analisis resepsi film sang pencerah (proposal skripsi sampai kegunaan penelitian)

21
Pemaknaan Film “Sang Pencerah” pada warga Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama Proposal Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Penyusun: Nama: Muhammad Akbar Nugroho NIM: D2C007058

Upload: oomakbar

Post on 08-Aug-2015

2.126 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

Pemaknaan Film “Sang Pencerah” pada warga Muhammadiyah dan Nadhatul

Ulama

Proposal Skripsi

Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan

Pendidikan Strata 1

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Diponegoro

Penyusun:

Nama: Muhammad Akbar Nugroho

NIM: D2C007058

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 2: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak diluncurkan pada September 2010, film Sang Pencerah mendapat

sambutan positif dari kalangan Muhammadiyah. Film tersebut diadaptasi dari

kehidupan K.H. Ahmad Dahlan, seorang tokoh nasional yang juga pendiri

organisasi sosial kemasyarakatan Islam, Muhammadiyah. Oleh ketua umumnya,

warga Muhammadiyah dihimbau untuk menonton film ini. Dan ternyata imbauan

tersebut berhasil, dengan besarnya antuasiasme warga Muhammadiyah untuk

menonton.

“Wakil Ketua Majelis Pembinaan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Barat Arif Jhoni Prasetyo mendukung imbauan yang dikeluarkan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin untuk menonton film "Sang Pencerah" di bioskop" (http://www.voa-islam.com/lintasberita/hidayatullah/2010/09/15/10074/wargamuhammadiyah-kalbar-didorong-tonton-sang-pencerah/, diakses pada 14 Juni 2011 pukul 11.00 WIB).

Film ini menceritakan tentang kehidupan Ahmad Dahlan yang diperankan

oleh Lukman Sardi. Dari perjuangannya menegakkan nilai-nilai murni Islam di

tengah pencampuradukkan ajaran agama, hingga meningkatkan martabat umat

Islam di mata pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjuangannya, Dahlan

menghadapi banyak rintangan, yang kebanyakan justru berasal dari keluarganya

dan umat Islam sendiri. Ia rela dicaci-maki serta diberi sebutan “kyai kafir” hanya

karena bergaul dengan nonmuslim. Murid-muridnya pun sempat berprasangka

buruk padanya, namun ia menjelaskan bahwa dalam belajar yang dibutuhkan

adalah berprasangka baik pada siapa pun, termasuk pada yang berbeda keyakinan.

Page 3: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

Pada akhirnya, ia berhasil mendirikan perkumpulan Muhammadiyah, yang

mempunyai tujuan untuk meningkatkan pendidikan dan tingkat kehidupan orang

Islam, dengan tetap menjalankan ajaran agama yang murni.

”Dengan film ini, bisa mengilhami banyak anak muda bangsa ini untuk berani dan mampu membuat perubahan dari sekarang. Bukan nanti ketika sudah tua. Karena, Ahmad Dahlan di usia 21 tahun saja sudah bisa memberikan perubahan dan pembaharuan yang sangat dihargai oleh semua golongan hingga saat ini,” (http://www.hariansumutpos.com/arsip/?p=59376, diakses pada 12 Juni 2011 pukul 20.35 WIB).

Film ini patut ditonton tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah atau pun

orang Islam saja. Pesan-pesan Islam disampaikan bukan dengan memaksa dan

kepicikan, namun dengan keterbukaan berpikir. Perjuangan Ahmad Dahlan dalam

mewujudkan cita-cita sesuai keyakinannya, patut ditiru oleh segenap warga

negara Indonesia. Meskipun begitu, film ini tidak lepas dari kontroversi, terutama

saat sebelum diluncurkan.

“Sungguh ngeri membayangkan hadirnya sosok KH Ahmad Dahlan di film Sang Pencerah ditangan sutradara yang tendensius justru memojokan Islam.” (http://www.suara-islam.com/news/berita/kolom/923-sosok-pendiri-muhammadiyah-di-tangan-sineas-liberal, diakses pada 8 Juni 2011 pukul 21.00 WIB).

Pernyataan salah satu media online tersebut berdasarkan pada film-film yang

dibuat oleh sutradara kelahiran 1975 tersebut. Dalam film Perempuan Berkalung

Sorban, ia mendapat kritik pedas karena dianggap merendahkan sosok kyai dan

pesantren. Sebelumnya, dalam Ayat-ayat Cinta, Hanung dianggap memberikan

citra negatif terhadap orang berpakaian gamis dan berjenggot yang

diidentifikasikan sebagai muslim. Sedangkan Lentera Merah, dituduh

Page 4: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

menyebarkan ajaran komunis. Atas dasar itulah, Hanung diberi julukan sebagai

sineas liberal yang menyebarkan ajaran sepilis (Sekularis, Pluralis, Komunis).

Media tersebut juga menampilkan wawancara dengan tokoh sastrawan Taufik

Ismail, yang menyatakan;

“..Hanung Bramantyo bagus diusulkan mendapat Bintang Joseph Stalin atau Anugerah Dipa Nusantara Aidit.” (http://www.suara-islam.com/news/berita/wawancara/964-hanung-kau-keterlaluan-pesantren-dan-kiyai-begitu-kau-burukkan, diakses pada 8 Juni 2011 pukul 21.00 WIB)

Joseph Stalin adalah, DN aidit adalah, adnya penghrgaan it krn, pghrgaan it

utk sp biasanya, jd hanung disamakn sbg ‘agen komnis’

Namun anggapan tersebut terpatahkan setelah Sang Pencerah diluncurkan.

Pemutaran perdana (premiere) dilakukan bertepatan dengan perayaan Idul Fitri

tahun 2010. Acara yang dilakukan di salah satu bioskop ternama di Jakarta,

dihadiri oleh beberapa pejabat negara dan masyarakat. Hampir tidak ada komentar

negatif terkait pelecehan agama setelah itu. Justru pujianlah yang muncul tentang

cerita film yang mengajarkan pentingnya toleransi dan menghargai perbedaan.

Beberapa komentar berupa kritikan juga muncul, salah satunya dari Roy Suryo. Ia

mengkritik kurangnya keakuratan dalam menampilkan aspek sejarah.

“100 tahun yang lalu, bukan seperti itu kota Yogya. Sebagai contoh, Tugu Yogya yang tidak proporsional karena terlalu kecil. Jalan-jalan di Yogya juga nggak kecil, dan masih ada hutannya. Nggak seperti itu,” kata Roy dalam KapanLagi.com (http://inimu.com/berita/2010/09/21/video-film-sang-pencerah-dikritik-roy-suryo-sinopsis-movie-trailer-ost/, diakses pada 12 Juni 2011 pukul 20.30 WIB).

Page 5: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

Hanung menyadari pentingnya mengikutkan filmnya dalam festival-festival

film. Tujuannya untuk mengenalkan filmnya, tidak hanya pada penonton bioskop

yang memberikan keuntungan secara komersial. Hasilnya, tujuh Anugerah Terpuji

dalam Festifal Film Bandung (FFB) 2011. Film ini juga diputar dalam festifal-

festifal film di Singapura, Dubai, Kairo hingga Belanda. Bahkan, pada 26 Maret

2011 lalu, bisokop di Sydney dan Melbourne, Australia, telah memutar film ini

secara komersial. Setelah itu juga terdapat kabar tentang pemutaran di bisokop di

Singapura dan Malaysia. Sayangnya, film ini tidak mempunyai kesempatan

meraih Piala Citra, dalam Festifal Film Indonesia (FFI) 2010. Salah satu panitia

seleksi film pada FFI 2010, Viva Westi, menyatakan alasan panitia seleksi tidak

meloloskan Sang Pencerah;

“Upaya untuk mengangkat biografi orang besar memang perlu dihargai dengan harapan memberi inspirasi kepada penontonnya. Tapi, sayang, biografi yang dimaksud baru sampai pada penggambaran sejumlah peristiwa penting sang tokoh.” (http://www.inilah.com/read/detail/991422/kontroversi-ffi-2010-ada-apakah, diakses pada 12 Juni 2011 pukul 20.30 WIB).

Mereka menilai penggambaran kehidupan K.H. Ahmad Dahlan kurang utuh,

selain itu sejarah yang ditampilkan juga kurang akurat. Keputusan tersebut

menimbulkan kekhawatiran di sebagian kalangan perfilman. Jika Sang Pencerah

tidak lolos kualifikasi, maka dikhawatirkan investor tidak mau lagi membuat film

bertema sejarah dan pendidikan. Dennis Adhiswara, aktor dan sutradara muda

yang juga salah satu pemeran dalam Sang Pencerah, khawatir jika film bertema

horor dan seks justru yang paling banyak diproduksi.

Page 6: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

"Juri nggak memasuki film Sang Pencerah, Sang Pemimpi, Darah Garuda, tapi tolong alasan itu harus diklarifikasi, kalau nggak investor akan takut," (http://www.inilah.com/read/detail/991422/kontroversi-ffi-2010-ada-apakah, diakses pada 12 Juni 2011 pukul 20.30 WIB).

Namun Hanung tampaknya tidak mau terlalu merisaukan penilaian dari FFI

2010. Meskipun ia sempat menduga ada penyelewengan dalam panitia seleksi,

namun ia bersikap menerima. Baginya, ia telah menunjukkan dukungan pada

penyelenggaraan FFI, dengan mendaftarkan karyanya. Namun terlepas dari itu,

terbukti Sang Pencerah sangat diterima di kalangan masyarakat, khususnya

kalangan warga Muhammadiyah.

Imbauan dari ketua umum direspon oleh para pengurus Muhammadiyah di

daerah. Setelah beberapa bulan film ini diluncurkan, mereka mulai mencari DVD

film tersebut untuk ditonton bersama. Sejumlah acara nonbar (nonton bareng)

juga digelar pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah, salah satunya di

Makassar.

“Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan menggelar rangkaian nonton bareng Sang Pencerah bagi para kader Muhammadiyah di daerah ini..."Setidaknya jika dinonton akan berbeda efeknya. Akan timbul semangat baru yang lebih baik lagi," ujarnya ditemui usai nonton bareng di Studio 21 Makassar Town Center Makassar, Kamis (16/9/2010). (http://celebrity.okezone.com/read/2010/09/16/206/372822/muhammadiya

h-sulsel-gelar-nobar-sang-pencerah, diakses pada 14 Juni 2011 pukul 11.00 WIB).

Hal serupa juga terjadi pada warga Muhammadiyah ranting Boyolali Kota,

cabang kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kebanyakan dari mereka tidak

Page 7: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

menonton di bioskop, tetapi lewat DVD. Ibu-ibu dari Asyiah juga terlibat

kegiatan saling meminjam DVD. Ada satu orang yang membeli, kemudian

dipinjam oleh yang lainnya. Hal itu baru terjadi beberapa bulan sejak film

diluncurkan. Sebelumnya, kebanyakan dari mereka hanya membicarakan tentang

film tersebut, meski belum menontonnya.

Penonton film yang nampaknya sangat pasif itu, melakukan kegiatan yang luar biasa. Kegiatan itu meliputi baik organ panca indra maupun organ pikiran. (Mangunhardjana; 1976; 110).

Kesuksesan film ini diawali dari niat Hanung Bramantyo untuk menceritakan

kehidupan tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah. Sejak Ayat-ayat Cinta,

Hanung selalu berusaha membuat film dengan memasukkan unsur agama (film

yang lain adalah Perempuan Berkalung Sorban¸ Doa yang Mengancam, Tanda

Tanya). Hal itu sedikit banyak dipengaruhi oleh latar belakang keluarganya yang

cukup religius, apalagi ayahnya pernah menjadi ketua Majelis Ekonomi

Muhammadiyah di Yogyakarta.

Sumber bahan untuk membuat film tidak terbatas banyaknya. Apabila pembuat film telah menemukan bahan yang dianggap baik untuk dijadikan film, bahan itu akan diolah dulu dalam pikirannya. Hasil pengolahan bahan itu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, pendidikan, sikap, perasaan, ketajaman artistik, kesadaran, kemasyarakatan, kepandaian melihat bahan dari segi film dan seluruh kebudayaan filmnya. (Mangunhardjana; 1976; 109)

Meskipun Sang Pencerah bercerita tentang kehidupan tokoh pendiri

Muhammadiyah, namun bukan berarti hanya ditonton warga Muhammadiyah.

Beberapa warga organisasi keislaman lain, seperti Nadhatul Ulama (NU) juga

Page 8: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

turut menyaksikan film tersebut. Namun mereka memiliki tanggapan lain terhadap

Sang Pencerah. Istri almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta

Nuriah menyayangkan adanya kebiasaan warga NU yang diberi sudut pandang

lain dalam film tersebut. Salah satunya adalah amalan melakukan tahlil bersama

(berdoa dengan mengesakan Tuhan), serta membaca surat Yasin untuk

memperingati kematian secara bersama-sama / berjamaah.

Dalam film tersebut, Ahmad Dahlan tidak mengharuskan tahlil untuk

memperingati kematian. Ada adegan di mana seseorang berkonsultasi tentang

kesulitan ekonomi yang dihadapi jika melakukan peringatan dengan tahlil

bersama. Seperti sebagian masyarakat Jawa hingga saat ini, untuk memperingati

kematian kerabat, mereka mengundang tetangga untuk melakukan tahlil dan

membaca surat Yasin secara bersama-sama. Untuk keperluan itu, tuan rumah

menyediakan hidangan bagi para tetangga untuk dibawa. Pendapat Dahlan dalam

film tersebut, mendoakan kerabat yang meninggal tidak perlu dengan ritual

semacam itu, cukup dengan ikhlas berdoa langsung pada Tuhan tanpa perantara.

Namun oleh sebagian kalangan NU, hal itu dianggap menyinggung.

Dikhawatirkan warga NU akan ragu-ragu untuk kembali melakukan amalan yang

telah dilakukannya turun-temurun. Seperti yang disampaikan K.H. Akrom Sofyan

dari pengurus NU kota Pekalongan menyikapi adanya adegan terkait dalam film;

"Kita sebagai warga NU harus arif dan bijaksana, tidak perlu berlebihan dalam menyikapi, sebab yang telah diamalkan merupakan tuntunan yang benar dari para ulama...Sehingga, warga NU tidak perlu berkecil hati dan tetap melakukan aktivitas amaliyah secara baik.” (http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/09/27/66216/Sikapi-

Page 9: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

Film-Sang-Pencerah-Nahdliyin-Diminta-Arif, diakses pada 14 Juni 2011 pukul 11.00 WIB).

Oleh karena itu beberapa kalangan NU sempat mendesak Hanung Bramantyo

untuk membuat film tentang NU. Shinta Nuriah Wahid menilai pentingnya

membuat film tentang organisasi-organisasi Islam di Indonesia. Film-film

semacam itu diharapkan dapat menjaga kerukunan antar golongan. Seperti

pernyataannya yang tersirat dalam salah satu media;

"Saya berharap ada film tentang NU sehingga orang NU bisa nonton film Muhammadiyah dan orang Muhammadiyah bisa nonton film NU," (http://www.detiknews.com/read/2010/09/21/183851/1445126/10/usai-nonton-sang-pencerah-istri-gus-dur-ingin-ada-film-tentang-nu, diakses pada 14 Juni 2011 pukul 11.00 WIB)

Baik warga Muhammadiyah maupun NU, memiliki pandangan tersendiri

menyikapi film Sang Pencerah. Pada dasarnya kedua organisasi itu bukanlah

aliran agama, namun merupakan organisasi yang bertujuan untuk kemaslahatan

umat Islam, serta bangsa dan negara Indonesia. Namun tidak dipungkiri sering

terjadi kesalahpahaman dan kecurigaan akibat terlalu mengedepankan

kepentingan golongan. Oleh karena itu, film ini diharapkan dapat menjadi sarana

dialog yang ampuh.

Sebuah dialog dengan senjata kamera serta kewaskitaan menangkap kisah manusia dan kemanusiaan, sebuah senjata tanpa peluru dan darah, tetapi yang dibutuhkan adalah sikap terbuka berdialog lewat apresiasi dan kreasi yang kritis. (Nugroho, Garin. “Dialog Islam dalam Sinema Dunia” dalam Ibrahim; 2005; 226).

Dengan menonton film Sang Pencerah ini, baik warga Muhammadiyah

maupun NU dapat mempelajari kembali perbedaan yang ada. Yang lebih penting

adalah bukan mengedepankan perbedaan, namun mementingkan persamaan yang

Page 10: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

ada. Perbedaan yang ada selayaknya disikapi dengan keterbukaan berpikir, bukan

dengan kebekuan berpikir maupun sekedar ikut-ikutan menentang kelompok lain

tanpa dasar pengetahuan. Seperti pesan yang ada dalam film besutan Hanung

Bramantyo tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam memahami film Sang Pencerah, warga Muhammadiyah memiliki

sudut pandang yang berbeda jika dibandingkan dengan kalangan di luar

Muhammadiyah, apalagi non muslim. Sebagian dari mereka yang menjadi

pengurus maupun hanya terlibat dalam kegiatan Muhammadiyah, tentu memiliki

alasan tersendiri terkait keikutsertaannya. Sebagian mempunyai visi dakwah,

sebagian bervisi sosial, sebagian merupakan kebutuhan pribadi untuk

bersosialisasi.

Sikap dalam beragama dan bermasyarakat warga Muhammadiyah adalah

berdasarkan pada Quran dan Hadits. Muhammadiyah juga mendukung setiap

perubahan dan hal baru demi kemajuan. Karena Muhammadiyah merupakan

gerakan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah

keburukan), serta gerakan tajdid (reformasi).

Begitu pun warga Nadhatul Ulama yang menghargai setiap perbedaan aliran

pemahaman dalam Islam. NU muncul dari kalangan pesantren tradisional,

kemudian mengalami evolusi menjadi organisasi yang semakin modern. Namun

Page 11: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

NU tetap menjaga nilai-nilai tradisional, serta menyeimbangkan antara penafsiran

rasional dengan tekstual.

Muhammadiyah maupun NU adalah organisasi yang sama-sama melakukan

dakwah agama. Keduanya berusaha memperjuangkan kepentingan umat Islam,

serta warga yang tertindas. Serta ikut memperjuangkan kepentingan bangsa

Indonesia, dari masa kolonialisme hingga saat ini.

Seberapa jauh penonton dapat menangkap arti dan isi film yang dilihatnya, sangat tergantung dari latar belakang kebudayaan, pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan dan perasaan film, kepekaan artistik dan keasadaran sosial mereka, (Mangunhardjana; 1976; 110).

Gambaran tentang tokoh penggagas Muhammadiyah, serta cita-cita yang

melandasi pembentukan organisasi ditampilkan sedemikian rupa oleh Hanung

Bramantyo. Gambaran tersebut bukanlah hasil rekaan sutradara semata, namun

berdasarkan riset yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk keperluan riset tokoh

utama, Hanung telah pergi ke Leiden, Belanda selama 2 bulan. Ia juga

mewawancarai keluarga Ahmad Dahlan. Sumber juga didapatkan di antaranya

dari catatan Haji Syuja (murid Ahmad Dahlan), serta studi pustaka di berbagai

universitas. Meskipun begitu, sutradara bisa menafsirkan sumber-sumber data

tersebut sesuai interpretasinya sendiri. Hal itulah yang sering menjadi kontroversi

pada film-film Hanung. Ia menilai tafsir atau pemaknaan tentang suatu hal dalam

filmnya, sering ditafsirkan lain oleh beberapa kalangan.

Film menjadi alat komunikasi, sarana dialog. Dengan filmnya, pembuat film mengajak penontonnya menerima data, fakta, gagasan, pandangan, pikiran, cita-citanya, dan saling berbicara tentangnya, (Mangunhardjana; 1976; 109).

Page 12: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

Dalam film ini, Hanung menyampaikan tafsirnya sendiri tentang pemikiran

Ahmad Dahlan dan organisasi Muhammadiyah. Di mana tafsirnya yang telah

ditampilkan dalam film, mendapat apresiasi dari berbagai kalangan masyarakat,

baik muslim maupun non-muslim. Deretan para pemainnya pun juga tak melulu

aktor dan aktris muslim. Namun bagaimanapun juga film ini lebih memiliki

kedekatan pada masyarakat muslim. Masyarakat muslim di Indonesia sendiri

diwakili oleh dua organisasi kemasyarakatan terbesar, Muhammadiyah dan

Nadhatul Ulama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin diketahui;

1. Bagaimanakah pemaknaan warga Muhammadiyah dan NU terhadap tokoh

utama (K.H. Ahmad Dahlan) dalam film Sang Pencerah?

2. Bagaimana pemaknaan mereka terhadap penggambaran organisasi

Muhammadiyah dalam film itu?

1.3 Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman pemaknaan film Sang

Pencerah di antara warga Muhammadiyah dengan Nadhatul Ulama terhadap

permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam film tersebut.

Page 13: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Signifikansi Teoritis: memperkaya khasanah penelitian tentang pemaknaan

film sebagai budaya populer dan sarana penyampaian pikiran.

2. Signifikansi Praktis: menambah khasanah penelitian tentang masyarakat

muslim di Indonesia, yang dikenal penuh dinamika dan keragaman

pemikiran serta ekpresi keagamaannya.

Page 14: Analisis Resepsi Film Sang Pencerah (Proposal Skripsi Sampai Kegunaan Penelitian)

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Idi Subandy (Eds). 2005. Media dan Citra Muslim. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Mangunhardjana, A. Margija. (1976). Mengenal Film. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Mulyana, Deddy. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumarno, Marselli. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo.

Tim Penyusun FISIP Undip. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: FISIP Undip.

Rahardjo, Turnomo. 2009. Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komunikasi di Indonesia. Makalah. Disampaikan pada Simposium Nasional: Arah Depan Pengembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia (13 Maret).

Sumber artikel media massa:

Kisihandi, Ferry. (2011, Mei 27). Islam Menentang Pluralisme Agama. Harian Republika, Suplemen Dialog Jumat: 5

Sumber Internet:

Ramadhan, Shodiq. (2010). Sosok Pendiri Muhammadiyah di Tangan Sineas Liberal. http://www.suara-islam.com/news/berita/kolom/923-sosok-pendiri-muhammadiyah-di-tangan-sineas-liberal. Diunduh pada 8 Juni 2010 pukul 21.00 WIB.

Ramadhan, Shodiq. (2010). Hanung Bramnatyo, Sosok Sineas Liberal. http://www.suara-islam.com/news/tabloid/suara-utama/2429-hanung-bramantyo-sosok-sineas-liberal. Diunduh pada 8 Juni 2010 pukul 21.00 WIB.

(http://www.hariansumutpos.com/arsip/?p=59376).

Film “Sang Pencerah” dikritik Roy Suryo. (2010). Dalam http://inimu.com/berita/2010/09/21/video-film-sang-pencerah-dikritik-roy-suryo-sinopsis-movie-trailer-ost/. Diunduh pada 12 Juni 2010 pukul 20.30 WIB.