analisis pengendalian kualitas kadar curcumin pada produk …
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS KADAR
CURCUMIN PADA PRODUK VSOS DENGAN
MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL
(SPC) DI PT XYZ
Oleh :
Ergiansyah Faturochman
NIM: 004201205054
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Strata Satu
Pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2016
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penyimpangan
kadar curcumin pada produk VSOS serta menentukan upaya-upaya dalam
peningkatan kualitas untuk mengurangi produk rework/reject. Pada penelitian ini
metode analisis yang digunakan adalah Statistical Process Control (SPC), yaitu
sebuah metode statistik yang digunakan untuk mengukur sejauh mana proses
pengendalian kualitas yang dilakukan pada suatu perusahaan, dimana hasilnya
dibandingkan dengan standar yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan pengendalian kualitas kadar curcumin belum
terkendali, dengan persentase penyimpangan kadar curcumin sebesar 20,44% pada
tahun 2015. Setelah dilakukan analisis menggunakan diagram sebab-akibat,
teridentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan proses yaitu faktor man, machine,
material dan environment. Setelah diketahui penyebab penyimpangan lalu
dilakukan perbaikan dan didapat penurunan persentase penyimpangan kadar
curcumin menjadi 0 % selama periode Januari-Maret 2016.
Kata kunci: kualitas, pengendalian kualitas, peta kendali, statistical process control
(SPC), diagram sebab-akibat, kapabilitas proses
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Industri farmasi sangat berkembang di Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
Ini terlihat dari tingginya pasar produk farmasi di Indonesia dibandingkan dengan
beberapa negara di ASEAN. Berikut adalah data pasar farmasi di ASEAN yang
ditampilkan pada gambar1.1:
Gambar 1.1 Data Pasar Farmasi ASEAN
Sumber:International Pharmaceutical Maufactures Group (IMGP)
Maka dari itu perusahaan-perusahaan besar baik perusahaan lokal maupun asing
berlomba-lomba untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar di Indonesia. Setiap
perusahaan bersaing agar dapat mempertahankan dan mendapatkan konsumen.
Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang sangat ketat, setiap perusahaan
berusaha meningkatkan kualitas produk masing-masing.
Pengawasan kualitas produk farmasi tidak hanya ditentukan dari produk jadi, tetapi
meliputi pengawasan menyeluruh mulai dari pemilihan bahan baku, proses
pembuatan hingga menjadi produk akhir yang siap didistribusikan kepada
konsumen. Perlindungan masyarakat terhadap efek negatif penggunaan obat yang
tidak memenuhi persyaratan kualitas memerlukan standar proses pembuatan agar
diperoleh produk yang memenuhi syarat kualitas konsisten setiap batch melalui
penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
2
PT. XYZ merupakan salah satu pabrik farmasi di Indonesia yang mempunyai
laboratorium Quality Control (QC) yang telah memenuhi standar Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan analisis produk secara
mandiri. Laboratorium QC PT. XYZ terdiri dari 4 bagian, salah satunya adalah
laboratorium kimia. Laboratorium kimia bertanggung jawab melakukan analisis
produk secara organoleptik, fisik, dan kimia, seperti kelarutan, viskositas,
kandungan kimia/zat berkhasiat, dll. Analisis produk secara kimia dilakukan sesuai
metode laboratorium yang telah ditentukan oleh departemen QC sesuai masing-
masing produk yang dianalisis.
PT. XYZ memproduksi berbagai jenis produk farmasi. Salah satu produk yang
menjadi unggulan, yaitu VSOS yang merupakan suplemen vitamin untuk anak
berwujud sirup/liquid. Salah satu kandungan zat berkhasiat dalam VSOS yaitu
curcumin yang bermanfaat untuk menambah nafsu makan anak. Dalam 15mL/1sdm
sirup VSOS mengandung 10mg curcumin. Masalah yang timbul adalah selama
tahun 2015 terjadi beberapa penyimpangan kadar curcumin terhadap spesifikasi
dalam VSOS yaitu sebesar 20,44%. Dari produk yang menyimpang tersebut
dilakukan proses rework, 12,89% produk berhasil dirework dan sisanya yang tidak
dapat dirework menjadi produk reject sebesar 7,55%.
Salah satu teknik pengendalian kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis
masalah tersebut adalah pengendalian kualitas secara statistik (statistical process
control). Statistical process control adalah suatu alat pengendalian proses yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif selama
proses produksi berlangsung. Selanjutnya, berdasarkan hasil SPC diperoleh
gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan kualitas
produk dan mengurangi produk rework/reject agar dapat memenuhi kebutuhan
konsumen.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan kadar curcumin dalam
produk VSOS yang membuat produk tersebut dinyatakan rework/reject?
b. Bagaimana upaya-upaya dalam meningkatkan kualitas produk VSOS untuk
mengurangi rework/reject?
3
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan kadar
curcumin dalam produk VSOS yang membuat produk tersebut dinyatakan
rework/reject.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningkatkan kualitas produk
VSOS untuk mengurangi rework/reject.
1.4 Batasan Masalah
a. Produk yang akan diteliti adalah produk suplemen vitamin anak VSOS.
b. Data yang diambil adalah data dari bulan Oktober 2015-Desember 2015.
1.5 Asumsi
a. Mesin yang digunakan untuk memproduksi VSOS dalam keadaan baik
(tidak rusak).
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan skripsi ini terbagi menjadi lima bab pembahasan.
Bab - bab pembahasan tersebut adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bab menjelaskan hal-hal atau masalah
yang menjadi gambaran latar belakang masalah dalam
melakukan pengamatan dan penelitian, rumusan masalah, tujuan,
serta pembatasan masalah dan asumsi yang digunakan untuk
membuat proses penelitian menjadi lebih mudah.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang dasar-dasar teori yang akan
dipergunakan dalam proses pengolahan data dalam melakukan
pemecahan masalah penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tahapan-tahapan dalam melakukan
penelitian. Tahapan dimulai dengan mengidentifikasi masalah,
merumuskan masalah, menetapkan tujuan, membuat batasan
4
permasalahan, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis,
serta memberikan kesimpulan dan saran.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
Pada bab ini dimulai dengan pengumpulan data, kemudian data
diolah dengan menggunakan metode statistical process control,
menganalisis faktor-faktor penyebab penyimpangan kadar
curcumin dalam produk VSOS, dan menentukan upaya-upaya
perbaikan masalah tersebut.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir berisikan tentang kesimpulan dan hasil pemecahan
masalah dari penelitian yang dilakukan penulis, serta
memberikan rekomendasi atau saran-saran sebagai pertimbangan
untuk memperbaiki permasalahan yang ditemukan di PT. XYZ
dan untuk proses penelitian selanjutnya.
5
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1 Kualitas
Kualitas adalah suatu terminologi yang relatif tergantung pada situasi. Ditinjau
dari sudut pandang konsumen/pelanggan, secara khusus orang mengatakan bahwa
kualitas merupakan sesuatu yang cocok/sesuai dengan kegunaan (fitness for use).
Suatu produk disebut berkualitas jika produk tersebut memiliki kecocokan
penggunaan untuk dirinya. Sudut pandang lain mengatakan kualitas ialah barang
atau jasa yang mampu menaikkan status pengguna. Ada juga yang menyebutkan
barang atau jasa yang dapat memberikan manfaat pada pengguna (measure of
utility and usefulness). Kualitas suatu barang atau jasa dapat berkenaan dengan
ketahanan, keandalan, penampilannya, ketepatan waktu, integritasnya,
kemurniannya, kekhasannya, atau kombinasi factor-faktor tersebut. Uraian diatas
memperlihatkan bahwa definisi kualitas bisa berbeda-beda untuk setiap orang
pada waktu khusus dimana kinerja (performance), kemampuannya (availability),
keandalan (reliability), kemudahan perawatan (maintainability) dan sifatnya bisa
diukur (Juran, 1988). Ditinjau dari pandangan produsen, kualitas bisa diartikan
sebagai kecocokan dengan spesifikasinya (Juran, 1962). Suatu produk akan
disebut berkualitas oleh produsen, jika produk tersebut telah cocok/sesuai dengan
spesifikasi produk itu sendiri.
Adapun definisi kualitas menurut American Society for Quality dalam buku Heizer
dan Render (2006: 253) : “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dan fitur
produk atau jasa yang dapat memenuhi/memuaskan kebutuhan yang terlihat atau
tersamar.”
Adapun beberapa pendapat lain tentang pengertian kualitas, diantaranya adalah :
1. Kualitas ialah “conformance to requirement”, yaitu sesuai dengan yang
distandarkan atau diisyaratkan. Suatu produk mempunyai kualitas jika sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan. (Crosby, 1979:58)
6
2. Kualitas merupakan kesesuaian/kecocokan dengan kebutuhan/keperluan
pasar. (Deming, 1982:176)
3. Kualitas merupakan gabungan yang menyeluruh dari karakteristik produk dan
jasa terhadap bagian pemasaran, manufacturing, engineering dan
maintenance agar produk dan jasa tersebut dengan keinginan dari pelanggan.
(Feigenbaum, 1989)
Kualitas tidak dapat dilihat sebagai suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas
produk semata-mata. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa pengertian/definisi
tersebut diatas, dimana kualitas bukan hanya kualitas produk saja akan tetapi
sangat kompleks karena melibatkan seluruh elemen dalam organisasi ataupun
diluar organisasi. Walaupun tidak ada definisi tentang kualitas yang dapat diterima
secara universal, akan tetapi dari beberapa definisi tentang kualitas menurut para
ahli di atas terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam aspek-aspek sebagai berikut
(Nasution, 2005:3) :
a. Kualitas meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
b. Kualitas mencakup produk, prose, tenaga kerjadan lingkungan.
c. Kualitas merupakan suatu kondisi yang dapat selalu berubah (misalnya
sesuatu yang dianggap berkualitas saat ini mungkin saja dianggap kurang
berkualitas pada masa yang akan datang).
2.2 Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga
ciri-ciri kualitas dapat diukur dan dibandingkan dengan spesifikasinya. Kemudian
dapat diambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila terdapat perbedaan atau
penyimpangan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standar.
(Montgomery, 1996)
Tanggung jawab untuk kualitas dimulai dari ketika pemasaran menentukan
persyaratan mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya. Tanggung jawab
kualitas didelegasikan ke beberapa bagian dengan otoritas untuk membuat
keputusan. Sebagai tambahan, klarifikasi pertanggung jawaban seperti biaya,
7
tingkat kesalahan, atau unit yang tidak sesuai termasuk ke dalam tanggung jawab
dan otoritas tersebut.
Pengendalian kualitas (quality control) adalah mengembangkan, mendesain,
memproduksi dan memberikan layanan produk berkualitas yang paling ekonomis,
paling berguna, dan selalu memuaskan pelanggannya. Melaksanakan
pengendalian kualitas ini berarti menggunakan pengawasan kualitas sebagai
landasan aktivitas produksi, melaksanakan pengendalian biaya, harga, laba secara
terintegrasi, dan pengendalian jumlah (produksi, penjualan, dan persediaan)
tanggal pengiriman (Ishikawa, 1988). Gagasan pengendalian kualitas dari
(Ishikawa, 1988) ialah tidak ada gunanya memproduksi suatu barang dengan biaya
yang murah, akan tetapi tidak dapat memenuhi harapan kualitas dari pelanggan;
dan juga tidak ada gunanya membuat produk yang berkualitas tinggi tetapi harga
produk tersebut mahal dan tidak dapat dijangkau oleh pelanggan pada umumnya.
Harus ada kesesuaian antara kualitas, biaya, harapan konsumen dan harga.
Kegiatan pengendalian kualitas merupakan bidang pekerjaan yang sangat luas
dan kompleks karena semua variabel yang memengaruhi kualitas harus
diperhatikan. Secara garis besarnya, pengendalian kualitas dapat diklasifikasikan
yaitu pengendalian kualitas bahan baku, pengendalian dalam proses pengolahan
(work in process), dan pengendalian kualitas produk akhir. (Heizer dan Render,
2006)
Ada dua fungsi yang berbeda tugas dan peran dalam pembuatan atau penyediaan
produk dan jasa, yaitu penjaminan kualitas (quality assurance) dan pengendalian
kualitas (quality control). Penjaminan kualitas merupakan suatu pendekatan
terencana dan sistematis dengan penuh keyakinan, menjamin bahwa prosedur
pengerjaan yang dipergunakan serta jenis dan frekuensi pengujian kualitas dalam
sistem yang telah sesuai dengan spesifikasi yang ada, dan keluaran produk atau
jasa telah sesuai dengan desain yang telah ditentukan. Selanjutnya, pengendalian
kualitas yang berkaitan dengan pemeriksaan atas penyelesaian berbagai tugas
pengerjaan untuk memastikan bahwa tugas telah dilaksanakan sebagaimana
mestinya sehingga keluaran memenuhi spesifikasi kualitas yang telah ditentukan
(Hill, 2000). Sasarannya ialah melalui pemeriksaan sampel yang ditarik, dapat
dipastikan apakah proses produksi telah bekerja seperti yang diharapkan atau
8
tidak. Dari hasil pengerjaan dan pengujian tersebut dapat dipastikan bahwa proses
produksi telah menghasilkan keluaran yang memenuhi standar atau sebaliknya,
sehingga dapat ditentukan apakah proses produksi dapat dilanjutkan atau harus
dihentikan. (Heizer dan Render, 2006)
2.2.1 Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah menjaga kepuasan pelanggan.
Keuntungan dari pengendalian kualitas adalah meningkatkan kulitas desain
produk, meningkatkan aliran produksi, meningkatkan moral dan kesadaran tenaga
kerja mengenai kualitas, meningkatkan pelayanan produk, dan memperluas
pangsa pasar. (Feingenbaum, 1992)
2.2.2. Langkah-Langkah Pengendalian Kualitas
Standarisasi sangat dibutuhkan sebagai tindakan preventif munculnya kembali
masalah yang pernah ada dan sudah diselesaikan berkaitan dengan kualitas. Hal
tersebut sesuai dengan konsep pengendalian kualitas yang didasarkan pada sistem
manajemen mutu yang berorientasi pada strategi pencegahan/preventif, bukan pada
strategi untuk mendeteksi saja. Berikut merupakan langkah-langkah yang
digunakan dalam analisis dan solusi permasalahan kualitas.
1. Memahami kebutuhan dalam peningkatan kualitas.
Langkah awal dalam meningkatan kualitas ialah kebutuhan untuk peningkatan
mutu harus dipahami secara jelas oleh manajeman. Manajemen harus secara sadar
mempunyai alasan-alasan dalam peningkatan kualitas dan peningkatan kualitas
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar. Tanpa mengerti kebutuhan
dalam peningkatan kualitas, peningkatan kualitas tidak akan pernah bisa berhasil
dan efektif. Peningkatan kualitas bisa dimulai dengan mengidentifikasi masalah
kualitas yang terjadi atau apa peningkatan yang mungkin bisa dilakukan.
Mengidentifikasi masalah bisa dimulai dengan menyatakan beberapa pertanyaan
dengan menggunakan alat-alat bantudalam peningkatan kualitas seperti check
Sheet, brainstromming, atau diagram pareto.
9
2. Menyatakan masalah-masalah kualitas
Masalah-masalah elementer yang sudah ditentukan dalam langkah sebelumnya
perlu dinyatakan dengan jelas dalam bentuk pernyataan. Jika berhubungan dengan
masalah kualitas, masalah tersebut harus dinyatakan dalam bentuk informasi-
informasi yang jelas, spesifik, tegas dan bisa diukur dan diharapkan pernyataan
masalah yang tidak jelas dan tidak bisa diukur bisa dihindari.
3. Mengevaluasi penyebab utama
Penyebab utama bisa dievaluasi menggunakan teknik brainstromming dan
menggunakan diagram sebab-akibat. Dari berbagai faktor yang menyebabkan
masalah yang ada, penyebab-penyebab tersebut dapat diurutkan dengan
menggunakan diagram pareto berdasarkan akibat dari penyebab terhadap kinerja
proses, produk atau sistem manajemen kualitas secara menyeluruh.
4. Merencanakan solusi atas masalah
Rencana penyelesaian masalah diharapkan dapat fokus pada tindakan- tindakan
untuk mengurangi/menghilangkan akar dari penyebab masalah yang ditemukan.
Rencana peningkatan kualitas untuk mengurangi/menghilangkan akar penyebab
masalah yang ada diisi dan dicatat dalam suatu form daftar perencanaan tindakan.
5. Melaksanakan perbaikan
Rencana solusi penyelesaian masalah diimplementasikan mengikuti daftar rencana
tindakan perbaikan peningkatan kualitas. Dalam tahap ini sangat membutuhkan
komitmen dari karyawan hingga manajemen serta partisipasi total untuk secara
bersama-sama melenyapkan akar dari penyebab masalah kualitas yang
teridentifikasi sebelumnya.
6. Meneliti hasil perbaikan
Setelah melakukan peningkatan kualitas perlu diperlukan analisis dan evaluasi
berdasarkan data yang didapatkan selama proses pelaksanaan untuk mengetahui
apa masalah yang teridentifikasi telah berkurang atau hilang. Analisis terhadap apa
saja temuan selama proses pelaksanaan akan memberi informasi tambahan dalam
membuat keputusan dan perencanaan peningkatan kualitas selanjutnya.
10
7. Membuat standarisasi solusi terhadap masalah
Standarisasi hasil-hasil memuaskan yang didapat dari tindakan-tindakan
pengendalian kualitas harus dilakukan, dan selanjutnya melaksanakan peningkatan
secara terus-menerus pada masalah lain yang ditemukan. Standarisasi bertujuan
untuk mencegah masalah yang sama terjadi/terulang kembali.
8. Memecahkan masalah selanjutnya
Setelah bisa menyelesaikan masalah pertama, maka selanjutnya jika ada masalah
lain maka dapat beralih membahas masalah tersebut untuk diselesaikan.
2.2.3 Alat Bantu Dalam Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical
Processing Control) memiliki 7 alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai
alat bantu untuk mengendalikan kualitas, antara lain yaitu; check Sheet, scatter
diagram, diagram proses, diagram pareto, diagam sebab akibat, histogram dan
control chart yang ditampilkan pada gambar 2.1. (Heizer dan Render, 2006)
Gambar 2.1 Alat Bantu Pengendalian Kualitas
Sumber: Jay Heizer dan Barry Render, Operations Management, 2006, halaman 263
11
1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
Check Sheet atau lembar pemeriksaan adalah alat pengumpul dan penganalisis data
yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang dibuat dan
jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya.
Tujuan menggunakan check sheet adalah agar proses pengumpulan data dan
analisis menjadi lebih mudah, serta untuk mengetahui wilayah permasalahan
berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab permasalahan dan menentukan
keputusan yang diambil untuk melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya
dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk
yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk
mengadakan analisis masalah kualitas.
Adapun beberapa manfaat menggunakan check sheet yaitu sebagai alat untuk :
a. Membuat pengumpulan data lebih mudah, khususnya untuk mengetahui
bagaimana dan mengapa suatu masalah bisa terjadi.
b. Mengumpulkan data tentang jenis-jenis masalah yang sedang terjadi.
c. Memudahkan penyusunan data secara otomatis, sehingga data tersebut lebih
mudah untuk digunakan.
d. Memisahkan antara fakta dan opini dengan lebih mudah.
2. Diagram Sebar (Scatter Diagram)
Scatter diagram atau bisa disebut juga dengan diagram sebar merupakan gambaran
yang menunjukan hubungan/korelasi antara dua variabel yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel-variabel itu kuat atau tidak, yaitu antara
kualitas dengan factor yang mempengaruhi proses. Pada dasarnya diagram sebar
(scatter diagram) adalah suatu alat untuk menginterpretasikan data yang digunakan
untuk menguji kuatnya hubungan antar variabel dan menentukan jenis hubungan
dari variabel-variabel tersebut, apakah bagus, tidak bagus, atau tidak ada hubungan.
Dua variabel dalam diagram sebar dapat menunjukan karakteristik yang kuat dan
factor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Diagram Sebab-akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab-akibat dapat juga disebut diagram tulang ikan (fishbone chart) dan
12
berfungsi untuk menampilkan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi
kualitas dan untuk melihat akibat pada masalah yang sedang dipelajari. Selain itu,
diagram sebab-akibat juga dapat melihat faktor-faktor yang lebih rinci yang
mempengaruhi dan mempunyai akibat pada factor-faktor utama tersebut yang dapat
dilihat pada panah-panah yang terlihat membentuk seperti tulang ikan.
Diagram sebab-akibat ini dikembangkan pertama kali oleh seorang ahli kualitas
yang berasal dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa pada tahu1950 untuk
menganalisa sumber-sumber potensi penyimpangan proses dengan menggunakan
uraian dari unsur-unsur proses tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab utama dapat dibagi menjadi :
1. Man (tenaga kerja)
2. Material (bahan baku).
3. Method (metode)
4. Machine (mesin).
5. Environment (lingkungan).
Adapun manfaat dari diagram sebab-akibat adalah :
1. Mempermudah mengidentifikasi akar permasalah yang terjadi.
2. Menganalisis kondisi yang sesungguhnya yang bertujuan untuk memperbaiki
peningkatan kualitas.
3. Membantu menentukan saran-saran yang menjadi solusi suatu permasalahan.
4. Membantu dalam identifikasi fakta-fakta yang dibutuhkan selanjutnya.
5. Mengurangi kondisi atau situasi yang menyebabkan tidak sesuainya produk
dengan kebutuhan konsumen.
6. Menentukan standar operasi yang sedang berlangsung atau yang akan
dilakukan.
7. Melakukan perencanakan tindakan-tindakan perbaikan.
13
Berikut merupakan tahapan untuk membuat diagram sebab-akibat :
1. Mengidentifikasi masalah dan akibatnya.
2. Menempatkan pokok permasalahan dikanan diagram.
3. Mengidentifikasi penyebab sekunder dan meletakkannya pada diagram
utama.
4. Mengidentifikasi penyebab sekunder dan memposisikannya pada penyebab
primer.
5. Dan setelah diagram selesai, kemudian dilakukan evaluasi dan analisis untuk
mengetahui penyebab sebenarnya.
4. Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan baru Joseph
Juran yang pertama kali menggunakannya. Diagram pareto merupakan grafik
batang dan grafik garis yang menampilkan perbandingan tiap-tiap jenis data
terhadap keseluruhan data. Dengan menggunakan diagram pareto, dapat terlihat
masalah apa saja yang menonjol sehingga prioritas dalam menyelesaikan masalah
dapat diketahui. Fungsi Diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau
megurutkan jumlah masalah utama dalam upaya meningkatkan kualitas dari yang
paling banyak ke yang paling sedikit.
5. Diagram Alir/Diagram Proses (Process Flow Chart)
Diagram alir menunjukkan suatu proses atau sistem dengan menggunakan kotak
dan garis yang saling berhubungan dalam bentuk simbol-simbol. Diagram ini
merupakan diagram yang sederhana, tetapi merupakan alat yang cukup baik untuk
memahami suatu proses atau menjelaskan langkah-langkah dalam suatu proses.
6. Histogram
Histogram merupakan salah satu alat untuk membantu dalam menentukan variasi
dalam proses. Diagram berbentuk batang yang menunjukkan grafik dari data yang
disusun menurut ukurannya. grafik data ini biasanya disebut juga distribusi
frekuensi. Histogram menunjukkan sifat-sifat dari data yang dibagi menjadi kelas-
kelas. Histogram dapat berbentuk distribusi normal ataupun juga bentuk seperti
lonceng yang menunjukkan bahwa banyaknya data yang muncul pada nilai rata-
ratanya. Banyaknya data yang muncul tidak pada nilai rata-ratanya tetapi
14
kebanyakan data nya berada pada batas atas atau bawah akan membentuk data yang
simetris atau tidak membentuk lonceng.
7. Peta Kendali (Control Chart)
Beberapa alat yang sering digunakan untuk memonitor/memantau dan
mengendalikan variasi proses yang berbasis dari peta kendali. Sebelum
pengendalian, peta kendali digunakan untuk memastikan proses didalam kendali
dan kemampuan proses terjaga sesuai kebutuhan. Besar perbedaan diantara dua
chart pada peta kendali untuk menunjukan detail informasi pada proses produksi.
Peta kendali juga dapat digunakan untuk mendeteksi mesin rusak, fluktuasi pada
proses, perbedaaan pada alat bantu ukur dan alat ukur, operator, dan lain-lain.
Teori statistik menjadi basis untuk semua peta kendali. untuk review yang sangat
cepat, variasi proses yang berefek terhadap kualitas produk dan jasa. Untuk
improve kualitas dari produk atau jasa, varias proses harus selalu
dimonitor/dipantau, analisa, pengendalian, dan perbaikan. Kestabilan dan prediksi
level dari variasi dapat diekspetasi terhadap semua proses. Untuk produk yang
paling sering memiliki kasus variasi sama dapat ditentukan dengan karakteristik
dari kurva normal. Kurva normal (gambar 2.2) diprediksikan 99.73% dari hasil
proses. (garrity, 1993)
Gambar 2.2 Kurva Normal
15
Peta kendali hanya alat yang memberikan informasi yang kritikal pada sebuah
proses. Informasi ini memungkinkan kamu membuat suatu keputusan, berbuat aksi
sesuai informasi yang ada, dan mempertahankan statistical process control.
Peta kendali terdiri dari tiga garis (gambar 2.3): garis upper control limit (UCL),
rata-rata atau central line (CL), dan lower control limit (LCL). (garrity, 1993)
Gambar 2.3 Peta Kendali
Berikut manfaat menggunakan peta kendali adalah untuk :
a. Mengetahui apakah sebuah proses produksi masih ada di dalam batas-batas
kendali atau jatuh diluar batas kendali.
b. Memonitor suatu proses produksi secara berkelanjutan agar selalu stabil.
c. Menentukan kepabilitas dari proses (capability process).
d. Melakukan evaluasi performa pelaksanaan dan kebijaksanaan pelaksanaan
proses produksi.
e. Membantu untuk menentukan batas kriteria penerimaan kualitas dari produk
sebelum dilepas ke konsumen.
Peta kendali dibedakan menjadi dua berdasarkan jenisnya, yaitu :
1. Peta kendali Variabel
a. X chart, yaitu peta untuk mengamatsi rata-rata.
b. R chart, yaitu peta untuk mengamati rentang/range.
c. S chart, yaitu peta untuk mengamati standar deviasi.
2. Peta kendali Atribut, terdiri dari :
a. Peta p, yaitu peta kontrol untuk mengamati proporsi atau
perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi,
contohnya : baik-buruk, good-no good, bagus-jelek.
16
b. Peta c, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per total
produksi.
c. Peta u, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per unit
produksi.
Berikut ini merupakan hubungan antara tujuh alat pengendalian kualitas dengan
delapan langkah pengendalian mutu dan siklus PDCA ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hubungan 7 Alat Pengendalian Kualitas Dengan 8 Langkah Pengendalian
Kualitas dan Siklus PDCA
Delapan Langkah Pengendalian
Kualitas
Tujuh alat pengendali kualitas PDCA
1. Memahami kebutuhan
peningkatan kualitas
Check sheet, histogram,
pareto diagram, , cause effect
diagram, scatter diagram
PLAN
2. Menyatakan masalah kualitas
yang ada
3. Mengevaluasi penyebab utama.
4. Merencanakan solusi atas
masalah
5. Melaksanakan perbaikan DO
6. Meneliti hasil perbaikan Check sheet, histogram,
pareto diagram, cause effect
diagram, scatter diagram.
CHECK
7. Menstandarisasikan solusi
terhadap masalah
8. Memecahkan masalah
selanjutnya
ACTION
Sumber: Douglas C. Mountgomery, 2001, Introduction of Statistical Quuality Control
2.3 Peta Kendali X dan R
2.3.1 Manfaat Peta Kendali X dan R
Peta kendali X adalah peta kendali yang mendeskripsikan nilai rata-rata dari
sebuah kelompok data (sampel) relatif terhadap batas kendali atas dan bawah.
17
Peta kendali dapat memberikan beberapa informasi sebagai berikut : (Grant dan
leavenworth,1996)
1. Keberagaman dasar dari sifat/karakteristik kualitas.
2. Konsistensi kualitas produk
3. Tingkat rata- rata dari sifat/karakteristik kualitas.
Fungsi dari peta X adalah untuk melihat suatu proses produksi tersebut terkendali
atau tidak. Peta R merupakan peta kendali yang mendeskripsikan letak nilai-nilai
rentang/jangkauan (range) dari anggota subgrup data (sampel) relatif terhadap batas
kendali atas dan bawah.
Kegunaan peta kendali X dan R adalah untuk membantu menentukan nilai-nilai
data dari proses suatu produksi dalam kondisi terkendali atau tidak. Sehingga dari
informasi peta kendali tersebut dapat ditarik kesimpulan dan upaya-upaya yang
harus dilakukan.
2.3.2 Langkah-Langkah Pembuatan Peta kendali X dan R
Pada peta kendali X dan R terdapat batas atas dan batas bawah, dimana nilai X
dan R harusnya jatuh. Batas-batas tersebut disebut upper control limit (UCL) dan
lower control limit (LCL). Garis yang membagi antara UCL dan LCL disebut
central line (CL). Berikut merupakan tahapan-tahapan pembuatan peta kendali X
dan R: (Grant dan leavenworth,1996)
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data bisaanya dilakukan lebih dari seratus sampel. Kesemuanya harus
diambil dari proses yang sama dan data diambil berurut.
2. Mengolompokan data ke dalam subgrup
Data yang telah didapat lalu dikelompokan dalam sebuah kelompok data
berdasarkan waktu (jam atau hari) atau batch/lot lainnya. Pengelompokan diatas
memberikan kemungkinan bahwa data yang didapat dalam kelompok berasal dari
keadaan teknis yang sama. Jumlah sampel dalam setiap subgrup data ditentukan
oleh ukuran subgrup data yang dinyatakan dengan N sebagai notasinya.
18
3. Mencatat data ke dalam lembar data
Lembar data dibuat sedemikian rupa agar perhitungan X dan R untuk setiap
kelompok data dapat dilakukan dengan mudah. Keputusan yang dibuat sebelum
memilih sampel dari proses harus seperti berikut: (Garrity, 1993)
1. Karakteristik yang akan diukur.
2. Pengujian atau menjaminkan alat ukur yang diperlukan.
3. Peta kendali dapat digunakan.
4. Ukuran sampel diambil dari proses atau lot.
5. Kapan / waktu pengambilan sampel dari proses atau lot.
6. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel dari proses.
Sampel berturut-turut dipilih secara acak, diukur dan dicatat dari mesin. pada
berbagai waktu sepanjang hari di setiap jam, sampel tambahan yang dipilih, diukur,
dan dicatat pada peta kendali X dan R. (Garrity, 1993)
4. Menghitung nilai rata-rata ( X )
Nilai rata-rata dihitung dengan syarat sampel satu desimal lebih banyak dari nilai
datanya. Rumus untuk menghitung rata-rata kelompok data yaitu:
X =𝑋1 + 𝑋2
+. . . + 𝑋𝑛
𝑛=
∑ 𝑋𝑖
𝑛
Dimana, (2-1)
n= jumlah data dalam subgrup
5. Menghitung rentang/jangkauan (R)
Rumus yang digunakan untuk setiap kelompok data yaitu:
R=Xterbesar-Xterkecil (2-2)
6. Menghitung rata-rata keseluruhan ( X )
Rata-rata keseluruhan adalah jumlah total rata-rata setiap subgrup data yang dibagi
dengan jumlah subgrup data. Rumus untuk menghitung rata-rata keseluruhan
adalah sebagai berikut:
19
X =X 1 + X 2
+. . . + X 𝑛
𝑁=
∑ X 𝑖
𝑁
Dimana, (2-3)
N=jumlah subgrup
7. Menghitung nilai rata-rata jangkauan (R)
Seluruh nilai R pada setiap subgrup data dijumlahkan, kemudian dibagi dengan
jumlah subgrup data.
R =𝑅1 + 𝑅2
+. . . + 𝑅𝑛
𝑁=
∑ 𝑅𝑖
𝑁
Dimana, (2-3)
N=jumlah subgrup
8. Menentukan garis batas pengendalian
a. Batas Kendali peta X
UCLX = X + A2 x R (2-4)
CLX = X (2-5)
LCLX = X – A2 x R (2-6)
Dimana,
CLX = center line peta X
UCLX = batas kendali atas peta X
LCLX = batas kendali bawah peta X
A2 = didapat dari tabel 2.2
b. Batas kendali peta R
UCLR = D4 x R (2-7)
CLR = R (2-8)
LCLR = D3 x R (2-9)
20
Dimana,
CLR = center line peta R
UCLR = batas kendali atas peta R
LCLR = batas kendali bawah peta R
D3 = didapat dari tabel 2.2
D4 = didapat dari tabel 2.2
Tabel 2.2 Faktor Untuk Menghitung Center Line
Ukuran
sampel
(n)
Bagan kendali R Bagan kendali
X-bar
Simpangan baku proses
D3 D4 A2 d2 c4 d3
2 0 3,269 1,880 1,128 0,7979 0,853
3 0 2,574 1,023 1,693 0,8862 0,888
4 0 2,282 0,729 2,059 0,9213 0,880
5 0 2,114 0,577 2,326 0,9400 0,864
6 0 2,004 0,483 2,534 0,9515 0,848
7 0,076 1,924 0,419 2,704 0,9594 0,833
8 0,136 1,864 0,373 2,847 0,9650 0,820
9 0,184 1,816 0,337 2,970 0,9693 0,808
10 0,223 1,777 0,308 3,078 0,9727 0,797
11 0,256 1,744 0,285 3,173 0,9754 0,787
12 0,283 1,717 0,266 3,258 0,9776 0,778
13 0,307 1,693 0,249 3,336 0,9794 0,770
14 0,328 1,672 0,235 3,407 0,9810 0,763
15 0,347 1,653 0,223 3,472 0,9823 0,756
16 0,363 1,637 0,212 3,532 0,9835 0,750
17 0,378 1,622 0,203 3,588 0,9845 0,744
18 0,391 1,608 0,194 3,640 0,9854 0,739
19 0,403 1,597 0,187 3,689 0,9862 0,734
20 0,415 1,585 0,180 3,735 0,9869 0,729
21 0,425 1,575 0,173 3,778 0,9876 0,724
22 0,434 1,566 0,167 3,819 0,9882 0,720
Sumber: Amitava Mitra, Fundamental Of Quality Control and Improvement 2nd edition, hal. 710
21
9. Menggambar peta kendali
Mempersiapkan kertas peta kendali atau peta grafik, lalu garis batas kendali
digambarkan serta ditulis nilai angka-angkanya. Center line dibuat tebal sedangkan
UCL dan LCL dibuat putus-putus.
10. Menentukan titik-titik (Plotting)
Membuat plot titik-titik dari nilai X dan R untuk tiap-tiap subgrup data dalam satu
garis vertikal yang sama. Tanda yang sama untuk titik-titik dot (.) dan untuk titik-
titik R. (Grant dan Lavenworth, 1996)
2.4 Analisis dan Interpretasi Peta Kendali
Setelah peta kendali X dan R dibangun, proses dapat dianalisa. Peta kendali
digunakan untuk menentukan dua aspek kritikal dari pengendalian proses: (Garrity,
1993)
1. Apakah proses berada dalam kontrol/kendali ?
2. Apakah proses mampu berulang kali memenuhi persyaratan ?
Matter of degrees. titik di luar batas kontrol menunjukkan bahwa penyebab khusus
dari variasi hadir, sedangkan pola yang dibentuk oleh titik-titik dalam batas kontrol
menunjukkan adanya masalah yang mungkin ada dan yang satu harus memantau
proses secara ketat. ada beberapa pola dasar yang dapat terjadi dalam setiap proses
diberikan, pola ini disebut runs, trends, cycles, jumps, dan hugging. Berikut
pengertian dan contoh dari pola-pola tersebut : (Garrity, 1993)
1. Runs
Run adalah serangkaian poin berturut-turut yang jatuh pada salah satu sisi
dari garis tengah yang ditampilkan pada gambar 2.4. Run biasanya
menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi dalam nilai rata-rata atau
variasi proses. Setiap kali run terjadi harus diamati secara teliti untuk
mengimbangi masalah yang timbul dalam proses.
22
Gambar 2.4 Pola Runs
2. Trends
Trend terbentuk ketika serangkaian titik berturt-turut terus naik atau turun
dalam satu arah seperti yang ditampilkan pada gambar 2.5. Ketika
serangkaian tujuh atau lebih poin berturut-turut terus naik atau turun.
Kondisi abnormal operasi dalam proses.
Gambar 2.5 Pola Trends
3. Cycles
Cycles adalah serangkaian titik yang menampilkan pola yang sama atau
berulang dalam interval waktu yang sama seperti yang ditampilkan pada
gambar 2.6. Tidak ada aturan keras dan cepat yang digunakan untuk
mendeteksi siklus pada grafik kendali. Namun, analisis kritis diperlukan
untuk mengidentifikasi setiap siklus terus menerus atau berulang.
Gambar 2.6 Pola Cycles
4. Jumps
Jump terjadi ketika ada pergeseran besar antara dua titik berturut-turut
seperti yang ditampilkan pada gambar 2.7.
23
Gambar 2.7 Pola Jumps
5. Hugging
Hugging adalah pola yang terjadi pada saat poin tetap dekat dengan garis
tengah (gambar 2.8) atau garis batas kendali (gambar 2.9).
Gambar 2.8 Pola Central Line Hugging
Gambar 2.9 Pola Control Limit Hugging
2.5 Statistical Processing Control (SPC)
Statistical Processing Control (SPC) adalah sebuah alat statistik yang digunakan
secara umum untuk mengetahui/memastikan bahwa suatu proses memenuhi
standar. Atau bisa dikatakan, selain SPC merupakan suatu proses yang digunakan
untuk memonitor standar, mengukur dan mengambil langkah perbaikan ketika
suatu produk atau jasa dalam proses produksi. (Render dan Heizer, 2005, p286)
24
Statistical Process Control adalah kumpulan dari beberapa konsep manajemen dan
metode produksi yang bisa digunakan untuk mendapatkan produktifitas, efisiensi
dan kualitas untuk membuat suatu produk yang dapat berkompetisi dengan level
yang maksimum, dimana SPC mengaitkan penggunaan sinyal-sinyal statistik untuk
peningkatan performansi dan untuk pemeliharaan pengendalian suatu produksi
pada level kualitas yang lebih tinggi. (Smith, 2003:p1)
Adapun definisi lain dari Statistical Process Control adalah suatu istilah yang
mulai dipergunakan pada tahun 1970-an untuk menjelaskan penggunaan teknik-
teknik statistk dalam mengawasi dan meningkatkan performa proses dalam
memproduksi produk yang memiliki kualitas. (Gasperz, 1998,p1)
2.5.1 Manfaat Statistical Process Control (SPC)
Manfaat/keuntungan melakukan pengendalian kualitas secara statistik (Heizer dan
Render, 2005) adalah :
1. Pengawasan (control), di mana analisis yang dibutuhkan untuk bisa
menentukan statistical control mewajibkan bahwa syarat-syarat suatu kualitas
pada keadaan tersebut dan kemampuan prosesnya telah dipelajari sampai
mendetail. Hal tersebut akan mengurangi beberapa titik kesulitan tertentu, baik
dalam proses maupun dalam spesifikasi.
2. Dikerjakannya kembali produk-produk yang scrap-rework. Dengan dilakukan
pengendalian, maka munculnya penyimpangan-penyimpangan dalam proses
dapat dicegah. Sebelum muncul hal-hal yang serius dan akan diperoleh
kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses (process capability)
dengan spesifikasi, sehingga banyaknya produk-produk yang cacat (scrap)
dapat direduksi. Dewasa ini dalam suatu perusahaan, biaya-biaya bahanbaku
sering kali melebihi biaya pekerja sampai 3 bahkan 4 kalinya, sehingga dengan
perbaikan yang sudah dilakukan dalam hal penggunaan bahanbaku dapat
menghasilkan penghematan yang menguntungkan.
3. Biaya-biaya analisis, karena Statistical Quality Control dilakukan dengan cara
mengambil sampel-sampel dan menggunakan teknik sampling, maka hasil
produksi yang diperiksa hanya sebagian saja. Maka dari itu hal tersebut akan
membuat biaya- biaya pengecekan menjadi turun.
25
2.6 Kemampuan dan Kestabilan Proses
Proses dapat didefinisikan sebagai serangkaian kondisi yang dikombinasikan untuk
menghasilkan suatu produk, layanan, atau hasil. kondisi ini umumnya
diklasifikasikan sebagai: (Garrity,1993)
1. Mesin dan peralatan
2. Metode dan prosedur
3. Personil
4. Material
5. Pengukuran
6. Lingkungan
Setiap kondisi adalah sumber variasi dalam proses. ketika kondisi ini digabungkan
untuk menghasilkan suatu produk atau jasa, jumlah alami dan dapat diprediksi dari
variasi acak terjadi dari kondisi ini tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dan
diarahkan untuk variasi penyebab yang biasa.
Dalam banyak kasus, variasi penyebab umum dapat digambarkan oleh kurva
normal (gambar 2.10). yaitu, 99.7 % dari variasi penyebab umum akan jatuh dalam
±3 standar deviasi dari rata-rata. setiap kali proses menunjukkan variasi stabil dan
dapat diprediksi, proses ini beroperasi di kontrol. bagian atau jasa yang dihasilkan
oleh proses yang beroperasi di kontrol adalah yang terbaik yang proses dapat
menghasilkan, kecuali proses itu sendiri diubah atau diperbaiki.
Gambar 2.10 Kurva Normal
26
2.6.1 Kapabilitas Proses (CP)
Metode lain menghitung kemampuan proses (CP). rumus yang digunakan untuk
menghitung CP adalah kebalikan dari rasio kemampuan (CR) rumus. CP adalah
rasio persyaratan proses ini (spesifikasi) ke level variasi penyebab umum (6σ).
𝐶𝑝 =𝑈𝑆𝐿 − 𝐿𝑆𝐿
6𝜎
Dimana, (2-10)
Cp = kapabilitas proses
USL = batas atas spesifikasi
LSL = batas bawah spesifikasi
σ = standar deviasi
Ketika kemampuan Proses ini digunakan untuk menentukan kemampuan proses .
nilai CP harus 1,33 atau lebih besar. (Garrity, 1993)
1. Jika nilai CP adalah antara 1.0 dan 1.33. Proses ini mampu, tetapi harus
dipantau secara hati-hati saat mendekati 1.0.
2. Jika nilai CP kurang dari 1.0, proses ini dinyatakan tidak mampu.
2.6.2 Index Kapabilitas Proses (Cpk)
Index kapabilitas proses (Cpk) merupakan index yang menampilkan
kemampuan/kapabilitas sebuah proses jangka pendek yang memenuhi batas
spesifikasi dimana dalam perhitungannya, centering proses dan sebaran data sangat
diperhatikan.
Cpk dapat dihitung dengan rumus :
Cpk = Cp – ( 1- k )
Dimana :
𝑘 =𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡(𝑇) − 𝑀𝑒𝑎𝑛(𝑋)
12 (𝑈𝑆𝐿 − 𝐿𝑆𝐿)
(2-11)
27
Rumus lain yang bisa digunakan adalah sebagai berikut : (Garrity, 1993)
𝐶𝑝𝑘 =𝑈𝑆𝐿 − 𝑀𝑒𝑎𝑛(𝑋)
3𝜎
Atau (2-12)
𝐶𝑝𝑘 =𝑀𝑒𝑎𝑛(𝑋) − 𝐿𝑆𝐿
3𝜎
(2-13)
Ketika proses sempurna pada target, maka k=0 dan Cpk=Cp. Cpk akan
memuaskan apabila pergeseran data proses tidak jauh dari target (nilai k kecil) dan
sebaran proses sekecil mungkin (variasi proses terlalu kecil).
Proses dianggap capable jika seluruh data pengukuran ada di dalam area batas
spesifikasi (specification limits). Jika spesifikasi hanya mempunyai satu batas
yaitu batas atas saja (upper) atau batas bawah saja (lower) dan ketika target tidak
ditentukan, maka Cp tidak bisa digunakan dan hanya menggunakan Cpk.
Perhitungan kapabilitas proses dilakukan berdasarkan index kapabilitas proses
(Cp). Index Cp memiliki dua kekurangan besar. Pertama, tidak dapat digunakan
kecuali terdapat baik spesifikasi atas maupun bawah. Kedua, tidak dapat
menghitung data yang distribusinya tidak normal. Jika rata-rata proses tidak berada
pada garis tengah pada persyaratan perekayasaan, indeks Cp akan memberikan hasil
yang menyesatkan. Situasi ini akan lebih direfleksikan secara akurat dengan
menghitung indeks kapabilitas proses yang baru, CPK. Dalam hal ini indeks Cp
digantikan dengan CPK (Pyzdek, 2002). Untuk parameter yang hanya memiliki
satu spesifikasi (atas atau bawah) maka yang dipakai adalah nilai CPU (Upper
Capability Indeks) dan CPL (Lower Capability Indeks).
Jika nilai CPK adalah 0 dan 1.0, proses berarti berada dalam batas spesifikasi
bagaimanapun, sebagian dari variasi proses jatuh di luar batas spesifikasi (gambar
2.11 ).
28
Gambar 2.11 Kurva CPK < 1,0
1. Jika nilai CPK adalah 1, salah satu ujung variasi proses jatuh pada batas
spesifikasi (gambar 2.12)
Gambar 2.12 Kurva CPK = 1,0
29
2. Jika nilai CPK lebih besar 1, variasi proses jatuh sepenuhnya dalam batas-
batas spesifikasi (gambar 2.13).
Gambar 2.13 Kurva CPK > 1,0
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Langkah – Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut (gambar 3.1):
Gambar 3.1 Tahapan Metodologi Penelitian
Mulai
Observasi Awal
(Pengamatan Langsung dan Wawancara)
Identifikasi
Masalah
Pengumpulan
Data
Membuat Peta
Kendali X-bar dan R
Proses
Terkendali?
Menghitung
Kapabilitas Proses
Saran Peningkatan
Kinerja
Selesai
Ya
TidakMembuat:
Diagram Sebab Akibat
Menerapkan Tindakan
Pengendalian
31
3.2 Observasi Awal
Observasi perusahaan adalah langkah pertama pada penelitian ini. Pada tahapan ini,
dilakukan observasi langsung di perusahaan dengan melakukan interview dengan
kepala departemen quality PT. XYZ dengan foreman laboratorium kimia dan
kepala departemen mixing liquid untuk mengetahui keadaan yang terjadi di
lapangan. Untuk memastikan permasalahan dilakukan pengamatan terhadap proses
produksi dan proses analisis laboratorium PT XYZ secara langsung.
3.3 Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan observasi awal, kemudian dilakukan identifikasi latar belakang
masalah yang ditemukan oleh departemen quality PT XYZ setelah itu ditentukan
rumusan masalah dari yang telah dijelaskan pada latar belakang. Kemudian setelah
itu dilakukan penetuan tujuan dari penelitian yang akan menjawab permasalah yang
sudah dirumuskan sebelumnya. Kemudian, ditentukan batasan-batasan masalah
agar penelitian tetap pada ruang lingkup yang sudah ditetapkan. Setelah itu,
ditentukan juga asumsi-asumsi untuk membantu dalam penyelesaian masalah yang
telah dirumuskan. Hal-hal diatas dijelaskan pada Bab I.
3.4 Metodologi Penelitian
Menentukan tahapan untuk berpikir secara sistematis untuk menggambarkan
tahapan-tahapan dalam identifikasi, perumusan, analisis, pemecahan suatu masalah
dan sampai akhirnya didapat suatu kesimpulan dari masalah yang dijadikan objek
penelitian.
3.5 Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan untuk mempelajari konsep dan kegiatan dalam
melakukan penelitian dengan tujuan menunjang penelitian dengan melengkapi teori
yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian dan berperan dalam
pengumpulan informasi secara lengkap untuk memcahkan masalah yang
ditemukan. Landasan teori dapat berasal dari buku-buku atau referensi-referensi
lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahapan ini, literatur yang
32
digunakan adalah tentang pengendalian kualitas (Quality Control) dan Statistical
Process Control (SPC).
3.6 Analisis data
Mengumpulkan data–data yang diperlukan terkait proyek ini antara lain hasil
analisis kadar curcumin dalam VSOS dan analisis proses produksi VSOS dengan
cara wawancara dan observasi.
Pengolahan data dilakukan dengan mengguanakan alat bantu Statistical Process
Control (SPC), yaitu dengan membuat check sheet, membuat histogram dan
membuat peta kendali X dan R.
3.7 Kesimpulan dan Saran
Kemudian langkah terakhir yang dilakukan adalah pengambilan kesimpulan dan
pemberian saran. Kesimpulan yang diambil berisikan hasil dari perbandingan
antara kondisi awal dan kondisi akhir pada proses sterilisasi dan hasil analisis
terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan ini harus disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Sedangkan saran berisikan rekomendasi mengenai apa-
apa yang dapat dilakukan untuk menutup kekurangan yang terjadi, apabila tujuan
belum sepenuhnya tercapai atau untuk menyempurnakan hasil penelitian. Saran
yang diberikan diharapkan bersifat membangun untuk tahap perbaikan selanjutnya.
33
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Observasi Produk VSOS
Produk VSOS merupakan vitamin untuk menambah nafsu makan anak. Zat
utama/berkhasiat yang berfungsi untuk menambah nafsu makan yaitu curcumin.
Kadar curcumin yang terkandung dalam setiap 15 mL/1sdm adalah 10 mg dengan
toleransi ±1 mg. Berikut merupakan spesifikasi kadar curcumin dapat dilihat pada
tabel 4.1:
Tabel 4.1 Spesifikasi Kadar Curcumin
Zat
Utama/Berkhasiat
Target
(mg/15mL)
Toleransi
(mg/15mL)
Range
kadar
(mg/15mL)
Curcumin 10,00 ±1,00 9,00-11,00
Kadar Curcumin harus sesuai dengan spesifikasi perusahaan agar konsumen tidak
dirugikan dan produsen atau pihak perusahaan dapat dikatakan telah melakukan
proses pengendalian kualitas dengan baik terhadap produknya sebelum dipasarkan.
Kadar curcumin yang tidak sesuai spesifikasi memiliki indikasi bahwa pihak
perusahaan belum melakukan pengendalian kualitas dengan baik. Kadar curcumin
produk yang kurang dari spesifikasi akan merugikan pihak konsumen, sedangkan
kadar curcumin produk yang melebihi spesifikasi akan merugikan pihak produsen
karena menyebabkan penambahan biaya produksi yang sebenarnya dapat dihindari.
Seperti yang telah dibahas pada bab 1 (pendahuluan), telah teridentifikasi masalah
yang terjadi yaitu terjadi penyimpangan kadar curcumin pada produk VSOS yang
menyebabkan produk VSOS dinyatakan reject. Sebelum dinyatakan reject, produk
VSOS harus dilakukan proses rework, apabila masih terjadi penyimpangan kadar
curcumin maka produk tersebut dinyatakan reject. Berikut merupakan data
penyimpangan kadar curcumin pada tahun 2015 yang ditampilkan pada tabel 4.2:
34
Tabel 4.2 Data Penyimpangan Kadar Curcumin Dalam VSOS Pada Tahun 2015
Bulan
Jumlah
Produksi
(Batch)
Jumlah
Penyimpangan
(Batch)
Keterangan
Berhasil
Rework Reject
Januari 17 0
Februari 20 1 1
Maret 18 0
April 18 0
Mei 20 9 5 4
Juni 19 7 4 3
Juli 18 5 2 3
Agustus 18 5 5
September 19 4 3 1
Oktober 20 4 4
November 19 6 3 3
Desember 19 5 2 3
Total 225 46 29 17
Persentase Penyimpangan 20,44% 12,89% 7,55%
Dari tabel 4.2 dapat dilihat terjadi penyimpangan kadar curcumin pada produk
VSOS tahun 2015 sebesar 20,44 %, lalu produk dirework dan produk yang berhasil
dirework adalah sebesar 12,89 % sisanya menjadi produk reject sebesar 7,55 %.
4.2 Pengumpulan Data
Produk sirup VSOS yang telah diproduksi dipindahkan ke container sebelum
dikemas, lalu diambil 3 bagian dengan menggunakan alat tip sampler sebanyak 500
mL per bagian untuk dijadikan sampel, adapun bagian yang diambil yaitu bagian
permukaan sirup/atas container (X1), bagian tengah sirup/tengah container (X2)
dan bagian dasar sirup/bawah container (X3). Setelah itu Sampel VSOS lalu
diambil 15 mL dan dianalisis kadar curcumin di laboratorium QC (Quality Control)
menggunakan alat spektrofotometer. Sisa sampel tersebut digunakan untuk analisis
parameter lain dalam produk VSOS. Dalam hal ini kadar curcumin merupakan
parameter yang paling banyak menyebabkan produk tersebut reject seperti
ditunjukan pada tabel 4.2.
35
Data hasil penetapan kadar curcumin dicatat pada checksheet untuk dilakukan
analisis lebih lanjut. Data tersebut digunakan untuk menghitung rata-rata dan range
yang akan digunakan pada peta kendali X dan R, agar terlihat tingkat variasi dari
kadar curcumin produk VSOS pada proses produksi. Berikut ini merupakan data
hasil penetapan kadar curcumin selama periode Oktober 2015 - Desember 2015
yang dicatat dan ditampilkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Penetapan Kadar Curcumin
Batch Sampel
X1 X2 X3
30 10,40 10,84 10,11
31 10,66 11,15 11,20
32 10,24 10,59 10,81
33 11,04 11,27 11,04
34 10,90 11,11 11,23
35 10,53 10,00 9,31
36 9,04 9,77 10,57
37 9,25 10,33 10,48
38 11,00 10,89 10,95
39 10,82 10,20 10,11
40 10,34 10,54 9,73
41 10,11 10,01 9,89
42 10,16 10,21 10,40
43 10,67 11,27 11,34
44 10,48 10,40 10,37
45 9,88 10,03 10,05
46 10,81 10,98 11,27
47 9,77 10,22 10,14
48 10,40 10,84 10,11
49 11,01 11,23 11,21
50 10,24 10,59 10,81
51 11,04 11,27 11,04
52 10,90 11,11 11,23
53 10,35 10,00 9,42
54 9,82 10,40 10,00
55 10,12 10,30 10,04
56 11,00 10,89 11,20
57 10,20 10,20 10,11
58 10,53 10,00 9,31
Batch Sampel
X1 X2 X3
1 10,02 10,00 9,95
2 9,72 10,52 10,98
3 11,25 11,03 11,75
4 11,48 11,17 11,85
5 10,05 10,57 10,58
6 10,39 10,41 10,64
7 10,75 11,49 11,07
8 10,00 10,36 10,62
9 10,42 9,83 10,71
10 10,11 9,20 10,31
11 9,67 9,71 9,92
12 10,01 10,75 9,37
13 10,99 10,75 10,83
14 11,21 10,52 11,63
15 10,00 9,87 10,35
16 10,02 10,25 9,69
17 10,59 10,47 10,59
18 10,64 10,84 10,57
19 10,25 10,11 10,00
20 10,84 9,22 9,79
21 10,33 10,20 10,36
22 9,30 9,81 10,87
23 10,99 10,07 10,57
24 11,01 11,64 11,21
25 10,79 11,27 11,34
26 10,14 10,00 10,60
27 10,77 10,30 10,17
28 10,81 10,98 11,27
29 9,77 10,22 10,14
36
4.3 Pembuatan Peta Kendali X dan R
Setelah data diperoleh dari hasil analisis kadar curcumin dijadikan data
pengamatan, maka data tersebut dihitung dan dibuat peta kendali X dan R.
4.3.1 Perhitungan Data
Pada tabel 4.3 terdapat 58 produk yang telah diproduksi pada periode Oktober-
Desember 2015, perhitungan sampel menggunakan rumus slovin adalah sebagai
berikut:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁𝛼2
𝑛 =58
1 + 58(0,05)2
𝑛 = 50,66 ≈ 51
Dari data pada tabel 4.3 diambil 51 sampel lalu didapatkan data rata-rata, dan range
dari sampel. Berikut data hasil perhitungan rata-rata ( X ) dan range yang
ditampilkan pada tabel 4.4:
37
Tabel 4.4 Perhitungan Rata-Rata ( X ) dan Range (R)
Dari perhitungan rata-rata ( X ) dan range (R) tiap sampel pada tabel 4.4 dihitung
dan dibuat peta kendali X dan R. Berikut merupakan perhitungan dan peta kendali
X dan R:
1. Rata-rata dari subgrup sampel ( X )
X =X 1 + X 2
+. . . + X 𝑛
𝑁=
∑ X 𝑖
𝑁
X =10,33 + 10,32
+. . . + 9,95
51
X = 10,443
Batch X1 X2 X3 Xbar R Batch X1 X2 X3 Xbar R
1 10,00 10,36 10,62 10,33 0,62 28 10,53 10,00 9,31 9,95 1,22
2 10,42 9,83 10,71 10,32 0,88 29 9,04 9,77 10,57 9,79 1,53
3 10,11 9,20 10,31 9,87 1,11 30 9,25 10,33 10,48 10,02 1,23
4 9,67 9,71 9,92 9,77 0,25 31 11,00 10,89 10,95 10,95 0,11
5 10,01 10,75 9,37 10,04 1,38 32 10,82 10,20 10,11 10,38 0,71
6 10,99 10,75 10,83 10,86 0,24 33 10,34 10,54 9,73 10,20 0,81
7 11,21 10,52 11,63 11,12 1,11 34 10,11 10,01 9,89 10,00 0,22
8 10,00 9,87 10,35 10,07 0,48 35 10,16 10,21 10,40 10,26 0,24
9 10,02 10,25 9,69 9,99 0,56 36 10,67 11,27 11,34 11,09 0,67
10 10,59 10,47 10,59 10,55 0,12 37 10,48 10,40 10,37 10,42 0,11
11 10,64 10,84 10,57 10,68 0,27 38 9,88 10,03 10,05 9,99 0,17
12 10,25 10,11 10,00 10,12 0,25 39 10,81 10,98 11,27 11,02 0,46
13 10,84 9,22 9,79 9,95 1,62 40 9,77 10,22 10,14 10,04 0,45
14 10,33 10,20 10,36 10,30 0,16 41 10,40 10,84 10,11 10,45 0,73
15 9,30 9,81 10,87 9,99 1,57 42 11,01 11,23 11,21 11,15 0,22
16 10,99 10,07 10,57 10,54 0,92 43 10,24 10,59 10,81 10,55 0,57
17 11,01 11,64 11,21 11,29 0,63 44 11,04 11,27 11,04 11,12 0,23
18 10,79 11,27 11,34 11,13 0,55 45 10,90 11,11 11,23 11,08 0,33
19 10,14 10,00 10,60 10,25 0,60 46 10,35 10,00 9,42 9,92 0,93
20 10,77 10,30 10,17 10,41 0,60 47 9,82 10,40 10,00 10,07 0,58
21 10,81 10,98 11,27 11,02 0,46 48 10,12 10,30 10,04 10,15 0,26
22 9,77 10,22 10,14 10,04 0,45 49 11,00 10,89 11,20 11,03 0,31
23 10,40 10,84 10,11 10,45 0,73 50 10,20 10,20 10,11 10,17 0,09
24 10,66 11,15 11,20 11,00 0,54 51 10,53 10,00 9,31 9,95 1,22
25 10,24 10,59 10,81 10,55 0,57 532,59 30,63
26 11,04 11,27 11,04 11,12 0,23 10,443 0,601
27 10,90 11,11 11,23 11,08 0,33
Jumlah
Rata-Rata
38
2. Rata-rata dari range ( R )
R =𝑅1 + 𝑅2
+. . . + 𝑅𝑛
𝑁=
∑ 𝑅𝑖
𝑁
R =0,66 + 0,68
+. . . + 1,22
51
R = 0,601
3. Perhitungan kontrol limit peta kendali X dan R
a. Peta Kendali X
𝐶𝐿 X = X = 10,443
UCL X = X + A2 x R LCL X = X - A2 x R
UCL X = 10,443 + (1,023 x 0,601) LCL X = 10,443 - (1,023 x 0,601)
UCL X = 11,057 LCL X = 9,829
b. Peta Kendali R
CLR = R = 0,601
UCLR = D4 x R LCLR = D3 x R
UCLR = 2,575 x 0,601 LCLR = 0 x 0,601
UCLR = 1,547 LCLR = 0
39
4.3.2 Peta Kendali X
Dari data yang telah dihitung diperoleh nilai CL, UCL dan LCL dari kadar curcumin
produk VSOS, setelah itu data tersebut diplot pada peta kendali X yang dapat
dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1 Peta Kendali X Kadar Curcumin
Keterangan :
1. Terdapat data pengamatan yang jatuh diluar batas kontrol, yaitu pada data
ke 4, 7, 17, 18, 26, 27, 29, 36, 42, 44 dan 45.
2. Tidak terbentuk pola yang terjadi didalam batas kontrol.
CL=10,443
UCL=11,057
LCL=9,829
9,600
9,800
10,000
10,200
10,400
10,600
10,800
11,000
11,200
11,400
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Peta Kendali X
40
4.3.3 Peta Kendali R
Dari data yang telah dihitung diperoleh nilai CL, UCL dan LCL dari kadar curcumin
produk VSOS, setelah itu data tersebut diplot pada peta kendali R yang dapat dilihat
pada gambar 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2 Peta Kendali R Kadar Curcumin
Keterangan :
1. Terdapat data pengamatan yang jatuh diluar batas kontrol, yaitu pada data
ke 13 dan 15.
2. Tidak terbentuk pola yang terjadi dalam batas kontrol.
4.3.4 Kesimpulan Proses
Berdasarkan hasil dari peta kendali X dan R, maka dapat disimpulkan bahwa
proses tidak terkendali (out of control) karena pada peta kendali X terdapat 11 titik
jatuh diluar batas kendali sedangkan pada peta kendali R terdapat 2 data
pengamatan yang jatuh diluar batas kendali dan tidak terbentuk pola..
CL=0,601
UCL=1,547
LCL=0
-0,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Peta Kendali R
41
4.4 Analisis Penyebab Penyimpangan Kadar Curcumin
Penyebab penyimpangan kadar curcumin pada produk VSOS dapat dicari dan
diidentifikasi dengan menggunakan diagram sebab akibat. Penyusunan diagram
sebab akibat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan kepala bagian
mixing liquid dan kepala bagian QC (Quality Control). Proses identifikasi
bertujuan mengetahui sumber permasalahan, sehingga tindakan korektif dapat
dilakukan dengan lebih cermat dan tepat. Faktor-faktor penyebab penyimpangan
kadar curcumin pada produk VSOS digolongkan ke dalam 4 faktor utama, yaitu :
1. Man (Operator)
2. Machine
3. Material
4. Environment
42
Diagram sebab akibat terhadap penyebab penyimpangan kadar curcumin dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut:
Penyimpangan
Kadar Curcumin
Man
Machine
Material
Environment
Kurang Skill
Kurang
Ketelitian
Suhu Ruangan
Panas
Kelembapan Ruangan
tinggi
Ultra Turrax
Kurang
Pengawasan
Water Heater
Operator
baru
Operator
Baru
Kualitas
tidak sesuai
Atasan acuh
Tempat Penyimpanan
Material
Putaran
Tidak Stabil
Terlalu
Panas
Kelembapan Tinggi
Suhu
Panas
Air Handling Unit (AHU)
bermasalah
Air Handling Unit (AHU)
bermasalahMaintenance
kurang
Belum ada
SOP Maintenance
kurang
Belum ada
SOP
Kurang
pengawasan
Kurang pengawasan
SOP tidak dilakukan
Maintenanace
kurang
Belum ada
SOP Maintenance
kurang
Belum ada
SOP
Operator
mengabaikan
Sanksi kurang tegas
Belum ada
peraturan resmi
SOP tidak
dilakukan
Operator
mengabaikan
Sanksi
Kurang tegas
Belum ada
peraturan resmi
Kurang
TrainingKurang
training
Belum
terbiasa
Kurang penghargaan
dari perusahaan
Gambar 4.3 Diagram Sebab Akibat Penyebab Penyimpangan Kadar Curcumin
43
Seperti yang terlihat pada gambar 4.3, faktor-faktor yang teridentifikasi
menyebabkan penyimpangan kadar curcumin pada produk VSOS yaitu faktor man,
machine, material dan environment sedangkan pada faktor method tidak ditemukan
masalah. Berikut penjelasan dari masing-masing faktor:
1. Man (Operator)
Man (operator) memiliki peran yang sangat penting pada produk yang dihasilkan.
Dari hasil analisis penyebab penyimpangan kadar curcumin pada produk VSOS
didapat bahwa 66,67% penyimpangan kadar curcumin dikerjakan oleh karyawan
kontrak, data terlampir.
Awareness operator dalam melakukan kegiatan dipengaruhi oleh motivasi yang
diterima oleh karyawan yang bersangkutan khususnya karyawan kontrak karena
mereka tahu hanya akan bekerja untuk sementara sesuai kontrak kerja. Kurangnya
awareness dapat membuat juga operator menjadi kurang teliti dalam bekerja.
Melalui pengawasan, karyawan akan merasa selalu diperhatikan oleh atasannya
apakah dia telah bekerja sesuai dengan prosedur atau tidak khususnya untuk
karyawan kontrak. Kemampuan/skill dari karyawan dapat ditentukan dari lama
bekerja (pengalaman), latihan yang diberikan (training), dan tingkat pendidikannya
(edukasi). Semakin lama masa kerja seorang karyawan, akan semakin banyak
pengalamannya dan semakin ahli dalam pekerjaannya.
Dari hasil analisis penyebab penyimpangan kadar curcumin, teridentifikasi akar
masalah yaitu kurangnya training pada operator baru dan kurangnya penghargaan
perusahaan kepada atasan dalam hal ini foreman atau supervisor yang membuat
kurangnya pengawasan terhadap bawahannya dalam bekerja.
2. Machine
Mesin mixing merupakan faktor yang paling penting yang paling berpengaruh
terhadap penyimpangan kadar curcumin. Mesin mixing merupakan mesin yang
berfungsi mencampur semua bahan baku sampai homogen. Dalam mesin mixing
terdapat 2 alat yang berpengaruh dalam proses pembuatan produk VSOS, yaitu
ultra turrax dan heater yang dapat diatur/disetting sesuai prosedur pembuatan
produk. Kesalahan dalam setting, cara penggunaan, maupun proses
44
maintenance mesin dapat berakibat secara langsung terhadap kualitas produk
yang dihasilkan.
Ultra Turrax merupakan bagian utama dari mesin mixing. Prinsip kerja ultra turax
yaitu mencampur semua bahan baku dengan menggunakan getaran ultrasonik.
Untuk itu ultra turrax harus diperhatikan mulai dari awal pengaturan dan posisi
supaya tidak bergeser. Pengaturan ultra turrax yang tidak teliti dan posisi yang
bergeser dapat membuat produk tidak tercampur merata dan juga membuat kadar
air dalam proses menguap lebih banyak apabila putaran ultra turrax terlalu cepat.
Heater berfungsi untuk memanaskan air sebelum dicampurkan dengan bahan baku
lain. Tujuan air dipanaskan karena ada beberapa bahan baku yang larut hanya
dengan air panas sesuai suhu yang ditentukan, untuk proses produksi VSOS
menggunakan suhu 75oC. Untuk itu suhu heater harus terus dicek validitas antara
suhu alat dan suhu aktual agar suhu tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena
suhu pada proses pencampuran/mixing juga sangat berpengaruh pada kualitas
produk VSOS. Apabila suhu lebih rendah, akan membuat bahan baku tidak larut
sempurna, sedangkan apabila terlalu tinggi akan membuat kandungan-kandungan
didalam VSOS menjadi rusak atau juga kadar air menguap yang membuat sirup
VSOS menjadi lebih pekat.
Dari hasil analisis penyebab penyimpangan kadar curcumin, teridentifikasi akar
masalah yaitu belum ada SOP preventive maintenance untuk mesin mixing.
3. Material
Material merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan kadar
curcumin. Material atau bahan baku harus sesuai dengan kualitas yang diperlukan
untuk memproduksi produk VSOS. Dalam hal ini lingkungan tempat penyimpanan
material sangat berpengaruh terhadap kualitas. Material untuk bahan baku produk
farmasi sangat sensitif terhadap suhu dan kelembapan. Dalam hal ini yang
menyebabkan suhu dan kelembapan adalah karena operator mengabaikan standar
operasional prosedur (SOP) dan tidak ada peraturan yang mengatur sanksi untuk
operator yang mengabaikan SOP.
45
4. Environment
Salah satu juga yang faktor yang penting adalah environment/lingkungan. Adapun
lingkungan disini, yaitu ruangan produksi dan ruangan karantina produk sebelum
proses filling/pengisian ke botol. Faktor yang berpengaruh disini yaitu suhu dan
kelembapan karena mulai dari bahan baku sampai produk jadi sensitif terhadap
suhu dan kelembapan. Suhu dan kelembapan dalam hal ini tidak sesuai dengan
standar yang ditentukan karena air handling unit (AHU) bermasalah. Hal tersebut
terjadi karena kurangnya maintenance dan tidak adanya SOP untuk maintenance
AHU.
5. Method
Method merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyimpangan
kadar curcumin. Method produksi produk VSOS tidak teridentifikasi mengalami
masalah dan sudah diantisipasi dengan cara sampling yang dilakukan pada 3 titik
container (atas, tengah, bawah) untuk mendeteksi apabila ada metode produksi
yang bermasalah dan juga untuk mendeteksi bahan baku yang tidak tercampur
sempurna. Untuk melihat apakah ada perbedaan signifikan antara bagian yang
disampling tersebut, maka dilakukan uji statistik dalam hal ini yaitu uji anova
dengan menggunakan software ms.excel seperti yang ditampilkan pada tabel 4.10.
H0: µ1 = µ2 = µ2
H1: µj tidak sama
Tabel 4.5 Hasil Peritungan Uji Anova
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,448284 2 0,224142 0,701468 0,497278 3,048833
Within Groups 54,64008 171 0,319533
Total 55,08836 173
Dari tabel 4.5 didapat angka Fcrit=3,048833 lebih besar dari F=0,224142 maka H0
diterima dan dapat disimpulkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara 3
titik sampling tersebut.
46
4.5 Tindakan Perbaikan
Dari hasil analisis penyebab penyimpangan kadar curcumin teridentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan penyimpangan kadar curcumin. Setelah itu dilakukan
beberapa tindakan perbaikan sebagai berikut:
1. Man (operator)
Tindakan perbaikan yang dilakukan dari faktor man (operator) yaitu:
a. Untuk tahun 2016, penggunaan jasa karyawan kontrak di departemen
mixing liquid dihilangkan dan hanya mempekerjakan karyawan tetap yang
sudah kompeten. Dengan begitu maka masalah kurang skill, kurang teliti
dan kurang awareness dapat dikurangi.
b. Memberikan reward kepada atasan oleh perusahaan sesuai dengan kinerja
agar lebih termotivasi dalam bekerja dan dalam mengawasi bawahannya.
2. Machine
Tindakan perbaikan yang dilakukan dari faktor machine yaitu:
a. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) preventive maintentance
mesin mixing untuk mencegah terjadinya masalah pada mesin, khususnya
pada ultra turrax dan water heater, SOP terlampir.
b. Untuk memastikan agar suhu larutan pada saat proses mixing sesuai dengan
yang tertera pada prosedur, maka dilakukan pengecekan suhu oleh operator
menggunakan termometer yang telah dikalibrasi setiap 30 menit dan dicatat
pada form pengecekan suhu proses produksi. Jika terjadi ketidaksesuaian
antara suhu aktual dan suhu yang tertera pada prosedur, maka operator harus
menghentikan proses dan melakukan perubahan setting pada heater sampai
didapat suhu larutan yang sesuai dengan prosedur.
3. Material
Tindakan perbaikan yang dilakukan dari faktor machine yaitu:
a. Membuat peraturan yang tegas untuk operator yang mengabaikan SOP
dalam pengawasan suhu dan kelembapan tempat penyimpanan material atau
bahan baku, SOP terlampir.
47
4. Environment
Tindakan perbaikan yang dilakukan dari faktor environment yaitu:
a. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) preventive maintentance
AHU untuk mencegah terjadinya masalah pada lingkungan produksi,
khususnya suhu dan kelembapan ruangan produksi, SOP terlampir.
b. Melakukan monitoring suhu dan kelembapan ruang produksi pada saat
proses produksi berlangsung sesuai standar yang telah ditentukan. Maka
untuk setiap kali produksi ditugaskan kepada operator untuk mengecek suhu
dan kelembapan setiap 30 menit dan dicatat pada form pemantauan suhu
dan kelembapan. Ketika suhu dan kelembapan tidak sesuai standar, maka
operator bertanggung jawab untuk melaporkan ke departemen engineering
untuk melakukan perbaikan agar suhu dan kelembapan kembali sesuai
standar.
Dari hasil tindakan perbaikan diatas, dilakukan evaluasi setelah tiga bulan untuk
mengetahui apakah tindakan perbaikan sesuai dengan yang diinginkan untuk
menghilangkan akar dari penyebab permasalahan.
4.6 Hasil Perbaikan
Setelah dilakukan tindakan perbaikan, belum ditemukan penyimpangan kadar
curcumin pada produk VSOS atau dapat dinyatakan persentase penyimpangan 0 %.
Berikut merupakan data penyimpangan kadar curcumin setelah perbaikan yang
ditampilkan pada tabel 4.6:
Tabel 4.6 Data Penyimpangan Kadar Curcumin Setelah Perbaikan
Bulan
Jumlah
Produksi
(Batch)
Jumlah
Penyimpangan
(Batch)
Keterangan
Berhasil
Rework Reject
Januari 6 0 - -
Februari 14 0 - -
Maret 13 0 - -
Total 33 0 - -
Presentase Penyimpangan 0 % - -
48
4.6.1 Data Setelah Perbaikan
Setelah dilakukan perbaikan didapat data hasil penetapan kadar curcumin dicatat
pada checksheet untuk dilakukan analisis kembali. Data tersebut digunakan untuk
menghitung rata-rata dan range yang akan digunakan pada peta kendali X dan R,
agar terlihat tingkat variasi dari kadar curcumin produk VSOS pada proses produksi
setelah perbaikan. Berikut ini merupakan data hasil penetapan kadar curcumin
periode Januari 2016-Maret 2016 yang dicatat dan ditampilkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Kadar Curcumin Setelah Perbaikan
4.6.2 Pembuatan Peta Kendali X dan R
Setelah data diperoleh dari hasil analisis kadar curcumin setelah perbaikan dan
dijadikan data pengamatan, maka data tersebut dihitung dan dibuat peta kendali X
dan R.
a. Perhitungan Data
Dari data pada tabel 4.7 didapatkan data rata-rata, dan range dari sampel. Berikut
data hasil perhitungan rata-rata ( X ) dan range (R) yang ditampilkan pada tabel
4.8:
X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 10,12 10,3 9,88 18 10 10,18 10,17
2 9,91 9,49 9,83 19 10,25 10,11 10
3 10,22 10,29 10,31 20 10,48 9,75 9,97
4 9,86 9,75 10,06 21 10,00 9,87 10,35
5 10,17 10,04 10,18 22 10,02 10,25 9,69
6 10,04 10,02 9,86 23 10,25 10,11 10,00
7 10,2 10,15 10,13 24 10,48 10,22 9,79
8 10 10,03 10,26 25 10,33 10,20 10,36
9 10,42 9,83 10,17 26 9,84 9,81 10,27
10 9,93 9,7 10,31 27 10,00 10,36 10,62
11 10,26 10,06 10,26 28 10,42 9,83 10,17
12 9,67 9,71 9,92 29 10,11 9,82 10,31
13 10,24 10,57 10,1 30 9,67 9,71 9,92
14 10,21 9,52 9,73 31 10,01 10,15 9,73
15 10,16 9,87 10,35 32 9,82 10,40 10,00
16 9,74 10,25 9,69 33 10,12 10,30 10,04
17 9,85 9,88 10,19
BatchSampel
BatchSampel
49
Tabel 4.8 Perhitungan Rata-Rata ( X ) dan Range (R)
Batch Sampel
X R X1 X2 X3
1 10,12 10,3 9,88 10,1 0,42
2 9,91 9,49 9,83 9,74 0,42
3 10,22 10,29 10,31 10,27 0,09
4 9,86 9,75 10,06 9,89 0,31
5 10,17 10,04 10,18 10,13 0,14
6 10,04 10,02 9,86 9,97 0,18
7 10,2 10,15 10,13 10,16 0,07
8 10 10,03 10,26 10,1 0,26
9 10,42 9,83 10,17 10,14 0,59
10 9,93 9,7 10,31 9,98 0,61
11 10,26 10,06 10,26 10,19 0,2
12 9,67 9,71 9,92 9,77 0,25
13 10,24 10,57 10,1 10,3 0,47
14 10,21 9,52 9,73 9,82 0,69
15 10,16 9,87 10,35 10,13 0,48
16 9,74 10,25 9,69 9,89 0,56
17 9,85 9,88 10,19 9,97 0,34
18 10 10,18 10,17 10,12 0,18
19 10,25 10,11 10 10,12 0,25
20 10,48 9,75 9,97 10,07 0,73
21 10,00 9,87 10,35 10,07 0,48
22 10,02 10,25 9,69 9,99 0,56
23 10,25 10,11 10,00 10,12 0,25
24 10,48 10,22 9,79 10,16 0,69
25 10,33 10,20 10,36 10,30 0,16
26 9,84 9,81 10,27 9,97 0,46
27 10,00 10,36 10,62 10,33 0,62
28 10,42 9,83 10,17 10,14 0,59
29 10,11 9,82 10,31 10,08 0,49
30 9,67 9,71 9,92 9,77 0,25
31 10,01 10,15 9,73 9,96 0,42
32 9,82 10,40 10,00 10,07 0,58
33 10,12 10,30 10,04 10,15 0,26
Total 331,98 13,05
Rata-Rata 10,060 0,395
50
Dari perhitungan rata-rata ( X ) dan range (R) tiap sampel pada tabel 4.8 dihitung
dan dibuat peta kendali X dan R. Berikut merupakan perhitungan dan peta kendali
X dan R:
1. Rata-rata dari subgrup sampel ( X )
X =X 1 + X 2
+. . . + X 𝑛
𝑁=
∑ X 𝑖
𝑁
X =10,10 + 9,74
+. . . + 10,15
33
X = 10,060
2. Rata-rata dari range ( R )
R =𝑅1 + 𝑅2
+. . . + 𝑅𝑛
𝑁=
∑ 𝑅𝑖
𝑁
R =0,42 + 0,42
+. . . + 0,26
33
R = 0,395
3. Perhitungan kontrol limit peta kendali X dan R
c. Peta Kendali X
𝐶𝐿 X = X = 10,060
UCL X = X + A2 x R LCL X = X - A2 x R
UCL X = 10,060 + (1,023 x 0,395) LCL X = 10,043 – (1,023 x 0,362)
UCL X = 10,464 LCL X = 9,655
d. Peta Kendali R
CLR = R = 0,395
UCLR = D4 x R LCLR = D3 x R
UCLR = 2,575 x 0,395 LCLR = 0 x 0,395
UCLR = 1,018 LCLR = 0
51
b. Peta Kendali X
Dari data yang telah dihitung diperoleh nilai CL, UCL dan LCL dari kadar curcumin
produk VSOS, setelah itu data tersebut diplot pada peta kendali X yang dapat
dilihat pada gambar 4.4 berikut ini:
Gambar 4.4 Peta Kendali X Setelah Perbaikan
Keterangan :
1. Tidak terdapat data pengamatan yang jatuh diluar batas kendali.
2. Tidak terbentuk pola yang terjadi didalam batas kendali.
CL=10,060
UCL=10,464
LCL=9,655
9,500
9,700
9,900
10,100
10,300
10,500
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Peta Kendali X
52
c. Peta Kendali R
Dari data yang telah dihitung diperoleh nilai CL, UCL dan LCL dari kadar curcumin
produk VSOS, setelah itu data tersebut diplot pada peta kendali R yang dapat dilihat
pada gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5 Peta Kendali R Setelah Perbaikan
Keterangan :
1. Tidak terdapat data pengamatan yang jatuh diluar batas kendali.
2. Tidak terbentuk pola yang terjadi didalam batas kendali.
d. Kesimpulan Proses
Berdasarkan hasil dari peta kendali X dan R, maka dapat disimpulkan bahwa
proses terkendali (in control) karena pada peta kendali X dan peta R tidak terdapat
data pengamatan yang jatuh diluar batas kendali dan tidak terbentuk pola yang
terjadi didalam batas kendali.
CL=0,395
UCL=1,018
LCL=0
-0,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31
Peta Kendali R
53
4.6.3 Kapabilitas Proses Setelah Perbaikan
Setelah membuat peta kendali X dan R, langkah selanjutnya yaitu menghitung
kapabilitas proses (Cp dan Cpk). Perhitungan Cp dan Cpk menggunakan data peta
kendali X (tabel 4.8). Data dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9 Data Perhitungan Cp dan Cpk
Batch Xbar
1 10,10
2 9,74
3 10,27
4 9,89
5 10,13
6 9,97
7 10,16
8 10,10
9 10,14
10 9,98
11 10,19
12 9,77
13 10,30
14 9,82
15 10,13
16 9,89
17 9,97
18 10,12
19 10,12
20 10,07
21 10,07
22 9,99
23 10,12
24 10,16
25 10,30
26 9,97
27 10,33
28 10,14
29 10,08
30 9,77
31 9,96
32 10,07
33 10,15
Total 331,98
Rata-Rata 10,06
σ 0,183
3xσ 0,549
6xσ 1,098
54
Diketahui data-data untuk menghitung Cpk adalah sebagai berikut:
USL = 11 (tabel 4.1) Mean = 10,060 (tabel 4.9)
LSL = 9 (tabel 4.1) 𝜎 = 0,183 (tabel 4.9)
1. Perhitungan Cp
𝐶𝑝 =𝑈𝑆𝐿 − 𝐿𝑆𝐿
6𝜎
𝐶𝑝 =11 − 9
6𝑥0,183
𝐶𝑝 =2
1,098= 1,82
2. Perhitungan Cpk
𝐶𝑝𝑘 = 𝑚𝑖𝑛 {𝑈𝑆𝐿 − 𝑚𝑒𝑎𝑛
3𝜎,𝑚𝑒𝑎𝑛 − 𝐿𝑆𝐿
3𝜎}
𝐶𝑝𝑘 = 𝑚𝑖𝑛 {11 − 10,06
3𝑥0,183,10,06 − 9
3𝑥0,183}
𝐶𝑝𝑘 = 𝑚𝑖𝑛 {0,94
0,549,
1,06
0,549}
𝐶𝑝𝑘 = 𝑚𝑖𝑛{1,71 ; 1,93}
𝐶𝑝𝑘 = 1,71
Untuk memastikan perhitungan Cp dan Cpk, perhitungan dapat juga menggunakan
bantuan software pengolah data statistik Minitab 16 seperti yang ditampilkan pada
gambar 4.6:
55
10,810,510,29,99,69,39,0
LSL USL
LSL 9
Target *
USL 11
Sample Mean 10,0599
Sample N 33
StDev (Within) 0,183215
StDev (O v erall) 0,152617
Process Data
C p 1,82
C PL 1,93
C PU 1,71
C pk 1,71
Pp 2,18
PPL 2,31
PPU 2,05
Ppk 2,05
C pm *
O v erall C apability
Potential (Within) C apability
PPM < LSL 0,00
PPM > USL 0,00
PPM Total 0,00
O bserv ed Performance
PPM < LSL 0,00
PPM > USL 0,14
PPM Total 0,15
Exp. Within Performance
PPM < LSL 0,00
PPM > USL 0,00
PPM Total 0,00
Exp. O v erall Performance
Within
Overall
Process Capability
Gambar 4.6 Kapabilitas Proses Setelah Perbaikan
Dari hasil perhitungan menggunakan Minitab pada gambar 4.6, didapat nilai
Cp=1,82 dan Cpk=1,71. Maka dapat disimpulkan bahwa proses dinyatakan capable
karena Cp=1,82>1,33 dan Cpk=1,71>1,33.
4.7 Perbandingan Sebelum dan Setelah Perbaikan
Berdasarkan hasil analisis sebelum dan setelah perbaikan, didapatkan perbandingan
sebelum dan setelah perbaikan ditampilkan pada tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10 Perbandingan Sebelum dan Setelah Perbaikan
Item Sebelum
(Januari-Desember 2015)
Sesudah
(Januari-Maret 2016)
Persentase Penyimpangan
Kadar Curcumin 20,44% 0%
Dari tabel 4.10 dapat dilihat terjadi penurunan persentase penyimpangan kadar
curcumin dari 20,44% selama tahun 2015 menjadi 0% pada periode Januari-Maret
2016.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis pengendalian kualitas kadar curcumin dalam produk VSOS
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan peta kendali X dan R dapat dilihat bahwa proses dinyatakan tidak
terkendali (out of control). Karena ada beberapa data pengamatan yang jatuh
diluar batas kendali dan terbentuk pola yang terjadi didalam batas kendali.
2. Setelah peta kendali X dan R direvisi lalu dihitung kapabilitas proses dan
didapatkan nilai Cp dan Cpk lebih dari 1.33, maka dapat dinyatakan proses
tersebut capable.
3. Berdasarkan hasil analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor
penyebab kerusakan dalam proses produksi, yaitu berasal dari faktor man,
machine, material/bahan baku dan environment/lingkungan kerja.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan
operator dan setelah itu hasil pelatihan dievaluasi oleh atasan, terutama pada
faktor- faktor yang dapat membuat terjadinya penyimpangan kadar curcumin.
2. Setelah tindakan-tindakan perbaikan dilakukan, maka perlu untuk dilakukan
evaluasi dengan cara pengumpulan data dan analisis data kembali untuk
mengetahui sudah seefektif apa tindakan perbaikan dilakukan.
3. Penerapan Statistical Process Control (SPC) untuk selanjutnya dapat
diterapkan pada kondisi-kondisi yang menyebabkan rework atau reject produk.
4. Perlu dilakukan pelatihan mengenai SPC, apabila SPC akan diterapkan untuk
proses pengendalian kualitas di masa yang akan datang.
57
DAFTAR PUSTAKA
Deming, W.E. 1982. Out of The Crisis-Quality Productivity and Competitive.
Cambridge University Press.
Feigenbaum, V. A. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Gaspersz, V. 1998. Statistical Process Control, Penerapan Teknik-teknik
Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Garrity, M. S. (1993). Basic Quality Improvement, New Jersey : Prentice Hall
Heizer, Jay dan Barry Render. 2006. Operations Management, 10th. New Jersey:
Pearson Education, inc.
Ishikawa, K. 1982. Guide to quality Control. Asian Productivity Organization,
New York.
Juran, J. M. (1989). Juran on Quality by design, USA : Division of Mac Miller
Company, inc.
Mitra, A. (1998). Fundamental Of Quality Control and Improvement, Singapore:
MacMilan Publishing Co.
Montgomery, D.C. 1996. Introduction to Statistical Quality Control, Third
Edition. New York : John Willey and Son, Inc.
MN. Nasution.2005.Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pyzdek, T. 2002. The Six Sigma Handbook. New York: Mcgraw-Hill
Smith S.C & Todaro, P.M. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Suarez, G. 1992. Three Experts on Quality Management. USA: TQL Office Navy