analisis rencana kemitraan antara petani kacang … · faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI
KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN
(Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan
Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)
SKRIPSI
TIARA ASRI SATRIA
H34052169
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN
TIARA ASRI SATRIA. Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang Tanah Dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di
Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan JOKO PURWONO).
Pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Salah satu tanaman pangan yang telah lama dikenal oleh petani Indonesia adalah kacang tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi maupun kandungan gizinya. Saat ini terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kacang tanah di Indonesia, selain itu volume impor kacang tanah dari berbagai negara terus meningkat. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut maka diperlukan upaya untuk mengembangkan usahatani kacang tanah di Indonesia. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan melaksanakan kemitraan. Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang tepat antara petani dengan perusahaan agar tercapainya prinsip win-win solution.
CV. Mitra Priangan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pengolahan kacang tanah berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang sebagai upaya untuk meningkatkan produksi kacang tanah dan memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Sebelum melaksanakan kegiatan kemitraan, CV. Mitra Priangan dan petani mitra merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai. Sehingga diperlukan adanya suatu analisis kemitraan agar kegagalan dalam bermitra dapat diperkecil. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV.Mitra Priangan dan petani kacang tanah, (2) Mengidentifikasi dan menganalisis tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV. Mitra Priangan dan petani mitra, (3) Menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan dengan petani mitra.
Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Priangan yang terletak di Gg. Duren No. 1/D RT 03 RW 01, Kelurahan Solokpandan, Cianjur. Petani kacang tanah mitra terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Cianjur, yaitu Kelompok Tani KTH Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan Februari hingga Mei 2009. Responden penelitian sebanyak empat orang yang terdiri dari Direktur dan Wakil Direktur CV. Mitra Priangan dan masing-masing ketua kelompok tani, serta responden dari pihak luar kemitraan yaitu penyuluh pertanian lapang (PPL) Kecamatan Sindangbarang, Cianjur. Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diolah menggunakan software Expert Choice 2000.
Kondisi perusahaan secara keseluruhan lebih memiliki banyak faktor kekuatan (0,708) dibandingkan faktor kelemahan (0,292). CV Mitra Priangan
3
memberikan prioritas perhatian pada pemasaran (0,510), keuangan (0,213) dan sumberdaya manusia (0,116) yang menjadi kekuatan perusahaan. Pada pengolahan AHP terlihat bahwa perusahaan memiliki kekuatan pada semua subfaktor dari masing-masing faktor kekuatan. Sedangkan kelemahan perusahaan terlihat pada faktor produksi dan operasi (0,110) serta faktor penelitian dan pengembangan (0,051) pada semua subfaktor masing-masing. Kondisi petani kacang tanah secara keseluruhan lebih banyak memiliki faktor kekuatan (0,596) dibandingkan faktor kelemahan (0,404). Petani memberi prioritas perhatian berturut-turut pada produksi (0,451), modal (0,271) dan teknologi (0,136) yang menjadi kekuatan bagi petani. Subfaktor yang teridentifikasi sebagai kekuatan petani adalah kualitas produk (0,032), kuantitas produk (0,293), kontinuitas produksi (0,126), penerimaan usaha (0,044) dan fasilitas fisik (0,128). Sedangkan kelemahan petani terlihat dari faktor pemasaran (0,098) pada elemen informasi pasar (0,078), serta faktor manajemen pada elemen pengorganisasian (0,003) dan penggerakan (0,013).
Pengembangan usaha merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kemitraan menurut CV Mitra Priangan dan petani dengan bobot 0,367. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pembentukan kemitraan adalah permodalan (0,329), penguasaan teknologi (0,125), aksesibilitas pasar (0,105) dan terakhir manajemen (0,074). Pada pengolahan AHP secara keseluruhan terhadap tujuan yang hendak dicapai kedua pelaku dalam rencana pembentukan kemitraan, dihasilkan tujuan pemberdayaan dan pembinaan (0,258) sebagai prioritas utama. Selanjutnya berturut-turut adalah kelangsungan usaha (0,255), kontinuitas produk (0,221), efisiensi usaha (0,145) dan peluang pasar (0,121). Dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap CV. Mitra Priangan, tujuan kontinuitas produk (0,420) menjadi prioritas utama. Sedangkan bagi petani kacang tanah pemberdayaan dan pembinaan (0,360) merupakan prioritas utama. Pola KOA (0,409) merupakan pola kemitraan terpilih yang paling sesuai dengan kondisi CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah. Pada umumnya petani telah memiliki lahan sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan adalah bimbingan serta modal dari perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan, pola KOA diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar dan menjamin kontinuitas bahan baku.
Oleh karena itu, agar kemitraan dapat terlaksana dan kerjasama CV. Mitra Priangan dengan petani mitra dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, CV. Mitra Priangan perlu memikirkan kepentingan mitra usahanya. Upaya yang dapat dilakukan CV Mitra Priangan adalah berusaha mengeliminasi kelemahan-kelemahan petani dan memperhatikan tujuan yang hendak dicapai oleh petani, seperti memberikan modal dan menyediakan tenaga pembina dan penyuluh agar dapat memberikan tambahan pengetahuan baik dalam hal teknologi maupun manajemen. Selain itu, perlu dibuat peraturan kerjasama secara tertulis untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Perjanjian hendaknya dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak dan ditandatangani secara legal untuk menjamin realisasi kemitraan. Kemudian, CV. Mitra Priangan dan petani perlu memberikan kontribusi yang saling menguntungkan dan dapat meningkatkan serta mengembangkan skala usaha ekonomi agar tujuan kemitraan yaitu win-win solution dapat tercapai.
4
ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI
KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN
(Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan
Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)
TIARA ASRI SATRIA
H34052169
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
5
Judul Skripsi : Analisis Rencana Kemitraan antara Petani Kacang Tanah
dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di
Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)
Nama : Tiara Asri Satria
NIM : H34052169
Disetujui, Pembimbing
Ir. Joko Purwono, MS
NIP. 19600606 198601 1 002
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
6
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Rencana
Kemitraan antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada
Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)” adalah
karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2009
Tiara Asri Satria H34052169
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1987. Penulis adalah
anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Pandji Satria dan Ibu Prihati
Marali. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 6 Tangerang pada
tahun 1999 dan pendidikan mengeah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di
SLTP Negeri 1 Cianjur. Kemudian pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2005 di SMU Negeri 1 Cianjur.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Kemudian pada tahun
2006, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen sebagai mayor serta pada jurusan komunikasi, Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia
sebagai minor.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif pada kegiatan organisasi di
lingkungan kampus. Penulis menjadi anggota keluarga mahasiswa Cianjur
(KEMACI) (2005-sekarang), anggota International Association of Agriculture
and Related Science Student (IAAS) periode tahun 2006, anggota Himpunan
Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) (2007-2008), dan penulis juga
aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang bersifat sementara.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan
antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani
Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)” dengan lancar
dan tanpa suatu halangan yang berarti.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat meraih
gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis. Dalam penelitian ini penulis
mencoba mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti kegiatan
perkuliahan di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009
Tiara Asri Satria
9
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta
kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah
SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis.
3. Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji wakil departemen yang juga telah
memberikan masukan dan saran kepada penulis.
4. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan
perkuliahan.
5. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, Mbah serta kakakku Bulan dan Abah
yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral
maupun materi, serta menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik mungkin.
7. Bunda, Ayah, Mamah, Baping dan seluruh keluarga besar yang selalu
memberikan doa, semangat serta dukungan baik moral maupun materi.
8. Fajar Harisma yang selalu menemani disaat suka maupun duka, serta
memberikan dukungan, semangat, ketentraman dan segala kesabaran yang
diberikan sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Bintang Javier Harisma yang menjadi motivasi utama penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin.
10. Neina Ayu Kurniasari yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan
memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi.
10
11. Bapak Radianto Suwito dan Ibu Solihati Nurzanah selaku direktur dan wakil
direktur CV. Mitra Priangan atas kesempatan dan informasi serta pengalaman
yang diberikan kepada penulis dalam rangka penyusunan skripsi.
12. Bapak Ucum Suherman dan Bapak Ucok Gunawan selaku ketua Kelompok
Tani KTH Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung yang bersedia
membagi pengalaman dan informasi mengenai budidaya kacang tanah di
Cianjur kepada penulis.
13. Bapak Edi K selaku Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Kecamatan
Sindangbarang atas informasi dan ilmu yang diberikan kepada penulis dalam
rangka penyusunan skripsi.
14. Sahabat-sahabat penulis, Anis, Lisda, Neina, Meno dan Nurul yang selalu
berbagi suka dan duka, serta memberikan motivasi dan dukungan baik moral
maupun materi selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian
Bogor. Semoga semua cita-cita kita di dunia dan akhirat dapat tercapai dan
persahabatan kita selalu abadi sampai kakek-nenek.
15. Semua teman-teman AGB 42 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman,
serta suka dan duka selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis.
Kenangan kebersamaan kita menjadi ‘Agebers’ akan selalu teringat hingga
kita tua nanti.
16. Teman-teman Gladikarya di Desa Cintaasih, Kecamatan Samarang, Garut,
Anis, Lysti, Cicin dan Mada yang memberikan banyak pelajaran dan
pengalaman berharga bagi penulis.
17. Teman-teman satu bimbingan penulis, Uchi dan Ria yang bersama-sama
berjuang dan saling membantu memberikan semangat terhadap penyelesaian
skripsi.
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi
I PENDAHULUAN .................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 6 1.3. Tujuan ................................................................................ 10 1.4. Manfaat .............................................................................. 10 1.5. Ruang Lingkup ................................................................... 11
II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 12 2.1. Gambaran Umum Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) ... 12
2.1.1. Botani Kacang Tanah .............................................. 12 2.1.2. Syarat Tumbuh Kacang Tanah ................................ 13 2.1.3. Varietas Kacang Tanah ............................................ 14 2.1.4. Kandungan Gizi Kacang Tanah ............................... 15 2.1.5. Manfaat Kacang Tanah ............................................ 16
2.2. Gambaran Umum Kacang Sangrai .................................... 17 2.3. Gambaran Umum Kemitraan ............................................. 18
2.3.1. Proses Pembentukan Kemitraan .............................. 19 2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan ........ 20 2.3.3. Tujuan Kemitraan .................................................... 21 2.3.4. Bentuk-bentuk Pola Kemitraan ............................... 21 2.3.5. Perusahaan Kemitraan ............................................. 25
2.4. Penelitian Terdahulu .......................................................... 25
III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................. 29 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 31
IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 35
4.1. Lokasi dan Waktu .............................................................. 35 4.2. Metode Penentuan Sampel ................................................. 35 4.3. Desain Penelitian ............................................................... 36 4.4. Data dan Instrumentasi ....................................................... 36 4.5. Metode Pengumpulan Data ................................................ 38 4.6. Metode Pengolahan Data ................................................... 38
V DESKRIPSI CV. MITRA PRIANGAN ................................ 49 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................. 49 5.2. Lokasi Perusahaan ............................................................. 50 5.3. Visi dan Misi Perusahaan ................................................... 50 5.4. Struktur Organisasi ............................................................ 51 5.5. Aktivitas Perusahaan .......................................................... 52
12
5.6. Fasilitas Perusahaan ........................................................... 55
VI KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 57 6.1. Keadaan Wilayah ............................................................... 57 6.2. Potensi Lahan ..................................................................... 57 6.3. Keadaan Topografi dan Klimatologi ................................. 57 6.4. Keadaan Penduduk ............................................................. 58 6.5. Potensi Lahan Usahatani .................................................... 58 6.6. Deskripsi Kelompok Tani .................................................. 59 6.7. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah pada Berbagai
Level ................................................................................... 61 VII HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 62
7.1. Kondisi CV. Mitra Priangan .............................................. 62 7.1.1. Identifikasi Kondisi CV. Mitra Priangan ................. 62 7.1.2. Analisis Kondisi CV. Mitra Priangan ...................... 63 7.1.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 64 7.1.4. Analisis Pengolahan Vertikal .................................. 64
7.2. Kondisi Petani Kacang Tanah ............................................ 71 7.2.1. Identifikasi Karakteristik Umum Petani Kacang
Tanah ....................................................................... 71 7.2.2. Analisis Kondisi Petani Kacang Tanah ................... 73 7.2.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 73 7.2.4. Analisis Pengolahan Vertikal .................................. 74
7.3. Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Sesuai antara CV. Mitra Priangan dengan Petani ......................... 81 7.3.1. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 81 7.3.2. Analisis Pengolahan Horisontal ................................ 81 7.3.3. Analisis Pengolahan Vertikal .................................. 88
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 95 8.1. Kesimpulan ........................................................................ 95 8.2. Saran .................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 99
LAMPIRAN ......................................................................................... 101
13
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 ....................................................... 2
2 Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 ......... 3
3 Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah Tahun 1998-2005 (Juta Ton dan Juta US$) ...................................................................... 4
4 Volume Permintaan, Penjualan dan Selisih Pemenuhan Permintaan Kacang Sangrai CV Mitra Priangan, Mei 2009 ...... 7
5 Kandungan Gizi Kacang Tanah dalam Setiap 100 Gram Bahan ........................................................................................... 16
6 Komponen Kacang Tanah dan Pemanfaatannya ........................ 17
7 Skala Banding Berpasangan ....................................................... 41
8 Matriks Pendapat Individu (MPI) ............................................... 41
9 Matriks Pendapat Gabungan (MPG) .......................................... 42
10 Ilustrasi Pengolahan MPB pada Langkah Pertama .................... 43
11 Ilustrasi MPB yang Telah Dinormalisasi ................................... 44
12 Ilustrasi Pengolahan Matriks Normalisasi pada Langkah Berikutnya .................................................................................. 44
13 Ilustrasi Penentuan Eigen Value pada Dua Langkah Pertama ... 45
14 Nama Desa dan Klasifikasi Umur Penduduk di Kecamatan Sindangbarang Tahun Anggaran 2008 ........................................ 58
15 Nama Desa dan Luas Lahan Usahatani di Kecamatan Sindangbarang dalam Tahun Anggaran 2008 ............................ 59
16 Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Perusahaan ........ 65
17 Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Perusahaan .................................................................................. 67
18 Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Perusahaan .................................................................................. 68
19 Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Petani ................. 74
20 Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Petani ............ 77
21 Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Petani .......................................................................................... 79
22 Susunan Bobot Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 2 (Elemen Faktor Kemitraan) ................................ 82
14
23 Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 3 (Elemen Pelaku Kemitraan) ......... 84
24 Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 4 (Elemen Tujuan Kemitraan) ......... 85
25 Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 5 (Elemen Pola Kemitraan) ............. 86
26 Hasil Pengolahan Vertikal pada Pelaku Kemitraan ..................... 89
27 Hasil Pengolahan Vertikal pada Tujuan Kemitraan .................... 90
28 Hasil Pengolahan Vertikal pada Pola Kemitraan ........................ 92
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) ......................................... 13
2 Kacang Sangrai “Ratih” ............................................................. 17
3 Pola Kemitraan Inti Plasma ........................................................ 22
4 Pola Kemitraan Sub Kontrak ...................................................... 22
5 Pola Kemitraan Dagang Umum .................................................. 23
6 Pola Kemitraan Keagenan .......................................................... 23
7 Pola Kemitraan Waralaba ........................................................... 24
8 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ................... 24
9 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 34
10 Abstraksi Hirarki Keputusan Tipe Fungsional ........................... 48
11 Struktur Organisasi CV. Mitra Priangan .................................... 51
12 Tahapan Proses Pengolahan Kacang Tanah Menjadi Kacang Sangrai ........................................................................... 54
13 Rantai Pemasaran Kacang Tanah dan Harga Kacang Tanah Sindangbarang, Cianjur .............................................................. 61
14 Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Perusahaan .................................................................................. 70
15 Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Petani .......................................................................................... 80
16 Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan bagi Penentuan Pola Kemitraan yang Ideal.......................................... 94
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Perbandingan Tanaman Kacang Tanah di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 dan Tahun 2008 ....................................................... 102
2 Kuesioner Analisis Kondisi Perusahaan ..................................... 104
3 Kuesioner Analisis Kondisi Petani ............................................. 109
4 Kuesioner Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Paling Tepat antara CV. Mitra Priangan dengan Petani Kacang Tanah ...................................................................................................... 114
5 Hasil Pengolahan Expert Choice 2000 ....................................... 120
6 Dokumentasi ............................................................................... 127
17
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia.
Pentingnya sub sektor tanaman pangan ditunjukkan dengan bukti empiris bahwa
selama terjadi krisis ekonomi dan moneter kontribusi sub sektor tanaman pangan
terhadap PDB menunjukkan angka peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh data
Badan Pusat Statistik bahwa sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi
terhadap PDB atas harga berlaku sebesar 9,56% pada tahun 1998 dan kemudian
meningkat sebesar 10,57% pada tahun 1999 (BPS 1999).
Tanaman palawija merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan,
salah satu tanaman palawija yang telah lama dikenal oleh petani Indonesia adalah
kacang tanah (Arachis hypogaea). Kacang tanah merupakan salah satu komoditas
tanaman pangan yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari
nilai ekonomisnya yang tinggi maupun kandungan gizinya. Kacang tanah
merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam pola menu
makanan masyarakat. Selain itu kacang tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri pengolahan pangan.
Produksi kacang tanah di Indonesia dalam selang tahun 2001-2006 secara
umum mengalami peningkatan yaitu dari 709.770 ton pada tahun 2001 menjadi
838.096 ton pada tahun 2006. Selama kurun waktu 2001-2006 rata-rata
pertumbuhan luas panen dan produktivitas kacang tanah mengalami kenaikan
sebesar 1,46 persen per tahun, dan 1,14 persen per tahun. Peningkatan yang terjadi
pada luas panen dan produktivitas kacang tanah mempengaruhi peningkatan
produksi kacang tanah, dengan rata-rata pertumbuhan yang meningkat sebesar
3,20 persen per tahun (Tabel 1).
Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi kacang tanah mengalami
peningkatan setiap tahunnya selama periode tahun 2001 hingga 2006. Sedangkan
luas panen kacang tanah pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 1,95
persen dari luas panen tahun 2005. Akan tetapi peningkatan produktivitas kacang
tanah pada tahun 2006 lebih tinggi daripada penurunan luas panen yaitu
meningkat sebesar 2,11 persen dibandingkan tahun 2005, sehingga produksi
18
kacang tanah di Indonesia tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 0,21 persen
dibandingkan produksi tahun 2005.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006
Indikator Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2001 654.838,00 709.770,00 1,08
2002 646.953,00 718.025,00 1,11
2003 683.537,00 785.526,00 1,15
2004 723.434,00 837.495,00 1,16
2005 720.526,00 836.295,00 1,16
2006 706.753,00 838.096,00 1,19
Rata-rata Pertumbuhan
(%/Thn)
3,20 1,46 1,14
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah oleh Pusdatin (2007)
Peningkatan produksi kacang tanah ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan jumlah permintaan kacang tanah. Tingginya permintaan akan kacang
tanah disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah konsumsi kacang tanah di
Indonesia. Pesatnya pertumbuhan konsumsi kacang tanah ini terjadi seiring
dengan pertambahan populasi penduduk, dan semakin beragamnya produk olahan
yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan baku. Besarnya konsumsi kacang
tanah di Indonesia pada periode tahun 2001-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa total konsumsi kacang tanah pada tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar 5,16 persen dibandingkan tahun 2005. Dari rata-
rata konsumsi kacang tanah di Indonesia pada tahun 2001-2006, konsumsi
kacang tanah terbesar digunakan sebagai bahan baku industri, yaitu sebesar 50,70
persen. Selanjutnya sebesar 33,81 persen adalah konsumsi kacang tanah oleh
rumah tangga, dan lainnya yaitu sebesar 11,94 persen dan 4,01 persen merupakan
rata-rata konsumsi kacang tanah yang tercecer dan digunakan sebagai bibit.
19
Sedangkan rata-rata pertumbuhan konsumsi kacang tanah untuk bibit mengalami
peningkatan sebesar 0,70 persen per tahun, untuk industri sebesar 4,60 persen per
tahun, untuk konsumsi rumah tangga sebesar 4,13 persen per tahun, dan kacang
tanah yang tercecer sebesar 3,05 persen per tahun. Sehingga secara keseluruhan
rata-rata pertumbuhan dari konsumsi kacang tanah tahun 2001-2006 mengalami
peningkatan sebesar 4,27 persen per tahun.
Tabel 2. Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006
Konsumsi (Ton)
Tahun Bibit Industri Rumah
Tangga Tercecer
Total
(Ton)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
28.000
44.000
39.000
41.000
30.000
34.000
410.500
419.400
425.400
463.800
492.800
520.400
269.785
276.400
292.613
329.697
318.007
335.287
98.000
94.000
96.000
104.000
112.000
115.000
806.285
833.800
853.013
938.497
952.807
1.004.687
Rata-rata Pertumbuhan
(%/Thn)
0,70 4,60 4,13 3,05 4,27
Sumber : BPS diolah oleh Pusdatin (2007)
Dengan memperhatikan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 nampak adanya
ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kacang tanah, yaitu permintaan
selalu lebih tinggi dibandingkan produksi sehingga terjadi defisit. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa produksi kacang tanah di Indonesia belum mampu
mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri baik untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi langsung maupun untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku
industri hilirnya, antara lain untuk industri kacang kering dan industri produk
olahan lain yang siap dikonsumsi baik dalam bentuk asal olahan kacang maupun
dalam campuran makanan dan dalam bentuk pasta1. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi kacang tanah, Indonesia harus mengimpor kacang tanah dari 1 Sihotang T. 2008. Budidaya Kacang Tanah. http://www.pakkatnews.com/htm.
[26 Januari 2009].
20
berbagai negara, seperti Cina, Thailand, Singapura, Malaysia, India, Spanyol,
Brazil dan lain-lain (Pusdatin Pertanian 2006).
Besarnya impor kacang tanah untuk memenuhi permintaan kacang tanah
yang terus meningkat tiap tahunnya disebabkan oleh semakin beragamnya produk
olahan yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan baku. Hal tersebut juga
dipengaruhi oleh semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi
kacang, baik dalam bentuk kacang tanah maupun produk olahannya. Kacang
merupakan hasil tanaman yang banyak mengandung protein, yaitu komponen
pangan yang penting bagi pertumbuhan (Costa WY 2008). Sehingga hal ini
mengakibatkan semakin bertambahnya industri makanan baik dalam skala kecil,
menengah ataupun besar, khususnya industri kacang olahan. Hal tersebut dapat
terlihat pada Tabel 2 dimana dapat diketahui bahwa konsumsi kacang tanah
terbesar adalah industri.
Tabel 3. Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah di Indonesia Tahun 1998-2005 (Juta Ton dan Juta US$)
Volume (juta ton) Nilai (juta US$) Tahun
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca
1998 0,009 0,072 -0,063 4,107 28,992 -24,885
1999 0,007 0,118 -0,111 5,388 39,987 -34,599
2000 0,009 0,133 -0,124 6,242 44,582 -38,340
2001 0,010 0,120 -0,110 7,897 36,905 -29,008
2002 0,009 0,178 -0,169 6,020 51,240 -45,220
2003 0,015 0,127 -0,112 8,332 42,670 -34,338
2004 0,008 0,090 -0,082 5,260 28,800 -23,540
2005 0,008 0,146 -0,138 0,006 0,048 -0,042
Sumber : BPS (2006)
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa selama periode tahun 1998 hingga 2005
neraca perdagangan kacang tanah di Indonesia terus mengalami deficit. Hal
tersebut menunjukkan bahwa impor kacang tanah lebih besar daripada ekspor
kacang tanah. Impor kacang tanah yang dilakukan Indonesia mulai terjadi sejak
21
tahun 1979. Sejumlah negara yang menjadi pemasok kacang tanah antara lain
Vietnam (58 persen), China (28 persen), Thailand (1 persen), dan sisanya dari
berbagai negara2. Saat ini besarnya impor kacang tanah ke Indonesia mencapai
sekitar 800.000 ton setiap tahunnya3.
Dengan adanya ketidakseimbangan antara produksi dengan permintaan
kacang tanah dan volume impor yang terus meningkat, maka diperlukan upaya
untuk mengembangkan usahatani kacang tanah di Indonesia yang dapat
membantu petani kacang tanah baik dalam meningkatkan produksi kacang tanah,
kualitas produk dan pemasaran. Selain itu, permasalahan mendasar yang ada pada
petani adalah kurangnya kemampuan manajemen dan profesionalisme serta
terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi terutama jaringan pemasaran
(Hafsah 2000). Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan
usahatani kacang tanah di Indonesia adalah dengan melaksanakan pola kemitraan.
Melalui kemitraan antara usaha besar dan menengah dengan usaha kecil (petani)
dapat meningkatkan produktifitas, pangsa pasar dan keuntungan, sama-sama
menanggung resiko, menjamin pasokan bahan baku serta menjamin distribusi
pemasaran (Hafsah 2000).
CV. Mitra Priangan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam
usaha pengolahan kacang tanah berencana untuk melakukan kemitraan dengan
petani kacang tanah di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang
sebagai upaya untuk meningkatkan produksi kacang tanah dan memenuhi
kebutuhan bahan bakunya. Wilayah Sindangbarang merupakan salah satu daerah
penghasil kacang tanah terbesar di Kabupaten Cianjur. Sebelum melaksanakan
kegiatan kemitraan, CV. Mitra Priangan dan petani mitra merasa perlu untuk
menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra
agar tujuan kedua pihak dapat tercapai. Sehingga diperlukan adanya suatu analisis
kemitraan antara petani sebagai produsen kacang tanah dan perusahaan sebagai
pembimbing, pengolah serta pemasaran hasil produksi, dalam mengembangkan
usahatani kacang tanah.
2 Kasno A. 2008. Produksi Tidak Optimal, Impor Kacang Tanah Tinggi.
http://www.situshijau.co.id/htm. [26 Januari 2009]. 3 Muhammad F. 2008. Menyehatkan Pertanian Kita.
http://cetak.kompas.com/read/xml. [26 Januari 2009].
22
1.2. Perumusan Masalah
Kacang tanah merupakan salah satu tanaman pangan yang dibudidayakan
di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Terdapat enam propinsi yang menjadi
sentra produksi kacang tanah di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat. DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Jawa Barat
merupakan sentra produksi kacang tanah ketiga terbesar di Indonesia (Pusdatin
Pertanian, 2007). Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil
kacang tanah di Jawa Barat. Kacang tanah banyak dibudidayakan di daerah
Cianjur Selatan, antara lain di Kecamatan Sindangbarang.
Wilayah Kecamatan Sindangbarang merupakan salah satu daerah
penghasil kacang tanah terbesar di Kabupaten Cianjur (Dinas Pertanian Kab.
Cianjur 2009). Pada pemasaran kacang tanahnya, sebagian besar petani di daerah
Sindangbarang menjual kepada pengumpul dan tengkulak sebelum dibeli oleh
pedagang perantara atau perusahaan pengolah. Harga jual kacang tanah di tingkat
petani sebesar Rp. 5500, kemudian di tingkat pengumpul Rp. 6000 dan di
tengkulak Rp. 8000. Sedangkan harga di tingkat konsumen akhir atau pasar
sebesar Rp. 10.000-13.000. Dapat dilihat bahwa harga jual kacang tanah di tingkat
petani masih tergolong rendah jika dibandingkan harga di tingkat tengkulak
maupun konsumen akhir. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi pasar yang
dimiliki petani, keterbatasan pengetahuan petani, serta masih berperannya
tengkulak pada rantai pemasaran kacang tanah di Sindangbarang. Kondisi ini
menyebabkan kesejahteraan petani kacang tanah masih tergolong rendah.
Salah satu perusahaan pengolah kacang tanah yang berlokasi di Kabupaten
Cianjur ialah CV. Mitra Priangan. Komoditas utama yang diperdagangkan oleh
CV. Mitra Priangan adalah kacang sangrai yang merupakan produk olahan siap
untuk dikonsumsi. Produk kacang sangrai tersebut diperdagangkan dengan merek
Ratih Kacang Sangrai. Usaha Ratih Kacang Sangrai ini didirikan pemilik sejak
tahun 2005. Saat ini CV. Mitra Priangan mempunyai satu buah pabrik berukuran
72m² dengan skala industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur.
Permintaan kacang sangrai datang dari wilayah Jabodetabek yang
disalurkan ke instansi-instansi swasta, pemerintah maupun perorangan. Untuk
memenuhi permintaan tersebut CV. Mitra Priangan harus membeli bahan baku
23
berupa kacang tanah dari beberapa bandar kacang tanah atau membeli kacang
tanah impor jika produksi kacang tanah di Indonesia sedang menurun. Menurut
pemilik hal ini dirasakan kurang menguntungkan bagi perusahaan dikarenakan
harga kacang tanah yang fluktuatif dan tidak jarang jumlah kacang tanah yang
terdapat di bandar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Saat ini CV. Mitra Priangan masih mengalami kendala dalam menjalankan
usahanya, terutama yang berkaitan dengan produksinya. Kendala ini dapat dilihat
dari penjualan kacang sangrai CV. Mitra Priangan yang tidak sesuai dengan
permintaannya (Tabel 4). Pada Tabel 4 dapat dilihat volume penjualan,
permintaan dan selisih pemenuhan permintaan kacang sangrai dengan mengambil
contoh 9 instansi atau pelanggan yang melakukan permintaan kacang sangrai
Ratih setiap bulannya. Dapat dilihat bahwa CV. Mitra Priangan memproduksi
kacang sangrai rata-rata 5-20 kg per bulan untuk memenuhi pelanggannya, serta
ditambah produksi kacang sangrai untuk pameran yang selalu diikuti CV. Mitra
Priangan minimal satu kali dalam sebulan. Secara keseluruhan selisih pemenuhan
permintaan kacang sangrai Ratih selalu negatif, hal ini menunjukkan bahwa
permintaan kacang sangrai Ratih lebih besar daripada penjualannya.
Tabel 4. Volume Permintaan, Penjualan dan Selisih Pemenuhan Permintaan Kacang Sangrai CV Mitra Priangan, Mei 2009
Nama Instansi Permintaan
(kg)
Penjualan
(kg)
Selisih
(kg)
Selisih
(%)
Madani Mart 31,25 12,5 -18,75 -150
Koperasi Depkeu 24,5 10 -14,5 -145
Koperasi Depag 20 10,5 -9,5 -90,48
Koperasi Kantor Pos 20 7,25 -12,75 -175,86
Koperasi Pertamina 12,5 5,7 -6,8 -119,30
Koperasi Depkel 25 10 -15 -150
Koperasi Dep. Perindustrian
50 18,45 -31,55 -171
Koperasi PLN 25 10 -15 -150
Toko Sayur Organik Bintaro Sektor 9
58,5 20,5 -38 -185,37
Sumber : CV Mitra Priangan, diolah
24
Saat ini jumlah instansi yang sedang bekerja sama dengan CV. Mitra
Priangan sebanyak 750 pelanggan. Jika dihitung dari seluruh pelanggan yang ada
tersebut, total produksi kacang sangrainya berkisar antara 7-10 ton per bulan.
Sedangkan selisih permintaan kacang sangrai per bulannya berkisar antara 100%
hingga 200% dari jumlah produksi CV. Mitra Priangan. Dengan permintaan yang
lebih tinggi daripada produksi tersebut mengindikasikan adanya gap antara
permintaan dan produksi Ratih Kacang Sangrai. Gap ini terjadi dikarenakan
terbatasnya modal yang dimiliki perusahaan dan bahan baku yang ada di pasaran.
Kondisi ini memperlihatkan potensi yang cukup besar pada CV. Mitra Priangan
untuk terus berkembang, mengingat tingginya permintaan produk kacang sangrai
Ratih.
Memasuki tahun 2009, jumlah permintaan Ratih Kacang Sangrai semakin
meningkat. Lonjakan permintaan ini terjadi karena gencarnya kegiatan promosi
yang dilakukan perusahaan dengan mengikuti berbagai pameran-pameran produk
UKM setiap bulannya. Selain itu, banyaknya tawaran kerjasama dari beberapa
swalayan besar untuk memasarkan produk Ratih Kacang Sangrai, antara lain
Alfamart, Indomart, Giant, Carrefour, Kemchicks, Superindo dan Madani Mart.
Tingginya permintaan Ratih Kacang Sangrai ini merupakan potensi pasar yang
sangat menjanjikan yang belum bisa dipenuhi oleh CV. Mitra Priangan. Menurut
pemilik, CV. Mitra Priangan akan memperoleh bantuan dana hibah yang
diberikan oleh Departemen Pertanian berkaitan dengan program LM3. Dana
tersebut akan dipergunakan perusahaan untuk mengatasi permasalahan produksi
pada produk kacang sangrainya.
Dilihat dari kondisi yang telah diuraikan diatas, maka CV. Mitra Priangan
berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah
Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang. Kemitraan ini dilakukan sebagai
upaya mengatasi permasalahan produksi kacang sangrai CV. Mitra Priangan serta
untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan produksi kacang tanah di Cianjur
serta untuk meminimalisir peranan tengkulak di Kecamatan Sindangbarang.
Adapun petani kacang tanah yang akan bermitra dengan perusahaan terdiri dari
dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten
Cianjur, yaitu kelompok tani KTH Mekar Mukti dan kelompok tani Cikawung.
25
Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang tepat antara petani dengan
perusahaan agar tercapainya prinsip win-win solution. Kemitraan adalah suatu
proses yang dimulai dengan perencanaan, kemudian rencana tersebut
diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi terus-menerus oleh
pihak yang bermitra. Namun begitu, dalam prakteknya banyak dijumpai kasus-
kasus ketidakberhasilan dalam kemitraan usaha agribisnis akibat berbagai
permasalahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal dari sistem itu sendiri.
Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kerjasama tersebut dapat
berasal dari perusahaan maupun mitra usahanya. Untuk mengatasi hal tersebut,
maka perusahaan harus menerapkan pola kerjasama yang sesuai dengan kondisi
perusahaan itu sendiri maupun kondisi mitra usahanya sehingga akan
memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan. Sehingga dalam proses
pembentukan kemitraannya, CV. Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk
menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra
agar tujuan kedua pihak dapat tercapai dan kemungkinan terjadinya kegagalan
dapat diperkecil.
Pembentukan pola kemitraan dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-
masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari
eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Sedangkan pola kemitraan akan
menjelaskan hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan
kemitraan. Pola kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik
untuk pengembangan usaha kedua pelaku.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
hendak diteliti sebagai berikut :
1) Bagaimana kondisi perusahaan mitra serta mitra usahanya?
2) Apakah tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan
kemitraan menurut CV. Mitra Priangan dan petani mitra?
3) Apakah pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan dan petani
mitra?
26
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan,
dalam hal ini kondisi CV.Mitra Priangan dan petani kacang tanah.
2) Mengidentifikasi dan menganalisis tujuan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV. Mitra Priangan
dan petani mitra.
3) Menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan
dengan petani mitra.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
pihak yang berkepentingan, yaitu :
1) Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan pola
kemitraan yang tepat dalam upaya pengembangan usahanya.
2) Kelompok Tani Mitra
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi kelompok tani
mitra tentang kemitraan dan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
pola kemitraan yang sesuai.
3) Penulis
Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan pengetahuan peneliti dan
melatih kemampuan dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta-fakta dan
data yang ada, yang terkait dengan kemitraan.
4) Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan pengetahuan peneliti dan
melatih kemampuan dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta-fakta dan
data yang ada, yang terkait dengan kemitraan.
5) Masyarakat pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan
rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai analisis penentuan pola
kemitraan.
27
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berbentuk studi kasus yang hanya mengamati kasus rencana
kemitraan CV. Mitra Priangan, selaku perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan kacang tanah dengan petani mitranya. Pencarian data dan informasi
serta survei lapangan mengenai petani mitra dalam penelitian ini dibatasi untuk
kelompok tani yang akan bermitra dengan CV. Mitra Priangan dalam hal ini
terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang,
Kabupaten Cianjur, yaitu kelompok tani KTH Mekar Mukti dan kelompok tani
Cikawung. Adapun alasan pemilihan kedua kelompok tani tersebut dikarenakan
wilayah Sindangbarang merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah
terbesar di Kabupaten Cianjur.
28
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Gambaran Umum Kacang Tanah (Arachis hypogaea L)
1.1.1. Botani Kacang Tanah
Kacang tanah berasal dari Brazil dan ditanam oleh bangsa Indian. Ketika
Benua Amerika ditemukan, tradisi menanam kacang telah ada. Kacang tanah pun
menyebar ke berbagai tempat karena dibawa oleh kaum pendatang termasuk
Indonesia. Di Indonesia, kacang tanah mulai dikenal sekitar 1521-1529 oleh
pedagang Spanyol melalui Maluku4. Saat ini kacang tanah telah berkembang
sejalan dengan meningkatnya industri makanan berbahan baku kacang tanah.
Menurut Sumarno (1993) produktivitas kacang tanah di Negara tropis termasuk
Indonesia adalah antara 0,7 ton hingga 1,3 ton biji kering per hektar. Sedangkan
potensi hasil kacang tanah adalah 1,2-3,37 ton/hektar (Pusat Penelitian Tanaman
Pangan 2008).
Menurut Pitojo (2005) sistematika taksonomi tanaman kacang tanah ialah
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea
Subspesies : fastigata, hypogaea
Menurut Suprapto (2004) berdasarkan tipe pertumbuhannya kacang tanah
dibedakan menjadi dua yaitu kacang tanah dengan tipe tegak (bunch type) dan
kacang tanah tipe menjalar (runner type). Kacang tanah tipe menjalar memiliki
percabangan yang tumbuh ke samping, tetapi ujung-ujungnya mengarah ke atas.
Panjang batang utamanya antara 33-36 cm. Tipe ini umumnya berumur panajang
kira-kira 180-210 hari. Sedangkan kacang tanah tipe tegak memiliki percabangan
yang lurus atau sedikit miring ke atas. Umumnya petani lebih suka yang bertipe
4 Melati 107,7 FM. 2008. Manfaat Kacang Tanah.
http://www.melati.co.id/manfaat-kacang-tanah.html. [5 Maret 2009].
29
tegak sebab umurnya pendek yaitu sekitar 100-120 hari sehingga lebih cepat
panen. Sebagian besar kacang tanah yang ditanam di Indonesia adalah tipe tegak
(Trustinah 1993).
Gambar 1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) Sumber : http://www.r3gina.files.wordpress.com
2.1.2 Syarat Tumbuh Kacang Tanah
Tanaman kacang tanah memiliki sifat-sifat fisiologi yang unik, yang tidak
terdapat pada tanaman kacang-kacangan yang lain diantaranya adalah sebagai
berikut (Sumarno & Slamet 1993) :
1) Bunga kacang tanah yang terbentuk pada bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah namun, polong masuk dan berkembang di dalam tanah.
2) Periode berbunga cukup lama (75% dari periode hidup tanaman).
3) Pertumbuhan generatif memerlukan radiasi surya yang cukup tinggi.
4) Kacang tanah menyerap cukup banyak hara sehingga disebut tanaman
penguras tanah.
5) Perbandingan benih yang ditanam dengan biji yang dihasilkan tergolong kecil,
yaitu antara 1 : 10 hingga 1 : 25.
Kacang tanah tumbuh hampir di 90 negara di dunia. Penyebaran tanaman
kacang tanah di seluruh dunia meliputi wilayah berlintang 40ºLU-40ºLS yang
diyakini sebagai wilayah tropik, subtropik atau suhu hangat. Wilayah ini memiliki
tanah yang ringan, netral atau alkalin, dan curah hujannya atau pengairan
menyediakan paling sedikit 450 mm air per musim tumbuh. Secara spesifik
tanaman ini sangat cocok ditanam pada jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir
atau lempung liat. Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah
6,5-7,0. Tanah yang baik system drainasenya akan menciptakan aerase yang lebih
baik, sehingga akar tanaman akan lebih mudah menyerap air, hara nitrogen, dan
O2. Drainase yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap respirasi akar
tanaman, karena persediaan dalam O2 tanah rendah (Kasno et al. 1993).
30
Faktor iklim yang sangat berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan
tanaman kacang tanah adalah suhu, curah hujan dan cahaya. Suhu udara
berpengaruh pada perkecambahan awal. Untuk pertumbuhan optimum suhu yang
sesuai adalah berkisar 27ºC sampai 30ºC, tergantung varietas. Curah hujan sangat
berpengaruh pada pencapaian hasil kacang tanah. Total curah hujan optimum
selama 3-3,5 bulan atau sepanjang periode tumbuh sampai panen adalah 300-500
mm. Sangat ideal jika curah hujan tersebut terbagi merata selama pertumbuhan
tanaman. Kacang tanah merupakan tanaman C3, cahaya mempengaruhi
fotosintesis dan respirasi. Intensitas cahaya yang rendah saat pembentukan ginofor
akan mempengaruhi jumlah ginofor, sedangkan rendahnya intensitas cahaya saat
pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta menambah
jumlah polong hampa (Adisarwanto 2005).
2.1.3 Varietas Kacang Tanah
Kacang tanah berkembang sejalan dengan meningkatnya industri makanan
dengan menggunakan bahan baku kacang tanah. Beberapa varietas kacang tanah
yang banyak ditanam adalah gajah, anoa, kelinci, garuda dua, garuda biga, tapir,
kidang dan pelanduk (Suprapto 1993). Karakteristik dari varietas-varietas tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Gajah
Berumur panen 100-110 hari, berbentuk bulat lonjong, warna kulit ari merah
muda, produktivitas mencapai 1,2-1,8 ton/ha, tahan terhadap penyakit layu,
peka terhadap penyakit karat dan bercak daun.
2) Anoa
Berumur panen 100-110 hari, berbentuk bulat lonjong, warna kuit ari merah
muda, produktivitas mencapai 1,8 ton/ha, tahan terhadap penyakit layu, karat
daun, dan bercak cokelat daun.
3) Kelinci
Berumur panen 100-110 hari, berbentuk pipih, warna kulit ari ungu,
produktivitas 1,2-1,8 ton/ha, toleran terhadap penyakit layu, dan agak tahan
penyakit karat dan bercak daun.
31
4) Garuda dua
Berumur panen sekitar 85-90 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah
muda, produktivitas mencapai 2,3 ton/ha, dan toleran terhadap penyakit layu,
peka penyakit karat dan bercak daun.
5) Garuda biga
Berumur panen sekitar 85-90 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah
muda, produktivitas mencapai 2,25 ton/ha, dan toleran terhadap penyakit layu.
6) Tapir
Berumur panen sekitar 95-100 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah
muda, produktivitas mencapai 1,8-2 ton/ha, tahan penyakit layu.
7) Kidang
Berumur panen sekitar 100-110 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah,
produktivitas 1,2-1,8 ton/ha, tahan penyakit layu.
8) Pelanduk
Berumur panen sekitar 95-100 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah,
produktivitas 1,9-2 ton/ha, tahan penyakit layu.
2.1.4 Kandungan Gizi Kacang Tanah
Kacang merupakan hasil tanaman yang banyak mengandung protein, yaitu
komponen pangan yang penting bagi pertumbuhan. Nilai gizi yang terkandung
dalam kacang tanah untuk dikonsumsi tidak berkurang setelah melewati proses
pengolahan. Kacang olahan tersebut pun tetap bebas kolesterol meskipun telah
dilakukan proses pengolahan. Pemenuhan kalori dan protein masyarakat dapat
diperoleh dari kacang tanah, karena kandungan kedua zat tersebut tergolong besar
dalam tanaman kacang tanah. Kalori merupakan sumber energi bagi tubuh.
Sementara itu, protein berfungsi sebagai zat pembangun dan sumber energi
setelah kalori. Selain sebagai sumber kalori dan protein, kacang tanah
mengandung zat gizi lainnya (Tabel 5).
Kandungan lemak dalam kacang tanah termasuk tinggi kadarnya
dibandingkan zat gizi lain. Lemak yang terkandung dalam kacang tanah tidak
mengandung kolesterol. Adapun asam amino esensial yang terkandung dalam
kacang tanah yang dikenal sebagai fitosterol dan tokoferol. Zat fitosterol memiliki
32
peran sebagai penghambat pembentukan kolesterol darah, sedangkan tokosferol
sebagai antioksigen dan antipenuaan dini. Sedangkan kandungan karbohidrat yang
terdiri dari sejumlah pati dan gula jenis sukrosa selain memberikan rasa manis,
juga berperan sebagai penyuplai kalori dan energi.
Tabel 5. Kandungan Gizi Kacang Tanah dalam Setiap 100 Gram Bahan
Kandungan Gizi Satuan Kandungan
Kalori kal 452,0
Protein gram 25,3
Lemak gram 42,8
Karbohidrat gram 21,1
Kalsium mg 58,0
Fosfor mg 335,0
Zat besi mg 1,3
Vitamin B1 mg 0,3
Vitamin C mg 3,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1981) 2.1.5. Manfaat Kacang Tanah
Kacang tanah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai
bahan sayur, saus dan digoreng atau direbus. Sebagai bahan industri dapat dibuat
keju, mentega, sabun dan minyak. Daun dan batang kacang tanah dapat
dipergunakan untuk pakan ternak dan pupuk. Hasil sampingan dari pembuatan
minyak, berupa bungkil dapat dijadikan oncom dengan bantuan fermentasi jamur
(Suprapto 1998).
Pengembangan olahan produksi kacang tanah telah berkembang dalam
industri obat-obatan maupun industri kosmetika. Hal ini dikarenakan kacang tanah
memiliki kandungan protein, vitamin dan lemak yang tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh kulit. Industri kosmetika memanfaatkan kacang tanah dalam
produk-produk kecantikan khususnya untuk kulit, seperti pelembap, sabun, hand
body, dan sebagainya. Sedangkan dalam industri obat-obatan, kacang tanah sering
digunakan pada cream pengobat luka dan campuran obat untuk penyakit kulit
33
lainnya5. Pemanfaatan bagian-bagian kacang tanah serta produk olahannya dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komponen Kacang Tanah dan Pemanfaatannya
Komponen Produk Olahan Gambar
Kacang olahan & campuran makanan Selai Kacang (Peanut
Butter)
Mentega, Sabun, Minyak
Biji / Polong
Industri Kosmetika & Obat-obatan Pakan Ternak Daun & Batang
Pupuk
Kulit Bahan bakar & Briket kulit kacang tanah
Daun kacang
Batang kacang Biji / Polong
Kulit kacang
Sumber : Costa WY (2008)
2.2 Gambaran Umum Kacang Sangrai
Kacang sangrai merupakan makanan olahan tradisional yang biasa dikenal
masyarakat umum sebagai kacang pasir atau kacang panggang pasir. Produk ini
secara tradisional dibuat dengan cara menggoreng kacang yang telah dibuka
kulitnya didalam pasir yang panas hingga matang6.
Gambar 2. Kacang Sangrai “Ratih”
5 Costa WY. 2008. Manfaat dan Olahan Kacang Tanah.
http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbpp-kupang/produksi/olah-kacang.pdf. [4
Juni 2009].
6 Alvian. 2008. Panggang Pasir Lebih Nikmat. http://www.indorating.com/kacang-
sangrai.htm. [3 Maret 2009].
34
Sumber : CV Mitra priangan (2009) Proses pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai terdiri dari
beberapa tahapan yang meliputi; 1) proses penyortiran I yaitu memilih kacang
tanah dengan kualitas baik dan kemudian dikupas kulitnya, 2) proses
pengayakan, 3) proses pembumbuan dengan garam dan bawang putih, 4) proses
perendaman selama 24 jam, 5) proses pengeringan dibawah panas matahari, 6)
proses penyangraian dengan pasir laut, 7) proses penyortiran II yaitu memisahkan
kacang yang telah disangrai dengan pasir laut, dan terakhir 8) proses pengemasan
ke dalam plastik.
2.3 Gambaran Umum Kemitraan
Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar
(perusahaan mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha
besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat (Pustaka
Deptan 2000).
Istilah kemitraan menurut Undang-Undang Usaha Kecil No.9 tahun 1995
yaitu kerjasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau dengan usaha besar
disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
Menurut Kartasasmita (1995), asas kebersamaan dan kekeluargaan dalam
perekonomian nasional diwujudkan lewat kemitraan usaha. Kemitraan dalam
dunia usaha didefinisikan sebagai hubungan yang didasarkan pada ikatan usaha
yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis yang hasilnya
bukanlah suatu zero-sum game, tapi win-win game atau positive game.
Definisi kemitraan menurut Hardjono (1996), diacu dalam Sulaksana
(2005) adalah semacam persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan
saling mengisi dan bekerjasama demi kepentingan kedua pihak atas prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan
diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber-sumber yang dimiliki oleh
pihak lain atau pihak kedua dalam memajukan usahanya. Sumber-sumber tersebut
35
antara lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses teknologi, kapasitas
pengolahan dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.
Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Dalam pengertian yang lebih luas, keberadaan kemitraan akan
selalu memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek
seperti; manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan keuntungan.
2.3.1. Proses Pembentukan Kemitraan
Menurut John L Mariotti (1993), diacu dalam Hafsah (2000), kemitraan
merupakan suatu rangkaian proses yang ditapaki secara beraturan dan bertahap
untuk mendapatkan hasil yang optimal, yang dimulai dengan mengenal calon
mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai
membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi
sampai target sasaran tercapai. Adapun rangkaian proses pembentukan kemitraan
adalah sebagai berikut:
1) Memulai membangun hubungan dengan calon mitra
Langkah awal dalam proses kemitraan adalah mengenal calon mitra.
Pengenalan calon mitra ini merupakan awal keberhasilan dalam proses
membangun kemitraan selanjutnya. Memilih mitra yang tepat memerlukan
waktu karena harus benar-benar diyakini, maka informasi yang dikumpulkan
harus lengkap.
2) Mengerti kondisi bisnis pihak yang bermitra
Kondisi bisnis calon mitra harus benar-benar diperhatikan terutama
kemampuan dalam manajemen, penguasaan pasar, teknologi, permodalan, dan
sumberdaya manusianya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan
menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi
dan sebagainya.
3) Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis
Strategi yang direncanakan bersama meliputi strategi dalam pemasaran,
distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun berdasarkan keunggulan
dan kelemahan bisnis dari pihak yang bermitra.
36
4) Mengembangkan program
Setelah informasi dikumpulkan kemudian dikembangkan menjadi suatu
rencana yang taktis dan strategis yang akan diimplementasikan. Termasuk
didalamnya menentukan atau membatasi nilai tambah yang ingin dicapai.
5) Memulai pelaksanaan
Memulai pelaksanaan kemitraan berdasarkan ketentuan yang disepakati.
Pada tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengecek kemajuan-kemajuan
yang dialami.
6) Memonitor dan mengevaluasi perkembangan
Perkembangan pelaksanaan perlu dimonitor terus-menerus agar target
yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Di samping itu perlu
terus dievaluasi pelaksanaannya untuk perbaikan pada pelaksanaan
berikutnya.
2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan
Berdasarkan alur pemikiran Soedjono, diacu dalam Shinta (1998)
mengenai unsur-unsur penting yang berkaitan dengan kemitraan, dapat
diidentifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu
kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat, yaitu :
1) Bargaining power suatu badan usaha, yang dicerminkan oleh kemampuan
internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar. Kemampuan
internal tampak pada kemampuan badan usaha di bidang manajemen,
permodalan, aksesibilitas terhadap pasar dan penguasaan teknologi usaha
tersebut. Sedangkan kekuatan yang diperoleh dari luar dapat berupa kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan
posisi suatu badan usaha.
2) Kebutuhan/kepentingan masing-masing pihak yang bekerjasama sehingga
kerjasama berjalan efektif.
Sedangkan menurut James (1994), secara internal, kemampuan masing-
masing badan usaha/usaha kecil menengah dicerminkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
37
1) Manajemen, yaitu kemampuan pengelolaan dan profesionalisme yang
diterapkan pada suatu badan usaha.
2) Permodalan, yaitu kemampuan badan usaha dalam menyediakan modal
termasuk aksesibilitas badan usaha terhadap sumber-sumber permodalan.
3) Pasar, yaitu aksesibilitas badan usaha terhadap produk yang dihasilkan.
4) Teknologi, yaitu penguasaan badan usaha terhadap teknologi yang berkaitan
dengan bidang usaha dan kemampuannya dalam penerapan.
2.3.2. Tujuan Kemitraan
Tujuan kemitraan menurut Khaerul (1994), dibedakan menurut pendekatan
struktural dan kultural. Berdasarkan pendekatan struktural, kemitraan bertujuan :
1) Saling mendukung, saling membutuhkan, saling mempererat dan saling
menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama
ke depan dan ke belakang.
2) Memperoleh nilai tambah, meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha
bagi kedua belah pihak.
3) Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan, manajemen
dan teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk turut berperan di
pasar global.
4) Mengatasi kesenjangan sosial.
Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra
usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti
perluasan wawasan, produktivitas dan kreatifitas, berani mengambil resiko, etos
kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan
berwawasan ke depan.
2.3.3. Bentuk-bentuk Pola Kemitraan
Menurut Sumardjo et al. (2004), kemitraan usaha pertanian dapat
dilaksanakan dengan lima pola antara lain :
1) Pola Inti Plasma
Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
(petani-nelayan, kelompok tani-kelompok nelayan, gabungan kelompok
tani/kelompok nelayan, koperasi dan usaha kecil) dengan perusahaan mitra
38
(perusahaan besar dan perusahaan menengah) yang didalamnya perusahaan
mitra bertindak sebagai inti (penyediaan sarana produksi pertanian,
penyediaan prasarana pertanian, pembinaan manajemen, pembinaan teknologi,
permodalan dan pemasaran hasil) dan kelompok mitra sebagai plasma
(menjual seluruh hasil produksinya kepada inti, mematuhi peraturan / petunjuk
yang diberikan inti). Perusahaan mitra sebagai inti akan mengolah produk
dengan input atau bahan baku yang didapat dari plasma yaitu petani mitra.
Pola inti plasma dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 3. Pola Kemitraan Inti Plasma
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
2) Pola Sub Kontrak
Pola sub kontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.
Pada umumnya pola sub kontrak merupakan hubungan kerjasama yang
bersifat jangka pendek. Pola sub kontrak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 4. Pola Kemitraan Sub Kontrak
PERUSAHAAN INTI
PLASMA
PLASMA PLASMA
PLASMA
PERUSAHAAN MITRA
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
Kelompok Mitra
39
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
3) Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara kelompok
mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra
memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok
kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Pola kemitraan dagang umum
dapat dilihat pada Gambar 3.
Memasok
Memasarkan produksi Kelompok mitra
Gambar 5. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
4) Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya
kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari
peerusahaan mitra. Pola kemitraan keagenan dapat dilihat pada Gambar 4.
Pemberian hak khusus
Memasarkan
Gambar 6. Pola Kemitraan Keagenan
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
Konsumen/Industri
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
Konsumen/Masyarakat
40
5) Pola Waralaba
Pola waralaba merupakan pola kemitraan antara kelompok mitra usaha
yang memberikan hak lisensi, merk dagang dan saluran distribusinya kepada
kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai bantuan
manajemen. Salah satu contoh kemitraan pola waralaba ini adalah kemitraan
Es Teler 77. Pola waralaba ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Kemitraan
• Hak lisensi • Merek dagang • Bantuan manajemen • Saluran distribusi
Gambar 7. Pola Kemitraan Waralaba
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
6) Pola Kerjasama Operasional (KOA)
Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra
menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditi pertanian. Pola kemitraan ini dapat dilihat
pada Gambar 6.
Pembagian hasil sesuai kesepakatan
Es Teler 77 Pemilik Waralaba
Es Teler 77 Penerima Waralaba
Kelompok Mitra
Perusahaan Mitra
-Lahan -Sarana -Tenaga
-Biaya -Modal -Teknologi
41
Gambar 8. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)
2.3.4. Perusahaan Kemitraan
Kemitraan antara pengusaha dan plasma (petani) berdasarkan tata
hubungan antara keduanya telah ditetapkan oleh Badan Agribisnis Departemen
Pertanian (Sumardjo et al. 2004) menjadi tiga pola umum kemitraan perusahaan
pembimbing, yaitu :
1) Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu perusahaan yang melakukan fungsi
perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan
hasil dan pemasaran hasil antara usahatani yang dimilikinya sambil
menjalankan usahatani yang dimiliki dan dikelolanya sendiri.
2) Perusahaan pengelola, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan,
bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran
hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak menyelenggarakan
usahatani sendiri.
3) Perusahaan penghela, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan,
bimbingan dan pemasaran hasil tanpa pelayanan kredit, sarana produksi dan
juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian
yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, komoditas, produk maupun alat
analisis yang sama sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan penelitian
yang telah dilakukan agar dapat dijadikan bahan pembelajaran. Penelitian
mengenai kajian pola kemitraan telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan jenis
produk yang berbeda. Akan tetapi penelitian mengenai analisis penentuan pola
kemitraan dalam rangka mendukung pembentukan kemitraan belum pernah
dilakukan. Di samping kajian pola kemitraan, penelitian mengenai produk kacang
olahan juga telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan kajian yang berbeda.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan analisis
penentuan pola kemitraan antara perusahaan agribisnis dengan kelompok tani
mitra. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus pada CV. Mitra Priangan
42
sebagai perusahaan yang bergerak dalam usaha pengolahan kacang tanah menjadi
kacang sangrai dengan kelompok tani di wilayah Cianjur. Alat analisis yang
digunakan tidak jauh berbeda dengan alat analisis yang digunakan pada penelitian
terdahulu yaitu dengan menggunakan PHA (Proses Hierarki Analitik). Perbedaan
dengan penelitian terdahulu adalah antara perusahaan dengan petani mitra dalam
penelitian ini belum melaksanakan kemitraan, melainkan bermaksud untuk
membentuk suatu pola kemitraan yang paling tepat, sesuai dengan kondisi dan
tujuan masing-masing. Sehingga peneliti mencoba menganalisis dengan melihat
tujuan serta mengidentifikasi faktor kunci pembentuk kemitraan. Kemudian
dianalisis pola kemitraan yang paling tepat dan sesuai bagi kedua belah pihak.
Dengan menentukan pola kemitraan yang sesuai di awal proses pembentukan
kemitraan, diharapkan kemitraan yang akan terjalin dapat saling menguntungkan
dan bertahan lama.
Penelitian Sembodo (2003) meneliti tentang evaluasi strategi
pengembangan kemitraan Bank Bukopin dengan koperasi. Dalam analisis PHA
diperoleh faktor kunci yang diprioritaskan Bank Bukopin berturut-turut adalah
sumber daya manusia, manajemen, keuangan, pemasaran dan teknologi
informatika. Faktor internal memiliki beberapa elemen yang menjadi kekuatan
bagi Bank Bukopin, yakni kuantitas dan kualitas SDM, informasi pasar, suku
bunga tabungan, pengorganisasian, fasilitas serta kualitas teknologi operasional.
Faktor kunci yang diprioritaskan oleh koperasi sama dengan Bank Bukopin.
Tujuan kemitraan adalah permodalan, solvabilitas usaha, penumbuhan USP (Unit
Simpan Pinjam), alih pengetahuan, nilai tambah usaha dan jaringan Swamitra.
Bagi Bank Bukopin yang terpenting adalah efisiensi ekonomi, pelayanan,
manajemen, kredibilitas, mobilitas dana dan informasi usaha. Bagi koperasi yang
terpenting adalah mobilitas dana, kredibilitas, manajemen, pelayanan, informasi
usaha, dan efisiensi ekonomi.
Penelitian Tampubolon (2004) mengenai kemitraan antara perusahaan PT.
XYZ dengan nelayan atau pemilik kapal di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara
menelaah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan para
nelayan atau pemilik kapal untuk memilih PT. XYZ sebagai mitra usahanya dan
mengevaluasi serta menentukan bentuk pola kemitraan yang seharusnya
43
diterapkan para nelayan dalam rangka pengembangan usahanya. Dari penelitian
tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan nelayan
untuk melanjutkan kemitraan adalah faktor umur nelayan, pengalaman, tingkat
pendidikan, status kepemilikan kapal, produksi yang dihasilkan nelayan dan
keikutsertaan dalam kelompok. Sedangkan dari analisis pemilihan pola kemitraan
antara kedua pelaku didapatkan pola kemitraan inti plasma yang dirasakan paling
efektif oleh kedua pelaku, mengingat kondisi nelayan yang masih membutuhkan
bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan teknis dan
non teknis.
Dalam penelitian Sulaksana (2005), mengkaji implementasi kemitraan
antara koperasi usaha berbasis terigu dengan perusahaan besar swasta, yaitu PT.
ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara
(KPMB-JU). Menurut hasil penelitian urutan prioritas berdasarkan bobot faktor
yang mendorong kemitraan menurut perusahaan adalah jaminan kualitas yang
bias dinikmati konsumen akhir (0,544), perluasan pasar (0,200), pengembangan
usaha (0,157), transfer teknologi (0,053) dan transfer manajemen (0,046).
Sedangkan menurut KPMB-JU adalah jaminan kualitas yang bisa dinikmati
konsumen akhir (0,322), transfer manajemen (0,280), perluasan pasar (0,220),
pengembangan usaha (0,131), dan transfer teknologi (0,047). Dalam evaluasi
bentuk kemitraan yang ideal menurut kedua pelaku, bentuk pola keagenan
merupakan bentuk yang paling ideal dalam menjelaskan hubungan kemitraan
antara kedua pelaku.
Aryani (2009) meneliti mengenai analisis pengaruh kemitraan dengan
judul Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang
Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa
Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur). Penelitian ini
diarahkan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood
dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis pengaruh kemitraan
terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan.
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kemitraan, masih terdapat beberapa hal yang
tidak sesuai dengan perjanjian. Seperti masih ada petani yang mengggunakan
pupuk tidak sesuai dosis anjuran, menjual hasil produksi ke perusahaan lain, dan
44
waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian,
pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani, yaitu adanya
jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah
pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah. Sehingga pelaksanaan kemitraan
dapat diteruskan. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra
memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik
untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil
imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), dapat diketahui R/C rasio atas biaya
tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. Sedangkan
R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total patani non mitra adalah
1,92 dan 0,96. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani
mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra. Sehingga
pelaksanaan kemitraan dapat diteruskan.
Sedangkan untuk penelitian mengenai produk kacang olahan, Barus
(2009) meneliti mengenai analisis ekuitas merek dengan judul Analisis Ekuitas
Merek Kacang Olahan dalam Kemasan di Kota Bogor. Penelitian ini diarahkan
untuk menganalisis perbandingan elemen-elemen ekuitas merek produk kacang
olahan dalam kemasan (KODK), merek KODK yang memiliki ekuitas merek
terkuat, dan bagaimana implikasinya terhadap strategi bauran pemasaran KODK.
Dengan analisis menggunakan pendekatan sikap menunjukkan bahwa loyalitas
konsumen yang baik dimiliki oleh merek Garuda dan Dua Kelinci. Akan tetapi
konsumen Dua Kelinci lebih loyal daripada konsumen Garuda. Hal ini terlihat
bahwa Dua Kelinci memiliki presentase jumlah responden yang lebih banyak
pada tahap/tingkat satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer. Strategi
bauran pemasaran yang disarankan kepada para produsen KODK adalah strategi
produk dilakukan dengan meningkatkan kualitas produk dan memperbaiki
bentuk/tampilan kemasan pada merek Garuda. PT. Dua Kelinci disarankan untuk
memperbaiki komposisi produk terutama dalam kandungan gizi kacang, PT.
Mitrastrya Prakasautama sebaiknya memperbaiki kemasan Mr.P dan PT.
Manohara Asri juga sebaiknya memperbaiki kemasan Mayasi, baik desain juga
ukurannya.
45
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process)
Menurut Saaty (1991) ada dua pendekatan untuk memecahkan masalah,
yaitu pendekatan deduktif dan pendekatan sistem. Pada dasarnya, pendekatan
deduktif memfokuskan pada bagian-bagian, sedang pendekatan sistem
memusatkan pada bekerjanya sistem secara keseluruhan. Proses Hierarki Analitik
menggabungkan kedua pendekatan ini dalam suatu kerangka yang logis dan
terpadu. Proses Hierarki Analitik pertama kali dikembangkan oleh Thomas
L.Saaty, seorang ahli matematik dari University of Pittsburg-USA, pada awal
tahun 1970-an.
Proses Hierarki Analitik atau AHP (Analytical Hierarchi Process) adalah
suatu alat atau metode analisis yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan
untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu di dalam melakukan
prediksi dan pengambilan keputusan (Anomhan 1992). Metode ini
memungkinkan pemakainya untuk mengambil keputusan yang efektif atas
persoalan yang kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat
proses pengambilan keputusan yang alami (Saaty 1993).
Proses Hierarki Analitik dapat diterapkan untuk memecahkan problema-
problema terukur (kuantitatif) maupun yang memerlukan pendapat (judgement).
Penggunaan pendapat dalam memecahkan problema dilakukan dengan
membandingkan masukan-masukan (input) secara berpasangan (pairwise
comparison). Untuk itu dibutuhkan skala ukur yang dapat membedakan setiap
pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi
pendapat dalam bentuk angka (nilai skala). Tingkat kesahihan (validitas) pendapat
tergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat.
Pada dasarnya metode ini memecah-mecah situasi yang kompleks, tak
terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel
ini kedalam suatu hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif
46
tentang relatif pentingnya suatu variabel mana yang memiliki prioritas penting
fungsi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Menurut Saaty (1991) terdapat tiga prinsip dasar proses hirarki analitik :
1) Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun
secara hirarki yaitu memecah-mecah persoalan menjadi elemen yang terpisah-
pisah.
2) Perbedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas yaitu
menentukan peringkat elemen menurut relatif pentingnya.
3) Konsistensi logis yang menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara
logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
Keunggulan metode PHA yang dapat dimanfaatkan oleh penggunanya
dijelaskan oleh Saaty (1991) sebagai berikut :
1) Kesatuan. PHA memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti,
luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.
2) Kompleksitas. PHA memadukan ancangan deduktif dan ancangan
berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3) Saling ketergantungan. PHA dapat menangani saling ketergantungan
elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4) Penyusunan hirarki. PHA mencerminkan kecenderungan alami pikiran
untuk memilah elemen pada suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
5) Konsistensi. PHA melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
6) Pengukuran. PHA memberikan suatu model untuk mengukur hal-hal yang
tak berwujud dan metode menetapkan prioritas.
7) Sintesis. PHA menuntun kepada suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan
dari setiap alternatif.
8) Tawar-menawar. PHA mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari
berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang untuk memilih alternatif
terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
47
9) Penilaian dan konsensus. PHA tidak memaksakan konsensus tetapi
mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang
berbeda-beda.
10) Pengulangan proses. PHA memungkinkan orang untuk memperhalus definisi
mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian
mereka melalui proses pengulangan.
PHA merupakan metode pengambilan keputusan yang tergolong Expert
System, karena PHA menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert
sebagai input utamanya. Kriteria expert bukan berarti orang tersebut harus jenius,
pintar, atau bergelar doktor, tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar
permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau memiliki
kepentingan terhadap masalah tersebut. Menurut Mumpower, diacu dalam
Sulaksana (2005), ada 14 karakteristik psikologis yang harus ada pada seorang
pengambil keputusan yang berkategori expert :
1) Harus dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat orang lain dalam
permasalahan.
2) Mengetahui bagaimana berkonsentrasi pada apa yang dianggap penting.
3) Dapat memisahkan perasaan dari suatu persoalan (make sense of chaos).
4) Mengetahui bagaimana meyakinkan pihak lain akan kemauannya.
5) Mengetahui boleh tidaknya mengikuti aturan-aturan yang telah diputuskan.
6) Tidak takut untuk bertanggung jawab atas keputusannya.
7) Mengetahui putusan yang bagaimana yang harus dibuat dan mana yang tidak.
8) Percaya kepada dirinya dan kemampuannya.
9) Menghindari kekakuan dalam strategi yang telah diputuskan.
10) Sangat mengetahui dan selalu memperhatikan perkembangan terakhir.
11) Dapat berbuat lebih sigap terhadap suatu persoalan dibandingkan yang
lainnya.
12) Mampu mencari solusi-solusi baru terhadap persoalan-persoalan yang ada.
13) Membuat keputusan berdasarkan pengalaman.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
48
Alur kerangka pemikiran disusun mulai dari timbulnya permasalahan
sampai adanya rekomendasi terhadap penyelesaian masalah. Alur kerangka
pemikiran disusun sebagai pedoman pelaksanaan dan analisa penelitian.
Permasalahan yang ditemukan berada di dalam kerangka pemikiran sebagai
bagian dari suatu sistematika pemikiran yang bisa ditelusuri awal, proses dan
hasilnya.
Wilayah Kecamatan Sindangbarang merupakan salah satu daerah
penghasil kacang tanah terbesar di Cianjur. Petani kacang tanah di di daerah
tersebut umumnya tidak memiliki posisi tawar yang kuat, sehingga harga jual
kacang tanah ditetapkan oleh bandar. Selain itu, sumber daya manusia,
manajemen, teknologi juga masih tergolong rendah. Kondisi ini meyebabkan
rendahnya kesejahteraan petani kacang tanah di wilayah tersebut.
Tingginya permintaan produk Ratih Kacang Sangrai, menyebabkan CV.
Mitra Priangan merasa kesulitan bila harus mengandalkan pasokan kacang tanah
dari membeli ke beberapa bandar dan impor. Tidak terjaminnya kontinuitas
pasokan menyebabkan CV. Mitra Priangan tidak dapat memenuhi seluruh
permintaan yang datang. Selain itu terbatasnya modal juga merupakan salah satu
penyebab CV. Mitra Priangan tidak dapat berproduksi secara optimal sehingga
tidak dapat memenuhi seluruh permintaan yang ada. Pada tahun 2009 ini, CV.
Mitra Priangan telah mendapatkan bantuan dana hibah dalam program LM3 dari
Departemen Pertanian. Untuk mengatasi permasalahan produksinya serta untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan produksi kacang tanah di Cianjur, CV.
Mitra Priangan berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang
tanah di wilayah Sindangbarang, Cianjur. Dalam proses pembentukan
kemitraannya, CV. Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk menentukan
pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan
kedua pihak dapat tercapai dan resiko kegagalan dalam bermitra dapat diperkecil.
Pembentukan pola kemitraan dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-
masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari
eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi tujuan
serta faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing pelaku untuk bermitra
agar dapat menentukan pola kemitraan yang paling ideal. Kemudian, setelah
49
menganalisis kondisi, faktor-faktor dan tujuan yang mempengaruhi masing-
masing pelaku, dilanjutkan dengan analisis penentuan pola kemitraan antara
CV.Mitra Priangan dan kelompok tani mitra. Pola kemitraan akan menjelaskan
hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola
kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk
pengembangan usaha kedua pelaku.
Metode analisis yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah
Proses Hierarki Analitik dengan menyusun beberapa hirarki yang sesuai dengan
fokus permasalahan. Pada akhir penelitian akan didapat suatu pola kemitraan yang
paling ideal untuk diterapkan dan diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan mengenai pembentukan kemitraan. Adapun alur kerangka
pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 9.
50
Kemitraan merupakan solusi untuk pengembangan dan
peningkatan produksi kacang tanah
CV. Mitra Priangan
Pengembangan Usaha : Peningkatan produksi kacang
sangrai melalui kemitraan usaha
Permasalahan : 1. Kontinuitas pasokan bahan
baku tidak terjamin 2. Permintaan kacang sangrai
belum bisa terpenuhi seluruhnya
Potensi : 1. Tingginya permintaan Ratih
Kacang Sangrai sebagai makanan cemilan (snack)
2. Adanya dana investasi dari program LM3 Deptan
Permasalahan : 1. Harga jual rendah 2. Manajemen, SDM dan
teknologi yang rendah 3. Permodalan 4. Peningkatan produksi dan
kualitas kacang tanah
Potensi : 1. Pertambahan penduduk di
Indonesia 2. Permintaan kacang tanah
semakin meningkat 3. Konsumsi kacang tanah
terbesar adalah industri
Petani Kacang Tanah
Analisis Penentuan Pola Kemitraan :
AHP (Analytical Hierarchi Process)
Rencana Kerjasama Kemitraan
Analisis Kondisi Pelaku Kemitraan
Identifikasi Tujuan Kemitraan dan Faktor-
faktor Pembentuk Kemitraan
Penentuan Pola Kemitraan yang Ideal
Pola Kemitraan Ideal
51
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional
1V. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus pada perencanaan
kemitraan antara CV. Mitra Priangan dengan petani mitra di Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
berdasarkan pertimbangan bahwa CV. Mitra Priangan merupakan perusahaan
agribisnis yang belum lama berdiri dan memiliki potensi untuk berkembang. CV.
Mitra Priangan berlokasi di Gg. Duren No. 1/D RT 03 RW 01, Kelurahan
Solokpandan, Cianjur. Sedangkan pemilihan petani mitra di Kabupaten Cianjur
berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur, khususnya di daerah
Cianjur Selatan memiliki potensi sebagai salah satu sentra produksi kacang tanah
di Jawa Barat. Petani kacang tanah mitra terdiri dari dua kelompok tani di Desa
Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Cianjur, yaitu Kelompok Tani KTH
Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Februari hingga Mei 2009.
4.2 Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kasus sehingga
besarnya sampel tidak perlu ditentukan, namun pada umumnya masih
memerlukan narasumber atau responden dalam pengumpulan datanya. Penentuan
responden dilakukan secara sengaja terhadap CV. Mitra Priangan dan kelompok
tani kacang tanah di Desa Muara Cikadu, karena responden yang dibutuhkan
adalah seseorang yang memahami masalah dan mempunyai peranan dalam
pengambilan keputusan. Responden CV. Mitra Priangan adalah Bapak Radianto
Suwinto selaku Direktur CV. Mitra Priangan dan Ibu Solihati Nurzanah selaku
Wakil Direktur CV. Mitra Priangan. Sedangkan responden pada kelompok tani
kacang tanah di Desa Muara Cikadu adalah masing-masing ketua kelompok tani
yang akan bermitra dengan CV. Mitra Priangan yang terkait langsung dalam
Implementasi Kemitraan
52
rencana pembentukan kemitraan dengan perusahaan dan mempunyai peranan
dalam pengambilan keputusan. Untuk responden eksternal dipilih penyuluh
pertanian yang memahami masalah dan dapat memberikan rekomendasi bagi
kedua belah pihak.
4.3 Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan menggunakan Metode Kasus (Case Study).
Metode kasus merupakan prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang
diteliti berupa individu, lembaga, kelompok atau masyarakat, dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta
karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu yang
kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
4.4 Data dan Instrumentasi
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang akan
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer merupakan data utama
yang diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner secara
terbuka kepada responden. Selain itu dapat diperoleh melalui pengamatan
langsung atau observasi lapangan guna memperoleh informasi tambahan yang
dapat mendukung data yang diperoleh.
Data sekunder dapat diperoleh dari informasi tertulis baik dari perusahaan
maupun luar perusahaan, serta tulisan atau literatur seperti majalah, buku, koran
dan internet yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selain itu juga diperoleh
melalui berbagai instansi terkait dalam penelitian seperti Badan Pusat Statistik
(BPS), perpustakaan LSI-IPB, Dinas Pertanian Kab. Cianjur, serta sumber pustaka
lain yang bisa menjadi acuan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang mengacu
pada usaha budidaya kacang tanah dan pengolahan kacang tanah. Data primer
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data yang terkait dengan analisis
kondisi perusahaan, data analisis kondisi petani mitra, serta data yang terkait
dalam analisis penentuan pola kemitraan. Jenis data yang dikumpulkan dalam
analisis kondisi perusahaan (CV. Mitra Priangan) adalah :
1) Keuangan (finance)
53
a) Sumber dana
b) Penerimaan usaha
c) Pengeluaran usaha
2) Sumberdaya Manusia (human resources)
a) Kualitas sumberdaya manusia
b) Kuantitas sumberdaya manusia
3) Penelitian dan Pengembangan (research & development)
a) Fasilitas fisik R&D
b) Staf / tim R&D
4) Produksi dan operasi (production & operation)
a) Fasilitas produksi dan operasi
b) Kontinuitas produksi dan operasi
5) Pemasaran (marketing)
a) Informasi pasar
b) Kontinuitas pemasaran
Jenis data yang dikumpulkan dalam analisis kondisi petani kacang tanah adalah
1) Modal
a) Sumber dana
b) Penerimaan usaha
c) Pengeluaran usaha
d) Fasilitas fisik
2) Produksi
a) Kualitas produk
b) Kuantitas produk
c) Kontinuitas produksi
3) Teknologi
4) Manajemen
a) Perencanaan
b) Pengorganisasian
c) Penggerakan
d) Pengendalian
5) Pemasaran
54
a) Informasi pasar
b) Kontinuitas pemasaran
Data yang dikumpulkan dalam analisis penentuan pola kemitraan adalah :
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kemitraan
a) Pengembangan usaha
b) Aksesibilitas pasar
c) Permodalan
d) Penguasaan teknologi
e) Manajemen
2) Tujuan yang hendak dicapai melalui pembentukan kemitraan
a) Peluang pasar
b) Kontinuitas produk
c) Efisiensi usaha
d) Kelangsungan usaha
e) Pemberdayaan dan pembinaan
Data sekunder yang diperlukan adalah :
1) PDB sub sektor tanaman pangan tahun 1999
2) Luas panen, produksi dan produktivitas kacang tanah di Indonesia pada tahun
2001-2006
3) Konsumsi kacang tanah di Indonesia pada tahun 2001-2006
4) Neraca ekspor-impor kacang tanah pada tahun 1998-2005
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan di Kabupaten Cianjur selama 2 bulan
yaitu dari bulan Maret 2009 hingga bulan Mei 2009. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner secara terbuka kepada
responden. Responden dari pihak perusahaan mengisi kuesioner mengenai analisis
kondisi perusahaan dan analisis pola kemitraan yang paling tepat antara CV. Mitra
Priangan dengan petani kacang tanah. Sedangkan responden dari pihak petani
kacang tanah mengisi kuesioner mengenai analisis kondisi petani dan analisis pola
55
kemitraan yang paling tepat antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang
tanah. Kemudian untuk data yang mendukung penelitian berasal dari berbagai
dinas dan instansi terkait seperti, Badan Pusat Statistik (BPS), perpustakaan LSI-
IPB, Dinas Pertanian Kab. Cianjur, BAPEDA Kab. Cianjur, serta sumber pustaka
lain yang bisa menjadi acuan.
4.6 Metode Pengolahan Data
Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah Proses Hierarki
Analitik. Berdasarkan kerangka kerja PHA, penelitian diawali dengan
pengumpulan data dan informasi melalui wawancara untuk menyusun struktur
hirarki. Struktur hirarki yang telah disusun menjadi dasar untuk pembuatan
kuesioner yang diberikan pada responden. Kuesioner diberikan untuk mengetahui
pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat struktur hirarki. Sebuah hirarki
yang telah disusun dengan elemen-elemennya menjadi tidak akan berarti apabila
tidak disertai dengan nilai atau bobot. Oleh karena itu metode PHA diperlukan
untuk penentuan bobot bagi elemen di satu level yang berpengaruh terhadap bobot
elemen level di bawahnya dan pada akhirnya metode PHA dapat digunakan untuk
menghitung bobot pada setiap level untuk penilaian tujuan seluruhnya.
Dalam menerapkan metode PHA yang diutamakan adalah kualitas
responden. Data yang diperoleh melalui kuesioner responden diproses dengan
menggunakan program komputer “Expert Choice”. Program ini merupakan
program yang disusun oleh Asian Institute of Technology dan Microsoft Co.
Sedangkan total bobot dalam pengolahan vertikal hirarki keputusan diperoleh
dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Hasil pengolahan ini
kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian, gambar dan tabel.
Kerangka kerja PHA terdiri dari 8 langkah utama (Saaty 1991). Adapun
penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut :
1) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Hal yang
perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara
mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria,
dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hirarki.
56
Komponen suatu sistem dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan pada
analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam sistem.
2) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara keseluruhan.
Hirarki adalah struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar
komponen dan dampaknya terhadap sistem. Penyusunan model hirarki ini
terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat puncak hanya terdiri dari suatu variabel
atau fokus.
3) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan
dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G yang merupakan dasar untuk
melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di
bawahnya. Perbandingan berpasangan, pertama dilakukan pada variabel level
kedua (F1,F2,F3,Fn) terhadap fokus G yang ada di puncak hirarki, begitu pula
seterusnya sampai hirarki tingkat terakhir.
4) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil yang
diperoleh pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan perbandingan
berpasangan antara setiap variabel pada kolom ke-i dengan setiap variabel
pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus G. Perbandingan berpasangan
antar variabel tersebut dapat dilakukan dengan pertanyaan “Seberapa kuat
variabel baris ke-i didominasi oleh fokus G, dibandingkan kolom ke-j?”.
Untuk mengisi nilai-nilai dalam matriks banding berpasangan tersebut
digunakan angka-angka tertentu sebagai skala banding, seperti tertera pada
Tabel 7. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis
diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.
5) Memasukkan nilai-nilai kebalikkannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal
utama. Pengisian matriks banding berpasangan hanya dilakukan pada bagian
di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. Sedangkan bagian di
bawah diagonal diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari bagian di atas garis
diagonal, contohnya bila variabel F11 memiliki nilai 8 maka nilai variabel F21
adalah 1/8.
57
Tabel 7. Skala Banding Berpasangan
Nilai Definisi Penjelasan
1 Kedua variabel sama pentingnya
Dua variabel menyumbangkan sama besarnya pada sifat itu
3 Variabel yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong suatu variabel atas yang lainnya
5 Variabel yang satu lebih penting dari variabel lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong suatu variabel atas yang lainnya
7 Satu variabel sangat lebih penting dari variabel lainnya
Satu variabel dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9
Satu variabel mutlak lebih penting dari variabel lainnya
Bukti yang meyokong variabel yang satu atas variabel lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan
Nilai-nilai kebalikan
Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1991)
Tabel 8. Matriks Pendapat Individu (MPI)
G A1 A2 A3 …… An
A1 a11 a12 a13 …… a1n
A2 a21 a22 a23 …… a2n
A3 a31 a32 a33 …… a3n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An an1 an2 an3 …… ann
Sumber : Saaty (1991)
58
Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang berasal dari rata-rata
geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil
atau sama dengan 10%. Disimbolkan sebagai gij (Tabel 9).
Rumus matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m
gij = √ m ∏(aij)k k=1 Keterangan : m
∏ = perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m k=1 m √ = akar pangkat m
gij = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
(aij)k = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k
m = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan
Tabel 9. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)
G G1 G2 G3 …… Gn
G1 g11 g12 g13 …… g1n
G2 g21 g22 g23 …… g2n
G3 g31 g32 g33 …… g3n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gn gn1 gn2 gn3 …… gnn
Sumber : Saaty (1991)
6) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan prioritas vektor-vektor
prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu
pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal. Kedua-duanya dapat
digunakan untuk MPI maupun MPG.
a) Pengolahan horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas, uji
konsistensi dan revisi pendapat bila diperlukan. Tahapan perhitungan
dalam melakukan pengolahan horizontal adalah :
59
• Penentuan Vektor Prioritas
Vektor prioritas dapat dicari dengan metode berikut ini :
1) Jumlahkan setiap elemen dalam masing-masing kolom matriks pembandingan
berpasangan (MPB) yang telah terisi, dan dapatkan vektor baris Cj.
Cj = [Cj] dan Cj = Σ aij
Dimana : Cj = elemen vektor baris Cj pada kolom j.
aij = elemen MPB yang diolah pada baris ke-i dan kolom ke-j.
2) MPB yang ada dinormalisasi dengan cara membagi setiap elemen matriks
pada setiap kolom dengan elemen vektor baris CI pada kolom tersebut yang
telah didapat pada pengolahan pada langkah sebelumnya. Diperoleh matriks
normalisasi dij dengan
dij = aij cj Dimana dij = elemen MPB setelah dinormalisasi pada baris ke-i ke kolom ke-
j.
Tabel 10. Ilustrasi Pengolahan MPB pada Langkah Pertama
G A1 A2 A3 …… An
A1 a11 a12 a13 …… a1n
A2 a21 a22 a23 …… a2n
A3 a31 a32 a33 …… a3n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An an1 an2 an3 …… ann
Cj C1 C2 C3 …… Cn
Sumber : Saaty (1991)
3) Elemen-elemen matriks normalisasi yang berada dalam satu baris dijumlahkan
dan didapat vektor kolom Ei dengan ei sebagai elemennya.
Dengan fi = ei dari Fi = (fi) n
60
Dimana Fi = vektor prioritas dalam bentuk kolom dengan fi sebagai elemen
vektor pada baris ke i.
ei = elemen baris ke-i dari vektor kolom Ei.
n = jumlah baris atau kolom MPB.
Tabel 11. Ilustrasi MPB yang Telah Dinormalisasi
G A1 A2 A3 …… An
A1 d11 d12 d13 …… d1n
A2 d21 d22 d23 …… d2n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An dn1 dn2 dn3 …… dnn
Sumber : Saaty (1991)
Pengolahan MPB hingga langkah ini memberikan hasil bahwa prioritas
bagi A1 adalah fi dan seterusnya hingga bagi An adalah fn.
Tabel 12. Ilustrasi Pengolahan Matriks Normalisasi pada Langkah Berikutnya
G A1 A2 A3 …… An Ei Fi
A1 d11 d12 d13 …… d1n e1 f1
A2 d21 d22 d23 …… d2n e2 f2
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An dn1 dn2 dn3 …… dnn en fn
Sumber : Saaty (1991)
• Uji Konsistensi
Rasio inkonsistensi dari suatu MPB dapat dicari dengan terlebih dahulu
mencari nilai eigen, serta menentukan indeks rasio inkonsistensinya.
- Penentuan Nilai Eigen
61
Lihat kembali MPB dengan aij sebagai elemen-elemennya dan
vektor kolom Fi (vektor prioritas) dengan fi sebagai elemen-elemennya
pada setiap baris. Lakukan perkalian antara elemen faktor kolom Fi pada
baris tertentu dengan elemen MPB pada kolom tertentu yang nomor
kolomnya sama dengan nomor baris fi (j pada aij harus sama dengan i pada
fi). Didapat gij sebagai elemen dari suatu matriks baru Gj dengan gij = fi aij,
dimana :
gij = elemen baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks baru.
aij = elemen baris ke-i dan kolom ke-j dari MPB awal
fi = elemen vektor kolom pada baris ke-i
Tabel 13. Ilustrasi Penentuan Eigen Value pada Dua Langkah Pertama
G A1 A2 A3 …… An Hn
A1 g11 g12 g13 …… G1n h1n
A2 g21 g22 g23 …… G2n h2n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An gn1 gn2 gn3 …… gnn hn
Sumber : Saaty (1991)
4) Menjumlahkan elemen-elemen dalam matriks eigen pada baris yang sama,
kemudian diperoleh vektor kolom Hi dengan hi sebagai elemen pada baris
ke-i dengan hi = Σ gij.
dimana hi = elemen baris ke-i dari vektor kolom Hi.
5) Membagi elemen baris ke-i dari vektor kolom Hi dengan elemen ke-i dari
vektor prioritas (eigen vektor) Fi, dan diperoleh vektor kolom ii.
6) Menjumlahkan semua elemen vektor kolom ii dan menari rata-ratanya
kemudian
ii didapat eigen value dengan λmax = Σ n Dimana λ max = eigen value dan n = jumlah elemen matriks kolom ii.
62
- Penentuan Indeks Konsistensi
Dengan nilai eigen yang telah didapatkan, maka indeks konsistensi
(CI) didapat dengan formulasi : CI = λmax – n, dengan CI = Indeks
Konsistensi, serta λmax = nilai eigen
n - 1
dan n = jumlah baris kolom dari MPB.
- Penentuan Rasio Konsistensi
Rasio Konsistensi (CR) diperoleh dengan membagi CI dengan
suatu indeks random (IR) tertentu. Indeks ini menyatakan rata-rata
konsistensi dari suatu matriks perbandingan acak berukuran n (n=ordo
matriks) yang didapatkan dari suatu eksperimen. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa semakin besar ordo matriks perbandingan maka
semakin tinggi pula tingkat inkonsistensinya yang ditunjukkan melalui
nilai RI yang semakin besar.
CR ditentukan dengan CR = CI
RI
Batasan diterima tidaknya suatu konsistensi suatu matriks
sebenarnya tidak ada yang baku, hanya saja menurut beberapa eksperimen
dan pengalaman, tingkat inkonsistensi (CR) sebesar 10 persen ke bawah
adalah tingkat yang masih dapat diterima. Revisi pendapat dilakukan bila
diperlukan (nilai CR lebih dari 10 persen).
b) Pengolahan Vertikal, merupakan tahap lanjutan setelah MPI dan MPG
diolah secara horizontal. Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan
suatu prioritas pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu
hirarki terhadap fokus atau tujuan utamanya. Hasil akhir pengolahan
vertikal adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap elemen pada level
terakhir dalam suatu hirarki sasarannya. Prioritas yang diperoleh dalam
pengolahan sebelumnya disebut prioritas lokal, karena hanya berkenaan
dengan sebuah kriteria pembanding yang merupakan anggota elemen-
63
elemen level di atasnya. Apabila Xij merupakan nilai prioritas pengaruh
elemen ke-j pada level ke-i dari suatu hirarki keputusan terhadap
fokusnya, maka diformulasikan :
Xij = Σ {yij (i-1) Zt (i-1)}
Untuk i = 1,2,…,p
j = 1,2,…,r
t = 1,2,…,s
Yij = nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i berkenaan
dengan elemen ke-t pada level di atasnya (i-1) yang menjadi sifat
pembanding (sama dengan prioritas lokal elemen ke-j pada level ke-
i).
Zt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada level ke-i-1 terhadap
sasaran utama (fokus), didapat dari hasil pengolahan vertikal.
p = jumlah level keputusan dalam hirarki
r = jumlah elemen pada level ke-i
s = jumlah elemen pada level ke-i-1
7) Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki. Pengevaluasian dimulai dari
penjumlahan hasil perkalian setiap indeks konsistensi (CI) dengan prioritas
kriteria yang bersangkutan. Kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi
dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang
sesuai dengan masing-masing matriks. Selain itu, indeks inkonsistensi acak,
yang sesuai dengan masing-masing matriks. Selain itu, indeks inkonsistensi
acak juga dinilai berdasarkan prioritas kerja yang bersangkutan dan hasilnya
dijumlahkan. Hasil dari pengevaluasian ini dikatakan baik apabila rasio
inkonsistensi lebih kecil atau sama dengan 10 persen. Jika nilainya di atas 10
persen, maka mutu informasi harus ditinjau lagi dan diperbaiki. Antara lain
dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan
pengisian kuesioner dengan lebih mengarahkan responden yang mengisi
kuesioner.
64
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat 4
Tingkat 5
Keterangan : F 1,2,3,…,n = Factor (elemen faktor) P 1,2,3,…,n = People (pelaku) O 1,2,3,…,n = Object (tujuan) S 1,2,3,…,n = Strategy (skenario / tindakan) Gambar 10. Abstraksi Hirarki Keputusan Tipe Fungsional
Sumber : Saaty (1991)
Bentuk struktur hirarki dari PHA tidak memiliki bentuk yang baku. Hal ini
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kemampuan dalam mendapatkan
faktor-faktor atau unsur-unsur yang terkait dengan analisis yang dilakukan.
Bentuk umum sistem hirarki keputusan bentuk fungsional terdiri dari lima
tingkatan, dimana tingkat satu adalah elemen fokus, tingkat dua adalah elemen
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian fokus atau sasaran, tingkat tiga
adalah pelaku, tingkat empat adalah elemen tujuan dari pelaku, dan tingkat lima
adalah skenario atau tindakan. Abstraksi dari sistem hirarki keputusan yang
memiliki lima tingkat diilustrasikan pada Gambar 10.
GOAL
Fn F1 F3 F2
P1 P3
O2 O1
P2 Pn
On O3
Sn S3 S1 S2
65
V. DESKRIPSI PERUSAHAAN CV. MITRA PRIANGAN
5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
CV Mitra Priangan merupakan perusahaan swasta nasional di bidang
agribisnis yang memproduksi dan memasarkan produk-produk makanan
tradisional, khususnya kacang sangrai. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun
2000 oleh pasangan suami istri Bapak Radianto Suwito dan Ibu Solihati
Nurzanah. Tujuan pemilik mendirikan perusahaan ini yaitu agar produk “Ratih
Kacang Sangrai” dapat diterima dan berkembang luas di Indonesia, sehingga
mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas serta membantu
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Berdirinya perusahaan diawali dengan keinginan pemilik perusahaan yang
kuat bahwa suatu saat kelak usaha ini dapat menjadi sebuah usaha yang mandiri
dan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas. Pada awal
beroperasinya perusahaan hanya memproduksi kacang sangrai dalam skala kecil
yang dikemas dalam plastik sederhana. Kemudian hasil produksinya tersebut
dijajakan di Taman Kanak-kanak (TK) dekat rumah pemilik. Hasil olahan kacang
tersebut rupanya diminati konsumen sehingga setiap hari produk kacang sangrai
yang dijual laris dan keuntungannya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari
keluarga pemilik.
Kemudian proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan
melakukan pendaftaran perusahaan sesuai dengan SK Menteri Kehakiman RI
tanggal 25 Januari 1994 No. C HT 03/01/1994. CV Mitra Priangan diresmikan di
depan notaris Ny. Yayah Kurnariah, SH yang berkedudukan di Garut dengan akte
pendirian Nomor 16/2001, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) :
02.024.853.0-425.000. Selain itu perusahaan pun telah melengkapi perizinannya
melalui Dinas Kesehatan dengan diterbitkannya Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga Nomor : P-IRT No.815320501220.
66
Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini
mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 perusahaan mulai
memproduksi dan memasarkan produk kacang sangrainya di wilayah Cianjur,
Jawa Barat hingga tahun 2004. Kemudian awal tahun 2005 pemasaran mulai
diperluas ke kota Jakarta dan sekitarnya untuk memperluas market share “Ratih
Kacang Sangrai”.
5.2. Lokasi Perusahaan
Penentuan lokasi perusahaan CV. Mitra Priangan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, upah tenaga kerja yang
rendah, serta daerah pemasaran. CV. Mitra Priangan berlokasi di Jalan Slamet
Gang Duren No. 1 D RT 03/01, Kelurahan Solok Pandan, Kecamatan Cianjur,
Propinsi Jawa Barat. Lokasi perusahaan ini dianggap strategis oleh pemilik karena
Kabupaten Cianjur khususnya daerah Cianjur Selatan merupakan salah satu
daerah penghasil kacang tanah di Jawa Barat sehingga lokasi usaha dekat dengan
bahan baku. Selain itu, upah tenaga kerja (UMR) di Kabupaten Cianjur tergolong
rendah dibandingkan kota atau kabupaten lain di Jawa Barat. Letak usaha yang
strategis ini juga memudahkan dalam pemasaran produk, karena dekat dengan
pasar potensial perusahaan yaitu Jakarta, Bogor, Bandung dan Sukabumi.
5.3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi CV. Mitra Priangan adalah “Menjadi Produsen Kacang yang Berdaya
Saing Global”. Dalam mencapai visi tersebut, misi yang diemban CV. Mitra
Priangan adalah :
1) Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan produk olahan kacang yang
berkualitas internasional untuk kebutuhan pemerintah, swasta nasional dan
internasional.
2) Mengubah mindset masyarakat mengenai kacang tanah, bahwa kacang tanah
merupakan salah satu bahan pangan alternatif dengan berbagai produk
turunannya.
3) Mengembangkan inovasi penghasil olahan kacang tanah sesuai dengan
kebutuhan pasar.
67
4) Mengelola perusahaan untuk tumbuh dan berkembang dengan menerapkan
good corporate governance.
5) Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya.
5.4. Struktur Organisasi
Bentuk perusahaan Mitra Priangan adalah perusahaan komanditer (CV) di
bidang pengolahan kacang tanah, dimana perusahaan ini masih beroperasi dalam
skala yang relatif kecil. CV. Mitra Priangan dipimpin oleh seorang direktur yang
merupakan pemilik perusahaan dan bertanggung jawab penuh pada perusahaan.
Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur Organisasi CV. Mitra Priangan
Sumber : CV. Mitra Priangan, diolah
Dalam menjalankan operasionalisasi perusahaan, pemilik menerapkan
pendekatan top down dimana seluruh komando dilakukan langsung oleh pemilik
kemudian unit-unit dibawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah
direncanakan. Direktur dibantu oleh wakil direktur dan langsung membawahi
bagian produksi, bagian administrasi dan keuangan serta bagian pemasaran.
Pemilik sekaligus pimpinan CV. Mitra Priangan mengambil keputusan dalam
Direktur
Bagian Produksi
-Pengolahan bahan baku
-Pengolahan bahan jadi
-Pengemasan -Quality control
Wakil Direktur
Bagian Pemasaran
-Analisis pasar -Pemasaran swalayan -Pemasaran retail -Promosi
Bagian Administrasi & Keuangan
-Pembelian dan penjualan
-Analisa biaya -Anggaran -Akuntansi -Pengawasan intern
68
segala bidang aktivitas perusahaan dan menetapkan garis umum kebijakan
perusahaan.
5.5. Aktivitas Perusahaan
Saat ini aktivitas utama perusahaan terdiri dari pengadaan bahan baku,
pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai serta penjualan atau pemasaran
produk. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing aktivitas yang ada di CV.
Mitra Priangan.
1) Pengadaan bahan baku
Saat ini bahan baku “Ratih Kacang Sangrai” yaitu kacang tanah diperoleh
dari berbagai pihak yaitu bandar dan pemasok (supplier) yang berasal dari
berbagai daerah, seperti Garut, Cianjur, Sumedang, Tasik, Banjar, Ciamis, dan
lain-lain. Hal ini ditujukan untuk memperoleh bahan baku dengan kualitas dan
kuantitas yang baik. Semua kacang tanah yang masuk disimpan dalam gudang
penyimpanan bahan baku. Gudang penyimpanan CV Mitra Priangan sudah
memenuhi persyaratan kelayakan yaitu tidak lembab dan terdapat sirkulasi
udara yang lancar. Selanjutnya kacang tanah tersebut disortir untuk
mendapatkan kacang yang baik, yaitu tidak muda, dan pecah sehingga mudah
dikupas kulitnya.
2) Pengolahan
Pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai dilakukan CV Mitra
Priangan secara sederhana. Sarana dan prasarana yang dipergunakan adalah
tungku kayu, wajan besar, saringan pasir, alat sealer dan lain sebagainya.
Proses pengolahan tersebut dilakukan dengan melalui beberapa tahapan.
Proses pengolahan yang disajikan secara sistematis pada Gambar 12, meliputi
tahapan berikut :
a) Penyortiran I
Bahan baku yang digunakan adalah kacang tanah yang diperoleh dari
beberapa bandar di Indonesia dan mengimpor dari India. Kacang tanah
tersebut sebelum diolah harus disortir terlebih dahulu. Kacang tanah yang
memiliki mutu yang baik, yaitu tidak busuk, tidak pecah dan tidak muda,
69
adalah kacang tanah yang akan dipergunakan dalam produsi. Penyortiran
ini dilakukan agar kacang dapat dengan mudah dikupas kulitnya.
b) Pengayakan
Kacang tanah yang telah disortir kemudian dikupas kulitnya. Setelah
dikupas kulitnya, kacang tanah diayak dengan menggunakan ayakan
tampah. Tujuan dari pengayakan ini adalah untuk membersihkan kacang
tanah dari sisa-sisa kulit atau tanah.
c) Pembumbuan
Kacang tanah yang telah bersih tersebut lalu masuk dalam proses
pembumbuan, yaitu dengan membumbui kacang tanah dengan bumbu
racikan yang terdiri dari bawang putih dan garam.
d) Perendaman
Kacang tanah yang telah dibumbui tersebut kemudian masuk dalam proses
perendaman. Proses ini memerlukan waktu sekitar 24 jam. Selama sehari
semalam kacang tanah tersebut direndam dalam bumbu racikan yang
terdiri dari bawang putih dan garam. Tujuan dari perendaman ini adalah
untuk memberikan rasa asin dan gurih pada kacang tanah.
e) Pengeringan
Pengeringan kacang tanah ini dilakukan setelah proses penggaraman
selesai. Kacang tanah tersebut dikeringkan secara tradisional dengan
menjemurnya dibawah panas matahari.
f) Penyangraian
Tahap selanjutnya dari pengolahan kacang tanah ini adalah proses
penyangraian. Kacang tanah disangrai dengan pasir laut agar kacang
sangrai yang dihasilkan tidak mengandung kolesterol seperti produk
lainnya yang digoreng dengan minyak. Proses penyangraian dilakukan
dengan menggunakan tungku dan wajan atau kuali besar.
g) Penyortiran II
Kacang tanah yang telah disangrai tersebut kemudian didinginkan atau
diangin-anginkan beberapa saat agar uap panasnya hilang. Kacang tanah
70
sangrai yang telah dingin kemudian disortir kembali atau disaring dengan
memisahkan kacang dengan pasir lautnya.
h) Pengemasan
Kacang sangrai yang telah disortir dari pasir lautnya kemudian dikemas
dalam plastik. Kacang sangrai tersebut dikemas dalam beberapa ukuran
dan siap untuk dipasarkan.
Gambar 12. Tahapan Proses Pengolahan Kacang Tanah Menjadi Kacang Sangrai
3) Penjualan / pemasaran produk
Pemasaran produk “Ratih Kacang Sangrai” oleh CV Mitra Priangan telah
merambah ke daerah Jakarta, Bogor, Cianjur, Sukabumi dan Bandung.
Strategi promosi yang selama ini dilakukan CV Mitra Priangan ialah dengan
mengkuti berbagai ajang pameran produk. Terbukti strategi promosi tersebut
berhasil meningkatkan animo masyarakat terhadap produk “Ratih Kacang
Sangrai” dengan banyaknya permintaan baik perorangan maupun badan
usaha. Adapun penetrasi pasar dilakukan dengan melakukan kerja sama
dengan para distributor lokal, koperasi perusahaan, toko makanan, dan lain-
lain.
Saat ini pasar yang belum bisa dipenuhi oleh CV Mitra Priangan yaitu
berasal dari instansi swasta/pemerintah dan swalayan-swalayan besar yang
tertarik bekerjasama untuk memasarkan produk “Ratih Kacang Sangrai”,
Penyortiran I
Pengayakan Pembumbuan
Perendaman Pengeringan
Penyangraian Penyortiran II
Pengemasan
71
antara lain Alfamart, Indomart, Giant, Carrefour, Kemchicks, Superindo,
Madani Mart, dan Maskapai Garuda.
5.6. Fasilitas Perusahaan
Fasilitas yang dimiliki CV. Mitra Priangan meliputi fasilitas yang bersifat
skill dan non skill. Fasilitas yang bersifat skill merupakan sumber daya manusia
atau tenaga kerja yang dimiliki perusahaan. Sedangkan fasilitas yang bersifat non
skill meliputi seluruh peralatan dan perlengkapan yang terdapat dalam perusahaan
untuk memperlancar dan menunjang kelangsungan kegiatan perusahaan. Fasilitas
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sumber Daya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki
perusahaan. Sumberdaya disini adalah tenaga kerja yang digunakan
perusahaan dalam melaksanakan usahanya. Tenaga kerja yang ada pada CV.
Mitra Priangan terdiri dari dua macam, yaitu tenaga kerja produksi dan tenaga
kerja non produksi. Tenaga kerja produksi adalah tenaga kerja yang
melakukan proses produksi kacang sangrai, sedangkan tenaga non produksi
adalah tenaga kerja yang menangani masalah administrasi, keuangan dan
pemasaran.
Tenaga kerja pada CV. Mitra Priangan merupakan tenaga kerja yang
berasal dari keluarga atau lingkungan sekitar perusahaan, sehingga dapat
mengurangi pengangguran di daerah sekitar perusahaan. Saat ini tenaga kerja
pada CV. Mitra Priangan berjumlah 27 orang yang dibagi dalam tiga bagian,
yaitu bagian produksi terdiri dari 8 orang lulusan SD dan 6 orang lulusan
SMP. Bagian pemasaran terdiri dari 12 orang dengan pendidikan minimal
lulusan SMA, dan untuk bagian administrasi dan keuangan terdiri dari 1 orang
lulusan S1.
Menurut pernyataan direktur jumlah tenaga kerja pada CV Mitra
Priangan bersifat fleksibel, artinya dapat berubah sewaktu-waktu khususnya
untuk bagian pemasaran. Hal ini dikarenakan perusahaan sering mengikuti
72
kegiatan pameran dalam rangka meningkatkan penjualan produknya. Ketika
mengikuti pameran, perusahaan akan menambah tenaga kerja bagian
pemasaran sebagai Sales Promotion Girl (SPG).
2) Fasilitas penyimpanan
Perusahaan memiliki gudang penyimpanan di Cianjur yang berfungsi
untuk menampung bahan baku berupa kacang tanah yang didapat dari
beberapa bandar atau dari impor. Selain itu, perusahaanpun telah memiliki
gudang penyimpanan produk kacang sangrai yang telah siap untuk dipasarkan.
3) Fasilitas produksi
Fasilitas produksi berkaitan dengan fasilitas atau alat-alat yang
mendukung produksi perusahaan. Fasilitas yang dimiliki perusahaan terdiri
dari bangunan pabrik seluas ± 72 m² dengan tipe bangunan 36. Bangunan
pabrik terdiri dari beberapa bagian yang dipergunakan untuk proses produksi
kacang sangrai yaitu, gudang penyimpanan, area produksi dan tempat
penjemuran. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam proses produksi
kacang sangrai terdiri dari tungku, wajan ukuran besar, alat sealer untuk
pengemasan produk, dan lain sebagainya.
4) Fasilitas transportasi
Fasilitas ini berkaitan dengan kemudahan pengangkutan hasil produksi,
pengiriman pesanan ke konsumen serta hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan perusahaan. Fasilitas yang dimiliki perusahaan antara lain 1 buah
mobil untuk distribusi dan promosi produk melalui pameran, serta 5 buah
motor.
73
VI. KEADAAN UMUM LOKASI PETANI KACANG TANAH
6.1. Keadaan Wilayah
Wilayah Sindangbarang terletak di daerah pantai selatan Kabupaten
Cianjur, dengan jarak 110 km dari Kabupaten Cianjur. Luas wilayah Kecamatan
Sindangbarang sebesar 17.013,39 Ha, yang terdiri dari 933,86 Ha sawah serta
16.079,53 Ha lahan darat. Jumlah curah hujan dalam setahun rata-rata diatas 2500
mm. Luas wilayah Sindangbarang mencakup sembilan desa, antara lain : Desa
Saganten, Sirnagalih, Talagasari, Kertasari, Jatisari, Desa Hegarsari, Jayagiri,
Muaracikadu dan Girimukti. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan
Sindangbarang yaitu :
1) Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cibinong
2) Selatan : berbatasan dengan Laut Indonesia
3) Barat : berbatasan dengan Kecamatan Agrabinta
4) Timur : berbatasan dengan Kecamatan Cidaun
6.2. Potensi Lahan
1) Lahan Sawah
a) Pengairan teknis : 0 Ha
b) Pengairan ½ teknis : 0 Ha
c) Pengairan pedesaan : 88,0 Ha
d) Tadah hujan : 844,0 Ha
2) Lahan Darat
a) Tegalan pertanian : 9.707,81 Ha
b) Pekarangan : 886,18 Ha
c) Perkebunan rakyat : 2.769,67 Ha
d) Hutan / Perum : 2.453,36 Ha
e) Kolam : 8,51 Ha
74
6.3. Keadaan Topografi dan Klimatologi
Jenis tanah di wilayah Kecamatan Sindangbarang sebagian besar adalah
assosiasi regosol, dengan tingkat keasaman tanah (PH 4 s/d 6,5). Suhu udara
antara 20° C sampai dengan 32° C. Ketinggian tempat antara 0 m hingga 225 m
diatas permukaan laut, serta topografi 50% datar, 26% bergelombang dan 24%
berbukit. Curah hujan di wilayah Kecamatan Sindangbarang rata-rata 2.708 mm
tahun 2008, dengan jumlah hari hujan 87 hari.
6.4. Keadaan Penduduk
Kecamatan Sindangbarang memiliki jumlah penduduk 48.085 jiwa, yang
tersebar di sembilan desa. Keadaan penduduk di Kecamatan Sindangbarang dalam
tahun anggaran 2008 menurut klasifikasi umur dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nama Desa dan Klasifikasi Umur Penduduk di Kecamatan Sindangbarang Tahun Anggaran 2008
Klasifikasi Umur (Tahun)
No Nama Desa 0 s/d
6
7 s/d
15
16 s/d
23
24 s/d
54
60 ke
atas
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Saganten
Sirnagalih
Talagasari
Muaracikadu
Girimukti
Jayagiri
Jatisari
Kertasari
Hegarsari
1.257
903
377
1.522
730
500
547
826
387
1.091
851
242
1.580
708
252
731
1.075
524
793
770
413
836
578
540
416
1.182
275
4.072
4.478
2.990
2.371
3.837
2.461
3.457
1.469
1.835
849
368
383
356
456
129
203
336
126
8.062
5.370
4.405
6.666
6.309
3.884
5.354
4.888
3.147
Jumlah 7.049 7.054 5.805 24.970 3.260 42.085
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2008)
6.5. Potensi Lahan Usaha Tani
Komoditas unggulan di Kecamatan Sindangbarang diantaranya untuk
lahan sawah meliputi padi sawah, kedelai dan jagung manis, sedangkan untuk
75
lahan darat yaitu kacang tanah, jagung, padi gogo, kacang hijau serta buah-
buahan. Potensi lahan usahatani diperinci berdasarkan jumlah desa dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Nama Desa dan Luas Lahan Usahatani di Kecamatan Sindangbarang dalam Tahun Anggaran 2008
Luas Lahan Usahatani (Ha) No Nama Desa
Sawah Darat Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Saganten
Sirnagalih
Talagasari
Muaracikadu
Girimukti
Jayagiri
Jatisari
Kertasari
Hegarsari
196,7
97,75
61,75
158,00
135,00
105,00
45,31
84,30
50,00
1.843,37
1.318,02
1.551,30
2.715,00
1.208,00
2.579,00
1.466,65
1.704,59
1.514,60
2.040,28
1.415,77
1.393,25
2.675,00
1.343,00
2.874,00
1.511,96
1.788,89
1.564,60
Jumlah 933,86 16.079,53 17.013,39
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2008)
6.6. Deskripsi Kelompok Tani
Kelompok tani yang akan melakukan kemitraan dengan CV. Mitra
Priangan berjumlah dua kelompok, yang terdiri dari kelompok tani KTH Mekar
Mukti dan kelompok tani Cikawung. Adapun rincian mengenai kelompok tani
tersebut ialah sebagai berikut :
1) Kelompok Tani KTH Mekar Mukti
a) Ketua kelompok : Ucum Suherman
b) Alamat : Dusun Ciose Rt 02/05, Desa
Muaracikadu, Kec. Sindangbarang
c) Tanggal berdiri : 10 Nopember 2003
d) Jumlah anggota : 125 orang
e) Luas areal usahatani : Lahan sawah = 25 Ha
Lahan darat = 325 Ha
76
f) Komoditas yang diusahakan : padi sawah, padi gogo, kacang tanah,
kedelai
g) Keadaan pola tanam :
• Pola tanam lahan sawah :
padi sawah – padi sawah – kedelai
padi sawah – kacang tanah - kedelai
• Pola tanam lahan darat :
Kacang tanah – kacang tanah - kedelai
Padi gogo – kacang tanah – kedelai
Padi gogo – kacang tanah – kacang tanah
h) Inventaris yang dimiliki : hand sprayer, linggis, balincong
i) Jumlah produksi permusim :
• Padi sawah : 404,42 ton / musim
• Padi gogo : 220,53 ton / musim
• Kacang tanah : 375,00 ton / musim
• Kedelai : 50,00 ton / musim
2) Kelompok Tani Cikawung
a) Ketua kelompok : Ucok Gunawan
b) Alamat : Kampung Cikaroya, Desa
Muaracikadu, Kec. Sindangbarang
c) Tanggal berdiri : 14 September 2005
d) Jumlah anggota : 30 orang
e) Luas areal usahatani : Lahan sawah = 35 Ha
Lahan darat = 50 Ha
f) Komoditas yang diusahakan : padi sawah, padi gogo, kacang tanah,
kedelai
g) Keadaan pola tanam :
• Pola tanam lahan sawah :
padi sawah – padi sawah – kedelai
77
padi sawah – kacang tanah - kedelai
• Pola tanam lahan darat :
Kacang tanah – kacang tanah - kedelai
Padi gogo – kacang tanah – kedelai
Padi gogo – kacang tanah – kacang tanah
h) Inventaris yang dimiliki : hand sprayer, linggis, balincong
j) Jumlah produksi permusim :
• Padi sawah : 128,75 ton / musim
• Padi gogo : 54,75 ton / musim
• Kacang tanah : 75,00 ton / musim
• Kedelai : 10,55 ton / musim
6.7. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah pada Berbagai Level
Rantai pemasaran kacang tanah di tiap daerah berbeda-beda, namun
sebagian besar petani menjual kepada pengumpul atau tengkulak sebelum dibeli
oleh agen atau pedagang perantara dan perusahaan pengolah. Dari hasil
wawancara terhadap petani, diketahui bahwa sebagian besar hasil produksi kacang
tanah di Kecamatan Sindangbarang dipasok kepada agen atau pedagang perantara
dan perusahaan pengolah yang berada di luar Cianjur. Hanya sebesar 10 % dari
total hasil produksi kacang tanah yang ditujukan untuk pasar lokal di Kabupaten
Cianjur. Rantai pemasaran kacang tanah di daerah Sindangbarang Cianjur dapat
dilihat pada Gambar 13.
Rp. 5500
Rp. 6000
Rp. 10.000-
Rp. 8000 Rp. 8000 13.000
Petani Kacang Tanah
Pengumpul
Tengkulak/Bandar
Perusahaan Pengolah Agen/Pedagang Perantara
Pasar Lokal
78
Gambar 13. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah Sindangbarang, Cianjur Sumber : wawancara dari beberapa sumber (2009)
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1. Kondisi CV. Mitra Priangan
Kondisi perusahaan dilakukan dengan melihat kondisi lingkuangan
internal CV. Mitra Priangan, yaitu dengan mengamati faktor-faktor fungsional
perusahaan. Faktor-faktor yang akan diamati adalah faktor keuangan, sumberdaya
manusia, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan (R&D) serta
pemasaran.
7.1.1. Identifikasi Kondisi CV. Mitra Priangan
Variabel keuangan merupakan faktor yang berkenaan dengan cara
perusahaan dalam memperoleh modal usaha, menginvestasikannya dalam usaha,
menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentu dalam memperoleh keuntungan
tertentu, serta berkaitan pula dengan masalah perimbangan biaya dan keuntungan
yang ingin diraih. Hingga saat ini, modal usaha CV. Mitra Priangan diperoleh dari
pemilik perusahaan dan pemupukan laba hasil pemasaran produknya. Untuk
kedepannya perusahaan akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah dan
perusahaan juga membuka peluang bagi para investor yang ingin menanamkan
modalnya dalam usaha “Ratih Kacang sangrai”. Modal yang ada digunakan
perusahaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional, seperti pengadaan
bahan baku, pengolahan, pemasaran, serta pembayaran upah tenaga kerja harian
(tetap/tidak tetap).
Penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D)
merupakan faktor yang berkaitan erat dengan sifat dan cara perusahaan
mengembangkan produk dan jasa yang dikelolanya, keberadaan fasilitas-fasilitas
pengembangan produk dan kemungkinan pemanfaatan jasa eksternal. Pada
struktur organisasi CV. Mitra Priangan belum terdapat bagian yang menangani
R&D. Berdasarkan wawancara dengan pemilik sekaligus direktur, kegiatan
79
penelitian dan pengembangan merupakan hal yang penting bagi perusahaan,
namun untuk saat ini kegiatan tersebut belum dapat dilakukan karena biaya
kegiatan R&D yang cukup besar.
Produksi dan operasi merupakan faktor yang berkenaan dengan upaya
perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa seoptimal mungkin, penggunaan
dan pemeliharaan alat, serta aset fisik lainnya hingga masalah penempatannya.
Saat ini, sarana fisik yang dimiliki perusahaan sudah cukup memadai, seperti
adanya gudang penyimpanan bahan baku dan gudang penyimpanan produk jadi
yang memadai, serta kendaraan operasional.
Sumberdaya manusia merupakan faktor yang berkenaan dengan struktur
manajemen, pendelegasian, kompensasi, pelatihan dan pengembangan,
pemotivasian dan budaya perusahaan. Secara garis besar, faktor ini telah
disinggung pada bab deskripsi perusahaan. Struktur organisasi pada CV. Mitra
Priangan berbentuk fungsional, dimana orang dikelompokkan berdasarkan fungsi
yang mereka lakukan dalam kehidupan profesional atau menurut fungsi yang
dilakukan dalam organisasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan pembagian yang
dilakukan perusahaan kedalam bagian administrasi dan keuangan, pemasaran
serta produksi. Hubungan interpersonal dalam perusahaan terjalin dengan baik
karena tenaga kerja dan staf dalam perusahaan berasal dari keluarga atau
lingkungan sekitar perusahaan, sehingga tercipta suasana kerja yang
menyenangkan dan kekeluargaan.
Pemasaran merupakan faktor yang berkaitan dengan penetapan harga
produk, penentuan performance produksi yang siap dipasarkan, penempatan dan
promosi. Perusahaan menetapkan harga produk berdasarkan perhitungan biaya
dan laba, serta informasi harga pasar kacang tanah yang sedang berlaku.
Pemasaran CV. Mitra Priangan meliputi daerah Jakarta, Bogor, Cianjur,
Sukabumi dan Bandung. Performance produk kacang sangrai yang dipasarkan
perusahaan cukup baik dilihat dari segi kualitas produk, rasa maupun
pengemasannya. Promosi yang dilakukan perusahaan sudah cukup baik, yaitu
dengan mengikuti berbagai kegiatan pameran di beberapa daerah khususnya
Jakarta.
80
7.1.2. Analisis Kondisi CV. Mitra Priangan
Analisis kondisi perusahaan dilakukan untuk melihat kinerja manajemen
dalam perusahaan yang berkaitan dengan faktor kunci keuangan, sumberdaya
manusia, penelitian dan pengembangan (R&D), produksi dan operasi, serta
pemasaran, sehingga akan terlihat kondisi perusahaan secara keseluruhan.
Analisis dilakukan pada hirarki keputusan kondisi perusahaan yang telah diolah
dalam expert choice 2000. Dengan demikian perusahaan akan lebih mudah
menyusun rencana, ketentuan dan strategi yang akan diimplementasikan dalam
kemitraan sesuai dengan kondisi saat ini.
7.1.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan
Untuk mengetahui kondisi perusahaan perlu disusun suatu model hirarki
terlebih dahulu dalam suatu sistem analisis. Model hirarki keputusan tersusun dari
atas ke bawah dan terdiri dari empat tingkat, yaitu fokus, faktor kunci, sub faktor
dan kondisi perusahaan. Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu untuk
mengetahui kondisi perusahaan. Tingkat 2 adalah faktor-faktor kunci yang
digunakan sebagai parameter dalam penilaian kondisi perusahaan, yaitu keuangan,
sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi serta
pemasaran. Tingkat 3 merupakan subfaktor atau elemen dari masing-masing
faktor kunci yang menjadi perhatian perusahaan. Faktor kunci keuangan terdiri
dari elemen sumber dana, penerimaan usaha dan pengeluaran usaha. Faktor kunci
penelitian dan pengembangan terdiri dari keberadaan staf/tim R&D dan fasilitas
fisik. Faktor kunci sumberdaya manusia terdiri dari kualitas dan kuantitas
sumberdaya manusia. Faktor kunci produksi dan operasi terdiri dari elemen
fasilitas serta kontinuitas produksi. Sedangkan faktor kunci pemasaran terdiri dari
elemen informasi pasar dan kontinuitas pemasaran. Semua elemen tersebut akan
dianalisis sehingga akan diketahui kondisi perusahaan pada saat ini. Kondisi
perusahaan tersebut dapat dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan, yang
tercantum pada tingkat 4 hirarki keputusan.
7.1.4. Analisis Pengolahan Vertikal
81
Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki
keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masing-
masing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 11.
7.1.4.1. Analisis Faktor Kunci Perusahaan (Tingkat 2)
Pengolahan dilakukan dengan melihat perhatian perusahaan pada faktor
kunci keuangan, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumberdaya
manusia serta pemasaran, terkait dengan fokus hirarki yaitu untuk melihat kondisi
perusahaan. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Perusahaan
Faktor Kunci Bobot Prioritas
Keuangan 0,213 2
Penelitian dan pengembangan 0,051 5
Produksi dan operasi 0,110 4
Sumberdaya manusia 0,116 3
Pemasaran 0,510 1
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,07
Pemasaran merupakan faktor yang menjadi prioritas utama manajemen
perusahaan dengan bobot 0,510. Hal ini disebabkan pentingnya kepastian
pemasaran bagi setiap usaha agribisnis. Selain itu, kemampuan dalam
memperoleh informasi pasar seperti harga jual, permintaan produk di pasar,
penempatan produk siap jual serta kekontinuan pemasaran juga mempengaruhi
kelancaran usaha agribisnis. CV. Mitra Priangan merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai. Meskipun
belum lama beroperasi, perusahaan telah memiliki informasi pasar yang cukup
baik, seperti harga jual, permintaan produk di pasar, dan sebagainya. Selain itu
82
perusahaan juga memantau informasi pasar di luar negeri karena saat ini CV.
Mitra Priangan sedang menjajaki pasar ekspor.
Faktor keuangan menjadi prioritas kedua bagi manajemen dengan bobot
0,213. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pengembangan seluruh aspek usaha,
keuangan merupakan salah satu penggerak utama dalam suatu perusahaan.
Perusahaan harus memiliki ketersediaan dana yang cukup besar untuk bertahan
sebelum memperoleh keuntungan. Dalam hal ini, dana perusahaan yang tersedia
berasal dari pemilik perusahaan. Perusahaan juga mengusahakan bantuan dana
dari berbagai instansi atau badan usaha, seperti bantuan dana hibah LM3 dari
Departemen Pertanian. Selain itu, untuk mengantisipasi masalah keuangan
tersebut perusahaan memberi kesempatan para investor untuk menanamkan
modalnya di usaha pengolahan kacang ini.
Faktor sumberdaya manusia menjadi prioritas ketiga bagi manajemen
dengan bobot 0,116. Hal ini dikarenakan berbagai aktivitas akan berjalan dengan
baik dan lancar apabila didukung oleh para pelaksananya. Saat ini sumberdaya
manusia yang dimiliki perusahaan telah mencukupi dan mempunyai kualitas
memadai. Selanjutnya faktor produksi dan operasi mendapat prioritas keempat
dengan bobot 0,110. Hal ini dikarenakan perusahaan belum mampu menghasilkan
kuantitas produksi kacang sangrai sesuai dengan permintaan pasar. Produksi
kacang sangrai CV. Mitra priangan rata-rata lebih rendah dibandingkan
permintaannya. Namun jika dilihat dari segi fasilitas serta penggunaan aset-aset
fisik perusahaan telah optimal.
Faktor penelitian dan pengembangan (R&D) mendapat prioritas terakhir
yaitu kelima dengan bobot 0,051. Hal ini dikarenakan untuk saat ini perusahaan
belum terlalu menganggap penting faktor tersebut karena umur perusahaan yang
belum terlalu lama dan keterbatasan dana perusahaan. Namun perusahaan
mungkin akan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di masa yang
akan datang.
7.1.4.2. Analisis Subfaktor Kunci Perusahaan (Tingkat 3)
83
Pada pengolahan tingkat 3 ini, faktor-faktor kunci di atas dianalisis secara
lebih mendalam dengan melihat perhatian perusahaan terhadap subfaktor atau
elemen-elemen kuncinya. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 17.
Pada faktor kunci keuangan, perusahaan memberi perhatian utama pada
elemen penerimaan usaha dengan bobot 0,154. Hal ini berdasarkan pertimbangan
bahwa penerimaan dari hasil pemasaran produksi dapat dijadikan sumber modal
mandiri bagi perusahaan dan untuk kelangsungan usaha. Oleh karena itu, sumber
dana menjadi fokus perhatian kedua bagi perusahaan dengan bobot 0,034. Hal ini
disebabkan perusahaan hingga saat ini masih membutuhkan tambahan dana untuk
kelangsungan usahanya. Sedangkan pengeluaran usaha menjadi prioritas terakhir
perusahaan dengan bobot 0,026.
Dalam faktor kunci penelitian dan pengembangan (R&D), keberadaan staf
R&D dengan bobot 0,043 mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan
dengan keberadaan fasilitas R&D (0,009). Hal ini didasarkan pertimbangan
bahwa dalam mewujudkan keinginan perusahaan untuk melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan (R&D), diutamakan adanya tenaga staf ahli yang
menangani bidang tersebut. Kemudian selanjutnya akan diusahakan fasilitas-
fasilitas fisik yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan tersebut.
Tabel 17. Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Perusahaan
Faktor Kunci Subfaktor Kunci Bobot Prioritas
Keuangan Sumber dana Penerimaan usaha Pengeluaran usaha
0,034 0,154 0,026
2 1 3
Penelitian dan pengembangan Staf/tim R&D Fasilitas R&D
0,043 0,009
1 2
Produksi dan operasi Fasilitas P&O Kontinuitas P&O
0,016 0,094
2 1
Sumberdaya manusia Kualitas SDM Kuantitas SDM
0,102 0,015
1 2
Pemasaran Informasi pasar Kontinuitas pemasaran
0,074 0,436
2 1
84
Dalam faktor kunci produksi dan operasi, perusahaan memberikan
perhatian pada kontinuitas produksi dan operasi (0,094) dibandingkan dengan
fasilitas produksi dan operasi (0,016). Hal ini disebabkan saat ini perusahaan
kurang memiliki kontinuitas produksi yang lancar, sehingga perhatian perusahaan
terfokus pada elemen ini untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam hal
tersebut. Kontinuitas produksi yang lancar akan berpengaruh pada kepercayaan
pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen.
Saat ini fasilitas fisik yang dimiliki perusahaan telah cukup memadai dan
menunjang kegiatan operasional perusahaan.
Pada faktor kunci sumberdaya manusia, kualitas sumberdaya manusia
(0,102) mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan kuantitas
sumberdaya manusia (0,015). Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kualitas
sumberdaya manusia dianggap lebih berpengaruh oleh perusahaan bagi
kelangsungan usahanya. Kuantitas sumberdaya manusia dengan jumlah banyak
tidak akan berpengaruh bagi performance perusahaan, jika tidak ditunjang dengan
sumberdaya manusia yang berkualitas dengan kecakapan dan keahlian yang
memadai. Dilihat dari kondisi perusahaan saat ini, sumberdaya manusia yang
dimiliki telah cukup memadai dengan jumlah pekerja sesuai dengan kebutuhan.
Dalam faktor kunci pemasaran, kontinuitas pemasaran (0,436)
mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan informasi pasar (0,074).
Hal ini disebabkan elemen kontinuitas pemasaran merupakan hal yang sangat
penting bagi perusahaan. Kontinuitas pemasaran berpengaruh bagi kelangsungan
usaha karena menyangkut penjualan produk yang berkelanjutan. Saat ini
perusahaan telah mengalami kontinuitas pemasaran dengan jaringan pemasaran
yang tetap dan terjamin. Sedangkan dalam elemen informasi pasar, perusahaan
telah memiliki informasi pasar yang baik dan tidak pernah ketinggalan informasi.
7.1.4.3. Analisis Kondisi Perusahaan (Tingkat 4)
Hasil pengolahan vertikal pada tingkat 4 untuk melihat kondisi perusahaan
dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa secara
keseluruhan kondisi perusahaan didominasi oleh berbagai kekuatan (0,708)
dibandingkan kelemahan (0,292).
85
Tabel 18. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Perusahaan
Kondisi Bobot
Kekuatan 0,708
Kelemahan 0,292
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,02
Dari pengolahan dengan menggunakan Expert Choice, diketahui bahwa
kondisi perusahaan yang kuat terlihat dari segi pemasaran, keuangan dan
sumberdaya manusia. Sedangkan segi produksi dan operasi serta pengembangan
dan penelitian merupakan kelemahan bagi perusahaan (data terlampir). Hal diatas,
sejalan dengan kondisi CV. Mitra Priangan yang masih sanggup bertahan dalam
pasar dengan jumlah permintaan terhadap produk kacang sangrainya yang
meningkat dari tahun ke tahun. Rasio inkonsistensi secara keseluruhan sebesar
0,02, hal ini menunjukkan bahwa hasil penilaian perusahaan dapat diterima dan
memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi.
86
Tingkat 1 :
Fokus
Tingkat 2 :
Faktor
Tingkat 3 :
Sub Faktor
Tingkat 4 :
Kondisi
Keterangan : * = kekuatan
Fasilitas
Fisik
0,009
Staf/Tim
R&D
0,043
Kontinuitas
Pemasaran
0,436
Informasi
Pasar
0,074
Kontinuitas
0,094
Fasilitas
0,016
Kekuatan
0,708
Kelemahan
0,292
Penerimaan
0,154
Pengeluaran
0,026
Kondisi Perusahaan
Keuangan
0,213*
Produksi dan
Operasi
0,110**
Penelitian &
Pengembangan
0,051**
Pemasaran
0,510*
Sumberdaya
Manusia
0,116*
Kuantitas
0,015
Kualitas
0,102
Sumber
Dana
0,034
87
** = kelemahan
Rasio Inkonsistensi (RI) keseluruhan = 0,02
Gambar 14. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Perusahaan
7.2. Kondisi Petani Kacang Tanah
Kondisi petani kacang tanah di daerah Cianjur dilakukan dengan
mengamati faktor kunci yang berkaitan erat dengan aspek-aspek yang dimiliki
petani secara umum. Faktor-faktor tersebut adalah modal, produksi, teknologi,
manajemen dan pemasaran.
7.2.1. Identifikasi Karakteristik Umum Petani Kacang Tanah
Permodalan merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani
dalam meyediakan modal dan pemupukan modal, termasuk aksesibilitas petani
terhadap sumber-sumber perolehan modal. Modal yang dimaksud terdiri dari
modal berupa uang maupun yang berupa fasilitas fisik atau sarana produksi yang
dimiliki petani. Modal berupa uang berasal dari modal yang dimiliki petani
sendiri. Modal tersebut digunakan petani untuk membiayai pengelolaan
usahataninya maupun untuk membeli sarana produksi. Sedangkan modal berupa
fasilitas fisik atau sarana produksi seperti hand sprayer, cangkul, linggis,
balincong dan lain-lain, pada umumnya dimiliki oleh petani sendiri.
Produksi merupakan faktor yang berkenaan dengan kemampuan petani
untuk menghasilkan produksi secara optimal, baik dari segi kualitas, kuantitas
maupun kontinuitas. Kualitas produksi kacang tanah yang dihasilkan petani di
daerah Sindangbarang, Cianjur masih ditentukan oleh permintaan pasar. Hal
tersebut dikarenakan petani melakukan panen sesuai dengan permintaan pembeli,
dimana saat itu jumlah kacang tanah masih tergolong sedikit dan harganya cukup
tinggi. Sehingga walaupun belum masuk waktu panen raya, petani tetap memanen
kacang tanahnya. Sebenarnya kualitas kacang tanah di daerah Cianjur tersebut
88
cukup baik jika dipanen sesuai waktunya. Akan tetapi persaingan pasar menuntut
para pembeli untuk sesegera mungkin melakukan pembelian agar tidak didahului
oleh pembeli lainnya. Dilihat dari segi kuantitas, daerah Sindangbarang termasuk
salah satu daerah penghasil kacang tanah terbanyak di Cianjur. Produksi kacang
tanah di Sindangbarang tidak dapat selalu dipastikan jumlahnya pada setiap
musim panen, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kacang
tanah yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kondisi cuaca,
angin, curah hujan yang tidak stabil, serta serangan hama penyakit. Rata-rata
produksi kacang tanah tiap musim panennya antara 1,7 ton hingga 2,8 ton kacang
tanah.
Teknologi merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani
dalam menerapkan dan menguasai teknik usahatani kacang tanah, seperti teknik
pembibitan, budidaya, pemanenan, penggunaan alat-alat produksi, pemakaian
obat-obatan serta pemupukan. Pada umumnya petani kacang tanah di daerah
Sindangbarang, Cianjur telah memiliki keterampilan yang cukup dalam
penguasaan teknologi. Kemampuan tersebut diperoleh berdasarkan kebiasaan atau
pengalaman sebelumnya baik dari petani sendiri, pengalaman rekan sesama petani
maupun informasi dari penyuluh pertanian Kabupaten Cianjur.
Manajemen merupakan faktor yang berkenaan dengan kemampuan petani
dalam mengelola dan mengatur usahataninya secara professional, baik berupa
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun pengendalian usaha.
Perencanaan usahatani berkaitan dengan kemampuan petani memilih sasaran,
kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan dalam usahataninya, seperti
merencanakan waktu tanam, masa panen dan jumlah pekerja yang diperlukan.
Pengorganisasian usahatani berkaitan dengan kemampuan petani dalam
menentukan pekerjaan yang harus dilakukan dalam usahataninya,
mengelompokkan tugas-tugas usahatani dan melakukan pembagian kerja terhadap
setiap tenaga kerjanya. Penggerakan kegiatan usahatani berkaitan dengan
kemampuan petani dalam membimbing dan mengarahkan tenaga kerjanya dalam
melakukan tugas-tugasnya, serta mengatur semua kegiatan usahataninya.
Sedangkan pengendalian usahatani berkaitan dengan kemampuan petani dalam
mengawasi pelaksanaan kegiatan usahataninya. Kemampuan manajemen secara
89
keseluruhan telah dimiliki oleh petani kacang tanah di daerah Sindangbarang,
Cianjur meskipun dengan cara yang masih sangat sederhana.
Pemasaran merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani
dalam memperoleh informasi pasar, seperti harga jual dan permintaan produk di
pasar serta kontinuitas pemasaran. Pada umumnya pemasaran hasil panen petani
dilakukan oleh bandar atau tengkulak dengan pembelian pra panen atau sistem
tebas. Posisi tawar menawar petani pada umumnya kurang kuat, sehingga harga
jual kacang tanah biasanya ditetapkan oleh bandar atau tengkulak. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya informasi petani mengenai harga kacang tanah di
pasar, biasanya petani mengetahui informasi pasar melalui bandar atau tengkulak
itu sendiri.
7.2.2. Analisis Kondisi Petani Kacang Tanah
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi petani kacang
tanah di daerah Sindangbarang, Kabupaten Cianjur. Analisis ini dilakukan dengan
meninjau beberapa aspek yakni permodalan, produksi, teknologi, manajemen dan
pemasaran. Analisis dilakukan pada hirarki keputusan kondisi petani yang telah
diolah dalam expert choice 2000. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui
kondisi petani pada saat ini, sehingga perusahaan akan lebih mudah dalam
menentukan pola kerjasama yang sesuai antara petani kacang tanah dengan
perusahaan.
7.2.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan
Untuk mengetahui kondisi perusahaan perlu disusun suatu model hirarki
terlebih dahulu dalam suatu sistem analisis. Sistem analisis dalam hirarki
keputusan yang akan dibentuk, dibuat dalam upaya melihat kondisi petani kacang
tanah di daerah Sindangbarang, Cianjur. Model ini dibentuk berdasarkan hasil
rangkuman dari berbagai sumber yang mengemukakan karakteristik petani secara
umum. Model hirarki keputusan tersusun dari atas ke bawah dan terdiri dari empat
tingkat, yaitu fokus, faktor kunci, sub faktor dan kondisi petani.
Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu untuk mengetahui kondisi petani
kacang tanah. Tingkat 2 adalah faktor-faktor kunci yang menggambarkan unsur-
90
unsur yang melekat pada individu petani dalam melakukan usahataninya, yaitu
modal, produksi, teknologi, manajemen dan pemasaran. Tingkat 3 merupakan
subfaktor atau elemen-elemen kunci yang merupakan penjabaran dari faktor-
faktor kunci pada level diatasnya. Faktor kunci permodalan terdiri dari elemen
sumber dana, penerimaan usaha, pengeluaran usaha serta fasilitas fisik. Faktor
kunci produksi terdiri dari elemen kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi.
Faktor kunci teknologi tidak dijabarkan ke dalam elemen-elemen kunci. Faktor
kunci manajemen terdiri dari elemen kunci perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengendalian usaha. Sedangkan faktor kunci pemasaran terdiri
dari elemen informasi pasar dan kontinuitas pemasaran. Semua elemen tersebut
akan dianalisis sehingga akan diketahui kondisi petani kacang tanah pada saat ini.
Kondisi petani tersebut dapat dilihat dari kekuatan dan kelemahan petani, yang
tercantum pada tingkat 4 hirarki keputusan.
7.2.4. Analisis Pengolahan Vertikal
Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki
keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masing-
masing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 12.
7.2.4.1. Analisis Faktor Kunci Petani (Tingkat 2)
Pengolahan dilakukan dengan melihat perhatian petani kacang tanah pada
faktor-faktor kunci kondisi petani pada umumnya. Hasil pengolahan vertikal dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Petani
Faktor Kunci Bobot Prioritas
Modal 0,271 2
Produksi 0,451 1
Teknologi 0,136 3
Manajemen 0,045 5
Pemasaran 0,098 4
91
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,06
Hasil pengolahan menunjukkan bahwa petani menempatkan faktor
produksi sebagai prioritas utama dengan bobot 0,451. Hal ini disebabkan produksi
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani. Produksi kacang tanah di
Cianjur secara umum cukup bagus, hal ini selain dipengaruhi pengelolaan
usahatani yang baik juga didukung oleh unsur-unsur alam, seperti ketinggian
tempat yang sesuai, suhu, curah hujan dan kecepatan angin yang mendukung.
Dilihat dari kondisi petani saat ini, pada umumnya petani memiliki kemampuan
yang cukup dalam hal kuantitas dan kontinuitas produksi. Sedangkan dalam hal
kualitas produksi, diakui petani kualitas kacang tanah dipengaruhi oleh
permintaan pasar dimana petani terkadang memanen kacang tanahnya sebelum
masa panen. Hal tersebut disebabkan adanya persaingan diantara pembeli,
sehingga mendesak para pembeli untuk segera melakukan pembelian walaupun
belum masuk waktu panen raya.
Faktor modal menjadi prioritas kedua petani dengan bobot sebesar 0,271.
Hal ini disebabkan modal sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani
kacang tanah. Pada umumnya para petani sangat mengharapkan bantuan berupa
modal untuk memajukan usahataninya, terutama modal untuk membiayai kegiatan
usahatani sehari-hari. Biasanya pada waktu pemupukan, petani sangat
membutuhkan dana dengan jumlah yang cukup besar untuk membeli pupuk.
Sehingga pada masa pemupukan sebagian besar petani meminjam dana pada
pemilik modal perorangan dan bank keliling, atau bahkan terkadang petani
terpaksa mengijonkan tanamannya kepada tengkulak agar dapat meneruskan
usahataninya. Sedangkan modal usaha pada awal musim tanam atau untuk
membuka kebun dapat diusahakan sendiri oleh petani, sebagian petani juga telah
memproduksi bibit kacang tanah untuk dijual kembali dan dipergunakan dalam
usahataninya.
Faktor teknologi menjadi prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,136.
Pada umumnya kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknik
budidaya kacang tanah telah cukup baik, karena kacang tanah telah cukup lama
dibudidayakan di daerah Sindangbarang, Cianjur. Kemampuan petani tersebut
92
diperoleh dari pengalaman rekan sesama petani, pengalaman sendiri pada
budidaya sebelumnya maupun informasi dari penyuluh pertanian Kabupaten
Cianjur.
Faktor pemasaran mendapat prioritas keempat dengan bobot 0,098. Dilihat
dari kondisi saat ini, petani telah memiliki jaringan pemasaran yang pasti,
terutama bila hasil panen melimpah. Namun dalam hal pemasaran ini,
kemampuan petani dalam memperoleh informasi pasar belum cukup baik. Petani
pada umumnya mengetahui harga yang berlaku di pasaran dari para bandar atau
tengkulak, sehingga posisi tawar petani kurang kuat dalam penentuan harga jual.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kemitraan dengan perusahaan guna
mengantisipasi masalah tersebut, sehingga petani dapat memperoleh harga yang
sesuai dan tidak merugikan petani.
Faktor manajemen menjadi prioritas terakhir yaitu keempat dengan bobot
0,045. Manajemen merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam kegiatan
usahatani. Tanpa manajemen yang baik, usahatani tidak akan berjalan dengan
baik. Kegiatan manajemen usahatani tersebut dapat meliputi pengaturan waktu
tanam, waktu panen, pembagian tugas dan sebagainya. Petani pada umumnya
kurang memperhatikan faktor ini karena melakukan usahataninya atas faktor
kebiasaan dan pengalaman sebelumnya. Namun begitu, kemampuan petani
kacang tanah dalam mengelola usahataninya telah cukup baik. Pengelolaan
budidaya kacang tanah ditangani sendiri oleh petani dengan dibantu para
pekerjanya.
7.2.4.2. Analisis Subfaktor Kunci Petani (Tingkat 3)
Pada tingkat ini akan dianalisis elemen-elemen dari tiap faktor kunci pada
petani kacang tanah. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil
pengolahan menunjukkan dalam faktor kunci modal, petani memberikan perhatian
utama pada elemen fasilitas fisik (0,128), kemudian dilanjutkan elemen sumber
dana (0,081), elemen penerimaan usaha (0,017), dan terakhir pada elemen
pengeluaran usaha (0,017). Fasilitas fisik seperti cangkul, linggis, balincong dan
alat-alat produksi lainnya sangat berpengaruh pada kegiatan usahatani kacang
tanah. Tanpa fasilitas fisik yang cukup dan memadai akan menghambat aktivitas
93
produksi petani, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas dan
kuantitas kacang tanah yang dihasilkan. Hal ini membuat petani menjadikan
elemen fasilitas fisik sebagai prioritas utama. Sumber dana menjadi prioritas
kedua bagi petani. Sumber dana yang dimiliki petani berasal dari modal sendiri
maupun modal pinjaman. Dalam perolehan sumber dana petani tidak begitu
mengalami kesulitan. Modal pinjaman diperoleh petani dari pemilik modal
perorangan tanpa adanya jaminan, peminjaman berdasarkan pada kepercayaan
antar kedua pihak. Pengeluaran usaha selama ini dilakukan untuk biaya kegiatan
usahataninya. Pada umumnya pengeluaran usaha lebih besar pada masa
pemupukan. Petani biasanya harus meminjam pada pemilik modal perorangan dan
“bank keliling”, atau bahkan terkadang petani terpaksa mengijonkan
usahataninya.
Tabel 20. Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Petani
Faktor Kunci Subfaktor Kunci Bobot Prioritas
Modal Sumber dana Penerimaan usaha Pengeluaran usaha Fasilitas fisik
0,081 0,044 0,017 0,128
2 3 4 1
Produksi Kualitas produk Kuantitas produk Kontinuitas produk
0,032 0,293 0,126
3 1 2
Manajemen Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan Pengendalian
0,006 0,003 0,013 0,022
3 4 2 1
Pemasaran Informasi pasar Kontinuitas pemasaran
0,078 0,020
1 2
Pada faktor kunci produksi, petani memberikan perhatian utama pada
kuantitas produksi dengan bobot 0,293. Menurut petani, produksi kacang tanah
dalam jumlah yang banyak pada setiap kali panen akan memberikan pemasukan
yang tinggi. Kontinuitas produksi mendapat prioritas kedua bagi petani dengan
bobot 0,126. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kontinuitas produksi yang
94
lancar akan berpengaruh pada kepercayaan pasar terhadap kemampuan petani
dalam memenuhi permintaan pembeli. Dari wawancara diketahui bahwa
kontinuitas produksi kacang tanah cukup kontinu walaupun masih ada satu
periode tanam yang belum terpenuhi. Ini terlihat dari panen yang dihasilkan
maksimal 2 kali dalam setahun, sedangkan umur tanam ± 4 bulan. Dari
wawancara hal tersebut dikarenakan rata-rata petani di daerah Sindangbarang
masih mengusahakan dua jenis tanaman yaitu padi dan kacang tanah, sehingga
ketika musim hujan petani akan menanam padi dan sedikit sekali petani yang
menanam kacang tanah. Selanjutnya elemen yang mendapat prioritas terakhir
adalah kualitas produksi dengan bobot 0,032. Kualitas kacang tanah yang bagus
akan memberikan penerimaan usaha yang besar pula, karena harga jualnya tinggi.
Akan tetapi, saat ini petani kurang memperhatikan faktor kualitas produksi,
karena petani lebih mengutamakan kuantitas yang banyak sehingga penerimaan
usaha lebih tinggi.
Pada faktor kunci manajemen, petani memberikan prioritas utama pada
elemen pengendalian (0,022), kemudian dilanjutkan dengan penggerakan (0,013),
perencanaan (0,006) dan pengorganisasian usahatani (0,003). Pengendalian
usahatani berkaitan dengan hal pengawasan kegiatan usahatani. Pengendalian
usahatani penting dilakukan agar mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan.
Pengawasan semua kegiatan usahatani dilakukan oleh petani, termasuk
mengawasi pekerjaan para pekerjanya setiap hari. Penggerakan merupakan
prioritas kedua bagi petani dalam hal manajemen. Pekerjaan-pekerjaan dalam
kegiatan usahatani kacang tanah dilakukan oleh pekerja dengan bimbingan,
pengarahan dan pengawasan dari petani. Bagi petani kegiatan penggerakan sangat
penting, karena apabila bimbingan pada buruh tani tidak dilakukan dengan baik
maka akan dapat menurunkan kinerja petani sehingga akan mempengaruhi hasil
panen. Perencanaan menjadi prioritas ketiga bagi petani. Dalam kegiatan
usahataninya petani melakukan perencanaan berdasarkan pengalamannya dalam
berusahatani. Perencanaan tersebut pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi di
lapang. Selanjutnya elemen pengorganisasian menjadi prioritas terakhir bagi
petani. Dalam mempekerjakan pekerjanya, petani belum membuat
95
pengelompokkan tugas kerja dan melakukan pembagian tugas-tugas tersebut
kepada tenaga kerjanya.
Pada faktor kunci pemasaran, petani memberi prioritas lebih besar pada
elemen informasi pasar (0,078) dibandingkan dengan kontinuitas pemasaran
(0,020). Informasi pasar menjadi prioritas utama dikarenakan elemen ini sangat
penting dalam penentuan harga jual kacang tanah kepada para bandar atau
tengkulak. Pada umumnya petani cenderung kurang mengetahui harga pasar yang
berlaku. Selama ini informasi pasar didapatkan petani dari bandar atau tengkulak
yang membeli hasil produksi kacang tanahnya.
7.2.4.3. Analisis Kondisi Petani (Tingkat 4)
Hasil pengolahan vertikal pada tingkat 4 untuk mengetahui kondisi petani
kacang tanah dari berbagai aspek dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil pengolahan
menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisi petani cenderung menunjukkan
kekuatan (0,596) pada berbagai aspek dibandingkan kelemahan (0,404). Hal ini
dikarenakan petani telah menjalani profesinya dalam waktu yang cukup lama,
sehingga telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengelola
usahataninya dengan baik.
Tabel 21. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Petani
Kondisi Bobot
Kekuatan 0,596
Kelemahan 0,404
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,08
Dari pengolahan dengan menggunakan Expert Choice, diketahui bahwa
kondisi petani kacang tanah yang kuat terlihat dari segi produksi, teknologi dan
modal. Sedangkan segi pemasaran serta manajemen merupakan kelemahan bagi
petani (data terlampir). Rasio inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,08, hal
ini menunjukkan bahwa hasil penilaian petani dapat diterima dan dipercaya.
96
Tingkat 1 :
Fokus
Tingkat 2 :
Faktor
Tingkat 3 :
Sub Faktor
Tingkat 4 :
Kondisi
Kondisi Petani
Manajemen
0,045**
Teknologi
0,136*
Produksi
0,451*
Modal
0,271*
Pemasaran
0,098**
Kuantitas
0,293*
Kualitas
0,032
Kontinuitas
0,126*
Penerimaan
0,044*
Sumber
Dana
0,081
Fasilitas fisik
0,128*
Pengeluaran
0,017
Pengorganisasian
0,003**
Pengendalian
0,022
Penggerakan
0,013**
Perencanaan
0,006
Kontinuitas
0,020
Info Pasar
0,078**
Kekuatan
0,596
Kelemahan
0,404
97
Keterangan : * = kekuatan ** = kelemahan
Rasio Inkonsistensi (RI) secara keseluruhan = 0,08
Gambar 15. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Petani
7.3. Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Sesuai antara CV. Mitra
Priangan dengan petani
Analisis ini dilakukan untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai
untuk diterapkan dalam rencana pembentukan kemitraan antara CV. Mitra
Priangan dan petani kacang tanah yang berkaitan dengan faktor yang mendorong
terbentuknya kemitraan, pelaku kemitraan dan tujuan yang diharapkan dalam
kemitraan. Diharapkan penentuan pola kemitraan di awal proses pembentukan
kemitraan ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan dan
kemitraan yang akan terbentuk dapat berjalan dengan baik dan efisien.
7.3.1. Identifikasi Model Hirarki Keputusan
Model hirarki keputusan tersusun dari atas ke bawah dan terdiri atas lima
tingkat, yaitu faktor yang mendorong kemitraan, pelaku, tujuan kemitraan dan
alternatif pola kemitraan. Model hirarki ini merupakan gabungan pendapat antara
kedua pelaku kemitraan dalam fokus menentukan pola kemitraan yang paling
ideal. Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu penentuan pola kemitraan yang
paling sesuai antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah. Pada
Tingkat 2 dicantumkan faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan.
Faktor-faktor tersebut adalah pengembangan usaha, aksesibilitas pasar,
permodalan, transfer teknologi dan transfer manajemen. Kemudian tingkat 3
merupakan pelaku kemitraan, yaitu CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah.
Pada tingkat 4 dijabarkan tujuan kemitraan antara lain kontinuitas produk,
peluang pasar, kelangsungan usaha, efisiensi usaha serta pemberdayaan dan
98
pembinaan. Pada tingkat terakhir yaitu tingkat 5 terdapat alternatif pola kemitraan
yang ada, yaitu pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola
keagenan dan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).
7.3.2. Analisis Pengolahan Horisontal
Dalam analisis horisontal, semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki
keputusan dibobot secara relatif terhadap elemen satu tingkat diatasnya. Analisis
horisontal bertujuan untuk melihat prioritas alternatif keputusan dari elemen-
elemen pada satu tingkat terhadap elemen diatasnya.
7.3.2.1. Analisis Faktor Kemitraan (Tingkat 2)
Pengolahan pada tingkat kedua ini memperlihatkan perhatian terhadap
faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan antara kedua pelaku
kemitraan. Analisis faktor kemitraan ini dihubungkan dengan tingkat diatasnya,
yaitu fokus penentuan pola kemitraan menurut kedua pihak diukur secara
bersama. Hasil pengolahan horisontal dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Susunan Bobot Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 2 (Elemen Faktor Kemitraan)
Faktor Kemitraan Bobot Prioritas
Pengembangan usaha 0,367 1
Aksesibilitas pasar 0,105 4
Permodalan 0,329 2
Penguasaan teknologi 0,125 3
Manajemen 0,074 5
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,04
Dari hasil pengolahan menunjukkan faktor pengembangan usaha sebagai
prioritas pertama menurut kedua pelaku kemitraan dengan bobot 0,367.
Pembentukan kemitraan diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi
kemampuan kedua pihak kemitraan yaitu CV. Mitra Priangan dan petani untuk
mengembangkan usahanya. Sehingga dapat diperoleh hasil output yang maksimal
dan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya.
99
Faktor permodalan menjadi prioritas kedua dengan bobot 0,329. Faktor
permodalan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan baik sebelum dan
sesudah badan usaha didirikan. Modal merupakan salah satu faktor produksi
selain sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan keterampilan (skill), yang
harus dipenuhi perusahaan untuk mampu menciptakan hasil produksi dan
kemudian meraih keuntungan yang memuaskan. Usaha kemitraan yang akan
dilakukan oleh CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah merupakan suatu
langkah untuk memadukan modal masing-masing pelaku yang berbeda-beda.
Permodalan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam
menjalankan usaha, karena kendala dalam faktor ini akan menyebabkan
terhentinya kegiatan usaha di tengah jalan.
Faktor penguasaan teknologi menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0,125.
Faktor penguasaan teknologi berhubungan dengan penguasaan dan penerapan
teknologi yang berkaitan dengan bidang usaha. Bagi kedua pihak, kekuatan
inovasi teknologi sangat penting untuk mendukung kesiapan keduanya dalam
menghadapi perubahan pasar yang cepat dan untuk menjadikan kedua pihak
berdaya saing tinggi di pasar.
Faktor aksesibilitas pasar menjadi prioritas keempat bagi kedua pihak
dengan bobot 0,105. Aksesibilitas pasar adalah kemudahan memasuki pasar bagi
produk yang dihasilkan. Dengan terbentuknya kemitraan petani tidak mengalami
kesulitan dalam memasarkan produknya. Sedangkan perusahaan mendapatkan
kelancaran dalam hal pasokan bahan baku, sehingga pemasaran produk kacang
sangrainya dapat memenuhi permintaan pasar.
Faktor manajemen dengan bobot 0,074 menjadi prioritas kelima.
Manajemen merupakan kemampuan pengelolaan atau pengaturan profesionalisme
yang diterapkan pada suatu badan usaha. Biasanya pihak yang harus memperoleh
perhatian dalam hal ini adalah petani yang belum terlalu memperhatikan bidang
manajemen dan belum memiliki banyak sumberdaya manusia yang berkualitas.
Biasanya petani mengandalkan tradisi atau kebiasaan generasi sebelumnya dalam
pengelolaan usahanya.
7.3.2.2. Analisis Pelaku Kemitraan (Tingkat 3)
100
Pada pengolahan ini akan membahas sejauhmana kepentingan pelaku
terhadap faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan. Dari hasil
pengolahan, terlihat bahwa petani memiliki tingkat kepentingan relatif lebih
tinggi dibandingkan perusahaan dalam pembentukan kemitraan ini. Hal ini
terbukti dengan nilai bobot petani yang lebih besar pada beberapa elemen faktor.
Hasil pengolahan horisontal pada pelaku kemitraan dapat dilihat pada Tabel 23.
Dalam hubungannya dengan faktor pengembangan usaha, terlihat bahwa
kedua pelaku memiliki tingkat kepentingan yang sama. CV. Mitra Priangan dan
petani sama-sama mengharapkan dengan adanya pembentukan kemitraan dapat
membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak untuk
mengembangkan usahanya. Sehingga kedepannya kedua pihak dapat
mengembangkan seluruh potensi yang ada serta dapat memperoleh keuntungan
yang maksimal.
Tabel 23. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 3 (Elemen Pelaku Kemitraan)
Pelaku Faktor Kemitraan
CV. Mitra Priangan Petani
Rasio
Inkonsistensi
Pengembangan usaha 0,500 (1) 0,500 (1) 0,0
Aksesibilitas pasar 0,845 (1) 0,155 (2) 0,0
Permodalan 0,167 (2) 0,833 (1) 0,0
Penguasaan teknologi 0,227 (2) 0,773 (1) 0,0
Manajemen 0,227 (2) 0,773 (1) 0,0
Ket : ( ) = Urutan prioritas
Dalam hubungannya dengan faktor aksesibilitas pasar, CV. Mitra Priangan
menjadi prioritas pertama dengan bobot 0,845. Prioritas kedua adalah petani
dengan bobot 0,155. CV. Mitra Priangan memiliki tingkat kepentingan yang
tinggi pada faktor aksesibilitas pasar. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa
dengan adanya pembentukan kemitraan antara perusahaan dengan petani kacang
tanah maka perusahaan mendapatkan kelancaran dalam hal pasokan bahan baku,
101
sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya
sesuai dengan permintaan pasar.
Kemudian relevan dengan faktor permodalan, penguasaan teknologi dan
manajemen, terlihat bahwa petani memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi
dibandingkan CV. Mitra Priangan. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa petani
masih membutuhkan bantuan perusahaan di bidang-bidang tersebut. Dari
wawancara didapatkan bahwa pada umumnya petani kurang memperhatikan
faktor manajemen, karena petani melakukan usahataninya atas faktor kebiasaan
dan pengalaman sebelumnya. Sedangkan dalam kaitannya dengan penguasaan
teknologi, petani telah memiliki keterampilan yang cukup dalam budidaya kacang
tanah. Namun diakui petani, mereka masih tetap memerlukan bimbingan teknik
usahatani kacang tanah, seperti teknik pembibitan, pemakaian obat-obatan,
pemupukan, dan sebagainya, agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
kacang tanah yang dihasilkan. Dalam faktor permodalan, petani sangat
mengharapkan bantuan modal dari perusahaan untuk memajukan usahataninya,
terutama modal untuk membiayai kegiatan pemupukan.
7.3.2.3. Analisis Tujuan Kemitraan (Tingkat 4)
Dari pelaku kemitraan, menurunkan tujuan kemitraan menurut kedua
belah pihak. Tujuan kemitraan harus mendapatkan perhatian, karena tujuan dalam
pembentukan kemitraan ini menjadi pendorong dari dalam bagi setiap pelaku.
Pada akhirnya dengan pola kemitraan yang ideal, maka akan mampu
mengakomodasi kepentingan dari masing-masing pelaku. Pengolahan horisontal
pada tujuan kemitraan ini hanya bertujuan untuk melihat pengaruh elemen
terhadap level diatasnya. Hasil pengolahan horisontal dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 4 (Elemen Tujuan Kemitraan)
Tujuan Kemitraan
Pelaku Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Efisiensi Usaha
Kelangsungan Usaha
Pemberdayaan &
Pembinaan
RI
CV. MP 0,093 (4)
0,420 (1)
0,201 (2)
0,199 (3)
0,087 (5)
0,02
102
Petani 0,137 (3)
0,103 (5)
0,111 (4)
0,289 (2)
0,360 (1)
0,02
Ket : ( ) = Prioritas, CV. MP = CV. Mitra Priangan, RI = Rasio Inkonsistensi
Dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan
terhadap CV. Mitra Priangan, terlihat bahwa prioritas pertama perusahaan adalah
kontinuitas produk dengan bobot 0,420. Prioritas kedua adalah efisiensi usaha
dengan bobot 0,201. Prioritas ketiga adalah kelangsungan usaha dengan bobot
0,199. Prioritas keempat adalah peluang pasar dengan bobot 0,093. Dan prioritas
terakhir adalah pemberdayaan dan pembinaan dengan bobot 0,087.
Kemudian dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap petani,
terlihat bahwa pemberdayaan dan pembinaan menjadi prioritas utama bagi petani
dengan bobot 0,360. Prioritas kedua adalah kelangsungan usaha dengan bobot
0,289. Prioritas ketiga adalah peluang pasar dengan bobot 0,137. Prioritas
keempat adalah efisiensi usaha dengan bobot 0,111. Dan prioritas terakhir adalah
kontinuitas produk dengan bobot 0,103.
7.3.2.4. Analisis Pola Kemitraan (Tingkat 5)
Tingkat kelima yang merupakan level terakhir merupakan alternatif pola
kemitraan yang ideal. Pada pengolahan horisontal elemen pola kemitraan
diturunkan dari elemen setingkat di atasnya, yaitu elemen tujuan kemitraan. Hasil
pengolahan horisontal pada pola kemitraan dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 5 (Elemen Pola Kemitraan)
Pola Kemitraan Tujuan
Kemitraan Inti Plasma
Sub kontrak
Dagang Umum Keagenan KOA
RI
Peluang pasar 0,339 (2)
0,133 (3)
0,078 (4)
0,043 (5)
0,407 (1)
0,02
Kontinuitas produk
0,269 (2)
0,156 (3)
0,076 (4)
0,041 (5)
0,457 (1)
0,03
Efisiensi usaha 0,290 (2)
0,153 (3)
0,078 (4)
0,038 (5)
0,441 (1) 0,04
103
Kelangsungan usaha
0,350 (2)
0,162 (3)
0,082 (4)
0,036 (5)
0,370 (1)
0,05
Pemberdayaan dan pembinaan
0,361 (2)
0,157 (3)
0,057 (4)
0,036 (5)
0,390 (1) 0,04
Ket : ( ) = Prioritas, KOA = Kerjasama Operasionalisasi Agribisnis, RI = Rasio Inkonsistensi
Dari hasil pengolahan horisontal pada pola kemitraan relevan dengan
tujuan kemitraan, terlihat bahwa seluruh tujuan kemitraan menghasilkan urutan
prioritas yang sama yaitu pola KOA, pola inti plasma, pola subkontrak, pola
dagang umum dan yang terakhir pola keagenan. Dalam tujuan memperolah
peluang pasar menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA (Kerjasama
Operasional Agribisnis). Dengan pola KOA, petani berharap bisa memperoleh
jaminan pemasaran yang pasti dengan harga jual yang wajar dan tidak merugikan
petani.
Dalam tujuan memperoleh kontinuitas produk, pola KOA menjadi
prioritas utama. Dengan pola KOA ini, CV. Mitra Priangan akan memperoleh
jaminan ketersediaan kacang tanah dari petani, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas. Sehingga perusahaan dapat menyelesaikan permasalahan kurangnya
bahan baku untuk memproduksi produk kacang sangrainya. Kemudian dalam
tujuan efisiensi usaha, menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA. CV. Mitra
Priangan dan petani merasa bahwa bentuk paling ideal untuk tujuan efisiensi
usaha ini adalah pola KOA. Dengan pola KOA petani dapat lebih berkonsentrasi
pada kegiatan usahataninya, karena kegiatan pengolahan dan pemasaran akan
ditangani oleh perusahaan. Sedangkan CV. Mitra Priangan akan lebih efisien
karena sektor budidaya ditangani oleh petani dengan baik sesuai bimbingan dari
perusahaan.
Dalam tujuan kelangsungan usaha menghasilkan prioritas utama yaitu pola
KOA. Pola KOA paling ideal menurut CV. Mitra Priangan dan petani dalam
mencapai tujuan kelangsungan usaha. Bagi petani dengan memasarkan kacang
tanah secara kontinu kepada CV. Mitra Priangan dengan harga jual yang
menguntungkan serta adanya bantuan modal dari CV. Mitra Priangan, maka
kelangsungan usahataninya lebih terjamin. Sedangkan bagi CV. Mitra Priangan
104
pola KOA ini dapat mengatasi permasalahan pasokan bahan baku dengan biaya
pembentukan kemitraan yang tidak terlalu besar, sehingga kelangsungan usaha
pengolahan kacang tanahnya akan lebih terjamin dan perusahaan dapat memenuhi
seluruh permintaan pasar.
Dalam tujuan pemberdayaan dan pembinaan, menghasilkan prioritas
utama yaitu pola KOA. Dengan pola KOA, diharapkan CV. Mitra Priangan dapat
melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap petani, baik dalam hal
teknologi, manajemen ataupun modal. Sehingga petani dapat meningkatkan taraf
hidup dan memajukan usahataninya. Dengan melakukan pemberdayaan dan
pembinaan terhadap petani, perusahaan dapat memperoleh hasil produk yang
terjamin kualitas serta mutunya.
7.3.3. Analisis Pengolahan Vertikal
Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki
keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masing-
masing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 11.
7.3.3.1. Analisis Faktor Kemitraan (Tingkat 2)
Hasil pengolahan vertikal pada tingkat dua yaitu faktor-faktor kemitraan,
tidak berbeda hasilnya dengan pengolahan horisontal pada tingkat yang sama. Hal
ini disebabkan elemen faktor-faktor kemitraan pada tingkat dua berada tepat
dibawah fokus hirarki. Sehingga untuk analisis pada tingkat dua tidak perlu
dibahas lebih lanjut.
7.3.3.2. Analisis Pelaku Kemitraan (Tingkat 3)
Dalam suatu kemitraan, pelaku akan saling bekerja sama dalam
menciptakan suatu sinergi yang menguntungkan. Pada pengolahan ini akan
membahas sejauhmana kepentingan pelaku terhadap faktor-faktor yang
mendorong terbentuknya kemitraan. Hasil pengolahan vertikal pada pelaku
kemitraan dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan kepentingan pelaku terhadap
faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan dapat dilihat bahwa petani
merupakan pihak yang kepentingannya dalam kemitraan ini lebih tinggi, dengan
105
bobot 0,628. Adapun perincian masing-masing faktor adalah; 0,183 terhadap
pengembangan usaha, 0,017 terhadap aksesibilitas pasar, 0,274 terhadap
permodalan, 0,097 terhadap penguasaan teknologi dan 0,057 terhadap
manajemen. Sedangkan CV. Mitra Priangan mempunyai bobot sebesar 0,372
dengan perincian sebagai berikut; 0,183 terhadap pengembangan usaha, 0,089
terhadap aksesibilitas pasar, 0,055 terhadap permodalan, 0,028 terhadap
penguasaan teknologi dan 0,017 terhadap manajemen.
Hasil pengolahan vertikal menunjukkan bahwa petani memiliki tingkat
kepentingan yang lebih besar terhadap pembentukan kemitraan. Hal ini dianggap
wajar, karena petani masih membutuhkan bantuan dari bidang-bidang tersebut.
Faktor permodalan memberikan bobot yang paling besar, hal ini dikarenakan
pembentukan kemitraan diharapkan dapat mengatasi permasalahan petani dalam
permodalan. Dari wawancara didapatkan bahwa petani membutuhkan bantuan
dana untuk membiayai kegiatan pemupukannya. Diakui petani harga pupuk yang
tidak terjangkau membuat petani tak jarang harus meminjam dana atau terpaksa
mengijonkan tanamannya.
Tabel 26. Hasil Pengolahan Vertikal pada Pelaku Kemitraan Pelaku
Faktor Kemitraan CV Mitra Priangan Petani
Pengembangan usaha 0,183 0,183
Aksesibilitas pasar 0,089 0,017
Permodalan 0,055 0,274
Penguasaan teknologi 0,028 0,097
Manajemen 0,017 0,057
Bobot 0,372 0,628
Prioritas 2 1
Selanjutnya untuk perusahaan sendiri memiliki tingkat kepentingan yang
lebih rendah dalam pembentukan kemitraan. Hal ini dikarenakan CV. Mitra
Priangan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengelola manajemen,
permodalan, teknologi dan aksesibilitas pasar. Faktor aksesibilitas pasar
106
memberikan bobot terbesar bagi perusahaan. CV. Mitra Priangan mengharapkan
dengan adanya pembentukan kemitraan ini, maka petani memperoleh jaringan
pemasaran yang pasti yaitu perusahaan sendiri, sehingga perusahaan mendapatkan
kelancaran dalam hal pasokan bahan baku dan dapat memasarkan produk kacang
sangrainya sesuai permintaan pasar. Pada faktor pengembangan usaha, CV. Mitra
priangan dan petani memiliki tingkat kepentingan yang sama. CV. Mitra Priangan
dan petani menyadari bahwa kekuatan dan kelemahan masing-masing akan saling
melengkapi dalam menciptakan sinergi, sehingga pembentukan kemitraan
diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak
kemitraan untuk mengembangkan usahanya.
7.3.3.3. Analisis Tujuan Kemitraan (Tingkat 4)
Pengolahan pada tingkat empat akan membahas mengenai tujuan
pembentukan kemitraan terhadap masing-masing pelaku. Hasil pengolahan
vertikal pada tujuan kemitraan dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil pengolahan
menunjukkan bahwa tujuan pemberdayaan dan pembinaan merupakan prioritas
utama dengan bobot sebesar 0,258, dengan perincian bobot 0,032 berasal dari CV.
Mitra Priangan dan 0,226 dari petani. Dari hal ini dapat dilihat bahwa petani
memiliki kepentingan lebih terhadap tujuan pemberdayaan dan pembinaan. Hal
ini disebabkan dengan adanya pembentukan kemitraan diharapkan perusahaan
dapat melakukan pemberdayaan dan pembinaan kepada petani, baik dalam hal
teknologi, manajemen ataupun modal, sehingga petani dapat meningkatkan taraf
hidup dan memajukan usahataninya.
Tabel 27. Hasil Pengolahan Vertikal pada Tujuan Kemitraan
Peluang pasar
Kontinuitas produk
Efisiensi usaha
Kelangsungan usaha
Pemberdayaan & pembinaan
CV. MP 0,035 0,156 0,075 0,074 0,032
Petani 0,086 0,065 0,070 0,181 0,226
Bobot 0,121 0,221 0,145 0,255 0,258
Prioritas 5 3 4 2 1
Keterangan : CV. MP = CV. Mitra Priangan
107
Tujuan kelangsungan usaha menjadi prioritas kedua dengan bobot sebesar
0,255, yang terdiri dari 0,074 dari CV. Mitra Priangan dan 0,181 dari petani.
Kelangsungan usaha tergantung dari profitabilitas dan kemampuan
mempertahankan asetnya. Dengan adanya pembentukan kemitraan yang saling
mengisi dan membutuhkan, maka kedua faktor diatas kemungkinan besar dapat
dicapai. Dalam tujuan pencapaian kelangsungan usaha petani memiliki tingkat
kepentingan yang lebih besar, hal ini didasarkan pertimbangan bahwa dengan
melakukan kemitraan dengan perusahaan, maka kelangsungan usahatani lebih
terjamin. Bagi petani dengan memasarkan kacang tanah secara kontinu kepada
CV. Mitra Priangan dengan harga jual yang menguntungkan petani, maka
kelangsungan usahataninya lebih terjamin. Sedangkan bagi CV. Mitra Priangan
sendiri dengan adanya pembentukan kemitraan, maka ketersediaan bahan baku
akan terjamin sehingga kelangsungan usaha “Ratih Kacang Sangrai” dapat terus
berlangsung.
Tujuan yang mendapat prioritas ketiga adalah kontinuitas produk dengan
bobot sebesar 0,221, dengan perincian bobot 0,156 berasal dari CV. Mitra
Priangan dan 0,065 dari petani. Dalam hal ini diketahui bahwa CV. Mitra
Priangan memiliki kepentingan yang lebih terhadap tujuan kontinuitas produk.
Hal ini disebabkan dengan adanya pembentukan kemitraan, perusahaan
memperoleh jaminan ketersediaan produk berupa kacang tanah dari petani.
Dengan ketersediaan kacang tanah yang kontinu baik dari segi kualitas dan
kuantitas, maka CV. Mitra Priangan dapat memasarkan produk kacang sangrainya
sesuai dengan kebutuhan dan permintaan konsumen.
Tujuan meningkatkan efisiensi usaha menjadi prioritas keempat dengan
bobot sebesar 0,145, dengan perincian bobot 0,075 berasal dari CV. Mitra
Priangan dan 0,070 dari petani. Dengan adanya pembentukan kemitraan dengan
petani, CV. Mitra Priangan tidak perlu melakukan budidaya kacang tanah sendiri
untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dapat lebih efisien karena sektor
budidaya lebih efisien jika dilakukan oleh petani kacang tanah. Selain itu, dengan
adanya pembentukan kemitraan para petani akan meyerahkan seluruh kegiatan
pemasaran hasil panen pada pihak perusahaan, sehingga petani dapat lebih
108
berkonsentrasi pada kegiatan usahataninya. Dalam hal ini, bidang pengolahan dan
pemasaran akan lebih baik bila ditangani oleh perusahaan.
Tujuan yang mendapat prioritas terakhir adalah peluang pasar yang
memiliki bobot 0,121, dengan perincian 0,035 dari CV. Mitra Priangan dan 0,086
dari petani. Dalam hal ini diketahui bahwa petani memiliki kepentingan yang
lebih terhadap tujuan peluang pasar. Petani membutuhkan jaminan pemasaran
dengan harga jual yang sesuai dan tidak merugikan petani.
7.3.3.4. Analisis Pola Kemitraan (Tingkat 5)
Analisis terakhir pada hirarki keputusan kelima adalah pengolahan vertikal
pada penentuan pola kemitraan ideal sesuai dengan penilaian kedua pelaku
kemitraan. Prioritas alternatif keputusan dihasilkan berdasarkan interaksi
penilaian menurut CV. Mitra Priangan dan petani dengan pengolahan komputer
menggunakan program Expert Choice. Adapun prioritas hasil pengolahan vertikal
disusun berdasarkan bobot yaitu; Pola KOA (0,409), Pola Inti Plasma (0,325),
Pola Subkontrak (0,155), Pola Dagang Umum (0,073) dan prioritas terakhir Pola
Keagenan (0,038). Hasil pengolahan vertikal pada pola kemitraan dapat dilihat
pada Tabel 28.
Tabel 28. Hasil Pengolahan Vertikal pada Pola Kemitraan
Tujuan Inti
Plasma Subkontrak
Dagang Umum
Keagenan KOA
Peluang Pasar 0,041 0,016 0,009 0,005 0,049
Kontinuitas Produk 0,060 0,035 0,017 0,009 0,101
Efisiensi usaha 0,042 0,022 0,011 0,006 0,064
Kelangsungan usaha 0,089 0,041 0,021 0,009 0,094
Pemberdayaan & pembinaan
0,093 0,041 0,015 0,009 0,101
Bobot 0,325 0,155 0,073 0,038 0,409
Prioritas 2 3 4 5 1
Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,02
109
Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) menjadi prioritas pertama
dengan bobot sebesar 0,409. Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang
didalamnya petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan
menyediakan biaya atau modal serta teknologi dalam pembudidayaan kacang
tanah. Dalam pola ini petani telah memiliki sarana dan prasarana usahatani kacang
tanah sebelum melakukan kemitraan dengan perusahaan. Pola ini terpilih sebagai
prioritas utama karena sesuai dengan kondisi perusahaan dan petani pada saat ini.
Petani pada umumnya telah memiliki lahan sendiri serta beberapa sarana
usahatani, sehingga yang dibutuhkan oleh petani adalah bimbingan berupa nasehat
dan teknis dari perusahaan, serta bantuan dana untuk pembelian pupuk.
Sedangkan bagi perusahaan, pola kemitraan KOA ini dapat menjamin kontinuitas
produk dan meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar.
Selain itu, diharapkan dengan adanya kemitraan ini peranan tengkulak dapat
diminimalisir, sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang lebih tinggi dan
menguntungkan agar petani dapat meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian di sisi
lain, perusahaan pun dapat memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan
jika membeli kacang tanah pada tengkulak.
Pola inti plasma terpilih menjadi prioritas kedua dengan bobot sebesar
0,325. Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya
perusahaan bertindak sebagai inti dan petani mitra sebagai plasma. Dalam pola ini
petani bertugas untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi serta
menyediakan produk secara kontinu. Sedangkan perusahaan melakukan fungsi
perencanaan bimbingan, pelayanan, sarana produksi, kredit, pengolahan dan
pemasaran hasil, disamping tetap mengusahakan usahatani yang dimilikinya
sendiri. Pola ini menjadi alternatif kedua karena petani mitra pada umumnya telah
memiliki lahan dan sarana sendiri, sedangkan perusahaan pun tidak memiliki dana
yang besar dalam pembentukan kemitraan ini, sehingga pola kemitraan inti
plasma dianggap kurang sesuai untuk kondisi kedua pihak saat ini. Namun diakui
CV. Mitra Priangan, pola ini mungkin akan dilakukan di masa yang akan datang
sejalan dengan perkembangan usaha perusahaan.
Pola selanjutnya yang menjadi pilihan ketiga adalah pola subkontrak
dengan bobot sebesar 0,155. Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan
110
antara petani dengan perusahaan yang didalamnya petani memproduksi komponen
yang dibutuhkan perusahaan sebagai bagian dari produksinya. Kedua pelaku
kurang menginginkan pola subkontrak dikarenakan bersifat jangka pendek.
Kemudian, pola yang menjadi prioritas keempat adalah pola dagang umum
dengan bobot sebesar 0,073. Dan pola yang menjadi prioritas terakhir adalah pola
keagenan dengan bobot sebesar 0,038.
Tingkat 1 :
Fokus
Tingkat 2 :
Faktor
Tingkat 3 :
Pelaku
Tingkat 4 :
Tujuan
Tingkat 5 :
Pola
Penentuan pola kemitraan yang ideal antara CV Mitra
Priangan dan Petani
Petani
0,628
CV Mitra
Priangan
0,372
Pemberdayaan
dan Pembinaan
0,258
Kelangsungan
Usaha
0,255
Efisiensi
Usaha
0,145
Kontinuitas
Produk
0,221
Peluang
Pasar
0,121
Penguasaan
Teknologi
0,125
Permodalan
0,329
Aksesibilitas
Pasar
0,105
Pengembangan
Usaha
0,367
Manajemen
0,074
Pola
Keagenan
0,038
Pola Dagang
Umum
0,073
Pola Sub
Kontrak
0,155
Pola Inti
Plasma
0,325
Pola
KOA
0,409
111
Rasio Inkonsistensi (RI) keseluruhan = 0,02
Gambar 16. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan bagi Penentuan Pola
Kemitraan yang Ideal
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Hasil analisis kuantitatif dengan metode AHP terhadap kondisi perusahaan
menunjukkan bahwa kondisi perusahaan secara keseluruhan lebih memiliki
banyak faktor kekuatan (0,708) dibandingkan faktor kelemahan (0,292). Faktor
kekuatan dari CV. Mitra Priangan terdapat pada faktor pemasaran (0,510),
keuangan (0,213) dan sumberdaya manusia (0,116). Pada pengolahan AHP
terlihat bahwa perusahaan memiliki kekuatan pada semua subfaktor atau elemen
kunci dari masing-masing faktor kekuatan. Sedangkan kelemahan perusahaan
terlihat pada faktor produksi dan operasi (0,110) serta faktor penelitian dan
pengembangan (0,051) pada semua elemen kunci masing-masing. Kemudian,
kondisi petani kacang tanah secara keseluruhan lebih banyak memiliki faktor
kekuatan (0,596) dibandingkan faktor kelemahan (0,404). Petani kacang tanah
memberi prioritas perhatian berturut-turut pada produksi (0,451), modal (0,271)
dan teknologi (0,136) yang menjadi kekuatan bagi petani. Subfaktor atau elemen
faktor yang teridentifikasi sebagai kekuatan petani adalah kualitas produk (0,032),
kuantitas produk (0,293), kontinuitas produksi (0,126), penerimaan usaha (0,044)
dan fasilitas fisik (0,128). Sedangkan kelemahan petani terlihat dari faktor
pemasaran (0,098) pada elemen informasi pasar (0,078), serta faktor manajemen
pada elemen pengorganisasian (0,003) dan penggerakan (0,013).
CV. Mitra Priangan dan petani memberi prioritas perhatian terhadap faktor
–faktor yang mempengaruhi pembentukan kemitraan, berturut-turut pada
pengembangan usaha (0,367), permodalan (0,329), penguasaan teknologi (0,125),
aksesibilitas pasar (0,105) dan terakhir manajemen (0,074). Pengembangan usaha
112
menjadi prioritas utama bagi kedua pelaku kemitraan. Pembentukan kemitraan
diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak
untuk mengembangkan usahanya. Sehingga dapat diperoleh hasil output yang
maksimal dan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. Kemudian, pada
pengolahan vertikal terhadap tujuan yang hendak dicapai kedua pelaku dalam
rencana pembentukan kemitraan, dihasilkan peringkat prioritas yaitu
pemberdayaan dan pembinaan (0,258), kelangsungan usaha (0,255), kontinuitas
produk (0,221), efisiensi usaha (0,145) dan peluang pasar (0,121). Dari hasil
pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap CV.
Mitra Priangan, terlihat bahwa prioritas pertama perusahaan adalah kontinuitas
produk dengan bobot 0,420. Sedangkan dari hasil pengolahan horisontal dalam
melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap petani, terlihat bahwa pemberdayaan
dan pembinaan menjadi prioritas utama bagi petani dengan bobot 0,360.
Dari hasil pengolahan kuantitatif dengan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP), pola KOA (0,409) merupakan pola kemitraan terpilih yang paling
sesuai dengan kondisi CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah. Pada
umumnya petani telah memiliki lahan sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang
dibutuhkan adalah bimbingan serta modal dari perusahaan. Hal tersebut
merupakan ciri penting yang mengarah pada pola kemitraan KOA. Sedangkan
bagi perusahaan, pola kemitraan KOA ini diharapkan dapat menjamin kontinuitas
produk dan meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar.
Selain itu, diharapkan dengan adanya kemitraan ini peranan tengkulak dapat
diminimalisir, sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang lebih tinggi dan
menguntungkan agar petani dapat meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian di sisi
lain, perusahaan pun dapat memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan
jika membeli kacang tanah pada tengkulak.
8.2. Saran
Agar kemitraan dapat terlaksana dan kerjasama CV. Mitra Priangan
dengan petani mitra dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, CV.
Mitra Priangan perlu memikirkan kepentingan mitra usahanya. Sehingga tidak
terjadi kerjasama dimana perusahaan berusaha memanfaatkan kelebihan-
113
kelebihan yang dimiliki petani, sedangkan petani tidak memperoleh manfaat dari
adanya kemitraan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh CV. Mitra Priangan
adalah berusaha mengeliminasi atau meniadakan kelemahan-kelemahan petani,
misalnya dengan memberikan informasi pasar seperti harga jual kacang tanah,
jumlah permintaan pasar dan sebagainya, secara rutin kepada petani mitra.
Perusahaan perlu meningkatkan kemampuan petani dalam hal merencanakan
usaha, melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan, memupuk modal dan
memanfaatkan pendapatan secara rasional, serta mencari dan mencapai skala
usaha ekonomi.
Dalam rencana pembentukan kemitraan ini, CV. Mitra Priangan dan petani
mitra perlu selalu memperhatikan faktor-faktor yang mendorong terbentuknya
kemitraan, seperti pengembangan usaha, aksesibilitas pasar, permodalan,
penguasaan teknologi dan manajemen. Kedepannya faktor-faktor kemitraan
tersebut harus diarahkan menuju peningkatan dalam menjaga mutu produk, daya
saing, serta pemenuhan permintaan pasar. Selain itu, tujuan kemitraan yang
berbeda menuntut CV. Mitra Priangan agar selalu memperhatikan tujuan yang
hendak dicapai oleh petani yaitu pemberdayaan dan pembinaan. Perusahaan perlu
melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap petani mitra, seperti
memberikan modal yang dibutuhkan petani dan menyediakan tenaga pembina dan
penyuluh agar dapat memberikan tambahan pengetahuan baik dalam hal teknologi
maupun manajemen, sehingga kemitraan yang akan terbentuk dapat berlangsung
lama.
Tujuan dalam pembentukan kemitraan adalah agar terbentuknya prinsip
win-win solution diantara kedua pihak, yaitu perusahaan dan petani. Oleh karena
itu perusahaan dan petani perlu memberikan kontribusi yang saling
menguntungkan dan dapat meningkatkan serta mengembangkan skala usaha
ekonomi. Dalam pelaksanaan kemitraan pola KOA yang akan dilakukan, CV.
Mitra Priangan memiliki tanggung jawab memberikan pembinaan kepada petani
berupa pemberian bibit, pupuk dan obat-obatan, bimbingan teknis budidaya dan
manajemen agribisnis, meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan petani
mitra, menampung, mengolah dan memasarkan hasil panen, mengadakan
penelitian, pengembangan dan pengaturan teknologi tepat guna, melakukan
114
konsultasi dan temu usaha, serta hasil produksi petani dibeli oleh perusahaan
dengan harga, jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kesepakatan bersama.
Sedangkan petani berkewajiban untuk memberikan bahan baku berupa kacang
tanah yang mutu dan kualitasnya telah terjamin dan berkesinambungan, serta
melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan yang telah disepakati. Sehingga
perusahaan dapat menghasilkan produk kacang sangrai yang mempunyai
keunggulan dan lebih mampu bersaing pada pasar yang lebih luas.
Dalam menindaklanjuti terpilihnya pola KOA sebagai pola kemitraan yang
paling ideal antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah, perlu dibuat
peraturan kerjasama secara tertulis. Perjanjian kerjasama ini dibuat untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tidak terlaksananya
kewajiban petani dalam menjaga standar mutu kacang tanah atau adanya
keterlambatan pembayaran dari perusahaan kepada petani mitra, yang dapat
menghilangkan kepercayaan petani mitra kepada perusahaan ataupun sebaliknya.
Perjanjian tertulis selain berisi hak dan kewajiban serta tugas masing-masing
pelaku hendaknya juga mencakup pengaturan kerjasama yang meliputi jenis
produk petani yang dijual kepada perusahaan, standar mutu, jumlah dan periode
penjualan, tata cara pengumpulan dan pengangkutan, cara penentuan harga, cara
pembayaran dan sanksi atau denda terhadap pelanggaran yang terjadi. Perjanjian
tertulis tersebut hendaknya dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak dan
ditandatangani secara legal untuk menjamin realisasi kemitraan.
CV. Mitra Priangan dapat menambahkan bagian kemitraan dalam struktur
organisasinya. Bagian kemitraan ini bertugas sebagai pelaksana dan penanggung
jawab dalam kegiatan kemitraan yang akan dilakukan, serta mengontrol,
memonitor, menghindarkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
kemitraan dan mengevaluasi perkembangan pelaksanaan kemitraan kedepannya.
Perkembangan pelaksanaan kemitraan perlu dimonitor terus-menerus agar tujuan
yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Di samping itu,
pelaksanaan kemitraan perlu terus dievaluasi untuk perbaikan pada pelaksanaan
berikutnya.
115
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2005. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aryani L. 2009. Analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani kacang tanah (kasus kemitraan PT Garudafood dengan petani kacang tanah di desa Palangan, kecamatan Jangkar, kabupaten Situbondo, Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Kontribusi Sub Sektor Tanaman Pangan terhadap PDB Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Barus. 2009. Analisis ekuitas merek kacang olahan dalam kemasan di kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Costa WY. 2008. Manfaat dan Olahan Kacang Tanah. http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbpp-kupang/produksi/olah-kacang.pdf. [4 Juni 2009].
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2009. Perbandingan Tanaman Kacang Tanah Tahun 2007 dan Tahun 2008. Cianjur: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Kandungan Gizi Kacang Tanah. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
James K, Akrasanee N. 1994. Aspek-aspek Finansial Usaha Kecil Menengah Studi Kasus ASEAN. LP3S (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial). Jakarta.
116
Kartasasmita G. 1995. Peran Birokrasi dalam Pengembangan Kemitraan Usaha. Jakarta: Gramedia.
Kasno A, Winarto A, Sunardi. 1993. Kacang Tanah. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan.
Khaerul F. 1994. Kemitraan dalam Perkembangan Agribisnis di Indonesia. Di dalam Makalah Magister Manajemen Agribisnis. Bogor: IPB Press.
Pitojo S. 2005. Benih Kacang Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.
Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2006. Produksi Tidak Optimal, Impor Kacang Tanah Tinggi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Shinta R. 1998. Kajian implementasi kemitraan antara koperasi dengan perusahaan besar swasta dengan metode proses hirarki analitik (studi kasus: PT Goro Yudhistira Utama dengan koperasi pegawai Bumiputera) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sulaksana M. 2005. Kajian implementasi kemitraan antara koperasi usaha berbasis terigu dengan perusahaan swasta (studi kasus PT ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara (KPMB-JU) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sumardjo. Sulaksana J, Aris W. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Sumarno. 1993. Status kacang tanah di Indonesia. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hlm 3-5.
Sumarno, Slamet P. 1993. Fisiologi dan pertumbuhan kacang tanah. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hlm 24-30.
Suprapto HS. 2004. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta: Penebar swadaya.
Trustinah. 1993. Biologi kacang tanah. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hal 9-23.
117
LAMPIRAN
118
119
Lampiran 1. Perbandingan Tanaman Kacang Tanah di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 dan Tahun 2008
Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas
(Ku/Ha)
Produksi Bruto
(Ton)
Sisa Tan. Akhir
Desember No KECAMATAN
2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Cianjur
Cilaku
Warungkondang
Cibeber
Ciranjang
Sukaluyu
Bojongpicung
Karangtengah
Mande
Pacet
Sukaresmi
Cugenang
Cikalongkulon
Sukanagara
Takokak
21
40
0
0
14
35
2
6
78
0
58
0
31
40
29
20
28
0
23
18
83
11
1
68
0
123
5
0
12
8
21
50
0
18
29
35
3
5
106
0
45
12
117
37
47
22
23
0
12
2
65
7
2
66
0
84
5
0
0
20
14,76
12,
0
13,89
12,07
12,57
10
12
12,36
0
12,67
11,67
12,31
12,16
11,49
10,53
12,25
0
11,67
10
12,33
11,43
11,50
11,73
0
12,27
12
0
0
10,90
31
60
0
25
35
44
3
6
131
0
57
14
144
45
54
23
28
0
14
2
80
8
2
77
0
103
6
0
0
22
5
15
0
0
2
10
0
1
33
0
28
0
0
0
12
3
20
0
11
18
28
4
0
35
0
67
0
0
12
0
120
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Campaka
Pagelaran
Tanggeung
Kadupandak
Sindangbarang
Agrabinta
Cibinong
Cidaun
Naringgul
Campaka Mulya
Cikadu
Cipanas
Gekbrong
Cijati
Leles
72
39
228
65
2.923
806
275
2.969
1.598
28
15
3
18
108
550
79
37
808
71
2.328
2.298
200
3.828
2.005
20
22
0
18
233
548
97
33
539
40
2.625
440
230
4.268
1.302
47
40
0
12
114
583
94
60
605
52
2.334
2.375
281
2.433
1.901
24
6
0
20
83
531
11,86
11,52
11,84
11,75
12,92
12,55
12,48
12,11
12,41
11,70
11,50
0
12,50
12,28
11,58
12,09
11,94
12,29
12,92
12,57
12,09
12,42
12,48
12,50
11,43
11,67
0
11,06
11,85
12,06
115
38
638
47
3.391
552
287
5.170
1.616
55
46
0
15
140
675
114
72
744
67
2.933
2.871
349
3.037
2.375
27
7
0
22
98
640
37
39
35
40
1.638
366
243
1.214
1.136
6
0
0
9
47
235
22
16
238
59
1.632
289
162
2.609
1.240
1
16
0
7
197
252
JUMLAH 10.051 12.895 10.895 11.107 12,33 12,36 13.434 13.723 5.151 6.938
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2009)
121
Lampiran 2. Kuesioner Analisis Kondisi Perusahaan
KUESIONER
ANALISIS KONDISI PERUSAHAAN
Nomor : /1/2009
Tanggal :
Nama :
Jabatan :
Lampiran 3. Kuesioner Analisis Kondisi Petani
122
KUESIONER
ANALISIS KONDISI PETANI
Nomor : /2/2009
Tanggal :
Nama :
Kel. Tani :
Jabatan :
Lampiran 4. Kuesioner Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Paling ideal
antara CV. Mitra Priangan dengan Petani
123
KUESIONER
ANALISIS PENENTUAN POLA KEMITRAAN YANG PALING
IDEAL ANTARA CV MITRA PRIANGAN DENGAN
PETANI KACANG TANAH
Nomor : /3/2009
Tanggal :
Nama :
Jabatan :
124
Lampiran 5
Hasil Pengolahan Expert Choice 2000
125
Page 1 of 1 6/16/2009 7:22:40 AM
126
Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Kondisi
Perusahaan
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90 Crit% Alt%
Kelemahan
Kekuatan
Keuangan Sumberdaya m
Penelitian dProduksi dan
PemasaranOVERALL
Objectives Names
Keuangan Keuangan
Sumberdaya m Sumberdaya manusia
Penelitian d Penelitian dan pengembangan
Produksi dan Produksi dan operasi
Pemasaran Pemasaran
Alternatives Names
Kekuatan Kekuatan
Kelemahan Kelemahan
Page 1 of 1 7/15/2009 1:20:20 PM
127
Model Name: Kondisi Petani
Treeview
Goal: Kondisi Petani
Modal (L: .271 G: .271)
Sumber dana (L: .298 G: .081)
Penerimaan usaha (L: .163 G: .044)
Pengeluaran usaha (L: .064 G: .017)
Fasilitas fisik (L: .475 G: .128)
Produksi (L: .451 G: .451)
Kualitas produk (L: .072 G: .032)
Kuantitas produk (L: .649 G: .293)
Kontinuitas produksi (L: .279 G: .126)
Teknologi (L: .136 G: .136)
Manajemen (L: .045 G: .045)
Perencanaan (L: .135 G: .006)
Pengorganisasian (L: .077 G: .003)
Penggerakan (L: .292 G: .013)
Pengendalian (L: .496 G: .022)
Pemasaran (L: .098 G: .098)
Informasi pasar (L: .795 G: .078)
Kontinuitas pemasaran (L: .205 G: .020)
Page 1 of 16/16/2009 7:27:20 AM
128
Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Kondisi Petani
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80
.90
.00
.10
.20
.30
.40
.50
.60
.70
.80 Crit% Alt%
Kelemahan
Kekuatan
Modal Produksi
Teknologi Manajemen
Pemasaran OVERALL
Objectives Names
Modal Modal
Produksi Produksi
Teknologi Teknologi
Manajemen Manajemen
Pemasaran Pemasaran
Alternatives Names
Kekuatan Kekuatan
Kelemahan Kelemahan
Page 1 of 1 7/5/2009 6:45:19 PM
129
Model Name: Pola Kemitraan
Treeview
Goal: Penentuan pola kemitraan yang sesuai antara CV Mitra Priangan dan
petani
Pengembangan usaha (L: .367 G: .367)
CV Mitra Priangan (L: .500 G: .184)
Peluang pasar (L: .093 G: .017)
Pola Inti Plasma (L: .339 G: .006)
Pola Subkontrak (L: .133 G: .002)
Pola Dagang Umum (L: .078 G: .001)
Pola Keagenan (L: .043 G: .001)
Pola KOA (L: .407 G: .007)
Kontinuitas produk (L: .420 G: .077)
Pola Inti Plasma (L: .269 G: .021)
Pola Subkontrak (L: .156 G: .012)
Pola Dagang Umum (L: .076 G: .006)
Pola Keagenan (L: .041 G: .003)
Pola KOA (L: .457 G: .035)
Efisiensi usaha (L: .201 G: .037)
Pola Inti Plasma (L: .290 G: .011)
Pola Subkontrak (L: .153 G: .006)
Pola Dagang Umum (L: .078 G: .003)
Pola Keagenan (L: .038 G: .001)
Page 1 of 2 6/16/2009 7:32:44 AM
130
Pola Dagang Umum (L: .057 G: .001)
Pola Keagenan (L: .036 G: .001)
Pola KOA (L: .390 G: .006)
Petani (L: .500 G: .184)
Peluang pasar (L: .137 G: .025)
Kontinuitas produk (L: .103 G: .019)
Efisiensi usaha (L: .111 G: .020)
Pengembangan usaha (L: .289 G: .053)
Pemberdayaan & pembinaan (L: .360 G: .066)
Aksesibilitas pasar (L: .105 G: .105)
CV Mitra Priangan (L: .845 G: .089)
Petani (L: .155 G: .016)
Permodalan (L: .329 G: .329)
CV Mitra Priangan (L: .167 G: .055)
Petani (L: .833 G: .275)
Penguasaan teknologi (L: .125 G: .125)
CV Mitra Priangan (L: .227 G: .028)
Petani (L: .773 G: .096)
Manajemen (L: .074 G: .074)
CV Mitra Priangan (L: .227 G: .017)
Petani (L: .773 G: .057)
Page 2 of 2 6/16/2009 7:32:44 AM
131
Lampiran 6. Dokumentasi 1. Produk Ratih Kacang Sangrai
2. Suasana Kegiatan Promosi pada Pameran-pameran Besar