analisis implementasi manajemen risiko klinis dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH
SAKIT DI KOTA MAKASSAR
Analysis of Clinical Risk Management Implementation and Its Influencing Factors in Hospitals in Makassar
HALAMAN JUDUL
MARSELLA WAHYUNI OLII
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH
SAKIT DI KOTA MAKASSAR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
MARSELLA WAHYUNI OLII
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Marsella Wahyuni Olii
Nomor mahasiswa : P1806214014
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 26 Februari 2018
Yang menyatakan,
Marsella Wahyuni Olii
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan
judul Analisis Implementasi Manajemen Risiko Klinis dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi pada Rumah Sakit di Kota Makassar dapat penulis
selesaikan.
Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada
Dr.Fridawaty Rivai, SKM.,MARS. selaku pembimbing I dan Prof. Sukri
Palutturi, KM., M.Kes., M.Sc.PH, Ph.D selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi sehingga penulisan
tesis ini dapat selesai.
Dalam proses penyusunan hingga terwujudnya tesis ini, tidak terlepas
dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan
ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Prof. Dr. drg. A. Dzulkifli Abdullah, M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
3. Dr. Ridwan Mochtar Thaha. M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin
vi
4. Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS., Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc dan
Ansariadi, SKM, M.Sc.PH, Ph.D, selaku dewan penguji atas bimbingan,
saran dan masukannya.
5. Seluruh dosen dan pegawai di lingkungan kampus Pascasarjana
Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah
banyak memberikan pengetahuan, informasi, dan bantuan selama
penulis mengikuti pendidikan.
6. Rumah sakit tempat penulis melakukan penelitian:
a. Direktur dan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSUP Wahidin
Sudirohusodo
b. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSUD Labuang Baji
c. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSUD Sayang Rakyat
d. Direktur dan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSK Dr.Tadjuddin
Chalid Makasar
e. Direktur dan Ketua Komite Mutu RSKIAD Pertiwi
f. Direktur dan Ketua Departemen Mutu RS Awal Bros
g. Direktur dan Ketua Komite Mutu RS Stella Maris
h. Direktur dan Sekretaris Komite Mutu RS UNHAS
i. Direktur dan Ketua Komite Mutu RS Pelamonia
7. Pimpinan dan seluruh staf RS Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, tempat
Penulis bekerja, yang telah memberi dukungan dari awal hingga akhir
penyusunan tesis ini.
vii
8. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Magister Administrasi Rumah
Sakit Angkatan XV (MARS XV) yang telah memberikan dukungan selama
pendidikan dan penyusunan tesis ini.
Tesis ini Penulis persembahkan kepada Almarhum Ayah tercinta
(Djamali Olii), Mama tersayang (Djuriah Kaimuddin), Saudara-saudaraku
(Rima Frisandy Olii, Audia Triani Olii, Fatria Mayasari Olii, Winnie Asriaty
Olii), dan terkhusus untuk Suamiku tercinta (Muhammad Rum Setiawan).
Terima kasih untuk semua cinta, doa, semangat dan dukungan yang
diberikan sejak awal penulis kuliah hingga penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mohon saran dan kritik untuk
perbaikan dimasa yang akan datang.
Makassar, 26 Februari 2018
Penulis
Marsella Wahyuni Olii
viii
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………...... i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………………………. iv
PRAKATA……………………………………………………………………... v
ABSTRAK……………………………………………………………………... viii
ABSTRACT.............................................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Kajian Masalah..................................................................... 10
C. Rumusan Masalah............................................................... 19
D. Tujuan Penelitian.................................................................. 19
E. Manfaat Penelitian................................................................ 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori dan Konsep
1. Definisi Manajemen Riisiko Klinis.................................. 22
2. Proses Manajemen Risiko Klinis................................... 23
3. Implementasi Manajemen Risiko Klinis......................... 27
4. Elemen dan Faktor yang Mempengaruhi Manajemen
Risiko Klinis....................................................................
28
B. Tinjauan Hasil Penelitian...................................................... 31
C. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori .…………..……………….…………....... 35
xi
2. Kerangka Konsep ……………………………………....... 37
D. Definisi Operasional............................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ....………………………………………....... 52
B. Pengelolaan Peran Peneliti ………………………….………. 53
C. Waktu dan Lokasi Penelitian …………………......….……… 53
D. Populasi, Sampel dan Informan …………………..……….… 54
E. Unit Analisis dan Sumber Data ……………………..……..… 55
F. Teknik Pengumpulan Data …………….……………..…….… 56
G. Teknik Analisis Data ……………………………….………….. 57
H. Bahan dan Cara Kerja ....…………………..…….…………... 58
I. Pengujian Validitas .....………………………………………... 62
J. Tahapan Penelitian .………………………...…………………. 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum................................................................. 68
B. Hasil Penelitian..................................................................... 73
C. Pembahasan ....................................................................... 116
D. Implikasi Manajerial………………………………………….... 140
E. Keterbatasan Penelitian………………………………………. 142
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………….. 143
B. Saran……………………………………………………………. 144
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 146
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Definisi Operasional .............................................................. 38
Tabel 2 Partisipasi responden berdasarkan jenis rumah sakit............ 73
Tabel 3 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit WS.................................................................................
74
Tabel 4 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit LB..................................................................................
75
Tabel 5 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit SR.................................................................................
76
Tabel 6 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit TC..................................................................................
77
Tabel 7 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit AB..................................................................................
79
Tabel 8 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit UH.................................................................................
80
Tabel 9 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit PL..................................................................................
81
Tabel 10 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit SM.................................................................................
82
Tabel 11 Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah
Sakit PW.................................................................................
83
Tabel 12 Rekapitulasi Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis
pada Rumah Sakit Responden Berdasarkan Nilai Indeks
Penilaian..................................................................................
85
Tabel 13 Persentase Jumlah Rumah Sakit Responden
BerdasarkanTingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis...
87
xiii
Tabel 14 Perbandingan Rata-rata Nilai Indeks Pada Rumah Sakit
dengan Tingkat Implementasi MRK Tinggi dan Rendah.........
89
Tabel 15 Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi Tinggi................................................................
91
Tabel 16 Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi Rendah.............................................................
92
Tabel 17 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Jenis Rumah Sakit... 94
Tabel 18 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Kelas Rumah Sakit.. 94
Tabel 19 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Kepemilikan
RS............................................................................................
95
Tabel 20 Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Akreditasi
Rumah Sakit............................................................................
95
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kajian Masalah Penelitian................................................ 17
Gambar 2 Model Sistem Manajemen Risiko Klinis............................ 30
Gambar 3 Kerangka Teori................................................................. 35
Gambar 4 Kerangka Konsep............................................................. 37
Gambar 5 Indeks Manajemen Risiko Klinis....................................... 59
Gambar 6 Content analysis pertanyaan 1......................................... 98
Gambar 7 Content analysis pertanyaan 2......................................... 101
Gambar 8 Content analysis pertanyaan 3......................................... 103
Gambar 9 Content analysis pertanyaan 4......................................... 105
Gambar 10 Content analysis pertanyaan 5......................................... 107
Gambar 11 Content analysis pertanyaan 6......................................... 108
Gambar 12 Content analysis pertanyaan 7......................................... 110
Gambar 13 Content analysis pertanyaan 8......................................... 112
Gambar 14 Content analysis pertanyaan 9......................................... 113
Gambar 15 Content analysis pertanyaan 10....................................... 115
Gambar 16 Content analysis pertanyaan 11....................................... 116
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian 150
Lampiran 2 Panduan Wawancara 164
Lampiran 3 Rekapitulasi Kuesioner 167
Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara 197
Lampiran 5 Permohonan Ijin Penelitian 214
Lampiran 6 Rekomendasi Persetujuan Etik 215
Lampiran 7 Persetujuan Ijin Penelitian 216
Lampiran 8 Surat Keterangan Selesai Penelitan 223
Lampiran 9 Biodata Peneliti 230
Lampiran 10 Dokumentasi 231
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Pengobatan dapat lebih buruk daripada penyakit itu sendiri”
merupakan istilah yang menggambarkan bahwa keamanan dan keselamatan
pasien masih menjadi hal yang rawan dalam proses perawatan (Vincent,
2011). Keamanan dan keselamatan pasien masih menjadi fokus perhatian
utama dalam pelayanan kesehatan karena risiko yang terkait dengan
pemberian pelayanan tersebut tidak akan dapat dihilangkan secara total
(Briner et al., 2010). Layanan kesehatan yang tidak aman dan memiliki
potensi risiko yang mengancam nyawa menjadi penyebab utama kematian
dan peningkatan angka mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit di
berbagai Negara. Kejadian yang tidak diinginkan atau insiden yang terjadi di
rumah sakit telah dianggap sebagai masalah yang sangat serius diberbagai
belahan dunia, setiap tahunnya jumlah pasien yang meninggal dunia akibat
masalah ini melebihi jumlah pasien yang meninggal akibat kanker payudara
ataupun AIDS. (Adibi et al., 2012).
Masih tingginya prevalensi risiko pada pelayanan kesehatan seperti
KTD (Kejadian Tidak Diinginkan), KNC (Kejadian Nyaris Cedera), dan insiden
klinis lainnya menjadi perhatian besar pada organisasi penyedia layanan
kesehatan (Farokhzadian et al., 2015; Adibi et al., 2012). Beberapa penelitian
2
mengungkapkan bahwa sekitar 2.9%-16.6% pasien mengalami kejadian yang
tidak diinginkan dan 5%-13% diantaranya berakibat pada kematian, dimana
50% dari kejadian ini sebenarnya dapat dicegah (Adibi et al., 2012). Selain
dampak yang ditimbulkan kepada pasien, masalah ini juga memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap faktor sosioekonomi (Farokhzadian et al., 2015).
Codman membuat kategori tentang faktor-faktor yang membuat kegagalan
dalam pengobatan pasien:
a. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan
keterampilan tenaga medis
b. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya ketelitian dalam
pertimbangan untuk tindakan operasi
c. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya perawatan dan
kepedulian
d. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya peralatan
e. Kesalahan yang berhubungan dengan kurangnya kemampuan
mendiagnosa
f. Kondisi penyakit pasien yang sulit disembuhkan
g. Penolakan pasien terhadap pengobatan
h. Kejadian insiden atau komplikasi yang tidak dapat dikontrol (Vincent,
2011)
Manajemen terhadap kejadian yang tidak diharapkan menjadi fokus
perhatian penting setiap hari bagi organisasi dengan risiko tinggi seperti
3
rumah sakit. Dunia kedokteran moderen telah berkembang menjadi bentuk
yang kompleks pada proses perawatan dan pelayanannya. Hal ini
menyebabkan peningkatan peluang untuk perbaikan pelayanan namun dilain
pihak juga meningkatkan risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan yang
dapat membahayakan pasien. Perubahan demografi pasien juga
memberikan tantangan dalam praktek kedokteran (Briner et al., 2010;
Farokhzadian et al., 2015). Oleh karena lingkungan rumah sakit serta
kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalamnya memiliki banyak risiko, maka
program identifikasi risiko menjadi sangat penting untuk efisiensi dan
efektifitas pelayanan (Zaboli et al., 2011). Organisasi penyedia layanan
kesehatan bertanggungjawab untuk menyediakan layanan yang berkualitas
kepada pasien dan sekaligus bertanggungawab untuk menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien dan pegawai.
Dalam sistem layanan kesehatan, khususnya rumah sakit,
permasalahan yang disebabkan oleh kelalaian dan kinerja pegawai yang
buruk selalu menjadi momok yang menjerat pihak manajemen.
Permasalahan yang sering muncul antara lain kesalahan perawatan,
kesalahan diagnosis, salah amputasi, cedera saraf pada bayi saat persalinan,
kematian ibu karena kesalahan penanganan, kesalahan penggunaan alat,
kesalahan daerah operasi, meninggalkan sponge pada daerah operasi dan
infeksi nosokomial (Zaboli et al., 2011). Dan untuk organisasi penyedia
layanan kesehatan yang kompleks seperti rumah sakit, tantangan terhadap
4
keselamatan pasien tersebut lebih sering disebabkan oleh faktor
organisasional dibandingkan faktor klinis. Oleh karena itu untuk mengatasi
tantangan ini maka perlu penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko
Klinis yang sistematis (Briner et al., 2013; Adibi et al., 2012).
The Institute of Medicine (IOM) dalam laporannya mengindikasikan
bahwa sebagian besar risiko klinis bersumber dari permasalahan dan
insufisiensi pada sistem pelayanan kesehatan (Adibi et al., 2012). Dan
meskipun WHO telah menekankan Implementasi Manajemen Risiko Klinis,
namun masih banyak indikator yang menunjukkan bahwa pelayanan
kesehatan masih belum aman seperti yang diharapkan dan bahwa hak-hak
pasien masih belum sepenuhnya dipenuhi. Penelitian menunjukkan bahwa
sekitar 4%-17% pasien masih menderita akibat bahaya Risiko klinis yang
terjadi, seperti kecacatan, kesakitan, memanjangnya waktu rawat inap
bahkan kematian (Farokhzadian et al., 2015). Risiko klinis menyebabkan
masalah yang sangat serius dalam pelayanan kesehatan, dan angka
kematian akibat Risiko klinis ini melebihi angka kematian akibat AIDS atau
kanker payudara setiap tahunnya (Adibi et al., 2012). Selain masalah yang
langsung ditimbulkan terhadap pasien, Risiko klinis juga menyebabkan beban
finansial yang sangat signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan
(Farokhzadian et al., 2015).
Laporan WHO yang dirilis pada Bulan Juni 2014 mengungkap 10 fakta
tentang keselamatan pasien, yaitu:
5
1. Keselamatan pasien menjadi isu kesehatan global yang serius. Sejak
diluncurkannya Program Keselamatan pasien oleh WHO pada Tahun
2004, saat ini sekitar 140 negara sedang berjuang menghadapi
tantangan pelayanan yang tidak aman.
2. Satu dari 10 pasien mengalami kecelakaan/kejadian yang tidak
diinginkan selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Hal ini
khususnya terjadi di negara-negara berkembang. Masalah yang muncul
diakibatkan oleh beragam kesalahan atau kejadian yang tidak diinginkan.
3. Infeksi nosokomial rata-rata terjadi pada 14 pasien dari setiap 100 pasien
yang masuk rumah sakit. Ratusan juta pasien tertular infeksi nosokomial
setiap tahunnya diseluruh dunia, padahal dengan tindakan pencegahan
yang sederhana dan murah seperti mencuci tangan dengan benar dapat
mengurangi angka infeksi nosokomial lebih dari 50%.
4. Banyak masyarakat yang masih mendapatkan kesulitan untuk
memperoleh layanan alat kesehatan yang memadai. Lebih separuh dari
negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah tidak memiliki
kebijakan nasional terkait teknologi kesehatan yang mampu menjamin
efektifitas penggunaan sumber daya yang dimiliki, yang meliputi
perencanaan yang baik, penilaian menyeluruh, akuisisi dan manajemen
peralatan medis.
5. Terjadi penurunan insiden injeksi yang tidak aman dari tahun 2000
hingga tahun 2010 sebesar 88%.
6
6. Pembedahan yang aman memerlukan pendekatan kerjasama tim yang
baik. Diperkirakan sebanyak 234 juta operasi dilakukan setiap tahunnya
di seluruh dunia. Tindakan operasi berkaitan erat dengan Risiko
terjadinya komplikasi. Kesalahan operasi dapat menyebabkan beban
penyakit yang sangat signifikan, meskipun dikatakan bahwa 50%
komplikasi yang berkaitan dengan tindakan operasi tersebut dapat
dihindari.
7. Sekitar 20%-40% pembiayaan kesehatan menjadi terbuang sia-sia
karena rendahnya kualitas layanan. Penelitian menunjukkan bahwa
penambahan waktu perawatan, biaya litigasi, infeksi nosokomial,
kecacatan, hilangnya produktifitas, dan biaya medis lainnya
menghabiskan dana sebesar USD 18 Milyar setiap tahunnya di beberapa
negara. Oleh karena itu maka peningkatan keselamatan pasien juga
akan sangat menguntungkan dari segi ekonomi.
8. Rendahnya sistem pencatatan/perekaman keselamatan pelayanan
kesehatan. Industri-industri lain dengan Risiko yang lebih tinggi, seperti
industri penerbangan dan nuklir, memiliki sistem perekaman keselamatan
yang lebih baik dibandingkan dengan industri layanan kesehatan.
Sebagai perbandingannya, di dalam penerbangan peluang terjadinya
kecelakaan pada seorang penumpang adalah 1 berbanding 1.000.000,
sedangkan pada pelayanan kesehatan peluang terjadinya
7
kecelakaan/kejadian yang tidak diinginkan dari seorang pasien adalah 1
berbanding 300.
9. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan masyarakat merupakan
faktor kunci. Pengalaman dan perspektif masyarakat merupakan sumber
yang berharga untuk mengidentifikasi kebutuhan, mengukur kemajuan
serta mengevaluasi outcome yang ada.
10. Kemitraan rumah sakit memainkan peranan yang penting. Kemitraan
antara rumah sakit dalam peningkatan keselamatan dan kualitas
pelayanan kepada pasien telah dilaksanakan selama beberapa dekade
dalam hal kerjasama teknis antara tenaga kesehatan (WHO, 2014)
Manajemen risiko memainkan peran yang sangat penting dalam
mencegah dan menangani kesalahan medis, karena dapat dilakukan
identifikasi dan pencegahan terhadap potensi risiko. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa menciptakan pemahaman yang luas dan mendalam
tentang manajemen kesalahan medis dapat meningkatkan pelayanan kepada
pasien yang berhubungan dengan pelaporan insiden (Zaboli et al., 2011).
Penerapan manajemen risiko telah terbukti mampu menurunkan angka
kesalahan pada unit gawat darurat (Zimmer et al., 2010). Pendekatan yang
berdasar pada manajemen risiko prospektif dapat secara efektif
meningkatkan keselamatan di rumah sakit (Pretagostini et al., 2010). Neale
Graham dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 20% insiden terjadi di
dalam kamar operasi dan bahwa penerapan manajemen risiko dapat
8
mengurangi angka kejadian tersebut. Demikian juga dengan Handel yang
menyatakan bahwa penerapan program manajemen risiko dapat secara
efektif mengurangi angka kesalahan medis (Zaboli et al., 2011). Penelitian
yang dilakukan di Kementerian Kesehatan Pendidikan Kedokteran Iran
mengungkapkan bahwa clinical governance merupakan suatu kerangka kerja
untuk mencapai pelayanan klinis yang prima (Dehnavieh et al., 2013),
dimana Manajemen Risiko Klinis merupakan komponen yang penting dalam
clinical governance tersebut (Webb et al., 2010), oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa Manajemen Risiko Klinis memainkan peran yang penting
untuk mencapai pelayanan klinis yang prima.
Setelah melakukan penelitian terhadap human errors dan sistem
manajemen risiko klinis pada institusi kesehatan di Italia, Verbano dan Turra
menyimpulkan bahwa perhatian terhadap risiko dan manajemennya berbeda
di setiap rumah sakit yang berkaitan dengan perbedaan budaya pada setiap
orang, dan bahwa budaya risiko harus ditegakkan melalui program pelatihan
manajemen risiko, penerapan manajemen risiko klinis dan investigasi
kebijakan, serta penekanan pada tata kelola klinis di rumah sakit (Verbano
and Turra, 2010). Sementara Alan wolfe et al dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa setelah diterapkannya manajemen risiko di unit gawat
darurat terjadi penurunan angka kecelakaan/kesalahan medis dari 3,24%
menjadi 0,48% (Zaboli et al., 2011).
9
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa salah satu elemen dasar
dalam keselamatan pasien adalah penerapan program manajemen risiko.
Penilaian terhadap manajemen risiko di rumah sakit adalah infrastruktur dari
suatu perencanaan penerapan manajemen krisis yang merupakan salah satu
isu mendasar di dunia kedokteran (Zaboli et al., 2011). Hasil penelitian Zaboli
et al di rumah sakit di Kota Tehran pada Tahun 2011 menunjukkan minimnya
kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko di bangsal.
Penting bagi rumah sakit untuk menilai status kemapanan
implementasi manajemen risiko yang mereka miliki sebagai dasar dan
penunjuk arah dalam pengembangan program manajemen risiko klinis.
Dalam penelitian yang terkait dengan Manajemen Risiko Klinis di beberapa
negara, telah berhasil diidentifikasi hambatan-hambatan dalam
penerapannya, antara lain beban kerja yang tinggi, kurangnya sumber daya
keuangan dan fisik, budaya organisasi, program pelatihan yang tidak
memadai, pendidikan yang tidak memadai (Adibi et al., 2012), pergantian
manager yang cepat, kurangnya dukungan kepemimpinan, dan kurangnya
penilaian dan pengawasan terhadap jalannya program Manajemen Risiko
Klinis (Dehnavieh et al., 2013).
Meskipun telah banyak literatur dan penelitian yang mengungkapkan
berbagai komponen dan instrumen dari Manajemen Risiko Klinis (checklist,
sistem pelaporan insiden, metode-metode penilaian risiko), namun masih
sedikit yang mengkaji implementasi dan tingkat kemapanan penerapan
10
Manajemen Risiko Klinis secara keseluruhan (tingkat pengembangan
Manajemen Risiko Klinis) di rumah sakit (Briner et al., 2013; Briner et al.,
2010) apalagi di Indonesia, terkhusus Kota Makassar. Oleh karena itu maka
penelitian ini ingin menilai tingkat kemapanan penerapan Manajemen Risiko
Klinis serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
B. Kajian Masalah
Beberapa elemen penting dalam Manajemen Risiko Klinis telah
diungkapan dalam beberapa penelitian. Elemen-elemen ini mempengaruhi
tingkat keberhasilan implementasi program tersebut. Menurut Briner et al.
(2010) elemen terpenting dari Manajemen Risiko Klinis adalah:
1. Pendekatan sistematis terhadap risiko klinis dan keselamatan pasien
2. Implementasi proses manajemen risiko
3. Kepemimpinan
4. Partisipasi staf
5. Budaya keselamatan pembelajaran dari insiden atau kesalahan yang
terjadi
6. Pendidikan dan pelatihan
Sedangkan menurut Adibi et al. (2012) elemen yang berpengaruh dalam
sistem manajemen risiko adalah:
1. Nilai, prinsip dan komitmen organisasi
2. Kepemimpinan dan pembimbingan
11
3. Kewenangan, tanggungjawab dan komunikasi
4. Perencanaan sistem dan tugas
5. Sistem manajemen informasi dan monitoring
Adapun Zaboli (2011) dan Farokhzadian (2015) yang melakukan penelitian
terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai unit yang berbeda
memilih variabel manajemen risiko sebagai berikut:
1. Pemahaman staf terhadap manajemen risiko
2. Status pengorganisasian manajemen risiko
3. Kebijakan dan prosedur
4. Pelatihan manajemen risiko
5. Posisi manajemen risiko
6. Pemantauan analisis, evalusi dan kontrol risiko
Dalam buku Risk Management Handbook for Health Care Organization,
disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen risiko
pada organisasi kesehatan adalah:
1. Elemen penentu, yaitu kewenangan, visibilitas, komunikasi dan kordinasi
2. Ruang lingkup program manajemen risiko
3. Strategi
4. Kebijakan dan prosedur (Carroll, 2009)
12
Keseluruhan teori ini memiliki kesamaan dalam faktor inti dari elemen yang di
anggap berpengaruh, sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
faktor mendasar dalam Manajemen Risiko Klinis adalah sebagai berikut:
1. Nilai dan prinsip organisasi
Nilai dan prinsip organisasi merupakan hal yang mendasar yang
menunjang kesuksesan implementasi Manajemen Risiko Klinis. Nilai-nilai
dan prinsip-prinsip tersebut harus menunjukkan komitmen rumah sakit
dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien dan menempatkan
manjemen risiko sebagai prioritas. Menempatkan keselamatan sebagai
prioritas, membuat dan melaksanakan suatu pendekatan yang tidak
identik dengan hukuman, serta menyediakan sumber daya esensial dan
staf yang efisien merupakan tugas utama rumah sakit.
2. Pendekatan sistematis
Pendekatan yang sistematis merupakan salah satu faktor kunci untuk
dapat mengimplementasikan Manajemen Risiko Klinis. Hal ini berkaitan
dengan integrasi organisasi, ruang lingkup kewenangan, alokasi sumber
daya, tujuan strategis dan operasional serta tata kelola klinis.
Terintegrasinya unit atau penanggungjawab Manajemen Risiko Klinis
kedalam struktur organisasi rumah sakit akan memberikan kekuatan
hukum yang lebih serta kejelasan alur kordinasi, demikian pula dengan
penentuan ruang lingkup kewenangan yang detail akan memberikan arah
dalam pelaksanaan program tersebut. Pengalokasian sumber daya yang
13
memadai penting sebagai mesin penggerak dalam suatu program, baik
itu sumber daya manusia yang sesuai (latar belakang profesi, pendidikan,
pelatihan) maupun sumber daya keuangan yang mencukupi untuk
menjalankan seluruh kegiatan. Tujuan strategis dan tujuan operasional
dibuat sebagai pedoman dan panduan dalam pelaksanaan program.
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan menentukan kondisi kerja yang kondusif untuk dapat
mengeksekusi program Manajemen Risiko Klinis dengan sukses. Dalam
kepemimpinan juga terdapat unsur pembelajaran dan pengembangan
yang harus dilakukan oleh seorang Manajer Rumah Sakit dari berbagai
laporan insiden dan kesalahan yang terjadi serta dari hasil analisa yang
dilakukan. Seorang Pemimpin Rumah Sakit juga harus menjamin adanya
kebijakan, prosedur dan uraian tugas tertulis yang mendukung
pelaksanaan Manajemen Risiko Klinis.
4. Partisipasi staf
Partisipasi staf juga merupakan elemen yang berpengaruh untuk
menentukan kondisi yang kondusif bagi eksekusi program Manajemen
Risiko Klinis. Peran aktif staf sangat diperlukan dalam implementasi
Manajemen Risiko Klinis baik di tingkat organisasi rumah sakit maupun
pada tingkat unit pelayanan. Staf diharapkan aktif untuk melaporkan jika
terjadi insiden atau kesalahan di unit kerjanya tanpa merasa takut untuk
disalahkan atas insiden tersebut dan juga memberikan umpan balik.
14
Dalam proses pelaporan tersebut juga akan terjadi proses pembelajaran
bagi staf, sehingga diharapkan insiden atau kesalahan yang sama tidak
akan terulang. Untuk memudahkan kordinasi antara unit pelayanan
dengan penanggungjawab program Manajemen Risiko Klinis maka
diperlukan seorang penghubung yang aktif memantau dalam lingkup unit
pelayanan dan membuat laporan.
5. Komunikasi dan informasi
Komunikasi yang berjalan baik antara semua pihak yang terkait dengan
program Manajemen Risiko Klinis, baik itu dari penanggungjawab
program, pimpinan rumah sakit dan penghubung di unit pelayanan, serta
alur informasi yang lancar dan transparan memudahkan terjadinya
kordinasi.
6. Budaya keselamatan
Salah satu faktor utama yang diperlukan untuk berjalannya program
Manajemen Risiko dengan baik adalah terciptanya budaya untuk tidak
menyalahkan (non-blaming culture). Hal ini bisa membuat staf lebih
terbuka untuk melaporkan insiden atau kesalahan yang terjadi di unit
kerja mereka tanpa adanya rasa takut untuk disalahkan atas insiden
tersebut. Hal ini menjadi penting karena pembelajaran atas insiden atau
kesalahan yang terjadi hanya bisa berproses jika data insiden tersebut
dapat tercatat dan kemudian dianalisa untuk dipelajari dan kemudian
dibuat langkah pencegahan. Faktor lainnya dari budaya keselamatan
15
adalah menbuat standardisasi terhadap semua prosedur tindakan yang
dilaksanakan di rumah sakit, hal ini dapat meminimalkan terjadinya risiko
serta meningkatkan keselamatan pasien maupun pegawai.
7. Pembelajaran
Tujuan utama dari faktor pembelajaran ini adalah agar insiden atau
kesalahan yang telah terjadi tidak terulang lagi. Untuk mendukung
berjalannya proses pembelajaran ini maka rumah sakit perlu
mengembangkan sistem pelaporan insiden pada tingkat rumah sakit
secara umum maupun pelaporan insiden lokal pada tingkat unit
pelayanan. Sistem pelaporan ini kemudian didukung dengan
pendokumentasian yang baik, sehingga semua data laporan dapat
tersimpan dengan baik dan dapat digunakan setiap saat.
8. Pendidikan dan pelatihan
Pihak manajemen rumah sakit perlu menjamin bahwa tenaga yang
ditempatkan sebagai penanggungjawab Manajemen Risiko Klinis
memiliki kompetensi memadai. Perlu diperhatikan latar belakang
pendidikan dan latar belakang profesi yang bersangkutan. Pengetahuan
dan keterampilan pegawai yang terkait dengan program Manajemen
Risiko Klinis juga perlu untuk diperbaharui melalui program pelatihan
berkelanjutan.
16
9. Proses implementasi
Proses implementasi Manajemen Risiko Klinis berjalan pada tingkat
rumah sakit secara umum dan pada tingkat unit pelayanan. Proses ini
merupakan faktor kunci untuk berjalannya program Manajemen Risiko
Klinis secara sistematis. Faktor-faktor lain memberikan pengaruh yang
spesifik pada masing-masing proses ini. Sebagai contoh faktor
kepemimpinan memberikan pengaruh pada proses Manajemen Risiko
Klinis yang terjadi di tingkat rumah sakit, sedangkan faktor komunikasi
dan informasi mempengaruhi proses yang terjadi di tingkat unit layanan.
10. Metode analisa risiko
Faktor ini memberikan gambaran tentang metode yang digunakan oleh
rumah sakit untuk melakukan analisa terhadap insiden ataupun
kemungkinan risiko yang dilaporkan. Metode yang digunakan antara lain
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Root cause Analysis
(RCA).
11. Sistem manajemen informasi dan monitoring
Sistem ini merupakan pendukung terhadap sistem pelaporan dan
dokumentasi yang dibutuhkan untuk pembelajaran.
(Briner et al., 2010; Adibi et al., 2012; Zaboli et al., 2011; Carroll, 2009)
Berikut skema kajian masalah untuk Manajemen Risiko Klinis:
17
Gambar 1. Kajian Masalah Penelitian (Modifikasi Teori Brinner (2010); Adibi
(2012); Zaboli (2011); Robert Caroll (2009))
PATIENT SAFETY(masih menjadi masalah)
Setiap tahunnya jumlah pasien yang meninggal dunia akibat insiden/kesalahan melebihi jumlah pasien yang meninggal akibat kanker payudara ataupun AIDS. (Adibi et al., 2012).
2.9%-16.6% pasien mengalami kejadian yang tidak diinginkan dan 5%-13% diantaranya berakibat pada kematian, dimana 50% dari kejadian ini sebenarnya dapat dicegah (Adibi et al., 2012)
Satu dari 10 pasien mengalami kecelakaan/kejadian yang tidak diinginkan selama mendapatkan perawatan di rumah sakit (WHO, 2014)
20%-40% pembiayaan kesehatan menjadi terbuang sia-sia karena rendahnya kualitas layanan (WHO, 2014)
Dalam penerbangan peluang terjadinya kecelakaan pada seorang penumpang adalah 1 berbanding 1.000.000, sedangkan pada pelayanan kesehatan peluang terjadinya kecelakaan/kejadian yang tidak diinginkan dari seorang pasien adalah 1 berbanding 300 (WHO, 2014)
a.Kesalahan yang berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tenaga medis
b.Kesalahan yang berhubungan dengan
kurangnya ketelitian dalam pertimbangan
untuk tindakan operasi
c.Kesalahan yang berhubungan dengan
kurangnya perawatan dan kepedulian
d.Kesalahan yang berhubungan dengan
kurangnya peralatan
e.Kesalahan yang berhubungan dengan
kurangnya kemampuan mendiagnosa
f.Kondisi penyakit pasien yang sulit
disembuhkan
g.Penolakan pasien terhadap pengobatan
h.Kejadian insiden atau komplikasi yang
tidak dapat dikontrol
(Vincent, 2011)
Dampak
1. Peningkatan Mortalitas
2. Peningkatan Morbiditas
3. Masalah finansial
4. Masalah hukum
5. Penurunan kepercayaan
masyarakat terhadap
Dokter/RS
MANAJEMEN RISIKO
Butuh Manajemen Risiko untuk mengatasi masalah
(Briner et al., 2013), (Adibi et al., 2012)
Risiko yang berhubungan dengan
perawatan pasien
Risiko yang berhubungan dengan
staf medis
Lain-lain
(Caroll, 2009)
Risiko keuangan
Risiko yang berhubungan dengan
bangunan/peralatan
Risiko yang berhubungan dengan
pegawai
MANAJEMEN RISIKO KLINIS
Dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, permasalahan yang disebabkan oleh kelalaian dan kinerja pegawai yang buruk selalu menjadi momok yang menjerat pihak manajemen. (Zaboli et al., 2011)
Untuk organisasi penyedia layanan kesehatan yang kompleks seperti rumah sakit, tantangan terhadap keselamatan pasien tersebut lebih sering disebabkan oleh faktor organisasional dibandingkan faktor klinis. Oleh karena itu untuk mengatasi tantangan ini maka perlu penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko Klinis yang sistematis (Briner et al., 2013), (Adibi et al., 2012)
2. Pendekatan Sistematis
a. Integrasi organisasi
b. Ruang lingkup kewenangan
c.Alokasi sumber daya (SDM,
Keuangan)
d. Tujuan strategis
e. Tujuan operasional
f. Tata kelola klinis
4. Partisipasi Staf
a. Peran aktif staf
b. Pembelajaran
c. Petugas penghubung/komunikasi di
unit layanan
5. Komunikasi, Informasi dan kordinasi
1. Nilai dan Prinsip Organisasi
3. Kepemimpinan
a. Kepemimpinan
b. Pembelajaran dan pengembangan
c. Kebijakan, prosedur dan Uraian
tugas tertulis
6. Karakteristik struktural organisasi
12. Sistem Manajemen informasi dan
monitoring
9. Pendidikan dan Pelatihan
a. Latar belakang profesi
b. Pelatihan berkelanjutan
7. Budaya Keselamatan
a. Budaya tidak menyalahkan (non-
blaming culture)
b. Standarisasi prosedur
8. Pembelajaran
a. Sistem pelaporan insiden RS
b. Sitem pelaporan insiden lokal
c. Dokumentasi
11. Metode analisa resiko
10. Proses Implementasi
1. Proses implementasi di tingkat
organisasi
2. Proses implementasi di tingkat unit
layanan
18
Faktor-faktor di atas merupakan elemen yang ada dalam Manajemen Risiko
Klinis, namun untuk melihat sejauh mana tingkat kemapanan
implementasinya tidak semua faktor tersebut dinilai. Menurut Briner ( 2013)
faktor-faktor yang dinilai untuk melihat tingkat kemapanan implementasi
Manajemen Risiko Klinis pada tingkat rumah sakit adalah:
1. Proses implementasi pada tingkat rumah sakit
2. Kepemimpinan
3. Partisipasi staf
4. Pelatihan
5. Pelaporan insiden pada tingkat rumah sakit
Sedangkan untuk melihat tingkat kemapanan implementasi pada tingkat unit
pelayanan yang dilihat adalah:
1. Proses implementasi pada tingkat unit pelayanan
2. Komunikasi dan informasi
3. Dokumentasi
4. Pembelajaran dan pengembangan
5. Pelatihan
6. Pelaporan insiden lokal (Briner et al., 2013)
Oleh karena itu maka pada penelitian ini Peneliti akan terlebih dahulu
memfokuskan pada faktor-faktor tersebut untuk bisa mendapatkan gambaran
implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit yang diteliti dan
19
kemudian mengkategorikan rumah sakit tersebut berdasarkan tingkat
kemapanan implementasinya.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah sakit di
Kota Makassar?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap implementasi
Manajemen Risiko Klinis?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah
sakit di Kota Makassar.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
Manajemen Risiko Klinis.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan mafaat sebagai berikut:
1. Manfaat bagi pengembangan Ilmu
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen akademik yang dapat
dijadikan acuan bagi para akademisi yang ingin melakukan kajian
terhadap program patien safety dan Manajemen Risiko Klinis dari
perspektif lain.
20
b. Mengingat kurangnya penelitian yang terkait dengan Manajemen
Risiko Klinis khususnya di Indonesia, maka penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya referensi hasil penelitian tentang hal tersebut.
2. Manfaat bagi Institusi/Rumah Sakit
a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis di
organisasi/rumah sakit mereka.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi dasar dalam
melakukan pengembangan program Manajemen Risiko Klinis di
rumah sakit.
c. Memberikan arah bagi pengembangan dan peningkatan program
patient safety di rumah sakit.
d. Menjadi masukan bagi pihak manajemen untuk melakukan penguatan-
penguatan pada faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
Manajemen Risiko Klinis
3. Manfaat bagi Peneliti
Bagi peneliti, manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa dari semua
tahapan penelitian yang dilakukan serta dari hasil penelitian yang
diperoleh dapat memperluas wawasan serta pengetahuan empirik penulis
terhadap bidang ilmu kesehatan masyarakat pada umumnya dan
khususnya dalam bidang manajemen pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
21
4. Manfaat bagi Penelitian lain
a. Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran
peta implementasi Manajemen Risiko Klinis pada rumah sakit yang
berbeda di kota Makassar.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan
data untuk pengembangan penelitian lanjutan terkait Manajemen
Risiko Klinis.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Dan Konsep
1. Definisi Manajemen Risiko Klinis
Risiko didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian akan munculnya
suatu kejadian di masa yang akan datang. Semakin tinggi tingkat
ketidakpastian ini maka akan semakin tinggi pula kemungkinan risiko
yang akan terjadi (Zaboli et al., 2011). Ruang lingkup manajemen risiko
dalam dunia kesehatan terdiri dari:
a. Risiko yang berhubungan dengan perawatan pasien
b. Risiko yang berhubungan dengan staf medis
c. Risiko yang berhubungan dengan pegawai
d. Risiko yang berhubungan dengan bangunan/peralatan
e. Risiko keuangan
f. Lain-lain (Carroll, 2009)
Manajemen Risiko Klinis sendiri merupakan suatu bagian dan bentuk
spesifik dari manajemen risiko yang berfokus pada proses klinis yang
berhubungan dengan pasien, baik itu proses yang secara langsung
bersentuhan dengan pasien maupun yang tidak langsung.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Manajemen Risiko klinis merupakan
keseluruhan struktur, proses, instrumen dan aktivitas yang
23
membuat rumah sakit dapat mengidentifikasi, menganalisa, dan
menangani risiko yang mungkin muncul pada saat perawatan dan
pemberian layanan (Briner et al., 2010). Manajemen risiko dalam
pelayanan kesehatan juga dapat didefinisikan sebagai suatu keragaman
pengukuran yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas dan
penjaminan keselamatan dalam pelayanan terhadap pasien (Zaboli et al.,
2011). Sedangkan The Joint Commision mendefinsikan manajemen risiko
klinis dalam pelayanan kesehatan sebagai semua aktifitas klinis dan
adminitratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengurangi risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan terhadap
pasien, pegawai dan pengunjung, serta mengurangi kerugian terhadap
organnisasi itu sendiri (Adibi et al., 2012). Manajemen risiko rumah sakit
merupakan suatu program untuk mengurangi angka kejadian dan
prevalensi dari kasus-kasus yang dapat dicegah. Manajemen risiko
adalah alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan medis di rumah sakit (Zaboli et al., 2011). Sedangkan patient
safety atau keselamatan pasien didefinisikan sebagai upaya untuk
menghindari, mencegah dan memperbaiki kejadian yang tidak diinginkan
atau kerugian yang ditimbulkan dari proses perawatan (Vincent, 2011).
2. Proses Manajemen Risiko Kinis
Manajemen Risiko Klinis meliputi keseluruhan struktur, proses,
instrumen dan aktivitas yang membuat rumah sakit dapat
24
mengidentifikasi, menganalisa, dan menangani risiko yang mungkin
muncul pada saat perawatan dan pemberian layanan (Briner et al., 2013).
Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan menjamin keamanan pasien, pengunjung, dan pegawai
serta dapat menurunkan biaya yang berhubungan dengan sistem
pelayanan kesehatan (Farokhzadian et al., 2015; Verbano and Turra,
2010). Oleh karena itu maka dikatakan bahwa Manajemen Risiko Klinis
memainkan peran yang sangat penting untuk mendukung rumah sakit
meningkatkan keselamatan pasien (Briner et al., 2013). Seperti halnya
sistem manajemen keselamatan pasien, Manajemen Risiko Klinis yang
sistematis mengintegrasikan pendekatan proaktif maupun reaktif dan
berfokus pada rumah sakit sebagai suatu sistem dan bukan pada individu
serta potensi mereka untuk melakukan kesalahan (Briner et al., 2010).
Setiap organisasi memiliki risiko masing-masing. Risiko tercipta dari
dampak internal maupun eksternal, namun upaya untuk mengelola risiko
tersebutlah yang menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi
(Zaboli et al., 2011). Tujuh langkah dalam proses manajemen risiko
adalah:
1. Menetapkan konteks
2. Identifikasi
3. Analisis
4. Evaluasi
25
5. Menangani risiko
6. Pemantauan dan peninjauan berkelanjutan
7. Komunikasi dan konsultasi (Adibi et al., 2012)
Sedangkan menurut George L. Head dan Stephen Horn II, proses
manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu:
1. Identifikasi dan analisis paparan kerugian
2. Mempertimbangkan alternatif teknik yang memungkinkan
3. Memilih teknik atau kombinasi teknik manajemen risiko terbaik
4. Menerapkan teknik terpilih
5. Memantau dan meningkatkan program manajemen risiko (Carroll,
2009)
Adalah suatu hal yang penting untuk menempatkan manajemen
risiko sebagai prioritas dalam program rumah sakit, membuat kebijakan
yang mendukung implementasinya diantara pegawai, terutama bagi para
Dokter dan Perawat yang harus paham tentang metode-metode
manajemen risiko di rumah sakit (Zaboli et al., 2011). Joint Commission
of Accreditation dalam beberapa standarnya telah menekankan kepada
rumah sakit untuk menerapkan manajemen risiko dan dalam proses
akreditasi berfokus pada peran organisasi untuk mencegah
kejadian dan kecelakaan yang tidak diinginkan guna peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan (Zaboli et al., 2011). Dimana tujuan utama dari
manajemen Risiko Klinis ini adalah untuk menunjukkan
26
komitmen dari pihak manajemen rumah sakit untuk memantau
keseluruhan praktek klinis yang berlangsung dan untuk melindungi
keselamatan pasien (Adibi et al., 2012).
Banyak instrumen manajemen risiko yang diadaptasi dari industri-
industri lain yang memiliki risiko tinggi, seperti industri penerbangan,
misalnya pelaporan insiden yang banyak diterima dan diterapkan di
rumah sakit karena dianggap sebagai suatu metode yang dapat
mendorong pembelajaran dari insiden yang terjadi (Briner et al., 2010).
Standar manajemen risiko yang digunakan di Australia dan Selandia Baru
dianggap sebagai salah satu standar yang paling komprehensif dan
dapat diterapkan di rumah sakit. Standar ini menggambarkan manajemen
risiko sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik dan
menyatakan bahwa manajemen risiko harus masuk dalam praktek
organisasi dan proses bisnis. Standar ini juga menekankan pada
komunikasi di dalam maupun antar semua unit organisasi. Elemen utama
dalam standar ini adalah:
a. Strategi risiko; menentukan konteks manajemen risiko eksternal
maupun internal, mengembangkan kriteria dan menetapkan struktur
manajemen risiko.
b. Identifikasi risiko; mengidentifikasi apa, kapan, dimana, bagaimana
dan mengapa suatu insiden bisa terjadi
27
c. Analisa risiko: menentukan konsekuensi dan insiden-insiden yang
mungkin terjadi serta tingkat risikonya.
d. Evaluasi risiko: membandingkan risiko terhadap kriteria dan
menentukan prioritas. Memutuskan tindakan yang dibutuhkan.
e. Penanganan masalah: mengidentifikasi pilihan-pilihan yang ada.
Menyiapkan dan menjalankan rencana tindakan (Briner et al., 2010)
3. Implementasi manajemen Risiko Klinis
Untuk menerapkan dan mengembangkan Manajemen Risiko Klinis
dengan sukses dan memonitor perkembangannya dari waktu ke waktu,
rumah sakit membutuhkan data tentang kekuatan dan kelemahan mereka
(Briner et al., 2010). Implementasi Manajemen Risiko Klinis dapat diukur
baik pada tingkat organisasi rumah sakit secara umum maupun pada
tingkat unit pelayanan. Perbedaan pengukuran ini dilakukan untuk
membuat penilaian menjadi lebih akurat karena mempertimbangkan
difusi dan homogenitas dari komponen dan instrumen Manajemen Risiko
Klinis (Briner et al., 2013; Briner et al., 2010).
Berapa variabel yang mempengaruhi kemapanan implementasi
Manajemen Risiko Klinis pada tingkat organisasi rumah sakit
sebagaimana yang dijelaskan di atas adalah proses manajemen risiko
yang sedang berjalan di tingkat organisasi, kepemimpinan, partisipasi
staf, pelatihan, dan sistem pelaporan insiden. Sedangkan variable yang
berpengaruh pada tingkat unit pelayanan adalah proses manajemen
28
risiko yang berjalan di tingkat unit pelayanan, komunikasi dan informasi,
dokumentasi, pembelajaran dan pengembangan, pelatihan dan sistem
pelaporan insiden lokal (Briner et al., 2013).
Dalam pengembangan kebijakan dan program sistem manajemen
risiko meliputi penetapan pemimpin dan kordinator serta merumuskan
perannya, membangun komunikasi dengan pimpinan rumah sakit dan
komite, menguraikan proses yang akan dilaksanakan serta
mempersiapkan infrastruktur untuk pendidikan keamanan pasien dan
membangun budaya. Manajemen risiko memiliki pendekatan reaktif
maupun proaktif termasuk pelaporan insiden dan pembelajaran,
investigasi akar rumput dan analisis mode dan efek kegagalan (FMEA)
(Adibi et al., 2012).
4. Elemen-Elemen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Manajemen Risiko Klinis
Beberapa penelitian telah mengemukakan elemen-elemen dan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan Manajemen Risiko
Klinis, seperti yang diungkapkan oleh Zaboli (2011) dan Farokhzadian
(2015), bahwa implementasi Manajemen Risiko Klinis memiliki unsur
sebagai berikut:
a. Pemahaman pegawai tentang Manajemen Risiko Klinis
b. Status pengelolaan Manajemen Risiko Klinis
c. Kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko
29
d. Pelatihan tentang manajemen risiko
e. Posisi program manajemen risiko di rumah sakit
f. Pemantauan analisa, evaluasi dan pengendalian risiko
Hasil penelitian Briner (2010), mengungkapkan bahwa elemen yang
terkandung dalam Manajemen Risiko Klinis adalah:
a. Pendekatan sistematis
b. Proses Manajemen Risiko Klinis yang berjalan
c. Kepemimpinan
d. Partisipasi pegawai
e. Budaya keselamatan pasien
f. Pembelajaran dari insiden/kesalahan
g. Pendidikan dan pelatihan
Sedangkan dalam penelitiannya Adibi (2012) membuat model sistem
manajemen risiko sebagai berikut:
30
Gambar 2. Model Sistem Manajemen Risiko (Adibi et al., 2012)
Dan dalam buku Risk Management Handbook For Health Care
Organization oleh Roberta L. Caroll menuliskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas manajemen risiko adalah:
a. Elemen struktural, yang meliputi kewenanangan, komunikasi dan
kordinasi
b. Ruang lingkup yang memadai
c. Strategi risiko yang tepat
Nilai, Prinsip dan Komitmen
Organisasi
Kepemimpinan dan
Pembimbingan
Kewenangan, Tanggungjawab
dan Komunikasi
Perencanaan Sistem dan Tugas
Informasi dan Pemantauan
Tata Kelola Klinis Manajemen Rumah Sakit
Pendidikan dan Pembangunan Budaya
FMEA
Pelaporan Insiden dan Pembelajaran
RCA
31
d. Kebijakan dan prosedur tertulis (Carroll, 2009).
B. Tinjauan Hasil Penelitian
Pentingnya menerapkan manajemen risiko pada area klinis dan
diagnostik di rumah sakit telah disebutkan dalam beberapa penenelitian
(Zaboli et al., 2011). Dan meskipun telah banyak literatur dan penelitian yang
mengungkapkan berbagai komponen dan instrumen dari Manajemen Risiko
Klinis (checklist, sistem pelaporan insiden, metode-metode penilaian risiko),
namun masih sedikit yang mengkaji tingkat kemapanan penerapan
Manajemen Risiko Klinis secara keseluruhan (tingkat pengembangan
Manajemen Risiko Klinis) di rumah sakit (Briner et al., 2013), apalagi di
Indonesia, terkhusus Kota Makassar.
Briner et al. (2013) yang melakukan penelitian tentang tingkat
kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis pada 324 Rumah Sakit di
Swiss pada Tahun 2013 mengemukakan bahwa sekitar 2/3 dari rumah sakit
partisipan secara umum pada tingkat organisasi rumah sakit berada pada
tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis yang tinggi, namun pada tingkat
unit pelayanan kemapanannya bervariasi. Sementara variabel yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko
klinis adalah faktor organisional yaitu adanya kordinator atau orang yang
bertanggungjawab terhadap program, integrasi Manajemen Risiko Klinis ke
32
dalam struktur organisasi, komunikasi dan adanya penetapan tujuan strategis
(yang hanya ditemukan pada 1/3 rumah sakit partisipan). Penelitian ini
mengatakan bahwa tidak hubungan yang signifikan antara kondisi struktural
organisasi seperti jenis, kelas dan status kepemilikan rumah sakit terhadap
kemapanan implementasi Manajemen Risiko klinis (Briner et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan di Iran mengidentifikasikan bahwa
penerapan Manajemen Risiko Klinis masih berada pada tahap
perkembangan yang sangat dini dan sistem kesehatan Iran masih sangat
jauh untuk mencapai standar internasional (Rozita Davoodi et al., 2014),
belum terdapat sistem yang terintegrasi untuk perekaman, pelaporan dan
analisa insiden klinis (Sheikhtaheri et al., 2013). Sementara hasil penelitian
lain di suatu rumah sakit di Teheran menunjukkan bahwa penerapan
berbagai elemen Manajemen Risiko Klinis hanya berada pada tingkat
sedang. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan bahwa rumah sakit
harus melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap program Manajemen
Risiko Klinis (Zaboli et al., 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zaboli (2011), variabel-
variabel yang berpengaruh terhadap penerapan Manajemen Risiko Klinis di
rumah sakit adalah:
1. Pemahaman pegawai tentang manajemen risiko
2. Status pengelolaan manajemen risiko di rumah sakit
3. Kebijakan dan prosedur terkait manajemen risiko
33
4. Pelatihan tentang manajemen risiko
5. Posisi program manajemen risiko di rumah sakit
6. Pemantauan analisa, evaluasi dan pengendalian risiko
Dimana variabel yang paling berpengaruh adalah posisi program
manajemen risiko, dan yang paling kurang berpengaruh adalah tingkat
pengetahuan pegawai tentang manajemen risiko (Zaboli et al., 2011).
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit
pendidikan di Iran dengan menggunakan enam domain Manajemen Risiko
Klinis yang sama, menunjukkan bahwa yang memiliki nilai tertinggi adalah
status pemantauan analisis, evaluasi dan kontrol risiko sedangkan yang
terendah adalah pemahaman dan pengetahuan pegawai tentang Manajemen
Risiko Klinis. Pengetahuan yang rendah terkait konsep dan elemen-elemen
Manajemen Risiko Klinis mengakibatkan rendahnya partisipasi pegawai
dalam program ini, seperti pelaporan dan analisis. Status pengorganisasian,
kebijakan dan prosedur, serta pelatihan Manajemen Risiko Klinis berada
pada tingkat sedang. Secara umum keenam domain ini berada pada tingkat
rendah hingga menengah (Farokhzadian et al., 2015)
Penerapan manajemen risiko telah terbukti mampu menurunkan angka
kesalahan pada unit gawat darurat (Zimmer et al., 2010). Pendekatan yang
berdasar pada manajemen risiko prospektif dapat secara efektif
meningkatkan keselamatan di rumah sakit (Pretagostini et al., 2010).
34
Dalam penelitian yang terkait dengan Manajemen Risiko Klinis di
beberapa negara, telah berhasil diidentifikasi hambatan-hambatan dalam
penerapannya, antara lain beban kerja yang tinggi, kurangnya sumber daya
keuangan dan fisik, budaya organisasi, program pelatihan yang tidak
memadai, pendidikan yang tidak memadai (Adibi et al., 2012), pergantian
manager yang cepat, kurangnya dukungan kepemimpinan, dan kurangnya
penilaian dan pengawasan terhadap jalannya program Manajemen Risiko
Klinis (Dehnavieh et al., 2013).
35
C. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep
1. Kerangka Teori
Nilai, Prinsip,
Struktur dan
Komitmen
Organisasi
1. Sistem Manajemen
Informasi
2. Monitoring
1. Nilai dan Prinsip Organisasi
1. Kepemimpinan
2. Pembelajaran dan
pengembangan
3. Kebijakan, prosedur dan
Uraian tugas tertulis
1. Ruang lingkup kewenangan
3. Komunikasi dan informasi
4. Metode analisa resiko
1. Proses implementasi di
tingkat organisasi
2. Proses implementasi di
tingkat unit layanan
PENGARAHAN
Kepemimpinan dan
Pembimbingan
PENGORGANISASIAN
Kewenangan,
Tanggungjawab,
Komunikasi dan
kordinasi
PERENCANAAN
Perencanaan Sistem
dan Program
IMPLEMENTASI
Proses Implementasi
PENGONTROLAN
Monitoring
IMPLEMENTASI
MANAJEMEN RISIKO
KLINIS
2. Pendekatan Sistematis
a. Integrasi organisasi
b. Alokasi sumber daya
(SDM, Keuangan)
c. Tujuan strategis
d. Tujuan operasional
e. Tata kelola klinis
2. Partisipasi Staf
a. Peran aktif staf
b. Pembelajaran
c. Petugas penghubung/
komunikasi di unit
layanan
1. Budaya Keselamatan
a. Budaya tidak
menyalahkan (non-
blaming culture)
b. Standardisasi prosedur
2. Pembelajaran
a. Sistem pelaporan
insiden RS
b. Sistem pelaporan
insiden lokal
c. Dokumentasi
3. Pendidikan dan Pelatihan
a. Latar belakang profesi
b. Pelatihan berkelanjutan
4. Pusat kordinasi
3. Karakteristik Struktural
Organisasi:
a. Kelas RS
b. Jenis RS
c. Status Kepemilikan RS
Gambar 3. Kerangka Teori Penelitian (Modifikasi Teori Brinner (2010), Adibi
(2012), Zaboli (2011), Robert Caroll (2009))
36
Kerangka teori di atas merupakan modifikasi dari beberapa teori
yaitu teori Brinner, Adibi, Zaboli dan Robert Caroll. Dari keseluruhan
elemen Manajemen Risiko Klinis yang diungkapkan oleh ketiga teori
tersebut, kemudian dikategorikan berdasarkan model sistem manajemen
risiko klinis oleh Adibi. Pengkategorian ini sesuai dengan keterkaitan
setiap elemen pada salah satu tahapan pada model sistem manajemen
risiko menurut Adibi. Tahapan tersebut adalah:
a. Nilai, prinsip, struktur dan komitmen organisasi
b. Pengarahan, terdiri dari elemen yang terkait kepemimpinan dan
pembimbingan
c. Pengorganisasian, terdiri dari elemen yang terkait dengan
kewenangan, tanggung jawab, komunikasi dan kordinasi
d. Perencanaan, terdiri dari elemen yang terkait dengan perencanaan
sistem dan program
e. Implementasi, terdiri dari elemen yang terkait dengan implementasi
proses manajemen risiko di tingkat organisasi RS dan tingkat unit
layanan
f. Pengontrolan, terdiri dari elemen yang terkait dengan monitoring
Dari kerangka teori hasil modifikasi kemudian akan dipilih beberapa
elemen yang akan digunakan dalam pengukuran tingkat kemapanan
implementasi manajemen risiko klinis.
37
2. Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
TINGKAT ORGANISASI
1. Proses Manajemen
Risiko Klinis di tingkat
RS
2. Kepemimpinan
3. Partisipasi Staf
4. Pelatihan
5. Pelaporan insiden
TINGKAT UNIT
1. Proses Manajemen
Risiko Klinis di tingkat
unit
2. Komunikasi dan
informasi
3. Dokumentasi
4. Pembelajaran dan
pengembangan
5. Pelatihan
6. Pelaporan insiden
lokal
FAKTOR
ORGANISASIONAL:
1. Integrasi organisasi
2. Alokasi sumber daya
3. Penghubung/
Komunikasi antara
unit
4. Strategi Manajemen
Risiko Klinis
5. Pusat kordinasi
Manajemen Risiko
Klinis
KARAKTERISTIK
STRUKTURAL
ORGANISASI:
1. Kelas RS
2. Jenis RS
3. Status Kepemilikan RS
IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS
38
D. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
1 Tingkat
kemapanan
implementasi
Manajemen
Risiko Klinis
Menunjukkan
sejauh mana
Manajemen Risiko
Klinis
diimplementasikan
di rumah sakit
Pengkategorian
tingkat kemapanan
implementasi
Manajemen Risiko
Klinis berdasarkan
tahap
pengembangan
program menjadi
tingkat kemapanan
tinggi dan rendah
Rumah sakit yang telah
mengimplementasikan
MRK dan berada pada
tahap 4 dan 5
berdasarkan tahapan
perubahan organisasi
sesuai model
transteoritikal
dikategorikan sebagai
rumah sakit dengan
tingkat kemapanan
MRK yang tinggi,
sedangkan rumah sakit
yang belum
mengimplementasikan
MRK dan berada pada
tahap 1-3 dikategorikan
sebagai rumah sakit
Menggunakan
kuesioner dengan
total 33 pertanyaan,
dan menggunakan
tahapan perubahan
organisasi sesuai
model transteoritikal
39
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
dengan tingkat
kemapanan rendah
2 Proses
Manajemen
Risiko Klinis di
tingkat rumah
sakit
Menunjukkan
sejauh mana
implementasi
proses
manajemen risiko
di rumah sakit
Rumah sakit telah
menetapkan tugas
, kompetensi,
tanggungjawab,
prosedur,
identifikasi, dan
evaluasi, serta
melibatkan pihak
luar untuk
pengembangan
Manajemen Risiko
Klinis di rumah
sakit
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan
10 item pertanyaan,
pilihan jawaban
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Belum dinilai
2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
40
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
3 Kepemimpinan Menunjukkan
sejauh mana
pimpinan
memberikan
dukungan dan
menunjukkan
komitmen untuk
mendukung
Manajemen Risiko
Klinis dan
menciptakan
kondisi yang
kondusif untuk
pelaksanaan
kegiatan tersebut
Manajemen Risiko
Klinis dan
keselamatan
pasien dijadikan
sebagai bahasan
tetap dalam
agenda pertemuan
pimpinan dan
pihak pimpinan
menunjukkan
komitmen
terhadap
keselamatan
pasien melalui
implementasi
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi
rendah jika minimal
50% jawaban
berada pada tahap
1-3
Kuesioner dengan 2
item pertanyaan,
pilihan jawaban
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Belum dinilai
2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
41
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
pengukuran-
pengukuran yang
spesifik
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
4 Partisipasi staf Menunjukkan
sejauh mana staf
rumah sakit
berperan aktif
dalam mendukung
program
Manajemen Risiko
Klinis
Staf secara aktif
terlibat dalam
program
Manajemen Risiko
Klinis seperti
mengidentifikasi
dan melaporkan
kejadian insiden
atau kesalahan
yang terjadi, serta
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
Kuesioner dengan 3
item pertanyaan,
pilihan jawaban
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
42
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
aktifnya
pelaksanaan
pembahasan
kasus antar
kelompok profesi
maupun lintas
disiplin
pada tahap 1-3 1. Belum dinilai
2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
5 Pelatihan Rumah sakit
menyediakan
program pelatihan
Manajemen Risiko
Klinis dan
Terlaksananya
pelatihan
berkelanjutan
mengenai
Manajemen Risiko
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
Kuesioner dengan 1
item pertanyaan,
pilihan jawaban
menggunakan
tahapan
43
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
keselamatan
pasien bagi staf
rumah sakit untuk
memperbaharui
dan meningkatkan
kemampuan serta
keterampilan
klinis dan
keselamatan
pasien bagi staf
umah sakit secara
berkala
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Belum dinilai
2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
44
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
6 Pelaporan
insiden di
tingkat rumah
sakit
Menunjukkan
apakah rumah
sakit memiliki
sistem pelaporan
untuk insiden atau
kesalahan yang
terjadi dalam
pelayanan
Rumah sakit telah
mendefinisikan
dan menetapkan
insiden kritis yang
harus dilaporkan
dan hal tersebut
terdapat dalam
sistem pelaporan
yang
terkomputerisasi.
Ada umpan balik
bagi staf yang
melaporkan
insiden dan
insiden yang
dilaporkan
tersebut
diinformasikan
kepada seluruh
staf. Ada proses
analisis dan
monitoring dari
semua insiden
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan
12 item pertanyaan,
pilihan jawaban
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Belum dinilai
2. Telah dinilai
namun belum ada
rencana
implementasi
3. Perencanaan
dibuat untuk
dilaksanakan 12
bulan kedepan
4. Belum
terimplementasi
secara sistematis
5. Terimplentasi
45
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
yang dilaporkan dengan sistematis
atau dengan
sengaja tidak
diimplementasika
n
7 Proses
Manajemen
Risiko Klinis di
tingkat unit
pelayanan
Menunjukkan
sejauh mana
implementasi
proses
manajemen risiko
di rumah sakit
Di setiap unit
pelayanan telah
ditentukan tugas,
kompetensi dan
tanggungjwab
yang terkait
dengan
Manajemen Risiko
Klinis, telah
dilakukan
penilaian berkala
oleh pimpinan
yang menunjukkan
komitmen mereka
terhadap
keselamatan
pasien, risiko klinis
telah diidentifikasi
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 7
item pertanyaan
dengan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
46
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
dan penyebabnya
dianalisa secara
sistematis, ada
monitoring
unit
5. Tidak benar
untuk unit
apapun
8 Komunikasi
dan informasi
Menunjukkan
sejauh mana
rumah sakit
menjalin
komunikasi
terbuka dan alur
informasi yang
jelas dan
transparan untuk
mendukung
pelaksanaan
Manajemen Risiko
Klinis
Pimpinan
menciptakan
lingkungan kerja
yang mendorong
kejujuran dan
komunikasi yang
terbuka, ada
panduan
pemberian
informasi kepada
pasien, ada survey
pelanggan dn
sistem manajemen
keluhan
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 5
item pertanyaan
dengan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
47
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
5. Tidak benar
untuk unit
apapun
9 Dokumentasi Menunjukkan
sejauh mana
rumah sakit
memiliki sistem
pendokumentasian
Rumah sakit
memiliki Rekam
Medik elektronik
dan prosedur
sistematis untuk
memverifikasi
kelengkapannya.
Rekam Medik
tersebut dinalisis
secara proaktif jika
terdapat insiden
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 3
item pertanyaan
dengan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
5. Tidak benar
48
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
untuk unit
apapun
10 Pembelajaran
dan
pengembangan
Pimpinan rumah
sakit menciptakan
lingkungan dan
kondisi kerja yang
mendukung
terjadinya proses
pembelajaran dari
insiden yang
terjadi
Pimpinan
menciptakan
lingkungan kerja
yang dibutuhkan
dan
memperhitungkan
risiko klinis untuk
pengembangan
rumah sakit.
Diskusi dan survey
tentang
keselamatan
pasien
dilaksanakan
secara teratur.
Staf yang terkait
dengan insiden
diberikan
dukungan
emosional dan
diberikan
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 7
item pertanyaan
dengan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
5. Tidak benar
untuk unit
49
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
kesempatan untuk
melakukan diskusi
secara pribadi.
apapun
11 Pelatihan Menunjukkan
apakah rumah
sakit memiliki atau
menyediakan
program pelatihan
Manajemen Risiko
Klinis bagi staf
Staf mendapatkan
pelatihan tentang
cara
berkomunikasi
pada saat transfer
pasien dan
mengenai risiko
tindakan dan
insiden kritis,
identifikasi dini
insiden, kerjasama
efektif, dan cara
untuk
mengevaluasi
kinerja mereka.
Juga simulasi
prosedur-prosedur
yang sulit.
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 6
item pertanyaan
dengan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
5. Tidak benar
50
No Faktor/Elemen Definisi Teori Definisi
Operasional
Kriteria Objektif Instrumen dan Cara
Pengukuran
untuk unit
apapun
12 Pelaporan
insiden lokal
Menunjukkan
apakah rumah
sakit memiliki
sistem pelaporan
yang berbeda di
setiap unit
pelayanan
Ada sistem
pelaporan lokal di
unit pelayanan dan
staf dilatih untuk
menggunakan
sistem tersebut
jika terjadi insiden.
Ada prosedur
standar yang
digunakan untuk
menganalisis
insiden yang
terjadi serta
monitoring
terhadap
pengukuran yang
digunakan
Kriteria objektif:
1. Tingkat kemapanan
implementasi tinggi
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 4 dan 5
2. Tingkat kemapanan
implementasi rendah
jika minimal 50%
jawaban berada
pada tahap 1-3
Kuesioner dengan 5
item pertanyaan
menggunakan
tahapan
perkembangan
berdasarkan model
transteoritikal,
dengan pilihan
jawaban:
1. Benar untuk
semua unit
2. Benar untuk unit
tertentu
3. Direncanakan
untuk semua unit
4. Direncanakan
untuk beberapa
unit
5. Tidak benar
untuk unit
apapun
51
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi (mixed
method). Metode penelitian kombinasi merupakan gabungan antara metode
kuantitaif dan kualitatif. Kedua metode ini dapat digabungkan melalui dua
cara, yang pertama kedua metode tersebut digabungkan tetapi digunakan
secara terpisah. Pada tahap pertama dapat menggunakan metode kualitatif
hingga ditemuka hipotesis dan selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan
metode kuantitatif. Cara yang kedua yaitu metode penelitian tidak
digabungkan dalam waktu bersamaan tetapi hanya teknik pengumpulan data
yang digabungkan, contohnya penelitian kuantitatif dengan teknik
pengumpulan data yang utama adalah kuesioner, selanjutnya untuk
mengecek dan memperkuat data dari kuesioner tersebut dilakukan observasi
dan wawancara (Sugiyono, 2015)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain sequential
explanatory (urutan pembuktian) yang menggabungkan metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif secara berurutan, dimana pada tahap pertama
penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif untuk
menentukan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di
rumah sakit dan pada tahap kedua dilakukan metode kualitatif untuk
53
memperdalam dan mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
implementasi tersebut.
B. Pengelolaan Peran Peneliti
Dalam penelitian kombinasi ini, peran peneliti bersifat independen dan
interaktif. Sifat independen dipertahankan pada saat fase penelitian
kuantitatif, sedangkan pada fase kualitatif peneliti berperan menjadi human
instrument. Sebagai instrumen penelitian maka peneliti harus berinteraksi
dengan sumber data dan dibekali dengan teori dan wawasan yang luas
sehingga mampu bertanya, menganalisa, memotret dan mengkonstruksi
situasi sosial yang diteliti sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna.
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian harus
mampu untuk mengkaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kemapanan implementasi Manajemen Riisko Klinis di
suatu rumah sakit dan membandingkannya dengan rumah sakit lain sehingga
dapat lahir suatu kesimpulan yang dapat dijadikan panduan bagi rumah sakit
dalam pengembangan program ini kedepannya.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan April-Mei 2016. Penelitian
dilaksanakan di Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
54
D. Populasi, Sampel dan Informan
1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi, yang dalam penelitian ini
digunakan pada pelaksanaan metode kuantitatif, sedangkan pada metode
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi melainkan situasi sosial.
Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah sakit yang ada di Kota
Makassar, berjumlah 48 rumah sakit.
2. Sampel
Pemilihan sampel dilakukan secara non probability sampling dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil mewakili
keseluruhan faktor struktural organisasi rumah sakit yang meliputi kelas
rumah sakit (A, B dan C), status kepemilikan rumah sakit (pemerintah,
swasta, TNI/Polri), jenis rumah sakit (umum, khusus dan pendidikan),
dengan total 9 (Sembilan) rumah sakit dengan perincian sebagai berikut:
a. RSUP Wahidin Sudirohusodo
b. RSUD Labuang Baji
c. RSUD Sayang Rakyat
d. RSK Dr.Tadjuddin Chalid Makasar
e. RSB Pertiwi
f. RS Awal Bros
55
g. RS Stella Maris
h. RS UNHAS
i. RS Pelamonia
3. Responden
Dalam penelitian ini Responden yang digunakan adalah seseorang yang
dianggap betul-betul mengetahui tentang proses Manajemen Risiko Klinis
yang berjalan di rumah sakit serta segala seluk beluknya. Posisi yang
terkait dengan kepentingan ini adalah Ketua Komite Mutu atau Ketua Sub
Komite Manajemen Risiko atau posisi/orang lain yang oleh Manajemen
Rumah Sakit diserahi tanggungjawab untuk menjalankan uraian tugas
yang sama atau serupa dengan posisi Penanggungjawab Manajemen
Risiko Klinis di rumah sakit.
E. Unit Analisis dan Sumber Data
Unit analisis dapat dipahami sebagai objek nyata yang akan diteliti.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah sakit. Sedangkan sumber data
penelitian adalah data primer yang berasal dari penanggungjawab program
manajemen risiko di rumah sakit. Penanggungjawab program ini bisa
merupakan Ketua Komite Mutu, Sub Komite Manajemen Risiko, atau orang
lain yang diberikan tugas serupa. Narasumber diharapkan bisa memberikan
56
informasi terkait implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit baik
pada tingkat organisasi maupun pada unit layanan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan melalui berbagai setting, sumber
data, dan cara. Dari segi cara atau teknik pengumpulan data, penelitian ini
menggunakan teknik wawancara dan kuesioner. Wawancara merupakan
pertemuan antara dua orang untuk saling bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab sehingga terjadi komunikasi dan membangun konstruksi tentang
makna suatu topik tertentu.
Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari Briner (2010) yang
merupakan suatu instrument monitoring penerapan Manajemen Risiko Klinis
di rumah sakit. Kuesioner ini mampu memberikan gambaran implementasi
Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit baik pada tingkat organisasi maupun
tingkat unit pelayanan.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi-terstruktur yang
termasuk dalam kategori wawancara mendalam (indepth interview). Tujuan
dari wawancara ini adalah untuk menggali informasi lebih dalam dari
narasumber dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka serta meminta pendapat-pendapat
dan ide-ide mereka. Wawancara ini diharapkan mampu memberikan verifikasi
ataupun penguatan-penguatan terhadap hasil jawaban melalui kuesioner.
57
Alat bantu sangat dibutuhkan agar hasil wawancara dapat terekam dengan
baik dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada
narasumber. Alat bantu yang secara umum digunakan adalah: pedoman
wawancara, alat perekam dan buku catatan.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, pada tahapan metode kuantitatif digunakan teknik
analisis data secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk
menganalisa data dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul
apa adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang akan
digeneralisasi, teknik ini dilakukan hanya untuk mendeskripsikan data
sampel. Dalam tahap ini, statistik deskriptif dilakukan untuk memetakan
tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di setiap rumah
sakit berdasarkan data yang diperoleh.
Dalam tahapan metode kualitatif, tidak ada teknik khusus yang
digunakan. Belum ada panduan dalam penelitian kualitatif mengenai cara
dan pola melakukan analisis, setiap peneliti harus mencari sendiri metode
yang dirasa cocok dengan penelitiannya (Sugiyono, 2015). Analisis data
kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh yang kemudian dikembangkan melalui kajian mendalam menjadi
suatu hipotesis.
58
H. Bahan dan Cara Kerja
Untuk menilai tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko
Klinis di rumah sakit digunakan suatu instrument yang dikembangkan oleh
(Briner et al., 2010). Instrumen tersebut berupa kuesioner yang terdiri 28
pertanyaan utama dengan total 101 pertanyaan. Berdasarkan kuesioner
tersebut, tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis
kemudian dinilai pada tingkat organisasi rumah sakit dan unit pelayanan
untuk mendapatkan penilaian yang lebih akurat dengan mempertimbangkan
penyebaran dan homogenitas dari komponen-komponen penilaian
Manajemen Risiko Klinis. Poin-poin pertanyaan yang sesuai dikelompokkan
dan diberi indeks sebagai berikut:
59
Gambar 5. Indeks Manajemen Risiko Klinis pada Tingkat Organisasi Rumah
Sakit dan Tingkat Unit Layanan
INDEKS U
Indeks MRK pada tingkat Unit
Pelayanan
(total 33 pertanyaan)
INDEKS RS
Indeks umum untuk implementasi MRK
(total 61 pertanyaan)
INDEKS O
Indeks MRK pada tingkat Organisasi
Rumah Sakit
(total 28 pertanyaan)
INDEKS O1
Indeks untuk proses MRK yang terjadi
di tingkat Organisasi Rumah Sakit
(total 10 pertanyaan, Q11)
INDEKS O2
Indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai, dan pelatihan
(total 6 pertanyaan, Q12)
INDEKS O3
Indeks untuk pelaporan insiden di
tingkat Rumah Sakit
(total 12 pertanyaan, Q14)
INDEKS U1
Indeks untuk proses MRK di tingkat unit
pelayanan
(total 7 pertanyaan, Q16)
INDEKS U2
Indeks untuk komunikasi dan informasi
(total 5 pertanyaan, Q17)
INDEKS U3
Indeks untuk dokumentasi
(total 3 pertanyaan, Q18)
INDEKS U4
Indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan
(total 7 pertanyaan, Q19)
INDEKS U5
Indeks untuk pelatihan
(total 6 pertanyaan, Q20)
INDEKS U6
Indeks untuk pelaporan insiden lokal
(total 5 pertanyaan, Q21)
60
Indeks RS : indeks umum untuk rumah sakit, terdiri dari indeks O dan indeks
U, dengan total 61 pertanyaan
Indeks O : indeks MRK untuk tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2 dan O3 dengan total 28 pertanyaan
Indeks O1 : indeks untuk proses MRK yang terjadi di rumah sakit, dengan
total 10 pertanyaan
Indeks O2 : indeks untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan pelatihan
dengan total 6 pertanyaan
Indeks O3 : indeks untuk pelaporan insiden di tingkat rumah sakit dengan
total 12 pertanyaan
Indeks U : indeks MRK untuk tingkat unit pelayanan, terdiri dari indeks U1-
U6, dengan total 33 pertanyaan
Indeks U1 : indeks untuk proses MRK yang terjadi di tingkat unit layanan,
dengan total 7 pertanyaan
Indeks U2 : indeks untuk komunikasi dan informasi dengan total 5
pertanyaan
Indeks U3 : indeks untuk dokumentasi, dengan total 3 pertanyaan
Indeks U4 : indeks untuk pembelajaran dan pengembangan, dengan total 7
pertanyaan
Indeks U5 : indeks untuk pelatihan, dengan total 6 pertanyaan
Indeks U6 : indeks untuk pelaporan insiden unit, dengan total 5 pertanyaan
61
Setelah dilakukan penilaian terhadap indeks-indeks tersebut, kemudian
dilakukan pengkategorian tingkat kemapanan implementasi MRK
berdasarkan tahapan perubahan organisasi sesuai model transteoritikal.
Pada model ini terdapat lima tahap perkembangan organisasi, yaitu:
Tahap 1 : Prekontemplasi, pada tahap ini belum dilakukan penilaian terhadap
komponen-komponen MRK sehingga tidak memerlukan suatu aksi
apapun.
Tahap 2 : Kontemplasi, pada tahap ini sudah dilakukan penilaian terhadap
komponen-komponen MRK tetapi belum ada perencanaan.
Tahap 3 : Persiapan, komponen MRK telah direncanakan untuk diterapkan
dalam waktu 12 bulan kedepan.
Tahap 4 : Aksi, komponen MRK telah diterapkan meskipun tidak secara
sistematis.
Tahap 5 : Pemeliharaan, komponen MRK telah diterapkan secara sistematis.
Rumah sakit yang telah mengimplementasikan MRK dan berada pada tahap
4 dan 5 kemudian dikategorikan sebagai rumah sakit dengan tingkat
kemapanan MRK yang tinggi, sedangkan rumah sakit yang belum
mengimplementasikan MRK dan berada pada tahap 1-3 dikategorikan
sebagai rumah sakit dengan tingkat kemapanan rendah (Briner et al., 2013).
Setelah mendapatkan gambaran tentang tingkat kemapanan
implementasi MRK di rumah sakit maka langkah selanjutnya adalah menggali
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat implementasi tersebut,
62
misalnya faktor organisasional seperti integrasi MRK, alokasi sumber daya,
kordinasi, komunikasi antar unit dan strategi MRK serta kondisi struktural
rumah sakit yang meliputi kelas rumah sakit (A, B dan C), status kepemilikan
rumah sakit (pemerintah, swasta, TNI/Polri), dan jenis rumah sakit (umum,
khusus dan pendidikan). Serta melakukan content analysis terhadap hasil
wawancara.
I. Pengujian Validitas
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang betul terdapat
pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan
demikian maka data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara yang
dilaporkan oleh peneliti dengan kondisi sesungguhnya yang terjadi pada
objek penelitian. Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas
internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkaitan dengan derajat
akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai, sedangkan validitas
eksternal berkaitan dengan derajat akurasi hasil penelitian untuk dapat
digeneralisasi pada populasi (Sugiyono, 2015).
Pada penelitian kuantitatif, validitas diperoleh dengan menggunakan
instrumen yang valid dan reliabel, mengambil sampel yang mendekati jumlah
populasi dan pengumpulan serta analisis data dilakukan dengan cara yang
benar. Pada penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel
maka yang diuji adalah validitas dan reliabilitas instrumen penilaiannya.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dikatakan
63
valid apabila tidak ada perbedaan antara data yang dilaporkan dengan data
yang terjadi pada objek penelitian, dengan demikian untuk menguji validitas
penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya (Sugiyono, 2015).
Uji validitas dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Uji kredibilitas (validitas internal); terdiri dari perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi, menggunakan bahan
referensi, analisa kasus negative dan member check.
2. Uji transferabilitas (validitas eksternal). Menunjukkan derajat akurasi hasil
penelitian dapat digeneralisasi ke dalam populasi. Nilai transfer berkaitan
dengan pertanyaan sejauh hasil penelitian dapat diterapkan atau
digunakan dalam situasi lain? Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer
tersebut tergantung pada pemakai, peneliti sendiri tidak dapat menjamin
validitas eksternal ini.
3. Uji dependability. Dalam penelitian kualitatif uji dependability dilakukan
dengan audit terhadap keeluruhan proses penelitian. Hal ini dilakukan
oleh seorang auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
4. Uji confirmability. Pengujian ini dalam penelitian kuantitatif disebut dengan
uji obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyetif jika hasil penelitian
telah disepakati banyak orang. Dalam penelitiana kualitatif, uji
64
comfirmability mirip dengan uji dependability sehingga pengujiannya
dapat dilakukn secara bersamaan.
(Sugiyono, 2015)
Dalam penelitian ini untuk melakukan uji validitas dilakukan uji kredibilitas
melalui cara:
1. Perpanjangan pengamatan; dengan perpanjangan pengamatan berarti
peneliti kembali ke lapangan dan melakukan wawancara ulang untuk
membangun hubungan yang lebih erat dengan narasumber, sehingga
mereka dapat percaya dan bersikap lebih terbuka terhadap peneliti.
2. Peningkatan ketekunan; yaitu melakukan wawancara dan pengamatan
dengan lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka
dapat dipastikan data dan urutan peristiwa akan terekam secara pasti dan
sistematis.
3. Diskusi; melakukan diskusi dengan teman atau pihak-pihak lain yang
dianggap mampu memberikan kontribusi dan masukan untuk lebih
menjamin diperolehnya data yang valid.
4. Menggunakan bahan referensi; yaitu adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, misalnya bukti
rekaman hasil wawancara atau dokumentasi berupa foto.
Konsep validitas yang digunakan menurut Sarantakos antara lain:
1. Validitas kumulatif, dapat dicapai apabila temuan dari studi-studi lain
mengenai topik yang sama menunjukkan hasil yang kurang lebih serupa.
65
2. Validitas komunikatif, dilakukan melaui konfirmasi kembali data dan
analisisnya kepada responden atau narasumber.
3. Validitas argumentatif, tercapai apabila presentasi temuan dan
kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya, serta dapat dibuktikan
dengan melihat kembali data awalnya.
4. Validitas ekologis, merujuk pada sejauh mana penelitian dilakukan pada
kondisi alamiah partisipan atau narasumber yang diteliti, sehingga kondisi
apa adanya dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks yang penting
dalam penelitian.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka uji validitas yang paling tepat
digunakan dalam penelitian ini adalah validitas argumentatif dan validitas
ekologi.
J. Tahapan Penelitian
Secara garis besar tahapan penelitian dibagi kedalam tiga tahapan,
yaitu tahap persiapan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.
Ketiga tahapan ini dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Penyusunan rancangan penelitian berdasarkan kajian masalah yang
dipilih.
b. Mencari referensi penelitian sejenis untuk memperkaya pemahaman
dan data yang akan digunakan sebagai pembanding.
66
c. Memilih sampel. Penting untuk melakukan pemilihan sampel secara
seksama, mengingat bahwa teknik yang digunakan adalah purposive
sampling maka diharapkan agar sampel yang terpilih betul-betul dapat
mewakili populasi dan memberikan data yang cukup bagi peneliti
untuk melakukan eksplorasi.
d. Pengurusan administrasi perizinan
e. Menyiapkan instrumen penelitian. Peneliti sebagai salah satu
instrumen penelitan harus memiliki kemampuan untuk melakukan
pengkajian mendalam terhadap faktor yang diteliti. Instrumen lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
a. Memahami dan memasuki daerah penelitian
1) Memahami situasi daerah penelitian
2) Bersikap netral, akrab dan tidak terkesan asing
3) Membatasi waktu, menurut kebutuhan data dan informasi
b. Pengumpulan data
1) Bertemu dengan informan/narasumber yang telah dipilih
2) Data diambil langsung dengan setting alami
3) Menggunakan kuesioner untuk memperoleh data tentang
implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit
4) Menggunkan panduan wawancara (semi terstrtuktur) untuk
menggali lebih dalam informasi dari Narasumber, mendapatkan
67
verifikasi dan penguatan-penguatan terhadap data yang diperoleh
melalui kuesioner.
3. Tahap Analisis Data
a. Reduksi data. Data yang diperoleh direduksi, dirangkum dan
difokuskan pada data yang sesuai dengan konsep penelitian.
b. Display data. Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan pokok
permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks untuk memudahkan
melihat pola hubungan.
c. Analisis data. Analisis pertama dilakukan terhadap data kuantitatif
yang diperoleh melalui kuesioner. Dalam tahap ini digunakan teknik
analisis data secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif dilakukan
untuk memetakan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko
Klinis di setiap rumah sakit berdasarkan data yang diperoleh.
Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan analisa kualitatif untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
implementasi Manajemen Risiko Klinis.
d. Menarik kesimpulan dan verifikasi.
e. Meningkatkan keabsahan hasil, melalui kredibilitas dan tansferabilitas.
f. Narasi hasil analisis. Pembahasan dilakukan dalam bentuk teks dan
gambar.
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan gambaran umum tentang responden dan
institusi rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan serta hasil penelitian dan
pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah terkait dengan
implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah sakit di Kota Makassar dan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi tersebut. Data-data
dan analisa yang akan disajikan antara lain:
1. Data partisipasi responden
2. Data tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis di
masing-masing rumah sakit
3. Rekapan tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis
4. Rekapan hasil wawancara dengan para responden
5. Analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat implementasi
Manajemen Risiko Klinis
A. GAMBARAN UMUM
Penelitian ini dilakukan di 9 (Sembilan) rumah sakit di Kota Makassar.
Kesembilan rumah sakit ini sengaja dipilih (purposive sampling) untuk
mewakili masing-masing kategori rumah sakit. Responden yang mengisi
kuesioner dan diwawancarai adalah Ketua Komite Mutu/Manajemen Risiko
69
atau orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab progam mutu/
manajemen risiko. Berikut uraian singkat masing-masing rumah sakit tempat
penelitian dan respondennya.
1. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Merupakan Rumah Sakit Umum Pusat yang juga UPT vertikal
Kementerian Kesehatan RI. Rumah sakit ini Kelas A dan telah meraih
status Akreditasi Paripurna dari KARS dan JCI. Responden yang
diwawancarai adalah Ketua Sub Komite Manajemen Risiko yang
merupakan staf tetap di Komite Mutu dengan latar belakang seorang
perawat. Sub Komite ini merupakan bagian dari Komite Mutu,
Keselamatan Pasien dan Kinerja. Dalam penelitian ini nama rumah sakit
akan disingkat dengan WS.
2. RSUD Labuang Baji
Merupakan Rumah Sakit Umum kelas B yang merupakan milik
Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Rumah sakit ini telah
terakreditasi dengan status Dasar, namun pada saat dilakukan
pengumpulan data untuk penelitian ini RSUD Labuang Baji belum
terakreditasi. Responden yang diwawancarai adalah Ketua Komite Mutu
dan Keselamatan Pasien yang juga adalah seorang dokter fungsional di
RSUD Labuang Baji. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan
disingkat dengan LB.
70
3. RSUD Sayang Rakyat
Rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit Umum Kelas C dengan
status kepemilikan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.
Rumah sakit ini belum terakreditasi. Responden yang diwawancarai
adalah Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(PMKP) yang juga adalah seorang dokter fungsional di rumah sakit
tersebut (dokter spesialis). Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan
disingkat dengan SR.
4. RS Dr. Tadjuddin Chalid
Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit Khusus yang merupakan UPT
Vertikal Kementerian Kesehatan RI, dengan Kelas A. Kekhususan rumah
sakit ini adalah pada pelayanan kusta. Meskipun berstatus sebagai
Rumah Sakit Khusus namun RS Dr.Tadjuddin Chalid Makassar tetap
memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien umum. Rumah sakit ini
telah terakreditasi dengan status Paripurna, namun pada saat
pengambilan data penelitian dilakukan, rumah sakit ini masih dengan
status kelulusan akreditasi tingkat Dasar. Responden yang diwawancarai
adalah Ketua Sub Komite Manajemen Risiko yang juga merupakan salah
satu pejabat struktural di institusi ini. Sub Komite Manajemen Risiko
merupakan bagian dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien. Dalam
penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan TC.
71
5. RS Unhas
Rumah sakit ini adalah rumah sakit Kelas B yang berada di bawah
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Pengelolaan rumah
sakit ini masih banyak dipengaruhi oleh kebijakan dari Rektorat
Universitas Hasanuddin. Rumah sakit ini telah terakreditasi KARS
dengan status kelulusan Paripurna, namun pada saat pengambilan data
penelitian dilakukan, rumah sakit ini belum terakreditasi dan masih dalam
proses persiapan areditasi KARS. Responden yang diwawancarai adalah
Sekretaris Komite Mutu dengan latar belakang pendidikan Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan
disingkat dengan UH.
6. RS Pelamonia
Rumah Sakit Pelamonia adalah rumah sakit milik TNI Angkatan
Darat dengan Kelas B. Rumah sakit ini telah terakreditasi. Responden
yang diwawancarai adalah Ketua Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamaan Pasien (PMKP) yang juga merupakan dokter fungsional
(Spesialis Bedah). Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat
dengan PL.
7. RSKIAD Pertiwi
Rumah sakit ini adalah rumah sakit khusus ibu dan anak yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan dan
merupakan rumah sakit Kelas B. Rumah sakit ini juga telah terakeditasi
72
dengan status kelulusan Utama. Responden yang diwawancarai adalah
Ketua Komite PMKP yang merupakan dokter fungsional di rumah sakit
tersebut. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan
PW.
8. RS Stella Maris
Rumah sakit ini adalah rumah sakit swasta dengan latar belakang
keagamaan, merupakan rumah sakit kelas B dan telah memliki status
terakreditasi Paripurna. Responden yang diwawancarai adalah Ketua
PMKP yang juga merupakan seorang dokter fungsional di rumah sakit
tersebut. Dalam penelitian ini nama rumah sakit akan disingkat dengan
SM.
9. RS Awal Bros
Merupakan rumah sakit swasta yang berskala Nasional, dengan
pusatnya berada di Jakarta. Kebijakan rumah sakit sangat tergantung
pada kebijakan perusahaan. Merupakan rumah sakit Kelas B dan telah
mendapatkan status akreditasi Paripurna. Responden yang
diwawancarai adalah Ketua Departemen Mutu yang juga seorang dokter
namun bertugas tetap di Departemen Mutu. Dalam penelitian ini nama
rumah sakit akan disingkat dengan AB.
73
B. HASIL PENELITIAN
1. Tingkat Partisipasi
Tingkat partisipasi responden dalam penelitian ini sebesar 100%,
dimana dari kesembilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini,
kesemuanya berpartisipasi dan melengkapi kuesioner yang diberikan
serta menjalani sesi wawancara dengan peneliti.
Tabel 2 . Partisipasi Responden Berdasarkan Karakteristik Rumah Sakit
Responden
Jenis RS Kelas RS Kepemilikan RS
Umum n(%)
Khusus n(%)
A n(%)
B n(%)
C n(%)
Pusat n(%)
Daerah n(%)
Swasta n(%)
Jumlah Responden
7 (77.78)
2 (22.22)
2 (22.22)
6 (66.67)
1 (11.11)
4 (44.44)
3 (33.33)
2 (22.22)
Menolak 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 9 9 9
2. Tingkat Kemapanan Implementasi Manajemen Risiko Klinis
Data yang diperoleh pada kuesioner dinilai sebagaimana yang telah
dijelaskan pada metode penelitian dan kemudian dilakukan
pengkategorian tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko
Klinisnya berdasarkan model transteoritikal (TTM). Rumah sakit yang
telah mengimplementasikan Manajemen Risiko Klinis dan berada pada
tahap 4 atau 5 berdasarkan TTM akan dikategorikan sebagai rumah sakit
dengan tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis yang tinggi,
sedangkan rumah sakit yang berada pada tahap 1-3 dikategorikan
74
sebagai rumah sakit dengan tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis
yang rendah. Tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis
dari masing-masing rumah sakit responden dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit WS
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
87.5 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
78.57
100
100
50
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
96.43
100
100
100
100
83.33
-
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
-
75
Dari tabel di atas terlihat bahwa rumah sakit WS memiliki tingkat kemapanan
implementasi MRK yang tinggi. Hasil ini sama pada tingkat organisasi
maupun di tingkat unit pelayanan. Nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih
tinggi dari nilai indeks organisasi (indeks O). Sebagian besar indeks telah
memperoleh nilai 100%, sedangkan nilai terendah terdapat pada indeks O3,
yaitu indeks untuk pelaporan insiden di rumah sakit dengan nilai 50%.
Tabel 4. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit LB
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
30.36 Rendah
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
17.86
0
0
41.67
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
42.86
14.29
60
33.33
57.14
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
76
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
50
-
Tinggi
-
Tingkat kemapanan implementasi MRK di rumah sakit LB berdasarkan data
di atas tergolong rendah. Hasil ini sama pada tingkat organisasi maupun di
tingkat unit pelayanan, meskipun terdapat beberapa indeks penilaian pada
tingkat unit pelayanan yang tergolong tinggi (nilai indeks ≥50%), yaitu indeks
U2, indeks U4 dan indeks U5. Nilai indeks unit (indeks U) lebih tinggi
dibandingkan dengan indeks organisasi (indeks O). Indeks yang memiliki nilai
tertinggi adalah indeks U4 yatu sebesar 57.14% sedangkan indeks terendah
adalah indeks O1 dan O2 yang sama-sama bernilai 0.
Tabel 5. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit SR
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
8.93 Rendah
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
3.57
0
0
8.33
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
77
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
14.29
0
20
0
42.86
0
-
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah Rendah
Rendah
-
Berdasarkan data di atas, tingkat kemapanan implementasi MRK di rumah
sakit SR tergolong rendah, dengan nilai indeks RS hanya sebesar 8.93%.
Nilai indeks unit (indeks U) lebih besar dibandingkan indeks organisasi
(indeks O). Nilai indeks tertinggi terdapat pada indeks U4, sedangkan indeks
O1, indeks O2, indeks U1, indeks U3 dan indeks U5 berada di posisi
terendah dengan nilai masing-masing 0.
Tabel 6. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit TC
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
66.07
Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
71.43
Tinggi
78
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
70
100
58.33
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
60.71
42.86
60
33.33 85.71
66.67 -
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah Tinggi
Tinggi -
Rumah sakit TC berdasarkan data di atas terkategorikan memiliki tingkat
kemapanan implementasi MRK yang tinggi, dengan nilai indeks O lebih tinggi
dbandngkan indeks U. Hasil ini didapatkan sama pada tingkat organisasi
maupun tingkat unit pelayanan, meskipun pada tingkat unit pelayanan
(indeks U) nilainya bervariasi dan beberapa indeks memiliki nilai dbawah
50%, yaitu indeks U1 dan indeks U3, namun secara keseluruhan pada indeks
RS nilainya lebih dari 50%.
79
Tabel 7. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit AB
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
87.5 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
89.29
90
100
83.33
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
85.71
100
100
66.67 100
50
-
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi Tinggi
Tinggi
-
Rumah sakit AB memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi,
dengan nilai indeks O lebih tinggi dibandingkan indeks U. Nilai tertinggi
didapatkan pada indeks O2, indeks U1, indeks U2 dan indeks U4 dengan
80
nilai masing-masing 100%, sedangkan nilai terendah ada pada indeks U5
dengan nilai 50%.
Tabel 8. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit UH
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
85.71 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
96.43
100
100
91.67
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
75
71.43
80
33.33 85.71
83.33
-
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah Tinggi
Tinggi
-
Berdasarkan data di atas, rumah sakit UH memilik tingkat kemapanan
implementasi MRK yang tinggi. Nilai ini sama ditemukan pada tingkat
81
organisasi maupun pada tingkat unit pelayanan, dengan nilai indeks
organisasi (indeks O) lebih tinggi dibandingkan nilai indeks unit pelayanan
(indeks U). Nilai tertinggi didapatkan pada indeks O1 dan O2 dengan nilai
100%, sedangkan nilai terendah didapatkan pada indeks U3 sebesar
33.33%.
Tabel 9. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit PL
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
92.86 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
89.29
90
83.33
91.67
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
96.43
100
100
66.67 100
100
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi Tinggi
Tinggi
82
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
- -
Rumah sakit PL memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi.
Hasil ini diperoleh pada tingkat organisasi maupun pada tingkat unit
pelayanan yang masing-masing memiliki nilai indeks lebih dari 50%. Nilai
indeks U lebih tinggi dibandingkan dengan indeks O, dengan nilai tertinggi
didapatkan pada indeks U1, indeks U2, indeks U4 dan indeks U5, sedangkan
nilai terendah didapatkan pada indeks U3.
Tabel 10. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit SM
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
96.43 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
92.86
90
100
91.67
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
100
100
Tinggi
Tinggi
83
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
100
100
100
100
-
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
-
Dari tabel di atas terlihat bahwa rumah sakit SM memiliki tingkat kemapanan
implementasi MRK yang tinggi, baik pada tingkat organisasi maupun pada
tingkat unit pelayanan. Nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih tinggi
dibandingkan indeks organisasi (indeks O), dengan nilai tertinggi pada indeks
O2 dan seluruh indeks U yang mencapai nilai 100%, sedangkan nilai
terendah didapatkan pada indeks O1 dengan nilai 90%.
Tabel 11. Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis di Rumah Sakit PW
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
Indeks RS, Indeks umum untuk rumah sakit,
terdiri dari Indeks O dan Indeks U
94.64 Tinggi
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada
tingkat organisasi rumah sakit, terdiri dari
indeks O1, O2, dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
92.86
90
100
Tinggi
Tinggi
Tinggi
84
INDEKS MRK % TINGKAT
KEMAPANAN
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan
insiden di rumah sakit
91.67 Tinggi
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK
yang sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran
dan pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan
insiden lokal
96.43
100
100
100 100
83.33 -
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi Tinggi
Tinggi -
Rumah sakit PW memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi,
dengan nilai indeks unit pelayanan (indeks U) lebih besar dibandingkan
dengan nilai indeks organisasi (iindeks O). Baik indeks O maupun indeks U
memiliki nilai yang lebh dari 50% dan terkategorikan memiliki kemapanan
implementasi MRK yang tinggi. Nilai tertinggi terdapat pada indeks O2,
indeks U1, indeks U2, indeks U3 dan indeks U4.
Dari beberapa tabel di atas terlihat bahwa pada indeks U6 tentang
pelaporan insiden lokal tidak dilakukan penilaian pada semua rumah sakit
responden karena sistem pelaporan insiden yang seragam pada tingkat
rumah sakit maupun pada tingkat unit layanan. Sehingga pertanyaan pada
indeks unit berkurang menjadi 28 pertanyaan dari semula 33 pertanyaan dan
85
total pertanyaan pada Indeks RS menjadi 56 pertanyaan dari semula 61
pertanyaan. Rekapan nilai masing-masing rumah sakit untuk setiap indeks
penilaian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 12. Rekapitulasi Tingkat Kemapanan Manajemen Risiko Klinis pada
Rumah Sakit Responden Berdasarkan Nilai Indeks Penilaian
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)
WS LB SR TC AB UH PL SM PW
Indeks RS, indeks
umum untuk rumah
sakit, terdiri dari
indeks O dan
indeks U
87.5 30.36 8.93 66.07 87.5 85.71 92.86 96.43 94.64
Tingkat RS
Indeks Oganisasi
(O), indeks MRK
pada tingkat
organisasi rumah
sakit, terdiri dari
indeks O1, O2,
dan O3
78.57 17.86 3.57 71.43 89.29 96.43 89.29 92.86 92.86
- Indeks O1,
indeks untuk
proses MRK
yang sedang
berjalan
100 0 0 70 90 100 90 90 90
- Indeks O2,
indeks untuk
kepemimpinan,
partisipasi
pegawai dan
pelatihan
100 0 0 100 100 100 83.33 100 100
- Indeks O3,
indeks untuk
pelaporan
insiden di
rumah sakit
50 41.67 8.33 58.33 83.33 91.67 91.67 91.67 91.67
Tingkat Unit
Pelayanan
Indeks Unit (U),
indeks MRK pada
tingkat unit
96.43 42.86 14.29 60.71 85.71 75 96.43 100 96.43
86
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)
WS LB SR TC AB UH PL SM PW
pelayanan, terdiri
dari indeks U1
sampai U6
- Indeks U1,
indeks untuk
proses MRK
yang sedang
berjalan di unit
pelayanan
100 14.29 0 42.86 100 71.43 100 100 100
- Indeks U2,
indeks untuk
komunikasi dan
informasi
100 60 20 60 100 80 100 100 100
- Indeks U3,
indeks untuk
dokumentasi
100 33.33 0 33.33 66.67 33.33 66.67 100 100
- Indeks U4,
indeks untuk
pembelajaran
dan
pengembangan
100 57.14 42.86 85.71 100 85.71 100 100 100
- Indeks U5,
indeks untuk
pelatihan
83.33 50 0 66.67 50 83.33 100 100 83.33
- Indeks U6,
indeks untuk
pelaporan
insiden lokal
- - - - - - - - -
Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat 7 (tujuh) rumah
sakit yang memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi (nilai indeks RS
≥50%) yaitu WS, TC, AB, RSP, PL, M dan PW, sedangkan 2 (dua) rumah
sakit lainnya terkategorikan memiliki tingkat impelmentasi MRK yang rendah
(nilai indeks RS ≤50%), yaitu LB dan SR. Persentase jumlah rumah sakit
berdasarkan kemapanan implementasi MRK dapat dilihat pada tabel berikut.
87
Tabel 13. Persentase Jumlah Rumah Sakit Responden BerdasarkanTingkat
Kemapanan Manajemen Risiko Klinis
Dari rekapitulasi data pada tabel di atas terlihat bahwa dari 9
(sembilan) rumah sakit responden terdapat 7 (tujuh) rumah sakit yang berada
pada tingkat implementasi Manajemen Risiko Klinis yang tinggi dan 2 (dua)
INDEKS MRK
TINGKAT KEMAPANAN
MRK
TINGGI
(stage 4-5)
n (%)
RENDAH
(stage 1-3)
n (%)
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri
dari indeks O dan indeks U
7 (77.78%) 2 (22.22%)
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat
organisasi rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2,
dan O3
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di
rumah sakit
7 (77.78%)
7 (77.78%)
7 (77.78%)
7 (77.78%)
2 (22.22%)
2 (22.22%)
2 (22.22%)
2 (22.22%)
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan di unit pelayanan
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden
lokal
7 (77.78%)
6 (66.67%)
8 (88.89%)
5 (55.56%)
8 (88.89%)
8 (88.89%)
-
2 (22.22%)
3 (33.33%)
1 (11.11%)
4 (44.44%)
1 (11.11%)
1 (11.11%)
-
88
rumah sakit lainnya dikategorkan rendah pada indeks umum (indeks RS).
Hasil ini terdapat pada tingkat organisasi (Indeks O) maupun pada tingkat
unit pelayanan (Indeks U). Pada tingkat organisasi (indeks O), sebaran
jumlah rumah sakit pada masing-masing kategori tingkat implementasi
Manajemen Risiko Klinis sama di setiap indeksnya (indeks O1-O3) yaitu 7
(tujuh) rumah sakit pada kategori tinggi dan 2 (dua) rumah sakit pada
kategori rendah. Sedangkan pada Indeks U penyebarannya lebih bervariasi.
Pada indeks U1 yang merupakan indeks untuk proses Manajemen Risko
Klinis yang sedang berjalan di unit-unit pelayanan, terdapat 6 (enam) rumah
sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi Manajemen Risiko Klinis
yang tinggi sedangkan 3 (tiga) rumah sakit lainnya terkategorikan rendah.
Sedangkan pada Indeks U2 yang merupakan indeks untuk komunikasi dan
informasi, indeks U4 yang merupakan indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan, serta indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan, 8
(delapan) rumah sakit memiliki tingkat kemapanan Manajemen Risiko Klinis
yang tinggi dan 1 (satu) rumah sakit terkategorikan rendah. Pada indeks U3
yang merupakan indeks untuk dokumentasi, ada 5 (lima) rumah sakit yang
terkategorikan memiliki MRK yang tinggi, sedangkan 4 (empat) rumah sakit
lainnya terkategorikan rendah. Perbedaan nilai setiap indeks penilaian antara
rumah sakit yang memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah
dapat dilihat pada tabel berikut:
89
Tabel 14. Perbandingan Rata-rata Nilai Indeks Pada Rumah Sakit dengan
Level Implementasi MRK Tinggi dan Rendah
INDEKS MRK Rata-rata (%)
Tinggi Rendah
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri dari indeks
O dan indeks U
87.24 19.65
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat organisasi
rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2, dan O3
87.25 10.72
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang sedang
berjalan
90 0
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan, partisipasi
pegawai dan pelatihan
97.62 0
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di rumah
sakit
79.76 25
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit pelayanan,
terdiri dari indeks U1 sampai U6
87.24 28.49
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang sedang
berjalan di unit pelayanan
87.76 7.15
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan informasi 91.43 40
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 71.43 16.67
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan
95.92 50
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 80.95 25
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden lokal - -
90
Pada tabel di atas terlihat perbedaan antara setiap indeks pada rumah sakit
dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah. Perbedaan nilai
indeks rumah sakit secara umum cukup besar, dengan perbedaan pada
tingkat organisasi (indeks O) lebih besar dibandingkan tingkat unit pelayanan
(indeks U). Pada Tingkat rumah sakit, perbedaan terbesar terlihat pada
indeks O2 yaitu indeks untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan
pelatihan, dan juga merupakan indeks dengan perbedaan terbesar dari
keseluruhan indeks, baik pada tingkat rumah sakit maupun unit pelayanan,
kemudian disusul dengan indeks O1 yaitu indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan, dan terakhir indeks O3 yaitu indeks untuk pelaporan insiden
di rumah sakit. Sedangkan pada tingkat unit pelayanan, perbedaan terbesar
terlihat pada indeks U1 yaitu indeks untuk proses MRK yang sedang berjalan
di unit pelayanan, kemudian berturut-turut indeks U5 untuk pelatihan, indeks
U3 untuk dokumentasi, indeks U2 untuk komunikasi dan informasi, dan yang
terakhir adalah indeks U4 yang merupakan indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan dan sekaligus merupakan indeks dengan perbedaan terkecil
dari semua indeks yang dinilai. Untuk perbandingan nilai indeks antara
rumah sakit yang berada pada kategori implementasi MRK yang tinggi dan
rendah masing-masing dapat dilihat pada tabel berikut:
91
Tabel 15. Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat
Implementasi MRK Tinggi
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%) RATA-RATA (%)
WS TC AB UH PL SM PW
Indeks RS, indeks
umum untuk rumah
sakit, terdiri dari indeks
O dan indeks U
87.5 66.07 87.5 85.71 92.86 96.43 94.64 87.24
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O),
indeks MRK pada
tingkat organisasi
rumah sakit, terdiri
dari indeks O1, O2,
dan O3
78.57 71.43 89.29 96.43 89.29 92.86 92.86 87.25
- Indeks O1, indeks
untuk proses MRK
yang sedang
berjalan
100 70 90 100 90 90 90 90
- Indeks O2, indeks
untuk
kepemimpinan,
partisipasi pegawai
dan pelatihan
100 100 100 100 83.33 100 100 97.62
- Indeks O3, indeks
untuk pelaporan
insiden di rumah
sakit
50 58.33 83.33 91.67 91.67 91.67 91.67 79.76
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U),
indeks MRK pada
tingkat unit pelayanan,
terdiri dari indeks U1
96.43 60.71 85.71 75 96.43 100 96.43 87.24
92
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%) RATA-RATA (%)
WS TC AB UH PL SM PW
sampai U6
- Indeks U1, indeks
untuk proses MRK
yang sedang
berjalan di unit
pelayanan
100 42.86 100 71.43 100 100 100 87.76
- Indeks U2, indeks
untuk komunikasi
dan informasi
100 60 100 80 100 100 100 91.43
- Indeks U3, indeks
untuk dokumentasi
100 33.33 66.67 33.33 66.67 100 100 71.43
- Indeks U4, indeks
untuk pembelajaran
dan pengembangan
100 85.71 100 85.71 100 100 100 95.92
- Indeks U5, indeks
untuk pelatihan
83.33 66.67 50 83.33 100 100 83.33 80.95
- Indeks U6, indeks
untuk pelaporan
insiden lokal
- - - - - - - -
Tabel 16. Nilai Indeks MRK pada Rumah Sakit dengan Tingkat Implementasi
MRK Rendah
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)
RATA-RATA (%) LB SR
Indeks RS, indeks umum untuk rumah sakit, terdiri
dari indeks O dan indeks U
30.36 8.93 19.65
Tingkat RS
Indeks Oganisasi (O), indeks MRK pada tingkat
organisasi rumah sakit, terdiri dari indeks O1, O2,
dan O3
17.86 3.57 10.72
93
INDEKS MRK NILAI INDEKS (%)
RATA-RATA (%) LB SR
- Indeks O1, indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan
0 0 0
- Indeks O2, indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan
0 0 0
- Indeks O3, indeks untuk pelaporan insiden di
rumah sakit
41.67 8.33 25
Tingkat Unit Pelayanan
Indeks Unit (U), indeks MRK pada tingkat unit
pelayanan, terdiri dari indeks U1 sampai U6
42.86 14.29 28.49
- Indeks U1, indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan di unit pelayanan
14.29 0 7.15
- Indeks U2, indeks untuk komunikasi dan
informasi
60 20 40
- Indeks U3, indeks untuk dokumentasi 33.33 0 16.67
- Indeks U4, indeks untuk pembelajaran dan
pengembangan
57.14 42.86 50
- Indeks U5, indeks untuk pelatihan 50 0 25
- Indeks U6, indeks untuk pelaporan insiden lokal - - -
Pada kedua tabel di atas terlihat bahwa diantara 7 (tujuh) rumah sakit yang
memiliki level implementasi MRK yang tinggi, nilai indeks O dan indeks U
tidak menunjukkan perbedaan yang besar, hal sebaliknya ditemukan pada
rumah sakit yang memiliki implementasi MRK yang rendah, yaitu mereka
menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara indeks O dan indeks U
dengan nilai indeks U yang lebih besar. Meskipun pada level MRK tinggi
terdapat tiga rumah sakit dengan nilai indeks O yang lebih tinggi dari nilai
indeks U-nya, yaitu TC, AB dan RSP, sedangkan empat rumah sakit lainnya
94
yaitu WS, PL, SM dan PW memiliki nilai indeks U yang lebih tinggi dari nilai
indeks O, namun jika dirata-ratakan diperoleh nilai rata-rata indeks O lebih
tinggi dibandingkan indeks U. Hal ini berbeda pada rumah sakit yang memiliki
level implementasi MRK rendah, dimana nilai indeks O-nya lebih rendah
dibandingkan nilai indeks U.
Distribusi berdasarkan karakter organisasi dapat dilihat dalam
beberapa tabel berikut.
Tabel 17. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Jenis Rumah Sakit
TINGKAT KEMAPANAN MRK
JENIS RS
UMUM KHUSUS
n % n %
Tinggi 5 55.56 2 22.22
Rendah 2 22.22 0 0
TOTAL 7 77.78 2 22.22
Berdasarkan jenis rumah sakit, dari 7 rumah sakit dengan tingkat kemapanan
MRK tinggi, 5 merupakan rumah sakit umum dan 2 adalah rumah sakit
khusus. Sedangkan 2 rumah sakit dengan tingkat kemapanan MRK yang
rendah semuanya merupakan rumah sakit umum.
Tabel 18. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Kelas Rumah Sakit
TINGKAT KEMAPANAN MRK
KELAS RS
A B C
n % n % n %
Tinggi 2 22.22 5 55.56 0 0
Rendah 0 0 1 11.11 1 11.11
TOTAL 2 22.22 6 66.67 1 11.11
95
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat
kemapanan MRK tinggi, 2 merupakan rumah sakit kelas A dan 5 rumah sakit
kelas B. Sedangkan 2 rumah sakit yang terkategorikan kemapanan MRK
rendah, 1 diantaranya rumah sakit kelas B dan 1 adalah rumah sakit kelas C.
Tabel 19 . Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Kepemilikan
Rumah Sakit
TINGKAT KEMAPANAN
MRK
KEPEMILIKAN RS
PEMERINTAH SWASTA
PUSAT DAERAH
N % n % n %
Tinggi 4 44.44 1 11.11 2 22.22
Rendah 0 0 2 22.22 0 0
TOTAL 4 44.44 3 33.33 2 22.22
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 7 rumah sakit dengan tingkat
kemapanan MRK tinggi, 4 merupakan rumah sakit milik pemerintah pusat, 1
rumah sakit milik pemerintah daerah dan 2 rumah sakit swasta, sedangkan
kedua rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan rendah merupakan
rumah sakit milik pemerintah daerah.
Tabel 20. Tingkat Kemapanan MRK berdasarkan Status Akreditasi
Rumah Sakit
TINGKAT KEMAPANAN MRK AKREDITASI
SUDAH BELUM
n % N %
Tinggi 6 66.67 1 11.11
Rendah 0 0 2 22.22
TOTAL 6 66.67 3 33.33
96
Tabel di atas menunjukkan data bahwa dari 7 rumah sakit dengan tingkat
kemapanan MRK tinggi, 6 rumah sakit telah terakreditasi dan 1 rumah
sakit belum terakreditasi, sedangkan 2 rumah sakit yang memiliki tingkat
kemapanan MRK rendah keduanya belum terakreditasi.
3. Hasil Wawancara
Selain untuk memetakan tingkat kemapanan Manajemen Risiko
Klinis pada rumah sakit di Kota Makassar, tujuan lain dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikas faktor-faktor yang berhubungan dengan hal
tersebut. Oleh karena itu, maka juga dilakukan wawancara untuk
mengumpukan data-data terkait faktor-faktor penting yang mungkin
berhubungan dengan implementasi Manajemen Risiko Klinis di rumah
sakit.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi-terstruktur
yang terdiri dari 11 pertanyaan. Kesebelas pertanyaan ini bertujuan untuk
menggali informasi terkait MRK dari 3 aspek, yaitu:
a. Kondisi riil implementasi MRK yang ada saat ini di rumah sakit
responden (pertanyaan 1, 2, 7, 9, 10, 11)
b. Kebijakan strategis MRK yang sedang atau akan diambil dalam
rangka mendukung implementasi MRK, baik berupa tujuan strategis
maupun tujuan operasional (pertanyaan 3, 4, 5)
97
c. Kebutuhan yang dirasa paling prioritas dalam menunjang
implementasi MRK di rumah sakit responden (pertanyaan 6, 8)
Kesebelas pertanyaan ini diberikan kepada masing-masing responden
yang merupakan Ketua Komite Mutu/PMKP di institusi masing-masing
atau orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program mutu atau
manajemen risiko.
Pertanyaan pertama yang diajukan adalah mengenai pendapat
responden tentang faktor-faktor yang terkait masalah kebijakan, politis
atau hukum yang mungkin mempengaruhi implementasi MRK di tempat
mereka. Jawaban dari kesembilan responden cukup bervariasi meskipun
terdapat kecenderungan kesamaan jawaban pada satu kata kunci yaitu
komitmen, seperti yang dikemukakan oleh beberapa responden berikut;
“….dukungan dari pimpinan merupakan faktor terpenting jika ingin proses
MRK diimplementasikan dengan baik….” (TC)
“….. belum meratanya komitmen dari semua pihak terkait pelaksanaan
manajemen risiko dan pengetahuan staf tentang MRK yang masih sangat
minim serta sosiaisasi tentang hal tersebut yang juga masih sangat
kurang….” (SM)
Kebijakan rumah sakit dan pengetahuan staf merupakan jawaban lain
yang dikemukakan oleh beberapa responden, seperti dalam kutipan
wawancara berikut:
“….manajemen risiko merupakan hal baru di dunia perumahsakitan,
sehingga posisi ataupun tanggung jawab manajemen risiko belum
menjadi bagian strategis….” (WS)
98
“…..bagi kami, kebijakan corporate lah yang sangat mempengaruhi
jalannya organisasi, apapun itu…” (AB)
“….. belum meratanya komitmen dari semua pihak terkait pelaksanaan
manajemen risiko dan pengetahuan staf tentang MRK yang masih sangat
minim serta sosiaisasi tentang hal tersebut yang juga masih sangat
kurang….” (LB)
“…..yang dirasa sangat berpengaruh adalah pengetahuan dan komitmen
pimpinan….” (SR)
Selain itu beberapa responden juga memberikan jawaban yang berbeda.
“….adanya sistem open disclosure kasus medis atau kesalahan yang
dilakukan oeh staf medis serta adanya sistem klaim atau legalitas dimana
jika terjadi tuntutan kepada rumah sakit siapa yang akan membayar klaim
pasien tersebut….” (UH)
“…..prosedur pengelolaan anggaran dan pelaksanaan akan pengajuan
fasilitas MRK dan pengembangan SDM….” (PL)
Jawaban dari para responden dapat dilihat pada content analysis berikut:
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Kebijakan strategis RS
Komitmen
Pengetahuan staf
Faktor pendukung (anggaran,
fasilitas, SDM)
Pencegahan dan perlindungan
terhadap tuntutan hukum
Gambar 6. Content analysis pertanyaan 1
99
Dari analisis di atas terlihat bahwa lima responden menganggap bahwa
komitmen merupakan faktor yang mempengaruhi implementasi MRK di
tempat mereka, dua responden menganggap kebijakan strategis RS
merupakan faktor yang berpengaruh demikian pula dengan pengetahuan
staf. Pencegahan dan perlindungan terhadap tuntutan hukum serta
ketersediaan faktor pendukung seperti anggaran, fasilitas dan SDM juga
dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi implementasi MRK di RS oleh
masing-masing satu responden.
Pertanyaan kedua yang dajukan adalah tentang pandangan
responden terkait implementasi dan pengorganisasian MRK di tempat
mereka. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi riil
implementasi MRK di tempat responden. Sebagian besar responden merasa
bahwa MRK di tempat mereka sudah terorganisir dan proses MRK sudah
berjalan namun masih membutuhkan pengembangan, seperti yang
diutarakan oleh beberapa responden berikut:
“…..kami sudah berjalan, namun tentunya masih butuh banyak
pengembangan dan perbaikan khususnya yang terkait dengan risiko klinis….”
(TC)
“....prosesnya sudah berjalan, tinggal dikembangkan hingga lebih optimal
lagi....” (SM)
“…. Implementasi MRK masih dalam tahap pengembangan, kami senantiasa
berupaya untuk meningkatkan….” (AB)
100
“….secara struktur organisasi sudah berjalan dengan baik tetapi personel
masih merangkap jabatan karena yang purna waktu hanya 1 orang….” (PL)
“…..kalau dari segi pengorganisasian kami rasa sudah cukup, namun dari
implementasinya masih kurang karena adanya keterbatasan SDM yang tidak
full time….” (PW)
Ada responden yang menganggap bahwa proses MRK sudah berjalan
dengan maksimal di tempat mereka;
“….sudah ada struktur organisasi terkait dan prosesnya sudah berjalan…”
(WS)
“….di tempat kami sistem ini sudah berjalan secara sistematis, pertemuan
pun sudah teratur dilakukan pada setiap tanggal 15 meskipun jumlah peserta
yang datang berpartisipasi masih kurang, hanya sekitar 5-6 orang dari total
30 orang, ini disebabkan karena mereka masih sibuk dengan pelayanan
sebagai tupoksi utama mereka…..” (RSP)
Namun demikian masih ada responden yang berpendapat bahwa proses
MRK di tempat mereka belum terorganisir dan belum berjalan;
“…..MRK belum berjalan di rumah sakit kami, belum terstruktur. Kami masih
perlu untuk menyamakan persepsi tentang MRK terhadap semua pihak….”
(LB)
“….harus kami akui bahwa hal ini belum berjalan di rumah sakit kami….”
(SR)
Content analysis dari jawaban responden dapat dilhat dalam gambar berikut:
101
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Ada struktur
Belum ada struktur
Proses sudah berjalan
Proses belum berjalan
Proses sudah berjalan namun
butuh pengembangan
Gambar 7. Content analysis pertanyaan 2
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah
melakukan pengorganisasian MRK (tujuh responden) namun belum maksimal
dalam implementasinya dan masih butuh pengembangan (empat responden).
Tiga responden menjawab bahwa implementasi MRK sudah berjalan dengan
baik di tempat mereka, sedangkan dua responden menjawab bahwa mereka
belum melakukan pengorganisasian MRK dan proses tersebut juga belum
berjalan di tempat mereka.
Pertanyaan ketiga yang diajukan dalam wawancara adalah
mengenai tujuan strategis terkait MRK yang dianggap paling penting oleh
102
responden. Pertanyaan ini bertujuan untuk menggali informasi terkait
kebijakan yang sedang atau akan di ambil untuk mendukung implementasi
MRK di rumah sakit. Sebagian besar responden setuju bahwa peningkatan
keselamatan pasien merupakan tujuan strategis yang paling penting.
“…..meminimalkan insiden maupun dampaknya bila terjadi….” (WS)
“…..meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien rumah sakit….” (LB)
“….peningkatan keselamatan pasien….” (SR)
“….tujuannya adalah untuk meningkatkan patient safety dan K3RS…”(AB)
“….meminimalisir faktor yag dapat menimbulkan cedera pada pasien dan
petugas serta berupaya semaksimal mungkin meningkatkan mutu rumah
sakit…” (PL)
“….meminimalkan insiden keselamatan pasien….”(SM)
“….mengoptimalkan penerapan patient safety sebagai budaya kerja….” (PW)
Meskipun juga masih ada responden yang memberikan jawaban berbeda;
“…..untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian pegawai tentang
manajemen risiko klinis serta meningkatkan keamanan dan keselamatan
pasien…..” (TC)
“….untuk meningkatkan keterbukaan dan kejujuran serta komitmen yang kuat
dari seluruh staf…” (RSP)
Jawaban dari responden dapat dilihat pada content analysis berikut:
103
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Peningkatan keselamatan
pasien
Peningkatan pengetahuan
staf
Keterbukaan dan kejujuran
Peningkatan komitmen
Gambar 8. Content analysis pertanyaan 3
Berdasarkan bagan di atas dapat dilhat bahwa variasi jawaban dari para
responden tidak terlalu banyak. Delapan responden menjawab bahwa
peningkatan keselamatan pasien merupakan tujuan strategis yang mereka
anggap paling penting, sedangkan peningkatan pengetahuan staf,
keterbukaan dan kejujuran serta peningkatan komitmen dianggap penting
oleh masing-masing satu responden.
Pertanyaan keempat adalah tentang tujuan operasional yang
dianggap paling penting yang harus dipriortaskan di tempat kerja responden
dalam waktu 12 bulan kedepan. Pertanyaan ini juga bertujuan untuk
menggali informasi terkait kebijakan yang sedang atau akan di ambil untuk
104
mendukung implementasi MRK di rumah sakit. Jawaban para responden
untuk pertanyaan ini sangat beragam, hanya tiga responden yang memiliki
jawaban yang sama, sedangkan responden lainnya memiliki jawaban yang
berbeda, seperti pada kutipan wawancara berikut:
“….peningkatan pengetahuan staf terkait manajemen mutu dan manajemen
risiko, karena kami susah bergera kalau belum memahami sepenuhnya
tentang hal tersebut….” (SR)
“……semua staf harus mengerti dan paham tentang risiko dan paham
tentang pelaporan risiko dan insiden…..” (TC)
“….kami ingin meningkatkan sosialisasi terkait manajemen risiko klinis ini
kepada seluruh staf dan meningkatkan keterlibatan serta partisipasi aktif dari
seluruh pihak di rumah sakit ini….” (AB)
“…..sesuai mapping hasil identifikasi risiko 1 tahun terakhir terdapat
beberapa proses berisiko tinggi yang menjadi prioritas, antara lain proses
pelayanan farmasi, admisi dan laboratorium…” (WS)
“…. Identifikasi area yang berisiko dan identifikasi staf atau kelompok yang
berisiko….” (LB)
“….penyelesaian indikator pengukuran keselamatan pasien dan mutu di
seluruh unit….” (RSP)
“….penggunaan SIMRS yang terintegrasi dengan laporan mutu tiap unit….”
(PL)
“….tujuannya adalah untuk meningkatkan pelaporan insiden dari unit-unit…”
(SM)
“…..pemenuhan standar sesuai SPM….” (PW)
105
Analisa jawaban responden dapat dilihat dalam bagan berikut:
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Fokus area berisiko tinggi
Identifikasi risiko
Peningkatan pengetahuan
staf
Integrasi SIMRS
Pengukuran indikator mutu dan
keselamatan apsien
Pelaporan insiden
Peningkatan standar sesuai
SPM
Gambar 9. Content analysis pertanyaan 4
Dalam content analysis ini terlihat bahwa jawaban responden cukup
bervariasi. Ada tiga responden yang menjawab bahwa peningkatan
pengetahuan staf adalah tujuan operasional yang paling penting yang ingin
mereka prioritaskan. Sedangkan enam responden lainnya memiliki jawaban
masing-masing yang berbeda yaitu identifikas risiko, pengukuran indikator
mutu dan keselamatan pasien, integrasi SIMRS, pelaporan insiden, dan
peningkatan standar sesuai SPM.
Pada pertanyaan kelima responden diminta menjawab tentang
fungsi MRK yang menurut mereka paling penting untuk dikembangkan.
106
Jawaban responden mengerucut pada empat fungsi, yaitu pencegahan
insiden, identifikasi risiko, pelaporan insiden dan monitoring. Jawaban para
responden dapat dilihat pada beberapa kutipan wawancara berikut:
“…. Strategi mencegah insiden dan meminimalkan dampak….” (WS)
“….menurut saya fungsi MRK yang paling penting adalah identifikasi
risiko….” (LB)
“….kemungkinan identifikasi risiko merupakan hal yang paling penting, saya
kurang yakin….” (SR)
“……fungsi identifikasi dan pelaporan, karena ini yang menjadi dasar
pembelajaran untuk membuat program pencegahan risiko lebih lanjut….”
(TC)
“…..fungsi pelaporan, harus ada reward pelaporan insiden….” (RSP)
“….fungsi pelaporan dan identifikasi risiko….” (SM)
“….fungsi yang terpenting menurut kami adalah fungsi pengawasan atau
monitoring…” (PW)
Content analysis dari jawaban ini dapat dilihat pada bagan berikut:
107
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Pencegahan insiden
Identifikasi risiko
Pelaporan insiden
Monitoring
Gambar 10. Content analysis pertanyaan 5
Dalam content analysis di atas terlhat bahwa sebagian besar responden,
yaitu lima responden, menjawab identifikasi risiko sebagai fungsi MRK yang
menurut mereka paling penting untuk dikembangkan, kemudian empat
responden menjawab pelaporan insiden, sedangkan ada dua responden
yang masing-masing menjawab pencegahan insiden dan monitoring sebagai
fungsi MRK terpenting.
Pertanyaan keenam meminta responden untuk menjawab kepada
kelompok staf yang manakah pelatihan MRK dan keselamatan pasien lebih
penting diberikan. Jawaban untuk pertanyaan ini relatif lebih bervariasi
108
diberikan oleh para responden seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara
berikut:
“….. Manajemen dan Profesi Pemberi Asuhan, seperti Perawat, Dokter,
Dietisien, dan semua yang langsung terlibat pada pelayanan pasien….” (WS)
“…. Manajemen….” (LB)
“….kepada DPJP…..” (AB)
“…..rawat inap, IGD, ICU dan OK….” (PL)
“….perawat, karena mereka yang lebih banyak dan lebih sering bersentuhan
langsung dengan pasien….” (SR)
“…..harusnya kepada seluruh staf, namun prioritas utama adalah staf medis,
yaitu dokter, perawat dan bidan…” (RSP)
“….pelatihan itu penting diberikan kepada semua staf….” (SM)
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Manajemen
Dokter
Perawat
Semua PPA
Bidan
Semua pegawai
Gambar 11. Content analysis pertanyaan 6
109
Dari bagan di atas terlihat bahwa lima responden menjawab dokter, empat
responden menjawab perawat, tiga responden menjawab manajemen, dan
satu responden untuk masing-masing jawaban bidan, semua PPA dan
semua pegawai.
Pertanyaan ketujuh yang diajukan dalam wawancara adalah
tentang kekuatan program MRK yang ada di masing-masing rumah sakit
responden. Jawaban dari para responden dapat dilihat pada beberapa
kutipan wawancara berikut:
“……adanya arah yang jelas dan sudah dilaluinya peran manajemen risiko
secara internasional, dukungan pimpinan, sudah adanya struktur dan
proses…” (WS)
“….adanya struktur organisasi yang sudah mengakomodir manajemen risiko
klinis dan beberapa staf yang teah mendapatkan pelatihan terkait manajemen
risiko….”(TC)
“….kekuatan kami adalah komitmen untuk menerapkan standar dari semua
pegawai yang cukup tinggi, selain itu karena kami adalah rumah sakit swasta
maka dengan adanya competitor membuat kami selalu termotivasi dalam
menjaga kualitas pelayanan….”(AB)
“..... belum ada yang menjadi kekuatan kami…” (LB)
“….belum ada….” (SR)
“….sudah ada unit yang bertanggungjawab terhadap masalah ini, meskipun
partisipasi dari unit lain masih kurang…” (RSP)
“….loyalitas anggota dan sistem komando….” (PL)
110
“…. Kami sudah memiliki struktur, sudah ada pedoman untuk implementasi,
tinggal ditingkatkan….” (SM)
“…..kekuatan kami adalah bahwa kami sudah memiliki sistem pelaporan yang
berjalan dengan baik dan kami telah memiliki champion mutu, PPI dan
patient safety di unit-unit….” (PW)
Jawaban di atas tertuang dalam content analysis berikut:
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Ada kebijakan yang
mendukung
Komitmen dan dukungan
pimpinan
Adanya Staf yang terlatih
Tidak ada
Motivasi dan semangat
kompetisi
Gambar 12. Content analysis pertanyaan 7
Dari bagan di atas terlihat bahwa ada lima variasi jawaban, dimana jawaban
terbanyak adalah adanya kebijakan yang mendukung, hal ini diutarakan oleh
lima responden, kemudian tiga responden menjawab bahwa komitmen dan
dukungan pimpinan merupakan kekuatan mereka, dua responden menjawab
tidak memiliki kekuatan dan satu responden masing-masing menjawab
111
bahwa adanya staf yang terlatih dan motivasi menjadi kekuatan mereka
dalam mengimplementasikan MRK.
Pertanyaan kedelapan yang diajukan kepada responden dalam
wawancara adalah tentang kebutuhan terbesar yang diperlukan untuk
menjalankan program MRK di tempat mereka masing-masing.
“……..ada data untuk menjalankan redesign proses atau rancang ulang….”
(WS)
“…..meningkatkan pengetahuan staf tentang manajemen risiko klinis itu
sendiri….” (LB)
“…..harus ada komitmen yang sama dari semua pihak, baik itu pimpinan
sampai ke staf biasa…..” (SR)
“…..harus ada staf permanen yang mengurusi masalah manajemen mutu dan
risiko, sehingga mereka bisa lebih fokus dan tidak terbagi dengan tupoksi
utama mereka. Sosialisasi kepada seluruh pegawai juga harus selalu
dilakukan untuk menjamin kesamaan persepsi dan komitmen….” (TC)
“….saya kira kami membutuhkan adanya tenaga yang full time untuk
mengurusi masalah ini dan pelatihan kepada seluruh staf terkait manajemen
risiko….” (AB)
“…..dana untuk membiayai hasil rekomendasi investigasi kalau keluar dari
pagu anggaran…” (RSP)
“… kami membutuhkan peningkatan SDM serta evaluasi indikator
keselamatan pasien….” (PL)
“….yang sangat dibutuhkan adalah pelatihan bagi seluruh staf…” (SM)
112
“…..kami sangat membutuhkan tenaga yang full time untuk mengurusi hal
ini…” (PW)
WS
AB
TC
SR
LB
UH
ST
PL
PT
Data
Pelatihan
Komitmen
Dana
SDM
Evaluasi
Pengetahuan
Gambar 13. Content analysis pertanyaan 8
Empat responden menjawab bahwa ketersediaan tenaga/SDM adalah
kebutuhan terbesar yang mereka perlukan, dua responden menjawab
pelatihan bagi staf, dan satu responden menjawab masing-masing bahwa
pengetahuan, ketersediaan data, komitmen, ketersediaan dana dan adanya
evaluasi yang menjadi kebutuhan terbesar mereka.
Pertanyaan kesembilan yang diajukan bertujuan untuk menggali
informasi tentang sistem pelaporan insiden yang digunakan di tingkat rumah
sakit. Variasi jawaban dari pertanyaan ini hanya dua, yaitu menggunakan
sistem pelaporan insiden yang standar sesuai dengan KARS/KEMENKES
113
dan yang tidak memilki sistem pelaporan insiden. Delapan responden
menggunakan sistem pelaporan yang standar dan hanya satu responden
yang menjawab tidak memiliki sistem pelaporan insiden.
“…..kami menggunakan sistem pelaporan yang standar dari kemenkes….”
(LB)
“…..sistem pelaporan insiden baku dari kemenkes dan KARS….” (AB)
“…..kami menggunakan format baku, data dikumpulkan oleh PIC di setiap
ruangan, diserahkan kepada Kepala Ruangan, yang akan melakukan grading
dan kemudian diserahkan kepada Tim PMKP….” (PW)
“…..belum ada sistem pelaporan insiden yang kami gunakan, proses
pelaporan insiden belum berjalan….” (SR)
Content analysis dapat dilihat di bawah ini:
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Standar KARS/KEMENKES
Tidak ada
Gambar 14. Content analysis pertanyaan 9
114
Pertanyaan kesepuluh hampir serupa dengan pertanyaan
kesembilan mengenai sistem pelaporan insiden yang digunakan namun
dalam tingkat unit pelayanan. Pertanyaan ini ingin menggali informasi apakah
terdapat sistem pelaporan insiden yang berbeda yang digunakan di tingkat
rumah sakit dan unit pelayanan. Delapan responden menyatakan bahwa
mereka menggunakan sistem pelaporan yang sama di semua unit layanan
dan satu responden tidak memiliki sistem pelaporan insiden di unit
pelayanan.
“….belum ada sistem pelaporan insiden, baik itu di tingkat rumah sakit
apalagi di tingkat unit layanan….” (SR)
“….kami menggunakan sistem yang sama di semua unit pelayanan….” (TC)
“…..sistemnya sama pada semua unit layanan….” (AB)
“…..sama di semua unit…” (PL)
“….kami menggunakan sistem yang sama….” (SM)
“….sistemnya sama di semua ruangan, kecuali pelaporan K3…” (PW)
Content analysis dari pertanyaan ini dapat dilihat pada bagan berikut:
115
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Sama di semua unit
Tidak ada
Gambar 15. Content analysis pertanyaan 10
Pertanyaan kesebelas dalam wawancara meminta responden
untuk menggambarkan secara singkat struktur organisasi Komite Mutu atau
manajemen Risiko di rumah sakit mereka. Ini merupakan pertanyaan
tambahan untuk mempertegas tentang pengorganisasian MRK di tempat
mereka. Dari kesembilan responden lima diantaranya sudah memiliki struktur
yang secara spesifik bertanggungjawab terhadap implementasi MRK di
tempat mereka, sedangkan empat sisanya tidak memiliki struktur tersebut.
116
WS
AB
TC
SR
LB
UH
SM
PL
PW
Ada struktur yang
bertanggungjawab secara
spesifik terhadap
implementasi MRK
Belum ada struktur yang
bertanggungjawab secara
spesifik terhadap
implementasi MRK
Gambar 16. Content analysis pertanyaan 11
C. PEMBAHASAN
Pada tabel 3 telah disajikan data nilai masing-masing rumah sakit
untuk setiap indeks penilaian, dan pada tabel 4 dapat dilihat rekapan nilai
indeks penilaian untuk semua rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 9 rumah sakit yang diteliti, 7 rumah sakit berada pada tingkat
implementasi MRK yang tinggi, yaitu (sesuai urutan):
1. SM (nilai indeks RS 96,43)
2. PW (nilai indeks RS 94,64)
3. PL (nilai indeks RS 92,86)
4. AB (nilai indeks RS 87,5)
117
5. WS (nilai indeks RS 87,5)
6. RSP (nilai indeks RS 85,71)
7. TC (nilai indeks RS 66,07)
Sedangkan 2 rumah sakit lainnya memiliki tingkat implementasi MRK yang
rendah, yaitu (sesuai urutan):
1. LB (nilai indeks RS 30,36)
2. SR (nilai indeks RS 8,93)
Sehingga 77,78% dari sampel penelitian terkategorikan memiliki tingkat
implementasi MRK yang tinggi. Hasil ini bisa dikatakan cukup baik untuk
mewakili tingkat implementasi MRK pada rumah sakit di Kota Makassar.
Penelitian yang dilakukan oleh Matthias Briner dkk di Swiss pada tahun 2012
tentang penerapan MRK di rumah sakit, hanya terdapat 70,1% (68 dari 97)
rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan MRK tinggi (Briner et al.,
2013), penelitian lain di Iran mengindikasikan bahwa penerapan MRK di
rumah sakit masih sangat rendah dan berada jauh di bawah standar
internasional (Rozita Davoodi et al., 2014), demikian pula penelitian yang
dilakukan di salah satu rumah sakit di Tehran menunjukkan bahwa
implementasi MRK masih berada pada tingkat moderat (Zaboli et al., 2011),
termasuk penelitian di suatu rumah sakit pendidikan di Kerman, Iran yang
menunjukkan tingkat implementasi MRK yang rendah (Farokhzadian et al.,
2015). Namun demikian, kurangnya penelitian tentang MRK khususnya di
Indonesia dan Kota Makassar yang dapat dijadikan sebagai data
118
pembanding pada penelitian ini menjadi kesulitan tersendiri untuk bisa lebih
jauh membandingkan tingkat kemapanan implementasi MRK pada rumah
sakit di beberapa kota di Indonesia ataupun antar Negara. Beberapa
penelitian lain yang berfokus pada MRK juga mengalami kesulitan serupa,
seperti di Swiss dan Iran (Briner et al., 2013). Meskipun jumlah sampel
penelitian ini hanya sekitar 18,75% dari keseluruhan rumah sakit di Kota
Makassar yang total berjumlah 48 rumah sakit yang terdiri dari 22 rumah sakit
umum, 3 rumah sakit khusus, dan 23 rumah sakit bersalin/RSIA, namun
sampel yang dipilih dianggap mampu mewakili masing-masing karakteristik
organisasi rumah sakit untuk kemudian dilakukan analisis lebih lanjut
(Dinkes, 2016).
Pada tabel 9 disajikan data tingkat kemapanan implementasi MRK
berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi
MRK yang tinggi, 5 merupakan Rumah Sakit Umum dan 2 merupakan
Rumah Sakit Khusus, sedangkan 2 rumah sakit dengan tingkat implementasi
MRK yang rendah keduanya merupakan Rumah Sakit Umum. Dari hasil ini
terlihat bahwa sebagian besar Rumah Sakit Umum memiliki tingkat
implementasi MRK yang tinggi, dan demikian pula dengan Rumah Sakit
Khusus yang semuanya terkategorikan memiliki implementasi MRK yang
tinggi, sehingga tidak jelas terlihat pengaruh faktor jenis pelayanan rumah
sakit terhadap tingkat kemapanan implementasi MRK. Berdasarkan
119
pengamatan peneliti, jenis pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
memang tidak terkait dengan manajemen mutu di rumah sakit, karena
pengkategorian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan hanya memberikan
batasan terhadap ruang lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
rumah sakit namun tidak menyentuh tentang manajemen dan kualitas
pengelolaan layanan tersebut. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, pasal 11 menyatakan “Berdasarkan
jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah
Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus”, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan
bahwa “Rumah sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit” dan pada ayat 3
dijelaskan “Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya” (Kemenkes, 2014). Jadi dalam pengklasifikasian rumah
sakit berdasarkan jenis pelayanan ini hanya berfokus pada pelayanan utama
yang diberikan oleh rumah sakit bersangkutan. Hasil ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Matthias Briner dkk pada Tahun 2012 yang
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat kemapanan
implementasi MRK dengan jenis rumah sakit yang merupakan salah
karakteristik struktural organisasi (Briner et al., 2013)
120
Pada tabel 10 terlihat bahwa dari 7 rumah sakit yang memiliki tingkat
kemapanan implementasi MRK yang tinggi, 2 merupakan rumah sakit kelas A
dan 5 merupakan rumah sakit kelas B, sedangkan untuk 2 rumah sakit yang
memiliki tingkat kemapanan imlementasi MRK yang rendah, 1 merupakan
rumah sakit kelas B dan 1 lagi merupakan rumah sakit kelas C. semua rumah
sakit kelas A dalam penelitian ini memiliki tingkat kemapanan implementasi
MRK yang tinggi, mayoritas rumah sakit kelas B juga memiliki tingkat
kemapanan implementasi MRK yang tinggi sedangkan rumah sakit kelas C
dalam penelitian ini memiliki tingkat implementasi MRK yang rendah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
rumah sakit dengan kelas yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat
implementasi MRK yang lebih baik. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
Matthias Briner pada tahun 2012 yang mengatakan bahwa tidak ada
pengaruh antara tingkat kemapanan implementasi MRK dengan seluruh
karakteristik struktural organisasi (Briner et al., 2013).
Perbedaan kelas pada rumah sakit didasarkan pada beberapa
indikator, yaitu pelayanan, sumber daya manusia, peralatan serta bangunan
dan prasarana (Kemenkes, 2014). Keempat indikator ini diatur
persyaratannya secara kuantitas, untuk kemudian bisa mendapatkan
penetapan kelas. Jadi sebenarnya perbedaan kelas ini hanya terletak pada
fasilitas yang tersedia di rumah sakit, tanpa memberikan batasan tentang
standar kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun demikian hal ini secara
121
tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas pelayanan di rumah sakit,
karena anggapan bahwa rumah sakit dengan kelas A merupakan kelas
tertinggi dalam klasifikasi rumah sakit sehingga ekspektasi terhadap rumah
sakit ini juga akan tinggi, bahwa rumah sakit kelas A mampu memberikan
pelayanan yang komprehensif dan berkualitas dibandingkan dengan rumah
sakit lain. Sehingga dapat dikatakan, berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa
Rumah sakit kelas A dengan tingkat kompleksitas yang lebih tinggi, sumber
daya yang lebih besar dan status kepemilikan oleh pemerintah pusat memiliki
manajemen yang lebih baik dalam hal Manajemen Risiko Klinis. Hal ini bisa
menjelaskan perbedaan hasil penelitian oleh Matthias Briner yang tidak
menemukan pengaruh kelas rumah sakit terhadap tingkat kemapanan MRK,
dimana indikator yang digunakan adalah jumlah tempat tidur sesuai dengan
yang ditetapakan oleh Asosiasi Rumah Sakit Swiss dan bahwa penerapan
standar kualitas pelayanan di luar negeri sudah lebih maju dibandingkan
Indonesia, sehingga penerapan standar tersebut lebih maksimal dan merata
dilakukan pada semua kelas rumah sakit (Briner et al., 2013).
Demikian pula halnya dengan status kepemilikan rumah sakit, semua
rumah sakit pemerintah yang berstatus kepemilikan pusat dan rumah sakit
swasta yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki tingkat implementasi
MRK yang tinggi, sebagaimana tergambar pada tabel 11. 4 rumah sakit yang
berstatus kepemilikan pemerintah pusat, 2 diantaranya merupakan UPT
Kementerian Kesehatan, sisanya masing-masing merupakan milik
122
Kementerian Riset dan Dikti, dan milik TNI AD. Hal ini mungkin berhubungan
dengan pengawasan langsung oleh Pemerintah Pusat yang bisa berdampak
pada manajemen yang lebih baik, atau pada RS TNI yang memiliki sistem
komando yang juga sangat mempengaruhi manajemen di rumah sakit
tersebut. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara bahwa di PL yang
merupakan rumah sakit milik TN AD, yang menjadi kekuatan mereka dalam
mengimplentasikan program MRK adalah adanya loyalitas dan sistem
komando, dua hal yang erat kaitannya dengan kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan militeristik merupakan suatu gaya kepemimpinan yang
memiliki karakter antara lain:
a. Lebih banyak menggunakan perintah atau sistem komando
b. Menuntut kepatuhan penuh dari bawahan
c. Menyukai formalitas
d. Membutuhkan kedisiplinan yang kaku
e. Lebih tertutup terhadap saran dan kritik dari bawahan (Soesanto and
Efendy, 2017)
Gaya kepemimpinan militeristik terkadang menimbulkan ketidaknyamanan
terutama di antara para pegawai dengan latar belakang non militer atau sipil
karena sifatnya yang kaku serta komunikasi yang terkadang bersifat satu
arah juga memiliki potensi menimbulkan ketidakpuasan di antara pegawai,
namun demikian, dalam gaya kepemimpinan militeristik ini juga terdapat hal
positif dalam pencapaian misi dan visi serta tujuan organisasi. Selain
123
terdapatnya faktor kepatuhan, disiplin dan sistem komando, gaya
kepemimpinan ini juga memunculkan prestise dan karisma tersendiri dari
sikap militeristiknya (Soesanto and Efendy, 2017).
Rumah sakit UPT Vertikal memiliki rentang birokrasi yang lebih pendek
dibandingkan dengan Rumah Sakit Umum Daerah terhadap kebijakan-
kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sehingga
Kebijakan tersebut dan Komitmen Pemerintah Pusat lebih dapat terbaca dan
terserap dengan maksimal. Hal ini lebih ditekankan lagi pada hasil
wawancara yang menunjukkan bahwa komiten dan arah kebijakan strategis
merupakan faktor yang dianggap mempengaruhi implementasi MRK di rumah
sakit. Faktor tersebut juga berpengaruh di rumah sakit swasta, yang mana
kebijakan perusahaan sangat berpengaruh terhadap keseluruhan
manajemen dan operasional rumah sakit. Ditambah lagi untuk rumah sakit
swasta, tuntutan untuk menjaga kualitas layanan merupakan suatu hal yang
mutlak untuk bisa unggul dan bertahan dari para kompetitor, dan untuk
menjawab ekspektasi masyarakat tentang keunggulan pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit swasta dibandingkan dengan rumah sakit
pemerintah. Ekspektasi ini sudah menjadi hal yang umum di masyarakat,
penelitian yang dilakukan oleh Yousapronpaiboon pada tahun 2013 di
Thailand menemukan bahwa terdapat adanya perbedaan kualitas pelayanan
antara rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah dan bahwa persepsi
masyarakat menganggap bahwa pelayanan di rumah sakit swasta lebih baik
124
dibandingkan rumah sakit pemerintah (Yousapronpaiboon and Johnson,
2013), demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Irfan dkk di Pakistan
pada tahun 2011 yang juga menunjukkan bahwa mayoritas respondennya
menganggap bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit swasta lebih
baik dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah (Irfan and Ijaz, 2011).
Penelitian ini juga sejalan dengan kondisi yang terjadi di Mesir, dimana
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit swasta dianggap lebih
baik dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah (Mostafa, 2005), dan juga
di Bangladesh dimana masyarakatnya lebih banyak menggunakan pelayanan
kesehatan di rumah sakit swasta dibandingkan rumah sakit pemerintah
dengan alasan kualitas (Andaleeb, 2000). Kualitas pelayanan ini tentunya
sejalan dengan kualitas manajemen mutu di rumah sakit tersebut. Rumah
sakit swasta harus melakukan upaya yang lebih baik dibandingkan dengan
rumah sakit pemerintah untuk menjaga kualitas mutu dan pelayanan yang
mereka berikan karena sebagai rumah sakit swasta mereka tergantung
kepada konsumer, dalam hal ini pasien, untuk mendapatkan keuntungan
finansial, seperti halnya organisasi swasta lainnya. Oleh karena itu maka
rumah sakit swasta lebih fokus dalam pemenuhan kebutuhan pasien dan
pengembangan organisasi untuk mampu menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang maksimal bagi pasiennya. Selain itu, pada rumah sakit
swasta, seluruh pegawai termasuk dokter dan perawat menunjukkan
kepedulian yang lebih tentang mutu pelayanan yang mereka berikan (Irfan
125
and Ijaz, 2011). Namun hasil ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Matthias Briner yang tidak menemukan adanya
pengaruh antara tingkat kemapanan implementasi MRK dengan karakteristik
struktur organisasi termasuk status kepemilikan rumah sakit (Briner et al.,
2013). Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa dibandingkan data penelitian
yang disajikan di atas, yang sebagian besar penelitian tersebut dilaksanakan
di negara-negara Asia dan Afrika, maka standar kualitas pelayanan di Swiss
sudah lebih maju sehingga semua rumah sakit sudah mampu menerapkan
standar dengan motivasi dan semangat yang sama, baik pada rumah sakit
pemerintah maupun rumah sakit swasta.
Jika dilihat dari status akreditasi, semua rumah sakit yang memiliki
tingkat kemapanan MRK yang rendah adalah rumah sakit yang belum
terakreditasi, sedangkan untuk rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan
MRK tinggi, 1 diantaranya adalah rumah sakit yang belum terakreditasi,
namun rumah sakit ini sedang dalam proses mempersiapkan akreditasi dan
telah melakukan upaya-upaya pemenuhan terhadap standar akreditasi
KARS. Dalam penelitian ini jelas terlihat bahwa status akreditasi memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit secara
umum dan termasuk juga terhadap implementasi MRK. Braithwaite dalam
penelitiannya pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa akreditasi secara
signifikan memiliki dampak positif dan berpengaruh terhadap budaya
organisasi dan kepemimpinan. Juga ditemukan adanya trend positif antara
126
akreditasi dan kinerja klinis di rumah sakit (Braithwaite et al., 2010). Hal ini
disebabkan karena proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya
keselamatan dan budaya kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa
berusaha untuk meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Akreditasi
memberikan panduan bagi rumah sakit tentang persyaratan dan elemen-
elemen yang harus dipenuhi dalam pencapaian standar mutu yang
dipersyaratkan, termasuk keharusan suatu rumah sakit untuk memiliki Komite
Mutu atau tim lain yang bertanggungjawab terhadap peningkatan mutu
(Kemenkes, 2011). Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa pegawai
yang bekerja di rumah sakit yang telah terakreditasi memiliki persepsi yang
lebih positif tentang keselamatan pasien, dan menjadikan akreditasi sebagai
salah satu prediktor major untuk budaya keselamatan pasien (El-Jardali et
al., 2011). Meskipun dalam penelitian ini terdapat satu rumah sakit dengan
tingkat implementasi MRK yang tinggi namun belum terakreditasi tapi rumah
sakit tersebut sedang dalam proses persiapan akreditasi, yang berarti bahwa
mereka telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi standar-standar
yang dipersyaratkan dalam elemen penilaian. Dalam standar akreditasi
banyak elemen penilaian yang mengatur tentang penjaminan dan
standarisasi mutu, termasuk pengorganisasian, penentuan indikator mutu,
pelaporan mutu, pelaporan insiden, dan manajemen risiko. Meskipun
hubungan antara status akreditasi rumah sakit secara langsung dengan
127
tingkat kemapanan Implementasi MRK sulit untuk dicari referensinya, namun
hubungan akreditasi dengan peningkatan mutu dan kinerja klinis mewakili
keterkaitan ini. Joint Commission on Accreditation telah mewajibkan rumah
sakit untuk melaksanakan manajemen risiko dan berfokus pada peran
organisasi dalam mencegah insiden dan kejadian yang tidak diharapkan
guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan (Zaboli et al., 2011). Di
Indonesia proses akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995,
namun implementasinya belum maksimal, sampai Tahun 2011 jumlah rumah
sakit yang telah terakreditasi dengan sistem akreditasi berbasis layanan
belum mencapai 60% (Kemenkes, 2011). Hingga pada Tahun 2009 melalui
Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, pemerintah
mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan mutu
pelayanannya melalui akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali.
Kemudian hal ini lebih dipertegas dalam era JKN di Tahun 2014 yang bahkan
memberikan ancaman penghentian kerjasama bagi rumah sakit yang tidak
terakreditasi.
Sebagaimana yang disajikan dalam data hasil penelitian pada tabel
13, dari sembilan rumah sakit yang diteliti, 7 (77,78%) diantaranya berada
dalam level implementasi MRK yang tinggi, sedangkan 2 (22,22%) lainnya
terkategorikan rendah. Pada tingkat organisasi rumah sakit jumlah sampel
yang berada pada level implementasi MRK yang tinggi dan rendah sama
pada semua indeks penilaian, baik pada indeks organisasi (O) hingga ke
128
indeks O1, O2 dan O3, yaitu 7 (tujuh) rumah sakit berada pada level tinggi
dan 2 (dua) berada pada level rendah. Hasil yang sama juga didapatkan
pada tingkat unit pelayanan (indeks U), yaitu 7 (tujuh) rumah sakit berada
pada level tinggi dan 2 (dua) berada pada level rendah, namun distribusinya
pada setiap indeks turunan cukup bervariasi. Pada indeks U1 tentang proses
MRK yang sedang berjalan di tingkat unit pelayanan, 6 (enam) rumah sakit
berada pada level implementasi MRK yang tinggi, sedangkan 3 (tiga) lainnya
berada dalam level yang rendah. Pada indeks U2 tentang komunikasi dan
informasi, indeks U4 yang terkait dengan pembelajaran dan pengembangan
serta indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan, 8 (delapan) rumah
sakit terkategorikan dalam implementasi MRK yang tinggi sedangkan 1 (satu)
lainnya terkategorikan rendah. Pada indeks U3 yang terkait dengan
dokumentasi, 5 (lima) rumah sakit memiliki nilai indeks yang terkategorikan
tinggi sedangkan 4 (empat) lainnya terkategorikan rendah. Pada tabel 7 dan
8 juga terlihat bahwa diantara 7 (tujuh) rumah sakit yang memiliki tingkat
kemapanan implementasi MRK yang tinggi, nilai indeks O dan indeks U tidak
menunjukkan perbedaan yang besar, hanya sebesar 0,01. Hal sebaliknya
ditemukan pada rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi
MRK yang rendah, yaitu mereka menunjukkan perbedaan yang cukup besar
antara indeks O dan indeks U yaitu sebesar 17,77 dengan nilai indeks U
yang lebih besar. Meskipun pada level MRK tinggi terdapat tiga rumah sakit
dengan nilai indeks O yang lebih tinggi dari nilai indeks U-nya, sedangkan
129
empat rumah sakit lainnya memiliki nilai indeks U yang lebih tinggi dari nilai
indeks O, namun jika dirata-ratakan diperoleh nilai rata-rata indeks O lebih
tinggi dibandingkan indeks U. Hal ini berbeda pada rumah sakit yang memiliki
level implementasi MRK rendah, dimana nilai indeks O-nya lebih rendah
dibandingkan nilai indeks U. Dari data ini terlihat bahwa indeks O dapat
memberikan gambaran tingkat implementasi MRK di rumah sakit secara
umum, sehingga berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa yang paling
menentukan tingkat implementasi MRK pada suatu rumah sakit adalah
indeks O yang merupakan indeks MRK pada tingkat organisasi rumah sakit,
dimana dalam indeks O ini terdapat pengukuran terhadap faktor
kepemimpinan, partisipasi pegawai, pelatihan, proses MRK yang berjalan
dalam tingkat organisasi dan pelaporan insiden. Hasil serupa juga didapatkan
dalam penelitian Matthias Briner dkk tentang implementasi MRK yang
dilaksanakan di Swiss, bahwa gambaran kemapanan implementasi MRK
secara umum pada tingkat rumah sakit sama dengan gambaran kemapanan
implementasi MRK pada tingkat organisasi, baik pada indeks O, O1, O2 dan
O3, demikian pula dengan tingkat kemapanan implementasi MRK pada
tingkat unit pelayanan yang memiliki hasi yang bervariasi pada setiap
indeksnya (Briner et al., 2013). Hasil ini juga diperkuat dalam wawancara
yang dilakukan bahwa faktor yang menurut responden mempengaruhi
pelaksanaan MRK di tempat mereka adalah komitmen dan kepemimpinan,
pengetahuan staf dan arah kebijakan, dimana semua faktor ini merupakan
130
salah satu indikator yang diukur dan berada dalam indeks organisasi (indeks
O).
Untuk rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi,
pada tingkat organisasi (indeks O), indeks yang memiliki nilai rata-rata
tertinggi adalah indeks O2 yang merupakan indeks untuk kepemimpinan,
partisipasi pegawai dan pelatihan dengan nilai 97,62 kemudian indeks O1
yang merupakan indeks untuk proses MRK yang sedang berjalan di tingkat
rumah sakit dengan nilai 90 dan terakhir adalah indeks O3 yang merupakan
indeks untuk pelaporan insiden di rumah sakit dengan nilai 79,76. Hal
sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK
rendah, dimana indeks O2 dan O1 mendapatkan nilai 0. Sehingga nampak
bahwa selisih nilai indeks terbesar terdapat pada indeks O2, kemudian O1
dan O3. Hasil ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan dalam rumah sakit
yang mengarahkan penerapan MRK, keberpihakan dan komitmen pimpinan
terhadap program MRK, partisipasi pegawai dan pelatihan terkait MRK yang
diberikan kepadai pegawai rumah sakit memberikan dampak positif dan daya
ungkit terhadap keberhasilan penerapan MRK. Hasil ini diperkuat dalam
wawancara bahwa pada pertanyaan mengenai faktor yang dianggap paling
mempengaruhi implementasi MRK di rumah sakit responden, tiga jawaban
tertinggi adalah kepemimpinan dan komitmen, pengetahuan staf serta
kebijakan strategis. Peran seorang pemimpin dalam impelementasi MRK
sangatlah penting, pemimpin dapat menentukan kebijakan strategis
131
organisasi yang mendukung MRK, mengalokasikan sumber daya,
menentukan prioritas keselamatan, dll. Suatu penelitian tentang manajemen
risiko menunjukkan bahwa peningkatan keselamatan pasien di rumah sakit
membutuhkan penekatan sistematis serta keterlibatan dan komitmen dari
seorang pemimpin (Adibi et al., 2012). Seorang pemimpin juga dapat
menciptakan budaya dan komitmen dalam organisasi untuk mendukung
peningkatan keselamatan pasien. Satu penelitian menunjukkan bahwa
adanya dukungan dari pimpinan rumah sakit terrhadap keselamatan pasien
mampu meningkatkan jumlah laporan insiden yang merupakan salah satu
elemen dalam MRK, dan juga secara umum meningkatkan persepsi
keselamatan pasien di antara pegawai (El-Jardali et al., 2011).
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa rumah sakit yang
memiliki tingkat implementasi MRK yang tinggi cenderung memiliki nilai
indeks O2 yang tinggi pada tingkat organisasi, namun hal ini berbeda pada
PL yang nilai tertingginya pada tingkat organisasi adalah pada indeks O3
yang merupakan indeks untuk pelaporan insiden. Kepemimpinan yang
bersifat kaku serta komunikasi yang terkadang bersifat satu arah dapat
menjelaskan hal ini, bahwa meskipun gaya kepemimpinan ini kurang populer
namun dapat menimbulkan kepatuhan dalam pencapaian misi dan visi serta
tujuan organisasi. Pada tingkat unit pelayanan, indeks U4 yang merupakan
indeks untuk pembelajaran dan pengembangan memiliki nilai tertnggi, dan
hal ini ditemukan seragam pada semua rumah sakit responden. Nilai untuk
132
indeks lainnya sangat bervariatif. Jika perbedaan antara indeks O dan indeks
U pada rumah sakit dengan tingkat kemapanan implementasi MRK tinggi
tidak terlalu berbeda, hal sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan
tingkat implementasi MRK rendah, yang nilai indeks O nya jauh lebih kecil
dibandingkan indeks U. Meskipun dalam penelitian ini rumah sakit yang
memiliki tingkat implementasi MRK rendah keduanya adalah rumah sakit
umum dengan status kepemilikan oleh pemerintah daerah, namun rumah
sakit yang sejenis yaitu PW justru memiliki nilai indeks RS yang tinggi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda di atara rumah sakit tersebut,
salah satunya adalah status PW yang telah terakreditasi sejak tahun 2015,
sedangkan LB dan SR belum terakreditasi pada saat pengambilan data
penelitian ini dilakukan. Juga terdapat perbedaan yang sangat mencolok
pada nilai indeks O2, PW mendapatkan nilai 100 sedangkan LB dan SR
mendapatkan nilai 0.
Pada pertanyaan tentang kebutuhan terbesar yang diperlukan untuk
menjalankan MRK di rumah sakit yang diajukan pada saat wawancara,
mayoritas responden menjawab bahwa yang paling mereka butuhkan adalah
pelatihan. Hasil dari suatu penelitian menunjukkan bahwa memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada staf tentang pengukuran keselamatan
berdampak pada peningkatan keselamatan pasien, dan pada penelitian
lainnya juga ditemukan bahwa program pelatihan keselamatan yang
diberikan kepada staf selama empat minggu secara signifikan meningkatkan
133
penilaian dan pemahaman perawat, dan berdampak pada peningkatan
kepedulian dalam melakukan pengukuran standar keselamatan (Adibi et al.,
2012).
Terkait dengan kebijakan rumah sakit yang dianggap mampu
memberikan dampak positif terhadap implementasi MRK, hal ini merupakan
tantangan bagi manajer untuk dapat mengembangkan suatu teknik
implementasi dan memastikan bahwa MRK menjadi bagian dari perencanaan
dan proses manajemen serta budaya organisasi secara umum. Kebijakan
strategis yang dapat diambil terkait dengan hal ini antara lain
pengkomunikasian sistem dan program MRK terhadap seluruh unsur yang
ada dalam organisasi rumah sakit, menunjuk penanggungjawab pelaksanaan
program MRK di rumah sakit, memastikan bahwa seluruh staf telah memiliki
pengetahuan yang cukup tentang MRK dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk mengelola manajemen risiko termasuk program pelatihan, menyiapkan
dukungan yang cukup serta arahan kepada penanggungjawab program
MRK, memastikan bahwa hasil luaran MRK terpantau dan terlaporkan,
memastikan bahwa seluruh sistem di rumah sakit bersinergi dengan MRK
dan memastikan berjalannya review dan evaluasi internal (Scully, 2005).
Di tingkat unit pelayanan (indeks U), selisih nilai indeks terbesar
antara rumah sakit dengan tingkat implementasi MRK yang tinggi dan rendah
adalah pada indeks U1 yang merupakan indeks untuk proses MRK yang
sedang berjalan di unit pelayanan dengan selisih nilai 80,61, kemudian
134
berturut-turut diikuti oleh indeks U5 yang merupakan indeks untuk pelatihan
dengan selisih nilai sebesar 55,95, indeks U3 untuk dokumentasi dengan
selisih nilai 54,76, indeks U2 yang merupakan indeks untuk komunikasi dan
informasi dengan selisih nilai 51,43 dan terakhir adalah indeks U4 yaitu
indeks untuk pembelajaran dan pengembangan dengan selisih nilai 45,92.
Kembali lagi bahwa faktor pelatihan yang terkait dengan pengetahuan staf
menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan impementasi MRK di rumah
sakit.
Dalam penelitian ini dilakukan analisa eksploratif untuk menggali
faktor-faktor kunci yang kemungkinan berhubungan dengan kemapanan
tingkat implementasi MRK di rumah sakit. Analisa terhadap nilai masing-
masing indeks dan diperdalam melalui wawancara menghasilkan beberapa
kata kunci yang dapat dianggap sebagai faktor yang berpengaruh. Komitmen,
kepemimpinan, pengetahuan staf dan kebijakan strategis organisasi adalah
faktor-faktor yang menurut sebagian besar responden mempengaruhi
implementasi MRK di tempat mereka. Komitmen sendiri lahir dari adanya
kepemimpinan yang kuat. Ketika kepemimpinan dan pemimpin/manajer
berkomitmen terhadap suatu budaya keselamatan pasien maka keseluruhan
organisasi akan mengikuti dan meniadakan kejadian insiden (El-Jardali et al.,
2011). Keberhasilan implementasi MRK tergantung pada dukungan dan
komitmen dari pimpinan serta keterlibatan aktif seluruh staf. Seorang
pemimpin dituntut untuk dapat mengkomunikasikan dan menunjukkan
135
dukungannya terhadap MRK, memberdayakan seluruh staf untuk
melaksanakan program MRK, mendorong pelaksanaan manajemen risiko
yang baik, mengidentifikasi dan mengelola permasalahan yang timbul,
mendorong pembelajaran organisasi dan mengembangkan strategi positif
untuk mencegah timbulnya masalah berulang dengan melakukan
pengontrolan (Scully, 2005).
Temuan-temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Matthias Briner di Swiss pada tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa salah
satu faktor kunci yang berpengaruh terhadap tingkat kemapanan
implementasi MRK di rumah sakit adalah tujuan strategis MRK yang
merupakan suatu kebijakan (Briner et al., 2013). Hal ini juga jelas terlihat
pada nilai indeks O2, yang telah di bahas di atas, yang merupakan indeks
untuk kepemimpinan, partisipasi pegawai dan pelatihan, dimana nilai dari
indeks ini menunjukkan perbedaan yang sangat besar antara rumah sakit
dengan tingkat impelementasi MRK yang tinggi dan rendah. Dan sebagian
besar responden mengatakan bahwa tujuan yang ingin mereka prioritaskan
untuk meningkatkan implemetasi MRK adalah peningkatan pengetahuan staf.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Iran, tingkat kemapanan
implementasi MRK di beberapa rumah sakit bervariasi dari rendah hingga
sedang, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya pengetahuan
dan pemahaman staf tentang MRK. Hal ini menyebabkan kurangnya
136
partisipasi staf dalam mendukung dan menjalankan program-program MRK,
seperti pelaporan dan analisis (Farokhzadian et al., 2015).
Mengenai pengetahuan staf, kebanyakan responden menganggap
bahwa kelompok staf yang paling penting untuk mendapatkan pengetahuan
terkait MRK yang pertama adalah Manajemen, kemudian Dokter dan
Perawat. Untuk kelompok Manajemen, hal ini sangat selaras dengan temuan
sebelumnya tentang komitmen dan kepemimpinan, dimana komitmen
seorang pemimpin menjadi faktor kunci akan keberhasilan implementasi MRK
di rumah sakit, dan komitmen ini akan muncul jika didasari dengan
pengetahuan yang memadai tentang MRK itu sendiri, terutama mengenai
tujuan dan manfaatnya. Seorang pemimpin atau manajer harus belajar
tentang berbagai aspek MRK dan mendorong staf lainnya untuk melakukan
hal yang sama (Farokhzadian et al., 2015). Kelompok staf lain yang dipilih
sebagai kelompok staf yang penting untuk mendapatkan pengetahuan
tentang MRK adalah Dokter dan Perawat. Hal ini sangat wajar mengingat
bahwa dalam proses pemberian pelayanan kesehatan, Dokter dan Perawat
adalah Profesi Pemberi Asuhan (PPA) yang paling banyak melakukan
interaksi dengan pasien, mulai dari triase, anamnesa, melakukan berbagai
pemeriksaan, penegakan diagnosa, asuhan keperawatan dan tindakan-
tindakan lainnya. Dalam setiap interaksi tersebut tentunya memiliki standar
yang bertujuan untuk menjaga kualitas pelayanan, termasuk yang terkait
dengan MRK, sehingga profesi Dokter dan Perawat harus dibekali dengan
137
pengetahuan tentang MRK yang akan digunakan dalam menjaga kualitas
pelayanan yang mereka berikan kepada pasien. Peran perawat adalah
penting dalam pemberian pelayanan yang berkualitas dan efisien. Perawat
menentukan kekuatan dan kelemahan sistem rumah sakit. Kemampuan
mereka untuk menciptakan kondisi kerja yang dapat merusak sistem
merupakan suatu legenda dalam dunia kesehatan. Jika rumah sakit ingin
fokus pada upaya peningkatan keselamatan pasien dan efisiensi maka
dibutuhkan pengetahuan perawat yang memadai serta komitmen mereka
(Needleman and Hassmiller, 2009). Demikian pula dengan peran seorang
dokter, manajer yang bertanggungjawab untuk peningkatan kualitas layanan
dan keselamatan pasien tidak akan sukses menjalankan tugasnya jika dokter
dan pimpinan klinis tidak bekerjasama dengan mereka (Goeschel et al.,
2010). Jadi pengetahuan tentang MRK bagi Manajemen penting dalam hal
menumbuhkan komitmen yang terkait dengan penentuan kebijakan rumah
sakit yang mengakomodir dan memberikan arah dan ruang bagi
implementasi MRK, sedangkan bagi tenaga Dokter dan Perawat
pengetahuan tentang MRK penting untuk menjaga kualitas pelayanan yang
mereka berikan kepada pasien.
Ketujuh rumah sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi
MRK yang tinggi memiliki struktur organisasi yang telah mengakomodir MRK,
5 rumah sakit memiliki sub komite manajemen risiko yang merupakan bagian
dari Komite Mutu ataupun PMKP, sedangkan 2 rumah sakit lainnya meskipun
138
tidak memiliki sub komite manajemen risiko namun tupoksi manajemen risiko
diintegrasikan dengan sub komite keselamatan pasien. Sedangkan 2 rumah
sakit yang memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang rendah tidak
memiliki struktur organisasi yang mengakomodir MRK dan tidak
mengintegrasikan tupoksi MRK pada sub komite atau bagian lain. Dari hasil
ini terlihat bahwa adanya posisi yang mengakomodir dan mengintegrasikan
tupoksi MRK sangat menentukan keberhasilan implementasi MRK di rumah
sakit, meskipun posisi ini berada pada struktur yang berbeda dalam
integrasinya dengan organisasi rumah sakit, posisi ini dapat berada pada
Komite/Tim Mutu, sub komite manajemen risiko, sub komite keselamatan
pasien, ataupun terintegrasi pada jabatan struktural tertentu. Peneiltian yang
dilakukan oleh Mathhias Briner pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
adanya posisi khusus yang ditetapkan untuk mengkordinir MRK berhubungan
dengan tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi, namun integrasi
posisi ini dalam struktur organisasi rumah sakit tidak memiliki pengaruh sama
sekali (Briner et al., 2013). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zaboli, yang menunjukkan pentingnya posisi dan struktur
organisasi terhadap efektifitas manajemen risiko (Zaboli et al., 2011).
Perbedaan ini terletak pada detail posisi dan struktur organisasi yang dinilai.
Briner melalui kuesionernya terlebih dahulu mengumpukan informasi tentang
struktur oganisasi penanggungjawab program MRK dan integrasinya dalam
struktur organisasi rumah sakit secara umum, kemudian melakukan analisa
139
statistik untuk melihat hubungan posisi ini dengan tingkat kemapanan
implementasi MRK. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zaboli,
dengan menggunakan skala Likert (1 – 5), meminta responden untuk memilih
seberapa penting posisi dan struktur organisasi terhadap efektifitas
manajemen risiko dan dianalisa dengan menggunakan nilai rata-rata.
Penelitian ini sendiri cenderung kepada hasil yang diperoleh oleh Briner,
bahwa adanya posisi yang bertanggungjawab terhadap program MRK
mempengaruhi tingkat kemapanan implementasi MRK tanpa melihat
integrasinya dengan struktur oganisasi rumah sakit. Orang yang menempati
posisi ini memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan
implementasi MRK, terutama implementasi MRK dalam tingkat organisasi
rumah sakit dan terkait dengan komunikasi dan informasi pada tingkat unit
pelayanan.
Terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang menjadi staf
tetap pada unit yang menjadi penanggungjawab pelaksaan program MRK,
dari 7 rumah sakit dengan tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi
hanya 4 rumah sakit yang memiliki tenaga permanen untuk hal tersebut.
Sebagian besar pegawai yang bertugas di Komite Mutu ataupun unit lain
yang bertanggungjawab terhadap hal ini adalah pegawai yang juga memiliki
tugas di tempat lain, bahkan tugas tersebut merupakan tupoksi utama
mereka sementara tugas di Komite Mutu hanya merupakan tugas tambahan.
Seperti yang terlihat disini, bahwa yang berpengaruh bukanlah status
140
pegawai yang ditempatkan sebagai penanggungjawab program MRK
(permanen atau tidak) tetapi ada tidaknya posisi yang bertanggungjawab
untuk mengkordinir implementasi MRK, kejelasan tupoksi yang akan
dilaksanakan serta komitmen pegawai yang akan melaksanakan tugas
tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Zaboli yang menunjukkan bahwa
dalam pengorganisasian manajemen risiko, penentuan uraian tugas staf
dengan memperhatikan manajemen risiko memiliki nilai rata-rata tertinggi
(Zaboli et al., 2011), demikian pula penelitian Matthias Briner yang tidak
menemukan adanya pengaruh ketersediaan SDM dengan tingkat kemapanan
implementasi MRK di rumah sakit (Briner et al., 2013) Meskipun demikian,
dalam sesi wawancara, pada pertanyaan yang terkait dengan kebutuhan
yang diperlukan untuk menjalankan program MRK di tempat mereka,
sebagian besar responden menjawab bahwa mereka membutuhkan staf
yang secara permanen di tugaskan unuk menangani program MRK secara
khusus. Hal ini dapat dijelaskan sebagai salah satu upaya optimalisasi
implementasi MRK di rumah sakit, bahwa dengan tersedianya SDM yang
secara permanen bertugas mengurusi MRK maka proses MRK yang berjalan
dapat dipantau dengan lebih maksimal.
D. IMPLIKASI MANAJERIAL
Penelitian ini menghasilkan beberapa poin penting yang bisa menjadi
masukan bagi para pimpinan rumah sakit untuk memaksimalkan fungsi
141
manajemen risiko klinis dalam upaya peningkatan keselamatan pasien.
Beberapa implikasi manajerial dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Komitmen merupakan hal yang harus dipersiapkan untuk kesuksesan
implementasi MRK. Komitmen dibentuk dari kepemimpinan yang kuat.
Komitmen ini harus merata mulai dari pihak manajemen hingga seluruh
staf. Untuk penguatan komitmen ini pihak manajemen perlu selalu
menyuarakan kebijakan terkait MRK dan mengintegrasikannya dalam
setiap kegiatan dan kebijakan strategis rumah sakit.
2. Pimpinan rumah sakit harus mengambil peran aktif dalam menentukan
arah kebijakan yang mendukung implementasi MRK. Upaya peningkatan
keselamatan pasien melalui program MRK harus dimasukkan dalam
kebijakan strategis organisasi serta membuat kebijakan-kebijakan lain
yang pro terhadap pelaksanaan program MRK di rumah sakit, termasuk
pengalokasian sumber daya.
3. Pimpinan rumah sakit harus berfokus pada peningkatan pengetahuan
staf tentang MRK. Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan. Diharapkan hal ini mampu meningkatkan
kepedulian dan partisipasi staf terhadap program-program MRK yang
berjalan di rumah sakit.
4. Pimpinan harus menunjuk penanggungjawab pelaksana program MRK
dan menyediakan uraian jabatan dengan sejelas-jelasnya sebagai
arahan bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya.
142
E. KETERBATASAN PENELITIAN
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang untuk
digunakan oleh manajer risiko klinis di rumah sakit, sehingga responden
yang diambil adalah manajer atau penanggungjawab MRK di rumah
sakit, dimana penilaian yang mereka berikan dapat berbeda dari
persepsi para klinisi/tenaga medis di rumah sakit tersebut.
2. Meskipun sampel yang diambil dalam penelitian ini mewakili seluruh
karaketristik organisasi namun jumlah sampel masih relatif sedikit
(18,75%) dibandingkan jumlah keseluruhan rumah sakit di Kota
Makassar
3. Untuk rumah sakit khusus, belum semua kekhususan tercakup dalam
sampel penelitian ini, misalnya rumah sakit jiwa.
143
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Dari 9 rumah sakit responden dalam penelitian ini, 7 diantaranya
(77,78%) memiliki tingkat kemapanan implementasi MRK yang tinggi.
Gambaran tingkat implementasi MRK secara umum pada rumah sakit
(indeks RS) ditemukan sama dengan implementasi MRK pada tingkat
organisasi (indeks O), sedangkan pada tingkat unit pelayanan (indeks U)
hasilnya lebih bervariasi. Pada rumah sakit dengan tingkat kemapanan
implementasi MRK yang tinggi, tidak terdapat perbedaan yang mencolok
antara nilai indeks organisasi dengan indeks unit pelayanan, hal
sebaliknya ditemukan pada rumah sakit dengan tingkat implementasi
MRK yang rendah, nilai indeks organisasi lebih rendah dibandingkan
indeks unit pelayanan.
2. Karakteristik struktur organisasi yang menunjukkan perbedaan pada
tingkat kemapanan implementasi MRK adalah Kelas dan status
kepemilikan RS. Faktor lain yang menunjukkan perbedaan dalam tingkat
kemapanan implementasi MRK di rumah sakit adalah akreditasi,
kepemimpinan, pengetahuan staf, dan tersedianya posisi sebagai
penanggungjawab atau kordinator program MRK serta kebijakan rumah
sakit.
144
B. SARAN
1. Saran bagi Manajemen/Pimpinan Rumah Sakit:
a. Agar program MRK bisa berjalan dengan baik maka diperlukan
komitmen dari seluruh staf terutama pimpinan. Pimpinan harus
melakukan upaya penguatan komitmen bagi stafnya dan menunjukkan
komitmennya secara jelas dan terbuka kepada seluruh staf untuk
memotivasi mereka untuk juga ikut mendukung program MRK.
Komitmen pimpinan dapat ditunjukkan dengan keterlibatan langsung,
dukungan kebijakan, serta pemenuhan sarana penunjang demi
kelancaran pelaksanaan program MRK.
b. Pimpinan rumah sakit harus memasukkan MRK sebagai salah satu
kebijakan strategis rumah sakit dalam upaya peningkatan keselamatan
pasien.
c. Pimpinan dan manajemen harus mengadakan dan mengakomodir
kegiatan-kegiatan pelatihan manajemen risiko kepada seluruh pegawai
untuk meningkatkan pengetahuan tentang MRK yang diharapkan
dapat berdampak positif terhadap peran aktif pegawai dalam
pelaksanaan program MRK.
d. Agar program MRK dapat berjalan dengan efektif, manajemen harus
menentukan penanggungjawab atau kordinator untuk pelaksanaan
program ini. Posisi ini dapat berdiri sendiri, terintegrasi dalam Komite
145
Mutu, jabatan struktural, maupun pada struktur organisasi rumah sakit
lainnya
2. Saran bagi peneliti lain:
a. Untuk melihat hubungan antara MRK dan kualitas pelayanan
kesehatan dengan lebih detail, maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan tentang hubungan antara tingkat kemapanan MRK dengan
keselamatan pasien yang menggunakan instrumen data keluaran klinis
yang jelas.
b. Dapat dilakukan penelitian tentang hubungan antara masing-masing
indeks dengan tingkat kemapanan implementasi MRK untuk
mendapatkan data yang lebih akurat dan detail mengenai faktor kunci
yang mempengaruhi implementasi MRK di rumah sakit.
c. Penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar perlu
dilakukan agar bisa diperoleh data tentang tingkat kemapanan
implementasi MRK di Kota Makassar secara lebih detail.
d. Penelitian serupa dapat dilakukan di Kota/Kabupaten lain agar bisa
diperoleh data pembanding antar daerah di Indonesia.
146
DAFTAR PUSTAKA
ADIBI, H., KHALESI, N., RAVAGHI, H., JAFARI, M. & JEDDIAN, A. R. 2012. Development of an effective risk management system in a teaching hospital. Journal of Diabetes and Metabolic Disorders, 11, 1-7.
ANDALEEB, S. S. 2000. Public and private hospitals in Bangladesh: service quality and predictors of hospital choice. Health policy and planning, 15, 95-102.
BRAITHWAITE, J., GREENFIELD, D., WESTBROOK, J., PAWSEY, M., WESTBROOK, M., GIBBERD, R., NAYLOR, J., NATHAN, S., ROBINSON, M., RUNCIMAN, B., JACKSON, M., TRAVAGLIA, J., JOHNSTON, B., YEN, D., MCDONALD, H., LOW, L., REDMAN, S., JOHNSON, B., CORBETT, A., HENNESSY, D., CLARK, J. & LANCASTER, J. 2010. Health service accreditation as a predictor of clinical and organisational performance: a blinded, random, stratified study. Quality and Safety in Health Care, 19, 14-21.
BRINER, M., KESSLER, O., PFEIFFER, Y., WEHNER, T. & MANSER, T. 2010. Assessing hospitals' clinical risk management: Development of a monitoring instrument. BMC Health Services Research, 10, 1-11.
BRINER, M., MANSER, T. & KESSLER, O. 2013. Clinical risk management in hospitals: strategy, central coordination and dialogue as key enablers. Journal of evaluation in clinical practice, 19, 363-369.
CARROLL, R. 2009. Risk management handbook for health care organizations, John Wiley & Sons.
DEHNAVIEH, R., EBRAHIMIPOUR, H., JAFARI ZADEH, M., DIANAT, M., NOORI HEKMAT, S. & MEHROLHASSANI, M. H. 2013. Clinical governance: The challenges of implementation in Iran. International Journal of Hospital Research, 2, 1-10.
DINKES 2016. Profil Kesehatan Kota Makassar, Dinas Kesehatan Kota Makassar.
EL-JARDALI, F., DIMASSI, H., JAMAL, D., JAAFAR, M. & HEMADEH, N. 2011. Predictors and outcomes of patient safety culture in hospitals. BMC Health Services Research, 11, 1.
FAROKHZADIAN, J., NAYERI, N. D. & BORHANI, F. 2015. Assessment of Clinical Risk Management System in Hospitals: An Approach for Quality Improvement. Global journal of health science, 7, 294.
GOESCHEL, C. A., WACHTER, R. M. & PRONOVOST, P. J. 2010. Responsibility for quality improvement and patient safety: hospital board and medical staff leadership challenges. CHEST Journal, 138, 171-178.
147
IRFAN, S. & IJAZ, A. 2011. Comparison of service quality between private and public hospitals: Empirical evidences from Pakistan. Journal of Quality and Technology Management, 7, 1-22.
KEMENKES 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. In: INDONESIA, K. K. R. (ed.).
KEMENKES, K. 2011. Standar Akredtasi Rumah Sakit [Online]. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan Komisi Akreditasi RS (KARS)
MOSTAFA, M. M. 2005. An empirical study of patients' expectations and satisfactions in Egyptian hospitals. International Journal of Health Care Quality Assurance, 18, 516-532.
NEEDLEMAN, J. & HASSMILLER, S. 2009. The Role of Nurses In Improving Hospital Quality and Efficiency: Real World Result. Health Affair.
PRETAGOSTINI, R., GABBRIELLI, F., FIASCHETTI, P., OLIVETI, A., CENCI, S., PERITORE, D. & STABILE, D. Risk management systems for health care and safety development on transplantation: A review and a proposal. Transplantation proceedings, 2010. Elsevier, 1014-1016.
ROZITA DAVOODI, AZADEH SOLTANIFAR, SHAGHAYEGH RAHMANI, GOLNAZ SABOURI, MAHBOUBEH ASADI, MARYAM ZARE HOSEINI & AFSANEH TAKBIRI, F. K. 2014. Clinical Governance: Efficacy of Establishment in Mashhad Hospital. Journal of Patient Safety & Quality Improvement, 2, 48-52.
SCULLY, M. 2005. Clinical Risk Management Guidelines for the Western Australian Health System Information Series No. 8. East Perth, Western Australia: Department of Health, Government of western Australia.
SHEIKHTAHERI, A., SADOUGHI, F., AHMADI, M. & MOGHADDASI, H. 2013. A framework of a patient safety information system for Iranian hospitals: lessons learned from Australia, England and the US. International journal of medical informatics, 82, 335-344.
SOESANTO, R. & EFENDY, H. 2017. Leadership Management of Military Hospital in Effort to Improve the Patient Safety (Case Study of RSAL Dr.Mintoarjo). International Journal of Human Resource Studies, 8.
SUGIYONO 2015. Metode Penelitian Kombinasi, Bandung, CV. Alfabeta. VERBANO, C. & TURRA, F. 2010. A human factors and reliability approach
to clinical risk management: Evidence from Italian cases. Safety science, 48, 625-639.
VINCENT, C. 2011. Patient safety, John Wiley & Sons. WEBB, V., STARK, M., CUTTS, A., TAIT, S., RANDLE, J. & GREEN, G.
2010. One model of healthcare provision lessons learnt through clinical governance. Journal of forensic and legal medicine, 17, 368-373.
148
WHO 2014. 10 facts on patient safety. World Health Organization. YOUSAPRONPAIBOON, K. & JOHNSON, W. C. 2013. A Comparison of
Service Quality Between Private and Public Hospital in Thailand. International Journal Of Business and Social Science, 4.
ZABOLI, R., KARAMALI, M., SALEM, M. & RAFATI, H. 2011. Risk management assessment in selected wards of hospitals of Tehran. Iranian Journal of Military Medicine, 12, 197-202.
ZIMMER, M., WASSMER, R., LATASCH, L., OBERNDÖRFER, D., WILKEN, V., ACKERMANN, H. & BREITKREUTZ, R. 2010. Initiation of risk management: incidence of failures in simulated Emergency Medical Service scenarios. Resuscitation, 81, 882-886.
149
LAMPIRAN
150
KUESIONER
INSTRUMEN PENILAIAN MANAJEMEN RISIKO KLINIS
Bagian 1. Implementasi dan Integrasi Organisasi Manajemen Risiko Klinis (MRK) di
Rumah Sakit
1A. Integrasi Organisasi
1. Apakah ada orang tertentu yang bertanggungjawab untuk kordinasi MRK secara terpusat
di rumah sakit anda?
□ Iya, sejak ........................ (sebutkan tahunnya)
□ Direncanakan dalam ................... bulan kedepan
□ Tidak ada
Nama jabatan untuk posisi ini di rumah sakit kami adalah
.............................................................
2. Bagaimana anda (atau Tim MRK, jika ada) terintegrasi dalam organisasi rumah sakit
terkait dengan fungsi/aktivitas MRK yang anda jalankan? (pilih satu atau lebih)
□ Anggota struktural
□ Melapor secara langsung kepada
□ Sebagai staf pada
□ Terintegrasi dengan desentralisasi penuh pada satu unit tersendiri
□ Melapor pada ........................................................ (Direktur Pelayanan, Direktur
Keperawatan, dll)
□ Terintegrasi ke organisasi dengan cara lain, sebutkan: (tanggungjawab, unit,
tingkatan, dll)
..........................................................................................................................................
3. Dalam menjalankan fungsi/aktivitas MRK di rumah sakit apakah
terdapat.....................................
Ya Direncanakan
dalam 12
bulan
kedepan
Tidak
Uraian tugas/pekerjaan tertulis? □ □ □
Rincian kerja yang detail? □ □ □
Kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri
dalam memulai suatu program?
□ □ □
Pendelegasian kewenangan yang
memungkinkan anda untuk melakukan
pengukuran/penilaian sendiri?
□ □ □
Dana khusus untuk memulai aktivitas dan
program MRK?
Jika ada, berapa alokasi dana untuk tahun ini?
□ □ □
151
Rp..............................................................................
Jadwal pertukaran informasi yang rutin antara
unit?
□ □ □
Kesempatan untuk membawa isu-isu penting
terkait MRK kepada Pimpinan rumah sakit?
Jika ada dalam bentuk apa?
.................................................................................
□ □ □
1B. Alokasi Sumber Daya
4. Berapa persen waktu anda yang anda gunakan untuk aktivitas-aktivitas berikut?
(penggunaan waktu aktual, ½hari = 10%)
Persentase penggunaan
waktu rata-rata
Total persen waktu anda yang digunakan untuk
bekerja
%
Persen waktu yang digunakan untuk aktivitas:
Untuk kegiatan MRK %
Untuk kegiatan yang tidak terkait risiko klinis (mis:
kegiatan yang terkait risiko keuangan atau risiko
teknis)
%
Untuk kegiatan manajemen mutu yang tidak terkait
MRK (mis: optimalisasi peningkatan kepuasan pasien)
%
Aktivitas lain yang tidak disebutkan diatas (mis:
aktivitas klinis danmanajemen, pengembangan
organisasi dan staf, dll)
%
5. Berapa sumber daya manusia yang tersedia pada MRK di rumah sakit anda? (orang
dengan posisi yang permanen di MRK)
Jumlah
Orang
Persentase
Penggunaan Waktu
rata-rata
Berapa banyak orang yang bekerja pada tim
MRKutama di rumah sakit anda? Dan berapa
persen waktu yang mereka gunakan di tempat
tersebut?
........... %
Berapa banyak orang yang bekerja secara
permanen pada tim MRK di rumah sakit anda
yang ditempatkan di unit-unit lain? (mis: petugas
pelaporan insiden di bangsal, dll). Dan berapa
persen waktu yang mereka gunakan di tempat
tersebut?
............ %
152
Apaka ada rencana penambahan staf MRK dalam
12 bulan kedepan?
□ Tidak
□ Ya, penambahan di tim utama
□ Ya, penambahan di unit
..........
..........
%
%
1C. Latar Belakang Profesi
6. Apa latar belakang profesi dan pelatihan yang anda dan anggota MRK (jika ada) miliki?
Kompetensi apa yang anda rencanakan untuk dilakukan peningkatan terhadap anggota
MRK dalam 12 bulan kedepan? (pilih satu atau lebih)
Saya Beberapa
Anggota MRK
Direncanakan dalam
12 bulan kedepan
Dokter Umum □ □ □
Dokter Spesialis □ □ □
Perawat □ □ □
Teknisi Medis □ □ □
Fisioterapist/Terapist Okupasi □ □ □
Sarjana Ilmu Keperawatan □ □ □
Pelatihan administrasi bisnis □ □ □
Pelatihan psikologi □ □ □
Pelatihan hukum □ □ □
Pelatihan Manajemen Risiko Klinis □ □ □
Pelatihan Manajemen Mutu □ □ □
Pelatihan lain (sebutkan)
...............................................
□ □ □
Bagian 2. Tujuan Strategis dan Implementasi Operasional Manajemen Risiko Klinis
(MRK) di Rumah Sakit
2A. Tujuan Strategis dan Tujuan Operasional Rumah Sakit
7. Apakah rumah sakit anda memiliki Strategi fromal yang tertulis?
□ Ya
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak
8. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan strategis tertulis untuk MRK?
□ Ya, terdapat dalam .......................................................
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak
9. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan operasional MRK tahunan?
□ Ya, terdapat dalam .......................................................
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak
153
2B. Optimalisasi potensi yang terkait elemen Manajemen Risiko Klinis (MRK)
10. Pada derajat mana pernyataan-pernyataan di bawah ini sesuai dengan rumah sakit
anda? (centang hanya satu pilihan untuk setiap pernyataan)
Untuk membuat MRK menjadi lebih
efektif di rumah sakit, kami
membutuhkan...............
Sangat
Tidak
Benar
Tidak
Benar
Agak
benar
Benar
Contact person yang lebih jelas di
setiap unit pelayanan yang menjadi
penghubung dengan MRK Pusat
□ □ □ □
Pertemuan/komunikasi yang lebih
teratur antara MRK pusat (atau anda)
dengan unit-unit pelayanan
□ □ □ □
Kerjasama yang lebih horizontal antara
unit
□ □ □ □
Aturan yang lebih jelas tentang tugas,
kompetensi dan tanggungjawab
(struktur organisasi dan kepemimpinan)
□ □ □ □
Proses dan prosedur yang lebih
terstandar (panduan, checklist, dll)
□ □ □ □
Pendekatan yang lebih terbuka dan
jujur terkait dengan kesalahan dan
kelemahan sistem
□ □ □ □
Tambahan sumber dana □ □ □ □
Tambahan tenaga (sumber daya
manusia)
□ □ □ □
Lebih banyak pelatihan tentang MRK
dan keselamatan pasien
□ □ □ □
Tujuan yang spesifik untuk
pengembangan keselamatan pasien
□ □ □ □
154
2C. Kondisi terkini MRK di Rumah Sakit
Bagaimana aspek-aspek MRK
dibawah ini diimplementasikan
secara umum di rumah sakit anda
secara sistematis?
Belum
dilakukan
penilaian
Telah dinilai
namun belum
ada rencana
implementasi
Rencana
implementasi
dalam waktu 12
bulan kedepan
Implementasi
tidak
sistematis
Implementasi
secara
sistematis
Sengaja Tidak
Dilaksanakan
11. Item untuk Implementasi proses MRK
Tugas, tanggungjawab dan
kompetensi MRK telah ditetapkan di
rumah sakit anda
□ □ □ □ □ □
Prosedur MRK telah ditetapkan dan
didokumentasikan di rumah sakit
anda
□ □ □ □ □ □
Risiko-risiko klinis telah diidentifikasi
pada level rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Penyebab dan hal-hal yang terkait
dengan insiden dan kesalahan pada
prosedur perawatan dianalisa bukan
hanya pada level unit pelayanan
namun juga pada level rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Risiko klinis dievaluasi oleh rumah
sakit
□ □ □ □ □ □
Berdasarkan hasil analisis penyebab
insiden atau kesalahan pada
prosedur perawatan, telah
ditetapkan pengukuran yang sesuai
pada level rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Perubahan-perubahan pada risiko
klinis dipantau pada level rumah
sakit
□ □ □ □ □ □
155
Prosedur-prosedur MRK pada level
rumah sakit telah dikomunikasikan
kepada seluruh staf
□ □ □ □ □ □
Telah ada sistem pelaporan MRK
untuk keseluruhan rumah sakit
secara umum
□ □ □ □ □ □
Pihak luar dilibatkan dalam
pengembangan MRK rumah sakit
kedepannya
□ □ □ □ □ □
12. Kepemimpinan, partisipasi staf dan pelatihan
MRK dan isu seputar keselamatan
pasien menjadi agenda rutin dalam
pertemuan pimpinan rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Pengukuran-pengukuran spesifik
yang dilakukan oleh pimpinan
secara jelas menunjukkan komitmen
mereka terhadap keselamatan
pasien
□ □ □ □ □ □
Staf berperan aktif dalam MRK (mis:
mengidentifikasi dan melaporkan
risiko klinis)
□ □ □ □ □ □
Pembahasan kasus lintas disiplin
diselenggarakan di rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Pembahasan kasus antar kelompok
profesi dilaksanakan di rumah sakit
□ □ □ □ □ □
Pendidikan berkelanjutan terkait
MRK dan keselamatan pasien bagi
staf dilaksanakan secara rutin di
rumah sakit
□ □ □ □ □ □
156
2D. Sistem Pelaporan Inisden
13. Apakah ada sistem pelaporan insiden secara umum untuk seluruh rumah sakit di tempat anda?
□ Ya, telah diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit sejak tahun....................... (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Ya, telah diimplementasikan di beberapa unit tertentu sejak tahun ..................................
Diimplementasikan pada ............................ unit (jumlah unit) (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan pada beberapa unit tertentu (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit dalam waktu 12 bulan ke depan (lanjut ke
bagian 3)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan di beberapa unit pelayanan dalam waktu 12 bulan kedepan (lanjut ke bagian
3)
□ Tidak (lanjut ke bagian 3)
14. Jika rumah sakit telah memiliki sistem pelaporan insiden secara menyeluruh atau sedang berada dalam proses implementasi sistem
tersebut, maka pernyataan dibawah ini sesuai untuk...................
Belum
dilakukan
penilaian
Telah dinilai
namun belum
ada rencana
implementasi
Rencana
implementasi
dalam waktu 12
bulan kedepan
Implementa
si tidak
sistematis
Implementasi
secara
sistematis
Sengaja Tidak
Dilaksanakan
Definisi tentang insiden-insiden
kritis yang harus dilaporkan
tersedia di rumah sakit atau di unit-
unit tertentu
□ □ □ □ □ □
Klaim terhadap adanya malpraktek
terdapat dalam sistem pelaporan
□ □ □ □ □ □
Sistem pelaporan terkomputerisasi □ □ □ □ □ □
Sistem pelaporan bersifat rahasia
(anonymous)
□ □ □ □ □ □
Dilakukan pelatihan mengenai □ □ □ □ □ □
157
sistem pelaporan
Staf akan mendapatkan umpan
balik segera setelah mereka
melaoprkan suatu insiden
□ □ □ □ □ □
Staf diinformasikan mengenai
insiden yang dilaporkan
□ □ □ □ □ □
Dilakukan analisa terhadap
penyebab terjadinya insiden
dengan menggunakan prosedur
yang terstandar
□ □ □ □ □ □
Staf diinformasikan mengenai hasil
analisa penyebab insiden tersebut
□ □ □ □ □ □
Pengukuran yang tepat ditentukan
berdasarkan hasil analisis tersebut
□ □ □ □ □ □
Staf diinformasikan mengenai
metode pengukuran yang akan
diterapkan
□ □ □ □ □ □
Penerapan pengukuran ini
dimonitor
□ □ □ □ □ □
158
Bagian 3. Tinjauan MRK di Unit-Unit Pelayanan yang Berbeda
Kami mengasumsikan bahwa implementasi MRK di setiap unit pelayanan tidaklah sama. Dalam Bagian ini kami akan menilai sejauh mana
elemen-elemen MRK diimplementasikan atau direncanakan untuk diimplementasikan di unit-unit pelayanan.
15. Rumah sakit kami memiliki sejumlah ......................... unit pelayanan (unit dimana terjadi kontak dengan pasien)
3A. Proses MRK
16. Dalam kaitannya dengan
elemen-elemen MRK dan
penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit
pelayanan, sesuaikan pernyataan
di bawah ini dengan kondisi yang
ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar
untuk unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar untuk unit
pelayanan apapun
Tugas, kompetensi dan tanggungjwab
dalam internal unit pelayanan telah
ditetapkan
□ □ □ □ □
Pengukuran spesifik yang dilakukan
secara teratur oleh pimpinan
menunjukkan komitmen mereka
terhadap keselamatan pasien
□ □ □ □ □
Risiko klinis telah diidentifikasi secara
sistematis
□ □ □ □ □
159
Penyebab risiko klinis telah dianalisis
secara sistematis
□ □ □ □ □
Risiko klinis dievaluasi secara sistematis □ □ □ □ □
Pengukuran untuk meningkatkan
keselamatan pasien secara sistematis
dilakukan
□ □ □ □ □
Perubahan terhadap risiko klinis
dimonitor secara sistematis
□ □ □ □ □
3B. Komunikasi dan Informasi
17. Dalam kaitannya dengan elemen-
elemen MRK dan penerapannya atau
rencana impelementasinya pada level
unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di
bawah ini dengan kondisi yang ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar untuk
unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar untuk
unit pelayanan
apapun
Pimpinan/manajemen menyediakan
lingkungan kerja yang mendorong kejujuran
dan komunikasi terbuka
□ □ □ □ □
Ada panduan (checklist, format, dll) yang
menjamin bahwa pasien telah diberikan
informasi mengenai kemungkinan risiko
sebelum mendapatkan perawatan
□ □ □ □ □
160
Ada panduan yang menjamin bahwa pasien
secara terbuka dan secara proaktif
mendapatkan informasi mengenai insiden
kritis atau kesalahan yang terjadi selama
perawatan mereka
□ □ □ □ □
Survei tentang prosedur perawatan kepada
pasien dilakukan secara teratur
□ □ □ □ □
Ada sistem manajemen keluhan yang berjalan □ □ □ □ □
3C. Dokumentasi
18. Dalam kaitannya dengan elemen-
elemen MRK dan penerapannya atau
rencana impelementasinya pada level unit
pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah
ini dengan kondisi yang ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar untuk
unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar
untuk unit
pelayanan
apapun
Rekam Medis dilakukan secara elektronik □ □ □ □ □
Rekam Medik dianalisis secara proaktif
sebagai respon terhadap insiden
□ □ □ □ □
Ada prosedur sistematis untuk memverifikasi
kelengkapan Rekam Medik
□ □ □ □ □
161
3D. Pembelajaran dan Pengembangan
19. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar untuk
unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar
untuk unit
pelayanan
apapun
Pimpinan/Manajemen rumah sakit menyediakan
lingkungan kerja dimana kebutuhan untuk
peningkatan dapat dipenuhi
□ □ □ □ □
Pimpinan/Manajemen rumah sakit
mempertimbangkan risiko klinis ketika akan
dilakukan perubahan dalam organisasi
□ □ □ □ □
Diskusi lintas disiplin mengenai keselamatan pasien
dilaksanakan secara teratur
□ □ □ □ □
Survei staf tentang budaya keselamatan dilakukan
secara teratur
□ □ □ □ □
Terdapat prosedur standar mengenai transfer pasien
dan operan tugas
□ □ □ □ □
Staf menerima dukungan emosional jika
berhubungan dengan insiden atau kesalahan
□ □ □ □ □
Untuk staf yang melakukan kesalahan, diberi
kesempatan untuk melakukan diskusi yang bersifat
tertutup
□ □ □ □ □
162
3E. Pelatihan/Pendidikan Berkelanjutan
20. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar untuk
unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar
untuk unit
pelayanan
apapun
Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi
ketika melakukan transfer pasien dan operan tugas
□ □ □ □ □
Staf dilatih mengenai identifikasi dini terjadinya
insiden dan kesalahan
□ □ □ □ □
Staf mendapatkan pelatihan strategi kerjasama
yang efektif
□ □ □ □ □
Staf diajarkan untuk dapat mengevaluasi kinerja
mereka sendiri dengan lebih baik
□ □ □ □ □
Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi
dengan pasien terkait risiko perawatan dan insiden
kritis
□ □ □ □ □
Dilakukan simulasi untuk belajar dan berlatih
prosedur-prosedur yang sulit
□ □ □ □ □
163
3F. Sistem Pelaporan Insiden Lokal (jika rumah sakit anda tidak memiliki sistem pelaporan insiden secara umum atau jika unit-unit
pelayanan memiliki sistem pelaporan insiden yang berbeda dari sistem pelaporan insiden di tingkat rumah sakit)
21. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen
MRK dan penerapannya atau rencana
impelementasinya pada level unit pelayanan,
sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan
kondisi yang ada
Benar untuk
semua unit
pelayanan
Benar
untuk unit
pelayanan
tertentu
Direncanakan
untuk semua
unit
pelayanan
Direncanakan
untuk
beberapa unit
pelayanan
Tidak benar
untuk unit
pelayanan
apapun
Sistem pelaporan insiden lokal telahhdilaksanakan □ □ □ □ □
Dilaksanakan pelatihan tentang penggunaan sistem
pelaporan insiden lokal
□ □ □ □ □
Ada prosedur standar untuk melakukan analisa
terhadap insiden yang dilaporkan
□ □ □ □ □
Ada prosedur standar untuk memberikan umpan balik
kepada staf yang melaporkan insiden
□ □ □ □ □
Dilakukan monitoring terhadap Implementasi
pengukuran dari hasil analisis
□ □ □ □ □
164
PANDUAN WAWANCARA
Nama :…………………………………………
Institusi :…………………………………………
Jabatan :…………………………………………
1. Menurut pendapat anda, faktor apa yang terkait masalah kebijakan,
politis dan hukum, yang mempengaruhi Manajemen Risiko Klinis (MRK)
di rumah sakit?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
2. Bagaimana komentar anda tentang implementasi dan pengorganisasian
MRK di rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
3. Menurut anda, apa tujuan strategis yang paling penting terkait MRK di
rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
165
4. Menurut anda, apa tujuan operasional yang paling penting yang harus
diprioritaskan di rumah sakit anda dalam waktu 12 bulan kedepan?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
5. Fungsi MRK yang paling penting untuk dikembangkan menurut anda
adalah?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
6. Menurut anda, pelatihan MRK dan keselamatan pasien lebih penting
diberikan kepada kelompok staf:
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
7. Menurut pendapat anda, apa kekuatan program MRK di rumah sakit
anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
166
8. Menurut anda, apa kebutuhan terbesar untuk menjalankan program MRK
di rumah sakit anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
9. Sistem pelaporan insiden seperti apa yang digunakan di rumah sakit
anda?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
10. Apakah sistem tersebut sama atau berbeda dengan sistem pelaporan
yang digunakan di unit-unit layanan? Jika berbeda, apa perbedaannya?
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
11. Gambarkan secara singkat struktur organisasi Komite Mutu/Manajemen
Risiko di Rumah sakit Anda.
167
REKAPITULASI HASIL KUESIONER ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA RUMAH SAKIT DI KOTA
MAKASSAR
PERTANYAAN
RESPONDEN
WS LB SR TC AB UH PL ST PW
Bagian 1. Implementasi dan Integrasi Organisasi Manajemen Risiko Klinis (MRK) di Rumah Sakit
1A. Integrasi Organisasi
1. Apakah ada orang tertentu yang bertanggungjawab untuk kordinasi MRK secara terpusat di rumah sakit anda?
□ Iya √ 2013 √ 2014 √ 2015 √ 2015 √ 2015 √ 2014
□ Direncanakan
□ Tidak ada √ √ √
2. Bagaimana anda (atau Tim MRK, jika ada) terintegrasi dalam organisasi rumah sakit terkait dengan fungsi/aktivitas MRK yang anda jalankan? (pilih satu atau lebih)
□ Anggota struktural √
□ Melapor secara langsung kepada
□ Sebagai staf pada
□ Terintegrasi dengan desentralisasi penuh pada satu unit tersendiri √
□ Melapor pada .
□ Terintegrasi ke organisasi dengan cara lain √ Komite Mutu
√ Komite Mutu
√ Tim
Mutu
√ Subkom
Manajemen Risiko
√ Subkom
keselamatan pasien
√ Panitia PMKP
√ Tim PMKP
3. Dalam menjalankan fungsi/aktivitas MRK di rumah sakit apakah terdapat.....................................
a. Uraian tugas/pekerjaan tertulis?
168
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
b. Rincian kerja yang detail? √
□ Ya √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
c. Kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam memulai suatu program?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √
d. Pendelegasian kewenangan yang memungkinkan anda untuk melakukan pengukuran/penilaian sendiri?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
e. Dana khusus untuk memulai aktivitas dan program MRK? Jika ada, berapa alokasi dana untuk tahun ini? Rp......
□ Ya √ Rp.100jt/thn
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √ √ √ √ √ √ √
f. Jadwal pertukaran informasi yang rutin antara unit?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
169
□ Tidak √ √
g. Kesempatan untuk membawa isu-isu penting terkait MRK kepada Pimpinan rumah sakit? Jika ada dalam bentuk apa? ............................
□ Ya √ √ √ √ √ √ √
□ Direncanakan dlm 12 bulan kedepan
□ Tidak √ √
1B. Alokasi Sumber Daya
4. Berapa persen waktu anda yang anda gunakan untuk aktivitas-aktivitas berikut? (penggunaan waktu aktual, ½hari = 10%)
Total persen waktu anda yang digunakan untuk bekerja
6,2% 6,2% 6,2% 20% 10% 100%
Persen waktu yang digunakan untuk aktivitas:
a. Untuk kegiatan MRK - 2,49% 1,24% 4% 10% 1%
b. Untuk kegiatan yang tidak terkait risiko klinis (mis: kegiatan yang terkait risiko keuangan atau risiko teknis) - - 0,93% 2% 10% 1%
c. Untuk kegiatan manajemen mutu yang tidak terkait MRK (mis: optimalisasi peningkatan kepuasan pasien) 1,70% - 3,72% 4% 10% 1%
d. Aktivitas lain yang tidak disebutkan diatas (mis: aktivitas klinis dan manajemen, pengembangan organisasi dan staf, dll) 4,50% 3,71% 0,31% 2% 10% 97%
5. Berapa sumber daya manusia yang tersedia pada MRK di rumah sakit anda? (orang dengan posisi yang permanen di MRK)
a. Berapa banyak orang yang bekerja pada tim MRK utama di rumah sakit anda? Dan berapa persen waktu yang mereka gunakan di tempat tersebut?
□ Jumlah orang 4 - - - - 2 12 5 -
□ Persentase penggunaan waktu rata-rata - - - - 1,67% 2% 10% -
170
b. Berapa banyak orang yang bekerja secara permanen pada tim MRK di rumah sakit anda yang ditempatkan di unit-unit lain? (mis: petugas pelaporan insiden di bangsal, dll). Dan berapa persen waktu yang mereka gunakan di tempat tersebut?
□ Jumlah orang 40 - - - - 30 1 22 -
□ Persentase penggunaan waktu rata-rata - - - - 2% 10% -
c. Apakah ada rencana penambahan staf MRK dalam 12 bulan kedepan?
□ Tidak √ √ √ √ √ √ √ √
□ Ya, penambahan di tim utama √ 1
□ Ya, penambahan di unit
1C. Latar Belakang Profesi
6. Apa latar belakang profesi dan pelatihan yang anda dan anggota MRK (jika ada) miliki? Kompetensi apa yang anda rencanakan untuk dilakukan peningkatan terhadap anggota MRK dalam 12 bulan kedepan? (pilih satu atau lebih)
Dokter Umum √ √ √ √ √ √ √
Dokter Spesialis √ √
Perawat √ √ √ √ √ √ √
Teknisi Medis √
Fisioterapist/Terapist Okupasi √
Sarjana Ilmu Keperawatan √ √ √
Pelatihan administrasi bisnis √
Pelatihan psikologi √
Pelatihan hukum
Pelatihan Manajemen Risiko Klinis √ √ √ √
Pelatihan Manajemen Mutu √ √ √ √ √
171
Pelatihan lain (sebutkan) .................. √
Bagian 2. Tujuan Strategis dan Implementasi Operasional Manajemen Risiko Klinis (MRK) di Rumah Sakit
2A. Tujuan Strategis dan Tujuan Operasional Rumah Sakit
7. Apakah rumah sakit anda memiliki Strategi fromal yang tertulis?
□ Ya √ √ √ √ √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ...............bulan kedepan
□ Tidak
8. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan strategis tertulis untuk MRK?
□ Ya, terdapat dalam ....................................................... √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak √ √ √ √
9. Apakah rumah sakit anda memiliki tujuan operasional MRK tahunan?
□ Ya, terdapat dalam ........... √ √ √ √ √ √
□ Dalam perencanaan, akan tersedia dalam ................. bulan kedepan
□ Tidak √ √ √
2B. Optimalisasi potensi yang terkait elemen Manajemen Risiko Klinis (MRK)
10. Pada derajat mana pernyataan-pernyataan di bawah ini sesuai dengan rumah sakit anda? (centang hanya satu pilihan untuk
172
setiap pernyataan)
Untuk membuat MRK menjadi lebih efektif di rumah sakit, kami membutuhkan...............
a. Contact person yang lebih jelas di setiap unit pelayanan yang menjadi penghubung dengan MRK Pusat
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
b. Pertemuan/komunikasi yang lebih teratur antara MRK pusat (atau anda) dengan unit-unit pelayanan
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
c.Kerjasama yang lebih horizontal antara unit
□ Sangat Tidak Benar √
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
d. Aturan yang lebih jelas tentang tugas, kompetensi dan tanggungjawab (struktur organisasi dan kepemimpinan)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
e. Proses dan prosedur yang lebih terstandar
173
(panduan, checklist, dll)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √ √
f. Pendekatan yang lebih terbuka dan jujur terkait dengan kesalahan dan kelemahan sistem
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √
□ Benar √ √ √ √ √ √ √
g. Tambahan sumber dana
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar √
□ Agak Benar √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √
h. Tambahan tenaga (sumber daya manusia)
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √ √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √
i. Lebih banyak pelatihan tentang MRK dan keselamatan pasien
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar
□ Benar √ √ √ √ √ √ √ √ √
174
j. Tujuan yang spesifik untuk pengembangan keselamatan pasien
□ Sangat Tidak Benar
□ Tidak Benar
□ Agak Benar √ √ √
□ Benar √ √ √ √ √ √
2C. Kondisi terkini MRK di Rumah Sakit
Bagaimana aspek-aspek MRK dibawah ini diimplementasikan secara umum di rumah sakit anda secara sistematis
11. Item untuk Implementasi proses MRK
a. Tugas, tanggungjawab dan kompetensi MRK telah ditetapkan di rumah sakit anda
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Prosedur MRK telah ditetapkan dan didokumentasikan di rumah sakit anda
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
175
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Risiko-risiko klinis telah diidentifikasi pada level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Penyebab dan hal-hal yang terkait dengan insiden dan kesalahan pada prosedur perawatan dianalisa bukan hanya pada level unit pelayanan namun juga pada level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Risiko klinis dievaluasi oleh rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
176
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Berdasarkan hasil analisis penyebab insiden atau kesalahan pada prosedur perawatan, telah ditetapkan pengukuran yang sesuai pada level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
g. mPerubahan-perubahan pada risiko klinis dipantau pada level rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
h.Prosedur-prosedur MRK pada level rumah sakit telah dikomunikasikan kepada seluruh staf
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12
177
bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
i. Telah ada sistem pelaporan MRK untuk keseluruhan rumah sakit secara umum
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
j. Pihak luar dilibatkan dalam pengembangan MRK rumah sakit kedepannya
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
12. Kepemimpinan, partisipasi staf dan pelatihan
a. MRK dan isu seputar keselamatan pasien menjadi agenda rutin dalam pertemuan pimpinan rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
178
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Pengukuran-pengukuran spesifik yang dilakukan oleh pimpinan secara jelas menunjukkan komitmen mereka terhadap keselamatan pasien
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Staf berperan aktif dalam MRK (mis: mengidentifikasi dan melaporkan risiko klinis)
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Pembahasan kasus lintas disiplin diselenggarakan di rumah sakit
179
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Pembahasan kasus antar kelompok profesi dilaksanakan di rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Pendidikan berkelanjutan terkait MRK dan keselamatan pasien bagi staf dilaksanakan secara rutin di rumah sakit
□ Belum dilakukan penlaian √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan √
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
180
2D. Sistem Pelaporan Inisden
13. Apakah ada sistem pelaporan insiden secara umum untuk seluruh rumah sakit di tempat anda?
□ Ya, telah diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit sejak tahun....................... (lanjut ke pertanyaan 14) √ 2008 √ 2015
√ 2013 √ 2010
√ 2015 √ 2015 √ 2009
□ Ya, telah diimplementasikan di beberapa unit tertentu sejak tahun ..................................
Diimplementasikan pada ............................ unit (jumlah unit) (lanjut ke pertanyaan 14)
□ Sedang diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit (lanjut ke pertanyaan 14) √
□ Sedang diimplementasikan pada beberapa unit tertentu (lanjut ke pertanyaan 14) √
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan secara menyeluruh di rumah sakit dalam waktu 12 bulan ke depan (lanjut ke bagian 3)
□ Tidak, namun telah direncanakan untuk diimplementasikan di beberapa unit pelayanan dalam waktu 12 bulan kedepan (lanjut ke bagian 3)
□ Tidak (lanjut ke bagian 3)
14. Jika rumah sakit telah memiliki sistem pelaporan insiden secara menyeluruh atau sedang berada dalam proses implementasi sistem tersebut, maka pernyataan dibawah ini sesuai untuk...................
181
a. Definisi tentang insiden-insiden kritis yang harus dilaporkan tersedia di rumah sakit atau di unit-unit tertentu
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
b. Klaim terhadap adanya malpraktek terdapat dalam sistem pelaporan
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
c. Sistem pelaporan terkomputerisasi
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan √
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
d. Sistem pelaporan bersifat rahasia
182
(anonymous)
□ Belum dilakukan penlaian
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
e. Dilakukan pelatihan mengenai sistem pelaporan
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √ √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
f. Staf akan mendapatkan umpan balik segera setelah mereka melaporkan suatu insiden
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
g. Staf diinformasikan mengenai insiden yang
183
dilaporkan
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
h. Dilakukan analisa terhadap penyebab terjadinya insiden dengan menggunakan prosedur yang terstandar
□ Belum dilakukan penlaian √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi √
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
i. Staf diinformasikan mengenai hasil analisa penyebab insiden tersebut
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
184
j. Pengukuran yang tepat ditentukan berdasarkan hasil analisis tersebut
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
k. Staf diinformasikan mengenai metode pengukuran yang akan diterapkan
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis √
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
l. Penerapan pengukuran ini dimonitor
□ Belum dilakukan penlaian √ √ √ √
□ Telah dinlai namun belum ada rencana implementasi
□ Rencana implementasi dalam waktu 12 bulan kedepan
□ Implementasi tidak sistematis
□ Implementasi secara sistematis √ √ √ √ √
□ Sengaja tidak dilaksanakan
185
Bagian 3. Tinjauan MRK di Unit-Unit Pelayanan yang Berbeda
15. Rumah sakit kami memiliki sejumlah ......................... unit pelayanan (unit dimana terjadi kontak dengan pasien) 17 11 19 23 18 11
3A. Proses MRK
16. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Tugas, kompetensi dan tanggung jawab dalam internal unit pelayanan telah ditetapkan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
b. Pengukuran spesifik yang dilakukan secara teratur oleh pimpinan menunjukkan komitmen mereka terhadap keselamatan pasien
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Risiko klinis telah diidentifikasi secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
186
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
d. Penyebab risiko klinis telah dianalisis secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Risiko klinis dievaluasi secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
f. Pengukuran untuk meningkatkan keselamatan pasien secara sistematis dilakukan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
g. Perubahan terhadap risiko klinis dimonitor
187
secara sistematis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
3B. Komunikasi dan Informasi
17. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Pimpinan/manajemen menyediakan lingkungan kerja yang mendorong kejujuran dan komunikasi terbuka
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Ada panduan (checklist, format, dll) yang menjamin bahwa pasien telah diberikan informasi mengenai kemungkinan risiko sebelum mendapatkan perawatan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
188
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
c. Ada panduan yang menjamin bahwa pasien secara terbuka dan secara proaktif mendapatkan informasi mengenai insiden kritis atau kesalahan yang terjadi selama perawatan mereka
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan √
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
d. Survei tentang prosedur perawatan kepada pasien dilakukan secara teratur
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
e. Ada sistem manajemen keluhan yang berjalan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
189
3C. Dokumentasi
18. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Rekam Medis dilakukan secara elektronik
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √ √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √ √
b. Rekam Medik dianalisis secara proaktif sebagai respon terhadap insiden
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √ √
c. Ada prosedur sistematis untuk memverifikasi kelengkapan Rekam Medik
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
190
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
3D. Pembelajaran dan Pengembangan
19. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Pimpinan/Manajemen rumah sakit menyediakan lingkungan kerja dimana kebutuhan untuk peningkatan dapat dipenuhi
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Pimpinan/Manajemen rumah sakit mempertimbangkan risiko klinis ketika akan dilakukan perubahan dalam organisasi
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Diskusi lintas disiplin mengenai keselamatan pasien dilaksanakan secara teratur
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √ √
191
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
d. Survei staf tentang budaya keselamatan dilakukan secara teratur
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Terdapat prosedur standar mengenai transfer pasien dan operan tugas
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
f. Staf menerima dukungan emosional jika berhubungan dengan insiden atau kesalahan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
192
g. Untuk staf yang melakukan kesalahan, diberi kesempatan untuk melakukan diskusi yang bersifat tertutup
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
3E. Pelatihan/Pendidikan Berkelanjutan
20. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi ketika melakukan transfer pasien dan operan tugas
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
b. Staf dilatih mengenai identifikasi dini terjadinya insiden dan kesalahan
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
193
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √
c. Staf mendapatkan pelatihan strategi kerjasama yang efektif
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
d. Staf diajarkan untuk dapat mengevaluasi kinerja mereka sendiri dengan lebih baik
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √ √ √
e. Staf diajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien terkait risiko perawatan dan insiden kritis
□ Benar untuk semua unit pelayanan √ √ √ √ √
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
f. Dilakukan simulasi untuk belajar dan berlatih prosedur-prosedur yang sulit
□ Benar untuk semua unit pelayanan √
194
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu √ √ √ √ √
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan √ √
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun √
3F. Sistem Pelaporan Insiden Lokal (jika rumah sakit anda tidak memiliki sistem pelaporan insiden secara umum atau jika unit-unit pelayanan memiliki sistem pelaporan insiden yang berbeda dari sistem pelaporan insiden di tingkat rumah sakit)
21. Dalam kaitannya dengan elemen-elemen MRK dan penerapannya atau rencana impelementasinya pada level unit pelayanan, sesuaikan pernyataan di bawah ini dengan kondisi yang ada
a. Sistem pelaporan insiden lokal telahhdilaksanakan - - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
b. Dilaksanakan pelatihan tentang penggunaan sistem pelaporan insiden lokal
- - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
c. Ada prosedur standar untuk melakukan analisa terhadap insiden yang dilaporkan
- - - - - - - - -
195
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
d. Ada prosedur standar untuk memberikan umpan balik kepada staf yang melaporkan insiden - - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
e. Dilakukan monitoring terhadap Implementasi pengukuran dari hasil analisis
- - - - - - - - -
□ Benar untuk semua unit pelayanan
□ Benar untuk unit pelayanan tertentu
□ Direncanakan untuk semua unit pelayanan
□ Direncanakan untuk beberapa unit pelayanan
□ Tidak benar untuk unit pelayanan apapun
Ket:
WS: RSUP Wahidin Sudirohusodo UH: RS Unhas LB: RSUD Labuang Baji PL: RS Pelamonia SR: RSUD Sayang Rakyat ST: RS Stella Maris TC: RS Dr.Tadjuddin Chalid PW: RS Pertiwi AB: RS Awal Bros
196
197
MATRIKS HASIL WAWANCARA
NO PERTANYAAN INFORM
AN JAWABAN KATA KUNCI INTERPRETASI
Informasi : Kondisi riil implementasi MRK di rumah sakit
1
Menurut
pendapat anda,
faktor apa yang
terkait masalah
kebijakan, politis
dan hukum yang
mempengaruhi
MRK di RS?
(pertanyaan 1)
WS
“…. . manajemen risiko
merupakan hal baru di dunia
perumahsakitan, sehingga
posisi ataupun tanggung jawab
manajemen risiko belum
menjadi bagian strategis….”
Kebijakan
strategis
Implementasi MRK di RS dipengaruhi
oleh kebijakan RS yang seharusnya
memasukkan MRK dalam kebijakan
strategisnya
LB
“….. belum meratanya
komitmen dari semua pihak
terkait pelaksanaan
manajemen risiko dan
pengetahuan staf tentang
MRK yang masih sangat
minim serta sosiaisasi tentang
hal tersebut yang juga masih
sangat kurang….”
Komitmen
Pengetahuan
staf
Faktor yang mempengaruhi penerapan
MRK di RS adalah komiten dari
seluruh staf, mulai dari pucuk pimpinan
hingga staf biasa. Selain itu staf juga
perlu memiliki pengetahuan yang
cukup tentang MRK, bias dilakukan
melalui kegiatan sosialisasi
SR
“…..yang dirasa sangat
berpengaruh adalah
pengetahuan dan komitmen
pimpinan….”
Pengetahuan
Komitmen
Pimpinan
Komitmen dari Pimpinan serta
pengetahuan staf merupakan faktor
yang mempengaruhi implementasi
MRK di RS
TC
“….dukungan dari pimpinan
merupakan faktor terpenting
jika ingin proses MRK
diimplementasikan dengan
baik….”
Dukungan/
Komitmen
Pimpinan
Komitmen dari Pimpinan untuk
mendukung implementasi MRK
merupakan faktor terpenting
keberhasilan penerapan MRK di RS
198
AB
“…..bagi kami, kebijakan
corporate lah yang sangat
mempengaruhi jalannya
organisasi, apapun itu…”
Kebijakan
perusahaan
Bagi RS Swasta, kebijakan rumah
sakit sangat dipengaruhi oleh
Kebijakan Perusahaan/Pemilik,
dengan kata lain kesusksesan sesuatu
prohgram ditentukan oleh adanya
dukungan yang postif dari
Perusahaan/Pemilik
UH
“….adanya sistem open
disclosure kasus medis atau
kesalahan yang dilakukan oeh
staf medis serta adanya sistem
klaim atau legalitas dimana
jika terjadi tuntutan kepada
rumah sakit siapa yang akan
membayar klaim pasien
tersebut….
Pencegahan
tuntutan hukum
MRK dikembangkan karena dapat
berfungsi sebagai pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya
potensi kesalahan medik yang dapat
berakibat pada tuntutan hukum
PL
“…..prosedur pengelolaan
anggaran dan pelaksanaan
akan pengajuan fasilitas MRK
dan pengembangan SDM….”
Anggaran
Faslitas
SDM
Implementasi MRK yang baik perlu di
dukung dengan anggaran dan fasilitas.
Dan untuk menjalankan MRK perlu
SDM yang kompeten.
ST
“...Dukungan dari Pimpnan
merupakan faktor penentu dari
implementasi program apapun
itu....”
Dukungan
Pimpinan
Komitmen Pimpinan dalam bentuk
dukungan terhadap program yang
akan dilaksanakan merupakan faktor
penentu kelancaran implementasi
program di RS
PT
“….yang harus ada adalah
kebijakan pimpinan yang
mendukung….”
Komitmen
Pimpinan
Dukungan dari Pimpinan merupakan
faktor penting dalam penerapan MRK
di RS
2 Bagaimana
komentar anda WS
“….sudah ada struktur
organisasi terkait dan
Sudah ada
struktur
Proses MRK sudah berjalan dengan
baik d RS
199
tentang
implementasi dan
pengorganisasian
MRK di RS anda?
(pertanyaan 2)
prosesnya sudah berjalan…” Proses sudah
berjalan
LB
“…..MRK belum berjalan di
rumah sakit kami, belum
terstruktur. Kami masih perlu
untuk menyamakan persepsi
tentang MRK terhadap semua
pihak….”
Belum berjalan
Belum ada
struktur
Proses MRK belum berjalan, belum
didukung oleh struktur dan
pemahaman yang sama dari semua
pihak
SR
“….harus kami akui bahwa hal
ini belum berjalan di rumah
sakit kami….”
Belum berjalan Proses MRK belum berjalan sama
sekali
RSTC
“…..kami sudah berjalan,
namun tentunya masih butuh
banyak pengembangan dan
perbaikan khususnya yang
terkait dengan risiko klinis….”
Tahap
pengembangan
Proses MRK sudah berjalan namun
masih membutuhkan pengembangan
AB
“…. Implementasi MRK masih
dalam tahap pengembangan,
kami senantiasa berupaya
untuk meningkatkan….”
Tahap
pengembangan
Proses MRK sudah berjalan namun
masih membutuhkan pengembangan
UH
“….di tempat kami sistem ini
sudah berjalan secara
sistematis, pertemuan pun
sudah teratur dilakukan pada
setiap tanggal 15 meskipun
jumlah peserta yang datang
berpartisipasi masih kurang,
hanya sekitar 5-6 orang dari
total 30 orang, ini disebabkan
karena mereka masih sibuk
dengan pelayanan sebagai
Sudah berjalan Proses MRK sudah berjalan dengan
baik di RS
200
tupoksi utama mereka…..”
PL
“….secara struktur
organisasi sudah berjalan
dengan baik tetapi personel
masih merangkap jabatan
karena yang purna waktu
hanya 1 orang….”
Struktur sudah
ada
Personel kurang
Struktrur organisasi sudah ada namun
prosesnya belum berjalan dengan
baik, salah satunya diakibatkan oleh
kurangnya personel tetap
ST
“....prosesnya sudah
berjalan, tinggal
dikembangkan hinggalebih
optimal lagi....”
Sudah berjalan Proses MRK sudah berjalan dengan
baik di RS
PT
“…..kalau dari segi
pengorganisasian kami rasa
sudah cukup, namun dari
implementasinya masih
kurang karena adanya
keterbatasan SDM yang tidak
full time….”
Struktur sudah
ada
Implementasi
kurang
Struktrur organisasi sudah ada namun
prosesnya belum berjalan dengan
baik, salah satunya diakibatkan oleh
kurangnya personel tetap
3
Menurut
pendapat anda,
apa kekuatan
program MRK di
RS anda?
(pertanyaan 7)
WS
“……adanya arah yang jelas
dan sudah dilaluinya peran
manajemen risiko secara
internasional, dukungan
pimpinan, sudah adanya
struktur dan proses…”
Arah yang jelas
Sudah JCI
Dukungan
Pimpinan
Struktur jelas
Kekuatan yang dimilki adalah bahwa
MRK sudah menjadi kebijakan RS
sehingga telah memliki arah dan
struktur yang jelas. Komitmen
pimpinan juga sangat mendukung
apalagi status RS yang telah akreditasi
JCI membuat proses ini sudah
berjalan.
LB “..... belum ada yang menjadi
kekuatan kami…” Belum ada
Proses MRK belum berjalan, belum
ada faktor yang menjadi kekuatan
SR “….belum ada….” Belum ada Proses MRK belum berjalan, belum
ada faktor yang menjadi kekuatan
201
TC
“….adanya struktur
organisasi yang sudah
mengakomodir manajemen
risiko klinis dan beberapa staf
yang teah mendapatkan
pelatihan terkait manajemen
risiko….”
Struktur
organisasi
Pegawai yang
terlatih
Struktur organisasi yang sudah
mengakomodir MRK serta proses
yang dijalankan oleh pegawai yang
telah mendapatkan pelatihan terkait
MRK menjad kekuatan dalam
implementasi MRK di RS
AB
“….kekuatan kami adalah
komitmen untuk menerapkan
standar dari semua pegawai
yang cukup tinggi, selain itu
karena kami adalah rumah
sakit swasta maka dengan
adanya competitor membuat
kami selalu termotivasi dalam
menjaga kualitas
pelayanan….”
Komitmen
semua staf
Motivasi
mengungguli
kompetitor
Komitmen yang tinggi dari semua
pihak serta adanya keinginan untuk
meningkatkan pelayanan melalui MRK
untuk bisa mengungguli kompetitor
merupakan kekuatan yang dimiliki
dalam penerapan MRK
UH
“….sudah ada unit yang
bertanggungjawab terhadap
masalah ini, meskipun
partisipasi dari unit lain masih
kurang…”
Unit
penanggung
jawab
Sudah jelasnya unit yang
bertanggungjawab atau struktur
organisasi terkait penerapan MRK
menjadi kekuatan dalam menjalankan
proses MRK secara umum
PL “….loyalitas anggota dan
sistem komando….”
Loyalitas
Sistem
Komando
Komitmen dari seluruh pegawai dan
kepemimpnan yang mendukung
penerapan suatu program khususnya
MRK menjadi kekuatan dari RS yang
dimiliki oleh TNI ini.
ST
“…. Kami sudah memiliki
struktur, sudah ada pedoman
untuk implementasi, tinggal
ditingkatkan….”
Struktur
Organisasi
Pedoman
Kekuatan yang dimiliki sehingga
mampu melaksankan program MRK
adalah karena telah memiliki struktur
yang jelas yang menangani hal ini dan
202
telah memiliki pedoman dalam
pelaksanaan program
PT
“…..kekuatan kami adalah
bahwa kami sudah memiliki
sistem pelaporan yang
berjalan dengan baik dan kami
telah memiliki champion
mutu, PPI dan patient safety
di unit-unit….”
Sistem
pelaporan
Champion unit
Sudah ada sistem pelaporan yang
jelas yang merupakan salah satu
bagian dari MRK serta keterlibatan dan
komitemen staf hingga tingkat unit
yang terakomodir dalam struktur
organisasi yang jelas yaitu “champion
mutu” menjadi kekuatan dalam
mengimplementasikan MRK
4
Sistem pelaporan
insiden seperti
apa yang
digunakan di RS
anda?
(pertanyaan 9)
WS
“….sistem pelaporan dengan
alur dan kerangka waktu yang
sudah ditetapkan, untuk data
KPC sebagai kasus yang
paling sering terjadi difasilitasi
dengan sistem elektronik
pelaporan….”
Sistem
pelaporan
standar
Sistem
pelaporan
elektronik
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
LB
“…..kami menggunakan
sistem pelaporan yang
standar dari kemenkes….”
Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
SR
“…..belum ada sistem
pelaporan insiden yang kami
gunakan, proses pelaporan
insiden belum berjalan….”
Belum ada Belum ada sistem pelaporan yang
berjalan dengan sistematis
TC
“…..kami menggunakan
sistem pelaporan yang
standar dari kemenkes, itu
sesuai dengan tuntutan
akredtasi…”
Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
203
AB
“…..sistem pelaporan
insiden baku dari kemenkes
dan KARS….”
Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
UH
“….kami menggunakan format
pelaporan dari KARS dan
format tersebut sudah
dibagikan keseluruh unit.
Pelaporan dilakukan oleh staf
langsung yang melapor ke
champion, laporan diteruskan
ke kepala instalasi kemudian
dilaporkan ke sub komite
keselamtan pasien….”
Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
PL “….RCA, Root Cause
Analysis…” Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
ST “ …KTD/KNC, KPC dan
sentinel…..”
KTD
KNC
KPC
Sentinel
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
PT
“…..kami menggunakan
format baku, data
dikumpulkan oleh PIC di setiap
ruangan, diserahkan kepada
Kepala Ruangan, yang akan
melakukan grading dan
kemudian diserahkan kepada
Tim PMKP
Sistem standar
Menggunakan sisitem pelaporan yang
standar sesua dengan yang dianjurkan
oleh Kemenkes dan KARS
204
5
Apakah sistem
tersebut sama
atau berbeda
dengan yang
digunakan di unit-
unit layanan?
(pertanyaan 10)
WS
“….. sama, unit pelayanan
sebagai sub sistem dalam
sistem pelaporan….”
Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
LB “….sama di semua unit
layanan….” Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
SR
“….belum ada sistem
pelaporan insiden, baik itu di
tingkat rumah sakit apalagi di
tingkat unit layanan….”
Belum ada
Belum ada sistem pelaporan yang
berjalan dengan sistematis baik di
tingkat RS maupun di tingkat unit
TC
“….kami menggunakan sistem
yang sama di semua unit
pelayanan….”
sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
AB “…..sistemnya sama pada
semua unit layanan….” sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
UH “….sistem yang digunakan
sama…” Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
PL “…..sama di semua unit…” Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
ST “….kami menggunakan sistem
yang sama….: Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
PT
“….sistemnya sama di semua
ruangan, kecuali pelaporan
K3…”
Sama
Menggunakan sistem pelaporan yang
standar sesuai dengan yang
dianjurkan oleh Kemenkes dan KARS
205
6
Mohon
gambarkan
dengan ringkas
struktur
organisasi Komite
Mutu/ Manajemen
Risiko di tempat
anda
(pertanyaan 11)
WS
Ada struktur organisasi Komite
Mutu, Keselamatan Pasien
dan Kinerja yang dibawahi
langsung oleh Direktur Utama.
Terdiri dari Sub Komite
Manajemen Risko, Patient
Safety, Akreditasi, Fasilitas
dan K3, Mutu dan Kinerja.
Sudah ada struktur organisasi yang
bertanggungjawab secara spesifik
terhadap MRK
LB
Ada struktur organisasi Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien
yang dibawahi oleh Direktur,
tidak memiliki sub komite
namun langsung Penanggung
jawab Unit
Ada struktur organisasi yang
bertanggung jawab terhadap mutu
rumah sakit namun tidak spesifik
terhadap MRK, bahkan tidak memiliki
sub komite.
SR
Ada struktur organisasi PMKP
yang dibawahi oleh Direktur,
terdiri dari Sub Komite Patient
Safety, K3 dan Akreditasi
Ada struktur organisasi yang
bertanggung jawab terhadap mutu
rumah sakit namun tidak spesifik
terhadap MRK
TC
Ada struktur organisasi Komite
Mutu dan Keselamatan
Pasien, terdiri dari Sub Komite
Mutu, Manajemen Risiko,
Patient Safety dan
Evaluasi/Pelaporan
Sudah ada struktur organisasi yang
bertanggungjawab secara spesifik
terhadap MRK
AB
Ada struktur organisasi
Departemen Mutu yang
dibawahi oleh Direktur, terdiri
dari TKPRS, PPI dan K3
Ada struktur organisasi yang
bertanggung jawab terhadap mutu
rumah sakit namun tidak spesifik
terhadap MRK
UH
Ada struktur organisasi Komite
Mutu yang dibawahi langsung
oleh Direktur Utama, terdiri
Ada struktur organisasi yang
bertanggung jawab terhadap mutu
rumah sakit namun tidak spesifik
206
dari Sub Komite Keselamatan
Pasien dan Akreditasi, PPI dan
K3
terhadap MRK
PL
Ada struktur organisasi Komite
Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP)
ST
Ada struktur organisasi PMKP
dibawah Direktur RS yang
terdiri dari penanggung jawab
Mutu, Keselamatan Pasien
dan Manajemen Risiko
Sudah ada struktur organisasi yang
bertanggungjawab secara spesifik
terhadap MRK
PT
Ada struktur organisasi Komite
PMKP yang dibawahi oleh
Direktur, terdiri dari Sub
Komite Patient Safety, Mutu
dan Manajemen Risiko
Sudah ada struktur organisasi yang
bertanggungjawab secara spesifik
terhadap MRK
Informasi: Strategi Manajemen Risiko Klinis
7
Menurut anda,
apa tujuan
strategis yang
paling penting
terkait MRK di RS
anda?
(pertanyaan 3)
WS
“…..meminimalkan insiden
maupun dampaknya bila
terjadi….”
Meminimalkan
insiden
Pencegahan insiden merupakan tujuan
strategis yang paling penitng
LB
“…..meningkatkan keamanan
dan keselamatan pasien
rumah sakit….”
Meningkatkan
keselamatan
patient
Keselamatan pasien merupakan tujuan
strategis yang paling penting
SR “….peningkatan keselamatan
pasien….”
Meningkatkan
keselamatan
patient
Keselamatan pasien merupakan tujuan
strategis yang paling penting
TC
“…..untuk meningkatkan
pemahaman dan kepedulian
pegawai tentang manajemen
Peningkatan
pengetahuan
staf
Peningkatan pengetahuan staf dan
Keselamatan pasien merupakan tujuan
strategis yang paling penting
207
risiko klinis serta
meningkatkan keamanan
dan keselamatan pasien…..”
Meningkatkan
keselamatan
pasien
AB
“….tujuannya adalah untuk
meningkatkan patient safety
dan K3RS…”
Meningkatkan
keselamatan
patient
Keselamatan pasien merupakan tujuan
strategis yang paling penting
UH
“….untuk meningkatkan
keterbukaan dan kejujuran
serta komitmen yang kuat dari
seluruh staf…”
Keterbukaan
Komitmen
Komitmen merupakan tujuan strategis
yang paling penting
PL
“….meminimalisir faktor yag
dapat menimbulkan cedera
pada pasien dan petugas serta
berupaya semaksimal mungkin
meningkatkan mutu rumah
sakit…”
Meminimalkan
insiden
Pencegahan insiden merupakan tujuan
strategis yang paling penitng
ST “….meminimalkan insiden
keselamatan pasien….”
Meminimalkan
insiden
Pencegahan insiden merupakan tujuan
strategis yang paling penitng
PT
“….mengoptimalkan
penerapan patient safety
sebagai budaya kerja….”
Meningkatkan
keselamatan
patient
Keselamatan pasien merupakan tujuan
strategis yang paling penting
8
Menurut anda,
apa tujuan
operasional yang
paling penting
yang harus
diprioritaskan di
RS anda dalam
waktu 12 bulan
kedepan?
WS
“…..sesuai mapping hasil
identifikasi risiko 1 tahun
terakhir terdapat beberapa
proses berisiko tinggi yang
menjadi prioritas, antara lain
proses pelayanan farmasi,
admisi dan laboratorium…”
Proses
berisiko tinggi
Tujuan operasional yang paling penting
adalah menangani area-area yang
memiliki proses berisiko tinggi
LB “…. Identifikasi area yang
berisiko dan identifikasi staf
Identifikasi staf
dan area yang
Tujuan operasional yang paling penting
adalahmelakukan identifikasi terhadap
208
(pertanyaan 4) atau kelompok yang
berisiko….”
berisko kelompok staf dan area yan gberisiko di
RS
SR
“….peningkatan
pengetahuan staf terkait
manajemen mutu dan
manajemen risiko, karena
kami susah bergera kalau
belum memahami sepenuhnya
tentang hal tersebut….”
Peningkatan
pengetahuan
staf
Tujuan operasional yang paling penting
adalah peningkatan pengetahuan staf
tentang MRK
TC
“……semua staf harus
mengerti dan paham tentang
risiko dan paham tentang
pelaporan risiko dan
insiden…..”
Peningkatan
pengetahuan
staf
Tujuan operasional yang paling penting
adalah peningkatan pengetahuan staf
tentang MRK
AB
“….kami ingin meningkatkan
sosialisasi terkait manajemen
risiko klinis ini kepada seluruh
staf dan meningkatkan
keterlibatan serta partisipasi
aktif dari seluruh pihak di
rumah sakit ini….”
Peningkatan
pengetahuan
staf
Peningkatan
partisipasi staf
Tujuan operasional yang paling penting
adalah peningkatan pengetahuan staf
tentang MRK yang akan mendorong
peningkatan partisipasi mereka dalam
proses MRK
UH
“….penyelesaian indikator
pengukuran keselamatan
pasien dan mutu di seluruh
unit….”
Pengukuran
indikator mutu
dan
keselamatan
pasien
Tujuan operasional yang paling penting
untuk dioperasionalkan adalah
melakukan pengukuran indikator mutu
dan keselamatan pasien di RS
PL
“….pengguaan SIMRS yang
terintegrasi dengan laporan
mutu tiap unit….”
SIMRS
Tujuan operasional yang harus
diprioritaskan adalah membuat
pelaporan mutu unit yang terintegrasi
dengan SIRS
209
ST
“….tujuannya adalah untuk
meningkatkan pelaporan
insiden dari unit-unit…”
Pelaporan
insiden
Tujuan operasional yang paling penting
adalah untuk meninngkatkan sistem
pelaporan insiden
PT “…..pemenuhan standar
sesuai SPM….”
Standar sesuai
SPM
Tujuan operasional yang harus
diprioritaskan adalah pemenuhan
standar SPM
9
Fungsi MRK yang
paling penting
untuk
dikembangkan
menurut anda
adalah?
(pertanyaan 5)
WS
“…. Strategi mencegah
insiden dan meminimalkan
dampak….”
Pencegahan
insiden
Fungsi MRK yang paling penting adalah
untuk pencegahan insiden jika ia sudah
diterapkan secara sistematis di RS
LB
“….menurut saya fungsi MRK
yang paling penting adalah
identifikasi risiko….”
Identifikasi
risiko
Identifikasi risiko merupakan fungsi
MRK yang paling penting untuk
dikembangkan
SR
“….kemungkinan identifikasi
risiko merupakan hal yang
paling penting, saya kurang
yakin….”
Identifikasi
risiko
Identifikasi risiko merupakan fungsi
MRK yang paling penting untuk
dikembangkan
TC
“……fungsi identifikasi dan
pelaporan, karena ini yang
menjadi dasar pembelajaran
untuk membuat program
pencegahan risiko lebih
lanjut….”
Identifikasi
risiko
Pelaporan
insiden
Identifikasi risiko merupakan fungsi
MRK yang paling penting untuk
dikembangkan kemudian dilanjutkan
dengan sistem pelaporan insiden
AB “….saya kira identifikasi
risiko yang paling penting….”
Identifikasi
risiko
Identifikasi risiko merupakan fungsi
MRK yang paling penting untuk
dikembangkan
UH
“…..fungsi pelaporan, harus
ada reward pelaporan
insiden….”
Pelaporan
insiden
Fungsi pelaporan insiden yang paling
penting untuk dikembangkan
PL “….fungsi patient safety,
utamanya pelaporan KTD,
Pelaporan
insiden
Fungsi pelaporan insiden yang paling
penting untuk dikembangkan
210
KNC secara jujur dan terbuka
di setiap unit…”
ST “….fungsi pelaporan dan
identifikasi risiko….”
Pelaporan
insiden
Identifikasi
risiko
Fungsi pelaporan iniden dan identifikasi
risiko penting untuk dikembangkan
dalam rangka mengoptimalkan
implementasi MRK
PT
“….fungsi yang terpenting
menurut kami adalah fungsi
pengawasan atau
monitoring…”
Fungsi
monitoring
Yang paling penting adalah fungs
monitoring terhadap seluruh
pelaksanaan program MRK di RS
Informasi: Kebutuhan untuk pengembangan MRK
10
Menurut anda,
pelatihan MRK
dan keselamatan
pasien lebih
penting diberikan
kepada kelompok
staf yang mana?
(pertanyaan 6)
WS
“….. Manajemen dan Profesi
Pemberi Asuhan, seperti
Perawat, Dokter, Dietisien, dan
semua yang langsung terlibat
pada pelayanan pasien….”
Manajemen
PPA
Manajemen dan semua PPA harus
terlebih dahulu mendapatkan pelatihan
MRK dan keselamatan pasien
LB “…. Manajemen….” Manajemen
Manajemen harus terlebih dahulu
mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien, sebagai pengambil
kebijakan.
SR
“….perawat, karena mereka
yang lebih banyak dan lebih
sering bersentuhan langsung
dengan pasien….”
Perawat
Perawat harus diprioritaskan untuk
mendapatkan pelatihan tentang MRK
dan keselamatan pasien karena mereka
yan glebih banyak berinteraksi dengan
pasien
TC
“…..pelatihan ini prioritas
diberikan kepada Dokter dan
Perawat serta manajemen.
Dokter dan perawat adalah
profesi yang intens kontak
Dokter
Perawat
Manajemen
Manajemen sebagai pengambil
kebijakan harus mendapatkan pelatihan
MRK dan keselamatan pasien, demikian
pula dengan Dokter dan Perawat
sebagai tenaga medis yang paling
211
langsung dengan pasien,
sedangkan manajamen adalah
pengambil kebijakan yang juga
harus paham tentang
manajemen risiko…”
banyak berinteraksi dengan pasien
AB “….kepada DPJP…..” DPJP
Dokter sebagai penanggungjawab
pelayanan harus diprioritaskan untuk
mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien
UH
“…..harusnya kepada seluruh
staf, namun prioritas utama
adalah staf medis, yaitu
dokter, perawat dan bidan…”
Dokter
Perawat
Bidan
Tenaga medis yang berinteraksi dengan
pasien harus diprioritaskan untuk
mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien
PL “…..rawat inap, IGD, ICU dan
OK….” Tenaga Medis
Tenaga medis yang berinteraksi dengan
pasien harus diprioritaskan untuk
mendapatkan pelatihan MRK dan
keselamatan pasien
ST
“….pelatihan itu penting
diberikan kepada semua
staf….”
Semua staf
Pengetahuan tentang MRK harus
merata pada semua staf, oleh karena itu
maka pelatihan perlu diberikan kepada
semua staf
PT
“….harus diprioritaskan
kepada dokter dan
perawat….”
Dokter
Perawat
Dokter dan Perawat sebagai tenaga
medis yang paling banyak berinteraksi
dengan pasien harus mendapatkan
pelatihan MRK dan keselamatan pasien
11
Menurut anda,
apa kebutuhan
terbesar untuk
menjalankan
program MRK di
WS
“……..ada data untuk
menjalankan redesign proses
atau rancang ulang….”
Data untuk
redesign
proses
Data mutu dari setiap unit sangat
diperlukan untuk melakukan analisa dan
redesign proses demi peningkatan
mutu pelayanan
212
RS anda?
(pertanyaan 8) LB
“…..meningkatkan
pengetahuan staf tentang
manajemen risiko klinis itu
sendiri….”
Pengetahuan
staf
Implementasi MRK akan lebih optimal
jika semua staf memiliki pengetahuan
yan memada tentang MRK itu sendiri
SR
“…..harus ada komitmen yang
sama dari semua pihak, baik
itu pimpinan sampai ke staf
biasa…..”
Komitmen
Kommitmen yang sama dibutuhkan
untuk optmalisasi implementasi MRK,
mulai dari pucuk pimpnan hingga staf
biasa
TC
“…..harus ada staf permanen
yang mengurusi masalah
manajemen mutu dan risiko,
sehingga mereka bisa lebih
fokus dan tidak terbagi dengan
tupoksi utama mereka.
Sosialisasi kepada seluruh
pegawai juga harus selalu
dilakukan untuk menjamin
kesamaan persepsi dan
komitmen….”
Staf tetap
Sosialisasi
berkesinambu
ng
Butuh staf yang purna waktu untuk
menjalankan ndan mengawasi
implementasi MRK sehingga mereka
bisa lebih fokus dalam bekerja.
AB
“….saya kira kami
membutuhkan adanya tenaga
yang full time untuk
mengurusi masalah ini dan
pelatihan kepada seluruh staf
terkait manajemen risiko….”
Staf tetap
Pelatihan
Butuh staf yang purna waktu untuk
menjalankan ndan mengawasi
implementasi MRK sehingga mereka
bisa lebih fokus dalam bekerja. Selain
itu pengetahuan staf tentang MRK juga
perlu agar mereka bisa melaksanakan
program MRK dengan optimal.
UH
“…..dana untuk membiayai
hasil rekomendasi investigasi
kalau keluar dari pagu
anggaran…”
Dana
Output dari MRK dapat berupa
rekomendasi perbaikan yang terkadang
membutuhkan pembiayaan dalam
pelaksanaannya. Butuh dukungan dana
untuk mewujudkan hal ini.
213
PL
“… kami membutuhkan
peningkatan SDM serta
evaluasi indikator
keselamatan pasien….”
SDM
Evaluasi
indikator
Kompetensi SDM secara umum
termasuk pengetahuan diperlukan agar
pelaksanaan program sesuai dengan
yang diharapkan, selain itu juga
dibutuhkan evaluasi indikator dalam
program MRK sehingga ada
pengembangan yang
berkesinambungan.
ST
“….yang sangat dibutuhkan
adalah pelatihan bagi seluruh
staf…”
Pelatihan
Yang dibutuhkan adalah pelatihan
kepada seluruh staf untuk menambah
pengetahuan terkait MRK
PERTI
WI
“…..kami sangat
membutuhkan tenaga yang
full time untuk mengurusi hal
ini…”
Staf tetap
Butuh staf yang purna waktu untuk
menjalankan ndan mengawasi
implementasi MRK sehingga mereka
bisa lebih fokus dalam bekerja
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Marsella Wahyuni Olii
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Polewali, 14 Juni 1981
Alamat : BTP Blok B No. 263, Makassar
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon : 085299254151
e-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. 1987-1993 : SD INP 028 Pekkabata Polewali
2. 1993-1996 : SMP Neg 1 Polewali
3. 1996-1999 : SMU Neg 2 Tinggimoncong, Gowa
4. 1999-2004 : S1 Sarjana Kedokteran Universitas Hasanuddin
5. 2004-2007 : Pendidikan Profesi Dokter Universitas Hasanuddin
231
DOKUMENTASI
Wawancara dengan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RS Dr.Tadjuddin Chalid
Makassar
Wawancara dengan Ketua Departemen Mutu RS Awal Bros
232
Wawancara dengan Ketua Komite Mutu RSUD Sayang Rakyat
Wawancara dengan Ketua PMKP RSKD Pertiwi
233
Wawancara dengan Sekretaris Komite Mutu RS Unhas
Wawancara dengan Ketua Sub Komite Manajemen Risiko RSUP Wahidin
Sudirohusodo