analisis struktur portal gudang karet...

45
Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015 PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 1 ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET MENGGUNAKAN SAP 2000 Adi Susetyo Dermawan 1) , Fitriamsyah 1) dan Dewi Yuniar 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Achmad Yani Banjarmasin e-mail: [email protected] ABSTRAK Untuk meningkatkan produktivitas karet di Indonesia mendesak kita untuk memperbanyak sarana dan prasarana untuk mendukung produktivitas karet di Indonesia, salah satunya dengan membangun pabrik/gudang karet. Tujuan penelitian adalah menghasilkan struktur baja yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Peneliti mengumpulkan data perencanaan dan melakukan preeliminari desain untuk struktur portal baja sesuai dengan pedoman yang berlaku, selanjutnya melakukan modelling struktur menggunakan autocad 2010 dan menganalisa hasil modelling menggunakan SAP 2000. Data modelling memiliki spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi baja dan jumah lantai sebanyak 6 (enam) lantai dan memiliki tinggi bangunan 24 m dengan detail lantai dasar : ± 0,00 m; lantai 1 : ± 4,50 m; lantai 2 : ± 8,00 m; lantai 3 : ± 11,50 m; lantai 4 : ± 15,00 m; lantai 5 : ± 17,00 m dan atap : ± 24,00 m. Pondasi dalam end bering dan mutu konstruksi yaitu baja konstruksi Bj. 37(fy 160 Mpa dan fu 240 Mpa), memakai beton K-225 dan minipile K-500. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pemilihan profil kolom Baja H 200.200.8.12 mampu menahan kombinasi pembebanan maksimum yang terjadi yaitu Momen (Mux=186,591 Kgm, Muy=106,78 Kgm), Normal (Pu) 37.393,38 kg dan Geser (Vux=702,26 kg. Vuy=440.43 kg). Sedangkan untuk balok penggunan profil baja WF 250.125.6.9 untuk B1, profil baja WF 150.75.5.7 untuk B2 dan profil baja WF 300.150.6,5.9 untuk B3 mampu menahan kombinasi pembebanan maksimum yang terjadi yaitu untuk B1 Momen (Mux=195,241 Kgm, Muy=0,000015 Kgm), Normal 98,29 Kg dan Geser (Vux=25,35 kg. Vuy=0,016 kg), untuk B2 (Mux=47,288 Kgm, Muy=0,055 Kgm), Normal 507,06 Kg dan Geser (Vux=560,95 kg. Vuy=0,45 kg), untuk B3 (Mux=461,048 Kgm, Muy=0,011 Kgm), Normal 794,02 Kg dan Geser (Vux=94,18 kg,Vuy=0,18 kg). Kata kunci : modelling, struktur gudang karet, SAP 2000 PENDAHULUAN Tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan- struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan. Produk teknologi berbasis komputer semakin canggih dan terjangkau. Di bidang rekayasa, banyak ditawarkan structural analysis program

Upload: letuyen

Post on 14-Mar-2019

284 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 1

ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET

MENGGUNAKAN SAP 2000

Adi Susetyo Dermawan 1)

, Fitriamsyah1)

dan Dewi Yuniar 1)

1)

Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Achmad Yani Banjarmasin

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Untuk meningkatkan produktivitas karet di Indonesia mendesak kita untuk memperbanyak

sarana dan prasarana untuk mendukung produktivitas karet di Indonesia, salah satunya

dengan membangun pabrik/gudang karet. Tujuan penelitian adalah menghasilkan struktur

baja yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya

seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Peneliti mengumpulkan data perencanaan

dan melakukan preeliminari desain untuk struktur portal baja sesuai dengan pedoman yang

berlaku, selanjutnya melakukan modelling struktur menggunakan autocad 2010 dan

menganalisa hasil modelling menggunakan SAP 2000. Data modelling memiliki

spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

baja dan jumah lantai sebanyak 6 (enam) lantai dan memiliki tinggi bangunan 24 m dengan

detail lantai dasar : ± 0,00 m; lantai 1 : ± 4,50 m; lantai 2 : ± 8,00 m; lantai 3 : ± 11,50 m;

lantai 4 : ± 15,00 m; lantai 5 : ± 17,00 m dan atap : ± 24,00 m. Pondasi dalam end bering

dan mutu konstruksi yaitu baja konstruksi Bj. 37(fy 160 Mpa dan fu 240 Mpa), memakai

beton K-225 dan minipile K-500. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pemilihan profil

kolom Baja H 200.200.8.12 mampu menahan kombinasi pembebanan maksimum yang

terjadi yaitu Momen (Mux=186,591 Kgm, Muy=106,78 Kgm), Normal (Pu) 37.393,38 kg

dan Geser (Vux=702,26 kg. Vuy=440.43 kg). Sedangkan untuk balok penggunan profil

baja WF 250.125.6.9 untuk B1, profil baja WF 150.75.5.7 untuk B2 dan profil baja WF

300.150.6,5.9 untuk B3 mampu menahan kombinasi pembebanan maksimum yang terjadi

yaitu untuk B1 Momen (Mux=195,241 Kgm, Muy=0,000015 Kgm), Normal 98,29 Kg dan

Geser (Vux=25,35 kg. Vuy=0,016 kg), untuk B2 (Mux=47,288 Kgm, Muy=0,055 Kgm),

Normal 507,06 Kg dan Geser (Vux=560,95 kg. Vuy=0,45 kg), untuk B3 (Mux=461,048

Kgm, Muy=0,011 Kgm), Normal 794,02 Kg dan Geser (Vux=94,18 kg,Vuy=0,18 kg).

Kata kunci : modelling, struktur gudang karet, SAP 2000

PENDAHULUAN

Tujuan perencanaan struktur adalah

untuk menghasilkan suatu struktur yang

stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet,

dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya

seperti ekonomi dan kemudahan

pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil

bila ia tidak mudah terguling, miring,

atau tergeser, selama umur bangunan

yang direncanakan. Suatu struktur disebut

cukup kuat dan mampu-layan bila

kemungkinan terjadinya kegagalan-

struktur dan kehilangan kemampuan

layan selama masa hidup yang

direncanakan adalah kecil dan dalam

batas yang dapat diterima. Suatu struktur

disebut awet bila struktur tersebut dapat

menerima keausan dan kerusakan yang

diharapkan terjadi selama umur bangunan

yang direncanakan tanpa pemeliharaan

yang berlebihan.

Produk teknologi berbasis

komputer semakin canggih dan

terjangkau. Di bidang rekayasa, banyak

ditawarkan structural analysis program

Page 2: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 2

(SAP) dan terbukti sukses dipakai pada

perancangan proyek-proyek yang besar

dan kompleks. Jadi tidak mengherankan

jika SAP menjadi andalan para insinyur.

Tersedianya opsi otomatis pada

perancangan struktur serta jargon

promosinya yang gencar menyebabkan

awam atau bahkan insinyur muda

beranggapan, bahwa teknologi SAP

adalah lebih dari sekedar alat. Proses

perancangan struktur, umumnya terdiri

dari analisis struktur dan desain

penampang. Secara prinsip keduanya

berbeda, ditinjau dari tujuan maupun

strategi pelaksanaannya. Faktanya jika

memakai SAP komersil yang populer,

prosesnya mudah, bahkan terlihat seperti

satu kesatuan (seamlessly). Adanya opsi

default design settings (CSI 2007)

menyebabkan data analisis struktur dapat

dipakai langsung pada desain

penampang.

Suatu bangunan baja bangunan

terdiri dari beberapa elemen yaitu balok

dan kolom. Elemen struktur kolom

biasanya harus memikul beban aksial

(tarik atau tekan) dan momen lentur

secara bersama-sama maka elemen

tersebut dapat dikatakan balok kolom

(beam-column). Dalam konstruksi

bangunan baja, suatu elemen struktur

pada suatu bangunan bangunan harus

mempunyai syarat - syarat perencanaan

yang harus dipenuhi. Pada penelitian ini,

dirancang sebuah bangunan pabrik karet

yang mampu menahan banyaknya beban

karet yang dikeringkan. Dengan

rancangan tersebut, kemudian di analisis

menggunakan SAP 2000 agar dapat

mengetahui profil struktur portal baja

sehingga dianggap stabil, cukup kuat,

mampu-layan, awet, dan memenuhi

tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi

dan kemudahan pelaksanaan.

Produk teknologi berbasis

komputer semakin canggih dan

terjangkau. Di bidang rekayasa, banyak

ditawarkan Structural Analysis Program

(SAP) dan banyak dipakai secara sukses

pada proyek-proyek perancangan

konstruksi yang berskala besar dan

kompleks. Jadi tidak heran jika SAP

menjadi andalan banyak insinyur dalam

penyelesaian pekerjaan rekayasa. Banyak

orang yang awam atau bahkan insinyur

muda beranggapan bahwa teknologi SAP

berbasis komputer adalah lebih dari

sekedar alat. Pada perancangan struktur

misalnya, ada proses analisis struktur dan

desain penampang, yang pada dasarnya

adalah dua proses berbeda, baik ditinjau

dari sisi tujuan maupun strategi

pelaksanaannya. Proses perancangan

struktur umumnya dikerjakan secara trial-

and-error agar optimum. Jadi, tersedianya

structural analysis program (SAP)

komersil yang dapat melakukan

keduanya secara sekaligus.

Bagaimanapun juga disadari bahwa

program SAP komersil, seperti SAP 2000

merupakan produk canggih, yang

mengadopsi kemajuan teknologi numerik

terkini.

Analisa struktur pada perencanaan

struktur bangunan ini dilakukan dengan

menggunakan program SAP 2000 yang

merupakan salah satu program analisis

struktur yang telah dikenal luas dalam

dunia teknik sipil dan juga merupakan

program versi terakhir yang paling

lengkap dari seri - seri program analisis

struktur SAP. Program SAP 2000 ini

merupakan perangkat lunak untuk

analisis dan desain struktur ini

menggunakan operasi windows. Analisis

dengan komputer, harus memberitahukan

prinsip cara kerja program dan harus

ditunjukan dengan jelas data masukan

serta penjelasan data keluaran. percobaan

model diperbolehkan bila diperlukan

untuk menunjang analisis teoritis.

Graphis user interface dari SAP 2000

digunakan untuk merancang,

menganalisa, mendesain, dan

menampilkan geometri struktur, property

dan hasil analisis. Prosedur dari analisis

Page 3: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 3

ini dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian,

yaitu :

1. Preprocessing (Pra Proses).

2. Solving (Penyelesaian).

3. Post Processing (Pasca Proses).

Analisa penampang yang dilakukan

pada perencanaan struktur bangunan ini

meliputi analisa balok, kolom, plat, dan

tangga yang mengacu pada SNI 03-1729-

2002 (Tata Cara Perencanaan Struktur

Baja untuk Bangunan Gedung), dan

didasarkan pada hasil dari analisa struktur

yang telah dilakukan sebelumnya dengan

menggunakan porgram SAP 2000.

Sifat mekanis baja structural,

tegangan leleh untuk perencanaan (fy),

tegangan putus untuk perencanaan ( fu ),

yang digunakan dalam perencanaan harus

memenuhi persyaratan minimum yang

diberikan. Sifat-sifat mekanis lainnya

baja struktural untuk maksud

perencanaan ditetapkan sebagai berikut:

Modulus elastisitas:E = 200.000 MPa

Modulus geser : G = 80.000 MPa

Nisbah poisson : μ = 0,3

Koefisien pemuaian:α = 12 x10-6/oC

Laporan uji material baja di pabrik

yang disahkan oleh lembaga yang

berwenang dapat dianggap sebagai bukti

yang cukup untuk memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam standar ini. Baja

yang tidak teridentifikasi boleh

digunakan selama memenuhi ketentuan

bebas dari cacat permukaan, sifat fisik

material dan kemudahannya untuk dilas

tidak , mengurangi kekuatan dan

kemampuan layan strukturnya (SNI 03–

1729– 2002), ditest sesuai ketentuan

yang berlaku. Tegangan leleh ( f y ) untuk

perencanaan tidak boleh diambil lebih

dari 170 MPa sedangkan tegangan

putusnya ( fu ) tidak boleh diambil lebih

dari 300 MPa.

Indonesia merupakan negara

penghasil dan pengekspor karet alam

urutan ke 2 (dua) di dunia setelah

Thailand. Meskipun produksi karet

Indonesia masih dibawah Thailand

namun dari sisi luasan Indonesia

menduduki areal karet terluas di dunia.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa

tingkat produktivitas karet Indonesia per

satuan luas masih dibawah tingkat

produktivitas di negara lain (Thailand dan

Malaysia). Namun demikian peluang

ekspor karet alam Indonesia ke depan

masih tetap cerah bahkan Indonesia dapat

menjadi negara pemasok karet utama

mengingat 2 (dua) pemasok utama

lainnya (Thailand dan Malaysia) sudah

tidak mampu lagi meningkatkan

produksinya karena keterbatasan lahan

pengembangan.

Dibalik peluang yang sangat besar

tersebut, tuntutan terhadap bahan baku

yang bermutu merupakan suatu tantangan

yang besar bagi Indonesia. Mutu bahan

baku karet yang diekspor ke luar negeri

sangat ditentukan oleh penanganan bahan

olah karet di tingkat petani. Semenjak

Indonesia dikenalkan dengan produk

crumb rubber dengan SIR (Standar

Indonesian Rubber), mutu bahan olah

karet yang dipersiapkan oleh petani

semakin merosot.

METODE PENELITIAN

Data yang Diperlukan

Data yang digunakan dalam

pembuatan dan penyusunan penelitian ini

secara garis besar dapat diklasifikasikan

menjadi 2 jenis, yaitu data primer dan

data sekunder.

a. Data primer

Yaitu data yang didapat dari hasil

peninjauan dan pengamatan langsung

di lapangan berupa letak, luas areal,

kondisi lokasi, kondisi bangunan di

sekitar lokasi, juga denah rencana

pada daerah perencanaan.

b. Data sekunder

Yaitu data pendukung yang dipakai

dalam pembuatan dan penyusunan

penelitian baik dari lapangan maupun

Page 4: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 4

dari hasil penelitian test laboratorium

serta dari literatur-literatur yang ada.

Data ini tidak dapat digunakan secara

langsung sebagai sumber tetapi harus

melalui pengolahan data untuk dapat

digunakan.

Tahap Persiapan/ Preeliminary

struktur

Beban-beban yang bekerja pada

struktur seperti beban mati (dead load),

beban hidup (live load), beban gempa

(earthquake), dan beban angin (wind

load) menjadi bahan perhitungan awal

dalam perencanaan struktur untuk

mendapatkan besar dan arah gaya-gaya

yang bekerja pada setiap komponen

struktur, kemudian dapat dilakukan

analisis struktur untuk mengetahui

besarnya kapasitas penampang.

Pendistribusian pengaruh gaya-

dalam kepada komponen-komponen

struktur dan sambungan-sambungan pada

struktur bangunan ini ditetapkan dengan

menganggap salah satu atau kombinasi

bentuk-bentuk struktur adalah semi kaku.

Dimana Pada struktur semi-kaku,

sambungan tidak memiliki kekakuan

yang cukup untuk mempertahankan

sudut-sudut di antara

komponenkomponen struktur yang

disambung, namun harus dianggap

memiliki kapasitas yang cukup untuk

memberikan kekangan yang dapat diukur

terhadap perubahan sudut-sudut tersebut.

Tingkat kapasitas tersebut di atas

terhadap taraf pembebabanan yang

bekerja ditetapkan dengan metode

berdasarkan percobaan.

Pemodelan Struktur

Pada tahap ini dilakukan

permodelan/modeling struktur dengan

menggunakan AUTOCAD 2000,

kemudian akan dianalisis struktur

tersebut dengan menggunakan program

bantu SAP 2000 berdasarkan

preeliminary dan pembebanan yang telah

direncanakan.

Tahap analisis data dan pembahasan Pada tahap ini, setelah proses

perhitungan menggunakan SAP 2000,

apabila hasil yang didapat menyatakan

tidak aman, maka proses diulang ke

permodelan/modeling struktur

(preeliminary dan pembebanan yang

direncanakan). Namun apabila dari hasil

tersebut dinyatakan aman, maka

pemilihan permodelan atau modeling

struktur (preeliminary dan pembebanan

yang direncanakan) awal bisa

dilaksanakan di lapangan. Kemudian

menuangkan secara detail pada

AUTOCAD .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preliminiery design

Dasar-dasar preliminiery design

1. Pelat lantai

a. Pelat lantai memikul beban vertikal

dalam dua arah (two way slab)

masing-masing arah x dan arah y

b. Balok-balok arah x dan arah y

dianggap sebagai tumpuan terjepit

elastis

2. Balok

Asumsi dasar :

a. Balok arah x hanya memikul beban

vertikal dalam arah x demikian juga

arah y.

b. Balok baja terjepit elastis pada

tumpuan

c. Beban pada balok baja terbagi rata

Preliminiery design

a. Penentuan dimensi Baja

berdasarkan PPBBI 1983

b. Penampang harus mampu memikul

momen, aksial dan geser

maksimum yang terjadi

3. Kolom

a. Dimensi kolom ditentukan

berdasarkan PPBBI 1983

Page 5: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 5

b. Beban horizontal (gaya geser)

berupa pembebanan dikali dengan

koefisien geser ditiap titik yang

bersangkutan

Data Modelling

Nama bangunan : Gudang Karet

ukuran 40 x 15,8 M

Fungsi bangunan: Pergudangan

Lokasi : Banjarmasin Kalsel

Jumah lantai : 6 (enam) lantai

Tinggi bangunan : 24 m

a. Lantai Dasar : ± 0,000 m.

b. Lantai 1 : ± 4,500 m.

c. Lantai 2 : ± 8,000 m.

d. Lantai 3 : ± 11,500 m.

e. Lantai 4 : ± 15,000 m.

f. Lantai 5 : ± 17,000 m

g. Atap : ± 24,000 m

Struktur Bangunan : Konstruksi Baja

Pondasi : Pondasi dalam end

bering

Mutu konstruksi :

- Baja konstruksi Bj. 37 :

fy 160Mpa

fu 240Mpa

- Beton K-225

- Minipile K-50

Data Pembebanan

Sebelum menganalisa struktur balok

terlebih dahulu menghitung beban yang

terjadi berdasarkan data-data yang ada

pada peraturan pembebanan gedung di

Indonesia, yang hasil selanjutnya akan

dimasukkan kedalam software komputer

berupa SAP 2000 v 14 untuk

mendapatkan hasil struktur balok, kolom

yang diasumsikan dalam preliminary

desain kuat dalam menerima

pembebanan. Struktur bangunan

direncanakan kekuatannya terhadap

beban yang terjadi akibat beban mati,

beban hidup, beban angin, serta

kombinasi dari beban beban tersebut :

a. Pembebanan Lantai

Pembebanan lantai 1

Lantai 1 direncanakan bertumpu

langsung ditanah urugan sehingga

pembebanan lantai 1 tidak

didistribusikan kolom ke pondasi

tetapi langsung ke konstruksi dibawah

lantai.

Pembebanan Lantai 2, Lantai 3, Lantai

4 dan Lantai 5.

Pembebanan lantai 2, lantai 3, lantai 4

dan lantai 5 dianggap sama berikut:

b. Beban Mati

Beban konstruksi berat sendiri

perangkat lunak SAP secara otomatis

akan menghitung sendiri sesuai

dengan profil yang digunakan.

c. Beban Hidup

Sesuai fungsi ruang gudang untuk

penggantung pengeringan karet dan

beban pekerja manusia serta

peralatannya maka direncanakan

beban hidup untuk 1 m2 sebesar 350

kg/m2.

Untuk pembebanan pada atap, beban

mati terdiri dari beban berat sendiri

struktur telah terhitung dan untuk

beban tambahan atap spandek dan

rangka atap serta aksesoris lainya

sebesar 15 kg/m2, beban hidup yang

berkerja sebesar 100 kg tiap titik dan

beban angin 25kg/m2.

d. Kombinasi Pembebanan

e. Dalam melakukan perhitungan

kombinasi pembebanan yang dipakai

adalah :

1,4DL

1,2DL+1,6LL+0,5(L atau H)

1,2DL+1,6(L atau H)+(Ɣ.L atau 0,8)

1,2DL+1,3W+ Ɣ.L +0,5(L atau H)

dimana :

DL = beban mati

LL = beban hidup

L = beban hidup selama

perawatan

H = beban hujan

W = beban angin

Page 6: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 6

Pemodelan Struktur

Dalam metode analisa struktur

bangunan dilakukan berdasarkan

pendekatan metode kekuatan batas

(Strength Design Method) baik pada

struktur utama maupun skunder sesuai

standar referensi, meliputi dasar

perencanaan beton bertulang berdasarkan

SK SNI T-15-1991-03 (Vis & Gideon,

1994) dan Peraturan Perencanaan

Bangunan Baja Indonesia (PPBBI 1984).

Dalam perhitungan analisa struktur

menggunakan program amplikasi

computer SAP 2000 versi 14.

Gambar 1. Rangka Struktur Portal Gudang

Karet

Dari hasil running SAP tersebut

memyatakan bahwa struktur gudang karet

menggunakan jenis baja sebagai berikut:

Dari modeling yang direncanakan, hasil output SAP menunjukkan sebagai berikut:

No Type baja Peruntukan

1 H beam 200.2000.8.12 Kolom

2 WF 250.125.6.9 Balok

3 WF 150.75.5.7 Balok

4 WF 300.150.6,5.9 Balok

Sumber : Hasil analisa 2012

Sedangkan untuk balok penggunan

profil baja WF 250.125.6.9 untuk B1,

profil baja WF 150.75.5.7 untuk B2 dan

profil baja WF 300.150.6,5.9 untuk B3

mampu menahan kombinasi pembebanan

maksimum yang terjadi yaitu untuk B1

Momen (Mux=195,241 Kgm,

Muy=0,000015 Kgm), Normal 98,29 Kg

dan Geser (Vux=25,35 kg. Vuy=0,016

kg), untuk B2 (Mux=47,288 Kgm,

Muy=0,055 Kgm), Normal 507,06 Kg

dan Geser (Vux=560,95 kg. Vuy=0,45

kg), untuk B3 (Mux=461,048 Kgm,

Muy=0,011 Kgm), Normal 794,02 Kg

dan Geser (Vux=94,18 kg,Vuy=0,18 kg).

Hasil lengkap perhitungan bisa dilihat di

lampiran

Gambar 3. Rangka Struktur Portal Gudang Karet (Autocad 2000)

Gambar 2. Rangka Struktur Portal Gudang

Karet (Autocad 2000)

Page 7: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 7

Gambar 4. Rencana kolom dan balok baja

Keterangan:

C1 : Kolom H beam 200.2000.8.12

B1 : Balok WF 250.125.6.9

B2 : Balok WF 150.75.5.7

B3 : Balok WF 300.150.6,5.9

KESIMPULAN

1. Data modelling dengan

spesifikasi gudang karet ukuran 40 x

15,8 m dengan menggunakan

struktur konstruksi baja dan jumah

lantai sebanyak 6 (enam) lantai dan

memiliki tinggi bangunan 24 m

dengan detail lantai dasar : ±

0,00 m; lantai 1 : ± 4,50 m; lantai 2 :

± 8,00 m; lantai 3 : ± 11,50 m; lantai

4 : ± 15,00 m; lantai 5 : ± 17,00 m

dan atap : ± 24,00 m. Pondasi dalam

end bering dan mutu konstruksi

yaitu baja konstruksi Bj. 37 (fy

160 Mpa dan fu 240Mpa), memakai

beton K-225 dan minipile K-500.

2. Dalam metode analisa struktur

bangunan dilakukan berdasarkan

pendekatan metode kekuatan batas

(Strength Design Method) baik pada

struktur utama maupun skunder

sesuai standar referensi, meliputi

dasar perencanaan beton bertulang

berdasarkan SK SNI T-15-1991-03

(Vis & Gideon, 1994) dan Peraturan

Perencanaan Bangunan Baja

Indonesia (PPBBI 1984). Dalam

perhitungan analisa struktur

menggunakan program amplikasi

computer SAP 2000 ver 14.

3. Hasil perhitungan menunjukkan

bahwa pemilihan profil kolom Baja

H 200.200.8.12 mampu menahan

kombinasi pembebanan maksimum

yang terjadi yaitu Momen

(Mux=186,591 Kgm, Muy=106,78

Kgm), Normal (Pu) 37.393,38 kg

dan Geser (Vux=702,26 kg.

Vuy=440.43 kg). Sedangkan untuk

balok penggunan profil baja WF

250.125.6.9 untuk B1, profil baja

WF 150.75.5.7 untuk B2 dan profil

baja WF 300.150.6,5.9 untuk B3

mampu menahan kombinasi

pembebanan maksimum yang terjadi

yaitu untuk B1 Momen

(Mux=195,241 Kgm, Muy=0,000015

Kgm), Normal 98,29 Kg dan Geser

(Vux=25,35 kg. Vuy=0,016 kg),

untuk B2 (Mux=47,288 Kgm,

Muy=0,055 Kgm), Normal 507,06

Kg dan Geser (Vux=560,95 kg.

Vuy=0,45 kg), untuk B3

(Mux=461,048 Kgm, Muy=0,011

Kgm), Normal 794,02 Kg dan Geser

(Vux=94,18 kg,Vuy=0,18 kg).

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pekerjaan Umum. 1970.

“Peraturan Muatan Indonesia

(PMI)”. Badan penerbit PU.

Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 1983.

Peraturan Perencanaan Tahan

Gempa Indonesia untuk Bangunan.

Bandung

--------. 1983. “Peraturan Pembebanan

Indonesia Untuk Gedung”. PPIG.

Bandung

--------.. 2000. Tata Cara Perencanaan

Struktur Baja untuk Bangunan

Gedung (SNI 03-1729-2002) .

Badan Standardisasi Nasional.

--------.. 2002. Tata Cara Perencanaan

Ketahanan Gempa Untuk Struktur

Gedung (SNI 03-1726 –2002).

Puslitbang Pemukiman

Page 8: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 8

STUDI DESULFURISASI BATUBARA SECARA MIKROBIOLOGI DENGAN

BAKTERI Thiobacillus ferrooxidans

Fatimah

Staf Pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Politeknik Negeri Tanah Laut

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Aktivitas pertambangan batubara dicirikan dengan dihasilkannya produk samping yang

sangat banyak. Salah satunya adalah pirit yang mana akan meningkatkan keasaman air dan

melarutkan logam berat. Proses pembakaran batubara selain menghasilkan energi, juga

menghasilkan bahan pencemar berupa gas SOx yang sangat merugikan lingkungan.

Desulfurisasi merupakan suatu teknik yang dilakukan untuk menghilangkan sulfur pada

batubara, diharapkan dengan menurunnya sulfur batubara, maka dampak negatif dari gas

SOx dapat diminimalkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan kandungan

sulfur batubara dengan metode desulfurisasi secara mikrobiologi dengan bakteri T.

ferrooxidans. Selain itu juga untuk mendapatkan kondisi optimum desulfurisasi batubara.

Penelitian ini menggunakan batubara yang berasal dari Sangata Kalimantan Timur dengan

kandungan sulfur total 2,12%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan sulfur

batubara dapat diturunkan sampai 12,30%, dimana konsentrasi bakteri 10% dan waktu

inkubasi 7 hari menunjukkan kondisi optimum desulfurisasi.

Kata kunci : desulfurisasi, batubara, metode mikrobiologi, Thiobacillus ferrooxidans

PENDAHULUAN

Batubara yang kaya dengan

kandungan karbon dapat dijadikan

sebagai sumber energi dan bahan bakar

alternatif pengganti bahan bakar minyak

dan gas yang sudah semakin menipis.

Industri yang menggunakan bahan bakar

batubara antara lain PLTU, industri

briket, karet ban, kertas, kimia, minyak

goreng, makanan, tekstil, metalurgi,

semen, kemasan, pengecoran logam dan

industri lainnya.

Batubara adalah suatu batuan

sedimen organik berasal dari penguraian

sisa berbagai tumbuhan yang merupakan

campuran yang heterogen antara senyawa

organik dan zat anorganik yang menyatu

di bawah beban strata yang

menghimpitnya. Batubara berasal dari

tumbuhan yang mati, kemudian tertutup

oleh lapisan batuan sedimen. Ketebalan

timbunan itu lama kelamaan menjadi

berkurang karena adanya suhu dan

tekanan yang tinggi (Muchjidin, 2006).

Batubara adalah suatu batuan

sedimen tersusun atas unsur karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur.

Zat lain, yaitu senyawa anorganik

pembentuk ash tersebar sebagai partikel

zat mineral terpisah-pisah di seluruh

senyawa batubara. Beberapa jenis

batubara meleleh dan menjadi plastis

apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan

residu yang disebut kokas. Batubara

dapat dibakar untuk membangkitkan uap

atau dikarbonisasikan untuk membuat

bahan bakar cair atau dihidrogenasikan

untuk membuat metan. Gas sintetis atau

bahan bakar berupa gas dapat diproduksi

sebagai produk utama dengan jalan

gasifikasi sempurna dari batubara dengan

oksigen dan uap atau udara (Muchjidin,

2006).

Page 9: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 9

Aktivitas pertambangan batubara

dicirikan dengan dihasilkannya produk

samping yang sangat banyak, misalnya

pirit dan sulfat, dimana dapat

meningkatkan keasaman air dan

melarutkan logam berat. PLTU

merupakan salah satu jenis pembangkit

listrik yang paling banyak menghasilkan

emisi gas SOx dari hasil pembakaran

batubara. Emisi gas tersebut apabila tidak

dikendalikan dan berhasil lepas ke

atmosfer akan menjadi masalah

lingkungan, misalnya pencemaran

lingkungan, kerusakan hutan, hujan asam,

timbulnya korosi pada boiler, pemanasan

global akibat efek rumah kaca dan lain-

lain. Oleh sebab itu perlu dilakukan

teknologi desulfurisasi. Undang-undang

Udara Bersih Amerika Serikat tahun

1970 tentang polutan SO2 membatasi

emisi gas SO2 hasil pembakaran batubara

adalah 650 ppm (1,2 lb SO2/106 BTU)

(Sukandarrumidi, 2006). Di Indonesia,

Menteri Negara Lingkungan Hidup

mengeluarkan peraturan baku untuk

PLTU diberlakukan sejak 1 Januari 2000

harus memenuhi batas maksimal emisi

gas SO2 sebesar 750 mg/m3. Ambang

batas sulfur dalam batubara yang masih

diperbolehkan berkisar 0,2 - 0,6% berat

(Purawiardi, 2007).

Desulfurisasi merupakan teknik

yang dilakukan untuk menghilangkan

sulfur pada batubara. Proses desulfurisasi

dengan metode kimia memiliki

kemampuan desulfurisasi tidak saja untuk

menghilangkan pirit, tetapi juga dapat

menurunkan kadar sulfur organik yang

terdapat di dalam batubara. Desulfurisasi

batubara secara mikrobiologi dilakukan

dengan memanfaatkan kemampuan

mikroorganisme untuk mereduksi bahan

pencemar itu. Mikroorganisme tersebut

dikenal sebagai bakteri pereduksi sulfat

(SRB). Diharapkan dengan

berkurangnya sulfur tersebut, dampak

negatif akibat pencemaran gas SOx di

udara yang diakibatkan pembakaran

batubara dapat menjadi minimum.

Tujuan yang hendak dicapai dari

penelitian ini adalah untuk menurunkan

kadar sulfur pada batubara secara

mikrobiologi dengan bakteri Thiobacillus

ferrooxidans dan mendapatkan kondisi

optimum desulfurisasi dengan parameter

perlakuan meliputi konsentrasi bakteri

dan waktu inkubasi.

Kandungan Kimia Batubara

Secara kimia, batubara tersusun atas tiga

komponen utama, yaitu:

1. Air yang terikat secara fisika, dapat

dihilangkan pada suhu sampai

105oC, disebut moisture.

2. Senyawa batubara atau coal

substance, yaitu senyawa organik

yang terutama tersusun atas karbon,

hidrogen, oksigen, sulfur, dan

nitrogen.

3. Zat mineral, yaitu senyawa

anorganik

Berikut adalah model struktur batubara,

dimana pirit terdistribusi secara acak

Gambar 1. Model struktur dan jenis

senyawa organik sulfur batubara

Page 10: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 10

Sulfur batubara terdapat dalam dua

bentuk, yaitu organik dan anorganik.

Sulfur organik terikat secara kovalen

pada struktur kompleks yang mana sukar

untuk dipisahkan dari struktur batubara.

Sulfur organik berada dalam bentuk

alifatik, aromatik atau heterosiklik, yang

mana dapat diklasifikasikan dalam empat

golongan:

1. Alifatik atau aromatik thiols

(mercaptans, thiophenols)

2. Alifatik, aromatik atau bercampur

sulfida (thioethers)

3. Alifatik, aromatik atau bercampur

disulfide (dithioethers)

4. Senyawa heterosiklik atau tipe

thiophene (Dibenzothiophene)

(Haider, 2008).

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan adalah

sampel batubara dari Sangata Kalimantan

Timur, Isolat bakteri

Thiobacillus ferrooxidans diperoleh dari

SITH ITB Bandung, Fe2SO4.7H2O,

MgSO4.7H2O, H2SO4 1N, K2HPO4,

(NH4)2SO4. Bahan untuk analisis

sulfur meliputi BaCl2, MgO, Na2CO3

anhidrous, HCl 2N, Na2SO4 anhidrous,

dan akuades.

Peralatan yang digunakan adalah

Muffle furnace, cawan porselin, lumpang,

bomb calorimeter adiabatic (Yosida 832-

4351), shaker, spektrofotometer UV-Vis

(Jenway 6305), oven, hot plate,

timbangan analitik, vortex, Laminar Air

Flow, cawan petri, hot plate stirrer (Ika

RH basic 2), pH meter autoclave

(HL36AE), lampu spiritus, shaker, rak

tabung reaksi, aluminium foil, dan

peralatan gelas standar.

Rancangan Percobaan

Menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang terdiri dari dua faktor

dengan dua ulangan meliputi :

Faktor Pertama (C): konsentrasi bakteri,

terdiri atas:

C1 = 5%

C2 = 10%

C3 = 15%

Faktor Kedua (D) : waktu inkubasi,

terdiri atas:

D1 = 7 hari

D2 = 12 hari

D3 = 17 hari

Berikut matriks kombinasi perlakuan

antara faktor Pertama dan Kedua ,

Tabel 1. Matriks kombinasi perlakuan

desulfurisasi secara

mikrobiologi

C1 C2 C3

D1 C1D1 C2D1 C3D1

D2 C1D2 C2D2 C3D2

D3 C1D3 C2D3 C3D3

Tiap-tiap kombinasi perlakuan terdiri 2

kali ulangan sehingga keseluruhan ada 18

kali percobaan.

Pertumbuhan dan perbanyakan

bakteri Thiobacillus ferrooxidans

Perbanyakan dilakukan pada

medium cair dengan penanganan secara

aseptik. Bakteri T. ferrooxidans sangat

cocok hidup dalam lingkungan anorganik

(Douglas, 1994). Bakteri T. ferrooxidans

ditumbuhkan pada media 9K (Atlas,

2006, Hossain, 2005, Nowaczyk, et al.,

1998, Ruamsap dan Akaracharanya.

2002, Barron, et al., 1990) dengan

komposisi sebagai berikut:

Larutan I dalam 800 mL akuades:

- K2HPO4 0,04%

- (NH4)2SO4 0,04%

- MgSO4 7H2O 0.04%

- H2SO4 1N 0,4%

Larutan II dalam 200 mL akuades:

- FeSO4.7 H2O 3,34%

- H2SO4 1N 1,0%

Tambahkan semua bahan pada

larutan I dengan akuades sampai volume

C D

Page 11: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 11

800 mL, campur seluruhnya, kemudian di

autoclave selama 15 menit suhu 1210C

dan dinginkan sampai suhu 45-500C.

Larutan II dibuat dengan cara

menambahkan bahan tersebut dengan

akuades 200 mL, campur dan dapat

dihangatkan pada suhu 45-500C. Kedua

larutan dicampur kemudian di tuang

kedalam tabung reaksi atau Erlenmeyer.

Inokulum pada media agar miring

diinokulasikan sebanyak 3 ose kedalam

media cair 50 mL, kemudian diinkubasi

pada suhu kamar dengan laju pengadukan

100 rpm selama 10 hari. 10%(v/v)

bakteri dipindahkan pada media baru.

Pertumbuhan ditentukan dengan cara

mengukur kekeruhan (Optical

Density/OD) kultur bakteri tersebut

menggunakan spektrofotometer (Irianto,

2006 ; Agustiyani et al, 2004) pada

panjang gelombang 430 nm.

Pertumbuhan bakteri dihitung pada hari

ke-0; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9 dan 10

kemudian dibuat kurva pertumbuhan

bakteri. Perbanyakan bakteri dilakukan

pada medium yang sama dengan

inukolasi bakteri sebanyak 10% (v/v) dan

lama inkubasi ditentukan setelah

didapatkan pertumbuhan optimum diatas.

Prosedur Kerja Penelitian

Menimbang sampel batubara

masing-masing sebanyak 3,5 g lolos

ayakan 90 mesh dan memasukkan pada

erlenmeyer. Setelah itu menambahkan

medium masing-masing sebanyak 33,25

mL; 31,5 mL; 29,75 mL atau dengan

densitas pulp 10%. Inokulasi dengan

bakteri sebanyak 1,75 mL atau 5%; 3,5

mL atau 10%; 5,25 mL atau 15% (v/v).

pH awal diatur pada pH 2,25±0,2.

Inkubasi dilakukan pada suhu kamar

(28±20C) dengan laju pengadukan 100

rpm dengan masing-masing waktu

inkubasi 7 hari; 12 hari dan 17 hari.

Setelah diinkubasi pada waktu tertentu

batubara dipisahkan dan dicuci sampai

bersih dengan akuades sampai bebas

sulfat. Indikator bebas sulfat dengan

meneteskan filtrat dengan larutan BaCl2

sampai tidak menimbulkan kekeruhan.

Batubara kemudian dikeringkan yaitu

dengan mengoven pada suhu 105oC

selama 2 jam, setelah itu batubara

ditimbang dan dilakukan analisis kadar

sulfur dan nilai kalor.

Analisis Sulfur

Sulfur total pada batubara dianalisis

menggunakan metode turbidimetri pada,

sampel dipreparasi menggunakan metode

Eschka (ASTM D 3177-02 method (A).

1,000 g batubara dalam cawan

ditambahkan 3 g campuran Eschka (2

MgO :1 Na2CO3), campur sampai rata

dan diatas campuran tadi ditaburkan 1 g

campuran Eschka sampai tertutupi.

Panaskan campuran dalam muffle furnace

sampai suhu 800±250C selama 1,5 jam.

Digest dengan air panas, dekantasi

melalui kertas saring beberapa kali

sampai volume 250 mL. 8 mL filtrat

ditambah 2 mL HCl 2N, kocok,

tambahkan seujung sudip BaCl2. Catat

absorbansi λ 410 nm dan hasil

absorbansi yang diperoleh diplotkan pada

kurva standar, yaitu dengan membuat

kurva baku sulfat (Na2SO4). Kalor

batubara dianalisis menggunakan metode

adiabatis kalorimetri dengan alat

calorimeter bomb dan pH diukur dengan

pH meter.

Data kuantitatif desulfurisasi yang

diperoleh dari pengamatan dianalisis

menggunakan ANOVA (Analysis of

Variance) atau Uji F dan apabila terdapat

perbedaan maka dilanjutkan uji lanjut

(Hanafiah, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Pertumbuhan Bakteri T.

ferrooxidans

Kurva pertumbuhan dibuat untuk

mengetahui fase-fase pertumbuhan

bakteri T. ferrooxidans. Kurva ini dibagi

Page 12: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 12

menjadi empat fase yaitu fase lag

(adaptasi), fase log (eksponensial), fase

stasioner (seimbang) dan fase kematian

(penurunan). Kurva ini digunakan untuk

menentukan waktu pada saat

pertumbuhan bakteri optimum, dimana

menghasilkan jumlah sel paling besar.

Pertumbuhan ditentukan dengan cara

mengukur kekeruhan OD (Optical

Density) kultur bakteri tersebut dengan

menggunakan spektrofotometer, dimana

OD sebesar 0,2 sebanding dengan

densitas sel 109 sel/mL (Barron, et al.

1990). Hasil pengukuran absorbansi yang

paling besar mengindikasikan bahwa

pada saat itu pertumbuhan bakteri

optimum dan siap untuk perlakuan

desulfurisasi yang dilakukan. Berikut

ditunjukkan kurva pertumbuhan bakteri

T. ferrooxidans.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri Thiobacillus ferrooxidans

Berdasarkan hasil pengamatan pola

pertumbuhan bakteri T. ferrooxidans

sebagaimana terlihat pada Gambar 4

menunjukkan fase adaptasi yang cepat,

kemungkinan hanya beberapa jam setelah

inokulasi. Pengukuran pertumbuhan

bakteri dilakukan selama 10 hari dan

dilakukan pengukuran tiap hari. Pada hari

ke-1 sudah terlihat adanya pertumbuhan

bakteri. Pada hari ke- 1 sampai hari ke-6

merupakan fase eksponensial dimana

bakteri mengalami pertumbuhan tercepat.

Pertumbuhan maksimum bakteri T.

ferrooxidans adalah pada hari ke-6

dengan nilai 0,82. Barron, et al., (1990)

melaporkan bahwa bakteri T.

ferrooxidans yang ditumbuhkan pada

media 9K dengan OD 0,2 sebanding

dengan densitas sel 109 sel/mL. Ini berarti

bahwa jumlah sel dengan OD 0,82

mempunyai densitas sel sebesar 4,1x109

sel/mL. Konsentrasi bakteri 5% ekivalen

dengan jumlah bakteri 2,05x108 sel/mL,

konsentrasi bakteri 10% ekivalen dengan

jumlah bakteri 4,1x108 sel/mL dan

konsentrasi bakteri 15% ekivalen dengan

jumlah bakteri 6,15x108 sel/mL. Fase

stasioner terjadi setelah fase

eksponensial, dimana jumlah sel bakteri

tetap, artinya jumlah pertumbuhan sel

sama dengan jumlah kematian sel. Fase

kematian terjadi setelah fase stasioner,

jumlah bakteri yang mati lebih banyak

daripada yang membelah diri (Hossain,

2005),

Pengaruh Perlakuan terhadap

Desulfurisasi Batubara secara

Mikrobiologi

Desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi merupakan suatu usaha

untuk menghilangkan atau menurunkan

Waktu (hari)

Page 13: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 13

sulfur pada batubara dengan

memanfaatkan mikroorganisme. Metode

desulfurisasi yang kedua ini

menggunakan bakteri Thiobacillus

ferrooxidans sebagai bakteri

pendesulfurisasi. Desulfurisasi secara

mikrobiologi menggunakan dua faktor

perlakuan. Faktor pertama adalah

konsentrasi bakteri Thiobacillus

ferrooxidans yaitu 5%; 10% dan 15%,

faktor kedua adalah waktu inkubasi yaitu

7 hari; 12 hari dan 17 hari sebagaimana

yang sudah dijelaskan pada prosedur

kerja sebelumnya. Thiobacillus

ferrooxidans merupakan salah satu

bakteri pereduksi sulfat (SRB), bakteri

Gram negatif dan berbentuk batang,

tumbuh pada lingkungan pertambangan

anorganik, dapat hidup pada suhu kamar,

termasuk bakteri aerob dan hidup pada

pH asam (Douglas, 1994). Kondisi

desulfurisasi yang dilakukan pada

penelitian ini pada pH 2,4 – 2,42 dan

suhu kamar. Thiobacillus ferrooxidans

merupakan bakteri mesofilik, dapat hidup

pada suhu kamar dengan kondisi pH

desulfurisasi yang paling cepat terjadi

pada pH antara 2-3,5 (Waites, et al.,

2001). Berikut data hasil analisis sulfur

setelah desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi ditunjukkan pada tabel dan

gambar berikut.

Tabel 2. Data pengaruh konsentrasi bakteri T. ferrooxidans dan waktu reaksi terhadap

kadar sulfur setelah desulfurisasi batubara

Perlakuan Rata-rata sulfur

(%w/w)

Desulfurisasi

(%) [Bakteri]

(%)

Waktu

(hari)

Batubara awal - 2,12 -

5 7 2,03 4,48

12 2,02 4,75

17 2,08 1,97

10 7 1,87 12,30

12 1,91 10,31

17 2,02 4,63

15 7 1,95 8,36

12 2,09 1,15

17 2,18 -2,84

Berdasarkan Uji F yang dilakukan

pada perlakuan, F hitung > F tabel 1%

(Lampiran 9), berarti H1 diterima pada

taraf uji 1%. Ini menunjukkan bahwa

desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi dengan T. ferrooxidans

berpengaruh sangat nyata, dimana T.

ferrooxidans bertindak sebagai

mikroorganisme pendesulfurisasi.

Perlakuan optimum didapatkan pada

kondisi desulfurisasi dengan konsentrasi

T. ferrooxidans 10% dan waktu inkubasi

selama 7 hari dengan penurunan sulfur

sebesar 12,30% kemudian diikuti oleh

perlakuan dengan konsentrasi bakteri T.

ferrooxidans 10% dan waktu inkubasi

selama 12 hari dengan penurunan sulfur

sebesar 10,31%.

Konsentrasi bakteri 10%

merupakan keadaan yang seimbang

dengan komposisi media yang tersedia.

Nutrisi yang tersedia untuk pertumbuhan

bakteri tercukupi, sehingga dapat

menggunakan untuk aktivitas

metabolisme. Konsentrasi bakteri 5%

tidak cukup untuk melakukan aktivitas

desulfurisasi batubara secara optimal.

Nutrisi yang tersedia sangat melimpah,

Page 14: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 14

tetapi jumlah bakteri tidak seimbang

sehingga proses desulfurisasi belum

optimal. Sebaliknya pada konsentrasi

bakteri 15%, komposisi media yang

tersedia kemungkinan tidak cukup untuk

pertumbuhan bakteri sehingga aktivitas

desulfurisasi batubara juga belum optimal

atau ketersediaan nutrisi hanya cukup

untuk konsentrasi bakteri 10% (v/v).

Ruamsap dan Akaracharanya, (2002)

melaporkan bahwa kondisi optimum

desulfurisasi pirit terjadi pada konsentrasi

bakteri 10% (v/v) dan terjadi penurunan

desulfurisasi pirit pada konsentrasi

bakteri 15% (v/v) dan 20% (v/v).

Hasil uji F menunjukkan bahwa

interaksi antara faktor perlakuan

konsentrasi bakteri T. ferrooxidans dan

waktu inkubasi tidak nyata. Oleh sebab

itu perlu dilakukan analisis terhadap

faktor-faktor pengaruh perlakuan

desulfurisasi. Hasil uji F menunjukkan

bahwa faktor perlakuan konsentrasi

bakteri T. ferrooxidans berpengaruh

sangat nyata dan faktor perlakuan waktu

inkubasi berpengaruh sangat nyata. Oleh

sebab itu, faktor perlakuan konsentrasi

bakteri T. ferrooxidans dan faktor

perlakuan waktu inkubasi dilakukan uji

lanjut menggunakan Beda Nyata Jujur

(BNJ). UJi lanjut dilakukan untuk

mengetahui perbedaan pengaruh antar

perlakuan. Pengaruh perlakuan

konsentrasi bakteri T. ferrooxidans dan

pengaruh perlakuan waktu inkubasi

terhadap desulfurisasi batubara

ditunjukkan pada tabel dan gambar

berikut.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan

konsentrasi terhadap

desulfurisasi batubara

Tabel 4. Pengaruh perlakuan waktu

reaksi terhadap desulfurisasi

batubara

Berdasarkan Tabel diatas dapat

dijelaskan bahwa faktor konsentrasi

bakteri T. ferrooxidans berpengaruh

sangat nyata terhadap desulfurisasi

batubara, dimana variasi konsentrasi

bakteri T. ferrooxidans menghasilkan

perbedaan desulfurisasi batubara yang

nyata. Konsentrasi bakteri T.

ferrooxidans optimum untuk desulfurisasi

batubara secara mikrobiologi adalah 10%

dan sangat berbeda nyata dengan faktor

konsentrasi yang lain.

Waktu inkubasi berpengaruh sangat

nyata terhadap desulfurisasi batubara,

dimana perlakuan dengan waktu 7; 12

dan 17 hari menghasilkan perbedaan

desulfurisasi batubara yang nyata dengan

waktu inkubasi optimum adalah 7 hari.

Semakin lama waktu inkubasi terjadi

penurunan desulfurisasi batubara. Jadi

kondisi optimum desulfurisasi batubara

diperoleh pada perlakuan dengan

konsentrasi bakteri T. ferrooxidans 10%

dan waktu inkubasi selama 7 hari.

Ambang batas sulfur dalam

batubara yang masih diperbolehkan

berkisar 0,2-0,6% berat. Hasil yang

diperoleh pada desulfurisasi batubara

secara kimia hanya mencapai 12,30%,

belum memenuhi standar kualitas udara

karena masih terdapat sulfur dengan

kandungan 1,86%. Penelitian sebelumnya

juga telah banyak menggunakan bakteri

pereduksi sulfat yang lain untuk proses

desulfurisasi batubara dan mempunyai

aktivitas desulfurisasi yang berbeda-beda.

Page 15: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 15

Hasil yang diperoleh adanya

peningkatan sulfur dibandingkan

batubara itu sendiri yaitu pada perlakuan

dengan konsentrasi bakteri 15% dan

waktu inkubasi selama 17 hari. Semua

perlakuan menunjukkan bahwa semakin

lama waktu inkubasi menyebabkan

kenaikan sulfur. Aktivitas bakteri

mengalami penurunan, berada pada fase

stasioner berdasarkan pola pertumbuhan

bakteri, menghasilkan senyawa hasil

samping reaksi. Penambahan sulfur

diduga karena adanya pembentukan

senyawa hasil samping reaksi yaitu

senyawa jarosit (MFe3(SO4)2(OH)6 yang

terdeposit pada batubara, berwarna

kekuningan, bercak jingga, bersifat tidak

larut bersama pencucian (Prayuenyong,

2002). Pada perlakuan dengan

konsentrasi bakteri 15% dan waktu

inkubasi 17 terjadi kenaikan massa sulfur

sebesar 0,0023 g setelah waktu inkubasi 7

hari. Pembentukan jarosit ini dikarenakan

media bakteri yang mengandung ferrous

sulfat dalam konsentrasi yang besar dan

kontak yang sangat lama dengan media.

Semua perlakuan dengan lama kontak

dengan media selama 17 hari

memperlihatkan hasil penurunan sulfur

minimal. Ruamsap dan Akaracharanya,

(2002) melaporkan terjadi penurunan

desulfurisasi pirit setelah 8 hari karena

terjadi pembentukan endapan senyawa

Fe(OH)3 dan MFe2(SO4)3 pada batubara.

T. ferrooxidans mengoksidasi ion

ferrous (Fe II) yang larut menjadi ion

ferrat (Fe III) pada pH rendah sebagai

sumber energi metabolisme dan ion ferrat

bereaksi dengan pirit. T. ferrooxidans

mempunyai enzim yang berperan dalam

mengoksidasi sulfur dan besi(II) yaitu

hydrogen sulfide: ferric ion oxireductase

(SFORase), sulfite: ferric ion

oxireductase dan iron oxidase (Sugio, et

al., 1998).

4FeSO4 + O2 + H2SO4 2Fe2(SO4)3 + 2H2O

FeS2 + Fe2(SO4)3 3FeSO4 + 2S0

2 S0 + 3 O2 + 2 H2O 2 H2SO4

Reaksi oksidasi pirit dapat diringkas menjadi:

4FeS2 +15 O2 +2H2O 2Fe2(SO4)3+ 2H2SO4

(Prayuenyong, 2002).

Bakteri T. ferrooxidans merupakan

bakteri yang hidup pada kondisi asam

dengan pH optimum 2-3,5, bakteri ini

bekerja diiringi dengan adanya

penurunan pH, ditunjukkan pada tabel

berikut.

Tabel 5. Hasil analisis pH media bakteri setelah desulfurisasi

Perlakuan

pH awal pH akhir [Bakteri] (%) Waktu (hari)

5 7 2,42 2,29

12 2,42 2,10

17 2,42 2,10

10 7 2,41 2,25

12 2,41 2,11

17 2,41 2,10

15 7 2,40 2,22

12 2,40 2,15

17 2,40 2,10

Page 16: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 16

pH media bakteri mengalami

penurunan dengan adanya asam sulfat

yang dihasilkan dengan pH awal berkisar

2,40-2,42 dan pH akhir antara 2,10-2,29.

Olson (1991) melaporkan bahwa terjadi

penurunan pH setelah desulfurisasi

batubara, tetapi tidak ada korelasi yang

nyata antara penurunan pH dengan laju

desulfurisasi.

Hasil analisis kalor setelah

desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi pada tabel berikut.

Tabel 6. Data analisis kalor setelah desulfurisasi batubara

Perlakuan

Nilai Kalor (kkal/kg) Kenaikan

(%) [Bakteri] (%) Waktu (hari)

Batubara - 6233,917

5 7 5909,609 -5,49

12 5825,529 -7,01

17 5585,301 -11,61

10 7 7711,319 19,16

12 6930,578 10,05

17 5657,37 -10,19

15 7 5945,643 -4,85

12 5861,563 -6,35

17 6269,951 0,57

Keterangan : Tanda positif (+) : kenaikan nilai kalor batubara; Tanda negatif (-) :

penurunan nilai kalor batubara

Kalor yang dihasilkan setelah

desulfurisasi batubara dapat

meningkatkan kalor batubara dari

6233,9165 kkal/kg menjadi 7711,319

kkal/kg pada perlakuan dengan

konsentrasi bakteri T. ferrooxidans 10%

dan waktu inkubasi selama 7 hari

kemudian diikuti oleh peningkatan kalor

batubara pada perlakuan dengan

konsentrasi bakteri T. ferrooxidans 10%

dan waktu inkubasi selama 12 hari. Ini

sesuai dengan data yang diperoleh pada

desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi sebelumnya, dimana

didapatkan kondisi maksimum

desulfurisasi.

Penurunan sulfur batubara diikuti

dengan peningkatan kalor batubara dapat

dikatakan bahwa sulfur yang dianggap

sebagai “zat pengotor” dimana sulfur

yang terikat pada batubara yang

komponen terbesar batubara adalah

karbon. Karbon merupakan unsur yang

dapat menghasilkan kalor apabila dibakar

dengan oksigen. Karbon yang terikat

oleh sulfur menyebabkan berkurangnya

nilai kalor batubara, walaupun sulfur juga

dapat menghasilkan kalor, tetapi tidak

sebesar karbon. Pada saat sulfurnya

dihilangkan, berarti massa batubara

berkurang dan prosentase karbon yang

tertinggal semakin besar. Kalor suatu

bahan akan meningkat dengan semakin

banyaknya prosentase karbon, dimana

satuan kalor adalah kkal/kg. Berikut

energi yang dihasilkan dari pembakaran

karbon dan sulfur (reaksi eksotermis).

C + O2 (g) CO2 (g) ∆H=-393,5

kJ/mol

S + O2 (g) SO2 (g) ∆H = -296,1

kJ/mol

Massa batubara setelah

desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi ditunjukkan pada Tabel 7

berikut.

Page 17: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 17

Tabel 7. Massa batubara setelah

desulfurisasi batubara

Perlakuan Massa

awal (g)

Massa

akhir (g) [Bakteri]

(%)

Waktu

(hari)

5 7 3,50 3,52

12 3,50 3,65

17 3,50 3,73

10 7 3,50 3,49

12 3,50 3,56

17 3,50 3,75

15 7 3,50 3,59

12 3,50 3,63

17 3,50 3,74

Massa batubara mengalami

penurunan bersamaan dengan

berkurangnya sulfur batubara pada

perlakuan dengan konsentrasi bakteri

10% dan waktu inkubasi selama 7 hari.

Tetapi pada perlakuan yang lainnya

massa batubara tidak mengalami

penurunan atau bahkan terjadi kenaikan

massa. Ini disebabkan pada media bakteri

mengandung besi (II) sulfat dalam jumlah

besar. Disini terjadi pembentukan

senyawa Fe(OH)3 yang berwarna

kekuningan dan bersifat tidak larut

(Ruamsap dan Akaracharanya, 2002).

Pembentukan Fe(OH)3 dipercepat dengan

adanya katalis, yaitu asam dan bakteri T.

ferrooxidans. Media awal bakteri

mengandung besi (II) sulfat (BM=152

g/mol) sebesar 3,34%. Jika Fe(OH)3 yang

dihasilkan (terkonversi) berasal dari 50%

ion Fe2+

yaitu 1,67% media awal atau

berasal dari FeS2, maka secara teoritis

dapat terbentuk endapan Fe(OH)3

sebesar 0,411 g dalam 35 mL media.

Penambahan 0,411 g Fe(OH)3 secara

teoritis sangat berpengaruh terhadap

massa akhir batubara, dimana didapatkan

penambahan massa batubara mencapai

0,25 g pada waktu inkubasi 17 hari.

4Fe2+

+ O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8

H+

Pembentukan senyawa jarosit juga

mempengaruhi terhadap massa akhir

batubara. Berdasarkan perhitungan pada

perlakuan dengan konsentrasi bakteri

15% dan waktu inkubasi 17 hari, dimana

terjadi penambahan sulfur setelah

diinkubasi selama 7 hari sebesar 0,0023 g

atau 0,017 g jarosit pergram batubara.

Besi yang terdeposit diketahui

ketika sampel dibakar dengan bahan

anorganik (pereaksi Eschka) pada suhu

tinggi (800oC) selama 2 jam dimana

terlihat adanya besi yang terikat pada

bahan anorganik tersebut sebagaimana

juga terlihat pada perlakuan desulfurisasi

secara kimia.

KESIMPULAN

Desulfurisasi batubara secara

mikrobiologi menggunakan bakteri T.

ferrooxidans. Bakteri T. ferrooxidans

dapat menurunkan sulfur batubara

sebesar 12,30% dengan kondisi optimum

desulfurisasi pada konsentrasi bakteri

10% dan waktu inkubasi selama 7 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiyani, D., Imamuddin, H., Faridah,

E.N., and Oedjijono. 2004.

Pengaruh pH dan Substrat Organik

terhadap Pertumbuhan dan

Aktivitas Bakteri Pengoksidasi

Amonia. Jurnal Biodiversitas, 5(2):

43-47.

Atlas, R.M. 2006. Media for

Enviromental Microbiology.

Second Edition. CRC Press Taylor

& Francis Group. USA. p. 857.

Barron, J.L., and D.R., Leuking. 1990.

Growth and Maintenance of

Thiobacillus ferrooxidans Cells.

Applied and Enviromental

Microbiology, 56 (9): 2801-2806.

Douglas, R.E., and Kusano, T. 1994.

Molecular Genetics of Thiobacillus

Page 18: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 18

ferrooxidans. Microbiological

Review, p. 39-55.

Hanafiah, K.A., 2008. Rancangan

Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Irianto, K., 2006. Mikrobiologi Menguak

Dunia Mikroorganisme. CV.

Yrama Widya. Bandung.

Muchjidin, 2006. Pengendalian Mutu

dalam Industri Batubara. Penerbit

ITB, Bandung.

Nowaczyk , K., Juszczak, A., Domka, F.,

and J. Siepak. 1998. The Use of

Thiobacillus ferrooxidans Bacteria

in the Process of Chalcopyrite

Leaching. Polish Journal of

Enviromental Studies, 7 (5): 307-

312.

Olson, G.J., 1991. Rate of Pyrite

Bioleaching by Thiobacillus

ferrooxidans: Result of an

Interlaboratory Comparison.

Applied and Envirimental

Microbiology, p. 642-644.

Prayuenyong, P., 2002. Coal

Biodesulphurizatio Precesses.

Songklanakarin J. Sci. Technol,

24(3): 493-507.

Purawiardi, R., 2007. Desulfurisasi

Batubara Dondang, Kecamatan

Muara Jawa Kalimantan Timur.

Majalah Metalurgi, 22 (2).

Ruamsap, N., and Akaracharanya A.,

2002. Pyritic Sulfur Removal from

Lignite by Thiobacillus

ferrooxidans: Optimation of a

Bioleaching Process. J. Sci. Res.

Chula. Univ, 27(2): 155-162.

Sugio, T., Fujiwara, I., Hanase, M., and

K. Kamimura. 1998. Activities of

Iron Oxidase and Hydrogen

Sulfide: Ferric ion Oxireductase of

Thiobacillus ferrooxidans Natural

Enviroments. Sci. Rep. Fac. Agr, 87

: 77-83.

Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan

Pemanfaatannya. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Waites MJ., Morgan NL., Rockey JS.,

Higton AG., 2001. Industrial

Microbiology An Introduction.

Blackwell Publishing Company.

USA.

Page 19: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 19

UJI DAYA ANTIBAKTERI PADA SEDIAAN HAND SANITIZER KITOSAN

TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Libiyah1)

, Supomo1)

dan Eko Kusumawati2)

1)Akademi Farmasi Samarinda

2)Program Studi Biologi FMIPA Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas antibakteri gel hand

sanitizer dari kitosan kulit udang dalam menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli. Efektivitas antibakteri dianalisis dengan metode difusi agar.

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan uji analisis variansi (uji One

Way ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hand sanitizer dengan konsentrasi

kitosan 1% memiliki daya hambat yang lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus

aureus yaitu sebesar 2,49 mm dan pada bakteri Escherichia coli sebesar 0,705 mm,

sedangkan hasil daya hambat kontrol positif (Dettol) lebih besar daripada formula 1 yaitu

6,31 mm untuk Staphylococcus aureus dan 4,75 mm untuk Escherichia coli. Daya hambat

yang dihasilkan dari formula hand sanitizer kitosan kulit udang kategori lemah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kitosan dengan konsentrasi 1%

yang diformulasikan dalam bentuk gel hand sanitizer memiliki daya hambat yang lemah

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Kata kunci : hand sanitizer, kitosan, uji antibakteri, gel

PENDAHULUAN

Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk menjaga kebersihan

tangan adalah dengan menggunakan gel

antiseptik tangan (hand sanitizer).

Sebagai alternatif praktis menggantikan

sabun dan air untuk mencuci tangan, gel

antiseptik tangan diformulasikan sebagai

pembersih tangan yang mudah dibawa

serta dapat diperoleh dengan mudah.

Dewasa ini penggunaan gel antiseptik

tangan mendapat respon positif dari

masyarakat, namun kebanyakan produk

gel antiseptik tangan dipasaran berbahan

dasar alkohol yang memiliki kekurangan

dapat mengiritasi kulit dan membuat kulit

kering bila digunakan berulang-ulang.

Sebagai salah satu alternatif, kulit udang

yang mengandung kitosan dapat

dimanfaatkan sebagai antibakteri dalam

sediaan hand sanitizer.

Nurainy et al., (2008) menyatakan

bahwa terdapat aktivitas penghambatan

kitosan dari kulit udang sebagai

antibakteri terhadap Staphylococcus

aureus dengan diameter penghambatan

tertinggi pada penambahan kitosan

dengan konsentrasi 0,2% sebesar 20,27

mm/mg kitosan dan terendah dengan

konsentrasi 0,8% sebesar 6,82 mm/mg

kitosan, sementara untuk aktivitas

penghambatan antibakteri Escherichia

coli dengan diameter penghambatan

tertinggi pada penambahan kitosan

dengan konsentrasi 0,2% sebesar 31,53

mm/mg kitosan dan terendah pada

penambahan kitosan dengan konsentrasi

0,8% sebesar 14,22 mm/mg kitosan.

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui perbandingan

efektivitas antibakteri gel hand sanitizer

berbahan dasar kitosan dalam

menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus

Page 20: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 20

aureus.

METODE PENELITIAN

Persiapan Sampel Dan Perlakuan

Sampel kitosan yang akan

digunakan sebagai sediaan gel antiseptik

tangan diperoleh dari CV.M&H Farm,

selanjutnya diberi perlakuan sebagai

berikut :

P1 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri

Staphylococcus aureus

P2 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus

P3 = Kontrol negatif (Larutan DMSO

1%) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus

P4 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri

Escherichia coli

P5 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap

bakteri Escherichia coli

P6 = Kontrol negatif (Larutan DMSO

1%) terhadap bakteri Escherichia

coli

Pembuatan Media 1. Media Agar Miring

Bubuk NA merk Oxoid ditimbang

sebanyak 2,8 gram, dimasukkan

ke dalam labu erlenmayer

ditambahkan aquadest 100 ml.

Kemudian diletakkan diatas

hotplate dan diaduk menggunakan

magnetic stirrer sampai mendidih.

Sebanyak 5 ml dituangkan

masing-masing pada 5 tabung

reaksi steril dan ditutup dengan

aluminium foil. Media tersebut

disterilkan dalama utoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit,

kemudian dibiarkan pada suhu

ruangan selama 1 malam sampai

media memadat pada kemiringan

45o. Media agar miring digunakan

untuk peremajaan bakteri.

2. Media Mueller Hinton Agar

(MHA)

Bubuk MHA ditimbang sebanyak

38 gram, dimasukkan ke dalam

labu erlenmayer ditambahkan

aquadest 1000 ml. Kemudian

diletakan diatas hotplate dan

diaduk menggunakan magnetic

stirrer. Setelah mendidih, ditutup

dengan kapas lalu dilapisi dengan

aluminium foil. Selanjutnya

disterilkan dalam autoklaf dengan

tekanan 2 atm pada suhu 121°C

selama 15 menit.

3. NaCl 0,9%

Sebanyak NaCl 0,9 gram

ditimbang, kemudian dimasukkan

ke dalam beaker glass

ditambahkan dengan aquadest

sampai 100 ml, diaduk hingga

homogen. Selanjutnya

dimasukkan ke dalam 5 tabung

reaksi masing-masing berisi 9 ml.

4. Inokulasi Bakteri pada Media

Agar Miring

Bakteri uji diambil dengan jarum

ose steril, lalu ditanamkan pada

media agar miring dengan cara

menggores. Selanjutnya

diinkubasi pada suhu 37oC selama

48 jam.

5. Pembuatan Standar Kekeruhan

Larutan (Larutan Mc.Farland)

Larutan H2SO40,36 N sebanyak

99,5 ml dicampurkan dengan

larutan BaCl2.2H2O 1,175%

sebanyak 0,5 ml dalam

erlenmeyer. Kemudian dikocok

sampai terbentuk larutan yang

keruh. Kekeruhan ini dipakai

sebagai standar kekeruhan

suspensi bakteri uji.

6. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri uji yang telah diinokulasi

diambil dengan kawat ose steril

lalu dimasukkan ke dalam tabung

reaksi yang berisi 9 ml larutan

NaCl 0,9% kemudian divortex

hingga diperoleh kekeruhan yang

sama dengan standar kekeruhan

Page 21: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 21

larutan Mc. Farland. Perlakuan

yang sama dilakukan pada setiap

jenis bakteri uji.

Aktivitas Antibakteri

Media MHA dituang ke dalam 5

cawan petri masing-masing sebanyak

15 ml, dibiarkan hingga memadat.

Tabung yang telah berisi suspensi

bakteri uji diambil dan disterilkan

pinggiran tabung reaksi di atas lampu

bunsen. Setelah itu lidi kapas

dicelupkan ke dalam tabung reaksi.

Pinggiran cawan petri difiksasi di

atas lampu bunsen. Lidi kapas tadi

diswab ke dalam cawan petri hingga

merata. Kemudian pinggiran cawan

petri yang berisi kertas cakram

difiksasi di atas lampu bunsen. Lalu

diicelupkan pinset ke dalam alkohol

70%, setelah itu difiksasi di atas

lampu bunsen kemudian diangin-

anginkan. Kertas cakram diambil

dengan pinset, lalu dicelupkan ke

dalam gel hand sanitizer kitosan

setelah itu ditanamkan kertas cakram

ke dalam cawan petri dan dianggap

sebagai ulangan pertama.

Pengulangan ini dilakukan hingga 3

kali. Setelah selesai diberi label, lalu

diinkubasi secara terbalik selama 24

jam dengan suhu 37oC.

Analisis Data

Data hasil penelitian berupa

data kuantitatif. Data kuantitatif

berupa daya antibakteri yang

terbentuk pada ujiaktivitas

antibakteri. Data kuantitatif diuji

dengan menggunakan metode

ANOVA (jika data yang diperoleh

berdistribusi normal) atau uji

Friedman (jika data tidak

berdistribusi normal). Sebelum diuji

dengan menggunakan metode One

Way ANOVA, terlebih dahulu

dilakukan uji Shapiro-Wilkuntuk

menentukan apakah data

berdistribusi normal atau tidak.

Selanjutnya, dilakukan uji lanjutan

yaitu dengan uji Duncan untuk

mengetahui perbedaan secara nyata

pada perbedaan perlakuan dan hasil

yang diperoleh. Data diolah dengan

menggunakan program Microsoft

Excel 2010 dan SPSS20.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan uji

antibakteri terhadap formula gel hand

sanitizer kitosan dengan konsentrasi 1%

dengan metode Kirby Bauer (kertas

cakram). Sebagai pembanding digunakan

kontrol positif (Dettol) dan kontrol

negatif (larutan DMSO 1%). Hasil

penelitian yang dilakukan dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Aktivitas antibakteri gel pembersih tangan berbahan dasar kitosan terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Perlakuan

Rata-rata zona hambat Kriteria zona hambat

P1 4,75 mm < 5 mm (Lemah)

P2 4,57 mm < 5 mm (Lemah)

P3 0 mm Tidak ada

P4 6,31 mm 5-10 mm (Sedang)

P5 2,49 mm < 5 mm (Lemah)

P6 0 mm Tidak ada

Page 22: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 22

Keterangan:

P1 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri Staphylococcus aureus

P2 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

P3 = Kontrol negatif (Larutan DMSO 1%) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

P4 = Kontrol (+) Dettol terhadap bakteri Escherichia coli

P5 = Formula 1 (Kitosan 1%) terhadap bakteri Escherichia coli

P6 = Kontrol negatif (Larutan DMSO 1%) terhadap bakteri Escherichia coli

Berdasarkan Tabel 1 diketahui

bahwa formula hand sanitizer memiliki

daya hambat kategori lemah baik

terhadap bakteri Staphylococcus aureus

maupun Escherichia coli. Hasil daya

hambat tersebut lebih kecil bila

dibandingkan dengan kontrol positif

(Dettol). Pada kontrol negatif (Lautan

DMSO 1%) tidak ada daya hambat yang

dihasilkan.

Pada penelitian ini digunakan

metode cakram kertas. Metode ini

digunakan karena memliki kelebihan;

mudah dilakukan, tidak memerlukan

peralatan khusus dan relatif murah.

Sedangkan kelemahannya adalah ukuran

zona bening yang terbentuk tergantung

oleh kondisi inkubasi, inokulum,

predifusi dan preinkubasi serta ketebalan

medium. Apabila keempat faktor tersebut

tidak sesuai maka hasil dari metode

cakram kertas relatif sulit untuk

ditentukan. Selain itu, metode cakram

kertas ini tidak dapat diaplikasikan pada

mikroorganisme yang pertumbuhannya

lambat dan mikroorganisme yang bersifat

anaerob obligat (Jawetz et al., 2005).

Bahan aktif yang digunakan dalam

formula gel hand sanitizer ini adalah

kitosan. Kitosan yang merupakan polimer

kationik yang bersifat nontoksik, dapat

mengalami biodegradasi dan bersifat

biokompatibel. Kitosan merupakan

senyawa polikationik alam yang unik

memiliki aktivitas antibakteri (Liu et al.,

2006). Berdasarkan sifat antibakteri

kitosan dari penelitian sebelumnya maka

digunakan konsentrasi 1% pada setiap

formula. Sebagai kontrol positif

digunakan Dettol dan kontrol negatif

digunakan larutan DMSO 1%.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pada formula hand sanitizer

dengan konsentrasi kitosan 1% memiliki

daya hambat terhadap bakteri

Staphylococcus aureus yaitu sebesar 2,49

mm. Hal ini menunjukkan bahwa daya

hambat hand sanitizer kitosan pada

bakteri Staphylococcus aureus lemah.

Darmanto et al. (2010) menyatakan

bahwa mekanisme aktivitas antimikroba

dari kitosan terhadap Staphylococcus

aureus yaitu kitosan akan membentuk

membran polimer pada permukaan sel

Staphylococcus aureus sehingga akan

menghambat nutrisi masuk kedalam sel.

Hal ini disebabkan oleh adanya gugus

amina pada kitosan yang mempunyai

muatan kationik yang dapat mengikat

sumber makan bagi bakteri tersebut

seperti alginat, pektin, protein, dan

polielektrolit anorganik seperti polifosfat.

Aktivitas antibakteri kitosan terhadap

Staphylococcus aureus meningkat dengan

peningkatan berat molekul kitosan. Selain

itu, aktivitas antibakteri kitosan

dipengaruhi oleh derajat deasetilasi,

konsentrasi dalam larutan, dan pH media.

Pada penelitian ini data yang diperoleh

dianalisis menggunakan uji One

WayANOVA dengan taraf kepercayaan

95% sehingga dapat diketahui bahwa

hand sanitizer kitosan 1% tidak

menunjukkan daya hambat yang

signifikan pada bakteri Staphylococcus

aureus. Hal ini dimungkinkan terjadi

karena kurang homogennya kitosan

dengan basis gel sehingga efektivitasnya

pun ikut berkurang.

Page 23: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 23

Staphylococcus aureus merupakan

jenis bakteri Gram positif. Menurut

Pelczar dan Chan (1998), struktur

dinding bakteri Gram positif relatif

sederhana sehingga memudahkan

senyawa antibakteri menemukan sasaran

untuk bekerja. Kitosan dapat berikatan

dengan lipid yang ada pada permukaan

dinding sel bakteri. Menurut Yusman

(2006), bakteri Gram positif memiliki

kandungan peptidoglikan yang tinggi

dibandingkan dengan bakteri Gram

negatif. Kandungan peptidoglikan yang

tinggi akan mengakibatkan tingginya

kandungan lipid. Menurut Widodo et al.

(2006), kitosan bersifat polikationik

dapat mengikat lipid dan logam berat.

Rusaknya lipid pada dinding sel bakteri

akan mengakibatkan rusaknya pertahanan

sel. Bakteri Gram positif memiliki asam

teikoat, polimer yang bersifat asam yang

mengandung ribitol, fosfat, atau gliserol

fosfat. Menurut Yusman (2006), asam

teikoat yang bersifat asam dan

mengandung ulangan rantai gliserol

fosfat dan ribotol fosfat pada bakteri

Gram positif menyebabkan bakteri Gram

positif bermuatan negatif. Muatan negatif

pada dinding sel bakteri akan berikatan

dengan muatan positif dari kitosan

membentuk senyawa yang tidak

bermuatan. Selain asam teikoat akan

berikatan dengan kitosan yang bersifat

basa.

Berdasarkan Tabel 1 dapat

diketahui bahwa pada formula hand

sanitizer dengan konsentrasi kitosan 1%

memiliki daya hambat yang lemah pada

bakteri Escherichia coli yaitu sebesar

4,57 mm. Kemungkinan besar sasaran

agen antibakteri kitosan adalah dinding

sel, membran sitoplasma dan

mengganggu sintesis DNA sel bakteri.

Bahan antibakteri khususnya dengan

gugus ammonium kuaterner berinteraksi

dengan dinding sel yang mengandung

protein, lipopolisakarida atau

peptidoglikan, serta asam teikoat yang

mengandung alkohol dan fosfat.

Escherichia colimerupakan bakteri Gram

negatif yang memiliki dinding sel yang

tersusun dari peptidoglikan yang

merupakan lipopolisakarida dan asam

teikoat yang terdiri dari alkohol dan

fosfat. Membran sitoplasma mengandung

protein dan phospolipida. Adanya

phospat, protein, alkohol, asam teikoat

dan phospolipid menyebabkan bakteri

memiliki gugus hidrofilik yang

cenderung bermuatan negatif dan lebih

polar, walaupun di sisi lain memiliki

gugus hidrofobik. Gugus hidrofilik yang

cenderung bermuatan negatif ini

kemudian berinteraksi dengan kitosan.

Maka dengan adanya kitosan maka dapat

mengganggu metabolisme bakteri

dengan melapisi permukaan sel bakteri,

mencegah masuknya nutrien ke dalam

sel, berikatan dengan DNA kemudian

menghambat RNA dan sintesis protein .

Menurut Helander et al. (2001)

mekanisme aktivitas antibakteri kitosan

bisa dijelaskan sebagai berikut muatan

positif NH3+ glukosamin kitosan

berinteraksi dengan muatan negatif

(lipopolisakarida, protein) membran sel

mikroba sehingga menyebabkan

kerusakan membran luar sel dan

keluarnya konstituen intraselullar bakteri.

Hasil daya hambat terhadap bakteri

pada formula hand sanitizer dengan

konsentrasi kitosan 1% menunjukkan

bahwa daya hambat dari hand sanitizer

tersebut tergolong lemah baik terhadap

bakteri Staphylococcus aureus maupun

Escherichia coli yaitu sebesar 2,49 mm

dan 4,57 mm. Hal ini dikarenakan hand

sanitizer tersebut kental, sehingga

mempengaruhi pada saat perendaman

kertas cakram. Akibat zat aktif kitosan

tidak terserap sempurna pada saat

perendaman sehingga mempengaruhi

hasil pengukuran daya hambat yang

diperoleh. Hasil ini juga dimungkinkan

dapat dipengaruhi oleh ketidakcocokkan

metode yang dipilih dan digunakan

Page 24: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 24

sehingga hasil yang diperoleh tidak

maksimal. Metode ini dipengaruhi

banyak faktor di samping interaksi antara

obat dan bakteri (misalnya sifat

perbenihan, daya difusi, ukuran molekul

dan stabilitas obat). Kelemahan metode

difusi adalah metode ini tidak dapat

menentukan apakah suatu obat bersifat

bakterisid dan bakteriostatik (Jawetz et

al., 1996).

Daya hambat yang dihasilkan dari

formula hand sanitizer menunjukkan

perbedaan yang signifikan terhadap

bakteri Staphylococcus aureus bila

dibandingkan dengan kontrol positif

(Dettol) begitu pula terhadap kontrol

negatif (Larutan DMSO 1%). Hal ini

dapat dilihat pada tabel lampiran 6

halaman 68. Hasil tersebut berbeda

dengan daya hambat hand sanitizer

terhadap bakteri Escherichia coli. Daya

hambat yang dihasilkan tidak memiliki

perbedaan yang signifikan dengan

kontrol positif namun memilki perbedaan

yang signifikan dengan kontrol negatif.

Hal ini sesuai hasil uji One WayANOVA

dengan nilai p > 0,05.

DMSO 1% sebagai kontrol negatif

tidak menunjukkan adanya zona hambat

pada bakteri Gram positif Staphylococcus

aureus dan bakteri Gram negatif

Escherichia coli. Hal ini

mengindikasikan bahwa kontrol yang

digunakan tidak berpengaruh pada uji

antibakteri. Sedangkan Dettol sebagai

kontrol positif berpengaruh pada bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus dan

bakteri Gram negatif Escherichia coli.

Dettol sebagai kontrol positif

dengan zat aktif alkohol 60% berfungsi

sebagai antiseptik. Mekanisme kerjanya

mengganggu membran sel bakteri yang

akan menurunkan kemampuan membran

sel untuk memproduksi ATP sebagai

sumber energi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa daya hambat Dettol

terhadap bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 6,31 mm dan Escherichia coli

sebesar 4,75 mm. Hal ini berarti

Escherichia coli lebih resisten terhadap

zat aktif Dettol, yang ditunjukkan dengan

daya hambat yang lebih kecil.

Terbentuknya zona hambat,

membuktikan bahwa kandungan senyawa

dalam larutan kitosan mampu berfungsi

sebagai zat penghambat pertumbuhan.

Hal ini didukung karena kitosan

mengandung gugus amino bebas yang

bermuatan positif sehingga dapat

berikatan dengan senyawa lain yang

mempunyai muatan negatif. Sebagai

kation, kitosan mempunyai potensi untuk

mengikat banyak komponen, seperti

protein, pektin, alginat, dan polielektrolit

anorganik. Muatan positif dari gugus

NH3+ pada kitosan dapat berinteraksi

dengan muatan negatif pada permukaan

sel bakteri, yaitu asam teikoat pada

bakteri Gram positif dan lipopolisakarida

pada bakteri Gram negatif. Interaksi ini

diperkirakan akan mengganggu

pembentukan peptidoglikan sehingga sel

tidak mempunyai selubung yang kokoh

dan mudah mengalami lisis sehingga

aktivitas metabolisme akan terhambat

dan pada akhirnya mengalami kematian

(Sarjono et al 2008).

KESIMPULAN

1. Gel hand sanitizer kitosan memiliki

daya hambat dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia

coli dan Staphylococcus aureus yang

ditunjukkan dengan terbentuknya

zona hambat.

2. Zona hambat yang terbentuk dari gel

hand sanitizer kitosan terhadap

bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 2,49 mm sedangkan terhadap

bakteri Escherichia coli sebesar 4,57

mm. Daya hambat yang terbentuk

termasuk dalam kategori lemah.

Page 25: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 25

DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, M. Atmaja, L. dan Nadjib, M.

2010. Studi Analisis Antibakteri

dari Film Gelatin-Kitosan

Menggunakan Staphylococcus

aureus. Skripsi. Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Institut Sepuluh

November.

Helander, I.M., E.L. Numiaho, R.

Ahvenainen, J. Rohoades, and S.

Roller. 2001. Chitosan disrupts the

barrier properties of the outer

membrane of Gram negative

bacteria. International Journal of

Food Microbiol. 71: 235-244.

Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A .

Adelberg., G.F. Brooks., J.S .

Butel., dan L.N. Ornston. 2005.

Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke

-20 (Alih bahasa : Nugroho &

R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. hal.

211,213,215.

Jawetz, et al,. 1996. Mikrobiologi

Kedokteran. Edisi ke 23. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Liu, N., Chen, X.G., Park, H.J., Liu,

C.G., Liu, C.S., Meng, X.H., and

Yu, L.J., 2006. Effect of MW and

Concentration of Chitosan on

Antibacterial Activity of

Escherichia Coli, Carbohydr.

Polym.Jumal. 64: 60 – 65.

Nurainy F., Rizal S, dan Yudiantoro.

2008. Pengaruh Konsentrasi

Kitosan terhadap Aktivitas

Antibakteri dengan Metode Difusi

Agar Sumur. Jurnal. Lampung :

Fakultas Pertanian Universitas

Lampung.

Pelczar, M.J., dan E.C.S Chan. 1998.

Mikrobiologi Dasar.

Diterjemahkan oleh Ratna Sri

Hadioetomo et al. Jakarta :

Universitas Indonesia Press. Hal:

167-175.

Sarjono PR, Mulyani NA, dan Wulandari

N. 2008. Uji Antibakteri Kitosan

Dari Kulit Udang Windu (Penaeus

monodon) Dengan Metode Difusi

Cakram Kertas. Proceeding

Seminar Nasional Kimia dan

Pendidikan Kimia.(UNS-UNDIP-

UNNES).

Widodo, A., Marida, dan A. Prasetyo.

2006. Potensi Kitosan dari Limbah

Udang sebagai Koagulan Logam

Berat Limbah Cair Industri Tekstil.

Jurusan Teknik Kima Institut

Sepuluh November (ITS).

Yusman, D.A. 2006. Hubungan Antara

Aktivitas Antibakteri Kitosan dan

Ciri Permukaan Dinding Sel

Bakteri. Jurnal Penelitian IPB.

Departemen Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam IPB. 10 hlm.

Page 26: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 26

ANALISIS TEGANGAN PADA GRIPPER PENCEKAM BOTOL

MENGGUNAKAN SIMULASI

Hajar Isworo1)

dan Rahman Fauzan1)

1)Staf Pengajar Program Studi Teknik Otomotif, Politeknik Hasnur

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Fungsi utama gripper adalah sebagai pemegang suatu benda. Pada penerapannya gripper

dapat digunakan untuk material handlingPenelitian ini dilatar belakangi kemampuan

produksi minuman kemasan dalam botol turun dari kapasitas produksi yang dalam keadaan

normal dapat mencapai 600 botol per menit menjadi 570 botol per menit. Setelah operator

bagian produksi menyelidiki penyebabnya terdapat sebuah komponen yang patah sehingga

tidak dapat dioperasikan.Metode yang digunakan penelitian ini adalah stress analysis

dengan dimulai pendeteksian jenis material, free body diagram komponen dan diperoleh

tegangan yang terjadi sebesar ,0622 MPa. Jika dibandingkan dengan tegangan yield

material sebesar 689 Mpa jadi tegangan tarik yang terjadi masih lebih kecil, (3,0622 MPa <

689 Mpa). Berdasarkan data diatas dapat dipastikan saat pembebanan tidak terjadi

deformasi plastis.

Kata Kunci : gripper,simulasi, stress analysis.

PENDAHULUAN

Fungsi utama gripper adalah sebagai

pemegang suatu benda. Pada

penerapannya gripper dapat digunakan

untuk material handling bermacam-

macam barang hasil produksi

manufaktur, contohnya: minuman,

komponen mesin, mebel dan lain-lain.

Prinsip kerja gripper dibantu dengan

komponen lain seperti lengan penggerak

gripper, poros penggerak gripper dan

sistem pneumatik sebagai sumber energi

untuk memegang suatu barang produksi.

Penelitian ini dilatar belakangi

kemampuan produksi minuman kemasan

dalam botol turun dari kapasitas produksi

yang dalam keadaan normal dapat

mencapai 600 botol per menit menjadi

570 botol per menit. Setelah operator

bagian produksi menyelidiki

penyebabnya terdapat sebuah komponen

yang patah sehingga tidak dapat

dioperasikan. Sedangkan komponen lain

pendukung gripper yang lain seperti :

poros penggerak Gripper, lengan

Gripper, dan rahang pencekam tidak

mengalami kegagalan.

Kegagalan dari sistem material

handling dapat mengganggu proses

produksi suatu barang, begitu juga

gripper yang mengalami kegagalan dapat

mengakibatkan menurunnya jumlah

produksi.

Mekanisme kegagalan pencekam

pada umumnya dapat berasal dari

beberapa penyebab seperti karena korosi,

salah operasi dan sebagainya. Tapi pada

kasus ini kegagalan akibat kelelahan

sangat mungkin karena melihat sistem

kerja gripper di perusahaan kemasa

memang mendapat beban berulang.

Kelelahan mungkin memiliki beberapa

sumber seperti misalignment dari poros,

beban puntir yang berulang, atau getaran.

Semuanya dapat mengakibatkan

konsentrasi tegangan tinggi pada

pencekam.

Diantara semua penjelasan yang

mungkin untuk merusak pencekam metal,

Page 27: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 27

pertanyaan yang selalu muncul adalah :

Faktor penyebab rusaknya Gripper.

Berdasar analisis komponen yang rusak,

peneliti akan mencoba untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan di atas.

Gambar 1. Kerusakan/kegagalan pada

griper. (Lokasi pengambilan foto makro

pada lab Metalurgi Univ.

Brawijaya,2012)

Mekanisme kerja Gripper

Griper ini bekerja pada divisi

produksi membantu proses Material

Handling Equipment botol perusahaan

minuman.Dengan spesifikasi :

Kapasitas produksi 600 botol per

menit.

Berat botol : 5N

Jumlah gripper dalam satu poros 20

buah.

Gambar 2. Ilustrasi Mekanisme kerja

Gripper

(Hasil Observasi minuman kemasan botol

minuman, September 2011)

Gambar 3. Ilustrasi komponen

pendukung Gripper

(Hasil Observasi minuman kemasan botol

minuman, September 2011)

Posisi Griper disambung dengan

baut berpasangan dengan lengan

poros.Gerakan translasi (di gambar 2.19

sejajar sumbu x) griper akibat putaran

poros yang posisinya ada ditengah,

sedangkan tugas gripper sendiri adal 3

yaitu :

a. Mencekam leher botol.

b. Memegang botol sampai posisi

conveyor.

c. Melepas botol setelah sampai di

conveyor.

Gripper bekerja secara satu persatu

(antrian), selama salah satu griper

bekerja, maka 19 griper yang lain

menunggu.

Principal Stress

Principal Stress sering digunakan dalam

menentukan nilai maksimum dan

minimum tegangan pada suatu titik dan

berorientasi pada bidang posisi tegangan

bekerja. Nilai tegangan normal

maksimum dan minimum dinamakan

Principal Stress

Page 28: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 28

Gambar 5. Principal Stress pada elemen

kubus

(Sumber : Timoshenko, 1985)

Gambar 6. Principal Stress

(Sumber : Timoshenko, 1985)

Metode Stress Analysis

Untuk menganalisis penyebab dan

dampak kerusakan Gripper botol

minuman 500 ml , yaitu dengan

menggunakan program ANSYS untuk

mengetahui aspek keamanan suatu

komponen dalam kondisi ketika sedang

operasi. Berikut diagram alir Metode

Gambar 7. Diagram alir penelitian

Gambar 8 menunjukkan adalah

diagram bebas gripper bagian sisi A yang

berwarna biru sebagai sambungan tetap

(fixed support) dan sisi merah bagian B

mengalami pembebanan 5 N, sedangkan

R1dan R2 adalah sambungan baut 1 dan

baut 2.

Page 29: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 29

Gambar 8. Diagram Benda Bebas

Gripper

Mechanical PropertiesGripper

Tabel 1. Mechanical Properties Gripper

Posisi Gripper

Posisi Komponen Gripper yang patah

Gambar 9. Posisi Komponen Gripper

yang Patah. (Gambar Geometri Ansys

11)

Gambar Lengkap Komponen Gripper

Gambar 10 adalah gambar geometri

3D yang terdiri dari 3 bagian yaitu : no 1

adalah batang penggerak, no 2 adalah

Gripper, dan no 3 adalah rahang

pencekam.

Gambar 10. Geometri 3D Gripper

Gambar 11. Gambar 2D Gripper yang

Patah

Hasil Stress Analisis

Gambar.12 adalah analisis tegangan

Von misses menggunakan pemrograman

ANSYS, sedangkan gambar yang

dilingkari menunjukkan daerah yang

mengalami tegangan tarik sebesar 3,5187

MPa Jika dibandingkan dengan tegangan

yield material sebesar 689 MPa jadi

tegangan tarik yang terjadi masih lebih

kecil, (3,5187 MPa < 689 Mpa).

Berdasarkan data diatas dapat dipastikan

saat pembebanan tidak terjadi deformasi

plastis.

Gambar 12. Analisis Equivalent stress

von misses Gripper

Gambar 13 adalah analisis tegangan

Normal stress menggunakan

pemrograman ANSYS, sedangkan

Page 30: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 30

gambar yang dilingkari menunjukkan

daerah yang mengalami tegangan tarik

sebesar 3,0622 MPa. Jika dibandingkan

dengan tegangan yield material sebesar

689 Mpa jadi tegangan tarik yang terjadi

masih lebih kecil, (3,0622 MPa < 689

Mpa). Berdasarkan data diatas dapat

dipastikan saat pembebanan tidak terjadi

deformasi plastis.

Gambar 5. 13 Analisis Normal

stressGripper

Dari hasil stress analysis

pembebanan yang terjadi masih jauh dari

batas elastisitas sehingga faktor

pembebanan pada gripper tidak

menyebabkan adanya kegagalan.

KESIMPULAN

1. Pembebanan yang terjadi

menggunakan analisis von misses

dapat diketahui sebesar 3,5187 MPa

lebih kecil dari batas elastisitas

sebesar 689 MPa sehingga tidak ada

kosentrasi tegangan.

2. fraktography agar diperoleh data

yang akurat dan lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Broek ,David, 1986.”Elementary

Engineering fracture

Mechanics”,Kluwer academic

Publisher, Dordrecth.

Brooks,C.R,(2002). Failure Analysis of

Engineering material, University

Tennessee, McGrawhill.

B.Bergelin, Slaboch, J.Sun, and

P.A.Voglewede,2010.”A handy

new design paradigm, Department

of Mechanical Engineering,

Marquette University,Milwaukee,

Wisconsin 53233,USA

Eric Brown, Nicholas Rodenberg,Ohn

Amend, Annan Mozeika, Erik

Steltz, Mitchell

jaeger.2010“Universal robotic

gripper base on the jamming of

granular material”,James Franck

Institute and Department of Phisics,

University of Chicago, Chicago, IL

60637 , School of Mechanical an

aerospace Engineering, Cornell

University

Gere & Thimoshenko,2000”Mekanika

Bahan”Penerbit Erlangga

W.Chen and W.lin,2003.”Design of

Flexure-base Gripper used in

Optical Fiber Handling”

Page 31: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 31

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DIFUSI CAMPURAN BIODIESEL MINYAK

JARAK PAGAR (Jathropha curcas L.) - ETANOL/METANOL PADA

MINI GLASS TUBE

M. Arsyad Al Banjari1)

, Sigit Mujiarto2)

dan Nur Hidayah1)

1)

Program Studi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur 2)

Program Studi Teknik Otomotif Politeknik Negeri Banjarmasin

ABSTRACT

Diffusion is a combustion which is performed on a diesel engine, biodiesel as a biofuel is

used to replace fossil fuels. Many studies have looked at the effect of a mixture of biodiesel

fuel-ethanol-methanol with different percentages in terms of engine performance and

exhaust emissions, but have never done research on the characteristics of combustion. This

paper discusses how the comparison of the characteristics of the diffusion combustion

mixture of biodiesel and ethanol/methanol. The results show that combustion of biodiesel –

methanol mixture has more stable flame compared to combustion of biodiesel – ethanol.

In this case, more stable flame is flame which has less explosive flame. Explosive flame

is a transformation of flame size suddenly due to uncomplete fuels vaporization, some of

the fuel exit from the burner in a liquid phase. This condition occurs when the fuel flow

rate is relatively high, because of the required heat for evaporation is less than the

available heat (from the heater or conduction from the flame through burner wall).

Keywords : biodiesel, ethanol, methanol, explosive flame

PENDAHULUAN

Meningkatnya penggunaan mesin

sebagai sarana transportasi dan untuk

kebutuhan listrik daerah menyebabkan

pemakaian bahan bakar fosil terus

meningkat. Hal ini menyebabkan

ketergantungan manusia untuk

menggunakan BBM (bahan bakar

minyak), sementara cadangan sumber

energi tersebut semakin lama semakin

berkurang kuantitasnya. Oleh karena itu

diperlukan pengganti atau energi

alternatif untuk mengatasi masalah

tersebut.

Beberapa negara di dunia telah

melakukan penelitian dan pencarian

energi alternatif sebagai pengganti salah

satu energi bahan bakar fosil. Minyak

nabati merupakan alternatif tersebut.

Minyak nabati memiliki bermacam-

macam jenis dan banyak ditemukan di

Indonesia, misalnya: minyak kelapa

sawit, kemiri, kacang tanah, minyak

kelapa, dan jarak pagar. Minyak nabati

mempunyai nilai kalor mirip dengan

bahan bakar konvensional, namun

penggunaan secara langsung sebagai

bahan bakar masih memiliki kendala

karena viskositasnya jauh lebih besar

dibanding minyak diesel. Oleh karena itu

dapat menghambat kinerja injection

pumppada mesin yang menyebabkan

injection pumpmenjadi cepat rusak dan

pembakaran yang tidak baik/kurang

sempurna [2].

Salah satu cara untuk menurunkan

viskositas dari minyak nabati adalah

transesterifikasi. Transesterifikasi adalah

cara yang paling banyak dilaksanakan

karena tidak membutuhkan peralatan dan

biaya yang terlalu mahal. Reaksi ini akan

menghasilkan metil atau etil ester,

tergantung dari jenis alkohol yang

direaksikan pada minyak nabati. Jika

direaksikan dengan metanol, akan

Page 32: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 32

terbentuk metil ester, sedangkan jika

direaksikan dengan etanol akan terbentuk

etil ester. Metil ester atau etil ester inilah

yang disebut dengan bahan bakar

biodiesel dan memiliki properties mirip

dengan bahan bakar diesel.

Bahan bakar alkohol digunakan

sebagai campuran dalam penggunaan

mesin diesel atau bensin. Metanol, etanol,

propanol, dan butanol adalah jenis

alkohol yang dapat digunakan sebagai

bahan bakar karena alkohol ini dapat

disintesis secara kimia maupun biologi,

dan karakteristik yang dimiliki membuat

alkohol dapat diaplikasikan pada mesin-

mesin modern sekarang[5]. Keuntungan

dari penggunaan alkohol sebagai

campuran bahan bakar biodiesel adalah

dapat menurunkan emisi gas buang yang

mencemari udara, menurunkan

viskositas, memiliki angka cetana yang

cukup tinggi dan meminimalisir

penggunaan bahan bakar fosil yang

terbatas jumlahnya.

Penggunaan campuran bahan bakar

biodiesel dan alkohol (etanol atau

metanol) akan membuat sifat-sifat yang

baru dari gabungan bahan bakar tersebut

dalam hal viskositas, nilai kalor, angka

cetana, flash point, dan densitas. Angka

cetana meningkat, sedangkan viskositas,

flash point, nilai kalor, dan densitas

menurun. Dengan sifat-sifat yang baru

dari bahan bakar tersebut bisa di

aplikasikan pada mesin diesel dengan

baik, akan tetapi penggunaan alkohol

tidak boleh melebihi 20% persentase

volume bahan bakar karena tidak dapat

beroperasi pada timing injeksi standar

mesin [1] .

Yilmaz (2011) meneliti tentang

performa dan emisi gas buang dari

sebuah mesin diesel Kubota berbahan

bakar campuran biodiesel (85%) - etanol

(15%) dan biodiesel (85%) - metanol

(15%) dengan intake air preheat 30oC

dan 85oC. Secara keseluruhan

penggunaan biodiesel (100%) dapat

mengurangi BSFC (brake specific fuel

consumption), dengan penambahan

etanol dan metanol akan sedikit

meningkatkan BSFC karena nilai kalor

yang rendah dari alkohol, akan tetapi

penambahan alkohol dapat mengurangi

emisi gas buang yang dihasilkan [5].

Hulwan dan Joshi (2011) meneliti

tentang performa dan emisi gas buang

dengan campuran diesel (D) - etanol (E) -

biodiesel (B) dengan variasi

D70/E20/B10 (Campuran A),

D50/E30/B20 (Campuran B),

D50/E40/B10 (Campuran C). Dari hasil

penelitian disimpulkan bahwa campuran

A dapat beroperasi pada timing injeksi

13o BTDC (before top dead center)

sedangkan campuran B dan C tidak dapat

beroperasi. Bila timinginjeksidirubah

dengan memajukan ke 18o dan 21

omaka

mesin dapat beroperasi dengan bahan

bakar semua campuran A, B, dan C.Akan

tetapi dampak perubahan timing

mengakibatkan emisi gas buang NO dan

CO meningkat dua kali lipat dari keadaan

normal. Dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa penggunaan etanol sebagai

campuran bahan bakar tidak boleh

melebihi 20% (persentase volume),

apabila melebihi maka mesin harus

dimodifikasi agar dapat beroperasi [1].

Tse, et al (2014) meneliti tentang

karakteristik pembakaran dan emisi gas

buang mesin diesel dengan bahan bakar

campuran diesel-biodiesel-etanol. Dari

hasil penelitian emisi gas buang NO

menurun seiring dengan penambahan

etanol pada campuran bahan bakar

sampai dengan 20% (persentase volume),

durasi pembakaran paling cepat yaitu

pada campuran etanol 20% (persentase

volume) karena nilai kalor yang rendah

pada etanol tersebut, dengan mengurangi

persentase etanol maka durasi

pembakaran dapat berlangsung lebih

lama [3].

Chen, et al (2008) meneliti tentang

karakteristik pembakaran api difusi pada

Page 33: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 33

tabung mini dengan bahan bakar etanol.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa

ketika debit bahan bakar meningkat,

lokasi interface menjadi tidak stabil dan

bahan bakar naik ke mulut tabung,

gradien suhu luar tabung juga meningkat,

akibatnya api berwarna kuning cerah dan

meledak pada mulut tabung sehingga

menyebabkan instability flame [4].

Dalam penelitian ini dilakukan

pengamatan tentang karakteristik

pembakaran difusi campuran biodiesel-

etanol/metanol pada mini glass

tubeburner dengan persentase volume

biodiesel (80%) dan etanol/metanol

(20%) dengan variasi debit bahan bakar

yaitu 1,5 mL/jam,3 mL/jam dan 4,5

mL/jam.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dan membandingkan

bagaimana pengaruh campuran bahan

bakar biodiesel-etanol dan biodiesel-

metanol terhadap karakteristik api

pembakaran difusi pada mini glass tube

burner.

METODE PENELITIAN

Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah campuran bahan bakar biodiesel

(80%) -etanol (20%) dan biodiesel (80%)

-metanol(20%) dengan persentase

volume. Variasi debit bahan bakar

yaitu1,5 mL/jam,3 mL/jam, dan 4,5

mL/jam.

Gambar 1. Instalasi penelitian

Keterangan:

1. Syringe pump

2. Batang penyangga

3. Syringe

4. Selang bahan bakar

5. Tabung tembaga

6. Heater

7. Digital thermometer

8. Kamera

9. Mini glass tube burner

Gambar 1 menunjukkan instalasi

penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini. Alat-alat yang digunakan

yaitu syringe pump yang mana digunakan

untuk menginjeksikan bahan bakar ke

tabung burner yang diapit oleh batang

penyangga, lalu syringe dihubungkan

dengan selang bahan bakar dan burner,

kemudian isi bahan bakar sampai

memenuhi selang dan syringe tersebut.

Pasang syringe pada syringe pump dan

atur debit bahan bakarnya juga diameter

syringe.Lalu tabung tembagadipasang

dengan mini glass tube sebagai

burnernya, dan dipasang heaterpada

tembaga, ini sangat diperlukan karena

titik nyala biodiesel sendiri sangat tinggi,

maka dari itu heaterberfungsi sebagai

pemanas bahan bakar. Kemudian untuk

mengetahui temperatur api dan burner

digunakan alat yaitu digital thermometer,

dan untuk menangkap visualisasi api

digunakan kamera tipe Canon 600D

dengan mode video.

Kamera yang digunakan pada

penelitian ini memakai mode video dan

gambar yang didapat dalam satu detik

adalah 30 gambar / 30 fps (frame per

second). Untuk pengambilan gambar

selama 3,33 detik dihasilkan 100 gambar.

Lalu dipilih beberapa gambar yang

memperlihatkan fenomena-fenomena

yang terjadi pada perbedaan campuran

bahan bakar.

Untuk mengetahui tinggi api pada

mini glasstube, dilakukan dengan

mengambil visualisasi nyala api dan

selanjutnya diukur menggunakan bantuan

Page 34: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 34

software AutoCAD 2012. Hasil rekaman

yang sudah dijadikan foto lalu

dimasukkan ke software AutoCAD

2012,kemudian dari gambar tersebut di

tarik garis tegak lurus 1 cm pada

penggaris. Cara pengukuran tinggi api

terlihat pada Gambar 2. Karena adanya

perbedaan antara gambar sebenarnya dan

pada AutoCAD, maka dilakukan

perhitungan sebagai berikut:

Gambar 2. Cara pengukuran tinggi api dan interfacebahan bakar

12,38 mm

1,91 mm

Jadi, tinggi api sebenarnya adalah

12,38 mm dan jarak interface bahan

bakar cair-uap adalah 1,91 mm.

Kemudian bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah biodiesel

minyak jarak pagar, etanol absolut, dan

metanol absolut. Berikut hasil pengujian

properties bahan bakar yang digunakan

dalam penelitian ini. Persentase bahan

bakar yaitu Biodiesel 100%, Biodiesel

80% – Etanol 20%, dan Biodiesel80% –

Metanol 20%.

Tabel 1. Properties Bahan Bakar Biodiesel (B), Biodiesel – Etanol (BE), dan Biodiesel –

Metanol (BM)

Karakteristik B BE BM

Viskositas (cst) 9,814 7,139 7,008

Titik nyala (oC) 90 17 11

Nilai kalor (Calori/gram) 9518,137 9229,85 9220,45

Massa jenis (gr/ml) 0,874 0,858 0,855

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada sebuah mini glass tube burner

yang memiliki diameter dalam sebesar 1

mm, dilakukan variasi debit bahan bakar

sebesar 1,5 mL/jam, 3mL/jam, dan

4,5mL/jam. Dengan debit yang berbeda,

maka kecepatan bahan bakar pada

Page 35: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 35

burnerpun berbeda pula. Kecepatan

bahan bakar dalam burner dihitung

dengan persamaan

(1)

Besarnya kecepatan bahan bakar

dalam mini glasstube burner untuk setiap

debit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kecepatan bahan bakar pada

tiap debit

Debit bahan

bakar

(mL

/jam)

Kecepatan

bahan bakar

(m

/detik)

1,5 0,000531

3 0,001062

4,5 0,001593

Pengambilan data visualisasi nyala

api dilakukan dengan merekam nyala api

selama 3,33 detik dengan kecepatan

pengambilan gambar sebesar 30 fps

(frame per second), sehingga untuk setiap

kondisi diperoleh 100 gambar nyala api.

Berikut gambaran umumnyala api pada

mini glass tube burner dengan bahan

bakar etanol 100%.

Gambar 3. Visualisasi nyala api etanol 100% dengan debit (a) 1,5 mL

/jam, (b) 3 mL

/jam, (c)

4,5 mL

/jam.

Kemudian untuk visualisasi nyala api dengan bahan bakar campuran metanol100%

ditunjukkan pada Gambar 4.

Page 36: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 36

Gambar 4. Visualisasi nyala api metanol 100% dengan debit (a) 1,5 mL

/jam, (b) 3 mL

/jam, (c)

4,5 mL

/jam.

Penggunan etanol dan metanol pada

mini glass tube tidak memerlukan

heaterkarena titik nyala bahan bakar

tersebut sangat rendah, tidak seperti

biodiesel yang mempunyai titik nyala

bahan bakar dengan suhu yang tinggi

sehingga memerlukan heater sebagai

pemanas bahan bakar. Pada Gambar 3

dan 4 untuk debit 1,5 mL

/jam,perbandingan

visualisasi nyala api dan interface

penguapan bahan bakar etanol dan

metanol terlihat perbedaan warna nyala

api, yang mana pada bahan bakar etanol

menghasilkan warna biru cerah dan

disertai dengan sedikit warna merah pada

ujung api. Sedangkan pada bahan bakar

metanol warna nyala api biru gelap dan

agak merah.

Pada debit 1,5 mL

/jam ini secara

keseluruhan memperlihatkan kestabilan

nyala api pada ujung burner. Untuk

tinggi api dan penguapan bahan bakar,

etanol memiliki dimensi api yang lebih

tinggi dibanding dengan metanol dan

jarak interface penguapan bahan bakar

yang lebih kecil, sedangkan metanol

memiliki api yang lebih rendah dan jarak

interface penguapan bahan bakar yang

lebih besar. Hal ini dikarenakan kalor

laten dan temperatur penguapan bahan

bakar metanol lebih rendah sehingga

jumlah bahan bakar yang menguap lebih

besar dan jarak interface bahan bakar

metanol dengan nyala api menjadi lebih

besar.

Selanjutnya visualisasi nyala api

dengan bahan bakar campuran biodiesel

100%ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Visualisasi nyala api biodiesel 100% dengan debit (a) 3mL

/jam, (b) 4,5 mL

/jam.

Pembakaran biodiesel murni pada

mini glass tube hanya dapat dilakukan

pada debit 3 mL

/jam dan 4,5 mL

/jam.

Seharusnya dengan debit rendah pun

biodiesel dapat menyala, akan tetapi

faktor yang terpenting disini adalah

Page 37: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 37

penggunaan mini glass tubesebagai

burner yang menyebabkan api hanya bisa

menyala pada debit yang tinggi karena

uap panas yang melewati tabung tembaga

akan menjadi dingin pada saat melewati

mini glass tube tersebut.

Untuk bahan bakar biodiesel murni

terjadi ketidakstabilan api dan banyaknya

cairan bahan bakar biodiesel yang keluar

dari mulut tabung burner ke atas dan ke

samping kemudian terbakar di dinding

luar mini glass tube tersebut. Ini

dikarenakan viskositas dan flash point

bahan bakar biodiesel yang masih tinggi.

Pada visualisasi api pembakaran difusi

biodiesel, terdapat warna api yang

berbeda walau didominasi warna kuning.

Pada debit 4,5 mL

/jam dan detik 0,264s -

0,363s pada bagian bawah api terlihat

berwarna biru, sedangkan pada bagian

atas api berwarna kuning. Api berwarna

biru menunjukkan pembakaran dari

campuran bahan bakar-udara yang

mendekati stoikiometri atau campuran

miskin bahan bakar, sedangkan api

berwarna kuning biasanya berhubungan

dengan pembentukan jelaga dan

pembakaran campuran kaya bahan bakar.

Sebagian kecil bahan bakar menguap

ketika mengalir di dalam burner. Bagian

dari bahan bakar yang sudah menguap

berdifusi dengan udara saat keluar dari

mini glass tubeburner, sebagian terbakar

membentuk api biru pada mulut burner.

Bahan bakar yang masih berbentuk cair

ketika keluar dari burner, menguap lebih

lanjut ketika berada di dalam reaction

zone (nyala api). Kemudian uap bahan

bakar ini berdifusi dengan udara

membentuk campuran kaya bahan bakar

dan terbakar membentuk api berwarna

kuning.

Kemudian visualisasi nyala api

dengan bahan bakar campuran biodiesel

80% - etanol20% ditunjukkan pada

Gambar 6.

(c)

Gambar 6. Visualisasi nyala api biodiesel 80% - etanol 20% dengan debit (a) 1,5 mL

/jam, (b)

3 mL

/jam, (c) 4,5 mL

/jam.

Selanjutnya visualisasi nyala api dengan bahan bakar campuran biodiesel 80% -

metanol20% ditunjukkan pada Gambar 7.

Page 38: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 38

Gambar 7. Visualisasi nyala api biodiesel 80% - metanol 20% dengan debit (a) 1,5

mL/jam,

(b) 3 mL

/jam, (c) 4,5 mL

/jam.

Pada Gambar 6 dan 7 merupakan

visualisasi nyala api dengan bahan bakar

Biodiesel (B) 80% - Etanol (E) 20% dan

Biodiesel (B) 80% - Metanol (M) 20%

pada mini glass tube. Seperti kita ketahui

bahwa perubahan fase dari cair ke gas

untuk bahan bakar cair sangat penting,

karena dengan perubahan fase maka api

akan dapat menyala. Dengan debit bahan

bakar yang semakin ditingkatkan, maka

explosive flamelebih sering terjadi.

Explosive flame ini disebabkan karena

injeksi bahan bakar yang lebih cepat

menyebabkan proses penguapan bahan

bakar menjadi tidak sempurna, sehingga

ada sedikit bahan bakar cair yang keluar

melompat ke atas dan samping dari ujung

burner yang belum sempat menguap dan

menyebabkan terbakar nya bahan bakar

cair tersebut jauh diatas burner.

Penggunaan mini glass tube sebagai

burner akan menghasilkan api yang

berwarna kuning total dari kedua

campuran bahan bakar.Ini terindikasi

bahwa campuran sangat kaya bahan

bakar dan terjadinya pembentukan

jelaga.Bahan bakar yang keluar

melompat dari ujung burner dan bahan

bakar cair terbakar diatas,juga dikaitkan

dengan fenomena kohesi, yaitu gaya tarik

menarik antar molekul yg sama jenisnya.

Gaya ini menyebabkan antara zat yang

satu dengan yang lainnya tidak dapat

menempel karena molekulnya saling

tolak menolak. Contoh lainnya adalah

seperti air di daun talas, air raksa pada

tabung reaksi, dan lain-lain.

Kemudian perbandingan terjadinya

banyak explosive flamepada semua jenis

bahan bakar yang digunakan yaitu:

Gambar 8. Visualisasi nyala api

biodiesel 80% - metanol 20%

Page 39: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 39

dengan debit (a) 1,5 mL

/jam,

(b) 3 mL

/jam, (c) 4,5 mL

/jam

Pengambilan jumlah terjadinya

explosive flame ini berdasarkan pada 100

gambar yang didapat dalam waktu 3,33

detik. Bahan bakar etanol memiliki

explosive flame yang lebih banyak

dibanding metanol. Sedangkan biodiesel-

etanol memiliki jumlah explosive flame

yang lebih banyak dibanding biodiesel-

metanol. Hal ini menunjukkan bahwa

bahan bakar metanol dan biodiesel-

metanol memiliki kestabilan yang lebih

baik dibanding bahan bakar etanol dan

biodiesel-etanol. Salah satu faktor

utamanya adalah perbedaan kalor laten

penguapan.

KESIMPULAN

Perbedaan penggunaan jenis bahan

bakar sangat mempengaruhi tingkat

kestabilan api. Dengan menggunakan

metanol dan campuran biodiesel-metanol

dapat mengurangi explosive flame yang

menyebabkan api kehilangan kestabilan.

Ini dikarenakan kalor laten penguapan

bahan bakar metanol danbiodiesel-

metanol yang lebih rendah, selain itu

berdampak pula pada interface bahan

bakar cair-uap yang memiliki jarak lebih

jauh sehingga untuk menguapkan bahan

bakar menjadi lebih mudah dan

menghasilkan api yang lebih stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Dattatray Bapu Hulwan, Satishchandra

V. Joshi. 2011. Performance,

emission and combustion

characteristic of a multicylinder DI

diesel engine running on diesel-

ethanol-biodiesel blends of high

ethanol content. Applied Energy.

5042-5055.

Djajeng Sumangat, Tatang Hidayat.

2008. Karakteristik Metil Ester

Minyak Jarak Pagar Hasil Proses

Transesterifikasi Satu Dan Dua

Tahap; Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

H. Tse, C.W. Leung, C.S. Cheung. 2014.

Investigation On The Combustion

Characteristics And Particulate

Emissions From A Diesel Engine

Fueled With Diesel-Biodiesel-

Ethanol Blends. Energy.343-350.

J. Chen, X.F. Peng, Z.L. Yang, J. Cheng.

2008. Characteristics Of Liquid

Ethanol Diffusion Flames From

Mini Tube Nozzles. Combustion

and Flame. 460-466.

Nadir Yilmaz. 2011. Performance and

emission characteristics of a diesel

engine fuelled with biodiesel–

ethanol and biodiesel–methanol

blends at elevated air

temperatures.Fuel. 440-443.

Page 40: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 40

DESAIN VISUALISASI PLANETARY GEAR UNIT

AUTOMATIC TRANSMISSION SYSTEM

Feddy Wanditya Setiawan 1)

dan Ikhsan Wahyudi

1)

1)Program Studi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur

Jl. Adhyaksa No. 7 - 8 Lantai 2 Kayu Tangi Permai Banjarmasin 70125

e-mail : [email protected] 1)

ABSTRAK

Dilakukan pengolahan design visualization planetary gear unit dari bagian automatic

transmission system. Visualization mengarah kepada penjelasan part secara keseluruhan

termasuk sistem kerja yang terjadi di dalam sistem. Part yang tersusun dan proses kerja

setiap part persatuan pada sistem menjadi lebih terlihat jelas dan detail untuk dipahami

karena menggunakan rendering. Pengolahannya melalui pendataan photo-photo, proses

design planetary gear unit, design visualization, rendering serta editing dan sampai

diperoleh objek bergerak. Di masa mendatang penyatuan dengan data-data lain sangat

dibutuhkan seperti photo detail automatic transmission, termasuk peningkatan perangkat

lunak pendukung yang beragam demi penyempurnaan. Design visualization planetary gear

unit bisa dipakai untuk pertimbangan bahan rujukan demi mempermudah analisa sistem

kerja dari automatic transmission.

Kata Kunci : design visualization, planetary gear unit, automatic transmission system

PENDAHULUAN

Beriringan dengan perkembangan

teknologi industri otomotif selalu

disesuaikan dengan kebutuhan manusia

yang memiliki mobilitas tinggi saat ini.

Alat transportasi yang aman, efisien dan

nyaman bagi pemakainya diperkirakan

akan terus bermunculan di masa-masa

yang akan datang.

Agar bias mengikuti perkembangan

pengetahuan teknologi tentunya

perguruan tinggi perlu meningkatkan

materi dan media pengajaran yang

mengarah pada solusi kemudahan

penyerapan pemahaman oleh mahasiswa

seperti dengan menggunakan modern

visualization. Visualization telah

berkembang dan banyak dipakai untuk

ilmu pengetahuan, rekayasa, visualization

product design, pendidikan, multimedia

interaktif, kedokteran dan lain-lain

(Dostál, J, 2008).

Diantara materi ajar tersebut adalah

tentang automatic transmission system,

karena kendaraan saat ini sudah banyak

yang menggunakannya karena memiliki

keunggulan seperti menjadikan

penggunaan bahan bakar kendaraan lebih

ekonomis dan membantu mengurangi

dampak krisis lingkungan (K. Chihara

dan T. Satou, 2005).

Pelaksanaan pengajaran

keseluruhan memerlukan kejelasan

komponen apa saja yang ada pada

automatic transmission system, agar

mempermudah dalam mengetahui

mekanisme kerja komponen dalam sistem

tersebut. Mengingat terbatasnya waktu

maka design visualization hanya

difokuskan pada bagian sistem tertentu

dari automatic transmission yaitu

planetary gear unit. Ide dasar dari design

visualization ini karena terbatasnya bahan

rujukan mengenai automatic transmission

system bila dibandingkan pembahasan

manual transmission.

Page 41: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 41

Visualization

Visualization adalah rekayasa

gambar, diagram atau animation,

untuk penampilan suatu informasi.

Secara umum, visualization dalam

bentuk gambar baik bersifat abstrak

maupun nyata. Penggunaan dari

grafika computer merupakan

perkembangan penting dalam world

visualization. Perkembangan world

animation juga telah membantu

banyak dalam visualization yang

kompleks dan canggih.

Gambar 1. Visualization tabrakan mobil

dengan analisa elemen hingga

Automatic transmission

Automatic transmition adalah

transmisi yang perpindahan giginya

terjadi secara otomatis berdasarkan

beban mesin (besarnya penekanan

pedal gas) dan kecepatan kendaraan.

Gambar 2. Potongan automatic

transmission

Gear transmission

Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak

bagi lingkar, yaitu jarak sepanjang

lingkaran jarak bagi antara profil dua

gigi yang berdekatan (Martin. H

George., 1985 dalam Feddy W.S,

2010 [4]).

Gambar 3. Layout gear transmission

Planetary gear unit

Planetary gear unit terdiri dari

planetary gear set, clutch dan brake.

Planetary gear unit berfungsi untuk

merubah momen dan kecepatan,

memungkinkan gerakan

perlambatan, memungkinkan gigi

mundur.

1. Planetary gear set: Umumnya

digunakan oleh industri otomotif

dan dirgantara. Memiliki daya

tinggi desainnya dikombinasikan

dengan sistem kinematik yang

fleksibel dalam mencapai rasio

kecepatan yang berbeda sehingga

membuatnya sangat baik untuk

melawan poros pada proses

reduksi gear system (A.

Kahraman et al., 2002 [1]).

Part planetary gear set (ring

gear, planetary gear, sun gear

dan carrier).

Page 42: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 42

Gambar 4. Planetary gear set

2. Motion of planetary gear.

Sun gear, ring gear, maupun

pinion gear (carrier) atau gigi

lain yang beraksi sebagai input

dan output menyebabkan

terjadinya percepatan,

perlambatan dan gerakan mundur.

Gambar 5. Basic motion of planetary

gear

Planetary gear set meliputi beberapa

elemen yang bergesekan seperti;

clutch, band brakes, dan one way

clutch (Eid O. A. Abd Elmaksoud, et

al., 2011 [3]).

Multiplate clutch

Multiplate clutch memberikan

performa mesin yang lebih baik.

Multiplate clutch banyak digunakan

di mobil balap dan kendaraan berat di

mana diperlukan transmisi torsi tinggi

dan space yang terbatas (Ganesh Raut

et. al, 2013[5]). Multiplate Clutch

menghubungkan dua komponen yang

berputar pada planetary gear set.

Planetary gear unit jenis simpson

menggunakan dua multiplate clutch,

forward clutch (c1) dan direct clutch

(c2) masing-masing clutch drum

terpasang pada diameter bagian dalam

untuk mengkaitkan plat baja dan

memindahkan momen putar dari

mesin.

Gambar 6. Clutch packs

U-Series transmission

Transmisi U-Series dimana tekanan

pada gaya sentrifugal fluida berguna

untuk membatalkan efek dari gaya

sentrifugal pada piston ketika tekanan

dilepaskan dalam clutch. Fluida yang

digunakan untuk pelumasan terjebak

diantara clutch spring retainer dan

clutch piston. Ketika clutch drum

berputar, fluida sedang membatalkan

tekananan dalam ruang tekan fluida

yang terbangun dalam ruang tekan

drum sehingga membatalkan tekanan

yang muncul [9].

Gambar 7. Transmisi U-Series

One way clutch

One way clutch untuk sistem transmisi

otomatis, diperlukan untuk

mengurangi gesekan (drag torque).

One way clutch mampu mengurangi

gesekan 50% dan meningkatkan

Page 43: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 43

kinerja 50% serta ketahanan abrasi

tinggi, kemudian capaian gesekan

rendah maka memiliki daya tahan dan

kinerja tinggi (T. Ikeda N. Gouda,

2004[8]). One Way Clutch terdiri dari

sebuah roller clutch atau sprang

clutch. Kedua komponen one way

clutch tersebut sama sama

mengandalkan metal sprag antara dua

jalur. Digunakan pada transmisi yang

menggunakan planetary gear set jenis

simpson. No. 1 one way clutch (F1)

digunakan pada gear kedua , No.2 one

way (F2) clutch digunakan pada gear

pertama.

Gambar 8. One-way clutches for

transmission

Multiplate brake

Beberapa multiple plate brakes

memiliki kemiripan dalam konstruksi

dengan yang ada pada multiple clutch

pack dan hanya berbeda dalam

fungsinya saja (Manoj Kumar K.I.V,

2013[7]). Terdapat dua tipe brake, wet

multiplate brake dan brake tipe band.

Multiplate brake digunakan pada over

drive brake (B0), coast brake (B1),

second brake (B2) dan brake maju dan

brake mundur (B3). Multiplate brake

hampir sama dengan multiplate clutch,

yang fungsinya untuk mengunci atau

menahan komponen yang berputar

pada planetary gear set.

Gambar 9. Multiplate brake

HASIL DAN PEMBAHASAN

Design planetary gear unit

Design part input shaft, front and back

sun gear

Gambar 10. Input shaft and sun gear

position

Design part one way clutch F1, F2,

brake B2, B3 dan piston B2, B3

dipaskan pada shaft yang terkoneksi di

back planetary carrier.

Gambar 11. Setting one way clutch F1,

F2, brake B2, B3 and piston B2, B3

Setting revolve brake B1 and piston

Gambar 12. Brake B1 and piston

Design disc clutch C1, C2 and piston

Page 44: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 44

Gambar 13. Disc clutch C1, C2 and

piston

Input C1 koneksi dengan input shaft

juga output C1 yang terkoneksi di front

ring gear.

Gambar 14. C1 connection with input

shaft and front ring gear

C2 connection with input shaft and

output shaft.

Gambar 15. C2 connection with input

shaft and output shaft

Sun gear shaft connection with output

shaft clutch C2

Gambar 16. Sun gear shaft connection

with output shaft clutch

Total cutting part

Gambar 17. Total cutting part (subtract)

Total part name, rendering and next

visualization

Gambar 18. Planetary gear unit

Page 45: ANALISIS STRUKTUR PORTAL GUDANG KARET …polihasnur.ac.id/assets/jurnal/Vol__03_No_2_Okt_2015.pdf · spesifikasi gudang karet ukuran 40 x 15,8 m dengan menggunakan struktur konstruksi

Volume 03, Nomor 2, Edisi Oktober 2015

PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 45

KESIMPULAN

Planetary gear unit merupakan

bagian dari automatic transmission

system. Visualization mengarah kepada

penjelasan part secara total, juga sistem

kerja yang terjadi didalam sistem. Part

yang tersusun dan proses kerja setiap part

persatuan pada sistem menjadi lebih

terlihat jelas dan detail untuk dipahami

karena menggunakan rendering.

Pengolahannya melalui pendataan photo-

photo, proses design planetary gear unit,

design visualization, rendering serta

editing dan sampai diperoleh objek

bergerak. Di masa mendatang penyatuan

dengan data-data lain sangat dibutuhkan

seperti photo detail automatic

transmission, termasuk peningkatan

perangkat lunak pendukung yang

beragam demi penyempurnaan.

Diharapkan hasil langkah awal ini bisa

terus dikembangkan agar lebih kompleks

lagi.

DAFTAR PUSTAKA

A. Kahraman, A.A. Kharazi, and M.

Umrani. (2003). A Deformable

Body Dynamic Analysis Of

Planetary Gears With Thin Rims.

Journal of Sound and Vibration.

Elsevier. (262) p.752–768.

Dostál, J. (2008). Education Technolgy

and Senses in Learning (Učební

Pomůcky A Zásada Názornosti).

Olomouc, EU: Votobia. 40s. ISBN

978-80-7220-310-9. p. 1-37

Eid O. A. Abd Elmaksoud, E. M. Rabeih,

N. A. Abdel-Halim, S. M. El

Demerdash. (2011). Investigation

of Self Excited Torsional

Vibrations of Different

Configurations of Automatic

Transmission Systems during

Engagement. Journal Engineering.

Published Online (SciRP). (3). p.

1171-1181.

Feddy, W.S. (2010). Perancangan Alat

Uji Perbandingan Transmisi

sebagai Media Pengembangan

Praktikum di Laboratorium Teknik

Mesin. Prosiding SN-PMD FTUB.

Malang. ISBN 978-602-97961-0-0.

1 (1) p. 1-6.

Ganesh Raut, Anil Manjare, P Bhaskar.

(2013). Analysis of Multidisc

Clutch Using FEA. International

Journal of Engineering Trends and

Technology (IJETT). 6 (1). p. 5-8.

K. Chihara and T. Satou. (2005). Trends

Regarding Needle Roller Bearings

For Automatic Transmission

Planetary Gears. Koyo Engineering

Journal English Edition No.168E.

p.39-42.

Manoj Kumar K.I.V. (2013). Wet Clutch

Modelling Techniques Design

Optimization of Clutches in an

Automatic Transmission. Master’s

Thesis in the Automotive

Engineering. Chalmers University

Of Technology. Sweden. p. 1-43

T. Ikeda N. Gouda. (2004). Development

of Low Friction One-Way

Clutches. Koyo Engineering

Journal English Edition No.165E.

p.45-48.

Automatic Transmission

Diagnosis. Toyota Technical

Training. Course 273. p. 1-34