analisis novel bumi manusia karya pramoedya ananta …

13
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA | 31 ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN KAJIAN FEMINISME Ira Rahayu, S.Pd., M.Pd. Tri Pujiatna, S.Pd., M.Pd. Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati Cirebon ABSTRAK Ditinjau dari segi penikmatnya, karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Keistimewaan sebuah karya sastra yakni terdapat berbagai sifat yang dapat dikaji dengan sebuah teori, salah satunya yaitu teori feminisme. Kajian feminisme muncul akibat adanya dorongan kaum perempuan yang ingin menyetarakan hak antara pria dan perempuan yang selama ini seolah-olah perempuan tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan dalam hidup. Perempuan merasa terkekang karena superioritas laki-laki dan perempuan hanya dianggap sebagai “bumbu penyedap” dalam hidup laki-laki. Adanya pemikiran tersebut tampaknya sudah membudaya sehingga perempuan harus berjuang keras untuk menunjukkan eksistensi dirinya di mata dunia. Adapun judul penelitian yang kami susun berjudul “Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer dengan Kajian Feminisme” Kata Kunci : Kajian Feminisme, Feminisme, Novel Bumi Manusia

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

31

ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

DENGAN KAJIAN FEMINISME

Ira Rahayu, S.Pd., M.Pd.

Tri Pujiatna, S.Pd., M.Pd.

Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati Cirebon

ABSTRAK

Ditinjau dari segi penikmatnya, karya sastra merupakan bayang-bayang

realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan

dalam kehidupan. Keistimewaan sebuah karya sastra yakni terdapat berbagai sifat

yang dapat dikaji dengan sebuah teori, salah satunya yaitu teori feminisme.

Kajian feminisme muncul akibat adanya dorongan kaum perempuan yang

ingin menyetarakan hak antara pria dan perempuan yang selama ini seolah-olah

perempuan tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan dalam

hidup. Perempuan merasa terkekang karena superioritas laki-laki dan perempuan

hanya dianggap sebagai “bumbu penyedap” dalam hidup laki-laki. Adanya pemikiran

tersebut tampaknya sudah membudaya sehingga perempuan harus berjuang keras

untuk menunjukkan eksistensi dirinya di mata dunia. Adapun judul penelitian yang

kami susun berjudul “Analisis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

dengan Kajian Feminisme”

Kata Kunci : Kajian Feminisme, Feminisme, Novel Bumi Manusia

Page 2: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

32

A. PENDAHULUAN

Manusia pada hakikatnya

diciptakan oleh yang Maha Kuasa terbagi

menjadi dua jenis yaitu perempuan dan

laki-laki. Kaum pria/laki-laki selalu

mempunyai peran sentral dalam keluarga

maupun dalam pekerjaan dan kehidupan

bermasyarakat, sedangkan perempuan

selalu berada di lapis kedua: mengurus

keluarga, memasak, mengurus rumah

tangga, mengurus anak. Sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, masa

itu pun berubah. Terjadi pergeseran

paradigma, perempuan yang dulu hanya

ditempatkan di bagian belakang, kini

mempunyai peran yang sama dengan

kaum pria. Mereka bisa menjadi

pemimpin dan mempunyai hak dan peran

yang sama dengan pria tanpa mengubah

kodratnya sebagai seorang perempuan.

Bagaimana tokoh perempuan di

dalam karya sastra? Tentu saja peran

tokoh perempuan sangat berpengaruh

terhadap jalannya cerita dalam sebuah

karya sastra. Peran perempuan tidak

hanya sebagai tokoh pelengkap, tetapi

bisa saja sebagai tokoh sentral yang

mengatur penceritaan di dalam cerita

yang dibawakan oleh pengarang. Tokoh

perempuan dalam novel Bumi Manusia

pun menarik untuk dianalisis. Tokoh yang

pertama yaitu Nyai Ontosoroh (Sanikem).

Nyai Ontosoroh merupakan gambaran

perempuan awal abad 20 yang berpikiran

modern, karena memperoleh didikkan

dari suaminya yang berkebangsaan

Belanda dan gemar membaca berbagai

buku dan surat kabar, Nyai Ontosoroh

yang tadinya hanya seorang gundik yang

tak memiliki hak (sama halnya seperti

budak) tumbuh menjadi perempuan yang

mandiri, berani mengemukakan pendapat,

berani melawan ketidakadilan yang

menimpa dirinya. Nyai Ontosoroh

merupakan tokoh yang istimewa, ia

mampu mengubah kemalangan hidupnya

yang tadinya hanya seorang gundik

namun kemudian bertumbuh menjadi

wanita yang terpandang, bermartabat,

berwawasan, dan berkarakter.

Tidak hanya Nyai Ontosoroh

dalam novel Bumi Manusia ada juga

tokoh Annelis Mellema yang merupakan

simbol perempuan cantik luar biasa,

namun lemah dan teraniaya. Tokoh

Bunda Minke, gambaran perempuan Jawa

yang sangat menjunjung tinggi norma

budaya, bunda juga merupakan karakter

ibu yang ideal, bijaksana, mampu

memposisikan dirinya sebagai ibu

maupun sebagai istri. Selain itu, ada juga

tokoh Minem, Minem merupakan figur

perempuan centil, hanya bisa

mengandalkan kecantikannya untuk

memperdaya lelaki, pemalas, lebih suka

bersolek daripada bekerja, tidak bermoral.

Karakter tokoh perempuan dalam novel

Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta

Toer, menarik untuk dikaji dari berbagai

perspektif.

B. KAJIAN TEORI

B.1 FEMINISME

Feminisme merupakan gerakan

perjuangan para kaum hawa untuk

mendapatkan kesetaraan dan persamaan

derajat dengan para laki-laki. Inti dari

gerakan feminisme adalah bagaimana

cara meningkatkan status perempuan

melalui tema-tema seperti kesetaraan

gender dan emansipasi wanita.

Feminisme digambarkan sebagai bentuk

pemberontakan kepada kaum laki-laki.

Humm (2007: 157-158) feminisme

Page 3: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

33

menggabungkan doktrin persamaan hak

bagi perempuan yang menjadi gerakan

yang terorganisasi untuk mencapai hak

asasi perempuan dengan sebuah

ideologi transformasi sosial yang

bertujuan untuk menciptakan dunia

bagi perempuan. Upaya melawan pranata

sosial sebagai institusi rumah tangga

untuk perkawinan maupun upaya wanita

untuk mengakhiri kodratnya.

Secara umum feminisme adalah

pembebasan wanita karena yang melekat

dalam semua pendekatannya adalah

keyakinan bahwa wanita mengalami

ketidakadilan karena jenis kelamin. Kaum

perempuan melalui gerakan feminis dan

teori feminis menuntut agar kesadaran

kultural yang selalu memarginalkan

wanita dapat diubah sehingga

keseimbangan yang terjadi adalah

keseimbangan yang dinamis.

Feminisme lahir untuk mengakhiri

dominasi laki-laki terhadap kaum

perempuan. “Menurut Abrams

Feminisme sebagai aliran pemikiran dan

gerakan berawal dari kelahiran era

Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh

Lady Mary Wortley Montagu dan

Marquis de Condorcet. Perkumpulan

masyarakat ilmiah untuk perempuan

pertama kali didirikan di Middelburg,

sebuah kota di selatan Belanda pada

tahun 1785. Menjelang abad ke-19,

feminisme lahir menjadi gerakan yang

cukup mendapatkan perhatian dari para

perempuan kulit putih di Eropa.

Perempuan di negara-negara penjajah

Eropa memperjuangkan apa yang

mereka sebut sebagai universal

sisterhood (Arivia, 2006: 18-19).”

Feminisme, di samping sebagai

gerakan kultural juga dianggap sebagai

salah satu teori sastra. Teori-teori feminis,

sebagai alat kaum perempuan untuk

memperjuangkan hak-haknya, yang erat

kaitannya dengan konflik ras, khususnya

konflik gender. Artinya, antara konflik

kelas dengan feminisme memiliki asumsi-

asumsi yang sejajar, mendekonstruksi

sistem dominasi dan hegemoni,

pertentangan antara kelompok yang

lemah dengan kelompok yang dianggap

lebih kuat (Ratna, 2006: 186).

B.1 Sasaran Kajian Feminisme

Tujuan utama kajian sastra feminis

adalah menganalisis relasi gender, situasi

ketika perempuan berada dalam

dominasi laki-laki. Dalam pengertian

yang paling luas, feminis adalah gerakan

kaum perempuan untuk menolak segala

sesuatu yang dimarginalisasikan,

disubordinasikan, dan direndahkan oleh

kebudayaan dominan, baik dalam bidang

politik dan ekonomi, maupun kehidupan

sosial pada umumnya (Ratna, 2004: 184).

Djajanegara (2000: 4) inti tujuan

feminisme adalah meningkatkan

kedudukan dan derajat perempuan

agar sama atau sejajar dengan kedudukan

serta derajat laki-laki. Perjuangan serta

usaha feminisme untuk mencapai tujuan

ini mencakup berbagai cara. Salah satu

caranya adalah memperoleh hak dan

peluang yang sama dengan yang dimiliki

laki-laki.

Peran dan kedudukan perempuan

tersebut akan menjadi sentral pembahasan

kajian sastra.

“Endraswara (2008: 148) terdapat

lima sasaran penting dalam analisis

feminisme sastra, (1) mengungkap karya-

karya penulis wanita masa lalu dan masa

kini agar jelas citra wanita yang merasa

Page 4: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

34

ditekan oleh tradisi; (2) mengungkap

berbagai tekanan pada tokoh wanita

dalam karya yang ditulis oleh pengarang

pria; (3) mengungkap ideologi pengarang

wanita dan pria, bagaimana mereka

memandang diri sendiri dalam kehidupan

nyata; (4) mengkaji dari aspek ginokritik,

yakni memahami bagaimana proses

kreatif kaum feminis; dan (5)

mengungkap aspek psikoanalisis feminis,

yaitu mengapa wanita, baik tokoh

maupun pengarang, lebih suka pada hal-

hal yang halus, emosional, penuh kasih

sayang, dan sebagainya.”

Berdasarkan beberapa pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa kritik

sastra feminis adalah memperjuangkan

hak-hak perempuan di semua aspek

kehidupan dengan tujuan agar kaum

perempuan mendapatkan kedudukan yang

sederajat dengan kaum laki-laki.

B.2 Bumi Manusia

Novel Bumi Manusia menceritakan

tentang seorang keturunan Jawa, Minke,

yang sering diperolok-olok kaum totok

Belanda karena kulitnya. Pram

memberikan karakter Minke sebagai

manusia pribumi yang terpelajar, melawan

penindasan terhadap dirinya, terhadap

orang lain dan terhadap bangsanya. Minke

bersekolah di HBS (Hogere Burger

School) yaitu sekolah yang setara SMA

yang tidak semua kaum pribumi bisa

bersekolah sampai sejauh itu. Hanya

keturunan minimal ningrat yang boleh

bersekolah di HBS. Minke anak dari

bupati kota B (disebutkan dalam

novelnya) karena itulah dia dapat

bersekolah di HBS. Hidup di tengah-

tengah pergaulan Eropa menjadikan

pandangan Minke menjadi pengagung

Eropa. Dia melupakan tradisi dan adat

Jawanya. Hal tersebut sempat membuat

geram ayahnya yang merupakan Bupati B

sementara ibunda mendukung anaknya

Minke agar melaksanakan apa yang ia

cita-citakan. Di sini Minke mengalami

pencarian jati dirinya, seorang pribumi

tapi pengagung Eropa.

Robert Surhof teman sekaligus

akan menjadi lawan, teman yang memiliki

niat picik, serakah dan ingin mendapatkan

apapun yang dia inginkan dengan

menghalalkan segala cara. Suatu hari

Robert Surhof mengajak Minke

berkunjung ke Wonokromo, sebuah

perkebunan tebu dan perusahaan

perdagangan, peternakan milik Nyai

Ontosoroh (Nyai adalah sebutan bagi

gundik-gundik kompeni). Perkebunan

yang begitu luas dengan rumah yang bagai

istana. Pertemuan pertama Minke dengan

Annelies (putri dari Nyai Ontosoroh)

menjadi poin penting dalam novel ini.

Kisah Cinta pada pandangan pertama

digambarkan oleh Pram begitu romantis.

Annelies dideskripsikan oleh Pram

sebagai Gadis Indo-Belanda yang

memiliki paras yang sangat elok, bertubuh

langsing, berambut pirang dan lurus,

dikatakan bahwa kecantikannya melebihi

Ratu Wilhemnia (Ratu Belanda).

Walaupun taraf pendidikan Annelies tidak

sampai HBS akan tetapi dia memiliki

pesona luar biasa lainnya, yaitu di usia

yang masih belia dia mampu mengurusi

perkebunan dan peternakan dan membantu

ibunya menjalankan perusahaan, karena

ayahnya, Mellema, kelakuannya berubah

180 derajat yang dikatakan akibat

pengaruh hobinya pelesiran dan mabuk-

mabukan pada saat itu.

Page 5: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

35

Pertemuan pertama antara Minke

dan Annelies telah menimbulkan benih

cinta di antara keduanya. Minke

terpandang, terpelajar, dan pintar dalam

berbahasa Belanda serta Prancis membuat

Nyai Ontosoroh kagum dan tak ragu

menyetujui jika mereka berhubungan.

Namun, masalah lain timbul, Robert

Surhof yang ternyata temannya memang

mengincar Annelies sejak lama. Robert

berteman lama dengan kakak kandung

Annelies, Robert Mellema, tentunya

Surhof memandang Annelies secara

nafsu. Berbagai siasat ditempuh Surhof

untuk menjauhkan Minke dari Annelies.

Suatu hari, Annelies jatuh sakit karena

memikirkan sang pangerannya, Minke,

karena Minke pernah berucap janji

kepada Annelies pada kunjungan yang

pertamanya bahwa dia akan menemuinya

lagi beberapa hari ke depan. Namun,

sudah berminggu-minggu Minke tidak

berkunjung ke kediaman Nyai Ontosoroh.

Nyai menyuruh salah seorang

pekerjanya mengirimkan surat kepada

Minke lalu menjemput Minke untuk

bersedia tinggal di kediamannya. Begitu

besar kisah cinta yang digambarkan

antara Minke dengan Annelies sehingga

akhirnya mereka menikah walaupun

banyak pertentangan dari orang tua

Minke yang tidak menyetujui ia menikah

dengan seorang keturunan Belanda.

Namun, yang menarik, Pram menyajikan

novel selalu di luar dugaan, ketika

kondisi pembaca tengah asik dan

memiliki perasaan senang tiba-tiba Pram

membalikkan kondisi tersebut menjadi

terbalik. Kisah cinta antara Minke dan

Annelies mengalami sesuatu yang sangat

memilukan, yaitu karena Annelies anak

dari seorang gundik yang bernama Nyai

Ontosoroh. Perkawinan antara Nyai

Ontosoroh dengan Robert Mellema tidak

diakui Pengadilan Tinggi Belanda.

Begitupun dengan pernikahan Minke dan

Annelies tidak diakui di Pengadilan

Belanda karena tidak ada izin orang tua

yang sah dari Annelies. Hak asuh

Annelies diberikan kepada ibu tirinya di

Belanda.

Akhirnya secara terpaksa Annelies

harus angkat kaki dari dan pergi ke

Belanda. Mendengar kabar tersebut

Annelies kembali jatuh sakit.

Kekecewaan yang mendalam dirasakan

Annelies. Dia akan kehilangan cintanya,

ibunya dan semua kenangan-kenangan

dari masa kecilnya. Sementara Minke dan

Nyai Ontosoroh tidak tinggal diam

melawan ketidakadilan pengadilan putih

Belanda, Minke dengan kemahiran

menulis pengaduan di berbagai media

cetak telah menyalakan api para

pembacanya. Pendukung Minke tidak

hanya sekadar para kerabat-kerabatnya,

kini seluruh masyarakat di Wonokromo

dan Madura ikut protes terhadap

ketidakadilan Belanda. Hal tersebut

mengubah semua pemikiran Minke yang

semula pengagum Belanda kini

merasakan ketidakadilan, penjajahan,

diskriminasi Belanda terhadap Pribumi.

C. TEMUAN

C.1 Bentuk Feminisme dalam Tokoh

Nyai Ontosoroh

Feminisme khususnya dengan

segala permasalahan mengenai wanita,

pada umumnya dikaitkan dengan

emansipasi. Kaum wanita menuntut

persamaan hak dengan laki- laki, seperti

halnya pekerjaan wanita yang selalu

dikaitkan dengan memelihara, sedangkan

Page 6: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

36

laki-laki dikaitkan dengan bekerja.

Feminisme yang sekarang cenderung

digambarkan sebagai bentuk

pemberontakan kepada kaum laki-laki.

Upaya melawan pranata sosial sebagai

institusi rumah tangga untuk perkawinan

maupun upaya wanita untuk mengakhiri

kodratnya. Hal tersebut merupakan

anggapan yang salah karena feminisme

merupakan upaya untuk mengakhiri

penindasan dan eksploitasi wanita (Fakih,

2008: 78-79). Secara umum feminisme

adalah pembebasan wanita karena yang

melekat dalam semua pendekatannya

adalah keyakinan bahwa wanita

mengalami ketidakadilan karena jenis

kelamin.

Novel Bumi Manusia banyak

mengusung nilai-nilai feminisme, bentuk

feminisme tersebut dapat terlihat dalam

kutipan-kutipan di bawah ini.

“Nyai Ontosoroh pergi lagi melalui

pintu belakang, aku masih

terpesona melihat seorang wanita

pribumi bukan saja bicara bahasa

Belanda, begitu baik, lebih karena

tidak mempunyai suatu kompleks

terhadap tamu pria. Di mana lagi

bisa ditemukan wanita semacam

dia? Apa sekolahnya dulu? Dan

mengapa hanya seorang Nyai,

seorang gundik? Siapa pula yang

telah mendidiknya jadi begitu bebas

seperti wanita Eropa”? (Bumi

Manusia, 34)

Tokoh Nyai Ontosoroh seorang

wanita pribumi, gundik yang dapat bicara

bahasa Belanda begitu baik, tidak

memiliki kompleks terhadap tamu pria.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan

keadaan perempuan pribumi pada saat itu.

Wanita pribumi saat itu (awal abad ke 19)

hanya sedikit sekali yang dapat

mengenyam pendidikan, yang

mengenyam pendidikan hanya

perempuan dari golongan priyayi saja.

Nyai Ontosoroh pun merupakan

gambaran perempuan modern, yang

keluar dari peodalisme sikap perempuan

Pribumi pada umumnya yang kaku,

segan, dan sungkan berbicara dengan

tamu pria. Nyai Ontosoroh sangat

berbeda, ia nampak sangat ramah,

terbuka, dan seperti perempuan Eropa

terpelajar.

Sebagai ibu, Nyai Ontosoroh figur

yang baik, halus, bijaksana, dan terbuka.

Hal ini dapat dilihat saat Annelis

mengadu padanya bahwa Minke

memujinya cantik. Nyai Ontosoroh tidak

marah, malah membenarkan pujian

Minke. Nyai Ontosoroh secara terbuka

bertanya pada Minke apa yang harus

dikatakan perempuan saat dipuji. Sikap

Nyai Ontosoroh menggambarkan aspek

feminisme. Perempuan harus

menonjolkan sisi keperempuannya,

terutama saat menjalani perannya sebagai

ibu. Ia harus bersikap halus dan

bijaksana, sedangkan sebagai perempuan

dapat berpikir terbuka.

“Aku tunggu-tunggu meledaknya

kemarahan Nyai karena puji-pujian

itu. Tapi ia tidak marah. Tepat

seperti Bunda, yang tidak pernah

marah padaku. Terdengar

peringatan pada kuping batinku:

awas jangan samakan dia dengan

Bunda. Dia hanya seorang nyai-

nyai, tidak mengenal perkawinan

syah, melahirkan anak-anak tidak

Page 7: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

37

syah, sejenis manusia dengan kadar

kesusilaan rendah, menjual

kehormatan untuk kehidupan

senang dan mewah…. Dan tidak

dapat aku katakan dia bodoh.

Bahasa Belandanya cukup fasih,

baik dan beradab; sikapnya pada

anaknya halus dan bijaksana, dan

terbuka, tidak seperti ibu-ibu

pribumi; tingkah lakunya tak beda

dengan wanita Eropa terelajar. Ia

seperti seorang guru dari aliran

baru yang bijaksana itu. Beberapa

guruku yang keranjingan kata

modern sering mengedepankan

contoh tentang manusia jaman

modern ini mungkinkah Nyai

mereka masukan ke dalam

daftarnya?” (Bumi Manusia, 38)

Dari perbincangan antara Annelies

dan Minke diketahui bahwa Nyai

Ontosoroh melakukan semua pekerjaan

kantor, mengurus administrasi, buku

dagang, surat-menyurat bank. Sungguh

hal yang luar biasa yang bisa dilakukan

oleh seorang perempuan Pribumi, yang

tidak pernah bersekolah.

“Apa pekerjaanmu sesungguhnya?”

“Semua, kecuali pekerjaan kantor.

Mama sendiri yang lakukan itu.”

Jadi Nyai Ontosoroh melakukan

pekerjaan kantor. Pekerjaan kantor

macam apa yang dia bisa?

“Administrasi?” tanyaku mencoba-

coba.

“Semua. Buku, dagang, surat-

menyurat, bank.. (Bumi Manusia, 45)

Pram melukiskan tokoh Nyai

Ontosoroh sebagai tokoh perempuan yang

mandiri, tangkas, dan ulet. Perempuan

agar terbebas dari dominasi laki-laki

memang harus mandiri, baik itu dalam

hal bisa melakukan pekerjaan tanpa selalu

mengandalkan laki-laki, maupun mandiri

dari segi ekonomi. Berikut kutipan

pendapat Nyai Ontosoroh.

“Berbahagialah dia yang makan

dari keringatnya sendiri bersuka

karena usahanya sendiri dan maju

karena pengalamannya sendiri.”

(Bumi Manusia, 59)

Ciri feminisme adalah perempuan

dapat secara terbuka mengemukakan

pendapatnya dan dapat memperjuangkan

keadaan yang diinginkannya.

“Memang bukan nyai sembarang

nyai. Dia hadapi aku, siswa H.B.S

tanpa rendah diri. Dia punya

keberanian menyatakan pendapat.

Dan dia sadar akan kekuatan

pribadinya.” (Bumi Manusia, 102)

“Memang ada sangat banyak wanita

hebat. Hanya saja baru Nyai

Ontosoroh yang pernah kutemui.

Menurut cerita Jean Marais wanita

Aceh sudah terbiasa turun ke medan-

perang melawan Kompeni. Dan rela

berguguran di samping pria. Juga di

Bali. Di tempat kelahiranku sendiri

wanita petani bekerja bahu-

membahu dengan kaum pria di

sawah dan ladang. Namun semua itu

tidak seperti Mama-dia tahu lebih

daripada hanya kampung depan

hamannya sendiri.” (Bumi Manusia,

106)

“Beberapa kali jurutulis Sastrotomo

datang menengok. Mama menolak

menemi. Sekali istrinya datang,

melihatnya pun aku tak sudi. Tuan

Mellema tidak pernah menegur

Page 8: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

38

kelakuanku. Sebaliknya ia sangat

puas dengan segala yang kulakukan.

Nampaaknya ia juga senang pada

kelakuanku yang suka belajar. Ann,

papamu sangat menyayangi aku.

Namun semua itu tidak dapat

mengobati kebanggaan dan harga

diri yang terluka. Papamu tetap

orang asing bagiku. Dan memang

mama tak pernah menggantungkan

hidup diri padanya. Ia tetap

kuanggap sebagai orang yang tak

pernah kukenal, setiap saat bias

pulang ke Nederland dan

meninggalkan aku, dan melupakan

segala sesuatu di Tulungan. Maka

diriku kuarahkan setiap waktu pada

kemungkinan itu. Bila Tuan Besar

Kuasa pergi aku sudah harus tidak

akan kembali ke rumah Sastrotomo.

Mama belajar menghemat, Ann,

menyimpan. Papamu tak pernah

menanyakan penggunaan uang

belanja. Ia sendiri yang berbelanja

bahan ke Sidoarjo atau Surabaya

untuk sebulan.

Dalam setahun telah dapat

kukumpulkan lebih dari seratus

golden. Kalau pada suatu kali Tuan

Mellema pergi pulang atau mengusir

aku, aku sudah punya modal pergi

ke Surabaya dan berdagang apa

saja.” (Bumi Manusia, 129)

Perempuan akan selalu menjadi

bayang-bayang laki-laki, bila ia masih

menggantungkan diri pada orang lain.

Meskipun kodratnya sesama manusia

baik laki-laki maupun perempuan saling

membutuhkan. Akan tetapi alangkah

baiknya jika perempuan dapat mandiri

sehingga tidak bergantung pada orang

lain. Tokoh Nyai Ontosoroh mengajarkan

pada pembaca perempuan akan hal itu.

“Pada waktu itu Mama mulai

merasa senang, berbahagia. Ia

selalu mengindahkan aku,

menanyakan pendapatku, mengajak

aku memperbincangkan semua hal.

Lama kelamaan aku merasa

sederajat dengannya. Aku tak lagi

malu bila toh terpaksa bertemu

dengan kenalan lama. Segala yang

kupelajari dan kukerjakan dalam

setahun ini telah mengembalikan

harga diriku. Tapi sikapku tetap:

mempersiapkan diri untuk tidak

akan lagi tergantung pada siapa

pun. Tentu saja sangat berlebihan

seorang perempuan Jawa bicara

tentang harga diri, apalagi semuda

itu. Papamu yang mengajari, Ann.

Tentu saja dikemudian hari aku

dapat rasakan wujud hargadiri

itu.” (Bumi Manusia, 130)

Sikap Nyai Ontosoroh terhadap

Tuannya mandiri. Justru Tuan

Mellemalah yang merasa tergantung

padanya. Ia beranggapan Nyai Ontosoroh

teman hidup yang bisa diandalkan karena

mampu mengurus perusahaan,

memelihara peternakan, dan mengurus

segala keperluan.

“Begitulah aku mulai mengerti,

sesunggguhnya Mama sama sekali

tidak tergantung pada Tuan

Mellema. Sebaliknya, dia yang

tergantung padaku. Jadi Mama

lantas mengambil sikap ikut

menentukan sehagala perkara.

Tuan tidak pernah menolak. Ia pun

tidak pernah memaksa aku kecuali

dalam belajar. Dalam hal ini ia

seorang guru yang keras tapi baik,

aku seorang murid yang taat juga

baik. Mama tahu, semua yang

Page 9: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

39

diajarkannya pada suatu kali kelak

akan berguna bagi diriku dan anak-

anakku kalau Tuan pulang ke

Nederland.” (Bumi Manusia, 131)

Perempuan pun jika diberi

kesempatan sebagai pemimpin dapat

menjadi pemimpin yang baik, memiliki

karakter tegas, tangkas, ulet, dan

bertanggung jawab. Nyai Ontosoroh

pembuktian dari hal tersebut.

“Tuan kemudian mendatangkan sapi

baru juga dari Australia. Pekerjaan

semakin banyak. Pekerja-pekerja

harus disewa. Semua pekerjaan di

dalam lingkungan perusahaan mulai

diserahkan kepadaku oleh Tuan.

Memang mula-mula aku takut

memerintah mereka. Tuan

membimbing. Katanya: majikan

mereka adalah penghidupan mereka,

majikan penghidupan mereka adalah

kau! Aku mulai berani memerintah di

bawah pengawasannya. Ia tetap

keras dan bijaksana sebagai guru.

Tidak, tak pernah ia memukul aku.

Sekali saja dilakukan, mungkin

tulang belulangku berserakan.

Bagaimana pun sulitnya lama-

kelamaan dapat kulakukan apa yang

dikehendakinya. ”(Bumi Manusia,

132)

Semakin banyak yang dipelajari,

pribadi Sanikem makin lama makin

lenyap. Nyai Ontosoroh tumbuh menjadi

Nyai yang berwawasan luas, menguasai

berbagai bidang pekerjaan perusahaan,

menjadi majikan bagi para pekerja harian.

Nyai Ontosoroh tumbuh menjadi

perempuan yang lebih maju dibandingkan

dengan perempuan Pribumi, Totok,

maupun Peranakan.

Feminisme menganjurkan

perempuan dapat berjuang membela

dirinya sendiri. Feminisme sangat

menentang eksploitasi terhadap

perempuan. Perempuan hendaknya berani

membela dirinya sendiri, jika hak-haknya

dilanggar oleh orang lain. Perempuan

sudah masanya tidak hanya diam saat

diperlakukan tidak adil.

C.2 Bentuk Feminisme dalam Tokoh

Annelies

“Annelies mendekati seorang demi

seorang dan mereka memberikan

tabik , tanpa bicara, hanya dengan

isyarat. Itulah untuk pertama

kalinya kuketahui, gadis cantik

kekanak-kanakan ini ternyata

seorang pengawas yang harus

diindahkan oleh para pekerja,

lelaki dan perempuan.” (Bumi

Manusia, 44)

Dalam Bumi Manusia, Annelies

digambarkan oleh Pram sebagai gadis

yang memiliki daya kepemimpinan yang

disegani oleh para pekerjanya. Seorang

wanita juga dapat memiliki jiwa

kepemimpinan yang baik sehingga

menjadikan panutan bagi bawahannya.

Kaum perempuan tidak hanya mahir

mengurus rumah tangga tetapi harus bisa

mengurus dirinya sendiri. Bekerja untuk

membantu perekonomian keluarga ketika

pemimpin keluarga memiliki keterbatasan

dalam penghasilan maupun fisik.

Perempuan juga terkadang memiliki

kemampuan yang lebih dibandingkan

kaum lelaki karena telaten dan sabar. Inti

dari gerakan kaum feminis adalah usaha

dalam menuntut adanya persamaan hak

perempuan dalam berbagai bidang

kehidupan. Oleh karena itu, terjadi

Page 10: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

40

pergeseran dalam mempersepsikan sosok

perempuan tahap demi tahap. Mereka

tidak dipandang lagi sebagai sosok lemah

yang selalu berada pada garis belakang.

Mereka juga bisa tampil di garis depan

sebagai pemimpin yang sukses dalam

berbagai sektor kehidupan, yang selama

ini justru dikuasai oleh kaum laki-laki.

Ungkapan populer “ladies First”

merupakan salah satu bentuk nyata dari

pergeseran status perempuan. Bahkan

tidak jarang kebanyakan dari perempuan

ini merupakan bos dan direktur di

perusahaan tertentu. Hal tersebut dapat

dilihat dari pernyataan tokoh Minke

terhadap tokoh Annelies “....gadis cantik

kekanak-kanakan ini ternyata seorang

pengawas yang harus diindahkan oleh

para pekerja, lelaki dan perempuan....”.

Hal ini menggambarkan pergeseran status

perempuan ke arah sederajat dengan para

lelaki, yang kita sering sebut sebagai

emansipasi wanita.

“Gadis kekanak-kanakan yang

belum pernah menamatkan sekolah

dasar ini tiba-tiba muncul di

hadapanku sebagai gadis luar

biasa: bukan hanya dapat mengatur

pekerjaan begitu banyak, juga

seorang pengunggang kuda,dapat

memerah lebih banyak daripada

semua pemerah.” (Bumi Manusia,

48)

Sosok perempuan identik dengan

sosok yang lemah, halus, mudah

terpengaruh, dan emosional, sedangkan

laki-laki identik dengan sosok gagah,

berani, tangguh, dan rasional. Hal

tersebut memosisikan sosok perempuan

sebagai makhluk yang seolah-olah harus

dilindungi dan senantiasa bergantung

pada kaum laki-laki. Dengan adanya

gerakan kaum feminis, hal tersebut bukan

sebagai titik ukur terhadap sosok seorang

perempuan sebagai sosok yang harus

dilindungi. Melalui tokoh Annelies,

seorang perempuan juga dapat menjadi

seorang pemimpin. Tokoh Annelies

digambarkan oleh pengarangnnya sebagai

pemimpin perempuan yang bisa

melakukan apa yang dilakukan oleh

seorang lelaki. Penggambaran feminisme

tokoh Annelies dari sudut pandang tokoh

Minke “....bukan hanya dapat mengatur

pekerjaan begitu banyak, juga seorang

pengunggang kuda,dapat memerah lebih

banyak daripada semua pemerah....”, hal

ini menunjukan bahwa hasil yang

diperoleh dari tangan perempuan bisa

lebih baik dari kaum lelaki karena

perempuan mengerjakannya dengan hati,

dengan perasaan.

“Beberapa orang perempuan

menahan Annelies dan

mengajaknya bicara, minta

perhatian dan bantuan. Dan gadis

luar biasa ini seperti seorang ibu

melayani mereka dengan ramah.

Jangankan pada sesama manusia,

pada kuda pun ia berkasih-sayang

selama meereka semua memberikan

kehidupan. Ia nampak begitu agung

di antara penduduk kampung

rakyatnya. Mungkin lebih agung

dari pada dara yang pernah

kuimpikan selama ini dan kini telah

marak di atas tahta, memerintah

Hindia, Suriname, Antillen, dan

Nederland sendiri. Kulitnya pun

mungkin lebih halus dan

cemerlang. Lebih bisa didekati.”

(Bumi Manusia, 54)

Page 11: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

41

Penggambaran sosok kepemimpinan

seorang perempuan sebagai sosok yang

supel, demokratis, perhatian, artistik,

bersikap baik, cermat dan teliti,

berperasaan dan berhati-hati. Mereka

(bukan tokoh Annelies saja) cenderung

menjadi sosok team work yang handal,

lengkap dan sempurna. Mereka juga dapat

mengidentifikasikan dirinya serta

mempersepsi dirinya sebagai sosok yang

lebih rasional, keras hati, aktif, dan

kompetitif. Dalam hal berkomunikasi,

mereka dapat tampil lebih sopan dan

tentatif daripada laki-laki, yang cenderung

sederhana. Hal ini dapat dilihat dari

ungkapan tokoh Minke “Dan gadis luar

biasa ini seperti seorang ibu melayani

mereka dengan ramah”. Bahasa tubuh

juga berbeda, yang menunjukkan bahwa

perempuan lebih baik daripada laki-laki.

Perempuan cenderung lebih menggunakan

model manajemen partisipatoris, dan

menggunakan strategi-strategi kolaboratif

dalam menyelesaikan konflik. Mereka

juga memandang segala sesuatu dengan

hati bukan dengan otot. Secara esensial,

kepemimpinan seorang perempuan pada

dasarnya tidak akan jauh berbeda dengan

kaum laki-laki. Kita mencatat beberapa

tokoh perempuan yang berhasil menjadi

pemimpin, Margareth Tatcher di Inggris

yang dijuluki sebagai “Si Wanita Besi”,

Indira Gandhi di India, Benazir Butho di

Pakistan, Aun San Su Ki di Thailand, R.A.

Kartini, Cut Nyak Dien, Kristina

Marthatiahahu, Dewi Sartika, Megawati

Soekarno Putri di Indonesia dan tokoh-

tokoh perempuan lainnya.

“... Tapi sekarang ada yang

menarik – keluarga kaya-raya yang

aneh itu ; Nyai yang pandai

menggenggam hati orang seakan ia

dukun sihir, Annelies Mellema,

yang cantik, kebocah-bocahan,

namun, seorang yang

berpengalaman yang pandai

mengatur para pekerja:...” (Bumi

Manusia, 71)

Pembahasan tentang perempuan,

tidak melulu membahas soal seksualitas,

kemolekan pesona wajah dan lekuk tubuh

saja. Daya tarik perempuan banyak juga

menghiasi berbagai ruang dalam

kehidupan yang dijelaskan oleh pram

seolah-olah seperti “dukun sihir” yang

digambarkan oleh Minke pada tokoh Nyai

Ontosoroh. Salah satunya gaya

kepemimpian Annelies dapat memberikan

contoh yang baik tentang kepemimpinan

bahwa perempuan juga dapat menjadi

seorang pemimpin, dapat mengatur

puluhan, ratusan, ataupun ratusan

bawahannya. Tokoh Annelies memotivasi

perempuan lainnya untuk bangkit, bukan

menjadi objek penderitaan dari kaum

laki-laki.

“Baik Annelies maupun Mama

tidak menghendaki suatu mas

kawin. Apa yang kami harapan?

Kata Mama, Annelies telah

mendapatkan segala dari calon

suaminya. Kalau toh diharuskan

ada mas kawin, kata Annelies, ialah

sesuatu yang belum kudapatkan

dari dia: janji setia selama

hidupku. Dan aku telah

memberikannya pada akad nikah.”

(Bumi Manusia, 452)

Secara fisik dan psikologi,

perempuan berbeda dengan laki-laki.

Secara fisik, perbedaan itu dapat

Page 12: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

| DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

42

terlihat dengan kasat mata. Perempuan

dapat melahirkan, laki-laki tidak. Secara

psikologis, laki-laki biasanya lebih aktif,

agresif dan lebih rasional. Perempuan

sebenarnya memegang peran penting.

Namun, peran tersebut bersifat abstrak.

Ibarat seorang pelatih yang mengatur para

pemainnya, perempuan pun memiliki

peran yang signifikan untuk mencetak

generasi yang cerdas dan berakhlak. Oleh

karena itu, perempuan lebih bisa

memahami kondisi lingkungan di

sekitarnya. Sebagai sosok yang

memahami kondisi di sekitanya, dia akan

memosisikan dirinya dengan baik.

D. SIMPULAN

Penokohan perempuan dalam

novel Bumi Manusia sangat menarik.

Tokoh-tokoh perempuan yang

ditampilkan Pramoedya Ananta Toer

adalah karakter perempuan yang kuat,

tangguh, cerdas, dan berani. Karakter

tersebut nampak pada tokoh Nyai

Ontosoroh, menganalisis karakter Nyai

Ontosoroh membuat penulis terpukau.

Betapa tokoh Ontosoroh telah

membelalakkan pikiran, bahwa

perempuan juga dapat mengubah

kemalangan hidupnya menjadi keadaan

yang lebih baik, dengan kerja keras,

dengan keuletan dan kemauan keras

untuk belajar. Dari karakter tokoh

Ontosoroh juga penulis dapat

pemahaman bahwa sebagai perempuan,

perempuan tidak selalu harus diam saat

kita diperlakukan tidak adil oleh hukum

atau oleh manusia siapapun. Sebagai

manusia, perempuan pun harus berani

melawan.

Melalui Tokoh Annelies kita dapat

melihat bahwa perempuan pun dapat

menjadi atasan atau mador yang baik

karena perempuan luwes, dan lebih

komunikatif. Melalui tokoh Annelies pun

pembaca disadarkan bahwa apabila hati

kita tidak kuat, rapuh, maka kita akan

mudah dipatahkan oleh ujian-ujian hidup

yang menerpa. Selain itu ada juga tokoh

Magda Peter, Sarah dan Miriam de la

Croix yang berwawasan luas dan bercita-

cita luhur mengajak pembaca untuk

kembali memancang cita-cita terluhur

dalam diri. Fiksi adalah suatu bentuk

karya kreatif, maka bagaimana pengarang

mewujudkan dan mengembangkan tokoh-

tokoh ceritanya pun tak lepas dari

kebebasan kreativitasnya. Fiksi

mengandung dan menawarkan model

kehidupan seperti yang disikapi dan

dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan

pandangan pengarang terhadap kehidupan

itu sendiri.

Dalam novel Bumi Manusia

spirit feminisme sangat kental terasa,

feminisme dapat terlihat jelas dalam

segala ucapan, pikiran, dan tindakan para

tokoh perempuan dalam novel ini

terutama pada tokoh Nyai Ontosoroh.

Segala ucapan, sikap, dan tindakan yang

dilakukannya yang mengarah pada sikap

perempuan modern yang tidak ingin

tergantung dengan orang lain, ulet,

tangguh dalam menekuni pekerjaan,

berani melawan penindasan dan

ketidakadilan yang menimpanya.

Page 13: ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA …

DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA |

43

DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat

Berperspektif Feminis. Jakarta:

Yayasan Jurnal Perempuan.

Arivia. 2006. Feminisme Sebuah Kata

Hati. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.

Djokosujatno, Apsanti. 2007. Membaca

Katrologi Bumi Manusia

Pramoedya Ananta Toer. Jakarta

:Gramedia Pustaka Utama.

Endraswara, Suwardi. 2013. Teori Kritik

Sastra. Jakarta: Buku Seru.

Humm, Maggie. 1986. Feminist

Criticism. Great Britain: The

Harvester Press.

Arivia. 2007. Ensiklopedia Feminisme.

Edisi Bahasa Indonesia

diterjemahkan oleh Mundi

Rahayu. Yogyakarta: Fajar

Pustaka Baru.

Kurniawan, Eka. 2006. Pramoedya

Ananta Toer dan sastra Realisme

Sosialis. Jakarta : Gramedia.

Mahendra, Daniel. 2004. Pramoedya

Ananta Toer dan Manifestasi

Karya Sastra. Bandung: Malka.

Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori

Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik

sastra Indonesia Modern.

Yogyakarta: Gama Media.

Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori,

Metode dan Teknik Penelitian

Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung:

Angkasa.

Sugihastuti.2013. Kritik Sastra Feminis:

Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. 1997. Citra Manusia

Indonesia dalam Karya

Pramoedya Ananta Toer. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra,

Pengantar Teori Sastra. Jakarta;

Pustaka Jaya.

Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Bumi

Manusia. Yogyakarta: Hasta Mitra.

Zoets. Van A. 1990. Fiksi dan Nonfiksi

dalam Kajian Semiotik. Jakarta:

Intermasa.