih. Hal ini mempengaruhi produktivitas maksimal tenaga kerja
yang bersangkutan dan cenderung lebih cepat mengalami kelelahan(39).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eraliesa (2008) tentang
hubungan factor individu dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bongkar
muat di pelabuhan Tapaktuan menyatakan bahwa keluhan kelelahan
29
terbesar dirasakan oleh semua pekerja dengan kelompok umur tua (> 41
tahun)(24).
Tabel 2.2 Sintesa Penelitian Variabel Umur
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1 Irma MR, dkk
(2014)
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja Pada Unit Produksi Paving
Block CV Sumber Galian Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar
Cross sectional
Didapatkan hubungan yang
kuat antara umur dan kellahan kerja
dengan nilai p=0,000 (p<0,05)
2
Gahastanira Permata
Solikhah, et.al (2016)
Factor That Cause Work Fatigue of Nurses in the
Inpatient Installation RSUD Prof. Dr.
Soekandar Mojosari
Cross Sectional
Didapatkan ada hubungan
kelelahan kerja dengan umur setelah 4 jam
bekerja dengan nilai p=0,005.
C. Tinjauan Umum Tentang Stress Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Secara sederhana stress merupakan suatu bentuk tanggapan
seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan
dilingkungan kerja sebagai akibat tekanan dari pekerjaan yang
dirasakan mengganggu dan mengakibatkan perubahan sesuai dengan
berat ringannya stres dan lama singkatnya stress itu berlangsung.
30
Menurut Karen E. Claus dan James T. Bailey yang dikutip oleh
Ariani (2002), stress kerja merupakan merupakan kondisi beberapa
faktor atau kombinasi beberapa pekerjaan berinteraksi dengan pekerja
yang menganggu keseimbangan fisiologis dan psikologis. Bohr dan
Nowman mendefinisikan stres kerja (job stres) sebagai kondisi yang
timbul akibat interaksi manusia dengan pekerjaannya ditandai dengan
perubahan dalam dirinya yang mengakibatkan penyimpangan dari
fungsi normalnya (40)
2. Faktor Penyebab Stres
Untuk mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat
menyebabkan terjadinya stress sangatlah sulit, hal ini dikarenakan
sangat tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang. Menurut
Patton dalam Tarwaka (2004) perbedaan reaksi antara individu
tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang
dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut
antara lain (1):
a. Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental,
genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan, dll.
b. Ciri kepribadian seperti introvert dan ekstrovert, tingkat emosional,
kepasrahan, kepercayaan diri, dll.
c. Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya.
31
d. Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.
Kaitannya dengan tugas-tugas dan pekerjaan ditempat kerja,
faktor yang menjadi penyebab stres kemungkinan besar lebih spesifik.
Penyebab stress (stressor) di tempat kerja dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis. Cartwright et.al.
(1995) mencoba memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi
6 kelompok penyebab yaitu (41):
a. Faktor intrinsic pekerjaan
Faktor intrinsic dalam pekerjaan ada beberapa macam, yang
dimana sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stress dan
dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor
tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman
(bising , berdebu, bau, suhu panas dan lembab dll), stasiun kerja
yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang,
perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet,
pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi
baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll.
b. Faktor peran individu dalam organisasi kerja
Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari
suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan
dengan beban kerja fisik.
32
c. Faktor hubungan kerja
Hubungan baik antara karyawan ditempat kerja adalah faktor
yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress.
d. Faktor pengembangan karier
Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan
pengembangan karier mempunyai dampak cukup penting sebagai
penyebab terjadinya stress.
e. Faktor struktur organisasi dan suasana kerja
Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi
dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan
model manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebab
antara lain, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang
tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor.
Selain itu seringkali pemilihan dan penempatan karyawan pada
posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress.
f. Faktor diluar pekerjaan
Faktor kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap
stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat
mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain.
Selain faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor
penyebab terjadinya stress akibat kerja, seperti ancaman pemutusan
hubungan kerja, krisis ekonomi nasional, dll. Faktor-faktor tersebut
33
harus selalu diidentifikasi serta dinilai untuk mengetahui penyebab
dominan terjadinya stress ditempat kerja.
3. Dampak Stres Kerja
Atkinson dalam Singarimbun (2004) stress yang berkepanjangan
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti alergi, tekanan darah tinggi,
migraine, dan sakit lambung, selain itu juga stress biasa diikuti dengan
perasaan marah, cemas, depresi, gugup, mudah tersinggung, tegang dan
jenuh. Manifestasi klinik dari stress kerja dapat berupa : depresi, anxietas,
sakit kepala, gangguan pencernaan, kejenuhan dan kelelahan kerja.
Menurut ILO (2000) jika seseorang mengalami stress maka tubuhnya
akan bereaksi terhadap stress, sebagai berikut(42) :
Gambar 2.2. Reaksi Tubuh terhadap Stres (ILO, 2000)
Kelenjar di otak merangsang
adrenalin Mengecilnya saluran darah, tekanan darah naik
Naiknya detak jantung
Lambung menghasilkan lebih banyak asam, gerakan usus halus
menurun
Kelenjar adrenalin melepas hormon yang membuat reaksi stres
Sintesa protein di otot menurun, laktosa dan asam amino dikeluarkan
Bagian tubuh berlemak melepas lemak ke darah
34
Masalah kesehatan yang sering dijumpai dalam lingkup industry dan
perusahaan yang diakibatkan oleh stres pekerjaan adalah :
a. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stress, yaitu jantung koroner,
hipertensi, tukak lambung, colitis ulserosa dan gangguan psikosomatik
yang lain. Kondisi lain yang diakibatkan oleh stress ialah kelelahan,
sering pilek, migren, kaki dan tangan dingin, nyeri kuduk dan pundak,
gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan
serangan asma, diabetes, dan bahkan menyebabkan kanker.
b. Kecelakaan kerja, terutama pada pekerja dengan tuntutan beban kerja
yang tinggi, perhatian yang kurang, bekerja gilir (shift) terutama pada
hari-hari pertama dan akhir minggu, dan penyalah gunaan zat aditif.
c. Absenteisme sering terdapat pada para karyawan yang sulit
menyesuakian diri dengan pekerjaannya sebagai akibat dari stress
pekerjaan.
d. Lesu kerja (burn out) terjadi apabila karyawan kehabisan motivasi
dalam upaya untuk melakukan suatu kinerja yang tinggi. Mereka
kecewa terhadap pekerjaannya sejak percobaan dan merasa
pekerjaannya tidak sesuai seperti yang diharapkan sehingga ia
merasa dibodohi atau dikhianati.
e. Gangguan jiwa yang berupa suatu continuum, mulai gejala subjektif
yang mempunyai efek ringan dalam kehidupan sehari-hari hingga
gangguan jiwa dengan hendaya (impairment) fungsi pekerjaan.
35
4. Pencegahan dan Pengendalian Stress Akibat Kerja
Berbagai faktor penyebab terjadinya stress merupakan bagian yang
terintegrasi dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu
saja. Faktor penyebab terjadinya stress tersebut sangatlah kompleks dan
bervariasi serta sangat sulit untuk diidentifikasi secara pasti apa yang
menjadi penyebab stress. Sehingga sering kita temui bahwa seseorang
yang terkena stress biasanya tidak menyadari terhadap apa yang sedang
dialaminya.
Dikutip dari National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk
mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut (1):
a. Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan
kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan
menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban yang terlalu
ringan.
b. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun
tanggung jawab diluar pekerjaan.
c. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan
karir, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan
keahlian.
36
d. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga
kerja yang satu dengan yang lainnya, tenaga kerja-supervisor yang
baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman.
e. Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan
stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan
keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan
karir dan pengembangan usaha.
Dilain pihak Cartwright (1995) dalam Tarwaka (2004) mengutip cara-
cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu (1):
a. Redesain tugas-tugas pekerjaan
b. Redesain lingkungan kerja
c. Menerapkan waktu kerja yang fleksibel
d. Menerapkan manajemen partisipatoris
e. melibatkan karyawan dalam pengembangan karir
f. menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan
g. mendukung aktivitas sosial
h. membangun tim kerja yang kompak
i. menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil.
Secara ringkas langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi
terjadinya stress adalah sebagai berikut :
a. menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari
tugas kerja, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
37
b. Memposisikan pekerja pada posisi yang seharusnya
c. Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi
masyarakat pekerjanya
d. Menjamin perasaan aman setiap pekerja.
Tabel 2.3 Sintesa Penelitian Variabel Stress Kerja
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1 Widodo
Hariyono, dkk (2009)
Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja dan
Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat
di Rumah Sakit Islam Yoyakarta PDHI Kota
Yogyakarta
Cross sectional
Didapatkan hubungan yang
kuat antara kelelahan kerja dan stress kerja dengan
nilai p=0,026 (p<0,05)
2 Brian Jacobs
(2013)
Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kelelahan
Kerja Pada Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia Di PT. Bank
Sulut Cabang Manado
Cross Sectional
Didapatkan nilai p=0,046 (p<0,05). Dimana responden
yang mengalami stress kerja
memiliki peluang 5 kali lebih besar
untuk mendapatkan
kelelahan .
D. Tinjauan Umum Tentang Sikap Kerja
Salah satu masalah kesehatan dan keselamatan kerja yang sering
dialami oleh pekerja adalah masalah ergonomi khususnya dalam hal sikap
kerja. Penerapan ergonomi berprinsip bahwa semua aktivitas pekerjaan
dapat menyebabkan pekerja mengalami tekanan (stress) fisik dan mental.
Ergonomi mengupayakan agar tekanan ini masih dalam batas toleransi, hasil
38
kinerja memuaskan, dan kesehatan dan kesejahteraan pekerja dapat
meningkat. Jika tekanan yang dialami pekerja berlebihan, hal-hal yang tidak
diinginkan dapat terjadi, seperti kesalahan (error), kecelakaan, cedera, atau
kenaikan beban fisik dan mental. Cedera dan penyakit yang terkait ergonomi
bervariasi, mulai dari kelelahan mata, sakit kepala, sampai gangguan otot
rangka (Musculoskeletal disorders) (43).
Ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai lapangan ilmu seperti
antropologi, biometrika, fisiologi kerja, hygiene perusahaan dan kesehatan
kerja, perencanaan kerja, riset terpakai dan sibernatika (cybernetics) untuk
menciptakan sikap kerja yang baik. Namun kekhususan utamanya adalah
perencanaan tata kerja yang dilaksanakan dengan cara yang lebih baik
dalam metode kerja dan peralatan serta perlengkapannya.
Sikap kerja yang tidak ergonomis adalah sikap kerja yang
menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk,
kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari
pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula beban kerja sehingga
menyebabkan pekerja tersebut cepat merasa lelah. Sikap kerja tidak alamiah
ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun
kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja(1). Sikap
kerja tidak tidak ergonomis ini pada umumnya terjadi karena karakteristik
39
tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan
dan keterbatasan pekerja(44).
Sikap kerja yang ergonomis dapat membuat beban kerja suatu
pekerjaan menjadi berkurang. Contoh paling sederhana adalah penggunaan
trolley untuk pengganti membawa atau memindahkan barang atau menjinjing
dua koper kecil sebagai pengganti satu koper yang besar. Beribu cara
sederhana dapat digunakan untuk mengurangi beban kerja, namun dengan
sikap kerja yang ergonomis upaya mengurangi beban kerja lebih jauh
didalami dan dikembangkan. Dengan evaluasi fisiologis, psikologi atau cara-
cara tak langsung, beban kerja diukur dan dianjurkan modefikasi yang sesuai
antara kapasitas fisik dan mental tenaga kerja dengan beban kerja yang
disebabkan oleh pekerjaan dan beban tambahan dari aneka faktor dalam
lingkungan (45).
40
Tabel 2.4 Sintesa Penelitian Variabel Sikap Kerja
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1 Joko Susetyo,
dkk (2008)
Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan karena Sikap Kerja yang Tidak Ergonomis pada
Pengrajin Perak
Keluhan subyektif yang terjadi pada pengrajin perak
wanita yakni sebanyak 66,7%
mengeluhkan lelah seluruh tubuh
2 Anita
Prasetianingrum
Pengaruh Sikap Kerja Angkat-Angkut Massa
Candy terhadap Kelelahan Kerja pada
Unit Food 1 Hard Candy Line Pt. Konimex
Sukoharjo
Cross Sectional
Didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai t-hitung 0,5337
dengan p=0,000.
E. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi
Salah satu syarat pencapaian derajat kesehatan yang optimal yaitu
gizi kerja. Kesehatan ini mencakup aspek kesejahteraan dan aspek
pengembangan sumber daya manusia. Demikian pula gizi, disatu pihak
mempunyai aspek kesehatan dan di lain pihak mempunyai aspek
mencerdasakan kehidupan manusia oleh karena itu masalah perbaikan gizi
mempunyai makna yang amat penting dalam usaha menyehatkan,
mencerdaskan dan meningkatkan produktivitas.
Fungsi gizi kerja bagi tubuh adalah untuk memberi tenaga,
membangun dan mengatur jaringan tubuh sehinga terjadi keseimbangan
41
antara intake kalori dan output kalori yang mana pengaruhnya sangat besar
pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Seorang pekerja dewasa yang
kekurangan gizi akan menyesuaikan gizinya dengan campuran antara kerja
lambat, penghematan kerja otot, menjauhi kesempatan untuk inovasi
ataupun usaha tambahan, gerak badan yang kurang dibandingkan dengan
keadaan umum baik. Ditambah pula dengan kekurangan zat besi juga
berpengaruh terhadap kemampuan kerja.
Kualitas fisik manusia mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
dalam melakukan suatu kegiatan. Untuk pekerja di indonesia rata-rata
memerlukan 40 jam seminggu untuk bekerja atau kurang lebih 8 – 10 jam
sehari. Jumlah waktu kerja yang panjang ini mendorong tenaga kerja untuk
mencukupi sebagian masukan gizinya (makanan) di tempat kerja. Perlu
diingat bahwa jumlah masukan gizi (makanan) harus diseimbangkan dengan
jumlah tenaga yang keluar. Untuk itu perlu diketahui status gizi seseorang
untuk menentukan kecukupan zat gizi.
Untuk menentukan status gizi seseorang, suatu kelompok penduduk,
atau masyarakat peru dilakukan pengukuran-pengukuran untuk menilai
tingakat kekurangan dan kelebihan gizi. Pengukuran yang dipakai biasanya
merujuk pada indikator yang berguna sebagai indeks, untuk menunjukkan
tingkat status gizi dan kesehatan berbeda-beda. Beberapa cara yang
dilakukan untuk menilai status gizi adalah :
42
1. Penilaian Klinis
Penilaian status gizi secara klinis yaitu penilaian yang mempelajari
tanda fisik yang ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan
gangguan kurang gizi. Gejala dan tanda fisik yang Nampak dapat menjadi
bantuan untuk mengetahui kekurangan gizi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan teknik yang dilakukan melalui
peeriksaan darah, urin dan jaringan tubuh lainnya. Hasil dari pemeriksaan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Pengukuran Antropometrik
Pengukuran antropometrik merupakan pengukuran dari beberapa
dimensi fisik tubuh dan komposisi tubuh secara kasar pada beberapa
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometrik digunakan sebagai indicator
dan penunjuk sederhana dalam penelitian status gizi perorangan atau
masyarakat. Ukuran tubuh yang biasa digunakan seperti Berat Badan,
Tinggi Badan, Lingkar lengan atas (LLA), lingkar kepala (LK), dan Lapisan
lemak bawah kulit (LLBK).
Dalam pemakaiannya untuk penilaian status gizi antropometri disajikan
beberapa indeks (teknik pengukuran) misalnya berat badan untuk umur
(BB/U), tinggi badan untuk umur (TB/U), berat badan untuk tinggi badan
(BB/TB), dan lingkar lengan atas untuk umur (LLA/U).
43
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit
tertentu juga dapat mempengaruhi produktiviatas kerja. Oleh karena itu
pemantau keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan
salah satu cara adalah dengan mempertahankan status gizi yang ideal
atau normal.
Penggunaan indeks massa tubuh hanya berlaku untuk orang
dewasa yang berumur 18 tahun keatas. Indeks massa tubuh tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olah ragawan serta
dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti oedema asitesis dan
hepatomegali.
Gizi adalah suatu hal yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan karena seorang akan mudah terkena suatu penyakit bila
keadaan atau status gizinya tidak normal. Penyakit infeksi dapat
menurunkan daya kerja seseorang, meningkatkan absensi dan gangguan
nafsu makan yang berakibat berkurangnya makanan dalam tubuh
sehingga keperluan tenaga untuk bekerja menjadi berkurang yang
akhirnya menurunkan produktivitas (45).
Kapasitas kerja atau kemapuan kerja seseorang berbeda antara
satu dengan yang lain dan sangat tergantung pada keterampilan, status
gizi dan usia(45).
44
Tabel 2.5 Sintesa Penelitian Variabel Status Gizi
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1 Fandrik Eraliesa
(2009)
Hubungan Faktor Individu Dengan Kelelahan Kerja
Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Di
Pelabuhan Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2008
Cross Sectional
Didapatkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara status gizi
dan kelelahan kerja, dengan
p=0,009 (p<0,05)
2 Daniel Tasmi,
dkk (2015)
Hubungan Status Gizi Dan Asupan Energi
Dengan Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Pt.
Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit
Pulau Tiga Tahun 2015
Cross Sectional
Penelitian ini menjelaskan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara status gizi dan kelelahan kerja
dengan nilai korelasi p=0,002
F. Tinjauan Umum Tentang Beban Kerja
Jantung merupakan alat yang sangat penting dalam bekerja. Jantung
merupakan pemompa darah yang dialirkan ke otot-otot, sehingga zat yang
diperlukan dapat dialirkan ke otot. Jantung memompa darah melalui arteri ke
jaringan-jaringan termasuk otot dan vena ke paru-paru. Suatu denyut jantung
merupakan suatu volume denyutan (stroke volume) darah arteri. Dengan
sejumlah denyutan tiap menitnya, maka jantung memompa sejumlah darah
arteri yang cukup untuk keperluan dalam melakukan aktivitas.
45
Saat kegiatan tubuh meningkat, maka jantung harus memompakan
darah lebih banyak, sehingga jumlah denyutan semakin bertambah.
Denyutan jantung dapat diukur dengan denyutan nadi. Dengan bekerja,
mula-mula bertambah, tetapi kemudian menetap sesuai dengan kebutuhan
dan setelah berhenti bekerja, nadi berangsur kembali normal. Jantung yang
baik sanggup meningkatkan jumlah denyutan dan normal kembali setelah
melakukan aktivitas(45).
Tabel 2.6 Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi
Kategori Beban Kerja Denyut Nadi (denyut/menit)
Ringan 75-100
Sedang 100-125
Berat 125-150
Sangat berat 150-175
Sangat berat sekali >175 Sumber: Suma’mur, 2014
Maksimum denyut nadi orang muda adalah 200/menit sedangkan yang
berusia 40 tahun ke atas 170/menit. Jantung yang sehat dalam 15 menit
sesudah kerja akan berdenyut normal kembali yaitu jumlah denyutannya
sama dengan keadaan seperti sebelum orang yang bersangkutan bekerja(45).
Salah satu kebutuhan utama bagi bekerjanya otot adalah zat asam yaitu
oksigen (O2) yang dibawa oleh darah arteri kepada otot untuk pembakaran
zat yang menghasilkan energi. Dalam hubungan ini, banyaknya O2 yang
dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indicator pula
terhadap besarnya beban kerja. Sebagaimana diketahui, O2 diambil oleh
46
kapiler darah di dalam paru kemudian masuk ke dalam darah balik yang
berada dalam paru, darah balik yang kaya oksigen ini masuk ke jantung
untuk dipompa ke seluruh tubuh. Dengan demikian paru dan saluran
pernafasan yang mengambil oksigen dari udara dan memasukkannya ke
dalam darah memainkan peran penting bagi berlangsungnya kerja otot
tenaga kerja(45).
Dalam keadaan istirahat, konsumsi O2 biasanya kurang dari 0,5 L/menit,
tetapi pada saat kerja berat dapat meningkat sampai 5 L/menit. Namun
ternyata tubuh tidak dapat dengan spontan menambah O2 pada saat aktivitas
kerja otot dimulai. Akibatnya, pada menit-menit awal terjadi keterlambatan
tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 disebut utang oksigen (oxygen debt).
Kondisi ini harus dibayar kembali pada saat menit-menit awal istirahat,
fenomena ini dikenal sebagai pembayaran kembali oksigen (repayment O2),
yang dimanifestasikan dengan kecepatan konsumsi O2 yang lebih tinggi dari
kecepatan pada saat istirahat. Karena akhir dari suatu aktivitas yang berat,
otot-otot yang beristirahat membutuhkan suplai oksigen untuk mengonversi
dan mengekskresikan metabolit (asam piruvat dan asam laktat) dan mengisi
simpanan energi awal sel (46).
Beban kerja dalam penelitian ini di ukur atau di deteksi dengan denyut
nadi. Dimana pengukurannya dihitung dengan satuan denyut per menit
(denyut/mnt) pada arteri radialis di pergelangan tangan, sebab di sini paling
praktis dan mudah. Cara menghitungnya yaitu pada arteri radialis dengan
47
memegang pergelangan tangan ibu jari sebelah dorsal dan 3 (tiga) jari
disebelah polar dan yang merasakan adalah jari tengah. Denyut nadi di
hitung permenit, dapat dengan cara menghitung denyut nadi dalam waktu 30
detik kemudian dikalikan 2 (dua). Pada orang yang sehat frekuensi denyut
nadi yang normal yaitu 60-75/menit. Beban kerja fisiologis dapat didekati dari
banyaknya O2 (oksigen) yang digunakan tubuh, jumlah kalori yang
dibutuhkan, denyut jantung suhu netral dan kecepatan penguapan melalui
keringat. Beban kerja ini menentukan bahwa berapa lama seseorang dapat
bekerja sesuai dengan kapasitas kerjanya(38).
Tabel 2.7 Sintesa Penelitian Variabel Beban Kerja
NO PENELITI (TAHUN)
JUDUL PENELITIAN DESAIN
PENELITIAN TEMUAN
1
Cristover Januarius
Rambulangi (2016)
Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan
Kerja Pegawai Badan Pertanahan Nasional Tingkat II Samarinda
Hasil dari penelitian ini didapatkan ada korelasi hubungan antara beban kerja dengan kelelahan kerja dengan nilai
p=0,033
2 Widodo
Hariyono, dkk
Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja dan
Tingkat Konflik Dengan Kelelahan Kerja Perawat
di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota
Yogyakarta
Cross Sectional
Ada hubungan yang kuat antara
beban kerja dengan kellahan kerja dengan nilai
p=0,000
48
G. Kerangka Teori
Faktor Individu : Umur Kondisi Psikologis
Stress Kerja Kebutuhan Kalori
Kurang Status Gizi
IMT
Faktor Lingkungan : Lingkungan Kerja
Ekstrem Beban Kerja Stasiun Kerja Tidak
ergonomis
Sikap Kerja
Faktor Pekerjaan : Kerja Bersifat
Monotomi Kerja Statis Sikap Paksa Waktu Kerja-Istirahat
tidak tepat
Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap Kerja Membungkuk
Ke Meja Kerja
Kerja Selama
8-9 jam/hari
Beban Kerja Statis Pada
Otot Rangka
Membutuhkan Energi Yang Lebih
Banyak
Kelelahan
Kerja
Pemecahan Glikogen Dalam Otot Melalui Proses Anaerobik
Respirasi Anaerob Menghasilkan Asam
Piruvat
Asam Piruvat Selanjutnya Di
Reduksi Menjadi Asam Laktat Ke Dalam
Darah
Kadar Asam Laktat Dalam Darah
Meningkat & Glukosa
Dalam Darah Menurun
Gambar 2.3. Modifikasi Kerangka Teori Faktor-faktor yang meyebabkan kelelahan
(Tarwaka, 2004)
49
H. Kerangka Konsep
KETERANGAN : : Variabel diteliti
: Variabel tidak diteliti
I. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat (1). Kelelahan diatur secara sentral oleh otak, dan pada sususan
syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat
parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang bebeda-
Faktor Individu : Kebutuhan Kalori
Kurang
Faktor Lingkungan : Lingkungan Kerja
Ekstrem
Umur
Stress Kerja
Status Gizi (IMT)
Sikap Kerja
Beban Kerja
Kelelahan
Kerja
50
beda pada setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan
efisiensi dan penuruanan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Terdapat beberapa penilaian kelelahan, yaitu penilaian secara
subjektif dan objektif. Pengukuran kelelahan secara subjektif yaitu
menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2),
Kuesioner Perasaan Kelelahan Secara Subjektif (Subjective feelings of
fatifgue). Dan untuk penilaian kelelahan secara objektif antara lain adalah Uji
Psiko-motor (Psychomotor Test), Uji Hilangnya Kelipan (Flicker-fusin test)
dan yang terakhir adalah menggunakan uji MEA dalam darah yang mana
menilai fluktuasi asam laktat dan glukosa dalam darah. Pada peniliatian ini
penilaian kelelahan kerja menggunakan uji MEA dalam darah. Penilaian
kelelahan pada pekerja didapatkan berdasarkan fluktuasi kadar asam laktat
dan glukosa dalam darah.
Umumnya pada usia lanjut, kemampuan kerja otot semakin menurun
terutama pada pekerja berat. Hal ini juga yang menjadi penyebab terjadinya
perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, seperti sistem kardiovaskular dan
sistem hormonal tubuh maka akan semakin mudahnya seseorang mengalami
kelelahan kerja dan penurunan produktivitas kerja(38). Instrument yang
digunakan untuk mengetahui umur responden yaitu kuesioner.
Stres kerja hampir selalu ada pada setiap pegawai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Teori General Adaption Syndrome menyatakan
apabila stres datang terlalu kuat dan dalam waktu yang lama, kebutuhan
51
energi untuk beradaptasi menjadi habis sehingga timbul kelelahan atau
kolaps(13). Penilaian stress kerja pada penelitian ini menggunakan kuesioner
Survei Diagnostic Stres. Survei diagnostic stress merupakan kuesioner yang
dirancang untuk mengetahui sejauh mana berbagai kondisi hidup yang
sifatnya sangat pribadi menjadi sumber stress.
Stasiun kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi dimana
antropometri tubuh pekerja tidak sesuai dengan lingkungan kerja, sehingga
memaksa pekerja melakukan sikap paksa yang berdapak pada posisi kerja
yang tidak ergonomis. Tidak ergonomisnya postur tubuh yang dilakukan saat
bekerja dapat mengakibatkan energi yang dikeluarkan tubuh untuk bekerja
lebih banyak jika dibandingkan dengan posisi kerja yang ergonomis. Apabila
posisi kerja yang tidak ergonomis tersebut terjadi terus menerus akan
semakin meningkatkan beban kerja pada pekerja itu sendiri secara signifikan,
mengalami kelelahan lebih cepat dikarenakan penggunakan energi yang
berlebihan dan yang paling fatal adalah terjadinya cedera musculokeletal
pada pekerja tersebut. Peilaian stasiun kerja tidak ergonomis pada penelitian
ini yaitu dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assessment
(RULA). RULA merupakan alat ukur yang digunakan untuk menilai posisi
kerja untuk posisi kerja duduk atau bekerja dengan setangah bagian tubuh
bagian atas.
Status gizi merupakan keadaan gizi pekerja dengan melakukan
pengukuran antropometrik berdasarkan indeks antropometri. Kualitas fisik
52
manusia mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja dalam melakukan
suatu kegiatan. Untuk pekerja di indonesia rata-rata memerlukan 40 jam
seminggu untuk bekerja atau kurang lebih 8 – 10 jam sehari. Jumlah waktu
kerja yang panjang ini mendorong tenaga kerja untuk mencukupi sebagian
masukan gizinya (makanan) di tempat kerja agar terhindar dari kelelahan
kerja yang berlebihan. Dan perlu diingat bahwa jumlah masukan gizi
(makanan) harus diseimbangkan dengan jumlah tenaga yang keluar. Untuk
itu perlu diketahui status gizi seseorang untuk menentukan kecukupan zat
gizi. Status gizi pada penelitian ini dengan mengukur BB/TB² (Kg/m²) .
Dari sudut pandang ergonomic, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut. Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari dari satu
kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkat keterampilan,
kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari
pekerja yang bersangkutan. Pengukuran beban kerja pada penelitian ini
dengan mengukur atau di deteksi dengan denyut nadi. Dimana
pengukurannya dihitung dengan satuan denyut per menit (denyut/mnt) pada
arteri radialis di pergelangan tangan, sebab di sini paling praktis dan mudah.
53
J. Definisi Operasional dan Kerangka Objektif
Tabel 2.8. Defini Operasional dan Kerangka Objektif
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Kelelahan Kerja Pada penelitian ini kelelahan kerja adalah kelelahan yang diukur dengan indicator glukosa dan asam laktat dalam darah, dengan menggunakan alat ukur Accutrend Plus dan Easy Touch GCHb. Pengukuran dilakukan sebelum responden melakukan pekerjaannya dan setelah 4 jam responden melakukan pekerjaannya.
Menilai kadar asam laktat dan glukosa dalam darah
Accutrend Plus (asam laktat), dan Easy Touch GCHb (Glukosa darah)
1. Terjadi kelelahan kerja apabila terjadi fluktuasi asam laktat dan glukosa dalam darah (asam laktat meningkat dan glukosa menurun)
2. Tidak terjadi kelelahan kerja apabila tidak terjadi fluktuasi asam laktat dan glukosa dalam darah.
Nominal
2 Umur Umur dalam penelitian ini adalah usia responden yang dihitung sejak tahun kelahiran sampai pada saat penelitian
Menghitung usia responden sejak lahir sampai dilakukan penelitian dengan pembulatan tahun kebawah.
Kuesioner 1. Tua = ≥35 tahun
2. Muda = <35 tahun
(Depkes, 2009)
Nominal
54
dilaksanakan.
3 Stress Kerja Stress kerja pada penelitian ini adalah keadaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh responden yang diukur dengan menggunakan kuesioner survey diagnostic stres.
Menilai total skor kuesioner Survei Diagnostic Stres
Kuesioner 1. Stress ringan = skor total <90
2. Stres berat = skor total ≥90
Nominal
4 Sikap kerja Sikap kerja pada penelitian ini merupakan kondisi dimana posisi bagian-bagian tubuh pekerja bergerak menjauhi posisi alamiahnya yang diukur menggunakan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA).
1. Observasi kegiatan yang dilakukan pekerja dan merekamnya dengan kamera
2. Menilai sikap kerja pekerja dengan metode RULA
Kamera, busur, Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
1. Risiko rendah apabila skor RULA = 1-2
2. Risiko sedang apabila skor RULA = 3-4
3. Risiko tinggi apabila skor RULA = 5-7
Nominal
5 Status Gizi Status gizi dalam penelitian ini merupakan keadaan gizi pegawai yang didapatkan dari pengukuran indeks massa tubuh (BB/TB2) masing-
Mengukur antropometrik berdasarkan indeks antropometrik
Timbangan badan, microtoise stature meter.
1. Gizi kurang = bila IMT responden ≤18,5
2. Gizi normal = bila IMT responden >18,5–25,0
Nominal
55
masing pegawai. 3. Gizi lebih = bila IMT responden >25,0
6 Beban Kerja Beban kerja dalam penelitian ini merupakan keseluruhan tanggungan pekerjaan pegawai yang dikerjakan yang diukur dengan menghitung denyut nadi responden setelah melakukan pekerjaannya.
Pengukuran denyut nadi setelah pegawai melakukan pekerjaannya.
1. Ringan = 75-100
2. Sedang = 101-125
3. Berat =126-150
4. Sangat berat = 151-175
5. Sangat berat sekali = >175
Nominal
56
K. Hipotesis Penelitian
Bertolak dari kerangka konseptual dan kerangka teori terhadap
permasalahan yang dikemukakan maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara Umur dengan kelelahan kerja pegawai PT PLN
(Persero) Wilayah Sulselrabar
2. Ada hubungan antara stress kerja dengan kelelahan kerja pegawai PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar
3. Ada hubungan antara sikap kerja dengan kelelahan kerja pegawai PT
PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar
4. Ada hubungan antara status gizi dengan kelelahn kerja pegawai PT PLN
(Persero) Wilayah Sulseslrabar
5. Ada hubungan beban kerja dengan kelalahan kerja pegawai PT PLN
(Persero) Wilayah Sulseslrabar
6. Ada hubungan antara stress kerja, sikap kerja, kadar Hb, status gizi, dan
beban kerja dengan kelelahan kerja pegawai PT PLN (Persero) Wilayah
Sulselrabar.