analisis makna dan pemakaian adverbia saikin
TRANSCRIPT
ANALISIS MAKNA DAN PEMAKAIAN ADVERBIA SAIKIN
DAN KONOGORO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “SAIKIN” TO
“KONOGORO”NO TSUKAIKATA NO IMI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini ditujukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi dalam
bidang ilmu Sastra Jepang
Oleh:
Siti Nurbalkis Sinaga
120708069
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS MAKNA DAN PEMAKAIAN ADVERBIA SAIKIN DAN
KONOGORO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “SAIKIN” TO “MIRAI” NO
TSUKAIKATA TO IMI NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi dalam
bidang ilmu Sastra Jepang
Pembimbing I Pembimbing II
Diah Syahfitri Handayani, M.Litt.,Ph.D Mhd. Pujiono, M.Hum.,Ph.D
NIP. 19721228 1999 03 2 001 NIP. 19691011 200212 1 001
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh:
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Medan, Oktober 2016
Program Studi Sastra Jepang
Ketua
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum
NIP: 196009161988031001
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta karunia-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini berjudul Analisis Makna dan Pemakaian Saikin dan
Konogoro dalam Kalimat Bahasa Jepang” ini disusun untuk memenuhi persyaratan
dalam memperoleh gelar kesarjanaan Fakultas Ilmu Budaya Program Studi Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan juga
penyelesaian skripsi ini, mulai dari pengajuan proposal penelitian, pelaksanaan,
sampai penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Diah Syahfitri Handayani, M.Litt.,Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I dan
juga Dosen Pembimbing Akademik, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal sampai dengan
selesainya penulisan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
ii
4. Bapak Muhammad Pujiono, M.Hum, Ph,D, selaku Dosen Pembimbing II
yang telah banyak menyisihkan waktu, pikiran, dan masukan-masukan selama
dalam penulisan skripsi ini.
5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah memberikan
penulis banyak masukan dan ilmu. Mulai dari tahun pertama hingga akhirnya
dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang
diberikan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
6. Dosen Penguji Ujian Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah
menyediakan waktu untuk membaca dan Menguji skripsi ini.
7. Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada kedua orang
tua tercinta dan tersayang Ayahanda Eddie Sinaga, dan Ibunda Faridah
Hanum, yang sangat penulis sayangi, untuk semua kasih sayang, doa,
kesabaran, moril, dukungan semangat, keringat, air mata, serta dukungan
materil yang tak terhingga, demi kebahagiaan, pendidikan, serta keberhasilan
anak-anaknya. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan, rezeki, dan
umur panjang sehingga senantiasa penulis akan dapat membahagiakan dan
membalas semua kebaikan ayah dan ibu.
8. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak, abang dan adik penulis,
Chairani Sinaga, Ganda Syahputra Sinaga dan Raja Syahputra Sinaga, yang
telah memberikan dukungan semangat baik moril maupun materil.
9. Terimakasih kepada sahabat yang sangat penulis sayangi, Nindi Hernanda
Rinaldi dan Lestari Ayu Ningsih, yang selalu memberikan dukungan
Universitas Sumatera Utara
iii
semangat, masukan, serta kasih sayang kepada penulis. Semoga persahabatan
kita tidak akan pernah putus.
10. Terimakasih kepada teman-teman Sastra Jepang USU stambuk 2012: Surya,
Maisy, Frilya, Icha, Dewi, Yulia, Bella, dan Yuni, yang telah menemani
penulis dalam suka dan duka selama perkuliahan.
11. Terimakasih kepada kakak Puti Novianti Aristia, yang telah menginspirasi
penulis dalam pemilihan judul skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan
terimakasih banyak.
Penulis berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini.namun,
masih banyak kesalahan, baik dari segi ini maupun tata bahasa, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
para pembaca.
Medan,
Penulis,
Siti Nurbalkis Sinaga
Universitas Sumatera Utara
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ................................................................. 6
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .................................................. 7
1.4.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................... 7
1.4.2 Kerangka Teori .......................................................................... 9
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 15
1.5.1 Tujuan Penelitian ....................................................................... 15
1.5.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 16
1.6 Metode penelitian .................................................................................. 16
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FUNGSI, MAKNA,
ADVERBIA DAN STUDI SEMANTIK
2.1 Definisi Makna dalam Tataran Semantik .............................................. 18
2.1.1 Pengertian Makna ...................................................................... 18
2.1.2 Jenis-Jenis Makna ...................................................................... 19
2.2 Definisi Fungsi dalam Tataran Semantik .............................................. 21
2.2.1 Pengertian Fungsi ...................................................................... 21
2.2.2 Jenis-Jenis Fungsi ...................................................................... 22
Universitas Sumatera Utara
v
2.3 Definisi Adverbia .................................................................................. 24
2.3.1 Pengertian Adverbia .................................................................. 24
2.3.2 Jenis-Jenis Adverbia .................................................................. 26
2.4 Fungsi dan Makna Pemakaian Saikin dan Konogoro Menurut Pakar
Linguistik Bahasa Jepang ...................................................................... 34
2.4.1 Adverbia Saikin ......................................................................... 35
2.4.2 Adverbia Konogoro ................................................................... 39
2.5 Konsep Sinonim (Ruigigo) .................................................................... 42
2.5.1 Cara Mengidentifikasikan Sinonim ........................................... 42
2.5.2 Cara Menganalisis Sinonim ....................................................... 43
2.5.3 Kesinoniman .............................................................................. 44
2.5.4 Pilihan Kata ............................................................................... 48
2.6 Studi Semantik dalam Kajian Semantik ................................................ 49
2.6.1 Definisi Semantik ...................................................................... 49
2.6.2 Batasan dan Ruang Lingkup Semantik ..................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Analisis Fungsi dan Makna Pemakaian Saikin ................................... 53
3.1.1 Saikin yang Menunjukkan Tren ................................................... 53
3.1.2 Saikin yang Menunjukkan Perkembangan Situasi ....................... 57
3.2 Analisis Fungsi dan Makna Pemakaian Konogoro .............................. 60
3.2.1 Konogoro yang Menunjukkan Perkiraan ke Masa Depan,
Berdasarkan pada Pengalaman dari Masa Lalu sampai
Sekarang Ini ................................................................................. 60
Universitas Sumatera Utara
vi
3.2.2 Konogoro yang Menunjukkan Perkembangan Situasi
Berdasarkan Pengalaman dari Dulu sampai Sekarang ................ 62
3.2.3 Konogoro yang Menunjukkan Tren ........................................ 68
3.3 Perbedaan Nuansa Makna Saikin dan Konogoro ................................ 72
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 78
4.2 Saran .................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengertian mengenai bahasa sangat beraneka ragam. Setiap ahli bahasa
memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Meskipun ada
berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik
tersebut, namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah-satu diantaranya yaitu bahasa
merupakan sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
masyarakat untuk tujuan komunikasi.
Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat untuk tujuan komunikasi sosial. Di
dalam masyarakat pasti terjalin suatu komunikasi. Untuk keperluan komunikasi,
maka digunakan suatu wacana yang dinamakan bahasa. Pada hakikatnya, manusia
menggunakan bahasa untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan
kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek
kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat
komunikasi, maka semua yang ada di sekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa,
hasil cipta karya manusia, dan sebagainya mendapat tanggapan dalam pikiran
manusia, kemudian disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai
bahan tujuan komunikasi.
Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna. Ilmu bahasa
yang mengkaji pemahaman tentang makna serta mempelajari hubungan antar tanda-
Universitas Sumatera Utara
2
tanda atau lambang-lambang yang menandainya dan dapat membentuk tautan makna
adalah semantik.
Semantik merupakan cabang linguistik yang membahas arti atau makna
(Verhaar, 2008:13). Makna merupakan pertautan yang ada diantara unsur-unsur
bahasa itu sendiri terutama dalam kata-kata (Djajasudarma, 1999:5). Bahasa tidak
terlepas dari kalimat yang mengandung makna. Setiap bahasa memiliki struktur
kalimatnya masing-masing. Semua unsur kalimat tersebut saling terkait dan
membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh pendengar atau
lawan bicara. Demikian juga dengan unsur-unsur kalimat dalam bahasa asing seperti
bahasa Inggris, bahasa Jepang yang banyak diminati di Indonesia, dan bahasa-bahasa
asing lainnya.
Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami maksud
mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam
kehidupan sehari-hari baik lisan maupun tulisan. Struktur kalimat (sintaksis) bahasa
Jepang menggunakan pola Subjek-Objek-Predikat (SOP). Sedangkan bahasa
Indonesia menggunakan pola Subjek-Predikat-Objek (SPO). Ini merupakan kendala
dalam memahami makna dari kalimat bahasa Jepang. Selain kendala di bidang
sintaksis, kendala lainnya adalah makna kalimat (semantik). Makna suatu kata
biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam
kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan
dengan relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297).
Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
3
kata yang bersinonim. Sinonim adalah salah satu relasi makna yang terdapat pada
semantik dan sinonim merupakan hubungan semantik yang menyatakan kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya. (Chaer,
1994:297). Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan.
Batasan atau definisi itu adalah kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama,
kata-kata yang mengandung makna yang sama, dan kata-kata yang dapat disubsitusi
dalam konteks yang sama. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang
bersinonim tidak sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya
faktor nuansa. Baik kata kerja, kata sifat, kata benda dalam bahasa Jepang, tentunya
berbeda. Walaupun ada kata-kata yang sama, belum tentu maknanya juga sama.
Misalnya pada kata keterangan (fukushi), saikin dan konogoro. Ada kemiripan makna
maka dikatakan sebagai sinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, pada konteks
atau situasi tertentu pasti akan ditemukan perbedaannya meskipun kecil.
Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja,
melainkan juga pada nomina dan adverbia. Hal ini banyak sekali ditemukan di dalam
bahasa Jepang sehingga menjadi salah-satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa
Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna
sinonim dalam bahasa Jepang perlu untuk diperhatikan dan dilakukan.
Berikut adalah contoh pemakaian adverbia saikin dan konogoro beserta
penjelasannya yang dapat dijadikan gambaran singkat mengenai saikin dan konogoro
yang akan dibahas dalam skripsi ini.seperti berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
4
1. 最近は「アイデンティティ」とか「コンプライアンス」などのことば
も使われている。
Saikin wa “aidentiti” toka “konpuraiansu” nado no kotoba mo tsukawarete
iru.
Akhir-akhir ini kosakata “aidentiti” “konpurainsu” dan lain-lain juga
digunakan.
(Yone, 2001:82)
2. このごろ彼の様子がおかしい。
Konogoro kare no yousu ga okashii.
Akhir-akhir ini kelakuan dia aneh.
(Tono, 2013:139)
Melihat kedua contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa meskipun
adverbia tersebut memiliki makna yaitu sama-sama mengandung makna “akhir-akhir
ini”, namun fungsi adverbia saikin dan konogoro yang ada di dalam kalimat (1) dan
(2) tersebut berbeda.
Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai sinonim kata keterangan saikin dan konogoro yang memiliki
pengertian yang sama yaitu “akhir-akhir ini”, yang selanjutnya akan penulis tuangkan
dalam skripsi yang berjudul “Analisis Makna dan Pemakaian Adverbia Saikin
dan Konogoro dalam Kalimat Bahasa Jepang”.
Universitas Sumatera Utara
5
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam bahasa Jepang terdapat banyak sekali kata-kata yang memiliki
persamaan makna (sinonim) atau dalam bahasa Jepang disebut 類義語 (ruigigo).
Baik itu kata kerja, kata sifat, kata benda maupun kata keterangan. Ada banyak kata
keterangan yang bersinonim dalam kalimat bahasa Jepang yang terdapat di dalam
buku, majalah dan lain-lain. Salah-satunya adalah kata keterangan saikin dan
konogoro. Saikin dan Konogoro memiliki makna leksikal yang artinya “akhir-akhir
ini” dan secara makna gramatikal kedua kata keterangan tersebut memiliki makna
yang berbeda secara kontekstual. Hal ini terdapat di dalam jurnal Nihongo Jyaanaru
edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit Aruku, Minna no Nihongo
Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-Matome N2 tahun 2010 bahwa kata
keterangan saikin dan konogoro yang memiliki makna yang sama tetapi mempunyai
fungsi yang berbeda di dalam kalimat tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
mencoba menjelaskan mengenai fungsi dan makna pemakaian adverbia Saikin dan
Konogoro, yang sama-sama memiliki arti “akhir-akhir ini”, tetapi masing-masing
memiliki persamaan dan perbedaan nuansa yang belum tentu dapat saling
menggantikan. Hal ini yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar
bahasa Jepang untuk menggunakan atau menterjemahkan kalimat ke dalam bahasa
Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur yang bersinonim
di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
6
1. Bagaimana makna dan pemakaian kata saikin dan konogoro di dalam
Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit Aruku,
Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-Matome N2
tahun 2010?
2. Perbedaan nuansa makna dan pemakaian saikin dan konogoro di dalam
Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit Aruku,
Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-Matome N2
tahun 2010?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Agar pembahasan masalah tidak meluas maka objek pembahasan penulis
batasi hanya mengenai makna dan pemakaian kata saikin dan konogoro, serta
perbedaan nuansa makna kata saikin dan konogoro. Pembahasannya lebih difokuskan
kepada analisis makna dan pemakaian serta perbedaan nuansa dari kedua adverbia
yang bersinonim tersebut. Objek pembahasan mengacu pada 4 buah kalimat dari
jurnal Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, 3 buah kalimat edisi 4 April 2000
penerbit Aruku, 2 buah kalimat dari buku Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun
2001, dan 1 buah kalimat dari buku Nihongo So-Matome N2 tahun 2010. Untuk
masing-masing adverbia saikin dan konogoro dibatasi 5 buah kalimat.
Universitas Sumatera Utara
7
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna pemakaian
dari adverbia saikin dan konogoro di dalam kalimat bahasa Jepang. Hal ini
menyangkut bidang linguistik yaitu semantik. Untuk menghindari kesalahan dan
kekaburan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba mendefinisikan beberapa istilah
linguistik khususnya yang berkenaan dengan semantik.
Ilmu linguistik adalah ilmu yang mengkaji tentang bahasa. Ilmu linguistik itu
tidak hanya mengkaji salah satu bagian dari bahasa saja, melainkan juga seluk-beluk
bahasa secara umum. Salah-satu bidang kajian dari linguistik adalah semantik.
Semantik adalah salah-satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang
makna (Sutedi, 2003:103). Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti tanda dan lambang. Kata kerjanya
adalah “semaino” yang berarti menandakan atau melambangkan. Objek kajian
semantik antara lain makna kata, relasi makna, makna frase, dan makna kalimat. Lalu
objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas adalah relasi
makna.
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap
pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Untuk menyusun
kalimat yang dapat dimengerti, sebagian pemakai bahasa dituntut agar menaati kaidah
Universitas Sumatera Utara
8
gramatikal, sebagian lagi tunduk pada kaidah pilihan kata menurut sistem leksikal
yang berlaku di dalam suatu bahasa (Djajasudarma, 1999:5). Berdasarkan jenis
makna tersebut, ada yang disebut dengan makna Leksikal dan makna Gramatikal. Di
dalam bahasa Jepang ada dua istilah makna, yaitu imi (意味) dan igi (意義).
Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaaan yang harus
diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam bahasa
Jepang, baik itu dalam ragam tulisan maupun ragam lisan. Situmorang (2010:8)
mengatakan bahwa pembagian jenis kelas kata bahasa Jepang dapat diklasifikasikan
menjadi sepuluh kelas kata seperti berikut :
1. Verba (doushi)
2. Adjektiva -I (keiyoushi)
3. Adjektiva –Na (keiyoudoushi)
4. Nomina (meishi)
5. Pronomina (rentaishi)
6. Adverbia (fukushi)
7. Interjeksi (kandoushi)
8. Konjuksi (setsuzokushi)
9. Verba bantú (jodoushi)
10. Partikel (joshi)
Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna pemakaian
adverbia saikin dan konogoro yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda cara
Universitas Sumatera Utara
9
penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu
semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna
antar satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frase (ku no imi),
dan makna kalimat (bun no imi). Lalu objek kajian yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas adalah relasi makna khususnya yaitu sinonim.
Karena dalam hal ini adverbia saikin dan konogoro merupakan kata-kata yang
bersinonim.
Sinonim merupakan hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297). Dua
buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.
Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain yaitu faktor tempat,
sosial, keformalan, tempat atau wilayah, bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna.
1.4.2 Kerangka Teori
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik bidang
semantik dan konsep sinonim. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, semainein,
yaitu bermakna. Oleh karena itu semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna
atau ilmu tentang arti (Chaer, 2002:2)
Menurut Kridalaksana (2008:67), fungsi merupakan (1) beban makna suatu
kesatuan bahasa; (2) hubungan antara satu satuan dengan unsur-unsur gramatikal,
leksikal, atau kronologis dalam suatu deret satuan-satuan; (3) penggunaan bahasa
untuk tujuan tertentu; (4) peran unsur dalam satuan ujaran dan hubungannya secara
Universitas Sumatera Utara
10
struktural dengan unsur lain; (5) peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang
lebih luas, misal, nomina yang berfungsi sebagai subjek dan objek. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:322), fungsi diartikan sebagai [1] jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan; [2] faal (kerja suatu bagian tubuh); [3] dalam ilmu
matematika, fungsi berarti besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah,
besaran yang lain juga berubah; [4] kegunaan suatu hal; [5] dalam istilah linguistik
“fungsi” berarti peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.
Selain membahas fungsi, penulis juga membahas makna. Kridalaksana
(2008:132) berpendapat bahwa makna adalah: (1) maksud pembicaraan; (2) pengaruh
penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia; (3) hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa
atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; (4) cara menggunakan
lambang-lambang bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna merupakan:
1) Arti, 2) Maksud pembicara atau penulis, 3) Pengertian yang diberikan kepada
suatu bentuk kebahasaan (Depdiknas, 2009:864).
Dalam teori semantik digunakan jenis-jenis makna. Sebuah kata disebut
mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik positif
maupun negatif (Chaer, 2002:65). Makna konotatif akan lebih berhubungan dengan
nilai rasa, misalnya rasa senang, rasa jengkel, dan lain sebagainya. Kata semantik itu
kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
Universitas Sumatera Utara
11
Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari makna atau arti
bahasa.
Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori
makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori kontekstual merupakan
makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan makna
konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan lingkungan
penggunaan bahasa itu (Chaer, 1994:290).
Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti
nama dan syn yang berarti dengan. Makna secara harfiahnya adalah nama lain untuk
benda yang sama. Sinonim adalah ujaran yang menunjukkan kepada objek, benda,
referen, dan rujukan yang memiliki kesamaan makna (Parera, 2004:61). Dua buah
ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi
karena adanya berbagai faktor, seperti faktor tempat, faktor waktu, faktor wilayah,
faktor sosial, faktor kegiatan, faktor keformalan, dan faktor nuansa makna.
Haruhiko (1978:735) menyatakan bahwa fukushi saikin adalah :
最近は<<名>>現在にごく近い、ある時。少し以前から現在までの時。
近ごろ。〔副詞的にも用いる〕「-ようやく元気になった」「-の社会」
「大佐は立ち上がりながら低く言った。「俺も-に、艦に乗る」〈大仏・
帰郷〉」
Saikin wa [na] genzai ni goku chikai, aru toki. Sukoshi izen kara genzai made no
toki. Chikagoro. [fukushiteki ni mo mochiiru] “saikin youyaku genki ni natta”
Universitas Sumatera Utara
12
“saikin no shakai” “taisa wa tachi agari nagara hikuku itta. “ore mo saikin ni,
kan ni noru” (daibutsu・kikyou)
Saikin (kata benda) yang memiliki arti yang dekat/hampir sama dengan saat ini,
suatu seketika. Kisaran waktu antara beberapa hari yang lalu hingga saat ini.
Belakangan ini. (dipergunakan juga pada kata keterangan) “akhir-akhit ini
akhirnya saya menjadi sehat” “masyarakat akhir-akhir ini” “kapten naik sambil
berkata rendah. “aku juga pada akhir-akhir ini, naik ke kapal perang” (patung
Buddha yang besar・pulang kampung).
最近①現在にいちばん近い過去。少し前から今までの間。ちょっと前。
ちかごろ。副詞的にも用いる。「-買ったばかりの本」「-なって判明した」
「-の情勢」②いちばんそれにちかいこと。「太陽に―の惑星」-るい③
『最近類』『論』〔ラテン genus proximum〕ある概念のすぐ上位ある類概念。
例えば、動物という概念の最近類は生物。上位概念・類概念
Saikin 1. Genzai ni ichiban chikai kako. Sukoshi mae kara ima made no aida.
Chotto mae. Chikagoro. Fukushiteki ni mo mochiiru. “saikin katta bakari no hon”
“saikin natte hanmeishita” “saikin no jyousei” 2. Ichiban sore ni chikai koto.
“taiyou ni saikin no wakusei” – rui 3. Saikin rui. Ron. (nrate genus proximum) aru
gainen no sugu jyoui aru ruigainen. Tatoeba, doubutsu toiu gainen no saikinrui wa
seibutsu. Jyoui gainen・ruigainen
(Sanshoumedou, 1988:939)
Universitas Sumatera Utara
13
Saikin 1. Masa lampau yang paling dekat dengan masa sekarang. Kisaran waktu
antara beberapa waktu yang lalu hingga saat ini. Beberapa waktu yang lalu.
Belakangan ini. Digunakan pada bentuk kata keterangan juga. “buku yang baru dibeli
akhir-akhir ini”, “akhir-akhir ini barulah menjadi jelas/terbukti”, “perkembangan
situasi akhir-akhir ini”. 2. Hal yang paling dekat. “gugus bintang yang paling dekat
dengan matahari” “kategori terbaru” “teori”. 3. Konsep gagasan yang lebih tinggi dari
konsep (latin: genus proximum). Misalnya kategori terbaru dari konsep hewan adalah
makhluk hidup.
Haruhiko (1978:703) menyatakan bahwa fukushi konogoro merupakan :
此の頃<<名>>少し以前から現在を含めた期間を漠然とさす語。近ご
ろ。最近。「-は物価が高くてくらしにくい」類. 昨今。当節。『此の頃』
今日―
Konogoro [na] sukoshi izen kara genzai wo fukumeta kikan wo bakuzen tosasu go.
Chikagoro. Saikin. “konogoro wa bukka ga takakute kurashí nikui”. sakkon.
Tousetsu. [konogoro] kyou-
Konogoro (kata benda) memiliki arti samar yang kisaran waktunya antara
beberapa waktu yang lampau hingga saat ini. Belakangan ini. Akhir-akhir ini.
Kategori “akhir-akhir ini harga barang mahal, saya kesulitan (menjalani hidup)”.
Akhir-akhir ini. Bisa dikatakan akhir-akhir ini. Baru-baru ini. [konogoro] hari ini.
Universitas Sumatera Utara
14
此の頃:
1. 少し前から現在にかけての期間。ちかごろ。最近。「-の若い者よ
く物忘れする」。
最近「用法」
2.ちかいうち。近日。
「いま-程に参らせむ」〈源・野分〉
3.今のこの期間。いま時分。
「ながらへばまた-やしのばれむ優しい憂しと見しよぞ今は 恋しき
〈新古今・雑下〉
Konogoro :
1. sukoshi mae kara genzai made ni kakete no kikan. Chikagoro. Saikin.
“konogoro no wakaimono yoku mono wasure suru”.
Saikin (youhou)
2. chikai uchi. Kinjitsu.
“ima konogoro hodo ni mairasemu” (Minamoto Nowaki)
2. ima no kono kikan. Ima jibun.
“nagaraheba mata konogoro yashi nobaremu yasashii ushito mishiyozo ima
ha koishiki (Shinkoukin Zatsushita)
(dictionary.goo.ne.jp)
Konogoro :
1. Waktu yang terhubung dari dahulu sampai sekarang. Akhir-akhir ini. Akhir-
akhir ini. “anak muda akhir-akhir ini sering melupakan barang-barang”.
Universitas Sumatera Utara
15
Saikin (cara penggunaan)
2. semasa dekat. Dalam waktu dekat.
Sekarang akhir-akhir ini sering dikunjungi (karya Minamoto Nowaki).
3. waktu sekarang ini. Saat yang tepat. “jika ke Nagato, akhir-akhir ini juga
mencoba melihat sapi Koishiki yang tidak ramah dan berbau harum. (karya
Shinkoukin Zatsushita).
2.5 Tujuan dan Manfaat
2.5.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui makna dan pemakaian kata saikin dan konogoro secara umum
dalam bahasa Jepang.
2. Mengetahui makna dan pemakaian kata saikin dan konogoro
dalam Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit
Aruku, Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-
Matome N2 tahun 2010
3. Mengetahui perbedaan nuansa makna saikin dan konogoro
dalam Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit
Aruku, Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-
Matome N2 tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
16
2.5.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami
penggunaan adverbia saikin dan konogoro.
2. Menambah referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami
makna dan pemakaian serta perbedaan nuansa makna kata keterangan
saikin dan konogoro
3. Dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata bersinonim
lainnya.
2.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan
(library research). Metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang
digunakan oleh penulis dengan menggunakan buku atau referensi yang berkaitan
dengan masalah apa yang sedang dibahas. Sedangkan untuk teknik penyajian data di
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan
memberikan penjabaran-penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata
(Mahsun, 2007:92).
Penelitian deskriptif mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui metode
kepustakaan (library research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan
menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti, terutama buku-buku, majalah, media elektronik, dan data-data yang
Universitas Sumatera Utara
17
berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang maupun
yang menggunakan bahasa Indonesia.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan ini adalah :
1. Membaca Nihongo Janaaru, buku Minna No Nihongo Chuukyuu dan Sou
Matome N2 sebagai bahan objek penelitian.
2. Mencari data yang berhubungan dengan objej penelitian, yaitu mencari data
tentang kajian semantik, definisi adverbia khususnya adverbia saikin dan
konogoro, teori makna dan fungsi, serta teori-teori lain yang diperlukan untuk
melengkapi penelitian ini.
3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data berdasarkan
kajian semantik dan mengungkapkan fungsi dan makna pemakaian adverbia
saikin dan konogoro yang dilihat berdasarkan konteks kalimatnya.
4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk proposal
skripsi.
Universitas Sumatera Utara
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA, FUNGSI, ADVERBIA DAN
STUDI SEMANTIK
2.1 Definisi Makna
2.1.1 Pengertian Makna
Makna adalah salah satu kajian semantik yang merupakan bagian terpenting
dalam melakukan percakapan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(http://kbbi.web.id), definisi makna yaitu :
1. Arti;
2. Maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu
bentuk kebahasaan;
Sedangkan menurut Kridalaksana (2008:132), makna adalah:
1. Maksud pembicara;
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia
atau kelompok manusia;
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antar bahasa atau
anta rujaran dan semua hal yang ditunjukkannya;
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna adalah arti atau
maksud dari suatu tindak tutur.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.2 Jenis-Jenis Makna
Menurut Chaer (2009:59), jenis atau tipe makna dapat dibedakan berdasarkan
beberapa kriteria atau sudut pandang, yaitu:
a. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai
dengan observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan kita. Contohnya kata tikus.
Makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat
menyebabkan timbulnya penyalit tifus. Sedangkan makna gramatikalnya adalah
makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi,
proses reduplikasi, dan proses komposisi.
b. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan
menjadi makna refrensial dan makna non refrensial.
Makna refrensial adalah makna dari kata-kata yang mempunyai refren, yaitu
sesuatu diluar bahasa yang diacu oleh kata itu. Contoh kata meja dan kursi disebut
makna refrensial karena kedua kata itu mempunyai refren yaitu sejenis perabot rumah
tangga. Sedangkan kata-kata yang tidak mempunyai refren, maka kata itu disebut kata
bermakna non refrensial. Contoh kata karena dan kata tetapi tidak mempunyai refren.
Jadi dapat disimpulkan kata-kata yang termasuk kata penuh seperti meja dan kursi
termasuk kata-kata yang bermakna refrensial, sedangkan yang termasuk kata tugas
Universitas Sumatera Utara
20
seperti preposisi, konjugasi, dan kata tugas lain adalah kata-kata yang bermakna non
refrensial.
c. Berdasarkan ada tidaknya rasa pada sebuah kata atau leksem, dibedakan menjadi
makna denotatif dan konotatif.
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna refrensial, sebab makna
denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil
observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman
lainnya karena sering disebut makna sebenarnya. Sedangkan makna konotatif adalah
makna tambahan pada suatu kata yang sifatnya memberi nilai rasa baik positif
maupun negatif.
d. Berdasarkan ketetapan maknanya, makna dapat menjadi makna kata dan makna
istilah.
Makna kata sering disebut sebagai makna yang bersifat umum, sedangkan
makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Hal ini dilihat dari contoh dalam
bidang kedokteran yakni kata tangan dan lengan, digunakan sebagai istilah untuk
pengertian yang berbeda.makna tangan adalah ‘pergelangan sampai ke jari-jari’,
sedangkan makna lengan adalah ‘pergelangan sampai ke pangkal bahu’. Sebaliknya
dalam bahasa umum tangan dan lengan dianggap bersinonim.
e. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain,dibedakan menjadi makna asosiatif,
idiomatik, kolokatif, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
21
Makna asosiatif sesungguhnya sama dengan pelambang-pelambang yang
digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain.
Contohnya kata melati digunakan sebagai pelambang kesucian, kata merah digunakan
sebagai pelambang keberanian. Berbeda dengan makna idiomatik,kata idiom berarti
satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak
dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal
satuan-satuan tersebut. Contohnya frase menjual rumah bermakna ‘si pembeli
menerima rumah dan si penjual menerima uang’, tetapi frase menjual gigi bukan
bermakna ‘tertawa keras-keras’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna idiomatik
adalah makna sebuah satu bahasa yang menyimpang dari makna leksikal atau makna
gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Sedangkan makna kolokatif berkenaan
dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat
yang sama dalaam sebuah frase.contoh frase gadis itu tampan dan pria itu
cantik,karena pada kedua kalimat itu maknanya tidak sama walaupun informasinya
sama.
2.2 Definisi Fungsi
2.2.1 Pengertian Fungsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id), fungsi dalam
istilah linguistik merupakan peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang
lebih luas (seperti adverbia berfungsi sebagai kata keterangan).
Sedangkan menurut Kridalaksana (2008:67), fungsi adalah:
Universitas Sumatera Utara
22
(1) Beban makna suatu kesatuan bahasa;
(2) Hubungan antara satu satuan dengan unsur-unsur gramatikal, leksikal, atau
kronologis dalam suatu deret satu-satuan;
(3) Penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu;
(4) Peran unsur dalam satu ujaran dan hubungannya secara struktural dengan
unsur lain;
(5) Peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas, misal, nomina
yang berfungsi subjek atau objek.
Dalam pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi merupakan suatu
peranan dalam unsur sintaksis yang saling berhubungan dengan unsur lainnya seperti
unsur gramatikal, leksikal, ataupun kronologis.
2.2.2 Jenis-Jenis Fungsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id), jenis-jenis
fungsi dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
1. Fungsi Ekspresif
Penggunaan bahasa untuk menampakkan hal ihwal yang bersangkutan dengan
pribadi pembicara.
2. Fungsi fatis
Penggunaan bahasa untuk mengadakan atau memeilihara kontak antara
penbicara dan pendengar.
3. Fungsi Kognitif
Universitas Sumatera Utara
23
Penggunaan bahasa untuk penalaran akal.
4. Fungsi Komunikatif
Penggunaan bahasa untuk penyampaian informasi antara pembicara (penulis)
dan pendengar (pembaca).
Sedangkan menurut Pangaribuan (2008:63), fungsi terdiri dari tiga jenis,
yaitu:
1. Fungsi Ideasional
Fungsi yang dipresentasikan oleh unsur pengalaman dan pemikiran logis yang
diungkapkan melalui teks, seperti siapa berperan apa, melakukan tindakan
sosia lapa, kepada siapa, di lokasi mana, dan lain-lain.
2. Fungsi Interpersonal
Fungsi yang menjelaskan bagaimana hubungan antar participan yang
direalisasikan lewat bahasa melalui peran ungkapan, pilihan persona,
modalitas ungkapan, dan lain-lain.
3. Fungsi Tekstual
Fungsi yang dilihat dari bagaimana keterpaduan makna direalisasikan melalui
struktur informasi, kohesi, dan unsur-unsur lain yang menyatakan bagaimana
bahasa itu melayani kepentingan partisipan.
Universitas Sumatera Utara
24
2.3 Definisi Adverbia
2.3.1 Pengertian Adverbia
Adverbia atau kata keterangan dalam bahasa Jepang disebut dengan Fukushi.
Jika dilihat dari kanjinya:
副 : fuku : tambahan, wakil, dukung
詞 : shi, kotoba : kata
副詞 : fukushi : kata tambahanm kata keterangan
Menurut Kridalaksana dalam (Mulya, 2013:1) mengatakan bahwa adverbia
adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam
kontruksi sintaksis. Sementara itu, Suzuki Shigeyuki (1972: 461) menjelaskan bahwa
yang disebut adverbia dalam bahasa Jepang disebut fukushi adalah kata yang
menghiasi kata kerja dan kata sifat serta menjelaskan secara detail sebuah gerakan,
kondisi dari sebuah situasi, derajat dan lain-lain. Di dalam sebuah kalimat, fukushi
berfungsi sebagai kata yang memodifikasi.
Dalam Situmorang (2010: 40) ciri-ciri fukushi adalah:
1. Dapat berdiri sendiri;
2. Tidak berkonjugasi;
3. Tidak menjadi subjek, tidak menjadi predikat, dan tidak menjadi objek;
4. Menerangkan doushi, keiyoushi, dan menerangkan fukushi lagi.
Universitas Sumatera Utara
25
Contoh :
1. Menerangkan Doushi
Yukkuri aruku yukkuri menerangkan aruku = berjalan pelan-pelan.
2. Menerangkan keiyoushi
Amari utsukushikunai amari menerangkan utsukushikunai = tidak begitu indah
3. Menerangkan keiyoudoushi
Taihen kireida taihen menerangkan kireida = sangat indah
4. Menerangkan fukushi lagi
Chotto yukkuri sugiru chotto menerangkan yukkuri = sedikit terlalu pelan.
Sudjianto (2003: 72-73) menyimpulkan bahwa fukushi ialah kata-kata yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Fukushi termasuk kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak mengenal
konjugasi/deklinasi. Fukushi tidak dapat diubah-ubah lalu disusun dengan kata-kata
lain (seperti yang sering terjadi pada verba,adjektiva-i, adjektiva-na, atau verba bantu).
Fukushi tidak dapat menjadi subjek dan hanya berfungsi sebagai kata yang
menerangkan kata lain. Ciri pertama ini dimiliki juga oleh rentaishi (prenomina)
sehingga ciri ini sering menyamakan kedua kelas itu
Universitas Sumatera Utara
26
2. Ciri yang kedua inilah yang membedakan fukushi dengan rentaishi. Rentaishi
hanya dipakai untuk menerangkan taigen (meishi = nomina), sedangkan fukushi
dipakai untuk menerangkan yougen, misalnya :
a. Boku wa kanarazu iku.
b. Kesa wa totemo samukatta.
c. Kono hen wa daibu shizuka da.
2.3.2 Jenis-jenis Adverbia
Situmorang (2010:41:43) membagi fukushi ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. 様子の副詞あるいは状態の副詞 = (Fukushi tentang keadaan)
Contoh;
いきなり = sekonyong-konyong, tiba-tiba
さっと = mendadak, tiba-tiba
じきに = secepatnya, segera
しみじみ = sungguh-sungguh, mendalam
はるばる = dari jauh, dari tempat jauh
ゆっくり = pelan-pelan
Universitas Sumatera Utara
27
Jotai no fukushi dapat dibagi tiga : yang menerangkan keadaan, yang
menerangkan waktu, dan yang menerangkan michibiku (arahan).
Jotai no fukushi yang menerangkan keadaan, contoh :
ずっと= zutto= terus-menerus ずっと休んでいる.
Jotai no fukushi yang menerangkan waktu, contoh :
しばらく = shibaraku = sebentar しばらくまちました
じきに= jikini = kadang-kadang じきに帰る、する
Jotai no fukushi yang menerangkan petunjuk, pengarahan, contoh :
そう= sou = begitu そういわれたのです
Ke dalam youshuno fukushi atau joutai no fukushi ini termasuk juga peniruan
bunyi-bunyi alam atau meniru bunyi binatang. Dalam bahasa Jepang disebut dengan
giongo, giseigo, dan gitaigo (anomatope).
2. 程度の副詞 (ていどのふくし) = (Fukushi yang menerangkan
limit/batas)
Contoh :
いくぶん = beberapa bagian
いくらか = beberapa
たいへん = sangat
Universitas Sumatera Utara
28
たいしょう = sebanding
だいぶ = sebagian besar
ごくすくない = sangat sedikit
ちょっとすくない = agak sedikit
あんまり = sangat
まったくない = sama sekali tidak ada, dsb.
3. 陳述の副詞 (ちんじゅつのふくし)= (Fukushi berpasangan)
Contoh :
しか・・・ない (shika…..V…..nai) = hanya
けして・・・ない (keshite…..V…..nai) = tentu saja tidak
どうか・・・ください (douka…..V…..kudasai) = mohon seandainya
もし・・・たら (moshi…..V…..tara) = jikalau,
まるで・・・のよう (marude…..V…..noyou) = seperti, melakukan sesuatu
seperti…..
音まね語 (onomatope) termasuk fukushi joutai, kedalamnya termasuk :
Giseigo, bahasa yang merupakan peniruan bunyi binatang.
Contoh :
犬はワンワンとほえる = anjing menggonggong wan-wan.
猫はニャニャと鳴く = kucing berbunyi nyanya.
鳥はチーチと鳴く = burung berbunyi chi-chi.
Universitas Sumatera Utara
29
馬はザブンと鳴く = kuda berbunyi zabun.
Gitaigo, bahasa yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat benda
tersebut.
Contoh :
雷はピカリット輝きました = petir berkilau dengan cahaya.
窓はサット開く = jendela tiba-tiba terbuka.
てきばきボールをカチーした = dengan tangkas menangkap bola
Giongo, peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam.
Contoh :
雨がパラパラ散る = hujan turun parapara.
風がヒュヒュ吹く = angin berhembus hyuhyu.
Menurut Sudjianto (2003:74-85), fukushi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis,
yaitu :
1. Joutai no fukushi
Fukushi yang sering dipakai untuk menerangkan verba, secara jelas menerangkan
keadaan pekerjaan atau perbuatan itu. Fukushi yang termasuk kelompok joutai no
fukushi ini antara lain :
a. Fukushi yang dapat disetari partikel “to”
Batabata to (dengan berbunyi, dengan berdentum, dengan bergerak-gerak,
dengan menggelepar)
Universitas Sumatera Utara
30
Boroboro to (buruk, koyak, csbik-cabik, dengan compang-camping, dengan
sobek-sobek, rusak)
Doudou to (dengan megah, dengan berani, dengan gagah (perkasa),
dengan mulia)
b. Fukushi yang dapat disertai partikel “ni”
Jiki ni (dengan langsung, dengan segera, terus, lantas, sebentar lagi,
dengan selekas-lekasnya)
Sude ni (sudah, telah, dulu, dahulu)
Sugu ni (segera, langsung, lantas, serta merta, dengan mudah, sebentar,
secepat-cepatnya, tidak lama)
c. Fukushi yang tidak perlu memakai partikel
Arakajime (terlebih dulu, sebelumnya)
Dandan (sedikit demi sedikit, dengan lambat laun, dengan berangsur-
angsur,dengan perlahan-lahan)
Futatabi (lagi, sekali lagi, kembali)
2. Teido no Fukushi
Murakami Motojiro menjelaskan bahwa teido no fukushi ialah fukushi yang
menerangkan yougen (verba, adjektiva-i, adjektiva-na), menyatakan estándar (batas,
tingkat, derajat) suatu keadaan atau siatu perbuatan (Motojiri, 1986: 95). Dalam buku
yang lain Nagayama Isami mengatakan bahwa teido no fukushi ialah fukushi yang
menerangkan yougen (terutama adjektiva-i dan adjektiva-na), dengan jelas
menentukan estándar (batas, tingkat, atau derajat) keadaan/sifat itu (Isami, 1986: 147).
Universitas Sumatera Utara
31
Pada dasarnya baik Murakami Motojiro maupun Nagayama Isami lebih
menekankan bahwa kata yang diterangkan oleh teido no fukushi itu biasanya
adjektiva-i dan adjektiva-na. Dalam jenis fukushi ini tedapat kata-kata seperti berikut
ini :
Amari (tidak begitu, terlalu, sangat, amat)
Chotto (sebentar, sedikit, agak, sepintas, sementara waktu)
Daibu (sangat, banyak, sekali, sungguh, sebagian besar)
Goku (sangat, paling, terlalu, amat)
Hanahada (sangat, terlalu, sungguh-sungguh)
3. Chinjutsu no Fukushi
Chinjutsu no fukushi berbeda dengan joutai no fukushi dan teido no fukushi. Kedua
jenis fukushi yang disebutkan terakhir dipakai berdasarkan bagaimana kaitannya
dengan yougen atau taigen, dipakai berdasarkan bagaimana hubungannya antara
fukushi itu dengan kelas kata yang diterangkannya, sedangkan chinjutsu no fukushi
dipakai berdasarkan bentuk kalimatnya.
Chinjutsu no fukushi biasa disebut juga ko’o no fukushi, jojutsu no fukushi, bahkan
Murakami Motojiro menyebutnya dengan istilah tokubetsu iikata o youkyuu suru
fukushi (fukushi yang memerlukan cara pengucapan yang khusus). Nagayama Isami
membagi chinjutsu no fukushi berdasarkan bentuk kalimatnya menjadi 9 golongan
seperti berikut (Isami, 1986:148-149).
Universitas Sumatera Utara
32
a. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan negatif atau menyangkal (ucikeshi)
Chittomo (sedikitpun tidak…..)
Kanarazushimo (belum tentu, belum pasti, tidak seharusnya)
Kesshite (sama sekali (tidak), pasti (tidak), tidak pernah)
b. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan harapan, keinginan, atau perintah
(ganmou/kibou)
Douka (silahkan, mari)
Douzo (silahkan)
Nanitozo (saya harap, saya mohon, semoga, mudah-mudahan, sudilah
kiranya)
c. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan larangan (kinshi)
Danjite (pasti,sama sekali (tidak), betul, tentu, tidak pernah, secara
mutlak
Kesshite (tidak pernah, sekalipun tidak, pasti tidak)
d. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan atau sangkaan (suiryou)
Masaka (masa,mass iya, tidak mungkin, mana boleh)
Osoraku (barangkali, mungkin, boleh jadi, jangan-jangan)
Universitas Sumatera Utara
33
Sadameshi (tentu, pasti, tidak salah lagi, niscaya, barangkali)
e. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perumpamaan (tatoe)
Atakamo (seperti, seolah-olah, seakan-akan, tepat, tidak ubahnya)
Choudo (seperti, persis, cicik, pas, bagaikan, tepat)
Marude (seperti, seolah-olah, seakan-akan, benr-benar, sama sekali,
sungguh-sungguh)
f. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan perkiraan negatif (uchikeshi
suiryou)
Totemo (sangat, benar-benar,... sekali, bukan main, walau
bagaimanapun, sama sekali, tidak, tidak mungkin)
Masaka (masa, masa iya, mana boleh, tidak mungkin)
Yomoya (barangkali tidak..., tidak mungkin..., mana bisa)
g. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan keputusan, kesimpulan, atau
kepastian (dantei)
Kitto (tentu, pasti, niscaya, tidak boleh tidak)
Kanarazu (harus, pasti, bagaimanapun, tentu, memang, selalu)
Mochiron (memang, (sudah) tentu, sewajarnya, sebenarnya, tentu saja,
(sudah) pasti)
Universitas Sumatera Utara
34
h. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pertanyaan (gimon)
Doushite (mengapa, kenapa, bagaimana)
Naze (mengapa, kenapa, apa sebabnya)
i. Fukushi yang berpasangan dengan pernyataan pengandaian (katei)
Man’ichi (kalau-kalau, aindaikata, seandainya, sekiranya)
Moshi (kalau, apabila, andaikata, jika, seandainya, jikalau)
Tatoe (kalaupun, sekalipun, meskipun, walaupun, biarpun, misalkan,
sungguhpun)
2.4 Fungsi dan Makna Adverbia Saikin dan Konogoro Menurut Pakar
Linguistik Bahasa
Jepang
Saikin dan konogoro adalah kata yang termasuk ke dalam kelas kata adverbia atau
kata keterangan yang dalam gramatikal bahasa Jepang disebut fukushi. Kata saikin
dan konogoro memiliki makna akhir-akhir ini. Berikut ini akan dijelaskan tentang
makna dan fungsi kata saikin dan konogoro menurut beberapa pakar linguistik bahasa
Jepang.
Universitas Sumatera Utara
35
2.4.1 Adverbia Saikin
Haruhiko (1978:897) menyatakan bahwa saikin adalah :
1. 話し手が現在身を置いている時点およびそれに近い過去を含めて漠然と
いう。近ごろ。このごろ。『最近は出費が多い』『彼女はつい最近結婚
した』
2. いくつかあるうちで、場所や位置がある物に最も近いこと。『最近の天
体』
―――しゅ【最近種】哲学で、概念間の類種関係において、ある概念の
すぐ下位にある種概念。ある概念に外延として直接に包括される概念。
たとえば動物に対する人間。――-るい【最近類】哲学で、概念間の類
種関係において、ある概念のすぐ上位ある類概念。ある概念を直接に外
延として包括している概念。たとえば動物に対する生物。
1. Hanashi te ga genzai mi wo oite iru jiten oyobi sore ni chikai kako wo fukumete
bakuzen toiu. Chikagoro. Konogoro. “saikin wa shuppi ga ooi” “kanojyo wa tsui
saikin kekkon shita”.
2. Ikutsuka aru uchi de, basho ya ichi ga aru mono ni mottomo chikai koto. “saikin
no tentai” ____ Shu (saikinrui) tetsugaku, gainenkan no taguitanekankei ni oite,
aru gainen no sugu kaii ni aru shugainen. Aru gainen ni gaien toshite chokusetsu
Universitas Sumatera Utara
36
ni houkatsu sareru gainen. Tatoeba doubutsu ni taisuru ningen. ___ Rui
(saikinrui) tetsugaku, gainenkan no taguitanekankei ni oite, aru gainen no jyoui
aru gainen. Aru gainen wo chokusetsu ni gaien houkatsu shite iru gainen.
Tatoeba doubutsu ni taisuru seibutsu.
1. Kata saikin dimaksudkan untuk menunjuk ke waktu samar-samar termasuk sesaat
berada atau dimasa lampau di samping itu. Dewasa ini. Akhir-akhir ini. “akhir-
akhir ini pengeluaran banyak” “dia baru saja menikah”.
2. Yang ada beberapa hal yang sangat dekat dengan benda yang ada di posisi dan
tempat. “ruang angkasa akhir-akhir ini”____ jenis (jenis akhir-akhir ini) ilmu
filosofi, meletakkan hubungan spesies jenis antara konsep, jenis pemikiran yang
ada di urutan pertama segera ada pemikiran. Segera menurunkan konsep-konsep.
Konsep yang langsung pada laporan komprehensif sebagai ekstensi untuk suatu
konsep tertentu. Misalnya manusia terhadap binatang. ___Jenis. Jenis (akhir-
akhir ini) ilmu filosofi, meletakkan hubungan spesies jenis antara konsep, ada
pemikiran diurut pertama pemikiran yang ada. Konsep yang langsung pada
laporan komprehensif sebagai ekstensi untuk suatu konsep tertentu. Misalnya
makhluk hidup terhadap binatang.
Di dalam buku Nihongo Dai Jiten dikatakan bahwa 最近①時や場所がもっと
も近いこと。Nearest. 用例―の事件。このごろ。近ごろ。Recently 用例―流行。
Universitas Sumatera Utara
37
Saikin (1)toki ya basho ga mottomo chikai koto. Nearest. Yourei “saikin no
jiken”. Konogoro. Chikagoro. Recently. Yourei “saikin ryuukou”.
Saikin (1) waktu dan tempat yang paling dekat. Paling dekat. Contoh (kejadian
akhir-akhir ini). Akhir-akhir ini. Belakangan ini. Akhir-akhir ini. Contoh (trend akhir-
akhir ini).
Kemudian Kenji Matsura (1994:832) menyatakan bahwa adverbia saikin
yaitu :
最近 adalah pada waktu akhir-akhir ini ; akhir-akhir ini ; baru-baru ini ; pada
waktu yang terakhir ini ; di hari-hari belakangan ini. Saikin go nen kan ni (~五年間
に) dalam waktu lima tahun yang terakhir ini. Saikin kaiten shita resutoran (~開店
したレストラン) restoran yang belum lama dibuka. Saikin made (最近まで) sampai
hari-hari belakangan ini. saikin no nyuusu (~のニュース). Berita hangat akhir-akhir
ini. Watashi wa saikin nebusoku desu. (私は~寝不足です). Saya kurang tidur hari-
hari akhir ini. saikin kono uwasa ga nagarete iru. (~この噂が流れている). Desas-
desus ini berlangsung sudah sejak beberapa lama. Kare ga sono youna taido wo toru
youni natta nowa saikin no koto da. (彼がそのような態度をとるようになったの
は~のことだ). Ia bersikap demikian sebenarnya baru-baru ini saja.
Sedangkan menurut Izuhara (1998:348-349), saikin adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
38
最近は「ちかごろ」のやや硬い口語的表現で、文章語で多用される。
ただ「先日・このあいだ・この前」といった過去のある時点を指すことがで
きる。「このごろどうしてるの。知ってる?最近、あの人、結婚しちゃった
の」では、「このごろ」を「近ごろ・最近」に置き換わるが、「最近」は
「近ごろ・このごろ」に置き換えることはできない。「昨今」は「昨今の景
気の動向・情勢緊迫した昨今」など、「ちかごろ」という意味を表す硬い文
章語。
Saikin wa (chikagoro) no yaya katai kougoteki hyougende, bunshougo de
tayou sareru. Tada (senjitsu, konoaida, konomae) toitta kako no aru jiten wo sasu
koto ga dekiru. (konogoro doushiteruno. Shitteru ? saikin, anohito, kekkon shichatta
no) dewa, (konogoro) wo (chikagoro, saikin) ni okikawaruga, (saikin) wa (chikagoro,
konogoro) ni okikaeru koto wa dekinai. (Sakkon) wa (sakkon no keiki no doukou,
jyousei kinpaku shita sakkon) nado, (chikagoro) toiu imi wo arawasu katai
bunshougo.
Saikin banyak digunakan dalam bahasa tulisan, ungkapan bahasa lisan yang
sedikit keras (akhir-akhir ini). Bisa ditunjukkan waktu yang ada di masa lampau
seperti (senjitsu, konoaida, konomae). “akhir-akhir ini melakukan apa?. Tahukah?
Akhir-akhir ini orang itu, menikah). Dan (konogoro) dapat berganti tempat dengan
(chikagoro, saikin) tetapi, (saikin) tidak bisa berpindah tempat ke (chikagoro dan
konogoro). (akhir-akhir ini) adalah (tren aktivitas bisnis akhir-akhir ini, akhir-akhir
Universitas Sumatera Utara
39
ini menekan perkembangan situasi) dan lain-lain, (chikagoro) memiliki arti yang
disebut menampilkan bahasa tulisan yang keras.
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Haruhiko (1978:897),
Izuhara ((1998:348-349), dan dalam buku Nihongo Dai Jiten mengenai saikin
bermakna akhir-akhir ini yang memiliki arti menunjukkan suatu waktu yang dekat
dengan saat ini. Jarak waktu antara yang sebelumnya dengan sekarang hanya sedikit.
Masa lampau yang paling dekat dengan masa sekarang. Antara dari dulu tidak begitu
lama sampai sekarang. Saikin adalah masa lampau menuju sekarang yang waktunya
lebih singkat dibandingkan konogoro. Misalnya “akhir-akhir ini orang itu menikah”.
Saikin waktu yang paling dekat dengan sekarang yang banyak digunakan dalam
bahasa tulisan maupun lisan yang sedikit keras. saikin tidak bisa berpindah ke
konogoro. Sinonimnya adalah konogoro.
2.4.2 Adverbia Konogoro
Haruhiko (1978:857) menyatakan bahwa konogoro adalah :
このごろ【此の頃】(古くは「このごろ」)近い過去から現在まで漠
然とした時間をさしていう。ちかごろ。この日頃。近来。『このごろ客の入
りがよくない』『このごろは理由もなく疲れやすい』
Konogoro (furuku wa [konogoro] chikai kako kara genzai made bakuzen
toshita jikan wo sashite iu. Chikagoro. Kono higoro. Kinrai. “konogoro kyaku no
hairi ga yokunai” “konogoro wa riyuu mo naku tsukareyasui”.
Universitas Sumatera Utara
40
Konogoro (此の頃), (dahulu ditulis dengan 「このごろ」) menunjuk ke
waktu yang samar-samar dekat dari masa lalu sampai sekarang ini. Belakangan ini.
Kira-kira di hari ini. Sehari-hari ini. Akhir-akhir ini. “akhir-akhir ini tidak terlalu
banyak tamu” “akhir-akhir ini gampang lelah tanpa alasan.
Di dalam buku Nihongo Dai Jiten dikatakan bahwa 此の頃《「このごろ」
は別語》少し前から現在までを、ばくぜんとさす語。近ごろ。Recently. 用例
―のできごと。
Konogoro 《「konogoro」wa betsugo》sukoshi kara genzai made wo, bakuzen
tosasugo. Chikagoro. Recently. Yourei “konogoro no dekigoto.
Konogoro merupakan bahasa yang berbeda. Bahasa yang samar-samar sedikit
dari dulu sampai sekarang. Belakangan ini. Akhir-akhir ini. Contoh : kejadian akhir-
akhir ini.
Kemudian Kenji Matsura (1994:539) menyatakan bahwa adverbia konogoro
yaitu :
此の頃 pada waktu-waktu ini ; hari-hari ini ; akhir-akhir ini ; baru-baru ini.
Konogoro yoku hara ga itami masu. (~よく腹が痛みます。)Saya sering sakit
perut akhir-akhir ini. Konogoro no Osaka no kikou wa sukoshi atsui desu. (の大阪
の気候は少し暑いです。)Osaka agak panas hawanya pada waktu-waktu ini.
Menurut Izuhara (1998:348), konogoro adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
41
「このごろ」は現在に最も近い過去の、ある漠然とした期間。ただ未
来への予測を含み、過去から現在までの経験をふまえて、未来へと継続して
いく状態・状況・情勢・傾向・趨勢・動向などをとらえる場合に使われる日
常語。漠然としているので、会話で愛用され、柔らかな表現になるが、自分
の身近で起こっていることを中心にする主観性の強い言葉。「きせつ」を参
照。
[konogoro] wa genzai ni mottomo chikai kako no, aru bakuzen toshita kikan.
Tada mirai e no yosoku wo fukumi, kako kara genzai made no keiken wo fumaete,
mirai e to keizoku shite iku jyoutai, jyoukyou, jyousei, keikou, suusei, doukou nado wo
toraeru baai ni tsukawareru nichijyougo. Bakuzen toshite iru node, kaiwa de aiyou
sare, yawarakana hyougen ni naru ga, jibun no mijika de okotte iru koto wo chuushin
ni suru shukansei tsuyoi kotoba. (kisetsu) wo sanshou.
Konogoro adalah masa lampau yang paling dekat dengan masa sekarang,
jangka waktu yang samar-samar. Hanya mengandung perkiraan ke masa depan,
berdasarkan pada pengalaman dari masa lalu sampai sekarang ini, bahasa sehari-hari
yang digunakan dalam hal ini diambil kondisi, situasi, perkembangan situasi, trend
dan lain-lain berlanjut ke masa depan. Karena menunjuk ke waktu samar-samar, lebih
disukai penggunaannya dalam percakapan, dan menjadi suatu ungkapan yang halus,
suatu kata yang subjektivitasnya tinggi dan memfokuskan terhadap hal yang terjadi di
dekat diri sendiri. Referensi (musim).
Universitas Sumatera Utara
42
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Haruhiko (1978:857),
Izuhara (1998:348) dan dalam buku Nihongo Dai Jiten mengenai konogoro memiliki
arti bahasa yang samar-samar, termasuk jangka waktu sekarang dari agak dulu.
Waktu yang terhubung dari dahulu sampai sekarang. Dalam waktu dekat atau waktu
sekarang dan saat yang tepat. Masa lampau yang paling dekat dengan masa sekarang.
Hanya mengandung perkiraan ke masa depan berdasarkan pada pengalaman dari
masa lalu sampai sekarang ini. Misalnya “kejadian akhir-akhir ini”. Bahasa sehari-
hari yang digunakan dalam hal diambil kondisi, situasi, perkembangan situasi, trend
dan lain-lain yang berlanjut ke masa depan. Konogoro memilikiwaktu dari dulu
sampai sekarang yang lebih lama dibandingkan saikin. Sinonimnya adalah saikin.
2.5 Konsep Sinonim (ruigigo)
Sinonim (ruigigo) adalah salah-satu objek kajian semantik. Sinonim
merupakan beberapa kata yang maknanya hampir sama. Hal ini banyak ditemukan
dalam bahasa Jepang, sehingga menjadi salah satu penyebab kesulitan dalam
mempelajari bahasa Jepang.(Sutedi, 2003:145-147)
2.5.1 Cara Mengidentifikasikan Sinonim
Moriyama (1998) memberikan beberapa pemikiran tentang cara
mengidentifikasikan suatu sinonim, seperti berikut.
a. Chokkanteki (intuitif bahasa) bagi para penutur asli dengan berdasarkan pada
pengalaman hidupnya. Bagi penutur asli jika mendengar suatu kata, maka
secara langsung dapat merasakan bahwa kata tersebut bersinonim atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
43
b. Beberapa kata jika diterjemahkan ke dalam bahasa asing, akan menjadi suatu
kata, misalnya kata oriru, kudaru, sagaru, dan furu dalam bahasa Indonesia
bisa dipadankan dengan kata ‘turun’.
c. Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan perbedaan
makna yang kecil. Misalnya, pada klausa kaidan o agaru dan klausa kaidan o
noboru sama-sama berarti ‘menaiki tangga’.
d. Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bisa digunakan secara
bersamaan (sekaligus). Misalnya, kata hikaru (光る) dan kagayaku (輝く)
kedua-duanya berarti ‘bersinar’, bisa digunakan secara bersamaan seperti pada
Hoshi ga hikari-kagayaite iru (星が光輝いている ) ‘Bintang bersinar
cemerlang’.
2.5.2 Cara Menganalisis Sinonim
Untuk menganalisis makna suatu kata akan lebih baik dan lebih jelas hasilnya
jika dilakukan sambil membandingkannya dengan kata yang dianggap bersinonim.
Sebab, nantinya akan semakin jelas makna dari setiap kata tersebut, sehingga
kekaburan dan keraguan tentang bagaimana persamaan dan perbedaannya bisa diatasi.
Di atas telah disinggung bahwa melalui analisis imitokuchou (semantic feature)
perbedaan makna kata yang bersinonim bisa semakin jelas. Langkah-langkah yang
harus ditempuh antara lain sebagai berikut.
a. Menentukan objek yang akan diteliti
Universitas Sumatera Utara
44
b. Mencari literatur yang revelan
c. Mengumpulkan jitsurei (contoh konkerit)
d. Mengklasifikasikan setiap jitsurei
e. Membuat pasangan kata yang akan dianalisis
f. Melakukan analisis
g. Membuat simpulan/generalisasi
2.5.3 Kesinoniman
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang,
seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah
kata dengan kata lainnya. Hal ini berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297). Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase,
maupun kalimat. Relasi makna ini salah satunya menyatakan kesamaan makna
(sinonim).
Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu
atau lenih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki
hubungan atau relasi makna yang termasuk ke dalam sinonim. Menurut Chaer
(1994:84) secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
onoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan”. Maka secara harfiah kata
sinonim berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik yaitu
Universitas Sumatera Utara
45
sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih
sama dengan makna ungkapan lain. Misalnya kata buruk dan jelek adalah dua buah
kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang
bersinonim; mati, meninggal, wafat, dan mampus adalah empat buah kata yang
bersinonim.akan tetapi meskipun bersinonim, maknya tidak akan persis sama.hal ini
dikarenakan tidak ada sinonim yang maknanya akan sama persis. Dalam konteks
tertentu, pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil. Ketidaksamaan
ini terjadi karena berbagai faktor seperti yang dikemukakan oleh Chaer (1994:298-
299), antara lain :
1. Faktor waktu, misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.
Namun, kata hulubalang memiliki pengertian klasik sedangkan kata
komandan tidak memiliki pengertian klasik. Dengan kata lain, kata
hulubalang hanya cocok digunakan pada konteks yang bersifat klasik,
sedangkan kata komandan tidak.
2. Faktor tempat atau wilayah, misalnya kata saya dan beta adalah dua buah kata
yang bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan dimana saja, sedangkan
kata beta hanya cocok untuk wilayah Indonesia bagian timur.
3. Faktor keformalan, misalnya kata uang dan duit adalah dua buah kata yang
bersinonim. Namun, kata uang dapat digunakan dalam ragam formal dan tak
formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal.
4. Faktor sosial, misalnya kata saya dan aku adalah dua buah kata yang
bersinonim. Namun, kata saya dapat digunakan oleh siapa saja; sedangkan
Universitas Sumatera Utara
46
kata aku hanya dapat digunakan terhadap orang sebaya, yang dianggap akrab,
atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya.
5. Faktor nuansa makna, misalnya kata-kata melihat,melirik, menonton,
meninjau, dan mengintip adalah sejum;ah kata yang bersinonim. Namun,
antara yang satu dengan yang lainnya tidak selalu dapat dipertukarkan, karena
masing-masing memiliki nuansa makna yang tidak sama. Kata melihat
memiliki makna umum; kata melirik memiliki makna melihat dengan sudut
mata; kata menonton memiliki makna melihat untuk kesenangan; kata
meninjau memiliki makna melihat dari tempat jauh; dan kata mengintip
memiliki makna melihat dari atau melalui celah sempit. Dengan demikian,
jelas kata menonton tidak dapat diganti dengan kata melirik karena memiliki
nuansa makna yang berbeda, meskipun kedua kata tersebut dianggap
bersinonim.
6. Faktor bidang kegiatan, misalnya kata matahari dan surya adalah dua buah
kata yang bersinonim. Namun, kata matahari bisa digunakan dalam kegiatan
apa saja, atau dapat digunakan secara umum; sedangkan kata surya hanya
cocok digunakan pada ragam khusus. Terutama ragam sastra.
Dalam bahasa Jepang, sinonim dikenal dengan istilah ruigigo 「類義語 .
Menurut Haruhiko (1978:1375) ruigigo adalah 「意味がよく似ている二つ以上の
単語。類語。」 ‘Imi ga yoku niteiru futatsu ijou no tango. Ruigigo.’ (Dua kata atau
lebih yang memiliki makna yang mirip. Kata yang sejenis). Izuru (1955:2530) juga
Universitas Sumatera Utara
47
mengatakan bahwa ruigigo adalah 「意義の類似する言葉。」 ‘Igi no ruiji suru
kotoba.’ (Kata yang memiliki kemiripan makna).
Menurut Sutedi (2003:124), perbedaan dari dua kata atau lebih yang memiliki
relasi atau hubungan kesinoniman / ruigi kankei 「類義関係」dapat ditemukan
dengan cara melakukan analisis terhadap nuansa makna dari setiap kata tersebut.
Misalnya, kata agaru dan noboru yang kedua-duanya berarti (naik) dapat ditemukan
perbedaannya sebagai berikut.
のぼる :下からへ惑経路二焦点を合わせて移動する
Noboru : shita kara ue e wakukeiro ni shouten wo awasete idou suru
Noboru : berpindah dari bawah ke atas dengan focus jalan yang dilalui
あがる :下からへ到達点に焦点を合わせて移動する
Agaru : shita kara ue e toutatsuten ni shouten o awasete idou suru
Agaru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus tempat tujuan
Jadi, perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus (焦点/ shouten)
gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan tersebut (hasil),
sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui (経路 /keiro) dari gerak
tersebut (proses).
Universitas Sumatera Utara
48
2.5.4 Pilihan Kata
Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada pula yang
tidak. Karena itu, harus memilihnya secara tepat dan saksama untuk menghindari
kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan pilihan
kata atau diksi. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary
(bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) yang berarti perihal pemilihan kata.
Menurut Keraf (2006:24) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan
secara tepat nuansa-nuansa makna gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Diksi atau pilihan kata harus berdasarkan tiga tolak ukur, yaitu ketepatan,
kebenaran, dan kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang
dapat mengungkapkan gagasan secara cermat sesuai dengan gagasan pemakai bahasa.
Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang
benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata yang lazim berarti bahwa kata
yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan
bentuk yang dibuat-buat.
Berdasarkan konsep dari pilihan kata di atas, kata yang maknanya hampir
sama atau yang disebut sinonim harus dapat dipilih dengan tepat sesuai dengan situasi
dan konteks kalimatnya, agar gagasan yang terkandung di dalam makna kata tersebut
dapat tersampaikan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
49
2.6 Studi Semantik dalam Kajian Semantik
2.6.1 Definisi Semantik
Menurut Chaer (1994:2) kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya
adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan. Yang dimaksud
dengan tanda atau lambang di sini sebagai penanda kata sema itu adalah tanda
linguistik, yaitu terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-
bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen
yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan
yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa.
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk
bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari makna atau dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan
sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti.
Sutedi (2003:111) mengatakan bahwa semantik atau imiron adalah salah satu
cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan
penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk
menyampaikan suatu makna. Misalnya, ketika seseorang menyampaikan ide, pikiran
kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang dimaksud,
karena ia dapat menyerap makna yang disampaikannya.
Universitas Sumatera Utara
50
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
semantik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang makna.
2.6.2 Batasan dan Ruang Lingkup Semantik
Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang
menkaji tentang makna. Meskipun agak terlambat dibandingkan dengan cabang
linguistik yang lainnya, semantik memegang peranan penting karena bahasa yang
digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Ketika
seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya
bisa memahami apa yang dimaksud karena ia bisa menangkap makna yang
disampaikannya. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi
makna antarsatu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei), makna frasa (ku
no imi), dan makna kalimat (bun no imi). (Sutedi, 2003:127-130)
1. Makna Kata (語ご
の個々こ こ
の意味い み
)
Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena
komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang,
baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara
dalam komunikasi tersebut menyatakan maksud yang sama dengan yang digunakan
oleh lawan bicaranya.
2. Relasi Makna (語ご
と語ご
の意味関係い み か ん け い
)
Universitas Sumatera Utara
51
Relasi makna perlu diteliti, karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk
menyusun kelompok kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba
hanasu (berbicara), iu (berkata), shaberu (ngomong), dan taberu (makan) dapat
dikelompokkan ke dalam kotoba o hassuru (bertutur) untuk tiga verba pertama,
sedangkan taberu tidak termasuk ke dalamnya. Contoh lainnya, hubungan makna
antara kata hanasu dan iu, takai (tinggi) dan hikui (rendah), doubutsu (hewan) dan inu
(anjing) akan berlainan, sehingga perlu dipertegas. Pasangan pertama merupakan
sinonim (ruigi-kankei), dan pasangan kedua merupakan antonim (han gi kankei),
sedangkan pasangan terakhir merupakan hubungan superordinat (jouge kankei)
3. Makna Frasa (句の意味)
Dalam bahasa Jepang ungkapan hon o yomu (membaca buku) , kutsu o kau
(membeli sepatu), dan hana ga tatsu (perut berdiri (=marah)) dianggap sebagai suatu
frasa (klausa) atau ku. Klausa ‘hon o yomu’ dan ‘kutsu o kau’ dapat dipahami cukup
dengan mengetahui makna kata-kata hon, kutsu, kau, dan o, ditambah dengan
pemahaman tentang struktur kalimat bahwa ‘nomina + o + verba’. Jadi, klausa
tersebut bisa dipahami secara leksikalnya (mojidouri no imi). Tetapi, untuk klausa
‘hara ga tatsu’ meskipun kita mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum
tentu bisa memahami makna klausa tersebut, jika makna frasa secara idiomatikalnya
(kanyoteki imi) belum diketahui dengan benar.
Universitas Sumatera Utara
52
4. Makna Kalimat (文ぶん
の意味い み
)
Makna kalimat pun dijadikan sebagai objek kajian semantik, karena suatu
kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya, kalimat watashi
wa yamada san ni megane o ageru (saya memberikan kacamata kepada tuan
Yamada) dengan kalimat ‘watashi wa Yamada san ni tokei o ageru’ (saya memberi
jam kepada Yamada), jika dilihat dari strukturnya, kedua kalimat tersebut sama yaitu,
“A wa B ni C o ageru”, tetapi maknanya berbeda. Hal ini disebabkan makna kalimat
ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat tersebut.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa objek kajian semantik adalah
berupa makna kata dan frasa/klausa; relasi makna antara beberapa kata; dan makna
kalimat. Untuk itu perlu dibedakan yang mana garapan semantik dan yang mana
garapan tentang makna.
Universitas Sumatera Utara
53
BAB III
ANALISIS MAKNA DAN PEMAKAIAN ADVERBIA SAIKIN DAN
KONOGORO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
Sebelumnya pada bab II penulis telah memaparkan mengenai adverbia saikin
dan konogoro. Dalam bab III ini penulis akan mencoba menganalisis makna dan
pemakaiannya saikin dan konogoro dalam kalimat bahasa Jepang yang diambil dari
jurnal Nihongo Jyaanaru edisi 1 Januari 1996, edisi 4 April 2000 penerbit Aruku,
Minna no Nihongo Chyuukyuu I tahun 2001, dan Nihongo So-Matome N2 tahun
2010 berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar linguistik yang telah
dipaparkan sebelumnya.
3.1 Anaisis Makna dan Pemakaian Saikin
3.1.1 Saikin yang Menunjukkan Tren
Cuplikan 1
最近、「癒しビジネス」がブームになっている。日本では昔から、心も
体も疲れたときは温泉と相場が決まっている。ゆっくり温泉に漬かって、
日がな一日のんびり過ごして世の憂さを忘れる。 (Nihongo Jyaanaru Edisi
4, 2000:14)
Saikin, (iyashi bijinesu) ga buumu ni natte iru. Nihon dewa mukashi kara, kokoro
mo karada mo tsukareta toki wa onsen to souba ga kimatte iru. Yukkuri onsen ni
tsukatte, hi ga na ichinichi nonbiri sugoshite yo no usa wo wasureru.
Universitas Sumatera Utara
54
Akhir-akhir ini, bisnis penyembuhan sedang laris. Ketika hati juga badan lelah
memutuskan masuk ke pemandian air panas dan ke supermarket. Perlahan-lahan,
terbenam di pemandian air panas, hari ke hari menghabiskan dan melupakan
dunia kesedihan dengan tidak tergesa-gesa.
Kalimat pada cuplikan 1 diambil dari wacana yang berjudul “癒しビジネス”
(Iyashi Bijinesu) yang berarti “Bisnis Penyembuhan”. Makna adverbia saikin pada
cuplikan adalah akhir-akhir ini. Fungsinya adalah menunjukkan suatu bisnis yang
dilakukan seseorang disaat hati dan pikiran lelah yang ditunjukkan pada kalimat
“Saikin, (iyashi bijinesu) ga buumu ni natte iru. Nihon dewa mukashi kara, kokoro
mo karada mo tsukareta toki wa onsen to souba ga kimatte iru” yang artinya “akhir-
akhir ini, (bisnis menyembuhkan) menjadi laku keras. Dari dulu di Jepang, saat tubuh
maupun hati lelah, sudah pasti pasarannya ke pemandian air panas. Berdasarkan buku
Nihongo Dai Jiten, kata saikin menunjukkan akhir-akhir ini yang waktunya paling
dekat dari sekarang. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa pegawai atau pekerja
kantoran setengah baya tidak lagi sempat untuk menikmati pemandian air panas. Hal
itu yang menciptakan bisnis penyembuhan menjadi tren berupa menikmati layar
akuarium yang berisi ikan tropis yang berwarna indah yang dapat memberikan
kedamaian kepada orang-orang modern yang muncul dalam waktu dekat ini.
Universitas Sumatera Utara
55
Cuplikan 2
最近、ビタミン剤を常用している人が多いという。と言っても、病気の
治療としてだけではなく、食事で補えない食品の代わりとして飲んだり、
美容のためといった目的で飲んでいる人も多いようだ。(Nihongo Jyaanaru
Edisi 4, 2000:45)
Saikin, bitamin zai wo jyouyou shite iru hito ga ooi toiu. To ittemo, byouki no
chiryou toshite dake dewanaku, shokuji de oginaenai shokuhin no kawari toshite
nondari, biyou no tame to itta mokuteki de nonde iru hito mo ooi you da.
Akhir-akhir ini, biasanya ada banyak orang yang menggunakan vitamin. Bahkan
dikatakan tidak hanya sebagai sebuah pengobatan untuk penyakit, dan meminum
sebagai sebuah alternatif yang tidak mengganti rugi dalam makanan diet, ini
seperti banyak orang meminum dengan sengaja seperti untuk kosmetik.
Kalimat pada cuplikan 2 diambil dari Mondai II nomor 1 Nihongo Jyaanaru.
Makna adverbia saikin pada cuplikan adalah akhir-akhir ini. Fungsinya untuk
menunjukkan tren aktivitas atau perkembangan situasi yang ditunjukkan pada kalimat
“saikin, bitamin zai wo jyouyou shite iru hito ga ooi toiu. To ittemo, byouki no
chiryou toshite dake dewanaku, shokuji de oginaenai shokuhin no kawari toshite
nondari, biyou no tame to itta mokuteki de nonde iru hito mo ooi you da” yang
artinya ‘akhir-akhir ini, biasanya ada banyak orang yang menggunakan vitamin.
Bahkan dikatakan tidak hanya sebagai sebuah pengobatan untuk penyakit, dan
meminum sebagai sebuah alternatif yang tidak mengganti rugi dalam makanan diet,
Universitas Sumatera Utara
56
ini seperti banyak orang meminum dengan sengaja seperti untuk kosmetik’.
Berdasarkan Izuhara (1998:348-349), menyatakan bahwa saikin menunjukkan waktu
yang mengarah pada tren aktivitas atau perkembangan situasi. Vitamin yang
dibicarakan tidak hanya digunakan untuk pengobatan terhadap penyakit tetapi juga
sebagai suplemen gizi dalam diet dan kebutuhan kosmetik yang dapat ditemukan di
apotek dan dokter. Hal ini membuat tren meminum vitamin menjadi berkembang.
Cuplikan 3
女の子には名前の最後に「子」という字をつけていました。しかし、最近
では漢字の意味よりも音の響きやイメージで名前をつけることが多くな
っています。人気がある漢字は男の子では「大」「翔」「樹」、女の子で
は「愛」「彩」「菜」などです。(Nihongo Jyanaaru Edisi 1, 1996:21)
Onna no ko niwa namae no saigo ni (ko) toiu ji wo tsukete imashita. Shikashi,
saikin dewa kanji no imi yori mo oto no hibiki ya imeeji de namae wo tsukeru
koto ga ooku natte imasu. Ninki ga aru kanji wa otoko no ko dewa (dai), (shou),
(ki), onna no ko dewa (ai), (irodori), (na) nado desu.
Di huruf akhir pada anak perempuan diberi huruf kanji ko (子). Tapi akhir-akhir
ini, orang-orang lebih sering memilih nama-nama berdasarkan dari bunyi huruf
kanji tersebut ataupun imej dari huruf kanji tersebut dibandingkan arti dari huruf
kanji tersebut. Karakter/huruf kanji yang popular untuk digunakan sebagai anak
laki-laki adalah (dai), (shou), (ki) dan untuk anak perempuan adalah (ai), (irodori),
dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
57
Kalimat pada cuplikan 3 diambil dari wacana yang berjudul “日本人の名前
(Nihonjin no Namae)” yang artinya ‘nama orang Jepang’. Saikin dalam kalimat ini
bermakna akhir-akhir ini. Fungsinya untuk menunjukkan masyarakat dewasa ini
memilih nama untuk anak mereka dari bunyi huruf kanji ataupun imej dari huruf
kanji tersebut yang ditunjukkan pada “saikin dewa kanji no imi yori mo oto no hibiki
ya imeeji de namae wo tsukeru koto ga ooku natte imasu” yang artinya ‘Tapi akhir-
akhir ini, orang-orang lebih sering memilih nama-nama berdasarkan dari bunyi huruf
kanji tersebut ataupun imej dari huruf kanji tersebut dibandingkan arti dari huruf
kanji tersebut.’. Menurut Izuhara (1998:348-349) dikatakan bahwa saikin bisa
ditunjukkan waktu yang ada di masa lampau Wacana ini memberitahukan bahwa
dewasa ini orang Jepang memberikan nama-nama anak mereka berdasarkan dari
bunyi ataupun imej huruf kanji dibandingkan arti dari huruf kanji tersebut. Hal ini
yang menjadi tren di kalangan masyarakat Jepang sekarang ini.
3.1.2 Saikin yang Menunjukkan Perkembangan Situasi
Cuplikan 4
最近は、テレビゲームの中のキャラクターに言葉を学習されて、会話を
楽しむことができるものも増えてきている。かわいらしい猫などのキャ
ラクターとおしゃべりをする「どこでもいっしょ」や、ちょっと無気味
な、人の顔をした魚と音声で会話できる「シーマン」などが話題を集めて
いる。(Nihongo Jyanaaru Edisi 4, 2000:66)
Universitas Sumatera Utara
58
Saikin wa, terebi geemu no naka no kyarakutaa ni kotoba wo gakushuu sarete,
kaiwa wo tanoshimu koto ga dekiru mono mo fuete kite iru. Kawairashii neko
nado no kyarakutaa to oshaberi wo suru (dokodemo issho) ya, chotto fukimi na,
hito no kao wo shita sakana to onsei de kaiwa dekiru (shiman) nado ga wadai wo
atsumete iru.
lebih akhir-akhir ini, telah ada penambahan di jenis video permainan yang mana
karakter diajarkan kata-kata dan anda bisa berbicara dengan karakter-karakter ini.
Doko demo issho menyediakan percakapan dengan seekor kucing imut dan sea
man seekor ikan sedikit aneh berwajah manusia, bisa juga berbicara kepada anda.
Kalimat pada cuplikan 4 diambil dari wacana yang berjudul “電子ペットはゲー
ムから (Denshi Petto wa Geemu kara)” yang berarti ‘Binatang peliharaan elekronik
yang asal mulanya dari permainan komputer’. Kata saikin dalam kalimat ini
bermakna akhir akhir ini. Fungsinya untuk menyatakan kisaran waktu antara
beberapa waktu yang lalu hingga saat ini.. Fungsinya untuk menunjukkan saat ini
telah berkembang video permainan yang mana karakter diajarkan kata-kata dan anda
bisa berbicara dengan karakter-karakter ini. Hal ini terlihat jelas pada kalimat “Saikin
wa, terebi geemu no naka no kyarakutaa ni kotoba wo gakushuu sarete, kaiwa wo
tanoshimu koto ga dekiru mono mo fuete kite iru” yang artinya ‘lebih akhir-akhir ini,
telah ada penambahan di jenis video permainan yang mana karakter diajarkan kata-
kata dan anda bisa berbicara dengan karakter-karakter ini. Berdasarkan
(Sanshoumedou, 1988:939) bahwa saikin dimulai kisaran waktu antara beberapa
waktu yang lalu hingga saat ini atau belakangan ini berkembang. Penambahan jenis
Universitas Sumatera Utara
59
video permainan yang memiliki karakter seperti doko demo issho menyediakan
percakapan dengan seekor kucing imut dan sea man seekor ikan sedikit aneh
berwajah manusia yang berkembang belakangan ini.
Cuplikan 5
一口お菓子といっても、まんじゅう、団子、せんべい、駄菓子、スナッ
ク菓子、チョコレートーなど、いろいろな種類がある。その中には、何
百年も前から日本にあるものもあるし、外国から入ったのが変化して日
本独特のお菓子になったものもある。最近日本で発展したものもある。
日本におけるお菓子の歴史や最近ヒットしたお菓子も見ながら、お菓子
の世界をのぞいてみよう。(Nihongo Jyaanaru Edisi 1, 1996:85)
Hitokuchi okashi toittemo, manjyuu, dango, senbei, dagashi, sunakku okashi,
chokoreetoo nado, iroiro na shurui ga aru. Sono naka niwa, nanbyakunen mo
mae kara nihon ni aru mono mo arushi, gaikoku kara haitta mono ga henka shite
nihon dokutoku no okashi ni natta mono mo aru. Saikin nihon de hatten shita
mono mo aru. Nihon ni okeru okashi no rekishi ya saikin hitto shita okashi mo
minagara, okashi no sekai wo no zoite miyou.
Jika berbicara tentang kue yang bisa dimakan dalam sekali suap, ada beberapa,
ada manjuu (kue berupa kismis yang diisi kacang manis), dango (nasi bola),
senbee (nasi mercon), dagashi (kue tradisional yang murah), makanan ringan,
coklat dan banyak lagi. Diantaranya ada kue tradisional Jepang yang telah ada di
Jepang selama 100 tahun sebagaimana kue tradisional itu datang dari negara asing
Universitas Sumatera Utara
60
dan telah berubah menjadi permen unik di Jepang. Ada juga itu yang telah
menjadi berkembang di Jepang akhir-akhir ini. Ayo melihat sejenak kedalam
dunia permen manis : melihat sejarah permen-permen di Jepang dan produksinya
yang sukses akhir-akhir ini.
Kalimat pada cuplikan 5 diambil dari wacana yang berjudul “お菓子ワールド
(Okashi Waarudo)” yang memiliki arti ‘Dunia Kue Tradisional’. Makna dari adverbia
saikin disini adalah akhir-akhir ini. Fungsinya untuk menunjukkan perkembangan
permen yang ada di Jepang. Hal ini ditandai pada “Saikin nihon de hatten shita mono
mo aru. Nihon ni okeru okashi no rekishi ya saikin hitto shita okashi mo minagara,
okashi no sekai wo no zoite miyou” yang artinya ‘Ada juga itu yang telah menjadi
berkembang di Jepang akhir-akhir ini. Ayo melihat sejenak kedalam permen manis
dunia: melihat sejarah permen-permen di Jepang dan produksinya yang sukses akhir-
akhir ini’. Berdasarkan (Sanshoumedou, 1988:939) saikin merupakan masa lampau
yang paling dekat dengan masa sekarang. Kisaran waktu antara beberapa waktu yang
lalu hingga saat ini. Wacana ini menceritakan perkembangan bermacam bentuk dunia
permen di Jepang yang juga berasal dari negeri asing yang telah berkembang menjadi
permen yang unik dan sukses dalam memproduksinya akhir-akhir ini.
3.2 Analisis Fungsi dan Makna Konogoro
3.2.1 Konogoro yang Menunjukkan Perkiraan ke Masa Depan, Berdasarkan
pada Pengalaman dari Masa Lalu sampai Sekarang Ini
Universitas Sumatera Utara
61
Cuplikan 1
スジンダ:じゃ、きっとバンコクには住めないと思います。バンコク
はこのごろすごくうるさくなってしまいました。車の騒音がすごいん
です。だから宇都宮は本当に静かだなと思います。(Minna no Nihongo
Chuukyuu I, 2001:166-167)
sujinda : jya, kitto bankoku niwa sumenaito omoimasu. Bankoku wa
konogoro sugoku urusaku natte shimaimashita. Kuruma no
souon ga sugoindesu. Dakara utsunomiya wa hontou ni \
shizukada nato omoimasu.
Sujinda : ya, saya pikir pasti tidak bisa tinggal di Bangkok. Bangkok
akhir-akhir ini menjadi sangat bising. Suara ribut kendaraan
sangat hebat. Oleh karena itu, saya pikir Utsunomiya sangat
tenang.
Kalimat pada cuplikan 1 diambil dari wacana yang berjudul “【座談会】日
本で暮らす ((Zadankai) Nihon de Kurasu)” yang artinya ‘(Diskusi Meja Bulat)
Tinggal di Jepang’. Makna konogoro adalah akhir-akhir ini. Fungsinya menunjukkan
keadaan dan tempat yang sudah tidak nyaman karena suara bising kendaraan dilihat
dari sudut pandang si pembicara saat ini. Hal itu dapat ditunjukkan pada “wa
konogoro sugoku urusaku natte shimaimashita. Kuruma no souon ga sugoindesu”
yang artinya ‘Bangkok akhir-akhir ini menjadi sangat bising. Suara ribut kendaraan
sangat hebat’. Berdasarkan Izuhara (1998:348) menyatakan bahwa adverbia konogoro
menunjukkan akhir-akhir ini yang diperkirakan untuk masa depan berdasarkan
pengalaman dari masa lalu dan masa sekarang. Wacana ini menceritakan kegelisahan
si pembicara melihat kondisi Bangkok yang telah berubah drastis menjadi bising
Universitas Sumatera Utara
62
akibat suara kendaraan walaupun hal itu telah terjadi diwaktu lalu namun si
pembicara tetap merasa nyaman apabila tinggal di Jepang.
3.2.2 Konogoro yang Menunjukkan Perkembangan Situasi Berdasarkan
Pengalaman dari Dulu sampai Sekarang
Cuplikan 2
A :彼女、このごろ、急に女らしくなったね。
B :彼氏ができたみたいだよ。(Nihongo Sou Matome N3, 18)
A : kanojyo, konogoro, kyuu ni onna rashiku natta ne.
B : kareshi ga dekita mitai da yo.
A : Dia, tiba-tiba menjadi feminim akhir-akhir ini.
B : sepertinya dia sudah punya pacar.
Kalimat pada cuplikan 2 diambil dari percakapan Nihongo Sou Matome N3.
Kata konogoro dalam kalimat ini bermakna akhir-akhir ini. Fungsinya untuk
menunjukkan perubahan seseorang yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini terlihat jelas
pada kalimat “kanojyo, konogoro, kyuu ni onna rashiku natta ne” yang artinya ‘dia,
tiba-tiba menjadi feminim akhir-akhir ini’. Berdasarkan Izuhara (1998:348) bahwa
konogoro masa lampau yang paling dekat saat ini. Dilihat berdasarkan perkembangan
situasi yang memiliki pengalaman dari dulu sampai sekarang ini. Wanita tersebut
membuat perubahan pada penampilannya menjadi lebih feminim. Mungkin dimasa
sebelumnya dia wanita yang tomboy atau tidak terlalu feminim. Menurut pendapat
Universitas Sumatera Utara
63
orang disekitarnya menilai bahwa dia telah mempunyai pacar sehingga perubahan
tersebut terjadi akhir-akhir ini.
Cuplikan 3
彼はアルバイトが忙しいので、このごろ授業に出たり、出なかったり
しています。(Minna no Nihongo Chuukyuu I, 2001:168)
Kare wa arubaito ga isogashiinode, konogoro jyuugyou ni detari, denakattari
shite imasu.
Dia karena sibuk bekerja paruh waktu, akhir-akhir ini hadir di kelas dan tidak
hadir di kelas.
Kalimat pada cuplikan 3 diambil dari Mondai Minna no Nihongo Chuukyuu I.
Konogoro pada kalimat ini bermakna akhir-akhir ini. Funngsinya adalah keadaan
yang terjadi kepadanya karena bekerja paruh waktu. Izuhara (1998:348) menyatakan
bahwa konogoro menunjukkan akhir-akhir ini yang dilihat dari kondisi yang terjadi di
masa lalu paling dekat pada masa ini. Akibat terlalu sibuk bekerja paruh waktu, dia
terkadang hadir di kelas tetapi juga tidak hadir. Hal ini menunjukkan bahwa dia sudah
bekerja paruh waktu di masa sebelumnya yang tidak begitu jauh dari masa sekarang
tetapi bekerja paruh waktu semakin sibuk sehingga dia terkadang hadir di kelas juga
tidak hadir yang dia lakukan pada akhir-akhir ini.
Cuplikan 4 :
会話文 II
夫と妻の会話。
夫 :たけし、どうしたんだ?
妻 :ともだちとけんかしたんだって。
Universitas Sumatera Utara
64
夫 :なぐりあいか。
妻 :いいえ、くちげんかよ。
夫 :なあんだ。
妻 :なあんだって、なぐりあいなんか、しちゃいけないでしょう?
夫:そんなことはない。小さいときに少しけんかしたほうがいいんだよ。
妻 :どうして?
夫 :けんかっするほど、本気になって人とつきあうことが大切なんだ。
妻 :そう?
夫 :ちっともけんかしない子は、ほんとうにいいともだちもいないんだ
よ。
妻 :ふうん。
夫 :このごろの若い人は、つきあいがスマートだって、よくいうね。
妻 :そうね。
夫 :だれとでも距離をもってつきあうそうだね。
妻 :そういう話ね。
夫 :賛成できない?
妻 :そうねえ、ちょっと考えてみるわ。
夫 :きょうじゃなくていいよ。もう夕飯のじかんだから。
夫 :そうね。あしたにしましょう。(Nihongo Jyaanaru Edisi 1 1996:42-43)
Kaiwabun II
Universitas Sumatera Utara
65
Otto to tsuma no kaiwa
Otto : takeshi, doushitanda?
Tsuma :tomodachi to kenka shitan date.
Otto : naguriaika?
Tsuma :iie, kuchi genka yo.
Otto : naanda?
Tsuma : naandatte, naguriainanka, shichaikenai deshou?
Otto : sonna koto wa nai. Chiisai toki ni sukoshi kenka shita houga iin dayo.
Tsuma : doushite?
Otto : kenkasuru hodo, hinki ni nattehito to tsukiau koto ga taisetsu nanda.
Tsuma : sou?
Otto : chittomo kenka shinai ko wa, hontou ni ii tomotachi mo inain dayo.
Tsuma : sou?
Otto : otoko no ko wa tamaniwa naguriai wo shite mo kamawanai yo.
Tsuma : fuun.
Otto : konogoro no wakai hito wa, tsukiai gasumaato date, yoku iu ne.
Tsuma : soune.
Otto : dare to demo kyori wo motte tsukiausou da ne.
Tsuma : souiu hanashi ne.
Otto : chiisai toki kenka shinakatta kara dayo.
Tsuma : sou?
Otto : sansei dekinai?
Tsuma : sounee, chotto kangaete miru wa.
Universitas Sumatera Utara
66
Otto : kyou jyanakute ii yo, mo yuuhan nojikan dakara.
Tsuma : soune. Ashita ni shimashou.
Percakapan II
Sebuah percakapan suami dan istri
Suami : ada apa dengan Takeshi?
Istri : dia mengatakan dia telah berkelahi dengan temannya.
Suami : oh, sebuah baku hantam?
Istri : bukan, itu sebuah percekcokan lisan.
Suami : jadi kenapa?
Istri : apa maksudmu? Itu hal yang tidak benar untuk memukul orang
sekarang bukan.
Suami : itu tidak benar. Itu lebih baik jika kamu mempunyai beberapa
pertengkaran ketika kau kecil, kau tahu.
Istri : kenapa?
Suami : itu penting untuk berinteraksi dengan seseorang yang cukup dengan
serius bahwa kau bisa berkelahi dengan mereka.
Istri : oh?
Suami : anak-anak yang tidak berkelahi sama sekali tidak mempunyai
beberapa teman baik, kau tahu.
Istri : oh?
Suami : itu tidak perjanjian yang besar jika anak laki-laki mempunyai baku
hantam kadang-kadang.
Istri : oh.
Universitas Sumatera Utara
67
Suami : orang-orang sering mengatakan bahwa orang muda akhir-akhir ini
berhubungan dengan yang lain dengan tenang.
Istri : ya.
Suami : aku telah mendengar bahwa mereka memiliki sebuah jarak dari
semua orang
yang mereka interaksikan.
Istri : aku telah mendengarnya juga.
Suami : itulah karena mereka tidak bertengkar ketika mereka masih anak-
anak.
Istri : oh?
Suami : kau tidak kelihatannya bisa setuju dengan ku.
Istri : oke, berikan aku beberapa waktu untuk memikirkan tentang itu.
Suami : itu tidak harus hari ini.ini waktunya untuk makan malam.
Istri : ya, aku akan memikirkan tentang itu besok.
Kalimat pada cuplikan 4 diambil daripercakapan yang berjudul “会話文 II ・夫
と妻の会話 (Kaiwabun II Otto to Tsuma no Kaiwa)’ uang artinya ‘Percakapan II
Percakapan Suami dan Istri‘. Makna dari konogoro adalah akhir-akhir ini. Fungsinya
untuk menunjukkan kejadian atau perkembangan situasi dikalangan anak muda yang
saling berinteraksi dalam tenang. hal ini ditunjukkan pada “ konogoro no wakai hito
wa, tsukiai gasumaato date, yoku iu ne“ yang artinya ‘orang-orang sering mengatakan
bahwa orang muda akhir-akhir ini berhubungan dengan yang lain dengan tenang’. Di
dalam buku Nihongo Dai Jiten dikatakan bahwa konogoro adalah hal yang samar-
Universitas Sumatera Utara
68
samar sedikit dari dulu sampai sekarang. Hal ini dapat dilihat pada kejadian akhir-
akhir ini bahwa orang muda lebih memilih berhubungan dengan tenang daripada
berkelahi yang hal tersebut juga ada di waktu lampau walaupun dalam waktu sesaat.
3.2.3 Konogoro yang Menunjukkan Tren
Cuplikan 5 :
A : 電子書籍とか電子図書館の話、よく聞きますねえ。
B : ええ、便利らしいですね。
A : ちょっとためしてみたんですけど。
B : どうでしたか。
A : 紙の本より安くていいけど、通勤電車の中ではむりですね。
B : ああ、そうでしょう。どんな本を読んだんですか。
A : 読むというほどのものじゃありません。
B : 漫画ですか。
A : いえ、小説です。
B : わたしも読んでみましょう。
A : 古い小説で、絶版になったものなんか、読めるのがいいです
ね。
B : そうですね。このごろはすぐ本を絶版にしてしまうんですね。
A : 倉庫の費用が高いから、本をしまっておくのがたいへんなん
だそうです。
Universitas Sumatera Utara
69
B : 土地がせまいからでしょうかね。
A : 本も住宅難ということですね。
B : 住宅難の解消に電子図書館はいいかもしれませんね。(Nihongo
Jyaanaru Edisi 4, 2000:22)
A : denshishoseki toka denshi toshokan no hanashi, yoku kikimasu nee.
B : ee,benri rashii desu ne.
A : chotto tame shite mitan desu kedo.
B : dou deshita ka.
A : kami no hon yori yasukute ii kedo, tsukin densa no naka dewa muri
desu ne.
B : aa, sou deshou. Donna hon wo yondandesu ka.
A : yomu toiu hodo no mono jya arimasen.
B : manga desu ka.
A : ie, shousetsu desu.
B : watashi mo yonde mimashou.
A : furui shousetsude, zeppon ni natta mono nanka, yomeru no ga ii desu
ne.
B : sou desu ne. Konogoro wa sugu hon wo zeppon ni shite shimaun
desu ne.
A ; hon mo jyuutakunan toiu koto des une.
B : jyuutakunan no kaishou ni denshi toshokan wa ii kamo shiremasen
ne.
Universitas Sumatera Utara
70
A : aku dengar banyak tentang perpustakaan elekronik dan buku-buku
elektronik.
B : ya, itu terlihat seperti bahwa akan menjadi lebih baik.
A : aku mencobanya satu.
B : bagaimana kerjanya?
A : itu lebih murah daripada buku kertas tetapi tidak mungkin
membacanya di kereta api pulang pergi sehabis kerja.
B : oh, aku membayangkan itu benar. Buku yang mana yang kau baca?
A : itu tidak cukup serius bekerja untuk disebut membaca bahan.
B : maksud mu, sebuah buku komik?
A : tidak, sebuah novel.
B : saya pikir saya akan membacanya satu.
A : itu hebat untuk bisa membaca buku-buku lama yang sudah keluar
dari cetak.
B : itu benar. Akhir-akhir ini, buku-buku dari cetak segera keluar.
A : aku telah mendengar bahwa harga penyimpanan yang membuat sulit
untuk menyimpan buku-buku di rak.
B : mungkin karena tidak ada banyak lahan.
A : saya duga kita bisa mengatakan bahwa buku-buku juga mempunyai
kesulitan menemukan temuan perumahan.
B : mungkin buku-buku elekronik adalah sebuah jalan yang baik untuk
mendapatkan permasalahan penyimpanan buku.
Universitas Sumatera Utara
71
Kalimat pada cuplikan 5 diambil dari 会話文 (Kaiwabun) dalam jurnal Nihongo
Jyaanaru. Makna konogoro adalah akhir-akhir ini. Fungsinya untuk menunjukkan
akhir-akhir ini telah menjadi tren membaca melalui buku-buku elekronik. Waktu
yang dari dulu sampai sekarang mulai berkembang. Menurut Menurut Izuhara
(1998:348), konogoro adalah waktu lampau yang saat dekat dengan waktu
sekarang. Sebuah situasi yang ada dari dulu berlanjut ke waktu sekarang dan masa
depan.
3.3 Perbedaan Nuansa Makna Saikin dan Konogoro
Tabel 1. Pemakaian Adverbia Saikin
No Cuplikan Saikin Konogoro
1 最近、「癒しビジネス」がブ
ームになっている。日本では
昔から、心も体も疲れたとき
は温泉と相場が決まってい
る。ゆっくり温泉に漬かっ
て、日がな一日のんびり過ご
して世の憂さを忘れる。
(Nihongo Jyaanaru Edisi 4,
2000:14)
o
X
2 最近、ビタミン剤を常用して
いる人が多いという。と言っ
ても、病気の治療としてだけ
ではなく、食事で補えない食
Universitas Sumatera Utara
72
品の代わりとして飲んだり、
美容のためといった目的で飲
んでいる人も多いようだ。
(Nihongo Jyaanaru Edisi 4,
2000:45)
o
X
3 女の子には名前の最後に「子」
という字をつけていました。
しかし、最近では漢字の意味
よりも音の響きやイメージで
名前をつけることが多くなっ
ています。人気がある漢字は
男 の 子 で は 「 大 」 「 翔 」
「樹」、女の子では 「愛 」
「彩」「菜」などです。
o
X
4 最近は、テレビゲームの中の
キャラクターに言葉を学習さ
れて、会話を楽しむことがで
きるものも増えてきている。
Universitas Sumatera Utara
73
かわいらしい猫などのキャラ
クターとおしゃべりをする
「どこでもいっしょ」や、ち
ょっと無気味な、人の顔をし
た魚と音声で会話できる「シー
マン」などが話題を集めてい
る。(Nihongo Jyanaaru Edisi 4,
2000:66)
o
X
5 一口お菓子といっても、まん
じゅう、団子、せんべい、駄
菓子、スナック菓子、チョコ
レートーなど、いろいろな種
類がある。その中には、何百
年も前から日本にあるものも
あるし、外国から入ったのが
変化して日本独特のお菓子に
なったものもある。最近日本
で発展したものもある。日本
におけるお菓子の歴史や最近
ヒットしたお菓子も見なが
ら、お菓子の世界をのぞいて
み よ う 。 (Nihongo Jyaanaru
Edisi 1, 1996:85)
o
X
Universitas Sumatera Utara
74
Berdasarkan tabel 1. Di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada satupun kalimat
yang menggunakan kata saikin dapat diganti dengan kata konogoro. Pada cuplikan
(1), (2) dan (3) kata saikin tidak dapat diganti dengan kata konogoro. Karena kalimat
tersebut menjelaskan tentang menunjukkan waktu tren aktivitas saat ini. Kalimat (4)
dan (5) menunjukkan kata saikin terhadap perkembangan situasi.
Tabel 2. Pemakaian Advebia Konogoro
No Cuplikan Saikin Konogoro
1 スジンダ:じゃ、
きっとバンコクに
は住めないと思い
ます。バンコクは
このごろすごくう
るさくなってしま
いました。車の騒
音がすごいんで
す。だから宇都宮
は本当に静かだな
と思います。
(Minna no Nihongo
Chuukyuu I,
2001:166-167)
o
x
Universitas Sumatera Utara
75
2 A :彼女、こ
のごろ、急に女ら
しくなったね。
B :彼氏がで
きたみたいだよ。
(Nihongo Sou
Matome N3, 18)
o x
3 彼はアルバイトが
忙しいので、この
ごろ授業に出た
り、出なかったり
しています。
(Minna no Nihongo
Chuukyuu I,
2001:168)
o X
4 夫 :このごろ
の若い人は、つき
あいがスマートだ
って、よくいう
o x
Universitas Sumatera Utara
76
ね。
妻 :そうね。
(Nihongo Jyaanaru
Edisi 1 1996:42-43)
5 B : そうですね。
このごろはすぐ本
を絶版にしてしま
うんですね。
A: 倉庫の費用が
高いから、本をし
まっておくのがた
いへんなんだそう
で す 。 (Nihongo
Jyaanaru Edisi 4,
2000:22)
o
o
Berdasarkan pada tabel 2. di atas, dapat diketahui bahwa tidak semua kalimat
yang menggunakan kata konogoro dapat diganti dengan kata saikin. Pada cuplikan
kalimat (1) fungsinya menunjukkan akhir-akhir ini yang menunjukkan perkiraan ke
masa depan, berdasarkan pada pengalaman dari masa lalu sampai sekarang ini.
Kalimat (2), (3) dan (4) Konogoro yang menunjukkan perkembangan situasi
berdasarkan pengalaman dari dulu sampai sekarang.
Universitas Sumatera Utara
77
Sedangkan kata konogoro pada cuplikan kalimat (5) dapat diganti dengan saikin.
Kalimat (5) berbunyi :
そうですね。このごろはすぐ本を絶版にしてしまうんですね。 ‘itu benar.
Akhir-akhir ini, buku-buku dari cetak segera keluar’. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa kalimat ini bermakna akhir-akhir ini yang fungsinya menunjukkan tren
menggunakan buku elekronik di masa sekarang ini.
Apabila kata konogoro diganti dengan saikin maka menjadi :
そうですね。最近はすぐ本を絶版にしてしまうんですね。‘itu benar. Akhir-
akhir ini, buku-buku dari cetak segera keluar’. Maka makna akhir-akhir ini dalam
kalimat ini berfungsi menunjukkan akhir-akhir ini yang waktunya paling dekat dari
sekarang. Menggunakan buku elekronik telah menjadi tren di masa sekarang ini.
Universitas Sumatera Utara
78
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
3. Adverbia atau kata keterangan merupakan kelas kata yang dalam bahasa Jepang
disebut dengan Fukushi (副詞). Fukushi memiliki ciri-ciri dapat berdiri sendiri,
tidak mengenal konjugasi (perubahan), tidak menjadi subjek, tidak menjadi
predikat, dan tidak menjadi objek menerangkan doushi, keiyoushi, dan
menerangkan fukushi lagi.
4. Fukushi (kata keterangan) terbagi kedalam 3 jenis, yaitu Jyoutai no Fukushi (状態
の副詞), Teido no Fukushi (程度の副詞),dan Chinjutsu no Fukushi (陳述の副
詞). Dalam hal ini saikin dan konogoro termasuk kedalam Teido no Fukushi.
5. Kata saikin dan konogoro keduanya termasuk kata yang bersinonim karena
memiliki makna yang sama yaitu “akhir-akhir ini”. Akan tetapi walaupun
maknanya sama, pemakaian dari kedua kata tersebut dalam kalimat berbeda,
tergantung pada nuansa makna dan konteks kalimatnya. Sehingga kata saikin dan
konogoro belum tentu dapat salinng menggantikan kedudukannya dalam sebuah
kalimat. Artinya ada yang bisa dan ada yang tidak bisa saling menggantikan.
6. Kata saikin bermakna akhir-akhir ini yang memiliki arti menunjukkan suatu waktu
yang dekat dengan saat ini. Jarak waktu antara yang sebelumnya dengan sekarang
Universitas Sumatera Utara
79
hanya sedikit. Masa lampau yang paling dekat dengan masa sekarang. Antara dari
dulu tidak begitu lama sampai sekarang. Saikin adalah masa lampau menuju
sekarang yang waktunya lebih singkat dibandingkan konogoro. Misalnya 「最近、
あの人、結婚し買ったの」“akhir-akhir ini orang itu menikah”. Saikin waktu
yang paling dekat dengan sekarang yang banyak digunakan dalam bahasa tulisan
maupun lisan yang sedikit keras. saikin tidak bisa berpindah ke konogoro.
Sinonimnya adalah konogoro.
7. Kata konogoro memiliki arti bahasa yang samar-samar, termasuk jangka waktu
sekarang dari agak dulu. Waktu yang terhubung dari dahulu sampai sekarang.
Dalam waktu dekat atau waktu sekarang dan saat yang tepat. Masa lampau yang
paling dekat dengan masa sekarang. Hanya mengandung perkiraan ke masa depan
berdasarkan pada pengalaman dari masa lalu sampai sekarang ini. Bahasa sehari-
hari yang digunakan dalam hal diambil kondisi, situasi, perkembangan situasi,
trend dan lain-lain yang berlanjut ke masa depan. Konogoro memilikiwaktu dari
dulu sampai sekarang yang lebih lama dibandingkan saikin. Sinonimnya adalah
saikin.
8. Berdasarkan seluruh kalimat yang diperoleh dari jurnal Nihongo Jyanaaru, buku
Minna no Nihongo, dan So-Matome, kata saikin yang paling sering dipakai dan
digunakan dalam kalimat. Karena kata saikin memiliki nuansa makna akhir-akhir
ini yang sesaat berada di masa lampau waktunya lebih singkat dan menunjukkan
tren atau perkembangan situasi saat ini. Selain itu tidak ada kata saikin yang dapat
diganti dengan konogoro. Sedangkan ada satu kata konogoro yang dapat diganti
Universitas Sumatera Utara
80
dengan saikin. Contohnya pada kalimat そうですね。このごろはすぐ本を絶版
にしてしまうんですね。 ‘itu benar. Akhir-akhir ini, buku-buku dari cetak
segera keluar’. Tetapi nuansanya menjadi berbeda. Karenanya kata ini
menyangkut waktu yang berada dilampau sehingga jarang digunakan dalam koran
ataupun majalah yang membahas hal sekarang ini.
4.2 Saran
Melalui penulisan ini, diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih
memahami mengenai makna kata saikin dan konogoro, serta lebih berhati-hati dalam
menggunakan kedua kata tersebut ataupun kata-kata bersinonim lainnya yang
memiliki kemiripan makna dalam kalimat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
penginterpretasikan maknanya.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum (Cetakan Pertama). Jakarta: Rineka Cipta
2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III. Jakarta: Balai Pustaka
2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 2 (Pemahaman Ilmu Makna). Bandung:
Refika
Haruhiko, Kindaichi. 1978. Gakken Kokugo Daijiten. Tokyo. Gakushuu Kenkyuusha.
Co. Ltd
Izuhara, Shoji. 1998. Nihongo Ruigigo. Tokyo: KENKYUSHA
Izuru,Shinmuru. 1955. Hirojisho. Tokyo: Gansha Shoten
Kenji, Matsura. 2005. Kamus Jepang-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Keraf, Gorys. 2006:Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Universitas Sumatera Utara
Mulya, Komara. 2013. Fukushi Bahasa Jepang Edisi Pertama. Yogyakarta: graha
Ilmu
Nihongo Jyaanaru edisi 1. 1996. Tokyo: Aruku
Nihongo Jyaanaru edisi 4. 2000.Tokyo: Aruku
Novianti, Puti. 2015. Analisis Makna dan Pemakaian Nomina Shourai dan Mirai
dalam Kalimat Bahasa Jepang. 2015. USU
Noriko, Matumoto dan Sasaki Hitoko. 2010. Nihongo So-Matome N3 (Grammar)
Tokyo: ASK Publishing
Pangaribuan, Tagor. 2008. Paradigma Bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu
Parera, Daniel. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga
Sanshoumedou. 1988. Daijirin. Japan: Sanseido Co.,Ltd
Situmorang, Hamzon.2010. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press
Sutedi, Dedi.2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Edisi Pertama).
Bandung: Humaniora Utama Press
Tono Yukio, Dkk. 2013. A Frequency Dictionary of Japanese. New York: Routledge
Verhaar,J.W. M. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Yone, Tanaka, Dkk. 2001. Minna no Nihongo Chuukyuu I. Tokyo: Three A Network
Universitas Sumatera Utara
Dictionary.goo.ne,jp)
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ANALISIS MAKNA DAN PEMAKAIAN ADVERBIA SAIKIN DAN
KONOGORO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG
Bahasa Jepang tidak terpisah dari bab, pengucapan dan lain-lain yang
memiliki arti. Kata pepatah memiliki susunan kalimat bermacam-macam cara
penggunaan tulisan dalam susunan kalimat lagi. Segala tulisan dalam susunan kalimat
saling berhubungan , arti pada lawan bicara menjadi susunan kalimat yang bisa
dimengerti.
Yang disebut semantik adalah meneliti arti dalam bidang ilmu linguistik.
Penelitian semantik adalah yaitu makna kata, relasi kata, makna frasa dan makna
kalimat. Skripsi yang berjudul analisis sinonim makna dan pemakaian saikin dan
konogoro dalam kalimat bahasa Jepang berdiskusi mengenai makna dan pemakaian.
Kedua kosakata itu adalah jenis kosakata yang masing-masing memiliki kesamaan di
dalam bahasa Jepang. Yaitu artinya (akhir-akhir ini). Tetapi, kosakata yang ada
sinonim di dalam semantik artinya tidak sama persis. Di dalam masing-masing itu
ada makna nuansa. Selain itu, kosakata keduanya dianalisis juga makna
mengeluarkan suara sebagai hasil hubungan di antara teks dan pengucapan yaitu cara
teks. Oleh karena itu, di dalam kalimat yang ada keduanya mungkin tidak bisa saling
bertukar tempat. Itu ada situasi dapat berubah tempat dan situasi yang tidak dapat
berubah tempat juga.
Penulisan skripsi ini menganalisis kalimat yang menggunakan saikin dan
konogoro yang masing-masing 5 buah. Untuk semua kalimat penelitian ini diambil
Universitas Sumatera Utara
yang seadanya beberapa dari jurnal dan buku bahasa Jepang., 4 buah kalimat dari
jurnal bahasa Jepang tahun 1996 edisi 1, 3 buah kalimat dari jurnal bahasa Jepang
tahun 2000 edisi 4, 2 buah kalimat dari Minna no Nihongo Chuukyuu I dan ada 1
buah kalimat dari Sou Matome N3. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui makna
dan pemakaian saikin dan konogoro. Selain itu, untuk mengetahui perbedaan kata
keterangan saikin dan konogoro di dalam kalimat bahasa Jepang. Untuk itu, cara
mendeskripsikannya disebut cara melakukan penjelasan makna saikin dan konogoro
berdasarkan beberapa teori linguistik.Selanjutnya, mencoba menganalisis apakah
masing-masing berubah posisi atau tidak di dalam kalimat dari (teks kalimat)
semantik.
Umumnya, tidak begitu bisa berubah saikin dan konogoro. Konogoro kadang-
kadang bisa berubah ke saikin. Tetapi, makna nuansanya bisa berbeda. Ada situasi
bisa berpindah tempat, ada juga situasi tidak bisa berpindah tempat. Saikin adalah
memiliki arti yang dekat/hampir sama dengan saat ini, suatu seketika. Masa lalu yang
paling dekat dengan sekarang. Waktu yang dari sedikit lalu sampai sekarang. Sedikit
ke yang lalu. Akhir-akhir ini. saikin memiliki arti waktunya lebih pendek daripada
konogoro. Saikin menunjukkan perkembangan situasi dan tren. Saikin waktu yang
paling dekat dari sekarang yang menggunakan bahasa tulisan dan bahasa lisan yang
sedikit keras.
Konogoro adalah memiliki arti samar yang kisaran waktunya antara beberapa
waktu yang lampau hingga saat ini. Hanya mengandung perkiraan ke masa depan,
berdasarkan pada pengalaman dari masa lalu sampai sekarang ini, bahasa sehari-hari
yang digunakan dalam hal ini diambil kondisi, situasi, perkembangan situasi, trend
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain berlanjut ke masa depan. Karena menunjuk ke waktu samar-samar, lebih
disukai penggunaannya dalam percakapan, dan menjadi suatu ungkapan yang halus,
suatu kata yang subjektivitasnya tinggi dan memfokuskan terhadap hal yang terjadi di
dekat diri sendiri. Menunjukkan masa depan, tren dan perkembangan situasi
berdasarkan pengalaman dari dulu sampai sekarang. Konogoro waktunya lebih
panjang daripada saikin.
Sesuai hasil yang diterima dari dari Nihongo Jyaanaru, Minna no Nihongo
Chuukyuu I dan Sou Matome N3, saikin adalah sering digunakan di dalam kalimat.
Karena memiliki makna nuansa waktu yang paling dekat dari sekarang yang menjadi
trend dan perkembangan situasi. Tetapi, konogorotidak begitu digunakan, ada di
nuansa yang waktunya panjang, konogoro menunjukkan waktu dari dulu sampai
sekarang. Oleh karena itu, makna ini tidak begitu digunakan di dalam jurnal dan surat
kabar.
Universitas Sumatera Utara
要旨よ う し
日本語の文章における「最近」と「このごろ」の
使い方と意味の分析
言語は意味をもっている発音や章から離れていない。名言後がそれぞ
れの文章構造を、また文の成分もそれぞれの使い方をもっている。あらゆる
成分が互いに関係し合い、話し相手に意味が理解できる文章を構成するよう
になる。
意味論というのは言語学における意味を研究している。意味の研究対
象はすなわち、語の意味、語の意味関係、区の意味、文の意味である。この
日本語の文章における「最近」と「このごろ」の意味と類語の分析という題
名の論文は使い方と意味に関して討議する。その二つの言葉は日本語での類
義をもっている一つの言葉の類である。辞書的にその二つの言葉が類義を持
っており、すなわち、「akhir-akhir ini」の意味である。し
かし、意味論で類義語がある二つの言葉には意味がどうようではない。その
一つの中で意味のニュアンスのことである。その上、その二つの言葉はテキ
スト的な意味すなわち発音とテキストの間に関係の結果として発生する意味
も分析される。だから、ある文章には二つとも互いに置き換えることができ
ないかもしれない。それは置き換えられる場合もあり、置き換えられない場
合もある。
この論文の書いたのはそれぞれの五つの「最近」と「このごろ」を用い
ている文章を分析していた。この研究のための全文章はいくつかのジャーナ
ルや日本語の本などか手当たり次第に取られ、第1版の1996年の日本語
Universitas Sumatera Utara
ジャーナルから四文、だい4版の2000年の日本語ジャーナルから三文、
第12課のみんなの日本語の中級からは二文あり、日本語総まとめN3から
一文ある。論文を書く目的は、副詞の「最近」と「このごろ」の意味と使い
方を知るためである。その他日本語の文章に副詞の「最近」と「このごろ」の
相違と知るためである。そのために、デスクリテイフ方法というのはいくつ
か日本言語学理論に基いて、「最近」と「このごろ」の意味を解説のし方だとい
うことである。今後、意味論「文のテキスト」から文の中に位置を互いに換
えるかどうかを分析されてみた。
一般的に、「最近」と「このごろ」はあまり変わることができない。「こ
のごろ」は「最近」に時々変わることができる。しかし、意味のニュアンスが
違うようになった。置き換えられる場合があり、置き換えられない場合もあ
る。「最近」は現在にごく近い、ある時。少し以前から現在までの時。現在
にいちばん近い過去。少し前から今までの間。ちょっと前。ちかごろ。「最
近」は「このごろ」より時間が短いという意味をもっている。「最近」は動向
とか情勢とか示す。「最近」は文章語や少し硬い話し言葉で表す今からもっと
も近い時間である。
「このごろ」は少し以前から現在を含めた期間を漠然とさす語。現在
に最も近い過去の、ある漠然とした期間。未来へと継続していく状態・状
況・情勢・傾向・趨勢・動向などをとらえる場合に使われる日常語。漠然と
しているので、会話で愛用され、柔らかな表現になるが、自分の身近で起こ
っていることを中心にする主観性の強い言葉。「このごろ」はただ未来への
予測を含み、過去から現在までの経験をふまえて、動向や情勢を示す。「こ
のごろ」は「最近」より時間が長い。
日本語ジャーナルやみんなの日本語中級Iや日本語総まとめN2から
もらった結果のとおりに、「最近」は文章に用いがちである。動向や情勢にな
Universitas Sumatera Utara
った今から最も近い時間とのニュアンスの意味をもっているからである。だ
が、「このごろ」にはあまり使わなく、長い時間のニュアンスで、「このご
ろ」は近い過去から現在まで漠然とした時間を示す。だから、この意味は新
聞やジャーナルなどであまり使わない。
Universitas Sumatera Utara