analisis permintaan kentang di kabupaten boyolali
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS PERMINTAAN KENTANG DI KABUPATEN BOYOLALI
SKRIPSI
Oleh :
NURINA KUSUMA WARDHANI
H 1307025
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS PERMINTAAN KENTANG DI KABUPATEN BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Nurina Kusuma Wardhani
H 1307025
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik,
hidayah dan inayah-NYA kepada penulis sehingga diberi kemudahan dan
kelancaran senantiasa mengiringi di setiap langkah penyusunan karya ini.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan orang-orang yang mengikuti sampai hari pembalasan.
Usaha dan upaya untuk senantiasa lakukan yang terbaik atas setiap kerja
menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan
skripsi dengan judul “Analisis Permintaan Kentang Di Kabupaten Boyolali”
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini, antara lain :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/
Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian/ Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
4. Bapak Ir. Priya Prasetya, MS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan semangat dan bimbingan kepada penulis.
5. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku dosen pembimbing utama skripsi yang
telah memberikan semangat, bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis
sepanjang menempuh studi di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
6. Ibu Wiwit Rahayu, SP. MP selaku dosen pembimbing pendamping yang
senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada
penulis.
7. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS selaku dosen penguji yang
senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada
penulis.
8. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama
menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
9. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat
Kabupaten Boyolali, Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali,
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Kepala Kantor Ketahanan
Pangan Kabupaten Boyolali, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Pengelolahan Pasar Kabupaten Boyolali, beserta staf atas bantuan dan
kerjasamanya.
10. Kedua orang tuaku Drs. Sudarmoko dan Dra. Endang Tri Rochmani, adikku
tersayang Mahendra Kusuma Wardhana beserta keluarga besar yang
senantiasa memberikan doa dan semangat di setiap langkah penulis.
11. Yosefh Gita Maulana terima kasih atas kasih sayang, perhatian, doa, semangat
dan bantuannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku yang tersayang Rosita Wiwik R, Monika Risang W, Fahmi
Iqlima S, Yunita Ratih T, Hesti Purba W, Linda Riyanti, Annisa Permatasari,
Fajar Prasetyaningrum, Nury Pujiati A, Agustina Kesdu, Silviana A, Meiana I,
Amanda K, Ari Setyo S, Endra Setiawan, Adia Endar F, Aryo Wibisono,
Primadani Setyo Prakoso, Muhammad Faturahman, Bella Zaini, Diki Ari
Sumanto, Rohmad Jati Kurniawan, Dwi Satrio Wicaksono, Adam Agusta,
beserta seluruh keluarga besar regular dan ekstensi 2007 agrobisnis maupun
agronomi yang telah memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
13. Kakak tingkatku Hendrik Mulyo W, Dyah Kartika R, Nurul Huda S, Reza
Prima R, Yeriana Saraswati, Sarayusa, Farid Fahrudin, Tunjung, Eka Kartika,
Dian Paramitha, Sujatmoko, Ms Wahid yang telah memberikan semangat,
doa, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
14. Anak kosku Ratna, Widya, Erwin, Ana, Mbak Riyan, Putri, Nia, yang selalu
memberikan doa, semangat dan bantuannya kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengembangkan diri dan
membantu penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya karya ini hanya sedikit
memberikan kontribusi bagi pihak pemerintah Kabupaten Boyolali maupun bagi
almamater. Namun begitu besar memberikan kemanfaatan bagi penulis. Dengan
segala kerendahan hati penulis berharap di balik kekurangsempurnaan karya ini
masih ada manfaat yang bisa diberikan baik bagi penulis sendiri, bagi pihak
almamater dapat menjadi tambahan referensi, dan bagi pembaca semoga bisa
dijadikan tambahan pengetahuan. Amin.
Surakarta, September 2011 Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
RINGKASAN ................................................................................................... xiv
SUMMARY ....................................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………………… 3 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 5 D. Kegunaan Penelitian ……………………………………………........ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 6
A. Penelitian Terdahulu ...........………………………………………….. 6 B. Landasan Teori …………………………………………………...... 9
1. Kentang ............................................................…………………… 9 2. Budidaya Kentang…………………………………………………. 10 3. Konsumen Kentang di Kabupaten Boyolali…………………….. 16 4. Teori Permintaan ..................................…………………………… 16
4.1 Elastisitas ……………………………………………………… 20 4.2 Efek Subsitusi dan Efek Pendapatan ………………………… 23
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah………………………………… 25 1. Teori Dasar Permintaan…………………………………………… 25 2. Estimasi Fungsi Permintaan ………………………………………. 25
D. Hipotesis…………………………………………………………….. . 29 E. Pembatasan Masalah…………………………………….…...……….. 29 F. Asumsi-asumi.…………………….……………………..…………….. 29 G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………………………. 29
III. METODE PENELITIAN ……………………………………………… 32
A. Metode Dasar Penelitian …………………………………………...... 32 B. Lokasi Penelitian……………………….…………………………….. 32 C. Jenis dan Sumber data………………………………………………… 32 D. Metode Analisis Data……………………………………………...…. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................... 40
A. Keadaan Alam ..................................................................................... 40 B. Keadaan Penduduk .............................................................................. 43 C. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 47 D. Keadaan Pertanian ............................................................................... 49 E. Gambaran Komoditi Kentang ............................................................. 51
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 53
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 53 1. Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali ................................. 53 2. Harga Kentang .............................................................................. 55 3. Harga Wortel ............. .................................................................... 56 4. Harga Beras ................................................................................... 58 5. Pendapatan Penduduk Kabupaten Boyolali ................................... 60 6. Jumlah Penduduk ........................................................................... 62
B. Analisis Permintaan Kentang Kabupaten Boyolali ........................ 64 1. Estimasi Fungsi Permintaan ........................................................... 64 2. Hasil Analisis Data ......................................................................... 65 3. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 75
A. Kesimpulan .......................................................................................... 75 B. Saran..................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan permintaan kentang nasional tahun 2004-2009 ……..................................
1
Tabel 2. Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 ………………………..................................
2
Tabel 3. Harga kentang, permintaan kentang, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009…………………………………………………..
3
Tabel 4. Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009…………………….... 4
Tabel 5 Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009... 42
Tabel 6. Perkembangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2005 – 2009 …………………………………………….........
43
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Menurut Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009 ……………..……………...
44
Tabel 8.
Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ..............…..
45
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ............................................. 46
Tabel 10. Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ....
47
Tabel 11. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali Tahun 2008 ………………………...........................
48 Tabel 12. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Boyolali
Tahun 2008………….………………………..........................
49 Tabel 13. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran di Kabupaten
Boyolali Tahun 2004-2009 ….………………………………. 50
Tabel 14. Luas Panen, Hasil Produksi, Produktivitas Kentang di
Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009 ………….…………..
50 Tabel 15. Perkembangan Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
Tahun 1993 – 2009 …………………………………………..
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Tabel 16. Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……….…………………………………………...
55
Tabel 17. Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009…………………………………………................
57
Tabel 18. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ………………………………..............................
59
Tabel 19. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Kabupaten Boyolali, 1993-2009…………………………………………………….
61
Tabel 20. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 …………...……………………………….
63
Tabel 21. Hasil Analisis Fungsi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali ……...........................................................................
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Kurva Permintaan …………….……….………….. 18
Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan …..………..……….. 18
Gambar 3. Barang Inferior : Efek Substitusi (e.s) dan Efek Pendapatan (e.p) ……………………………………….
24
Gambar 4. Kurva Permintaan Barang Inferior ……………….. 24
Gambar 5. Kurva Permintaan Barang Giffen ………………… 24
Gambar 12. Fungsi Permintaan dan Harga …………………….. 27
Gambar 13. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Kentangdi Kabupaten Boyolali ……………………
28
Gambar 14. Grafik Perkembangan Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………
54
Gambar 15. Grafik Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………
56
Gambar 16. Grafik Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ………………………..
58
Gambar 17. Grafik Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ………………………..
59
Gambar 18. Grafik Perkembangan Pendapatan Perkapita Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………
61
Gambar 19. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009 ……………
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Data Penelitian .................................................................... 79
2. Analisis Regresi Permintaan Beras di Kabupaten Boyolali .............................................................................................
83
4. Surat Ijin Penelitian ............................................................ 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
RINGKASAN
Nurina Kusuma Wardhani. H 1307025. 2011. “Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali”. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Ir. Minar Ferichani, MP dan Wiwit Rahayu, SP. MP. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kentang dan elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Metode dasar yang dipergunakan adalah deskriptif analitis. Data time series selama 17 tahun (1993-2009) dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,979 yang berarti variabel bebas didalam model mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 97,9%, sedangkan sisanya sebesar 2,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan analisis uji F diketahui bahwa nilai signifikasi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%.
Berdasarkan uji t variabel harga kentang berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%, dengan elastisitas sebesar 0,269 (elastisitasnya 0<EP<1). Nilai elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa kentang merupakan barang kebutuhan pokok normal.
Variabel harga wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99% dengan elastisitas sebesar -0,053. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel sebagai barang komplementer dari kentang.
Variabel pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas pendapatan sebesar 0,057. Angka elastisitas pendapatan perkapita yang lebih kecil dari satu bertanda positif, menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai barang kebutuhan pokok normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
SUMMARY
Nurina Kusuma Wardhani. H 1307025. 2011. An Analysis on Potato Demand in Boyolali Regency. This thesis is under guidance of Dr. Ir. Minar Ferichani, MP and Wiwit Rahayu, SP. MP. Agriculture Faculty, Surakarta Sebelas Maret University.
The objective of research is to analyze the factors affecting the potato demand and the elasticity of potato demand in Boyolali Regency. The basic method used was a descriptive analytic one. The data on time series for 17 years (1993-2009) was analyzed using a multiple-linear regression.
The result of research showed that the R2 value is 0.979 meaning that the independent variable of mode can explain the dependent variable of 97.97%, while the rest of 2.1% was explained by other variable excluded from the mode. Based on the F-test analysis, it can be found that the significance value is 0.000 and less than α = 0.01. It indicated that the independent variables observed including potato price, carrot price, rice price, gross domestic product, and population number simultaneously affect significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%.
Based on the t-test, it can be found that potato price variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%, with elasticity of 0.269 (elasticity 0<EP<1). The elasticity value less than 1 indicates that potato is the normal staple.
The carrot price variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 99%, with elasticity of -0.053. It can be interpreted that carrot is the complementary good for potato.
The gross domestic product variable affects significantly the potato demand in Boyolali Regency at confidence interval of 95%. Based on the analysis it can be found that the income elasticity is 0.057. The elasticity rate of gross domestic product less than one with positive sign indicates that potato is categorized into normal staple.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura
penting di Indonesia. Kentang pada saat ini menjadi bahan pangan alternatif
sebagai sumber karbohidrat untuk menunjang program diversifikasi pangan.
Permintaan kentang semakin meningkat seiring dengan berkembangnya
industri makanan ringan dan restoran cepat saji yang salah satu bahan
bakunya adalah kentang, sehingga akan meningkatkan permintaan kentang
baik dalam jumlah maupun mutunya (Direktorat Perbenihan, 2003).
Konsumsi kentang dikalangan masyarakat Indonesia dari tahun 2004 sampai
tahun 2009 berfluktuatif. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan
permintaan kentang nasional tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah penduduk, konsumsi kentang dan permintaan kentang nasional tahun 2004-2009
Tahun Jumlah Penduduk (juta jiwa)
Konsumsi Kentang (kg/kapita/tahun)
Permintaan Kentang (kg/tahun)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
216,4 219,8 222,7 234,7 236,4 240,3
1,82 1,92 1,98 2,97 2,04 1,73
393.848.000 422.016.000 440.946.000 697.059.000 463.692.000 415.719.000
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, 2009
Berdasarkan Tabel 1, permintaan kentang nasional pada tahun 2004
sampai dengan tahun 2009 berfluktuatif. Permintaan kentang nasional pada
tahun 2004 sebesar 393.848.000 Kg/tahun dan permintaan kentang terbesar
terjadi pada tahun 2007 sebesar 697.059.000 Kg/tahun, kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Tabel 1 juga menunjukkan
jumlah penduduk selama kurun waktu 6 tahun yang terus mengalami
peningkatan, hal ini mempengaruhi peningkatan jumlah permintaan kentang
nasional.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk
mengkonsumsi kentang. Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi
energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun
1993-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi kentang, permintaan kentang, konsumsi energi dan sumbangan energi dari kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009
Tahun Konsumsi Kentang
(Kg/Tahun/Orang)
Permintaan Kentang
(Kg/Tahun)
Konsumsi Energi (kkal)
Sumbangan Energi dari
Kentang (%)
1993 1,00 878.088,33 0,62 0,031 1994 0,77 681.362,04 0,48 0,024 1995 0,85 757.972,08 0,53 0,026 1996 0,62 559.636,57 0,39 0,019 1997 0,87 788.833,08 0,54 0,027 1998 1,09 987.577,76 0,68 0,034 1999 0,55 505.527,12 0,34 0,017 2000 0,73 667.801,44 0,45 0,023 2001 0,91 837.620,83 0,57 0,028 2002 0,77 717.162,60 0,48 0,024 2003 0,62 580.919,46 0,39 0,019 2004 0,66 618.310,84 0,41 0,021 2005 0,96 899.674,70 0,60 0,030 2006 0,70 659.160,18 0,44 0,022 2007 0,51 483.500,45 0,32 0,016 2008 0,65 620.214,70 0,40 0,020 2009 0,48 453.637,00 0,30 0,015
Rata-rata 0,75 688.058,78 0,47 0,023
Sumber: Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali Tahun, 2011
Berdasarkan Tabel 2, konsumsi kentang, permintaan kentang dan
konsumsi energi dari kentang di Kabupaten Boyolali selama 17 tahun
berfluktuatif. Rata-rata permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tahun
1993-2009 sebesar 688.058,78 kg/tahun. Permintaan kentang terbesar di
Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998 sebesar 987.577,76 kg/tahun, hal
ini disebabkan harga kentang pada tahun 1998 mengalami penurunan yaitu
sebesar Rp. 1400,00 dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah mengalami
peningkatan pada tahun 1998, pada tahun berikutnya permintaan kentang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kabupaten Boyolali mengalami penurunan sebesar 482.050,64 kg/tahun hal
ini disebabkan karena harga kentang mengalami kenaikan, sehingga
mempengaruhi jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Tabel 3).
Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali yang berfluktuatif dengan harga
yang cenderung mengalami peningkatan mendorong peneliti untuk mengkaji
faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya fluktuatif permintaan kentang
di Kabupaten Boyolali.
B. Perumusan Masalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas
diantaranya adalah jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan harga.
Hukum permintaan mengatakan bahwa jumlah barang yang diminta dalam
suatu periode tertentu berubah berlawanan dengan harganya jika hal lain
diasumsikan konstan (McEachern, 2000).
Tabel 3. Harga kentang, permintaan kentang, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009
Tahun Harga Kentang (Rp)
Permintaan Kentang
(Kg/Tahun)
Pendapatan Perkapita
(Rp)
Jumlah Penduduk
(Jiwa) 1993 2.900 878088,30 880688,20 886021 1994 3.100 681362,00 938400,50 890757 1995 3.350 757972,10 994848,20 896529 1996 3.500 559636,60 1053662,00 902727 1997 3.700 788833,10 1067102,00 907274 1998 2.300 987577,80 960995,30 912265 1999 4.200 505527,10 966914,00 917437 2000 4.550 667801,40 1161788,00 922852 2001 4.600 837620,80 3226125,00 927502 2002 4.700 717162,60 3295132,00 931380 2003 4.850 580919,50 3440684,00 935768 2004 5.000 618310,80 3542803,00 939087 2005 5.150 899674,70 3675934,00 941147 2006 5.300 659160,20 3822175,00 944181 2007 5.450 483500,50 3963578,00 947026 2008 5.600 620214,70 4113171,00 949594 2009 5.900 453637,00 4313871,00 951717
Sumber : BPS, Disperindagsar, Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Berdasarkan Tabel 3, harga kentang sebelum terjadi krisis moneter
cenderung mengalami penurunan dan setelah terjadi krisis moneter terjadi
peningkatan harga, baik harga riil maupun harga nominal sehingga
menurunkan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Data pendapatan riil
secara runtut waktu cenderung mengalami kenaikan yang tidak bergejolak
walaupun terjadi krisis moneter. Sementara faktor pendapatan berdasarkan
standar teori ekonomi mempengaruhi daya beli seseorang terhadap suatu
jenis barang.
Data tentang Luas panen, hasil produksi, dan produktivitas kentang di
Kabupaten Boyolali tahun 2004-2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009
Tahun Luas Panen (Ha) Hasil Produksi (Ton) Permintaan Kentang (Ton/Tahun)
2004 4 44 618,3 2005 22 297 899,7 2006 28 334,5 659,2 2007 31 44,3 483,5 2008 2009
95 35
1.169,5 3.837
620,2 453,6
Rata-rata 35,83 954,38 622,4
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 4, jumlah produksi kentang di Kabupaten Boyolali
berfluktuatif, hal ini menyebabkan jumlah ketersediaan kentang di Kabupaten
Boyolali lebih kecil dari jumlah permintaan kentang sehingga merupakan
salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga kentang. Kentang dan wortel
merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi bersama, sehingga ada
tendensi wortel merupakan barang komplementer bagi kentang, disisi lain
konsumen akan terpenuhi kebutuhannya. Berdasarkan uraian diatas, maka
pada penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali?
2. Bagaimanakah elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang ini mempunyai tujuan
yaitu sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali.
2. Menganalisis elastisitas permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang ini mempunyai
kegunaan :
1. Bagi Peneliti
Hasil Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pangan terutama yang
berkaitan dengan permintaan kentang.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai tambahan
informasi, wawasan, dan pengetahuan serta sebagai pembanding untuk
penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian Irvan (2006) yang berjudul Analisis Biaya Dan Keuntungan
Pada Usahatani Kentang Di Kabupaten Wonosobo menyimpulkan bahwa
biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani kentang adalah sebesar Rp
19.591.013,33. Hasil produksi rata-rata yang diperoleh dari usahatani kentang
selama satu kali musim tanam per usahatani adalah 9.086,7 kg, dengan
penerimaan rata-rata 25.442.666,67 dan dengan harga Rp2.800,- per kg. Dari
hasil usahatani kentang dalam satu kali musim tanam ini, maka rata-rata
keuntungan yang diperoleh adalah Rp 5.851.653,33 per usahatani.
Pengusahaan kentang di Kabupaten Wonosobo telah efisien Perubahan
kenaikan biaya sebesar 10%,20% dan 25% dan penurunan harga sebesar 10%
dan 20% masih dapat memberikan keuntungan pada usahatani kentang
sedangkan penurunan harga 25 % sudah tidak dapat memberikan keuntungan.
Untuk perubahan variabel yaitu kenaikan biaya dan penurunan harga secara
besama-sama pada perubahan tingkat 10% masih dapat memberikan
keuntungan, sedangkan perubahan secara bersama pada tingkat 20% dan 25%
sudah tidak dapat memberikan keuntungan.
Penelitian Nurulita (2011) yang berjudul Analisis pemasaran kentang
(Solanum tuberosum l.) di kabupaten Wonosobo menyimpulkan bahwa
terdapat tiga pola saluran pemasaran kentang yaitu, saluran pemasaran I:
Petani Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Luar Kota,
saluran pemasaran II: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang
Luar Kota, saluran pemasaran III: Petani Pedagang Pengumpul Desa
Pe pedagang pengecer Konsumen. Total biaya pada saluran
pemasaran I sebesar Rp 386,19 per kg untuk tiap kualitas kentang. Total
biaya pada saluran pemasaran I sebesar Rp 246,16 per kg untuk tiap kualitas
kentang. Total biaya pada saluran pemasaran I sebesar Rp 329,79 per kg
untuk tiap kualitas kentang. Besarnya keuntungan dan marjin pemasaran pada
tiap saluran pemasaran berbeda-beda untuk tiap kualitas kentang. Saluran II
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
adalah saluran pemasaran kentang yang paling efisien, memiliki persentase
margin pemasaran terendah yaitu sebesar 9,24 %; 10,70 % dan 20,00 % untuk
kentang kualitas AB, DN dan rindil serta memiliki nilai farmer’s share-nya
lebih tinggi yaitu sebesar 90,76 %; 89,30 % dan 80,00 % untuk kentang
kualitas AB, DN dan rindil.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa kentang yang diteliti
menggunakan analisis ilmu usahatani dan pemasaran akan tetapi belum ada
yang menggunakan analisis permintaan dalam penelitiannya, sehingga
peneliti tertarik untuk menggunakan analisis permintaan dalam penelitian
skripsi dengan daerah penelitian yang berbeda yaitu Kabupaten Boyolali.
Untuk menunjang dan sebagai referensi dalam penelitian, maka peneliti
menggunakan penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan analisis yaitu
analisis permintaan dengan komoditi yang berbeda, uraiannya sebagai
berikut: Penelitian Hendriani (2005) yang berjudul Analisis Permintaan
Beras di Kabupaten Karawang menyimpulkan bahwa harga beras, harga
jagung, jumlah penduduk dan pendapatan per kapita. Hasil perhitungan
diperoleh besarnya angka elastisitas harga beras adalah sebesar 0,024
(elastisitasnya 0<EP<1) yang berarti bahwa permintaan beras bersifat
inelastis. Berdasarkan penelitian ini elastisitas harga silang harga jagung
adalah sebesar 0,008 %, artinya jika harga jagung naik 1 %, maka jumlah
permintaan beras akan naik sebesar 0,008 %. Nilai elastisitas harga silang
yang positif ini menandakan bahwa jagung merupakan barang subtitusi untuk
beras. Berdasarkan Penelitian ini nilai elastisitas pendapatan adalah sebesar
0,227 %, artinya jika pendapatan per kapita naik 1%, maka jumlah
permintaan beras akan naik sebesar 0,227 %.
Penelitian Wiwin (2006) yang berjudul Analisis Permintaan Beras Di
Kabupaten Pati menghasilkan kesimpulan yaitu harga beras, harga tepung
gandum, harga telur ayam ras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan beras di
Kabupaten Pati. Berdasarkan analisis uji-t diketahui bahwa variabel harga
tepung gandum dan jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap permintaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
beras di Kabupaten Pati pada tingkat kepercayaan 99%. Variabel harga beras
dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan beras
terhadap tingkat kepercayaan 95%. Harga telur ayam ras tidak berpengaruh
nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Pati. Variabel yang
memberikan pengaruh paling besar terhadap permintaan beras di Kabupaten
Pati adalah jumlah penduduk yang mempunyai nilai koefisien regresi terbesar
yaitu 0,86710. Berdasarkan elastisitas harga, permintaan beras bersifat
inelastis yang menunjukkan bahwa jumlah beras yang diminta berubah
dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga. Harga tepung
gandum memiliki nilai elastisitas silang positif dan merupakan barang
subtitusi bagi beras, sedangkan harga telur ayam memliki elastisitas negatif
dan merupakan barang komplementer. Berdasarkan elastisitas harga beras
bersifat inelastis yang menunjukkan bahwa jumlah beras yang diminta
berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga. Harga
tepung gandum memiliki nilai elastisitas silang positif dan merupakan barang
subtitusi bagi beras, sedangkan harga telur ayam memliki elastisitas negatif
dan merupakan barang komplementer.
Penelitian Agung (2010) yang berjudul Analisis Penawaran dan
Permintaan Tembakau (Nicotiana sp.) Di Indonesia menghasilkan
kesimpulan yaitu harga tembakau, harga cengkeh, pendapatan masyarakat
secara bersama-sama berpengaruh nyata pada permintaan tembakau di
Indonesia. Berdasarkan analisis uji-t diketahui bahwa variabel harga
tembakau, harga cengkeh, pendapatan masyarakat berpengaruh nyata
terhadap permintaan tembakau di Indonesia pada tingkat kepercayaan 90%.
Jumlah permintaan tembakau tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara
nyata terhadap model permintaan pada taraf kepercayaan 90%, karena
besarnya hasil uji-t untuk Variabel Dp diperoleh t-hitung sebesar 1,010,
dimana nilai tersebut lebih kecil dari t-tabel yaitu sebesar 1,753 yang berari
bahwa permintaan tembakau tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara
nyata terhadap permintaan tembakau di Indonesia. Variabel yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap permintaan tembakau di Indonesia adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pendapatan masyarakat yang mempunyai nilai koefisien regresi terbesar
yaitu 0,109606 berarti kenaikan pendapatan masyarakat sebesar
Rp. 1/kapita/tahun akan meningkatkan permintan tembakau di Indonesia
sebesar 0,109606 ton.
Kelima hasil penelitian diatas dijadikan referensi penelitian oleh
peneliti dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dan elastisitas
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
B. Landasan Teori
1. Kentang
Berdasarkan klasifikasinya, tanaman kentang termasuk:
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Family : Solanoceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum
Tanaman kentang yang merupakan tanaman semusim yang
berbentuk semak, tingginya dapat mencapai 0,3 - 1 meter, batangnya agak
lunak, berbulu dan bercabang, akarnya akar serabut. Tanaman kentang
diperbanyak dengan umbinya, atau dengan potongan umbi yang
mengandung sedikitnya satu mata tunas (buds). Umbi dipanen setelah
umur 110 - 150 hari sejak tanam (Ashari, 1995).
Kentang dapat tumbuh subur di tempat yang cukup tinggi, seperti di
daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 500 – 3.000 m dpl, namun
tempat ideal berkisar antara 1.000 – 1.300 m dpl. Curah hujan yang cocok
kira-kira 1.500 mm per tahun. Suhu udara yang ideal untuk kentang
berkisar antara 15 – 18 oC pada malam hari dan 24 – 30 oC pada siang hari.
Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang gembur dengan sedikit
mengandung pasir (Setiyadi dan Surya, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Varietas kentang di Indonesia diantaranya, varietas granola dan
varietas atlantic. Varietas granola merupakan kentang dengan bentuk umbi
oval, kulit dan daging umbi berwarna kuning. Umur genjah (80-90 hari),
dan tahan terhadap berberapa penyakit berbahaya.potensi hasil tinggi,
yakni dapat mencapai 30-35 ton per hektar.
Varietas atlantic memiliki bentuk bulat seperti bola tenis, kulit
kuning dan daging umbi putih, dengan mata tunas sedikit. Tanaman rentan
terhadap penyakit busuk bakteri (Pseudomonas solanacearum), dan busuk
cendawan (Phytophthora infestans) dan nematoda Meloidigyne sp.
terutama didaerah kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Potensi hasil
yang tinggi mencapai 700 g/butir dengan cita rasa yang sangat cocok
untuk kentang goreng (chip stick) (Hartus, 2001)
Varietas kentang yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan
di Kabupaten Boyolali adalah varietas granola karena rasanya yang enak
bila dikonsumsi. Pembudidayaannya sesuai dengan kondisi wilayah
Kabupaten Boyolali yang memiliki kelembaban yang tinggi yaitu di
Kecamatan Selo karena berada dibawah lereng gunung merapi. Kabupaten
Boyolali tidak mengadakan kerjasama atau di kontrak industri makanan
dalam membudidayakan kentang, karena kentang hanya untuk konsumsi
masyarakat Kabupaten Boyolali sendiri dan jumlahnya belum mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi akan kentang sehingga Kabupaten
Boyolali mendatangkan kentang dari daerah Wonosobo dan Bandungan
(BPS Kabupaten Boyolali, 2011)
2. Budidaya Kentang
2.1 Pembibitan
Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram,
umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi
berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi
keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam. Bila bibit membeli
(usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan
3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas
yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC
NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).
2.2 Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu
sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140
cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air
sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Natural Glio yang sudah terlebih
dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu,
ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio
dicampur 50-100 kg pupuk kandang/1000 m2).
2.3 Teknik Penanaman
a. Pemupukan Dasar
1) Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha),
dan KCl (75 kg/ha).
2) Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air
secukupnya secara merata di atas bedengan,
dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika
menggunakan SUPER NASA dengan cara : alternatif 1 : 1
botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan
induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk
tadi untuk menyiram bedengan. Alternatif 2 : setiap 1 gembor
vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk
menyiram 10 meter bedengan. Penyiraman
POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian
pupuk kandang.
3) Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah
bedengan atau diberikan pada lubang tanam) satu minggu
sebelum tanam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Cara Penanaman
Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm
dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha
(bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan
(April-Juni).
2.4 Pemeliharaan Tanaman
a. Penyulaman
Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak
tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman
2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan
penggemburan.
c. Pemangkasan Bunga
Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk
mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi
perebutan unsur hara.
d. Pemupukan Susulan
1) Pupuk Makro Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha
dan 45 hst 150 kg/ha. SP-36: 21 hst 250 kg/ha. KCl: 21 hst 150
kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha. Pupuk makro diberikan jarak 10 cm
dari batang tanaman.
2) POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu.
Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4
tutup/tangki atau 1 botol (500 cc)/ drum 200 lt air.
Alternatif II : 5 - 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6
tutup/tangki atau 1,5 botol (750 cc)/ drum 200 lt air.
3) HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal
jika dicampur HORMONIK (dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3
botol/drum 200 liter air).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
e. Pengairan
Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power
Sprayer atau dengan mengairi selokan sampai areal lembab
(sekitar 15-20 menit).
2.5 Hama dan Penyakit
a. Hama
1) Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun hingga habis daunnya.
Pengendalian: (1) memangkas daun yang telah ditempeli telur;
(2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan.
2) Kutu daun (Aphis Sp)
Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman,
juga dapat menularkan virus. Pengendalian: memotong dan
membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona
atau BVR.
3) Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan
tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap
infeksi bakteri. Pengendalian: Pengocoran Pestona.
4) Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
Gejala: daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti
benang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus
ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang
karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian:
Pengocoran Pestona.
5) Hama trip ( Thrips tabaci )
Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih,
berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan
dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda.
Pengendalian: (1) memangkas bagian daun yang terserang;
(2) mengunakan Pestona atau BVR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b. Penyakit
1) Penyakit busuk daun
Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-
bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga
warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian
tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun
membusuk/mati. Pengendalian: sanitasi kebun. Pencegahan
dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal
tanam.
2) Penyakit layu bakteri
Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum.
Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan
daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian:
sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pencegahan dengan
penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.
3) Penyakit busuk umbi
Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun
menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian
tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak
berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi
muda busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman , sanitasi kebun
dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan
penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.
4) Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: busuk umbi yang
menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang
kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-
luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian:
menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan
pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio
pada sebelum atau awal tanam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
5) Penyakit bercak kering (Early Blight)
Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman
sakit dan berkembang di daerah kering. Gejala: daun berbercak
kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun
muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan,
kering, berkerut dan keras. Pengendalian: pergiliran tanaman.
Pencegahan : Natural Glio sebelum/awal tanam.
6) Penyakit karena virus
Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus
(PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X
(PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus
Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato
Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus
M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus
S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan,
tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-
kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan
jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan
pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus
persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda.
Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus,
pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit
bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan
membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan
Pestona atau BVR dan melakukan pergiliran tanaman.
2.6 Panen
Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari,
tergantung varietas tanaman. Secara fisik tanaman kentang sudah dapat
dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan
disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna
kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari
(Setiyadi dan Surya, 1998).
3. Konsumen Kentang di Kabupaten Boyolali
Konsumen kentang di Kabupaten Boyolali dibedakan menjadi
konsumen rumah tangga, konsumen lembaga (hotel, restoran, rumah
sakit). Konsumen rumah tangga mengkonsumsi kentang dalam menu
masakan, misalnya perkedel, sambal goreng kentang, sop, kentang rebus
dan lain-lain. Konsumen lembaga relatif sama dengan konsumen rumah
tangga (Disperindagsar, 2011).
4. Teori Permintaan
Permintaan menunjukkan produk yang diinginkan dan mampu dibeli
konsumen pada berbagai kemungkinan harga selama jangka waktu tertentu
dan hal lain diasumsikan konstan. Hukum permintaan mengatakan bahwa
jumlah barang yang diminta dalam suatu periode tertentu berubah
berlawanan dengan harganya jika hal lain diasumsikan konstan
(McEachern, 2000).
Faktor-faktor yang menentukan permintaan antara lain harga barang
tersebut, harga barang lain, pendapatan dan jumlah populasi. Permintaan
akan suatu barang dipengaruhi juga oleh sejumlah pengaruh lain
(preferensi, musim, informasi dan lain-lain). Meskipun pengaruh-pengaruh
itu mungkin sangat penting dalam dunia nyata, pengaruh-pengaruh ini
biasanya dianggap konstan menurut asumsi cateris paribus dalam analisis
teoritis (Nicholson, 1992).
Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan
ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut, oleh
karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah
barang yang diperjualbelikan maka perlu dilakukan analisis permintaan
dan penawaran atas suatu barang tertentu yang terdapat di pasar. Keadaan
suatu pasar dikatakan seimbang apabila jumlah yang ditawarkan penjual
pada suatu harga tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pembeli pada harga tersebut. Harga suatu barang dan jumlah barang yang
diperjualbelikan adalah ditentukan dengan melihat keadaan equilibrium
dalam suatu pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau
penentuan harga suatu barang di pasar antara lain jumlah barang yang
diminta oleh konsumen, jumlah barang yang ditawarkan dan situasi atau
keadaan pasar tersebut, apakah merupakan persaingan sempurna atau pasar
persaingan tidak sempurna (Sukirno, 2005).
Harga barang lainnya terdiri dari harga barang subtitusi dan
komplementer. Barang subtitusi adalah barang-barang yang dapat saling
menggantikan satu sama lain dalam konsumsi. Barang komplementer
adalah barang-barang yang digunakan bersama dalam pengertian bahwa
para individu akan menambah pemakaian atas kedua barang itu secara
serempak. Barang X dan Y disebut barang komplemen jika kenaikan harga
barang X menyebabkan harga barang Y lebih sedikit diminta. Keduanya
merupakan barang subtitusi jika kenaikan harga barang X menyebabkan
harga barang Y lebih banyak diminta (Nicholson, 1992).
Apabila pendapatan naik maka dapat diperkirakan bahwa orang akan
membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi-
komoditi itu tetap sama. Harga berapapun yang diambil, jumlah komoditi
yang diminta akan lebih banyak daripada yang diminta sebelumnya pada
tingkat harga yang sama. Pertumbuhan jumlah penduduk belum
menciptakan permintaan baru. Penduduk yang bertambah ini harus
mempunyai daya beli sebelum permintaan berubah. Tambahan orang
berusia kerja tentunya akan menciptakan pendapatan baru. Apabila hal ini
terjadi maka permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil
pendapatan baru akan meningkat sehingga kenaikan jumlah penduduk
akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditi kearah kanan,
yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditi yang dibeli pada
setiap tingkat harga (Lipsey et al, 1991).
Sudarsono (1983), mengemukakan bahwa kurva permintaan
mempunyai kemiringan yang menurun, menunjukkan bahwa bila harga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
turun, akan lebih banyak yang dibeli atau disebut hukum permintaan.
Bilamana salah satu dari kondisi “Cateris paribus” berubah, maka seluruh
kurva permintaan akan bergeser atau disebut dengan perubahan
permintaan, seperti ditunjukkan gambar berikut ini:
Harga P3
P2 P0
D0 D1
O Q3 Q0 Q2 Q1 Q (kuantitas)
Gambar 1. Kurva Permintaan
(Sudarsono,1983).
Pergeseran kurva permintaan dapat dilihat seperti grafik berikut ini:
Harga
D2 D0 D1
Kuantitas per periode
Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan
(Lipsey et al (1991).
Pergeseran kurva permintaan ke kanan (dari D0 ke D1) menunjukkan
adanya kenaikan permintaan bisa disebabkan oleh naiknya pendapatan,
kenaikan harga barang substitusi, turunnya harga barang komplementer,
perubahan selera yang mengarah ke komoditi itu, kenaikan jumlah
penduduk, adanya pendistribusian kembali pendapatan kepada kelompok
yang menyukai komoditi itu. Pergeseran kurva permintaan ke kiri
(dari D0 ke D2) yang menunjukkan adanya penurunan permintaan bisa
disebabkan oleh turunnya pendapatan, turunnya harga barang substitusi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
naiknya harga barang komplementer, perubahan selera yang tidak
menyukai komoditi itu, penurunan jumlah penduduk, atau adanya
redistribusi pendapatan mengurangi kelompok yang menyukai komoditi
itu (Lipsey et al, 1991).
Arsyad (1995), mengemukakan bahwa permintaan menggambarkan
hubungan fungsional antara harga dengan jumlah barang yang diminta.
Semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang
yang diminta oleh konsumen. Semakin tinggi harga suatu barang maka
makin sedikit jumlah barang yang diminta. Hubungan terbalik (negatif) ini
dikenal dengan nama hukum permintaan. Hubungan terbalik antara jumlah
barang yang diminta dengan harga dapat dijelaskan dengan 2 keadaan:
1. Jika harga suatu barang naik, maka konsumen akan mencari barang
pengganti (subtitute), barang pengganti tersebut akan dibeli apabila
mereka menginginkan tingkat kepuasaan yang lebih tinggi dari setiap
rupiah uang yang dibelanjakan daripada mereka membeli barang yang
pertama.
2. Jika harga naik, maka pendapatan merupakan kendala atau pembatas
yang lebih banyak.
Nicholson (1992), permintaan konsumen merupakan suatu interaksi
antara dua kekuatan, yaitu (1) bahwa konsumen diasumsikan memiliki
preferensi atau minat pada komoditi, dan (2) konsumen diasumsikan
mempunyai pendapatan yang terbatas yang membatasi kemampuan
membeli komoditi-komoditi tersebut. Boediono (1985) menjelaskan
bahwa adanya dua pendekatan untuk menerangkan mengapa konsumen
berperilaku seperti yang dinyatakan oleh hukum permintaan yaitu
pendekatan marginal utility dan pendekatan indifferent curve. Preferensi
dirumuskan berdasarkan konsep utilitas. Utilitas atau faedah atau
kegunaan adalah kepuasan yang diperoleh seseorang dari berbagai
kegiatan yang dikerjakannya.
Richard (1992), mengemukakan bahwa utilitas total digambarkan
secara grafis pada Gambar 3 di bawah ini. Tingkat jumlah atau kuantitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pembelian tertentu, utilitas total yang diperoleh konsumen dari pemilikan
suatu barang mencapai maksimum, di atas tingkat konsumsi tersebut,
utilitas total turun jika tidak ada alasan lain kecuali masalah penyimpanan,
pada titik q1, konsumen mencapai titik kejenuhan. Kurva utilitas total
sebagaimana digambarkan pada Gambar 3, mempunyai dua bentuk sampai
pada konsumsi di tingkat qo. Kurva ADC menunjukkan konsep utilitas
marginal yang semakin menurun (diminishing marginal utility), yakni
utilitas total naik dengan tingkat yang menurun. Kurva ABC menunjukkan
utilitas marginal yang semakin naik (increasing marginal utility), yakni
utilitas total naik dengan angka yang meningkat.
Utilitas
E TU
C
D
A B A qo q1
Gambar 3. Kurva Marginal Utility
Utilitas marginal dirumuskan sebagai perubahan utilitas total sebagai
akibat perubahan 1 unit barang konsumsi per unit waktu. Sepanjang garis
ABCE, utilitas marginal tersebut mula-mula naik dan kemudian turun.
Konsep utilitas marginal inilah yang memungkinkan untuk menganalisa
perilaku konsumen di pasar, bila mengasumsikan bahwa orang ingin
memaksimalkan kepuasannya berdasarkan pendapatan yang terbatas dan
harga barang-barang yang dapat dikonsumsinya. Jadi berdasarkan
pendapatan yang terbatas, harga produk dan fungsi dari utilitas tertentu,
konsumen berusaha memaksimalkan utilitas (Richard, 1992).
4.1 Elastisitas
Elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan fungsi
permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang
mempengaruhinya. Tiga variabel yang mempengaruhi maka dikenal tiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
elastisitas permintaan, yaitu elastisitas harga (barang sendiri), elastisitas
silang (terhadap perubahan harga barang lain), elastisitas pendapatan
(terhadap perubahan pendapatan atau anggaran belanja)
(Sudarsono, 1983).
Nicholson (1992) menyebutkan beberapa macam konsep elastisitas
yang berhubungan dengan permintaan yaitu
a. Elastisitas Harga atas permintaan
Elastisitas harga adalah perubahan persentase pada jumlah
suatu barang yang diminta yang ditimbulkan oleh perubahan 1
persen pada harganya.
perubahan persentase jumlah yang diminta ∆Q/Q EQ,P = = perubahan persentase harga barang tersebut ∆P/P
1) Bila E Q,P < -1 dikatakan bahwa permintaan elastis, maka
proporsi kenaikan harga lebih besar daripada proporsi
penurunan jumlah. Jika sebuah kurva disebut elastis maka harga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap jumlahnya.
2) Bila E Q,P = -1 dikatakan bahwa permintaan unit elastis, maka
harga tidak mempunyai pengaruh yang besar atas jumlah yang
diminta
3) Bila E Q,P > -1 dikatakan inelastis, maka harga tidak mempunyai
pengaruh terhadap jumlahnya.
Kurva yang elastis, sedikit saja terjadi perubahan dalam harga
akan menyebabkan perubahan yang besar dalam permintaan. Kurva
yang unitary elastis, prosentase perubahan dalam jumlah barang
yang diminta sama dengan prosentase perubahan harga. Kurva
inelastis, prosentase perubahan dalam jumlah barang yang diminta
lebih kecil dari prosentase perubahan harga (Nicholson, 1992).
b. Elastisitas Pendapatan atas permintaan
McEachern (2000), mengemukakan bahwa elastisitas
pendapatan atas permintaan yaitu perubahan persentase jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
barang yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap suatu kenaikan
pendapatan sebesar 1 persen
Perubahan persentase jumlah permintaan akan barang X EQ,I =
Perubahan persentase pendapatan
Untuk barang normal, EQ,I adalah positif karena kenaikan
pendapatan akan menaikkan pembelian barang tersebut. Sebaliknya
untuk barang inferior, EQ,I akan menjadi negatif. Kenaikan
pendapatan akan menyebabkan penurunan jumlah barang yang
diminta. Diantara barang-barang normal terdapat perhatian yang
cukup besar mengenai apakah EQ,I lebih besar atau lebih kecil dari 1.
Barang-barang yang EQ,I-nya lebih besar dari 1 disebut barang
mewah dalam arti bahwa pembelian barang-barang ini naik dengan
lebih cepat daripada pendapatan
McEachern (2000), menambahkan pada barang inferior,
elastisitas pendapatannya menjadi negatif, sehingga permintaan
untuk barang semacam ini cenderung menurun dengan naiknya
pendapatan. Permintaan untuk sebagian besar barang akan naik bila
pendapatan naik. Barang tersebut disebut sebagai barang normal,
yang elastisitas pendapatannya lebih besar daripada nol. Barang
normal dengan elastisitas pendapatan kurang daripada 1 disebut
sebagai inelastis terhadap pendapatan. Barang kebutuhan pokok
seringkali mempunyai EP < 1. Barang dengan elastisitas pendapatan
lebih besar daripada 1 disebut elastis terhadap pendapatan. Barang
mewah seringkali mempunyai EP > 1.
c. Elastisitas Silang atas permintaan
McEachern (2000), mengemukakan bahwa elastisitas silang
terhadap permintaan adalah perubahan harga satu barang tidak hanya
berpengaruh terhadap jumlah permintaan atas barang itu, tetapi juga
berpengaruh pada jumlah permintaan terhadap barang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
% perubahan jumlah yang diminta akan barang (X) Es =
% perubahan harga untuk barang lain (Y)
Perubahan jumlah barang X yang diminta tersebut adalah
semata-mata diakibatkan oleh perubahan harga barang Y. dalam arti
ekonomi, selain besaran angka elastisitas silang, yang lebih penting
lagi adalah tandanya. Tanda positif berarti barang X dan Y
merupakan barang subtitusi, sedangkan bila tandanya negatif maka
barang X dan Y adalah barang komplementer. Makin besar angka
elastisitas itu makin dekat hubungan antara kedua barang yang
bersangkutan.
Jika kenaikan harga suatu barang mengakibatkan kenaikan
permintaan barang yang lain, maka nilai elastisitas harga silangnya
adalah positif, dan kedua barang tersebut bersubstitusi. Kenaikan
harga suatu barang menyebabkan penurunan permintaan barang yang
lain, maka nilai elastisitas harga silangnya adalah negatif, dan kedua
barang tersebut dikatakan mempunyai hubungan komplementer.
Sebagian besar pasangan barang yang diambil secara acak biasanya
tidak berhubungan, sehingga nilai elastisitas harga silangnya
mendekati nol.
4.2 Efek Subsitusi dan Efek Pendapatan
McEachern (2000), mengemukakan bahwa pengaruh perubahan
harga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efek substitusi dan efek
pendapatan. Berdasarkan efek substitusi, bila harga suatu barang turun,
konsumen cenderung mensubstitusikan dengan barang lain yang
harganya menjadi relatif lebih mahal. Berdasarkan efek pendapatan,
penurunan harga suatu barang akan meningkatkan pendapatan riil
konsumen yaitu pendapatan yang diukur dengan apa yang dapat dibeli,
sehingga konsumen menjadi lebih mampu membeli barang (konsumen
cenderung untuk meningkatkan jumlah barang yang diminta).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Perbedaan efek substitusi dan efek pendapatan dapat digunakan
untuk menentukan apakah suatu barang itu normal (termasuk superior)
ataukah tergolong barang inferior (termasuk giffen). Barang normal
adalah barang yang efek pendapatannya selalu positif. Bila efek
pendapatan lebih besar daripada nilai absolut efek substitusi, barang ini
tergolong superior. Barang inferior adalah barang yang mempunyai efek
pendapatan negatif. Bila efek pendapatan negatif ini lebih besar daripada
nilai absolut efek substitusi, barang ini tergolong giffen
(Sudarsono, 1983).
Harga Y
A
C
O X1 X2 Xt B D B1 X kuantitas Gambar 4. Barang Inferior : Efek Substitusi (e.s) dan Efek Pendapatan (e.p)
Harga
O X1 X2 Xt kuantitas Gambar 5. Kurva Permintaan Barang Inferior
Harga
E1
E2 T
O X2 X1 Xt kuantitas barang X Gambar 6. Kurva Permintaan Barang Giffen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
1. Teori Dasar Permintaan
Konsep permintaan digunakan untuk mengukur keinginan pembeli
dalam suatu pasar. Fungsi permintaan mengukur hubungan antara
jumlah barang yang diminta dengan semua faktor yang
mempengaruhinya (Arsyad, 1995). Hubungan antara permintaan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhinya ditunjukkan dalam satu bentuk
fungsi permintaan sebagai berikut:
Qd = f (X1, X2, Y, JP)
Keterangan:
Qd: Permintaan terhadap suatu barang (kg/th)
X1: Harga barang yang dimaksud (Rp/th)
X2: Harga barang lain (substitusi dan komplementer) (Rp/th)
Y: Tingkat Pendapatan (rupiah/th)
JP: Jumlah penduduk (jiwa)
(Futong, 2002).
2. Estimasi Fungsi Permintaan
Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan
adalah model regresi non linear berganda dengan model perpangkatan
atau eksponensial. Bentuk fungsinya dituliskan sebagai berikut:
Qd = b0. X1b1. X2
b2. X3b3 . X4
b4. X5b5
Fungsi tersebut berbentuk non linier sehingga agar dapat diestimasi
harus ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk double
logaritmik linier, sehingga bentuknya menjadi sebagai berikut:
ln Qd = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3+ b4 ln X4 + b5 ln X5
Keterangan :
Qd = permintaan suatu barang (kg/th)
X1 = harga barang tersebut (Rp/th)
X2 = harga barang subtitusi (Rp/th)
X3 = harga barang komplementer (Rp/th)
X4 = tingkat pendapatan (rupiah/th)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
X5 = jumlah penduduk (jiwa)
b0 = konstanta
b1-b4 = koefisien masing-masing variabel
(Sumodiningrat, 1994).
Estimasi terhadap fungsi permintaan menggunakan metode kuadrat
terkecil yang biasa (Ordinary Least Square/OLS). Metode ini akan
dihasilkan pemerkira yang terbaik, linear, dan memiliki varians yang
minimum dalam kelas sebuah pemerkira tanpa bias (Best Linear
Unbiased Estimator/BLUE) (Supranto, 1984).
Nachrowi (2005), menjelaskan tentang keistimewaan model log-
log dalam aplikasinya adalah slope β2 dalam model ln Y = ln β1 + β2 ln X
menyatakan ukuran elastisitas Y terhadap X, yaitu ukuran persentase
perubahan dalam Y bila diketahui perubahan persentase X. dengan
perkataan lain, bila Y menyatakan kuantitas yang diminta dan X
menyatakan harga komoditas per unit, maka β2 menyatakan elastisitas
harga dari permintaan. Hal lain yang dapat diperhatikan dalam model ini
adalah koefisien elastisitas antara Y dan X selalu konstan. Artinya bila
lnX berubah 1 unit, perubahan lnY akan selalu sama meskipun elastisitas
tersebut diukur pada lnX yang mana saja. Oleh karena itu, model ini
disebut juga model elastisitas konstan. Selain itu β1 dan β2 juga bisa
diinterpretasikan dengan mengembalikan model ke bentuk semula. Jadi
β1 dan β2 diinterpretasikan melalui e β1dan e β2. Model tersebut juga
menunjukkan bahwa bila harga komoditas mahal sekali, maka
permintaan akan minimal yaitu e β1, dan bila harganya murah sekali maka
permintaan maksimal.
Gambar 7, harga tidak akan pernah mencapai nol. Maka dapat
dikatakan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam regresi linier dapat
teratasi dengan fungsi dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Q
e β1 Harga
Gambar 7. Fungsi Permintaan dan Harga
(Nachrowi ,2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Kerangka berpikir Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
dapat dilihat pada gambar 8 berikut :
Barang Mewah/Normal/
Inferior
Elastisitas/ Inelastis
Elastisitas Harga Sendiri
Analisis Permintaan Kentang Di Kabupaten Boyolali
Gambar 8. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
Elastisitas Harga Silang
Elastisitas Pendapatan
Subsitusi/ Komplementer
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
Faktor Ekonomi Faktor Non Ekonomi
Pendapatan Harga Barang
Faktor Sosial
Jumlah penduduk
Harga Barang Lain
Harga Barang Sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
D. Hipotesis
1. Diduga bahwa harga kentang, harga wortel, harga beras, jumlah
penduduk dan pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali berpengaruh
terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
2. Diduga kentang termasuk barang normal dan permintaan kentang bersifat
inelastis.
3. Diduga wortel sebagai barang subsitusi dari kentang.
4. Diduga beras sebagai barang komplementer dari kentang.
E. Pembatasan Masalah
1. Data yang digunakan adalah data time series yaitu berupa data tahunan
permintaan kentang, harga kentang, harga beras, harga wortel, jumlah
penduduk, dan pendapatan perkapita selama 17 tahun dari tahun 1993
sampai dengan tahun 2009.
2. Data kentang pada penelitian, semua merupakan data kentang sayur,
karena data dari BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali tidak
diperoleh data tentang komoditi kentang untuk industri makanan.
F. Asumsi-asumsi
1. Variabel-variabel lain yang tidak diamati dianggap tidak berpengaruh.
2. Jenis kentang tidak dibedakan atau dianggap sama.
G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Permintaan kentang adalah jumlah kentang yang dikonsumsi oleh
penduduk di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan kg/tahun.
2. Jumlah penduduk adalah semua penduduk yang tinggal di Kabupaten
Boyolali per tahunnya, dinyatakan dalam satuan jiwa.
3. Harga kentang adalah harga rata-rata kentang ditingkat konsumen rumah
tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten
Boyolali, dinyatakan dalam satuan rupiah/kg.
4. Harga wortel adalah harga rata-rata wortel ditingkat konsumen rumah
tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten
Boyolali, dinyatakan dalam satuan rupiah/kg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5. Harga beras adalah harga rata-rata beras ditingkat konsumen rumah
tangga dan industri pada setiap tahunnya yang berlaku di Kabupaten
Boyolali, dinyatakan dalam satuan rupiah/kg.
6. Indeks harga konsumen adalah angka yang menunjukkan besarnya
perubahan rata-rata dari harga-harga kelompok atau sekumpulan barang
dari satu waktu ke waktu lainnya.
7. Harga sebelum terdeflasi adalah besarnya harga pada tahun yang
bersangkutan.
8. Harga terdeflasi adalah besarnya perubahan harga-harga yang berlaku
jika dibandingkan dengan tahun dasar.
Untuk menghilangkan pengaruh inflasi pada harga, harga dideflasi
dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar (2002 = 100). Harga
terdeflasi dapat dicari dengan rumus berikut ini :
Hx = HtIHKtIHKd
´
Keterangan :
Hx = Harga yang terdeflasi
IHKd = Indeks Harga Konsumen tahun dasar
IHKt = Indeks Harga Konsumen tahun t
Ht = Harga sebelum terdeflasi
Tahun dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah tahun 2002,
dengan pertimbangan pada tahun tersebut kondisi perekonomian
Indonesia dalam keadaan relatif stabil.
9. Pendapatan perkapita yang dimaksud adalah rata-rata pendapatan riil
perkapita penduduk Kabupaten Boyolali per tahun yang dinyatakan
dalam rupiah. Pendapatan riil perkapita didapatkan dengan melakukan
pendeflasian terhadap PDRB perkapita tahun yang bersangkutan dengan
indeks implisit tahun dasar (2002 = 100). Tahun dasar yang digunakan
pada penelitian ini adalah tahun 2002, dengan pertimbangan pada tahun
tersebut kondisi perekonomian Indonesia dalam keadaan relatif stabil.
Pendapatan riil penduduk dihitung dengan rumus :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Yt = abtYIHtIRd
´
Keterangan:
Yt = pendapatan penduduk tahun t
IRd = Indeks Implisit PDRB tahun dasar
IHt = Indeks Implisit PDRB tahun t
Yabt = PDRB perkapita sebelum terdeflasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-
masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah yang
aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisis (Surakhmad, 1998).
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kabupaten Boyolali. Kabupaten
Boyolali memiliki tingkat konsumsi kentang yang berfluktuatif (Tabel 2).
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
time series (dari waktu ke waktu). Data sekunder adalah data yang diperoleh
dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain,
biasanya dalam bentuk publikasi (Supranto, 1984). Data sekunder yang
digunakan dalam bentuk data tahunan berupa data permintaan kentang, harga
kentang, harga beras, harga wortel, jumlah penduduk, dan pendapatan
perkapita selama 17 tahun, yaitu dari 1993 sampai dengan tahun 2009.
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari Dinas
Pertanian Kabupaten Boyolali, Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Pengelolaan Pasar Kabupaten Boyolali, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Boyolali, Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura,
Departemen Pertanian, Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, serta
instansi terkait lainnya.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode regresi linear berganda dengan penaksir kuadrat terkecil atau OLS
(Ordinary Least Square). Penaksir kuadrat terkecil atau OLS yaitu proses
matematis untuk menentukan intersep dan slope garis yang paling tepat yang
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
menghasilkan jumlah kuadrat deviasi atau simpangan yang minimum.
Penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linear tak bias, mempunyai
varians minimum yaitu penaksir (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE)
(Gujarati, 1991).
Hubungan antara permintaan kentang dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya ditunjukkan dalam satu bentuk fungsi permintaan sebagai
berikut:
Qd = f (X1, X2, X3 , Y, JP)
Keterangan:
Qd: Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (kg/th)
X1 : Harga kentang di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
X2 : Harga wortel di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
X3 : Harga beras di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
Y : Pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali (rupiah/th)
JP : Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali (jiwa)
Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan adalah
model regresi non linear berganda dengan model perpangkatan atau
eksponensial. Bentuk fungsinya dituliskan sebagai berikut:
Qd = b0. X1b1. X2
b2. X3b3 . X4
b4. X5b5
Fungsi tersebut berbentuk non linier, agar dapat diestimasi harus
ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk double logaritmik linier,
sehingga bentuknya menjadi sebagai berikut:
ln Qd = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3+ b4 ln X4 + b5 ln X5
Keterangan :
Qd = Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (kg/th)
X1 = Harga kentang di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
X2 = Harga wortel di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
X3 = Harga beras di Kabupaten Boyolali (Rp/th)
X4 = Pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali (rupiah/th)
X5 = Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali (jiwa)
b0 = konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
b1-b5 = koefisien regresi masing-masing variabel
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
besarnya proporsi pengaruh faktor-faktor yang berupa harga kentang,
harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk
terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
R2 = 洈úú飘úú
Keterangan :
R2 : Koefisien determinasi
N : Jumlah observasi (jumlah data)
k : Jumlah variabel bebas
Nilai R2 mempunyai range antara 0 sampai 1. Semakin nilai R2
mendekati 1, maka model yang digunakan semakin baik. Bila nilai R2
semakin mendekati 1 maka semakin besar pengaruh variabel bebas
terhadap variabel tidak bebas dan semakin mendekati 0 maka variabel
bebas secara keseluruhan semakin kurang dapat menjelaskan variabel
tidak bebas.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah harga kentang, harga
wortel, harga beras, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk yang
digunakan secara bersama-sama atau secara simultan berpengaruh nyata
terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dilakukan uji F pada
tingkat signifikasi (a:1%, a:5%, a:10%) dengan rumus sebagai berikut:
)/(
)1/(
kNTSS
kESSF
-
-=
Keterangan :
ESS = Explained Sum of Square
= Jumlah kuadrat yang bisa dijelaskan atau variasi yang bisa
dijelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
TSS = Total Sum of Square
= Jumlah kuadrat total
k = Jumlah variabel
N = Jumlah sampel
Hipotesisnya dirumuskan :
Ho : Koefisien regresi inelastis
Ha : Koefisien regresi elastis
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0 (paling sedikit ada satu bi ≠ 0)
Kriteria pengambilan keputusan :
1) Jika Fhitung > Ftabel : Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti faktor-
faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras,
pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali.
2) Jika Fhitung < Ftabel : Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti faktor
faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga beras,
pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama
tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali.
3) Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan berdasarkan tingkat
signifikasi, jika tingkat signifikasi < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha
diterima faktor-faktor yang berupa harga kentang, harga wortel,
harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali.
4) Jika tingkat signifikasi > 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak,
maka faktor faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga
beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-
sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel bebas yang digunakan terhadap variabel tidak bebas pada tingkat
signifikasi (a:1%, a:5%, a:10%) dengan rumus sebagai berikut:
)(biSe
bithitung =
Keterangan :
bi = koefisien regresi ke-i
Se (bi) = standard error koefisien regresi ke-i
Hipotesisnya dirumuskan :
Ho = bi = 0
Ha = bi ≠ 0
Kriteria pengambilan keputusan:
a) Jika thitung > ttabel : maka Ho ditolak, Ha diterima, yang berarti
variabel bebas (Xi) secara individu berpengaruh nyata terhadap
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Y).
b) Jika thitung ≤ ttabel : maka Ho diterima, Ha ditolak, yang berarti
variabel bebas (Xi) secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali (Y).
c) Dalam penelitian ini, pengambilan keputusan berdasarkan nilai
signifikasi. Jika tingkat signifikasi < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha
diterima faktor-faktor yang berupa harga kentang, harga wortel,
harga beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali.
d) Jika tingkat signifikasi > 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak,
maka faktor faktor yang berupa harga kentang, harga wortel, harga
beras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-
sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
4. Pengujian Model
Adapun model dikatakan BLUE bila memenuhi persyaratan
berikut:
a. Non Multikolinearitas (tidak terjadi hubungan yang sangat kuat atau
bahkan sempurna pada variabel independent).
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
hubungan yang linier atau mendekati linier diantara variabel-variabel
penjelas. Terjadi atau tidaknya multikolinieritas dapat dideteksi
dengan melihat nilai dari matrik Pearson Correlation (PC). Dari hasil
analisis jika nilai PC lebih kecil dari 0,9 hal ini berarti bahwa antar
variabel bebas tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2001).
b. Tidak terjadi kasus Heteroskedastisitas
Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk
semua pengamatan. Uji ini dilakukan dengan scatterplot antara nilai
prediksi variabel dependent yaitu ZPRED (sumbu X) dengan
residualnya SRESID (sumbu Y). Apabila tidak terdapat pola yang
jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Nisfiannoor, 2009).
c. Tidak terjadi kasus Autokorelasi
Menurut Sulaiman (2002), uji autokorelasi digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat korelasi antara anggota serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu (time series). Pengujian
autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson dengan
kriteria sebagai berikut:
1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi
2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat
disimpulkan (inconclusion)
3) DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorelasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
5. Uji Standar Koefisien Regresi (beta coefficient)
Uji Standar Koefisien Regresi digunakan untuk mengetahui
variabel bebas yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap jumlah
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari besarnya
nilai standar koefisien regresi parsial yang dirumuskan:
iy
biBidd
´=
Keterangan:
Bi : standar koefisien regresi variabel bebas ke-i
bi : koefisien regresi variabel bebas ke-i
δi : standar deviasi variabel bebas ke-i
δy : standar deviasi variabel tak bebas
Variabel bebas yang mempunyai nilai standar koefisien regresi
yang paling besar merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali.
6. Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan digunakan untuk mencari tingkat kepekaan
variabel terhadap permintaan kentang dilakukan dengan cara menghitung
elastisitas harga, elastisitas pendapatan dan elastisitas silangnya.
Besarnya nilai elastisitas tersebut dapat ditunjukkan langsung oleh nilai
koefisien regresi variabel penduganya.
Pengukuran angka elastisitas ini dapat dilakukan dengan 3 macam
analisis elastisitas, yaitu :
a. Elastisitas Harga (E h)
Jika E h < -1 maka permintaan kentang bersifat elastis.
E h = -1 maka permintaan kentang bersifat unit elastis.
E h > -1 maka permintaan kentang bersifat inelastis.
b. Elastisitas Silang (E Q,S )
Jika E,S nilainya positif maka wortel dan beras adalah barang
substitusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
E,S nilainya negatif maka wortel dan beras adalah barang
komplementer.
c. Elastisitas Pendapatan (E Q,P)
Jika E,P nilainya negatif maka kentang adalah barang inferior.
E,P nilainya positif maka kentang adalah barang normal.
E,P < 1 maka kentang adalah barang kebutuhan pokok.
E P > 1 maka kentang adalah barang mewah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
DAFTAR PUSTAKA
Agung, T, S. 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Tembakau (Nicotiana sp.) di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis Vol.7 No.1 September 2010. Universitas Sebelas Maret Boyolali.
Arsyad, L. 1995. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta. . 2008. Ekonomi Manajerial. BPFE UGM. Yogyakarta.
Ashari, S. 1995. Holtikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Boediono. 2005. Teori Ekonomi Mikro Seri Sinopsis. BPEE. Yogyakarta.
BPS. 2007. Data Konsumsi Perkapita Pertahun Kentang Nasional Tahun
2004-2006. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura,
Departemen Pertanian. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 13
Februari 2011.
____. 2008. Boyolali dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Boyolali. Boyolali.
____. 2009. Boyolali dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Boyolali. Boyolali.
Direktorat Perbenihan. 2003. Vademikum Perbenihan Sayuran. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura.
Disperindagsar. 2011. Laporan Perkembangan Harga Rata-rata Bahan Pokok, Barang Penting dan barang umum Lainnya. Disperindagsar Kabupaten Boyolali. Boyolali.
Futong, I. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Dua. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Gujarati, D. 1991. Ekonometrika Dasar. (Econometrika, penerjemah: Sumarno Zain). Erlangga. Jakarta.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hendriani, S, R. 2005. Analisis Permintaan Beras Di Kabupaten Karawang. Skripsi Mahasiswa S1 Fakultas Pertanian UNS Boyolali.
Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. 2011. Proyeksi Konsumsi Pangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2011. Laporan Survey Konsumsi Pangan Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. Boyolali.
Lipsey, R, Steider. P. 1991. Pengantar Ekonomi Mikro (Economics, penerjemah: Jaka Wasana). Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.
McEachern, W. 2000. Ekonomi Makro (Macro Economics, penerjemah: Sigit Triandu). Salemba Empat. Jakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Nachrowi et all. 2005. Penguasaan Teknik Ekonometri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nicholson, W. 1992. Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya (Micro Economics, penerjemah: Danny Hutabarat). Erlangga. Jakarta.
Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta.
Richard, A. 1992. Ekonomi Mikro. Rineka Cipta. Jakarta.
Setiyadi dan Surya F, N. 1998. Kentang: Varietas dan Pembudidayaannya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarsono. 1991. Pengantar Ekonomi Mikro. LP3ES. Yogyakarta.
Sukirno, S. 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Ketiga. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Sumodiningrat, G. 1994. Pengantar Ekonometrika. BPFE. Yogyakarta.
Supranto. 1984. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan. Edisi Kedua. Gramedia. Jakarta.
Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah-Ilmiah Dasar. Penerbit Tarsito. Bandung.
Wiwin, E. 2006. Analisis Permintaan Beras di Kabupaten Pati. Skripsi Mahasiswa S1 Fakultas Pertanian UNS Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Lokasi Daerah Penelitian
Kabupaten Boyolali terletak antara lintang 110o22’-110o50’ Bujur
Timur (BT) dan 7o7’-7o36’ Lintang Selatan (LS). Kabupaten Boyolali
memiliki ketinggian tempat yang beragam, antara 75-1500 meter di atas
permukaan laut dengan luas wilayah 101.510,1955 Ha. Jarak bentang
Kabupaten Boyolali dari barat ke timur adalah 48 km dan dari utara ke
selatan adalah 54 km. Batas-batas wilayah Kabupaten Boyolali meliputi :
Sebelah Utara : Kab. Grobogan dan Kab. Semarang
Sebelah Timur : Kab. Karanganyar, Kab. Sukoharjo, dan Kab. Sragen
Sebelah Selatan : Kab. Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat : Kab. Magelang dan Kab. Semarang
Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan. Kecamatan Selo,
Ampel, Cepogo, dan Musuk terletak di dataran tinggi. Sedangkan
Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyodono, Sambi,
Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu,
Wonosegoro, dan Juwangi terletak di dataran rendah. Perbedaan
ketinggian tempat tersebut berpotensi menghasilkan beragam hasil
pertanian.
2. Topografi
Kabupaten Boyolali memiliki ketinggian tanah yang beragam,
meliputi daerah dataran dan daerah pegunungan. Daerah dataran meliputi
Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak,
Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro,
Juwangi, dan Kecamatan Boyolali. Sedangkan daerah pegunungan
meliputi Kecamatan Musuk, Ampel, Cepogo, Selo.
Wilayah dataran cocok digunakan untuk budidaya tanaman pangan,
seperti padi, jagung, kedelai, dan kacang-kacangan. Daerah dengan
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
topografi bergelombang atau pegunungan lebih cocok sebagai areal
tegalan yang tanaman utamanya adalah sayur-sayuran termasuk kentang.
3. Jenis Tanah
Jenis tanah mempunyai pengaruh terhadap kesuburan tanah. Secara
umum jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Selo yang merupakan
sentra kentang di Kabupaten Boyolali yaitu tanah litosol cokelat, tanah
litosol dan regosol, tanah regosol, tanah andosol cokelat, serta tanah
kompleks andosol kelabu tua dan litosol. Tanaman kentang lebih
menyukai tanah yang banyak mengandung humus (banyak mengandung
bahan organik), subur, gembur, serta berdrainase dan airase baik. Jenis
tanah yang paling baik adalah tanah andosol. Jenis tanah demikian pada
umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Jenis tanah di
daerah sentra kentang di Kabupaten Boyolali berasal dari bahan induk
pasir/tuf yang memiliki tingkat kesuburan yang berbeda-beda dan
memiliki drainase yang cukup hingga baik. Berdasarkan teori di atas,
dapat diketahui bahwa daerah sentra kentang di Kabupaten Boyolali
memiliki syarat yang baik untuk membudidayakan tanaman kentang.
4. Iklim
Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang
dinamik dan sulit dikendalikan. Iklim atau cuaca sering menjadi faktor
pembatas bagi produksi pertanian, sehingga iklim merupakan faktor yang
penting dalam pengelolaan usahatani. Keadaan iklim di suatu wilayah
dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar
matahari, angin dan musim.
Tanaman kentang membutuhkan lingkungan tumbuh yang suhu
udaranya dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi yang
optimal membutuhkan suhu udara antara 15,5o-21,1o C.
Kabupaten Boyolali termasuk daerah tropis dan bertemperatur
sedang. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Boyolali sebesar 2.063 mm
per tahun dan mempunyai hari hujan dengan rata-rata di bawah 102 hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
per tahun. Kondisi iklim seperti ini cocok untuk membudidayakan
sayuran, terutama sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis.
5. Keadaan Lahan dan Tataguna Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Boyolali dibagi menjadi dua yaitu
lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah terdiri dari irigasi teknis,
irigasi ½ teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sedangkan lahan
kering terdiri dari pekarangan/ bangunan, tegalan/ kebun, padang gembala,
tambak/ kolam, hutan negara, dan lainnya. Tata guna lahan di Kabupaten
Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Tata Guna Lahan di Kabupaten Boyolali Tahun 2005-2009
Penggunaan Lahan Luas (ha)
2005 2006 2007 2008 2009 Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi ½ Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan
22.947 4.935 4.876 2.646
10.489
22.939 5.145 4.959 2.613
10.221
22.876 5.119 4.954 2.627
10.174
22.870 5.149 4.919 2.627
10.174
22.859 5145 4913 2627
10.173 Lahan Kering Pekarangan/Bangunan Tegalan/Kebun Padang Gembala Tambak/Kolam Hutan Negara Lain-lain
78.563 25.029 30.616
983 805
14.633 6.496
78.574 25.062 30.690
983 806
14.835 6.294
78.637 25.180 30.700
983 820
14.835 6.115
78.641 25.190 30.681
983 821
14.835 6.129
78.654 25.193 30.667
983 821
14.835 6.151
Jumlah 101.513
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Boyolali
luas lahan sawah lebih kecil daripada lahan kering. Luas lahan sawah pada
tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami penurunan ini
disebabkan karena bertambahnya pemukiman akibat dari bertambahnya
penduduk di Kabupaten Boyolali. Luas lahan kering pada tahun 2005
sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan karena adanya
peningkatan jumlah penduduk dan pada tahun 2006 luas lahan
tegalan/kebun mengalami peningkatan yaitu sebesar 74 hektar, ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
disebabkan karena beralihnya lahan sawah menjadi lahan kebun yang
digunakan untuk mengganti atau memperluas lahan tegalan/kebun yang
digunakan untuk mengusahakan tanaman selain padi.
B. Keadaan Penduduk
1. Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, jumlah
kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan
penduduk Kabupaten Boyolali selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2005 – 2009
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
Pertumbuhan Penduduk
(jiwa)
Persentase Pertumbuhan
(%) 2005 2006 2007 2008 2009
941.147 944.181
947.026 949.594 951.717
3.319 2.060 3.034 2.845 2.568
0,22 0,32 0,30 0,27 0,22
Rata-rata 946.733 2.765 0,27
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 6 menyatakan bahwa rata-rata jumlah penduduk Kabupaten
Boyolali tahun 2005 – 2009 adalah sebesar 946.733 jiwa. Rata-rata laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2009 menunjukkan peningkatan sebesar 0,27%. Peningkatan
penduduk tersebut juga akan berpengaruh terhadap peningkatan
kebutuhan-kebutuhan hidup, khususnya kebutuhan pangan.
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan suatu
bentuk penggolongan penduduk berdasarkan umur sehingga dapat
diketahui jumlah penduduk usia belum produktif, jumlah penduduk usia
produktif, dan jumlah penduduk usia tidak produktif. Berdasarkan umur
penduduk dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu usia belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia tidak
produktif (> 65 tahun). Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali pada
tahun 2009 adalah sebesar 951.717 jiwa yang terdiri dari laki-laki 466.481
jiwa dan perempuan 485.236 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten
Boyolali berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Menurut Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009
Kelompok Umur (th) Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan 0-14 124.226 113.060 237.286 15-64 311.277 329.468 640.745 > 65 30.978 42.708 73.686 Angka Beban Tanggungan 48,53
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali menurut kelompok umur, yang paling banyak adalah
penduduk dengan kelompok umur produktif atau penduduk yang berusia
antara 15-64 tahun. Kelompok umur produktif dapat memberikan
gambaran akan kebutuhan pangan yang tinggi karena pada usia-usia
produktif umumnya banyak melakukan kegiatan-kegiatan sehingga
diperlukan adanya tenaga untuk menunjang aktivitas yang dapat diperoleh
dari berbagai bahan pangan. Oleh karena itu, dengan banyaknya penduduk
usia produktif maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan
akan pangan.
Dari Tabel 7 juga dapat dihitung Angka Beban Tanggungan (ABT) di
Kabupaten Boyolali. Angka Beban tanggungan (ABT) adalah rasio antara
jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia
produktif. Hasil perhitungan menunjukkan Angka Beban Tanggungan di
Kabupaten Boyolali sebesar 48,53% (Lampiran 5). Artinya setiap 100
orang usia produktif menanggung 49 orang usia tidak produktif (penduduk
yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Komposisi Penduduk menurut Mata Pencaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian digunakan untuk
mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakteristik daerah dengan
melihat mata pencahariaannya yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Komposisi penduduk di Kabupaten Boyolali menurut mata
pencahariannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pertanian tanaman pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian lainnya Industri pengolahan Perdagangan Jasa Angkutan Lainnya
243.264 16.733 1.262
51.172 25.126 43.455 51.366 54.015 7.128
307.284
30,38 2,09 0,16 6,39 3,14 5,43 6,41 6,74 0,89
38,37
Total 800.805 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten
Boyolali sebagian besar bekerja di sektor lainnya, ditunjukkan dengan
jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini sebesar 307.284 jiwa atau
sebesar 38,37% dari total penduduk yang telah bekerja. Sektor ini meliputi
mata pencaharian sebagai guru, PNS, dan TNI/Polri. Sedangkan penduduk
yang bekerja di sektor pertanian, sebagian besar bekerja di subsektor
pertanian tanaman pangan yaitu sebesar 243.264 jiwa atau 30,38% dari
total penduduk. Total penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak
337.557 jiwa atau sebesar 42,16%, yang meliputi bekerja di subsektor
pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan
pertanian lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan
untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia di suatu wilayah tersebut.
Tingkat pendidikan penduduk akan mempengaruhi kemampuan penduduk
dalam menerima teknologi baru dan mengembangkan usaha di daerahnya.
Tingkat pendidikan di suatu daerah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran
akan pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta
ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Keadaan penduduk menurut
tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali dan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
No Pendidikan Jumlah % 1. Tidak/Blm Tamat SD 271.515 30,90 2. Tamat SD 303.758 34,58 3. Tamat SLTP 118.825 13,52 4. Tamat SLTA 3.054 0,35 5. Tamat Akademi/D3 10.814 1,23 6. Tamat PT/D4 12.515 1,42 Jumlah 878.605 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa penduduk di Kabupaten
Boyolali paling banyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak 303.758 orang
atau 34,58% dan yang paling sedikit adalah tamatan SLTA yaitu sebesar
3.054 orang atau sebanyak 0,35%. Sedangkan jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali yang tidak atau belum tamat SD sebesar 271.515 jiwa
atau sebesar 30,90%. Besarnya jumlah penduduk yang tidak atau belum
tamat SD dikarenakan pada saat sensus penduduk banyak terdapat anak-
anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) atau masih
bersekolah di taman kanak-kanak (TK) dan juga penduduk yang sudah
lanjut usia dimana mereka tidak mendapat kesempatan untuk menempuh
pendidikan formal.
Adapun jumlah penduduk yang berhasil menyelesaikan tingkat
pendidikannya hingga tingkat perguruan tinggi atau D4 sebanyak 12.515
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
orang atau sebesar 1,42%. Sedikitnya jumlah penduduk yang
menyelesaikan tingkat pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Kabupaten Boyolali belum
manjadi sesuatu yang penting untuk ditempuh.
C. Keadaan Perekonomian
Keadaan perekonomian di Kabupaten Boyolali dapat dilihat dari
ketersediaan sarana perekonomian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sarana tersebut digunakan untuk menyalurkan produksi pertanian terutama
kentang dari produsen ke konsumen. Guna menunjang laju perekonomiannya
tersebut maka di Kabupaten Boyolali mempunyai beberapa sarana
perekonomian seperti pasar, toko/kios, dan koperasi.
Tabel 10. Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
No Jenis Sarana Perekonomian Jumlah (unit) 1 Koperasi 967 2 Bank BRI 25 3 Pasar 44
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sarana perekonomian yang
terdapat di Kabupaten Boyolali sudah memadai. Ini ditunjukkan dengan
jumlah koperasi di Kabupaten Boyolali sebanyak 967 unit. Koperasi ini
meliputi KUD, Non KUD, koperasi industri, koperasi peternakan/pertanian,
koperasi jasa, koperasi fungsional dan koperasi simpan pinjam.
Sarana perekonomian yang lainnya adalah lembaga keuangan berupa
bank yaitu BRI, jumlah bank BRI di Kabupaten Boyolali sebanyak 25 unit.
BRI merupakan bank yang paling banyak terdapat di Kabupaten Boyolali
daripada bank yang lainnya karena BRI mempunyai banyak unit sampai di
tingkat kecamatan.
Kabupaten Boyolali memiliki 44 unit pasar yang terdiri dari 39 unit pasar
umum/desa dan 5 unit pasar hewan. Adanya 39 unit pasar umum ini
menjadikan penyaluran kentang dari konsumen kepada produsen menjadi
lebih mudah. Hal ini dikarenakan pasar menjadi tempat bertemunya produsen
dan konsumen kentang. Kentang dari produsen biasanya dibeli oleh tengkulak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kemudian tengkulak membawa kentang tersebut ke Pasar Cepogo untuk
dijual. Pasar Cepogo merupakan pasar induk untuk berbagai komoditas
sayuran. Kemudian pedagang-pedagang sayuran melakukan pembelian
kentang di pasar tersebut untuk dijual kembali ke pasar-pasar umum di
Kabupaten Boyolali.
Selain sarana perekonomian, terdapat juga sarana perhubungan sebagai
penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini tabel yang menunjukan
jumlah sarana perhubungan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2008.
Tabel 11. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
No Jenis Sarana Perhubungan Jumlah (unit) 1 Mobil Pribadi 4.391 2 Bus 292 3 Truk 793 4 Colt 2.087 5 Sepeda Motor 52.895
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Banyaknya sarana perhubungan yang terdapat di Kabupaten Boyolali
membuat masyarakat tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan
mobilitas untuk melakukan kegiatan perekonomian. Dalam kegiatan
penawaran kentang, sarana perhubungan mempunyai peranan penting dalam
melakukan pemasaran, dimana dengan adanya sifat kentang yang cepat
mengalami penurunan mutu atau busuk maka membutuhkan pengangkutan yang
seefektif dan seefisien mungkin sehingga kentang masih dalam keadan segar
ketika sampai kepada konsumen. Adanya mobilitas yang baik maka akan
semakin menambah jumlah konsumen yang berada di luar kota untuk
membeli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 12. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
No Jenis Sarana Perhubungan Jalan Kabupaten (Km) 1 Jenis Permukaan a. Aspal 531,0020 b. Kerikil 0,2600 c. Tanah 1,6700 2 Kondisi Jalan a. Baik 220,6450 b. Sedang 98,1700 c. Rusak 82,3850 d.Rusak berat 131,7330
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa dari jenis permukaan jalan,
sebagian besar jalan di Kabupaten Boyolali sudah berupa aspal, begitu pula
dengan kondisi jalan yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik,
walaupun juga ada kondisi jalan yang rusak berat. Kondisi jalan yang baik dan
lancar akan semakin memudahkan dalam melakukan pemasaran kentang ke
luar kota sehingga resiko penurunan mutu kentang dapat diperkecil.
D. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih mampu
memberikan sumbangan terbesar dari sembilan sektor perekonomian yang
lainnya pada perekonomian wilayah Kabupaten Boyolali. Pendapatan sektor
pertanian tersebut sangat tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan.
Hasil produksi pertanian di Kabupaten Boyolali tersebar di 19 kecamatan. Ada
beberapa komoditi yang dihasilkan wilayah tertentu, ada juga yang dihasilkan
di setiap kecamatan.
Keberadaan Gunung Merapi dan Merbabu yang terletak di Kabupaten
Boyolali merupakan potensi yang mampu mendukung berkembangnya sektor
pertanian, terutama sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan daerah pegunungan
memenuhi syarat tumbuh bagi tanaman sayur. Adapun komoditi yang menjadi
unggulan di Kabupaten Boyolali adalah kobis, wortel, cabai, bawang daun,
sawi, dan labu siam. Perkembangan produksi sayur-sayuran di Kabupaten
Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 13. Perkembangan Produksi Sayur-sayuran di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009
Sayuran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Bawang Merah 41.675 29.183 27.269 30.202 37.802 22.752 Bawang Daun 35.373 85.429 69.130 74.818 64.780 76.792 Wortel Kentang
200.426 440
99.231 2970
133.492 3345
119.064 4430
119.253 11.695
83.108 3.837
Kobis 135.436 273.476 244.823 186.457 168.706 142.110 Sawi 39.648 30.964 52.022 43.466 50.234 59.419 Cabai 77.880 44.523 9.945 35.379 83.935 254.855 Tomat 9.210 8.674 13.307 10.688 12.526 17.171 Terung 3.223 3.401 2.458 4.246 5.839 5.154 Buncis 6.356 17.495 18.331 16.465 12.007 16.293 Mentimun 8.055 3.844 6.492 9.142 18.345 12.470 Labu Siam 22.641 26.125 30.850 30.762 36.214 60.470 Kangkung 12.916 18.543 23.258 35.983 25.020 15.521 Bayam 3.459 3.434 4.105 8.020 12.404 12.716
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa komoditas kentang bukan
merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Boyolali hal ini
dikarenakan hasil produksi kentang di Kabupaten Boyolali rendah sehingga
tidak dapat memberikan kontribusi bagi petani kentang. Wilayah di Kabupaten
Boyolali yang menjadi daerah penghasil kentang adalah Kecamatan Selo.
Perkembangan luas areal , produksi, dan produktivitas kentang di Kabupaten
Boyolali dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Luas Panen, Hasil Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2009
Tahun Luas Panen (Ha) Hasil Produksi (Ton) Produktivitas (ton/ha) 2004 4 44 11 2005 22 297 13,5 2006 28 334,5 11,9 2007 31 44,3 1,43 2008 2009
95 35
1.169,5 3.837
12,3 109.6
Rata-rata 35,83 954,38 26,62
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Berdasarkan Tabel 14 produktivitas kentang di Kabupaten Boyolali
pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 berfluktuatif, hal ini dapat
mempengaruhi jumlah konsumsi kentang, karena dikhawatirkan ketersediaan
jumlah hasil produksi kentang di Kabupaten Boyolali belum mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi kentang, hal ini diperjelas dengan jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
konsumsi kentang di kabupaten Boyolali berfluktuatif dapat dilihat pada
Tabel 2.
E. Gambaran Komoditi Kentang
Tanaman kentang yang merupakan tanaman semusim yang berbentuk
semak, tingginya dapat mencapai 0,3 - 1 meter, batangnya agak lunak, berbulu
dan bercabang, akarnya akar serabut. Tanaman kentang diperbanyak dengan
umbinya, atau dengan potongan umbi yang mengandung sedikitnya satu mata
tunas (buds). Umbi dipanen setelah umur 110 - 150 hari sejak tanam
(Ashari, 1995).
Kentang dapat tumbuh subur di tempat yang cukup tinggi, seperti di
daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 500 – 3.000 m dpl, namun
tempat ideal berkisar antara 1.000 – 1.300 m dpl. Curah hujan yang cocok
kira-kira 1.500 mm per tahun. Suhu udara yang ideal untuk kentang berkisar
antara 15 – 18 oC pada malam hari dan 24 – 30 oC pada siang hari. Tanah yang
baik untuk kentang adalah tanah yang gembur dengan sedikit mengandung
pasir (Setiyadi dan Surya, 1998).
Kabupaten Boyolali adalah daerah dataran tinggi yang mempunyai
ketinggian antara 75-1500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Boyolali
memiliki topografi bergelombang atau pegunungan. Daerah dengan topografi
bergelombang atau pegunungan cocok digunakan sebagai areal tanam yang
tanaman utamanya adalah sayur-sayuran, terutama kentang. Tanaman kentang
di Kabupaten boyolali ditanam di Kecamatan Selo, karena kondisi topografi
Kecamatan Selo cocok untuk ditanami kentang. Apabila produksi kentang
ditingkatkan maka konsumsi kentang Kabupaten Boyolali dapat terpenuhi
mengingat kondisi permintaan kentang yang berfluktuatif (Tabel 2) dan tidak
mendatangkan kentang dari luar daerah Kabupaten Boyolali yaitu daerah
Wonosobo dan Bandungan sehingga harga kentang akan cenderung stabil dan
dapat memberikan keuntungan bagi petani yaitu petani dapat mengembangkan
produksinya sehingga membuat petani tidak dirugikan, dan bagi konsumen
akan mendapatkan harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan
harga kentang yang didatangkan dari daerah lain diluar Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Diharapkan nantinya Kabupaten Boyolali dapat mensuplai daerah lain
mengingat potensi lahan Kabupaten Boyolali yang cocok digunakan untuk
budidaya kentang yaitu Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk dan Ampel yang
berada pada dataran tinggi di Kabupaten Boyolali. (BPS, Disperindagsar dan
Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data dan hasil analisis dari masing-masing variabel yang di teliti dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
Tingkat permintaan kentang di Kabupaten Boyolali yang dimaksud
adalah jumlah kentang yang diminta untuk dikonsumsi masyarakat
di Kabupaten Boyolali, dinyatakan dalam satuan kg/tahun. Besarnya
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perkembangan Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993 – 2009
Tahun Konsumsi Kentang (Kg/Tahun/orang)
Permintaan Kentang (Kg/Tahun)
Perkembangan
1993 1,00 878.088,33 - 1994 0,77 681.362,04 -22,40% 1995 0,85 757.972,08 11,24% 1996 0,62 559.636,57 -26,17% 1997 0,87 788.833,08 40,95% 1998 1,09 987.577,76 25,19% 1999 0,55 505.527,12 -48,81% 2000 0,73 667.801,44 32,10% 2001 0,91 837.620,83 25,43% 2002 0,77 717.162,60 -14,38% 2003 0,62 580.919,46 -19,00% 2004 0,66 618.310,84 6,44% 2005 0,96 899.674,70 45,51% 2006 0,70 659.160,18 -26,73% 2007 0,51 483.500,45 -26,65% 2008 0,65 620.214,70 28,28% 2009 0,48 453.637,00 -26,86%
Rata-rata 0,75 688.058,78 0,26%
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 15 menyatakan bahwa permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang
perkembangan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali tahun
1993-2009 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambar 9. Grafik Perkembangan Permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali Tahun 1993-2009
Tabel 15 dan Gambar 9 menyatakan bahwa permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009 rata-rata adalah
688.058,78 kg/tahun. Sedangkan untuk rata-rata perkembangan permintaan
kentang pada tahun 1993-2009 di Kabupaten Boyolali sebesar
26.528,21 kg/tahun atau 0,26%. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan
permintaan kentang yang cukup besar yaitu 0,96% atau sebesar
899.674,70 kg/tahun. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005 kondisi
perekonomian Indonesia dalam kondisi yang cukup baik. Selain itu
perubahan kehidupan yang lebih baik membutuhkan barang-barang
konsumsi yang baru, sehingga menyebabkan permintaan akan kentang
dalam negeri mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya kesehatan dan gizi mempengaruhi peningkatan permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali. Hal ini dikarenakan kentang merupakan
sumber karbohidrat yang bagus untuk pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat dan olahan kentang sebagai sayur, lauk pauk dan sebagainya,
selain itu kentang juga merupakan makanan yang akrab dan harganya juga
terjangkau bagi semua kalangan masyarakat.
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
1,000,000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Permintaan Kentang
Kg
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Harga Kentang
Harga kentang dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang
dibayarkan oleh penduduk untuk mendapatkan satu kilogram kentang.
Harga kentang yang diteliti dalam penelitian adalah kentang standar. Data
mengenai perkembangan harga kentang sebelum dan setelah dideflasi dapat
dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009
Tahun Harga Sebelum
Terdeflasi Indeks Harga
Konsumen Harga Sesudah
Terdeflasi Perkembangan
(Rp/Kg) (2002 = 100) (Rp/Kg) % 1993 2.900 82 3.536,59 - 1994 3.100 59 5.254,24 48,57% 1995 3.350 74 4.527,03 -13,84% 1996 3.500 33 10.606,06 134,28% 1997 3.700 92 4.021,74 -62,08% 1998 2.300 153 1.503,27 -62,62% 1999 4.200 39 10.769,23 616,39% 2000 4.550 80 5.687,50 -47,19% 2001 4.600 130 3.538,46 -37,79% 2002 4.700 100 4.700,00 32,83% 2003 4.850 50 9.700,00 106,38% 2004 5.000 55 9.090,91 -6,28% 2005 5.150 151 3.410,60 -62,48% 2006 5.300 76 6.973,68 104,47% 2007 5.450 46 11.847,83 69,89% 2008 5.600 65 8.615,38 -27,28% 2009 5.900 21 28.095,24 226,11% Rata2 4.361,76 76,82 7.757,51 63,71%
Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 16 merupakan perkembangan harga kentang di Kabupaten
Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang
perkembangan harga kentang di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009
dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 10. Grafik Perkembangan Harga Kentang di Kabupaten Boyolali
Tahun 1993-2009
Harga kentang yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga
setelah terdeflasi. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa harga
kentang setelah terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami
perkembangan yang meningkat dengan peningkatan rata-rata sebesar
63,71% per tahun, sedangkan rata-rata harga Rp 7.757,51 per kg.
Permintaan kentang terbesar di Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998
sebesar 987.577,76 kg/tahun, hal ini disebabkan harga kentang pada tahun
1998 mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 1400,00 dari tahun
sebelumnya sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah mengalami peningkatan pada
tahun 1998, pada tahun berikutnya permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali mengalami penurunan sebesar 482.050,64 kg/tahun hal ini
disebabkan karena harga kentang mengalami kenaikan, sehingga
mempengaruhi jumlah permintaan kentang di Kabupaten Boyolali
(Tabel 3). Perkembangan harga kentang mangalami kenaikan tertinggi
terjadi pada tahun 2009 yaitu meningkat sebesar 226,11%. Hal ini
disebabkan karena harga minyak dunia dan kenaikan harga BBM jenis
premium dan solar di dalam negeri yang menyebabkan meningkatnya harga
barang dan biaya produksi yang berimbas pada keadaan perekonomian di
2,300
7,300
12,300
17,300
22,300
27,300
32,300
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi
Rp/
Kg
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Kabupaten Boyolali sehingga menyebabkan harga kentang dan komoditas
lainnya mengalami kenaikan (Disperindagsar, 2011).
3. Harga Wortel
Harga wortel dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang
dibayarkan untuk mendapatkan satu kilogram wortel. Data mengenai
perkembangan harga wortel dari tahun 1993-2009 sebelum dan setelah
dideflasi dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009
Tahun Harga Sebelum
Terdeflasi Indeks Harga
Konsumen Harga Sesudah
Terdeflasi Perkembangan
(Rp/Kg) (2002 = 100) (Rp/Kg) % 1993 500 82 609,76 - 1994 600 59 1.016,95 66,78% 1995 650 74 878,38 -13,63% 1996 700 33 2.121,21 141,49% 1997 800 92 869,57 -59,01% 1998 500 153 326,80 -62,42% 1999 1.000 39 2.564,10 684,62% 2000 1.150 80 1.437,50 -43,94% 2001 1.200 130 923,08 -35,79% 2002 1.300 100 1.300,00 40,83% 2003 1.400 50 2.800,00 115,38% 2004 1.450 55 2.636,36 -5,84% 2005 1.600 151 1.059,60 -59,81% 2006 1.700 76 2.236,84 111,10% 2007 1.750 46 3.804,35 70,08% 2008 1.900 65 2.923,08 -23,16% 2009 2.000 21 9.523,81 225,81% Rata2 1.188,24 76,82 2.178,32 72,03%
Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 17 merupakan perkembangan harga wortel di Kabupaten
Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang
perkembangan harga wortel di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat
dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 11. Grafik Perkembangan Harga Wortel di Kabupaten Boyolali
Tahun 1993-2009
Harga wortel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga setelah
terdeflasi. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa harga wortel
setelah terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami perkembangan yang
menunjukkan kenaikan dengan rata-rata sebesar 72,03% per tahun,
sedangkan rata-rata harga Rp 2.178,32 per kg. Perkembangan harga wortel
mangalami kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu meningkat
sebesar 225,81%. Hal ini disebabkan karena harga minyak dunia dan
kenaikan harga BBM jenis premium dan solar di dalam negeri yang
menyebabkan meningkatnya harga barang dan biaya produksi yang
berimbas pada keadaan perekonomian di Kabupaten Boyolali sehingga
menyebabkan harga wortel dan komoditas lainnya mengalami kenaikan
(Disperindagsar, 2011).
4. Harga Beras
Harga berasal dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang
dibayarkan oleh penduduk untuk mendapatkan satu kilogram beras. Data
mengenai perkembangan harga beras dari tahun 1993-2009 sebelum dan
setelah dideflasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
500
2,500
4,500
6,500
8,500
10,500
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi
Rp/
Kg
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 18. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009
Tahun Harga Sebelum
Terdeflasi Indeks Harga
Konsumen Harga Sesudah
Terdeflasi Perkembangan
(Rp/Kg) (2002 = 100) (Rp/Kg) % 1993 665,25 82 811,28 - 1994 890,75 59 1.509,75 86,09% 1995 950 74 1.283,78 -14,97% 1996 935,45 33 2.834,70 120,81% 1997 1.100,25 92 1.195,92 -57,81% 1998 1.500 153 980,39 -18,02% 1999 2.775 39 7.115,38 625,77% 2000 1.250 80 1.562,50 -78,04% 2001 2.675 130 2.057,69 31,69% 2002 3.105 100 3.105,00 50,90% 2003 2.650 50 5.300,00 70,69% 2004 2.550 55 4.636,36 -12,52% 2005 3.272 151 2.166,89 -53,26% 2006 4.260 76 5.605,26 158,68% 2007 4.580 46 9.956,52 77,63% 2008 4.950 65 7.615,38 -23,51% 2009 5.200 21 24.761,90 225,16% Rata2 2.547,57 76,82 4.852,87 74,33%
Sumber : BPS dan Disperindagsar Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 18 merupakan perkembangan harga beras di Kabupaten
Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang
perkembangan harga beras di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat
dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 12. Grafik Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Boyolali
Tahun 1993-2009
Harga beras yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga setelah
terdeflasi. Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa harga beras setelah
500
5,500
10,500
15,500
20,500
25,500
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi
Rp/
Kg
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
terdeflasi selama tahun 1993-2009 mengalami perkembangan yang
meningkat dengan peningkatan rata-rata sebesar 74,33% per tahun,
sedangkan rata-rata harga Rp 4.852,87 per kg.
Harga beras yang mangalami kenaikan tertinggi tarjadi pada tahun
1999 yaitu meningkat sebesar 625,77%. Hal ini disebabkan pada tahun
sebelumnya terjadi krisis moneter yang melanda negara Indonesia sehingga
menyebabkan harga barang maupun jasa mengalami peningkatan.
Sedangkan harga terendah dari beras terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar
Rp 811,28. Hal ini dikarenakan perekonomian waktu itu cukup baik dan
harga-harga barang cukup stabil. Harga beras yang berfluktuatif disebabkan
karena perubahan produksi dan pasokan beras dari daerah lain di luar
kabupaten Boyolali, serta terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998.
Harga beras di Kabupaten Boyolali pada tahun 2009 mengalami
peningkatan yang cukup tajam sebesar Rp 24.761,90, hal ini disebabkan
karena harga minyak dunia dan kenaikan harga BBM jenis premium dan
solar di dalam negeri yang menyebabkan meningkatnya harga barang dan
biaya produksi yang berimbas pada keadaan perekonomian di Kabupaten
Boyolali sehingga menyebabkan harga beras dan komoditas lainnya
mengalami kenaikan (Disperindagsar, 2011).
5. Pendapatan Perkapita Kabupaten Boyolali
Pendapatan penduduk Boyolali yang dimaksud adalah rata-rata
pendapatan riil perkapita masyarakat di Kabupaten Boyolali per tahun.
Pendapatan riil perkapita didapatkan dengan melakukan pendeflasian
terhadap PDRB perkapita tahun yang bersangkutan dengan indeks implisit
tahun dasar (2002 = 100). Data mengenai perkembangan pendapatan
penduduk sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada Tabel 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 19. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Kabupaten Boyolali, 1993-2009
Tahun Pendapatan Sebelum Terdeflasi
Pendapatan Sesudah Terdeflasi
Perkembangan
1993 880.688,18 880.688,18 - 1994 1.032.644,11 938.400,48 6,55% 1995 1.180.208,63 994.848,20 6,02% 1996 1.328.321,71 1.053.661,84 5,91% 1997 1.486.764,25 1.067.101,68 1,28% 1998 2.218.343,49 960.995,30 -9,94% 1999 2.472.100,57 966.914,01 0,62% 2000 3.050.223,88 1.161.788,15 20,15% 2001 3.667.412,64 3.226.125,18 177,69% 2002 4.094.565,11 3.295.131,55 2,14% 2003 4.328.536,66 3.440.683,99 4,42% 2004 4.534.314,07 3.542.803,26 2,97% 2005 4.934.668,51 3.675.934,47 3,76% 2006 5.458.438,41 3.822.175,15 3,98% 2007 6.036.746,72 3.963.578,22 3,70% 2008 6.800.003,76 4.113.171,39 3,77% 2009 7.142.868,60 4.313.871,40 4,88% Rata2 3.567.461,72 2.436.345,44 14,87%
Sumber: BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 19 merupakan perkembangan pendapatan perkapita di
Kabupaten Boyolali dari tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas
tentang pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009
dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 13. Grafik Perkembangan Pendapatan Perkapita Kabupaten
Boyolali Tahun 1993-2009
800,000
2,800,000
4,800,000
6,800,000
8,800,000
10,800,000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Harga sebelum Terdeflasi Harga sesudah terdeflasi
Rp/
Tah
un
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa rata-rata perkembangan
pendapatan perkapita di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan
sebesar 14,87% atau Rp 2.436.345,44 per tahun. Peningkatan pendapatan
disebabkan oleh semakin meningkatnya pembangunan yang menyebabkan
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan kesempatan kerja yang berdampak pada peningkatan
pendapatan perkapita. Kenaikan pendapatan penduduk yang paling
mencolok adalah pada tahun 2001 yaitu sebesar 177,69%. Peningkatan
pendapatan perkapita ini disebabkan kegiatan perekonomian di Kabupaten
Boyolali menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
adanya perbaikan maupun penambahan jumlah sarana dan prasarana yang
telah dibangun oleh pemerintah untuk memperlancar kegiatan
perekonomian misalnya, perbaikan jalan raya, transportasi dan komunikasi,
pembangunan pusat pertokoan dan perbelanjaan. Dengan peningkatan
sarana dan prasarana tersebut maka akan memperlancar kegiatan-kegiatan
perekonomian sehingga dapat mendorong masyarakat untuk membuka
usaha maupun pengusaha untuk memperbesar usahanya sehingga dapat
membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
6. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah
penduduk yang menetap di Kabupaten Boyolali. Data mengenai
perkembangan jumlah penduduk dari tahun 1993 sampai dengan tahun
2009 dapat dilihat pada Tabel 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 20. Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 1993-2009
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
Laju Pertumbuhan (%)
1993 886.021 0,66 1994 890.757 0,53 1995 896.529 0,65 1996 902.727 0,69 1997 907.274 0,50 1998 912.265 0,55 1999 917.437 0,57 2000 922.852 0,59 2001 927.502 0,50 2002 931.380 0,42 2003 935.768 0,47 2004 939.087 0,35 2005 941.147 0,22 2006 944.181 0,32 2007 947.026 0,30 2008 949.594 0,27 2009 951.717 0,22
Rata-rata 923.721,41 0,46
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2011
Tabel 20 merupakan perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten
Boyolali tahun 1993-2009. Adapun untuk lebih jelas tentang perkembangan
jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali tahun 1993-2009 dapat dilihat
pada gambar grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 14. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten
Boyolali Tahun 1993-2009
Tabel 20 dan Gambar 14 menyatakan bahwa rata-rata perkembangan
jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali pada tahun 1993-2009 sebesar
0,46%, sedangkan rata-rata jumlah penduduk Kabupaten Boyolali adalah
923.721,41 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali selalu
mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk ini disebabkan oleh
berbagai hal seperti adanya kelahiran, peningkatan kesehatan masyarakat
sehingga menurunkan angka kematian.
B. Analisis Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
1. Estimasi Fungsi Permintaan
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh model fungsi permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:
Ln Ù
Qd = 9,623 - 0,269 Ln X1 - 0,053 Ln X2 - 0,056 Ln X3 + 0,057LnX4
+ 0,448 Ln X5
Keterangan : Ù
Qd : Permintaan Kentang (Kg/Tahun)
X1 : Harga Kentang (Rp/Kg)
X2 : Harga Wortel (Rp/Kg)
X3 : Harga Beras (Rp/Kg)
870,000
880,000
890,000
900,000
910,000
920,000
930,000
940,000
950,000
960,000
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk
Jiw
a
Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
X4 : Pendapatan Perkapita (Rp/Tahun)
X5 : Jumlah penduduk (Jiwa)
Berdasarkan estimasi fungsi permintaan di atas, dapat diketahui bahwa
nilai konstan (b0) adalah 9,623. Hal ini menunjukkan bahwa bila harga
kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan perkapita dan jumlah
penduduk dianggap tetap (cateris paribus), maka permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali adalah sebesar 9,623 kg.
2. Hasil Analisis Data
Analisis hubungan antara permintaan kentang di Kabupaten Boyolali
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan model regresi
linier berganda dalam bentuk fungsi logaritma natural. Agar dapat diperoleh
hasil regresi yang terbaik maka harus dilakukan pengujian model terhadap
fungsi permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Hasil analisis fungsi
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, yaitu sebagai berikut:
Tabel 21. Hasil Analisis Fungsi Permintaan Kentang di Kabupaten Boyolali
Variabel Koefisien Regresi thitung Signifikasi
Harga Kentang (X1) Harga Wortel (X2) Harga Beras (X3) Pendapatan Penduduk (X4) Jumlah Penduduk (X5)
-0,269 -0,053 -0,056 0,057 0,448
-5,840 -3,789 -1,367 3,053 1,496
0,000***
0,003***
0,199ns
0,011**
0,630ns
R Square Fhitung
97,9% 103,390***
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 4 Keterangan : *** : signifikasi pada tingkat kepercayaan 99% ** : signifikasi pada tingkat kepercayaan 95% * : signifikasi pada tingkat kepercayaan 90% ns : tidak signifikan
a. Nilai Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar
proporsi pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variabel tidak bebasnya. Berdasarkan hasil dari analisis
diperoleh nilai R2 sebesar 0,979. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
bebas didalam model mampu menjelaskan variabel terikat sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
97,9%, sedangkan sisanya sebesar 2,1% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan ke dalam model.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang
diteliti secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa
hasil análisis uji F nilai signifikasi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari
α = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang
diamati yaitu harga kentang, harga wortel, harga beras, pendapatan
perkapita, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat
kepercayaan 99%.
c. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang
diteliti secara individual terhadap permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali. Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa hasil analisis uji t,
yaitu sebagai berikut:
1) Harga Kentang
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa variabel harga
kentang berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,01. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas
harga kentang sebesar -0,269. Nilai elastisitas bertanda negatif
menunjukkan bahwa variabel harga kentang memiliki hubungan
yang terbalik dengan permintaan kentang sesuai dengan hukum
permintaan. Nilai koefisien regresi sebesar -0,269 artinya jika harga
kentang naik 1% maka permintaan kentang akan turun sebesar
0,269% begitu juga sebaliknya sehingga kentang dapat digolongkan
sebagai barang kebutuhan pokok normal. Permintaan kentang
bersifat inelastis karena nilai koefisien elastisitasnya 0<Ep<1, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
artinya jumlah kentang yang diminta berubah dengan persentase
yang lebih kecil daripada perubahan harga kentang.
2) Harga Wortel
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Variabel harga
wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,003 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,01. Berdasarkan analisis diketahui bahwa besarnya
elastisitas silang dari harga wortel adalah -0,053 artinya jika harga
wortel naik 1% maka permintaan kentang akan turun sebesar
0,053% begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel
sebagai barang komplementer dari kentang.
3) Harga Beras
Hasil perhitungan untuk variabel harga beras tidak berpengaruh
nyata pada permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikasinya yang lebih besar dari nilai
α = 1%, 5%, dan 10%.
4) Pendapatan Perkapita
Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa variabel pendapatan
perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikasi sebesar 0,011 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05. Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas
pendapatan sebesar 0,057 artinya jika terjadi kenaikan pendapatan
sebesar 1% maka akan mengakibatkan bertambahnya permintaan
kentang sebesar 0,057%, begitu juga sebaliknya. Angka elastisitas
pendapatan perkapita yang lebih kecil dari satu bertanda positif,
menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai barang kebutuhan
pokok normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
5) Jumlah Penduduk
Variabel jumlah penduduk tidak berpengaruh nyata pada
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali, hal ini ditunjukkan oleh
nilai signifikasinya yang lebih besar dari nilai α = 1%, 5%, dan
10%.
d. Pengujian Asumsi Klasik
Agar koefisien-koefisien regresi yang dihasilkan dengan metode
OLS (Ordinary Least Square) bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed
Estimated), maka asumsi-asumsi persamaan regresi linier klasik harus
dipenuhi oleh model. Uji penyimpangan terhadap asumsi klasik yang
dilakukan meliputi uji deteksi multikolinearitas, autokorelasi dan
heteroskedastisitas. Berikut ini adalah hasil pengujian model fungsi
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali terhadap asumsi klasik:
1) Multikolinieritas
Hasil dari analisis diperoleh nilai matrik Pearson Correlation
yang terbesar adalah 0,872, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
model yang digunakan tidak terjadi multikolinieritas.
2) Autokorelasi
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai Durbin Watson
yaitu sebesar 1,421, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model
yang digunakan tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut berada di
antara 1,21 < DW < 1,65.
3) Heteroskedastisitas
Berdasarkan diagram scatterplot dapat diketahui bahwa titik-titik
yang ada dalam diagram menyebar dan tidak membentuk suatu pola
tertentu, ini berarti bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.
e. Variabel Bebas yang Paling Berpengaruh
Untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh dapat
diketahui dari nilai standar koefisien regresi. Semakin besar nilai standar
koefisien regresi maka semakin besar pengaruh variabel bebas tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
terhadap permintaan kentang. Nilai standar koefisien regresi dapat
dilihat pada lampiran 5.
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa variabel harga
kentang (X1) memiliki nilai standar koefisien regresi yang terbesar. Hal
ini menunjukkan harga kentang mempunyai pengaruh yang terbesar
terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Sedangkan
variabel yang mempunyai pengaruh paling kecil adalah pendapatan
penduduk. Penjelasan mengenai pengaruh dari masing-masing variabel
bebas terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Harga Kentang
Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, harga kentang
berada pada urutan pertama dalam mempengaruhi permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali. Pada saat harga kentang naik, maka
konsumsi terhadap kentang akan mengalami penurunan. Karena
kentang merupakan sumber karbohidrat penting sebagai makanan
tambahan penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap kentang
sangat dipengaruhi oleh harga kentang.
2. Harga Wortel
Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, harga wortel berada
pada urutan kedua dalam mempengaruhi permintaan kentang. Selain
kentang, bahan pokok utama dalam pembuatan sayur sebagai
makanan pendamping nasi adalah wortel. Bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia kebutuhan akan wortel cukup tinggi seiring
dengan peningkatan permintaan kentang, karena umumnya kentang
dan wortel merupakan satu kesatuan dalam pembuatan sayur. Oleh
karena itu apabila harga wortel meningkat, maka harga kentang juga
akan meningkat dan dampaknya akan mempengaruhi permintaan
kentang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
3. Pendapatan Perkapita
Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, pendapatan
perkapita berada pada urutan ketiga dalam mempengaruhi
permintaan kentang. Kentang bukan merupakan makanan pokok
penduduk Indonesia. Kentang merupakan makanan pendamping
yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan sayur.
Kebutuhan primer bagi manusia adalah beras sebagai bahan
makanan, oleh karena kentang bukan merupakan kebutuhan utama,
maka pendapatan penduduk cenderung dialokasikan ke kebutuhan
primer yaitu beras. Sehingga pendapatan perkapita berpengaruh
terhadap permintaan kentang setelah harga kentang dan harga
wortel.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu
daerah tertentu dengan tingkat harga tertentu dan dalam periode tertentu.
Hukum permintaan mengatakan bahwa untuk barang normal ada hubungan
terbalik antara harga dan kuantitas, yaitu apabila harga naik maka kuantitas
yang ingin dibeli konsumen akan berkurang. Hukum permintaan hanya berlaku
bila kondisi cateris paribus atau diasumsikan faktor-faktor lain tidak
mengalami perubahan.
Permintaan kentang di Kabupaten Boyolali berfluktuatif, walaupun pada
tahun 2005 mengalami peningkatan dikarenakan stabilitas perekonomian
Indonesia. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji faktor-faktor apa yang
menyebabkan permintaan kentang yang berfluktuatif di Kabupaten Boyolali.
Berdasarkan uji F, faktor-faktor yang digunakan sebagai penduga yang akan
mempengaruhi tingkat permintaan kentang di Kabupaten Boyolali untuk
analisis permintaan statis meliputi: harga kentang, harga wortel, harga beras,
pendapatan perkapita dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh
sangat nyata terhadap permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat
kepercayaan 99%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000
lebih kecil dari nilai α = 0,01.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Berdasarkan hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
signifikan pada tingkat kepercayaan 99% adalah harga kentang dan harga
wortel, untuk tingkat kepercayaan 95% variabel yang berpengaruh signifikan
adalah pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui
penjelasan lebih lanjut dari masing-masing variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan analisis regresi dapat dijelaskan keterangan
berikut:
1. Harga Kentang (X1)
Pada model analisis harga kentang di peroleh koefisien regresi
bertanda negatif. Sehingga bisa di artikan bila harga kentang naik maka
jumlah kentang yang diminta akan turun. Permintaan kentang terbesar di
Kabupaten Boyolali terjadi pada tahun 1998 sebesar 987.577,76 kg/tahun,
hal ini disebabkan harga kentang pada tahun 1998 mengalami penurunan
yaitu sebesar Rp. 1400,00 dari tahun sebelumnya sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Setelah
mengalami peningkatan pada tahun 1998, pada tahun berikutnya
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali mengalami penurunan sebesar
482.050,64 kg/tahun hal ini disebabkan karena harga kentang mengalami
kenaikan, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali (Tabel 3). Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi
kentang sebagai bahan makanan tambahan sumber karbohidrat. Apabila
harga kentang naik maka permintaan kentang akan menurun dalam rangka
sebagai pemenuhan makanan tambahan sebagai sayur mayur untuk
konsumsi. Secara statistik berdasarkan uji t, variabel harga kentang
memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali. Keadaan ini dapat diterima karena permintaan kentang
sangat dipengaruhi oleh harga kentang di pasaran. Mengingat produksi
kentang yang berfluktuatif dan belum mampu memenuhi kebutuhan
kentang di Kabupaten Boyolali memberi dampak pada harga kentang yang
cenderung terus mengalami kenaikan, maka dari itu perlu adanya usaha
untuk meningkatkan produksi kentang agar pasokan kentang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
terpenuhi sehingga akan menyebabkan harga kentang akan turun atau
minimal dalam keadaan stabil.
2. Harga Wortel (X2)
Suatu barang dikatakan sebagai barang komplementer jika barang
tersebut penggunaanya dapat melengkapi barang lain. Berdasarkan hasil
penelitian wortel merupakan barang kompelementer bagi kentang. Pada
model analisis permintaan diperoleh koefisien regresi bertanda negatif.
Sehingga dapat di artikan bila harga wortel meningkat maka jumlah
kentang yang diminta akan turun. Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi
wortel sebagai bahan makanan tambahan dapat juga digunakan sebagai
sayur. Apabila harga wortel naik maka permintaan kentang akan menurun
dalam rangka sebagai pemenuhan bahan sayuran. Seperti halnya harga
kentang, disini secara statistik berdasarkan uji t, variabel harga wortel
memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali. Keadaan ini dapat diterima karena wortel hampir
seperti kentang yang digunakan sebagai makanan tambahan dalam sayur,
sehingga peningkatan harga wortel akan diikuti dengan permintaan kentang.
Wortel bukan merupakan makanan pokok bangsa Indonesia, sehingga
para petani menanam wortel pada waktu-waktu tertentu ketika musim sudah
tidak sesuai lagi ditanami padi. Hal ini menjadikan wortel sebagai barang
komplementer dari kentang. Sehingga pada musim-musim di mana kentang
sudah mulai berkurang sebagai alternatif pelengkap konsumsi masyarakat
untuk sayur adalah wortel, hal itu mampu direspon oleh pasar dengan
meningkatkan harga wortel. Karena sesuai dengan hukum permintaan,
semakin tinggi permintaan dan jumlah produk menurun maka harga
komoditi akan mengalami peningkatan, artinya meningkatnya harga wortel
akibat menurunnya produksi wortel sehingga menyebabkan menurunnya
permintaan terhadap wortel.
3. Harga Beras (X3)
Berdasarkan hasil analisis uji t diketahui bahwa variabel harga beras
tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap permintaan kentang.
Nilai elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa harga beras berbanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
terbalik dengan permintaan kentang di Kabupaten Boyolali. Harga komoditi
pertanian, seperti harga beras relatif berfluktuasi. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh musim, dimana saat musim panen produk beras melimpah sehingga
harga rendah maka permintaan konsumen terhadap beras meningkat.
Sedangkan pada musim paceklik, produk beras menurun sehingga harga
melambung tinggi yang mengakibatkan menurunnya permintaan konsumen
terhadap komoditi ini. Hal tersebut sesuai dengan hukum permintaan yang
menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah
yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin besar dan
sebaliknya. Jadi, apabila harga beras itu sendiri naik maka permintaan beras
akan menurun. Sehingga konsumen akan mengurangi konsumsi terhadap
beras dan begitu juga permintaan terhadap kentang.
4. Pendapatan Perkapita (X4)
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan
variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang karena besar kecilnya
pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen. Bila terjadi
perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan perubahan dalam
mengkonsumsi berbagai jenis barang.
Berdasarkan hasil analisis uji t diketahui bahwa variabel pendapatan
perkapita berpengaruh signifikan terhadap permintaan kentang. Nilai
elastisitas yang positif menunjukkan bahwa pendapatan perkapita
berbanding lurus dengan jumlah permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali. Hal ini dapat diterima karena semakin tinggi pendapatan perkapita
di Kabupaten Boyolali, maka permintaan akan kentang sebagai sumber
karbohidrat akan semakin mengalami peningkatan.
Selain itu, pada kondisi yang terbatas, sebagian besar penduduk di
Kabupaten Boyolali akan mengurangi mengkonsumsi kentang, karena
kentang bukan merupakan makanan pokok, maka apabila harga kentang
mengalami peningkatan, maka masyarakat akan menunda untuk
mengkonsumsi kentang dan cenderung memenuhi kebutuhan primer yaitu
beras. Sehingga adanya peningkatan pendapatan perkapita akan
berpengaruh terhadap makanan pendamping beras sebagai bahan tambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
karbohidrat, protein maupun vitamin seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan.
5. Jumlah Penduduk (X5)
Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa variabel jumlah penduduk
tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap permintaan kentang Hal
ini berarti jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan nilai standar koefisien regresi,
variabel jumlah penduduk mempunyai nilai koefisien regresi yang paling
kecil, sehingga variabel jumlah penduduk merupakan variabel yang paling
rendah pengaruhnya terhadap permintaan kentang. Hasil analisis ini dapat
dimengerti karena tidak semua masyarakat mengkonsumsi kentang.
Gambaran jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan jumlah penduduk
akan mengakibatkan meningkatnya permintaan kentang.
Peningkatan jumlah penduduk saat ini memang agak sulit untuk
dikendalikan. Hal ini disebabkan program Keluarga Berencana di
masyarakat sudah kurang digalakkan. Adanya program Keluarga Berencana
sedikit banyak akan mengendalikan pertambahan penduduk, sehingga
konsumsi atau permintaan terhadap kentang akan dapat ditekan. Sebaliknya
dengan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya Keluarga
Berencana maka akan semakin meningkatkan jumlah penduduk, yang
akibatnya akan meningkatkan jumlah konsumsi kentang dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis Permintaan Kentang
di Kabupaten Boyolali ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan kentang di
Kabupaten Boyolali adalah harga kentang, harga wortel dan pendapatan
penduduk, sedangkan untuk harga beras dan jumlah penduduk tidak
berpengaruh signifikan terhadap permintaan kentang di Kabupaten
Boyolali.
2. Elastisitas Permintaan Kentang
a. Permintaan kentang bersifat inelastis karena nilai koefisien
elastisitasnya 0<Ep<1, yang artinya jumlah kentang yang diminta
berubah dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga
kentang.
b. Berdasarkan uji t variabel harga kentang berpengaruh nyata terhadap
permintaan kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan
99%, dengan elastisitas sebesar 0,269 (elastisitasnya 0<EP<1). Nilai
elastisitas yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa kentang merupakan
barang kebutuhan pokok normal.
c. Variabel harga wortel berpengaruh nyata terhadap permintaan kentang
di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 99% dengan
elastisitas sebesar -0,053. Hal ini dapat diartikan bahwa wortel sebagai
barang komplementer dari kentang.
d. Variabel pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap permintaan
kentang di Kabupaten Boyolali pada tingkat kepercayaan 95%.
Berdasarkan analisis diketahui besarnya elastisitas pendapatan sebesar
0,057. Angka elastisitas pendapatan perkapita yang lebih kecil dari
satu bertanda positif, menunjukkan bahwa kentang tergolong sebagai
barang kebutuhan pokok normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
Berdasarkan data permintaan dan produksi kentang di Kabupaten
Boyolali menunjukkan bahwa terjadi kelebihan permintaan kentang, sehingga
harus mendatangkan kentang dari daerah lain (Wonosobo dan Bandungan),
sementara berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa harga kentang
berpengaruh sangat-sangat nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 99%, dan
pendapatan berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Hal ini menunjukkan bahwa minat konsumen Kabupaten Boyolali terhadap
kentang cukup tinggi, walaupun jika dilihat dari daya beli konsumen terhadap
kentang terbilang cukup mahal. Pemerintah Kabupaten Boyolali seyogyanya
melihat hal ini sebagai peluang bagi petani untuk membudidayakan kentang.
Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan sistem informasi yang akurat
bagi petani tentang susunan prioritas komoditi yang potensial untuk
diusahakan oleh petani sehingga memberikan pendapatan yang optimal bagi
petani di Kabupaten Boyolali.