analysis water quality and heavy metal pb in barbonymus...
TRANSCRIPT
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
301
ANALYSIS WATER QUALITY AND Heavy Metal Pb IN
KAPIAT FISH (Barbonymus gonionotus) FROM KELINGGI RIVER
LUBUKLINGGAU CITY
Eka Lokaria STKIP PGRI
Lubuklinggau
Sepriyaningsih STKIP PGRI
Lubuklinggau
ABSTRACT This Study aims to determine the quality of water as wellas to know the presence or absence of heavy metal contamination of Pb in kapiat fish derived from the Kelinggi River at Lubuklinggau CityThe research method is descriptive qualitative Water Testing conducted with parameters DO BOD COD and Pb as well as testing the type of kapiat with heavy metal parmeters Pb The result showed that the water quality of kelinggi river in good condition when viewed from pH DO COD and BOD because it is still in the range of water quality standard class III according to PP RI 82 of 2001 Water and kapiat fish derived from kelinggi river have contained heavy metalcontamination Pb The Result showed that the concentration value of heavy metals Pb is well below the threshold set according to PP RI 82 of 2001 so that still can be utilized according to its alloment for fresh fish KEYWORDS Water Quality Plumbum (Pb) and Kelinggi river
Corresponding Author STKIP PGRI Lubuk Linggau Jl Jl Mayor Toha Kota Lubuk Linggau Sumatera Selatan
PENDAHULUAN
Berdasarkan Perda Kota Lubuklinggau No 1 tahun 2012 Sungai Kelingi
merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Lubuklinggau Sungai Kelingi
melintasi Kota Lubuklinggau dimulai dari Kecamatan Lubuklinggau Barat II
Kecamatan Lubuklinggau Utara II dan Kecamatan Lubuklinggau Selatan II Sungai
tersebut memiliki panjang plusmn 70 kilometer dengan lebar antara 50-70 meter Hulu
Sungai kelingi berada di Bukit Barisan Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Sungai ini
bermuara di Sungai Beliti yang kemudian akan mengalir ke Sungai Musi Tidak
seperti Sungai Mesat Sungai Kasie Sungai Temam dan Sungai Kati Sungai Kelingi
memiliki 18 jeram saat melintasi Lubuklinggau (Ariansyah et al 2013)
Kondisi saat ini disepanjang sungai Kelingi berdasarkan hasil observasi terdapat
sampah limbah rumah tangga baik organik non organik dan limbah cair dari rumah-
rumah warga di sekitar sungai Kelingi Hal ini merupakan akibat aktivitas masyarakat
yang ada di sekitar sungai kelingi seperti aktivitas mandi mencuci penambangan
tradisional batu koral dan pembungan limbah industri dan pertanian Ini akan
mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem sungai kelinggiyang secara signifikan
berdampak pada penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan kematian biota
air seperti ikan dan ini akan sangat merugikan pendapatan nelayan disekitar sungai
kelinggi
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
302
Limbah dari industri seperi industri kelapa sawit yang ada di sungai kelingi
merupakan salah satu sumber pencemaran berupa logam berat Pb dan Cu yang
diperoleh melalui proses industri kelapa sawit Logam Berat Pb dan Cu di sungai akan
berdampak negative bagi organisme yang ada karena daya racun yang dimiliki dapat
menghambat kerja enzim dalam proses fisiologis dan menggangu metabolisme tubuh
organisme Logam berat tersebut akan tetap terakumulasi dalam tubuh ikan dan bila
kadar logam berlebih maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan bila ikan tersebut
dikonsumsi masyarakat Sungai kelingi khususnya daerah petunang kabupaten Musi
Rawas sungainya sangat tercemar akibat adanya aktivitas pembuangan limbah
industry kelapa sawit
Samitra amp fakhrurrozi 2017 keanekaragaman ikan di sungai kelinggi diperoleh
data bahwa ikan jenis Barbonymus gonionotus atau lebih dikenal masyarakat
lubuklinggau ikan kapiat merupakan komposisi terbesar di sungai kelinggi
Barbonymus gonionotus atau ikan kapiat merupakan ikan yang paling banyak
ditangkapikan yang mendominasi perairan sungai kelingi Melimpahnya Barbonymus
gonionotus dikarenakan Sungai Kelingi merupakan habitat yang baik dimana kelimpahan
makanan cukup banyak tidak adanya persaingan dari spesies lain untuk mendapatkan
makanan Sungai Kelingi merupakan habitat ideal bagi Barbonymus gonionotus karena
ikan tersebut hidup pada sungai yang berarus lambat (Rainboth 1996) Maka untuk
mengetahui tingkat pencemaran melalui analisi kadar logam berat Pb di analisis
dengan spektofotometer UV- Vis
METODE PELAKSANAAN
Jenis penelitian kuntitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan
kondisi kualitas air serta cemaran logam Pb pada ikan kapiat yang berasal dari sungai
kelinggi kota lubuklinggau berdasarkan observasi ke lapangan dan pemeriksaan di
laboratorium
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data kondisi air di sungai kelingi kota
Lubuklinggau meliputi
1 Derajat keasaman (pH) (SNI 6989572008)
2 Oksigen terlarut (DO) (SNI 06-698914-2004)
3 Kebutuhan oksigen bioogis (BOD) (SNI 6989722009)
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
303
4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)
5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)
Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil
penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III
peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada
ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang
terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman
yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni
65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait
dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya
Dissolved Oxygen (DO)
SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram
oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L
diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan
alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen
yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air
yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan
sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut
Biological Oxygen Demand (BOD)
Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan
bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod
disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai
hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi
tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi
jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun
2001) kurang baik peruntukannya
Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
304
terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD
sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50
mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen
yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada
suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu
untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri
decomposer
Logam Berat Pb pada ikan kapiat
Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang
terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga
lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah
satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137
mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat
berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03
mgkg
Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas
yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu
diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika
dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb
merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak
diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam
esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat
dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam
kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah
mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada
dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu
0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
305
REFERENSI
Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian
Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan
Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian
UNIB
Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta
Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan
Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu
kelautan Universitas Hasanuddin Makasar
Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of
the Cambodian Mekong FAO Italy
Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota
Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018
SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut
Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional
SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer
Badan Standarisasi Nasional
Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor
Pertanian Makassar Pjar Press
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
306
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN
BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI
Devi Silsia Universitas Bengkulu
Syafnil Universitas Bengkulu
Irma Manik Universitas Bengkulu
ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371
Indonesia Email devisilsiaunibacid
PENDAHULUAN
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi
selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan
saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan
busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan
penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan
beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk
pembersih kulit yang diminati
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan
sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun
minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi
karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
307
terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan
busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya
cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)
Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak
dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond
merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari
bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan
kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan
meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan
mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika
minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi
produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat
pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk
oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun
transparan
Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih
memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan
tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam
penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk
kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat
dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat
menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan
nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada
sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang
dihasilkan (Apriyani 2013)
Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh
dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk
kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi
yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri
pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya
7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk
kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma
yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et
al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi
sebagai aroma pada pembuatan sabun cair
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
308
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun
transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui
sabun transparan yang paling disukai panelis
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil
dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP
Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir
akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah
gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot
plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer
dan satu set pendingin tegak
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3
ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan
No Bahan Perlakuan
1 2 3
1 Minyat sawit (g) 60 60 60
2 Asam stearate (g) 21 21 21
3 NaOH 30 (g) 60 60 60
4 Etanol 96 (g) 45 45 45
5 Gliserin (g) 39 39 39
6 Gula pasir (g) 45 45 45
7 Akuades (g) 252 252 252
8 NaCl (g) 06 06 06
9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02
10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
309
Tahapan Penelitian
(1) Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu
80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran
dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching
dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama
30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan
proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya
(2) Pembuatan Sabun Transparan
Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada
metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang
sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu
70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat
dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu
diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan
pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan
terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan
proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian
suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan
ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring
dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Parameter yang Diamati
Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air
dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan
menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran
tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)
kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan
tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan
terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis
diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash
5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
310
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit
telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan
pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik
fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada
Gambar 1
Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit
Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini
selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis
yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat
kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan
karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam
produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada
saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades
yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil
sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan
dapat dilihat pada Gambar 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
311
Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293
Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan
minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam
sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-
1994) yaitu sebesar 15
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika
dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini
diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak
sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari
hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang
digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh
putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang
menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent
Kekerasan
Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan
Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau
perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari
lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan
seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik
2113
2273 2293
20
205
21
215
22
225
23
235
1 2 3
Kadar Air ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
312
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang
digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang
dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam
palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan
busa
Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4
Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari
Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml
adalah sabun yang paling lunak
Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada
penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini
disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada
sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun
transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka
kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang
ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No
06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan
Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun
Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit
dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah
mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga
0020
0024
0022
0018
0019
0020
0021
0022
0023
0024
0025
1 2 3
Kekerasan (mmgs)
Penambahan Minyak Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
313
berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat
pada Gambar 6
Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan
Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1
ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana
pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga
karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas
7778
6516
6892
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
1 2 3
Stabilitas Busa ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
314
busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang
digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan
asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam
palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit
pH
Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran
nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-
3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi
mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi
bersifat asam
Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi
Penambahan minyak kalamansi (ml) pH
1 1075
2 1073
3 1062
Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun
Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH
(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian
Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara
978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi
Kadar Alkali Bebas
Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam
minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari
reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu
setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi
berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat
disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan
untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki
kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan
cepat
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
315
Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar
alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml
Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak
jeruk kalamansi
Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini
diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis
Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa
Tingkat Penerimaan Panelis
Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan
adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun
tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat
kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat
pada Tabel 3
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap
warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan
yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini
diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki
019
015
018
0
002
004
006
008
01
012
014
016
018
02
1 2 3
Alkali Bebas ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
316
warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah
Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen
Parameter
Uji
Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan
dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi
1 ml 2 ml 3 ml
Warna 360 352 336
Aroma 348 392 356
Transparansi 372 328 328
Tekstur 384 376 368
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam
range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan
penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis
terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan
utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya
menguap
Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada
sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi
sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan
sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka
faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan
Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba
tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur
keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat
pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384
Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut
Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan
SIMPULAN
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293
kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075
dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis
adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak
sawit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
317
REFERENSI
Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From
Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology 5(4) 349-356
Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan
httpeprintsumsacid
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016
Dewan Standarisasi Nasional Jakarta
Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit
Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44
Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun
Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53
Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan
Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk
httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-
46informasi-teknologi
Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal
Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68
Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker
2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal
Plants Medicines 3 (2) 2-11
Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on
Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of
Surfactant and Detergent 2(4) 489-493
Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB
Information Series MPOB TT No 433
Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan
Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
318
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian 9 (2)82-88
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap
Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas
Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk
Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS
PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455
Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil
Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu
WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan
Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung
5(3) 125-136
Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor Bogor
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
319
RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
Di LAHAN MASAM BENGKULU
Herlina Universitas Dehasen
Bengkulu
Evi Andriani Universitas Dehasen
Bengkulu
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land
Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32
Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid
PENDAHULUAN
Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang
termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia
Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar
dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di
wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)
Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah
diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem
pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin
2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri
seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al
2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
320
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan
rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880
mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun
-1
(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar
garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi
(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1
) dan suhu rendah antara 9-10 oC
(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata
14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun
-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)
Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi
(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah
dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl
dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan
produksi biji sebesar 36305 kg ha-1
dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1
Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum
maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian
550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC
tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah
Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam
aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)
Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$
244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di
Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal
yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah
satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar
25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)
Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah
mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi
beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya
jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya
spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi
tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar
lingkungan tumbuh optimalnya
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
321
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari
India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu
pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf
yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis
pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi
pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan
percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman
tengah
Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai
perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam
polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan
berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian
belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya
ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih
diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5
M
kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per
polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag
pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur
pertanian 2 g per polibag
Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban
dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan
terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black
spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian
dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf kepercayaan 95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan Tumbuh
Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
322
laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi
organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil
tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas
maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman
kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi
beberapa enzim
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan
hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-
174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia
khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan
asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu
minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan
masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan
tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu
Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam
Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman
secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman
memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya
untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan
toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu
spesies atau aksesi (Dubey 1995)
00
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Su
hu
(oC
)
T Max T Min T Harian
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kele
mb
ab
an
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
323
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman
Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan
tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka
tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti
perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan
hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda
diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan
mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat
melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini
Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun
Jenis Pupuk Kandang
Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata
terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman
yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal
sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi
Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang
digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan
diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga
daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi
penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman
suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh
optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam
meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al
(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah
pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun
Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai
luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait
sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara
umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
324
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang
merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi
dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar
bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun
tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait
dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain
menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-
organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan
perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap
aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
pertumbuhan tanaman
Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b
Jenis Pupuk Kandang
Klorofil-a Klorofil-b
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062
ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a
Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil
Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan
klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan
antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang
sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total
klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan
klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan
aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika
tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria
penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
325
terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau
pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi
oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio
klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol
dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel
3)
Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b
ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya
cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam
aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut
berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman
Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam
menghadapi cekaman
Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan
antosianin
Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399
ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a
Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India
paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru
sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang
relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil
paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media
tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat
sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi
Kuwait dibanding kontrol
Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu
menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan
lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada
klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri
dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
326
terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada
Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah
fisiologis jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Tebal Daun (cm)
Luas Daun (cm
2)
Klorofil-a Klorofil-b
Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria
Kuwait 0196 bc 0215 a
4109 a 2934 d
1156 ab 1092 ab
0442 a 0392 c
Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria
Kuwait 0180 d 0205 ab
3706 bc 2895 d
1178 a 1154 ab
0448 a 0413 b
Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi
jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin
Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria
Kuwait 1598 a 1483 bc
0378 de 0374 de
0048 a 0046 a
Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria
Kuwait 1616 a 1567 ab
0399 cd 0436 ab
0028 c 0043 ab
Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter
peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin
kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang
pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai
terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi
pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat
menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid
merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
327
tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya
terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)
SIMPULAN
Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat
dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih
tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi
Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman
jintan hitam
REFERENSI
Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella
sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50
Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on
the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of
Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51
[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013
Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik
Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated
vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins
Plants (Basel) 3(4) 498-512
Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook
of Plant and Crop Stress
Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM
Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
hlm 59-82
Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi
Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron
Indonesia 2017 45(3) 323 -330
Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
328
Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella
sativa L
to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897
AJAR111813
Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of
temperature
to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and
Apllied Research 20(1) 1-9
Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009
Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some
soil properties World J Agri Sci (5)408-414
Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some
Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150
Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk
efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140
Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46
Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-
review International Research Journal of Pharmacy 236-39
Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan
hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J
Agron Indonesia 42(2)158-165
Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral
reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental
stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg
101016S0034-4257(02)00010-X
Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc
Publisher Massachussetts 782 p
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
329
Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural
practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under
rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397
Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield
and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in
Environmental Biology 6855-858
Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in
salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
330
OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING
TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN
Pasar Maulim
Silitonga Universitas Negeri
Medan
Melva Silitonga Universitas Negeri
Medan
Meida Nugrahalia Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email
pasarsilitongagmailcom
PENDAHULUAN
Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan
membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara
mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut
(imunisasi pasif)
Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005
Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
331
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif
sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah
memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah
diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani
2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian
permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap
butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam
yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur
adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin
B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal
posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan
mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi
IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY
anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen
(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan
suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku
umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin
dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit
lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi
Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh
invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia
dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara
biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga
dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal
(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya
bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin
dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning
telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat
perlu dilakukan
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
332
METODE PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)
siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut
Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada
media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi
pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5
ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml
NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk
menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air
pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin
untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)
Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan
suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat
yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan
Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu
Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum
komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari
adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air
minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal
2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml
(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut
Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga
dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur
diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan
pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan
kadar IgY anti diare kuning telur
Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)
Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast
Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
333
IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-
masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji
agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur
ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil
Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan
Tingkatan yang Berbeda
Ulangan
Tingkatan Piridoksin
S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi
1 + + +
2 + + +
3 + + +
4 + + +
Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP
IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji
AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY
setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap
perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi
Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda
Peubah
Tingkatan Piridoksin
S1
Defisiensi
S2
Normal
S3
Suplementasi
Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a
2046 plusmn0043b
2134 plusmn 0044c
Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir
Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh
tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam
(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
334
IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi
piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam
kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan
1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam
White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan
mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi
empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu
menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus
sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada
ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122
plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan
adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur
berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning
telur
SIMPULAN
Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah
dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning
telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana
produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin
Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin
berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur
ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang
diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan
berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
335
REFERENSI
Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta
Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori
Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15
Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor
Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing
Alternative Promega Notes Magazine (46) 11
Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY
antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41
NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi
Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-
1094
Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006
Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7
(3) 92-103
SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of
IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31
(1) 109-122
Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328
Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam
Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan
diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan
Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
336
Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y
spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28
Universitatis Upsaliensis Upsala
Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah
Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40
Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi
IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam
Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
337
KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA
HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA
Buhani Universitas Lampung
Ismi Aditya Universitas Lampung
Suharso Universitas Lampung
ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri
Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid
PENDAHULUAN
Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara
luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri
tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan
sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et
al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon
aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat
Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil
terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al
2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat
pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa
et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan
pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah
sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan
Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah
limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda
adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping
yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
338
Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis
adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang
memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan
secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)
Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk
menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al
2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa
kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat
jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris
dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan
secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk
granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai
upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan
berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)
Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan
adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV
dan MB dalam larutan
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian
ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil
ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa
Pembuatan adsorben HASS
Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat
konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus
hingga ukuran 100-200 mesh
Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka
(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam
tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram
biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
339
dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk
disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci
dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben
HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR
Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur
dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)
Eksperimen adsorpsi
Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan
menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model
kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi
zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk
menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang
gelombang λmax =591 dan 664 nm
Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa
adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)
(1)
Dimana Co dan Ce (mg L-1
) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum
dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume
larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karaterisasi adsorben
Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer
IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS
dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi
prekursor
Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat
serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1
menunjukkan
vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada
siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1
Pita
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
340
serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1
muncul
puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada
bilangan gelombang 163564 cm-1
muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH
dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)
Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan
pada bilangan gelombang 3387 cm-1
yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang
tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal
dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga
Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada
daerah bilangan gelombang 165878 cm-1
dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1
menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik
serapan dari biomassa alga Spirulina sp
Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
341
Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita
serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1
yang merupakan vibrasi
ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang
79467 cm-1
merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada
daerah 45000 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1
muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)
Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan
munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-
1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-
OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1
disebabkan oleh pengurangan gugus
silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et
al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)
0 2 4 6 8 10 12keV
0
2
4
6
8
10
12
14
cpseV
O Si C
Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS
Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil
hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis
morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben
HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa
unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini
menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika
dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
342
Pengaruh pH
Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan
menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar
3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan
adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat
pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan
adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika
mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan
carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika
yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi
kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif
HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak
optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna
CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan
interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs
aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)
Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi
ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada
adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh
adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min
dan temperatur 27C)
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
q (
mg
g-1
)
pH
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
343
Kinetika Adsorpsi
Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS
dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS
dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4
dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat
Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit
ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan
pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan
kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB
teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL
pH=8 dan temperatur 27C)
Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada
Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan
menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2
(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)
tk
qqq tte3032
log)log( 1 (2)
0
10
20
30
40
50
0 15 30 45 60 75 90 105
q (
mg
g-1
)
Waktu (menit)
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
344
eet q
t
qkq
t
2
2
1
(3)
Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan
bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS
cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai
koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika
pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan
0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)
Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat
pewarna MB dan CV pada adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
345
Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB
dan CV pada adsorben HASS
Adsorbat
Pseudo orde satu Pseudo orde dua
qe
(mg g-1
)
k1 (1 min-1
) R2 k2
(g mg-1min
-1)
R2
MB 43960
0101 0870 0204
0970
CV 42570 0086 0974 0302
0960
SIMPULAN
Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru
(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan
MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo
orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat
pewarna CV dan MB dalam larutan
REFERENSI
Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009
Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from
aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365
Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I
2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for
organic dye removal J Clean Prod 137 189-194
Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite
nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution
Appl Surf Sci 333 68ndash77
Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting
cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and
capacity of Cd2+
ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429
Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition
of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-
silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
346
Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)
Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass
modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80
203ndash213
Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of
Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in
solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880
Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion
in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-
silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870
Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica
through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci
Res 51(4) 467ndash476
Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with
silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from
solution Orient J Chem 28(1) 271-278
Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar
A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of
operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152
443-453
Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration
with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene
blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287
Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from
aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of
Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10
Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)
Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium
and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888
Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green
algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater
152 407-414
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
347
Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass
derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci
Technol 24 220-228
Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-
polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng
5(1)103-113
Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015
Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective
removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-
75
Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira
SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers
on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-
322
Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption
of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut
tree J Hazard Mater B136 800ndash808
Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene
blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm
thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash
359
Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by
Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111
Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated
mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal
removal J Hazard Mater 152 690-698
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
348
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI
TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN
POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung
Mangkurat
Ria Shafitri ARH Universitas Lambung
Mangkurat
Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)
Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru
70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid
PENDAHULUAN
Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri
semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)
cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri
farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)
Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin
meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai
skala mikron atau bahkan nano
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida
logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk
pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa
keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan
kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan
memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
349
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan
metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut
yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor
silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir
kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate
(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate
Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode
sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan
penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)
melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran
nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran
1336 1501 dan 50 nm
Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran
nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat
yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)
melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus
mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG
dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk
agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan
menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga
penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang
seragam
Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan
karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan
polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk
memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan
15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel
nanosilika yang dihasilkan
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar
laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
350
statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace
timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha
P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern
Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JCM-6000)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate
(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000
(PEG-6000) (Merck) dan akuades
Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel
Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL
dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan
pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia
dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan
diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan
dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus
terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur
600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)
Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi
dengan FTIR SEM dan PSA
Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)
Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al
2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan
Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15
Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG
Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama
dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG
pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol
silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer
Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam
Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum
dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk
disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan
Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15
(bv))
Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG
10 dan (c) Ns-PEG 15
Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya
pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan
metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak
yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak
PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000
telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi
Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1
merupakan pita serapan dari
vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan
bilangan gelombang 794 cm-1
menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus
siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi
dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari
TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-
Si
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
352
Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10
dan (c) Ns-PEG 15
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel
nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi
PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi
nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa
permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang
mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada
permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang
lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua
partikel lebih homogen dan lebih kecil
Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)
sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000
No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter
partikel rata-rata (nm)
1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240
Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran
partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm
Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
353
PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG
10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil
mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan
variasi PEG
Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika
tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika
(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000
sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika
(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000
yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan
terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding
Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam
Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah
penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
354
Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada
sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari
distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil
perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat
molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et
al 2012)
Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan
sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil
yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15
dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati
nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih
seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi
ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada
sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal
ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa
penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat
ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi
gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas
dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak
khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf
Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan
Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10
dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran
partikel 34 dnm
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
355
REFERENSI
Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji
Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel
Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55
Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan
Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam
Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW
Universitan Kristen Satya Wacana
Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel
Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30
Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis
Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat
Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6
Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011
Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious
Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51
Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A
Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel
Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan
Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
356
IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN
HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI
Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu
ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang
Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk
kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga
Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama
Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one
village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk
mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun
kompetisi daerah (Junaidi 2011)
Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk
kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang
berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil
pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang
kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan
1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen
terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177
(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari
cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil
samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak
atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
357
parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri
sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan
senyawa-senyawa yang dikandungnya
Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk
sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79
komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan
Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara
lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)
Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy
2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp
Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang
dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang
terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
METODE PELAKSANAAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan
dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi
Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk
dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian
GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi
Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang
dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi
masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping
berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)
Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri
adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang
dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk
dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan
sebesar plusmn 1
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
358
Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)
Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup
Kalamansi
GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang
bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC
akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa
tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa
dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi
Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan
pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan
hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
359
Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi
Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan
retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda
menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan
hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan
merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area
7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang
keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai
senyawa 12-Cyclohexanediol
Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping
industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene
merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas
jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance
pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene
minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung
carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)
carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
360
Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup
kalamansi (berdasarkan database NIST 17)
No Waktu retensi Senyawa Luas area ()
1 7288 D-Limonene 7592
2 8927 Limonene oxide 506
3 9784 α-terpineol 205
4 10200 Trans-carveol 477
5 10364 Carveol 191
6 10590 Carvone 658
7 11271 R-Limonene 190
8 11889 12-Cyclohexanediol 181
Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa
(Bunge) Wijnands)
No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi
Senyawa Senyawa
1 α-Pinene 05 α-Pinene 08
2 β-Pinene 01 β-Pinene 134
3 Myrcene 18 Myrcene 02
4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08
5 Limonene 940 Limonene 07
6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20
7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27
8 Linalool 04 Linalool 61
9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04
10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03
11 Terpinolene 01 β-Elemene 11
12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01
13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28
14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06
15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183
16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18
17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05
18 Elemol 01 Hedycaryol 190
19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12
20 α-Eudesmol 144
21 β-Eudesmol 86
22 Elemol 06
23 Phytol 04
Sumber Othman etal (2016)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
361
Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang
berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak
jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil
sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23
senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk
dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi
penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup
SIMPULAN
Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)
limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)
R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
REFERENSI
Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan
Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of
Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food
Research Journal 24 (4) 1782-1792
Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012
Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic
Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695
Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical
Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural
Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera
Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)
577-585
Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping
Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17
Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu
dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
362
Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On
Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety
Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44
Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical
Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of
Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282
Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial
Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South
Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431
Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D
2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants
Medicines 3 (13) 1-11
Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine
Review 12 (3) 259-264
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
363
STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT
Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi
Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan
Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan
ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum
intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi
dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit
sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan
yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan
karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga
fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk
melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu
melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen
reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003
Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi
radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat
lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
364
mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi
dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu
antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil
Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat
minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan
terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan
pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga
menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas
(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis
sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap
aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace
Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara
khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada
masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)
dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan
khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih
lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu
asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820
sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman
mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan
bersifat antioksidan
Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk
makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak
goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti
dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat
memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan
minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan
kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami
terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit
ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi
terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung
dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa
peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang
menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
365
menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak
sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan
minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik
dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet
Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass
labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat
glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai
sampel
Ekstraksi Biji Andaliman
Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian
dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup
Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari
kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya
untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan
selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan
dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)
Menentukan Bilangan Peroksida
Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit
ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman
dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing
disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial
Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan
dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan
ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
366
larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir
titrasi) (Pangestuti et al 2018)
Penentuan Bilangan Iodin
Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian
ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer
ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan
20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda
Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium
Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)
Penentuan Asam Lemak Bebas
Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu
dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang
selama 30 detik (Sopianti et al 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini
adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan
pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik
yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan
sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-
heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari
ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah
andaliman (Sudaryanto et al 2016)
Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan
pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
367
peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak
akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid
dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk
mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml
320 ml 255 ml 244 ml
20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml
346 ml 225 ml 226 ml
30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml
348 ml 220 ml 218 ml
Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan
rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =
V = volume
Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil
perhitungan seperti pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 ppm
10 hari 0670 0492 0488
0640 0510 0488
20 hari 0690 0462 0450
0692 0450 0452
30 hari 0720 0444 0436
0696 0440 0436
Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak
Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk
pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2
dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
368
konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar
konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida
terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari
Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu
mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil
titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3
Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan
Berat
Sampel Vol Blanko
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml
4751 ml 4270 ml 4218 ml
20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml
4878 ml 4103 ml 4134 ml
30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml
4929 ml 4128 ml 4110 ml
Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak
menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )
dengan A = volume
larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =
normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan
bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4
Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin
Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 13158 14550 14833
13321 14543 14675
20 hari 13042 14723 14931
12999 14711 14887
30 hari 12637 14882 15065
12870 14903 14948
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
369
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin
terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama
waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi
Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah
andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam
berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH
(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5
Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman
sebagai antioksidan
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol KOH yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml
959 ml 670 ml 670 ml
20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml
957 ml 682 ml 680 ml
30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml
965 ml 674 ml 668 ml
Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan
pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra
2019) ALB () =( )
(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat
N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))
Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses
oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak
buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan
variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu
penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida
dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI
bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh
penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak
Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah
andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada
konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
370
bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur
dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan
peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya
Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 488 354 352
491 353 353
20 hari 491 352 348
490 349 348
30 hari 497 347 340
494 345 342
Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin
kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data
tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm
terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama
penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat
digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi
antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata
lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada
minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan
Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap
minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30
hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai
antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan
bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat
dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352
dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang
menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak
buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat
juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah
andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa
penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka
asam lemak bebasnya semakin besar
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
371
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan
peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670
konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan
peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan
lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida
minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman
semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0
ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550
konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama
penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit
semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil
asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas
488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak
bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak
sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
REFERENSI
Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai
Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan
pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10
Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105
Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak
Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Research Study Vol2 205-211
Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak
Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
372
Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada
Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta
pp 120-126
Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada
Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal
Penelitian MIPA Vol 1 23-29
Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity
Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants
African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145
PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit
Dokumen intern
Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus
2002 Jakarta
Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA
Universitas Negeri Medan
Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-
Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21
Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan
Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol 14 29-39
Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK
Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative
and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The
American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
373
ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI
ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148
Yandri Universitas Lampung
Fathaniah Sejati Universitas Lampung
Tati Suhartati Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
Sutopo Hadi Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20
KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
yandriasfmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati
glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat
golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang
memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang
termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC
3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16
glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang
spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim
yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC
32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari
bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang
termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A
awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B
licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum
60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -
amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu
optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
374
mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu
optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50
kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot
molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil
mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil
penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai
bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55
dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah
metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+
tiap molekul enzim Ion
kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim
Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya
kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)
Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan
ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain
(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-
kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation
lain (Vihinen dan Mantsala1989)
Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme
yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam
industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala
besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi
cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah
bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di
lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al
2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada
penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari
Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat
dan stabilitas termal
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
375
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet
Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL
sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic
Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM
waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32
Prosedur Penelitian
Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang
mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001
dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et
al 2010)
Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel
bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000
rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)
Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan
garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis
(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)
Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase
menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels
et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)
Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan
dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya
dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels
Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum
(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)
yaitu 01 02 04 06 08 dan 10
Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan
dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40
50 60 70 80 90 dan 100 menit
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
376
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enzim
Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari
komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan
aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg
Pemurnian Enzim α-Amilase
Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan
Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan
ammonium sulfat dan dialisis
Fraksinasi dengan ammonium sulfat
Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium
sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan
(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium
sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan
aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi
berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa
fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas
spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
377
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada
fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium
sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90
Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas
enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses
fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena
jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada
fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi
20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan
eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68
Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada
Gambar 2
Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)
dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dialisis
Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan
protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran
(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan
molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari
garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan
kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase
hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
378
kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan
enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari
B subtilis ITBCCB148
Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148
Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami
peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh
penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim
telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim
hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin
disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau
kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim
yang sangat encer
Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian
Penentuan suhu optimum
Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi
enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim
α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat
dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum
enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang
bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125
oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan
enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat
untuk digunakan dalam industri
Tahap Volume
Enzim
(mL)
Aktivitas
Unit
(UmL)
Aktivitas
Total (U)
Kadar
Protein
(mgmL)
Aktivitas
Spesifik
(Umg)
Tingkat
Kemurnian
(kali)
perolehan
()
Ekstrak
Kasar
3000
291
873000
02265
1285
1
100
Hasil
Fraksi
(20-90)
ammonium
sulfat
150
3943
591450
0790
4991
39
68
Hasil
Dialisis
300 1416 424800 0188 7532 59 49
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
379
Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian
Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian
Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada
berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit
Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah
diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar
dapat digunakan dalam industri
Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu
65oC terhadap waktu
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
380
Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian
Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04
06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat
dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim
hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL
Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian
SIMPULAN
Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59
kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg
Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim
hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar
20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1
Vmaks =
147058 μmol mL-1
menit-1
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
381
REFERENSI
Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd
ed John
Wiley amp Sons Inc Publication New York
Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of
porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure
and activity EMBO J 6 3909-3916
Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis
Horwood Limited West Sussex England 45-52
Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use
of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603
Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their
specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615
Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced
stability Febs Lett 304 (1) 1-3
Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment
with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265
Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying
cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc
Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and
S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural
implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658
Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu
C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from
bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international
pp 1-9
Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial
progress in 21st century Biotech 6 2 174
Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S
(2019) The optimized production purification characterization and application
in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a
new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
382
Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant
of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189
Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and
molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-
43
Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -
Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved
Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418
Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of
extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus
subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74
Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89
Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth
using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied
Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
383
ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN
PUDAU (Artocarpus kemando Miq)
Tati Suhartati Universitas Lampung
Vicka Andini Universitas Lampung
Yandri AS Universitas Lampung
ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis
Escherichia coli
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
tatisuhartatifmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di
Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai
sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin
siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati
et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011
senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan
67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di
Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang
sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -
sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan
senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker
menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah
satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa
flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang
sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan
aktivitas yang berbeda
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
384
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit
cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa
Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung
mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-
388
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus
kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan
Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan
untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang
digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton
(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades
diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60
(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025
mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis
Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap
putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur
titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow
(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman
spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak
(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable
sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah
dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
385
24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC
dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak
11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang
ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A
diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604
gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C
sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik
KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning
(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut
menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana
37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-
heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A
selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37
diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang
sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh
255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)
Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard
artonin E menggunakan tiga sistem eluen
Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli
dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al
(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode
Alley et al 1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak
Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan
347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan
karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada
λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan
karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm
merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin
A
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
386
Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks
347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran
batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH
menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)
Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan
pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada
posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik
terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa
hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus
karbonil
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
387
Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3
Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran
panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan
intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya
perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang
menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah
penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi
terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10
nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)
Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT
dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan
data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang
tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1
Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH
+ AlCl3 + HCl
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
388
Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan
2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau
UV λmaks nm (log ɛ)
Artonin E (Hernawan 2008)
Artonin E (Hasanah 2016)
Senyawa (1)
MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH+ NaOH
MeOH+ NaOH 212 268
MeOH+ NaOH 212 268 368
MeOH+ NaOAc 203 268 347
MeOH+ NaOAc 203 267 347
MeOH+ NaOAc 204 266 346
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 347
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 348
MeOH+ AlCl3 203 226 276 425
MeOH+ AlCl3 204 226 276 414
MeOH+ AlCl3 202 227 276 426
MeOH+ AlCl3
+ HCl 203 226 276 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404
Analisis Spektroskopi Inframerah
Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah
bilangan gelombang 3431 cm-1
yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil
Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1
dan 2924 cm-1
merupakan petunjuk adanya
gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1
menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
389
1562 - 1462 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum
IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)
Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)
5007501000125015001750200025003000350040004500
1cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
T3
43
13
6
29
78
09
29
24
09
16
54
92
15
62
34
15
23
76
14
62
04
13
54
03
12
86
52
12
36
37
11
55
36
10
72
42
96
63
4
83
13
2
76
76
7
69
82
3
61
14
3
44
17
0
2AaV
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
390
Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum
senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum
artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada
bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan
bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan
spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B
(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)
IR (KBr) v (cm-1
)
A B C
3428 3433 3431
2975 2982 2978
2225 2913 2924
1650 1661 1655
1565 1561 1562
1471 1481 1462
1358 1356 1354
1284 1291 1287
1164 1179 1155
964 969 966
835 837 831
Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum
UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)
merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
391
Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli
Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan
Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol (+)
005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk
Konsentrasi senyawa (1)
03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk
Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03
mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona
hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm
sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol
(+)
005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk
Konsentrasi senyawa
(1)
03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk
Kontrol (+)
22 mm 23 mm 27 mm
Kontrol (-) - - -
Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk
04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk
dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9
mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)
memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E
coli
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
392
Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri
terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk
pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang
signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi
dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat
meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al
2012)
Uji Aktivitas Antikanker
Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker
leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50
Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in
vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4
microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji
aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker
sangat aktif terhadap sel leukemia P-388
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat
fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan
aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50
156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk
REFERENSI
Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ
Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug
screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium
assay Cancer Research 48 589-601
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
393
Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility
testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical
Pathology 45(4) 493-496
Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013
Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug
Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72
Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011
Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural
Products Research 25(10) 995-1003
Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and
F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst
Heterocycles 31(5) 877-882
Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas
Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar
Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 52-54
Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali
and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq
Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230
Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang
tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 48-53
Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53
Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids
from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity
Phytochemistry 82 136-142
Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G
A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and
ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of
Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
394
Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder
ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of
Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315
Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
395
AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK
KALSIUM KARBONAT
Suharso Universitas Lampung
Buhani Universitas Lampung
Eka Setiososari Universitas Lampung
Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar
Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim
sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri
(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al
2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak
diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu
salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya
murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi
penting untuk dilakukan
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai
deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk
mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam
menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et
al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan
selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
396
pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun
penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak
semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap
lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini
Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang
dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak
kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap
lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam
sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas
waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik
merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH
universal
Prosedur Penelitian
Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat
dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah
dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal
sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh
dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-
sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC
Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk
melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk
diamati pertumbuhannya
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3
0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan
diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M
dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
397
universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL
dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan
dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas
diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC
selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan
0075 0100 dan 0125 M
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan
pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M
masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk
hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian
campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu
diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama
satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)
Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini
diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm
Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu
dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang
berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan
Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan
pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat
pembentukan kerak CaCO3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded
Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
398
laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini
laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan
konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan
senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan
CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH
tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju
pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi
larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan
inhibitor
Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan
Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan
0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju
pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi
konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal
CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat
mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu
pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta
kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and
Semiat 2006)
020
030
040
050
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
0050 M
0075 M
0100 M
0125 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
399
Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi
Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M
Menggunakan Metode Seeded Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50
150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C
menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi
penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan
penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa
penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal
pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut
membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya
kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula
melarutkan kerak yang terdapat pada pipa
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang
diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan
pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai
jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang
diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya
000
005
010
015
020
025
030
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
kontrol
50 ppm
150 ppm
250 ppm
350 ppm
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
400
nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)
Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x
Dimana
Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan
(gL)
Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat
kesetimbangan (gL)
C0 = berat endapan awal (gL)
Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350
ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut
menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju
pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen
efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat
dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0050 M
No
Penambahan
inhibitor (ppm)
pH
Efektivitas
inhibitor ()
1 0 11 000
2 50 5 2704
3 150 5 9484
4 250 5 1628
5 350 4 2776
Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai
dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor
mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)
Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis
Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH
sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat
(1)
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
401
larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi
konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan
demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan
efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan
efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah
inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini
juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)
Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal
CaCO3
Inhibitor Konsentrasi
inhibitor (ppm)
Efisiensi inhibitor
( IE)
Referensi
AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini
Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008
Homopolimer Asam
Polimaleat
4 67 Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Terpolimer Asam
Polimaleat
4 73
Kopolimer Asam
Polimaleat
4 18
Asam Polikarboksilat 4 70
Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas
2002
C-Metil-4 10 12 22-
Tetrametoksi kalik (4)
Arena
10-100 34-100 Suharso et al 2009
Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011
Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a
Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b
SIMPULAN
Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium
karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas
inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan
penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor
sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
402
REFERENSI
Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan
H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems
International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940
Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination
Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104
Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale
Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry
Research 53 64ndash69
Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004
Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN Serpong
Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal
Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411
Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the
Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors
Desalination 220 345-352
Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED Plants Desalination 124 63ndash74
Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers
as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428
Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of
Chemistry 7(1) 5-9
Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and
Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172
Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry
26(18) 6155-6158
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
403
Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187
Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor
of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106
Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-
Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan
Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas
Lampung
Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds
Desalination and Water Treatment 68 32ndash39
Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur
Indonesia 13(2) 100-104
Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta
Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals
Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396
Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan
(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate
(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45
Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy
Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation
Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210
Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier
Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation
Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
404
PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN
DENGAN METODE ION EXCHANGE
NM Yuhermita Universitas Jambi
N Nazarudin Universitas Jambi
O Alfernando Universitas Jambi
IG Prabasari Universitas Jambi
M Haviz Universitas Lampung
ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil
fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the
alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel
through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study
included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange
method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking
oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of
reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized
by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic
structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and
011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of
catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3
were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a
temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The
activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ
KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel
Cobalt
Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai
upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang
berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan
sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta
ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan
kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)
Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk
mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil
di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan
bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu
diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi
kebutuhan bahan bakar
Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati
(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
405
kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku
dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak
jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas
penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak
jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan
pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik
untuk menghasilkan energi terbarukan
Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat
proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses
tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam
lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang
lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu
katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis
adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi
penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya
umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan
menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung
seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa
2016)
Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert
dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam
kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan
digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode
pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang
dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada
proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam
reforming dan Sintesis Fischer Tropsch
Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan
logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin
tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut
penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan
minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan
Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
406
dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang
digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi
pada proses perengkahan katalitik menurun
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu
Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas
Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula
Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium
Energi dan Nano Material Universitas Jambi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang
aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)
Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air
Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga
Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa
2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang
kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660
ml
Sintesa Katalis
Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah
tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai
dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari
cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing
sebanyak 660 ml
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat
larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-
Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3
masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang
mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer
selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan
katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
407
Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang
sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110
Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi
450oC 500
oC 550
oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit
pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil
setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pre-treatment Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah
penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali
penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan
minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan
kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi
Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan
minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah
setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum
dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir
bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan
berwarna kuning kecoklatan
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
408
Densitas Bahan
Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak
jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang
dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1
Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan
Bahan
Berat bahan
(gr) Densitas Bahan Baku (gr)
Minyak Goreng Kemasan 1730 09534
Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494
Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534
Aquades 1744 09814
Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang
belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak
jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng
kemasan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Aktivasi Arang
Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon
mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan
aktivator Na2CO3
Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori
Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon
aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring
et al 2003)
Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC
selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor
dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
409
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co
Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion
exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga
variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen
selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang
menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil
penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan
menggunakan oven selama 12 jam
Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak
jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak
antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin
mempercepat dalam proses pembentukan produk
Karakterisasi Dengan SEM-EDX
Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat
dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat
pada gambar 3 sampai 5
Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x
Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada
perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan
memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori
arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
410
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX
dirangkum dalam Tabel 2 berikut
Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 3535
2 C 6232
3 P 214
4 Ca 020
Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif
didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur
lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020
Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 319
2 C 9330
3 P 235
4 Ca 031
5 Co 086
Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada
komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak
rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada
perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi
pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
411
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1
Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm
Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 209
2 C 9233
3 P 309
4 Ca 025
5 Co 199
6 Al 016
7 Mg 010
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
412
Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan
peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain
yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan
unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang
ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan
Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran
10000x
Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan
konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi
tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini
disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5
Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3
persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit
Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg
Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan
silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co
Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan
Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
413
Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()
1 Si 029
2 C 9770
3 P 172
4 Ca 006
5 Co 011
6 Al 008
7 Mg 004
Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan
penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis
semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam
yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena
setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih
sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data
kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis
No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3
1 Si 319 209 029
2 C 9330 9233 9770
3 P 235 309 172
4 Ca 031 025 006
5 Co 086 199 011
6 Al 000 016 008
7 Mg 000 010 004
Karakterisasi Dengan XRD
Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola
difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran
panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam
kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi
difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di
steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan
difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
414
Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam
Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada
pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi
2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa
arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD
karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri
dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi
masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576
265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601
Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co
sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3
Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan
265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi
tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-
sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862
362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =
264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542
265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079
Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu
berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2
dan 3 juga berebntuk amorf
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000
36a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
37a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
18a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000 19a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
20a
(a) (b)
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
415
Perengkahan Minyak Jelantah
Perengkahan Termal
Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit
Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500
oC adalah 2456 gr
dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu
450oC adalah 3560 pada suhu 500
oC adalah 4715 dan pada suhu 550
oC adalah
5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas
CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas
Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal
No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()
1
Minyak Jelantah (50)
450 3560
2 500 4715
3 550 5234
Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel
tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan
cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi
peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas
Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur
proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi
(Hartiati 2006)
Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-
Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500
oC dan 550
oC Perbandingan
katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku
adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan
penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di
dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan
Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan
katalitik pada setiap temperatur
Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan
terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen
konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-
Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi
produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
416
cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi
temperatur konversi produk meningkat
Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co
Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761
2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176
3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145
Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi
total produk yang dihasilkan
Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan
Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk
utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak
berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah
dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak
jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)
Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak
Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan
dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat
sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan
katalitik minyak jelantah cukup tinggi
-
2000
4000
6000
8000
10000
12000
450 500 550
C
HP
Co-Arang 1
Co-Arang 2
Co Arang 3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
417
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah
1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP
lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna
coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755
pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550
oC adalah 2104 Untuk Konversi
cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada
suhu 450oC
Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 47553 4987 2580
2 500 9679 26904 6989 3206
3 550 9238 21040 7134 7617
Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1
Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan
katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen
konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan
katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil
perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056
gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550
oC adalah 209 gr Persen
Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500
oC adalah
1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan
(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC
-
10000
20000
30000
40000
50000
450 500 550
C
HP
Temperature degC
Konversi
CHP 1
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
418
Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi
()
1 450 6165 238 5927 3835
2 500 8285 1290 6996 1715
3 550 8824 1025 7799 1176
Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2
Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang
dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada
kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut
(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa
alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat
dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak
ringan akan terputus pada temperatur tinggi
Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3
Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat
pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11
Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 8825 980 7845 1175
2 500 8272 585 7687 1728
3 550 8855 1864 6991 1145
000
500
1000
1500
450 500 550
C
HP
hellip
Konversi CHP 2
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
419
Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu
450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500
oC adalah
13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr
dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang
dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500
oC adalah 585 dan pada
suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan
katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik
menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi
cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan
persen CHP
Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3
Studi Kinetika
Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)
Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil
reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur
tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik
hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana
jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan
sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP
per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R
dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika
nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial
Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan
aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami
penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi
0000
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
450 500 550
Per
sen
CH
P (
)
Temperatur (degC)
Konversi CHP
3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
420
menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi
produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung
sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah
reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit
Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R
1 450 0600 500 0600 550 0600
2 450 0601 500 0600 550 0750
3 450 0600 500 0658 550 0600
Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1
Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah
Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu
Energi Aktivasi
Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius
k = k0 e ndashEaRT
k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas
umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari
harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash
EaRT
dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan
nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan
katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat
dilihat pada tabel 13
Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 1
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 28532 104844
77315 0001293 161423 047886
82315 0001215 12624 023301
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
421
Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah
menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang
didapat adalah sebesar- 4064 kJ
Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 2
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0142 -1948
77315 0001293 0773 -0256
82315 0001215 0574 -0553
Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan
meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi
Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur
550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang
menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13
dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k
0
02
04
06
08
1
12
00012 00013 00014
ln k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
422
Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2
Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314
Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis
Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ
Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 3
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0005 -5136
77315 0001293 0003 -5577
82315 0001215 0011 -4493
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak
jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi
aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ
Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)
No Katalis Energi Aktivasi (kJ)
1 Co-Arang 1 -4064
2 Co-Arang 2 7103
3 Co-Arang 3 2998
-2500
-2000
-1500
-1000
-0500
0000
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
423
Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3
Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi
konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun
SIMPULAN
Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM
semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX
Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co
sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi
Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3
Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan
hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan
CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar
4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh
waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan
katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998
kJ
REFERENSI
Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)
Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi
-12
-1
-08
-06
-04
-02
0
02
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
424
Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -
Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash
76
Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co
and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on
Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal
11 75
Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi
Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan
Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau
Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses
Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02
Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas
Riau
Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First
Edition Marcel DokkerInc New York 13-19
Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau
David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ
Tribhuwana Tunggadewi
Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem
20182(1)16-18
Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada
Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam
Aktif J Tek Kim 22
Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur
Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan
Ampel Surabaya Vol 12 No3
Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram
XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan
Metode Impregnasi J Cis-Trans 1
Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
425
Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP
Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan
Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70
Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Catalytic Cracking Riau Universitas Riau
Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi
10 15ndash26
Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri
Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai
Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion
Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis
Undip
Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan
Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion
Indonesia J Farm 1
Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada
Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis
Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University
Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak
Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM
Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin
Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect
Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With
NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic
Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111
Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit
Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia
Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif
Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa
Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau
Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas
Riau
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
426
Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak
Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2
Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation
temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile
sludge waste Indonesia J Chem 8348-352
Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif
[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui
Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang
Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan
Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran
Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi
Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair
Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse
Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial
Technol 25
Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan
[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]
Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI
10(4) 269-282 Dalam
Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking
Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26
Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia
Volume 02 No1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
427
KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS
ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI
Iis Siti Jahro Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity
Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email
jahrostiisgmailcom
PENDAHULUAN
Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit
dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar
apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp
pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20
dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang
dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih
kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp
menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa
yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah
gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi
mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-
97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman
dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan
abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
428
katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan
otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini
pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A
dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik
dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan
variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi
jumlah lubang pada konventer katalitik
Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan
dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif
sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan
zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas
CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas
CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)
Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah
berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)
zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X
(Jahro dkk 2018)
Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis
reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara
mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah
senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida
menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu
konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan
hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi
N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)
METODE PELAKSANAAN
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari
PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan
Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi
yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-
alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan
karakterisasi konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
429
Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan
Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan
konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge
dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada
suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus
dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari
abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah
berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian
ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan
ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke
dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah
Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk
dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari
suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya
furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan
Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian
emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat
Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter
katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang
berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut
kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian
dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri
dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X
masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi
jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap
zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang
digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan
variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit
sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31
Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer
katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya
terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
430
didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC
dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan
otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen
yang diemisikan dari gas buang
Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas
Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp
Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan
konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel
1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot
kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064
217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif
dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk
gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-
masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya
serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih
tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan
peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer
terhadap masing-masing gas tersebut
Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah
Pulp
No Konventer Katalitik dengan
variasi kadar zeolit X ()
Emisi gas Gas terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
() CO HC CO2
1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -
2 500 052 168 115 1875 2258 800
3 333 047 156 108 2656 2811 136
4 250 053 157 116 1718 2764 720
5 000 058 165 119 938 2396 480
Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh
konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
431
tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811
dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada
penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan
konventer katalitik lainnya
Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan
diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya
digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut
menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar
diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer
katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr
N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)
Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer
katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan
konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas
oksigen sisa pembakaran sebesar 131
Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik
No
Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit X ()
Emisi gas O2
()
Pertambahan O2
yang diemisikan
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 441 23664
333 525 30076
250 297 12672
00 263 100
Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang
diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai
dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas
HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif
yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
432
data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan
kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya
karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi
Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer
Katalitik
Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari
penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif
tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan
konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif
berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk
gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih
tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih
aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit
X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari
limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X
Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis
Konventer Katalitik
dengan Variasi Kadar
Zeolit A ()
Emisi Gas Gas Terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
()
CO
HC
CO2
Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -
500 049 155 107 234 285 144
333 047 152 105 265 298 160
250 041 138 93 359 364 256
00 058 165 119 938 2396 480
Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah
berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik
dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2
terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap
oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
433
250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil
membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2
berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597
Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan
otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan
pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran
pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A
sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi
dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333
Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A
No Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit A ()
Emisi Gas O2
()
Pertambahan O2
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 508 287
333 621 361
250 693 429
00 263 100
Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan
pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik
dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan
zeolit X
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang
dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah
lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
434
Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan
variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2
Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7
Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X
dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang
sebanyak 5 buah
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC
kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-
masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
435
ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana
semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar
peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)
Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit X versus persentase gas terserap
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan
daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas
oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang
digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik
dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321
Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan
jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir
26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7
buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
436
tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata
lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 sudah optimum
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit A versus persentase gas terserap
Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian
152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing
gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
437
berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar
dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap
pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar
109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan
konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-
masing molekul gas CO HC dan CO2
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas
oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya
jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas
oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7
berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya
mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan
konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar
65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik
dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat
meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah
lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum
optimum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan
konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer
sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya
meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada
konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer
katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah
konventer katalitik dengan katalis zeolit X
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
438
REFERENSI
Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions
Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal
for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22
Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk
Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang
Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari
Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai
Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan
Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi
Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan
Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp
dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As
Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and
modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia
Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile
Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33
Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed
Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara
Teknologi 8 (3) 69-76
Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification
as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis
Universiti Teknologi Malaysia
Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5
Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414
Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan
Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan
Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan
Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for
Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food
Technology 8(1) 68-71
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
439
PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION
NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC
Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi
Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di
dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit
terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki
kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
440
Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan
seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel
dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel
dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah
berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini
dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh
produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak
menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai
diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium
Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh
Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang
mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan
menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari
seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan
menggunakan Cyanex 272
Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses
solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk
memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan
ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid
secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga
menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)
Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya
menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini
sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan
cyanex
Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-
parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk
mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam
larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam
larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses
ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan
aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada
penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada
analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk
mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
441
biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang
digunakan
Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara
El wt () El wt ()
LE 7825 Cl 1253
Fe 1097 Cr 0323
Si 5427 Mn 0177
K 1259 Co 004
Al 0579 S 0022
Ni 0514 Sb 0022
Ca 065 Cd 0015
Zn 00087 Sn 0016
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit
asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur
(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3
Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan
pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching
dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari
proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur
(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik
berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara
fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel
percobaan yaitu Tabel2
Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan
kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir
dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik
mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan
organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses
solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan
Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan
mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada
Gambar 1
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
442
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal
Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan
XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus
(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari
Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite
[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat
dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt
dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang
terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga
untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan
menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan
proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption
Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray
Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel
kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3
Gambar 1 Skema proses Batch Extraction
ProdukAqueous batch Organic
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
443
Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi
No pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3
4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2
7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1
Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH
pH Konsentrasi
Ni (ppm)
Konsentrasi
Ca ()
2 9698 426
25 10892 957
3 23563 1153
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
444
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
445
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
446
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
447
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun
dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh
reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
448
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan
semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat
perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang
dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3
jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous
telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa
organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi
reaksi reversible dari persamaan 1
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
449
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian
serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar
pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10
(sepuluh) literatur acuan
Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th
Edition (American
Psychological Association)
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
450
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
451
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
452
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
453
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan
penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi
reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
454
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
455
Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah
kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara
nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses
2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor
kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion
hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion
hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari
persamaan 1
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah
dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai
faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua
dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam
REFERENSI
SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from
multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction
using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177
Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review
Chesmistry for Suistainable Development 1281-91
Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley
amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
456
Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp
CoKGaA India
Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals
Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH
Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium
magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of
carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy pp 333-338
McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I
Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35
Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt
from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS
International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017
PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel
Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 12(3)195-207
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply
Demand Mineral Desember 2012
RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc
New York
Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt
from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier
Hydrometallurgy 169 67-68
SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui
Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108
US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017
Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut
Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
457
ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG
DARI BUAH Shorea sumatrana
Yusnelti Universitas Jambi
Muhaimin Universitas Jambi
Richo Giwana Resdy
Maulana Universitas Sumatera
Utara
ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email
yusneltiunjaacid
PENDAHULUAN
Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang
150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya
shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet
maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat
belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan
tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin
sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)
Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik
(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada
mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)
Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan
salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal
dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati
dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat
minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet
penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi
Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
458
bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar
lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal
dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan
minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar
membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong
sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah
shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu
dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut
organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah
tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan
lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati
dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak
nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang
dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode
pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak
menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan
proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea
sumatrana
METODE PELAKSANAAN
Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas
matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda
menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di
shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang
dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg
IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana
Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang
digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur
kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan
lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan
uinversitas Jambi
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
459
Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran
Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak
hasil kempa
Ekstraksi Minyak
Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring
dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan
dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi
sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis
kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat
menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan
proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
460
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono
1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi
soxhlet
Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC
dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar
lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC
2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan
menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil
sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana
seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu
kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang
Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)
No Sampel Bahan kering
105 0C ()
Kadar Abu
()
Lemak
()
Protein
()
KH
()
1 Minyak nabati tengkawang
991680 18469 888674 08770 75766
Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar
8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea
stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar
923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (
Junaidi et al 2007)
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam
serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil
eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)
heksana dan hidrokarbon lainnya
Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh
terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
461
soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus
dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena
umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini
merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N
bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip
kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus
et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel
komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam
tubuh (Mustika 2012)
Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur
tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel
otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)
Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat
dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin
selulosa dan pati (Setiyono 2011)
Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat
fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea
stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat
fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan
Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan
sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea
shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat
tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan
tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak
tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari
minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-
obatan (Alamendah 2009)
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
462
Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi
kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan
dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar
membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari
minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai
produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain
sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun
yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan
minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di
dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk
produk lilin dan sabun (Putri 2013)
SIMPULAN
Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal
dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680
kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770
dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674
REFERENSI
Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website
httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali
Diakses tanggal 18 Nopember 2009
Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB
Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali
dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-
Karbohidrat
Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang
(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree
(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available
fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351
Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji
tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
463
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147
ISSN 1411 ndash 0903
Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji
tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943
RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual
Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab
Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh
perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu
lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta
Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty
NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis
kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia
httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD
E_SOXHLET_AOAC_2005_
Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung
Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak
tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of
Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378
e-mail resapangersagyahoocom
Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung
dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo
Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang
oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis
Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara
Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
465
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK
LOKAL KALIMANTAN SELATAN
EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL
LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN
Azidi Irwan
Universitas Lambung
Mangkurat
Kholifatu Rosyidah
Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark
KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail
airwanulmacid
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam
Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak
atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan
bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang
mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi
kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan
bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)
Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit
sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki
perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
466
telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah
lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil
mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-
bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan
sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di
bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)
Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air
(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan
penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam
penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air
mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada
kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak
sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et
al 2014)
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai
sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi
masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-
ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih
mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)
Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan
menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)
Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah
limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil
asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri
2013)
Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di
mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode
pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel
kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian
Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri
dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan
semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan
minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang
minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen
kimianya dengan GC-MS
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
467
METODE DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet
volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air
termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik
penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades
Prosedur Kerja
1 Preparasi Sampel
Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya
dengan kulit yang keringnya
2 Distilasi
a Distilasi Kulit Segar
Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan
kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari
batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih
mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan
dalam lemari pendingin
b Distilasi Kulit Kering
Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke
dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri
kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari
pendingin
c Karakterisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi
rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol
70
d Kandungan komponen minyak atsiri
Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit
dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari
masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
468
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4
anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483
a Berat Jenis
Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL
Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan
dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI
Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis
minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat
mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi
dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi
b Putaran Optik
Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter
Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel
kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI
persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri
memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang
terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi
c Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan
refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989
Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-
beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit
limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis
semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak
atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70
Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan
minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup
berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes
Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang
bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume
minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar
11 Sedangkan untuk sampel kering 15
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
469
e Kandungan komponen minyak atsiri
Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar
Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi
yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut
diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel segar
Puncak (peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10042 047 α-thujena 92
2 10327 177 α-pinena 94
3 11848 153 sabinena 93
4 12067 906 β-pinena 96
5 12469 130 mirsena 95
6 13007 046 oktanal 91
7 13513 038 α-terpinena 93
8 13833 087 benzena (1-metil-x-
Isopropil) 92
9 14171 6296 limonena 95
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
470
10 15124 1768 γ-terpenena 95
11 15999 090 terpenolena 94
12 19274 048 terpeni-4-ol 94
13 19792 086 α-terpeniol 94
14 20003 048 dodekanal 90
15 28138 079 germakrena 90
Total 100
Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering
Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel kering
Puncak
(peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10037 042 α-thujena 92
2 10322 177 α-pinena 94
3 11847 119 sabinena 94
4 12061 930 β-pinena 96
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
471
5 12464 118 mirsena 95
6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-
isopropil) 94
7 14158 6397 limonena 96
8 15104 1511 γ-terpenena 96
9 15463 043 linalool oksida 92
10 16001 054 alosimena 91
11 19283 120 terpeni-4-ol 93
12 19825 098 α-terpeniol 95
13 20002 076 dodecanal 89
14 26740 020 1) trans-α-
bergamotena
90
15 28135 042 germacrena 88
Total 100
Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit
hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk
sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal
konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)
γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)
Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena
(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi
perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering
terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih
kecil
Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)
dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi
sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain
Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal
753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan
et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan
hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena
2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
472
metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena
3925 dan lain-lain
Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit
buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal
seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data
tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)
Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan
berbagai metode pengambilanekstraksi
Senyawa
Komposisi komponen utama pada minyak atsiri
jeruk purut
1 2 3 4
sitronelal 1167 2385 753 1748
limonena 1416 113 2068 2872
α-pinena - - - -
β-pinena 3925 182 3296 715
sabinena - 155 3122 2749
Keterangan
1 Jantan et al (1996) metode distilasi air
2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air
3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap
4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air
Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang
polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih
panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar
yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada
sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin
banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks
biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang
meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen
berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat
pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
bakteri
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
473
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat
jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan
kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar
0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias
14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak
atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar
adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena
(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar
limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan
terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi
yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak
atsiri kulit buah limau kuit
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana
penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan
mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia
tanaman limau kuit
REFERENSI
Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom
(diakses 26 Januari 2017)
Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia
MIPA UNDIP Semarang
Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal
Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil
Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and
Technology vol 42 777-780
Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press
Jakarta
Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous
Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using
Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-
5
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
474
Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit
Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah
Tropika vol 30(6) 7-8
Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical
composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632
Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013
ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated
Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian
Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369
Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta
Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri
dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam
Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101
Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic
Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817
Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif
Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan
Transmigrasi Pekanbaru 1-24
Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner
A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of
selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol
32(6) 589-598
Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013
ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam
Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326
ndash 339
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
475
STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM
SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA
ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES
IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND
CYCLOHEXANE SYSTEM
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Nurul Aisyah
Universitas Negeri
Padang
Umar Kalmar
Nizar
Universitas Negeri
Padang
Deski Beri
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan
farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat
karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk
berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al
2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara
termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen
penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
476
Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi
dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal
kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-
komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk
dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena
banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya
menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat
kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan
Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana
diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia
dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu
kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna
merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh
dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan
methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black
Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan
sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah
(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian
Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak
mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah
2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan
surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi
pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi
dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami
perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem
air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut
menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow
mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara
dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo
mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan
sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna
merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl
red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
477
Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis
acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1
mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)
sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata
Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit
ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan
menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95
Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana
Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan
perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam
perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram
Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana
HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan
komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner
Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex
mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan
dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi
dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk
membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi
dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat
dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan
pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95
Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue
Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah
dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil
methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam
sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya
endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan
optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
478
Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
1 Pengukuran Indeks Bias
Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan
penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan
skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk
sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat
tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran
indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C
dengan menggunakan rumus
( )
Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna
2 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald
type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua
Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung
bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan
Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir
melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh
mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh
dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke
viskositas dinamik digunakan rumus
( )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi
Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam
bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh
campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam
minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi
surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah
struktur asosiasi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
479
Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45
Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7
Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
480
Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa
terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan
struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH
(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-
ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan
air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus
hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari
surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan
mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak
terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam
Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah
keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran
OH- maka ketersediaan H
+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat
dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi
minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan
dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)
Kelarutan Zat Warna
Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air
surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam
mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada
pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar
pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red
akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62
maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue
dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru
pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan
warna hijau (Merk 2008 2013)
Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methyl red
Mikroemulsi 04916 mgmL
Kristal cair lamelar 06318 mgmL
Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methylene Blue
pH 7 pH 95
Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL
Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
481
Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat
berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-
molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan
methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air
Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan
methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus
polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi
lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair
lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih
rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair
lamelar
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan
pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias
dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan
sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna
Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan
methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah
ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem
akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
482
menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari
sistem juga bertambah besar
Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami
perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias
dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan
sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan
methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi
dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red
Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum
dan sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum
ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat
warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar
seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada
mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7
Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
483
Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7
setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue
Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
484
Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih
kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah
ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias
mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130
Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum
dan sesudah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH
95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum
ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem
membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks
bias air)
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral
dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam
netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer
ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan
oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
485
Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
setelah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada
mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai
viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah
penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum
penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red
Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel
mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi
tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
486
kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar
dibandingkan sebelum penambahan zat warna
Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
setelah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami
perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95
setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil
setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah
ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah
penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan
zat warna
SIMPULAN
Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu
mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red
paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan
sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue
paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak
20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis
dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan
setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene
blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks
bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna
mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
487
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 456UN3513LT2019
REFERENSI
Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of
Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and
Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)
305ndash310
Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions
stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050
Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue
dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang
Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article
Microemulsions Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1
(February) 39ndash51
Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and
Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
488
KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)
COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT
(Aloe vera Linn)
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Fanny Zahratul
Hayati
Universitas Negeri
Padang
Sherly Kasuma
Warda Ningsih
Universitas Negeri
Padang
Elsa Yuniarti
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131
Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk
pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya
yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang
(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan
SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki
kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus
tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya
maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
489
menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et
al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu
kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis
Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan
elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga
membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks
sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan
alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah
Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh
dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk
(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)
menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen
anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)
Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan
saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan
pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk
regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi
membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul
pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan
polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated
mannose) (Ening 2007)
Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan
suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia
medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang
akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4
hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan
tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat
kristalinitas) yang diinginkan
BAHAN DAN METODE
Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit
selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur
gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk
KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter
(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker
(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test
(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength
(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-
0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan
merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical
X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
490
panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain
lap koran karet gelang tisu dan kertas label
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar
Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir
(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto
Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A
xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi
Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT
Brataco Bandung) aquades dan air
Preparasi SB
Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven
dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci
stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10
gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan
dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan
di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan
kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan
kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum
Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah
SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen
Pencucian dan Pemurnian SB
SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam
selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan
NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1
hari sekali
Pembuatan Ekstrak LB
LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam
pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB
kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel
yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu
diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring
menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler
untuk preparasi KSB-ELB
Preparasi KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
491
SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm
SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu
perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu
perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu
perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan
tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan
sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik
dan dapat digunakan untuk karakterisasi
Karakteristik KSB-ELB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB
dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus
Wc() Wb Wk
Wb
x100
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB
yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih
Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut
dimana
P = Kuat tekan (Pa)
F = gaya tekan (N) dan
A = luas penampang benda (m2)
c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)
Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB
selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya
maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang
digunakan berukuran 15x2x1 cm
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur
nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600
cm-1 hingga 4000 cm-1
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
492
Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan
difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB
Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil
difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat
fasa kristalin dan amorf)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi SB
Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan
bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH
dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH
4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum
dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril
Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh
goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan
dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)
Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi
goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling
berikatan
Pemurnian dan Pencucian SB
Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB
yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui
ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk
menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan
menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap
mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat
merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat
menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan
hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak
Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari
hasil fermentasi
Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang
kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan
dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah
didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB
ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya
2013)
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
493
Preparasi KSB-ELB
Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB
dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman
KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker
diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang
terdapat pada SB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air
dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-
ELB
Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-
ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB
sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi
penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi
secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami
peningkatan dan penurunan untuk seterusnya
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB
maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan
pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses
adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB
Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat
tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin
banyak filler ELB yang masuk dalam SB
99992994996998100
0 1 2 3 4
Wat
er
Co
nte
nt
()
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
494
Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB
Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)
Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-
ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai
kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding
dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan
(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi
rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai
regangan dari SB semakin turun
Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada
hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini
terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada
hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka
semakin banyak filler yang masuk pada matriks
Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB
Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda
terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu
perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan
Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih
tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat
tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB
maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi
secara fisika
0
05
1
15
2
25
3
0 1 2 3 4
Co
mp
ress
ive S
tren
gh
t (M
Pa
)
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB murniSB
KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
495
Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat
tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang
4000-600 cm-1
vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1
) C-H (2901 cm-
1) C-O (1370 cm
-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm
-1 dan 1068 cm
-1)
(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)
SB b) LB c) KSB-ELB
Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi
bilangan gelombang 333686 cm-1
yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol
vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1
menunjukkan adanya cincin siklis
lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)
sekitar 1000 cm-1
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
496
Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB
Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi
Sampel O-H C-H C-O C-O-C
λ λ λ λ
SB 333685 291471 145703 103391
LB 333379 210123 163799 104162
KSB-ELB 333818 289359 132598 102915
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi
yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra
FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran
batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan
gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan
pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-
ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan
merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga
membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
497
Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB
Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang
digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas
dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter
atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar
menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya
Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB
Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas
()
SB 02073 00657 01416 6830
KSB-ELB 01976 00611 01365 6907
Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini
menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat
kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari
KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari
KSB-ELB
UCAPAN TERIMA KASIH
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
498
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 457UN3513LT2019
REFERENSI
Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem
Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171
Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of
Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre
amp Textile Research Vol 39 93-96
Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-
like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo
doi101007s10570-009-9357-2
Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang
Padang Indonesia
Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat
dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains
Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23
Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya
sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07
Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose
Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460
Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi
Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo
Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162
Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang
Semarang
Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from
Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471
- 1ekapdf
- 2 devi silsiapdf
- 3herlinapdf
- 4pasar maulimpdf
- 5budanipdf
- 6Dwi Rasypdf
- 7Tutipdf
- 8Indra Tariganpdf
- 9Yandriipdf
- 10Tati Suhartati1pdf
- 11Suharsopdf
- 12Noviapdf
- 13Iis Sitipdf
- 14sudibyo1pdf
- 15Yusnelti1pdf
- 16pdf
- 17pdf
- 18pdf
-
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
302
Limbah dari industri seperi industri kelapa sawit yang ada di sungai kelingi
merupakan salah satu sumber pencemaran berupa logam berat Pb dan Cu yang
diperoleh melalui proses industri kelapa sawit Logam Berat Pb dan Cu di sungai akan
berdampak negative bagi organisme yang ada karena daya racun yang dimiliki dapat
menghambat kerja enzim dalam proses fisiologis dan menggangu metabolisme tubuh
organisme Logam berat tersebut akan tetap terakumulasi dalam tubuh ikan dan bila
kadar logam berlebih maka akan sangat berbahaya bagi kesehatan bila ikan tersebut
dikonsumsi masyarakat Sungai kelingi khususnya daerah petunang kabupaten Musi
Rawas sungainya sangat tercemar akibat adanya aktivitas pembuangan limbah
industry kelapa sawit
Samitra amp fakhrurrozi 2017 keanekaragaman ikan di sungai kelinggi diperoleh
data bahwa ikan jenis Barbonymus gonionotus atau lebih dikenal masyarakat
lubuklinggau ikan kapiat merupakan komposisi terbesar di sungai kelinggi
Barbonymus gonionotus atau ikan kapiat merupakan ikan yang paling banyak
ditangkapikan yang mendominasi perairan sungai kelingi Melimpahnya Barbonymus
gonionotus dikarenakan Sungai Kelingi merupakan habitat yang baik dimana kelimpahan
makanan cukup banyak tidak adanya persaingan dari spesies lain untuk mendapatkan
makanan Sungai Kelingi merupakan habitat ideal bagi Barbonymus gonionotus karena
ikan tersebut hidup pada sungai yang berarus lambat (Rainboth 1996) Maka untuk
mengetahui tingkat pencemaran melalui analisi kadar logam berat Pb di analisis
dengan spektofotometer UV- Vis
METODE PELAKSANAAN
Jenis penelitian kuntitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan
kondisi kualitas air serta cemaran logam Pb pada ikan kapiat yang berasal dari sungai
kelinggi kota lubuklinggau berdasarkan observasi ke lapangan dan pemeriksaan di
laboratorium
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data kondisi air di sungai kelingi kota
Lubuklinggau meliputi
1 Derajat keasaman (pH) (SNI 6989572008)
2 Oksigen terlarut (DO) (SNI 06-698914-2004)
3 Kebutuhan oksigen bioogis (BOD) (SNI 6989722009)
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
303
4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)
5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)
Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil
penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III
peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada
ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang
terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman
yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni
65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait
dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya
Dissolved Oxygen (DO)
SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram
oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L
diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan
alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen
yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air
yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan
sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut
Biological Oxygen Demand (BOD)
Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan
bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod
disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai
hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi
tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi
jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun
2001) kurang baik peruntukannya
Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
304
terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD
sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50
mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen
yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada
suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu
untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri
decomposer
Logam Berat Pb pada ikan kapiat
Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang
terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga
lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah
satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137
mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat
berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03
mgkg
Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas
yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu
diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika
dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb
merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak
diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam
esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat
dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam
kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah
mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada
dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu
0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
305
REFERENSI
Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian
Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan
Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian
UNIB
Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta
Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan
Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu
kelautan Universitas Hasanuddin Makasar
Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of
the Cambodian Mekong FAO Italy
Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota
Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018
SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut
Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional
SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer
Badan Standarisasi Nasional
Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor
Pertanian Makassar Pjar Press
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
306
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN
BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI
Devi Silsia Universitas Bengkulu
Syafnil Universitas Bengkulu
Irma Manik Universitas Bengkulu
ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371
Indonesia Email devisilsiaunibacid
PENDAHULUAN
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi
selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan
saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan
busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan
penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan
beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk
pembersih kulit yang diminati
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan
sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun
minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi
karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
307
terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan
busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya
cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)
Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak
dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond
merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari
bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan
kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan
meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan
mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika
minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi
produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat
pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk
oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun
transparan
Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih
memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan
tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam
penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk
kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat
dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat
menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan
nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada
sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang
dihasilkan (Apriyani 2013)
Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh
dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk
kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi
yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri
pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya
7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk
kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma
yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et
al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi
sebagai aroma pada pembuatan sabun cair
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
308
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun
transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui
sabun transparan yang paling disukai panelis
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil
dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP
Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir
akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah
gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot
plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer
dan satu set pendingin tegak
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3
ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan
No Bahan Perlakuan
1 2 3
1 Minyat sawit (g) 60 60 60
2 Asam stearate (g) 21 21 21
3 NaOH 30 (g) 60 60 60
4 Etanol 96 (g) 45 45 45
5 Gliserin (g) 39 39 39
6 Gula pasir (g) 45 45 45
7 Akuades (g) 252 252 252
8 NaCl (g) 06 06 06
9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02
10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
309
Tahapan Penelitian
(1) Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu
80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran
dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching
dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama
30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan
proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya
(2) Pembuatan Sabun Transparan
Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada
metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang
sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu
70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat
dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu
diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan
pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan
terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan
proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian
suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan
ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring
dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Parameter yang Diamati
Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air
dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan
menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran
tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)
kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan
tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan
terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis
diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash
5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
310
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit
telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan
pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik
fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada
Gambar 1
Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit
Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini
selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis
yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat
kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan
karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam
produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada
saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades
yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil
sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan
dapat dilihat pada Gambar 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
311
Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293
Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan
minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam
sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-
1994) yaitu sebesar 15
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika
dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini
diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak
sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari
hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang
digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh
putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang
menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent
Kekerasan
Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan
Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau
perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari
lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan
seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik
2113
2273 2293
20
205
21
215
22
225
23
235
1 2 3
Kadar Air ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
312
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang
digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang
dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam
palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan
busa
Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4
Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari
Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml
adalah sabun yang paling lunak
Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada
penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini
disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada
sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun
transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka
kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang
ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No
06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan
Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun
Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit
dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah
mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga
0020
0024
0022
0018
0019
0020
0021
0022
0023
0024
0025
1 2 3
Kekerasan (mmgs)
Penambahan Minyak Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
313
berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat
pada Gambar 6
Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan
Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1
ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana
pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga
karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas
7778
6516
6892
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
1 2 3
Stabilitas Busa ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
314
busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang
digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan
asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam
palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit
pH
Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran
nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-
3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi
mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi
bersifat asam
Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi
Penambahan minyak kalamansi (ml) pH
1 1075
2 1073
3 1062
Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun
Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH
(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian
Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara
978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi
Kadar Alkali Bebas
Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam
minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari
reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu
setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi
berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat
disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan
untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki
kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan
cepat
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
315
Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar
alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml
Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak
jeruk kalamansi
Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini
diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis
Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa
Tingkat Penerimaan Panelis
Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan
adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun
tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat
kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat
pada Tabel 3
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap
warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan
yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini
diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki
019
015
018
0
002
004
006
008
01
012
014
016
018
02
1 2 3
Alkali Bebas ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
316
warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah
Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen
Parameter
Uji
Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan
dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi
1 ml 2 ml 3 ml
Warna 360 352 336
Aroma 348 392 356
Transparansi 372 328 328
Tekstur 384 376 368
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam
range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan
penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis
terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan
utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya
menguap
Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada
sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi
sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan
sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka
faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan
Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba
tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur
keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat
pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384
Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut
Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan
SIMPULAN
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293
kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075
dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis
adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak
sawit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
317
REFERENSI
Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From
Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology 5(4) 349-356
Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan
httpeprintsumsacid
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016
Dewan Standarisasi Nasional Jakarta
Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit
Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44
Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun
Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53
Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan
Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk
httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-
46informasi-teknologi
Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal
Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68
Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker
2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal
Plants Medicines 3 (2) 2-11
Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on
Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of
Surfactant and Detergent 2(4) 489-493
Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB
Information Series MPOB TT No 433
Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan
Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
318
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian 9 (2)82-88
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap
Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas
Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk
Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS
PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455
Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil
Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu
WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan
Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung
5(3) 125-136
Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor Bogor
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
319
RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
Di LAHAN MASAM BENGKULU
Herlina Universitas Dehasen
Bengkulu
Evi Andriani Universitas Dehasen
Bengkulu
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land
Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32
Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid
PENDAHULUAN
Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang
termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia
Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar
dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di
wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)
Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah
diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem
pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin
2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri
seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al
2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
320
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan
rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880
mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun
-1
(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar
garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi
(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1
) dan suhu rendah antara 9-10 oC
(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata
14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun
-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)
Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi
(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah
dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl
dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan
produksi biji sebesar 36305 kg ha-1
dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1
Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum
maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian
550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC
tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah
Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam
aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)
Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$
244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di
Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal
yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah
satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar
25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)
Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah
mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi
beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya
jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya
spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi
tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar
lingkungan tumbuh optimalnya
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
321
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari
India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu
pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf
yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis
pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi
pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan
percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman
tengah
Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai
perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam
polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan
berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian
belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya
ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih
diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5
M
kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per
polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag
pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur
pertanian 2 g per polibag
Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban
dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan
terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black
spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian
dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf kepercayaan 95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan Tumbuh
Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
322
laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi
organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil
tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas
maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman
kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi
beberapa enzim
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan
hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-
174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia
khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan
asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu
minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan
masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan
tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu
Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam
Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman
secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman
memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya
untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan
toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu
spesies atau aksesi (Dubey 1995)
00
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Su
hu
(oC
)
T Max T Min T Harian
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kele
mb
ab
an
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
323
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman
Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan
tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka
tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti
perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan
hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda
diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan
mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat
melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini
Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun
Jenis Pupuk Kandang
Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata
terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman
yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal
sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi
Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang
digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan
diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga
daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi
penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman
suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh
optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam
meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al
(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah
pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun
Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai
luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait
sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara
umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
324
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang
merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi
dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar
bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun
tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait
dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain
menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-
organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan
perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap
aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
pertumbuhan tanaman
Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b
Jenis Pupuk Kandang
Klorofil-a Klorofil-b
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062
ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a
Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil
Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan
klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan
antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang
sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total
klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan
klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan
aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika
tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria
penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
325
terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau
pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi
oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio
klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol
dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel
3)
Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b
ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya
cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam
aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut
berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman
Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam
menghadapi cekaman
Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan
antosianin
Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399
ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a
Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India
paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru
sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang
relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil
paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media
tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat
sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi
Kuwait dibanding kontrol
Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu
menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan
lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada
klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri
dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
326
terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada
Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah
fisiologis jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Tebal Daun (cm)
Luas Daun (cm
2)
Klorofil-a Klorofil-b
Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria
Kuwait 0196 bc 0215 a
4109 a 2934 d
1156 ab 1092 ab
0442 a 0392 c
Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria
Kuwait 0180 d 0205 ab
3706 bc 2895 d
1178 a 1154 ab
0448 a 0413 b
Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi
jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin
Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria
Kuwait 1598 a 1483 bc
0378 de 0374 de
0048 a 0046 a
Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria
Kuwait 1616 a 1567 ab
0399 cd 0436 ab
0028 c 0043 ab
Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter
peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin
kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang
pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai
terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi
pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat
menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid
merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
327
tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya
terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)
SIMPULAN
Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat
dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih
tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi
Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman
jintan hitam
REFERENSI
Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella
sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50
Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on
the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of
Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51
[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013
Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik
Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated
vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins
Plants (Basel) 3(4) 498-512
Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook
of Plant and Crop Stress
Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM
Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
hlm 59-82
Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi
Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron
Indonesia 2017 45(3) 323 -330
Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
328
Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella
sativa L
to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897
AJAR111813
Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of
temperature
to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and
Apllied Research 20(1) 1-9
Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009
Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some
soil properties World J Agri Sci (5)408-414
Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some
Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150
Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk
efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140
Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46
Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-
review International Research Journal of Pharmacy 236-39
Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan
hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J
Agron Indonesia 42(2)158-165
Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral
reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental
stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg
101016S0034-4257(02)00010-X
Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc
Publisher Massachussetts 782 p
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
329
Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural
practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under
rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397
Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield
and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in
Environmental Biology 6855-858
Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in
salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
330
OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING
TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN
Pasar Maulim
Silitonga Universitas Negeri
Medan
Melva Silitonga Universitas Negeri
Medan
Meida Nugrahalia Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email
pasarsilitongagmailcom
PENDAHULUAN
Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan
membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara
mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut
(imunisasi pasif)
Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005
Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
331
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif
sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah
memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah
diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani
2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian
permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap
butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam
yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur
adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin
B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal
posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan
mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi
IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY
anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen
(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan
suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku
umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin
dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit
lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi
Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh
invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia
dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara
biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga
dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal
(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya
bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin
dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning
telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat
perlu dilakukan
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
332
METODE PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)
siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut
Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada
media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi
pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5
ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml
NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk
menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air
pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin
untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)
Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan
suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat
yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan
Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu
Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum
komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari
adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air
minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal
2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml
(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut
Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga
dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur
diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan
pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan
kadar IgY anti diare kuning telur
Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)
Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast
Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
333
IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-
masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji
agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur
ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil
Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan
Tingkatan yang Berbeda
Ulangan
Tingkatan Piridoksin
S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi
1 + + +
2 + + +
3 + + +
4 + + +
Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP
IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji
AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY
setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap
perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi
Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda
Peubah
Tingkatan Piridoksin
S1
Defisiensi
S2
Normal
S3
Suplementasi
Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a
2046 plusmn0043b
2134 plusmn 0044c
Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir
Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh
tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam
(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
334
IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi
piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam
kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan
1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam
White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan
mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi
empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu
menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus
sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada
ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122
plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan
adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur
berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning
telur
SIMPULAN
Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah
dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning
telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana
produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin
Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin
berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur
ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang
diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan
berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
335
REFERENSI
Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta
Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori
Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15
Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor
Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing
Alternative Promega Notes Magazine (46) 11
Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY
antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41
NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi
Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-
1094
Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006
Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7
(3) 92-103
SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of
IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31
(1) 109-122
Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328
Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam
Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan
diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan
Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
336
Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y
spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28
Universitatis Upsaliensis Upsala
Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah
Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40
Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi
IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam
Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
337
KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA
HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA
Buhani Universitas Lampung
Ismi Aditya Universitas Lampung
Suharso Universitas Lampung
ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri
Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid
PENDAHULUAN
Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara
luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri
tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan
sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et
al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon
aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat
Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil
terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al
2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat
pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa
et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan
pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah
sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan
Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah
limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda
adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping
yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
338
Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis
adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang
memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan
secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)
Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk
menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al
2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa
kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat
jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris
dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan
secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk
granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai
upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan
berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)
Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan
adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV
dan MB dalam larutan
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian
ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil
ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa
Pembuatan adsorben HASS
Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat
konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus
hingga ukuran 100-200 mesh
Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka
(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam
tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram
biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
339
dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk
disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci
dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben
HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR
Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur
dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)
Eksperimen adsorpsi
Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan
menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model
kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi
zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk
menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang
gelombang λmax =591 dan 664 nm
Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa
adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)
(1)
Dimana Co dan Ce (mg L-1
) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum
dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume
larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karaterisasi adsorben
Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer
IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS
dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi
prekursor
Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat
serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1
menunjukkan
vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada
siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1
Pita
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
340
serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1
muncul
puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada
bilangan gelombang 163564 cm-1
muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH
dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)
Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan
pada bilangan gelombang 3387 cm-1
yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang
tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal
dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga
Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada
daerah bilangan gelombang 165878 cm-1
dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1
menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik
serapan dari biomassa alga Spirulina sp
Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
341
Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita
serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1
yang merupakan vibrasi
ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang
79467 cm-1
merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada
daerah 45000 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1
muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)
Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan
munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-
1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-
OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1
disebabkan oleh pengurangan gugus
silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et
al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)
0 2 4 6 8 10 12keV
0
2
4
6
8
10
12
14
cpseV
O Si C
Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS
Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil
hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis
morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben
HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa
unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini
menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika
dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
342
Pengaruh pH
Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan
menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar
3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan
adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat
pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan
adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika
mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan
carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika
yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi
kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif
HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak
optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna
CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan
interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs
aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)
Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi
ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada
adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh
adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min
dan temperatur 27C)
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
q (
mg
g-1
)
pH
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
343
Kinetika Adsorpsi
Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS
dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS
dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4
dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat
Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit
ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan
pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan
kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB
teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL
pH=8 dan temperatur 27C)
Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada
Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan
menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2
(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)
tk
qqq tte3032
log)log( 1 (2)
0
10
20
30
40
50
0 15 30 45 60 75 90 105
q (
mg
g-1
)
Waktu (menit)
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
344
eet q
t
qkq
t
2
2
1
(3)
Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan
bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS
cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai
koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika
pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan
0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)
Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat
pewarna MB dan CV pada adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
345
Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB
dan CV pada adsorben HASS
Adsorbat
Pseudo orde satu Pseudo orde dua
qe
(mg g-1
)
k1 (1 min-1
) R2 k2
(g mg-1min
-1)
R2
MB 43960
0101 0870 0204
0970
CV 42570 0086 0974 0302
0960
SIMPULAN
Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru
(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan
MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo
orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat
pewarna CV dan MB dalam larutan
REFERENSI
Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009
Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from
aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365
Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I
2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for
organic dye removal J Clean Prod 137 189-194
Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite
nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution
Appl Surf Sci 333 68ndash77
Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting
cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and
capacity of Cd2+
ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429
Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition
of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-
silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
346
Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)
Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass
modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80
203ndash213
Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of
Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in
solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880
Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion
in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-
silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870
Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica
through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci
Res 51(4) 467ndash476
Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with
silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from
solution Orient J Chem 28(1) 271-278
Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar
A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of
operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152
443-453
Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration
with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene
blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287
Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from
aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of
Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10
Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)
Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium
and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888
Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green
algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater
152 407-414
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
347
Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass
derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci
Technol 24 220-228
Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-
polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng
5(1)103-113
Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015
Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective
removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-
75
Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira
SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers
on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-
322
Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption
of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut
tree J Hazard Mater B136 800ndash808
Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene
blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm
thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash
359
Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by
Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111
Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated
mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal
removal J Hazard Mater 152 690-698
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
348
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI
TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN
POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung
Mangkurat
Ria Shafitri ARH Universitas Lambung
Mangkurat
Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)
Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru
70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid
PENDAHULUAN
Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri
semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)
cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri
farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)
Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin
meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai
skala mikron atau bahkan nano
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida
logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk
pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa
keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan
kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan
memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
349
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan
metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut
yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor
silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir
kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate
(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate
Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode
sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan
penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)
melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran
nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran
1336 1501 dan 50 nm
Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran
nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat
yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)
melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus
mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG
dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk
agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan
menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga
penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang
seragam
Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan
karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan
polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk
memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan
15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel
nanosilika yang dihasilkan
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar
laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
350
statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace
timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha
P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern
Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JCM-6000)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate
(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000
(PEG-6000) (Merck) dan akuades
Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel
Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL
dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan
pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia
dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan
diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan
dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus
terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur
600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)
Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi
dengan FTIR SEM dan PSA
Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)
Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al
2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan
Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15
Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG
Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama
dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG
pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol
silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer
Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam
Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum
dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk
disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan
Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15
(bv))
Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG
10 dan (c) Ns-PEG 15
Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya
pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan
metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak
yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak
PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000
telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi
Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1
merupakan pita serapan dari
vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan
bilangan gelombang 794 cm-1
menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus
siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi
dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari
TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-
Si
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
352
Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10
dan (c) Ns-PEG 15
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel
nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi
PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi
nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa
permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang
mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada
permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang
lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua
partikel lebih homogen dan lebih kecil
Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)
sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000
No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter
partikel rata-rata (nm)
1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240
Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran
partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm
Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
353
PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG
10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil
mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan
variasi PEG
Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika
tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika
(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000
sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika
(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000
yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan
terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding
Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam
Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah
penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
354
Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada
sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari
distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil
perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat
molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et
al 2012)
Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan
sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil
yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15
dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati
nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih
seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi
ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada
sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal
ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa
penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat
ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi
gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas
dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak
khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf
Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan
Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10
dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran
partikel 34 dnm
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
355
REFERENSI
Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji
Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel
Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55
Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan
Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam
Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW
Universitan Kristen Satya Wacana
Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel
Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30
Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis
Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat
Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6
Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011
Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious
Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51
Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A
Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel
Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan
Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
356
IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN
HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI
Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu
ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang
Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk
kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga
Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama
Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one
village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk
mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun
kompetisi daerah (Junaidi 2011)
Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk
kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang
berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil
pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang
kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan
1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen
terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177
(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari
cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil
samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak
atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
357
parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri
sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan
senyawa-senyawa yang dikandungnya
Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk
sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79
komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan
Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara
lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)
Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy
2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp
Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang
dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang
terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
METODE PELAKSANAAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan
dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi
Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk
dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian
GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi
Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang
dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi
masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping
berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)
Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri
adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang
dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk
dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan
sebesar plusmn 1
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
358
Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)
Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup
Kalamansi
GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang
bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC
akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa
tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa
dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi
Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan
pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan
hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
359
Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi
Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan
retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda
menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan
hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan
merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area
7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang
keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai
senyawa 12-Cyclohexanediol
Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping
industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene
merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas
jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance
pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene
minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung
carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)
carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
360
Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup
kalamansi (berdasarkan database NIST 17)
No Waktu retensi Senyawa Luas area ()
1 7288 D-Limonene 7592
2 8927 Limonene oxide 506
3 9784 α-terpineol 205
4 10200 Trans-carveol 477
5 10364 Carveol 191
6 10590 Carvone 658
7 11271 R-Limonene 190
8 11889 12-Cyclohexanediol 181
Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa
(Bunge) Wijnands)
No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi
Senyawa Senyawa
1 α-Pinene 05 α-Pinene 08
2 β-Pinene 01 β-Pinene 134
3 Myrcene 18 Myrcene 02
4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08
5 Limonene 940 Limonene 07
6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20
7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27
8 Linalool 04 Linalool 61
9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04
10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03
11 Terpinolene 01 β-Elemene 11
12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01
13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28
14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06
15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183
16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18
17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05
18 Elemol 01 Hedycaryol 190
19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12
20 α-Eudesmol 144
21 β-Eudesmol 86
22 Elemol 06
23 Phytol 04
Sumber Othman etal (2016)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
361
Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang
berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak
jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil
sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23
senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk
dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi
penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup
SIMPULAN
Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)
limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)
R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
REFERENSI
Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan
Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of
Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food
Research Journal 24 (4) 1782-1792
Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012
Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic
Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695
Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical
Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural
Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera
Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)
577-585
Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping
Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17
Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu
dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
362
Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On
Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety
Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44
Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical
Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of
Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282
Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial
Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South
Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431
Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D
2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants
Medicines 3 (13) 1-11
Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine
Review 12 (3) 259-264
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
363
STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT
Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi
Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan
Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan
ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum
intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi
dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit
sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan
yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan
karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga
fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk
melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu
melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen
reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003
Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi
radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat
lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
364
mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi
dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu
antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil
Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat
minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan
terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan
pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga
menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas
(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis
sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap
aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace
Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara
khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada
masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)
dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan
khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih
lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu
asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820
sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman
mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan
bersifat antioksidan
Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk
makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak
goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti
dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat
memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan
minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan
kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami
terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit
ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi
terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung
dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa
peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang
menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
365
menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak
sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan
minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik
dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet
Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass
labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat
glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai
sampel
Ekstraksi Biji Andaliman
Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian
dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup
Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari
kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya
untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan
selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan
dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)
Menentukan Bilangan Peroksida
Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit
ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman
dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing
disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial
Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan
dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan
ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
366
larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir
titrasi) (Pangestuti et al 2018)
Penentuan Bilangan Iodin
Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian
ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer
ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan
20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda
Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium
Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)
Penentuan Asam Lemak Bebas
Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu
dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang
selama 30 detik (Sopianti et al 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini
adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan
pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik
yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan
sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-
heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari
ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah
andaliman (Sudaryanto et al 2016)
Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan
pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
367
peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak
akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid
dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk
mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml
320 ml 255 ml 244 ml
20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml
346 ml 225 ml 226 ml
30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml
348 ml 220 ml 218 ml
Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan
rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =
V = volume
Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil
perhitungan seperti pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 ppm
10 hari 0670 0492 0488
0640 0510 0488
20 hari 0690 0462 0450
0692 0450 0452
30 hari 0720 0444 0436
0696 0440 0436
Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak
Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk
pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2
dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
368
konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar
konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida
terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari
Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu
mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil
titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3
Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan
Berat
Sampel Vol Blanko
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml
4751 ml 4270 ml 4218 ml
20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml
4878 ml 4103 ml 4134 ml
30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml
4929 ml 4128 ml 4110 ml
Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak
menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )
dengan A = volume
larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =
normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan
bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4
Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin
Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 13158 14550 14833
13321 14543 14675
20 hari 13042 14723 14931
12999 14711 14887
30 hari 12637 14882 15065
12870 14903 14948
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
369
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin
terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama
waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi
Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah
andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam
berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH
(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5
Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman
sebagai antioksidan
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol KOH yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml
959 ml 670 ml 670 ml
20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml
957 ml 682 ml 680 ml
30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml
965 ml 674 ml 668 ml
Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan
pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra
2019) ALB () =( )
(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat
N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))
Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses
oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak
buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan
variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu
penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida
dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI
bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh
penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak
Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah
andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada
konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
370
bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur
dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan
peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya
Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 488 354 352
491 353 353
20 hari 491 352 348
490 349 348
30 hari 497 347 340
494 345 342
Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin
kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data
tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm
terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama
penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat
digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi
antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata
lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada
minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan
Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap
minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30
hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai
antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan
bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat
dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352
dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang
menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak
buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat
juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah
andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa
penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka
asam lemak bebasnya semakin besar
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
371
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan
peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670
konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan
peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan
lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida
minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman
semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0
ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550
konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama
penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit
semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil
asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas
488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak
bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak
sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
REFERENSI
Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai
Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan
pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10
Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105
Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak
Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Research Study Vol2 205-211
Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak
Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
372
Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada
Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta
pp 120-126
Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada
Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal
Penelitian MIPA Vol 1 23-29
Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity
Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants
African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145
PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit
Dokumen intern
Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus
2002 Jakarta
Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA
Universitas Negeri Medan
Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-
Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21
Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan
Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol 14 29-39
Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK
Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative
and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The
American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
373
ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI
ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148
Yandri Universitas Lampung
Fathaniah Sejati Universitas Lampung
Tati Suhartati Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
Sutopo Hadi Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20
KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
yandriasfmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati
glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat
golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang
memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang
termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC
3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16
glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang
spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim
yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC
32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari
bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang
termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A
awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B
licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum
60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -
amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu
optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
374
mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu
optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50
kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot
molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil
mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil
penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai
bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55
dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah
metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+
tiap molekul enzim Ion
kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim
Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya
kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)
Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan
ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain
(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-
kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation
lain (Vihinen dan Mantsala1989)
Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme
yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam
industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala
besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi
cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah
bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di
lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al
2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada
penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari
Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat
dan stabilitas termal
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
375
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet
Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL
sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic
Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM
waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32
Prosedur Penelitian
Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang
mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001
dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et
al 2010)
Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel
bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000
rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)
Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan
garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis
(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)
Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase
menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels
et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)
Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan
dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya
dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels
Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum
(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)
yaitu 01 02 04 06 08 dan 10
Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan
dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40
50 60 70 80 90 dan 100 menit
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
376
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enzim
Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari
komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan
aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg
Pemurnian Enzim α-Amilase
Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan
Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan
ammonium sulfat dan dialisis
Fraksinasi dengan ammonium sulfat
Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium
sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan
(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium
sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan
aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi
berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa
fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas
spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
377
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada
fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium
sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90
Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas
enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses
fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena
jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada
fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi
20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan
eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68
Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada
Gambar 2
Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)
dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dialisis
Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan
protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran
(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan
molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari
garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan
kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase
hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
378
kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan
enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari
B subtilis ITBCCB148
Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148
Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami
peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh
penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim
telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim
hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin
disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau
kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim
yang sangat encer
Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian
Penentuan suhu optimum
Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi
enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim
α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat
dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum
enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang
bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125
oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan
enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat
untuk digunakan dalam industri
Tahap Volume
Enzim
(mL)
Aktivitas
Unit
(UmL)
Aktivitas
Total (U)
Kadar
Protein
(mgmL)
Aktivitas
Spesifik
(Umg)
Tingkat
Kemurnian
(kali)
perolehan
()
Ekstrak
Kasar
3000
291
873000
02265
1285
1
100
Hasil
Fraksi
(20-90)
ammonium
sulfat
150
3943
591450
0790
4991
39
68
Hasil
Dialisis
300 1416 424800 0188 7532 59 49
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
379
Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian
Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian
Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada
berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit
Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah
diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar
dapat digunakan dalam industri
Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu
65oC terhadap waktu
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
380
Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian
Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04
06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat
dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim
hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL
Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian
SIMPULAN
Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59
kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg
Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim
hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar
20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1
Vmaks =
147058 μmol mL-1
menit-1
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
381
REFERENSI
Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd
ed John
Wiley amp Sons Inc Publication New York
Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of
porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure
and activity EMBO J 6 3909-3916
Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis
Horwood Limited West Sussex England 45-52
Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use
of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603
Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their
specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615
Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced
stability Febs Lett 304 (1) 1-3
Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment
with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265
Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying
cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc
Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and
S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural
implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658
Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu
C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from
bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international
pp 1-9
Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial
progress in 21st century Biotech 6 2 174
Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S
(2019) The optimized production purification characterization and application
in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a
new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
382
Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant
of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189
Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and
molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-
43
Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -
Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved
Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418
Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of
extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus
subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74
Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89
Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth
using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied
Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
383
ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN
PUDAU (Artocarpus kemando Miq)
Tati Suhartati Universitas Lampung
Vicka Andini Universitas Lampung
Yandri AS Universitas Lampung
ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis
Escherichia coli
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
tatisuhartatifmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di
Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai
sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin
siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati
et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011
senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan
67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di
Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang
sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -
sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan
senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker
menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah
satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa
flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang
sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan
aktivitas yang berbeda
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
384
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit
cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa
Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung
mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-
388
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus
kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan
Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan
untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang
digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton
(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades
diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60
(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025
mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis
Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap
putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur
titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow
(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman
spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak
(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable
sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah
dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
385
24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC
dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak
11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang
ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A
diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604
gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C
sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik
KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning
(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut
menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana
37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-
heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A
selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37
diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang
sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh
255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)
Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard
artonin E menggunakan tiga sistem eluen
Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli
dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al
(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode
Alley et al 1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak
Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan
347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan
karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada
λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan
karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm
merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin
A
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
386
Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks
347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran
batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH
menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)
Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan
pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada
posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik
terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa
hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus
karbonil
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
387
Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3
Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran
panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan
intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya
perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang
menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah
penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi
terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10
nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)
Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT
dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan
data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang
tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1
Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH
+ AlCl3 + HCl
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
388
Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan
2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau
UV λmaks nm (log ɛ)
Artonin E (Hernawan 2008)
Artonin E (Hasanah 2016)
Senyawa (1)
MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH+ NaOH
MeOH+ NaOH 212 268
MeOH+ NaOH 212 268 368
MeOH+ NaOAc 203 268 347
MeOH+ NaOAc 203 267 347
MeOH+ NaOAc 204 266 346
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 347
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 348
MeOH+ AlCl3 203 226 276 425
MeOH+ AlCl3 204 226 276 414
MeOH+ AlCl3 202 227 276 426
MeOH+ AlCl3
+ HCl 203 226 276 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404
Analisis Spektroskopi Inframerah
Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah
bilangan gelombang 3431 cm-1
yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil
Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1
dan 2924 cm-1
merupakan petunjuk adanya
gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1
menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
389
1562 - 1462 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum
IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)
Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)
5007501000125015001750200025003000350040004500
1cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
T3
43
13
6
29
78
09
29
24
09
16
54
92
15
62
34
15
23
76
14
62
04
13
54
03
12
86
52
12
36
37
11
55
36
10
72
42
96
63
4
83
13
2
76
76
7
69
82
3
61
14
3
44
17
0
2AaV
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
390
Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum
senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum
artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada
bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan
bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan
spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B
(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)
IR (KBr) v (cm-1
)
A B C
3428 3433 3431
2975 2982 2978
2225 2913 2924
1650 1661 1655
1565 1561 1562
1471 1481 1462
1358 1356 1354
1284 1291 1287
1164 1179 1155
964 969 966
835 837 831
Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum
UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)
merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
391
Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli
Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan
Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol (+)
005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk
Konsentrasi senyawa (1)
03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk
Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03
mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona
hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm
sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol
(+)
005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk
Konsentrasi senyawa
(1)
03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk
Kontrol (+)
22 mm 23 mm 27 mm
Kontrol (-) - - -
Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk
04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk
dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9
mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)
memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E
coli
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
392
Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri
terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk
pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang
signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi
dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat
meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al
2012)
Uji Aktivitas Antikanker
Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker
leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50
Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in
vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4
microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji
aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker
sangat aktif terhadap sel leukemia P-388
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat
fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan
aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50
156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk
REFERENSI
Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ
Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug
screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium
assay Cancer Research 48 589-601
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
393
Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility
testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical
Pathology 45(4) 493-496
Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013
Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug
Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72
Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011
Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural
Products Research 25(10) 995-1003
Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and
F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst
Heterocycles 31(5) 877-882
Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas
Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar
Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 52-54
Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali
and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq
Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230
Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang
tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 48-53
Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53
Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids
from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity
Phytochemistry 82 136-142
Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G
A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and
ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of
Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
394
Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder
ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of
Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315
Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
395
AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK
KALSIUM KARBONAT
Suharso Universitas Lampung
Buhani Universitas Lampung
Eka Setiososari Universitas Lampung
Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar
Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim
sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri
(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al
2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak
diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu
salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya
murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi
penting untuk dilakukan
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai
deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk
mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam
menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et
al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan
selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
396
pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun
penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak
semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap
lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini
Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang
dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak
kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap
lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam
sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas
waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik
merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH
universal
Prosedur Penelitian
Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat
dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah
dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal
sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh
dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-
sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC
Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk
melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk
diamati pertumbuhannya
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3
0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan
diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M
dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
397
universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL
dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan
dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas
diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC
selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan
0075 0100 dan 0125 M
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan
pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M
masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk
hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian
campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu
diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama
satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)
Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini
diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm
Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu
dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang
berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan
Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan
pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat
pembentukan kerak CaCO3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded
Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
398
laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini
laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan
konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan
senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan
CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH
tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju
pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi
larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan
inhibitor
Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan
Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan
0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju
pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi
konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal
CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat
mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu
pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta
kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and
Semiat 2006)
020
030
040
050
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
0050 M
0075 M
0100 M
0125 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
399
Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi
Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M
Menggunakan Metode Seeded Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50
150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C
menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi
penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan
penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa
penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal
pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut
membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya
kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula
melarutkan kerak yang terdapat pada pipa
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang
diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan
pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai
jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang
diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya
000
005
010
015
020
025
030
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
kontrol
50 ppm
150 ppm
250 ppm
350 ppm
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
400
nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)
Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x
Dimana
Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan
(gL)
Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat
kesetimbangan (gL)
C0 = berat endapan awal (gL)
Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350
ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut
menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju
pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen
efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat
dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0050 M
No
Penambahan
inhibitor (ppm)
pH
Efektivitas
inhibitor ()
1 0 11 000
2 50 5 2704
3 150 5 9484
4 250 5 1628
5 350 4 2776
Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai
dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor
mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)
Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis
Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH
sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat
(1)
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
401
larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi
konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan
demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan
efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan
efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah
inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini
juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)
Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal
CaCO3
Inhibitor Konsentrasi
inhibitor (ppm)
Efisiensi inhibitor
( IE)
Referensi
AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini
Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008
Homopolimer Asam
Polimaleat
4 67 Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Terpolimer Asam
Polimaleat
4 73
Kopolimer Asam
Polimaleat
4 18
Asam Polikarboksilat 4 70
Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas
2002
C-Metil-4 10 12 22-
Tetrametoksi kalik (4)
Arena
10-100 34-100 Suharso et al 2009
Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011
Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a
Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b
SIMPULAN
Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium
karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas
inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan
penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor
sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
402
REFERENSI
Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan
H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems
International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940
Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination
Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104
Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale
Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry
Research 53 64ndash69
Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004
Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN Serpong
Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal
Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411
Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the
Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors
Desalination 220 345-352
Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED Plants Desalination 124 63ndash74
Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers
as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428
Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of
Chemistry 7(1) 5-9
Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and
Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172
Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry
26(18) 6155-6158
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
403
Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187
Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor
of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106
Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-
Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan
Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas
Lampung
Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds
Desalination and Water Treatment 68 32ndash39
Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur
Indonesia 13(2) 100-104
Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta
Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals
Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396
Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan
(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate
(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45
Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy
Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation
Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210
Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier
Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation
Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
404
PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN
DENGAN METODE ION EXCHANGE
NM Yuhermita Universitas Jambi
N Nazarudin Universitas Jambi
O Alfernando Universitas Jambi
IG Prabasari Universitas Jambi
M Haviz Universitas Lampung
ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil
fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the
alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel
through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study
included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange
method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking
oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of
reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized
by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic
structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and
011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of
catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3
were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a
temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The
activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ
KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel
Cobalt
Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai
upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang
berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan
sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta
ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan
kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)
Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk
mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil
di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan
bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu
diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi
kebutuhan bahan bakar
Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati
(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
405
kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku
dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak
jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas
penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak
jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan
pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik
untuk menghasilkan energi terbarukan
Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat
proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses
tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam
lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang
lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu
katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis
adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi
penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya
umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan
menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung
seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa
2016)
Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert
dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam
kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan
digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode
pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang
dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada
proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam
reforming dan Sintesis Fischer Tropsch
Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan
logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin
tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut
penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan
minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan
Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
406
dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang
digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi
pada proses perengkahan katalitik menurun
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu
Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas
Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula
Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium
Energi dan Nano Material Universitas Jambi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang
aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)
Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air
Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga
Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa
2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang
kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660
ml
Sintesa Katalis
Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah
tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai
dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari
cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing
sebanyak 660 ml
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat
larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-
Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3
masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang
mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer
selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan
katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
407
Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang
sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110
Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi
450oC 500
oC 550
oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit
pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil
setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pre-treatment Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah
penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali
penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan
minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan
kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi
Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan
minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah
setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum
dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir
bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan
berwarna kuning kecoklatan
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
408
Densitas Bahan
Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak
jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang
dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1
Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan
Bahan
Berat bahan
(gr) Densitas Bahan Baku (gr)
Minyak Goreng Kemasan 1730 09534
Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494
Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534
Aquades 1744 09814
Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang
belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak
jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng
kemasan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Aktivasi Arang
Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon
mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan
aktivator Na2CO3
Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori
Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon
aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring
et al 2003)
Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC
selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor
dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
409
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co
Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion
exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga
variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen
selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang
menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil
penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan
menggunakan oven selama 12 jam
Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak
jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak
antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin
mempercepat dalam proses pembentukan produk
Karakterisasi Dengan SEM-EDX
Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat
dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat
pada gambar 3 sampai 5
Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x
Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada
perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan
memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori
arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
410
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX
dirangkum dalam Tabel 2 berikut
Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 3535
2 C 6232
3 P 214
4 Ca 020
Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif
didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur
lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020
Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 319
2 C 9330
3 P 235
4 Ca 031
5 Co 086
Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada
komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak
rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada
perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi
pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
411
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1
Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm
Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 209
2 C 9233
3 P 309
4 Ca 025
5 Co 199
6 Al 016
7 Mg 010
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
412
Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan
peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain
yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan
unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang
ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan
Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran
10000x
Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan
konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi
tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini
disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5
Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3
persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit
Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg
Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan
silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co
Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan
Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
413
Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()
1 Si 029
2 C 9770
3 P 172
4 Ca 006
5 Co 011
6 Al 008
7 Mg 004
Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan
penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis
semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam
yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena
setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih
sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data
kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis
No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3
1 Si 319 209 029
2 C 9330 9233 9770
3 P 235 309 172
4 Ca 031 025 006
5 Co 086 199 011
6 Al 000 016 008
7 Mg 000 010 004
Karakterisasi Dengan XRD
Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola
difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran
panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam
kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi
difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di
steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan
difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
414
Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam
Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada
pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi
2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa
arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD
karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri
dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi
masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576
265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601
Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co
sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3
Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan
265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi
tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-
sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862
362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =
264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542
265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079
Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu
berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2
dan 3 juga berebntuk amorf
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000
36a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
37a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
18a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000 19a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
20a
(a) (b)
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
415
Perengkahan Minyak Jelantah
Perengkahan Termal
Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit
Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500
oC adalah 2456 gr
dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu
450oC adalah 3560 pada suhu 500
oC adalah 4715 dan pada suhu 550
oC adalah
5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas
CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas
Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal
No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()
1
Minyak Jelantah (50)
450 3560
2 500 4715
3 550 5234
Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel
tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan
cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi
peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas
Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur
proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi
(Hartiati 2006)
Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-
Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500
oC dan 550
oC Perbandingan
katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku
adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan
penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di
dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan
Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan
katalitik pada setiap temperatur
Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan
terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen
konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-
Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi
produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
416
cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi
temperatur konversi produk meningkat
Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co
Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761
2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176
3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145
Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi
total produk yang dihasilkan
Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan
Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk
utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak
berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah
dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak
jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)
Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak
Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan
dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat
sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan
katalitik minyak jelantah cukup tinggi
-
2000
4000
6000
8000
10000
12000
450 500 550
C
HP
Co-Arang 1
Co-Arang 2
Co Arang 3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
417
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah
1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP
lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna
coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755
pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550
oC adalah 2104 Untuk Konversi
cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada
suhu 450oC
Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 47553 4987 2580
2 500 9679 26904 6989 3206
3 550 9238 21040 7134 7617
Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1
Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan
katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen
konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan
katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil
perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056
gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550
oC adalah 209 gr Persen
Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500
oC adalah
1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan
(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC
-
10000
20000
30000
40000
50000
450 500 550
C
HP
Temperature degC
Konversi
CHP 1
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
418
Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi
()
1 450 6165 238 5927 3835
2 500 8285 1290 6996 1715
3 550 8824 1025 7799 1176
Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2
Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang
dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada
kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut
(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa
alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat
dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak
ringan akan terputus pada temperatur tinggi
Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3
Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat
pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11
Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 8825 980 7845 1175
2 500 8272 585 7687 1728
3 550 8855 1864 6991 1145
000
500
1000
1500
450 500 550
C
HP
hellip
Konversi CHP 2
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
419
Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu
450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500
oC adalah
13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr
dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang
dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500
oC adalah 585 dan pada
suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan
katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik
menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi
cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan
persen CHP
Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3
Studi Kinetika
Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)
Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil
reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur
tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik
hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana
jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan
sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP
per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R
dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika
nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial
Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan
aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami
penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi
0000
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
450 500 550
Per
sen
CH
P (
)
Temperatur (degC)
Konversi CHP
3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
420
menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi
produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung
sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah
reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit
Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R
1 450 0600 500 0600 550 0600
2 450 0601 500 0600 550 0750
3 450 0600 500 0658 550 0600
Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1
Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah
Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu
Energi Aktivasi
Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius
k = k0 e ndashEaRT
k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas
umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari
harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash
EaRT
dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan
nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan
katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat
dilihat pada tabel 13
Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 1
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 28532 104844
77315 0001293 161423 047886
82315 0001215 12624 023301
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
421
Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah
menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang
didapat adalah sebesar- 4064 kJ
Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 2
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0142 -1948
77315 0001293 0773 -0256
82315 0001215 0574 -0553
Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan
meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi
Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur
550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang
menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13
dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k
0
02
04
06
08
1
12
00012 00013 00014
ln k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
422
Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2
Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314
Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis
Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ
Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 3
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0005 -5136
77315 0001293 0003 -5577
82315 0001215 0011 -4493
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak
jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi
aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ
Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)
No Katalis Energi Aktivasi (kJ)
1 Co-Arang 1 -4064
2 Co-Arang 2 7103
3 Co-Arang 3 2998
-2500
-2000
-1500
-1000
-0500
0000
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
423
Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3
Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi
konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun
SIMPULAN
Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM
semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX
Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co
sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi
Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3
Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan
hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan
CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar
4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh
waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan
katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998
kJ
REFERENSI
Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)
Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi
-12
-1
-08
-06
-04
-02
0
02
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
424
Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -
Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash
76
Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co
and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on
Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal
11 75
Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi
Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan
Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau
Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses
Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02
Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas
Riau
Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First
Edition Marcel DokkerInc New York 13-19
Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau
David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ
Tribhuwana Tunggadewi
Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem
20182(1)16-18
Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada
Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam
Aktif J Tek Kim 22
Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur
Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan
Ampel Surabaya Vol 12 No3
Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram
XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan
Metode Impregnasi J Cis-Trans 1
Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
425
Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP
Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan
Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70
Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Catalytic Cracking Riau Universitas Riau
Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi
10 15ndash26
Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri
Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai
Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion
Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis
Undip
Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan
Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion
Indonesia J Farm 1
Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada
Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis
Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University
Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak
Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM
Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin
Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect
Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With
NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic
Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111
Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit
Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia
Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif
Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa
Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau
Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas
Riau
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
426
Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak
Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2
Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation
temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile
sludge waste Indonesia J Chem 8348-352
Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif
[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui
Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang
Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan
Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran
Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi
Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair
Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse
Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial
Technol 25
Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan
[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]
Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI
10(4) 269-282 Dalam
Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking
Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26
Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia
Volume 02 No1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
427
KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS
ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI
Iis Siti Jahro Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity
Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email
jahrostiisgmailcom
PENDAHULUAN
Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit
dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar
apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp
pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20
dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang
dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih
kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp
menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa
yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah
gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi
mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-
97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman
dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan
abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
428
katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan
otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini
pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A
dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik
dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan
variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi
jumlah lubang pada konventer katalitik
Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan
dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif
sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan
zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas
CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas
CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)
Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah
berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)
zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X
(Jahro dkk 2018)
Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis
reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara
mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah
senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida
menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu
konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan
hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi
N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)
METODE PELAKSANAAN
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari
PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan
Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi
yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-
alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan
karakterisasi konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
429
Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan
Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan
konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge
dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada
suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus
dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari
abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah
berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian
ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan
ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke
dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah
Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk
dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari
suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya
furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan
Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian
emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat
Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter
katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang
berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut
kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian
dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri
dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X
masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi
jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap
zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang
digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan
variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit
sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31
Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer
katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya
terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
430
didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC
dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan
otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen
yang diemisikan dari gas buang
Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas
Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp
Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan
konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel
1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot
kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064
217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif
dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk
gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-
masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya
serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih
tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan
peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer
terhadap masing-masing gas tersebut
Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah
Pulp
No Konventer Katalitik dengan
variasi kadar zeolit X ()
Emisi gas Gas terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
() CO HC CO2
1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -
2 500 052 168 115 1875 2258 800
3 333 047 156 108 2656 2811 136
4 250 053 157 116 1718 2764 720
5 000 058 165 119 938 2396 480
Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh
konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
431
tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811
dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada
penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan
konventer katalitik lainnya
Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan
diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya
digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut
menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar
diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer
katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr
N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)
Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer
katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan
konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas
oksigen sisa pembakaran sebesar 131
Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik
No
Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit X ()
Emisi gas O2
()
Pertambahan O2
yang diemisikan
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 441 23664
333 525 30076
250 297 12672
00 263 100
Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang
diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai
dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas
HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif
yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
432
data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan
kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya
karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi
Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer
Katalitik
Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari
penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif
tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan
konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif
berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk
gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih
tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih
aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit
X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari
limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X
Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis
Konventer Katalitik
dengan Variasi Kadar
Zeolit A ()
Emisi Gas Gas Terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
()
CO
HC
CO2
Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -
500 049 155 107 234 285 144
333 047 152 105 265 298 160
250 041 138 93 359 364 256
00 058 165 119 938 2396 480
Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah
berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik
dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2
terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap
oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
433
250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil
membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2
berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597
Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan
otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan
pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran
pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A
sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi
dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333
Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A
No Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit A ()
Emisi Gas O2
()
Pertambahan O2
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 508 287
333 621 361
250 693 429
00 263 100
Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan
pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik
dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan
zeolit X
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang
dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah
lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
434
Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan
variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2
Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7
Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X
dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang
sebanyak 5 buah
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC
kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-
masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
435
ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana
semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar
peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)
Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit X versus persentase gas terserap
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan
daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas
oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang
digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik
dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321
Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan
jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir
26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7
buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
436
tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata
lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 sudah optimum
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit A versus persentase gas terserap
Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian
152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing
gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
437
berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar
dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap
pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar
109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan
konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-
masing molekul gas CO HC dan CO2
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas
oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya
jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas
oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7
berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya
mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan
konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar
65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik
dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat
meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah
lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum
optimum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan
konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer
sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya
meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada
konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer
katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah
konventer katalitik dengan katalis zeolit X
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
438
REFERENSI
Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions
Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal
for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22
Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk
Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang
Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari
Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai
Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan
Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi
Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan
Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp
dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As
Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and
modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia
Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile
Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33
Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed
Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara
Teknologi 8 (3) 69-76
Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification
as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis
Universiti Teknologi Malaysia
Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5
Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414
Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan
Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan
Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan
Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for
Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food
Technology 8(1) 68-71
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
439
PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION
NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC
Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi
Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di
dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit
terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki
kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
440
Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan
seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel
dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel
dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah
berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini
dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh
produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak
menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai
diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium
Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh
Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang
mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan
menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari
seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan
menggunakan Cyanex 272
Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses
solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk
memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan
ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid
secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga
menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)
Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya
menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini
sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan
cyanex
Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-
parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk
mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam
larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam
larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses
ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan
aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada
penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada
analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk
mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
441
biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang
digunakan
Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara
El wt () El wt ()
LE 7825 Cl 1253
Fe 1097 Cr 0323
Si 5427 Mn 0177
K 1259 Co 004
Al 0579 S 0022
Ni 0514 Sb 0022
Ca 065 Cd 0015
Zn 00087 Sn 0016
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit
asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur
(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3
Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan
pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching
dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari
proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur
(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik
berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara
fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel
percobaan yaitu Tabel2
Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan
kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir
dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik
mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan
organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses
solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan
Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan
mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada
Gambar 1
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
442
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal
Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan
XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus
(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari
Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite
[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat
dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt
dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang
terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga
untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan
menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan
proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption
Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray
Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel
kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3
Gambar 1 Skema proses Batch Extraction
ProdukAqueous batch Organic
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
443
Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi
No pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3
4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2
7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1
Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH
pH Konsentrasi
Ni (ppm)
Konsentrasi
Ca ()
2 9698 426
25 10892 957
3 23563 1153
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
444
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
445
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
446
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
447
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun
dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh
reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
448
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan
semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat
perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang
dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3
jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous
telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa
organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi
reaksi reversible dari persamaan 1
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
449
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian
serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar
pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10
(sepuluh) literatur acuan
Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th
Edition (American
Psychological Association)
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
450
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
451
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
452
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
453
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan
penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi
reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
454
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
455
Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah
kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara
nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses
2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor
kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion
hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion
hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari
persamaan 1
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah
dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai
faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua
dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam
REFERENSI
SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from
multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction
using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177
Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review
Chesmistry for Suistainable Development 1281-91
Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley
amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
456
Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp
CoKGaA India
Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals
Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH
Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium
magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of
carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy pp 333-338
McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I
Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35
Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt
from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS
International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017
PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel
Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 12(3)195-207
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply
Demand Mineral Desember 2012
RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc
New York
Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt
from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier
Hydrometallurgy 169 67-68
SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui
Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108
US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017
Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut
Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
457
ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG
DARI BUAH Shorea sumatrana
Yusnelti Universitas Jambi
Muhaimin Universitas Jambi
Richo Giwana Resdy
Maulana Universitas Sumatera
Utara
ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email
yusneltiunjaacid
PENDAHULUAN
Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang
150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya
shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet
maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat
belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan
tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin
sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)
Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik
(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada
mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)
Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan
salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal
dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati
dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat
minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet
penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi
Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
458
bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar
lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal
dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan
minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar
membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong
sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah
shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu
dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut
organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah
tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan
lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati
dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak
nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang
dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode
pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak
menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan
proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea
sumatrana
METODE PELAKSANAAN
Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas
matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda
menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di
shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang
dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg
IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana
Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang
digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur
kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan
lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan
uinversitas Jambi
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
459
Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran
Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak
hasil kempa
Ekstraksi Minyak
Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring
dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan
dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi
sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis
kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat
menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan
proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
460
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono
1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi
soxhlet
Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC
dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar
lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC
2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan
menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil
sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana
seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu
kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang
Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)
No Sampel Bahan kering
105 0C ()
Kadar Abu
()
Lemak
()
Protein
()
KH
()
1 Minyak nabati tengkawang
991680 18469 888674 08770 75766
Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar
8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea
stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar
923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (
Junaidi et al 2007)
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam
serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil
eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)
heksana dan hidrokarbon lainnya
Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh
terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
461
soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus
dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena
umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini
merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N
bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip
kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus
et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel
komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam
tubuh (Mustika 2012)
Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur
tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel
otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)
Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat
dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin
selulosa dan pati (Setiyono 2011)
Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat
fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea
stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat
fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan
Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan
sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea
shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat
tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan
tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak
tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari
minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-
obatan (Alamendah 2009)
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
462
Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi
kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan
dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar
membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari
minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai
produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain
sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun
yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan
minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di
dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk
produk lilin dan sabun (Putri 2013)
SIMPULAN
Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal
dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680
kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770
dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674
REFERENSI
Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website
httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali
Diakses tanggal 18 Nopember 2009
Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB
Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali
dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-
Karbohidrat
Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang
(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree
(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available
fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351
Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji
tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
463
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147
ISSN 1411 ndash 0903
Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji
tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943
RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual
Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab
Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh
perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu
lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta
Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty
NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis
kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia
httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD
E_SOXHLET_AOAC_2005_
Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung
Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak
tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of
Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378
e-mail resapangersagyahoocom
Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung
dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo
Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang
oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis
Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara
Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
465
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK
LOKAL KALIMANTAN SELATAN
EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL
LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN
Azidi Irwan
Universitas Lambung
Mangkurat
Kholifatu Rosyidah
Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark
KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail
airwanulmacid
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam
Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak
atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan
bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang
mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi
kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan
bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)
Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit
sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki
perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
466
telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah
lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil
mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-
bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan
sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di
bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)
Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air
(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan
penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam
penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air
mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada
kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak
sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et
al 2014)
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai
sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi
masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-
ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih
mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)
Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan
menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)
Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah
limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil
asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri
2013)
Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di
mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode
pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel
kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian
Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri
dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan
semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan
minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang
minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen
kimianya dengan GC-MS
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
467
METODE DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet
volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air
termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik
penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades
Prosedur Kerja
1 Preparasi Sampel
Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya
dengan kulit yang keringnya
2 Distilasi
a Distilasi Kulit Segar
Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan
kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari
batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih
mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan
dalam lemari pendingin
b Distilasi Kulit Kering
Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke
dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri
kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari
pendingin
c Karakterisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi
rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol
70
d Kandungan komponen minyak atsiri
Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit
dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari
masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
468
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4
anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483
a Berat Jenis
Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL
Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan
dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI
Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis
minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat
mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi
dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi
b Putaran Optik
Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter
Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel
kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI
persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri
memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang
terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi
c Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan
refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989
Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-
beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit
limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis
semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak
atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70
Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan
minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup
berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes
Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang
bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume
minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar
11 Sedangkan untuk sampel kering 15
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
469
e Kandungan komponen minyak atsiri
Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar
Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi
yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut
diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel segar
Puncak (peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10042 047 α-thujena 92
2 10327 177 α-pinena 94
3 11848 153 sabinena 93
4 12067 906 β-pinena 96
5 12469 130 mirsena 95
6 13007 046 oktanal 91
7 13513 038 α-terpinena 93
8 13833 087 benzena (1-metil-x-
Isopropil) 92
9 14171 6296 limonena 95
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
470
10 15124 1768 γ-terpenena 95
11 15999 090 terpenolena 94
12 19274 048 terpeni-4-ol 94
13 19792 086 α-terpeniol 94
14 20003 048 dodekanal 90
15 28138 079 germakrena 90
Total 100
Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering
Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel kering
Puncak
(peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10037 042 α-thujena 92
2 10322 177 α-pinena 94
3 11847 119 sabinena 94
4 12061 930 β-pinena 96
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
471
5 12464 118 mirsena 95
6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-
isopropil) 94
7 14158 6397 limonena 96
8 15104 1511 γ-terpenena 96
9 15463 043 linalool oksida 92
10 16001 054 alosimena 91
11 19283 120 terpeni-4-ol 93
12 19825 098 α-terpeniol 95
13 20002 076 dodecanal 89
14 26740 020 1) trans-α-
bergamotena
90
15 28135 042 germacrena 88
Total 100
Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit
hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk
sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal
konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)
γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)
Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena
(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi
perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering
terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih
kecil
Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)
dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi
sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain
Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal
753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan
et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan
hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena
2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
472
metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena
3925 dan lain-lain
Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit
buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal
seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data
tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)
Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan
berbagai metode pengambilanekstraksi
Senyawa
Komposisi komponen utama pada minyak atsiri
jeruk purut
1 2 3 4
sitronelal 1167 2385 753 1748
limonena 1416 113 2068 2872
α-pinena - - - -
β-pinena 3925 182 3296 715
sabinena - 155 3122 2749
Keterangan
1 Jantan et al (1996) metode distilasi air
2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air
3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap
4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air
Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang
polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih
panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar
yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada
sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin
banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks
biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang
meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen
berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat
pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
bakteri
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
473
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat
jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan
kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar
0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias
14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak
atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar
adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena
(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar
limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan
terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi
yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak
atsiri kulit buah limau kuit
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana
penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan
mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia
tanaman limau kuit
REFERENSI
Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom
(diakses 26 Januari 2017)
Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia
MIPA UNDIP Semarang
Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal
Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil
Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and
Technology vol 42 777-780
Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press
Jakarta
Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous
Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using
Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-
5
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
474
Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit
Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah
Tropika vol 30(6) 7-8
Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical
composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632
Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013
ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated
Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian
Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369
Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta
Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri
dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam
Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101
Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic
Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817
Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif
Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan
Transmigrasi Pekanbaru 1-24
Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner
A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of
selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol
32(6) 589-598
Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013
ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam
Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326
ndash 339
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
475
STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM
SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA
ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES
IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND
CYCLOHEXANE SYSTEM
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Nurul Aisyah
Universitas Negeri
Padang
Umar Kalmar
Nizar
Universitas Negeri
Padang
Deski Beri
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan
farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat
karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk
berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al
2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara
termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen
penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
476
Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi
dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal
kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-
komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk
dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena
banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya
menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat
kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan
Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana
diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia
dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu
kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna
merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh
dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan
methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black
Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan
sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah
(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian
Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak
mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah
2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan
surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi
pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi
dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami
perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem
air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut
menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow
mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara
dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo
mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan
sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna
merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl
red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
477
Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis
acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1
mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)
sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata
Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit
ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan
menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95
Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana
Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan
perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam
perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram
Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana
HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan
komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner
Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex
mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan
dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi
dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk
membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi
dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat
dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan
pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95
Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue
Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah
dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil
methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam
sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya
endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan
optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
478
Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
1 Pengukuran Indeks Bias
Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan
penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan
skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk
sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat
tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran
indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C
dengan menggunakan rumus
( )
Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna
2 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald
type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua
Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung
bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan
Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir
melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh
mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh
dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke
viskositas dinamik digunakan rumus
( )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi
Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam
bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh
campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam
minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi
surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah
struktur asosiasi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
479
Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45
Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7
Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
480
Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa
terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan
struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH
(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-
ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan
air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus
hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari
surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan
mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak
terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam
Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah
keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran
OH- maka ketersediaan H
+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat
dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi
minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan
dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)
Kelarutan Zat Warna
Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air
surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam
mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada
pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar
pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red
akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62
maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue
dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru
pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan
warna hijau (Merk 2008 2013)
Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methyl red
Mikroemulsi 04916 mgmL
Kristal cair lamelar 06318 mgmL
Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methylene Blue
pH 7 pH 95
Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL
Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
481
Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat
berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-
molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan
methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air
Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan
methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus
polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi
lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair
lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih
rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair
lamelar
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan
pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias
dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan
sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna
Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan
methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah
ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem
akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
482
menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari
sistem juga bertambah besar
Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami
perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias
dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan
sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan
methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi
dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red
Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum
dan sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum
ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat
warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar
seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada
mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7
Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
483
Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7
setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue
Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
484
Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih
kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah
ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias
mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130
Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum
dan sesudah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH
95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum
ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem
membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks
bias air)
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral
dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam
netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer
ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan
oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
485
Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
setelah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada
mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai
viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah
penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum
penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red
Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel
mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi
tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
486
kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar
dibandingkan sebelum penambahan zat warna
Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
setelah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami
perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95
setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil
setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah
ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah
penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan
zat warna
SIMPULAN
Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu
mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red
paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan
sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue
paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak
20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis
dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan
setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene
blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks
bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna
mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
487
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 456UN3513LT2019
REFERENSI
Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of
Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and
Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)
305ndash310
Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions
stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050
Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue
dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang
Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article
Microemulsions Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1
(February) 39ndash51
Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and
Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
488
KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)
COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT
(Aloe vera Linn)
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Fanny Zahratul
Hayati
Universitas Negeri
Padang
Sherly Kasuma
Warda Ningsih
Universitas Negeri
Padang
Elsa Yuniarti
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131
Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk
pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya
yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang
(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan
SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki
kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus
tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya
maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
489
menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et
al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu
kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis
Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan
elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga
membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks
sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan
alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah
Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh
dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk
(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)
menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen
anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)
Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan
saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan
pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk
regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi
membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul
pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan
polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated
mannose) (Ening 2007)
Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan
suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia
medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang
akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4
hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan
tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat
kristalinitas) yang diinginkan
BAHAN DAN METODE
Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit
selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur
gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk
KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter
(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker
(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test
(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength
(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-
0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan
merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical
X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
490
panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain
lap koran karet gelang tisu dan kertas label
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar
Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir
(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto
Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A
xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi
Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT
Brataco Bandung) aquades dan air
Preparasi SB
Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven
dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci
stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10
gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan
dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan
di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan
kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan
kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum
Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah
SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen
Pencucian dan Pemurnian SB
SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam
selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan
NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1
hari sekali
Pembuatan Ekstrak LB
LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam
pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB
kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel
yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu
diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring
menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler
untuk preparasi KSB-ELB
Preparasi KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
491
SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm
SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu
perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu
perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu
perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan
tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan
sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik
dan dapat digunakan untuk karakterisasi
Karakteristik KSB-ELB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB
dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus
Wc() Wb Wk
Wb
x100
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB
yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih
Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut
dimana
P = Kuat tekan (Pa)
F = gaya tekan (N) dan
A = luas penampang benda (m2)
c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)
Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB
selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya
maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang
digunakan berukuran 15x2x1 cm
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur
nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600
cm-1 hingga 4000 cm-1
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
492
Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan
difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB
Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil
difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat
fasa kristalin dan amorf)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi SB
Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan
bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH
dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH
4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum
dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril
Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh
goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan
dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)
Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi
goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling
berikatan
Pemurnian dan Pencucian SB
Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB
yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui
ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk
menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan
menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap
mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat
merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat
menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan
hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak
Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari
hasil fermentasi
Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang
kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan
dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah
didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB
ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya
2013)
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
493
Preparasi KSB-ELB
Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB
dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman
KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker
diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang
terdapat pada SB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air
dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-
ELB
Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-
ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB
sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi
penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi
secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami
peningkatan dan penurunan untuk seterusnya
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB
maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan
pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses
adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB
Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat
tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin
banyak filler ELB yang masuk dalam SB
99992994996998100
0 1 2 3 4
Wat
er
Co
nte
nt
()
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
494
Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB
Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)
Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-
ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai
kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding
dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan
(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi
rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai
regangan dari SB semakin turun
Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada
hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini
terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada
hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka
semakin banyak filler yang masuk pada matriks
Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB
Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda
terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu
perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan
Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih
tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat
tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB
maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi
secara fisika
0
05
1
15
2
25
3
0 1 2 3 4
Co
mp
ress
ive S
tren
gh
t (M
Pa
)
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB murniSB
KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
495
Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat
tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang
4000-600 cm-1
vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1
) C-H (2901 cm-
1) C-O (1370 cm
-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm
-1 dan 1068 cm
-1)
(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)
SB b) LB c) KSB-ELB
Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi
bilangan gelombang 333686 cm-1
yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol
vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1
menunjukkan adanya cincin siklis
lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)
sekitar 1000 cm-1
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
496
Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB
Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi
Sampel O-H C-H C-O C-O-C
λ λ λ λ
SB 333685 291471 145703 103391
LB 333379 210123 163799 104162
KSB-ELB 333818 289359 132598 102915
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi
yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra
FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran
batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan
gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan
pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-
ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan
merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga
membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
497
Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB
Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang
digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas
dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter
atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar
menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya
Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB
Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas
()
SB 02073 00657 01416 6830
KSB-ELB 01976 00611 01365 6907
Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini
menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat
kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari
KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari
KSB-ELB
UCAPAN TERIMA KASIH
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
498
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 457UN3513LT2019
REFERENSI
Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem
Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171
Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of
Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre
amp Textile Research Vol 39 93-96
Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-
like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo
doi101007s10570-009-9357-2
Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang
Padang Indonesia
Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat
dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains
Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23
Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya
sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07
Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose
Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460
Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi
Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo
Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162
Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang
Semarang
Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from
Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471
- 1ekapdf
- 2 devi silsiapdf
- 3herlinapdf
- 4pasar maulimpdf
- 5budanipdf
- 6Dwi Rasypdf
- 7Tutipdf
- 8Indra Tariganpdf
- 9Yandriipdf
- 10Tati Suhartati1pdf
- 11Suharsopdf
- 12Noviapdf
- 13Iis Sitipdf
- 14sudibyo1pdf
- 15Yusnelti1pdf
- 16pdf
- 17pdf
- 18pdf
-
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
303
4 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (SNI 698922009)
5 Analisis cemaran logam Pb pada Ikan Kapiat (SNI 235452011)
Teknik analisa data yang digunakan analisa deskriftif dengan memaparkan hasil
penelitian kualitas air dibandingkan dengan criteria mutu air berdasarkan kelas III
peraturan pemerintah RI No 82 Tahun 2001 dan analisis cemaran logam Pb pada
ikan kapiat debandingkan dengan batas maksimum cemaran logam berat yang
terdapat dalam bahan pangan ikan segar berdasarkan SNI 27292013
HASIL DAN PEMBAHASAN
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman rata-rata yaitu 856 kondisi ini merupakan derajat keasaman
yang cukup baik Syamsudin (2014) menyatakan bahwa pH optimal bagi biota yakni
65-9 Nurdin (2009) pada umumnya nilai pH di perairan rendah akan rendah terkait
dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya
Dissolved Oxygen (DO)
SNI (06-698914-2004) menjelaskan bahwa DO merupakan jumlah milligram
oksigen yang terlarut dalam air atau air limbah yang dinyatakan dengan mgO2L
diperoleh rata-rata 62166 mgL Effendi (2003) kadar oksigen terlarut di perairan
alami biasanya kurang dari 10 mgL Air di sungai kelinggi memiliki kadar oksigen
yang terlarut cukup baik hal in disebbakan sungai kelinggi memiliki arus aliran air
yang cukup baik selain itu banyaknya tumbuhan liar di sekitar sungai menjadikan
sungai kelinggi kaya akan kandungan oksigen terlarut
Biological Oxygen Demand (BOD)
Diperoleh rata-rata 105023 mgL besarnya kosentrasi BOD mengindikasikan
bahwa perairan tersebut telah tercemar (Mahyudin dkk 2015) Tingginya kadar bod
disebabkan karena banyaknya bahan buang organik yang mengalir ke daerah sungai
hal ini akibat dari padatnya penduduk disekitar sungai Syamsudin (2014) klasifikasi
tingkat pencemaran berdasarkan nilai BOD masih tergolong tercemar sedang Tetapi
jika dibandingkan dengan standar mutu kualitas air kelas III (PP RI No82 tahun
2001) kurang baik peruntukannya
Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam air untuk mengurai atau mengoksidasi bahan orgnik yang sulit
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
304
terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD
sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50
mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen
yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada
suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu
untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri
decomposer
Logam Berat Pb pada ikan kapiat
Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang
terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga
lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah
satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137
mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat
berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03
mgkg
Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas
yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu
diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika
dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb
merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak
diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam
esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat
dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam
kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah
mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada
dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu
0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
305
REFERENSI
Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian
Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan
Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian
UNIB
Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta
Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan
Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu
kelautan Universitas Hasanuddin Makasar
Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of
the Cambodian Mekong FAO Italy
Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota
Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018
SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut
Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional
SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer
Badan Standarisasi Nasional
Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor
Pertanian Makassar Pjar Press
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
306
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN
BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI
Devi Silsia Universitas Bengkulu
Syafnil Universitas Bengkulu
Irma Manik Universitas Bengkulu
ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371
Indonesia Email devisilsiaunibacid
PENDAHULUAN
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi
selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan
saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan
busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan
penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan
beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk
pembersih kulit yang diminati
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan
sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun
minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi
karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
307
terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan
busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya
cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)
Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak
dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond
merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari
bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan
kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan
meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan
mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika
minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi
produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat
pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk
oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun
transparan
Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih
memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan
tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam
penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk
kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat
dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat
menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan
nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada
sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang
dihasilkan (Apriyani 2013)
Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh
dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk
kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi
yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri
pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya
7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk
kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma
yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et
al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi
sebagai aroma pada pembuatan sabun cair
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
308
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun
transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui
sabun transparan yang paling disukai panelis
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil
dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP
Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir
akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah
gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot
plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer
dan satu set pendingin tegak
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3
ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan
No Bahan Perlakuan
1 2 3
1 Minyat sawit (g) 60 60 60
2 Asam stearate (g) 21 21 21
3 NaOH 30 (g) 60 60 60
4 Etanol 96 (g) 45 45 45
5 Gliserin (g) 39 39 39
6 Gula pasir (g) 45 45 45
7 Akuades (g) 252 252 252
8 NaCl (g) 06 06 06
9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02
10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
309
Tahapan Penelitian
(1) Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu
80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran
dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching
dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama
30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan
proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya
(2) Pembuatan Sabun Transparan
Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada
metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang
sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu
70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat
dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu
diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan
pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan
terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan
proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian
suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan
ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring
dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Parameter yang Diamati
Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air
dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan
menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran
tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)
kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan
tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan
terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis
diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash
5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
310
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit
telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan
pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik
fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada
Gambar 1
Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit
Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini
selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis
yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat
kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan
karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam
produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada
saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades
yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil
sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan
dapat dilihat pada Gambar 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
311
Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293
Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan
minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam
sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-
1994) yaitu sebesar 15
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika
dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini
diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak
sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari
hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang
digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh
putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang
menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent
Kekerasan
Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan
Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau
perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari
lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan
seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik
2113
2273 2293
20
205
21
215
22
225
23
235
1 2 3
Kadar Air ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
312
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang
digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang
dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam
palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan
busa
Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4
Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari
Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml
adalah sabun yang paling lunak
Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada
penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini
disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada
sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun
transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka
kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang
ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No
06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan
Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun
Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit
dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah
mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga
0020
0024
0022
0018
0019
0020
0021
0022
0023
0024
0025
1 2 3
Kekerasan (mmgs)
Penambahan Minyak Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
313
berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat
pada Gambar 6
Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan
Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1
ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana
pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga
karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas
7778
6516
6892
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
1 2 3
Stabilitas Busa ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
314
busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang
digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan
asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam
palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit
pH
Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran
nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-
3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi
mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi
bersifat asam
Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi
Penambahan minyak kalamansi (ml) pH
1 1075
2 1073
3 1062
Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun
Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH
(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian
Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara
978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi
Kadar Alkali Bebas
Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam
minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari
reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu
setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi
berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat
disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan
untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki
kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan
cepat
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
315
Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar
alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml
Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak
jeruk kalamansi
Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini
diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis
Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa
Tingkat Penerimaan Panelis
Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan
adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun
tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat
kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat
pada Tabel 3
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap
warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan
yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini
diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki
019
015
018
0
002
004
006
008
01
012
014
016
018
02
1 2 3
Alkali Bebas ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
316
warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah
Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen
Parameter
Uji
Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan
dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi
1 ml 2 ml 3 ml
Warna 360 352 336
Aroma 348 392 356
Transparansi 372 328 328
Tekstur 384 376 368
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam
range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan
penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis
terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan
utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya
menguap
Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada
sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi
sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan
sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka
faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan
Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba
tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur
keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat
pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384
Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut
Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan
SIMPULAN
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293
kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075
dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis
adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak
sawit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
317
REFERENSI
Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From
Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology 5(4) 349-356
Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan
httpeprintsumsacid
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016
Dewan Standarisasi Nasional Jakarta
Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit
Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44
Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun
Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53
Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan
Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk
httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-
46informasi-teknologi
Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal
Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68
Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker
2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal
Plants Medicines 3 (2) 2-11
Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on
Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of
Surfactant and Detergent 2(4) 489-493
Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB
Information Series MPOB TT No 433
Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan
Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
318
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian 9 (2)82-88
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap
Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas
Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk
Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS
PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455
Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil
Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu
WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan
Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung
5(3) 125-136
Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor Bogor
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
319
RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
Di LAHAN MASAM BENGKULU
Herlina Universitas Dehasen
Bengkulu
Evi Andriani Universitas Dehasen
Bengkulu
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land
Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32
Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid
PENDAHULUAN
Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang
termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia
Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar
dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di
wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)
Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah
diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem
pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin
2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri
seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al
2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
320
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan
rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880
mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun
-1
(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar
garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi
(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1
) dan suhu rendah antara 9-10 oC
(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata
14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun
-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)
Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi
(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah
dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl
dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan
produksi biji sebesar 36305 kg ha-1
dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1
Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum
maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian
550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC
tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah
Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam
aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)
Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$
244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di
Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal
yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah
satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar
25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)
Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah
mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi
beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya
jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya
spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi
tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar
lingkungan tumbuh optimalnya
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
321
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari
India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu
pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf
yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis
pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi
pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan
percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman
tengah
Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai
perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam
polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan
berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian
belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya
ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih
diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5
M
kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per
polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag
pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur
pertanian 2 g per polibag
Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban
dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan
terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black
spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian
dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf kepercayaan 95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan Tumbuh
Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
322
laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi
organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil
tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas
maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman
kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi
beberapa enzim
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan
hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-
174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia
khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan
asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu
minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan
masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan
tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu
Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam
Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman
secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman
memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya
untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan
toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu
spesies atau aksesi (Dubey 1995)
00
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Su
hu
(oC
)
T Max T Min T Harian
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kele
mb
ab
an
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
323
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman
Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan
tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka
tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti
perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan
hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda
diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan
mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat
melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini
Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun
Jenis Pupuk Kandang
Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata
terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman
yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal
sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi
Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang
digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan
diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga
daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi
penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman
suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh
optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam
meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al
(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah
pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun
Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai
luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait
sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara
umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
324
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang
merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi
dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar
bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun
tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait
dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain
menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-
organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan
perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap
aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
pertumbuhan tanaman
Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b
Jenis Pupuk Kandang
Klorofil-a Klorofil-b
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062
ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a
Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil
Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan
klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan
antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang
sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total
klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan
klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan
aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika
tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria
penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
325
terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau
pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi
oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio
klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol
dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel
3)
Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b
ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya
cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam
aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut
berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman
Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam
menghadapi cekaman
Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan
antosianin
Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399
ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a
Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India
paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru
sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang
relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil
paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media
tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat
sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi
Kuwait dibanding kontrol
Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu
menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan
lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada
klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri
dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
326
terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada
Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah
fisiologis jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Tebal Daun (cm)
Luas Daun (cm
2)
Klorofil-a Klorofil-b
Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria
Kuwait 0196 bc 0215 a
4109 a 2934 d
1156 ab 1092 ab
0442 a 0392 c
Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria
Kuwait 0180 d 0205 ab
3706 bc 2895 d
1178 a 1154 ab
0448 a 0413 b
Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi
jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin
Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria
Kuwait 1598 a 1483 bc
0378 de 0374 de
0048 a 0046 a
Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria
Kuwait 1616 a 1567 ab
0399 cd 0436 ab
0028 c 0043 ab
Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter
peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin
kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang
pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai
terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi
pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat
menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid
merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
327
tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya
terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)
SIMPULAN
Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat
dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih
tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi
Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman
jintan hitam
REFERENSI
Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella
sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50
Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on
the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of
Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51
[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013
Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik
Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated
vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins
Plants (Basel) 3(4) 498-512
Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook
of Plant and Crop Stress
Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM
Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
hlm 59-82
Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi
Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron
Indonesia 2017 45(3) 323 -330
Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
328
Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella
sativa L
to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897
AJAR111813
Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of
temperature
to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and
Apllied Research 20(1) 1-9
Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009
Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some
soil properties World J Agri Sci (5)408-414
Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some
Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150
Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk
efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140
Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46
Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-
review International Research Journal of Pharmacy 236-39
Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan
hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J
Agron Indonesia 42(2)158-165
Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral
reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental
stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg
101016S0034-4257(02)00010-X
Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc
Publisher Massachussetts 782 p
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
329
Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural
practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under
rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397
Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield
and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in
Environmental Biology 6855-858
Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in
salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
330
OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING
TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN
Pasar Maulim
Silitonga Universitas Negeri
Medan
Melva Silitonga Universitas Negeri
Medan
Meida Nugrahalia Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email
pasarsilitongagmailcom
PENDAHULUAN
Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan
membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara
mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut
(imunisasi pasif)
Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005
Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
331
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif
sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah
memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah
diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani
2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian
permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap
butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam
yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur
adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin
B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal
posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan
mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi
IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY
anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen
(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan
suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku
umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin
dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit
lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi
Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh
invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia
dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara
biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga
dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal
(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya
bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin
dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning
telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat
perlu dilakukan
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
332
METODE PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)
siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut
Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada
media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi
pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5
ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml
NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk
menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air
pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin
untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)
Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan
suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat
yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan
Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu
Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum
komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari
adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air
minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal
2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml
(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut
Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga
dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur
diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan
pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan
kadar IgY anti diare kuning telur
Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)
Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast
Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
333
IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-
masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji
agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur
ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil
Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan
Tingkatan yang Berbeda
Ulangan
Tingkatan Piridoksin
S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi
1 + + +
2 + + +
3 + + +
4 + + +
Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP
IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji
AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY
setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap
perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi
Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda
Peubah
Tingkatan Piridoksin
S1
Defisiensi
S2
Normal
S3
Suplementasi
Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a
2046 plusmn0043b
2134 plusmn 0044c
Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir
Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh
tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam
(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
334
IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi
piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam
kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan
1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam
White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan
mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi
empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu
menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus
sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada
ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122
plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan
adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur
berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning
telur
SIMPULAN
Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah
dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning
telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana
produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin
Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin
berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur
ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang
diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan
berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
335
REFERENSI
Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta
Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori
Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15
Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor
Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing
Alternative Promega Notes Magazine (46) 11
Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY
antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41
NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi
Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-
1094
Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006
Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7
(3) 92-103
SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of
IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31
(1) 109-122
Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328
Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam
Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan
diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan
Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
336
Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y
spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28
Universitatis Upsaliensis Upsala
Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah
Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40
Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi
IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam
Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
337
KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA
HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA
Buhani Universitas Lampung
Ismi Aditya Universitas Lampung
Suharso Universitas Lampung
ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri
Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid
PENDAHULUAN
Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara
luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri
tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan
sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et
al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon
aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat
Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil
terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al
2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat
pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa
et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan
pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah
sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan
Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah
limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda
adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping
yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
338
Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis
adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang
memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan
secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)
Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk
menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al
2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa
kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat
jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris
dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan
secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk
granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai
upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan
berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)
Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan
adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV
dan MB dalam larutan
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian
ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil
ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa
Pembuatan adsorben HASS
Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat
konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus
hingga ukuran 100-200 mesh
Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka
(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam
tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram
biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
339
dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk
disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci
dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben
HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR
Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur
dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)
Eksperimen adsorpsi
Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan
menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model
kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi
zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk
menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang
gelombang λmax =591 dan 664 nm
Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa
adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)
(1)
Dimana Co dan Ce (mg L-1
) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum
dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume
larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karaterisasi adsorben
Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer
IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS
dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi
prekursor
Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat
serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1
menunjukkan
vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada
siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1
Pita
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
340
serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1
muncul
puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada
bilangan gelombang 163564 cm-1
muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH
dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)
Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan
pada bilangan gelombang 3387 cm-1
yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang
tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal
dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga
Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada
daerah bilangan gelombang 165878 cm-1
dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1
menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik
serapan dari biomassa alga Spirulina sp
Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
341
Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita
serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1
yang merupakan vibrasi
ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang
79467 cm-1
merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada
daerah 45000 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1
muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)
Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan
munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-
1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-
OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1
disebabkan oleh pengurangan gugus
silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et
al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)
0 2 4 6 8 10 12keV
0
2
4
6
8
10
12
14
cpseV
O Si C
Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS
Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil
hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis
morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben
HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa
unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini
menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika
dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
342
Pengaruh pH
Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan
menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar
3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan
adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat
pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan
adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika
mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan
carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika
yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi
kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif
HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak
optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna
CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan
interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs
aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)
Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi
ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada
adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh
adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min
dan temperatur 27C)
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
q (
mg
g-1
)
pH
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
343
Kinetika Adsorpsi
Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS
dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS
dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4
dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat
Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit
ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan
pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan
kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB
teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL
pH=8 dan temperatur 27C)
Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada
Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan
menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2
(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)
tk
qqq tte3032
log)log( 1 (2)
0
10
20
30
40
50
0 15 30 45 60 75 90 105
q (
mg
g-1
)
Waktu (menit)
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
344
eet q
t
qkq
t
2
2
1
(3)
Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan
bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS
cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai
koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika
pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan
0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)
Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat
pewarna MB dan CV pada adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
345
Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB
dan CV pada adsorben HASS
Adsorbat
Pseudo orde satu Pseudo orde dua
qe
(mg g-1
)
k1 (1 min-1
) R2 k2
(g mg-1min
-1)
R2
MB 43960
0101 0870 0204
0970
CV 42570 0086 0974 0302
0960
SIMPULAN
Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru
(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan
MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo
orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat
pewarna CV dan MB dalam larutan
REFERENSI
Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009
Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from
aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365
Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I
2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for
organic dye removal J Clean Prod 137 189-194
Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite
nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution
Appl Surf Sci 333 68ndash77
Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting
cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and
capacity of Cd2+
ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429
Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition
of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-
silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
346
Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)
Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass
modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80
203ndash213
Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of
Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in
solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880
Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion
in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-
silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870
Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica
through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci
Res 51(4) 467ndash476
Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with
silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from
solution Orient J Chem 28(1) 271-278
Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar
A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of
operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152
443-453
Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration
with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene
blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287
Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from
aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of
Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10
Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)
Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium
and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888
Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green
algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater
152 407-414
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
347
Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass
derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci
Technol 24 220-228
Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-
polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng
5(1)103-113
Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015
Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective
removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-
75
Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira
SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers
on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-
322
Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption
of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut
tree J Hazard Mater B136 800ndash808
Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene
blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm
thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash
359
Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by
Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111
Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated
mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal
removal J Hazard Mater 152 690-698
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
348
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI
TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN
POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung
Mangkurat
Ria Shafitri ARH Universitas Lambung
Mangkurat
Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)
Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru
70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid
PENDAHULUAN
Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri
semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)
cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri
farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)
Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin
meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai
skala mikron atau bahkan nano
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida
logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk
pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa
keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan
kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan
memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
349
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan
metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut
yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor
silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir
kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate
(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate
Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode
sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan
penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)
melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran
nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran
1336 1501 dan 50 nm
Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran
nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat
yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)
melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus
mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG
dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk
agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan
menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga
penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang
seragam
Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan
karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan
polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk
memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan
15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel
nanosilika yang dihasilkan
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar
laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
350
statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace
timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha
P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern
Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JCM-6000)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate
(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000
(PEG-6000) (Merck) dan akuades
Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel
Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL
dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan
pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia
dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan
diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan
dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus
terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur
600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)
Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi
dengan FTIR SEM dan PSA
Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)
Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al
2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan
Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15
Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG
Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama
dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG
pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol
silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer
Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam
Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum
dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk
disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan
Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15
(bv))
Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG
10 dan (c) Ns-PEG 15
Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya
pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan
metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak
yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak
PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000
telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi
Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1
merupakan pita serapan dari
vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan
bilangan gelombang 794 cm-1
menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus
siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi
dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari
TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-
Si
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
352
Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10
dan (c) Ns-PEG 15
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel
nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi
PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi
nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa
permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang
mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada
permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang
lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua
partikel lebih homogen dan lebih kecil
Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)
sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000
No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter
partikel rata-rata (nm)
1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240
Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran
partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm
Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
353
PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG
10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil
mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan
variasi PEG
Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika
tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika
(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000
sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika
(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000
yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan
terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding
Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam
Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah
penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
354
Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada
sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari
distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil
perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat
molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et
al 2012)
Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan
sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil
yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15
dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati
nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih
seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi
ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada
sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal
ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa
penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat
ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi
gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas
dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak
khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf
Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan
Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10
dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran
partikel 34 dnm
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
355
REFERENSI
Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji
Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel
Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55
Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan
Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam
Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW
Universitan Kristen Satya Wacana
Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel
Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30
Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis
Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat
Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6
Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011
Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious
Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51
Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A
Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel
Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan
Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
356
IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN
HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI
Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu
ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang
Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk
kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga
Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama
Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one
village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk
mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun
kompetisi daerah (Junaidi 2011)
Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk
kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang
berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil
pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang
kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan
1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen
terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177
(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari
cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil
samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak
atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
357
parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri
sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan
senyawa-senyawa yang dikandungnya
Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk
sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79
komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan
Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara
lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)
Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy
2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp
Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang
dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang
terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
METODE PELAKSANAAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan
dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi
Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk
dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian
GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi
Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang
dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi
masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping
berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)
Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri
adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang
dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk
dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan
sebesar plusmn 1
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
358
Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)
Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup
Kalamansi
GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang
bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC
akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa
tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa
dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi
Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan
pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan
hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
359
Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi
Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan
retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda
menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan
hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan
merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area
7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang
keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai
senyawa 12-Cyclohexanediol
Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping
industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene
merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas
jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance
pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene
minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung
carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)
carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
360
Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup
kalamansi (berdasarkan database NIST 17)
No Waktu retensi Senyawa Luas area ()
1 7288 D-Limonene 7592
2 8927 Limonene oxide 506
3 9784 α-terpineol 205
4 10200 Trans-carveol 477
5 10364 Carveol 191
6 10590 Carvone 658
7 11271 R-Limonene 190
8 11889 12-Cyclohexanediol 181
Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa
(Bunge) Wijnands)
No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi
Senyawa Senyawa
1 α-Pinene 05 α-Pinene 08
2 β-Pinene 01 β-Pinene 134
3 Myrcene 18 Myrcene 02
4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08
5 Limonene 940 Limonene 07
6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20
7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27
8 Linalool 04 Linalool 61
9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04
10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03
11 Terpinolene 01 β-Elemene 11
12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01
13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28
14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06
15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183
16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18
17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05
18 Elemol 01 Hedycaryol 190
19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12
20 α-Eudesmol 144
21 β-Eudesmol 86
22 Elemol 06
23 Phytol 04
Sumber Othman etal (2016)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
361
Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang
berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak
jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil
sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23
senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk
dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi
penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup
SIMPULAN
Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)
limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)
R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
REFERENSI
Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan
Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of
Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food
Research Journal 24 (4) 1782-1792
Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012
Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic
Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695
Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical
Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural
Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera
Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)
577-585
Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping
Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17
Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu
dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
362
Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On
Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety
Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44
Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical
Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of
Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282
Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial
Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South
Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431
Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D
2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants
Medicines 3 (13) 1-11
Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine
Review 12 (3) 259-264
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
363
STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT
Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi
Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan
Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan
ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum
intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi
dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit
sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan
yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan
karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga
fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk
melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu
melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen
reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003
Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi
radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat
lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
364
mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi
dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu
antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil
Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat
minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan
terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan
pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga
menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas
(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis
sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap
aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace
Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara
khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada
masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)
dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan
khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih
lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu
asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820
sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman
mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan
bersifat antioksidan
Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk
makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak
goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti
dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat
memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan
minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan
kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami
terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit
ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi
terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung
dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa
peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang
menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
365
menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak
sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan
minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik
dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet
Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass
labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat
glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai
sampel
Ekstraksi Biji Andaliman
Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian
dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup
Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari
kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya
untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan
selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan
dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)
Menentukan Bilangan Peroksida
Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit
ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman
dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing
disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial
Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan
dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan
ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
366
larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir
titrasi) (Pangestuti et al 2018)
Penentuan Bilangan Iodin
Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian
ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer
ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan
20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda
Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium
Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)
Penentuan Asam Lemak Bebas
Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu
dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang
selama 30 detik (Sopianti et al 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini
adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan
pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik
yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan
sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-
heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari
ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah
andaliman (Sudaryanto et al 2016)
Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan
pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
367
peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak
akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid
dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk
mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml
320 ml 255 ml 244 ml
20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml
346 ml 225 ml 226 ml
30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml
348 ml 220 ml 218 ml
Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan
rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =
V = volume
Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil
perhitungan seperti pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 ppm
10 hari 0670 0492 0488
0640 0510 0488
20 hari 0690 0462 0450
0692 0450 0452
30 hari 0720 0444 0436
0696 0440 0436
Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak
Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk
pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2
dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
368
konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar
konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida
terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari
Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu
mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil
titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3
Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan
Berat
Sampel Vol Blanko
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml
4751 ml 4270 ml 4218 ml
20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml
4878 ml 4103 ml 4134 ml
30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml
4929 ml 4128 ml 4110 ml
Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak
menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )
dengan A = volume
larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =
normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan
bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4
Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin
Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 13158 14550 14833
13321 14543 14675
20 hari 13042 14723 14931
12999 14711 14887
30 hari 12637 14882 15065
12870 14903 14948
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
369
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin
terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama
waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi
Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah
andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam
berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH
(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5
Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman
sebagai antioksidan
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol KOH yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml
959 ml 670 ml 670 ml
20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml
957 ml 682 ml 680 ml
30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml
965 ml 674 ml 668 ml
Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan
pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra
2019) ALB () =( )
(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat
N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))
Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses
oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak
buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan
variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu
penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida
dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI
bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh
penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak
Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah
andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada
konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
370
bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur
dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan
peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya
Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 488 354 352
491 353 353
20 hari 491 352 348
490 349 348
30 hari 497 347 340
494 345 342
Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin
kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data
tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm
terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama
penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat
digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi
antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata
lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada
minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan
Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap
minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30
hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai
antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan
bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat
dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352
dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang
menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak
buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat
juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah
andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa
penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka
asam lemak bebasnya semakin besar
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
371
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan
peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670
konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan
peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan
lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida
minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman
semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0
ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550
konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama
penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit
semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil
asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas
488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak
bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak
sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
REFERENSI
Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai
Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan
pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10
Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105
Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak
Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Research Study Vol2 205-211
Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak
Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
372
Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada
Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta
pp 120-126
Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada
Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal
Penelitian MIPA Vol 1 23-29
Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity
Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants
African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145
PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit
Dokumen intern
Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus
2002 Jakarta
Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA
Universitas Negeri Medan
Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-
Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21
Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan
Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol 14 29-39
Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK
Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative
and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The
American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
373
ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI
ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148
Yandri Universitas Lampung
Fathaniah Sejati Universitas Lampung
Tati Suhartati Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
Sutopo Hadi Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20
KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
yandriasfmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati
glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat
golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang
memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang
termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC
3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16
glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang
spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim
yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC
32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari
bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang
termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A
awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B
licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum
60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -
amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu
optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
374
mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu
optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50
kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot
molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil
mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil
penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai
bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55
dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah
metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+
tiap molekul enzim Ion
kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim
Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya
kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)
Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan
ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain
(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-
kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation
lain (Vihinen dan Mantsala1989)
Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme
yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam
industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala
besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi
cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah
bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di
lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al
2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada
penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari
Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat
dan stabilitas termal
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
375
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet
Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL
sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic
Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM
waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32
Prosedur Penelitian
Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang
mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001
dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et
al 2010)
Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel
bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000
rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)
Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan
garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis
(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)
Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase
menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels
et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)
Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan
dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya
dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels
Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum
(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)
yaitu 01 02 04 06 08 dan 10
Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan
dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40
50 60 70 80 90 dan 100 menit
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
376
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enzim
Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari
komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan
aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg
Pemurnian Enzim α-Amilase
Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan
Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan
ammonium sulfat dan dialisis
Fraksinasi dengan ammonium sulfat
Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium
sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan
(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium
sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan
aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi
berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa
fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas
spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
377
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada
fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium
sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90
Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas
enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses
fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena
jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada
fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi
20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan
eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68
Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada
Gambar 2
Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)
dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dialisis
Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan
protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran
(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan
molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari
garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan
kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase
hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
378
kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan
enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari
B subtilis ITBCCB148
Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148
Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami
peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh
penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim
telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim
hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin
disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau
kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim
yang sangat encer
Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian
Penentuan suhu optimum
Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi
enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim
α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat
dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum
enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang
bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125
oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan
enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat
untuk digunakan dalam industri
Tahap Volume
Enzim
(mL)
Aktivitas
Unit
(UmL)
Aktivitas
Total (U)
Kadar
Protein
(mgmL)
Aktivitas
Spesifik
(Umg)
Tingkat
Kemurnian
(kali)
perolehan
()
Ekstrak
Kasar
3000
291
873000
02265
1285
1
100
Hasil
Fraksi
(20-90)
ammonium
sulfat
150
3943
591450
0790
4991
39
68
Hasil
Dialisis
300 1416 424800 0188 7532 59 49
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
379
Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian
Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian
Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada
berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit
Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah
diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar
dapat digunakan dalam industri
Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu
65oC terhadap waktu
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
380
Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian
Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04
06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat
dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim
hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL
Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian
SIMPULAN
Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59
kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg
Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim
hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar
20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1
Vmaks =
147058 μmol mL-1
menit-1
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
381
REFERENSI
Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd
ed John
Wiley amp Sons Inc Publication New York
Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of
porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure
and activity EMBO J 6 3909-3916
Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis
Horwood Limited West Sussex England 45-52
Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use
of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603
Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their
specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615
Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced
stability Febs Lett 304 (1) 1-3
Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment
with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265
Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying
cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc
Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and
S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural
implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658
Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu
C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from
bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international
pp 1-9
Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial
progress in 21st century Biotech 6 2 174
Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S
(2019) The optimized production purification characterization and application
in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a
new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
382
Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant
of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189
Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and
molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-
43
Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -
Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved
Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418
Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of
extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus
subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74
Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89
Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth
using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied
Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
383
ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN
PUDAU (Artocarpus kemando Miq)
Tati Suhartati Universitas Lampung
Vicka Andini Universitas Lampung
Yandri AS Universitas Lampung
ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis
Escherichia coli
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
tatisuhartatifmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di
Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai
sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin
siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati
et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011
senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan
67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di
Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang
sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -
sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan
senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker
menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah
satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa
flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang
sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan
aktivitas yang berbeda
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
384
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit
cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa
Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung
mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-
388
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus
kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan
Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan
untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang
digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton
(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades
diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60
(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025
mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis
Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap
putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur
titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow
(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman
spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak
(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable
sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah
dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
385
24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC
dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak
11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang
ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A
diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604
gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C
sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik
KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning
(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut
menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana
37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-
heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A
selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37
diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang
sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh
255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)
Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard
artonin E menggunakan tiga sistem eluen
Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli
dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al
(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode
Alley et al 1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak
Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan
347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan
karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada
λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan
karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm
merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin
A
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
386
Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks
347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran
batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH
menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)
Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan
pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada
posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik
terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa
hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus
karbonil
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
387
Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3
Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran
panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan
intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya
perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang
menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah
penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi
terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10
nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)
Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT
dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan
data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang
tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1
Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH
+ AlCl3 + HCl
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
388
Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan
2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau
UV λmaks nm (log ɛ)
Artonin E (Hernawan 2008)
Artonin E (Hasanah 2016)
Senyawa (1)
MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH+ NaOH
MeOH+ NaOH 212 268
MeOH+ NaOH 212 268 368
MeOH+ NaOAc 203 268 347
MeOH+ NaOAc 203 267 347
MeOH+ NaOAc 204 266 346
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 347
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 348
MeOH+ AlCl3 203 226 276 425
MeOH+ AlCl3 204 226 276 414
MeOH+ AlCl3 202 227 276 426
MeOH+ AlCl3
+ HCl 203 226 276 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404
Analisis Spektroskopi Inframerah
Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah
bilangan gelombang 3431 cm-1
yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil
Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1
dan 2924 cm-1
merupakan petunjuk adanya
gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1
menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
389
1562 - 1462 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum
IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)
Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)
5007501000125015001750200025003000350040004500
1cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
T3
43
13
6
29
78
09
29
24
09
16
54
92
15
62
34
15
23
76
14
62
04
13
54
03
12
86
52
12
36
37
11
55
36
10
72
42
96
63
4
83
13
2
76
76
7
69
82
3
61
14
3
44
17
0
2AaV
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
390
Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum
senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum
artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada
bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan
bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan
spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B
(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)
IR (KBr) v (cm-1
)
A B C
3428 3433 3431
2975 2982 2978
2225 2913 2924
1650 1661 1655
1565 1561 1562
1471 1481 1462
1358 1356 1354
1284 1291 1287
1164 1179 1155
964 969 966
835 837 831
Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum
UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)
merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
391
Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli
Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan
Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol (+)
005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk
Konsentrasi senyawa (1)
03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk
Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03
mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona
hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm
sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol
(+)
005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk
Konsentrasi senyawa
(1)
03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk
Kontrol (+)
22 mm 23 mm 27 mm
Kontrol (-) - - -
Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk
04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk
dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9
mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)
memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E
coli
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
392
Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri
terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk
pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang
signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi
dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat
meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al
2012)
Uji Aktivitas Antikanker
Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker
leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50
Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in
vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4
microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji
aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker
sangat aktif terhadap sel leukemia P-388
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat
fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan
aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50
156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk
REFERENSI
Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ
Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug
screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium
assay Cancer Research 48 589-601
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
393
Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility
testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical
Pathology 45(4) 493-496
Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013
Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug
Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72
Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011
Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural
Products Research 25(10) 995-1003
Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and
F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst
Heterocycles 31(5) 877-882
Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas
Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar
Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 52-54
Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali
and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq
Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230
Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang
tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 48-53
Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53
Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids
from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity
Phytochemistry 82 136-142
Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G
A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and
ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of
Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
394
Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder
ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of
Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315
Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
395
AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK
KALSIUM KARBONAT
Suharso Universitas Lampung
Buhani Universitas Lampung
Eka Setiososari Universitas Lampung
Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar
Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim
sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri
(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al
2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak
diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu
salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya
murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi
penting untuk dilakukan
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai
deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk
mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam
menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et
al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan
selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
396
pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun
penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak
semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap
lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini
Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang
dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak
kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap
lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam
sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas
waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik
merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH
universal
Prosedur Penelitian
Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat
dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah
dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal
sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh
dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-
sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC
Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk
melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk
diamati pertumbuhannya
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3
0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan
diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M
dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
397
universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL
dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan
dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas
diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC
selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan
0075 0100 dan 0125 M
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan
pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M
masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk
hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian
campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu
diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama
satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)
Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini
diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm
Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu
dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang
berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan
Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan
pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat
pembentukan kerak CaCO3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded
Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
398
laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini
laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan
konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan
senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan
CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH
tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju
pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi
larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan
inhibitor
Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan
Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan
0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju
pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi
konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal
CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat
mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu
pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta
kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and
Semiat 2006)
020
030
040
050
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
0050 M
0075 M
0100 M
0125 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
399
Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi
Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M
Menggunakan Metode Seeded Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50
150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C
menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi
penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan
penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa
penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal
pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut
membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya
kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula
melarutkan kerak yang terdapat pada pipa
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang
diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan
pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai
jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang
diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya
000
005
010
015
020
025
030
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
kontrol
50 ppm
150 ppm
250 ppm
350 ppm
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
400
nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)
Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x
Dimana
Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan
(gL)
Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat
kesetimbangan (gL)
C0 = berat endapan awal (gL)
Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350
ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut
menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju
pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen
efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat
dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0050 M
No
Penambahan
inhibitor (ppm)
pH
Efektivitas
inhibitor ()
1 0 11 000
2 50 5 2704
3 150 5 9484
4 250 5 1628
5 350 4 2776
Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai
dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor
mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)
Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis
Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH
sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat
(1)
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
401
larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi
konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan
demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan
efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan
efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah
inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini
juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)
Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal
CaCO3
Inhibitor Konsentrasi
inhibitor (ppm)
Efisiensi inhibitor
( IE)
Referensi
AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini
Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008
Homopolimer Asam
Polimaleat
4 67 Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Terpolimer Asam
Polimaleat
4 73
Kopolimer Asam
Polimaleat
4 18
Asam Polikarboksilat 4 70
Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas
2002
C-Metil-4 10 12 22-
Tetrametoksi kalik (4)
Arena
10-100 34-100 Suharso et al 2009
Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011
Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a
Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b
SIMPULAN
Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium
karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas
inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan
penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor
sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
402
REFERENSI
Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan
H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems
International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940
Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination
Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104
Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale
Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry
Research 53 64ndash69
Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004
Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN Serpong
Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal
Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411
Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the
Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors
Desalination 220 345-352
Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED Plants Desalination 124 63ndash74
Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers
as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428
Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of
Chemistry 7(1) 5-9
Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and
Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172
Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry
26(18) 6155-6158
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
403
Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187
Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor
of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106
Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-
Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan
Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas
Lampung
Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds
Desalination and Water Treatment 68 32ndash39
Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur
Indonesia 13(2) 100-104
Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta
Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals
Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396
Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan
(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate
(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45
Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy
Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation
Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210
Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier
Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation
Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
404
PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN
DENGAN METODE ION EXCHANGE
NM Yuhermita Universitas Jambi
N Nazarudin Universitas Jambi
O Alfernando Universitas Jambi
IG Prabasari Universitas Jambi
M Haviz Universitas Lampung
ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil
fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the
alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel
through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study
included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange
method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking
oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of
reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized
by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic
structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and
011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of
catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3
were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a
temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The
activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ
KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel
Cobalt
Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai
upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang
berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan
sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta
ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan
kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)
Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk
mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil
di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan
bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu
diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi
kebutuhan bahan bakar
Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati
(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
405
kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku
dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak
jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas
penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak
jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan
pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik
untuk menghasilkan energi terbarukan
Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat
proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses
tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam
lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang
lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu
katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis
adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi
penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya
umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan
menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung
seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa
2016)
Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert
dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam
kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan
digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode
pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang
dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada
proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam
reforming dan Sintesis Fischer Tropsch
Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan
logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin
tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut
penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan
minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan
Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
406
dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang
digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi
pada proses perengkahan katalitik menurun
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu
Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas
Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula
Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium
Energi dan Nano Material Universitas Jambi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang
aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)
Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air
Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga
Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa
2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang
kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660
ml
Sintesa Katalis
Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah
tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai
dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari
cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing
sebanyak 660 ml
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat
larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-
Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3
masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang
mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer
selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan
katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
407
Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang
sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110
Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi
450oC 500
oC 550
oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit
pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil
setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pre-treatment Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah
penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali
penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan
minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan
kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi
Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan
minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah
setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum
dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir
bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan
berwarna kuning kecoklatan
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
408
Densitas Bahan
Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak
jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang
dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1
Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan
Bahan
Berat bahan
(gr) Densitas Bahan Baku (gr)
Minyak Goreng Kemasan 1730 09534
Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494
Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534
Aquades 1744 09814
Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang
belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak
jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng
kemasan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Aktivasi Arang
Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon
mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan
aktivator Na2CO3
Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori
Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon
aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring
et al 2003)
Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC
selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor
dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
409
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co
Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion
exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga
variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen
selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang
menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil
penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan
menggunakan oven selama 12 jam
Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak
jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak
antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin
mempercepat dalam proses pembentukan produk
Karakterisasi Dengan SEM-EDX
Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat
dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat
pada gambar 3 sampai 5
Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x
Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada
perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan
memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori
arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
410
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX
dirangkum dalam Tabel 2 berikut
Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 3535
2 C 6232
3 P 214
4 Ca 020
Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif
didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur
lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020
Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 319
2 C 9330
3 P 235
4 Ca 031
5 Co 086
Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada
komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak
rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada
perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi
pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
411
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1
Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm
Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 209
2 C 9233
3 P 309
4 Ca 025
5 Co 199
6 Al 016
7 Mg 010
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
412
Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan
peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain
yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan
unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang
ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan
Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran
10000x
Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan
konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi
tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini
disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5
Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3
persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit
Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg
Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan
silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co
Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan
Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
413
Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()
1 Si 029
2 C 9770
3 P 172
4 Ca 006
5 Co 011
6 Al 008
7 Mg 004
Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan
penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis
semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam
yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena
setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih
sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data
kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis
No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3
1 Si 319 209 029
2 C 9330 9233 9770
3 P 235 309 172
4 Ca 031 025 006
5 Co 086 199 011
6 Al 000 016 008
7 Mg 000 010 004
Karakterisasi Dengan XRD
Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola
difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran
panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam
kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi
difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di
steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan
difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
414
Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam
Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada
pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi
2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa
arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD
karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri
dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi
masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576
265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601
Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co
sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3
Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan
265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi
tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-
sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862
362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =
264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542
265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079
Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu
berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2
dan 3 juga berebntuk amorf
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000
36a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
37a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
18a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000 19a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
20a
(a) (b)
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
415
Perengkahan Minyak Jelantah
Perengkahan Termal
Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit
Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500
oC adalah 2456 gr
dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu
450oC adalah 3560 pada suhu 500
oC adalah 4715 dan pada suhu 550
oC adalah
5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas
CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas
Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal
No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()
1
Minyak Jelantah (50)
450 3560
2 500 4715
3 550 5234
Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel
tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan
cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi
peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas
Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur
proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi
(Hartiati 2006)
Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-
Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500
oC dan 550
oC Perbandingan
katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku
adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan
penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di
dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan
Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan
katalitik pada setiap temperatur
Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan
terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen
konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-
Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi
produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
416
cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi
temperatur konversi produk meningkat
Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co
Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761
2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176
3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145
Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi
total produk yang dihasilkan
Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan
Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk
utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak
berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah
dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak
jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)
Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak
Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan
dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat
sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan
katalitik minyak jelantah cukup tinggi
-
2000
4000
6000
8000
10000
12000
450 500 550
C
HP
Co-Arang 1
Co-Arang 2
Co Arang 3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
417
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah
1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP
lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna
coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755
pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550
oC adalah 2104 Untuk Konversi
cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada
suhu 450oC
Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 47553 4987 2580
2 500 9679 26904 6989 3206
3 550 9238 21040 7134 7617
Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1
Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan
katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen
konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan
katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil
perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056
gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550
oC adalah 209 gr Persen
Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500
oC adalah
1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan
(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC
-
10000
20000
30000
40000
50000
450 500 550
C
HP
Temperature degC
Konversi
CHP 1
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
418
Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi
()
1 450 6165 238 5927 3835
2 500 8285 1290 6996 1715
3 550 8824 1025 7799 1176
Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2
Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang
dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada
kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut
(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa
alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat
dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak
ringan akan terputus pada temperatur tinggi
Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3
Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat
pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11
Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 8825 980 7845 1175
2 500 8272 585 7687 1728
3 550 8855 1864 6991 1145
000
500
1000
1500
450 500 550
C
HP
hellip
Konversi CHP 2
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
419
Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu
450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500
oC adalah
13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr
dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang
dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500
oC adalah 585 dan pada
suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan
katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik
menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi
cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan
persen CHP
Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3
Studi Kinetika
Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)
Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil
reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur
tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik
hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana
jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan
sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP
per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R
dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika
nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial
Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan
aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami
penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi
0000
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
450 500 550
Per
sen
CH
P (
)
Temperatur (degC)
Konversi CHP
3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
420
menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi
produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung
sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah
reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit
Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R
1 450 0600 500 0600 550 0600
2 450 0601 500 0600 550 0750
3 450 0600 500 0658 550 0600
Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1
Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah
Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu
Energi Aktivasi
Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius
k = k0 e ndashEaRT
k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas
umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari
harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash
EaRT
dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan
nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan
katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat
dilihat pada tabel 13
Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 1
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 28532 104844
77315 0001293 161423 047886
82315 0001215 12624 023301
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
421
Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah
menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang
didapat adalah sebesar- 4064 kJ
Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 2
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0142 -1948
77315 0001293 0773 -0256
82315 0001215 0574 -0553
Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan
meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi
Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur
550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang
menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13
dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k
0
02
04
06
08
1
12
00012 00013 00014
ln k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
422
Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2
Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314
Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis
Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ
Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 3
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0005 -5136
77315 0001293 0003 -5577
82315 0001215 0011 -4493
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak
jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi
aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ
Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)
No Katalis Energi Aktivasi (kJ)
1 Co-Arang 1 -4064
2 Co-Arang 2 7103
3 Co-Arang 3 2998
-2500
-2000
-1500
-1000
-0500
0000
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
423
Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3
Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi
konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun
SIMPULAN
Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM
semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX
Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co
sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi
Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3
Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan
hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan
CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar
4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh
waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan
katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998
kJ
REFERENSI
Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)
Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi
-12
-1
-08
-06
-04
-02
0
02
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
424
Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -
Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash
76
Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co
and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on
Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal
11 75
Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi
Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan
Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau
Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses
Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02
Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas
Riau
Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First
Edition Marcel DokkerInc New York 13-19
Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau
David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ
Tribhuwana Tunggadewi
Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem
20182(1)16-18
Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada
Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam
Aktif J Tek Kim 22
Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur
Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan
Ampel Surabaya Vol 12 No3
Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram
XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan
Metode Impregnasi J Cis-Trans 1
Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
425
Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP
Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan
Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70
Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Catalytic Cracking Riau Universitas Riau
Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi
10 15ndash26
Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri
Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai
Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion
Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis
Undip
Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan
Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion
Indonesia J Farm 1
Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada
Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis
Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University
Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak
Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM
Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin
Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect
Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With
NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic
Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111
Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit
Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia
Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif
Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa
Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau
Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas
Riau
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
426
Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak
Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2
Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation
temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile
sludge waste Indonesia J Chem 8348-352
Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif
[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui
Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang
Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan
Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran
Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi
Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair
Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse
Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial
Technol 25
Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan
[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]
Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI
10(4) 269-282 Dalam
Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking
Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26
Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia
Volume 02 No1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
427
KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS
ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI
Iis Siti Jahro Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity
Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email
jahrostiisgmailcom
PENDAHULUAN
Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit
dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar
apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp
pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20
dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang
dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih
kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp
menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa
yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah
gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi
mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-
97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman
dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan
abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
428
katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan
otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini
pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A
dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik
dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan
variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi
jumlah lubang pada konventer katalitik
Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan
dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif
sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan
zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas
CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas
CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)
Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah
berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)
zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X
(Jahro dkk 2018)
Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis
reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara
mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah
senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida
menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu
konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan
hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi
N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)
METODE PELAKSANAAN
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari
PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan
Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi
yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-
alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan
karakterisasi konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
429
Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan
Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan
konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge
dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada
suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus
dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari
abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah
berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian
ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan
ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke
dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah
Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk
dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari
suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya
furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan
Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian
emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat
Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter
katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang
berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut
kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian
dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri
dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X
masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi
jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap
zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang
digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan
variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit
sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31
Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer
katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya
terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
430
didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC
dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan
otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen
yang diemisikan dari gas buang
Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas
Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp
Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan
konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel
1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot
kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064
217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif
dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk
gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-
masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya
serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih
tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan
peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer
terhadap masing-masing gas tersebut
Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah
Pulp
No Konventer Katalitik dengan
variasi kadar zeolit X ()
Emisi gas Gas terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
() CO HC CO2
1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -
2 500 052 168 115 1875 2258 800
3 333 047 156 108 2656 2811 136
4 250 053 157 116 1718 2764 720
5 000 058 165 119 938 2396 480
Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh
konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
431
tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811
dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada
penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan
konventer katalitik lainnya
Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan
diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya
digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut
menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar
diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer
katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr
N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)
Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer
katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan
konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas
oksigen sisa pembakaran sebesar 131
Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik
No
Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit X ()
Emisi gas O2
()
Pertambahan O2
yang diemisikan
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 441 23664
333 525 30076
250 297 12672
00 263 100
Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang
diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai
dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas
HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif
yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
432
data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan
kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya
karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi
Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer
Katalitik
Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari
penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif
tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan
konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif
berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk
gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih
tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih
aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit
X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari
limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X
Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis
Konventer Katalitik
dengan Variasi Kadar
Zeolit A ()
Emisi Gas Gas Terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
()
CO
HC
CO2
Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -
500 049 155 107 234 285 144
333 047 152 105 265 298 160
250 041 138 93 359 364 256
00 058 165 119 938 2396 480
Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah
berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik
dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2
terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap
oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
433
250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil
membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2
berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597
Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan
otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan
pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran
pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A
sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi
dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333
Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A
No Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit A ()
Emisi Gas O2
()
Pertambahan O2
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 508 287
333 621 361
250 693 429
00 263 100
Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan
pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik
dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan
zeolit X
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang
dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah
lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
434
Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan
variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2
Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7
Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X
dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang
sebanyak 5 buah
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC
kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-
masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
435
ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana
semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar
peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)
Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit X versus persentase gas terserap
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan
daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas
oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang
digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik
dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321
Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan
jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir
26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7
buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
436
tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata
lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 sudah optimum
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit A versus persentase gas terserap
Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian
152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing
gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
437
berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar
dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap
pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar
109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan
konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-
masing molekul gas CO HC dan CO2
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas
oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya
jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas
oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7
berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya
mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan
konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar
65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik
dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat
meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah
lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum
optimum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan
konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer
sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya
meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada
konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer
katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah
konventer katalitik dengan katalis zeolit X
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
438
REFERENSI
Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions
Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal
for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22
Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk
Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang
Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari
Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai
Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan
Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi
Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan
Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp
dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As
Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and
modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia
Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile
Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33
Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed
Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara
Teknologi 8 (3) 69-76
Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification
as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis
Universiti Teknologi Malaysia
Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5
Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414
Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan
Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan
Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan
Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for
Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food
Technology 8(1) 68-71
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
439
PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION
NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC
Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi
Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di
dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit
terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki
kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
440
Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan
seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel
dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel
dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah
berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini
dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh
produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak
menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai
diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium
Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh
Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang
mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan
menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari
seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan
menggunakan Cyanex 272
Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses
solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk
memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan
ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid
secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga
menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)
Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya
menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini
sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan
cyanex
Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-
parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk
mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam
larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam
larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses
ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan
aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada
penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada
analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk
mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
441
biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang
digunakan
Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara
El wt () El wt ()
LE 7825 Cl 1253
Fe 1097 Cr 0323
Si 5427 Mn 0177
K 1259 Co 004
Al 0579 S 0022
Ni 0514 Sb 0022
Ca 065 Cd 0015
Zn 00087 Sn 0016
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit
asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur
(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3
Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan
pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching
dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari
proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur
(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik
berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara
fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel
percobaan yaitu Tabel2
Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan
kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir
dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik
mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan
organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses
solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan
Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan
mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada
Gambar 1
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
442
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal
Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan
XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus
(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari
Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite
[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat
dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt
dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang
terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga
untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan
menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan
proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption
Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray
Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel
kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3
Gambar 1 Skema proses Batch Extraction
ProdukAqueous batch Organic
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
443
Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi
No pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3
4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2
7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1
Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH
pH Konsentrasi
Ni (ppm)
Konsentrasi
Ca ()
2 9698 426
25 10892 957
3 23563 1153
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
444
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
445
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
446
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
447
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun
dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh
reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
448
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan
semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat
perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang
dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3
jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous
telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa
organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi
reaksi reversible dari persamaan 1
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
449
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian
serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar
pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10
(sepuluh) literatur acuan
Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th
Edition (American
Psychological Association)
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
450
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
451
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
452
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
453
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan
penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi
reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
454
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
455
Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah
kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara
nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses
2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor
kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion
hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion
hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari
persamaan 1
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah
dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai
faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua
dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam
REFERENSI
SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from
multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction
using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177
Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review
Chesmistry for Suistainable Development 1281-91
Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley
amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
456
Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp
CoKGaA India
Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals
Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH
Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium
magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of
carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy pp 333-338
McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I
Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35
Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt
from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS
International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017
PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel
Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 12(3)195-207
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply
Demand Mineral Desember 2012
RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc
New York
Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt
from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier
Hydrometallurgy 169 67-68
SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui
Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108
US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017
Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut
Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
457
ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG
DARI BUAH Shorea sumatrana
Yusnelti Universitas Jambi
Muhaimin Universitas Jambi
Richo Giwana Resdy
Maulana Universitas Sumatera
Utara
ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email
yusneltiunjaacid
PENDAHULUAN
Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang
150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya
shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet
maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat
belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan
tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin
sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)
Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik
(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada
mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)
Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan
salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal
dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati
dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat
minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet
penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi
Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
458
bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar
lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal
dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan
minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar
membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong
sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah
shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu
dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut
organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah
tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan
lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati
dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak
nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang
dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode
pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak
menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan
proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea
sumatrana
METODE PELAKSANAAN
Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas
matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda
menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di
shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang
dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg
IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana
Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang
digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur
kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan
lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan
uinversitas Jambi
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
459
Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran
Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak
hasil kempa
Ekstraksi Minyak
Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring
dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan
dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi
sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis
kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat
menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan
proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
460
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono
1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi
soxhlet
Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC
dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar
lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC
2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan
menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil
sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana
seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu
kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang
Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)
No Sampel Bahan kering
105 0C ()
Kadar Abu
()
Lemak
()
Protein
()
KH
()
1 Minyak nabati tengkawang
991680 18469 888674 08770 75766
Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar
8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea
stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar
923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (
Junaidi et al 2007)
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam
serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil
eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)
heksana dan hidrokarbon lainnya
Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh
terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
461
soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus
dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena
umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini
merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N
bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip
kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus
et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel
komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam
tubuh (Mustika 2012)
Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur
tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel
otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)
Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat
dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin
selulosa dan pati (Setiyono 2011)
Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat
fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea
stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat
fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan
Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan
sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea
shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat
tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan
tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak
tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari
minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-
obatan (Alamendah 2009)
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
462
Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi
kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan
dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar
membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari
minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai
produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain
sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun
yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan
minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di
dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk
produk lilin dan sabun (Putri 2013)
SIMPULAN
Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal
dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680
kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770
dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674
REFERENSI
Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website
httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali
Diakses tanggal 18 Nopember 2009
Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB
Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali
dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-
Karbohidrat
Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang
(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree
(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available
fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351
Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji
tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
463
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147
ISSN 1411 ndash 0903
Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji
tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943
RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual
Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab
Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh
perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu
lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta
Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty
NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis
kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia
httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD
E_SOXHLET_AOAC_2005_
Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung
Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak
tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of
Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378
e-mail resapangersagyahoocom
Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung
dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo
Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang
oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis
Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara
Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
465
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK
LOKAL KALIMANTAN SELATAN
EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL
LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN
Azidi Irwan
Universitas Lambung
Mangkurat
Kholifatu Rosyidah
Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark
KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail
airwanulmacid
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam
Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak
atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan
bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang
mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi
kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan
bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)
Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit
sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki
perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
466
telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah
lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil
mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-
bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan
sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di
bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)
Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air
(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan
penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam
penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air
mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada
kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak
sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et
al 2014)
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai
sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi
masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-
ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih
mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)
Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan
menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)
Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah
limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil
asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri
2013)
Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di
mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode
pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel
kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian
Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri
dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan
semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan
minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang
minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen
kimianya dengan GC-MS
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
467
METODE DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet
volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air
termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik
penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades
Prosedur Kerja
1 Preparasi Sampel
Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya
dengan kulit yang keringnya
2 Distilasi
a Distilasi Kulit Segar
Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan
kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari
batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih
mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan
dalam lemari pendingin
b Distilasi Kulit Kering
Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke
dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri
kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari
pendingin
c Karakterisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi
rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol
70
d Kandungan komponen minyak atsiri
Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit
dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari
masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
468
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4
anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483
a Berat Jenis
Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL
Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan
dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI
Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis
minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat
mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi
dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi
b Putaran Optik
Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter
Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel
kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI
persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri
memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang
terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi
c Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan
refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989
Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-
beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit
limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis
semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak
atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70
Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan
minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup
berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes
Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang
bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume
minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar
11 Sedangkan untuk sampel kering 15
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
469
e Kandungan komponen minyak atsiri
Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar
Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi
yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut
diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel segar
Puncak (peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10042 047 α-thujena 92
2 10327 177 α-pinena 94
3 11848 153 sabinena 93
4 12067 906 β-pinena 96
5 12469 130 mirsena 95
6 13007 046 oktanal 91
7 13513 038 α-terpinena 93
8 13833 087 benzena (1-metil-x-
Isopropil) 92
9 14171 6296 limonena 95
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
470
10 15124 1768 γ-terpenena 95
11 15999 090 terpenolena 94
12 19274 048 terpeni-4-ol 94
13 19792 086 α-terpeniol 94
14 20003 048 dodekanal 90
15 28138 079 germakrena 90
Total 100
Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering
Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel kering
Puncak
(peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10037 042 α-thujena 92
2 10322 177 α-pinena 94
3 11847 119 sabinena 94
4 12061 930 β-pinena 96
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
471
5 12464 118 mirsena 95
6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-
isopropil) 94
7 14158 6397 limonena 96
8 15104 1511 γ-terpenena 96
9 15463 043 linalool oksida 92
10 16001 054 alosimena 91
11 19283 120 terpeni-4-ol 93
12 19825 098 α-terpeniol 95
13 20002 076 dodecanal 89
14 26740 020 1) trans-α-
bergamotena
90
15 28135 042 germacrena 88
Total 100
Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit
hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk
sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal
konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)
γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)
Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena
(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi
perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering
terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih
kecil
Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)
dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi
sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain
Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal
753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan
et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan
hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena
2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
472
metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena
3925 dan lain-lain
Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit
buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal
seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data
tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)
Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan
berbagai metode pengambilanekstraksi
Senyawa
Komposisi komponen utama pada minyak atsiri
jeruk purut
1 2 3 4
sitronelal 1167 2385 753 1748
limonena 1416 113 2068 2872
α-pinena - - - -
β-pinena 3925 182 3296 715
sabinena - 155 3122 2749
Keterangan
1 Jantan et al (1996) metode distilasi air
2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air
3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap
4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air
Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang
polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih
panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar
yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada
sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin
banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks
biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang
meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen
berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat
pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
bakteri
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
473
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat
jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan
kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar
0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias
14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak
atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar
adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena
(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar
limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan
terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi
yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak
atsiri kulit buah limau kuit
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana
penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan
mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia
tanaman limau kuit
REFERENSI
Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom
(diakses 26 Januari 2017)
Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia
MIPA UNDIP Semarang
Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal
Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil
Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and
Technology vol 42 777-780
Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press
Jakarta
Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous
Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using
Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-
5
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
474
Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit
Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah
Tropika vol 30(6) 7-8
Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical
composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632
Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013
ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated
Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian
Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369
Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta
Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri
dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam
Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101
Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic
Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817
Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif
Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan
Transmigrasi Pekanbaru 1-24
Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner
A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of
selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol
32(6) 589-598
Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013
ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam
Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326
ndash 339
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
475
STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM
SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA
ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES
IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND
CYCLOHEXANE SYSTEM
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Nurul Aisyah
Universitas Negeri
Padang
Umar Kalmar
Nizar
Universitas Negeri
Padang
Deski Beri
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan
farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat
karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk
berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al
2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara
termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen
penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
476
Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi
dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal
kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-
komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk
dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena
banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya
menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat
kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan
Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana
diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia
dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu
kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna
merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh
dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan
methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black
Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan
sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah
(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian
Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak
mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah
2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan
surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi
pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi
dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami
perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem
air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut
menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow
mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara
dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo
mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan
sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna
merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl
red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
477
Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis
acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1
mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)
sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata
Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit
ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan
menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95
Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana
Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan
perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam
perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram
Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana
HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan
komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner
Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex
mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan
dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi
dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk
membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi
dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat
dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan
pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95
Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue
Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah
dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil
methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam
sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya
endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan
optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
478
Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
1 Pengukuran Indeks Bias
Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan
penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan
skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk
sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat
tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran
indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C
dengan menggunakan rumus
( )
Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna
2 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald
type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua
Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung
bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan
Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir
melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh
mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh
dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke
viskositas dinamik digunakan rumus
( )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi
Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam
bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh
campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam
minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi
surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah
struktur asosiasi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
479
Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45
Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7
Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
480
Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa
terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan
struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH
(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-
ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan
air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus
hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari
surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan
mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak
terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam
Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah
keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran
OH- maka ketersediaan H
+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat
dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi
minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan
dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)
Kelarutan Zat Warna
Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air
surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam
mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada
pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar
pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red
akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62
maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue
dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru
pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan
warna hijau (Merk 2008 2013)
Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methyl red
Mikroemulsi 04916 mgmL
Kristal cair lamelar 06318 mgmL
Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methylene Blue
pH 7 pH 95
Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL
Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
481
Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat
berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-
molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan
methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air
Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan
methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus
polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi
lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair
lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih
rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair
lamelar
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan
pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias
dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan
sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna
Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan
methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah
ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem
akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
482
menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari
sistem juga bertambah besar
Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami
perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias
dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan
sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan
methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi
dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red
Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum
dan sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum
ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat
warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar
seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada
mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7
Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
483
Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7
setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue
Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
484
Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih
kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah
ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias
mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130
Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum
dan sesudah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH
95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum
ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem
membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks
bias air)
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral
dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam
netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer
ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan
oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
485
Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
setelah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada
mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai
viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah
penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum
penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red
Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel
mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi
tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
486
kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar
dibandingkan sebelum penambahan zat warna
Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
setelah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami
perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95
setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil
setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah
ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah
penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan
zat warna
SIMPULAN
Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu
mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red
paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan
sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue
paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak
20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis
dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan
setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene
blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks
bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna
mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
487
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 456UN3513LT2019
REFERENSI
Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of
Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and
Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)
305ndash310
Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions
stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050
Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue
dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang
Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article
Microemulsions Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1
(February) 39ndash51
Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and
Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
488
KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)
COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT
(Aloe vera Linn)
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Fanny Zahratul
Hayati
Universitas Negeri
Padang
Sherly Kasuma
Warda Ningsih
Universitas Negeri
Padang
Elsa Yuniarti
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131
Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk
pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya
yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang
(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan
SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki
kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus
tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya
maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
489
menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et
al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu
kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis
Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan
elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga
membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks
sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan
alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah
Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh
dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk
(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)
menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen
anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)
Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan
saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan
pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk
regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi
membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul
pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan
polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated
mannose) (Ening 2007)
Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan
suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia
medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang
akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4
hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan
tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat
kristalinitas) yang diinginkan
BAHAN DAN METODE
Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit
selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur
gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk
KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter
(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker
(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test
(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength
(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-
0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan
merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical
X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
490
panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain
lap koran karet gelang tisu dan kertas label
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar
Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir
(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto
Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A
xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi
Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT
Brataco Bandung) aquades dan air
Preparasi SB
Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven
dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci
stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10
gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan
dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan
di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan
kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan
kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum
Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah
SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen
Pencucian dan Pemurnian SB
SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam
selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan
NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1
hari sekali
Pembuatan Ekstrak LB
LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam
pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB
kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel
yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu
diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring
menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler
untuk preparasi KSB-ELB
Preparasi KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
491
SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm
SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu
perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu
perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu
perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan
tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan
sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik
dan dapat digunakan untuk karakterisasi
Karakteristik KSB-ELB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB
dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus
Wc() Wb Wk
Wb
x100
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB
yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih
Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut
dimana
P = Kuat tekan (Pa)
F = gaya tekan (N) dan
A = luas penampang benda (m2)
c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)
Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB
selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya
maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang
digunakan berukuran 15x2x1 cm
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur
nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600
cm-1 hingga 4000 cm-1
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
492
Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan
difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB
Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil
difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat
fasa kristalin dan amorf)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi SB
Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan
bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH
dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH
4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum
dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril
Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh
goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan
dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)
Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi
goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling
berikatan
Pemurnian dan Pencucian SB
Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB
yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui
ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk
menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan
menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap
mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat
merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat
menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan
hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak
Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari
hasil fermentasi
Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang
kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan
dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah
didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB
ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya
2013)
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
493
Preparasi KSB-ELB
Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB
dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman
KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker
diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang
terdapat pada SB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air
dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-
ELB
Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-
ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB
sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi
penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi
secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami
peningkatan dan penurunan untuk seterusnya
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB
maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan
pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses
adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB
Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat
tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin
banyak filler ELB yang masuk dalam SB
99992994996998100
0 1 2 3 4
Wat
er
Co
nte
nt
()
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
494
Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB
Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)
Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-
ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai
kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding
dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan
(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi
rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai
regangan dari SB semakin turun
Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada
hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini
terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada
hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka
semakin banyak filler yang masuk pada matriks
Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB
Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda
terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu
perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan
Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih
tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat
tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB
maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi
secara fisika
0
05
1
15
2
25
3
0 1 2 3 4
Co
mp
ress
ive S
tren
gh
t (M
Pa
)
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB murniSB
KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
495
Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat
tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang
4000-600 cm-1
vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1
) C-H (2901 cm-
1) C-O (1370 cm
-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm
-1 dan 1068 cm
-1)
(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)
SB b) LB c) KSB-ELB
Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi
bilangan gelombang 333686 cm-1
yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol
vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1
menunjukkan adanya cincin siklis
lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)
sekitar 1000 cm-1
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
496
Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB
Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi
Sampel O-H C-H C-O C-O-C
λ λ λ λ
SB 333685 291471 145703 103391
LB 333379 210123 163799 104162
KSB-ELB 333818 289359 132598 102915
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi
yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra
FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran
batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan
gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan
pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-
ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan
merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga
membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
497
Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB
Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang
digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas
dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter
atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar
menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya
Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB
Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas
()
SB 02073 00657 01416 6830
KSB-ELB 01976 00611 01365 6907
Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini
menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat
kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari
KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari
KSB-ELB
UCAPAN TERIMA KASIH
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
498
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 457UN3513LT2019
REFERENSI
Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem
Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171
Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of
Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre
amp Textile Research Vol 39 93-96
Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-
like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo
doi101007s10570-009-9357-2
Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang
Padang Indonesia
Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat
dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains
Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23
Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya
sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07
Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose
Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460
Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi
Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo
Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162
Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang
Semarang
Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from
Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471
- 1ekapdf
- 2 devi silsiapdf
- 3herlinapdf
- 4pasar maulimpdf
- 5budanipdf
- 6Dwi Rasypdf
- 7Tutipdf
- 8Indra Tariganpdf
- 9Yandriipdf
- 10Tati Suhartati1pdf
- 11Suharsopdf
- 12Noviapdf
- 13Iis Sitipdf
- 14sudibyo1pdf
- 15Yusnelti1pdf
- 16pdf
- 17pdf
- 18pdf
-
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
304
terurai dalam perairan dinyatakan dengan MgO2L diperoleh rata-rata nilai COD
sebesar 44 4345 mgL berdasarkan PP RI No 82 Tahun 2001 kriteria baik sebesar 50
mgL sehingga air dalam kondisi baik Oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen
yang terdapat di udara dan hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton
Kelarutan oksigen juga di pengaruhi suhu yaitu akan mengalami penurunan pada
suhu yang meningkat Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh semua biota air yaitu
untuk respirasi aktivitas biota air dan penguraian bahan organic oleh bakteri
decomposer
Logam Berat Pb pada ikan kapiat
Loga berat Pb dapat berasal dari partikel logam yang terdapat di udara yang
terbawa air hujan aktivitas manusia seperti indutri maupun limbah rumah tangga
lainnya logam ini dapat terakumulasi pada ikan yang terdaat di sungai kelinngi salah
satu jenis ikannya yakni ikan kapiat Hasil Penelitian menunjukkan kadar Pb 0137
mgkg Berdasarkan SNI 27292013 logam Pb yang dikandung pada ikan kapiat
berada dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan yakni sebesar 03
mgkg
Keberadaan logam Pb dalam tubuh ikan kapiat tidak melebihi ambang batas
yang diizinkan namun engkonsumsi ikan yang sudah tercemar oleh logam berat perlu
diwaspadai mengingat sifat logam yang dapat terakumulasi dalam organ ubuh jika
dikonsumsi terus menerus dan dalam jumlah yang banyak Palar (2004) logam Pb
merupakan logam nonesensial yang keberadaanya dalam tubuh mahluk hidup idak
diharapkan Keberadaan logam Pb dalam tubuh seringkali menghambat logam
esensial dalam aktivitas kera enzim dan bersifat menghambat kerja enzim
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian kualitas air dan cemaran logam Pb pada ikan kapiat
dapat disimpulkan bahwa kualitas air di sungai kelinggi kota Lubuklinggau dalam
kondisi baik dilihat dari parameter pH DO COD dan BOD Ikan kapiat telah
mengandung cemaran logam berat namun nilai kandungan logam berat berada
dibawah ambang batas yang ditetapkan menurut PP RI No 82 Tahun 2001 yaitu
0137 mgkg maksimum yakni 03 mgkg
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
305
REFERENSI
Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian
Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan
Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian
UNIB
Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta
Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan
Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu
kelautan Universitas Hasanuddin Makasar
Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of
the Cambodian Mekong FAO Italy
Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota
Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018
SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut
Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional
SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer
Badan Standarisasi Nasional
Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor
Pertanian Makassar Pjar Press
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
306
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN
BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI
Devi Silsia Universitas Bengkulu
Syafnil Universitas Bengkulu
Irma Manik Universitas Bengkulu
ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371
Indonesia Email devisilsiaunibacid
PENDAHULUAN
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi
selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan
saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan
busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan
penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan
beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk
pembersih kulit yang diminati
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan
sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun
minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi
karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
307
terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan
busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya
cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)
Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak
dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond
merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari
bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan
kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan
meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan
mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika
minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi
produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat
pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk
oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun
transparan
Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih
memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan
tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam
penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk
kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat
dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat
menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan
nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada
sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang
dihasilkan (Apriyani 2013)
Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh
dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk
kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi
yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri
pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya
7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk
kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma
yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et
al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi
sebagai aroma pada pembuatan sabun cair
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
308
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun
transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui
sabun transparan yang paling disukai panelis
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil
dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP
Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir
akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah
gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot
plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer
dan satu set pendingin tegak
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3
ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan
No Bahan Perlakuan
1 2 3
1 Minyat sawit (g) 60 60 60
2 Asam stearate (g) 21 21 21
3 NaOH 30 (g) 60 60 60
4 Etanol 96 (g) 45 45 45
5 Gliserin (g) 39 39 39
6 Gula pasir (g) 45 45 45
7 Akuades (g) 252 252 252
8 NaCl (g) 06 06 06
9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02
10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
309
Tahapan Penelitian
(1) Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu
80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran
dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching
dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama
30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan
proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya
(2) Pembuatan Sabun Transparan
Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada
metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang
sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu
70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat
dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu
diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan
pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan
terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan
proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian
suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan
ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring
dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Parameter yang Diamati
Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air
dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan
menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran
tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)
kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan
tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan
terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis
diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash
5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
310
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit
telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan
pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik
fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada
Gambar 1
Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit
Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini
selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis
yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat
kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan
karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam
produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada
saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades
yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil
sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan
dapat dilihat pada Gambar 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
311
Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293
Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan
minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam
sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-
1994) yaitu sebesar 15
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika
dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini
diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak
sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari
hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang
digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh
putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang
menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent
Kekerasan
Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan
Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau
perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari
lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan
seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik
2113
2273 2293
20
205
21
215
22
225
23
235
1 2 3
Kadar Air ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
312
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang
digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang
dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam
palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan
busa
Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4
Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari
Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml
adalah sabun yang paling lunak
Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada
penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini
disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada
sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun
transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka
kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang
ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No
06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan
Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun
Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit
dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah
mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga
0020
0024
0022
0018
0019
0020
0021
0022
0023
0024
0025
1 2 3
Kekerasan (mmgs)
Penambahan Minyak Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
313
berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat
pada Gambar 6
Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan
Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1
ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana
pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga
karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas
7778
6516
6892
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
1 2 3
Stabilitas Busa ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
314
busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang
digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan
asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam
palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit
pH
Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran
nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-
3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi
mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi
bersifat asam
Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi
Penambahan minyak kalamansi (ml) pH
1 1075
2 1073
3 1062
Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun
Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH
(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian
Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara
978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi
Kadar Alkali Bebas
Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam
minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari
reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu
setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi
berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat
disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan
untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki
kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan
cepat
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
315
Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar
alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml
Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak
jeruk kalamansi
Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini
diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis
Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa
Tingkat Penerimaan Panelis
Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan
adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun
tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat
kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat
pada Tabel 3
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap
warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan
yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini
diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki
019
015
018
0
002
004
006
008
01
012
014
016
018
02
1 2 3
Alkali Bebas ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
316
warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah
Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen
Parameter
Uji
Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan
dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi
1 ml 2 ml 3 ml
Warna 360 352 336
Aroma 348 392 356
Transparansi 372 328 328
Tekstur 384 376 368
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam
range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan
penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis
terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan
utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya
menguap
Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada
sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi
sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan
sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka
faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan
Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba
tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur
keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat
pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384
Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut
Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan
SIMPULAN
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293
kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075
dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis
adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak
sawit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
317
REFERENSI
Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From
Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology 5(4) 349-356
Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan
httpeprintsumsacid
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016
Dewan Standarisasi Nasional Jakarta
Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit
Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44
Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun
Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53
Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan
Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk
httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-
46informasi-teknologi
Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal
Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68
Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker
2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal
Plants Medicines 3 (2) 2-11
Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on
Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of
Surfactant and Detergent 2(4) 489-493
Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB
Information Series MPOB TT No 433
Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan
Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
318
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian 9 (2)82-88
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap
Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas
Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk
Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS
PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455
Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil
Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu
WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan
Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung
5(3) 125-136
Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor Bogor
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
319
RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
Di LAHAN MASAM BENGKULU
Herlina Universitas Dehasen
Bengkulu
Evi Andriani Universitas Dehasen
Bengkulu
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land
Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32
Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid
PENDAHULUAN
Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang
termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia
Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar
dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di
wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)
Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah
diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem
pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin
2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri
seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al
2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
320
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan
rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880
mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun
-1
(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar
garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi
(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1
) dan suhu rendah antara 9-10 oC
(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata
14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun
-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)
Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi
(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah
dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl
dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan
produksi biji sebesar 36305 kg ha-1
dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1
Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum
maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian
550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC
tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah
Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam
aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)
Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$
244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di
Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal
yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah
satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar
25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)
Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah
mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi
beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya
jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya
spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi
tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar
lingkungan tumbuh optimalnya
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
321
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari
India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu
pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf
yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis
pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi
pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan
percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman
tengah
Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai
perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam
polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan
berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian
belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya
ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih
diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5
M
kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per
polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag
pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur
pertanian 2 g per polibag
Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban
dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan
terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black
spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian
dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf kepercayaan 95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan Tumbuh
Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
322
laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi
organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil
tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas
maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman
kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi
beberapa enzim
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan
hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-
174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia
khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan
asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu
minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan
masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan
tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu
Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam
Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman
secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman
memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya
untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan
toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu
spesies atau aksesi (Dubey 1995)
00
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Su
hu
(oC
)
T Max T Min T Harian
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kele
mb
ab
an
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
323
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman
Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan
tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka
tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti
perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan
hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda
diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan
mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat
melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini
Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun
Jenis Pupuk Kandang
Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata
terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman
yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal
sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi
Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang
digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan
diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga
daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi
penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman
suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh
optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam
meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al
(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah
pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun
Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai
luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait
sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara
umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
324
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang
merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi
dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar
bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun
tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait
dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain
menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-
organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan
perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap
aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
pertumbuhan tanaman
Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b
Jenis Pupuk Kandang
Klorofil-a Klorofil-b
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062
ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a
Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil
Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan
klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan
antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang
sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total
klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan
klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan
aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika
tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria
penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
325
terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau
pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi
oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio
klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol
dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel
3)
Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b
ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya
cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam
aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut
berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman
Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam
menghadapi cekaman
Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan
antosianin
Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399
ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a
Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India
paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru
sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang
relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil
paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media
tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat
sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi
Kuwait dibanding kontrol
Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu
menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan
lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada
klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri
dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
326
terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada
Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah
fisiologis jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Tebal Daun (cm)
Luas Daun (cm
2)
Klorofil-a Klorofil-b
Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria
Kuwait 0196 bc 0215 a
4109 a 2934 d
1156 ab 1092 ab
0442 a 0392 c
Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria
Kuwait 0180 d 0205 ab
3706 bc 2895 d
1178 a 1154 ab
0448 a 0413 b
Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi
jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin
Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria
Kuwait 1598 a 1483 bc
0378 de 0374 de
0048 a 0046 a
Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria
Kuwait 1616 a 1567 ab
0399 cd 0436 ab
0028 c 0043 ab
Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter
peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin
kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang
pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai
terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi
pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat
menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid
merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
327
tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya
terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)
SIMPULAN
Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat
dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih
tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi
Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman
jintan hitam
REFERENSI
Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella
sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50
Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on
the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of
Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51
[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013
Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik
Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated
vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins
Plants (Basel) 3(4) 498-512
Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook
of Plant and Crop Stress
Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM
Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
hlm 59-82
Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi
Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron
Indonesia 2017 45(3) 323 -330
Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
328
Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella
sativa L
to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897
AJAR111813
Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of
temperature
to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and
Apllied Research 20(1) 1-9
Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009
Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some
soil properties World J Agri Sci (5)408-414
Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some
Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150
Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk
efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140
Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46
Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-
review International Research Journal of Pharmacy 236-39
Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan
hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J
Agron Indonesia 42(2)158-165
Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral
reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental
stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg
101016S0034-4257(02)00010-X
Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc
Publisher Massachussetts 782 p
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
329
Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural
practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under
rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397
Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield
and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in
Environmental Biology 6855-858
Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in
salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
330
OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING
TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN
Pasar Maulim
Silitonga Universitas Negeri
Medan
Melva Silitonga Universitas Negeri
Medan
Meida Nugrahalia Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email
pasarsilitongagmailcom
PENDAHULUAN
Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan
membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara
mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut
(imunisasi pasif)
Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005
Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
331
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif
sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah
memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah
diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani
2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian
permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap
butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam
yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur
adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin
B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal
posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan
mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi
IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY
anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen
(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan
suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku
umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin
dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit
lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi
Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh
invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia
dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara
biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga
dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal
(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya
bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin
dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning
telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat
perlu dilakukan
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
332
METODE PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)
siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut
Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada
media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi
pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5
ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml
NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk
menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air
pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin
untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)
Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan
suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat
yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan
Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu
Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum
komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari
adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air
minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal
2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml
(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut
Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga
dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur
diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan
pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan
kadar IgY anti diare kuning telur
Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)
Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast
Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
333
IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-
masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji
agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur
ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil
Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan
Tingkatan yang Berbeda
Ulangan
Tingkatan Piridoksin
S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi
1 + + +
2 + + +
3 + + +
4 + + +
Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP
IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji
AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY
setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap
perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi
Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda
Peubah
Tingkatan Piridoksin
S1
Defisiensi
S2
Normal
S3
Suplementasi
Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a
2046 plusmn0043b
2134 plusmn 0044c
Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir
Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh
tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam
(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
334
IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi
piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam
kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan
1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam
White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan
mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi
empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu
menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus
sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada
ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122
plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan
adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur
berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning
telur
SIMPULAN
Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah
dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning
telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana
produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin
Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin
berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur
ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang
diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan
berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
335
REFERENSI
Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta
Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori
Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15
Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor
Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing
Alternative Promega Notes Magazine (46) 11
Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY
antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41
NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi
Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-
1094
Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006
Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7
(3) 92-103
SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of
IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31
(1) 109-122
Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328
Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam
Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan
diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan
Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
336
Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y
spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28
Universitatis Upsaliensis Upsala
Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah
Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40
Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi
IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam
Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
337
KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA
HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA
Buhani Universitas Lampung
Ismi Aditya Universitas Lampung
Suharso Universitas Lampung
ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri
Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid
PENDAHULUAN
Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara
luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri
tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan
sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et
al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon
aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat
Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil
terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al
2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat
pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa
et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan
pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah
sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan
Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah
limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda
adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping
yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
338
Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis
adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang
memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan
secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)
Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk
menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al
2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa
kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat
jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris
dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan
secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk
granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai
upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan
berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)
Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan
adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV
dan MB dalam larutan
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian
ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil
ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa
Pembuatan adsorben HASS
Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat
konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus
hingga ukuran 100-200 mesh
Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka
(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam
tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram
biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
339
dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk
disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci
dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben
HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR
Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur
dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)
Eksperimen adsorpsi
Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan
menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model
kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi
zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk
menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang
gelombang λmax =591 dan 664 nm
Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa
adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)
(1)
Dimana Co dan Ce (mg L-1
) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum
dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume
larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karaterisasi adsorben
Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer
IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS
dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi
prekursor
Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat
serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1
menunjukkan
vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada
siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1
Pita
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
340
serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1
muncul
puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada
bilangan gelombang 163564 cm-1
muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH
dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)
Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan
pada bilangan gelombang 3387 cm-1
yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang
tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal
dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga
Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada
daerah bilangan gelombang 165878 cm-1
dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1
menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik
serapan dari biomassa alga Spirulina sp
Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
341
Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita
serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1
yang merupakan vibrasi
ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang
79467 cm-1
merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada
daerah 45000 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1
muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)
Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan
munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-
1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-
OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1
disebabkan oleh pengurangan gugus
silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et
al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)
0 2 4 6 8 10 12keV
0
2
4
6
8
10
12
14
cpseV
O Si C
Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS
Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil
hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis
morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben
HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa
unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini
menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika
dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
342
Pengaruh pH
Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan
menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar
3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan
adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat
pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan
adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika
mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan
carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika
yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi
kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif
HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak
optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna
CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan
interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs
aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)
Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi
ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada
adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh
adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min
dan temperatur 27C)
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
q (
mg
g-1
)
pH
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
343
Kinetika Adsorpsi
Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS
dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS
dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4
dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat
Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit
ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan
pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan
kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB
teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL
pH=8 dan temperatur 27C)
Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada
Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan
menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2
(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)
tk
qqq tte3032
log)log( 1 (2)
0
10
20
30
40
50
0 15 30 45 60 75 90 105
q (
mg
g-1
)
Waktu (menit)
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
344
eet q
t
qkq
t
2
2
1
(3)
Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan
bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS
cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai
koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika
pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan
0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)
Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat
pewarna MB dan CV pada adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
345
Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB
dan CV pada adsorben HASS
Adsorbat
Pseudo orde satu Pseudo orde dua
qe
(mg g-1
)
k1 (1 min-1
) R2 k2
(g mg-1min
-1)
R2
MB 43960
0101 0870 0204
0970
CV 42570 0086 0974 0302
0960
SIMPULAN
Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru
(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan
MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo
orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat
pewarna CV dan MB dalam larutan
REFERENSI
Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009
Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from
aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365
Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I
2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for
organic dye removal J Clean Prod 137 189-194
Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite
nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution
Appl Surf Sci 333 68ndash77
Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting
cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and
capacity of Cd2+
ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429
Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition
of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-
silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
346
Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)
Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass
modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80
203ndash213
Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of
Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in
solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880
Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion
in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-
silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870
Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica
through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci
Res 51(4) 467ndash476
Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with
silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from
solution Orient J Chem 28(1) 271-278
Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar
A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of
operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152
443-453
Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration
with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene
blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287
Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from
aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of
Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10
Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)
Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium
and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888
Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green
algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater
152 407-414
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
347
Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass
derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci
Technol 24 220-228
Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-
polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng
5(1)103-113
Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015
Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective
removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-
75
Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira
SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers
on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-
322
Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption
of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut
tree J Hazard Mater B136 800ndash808
Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene
blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm
thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash
359
Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by
Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111
Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated
mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal
removal J Hazard Mater 152 690-698
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
348
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI
TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN
POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung
Mangkurat
Ria Shafitri ARH Universitas Lambung
Mangkurat
Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)
Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru
70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid
PENDAHULUAN
Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri
semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)
cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri
farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)
Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin
meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai
skala mikron atau bahkan nano
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida
logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk
pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa
keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan
kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan
memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
349
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan
metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut
yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor
silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir
kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate
(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate
Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode
sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan
penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)
melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran
nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran
1336 1501 dan 50 nm
Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran
nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat
yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)
melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus
mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG
dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk
agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan
menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga
penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang
seragam
Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan
karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan
polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk
memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan
15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel
nanosilika yang dihasilkan
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar
laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
350
statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace
timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha
P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern
Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JCM-6000)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate
(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000
(PEG-6000) (Merck) dan akuades
Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel
Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL
dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan
pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia
dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan
diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan
dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus
terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur
600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)
Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi
dengan FTIR SEM dan PSA
Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)
Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al
2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan
Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15
Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG
Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama
dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG
pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol
silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer
Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam
Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum
dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk
disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan
Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15
(bv))
Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG
10 dan (c) Ns-PEG 15
Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya
pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan
metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak
yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak
PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000
telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi
Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1
merupakan pita serapan dari
vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan
bilangan gelombang 794 cm-1
menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus
siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi
dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari
TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-
Si
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
352
Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10
dan (c) Ns-PEG 15
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel
nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi
PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi
nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa
permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang
mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada
permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang
lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua
partikel lebih homogen dan lebih kecil
Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)
sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000
No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter
partikel rata-rata (nm)
1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240
Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran
partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm
Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
353
PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG
10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil
mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan
variasi PEG
Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika
tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika
(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000
sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika
(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000
yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan
terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding
Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam
Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah
penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
354
Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada
sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari
distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil
perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat
molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et
al 2012)
Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan
sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil
yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15
dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati
nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih
seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi
ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada
sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal
ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa
penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat
ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi
gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas
dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak
khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf
Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan
Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10
dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran
partikel 34 dnm
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
355
REFERENSI
Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji
Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel
Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55
Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan
Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam
Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW
Universitan Kristen Satya Wacana
Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel
Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30
Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis
Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat
Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6
Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011
Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious
Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51
Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A
Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel
Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan
Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
356
IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN
HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI
Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu
ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang
Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk
kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga
Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama
Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one
village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk
mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun
kompetisi daerah (Junaidi 2011)
Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk
kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang
berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil
pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang
kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan
1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen
terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177
(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari
cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil
samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak
atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
357
parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri
sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan
senyawa-senyawa yang dikandungnya
Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk
sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79
komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan
Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara
lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)
Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy
2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp
Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang
dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang
terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
METODE PELAKSANAAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan
dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi
Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk
dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian
GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi
Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang
dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi
masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping
berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)
Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri
adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang
dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk
dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan
sebesar plusmn 1
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
358
Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)
Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup
Kalamansi
GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang
bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC
akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa
tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa
dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi
Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan
pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan
hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
359
Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi
Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan
retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda
menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan
hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan
merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area
7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang
keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai
senyawa 12-Cyclohexanediol
Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping
industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene
merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas
jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance
pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene
minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung
carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)
carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
360
Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup
kalamansi (berdasarkan database NIST 17)
No Waktu retensi Senyawa Luas area ()
1 7288 D-Limonene 7592
2 8927 Limonene oxide 506
3 9784 α-terpineol 205
4 10200 Trans-carveol 477
5 10364 Carveol 191
6 10590 Carvone 658
7 11271 R-Limonene 190
8 11889 12-Cyclohexanediol 181
Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa
(Bunge) Wijnands)
No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi
Senyawa Senyawa
1 α-Pinene 05 α-Pinene 08
2 β-Pinene 01 β-Pinene 134
3 Myrcene 18 Myrcene 02
4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08
5 Limonene 940 Limonene 07
6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20
7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27
8 Linalool 04 Linalool 61
9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04
10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03
11 Terpinolene 01 β-Elemene 11
12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01
13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28
14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06
15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183
16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18
17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05
18 Elemol 01 Hedycaryol 190
19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12
20 α-Eudesmol 144
21 β-Eudesmol 86
22 Elemol 06
23 Phytol 04
Sumber Othman etal (2016)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
361
Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang
berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak
jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil
sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23
senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk
dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi
penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup
SIMPULAN
Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)
limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)
R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
REFERENSI
Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan
Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of
Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food
Research Journal 24 (4) 1782-1792
Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012
Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic
Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695
Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical
Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural
Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera
Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)
577-585
Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping
Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17
Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu
dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
362
Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On
Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety
Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44
Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical
Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of
Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282
Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial
Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South
Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431
Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D
2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants
Medicines 3 (13) 1-11
Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine
Review 12 (3) 259-264
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
363
STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT
Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi
Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan
Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan
ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum
intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi
dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit
sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan
yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan
karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga
fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk
melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu
melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen
reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003
Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi
radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat
lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
364
mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi
dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu
antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil
Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat
minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan
terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan
pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga
menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas
(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis
sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap
aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace
Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara
khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada
masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)
dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan
khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih
lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu
asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820
sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman
mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan
bersifat antioksidan
Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk
makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak
goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti
dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat
memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan
minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan
kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami
terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit
ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi
terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung
dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa
peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang
menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
365
menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak
sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan
minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik
dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet
Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass
labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat
glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai
sampel
Ekstraksi Biji Andaliman
Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian
dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup
Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari
kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya
untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan
selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan
dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)
Menentukan Bilangan Peroksida
Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit
ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman
dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing
disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial
Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan
dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan
ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
366
larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir
titrasi) (Pangestuti et al 2018)
Penentuan Bilangan Iodin
Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian
ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer
ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan
20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda
Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium
Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)
Penentuan Asam Lemak Bebas
Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu
dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang
selama 30 detik (Sopianti et al 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini
adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan
pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik
yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan
sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-
heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari
ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah
andaliman (Sudaryanto et al 2016)
Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan
pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
367
peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak
akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid
dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk
mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml
320 ml 255 ml 244 ml
20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml
346 ml 225 ml 226 ml
30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml
348 ml 220 ml 218 ml
Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan
rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =
V = volume
Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil
perhitungan seperti pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 ppm
10 hari 0670 0492 0488
0640 0510 0488
20 hari 0690 0462 0450
0692 0450 0452
30 hari 0720 0444 0436
0696 0440 0436
Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak
Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk
pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2
dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
368
konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar
konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida
terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari
Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu
mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil
titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3
Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan
Berat
Sampel Vol Blanko
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml
4751 ml 4270 ml 4218 ml
20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml
4878 ml 4103 ml 4134 ml
30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml
4929 ml 4128 ml 4110 ml
Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak
menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )
dengan A = volume
larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =
normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan
bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4
Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin
Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 13158 14550 14833
13321 14543 14675
20 hari 13042 14723 14931
12999 14711 14887
30 hari 12637 14882 15065
12870 14903 14948
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
369
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin
terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama
waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi
Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah
andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam
berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH
(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5
Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman
sebagai antioksidan
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol KOH yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml
959 ml 670 ml 670 ml
20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml
957 ml 682 ml 680 ml
30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml
965 ml 674 ml 668 ml
Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan
pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra
2019) ALB () =( )
(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat
N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))
Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses
oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak
buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan
variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu
penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida
dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI
bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh
penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak
Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah
andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada
konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
370
bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur
dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan
peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya
Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 488 354 352
491 353 353
20 hari 491 352 348
490 349 348
30 hari 497 347 340
494 345 342
Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin
kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data
tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm
terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama
penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat
digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi
antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata
lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada
minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan
Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap
minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30
hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai
antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan
bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat
dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352
dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang
menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak
buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat
juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah
andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa
penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka
asam lemak bebasnya semakin besar
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
371
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan
peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670
konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan
peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan
lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida
minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman
semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0
ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550
konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama
penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit
semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil
asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas
488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak
bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak
sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
REFERENSI
Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai
Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan
pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10
Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105
Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak
Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Research Study Vol2 205-211
Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak
Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
372
Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada
Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta
pp 120-126
Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada
Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal
Penelitian MIPA Vol 1 23-29
Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity
Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants
African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145
PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit
Dokumen intern
Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus
2002 Jakarta
Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA
Universitas Negeri Medan
Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-
Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21
Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan
Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol 14 29-39
Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK
Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative
and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The
American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
373
ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI
ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148
Yandri Universitas Lampung
Fathaniah Sejati Universitas Lampung
Tati Suhartati Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
Sutopo Hadi Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20
KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
yandriasfmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati
glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat
golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang
memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang
termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC
3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16
glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang
spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim
yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC
32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari
bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang
termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A
awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B
licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum
60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -
amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu
optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
374
mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu
optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50
kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot
molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil
mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil
penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai
bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55
dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah
metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+
tiap molekul enzim Ion
kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim
Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya
kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)
Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan
ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain
(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-
kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation
lain (Vihinen dan Mantsala1989)
Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme
yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam
industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala
besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi
cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah
bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di
lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al
2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada
penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari
Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat
dan stabilitas termal
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
375
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet
Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL
sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic
Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM
waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32
Prosedur Penelitian
Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang
mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001
dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et
al 2010)
Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel
bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000
rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)
Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan
garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis
(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)
Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase
menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels
et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)
Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan
dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya
dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels
Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum
(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)
yaitu 01 02 04 06 08 dan 10
Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan
dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40
50 60 70 80 90 dan 100 menit
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
376
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enzim
Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari
komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan
aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg
Pemurnian Enzim α-Amilase
Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan
Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan
ammonium sulfat dan dialisis
Fraksinasi dengan ammonium sulfat
Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium
sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan
(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium
sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan
aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi
berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa
fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas
spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
377
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada
fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium
sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90
Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas
enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses
fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena
jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada
fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi
20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan
eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68
Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada
Gambar 2
Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)
dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dialisis
Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan
protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran
(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan
molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari
garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan
kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase
hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
378
kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan
enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari
B subtilis ITBCCB148
Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148
Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami
peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh
penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim
telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim
hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin
disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau
kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim
yang sangat encer
Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian
Penentuan suhu optimum
Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi
enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim
α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat
dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum
enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang
bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125
oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan
enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat
untuk digunakan dalam industri
Tahap Volume
Enzim
(mL)
Aktivitas
Unit
(UmL)
Aktivitas
Total (U)
Kadar
Protein
(mgmL)
Aktivitas
Spesifik
(Umg)
Tingkat
Kemurnian
(kali)
perolehan
()
Ekstrak
Kasar
3000
291
873000
02265
1285
1
100
Hasil
Fraksi
(20-90)
ammonium
sulfat
150
3943
591450
0790
4991
39
68
Hasil
Dialisis
300 1416 424800 0188 7532 59 49
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
379
Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian
Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian
Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada
berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit
Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah
diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar
dapat digunakan dalam industri
Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu
65oC terhadap waktu
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
380
Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian
Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04
06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat
dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim
hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL
Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian
SIMPULAN
Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59
kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg
Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim
hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar
20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1
Vmaks =
147058 μmol mL-1
menit-1
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
381
REFERENSI
Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd
ed John
Wiley amp Sons Inc Publication New York
Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of
porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure
and activity EMBO J 6 3909-3916
Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis
Horwood Limited West Sussex England 45-52
Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use
of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603
Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their
specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615
Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced
stability Febs Lett 304 (1) 1-3
Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment
with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265
Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying
cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc
Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and
S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural
implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658
Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu
C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from
bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international
pp 1-9
Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial
progress in 21st century Biotech 6 2 174
Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S
(2019) The optimized production purification characterization and application
in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a
new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
382
Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant
of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189
Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and
molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-
43
Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -
Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved
Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418
Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of
extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus
subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74
Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89
Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth
using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied
Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
383
ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN
PUDAU (Artocarpus kemando Miq)
Tati Suhartati Universitas Lampung
Vicka Andini Universitas Lampung
Yandri AS Universitas Lampung
ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis
Escherichia coli
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
tatisuhartatifmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di
Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai
sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin
siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati
et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011
senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan
67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di
Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang
sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -
sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan
senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker
menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah
satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa
flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang
sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan
aktivitas yang berbeda
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
384
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit
cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa
Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung
mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-
388
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus
kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan
Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan
untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang
digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton
(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades
diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60
(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025
mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis
Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap
putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur
titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow
(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman
spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak
(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable
sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah
dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
385
24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC
dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak
11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang
ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A
diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604
gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C
sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik
KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning
(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut
menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana
37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-
heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A
selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37
diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang
sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh
255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)
Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard
artonin E menggunakan tiga sistem eluen
Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli
dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al
(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode
Alley et al 1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak
Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan
347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan
karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada
λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan
karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm
merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin
A
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
386
Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks
347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran
batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH
menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)
Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan
pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada
posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik
terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa
hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus
karbonil
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
387
Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3
Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran
panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan
intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya
perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang
menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah
penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi
terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10
nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)
Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT
dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan
data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang
tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1
Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH
+ AlCl3 + HCl
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
388
Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan
2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau
UV λmaks nm (log ɛ)
Artonin E (Hernawan 2008)
Artonin E (Hasanah 2016)
Senyawa (1)
MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH+ NaOH
MeOH+ NaOH 212 268
MeOH+ NaOH 212 268 368
MeOH+ NaOAc 203 268 347
MeOH+ NaOAc 203 267 347
MeOH+ NaOAc 204 266 346
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 347
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 348
MeOH+ AlCl3 203 226 276 425
MeOH+ AlCl3 204 226 276 414
MeOH+ AlCl3 202 227 276 426
MeOH+ AlCl3
+ HCl 203 226 276 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404
Analisis Spektroskopi Inframerah
Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah
bilangan gelombang 3431 cm-1
yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil
Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1
dan 2924 cm-1
merupakan petunjuk adanya
gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1
menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
389
1562 - 1462 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum
IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)
Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)
5007501000125015001750200025003000350040004500
1cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
T3
43
13
6
29
78
09
29
24
09
16
54
92
15
62
34
15
23
76
14
62
04
13
54
03
12
86
52
12
36
37
11
55
36
10
72
42
96
63
4
83
13
2
76
76
7
69
82
3
61
14
3
44
17
0
2AaV
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
390
Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum
senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum
artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada
bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan
bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan
spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B
(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)
IR (KBr) v (cm-1
)
A B C
3428 3433 3431
2975 2982 2978
2225 2913 2924
1650 1661 1655
1565 1561 1562
1471 1481 1462
1358 1356 1354
1284 1291 1287
1164 1179 1155
964 969 966
835 837 831
Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum
UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)
merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
391
Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli
Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan
Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol (+)
005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk
Konsentrasi senyawa (1)
03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk
Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03
mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona
hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm
sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol
(+)
005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk
Konsentrasi senyawa
(1)
03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk
Kontrol (+)
22 mm 23 mm 27 mm
Kontrol (-) - - -
Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk
04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk
dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9
mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)
memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E
coli
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
392
Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri
terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk
pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang
signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi
dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat
meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al
2012)
Uji Aktivitas Antikanker
Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker
leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50
Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in
vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4
microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji
aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker
sangat aktif terhadap sel leukemia P-388
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat
fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan
aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50
156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk
REFERENSI
Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ
Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug
screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium
assay Cancer Research 48 589-601
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
393
Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility
testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical
Pathology 45(4) 493-496
Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013
Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug
Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72
Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011
Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural
Products Research 25(10) 995-1003
Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and
F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst
Heterocycles 31(5) 877-882
Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas
Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar
Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 52-54
Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali
and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq
Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230
Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang
tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 48-53
Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53
Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids
from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity
Phytochemistry 82 136-142
Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G
A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and
ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of
Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
394
Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder
ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of
Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315
Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
395
AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK
KALSIUM KARBONAT
Suharso Universitas Lampung
Buhani Universitas Lampung
Eka Setiososari Universitas Lampung
Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar
Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim
sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri
(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al
2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak
diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu
salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya
murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi
penting untuk dilakukan
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai
deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk
mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam
menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et
al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan
selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
396
pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun
penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak
semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap
lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini
Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang
dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak
kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap
lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam
sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas
waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik
merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH
universal
Prosedur Penelitian
Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat
dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah
dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal
sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh
dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-
sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC
Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk
melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk
diamati pertumbuhannya
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3
0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan
diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M
dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
397
universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL
dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan
dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas
diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC
selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan
0075 0100 dan 0125 M
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan
pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M
masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk
hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian
campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu
diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama
satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)
Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini
diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm
Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu
dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang
berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan
Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan
pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat
pembentukan kerak CaCO3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded
Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
398
laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini
laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan
konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan
senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan
CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH
tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju
pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi
larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan
inhibitor
Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan
Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan
0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju
pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi
konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal
CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat
mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu
pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta
kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and
Semiat 2006)
020
030
040
050
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
0050 M
0075 M
0100 M
0125 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
399
Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi
Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M
Menggunakan Metode Seeded Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50
150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C
menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi
penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan
penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa
penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal
pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut
membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya
kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula
melarutkan kerak yang terdapat pada pipa
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang
diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan
pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai
jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang
diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya
000
005
010
015
020
025
030
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
kontrol
50 ppm
150 ppm
250 ppm
350 ppm
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
400
nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)
Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x
Dimana
Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan
(gL)
Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat
kesetimbangan (gL)
C0 = berat endapan awal (gL)
Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350
ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut
menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju
pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen
efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat
dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0050 M
No
Penambahan
inhibitor (ppm)
pH
Efektivitas
inhibitor ()
1 0 11 000
2 50 5 2704
3 150 5 9484
4 250 5 1628
5 350 4 2776
Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai
dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor
mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)
Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis
Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH
sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat
(1)
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
401
larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi
konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan
demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan
efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan
efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah
inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini
juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)
Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal
CaCO3
Inhibitor Konsentrasi
inhibitor (ppm)
Efisiensi inhibitor
( IE)
Referensi
AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini
Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008
Homopolimer Asam
Polimaleat
4 67 Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Terpolimer Asam
Polimaleat
4 73
Kopolimer Asam
Polimaleat
4 18
Asam Polikarboksilat 4 70
Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas
2002
C-Metil-4 10 12 22-
Tetrametoksi kalik (4)
Arena
10-100 34-100 Suharso et al 2009
Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011
Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a
Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b
SIMPULAN
Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium
karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas
inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan
penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor
sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
402
REFERENSI
Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan
H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems
International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940
Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination
Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104
Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale
Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry
Research 53 64ndash69
Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004
Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN Serpong
Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal
Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411
Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the
Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors
Desalination 220 345-352
Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED Plants Desalination 124 63ndash74
Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers
as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428
Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of
Chemistry 7(1) 5-9
Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and
Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172
Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry
26(18) 6155-6158
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
403
Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187
Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor
of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106
Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-
Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan
Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas
Lampung
Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds
Desalination and Water Treatment 68 32ndash39
Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur
Indonesia 13(2) 100-104
Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta
Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals
Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396
Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan
(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate
(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45
Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy
Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation
Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210
Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier
Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation
Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
404
PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN
DENGAN METODE ION EXCHANGE
NM Yuhermita Universitas Jambi
N Nazarudin Universitas Jambi
O Alfernando Universitas Jambi
IG Prabasari Universitas Jambi
M Haviz Universitas Lampung
ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil
fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the
alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel
through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study
included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange
method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking
oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of
reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized
by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic
structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and
011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of
catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3
were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a
temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The
activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ
KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel
Cobalt
Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai
upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang
berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan
sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta
ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan
kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)
Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk
mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil
di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan
bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu
diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi
kebutuhan bahan bakar
Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati
(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
405
kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku
dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak
jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas
penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak
jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan
pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik
untuk menghasilkan energi terbarukan
Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat
proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses
tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam
lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang
lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu
katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis
adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi
penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya
umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan
menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung
seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa
2016)
Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert
dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam
kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan
digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode
pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang
dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada
proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam
reforming dan Sintesis Fischer Tropsch
Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan
logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin
tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut
penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan
minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan
Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
406
dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang
digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi
pada proses perengkahan katalitik menurun
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu
Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas
Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula
Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium
Energi dan Nano Material Universitas Jambi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang
aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)
Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air
Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga
Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa
2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang
kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660
ml
Sintesa Katalis
Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah
tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai
dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari
cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing
sebanyak 660 ml
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat
larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-
Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3
masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang
mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer
selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan
katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
407
Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang
sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110
Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi
450oC 500
oC 550
oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit
pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil
setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pre-treatment Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah
penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali
penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan
minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan
kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi
Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan
minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah
setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum
dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir
bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan
berwarna kuning kecoklatan
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
408
Densitas Bahan
Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak
jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang
dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1
Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan
Bahan
Berat bahan
(gr) Densitas Bahan Baku (gr)
Minyak Goreng Kemasan 1730 09534
Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494
Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534
Aquades 1744 09814
Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang
belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak
jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng
kemasan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Aktivasi Arang
Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon
mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan
aktivator Na2CO3
Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori
Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon
aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring
et al 2003)
Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC
selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor
dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
409
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co
Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion
exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga
variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen
selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang
menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil
penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan
menggunakan oven selama 12 jam
Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak
jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak
antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin
mempercepat dalam proses pembentukan produk
Karakterisasi Dengan SEM-EDX
Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat
dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat
pada gambar 3 sampai 5
Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x
Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada
perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan
memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori
arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
410
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX
dirangkum dalam Tabel 2 berikut
Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 3535
2 C 6232
3 P 214
4 Ca 020
Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif
didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur
lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020
Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 319
2 C 9330
3 P 235
4 Ca 031
5 Co 086
Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada
komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak
rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada
perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi
pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
411
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1
Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm
Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 209
2 C 9233
3 P 309
4 Ca 025
5 Co 199
6 Al 016
7 Mg 010
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
412
Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan
peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain
yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan
unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang
ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan
Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran
10000x
Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan
konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi
tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini
disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5
Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3
persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit
Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg
Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan
silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co
Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan
Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
413
Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()
1 Si 029
2 C 9770
3 P 172
4 Ca 006
5 Co 011
6 Al 008
7 Mg 004
Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan
penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis
semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam
yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena
setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih
sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data
kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis
No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3
1 Si 319 209 029
2 C 9330 9233 9770
3 P 235 309 172
4 Ca 031 025 006
5 Co 086 199 011
6 Al 000 016 008
7 Mg 000 010 004
Karakterisasi Dengan XRD
Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola
difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran
panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam
kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi
difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di
steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan
difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
414
Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam
Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada
pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi
2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa
arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD
karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri
dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi
masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576
265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601
Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co
sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3
Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan
265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi
tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-
sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862
362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =
264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542
265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079
Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu
berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2
dan 3 juga berebntuk amorf
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000
36a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
37a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
18a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000 19a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
20a
(a) (b)
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
415
Perengkahan Minyak Jelantah
Perengkahan Termal
Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit
Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500
oC adalah 2456 gr
dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu
450oC adalah 3560 pada suhu 500
oC adalah 4715 dan pada suhu 550
oC adalah
5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas
CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas
Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal
No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()
1
Minyak Jelantah (50)
450 3560
2 500 4715
3 550 5234
Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel
tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan
cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi
peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas
Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur
proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi
(Hartiati 2006)
Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-
Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500
oC dan 550
oC Perbandingan
katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku
adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan
penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di
dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan
Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan
katalitik pada setiap temperatur
Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan
terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen
konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-
Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi
produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
416
cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi
temperatur konversi produk meningkat
Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co
Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761
2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176
3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145
Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi
total produk yang dihasilkan
Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan
Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk
utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak
berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah
dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak
jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)
Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak
Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan
dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat
sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan
katalitik minyak jelantah cukup tinggi
-
2000
4000
6000
8000
10000
12000
450 500 550
C
HP
Co-Arang 1
Co-Arang 2
Co Arang 3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
417
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah
1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP
lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna
coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755
pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550
oC adalah 2104 Untuk Konversi
cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada
suhu 450oC
Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 47553 4987 2580
2 500 9679 26904 6989 3206
3 550 9238 21040 7134 7617
Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1
Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan
katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen
konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan
katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil
perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056
gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550
oC adalah 209 gr Persen
Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500
oC adalah
1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan
(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC
-
10000
20000
30000
40000
50000
450 500 550
C
HP
Temperature degC
Konversi
CHP 1
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
418
Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi
()
1 450 6165 238 5927 3835
2 500 8285 1290 6996 1715
3 550 8824 1025 7799 1176
Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2
Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang
dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada
kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut
(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa
alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat
dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak
ringan akan terputus pada temperatur tinggi
Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3
Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat
pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11
Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 8825 980 7845 1175
2 500 8272 585 7687 1728
3 550 8855 1864 6991 1145
000
500
1000
1500
450 500 550
C
HP
hellip
Konversi CHP 2
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
419
Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu
450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500
oC adalah
13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr
dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang
dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500
oC adalah 585 dan pada
suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan
katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik
menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi
cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan
persen CHP
Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3
Studi Kinetika
Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)
Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil
reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur
tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik
hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana
jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan
sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP
per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R
dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika
nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial
Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan
aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami
penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi
0000
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
450 500 550
Per
sen
CH
P (
)
Temperatur (degC)
Konversi CHP
3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
420
menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi
produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung
sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah
reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit
Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R
1 450 0600 500 0600 550 0600
2 450 0601 500 0600 550 0750
3 450 0600 500 0658 550 0600
Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1
Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah
Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu
Energi Aktivasi
Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius
k = k0 e ndashEaRT
k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas
umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari
harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash
EaRT
dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan
nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan
katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat
dilihat pada tabel 13
Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 1
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 28532 104844
77315 0001293 161423 047886
82315 0001215 12624 023301
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
421
Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah
menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang
didapat adalah sebesar- 4064 kJ
Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 2
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0142 -1948
77315 0001293 0773 -0256
82315 0001215 0574 -0553
Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan
meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi
Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur
550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang
menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13
dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k
0
02
04
06
08
1
12
00012 00013 00014
ln k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
422
Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2
Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314
Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis
Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ
Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 3
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0005 -5136
77315 0001293 0003 -5577
82315 0001215 0011 -4493
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak
jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi
aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ
Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)
No Katalis Energi Aktivasi (kJ)
1 Co-Arang 1 -4064
2 Co-Arang 2 7103
3 Co-Arang 3 2998
-2500
-2000
-1500
-1000
-0500
0000
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
423
Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3
Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi
konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun
SIMPULAN
Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM
semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX
Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co
sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi
Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3
Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan
hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan
CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar
4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh
waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan
katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998
kJ
REFERENSI
Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)
Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi
-12
-1
-08
-06
-04
-02
0
02
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
424
Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -
Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash
76
Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co
and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on
Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal
11 75
Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi
Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan
Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau
Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses
Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02
Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas
Riau
Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First
Edition Marcel DokkerInc New York 13-19
Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau
David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ
Tribhuwana Tunggadewi
Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem
20182(1)16-18
Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada
Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam
Aktif J Tek Kim 22
Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur
Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan
Ampel Surabaya Vol 12 No3
Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram
XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan
Metode Impregnasi J Cis-Trans 1
Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
425
Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP
Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan
Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70
Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Catalytic Cracking Riau Universitas Riau
Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi
10 15ndash26
Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri
Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai
Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion
Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis
Undip
Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan
Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion
Indonesia J Farm 1
Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada
Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis
Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University
Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak
Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM
Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin
Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect
Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With
NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic
Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111
Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit
Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia
Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif
Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa
Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau
Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas
Riau
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
426
Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak
Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2
Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation
temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile
sludge waste Indonesia J Chem 8348-352
Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif
[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui
Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang
Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan
Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran
Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi
Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair
Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse
Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial
Technol 25
Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan
[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]
Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI
10(4) 269-282 Dalam
Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking
Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26
Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia
Volume 02 No1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
427
KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS
ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI
Iis Siti Jahro Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity
Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email
jahrostiisgmailcom
PENDAHULUAN
Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit
dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar
apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp
pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20
dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang
dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih
kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp
menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa
yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah
gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi
mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-
97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman
dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan
abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
428
katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan
otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini
pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A
dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik
dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan
variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi
jumlah lubang pada konventer katalitik
Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan
dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif
sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan
zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas
CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas
CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)
Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah
berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)
zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X
(Jahro dkk 2018)
Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis
reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara
mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah
senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida
menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu
konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan
hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi
N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)
METODE PELAKSANAAN
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari
PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan
Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi
yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-
alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan
karakterisasi konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
429
Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan
Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan
konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge
dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada
suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus
dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari
abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah
berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian
ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan
ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke
dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah
Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk
dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari
suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya
furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan
Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian
emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat
Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter
katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang
berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut
kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian
dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri
dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X
masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi
jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap
zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang
digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan
variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit
sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31
Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer
katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya
terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
430
didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC
dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan
otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen
yang diemisikan dari gas buang
Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas
Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp
Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan
konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel
1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot
kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064
217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif
dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk
gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-
masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya
serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih
tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan
peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer
terhadap masing-masing gas tersebut
Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah
Pulp
No Konventer Katalitik dengan
variasi kadar zeolit X ()
Emisi gas Gas terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
() CO HC CO2
1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -
2 500 052 168 115 1875 2258 800
3 333 047 156 108 2656 2811 136
4 250 053 157 116 1718 2764 720
5 000 058 165 119 938 2396 480
Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh
konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
431
tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811
dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada
penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan
konventer katalitik lainnya
Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan
diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya
digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut
menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar
diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer
katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr
N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)
Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer
katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan
konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas
oksigen sisa pembakaran sebesar 131
Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik
No
Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit X ()
Emisi gas O2
()
Pertambahan O2
yang diemisikan
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 441 23664
333 525 30076
250 297 12672
00 263 100
Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang
diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai
dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas
HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif
yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
432
data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan
kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya
karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi
Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer
Katalitik
Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari
penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif
tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan
konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif
berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk
gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih
tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih
aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit
X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari
limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X
Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis
Konventer Katalitik
dengan Variasi Kadar
Zeolit A ()
Emisi Gas Gas Terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
()
CO
HC
CO2
Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -
500 049 155 107 234 285 144
333 047 152 105 265 298 160
250 041 138 93 359 364 256
00 058 165 119 938 2396 480
Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah
berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik
dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2
terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap
oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
433
250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil
membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2
berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597
Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan
otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan
pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran
pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A
sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi
dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333
Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A
No Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit A ()
Emisi Gas O2
()
Pertambahan O2
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 508 287
333 621 361
250 693 429
00 263 100
Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan
pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik
dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan
zeolit X
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang
dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah
lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
434
Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan
variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2
Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7
Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X
dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang
sebanyak 5 buah
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC
kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-
masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
435
ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana
semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar
peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)
Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit X versus persentase gas terserap
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan
daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas
oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang
digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik
dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321
Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan
jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir
26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7
buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
436
tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata
lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 sudah optimum
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit A versus persentase gas terserap
Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian
152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing
gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
437
berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar
dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap
pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar
109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan
konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-
masing molekul gas CO HC dan CO2
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas
oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya
jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas
oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7
berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya
mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan
konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar
65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik
dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat
meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah
lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum
optimum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan
konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer
sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya
meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada
konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer
katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah
konventer katalitik dengan katalis zeolit X
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
438
REFERENSI
Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions
Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal
for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22
Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk
Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang
Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari
Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai
Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan
Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi
Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan
Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp
dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As
Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and
modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia
Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile
Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33
Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed
Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara
Teknologi 8 (3) 69-76
Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification
as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis
Universiti Teknologi Malaysia
Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5
Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414
Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan
Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan
Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan
Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for
Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food
Technology 8(1) 68-71
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
439
PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION
NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC
Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi
Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di
dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit
terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki
kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
440
Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan
seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel
dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel
dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah
berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini
dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh
produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak
menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai
diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium
Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh
Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang
mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan
menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari
seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan
menggunakan Cyanex 272
Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses
solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk
memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan
ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid
secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga
menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)
Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya
menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini
sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan
cyanex
Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-
parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk
mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam
larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam
larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses
ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan
aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada
penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada
analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk
mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
441
biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang
digunakan
Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara
El wt () El wt ()
LE 7825 Cl 1253
Fe 1097 Cr 0323
Si 5427 Mn 0177
K 1259 Co 004
Al 0579 S 0022
Ni 0514 Sb 0022
Ca 065 Cd 0015
Zn 00087 Sn 0016
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit
asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur
(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3
Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan
pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching
dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari
proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur
(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik
berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara
fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel
percobaan yaitu Tabel2
Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan
kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir
dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik
mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan
organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses
solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan
Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan
mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada
Gambar 1
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
442
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal
Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan
XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus
(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari
Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite
[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat
dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt
dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang
terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga
untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan
menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan
proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption
Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray
Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel
kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3
Gambar 1 Skema proses Batch Extraction
ProdukAqueous batch Organic
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
443
Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi
No pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3
4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2
7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1
Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH
pH Konsentrasi
Ni (ppm)
Konsentrasi
Ca ()
2 9698 426
25 10892 957
3 23563 1153
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
444
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
445
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
446
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
447
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun
dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh
reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
448
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan
semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat
perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang
dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3
jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous
telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa
organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi
reaksi reversible dari persamaan 1
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
449
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian
serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar
pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10
(sepuluh) literatur acuan
Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th
Edition (American
Psychological Association)
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
450
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
451
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
452
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
453
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan
penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi
reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
454
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
455
Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah
kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara
nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses
2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor
kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion
hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion
hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari
persamaan 1
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah
dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai
faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua
dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam
REFERENSI
SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from
multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction
using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177
Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review
Chesmistry for Suistainable Development 1281-91
Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley
amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
456
Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp
CoKGaA India
Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals
Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH
Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium
magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of
carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy pp 333-338
McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I
Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35
Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt
from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS
International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017
PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel
Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 12(3)195-207
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply
Demand Mineral Desember 2012
RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc
New York
Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt
from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier
Hydrometallurgy 169 67-68
SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui
Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108
US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017
Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut
Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
457
ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG
DARI BUAH Shorea sumatrana
Yusnelti Universitas Jambi
Muhaimin Universitas Jambi
Richo Giwana Resdy
Maulana Universitas Sumatera
Utara
ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email
yusneltiunjaacid
PENDAHULUAN
Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang
150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya
shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet
maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat
belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan
tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin
sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)
Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik
(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada
mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)
Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan
salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal
dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati
dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat
minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet
penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi
Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
458
bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar
lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal
dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan
minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar
membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong
sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah
shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu
dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut
organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah
tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan
lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati
dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak
nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang
dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode
pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak
menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan
proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea
sumatrana
METODE PELAKSANAAN
Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas
matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda
menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di
shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang
dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg
IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana
Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang
digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur
kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan
lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan
uinversitas Jambi
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
459
Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran
Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak
hasil kempa
Ekstraksi Minyak
Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring
dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan
dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi
sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis
kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat
menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan
proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
460
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono
1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi
soxhlet
Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC
dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar
lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC
2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan
menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil
sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana
seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu
kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang
Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)
No Sampel Bahan kering
105 0C ()
Kadar Abu
()
Lemak
()
Protein
()
KH
()
1 Minyak nabati tengkawang
991680 18469 888674 08770 75766
Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar
8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea
stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar
923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (
Junaidi et al 2007)
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam
serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil
eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)
heksana dan hidrokarbon lainnya
Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh
terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
461
soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus
dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena
umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini
merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N
bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip
kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus
et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel
komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam
tubuh (Mustika 2012)
Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur
tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel
otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)
Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat
dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin
selulosa dan pati (Setiyono 2011)
Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat
fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea
stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat
fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan
Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan
sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea
shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat
tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan
tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak
tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari
minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-
obatan (Alamendah 2009)
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
462
Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi
kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan
dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar
membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari
minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai
produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain
sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun
yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan
minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di
dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk
produk lilin dan sabun (Putri 2013)
SIMPULAN
Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal
dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680
kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770
dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674
REFERENSI
Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website
httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali
Diakses tanggal 18 Nopember 2009
Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB
Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali
dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-
Karbohidrat
Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang
(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree
(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available
fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351
Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji
tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
463
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147
ISSN 1411 ndash 0903
Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji
tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943
RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual
Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab
Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh
perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu
lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta
Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty
NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis
kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia
httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD
E_SOXHLET_AOAC_2005_
Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung
Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak
tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of
Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378
e-mail resapangersagyahoocom
Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung
dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo
Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang
oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis
Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara
Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
465
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK
LOKAL KALIMANTAN SELATAN
EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL
LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN
Azidi Irwan
Universitas Lambung
Mangkurat
Kholifatu Rosyidah
Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark
KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail
airwanulmacid
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam
Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak
atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan
bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang
mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi
kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan
bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)
Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit
sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki
perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
466
telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah
lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil
mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-
bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan
sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di
bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)
Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air
(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan
penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam
penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air
mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada
kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak
sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et
al 2014)
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai
sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi
masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-
ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih
mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)
Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan
menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)
Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah
limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil
asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri
2013)
Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di
mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode
pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel
kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian
Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri
dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan
semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan
minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang
minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen
kimianya dengan GC-MS
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
467
METODE DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet
volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air
termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik
penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades
Prosedur Kerja
1 Preparasi Sampel
Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya
dengan kulit yang keringnya
2 Distilasi
a Distilasi Kulit Segar
Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan
kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari
batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih
mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan
dalam lemari pendingin
b Distilasi Kulit Kering
Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke
dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri
kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari
pendingin
c Karakterisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi
rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol
70
d Kandungan komponen minyak atsiri
Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit
dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari
masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
468
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4
anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483
a Berat Jenis
Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL
Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan
dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI
Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis
minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat
mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi
dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi
b Putaran Optik
Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter
Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel
kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI
persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri
memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang
terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi
c Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan
refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989
Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-
beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit
limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis
semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak
atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70
Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan
minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup
berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes
Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang
bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume
minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar
11 Sedangkan untuk sampel kering 15
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
469
e Kandungan komponen minyak atsiri
Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar
Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi
yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut
diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel segar
Puncak (peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10042 047 α-thujena 92
2 10327 177 α-pinena 94
3 11848 153 sabinena 93
4 12067 906 β-pinena 96
5 12469 130 mirsena 95
6 13007 046 oktanal 91
7 13513 038 α-terpinena 93
8 13833 087 benzena (1-metil-x-
Isopropil) 92
9 14171 6296 limonena 95
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
470
10 15124 1768 γ-terpenena 95
11 15999 090 terpenolena 94
12 19274 048 terpeni-4-ol 94
13 19792 086 α-terpeniol 94
14 20003 048 dodekanal 90
15 28138 079 germakrena 90
Total 100
Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering
Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel kering
Puncak
(peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10037 042 α-thujena 92
2 10322 177 α-pinena 94
3 11847 119 sabinena 94
4 12061 930 β-pinena 96
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
471
5 12464 118 mirsena 95
6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-
isopropil) 94
7 14158 6397 limonena 96
8 15104 1511 γ-terpenena 96
9 15463 043 linalool oksida 92
10 16001 054 alosimena 91
11 19283 120 terpeni-4-ol 93
12 19825 098 α-terpeniol 95
13 20002 076 dodecanal 89
14 26740 020 1) trans-α-
bergamotena
90
15 28135 042 germacrena 88
Total 100
Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit
hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk
sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal
konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)
γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)
Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena
(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi
perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering
terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih
kecil
Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)
dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi
sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain
Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal
753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan
et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan
hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena
2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
472
metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena
3925 dan lain-lain
Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit
buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal
seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data
tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)
Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan
berbagai metode pengambilanekstraksi
Senyawa
Komposisi komponen utama pada minyak atsiri
jeruk purut
1 2 3 4
sitronelal 1167 2385 753 1748
limonena 1416 113 2068 2872
α-pinena - - - -
β-pinena 3925 182 3296 715
sabinena - 155 3122 2749
Keterangan
1 Jantan et al (1996) metode distilasi air
2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air
3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap
4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air
Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang
polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih
panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar
yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada
sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin
banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks
biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang
meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen
berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat
pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
bakteri
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
473
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat
jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan
kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar
0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias
14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak
atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar
adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena
(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar
limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan
terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi
yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak
atsiri kulit buah limau kuit
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana
penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan
mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia
tanaman limau kuit
REFERENSI
Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom
(diakses 26 Januari 2017)
Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia
MIPA UNDIP Semarang
Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal
Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil
Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and
Technology vol 42 777-780
Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press
Jakarta
Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous
Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using
Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-
5
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
474
Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit
Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah
Tropika vol 30(6) 7-8
Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical
composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632
Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013
ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated
Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian
Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369
Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta
Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri
dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam
Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101
Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic
Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817
Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif
Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan
Transmigrasi Pekanbaru 1-24
Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner
A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of
selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol
32(6) 589-598
Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013
ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam
Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326
ndash 339
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
475
STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM
SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA
ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES
IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND
CYCLOHEXANE SYSTEM
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Nurul Aisyah
Universitas Negeri
Padang
Umar Kalmar
Nizar
Universitas Negeri
Padang
Deski Beri
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan
farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat
karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk
berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al
2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara
termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen
penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
476
Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi
dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal
kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-
komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk
dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena
banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya
menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat
kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan
Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana
diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia
dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu
kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna
merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh
dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan
methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black
Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan
sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah
(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian
Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak
mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah
2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan
surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi
pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi
dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami
perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem
air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut
menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow
mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara
dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo
mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan
sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna
merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl
red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
477
Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis
acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1
mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)
sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata
Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit
ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan
menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95
Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana
Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan
perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam
perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram
Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana
HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan
komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner
Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex
mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan
dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi
dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk
membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi
dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat
dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan
pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95
Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue
Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah
dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil
methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam
sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya
endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan
optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
478
Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
1 Pengukuran Indeks Bias
Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan
penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan
skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk
sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat
tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran
indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C
dengan menggunakan rumus
( )
Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna
2 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald
type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua
Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung
bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan
Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir
melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh
mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh
dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke
viskositas dinamik digunakan rumus
( )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi
Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam
bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh
campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam
minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi
surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah
struktur asosiasi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
479
Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45
Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7
Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
480
Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa
terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan
struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH
(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-
ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan
air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus
hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari
surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan
mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak
terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam
Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah
keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran
OH- maka ketersediaan H
+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat
dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi
minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan
dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)
Kelarutan Zat Warna
Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air
surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam
mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada
pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar
pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red
akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62
maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue
dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru
pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan
warna hijau (Merk 2008 2013)
Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methyl red
Mikroemulsi 04916 mgmL
Kristal cair lamelar 06318 mgmL
Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methylene Blue
pH 7 pH 95
Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL
Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
481
Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat
berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-
molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan
methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air
Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan
methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus
polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi
lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair
lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih
rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair
lamelar
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan
pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias
dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan
sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna
Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan
methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah
ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem
akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
482
menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari
sistem juga bertambah besar
Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami
perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias
dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan
sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan
methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi
dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red
Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum
dan sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum
ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat
warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar
seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada
mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7
Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
483
Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7
setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue
Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
484
Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih
kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah
ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias
mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130
Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum
dan sesudah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH
95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum
ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem
membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks
bias air)
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral
dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam
netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer
ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan
oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
485
Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
setelah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada
mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai
viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah
penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum
penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red
Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel
mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi
tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
486
kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar
dibandingkan sebelum penambahan zat warna
Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
setelah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami
perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95
setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil
setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah
ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah
penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan
zat warna
SIMPULAN
Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu
mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red
paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan
sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue
paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak
20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis
dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan
setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene
blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks
bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna
mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
487
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 456UN3513LT2019
REFERENSI
Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of
Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and
Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)
305ndash310
Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions
stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050
Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue
dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang
Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article
Microemulsions Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1
(February) 39ndash51
Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and
Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
488
KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)
COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT
(Aloe vera Linn)
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Fanny Zahratul
Hayati
Universitas Negeri
Padang
Sherly Kasuma
Warda Ningsih
Universitas Negeri
Padang
Elsa Yuniarti
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131
Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk
pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya
yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang
(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan
SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki
kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus
tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya
maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
489
menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et
al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu
kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis
Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan
elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga
membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks
sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan
alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah
Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh
dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk
(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)
menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen
anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)
Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan
saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan
pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk
regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi
membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul
pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan
polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated
mannose) (Ening 2007)
Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan
suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia
medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang
akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4
hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan
tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat
kristalinitas) yang diinginkan
BAHAN DAN METODE
Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit
selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur
gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk
KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter
(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker
(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test
(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength
(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-
0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan
merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical
X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
490
panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain
lap koran karet gelang tisu dan kertas label
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar
Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir
(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto
Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A
xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi
Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT
Brataco Bandung) aquades dan air
Preparasi SB
Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven
dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci
stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10
gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan
dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan
di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan
kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan
kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum
Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah
SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen
Pencucian dan Pemurnian SB
SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam
selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan
NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1
hari sekali
Pembuatan Ekstrak LB
LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam
pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB
kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel
yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu
diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring
menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler
untuk preparasi KSB-ELB
Preparasi KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
491
SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm
SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu
perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu
perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu
perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan
tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan
sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik
dan dapat digunakan untuk karakterisasi
Karakteristik KSB-ELB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB
dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus
Wc() Wb Wk
Wb
x100
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB
yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih
Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut
dimana
P = Kuat tekan (Pa)
F = gaya tekan (N) dan
A = luas penampang benda (m2)
c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)
Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB
selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya
maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang
digunakan berukuran 15x2x1 cm
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur
nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600
cm-1 hingga 4000 cm-1
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
492
Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan
difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB
Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil
difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat
fasa kristalin dan amorf)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi SB
Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan
bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH
dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH
4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum
dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril
Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh
goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan
dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)
Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi
goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling
berikatan
Pemurnian dan Pencucian SB
Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB
yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui
ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk
menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan
menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap
mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat
merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat
menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan
hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak
Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari
hasil fermentasi
Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang
kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan
dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah
didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB
ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya
2013)
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
493
Preparasi KSB-ELB
Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB
dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman
KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker
diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang
terdapat pada SB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air
dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-
ELB
Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-
ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB
sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi
penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi
secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami
peningkatan dan penurunan untuk seterusnya
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB
maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan
pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses
adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB
Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat
tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin
banyak filler ELB yang masuk dalam SB
99992994996998100
0 1 2 3 4
Wat
er
Co
nte
nt
()
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
494
Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB
Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)
Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-
ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai
kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding
dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan
(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi
rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai
regangan dari SB semakin turun
Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada
hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini
terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada
hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka
semakin banyak filler yang masuk pada matriks
Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB
Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda
terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu
perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan
Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih
tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat
tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB
maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi
secara fisika
0
05
1
15
2
25
3
0 1 2 3 4
Co
mp
ress
ive S
tren
gh
t (M
Pa
)
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB murniSB
KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
495
Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat
tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang
4000-600 cm-1
vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1
) C-H (2901 cm-
1) C-O (1370 cm
-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm
-1 dan 1068 cm
-1)
(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)
SB b) LB c) KSB-ELB
Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi
bilangan gelombang 333686 cm-1
yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol
vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1
menunjukkan adanya cincin siklis
lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)
sekitar 1000 cm-1
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
496
Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB
Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi
Sampel O-H C-H C-O C-O-C
λ λ λ λ
SB 333685 291471 145703 103391
LB 333379 210123 163799 104162
KSB-ELB 333818 289359 132598 102915
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi
yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra
FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran
batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan
gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan
pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-
ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan
merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga
membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
497
Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB
Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang
digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas
dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter
atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar
menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya
Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB
Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas
()
SB 02073 00657 01416 6830
KSB-ELB 01976 00611 01365 6907
Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini
menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat
kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari
KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari
KSB-ELB
UCAPAN TERIMA KASIH
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
498
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 457UN3513LT2019
REFERENSI
Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem
Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171
Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of
Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre
amp Textile Research Vol 39 93-96
Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-
like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo
doi101007s10570-009-9357-2
Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang
Padang Indonesia
Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat
dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains
Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23
Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya
sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07
Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose
Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460
Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi
Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo
Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162
Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang
Semarang
Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from
Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471
- 1ekapdf
- 2 devi silsiapdf
- 3herlinapdf
- 4pasar maulimpdf
- 5budanipdf
- 6Dwi Rasypdf
- 7Tutipdf
- 8Indra Tariganpdf
- 9Yandriipdf
- 10Tati Suhartati1pdf
- 11Suharsopdf
- 12Noviapdf
- 13Iis Sitipdf
- 14sudibyo1pdf
- 15Yusnelti1pdf
- 16pdf
- 17pdf
- 18pdf
-
Eka Lokaria Sepriyaningsih
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
305
REFERENSI
Ariansyah et al 2013 Ariansyah AF Agus M dan Choirul M 2013 Kajian
Tingkat Pencemaran Sungai Kelinggi di Kota Lubuklinggau Dengan
Bioindikator Fitoplankton Tesis Tidak Dipublikasikan Fakultas Pertanian
UNIB
Effendi Hefni 2003 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kasinus Yogyakarta
Nurdin HP 2009Kajian akumulasi logam berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
Pada Spongelaut Xestospongia Testudiaria sebagai Bioakumulator di Perairan
Pulau Kyangan dan Pulau Samosa Skripsi nonpublish Program Studi Ilmu
kelautan Universitas Hasanuddin Makasar
Rainboth 1996 FAO species identification field guide for fishery purposes Fishes of
the Cambodian Mekong FAO Italy
Samitra amp fakhrurrozi 2017 Keanekaragaman Ikan Di Sungai Kelingi Kota
Lubuklinggau Jurnal Biota Vol 4 No 1 Edisi Januari 2018
SNI 06-698914-2004 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Terlarut
Secara Yodometri (Modifikasi Azida) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698922009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen DemandCOD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometri Badan Standarisasi Nasional
SNI 6989722009 Air dan Air Limbah Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia
(Biochemical Oxygen DemandBOD) Badan Standarisasi Nasional
SNI 698978 2011 Air dan Air Limbah Cara Uji Raksa (Hg) Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ndash Uap Dingin atau Mercury Analyzer
Badan Standarisasi Nasional
Syamsuddin Rajuddin 2014 Pengelolaan Kualitas Air Teori dan Aplikasi di Sektor
Pertanian Makassar Pjar Press
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
306
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA SABUN PADAT TRANSPARAN
BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT DARI BAK FAT- PIT DENGAN
PENAMBAHAN MINYAK JERUK KALAMANSI
Devi Silsia Universitas Bengkulu
Syafnil Universitas Bengkulu
Irma Manik Universitas Bengkulu
ABSTRACT Making transparent soap from palm oil has been successfully carried out The addition of kalamansi citrus oil could be expected to increase the advantageof transparent soap The purpose of this research is to know the physicochemical characteristics of transparent soap in various additions of Kalamansi orange oil and to find out which transparent soap is preferred by panelists Kalamansi orange oil used comes from the Kalamansi orange processing industry in Bengkulu The amount of Kalamansi orange oil added is 1 ml 2 ml and 3 ml per 60 g of palm oil The physicochemical characteristics observed included moisture content hardness foam stability pH free alkali content and the level of preference of panelists The transparent soap produced have 2113 - 2293 for water content 00197 - 00217 mmgs for hardness 6516 - 7778 for foam stability 1062 - 1075 for pH 1062 - 1075 and 015 ndash 019 for free alkali Transparent soap was most preferred by the panelists was soap with addition 1 ml of Kalamansi orange oil KEYWORDS transparent soap palm oil fat-pit kalamansi orange oil
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Faperta Universitas Bengkulu Jl WRSupratman Bengkulu 38371
Indonesia Email devisilsiaunibacid
PENDAHULUAN
Sabun merupakan salah satu produk yang cukup penting dalam kehidupan
manusia Selain sebagai pembersih kulit kandungan alami yang ada pada sabun
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelembab dan peremajaan kulit Untuk memenuhi
selera masyarakat yang sangat beragam bermacam produk sabun sudah dikembangkan
saat ini seperti sabun cair sabun opaque dan sabun padat transparan Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi produk pembersih kulit Selain menghasilkan
busa yang lebih lembut kenampakan yang berkilau dan tembus pandang menjadikan
penampilan sabun padat transparan ini lebih menarik dan elegan Penambahan
beberapa bahan alami menjadikan sabun tranparan ini sebagai salah satu produk
pembersih kulit yang diminati
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara
basa (natrium kalium) dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani (BSN 20164) Beberapa minyak nabati yang telah digunakan
sebagai bahan baku sabun antara lain adalah minyak kelapa minyak zaitun
minyak sawit dan lain-lain Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi
karakteristik dari sabun yang dihasilkan Asam palmitat dan asam stearat yang
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
307
terkandung dalam minyak sawit akan mempengaruhi kekerasan dan menghasilkan
busa yang lembut pada sabun Selain itu juga sangat efektif untuk meningkatkan daya
cleaning dari sabun yang dihasilkan (Ramli and Kuntom 2009)
Pada proses pengolahan minyak sawit masih terdapat kehilangan minyak
dibeberapa titik yang mana kemudian ditampung di bak Fat pit Fat pit pond
merupakan bak penampungan sludge tumpahan minyak dan air cucian Minyak dari
bak Fat pit ini dikutip kembali di transfer ke vibrating screen kemudian di masukkan
kembali ke tangki timbun Penimbunan yang terlalu lama dalam bak fat pit akan
meningkatkan kadar kotoran Apabila dimasukkan ke tangki timbun diduga akan
mempengaruhi mutu minyak sawit yang ada dalam tangki Maka akan lebih baik jika
minyak tersebut tidak dimasukkan ke dalam tangki timbun tetapi diolah menjadi
produk oleokimia Silsia et al 2017c telah memanfaatkan minyak sawit dari bak fat
pit ini sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono dan diasilgliserol Produk
oleokimia lain yang dapat dibuat dari minyak sawit adalah sabun salah satunya sabun
transparan
Penambahan bahan lain dalam pembuatan sabun transparan akan lebih
memaksimalkan manfaat dan meningkatkan penerimaan konsumen Bahan tambahan
tersebut dapat berupa bahan antiseptik antioksidan pewangi dan lain-lain Dalam
penelitian ini bahan yang ditambahkan adalah ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk
kalamansi Menurut Istianto dan Muryanti (2014) minyak atsiri jeruk bermanfaat
dalam bidang kesehatan bila digunakan sebagai aroma terapi Aroma jeruk dapat
menstabilkan sistem syaraf menimbulkan perasaan senang dan tenang meningkatkan
nafsu makan dan penyembuhan penyakit Selain itu penambahan minyak atsiri pada
sediaan sabun dapat meningkatkan peneriman konsumen dan efektivitas sabun yang
dihasilkan (Apriyani 2013)
Minyak atsiri jeruk kalamansi (Citrofortunella microcarpa) dapat diperoleh
dari kulit buah maupun daunnya Kandungan utama dari minyak atsiri jeruk
kalamansi adalah limonen (944 ) (Othmen et al 2016) Minyak jeruk kalamansi
yang dipergunakan pada penelitian ini berasal dari hasil samping industri
pengolahan sirup kalamansi Kandungan limonen pada minyak atsiri ini hanya
7592 (Tutuarima 2019) Selain memiliki aroma yang khas minyak atsiri jeruk
kalamansi ini juga berfungsi sebagai antibakteri (Kindangen et al 2018) Aroma
yang khas dan sifat antibakteri minyak kalamansi ini diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan dan efektifitas sabun transparan yang dihasilkan Silsia et
al 2017a dan Silsia et al 2017b telah menggunakan minyak atsiri jeruk kalamansi
sebagai aroma pada pembuatan sabun cair
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
308
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia sabun
transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi dan untuk mengetahui
sabun transparan yang paling disukai panelis
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit yang diambil
dari bak Fat-Pit PT Bio Nusantara Teknologi minyak atsiri jeruk kalamansi dari LPP
Baptis Bengkulu Tengah asam stearat NaOH 30 etanol 96 gliserin gula pasir
akuades NaCl HCl KOH dan ekstrak kulit manggis Alat yang digunakan adalah
gelas piala gelas ukur erlenmeyer labu ukur corong cawan porselen buret hot
plate penangas air oven desikator timbangan analitik kertas saring penetrometer
dan satu set pendingin tegak
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan satu faktor yaitu penambahan minyak atsiri jeruk kalamansi (1 ml 2 ml dan 3
ml) dalam 60 g minyak sawit Masing-masing percobaan diulang tiga kali sehingga
diperoleh 9 kombinasi perlakuan Formulasi pembuatan sabun tranparannya dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Formulasi Pembuatan Sabun Transparan
No Bahan Perlakuan
1 2 3
1 Minyat sawit (g) 60 60 60
2 Asam stearate (g) 21 21 21
3 NaOH 30 (g) 60 60 60
4 Etanol 96 (g) 45 45 45
5 Gliserin (g) 39 39 39
6 Gula pasir (g) 45 45 45
7 Akuades (g) 252 252 252
8 NaCl (g) 06 06 06
9 Ekstrak kulit manggis (g) 02 02 02
10 Minyak jeruk kalamansi (ml) 1 2 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
309
Tahapan Penelitian
(1) Pemurnian Minyak Sawit
Minyak sawit yang diambil dari bak Fat-pit dipanaskan hingga mencapai suhu
80ordmC Selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan kotoran
dengan menggunakan kertas saring Kemudian dilakukan proses bleaching
dengan menggunakan arang aktif Proses ini dilakukan pada suhu 100ordmC selama
30 menit dengan cara mengaduknya menggunakan mikser Setelah itu dilakukan
proses penyaringan untuk memisahkan granula arang aktifnya
(2) Pembuatan Sabun Transparan
Proses pembuatan sabun padat transparan dilakukan dengan merujuk pada
metode Widyasanti et al (2016) dengan sedikit modifikasi Minyak sawit yang
sudah dimurnikan dimasukkan kedalam beaker gelas dan dipanaskan pada suhu
70ordmC Selanjutnya kedalam minyak sawit panas tersebut dimasukkan asam stearat
dan diaduk hingga homogen Kemudian dimasukan larutan NaOH 30 lalu
diaduk kembali hingga diperoleh campuran homogen Selanjutnya bahan
pendukung lain etanol 96 gliserin larutan gula (gula pasir yang dicairkan
terlebih dahulu dalam akuades) dan NaCl dimasukan secara berurutan Dilakukan
proses pengadukan hingga seluruhnya tercampur secara sempurna Kemudian
suhu campuran tersebut diturunkan hingga mencapai 30ordmC lalu ditambahkan
ekstrak kulit manggis dan minyak jeruk kalamansi Sabun yang terbentuk disaring
dan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan silikon dan didiamkan
selama 24 jam pada suhu ruang
Parameter yang Diamati
Karakteristik Fisikokimia sabun transparan yang diamati meliputi kadar air
dengan menggunakan metode gravimetri (SNI 06-3532-2016) kekerasan dengan
menggunakan penetrometer stabilitas busa dengan menggunakan metode pengukuran
tinggi busa dengan penggaris (Piyali et all 1999) pH (ASTM D 1172 95 2001)
kadar alkali bebas dengan menggunakan metode titrasi (SNI 06-3532-2016) dan
tingkat kesukaan panelis Uji tingkat kesukaan penerimaan konsumen dilakukan
terhadap 25 panelis tidak terlatih dengana metode consumer preference test Panelis
diminta memberikan tanggapan pribadinya terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur sabun yang dihasilkan Skala penilaian yang diberikan terdiri dari skala 1 ndash
5 (1) tidak suka (2) agak tidak suka (3) netral (4) agak suka dan (5) suka
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
310
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sabun transparan dengan bahan baku minyak sawit dari bak fat pit
telah berhasil dilakukan dengan beberapa tahapan Tahapan dimulai dengan
pemurnian minyak sawit proses safonifikasi dan pengujian karakteristik
fisikokimianya Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit dapat dilihat pada
Gambar 1
Gambar 1 Proses pengambilan minyak sawit dari bak Fat Pit
Sabun transparan yang dihasilkan berwarna kuning cerah Warna kuning ini
selain disebabkan warna minyak sawit juga dipengaruhi oleh ekstrak kulit manggis
yang ditambahkan Produk sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Produk sabun transparan yang dihasilkan
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang diamati untuk menentukan sifat
kimia sabun padat transparan Pengujian kadar air pada sabun perlu dilakukan
karena kadar air akan mempengaruhi kualitas sabun Air yang ditambahkan dalam
produk sabun dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan mudah menyusut dan cepat habis pada
saat digunakan (Ham bali et al 2005) Kadar air dalam sabun berasal dari akuades
yang ditambahkan pada saat proses pembuatan sabun dan juga berasal dari hasil
sampingan dari proses penyabunan Nilai rata ndash rata kadar air sabun padat transparan
dapat dilihat pada Gambar 3
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
311
Gambar 3 Kadar air sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 2113 - 2293
Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 ml Dan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan
minyak atsiri kalamansi 3 ml Secara keseluruhan kadar air yang terkandung dalam
sabun transparan tersebut belum memenuhi standar mutu sabun padat (SNI 06-3235-
1994) yaitu sebesar 15
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih tinggi jika
dibandingan dengan hasil penelitian Dyartanti et al (2014) 1824 ndash 1856 Hal ini
diduga karena jumlah air dan zat tambahan lainnya yang digunakan lebih banyak
sedangkan jumlah minyaknya lebih sedikit Kadar air sabun ini juga lebih rendah dari
hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Jumlah minyak dan bahan lain yang
digunakan sama hanya saja dalam penelitian tersebut ada penambahan ekstrak teh
putih Kandungan saponin yang terdapat pada esktrak teh putih ini lah yang
menyebabkan kadar airnya lebih rendah Menurut Widyasari (2010) sabun padat
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent
Kekerasan
Uji Kekerasan bertujuan untuk mengetahui efisiensi sabun ketika digunakan
Sabun yang lebih keras memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau
perubahan bentuk yamg terjadi karena gangguan fisik yang berasal dari
lingkungannya Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer jarum Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan
seberapa dalam jarum penetrometer menembus sabun dalam rentang waktu 10 detik
2113
2273 2293
20
205
21
215
22
225
23
235
1 2 3
Kadar Air ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
312
Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar Asam lemak yang
digunakan sebagai bahan baku akan mempengaruhi tingkat kekerasan sabun yang
dihasilkan Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa sawit adalah asam
palmitat Asam lemak ini berperan dalam mengeraskansabun dan m e n stabilkan
busa
Nilai rata ndash rata kekerasan sabun padat transparan dapat dilihat pada Gambar 4
Nilai kekerasan sabun yang dihasilkan berkisar antara 0020 ndash 0024 mmgs Dari
Gambar 4 dapat di ketahui bahwa sabun dengan penambahan minyak atsiri 2 ml
adalah sabun yang paling lunak
Gambar 4 Kekerasan sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Angka kekerasan sabun yang yang ditunjukan oleh skala penetro me te r pada
penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Widyasanti et al (2016) Hal ini
disebabkan karena kadar air sabun tranparan ini juga lebih tinggi Kekerasan pada
sabun transparan juga dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam sabun
transparan tersebut Semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi juga angka
kekerasan yang ditunjukan oleh skala penetrometer S em aki n tinggi angka yang
ditunjukan oleh skala penetrometer maka sabun tersebut akan semakin lunak SNI No
06-3532-2016 tentang sabun mandi belum mensyaratkan tingkat kekerasan
Stabilitas Busa
Busa merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu sabun
Sabun yang memiliki busa banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit
dan tidak stabil Sebagian konsumen masih beranggapan bahwa busa yang melimpah
mempunyai kemampuan membersihkan kotoran lebih baik Selain itu busa juga
0020
0024
0022
0018
0019
0020
0021
0022
0023
0024
0025
1 2 3
Kekerasan (mmgs)
Penambahan Minyak Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
313
berperan dalam melimpahkan wangi sabun pada kulit Nilai rata-rata stabilitas busa
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 dan busa yang terbntuk dapat dilihat
pada Gambar 6
Gambar 5 Stabilitas busa sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk
kalamansi
Gambar 6 Stabilitas busa sabun tranparan yang dihasilkan
Stabilitas busa tertinggi diperoleh pada penambahan minyak jeruk kalamansi 1
ml dan yang terendah pada penambahan 2 ml Stabilitas busa yang dihasilkan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) dimana
pada penelitian tersebut stabilitas busa tertinggi hanya 5936 Hal ini diduga
karena adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan Begitu juga halnya jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) dimana stabilitas
7778
6516
6892
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
1 2 3
Stabilitas Busa ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamnsi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
314
busanya hanya mencapai 5063 Pada penelitian Anggraini et al bahan baku yang
digunakan adalah minyak kelapa dengan kandungan utama asam laurat Sedangkan
asam lemak yang berperan dalam pembentukan busa yang stabil adalah asam
palmitat yang bisa diperoleh dari minyak sawit
pH
Sabun tranparan yang dihasilkan memiliki pH rata-rata 1062 ndash 1075 Kisaran
nilai pH ini masih memenuhi kriteria mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI No 06-
3532-2016 yang berkisar antara 9 ndash 11 Nilai pH yang diperoleh pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 Penambahan minyak jeruk kalamansi
mengakibatkan penurunan nilai pH Hal ini disebabkan karena minyak jeruk kalamansi
bersifat asam
Tabel 2 pH Sabun transparan pada berbagai penambahan minyak jeruk kalamansi
Penambahan minyak kalamansi (ml) pH
1 1075
2 1073
3 1062
Nilai pH merupakan parameter yang cukup penting dalam pembuatan sabun
Kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi ditentukan oleh nilai pH
(Wijanaet al 2009) Nilai pH yang diperoleh hampir sama dengan hasil penelitian
Widyasanti et al (2016) yaitu 10 ndash 11 Nilai pH ini sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Anggraini et al (2015) yang berkisar antara
978 ndash 1021 Perbedaan ini ini diduga karena adanya perbedaan komposisi
Kadar Alkali Bebas
Sabun merupakan hasil dari reaksi saponifikasi antara asam lemak dalam
minyaklemak dengan alkalibasa Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari
reaksi saponfikasi yang sempurna sehingga diharapkan tidak terdapat sisaresidu
setelah reaksi Pengujian kadar alkali bebas dilakukan karena tidak selamanya reaksi
berjalan dengan sempurna Kelebihan alkali pada suatu proses pembuatan sabun dapat
disebabkan karena adanya jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan
untuk melakukan reaksi safonifikasi Menurut Poucher (1974) sabun yang memiliki
kadar alkali bebas tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada kulit karena natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit dengan
cepat
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
315
Nilai rata ndash rata nilai kadar alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini
berkisar antara 015 - 019 seperti terlihat pada Gambar 7 Sabun dengan kadar
alkali bebas paling rendah diperoleh pada penamabahan minyak jeruk kalamnsi 2 ml
Gambar 7 Kadar alkali bebas sabun transparan pada berbagai penambahan minyak
jeruk kalamansi
Alkali bebas yang dihasilkan pada penelitian ini sedikit lebih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasanti et al (2016) yaitu 0101 Hal ini
diduga karena pada penelitian ini menggunakan zat tambahan ekstrak kulit manggis
Senyawa alkaloid yang terkandung pada ekstrak kulit manggis bersifat basa
Tingkat Penerimaan Panelis
Uji tingkat penerimaan panelis dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan Uji yang dilakukan
adalah uji hedonik uji kesukaan panelis terhadap warna aroma tranparansi dan
tekstur dari sabun yang dihasilkan Secara keseluruhan panelis lebih menyukai sabun
tranparan yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml Tingkat
kesukaan panelis untuk parameter warna aroma transparansi dan tekstur dapat dilihat
pada Tabel 3
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap
warna terdapat pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dan
yang terendah pada sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml Hal ini
diduga karena sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 3 ml memiliki
019
015
018
0
002
004
006
008
01
012
014
016
018
02
1 2 3
Alkali Bebas ()
Penambahan Minyak Jeruk Kalamansi (ml)
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
316
warna kuning agak gelap sedangkan pada produk dengan penambahan minyak jeruk
kalamansi 1 dan 2 ml warna yang diperoleh kuning cerah
Tabel 3 Rekapitulasi hasil uji penerimaan konsumen
Parameter
Uji
Skor Penerimaan Panelis terhadap sabun transparan
dengan penambahan minyak jeruk kalamnsi
1 ml 2 ml 3 ml
Warna 360 352 336
Aroma 348 392 356
Transparansi 372 328 328
Tekstur 384 376 368
Tingkat penerimaan panelis terhadap aroma sabun transparan ini berada dalam
range netral ndash suka Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat pada sabun dengan
penambahan minyak jeruk kalamansi 2 ml dengan skor 392 Penerimaan panelis
terhadap aroma sabun tranparan yang dihasilkan belum maksimal Karena kandungan
utama minyak jeruk kalamansi adalah limonene maka diduga sebagian aromanya
menguap
Penerimaan panelis terhadap tingkat tranparansi sabun tertinggi terdapat pada
sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 372 Sifat tranparansi
sabun dipengaruhi oleh penambahan transparent agent seperti etanol gliserin dan
sukrosa Dalam penelitian ini jumlah tranparant agent yang ditambahkan sama maka
faktor lain yang mempengaruhi adalah warna dari sabun yang dihasilkan
Pada pengujian tingkat kesukaan terhadap tekstur panelis diminta untuk meraba
tekstur sabun yanag dihasilkan Konsumen umumnya menyukai sabun yang bertekstur
keras karena diyakini lebih tahan lama Tingkat kesukaan panelis tertinggi terdapat
pada sabun yang dibuat dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml yaitu 384
Tekstur sabun berhubungan dengan kadar air yang terdapat pada sabun tersebut
Makin rendah kadar air maka makin keras tekstur sabun yang dihasilkan
SIMPULAN
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air antara 2113 - 2293
kekerasan 00197 - 00217 mmgs stabilitas busa 6516 ndash 7778 pH 1062 ndash 1075
dan kadar alkali bebas 2113 ndash 2293 Sabun transparan yang paling disukai panelis
adalah sabun dengan penambahan minyak jeruk kalamansi 1 ml dalam 60 g minyak
sawit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
317
REFERENSI
Anggraini T S Di Ismanto and Dahlia2015 The making of Transparent Soap From
Green Tea Extract International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology 5(4) 349-356
Apriyani K 2013 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) Dengan Cocomid DEA Sebagai Surfaktan
httpeprintsumsacid
Badan Standarisasi Nasional Indonesia 2016 Sabun Mandi SNI 06-3532-2016
Dewan Standarisasi Nasional Jakarta
Dyartanti ER NACristi Dan I Fauzi 2014 Pengaruh Penambahan Minyak Sawit
Pada Karakteristik Sabun Transparan Ekuilibrium 13 (2) 41-44
Hambali E T K Bunasor A Suryani amp Kusumah G A 2005 Aplikasi
Dietanolamida Dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan Sabun
Transparan J Tek Ind Pert 15(2) 46-53
Istianto M dan Muryanti 2014 Minyak Atsiri Jeruk Manfaat dan Potensi Peningkatan
Nilai Ekonomi Limbah Kulit Jeruk
httpbalitbulitbangpertaniangoidindindexphphasil-penelitian-mainmenu-
46informasi-teknologi
Kindangen GD W A Lolo1) P V Y Yamlean 2018 Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Kalamansi (Citrus microcarpa bunge) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli PHARMACONJurnal
Ilmiah Farmasi ndash UNSRAT 7 (4) 62-68
Othman SNAM M A Hassan L Nahar N Basar S Jamil and S D Sarker
2016 Essential Oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) Medicinal
Plants Medicines 3 (2) 2-11
Piyali G R G Bhiruddan V V Kumar 1999 Detergency and Foam Studies on
Linear Alkyl benzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate Journal of
Surfactant and Detergent 2(4) 489-493
Ramli MR ang A Kungton 2009 Palm-Based Tranparent Soap Slab MPOB
Information Series MPOB TT No 433
Silsia D FED Surawan dan I Meriska 2017c Karakteristik Emulsifier Mono dan
Diasilgliserol (MDAG) dari Crude Palm Oil (CPO) yang berasal dari Fat Pit
Devi Silsia Syafnil dan Irma Manik
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
318
pada Berbagai Konsentrasi Katalis NaOH Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian 9 (2)82-88
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017a Pengaruh Konsentrasi KOH terhadap
Karakteristik Sabun Cair Beraroma Jeruk Kalamansi dari Minyak Goreng Bekas
Jurnal Agroindustri 7(1) 11-19
Silsia D LSusanti dan RApriantonedi 2017b Pembuatan Sabun Cair Aroma Jeruk
Kalamansi Dari Minyak Goreng Bekas Prosiding Semirata Bidang MIPA BKS
PTN Wilayah Barat Buku 3 Jambi 12-14 Mei 2017 Hlm 1448-1455
Tutuarima T 2019 Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri dari Cairan Hasil
Samping Industri Sirup Kalamansi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu
WidyasantiA CLFarddani DRohdiana 2016 Pembuatan Sabun Padat Transparan
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan Penambahan Bahan
Aktif Ekstrak Teh Putih (Camellia Sinensis) Jurnal Teknik Pertanian Lampung
5(3) 125-136
Widyasari A 2010 Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
Terhadap Mutu Sabun Transparan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor Bogor
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
319
RESPON FISIOLOGIS JINTAN HITAM (Nigella sativa L)
Di LAHAN MASAM BENGKULU
Herlina Universitas Dehasen
Bengkulu
Evi Andriani Universitas Dehasen
Bengkulu
ABSTRACT Black cumin (Nigella sativa L) is an annual aromatic medicinal plant that grows in subtropical regions including Asia the Middle East and North Africa in environments with low temperatures (below 20 oC) Bioactive compounds are efficacious for the health of which is thymoquinon and thymol Data about the growth and production at present are mostly only from the country of origin Some studies report that black cumin can grow and produce in Indonesia to a height of 220 masl To provide of black cumin in Indonesia need to develop cultivation of black cumin especially in sub-optimal land Research on cultivating black cumin on suboptimal land especially in acid soils is still rare Therefore research is needed on the opportunities for cultivating black cumin plants in acid soils as initial information in the field of crop adaptation studies The aim of the study was to determine the mechanism of adaptation of black cumin plants in Bengkulu acid soils The study was conducted in locations with altitudes below 100 masl Accessions used were accession of India Syria and Kuwait to cow manure growing media chicken manure and control The study was conducted in February 2019 using the Split Plot Design Observation of physiological responses is carried out through leaf thickness content of chlorophyll a chlorophyll b total chlorophyll carotene and anthocyanin The results showed that the accession treatment had a significant effect on leaf thickness The leaves of Kuwaits accession of 0212 mm are actually thicker by 7 compared to India and Syrias accession There were no significant differences in the levels of chlorophyll a and b but there were significant differences in the levels of anthocyanins and carotenoids in each accession The treatment of manure did not have a significant effect on the physiological character of the black cumin observed KEYWORDS adaptation black seed physiological response suboptimal land
Corresponding Author Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu Jl Meranti Raya No 32
Bengkulu Indonesia Email lina_bilangyahoocoid
PENDAHULUAN
Jintan hitam (Nigella sativa L) merupakan tanaman aromatik semusim yang
termasuk dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman asli dari daerah Asia
Barat dan Mediterania (Khan 2009) Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Mediterania Siria Turki Iran Arab Saudi Pakistan Jordania dan India (Rajsekhar
dan Kuldeep 2011) dengan umur yang relatif pendek dan lingkungan tumbuh di
wilayah semi arid pada tanah yang kurang subur (Tuncturk et al 2012)
Biji jintan hitam memiliki khasiat yang besar dalam bidang pengobatan dan telah
diketahui memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan terutama dalam sistem
pengobatan Ayurveda dan Unani-TibbGreco-Arab (Abdulelah dan Zainal-Abidin
2007) Kandungan utama yang terdapat pada biji jintan hitam adalah minyak atsiri
seperti p-simena timokuinon asam palmitat asam linoleat asam oleat (Arshad et al
2012) tokoferol sterol (Matthaus dan Ozcan 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
320
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dengan tingkat curah hujan
rendah dan tanah alkali Jintan hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880
mdpl dengan suhu rata-rata 69-174 oC dan curah hujan 3192-4625 mm tahun
-1
(Talafih et al 2007) di Turki pada tekstur tanah lempung liat yang tinggi kadar
garam rendah bahan organik rendah kandungan nitrogen dan fosfat rendah pH tinggi
(78) curah hujan rendah (3494-4241 mm tahun-1
) dan suhu rendah antara 9-10 oC
(Tuncturk et al 2012) dan di Iran pada ketinggian 1209 m dpl dengan suhu rata rata
14 oC dengan curah hujan 140 mm tahun
-1 (Khoulenjani dan Salamati 2011)
Penelitian jintan hitam di wilayah tropika Indonesia dilaporkan oleh Suryadi
(2014) dan Ridwan et al (2014) bahwa tanaman jintan hitam dapat tumbuh di wilayah
dataran tinggi Indonesia yakni di daerah Lembang dengan ketinggian 1315 m dpl
dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 1548-2626 oC dengan
produksi biji sebesar 36305 kg ha-1
dan kadar timokuinon sebesar 625 mg kg-1
Sementara itu di dataran rendah (ketinggian 350 mdpl) dengan kisaran suhu minimum
maksimum rata-rata sebesar 2273-3173 oC dan di dataran menengah (ketinggian
550 mdpl) dengan kisaran suhu minimum maksimum rata-rata sebesar 2247-2983 oC
tanaman jintan hitam tidak dapat tumbuh bahkan tidak berkecambah
Penelitian Herlina et al (2017) menginformasikan bahwa tanama jintan hitam
aksesi India dan Kuwait dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah (220 mdpl)
Sebagai upaya pengurangan import yang pada tahun 2013 sebesar US$
244076 (BPS 2013) perlu dilakukan pengembangan budidaya jintan hitam di
Indonesia Salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sub optimal
yang berada di dataran rendah diantaranya lahan ultisol yang merupakan salah
satu tanah mineral masam dengan sebaran luas hingga 45794000 ha atau sekitar
25 dari total luas daratan Indonesia (Prasetyo dan Suriadikarta 2006)
Sebagai upaya pengembangan teknologi budidaya jintan hitam di tanah
mineral masam perlu dilakukan kajian awal tentang mekanisme adaptasi
beberapa aksesi jintan hitam sebagai dasar pengembangan teknologi budidaya
jintan hitam di tanah mineral masam Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh aksesi atau jenis jintan hitam yang adaptif dan teknologi budidaya
spesifik lokasi di lahan mineral masam dan secara khusus mendapatkan informasi
tentang respon fisiologis sebagai bentuk upaya adaptasi tanaman di luar
lingkungan tumbuh optimalnya
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
321
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih jintan hitam yang berasal dari
India Siria dan Kuwait giberelin aquadest polibag plastik uv naungan bambu
pupuk kandang pupuk NPK bahan dan alat analisis Menggunakan Rancangan
Petak Terbagi (Split Plot Design) Petak utama adalah aksesi terdiri dari tiga taraf
yakni aksesi India (A1) Siria (A2) dan Kuwait (A3) Anak petak adalah jenis
pupuk kandang yang terdiri dari tiga taraf yakni pupuk pupuk kandang sapi
pupuk kandang ayam dan kontrol (tanpa pupuk kandang) Secara keseluruhan
diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan
percobaan Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman sampel dari tanaman
tengah
Penyiapan media tanam yang berupa campuran pupuk kandang sesuai
perlakuan dan tanah dengan perbandingan 11 (vv) yang ditempatkan dalam
polibag berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm Polibag ditempatkan pada naungan
berukuran 3 x 3 m dengan tinggi 25 m di bagian depan dan 20 m di bagian
belakang Naungan menggunakan paranet dengan kerapatan 50 dan di atasnya
ditutupi dengan plastik UV dengan jumlah 25 polibag pada tiap naungan Benih
diberi perlakuan 12 jam hydropriming + 1 jam perendaman dengan GA3 10-5
M
kemudian ditanam di polibag secara direct seeding dengan jumlah 3 benih per
polibag Pupuk NPK diberikan pada saat tanam dengan dosis 5 g per polibag
pupuk guano diberikan pada umur 5 MST dengan dosis 4 g per polibag kapur
pertanian 2 g per polibag
Pencatatan suhu dilakukan setiap hari terhadap suhu harian dan kelembaban
dengan menggunakan thermohygro meter Pengamatan respon fisiologis dilakukan
terhadap peubah tebal daun luas daun per tanaman (menggunakan program black
spot versi 10 beta) kadar klorofil a klorofil b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun (Sims dan Gamon 2002) Data yang diperoleh dianalisis varian
dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf kepercayaan 95
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan Tumbuh
Suhu udara adalah salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman Pengaruh suhu terutama terlihat pada
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
322
laju perkembangan tanaman seperti perkecambahan pembentukan daun dan inisasi
organ reproduktif Suhu udara pada lokasi penanaman sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta karakteristik pertumbuhan dan hasil
tanaman Ahmad et al (2010) menyatakan bahwa ketika suhu meningkat di atas
maksimum untuk pertumbuhan tanaman mengalami penuaan dan daun tanaman
kehilangan warna hijaunya aktivitas fisiologi menurun dan berdampak pada inaktivasi
beberapa enzim
Pertumbuhan tanaman jintan hitam di negara asalnya rata-rata berada pada
dataran tinggi kisaran suhu rendah yakni di bawah 20 oC dan tanah alkali Jintan
hitam tumbuh di Jordania pada ketinggian 530-880 mdpl dengan suhu rata-rata 69-
174 oC (Talafih et al 2007) Introduksi tanaman jintan hitam di Indonesia
khususnya Bengkulu memberikan suhu lingkungan tumbuh yang berbeda jauh dengan
asalnya dengan rata-rata suhu harian di atas 25 oC Fluktuasi suhu maksimum suhu
minimum suhu harian dan kelembaban lingkungan tumbuh jintan hitam di lahan
masam Bengkulu ditampilkan pada Gambar 1 berikut ini
Gambar 1 Fluktuasi suhu maksimum minimum harian dan kelembaban lingkungan
tumbuh jintan hitam di lahan masam Bengkulu
Peubah Respon Fisiologis Jintan Hitam
Cekaman lingkungan merupakan tantangan utama dalam memproduksi tanaman
secara berkelanjutan Dalam menghadapi kondisi stress lingkungan tanaman
memberikan beragam respon dan salah satunya adalah respon fisiologis sebagai upaya
untuk menerima menghindari dan menetralisir pengaruh cekaman Sifat peka dan
toleran suatu tanaman bergantung juga pada sifat genetik yang dimiliki oleh suatu
spesies atau aksesi (Dubey 1995)
00
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Su
hu
(oC
)
T Max T Min T Harian
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kele
mb
ab
an
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
323
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks dalam menghadapi cekaman
Bentuk morfologi anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan
tanaman memiliki respon yang beragam Ketika cekaman semakin meningkat maka
tanaman melakukan penyesuaian diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti
perubahan struktur morfologi (Taiz dan Zeiger 2012) Introduksi tanaman jintan
hitam di wilayah Bengkulu dengan karakter iklim dan media tanam yang berbeda
diduga akan menimbulkan cekaman bagi tanaman dan tanaman akan melakukan
mekanisme adaptasi melalui proses fisiologinya yang di dalam penelitian ini dilihat
melalui peubah tebal daun kadar klorofil-a klorofil-b total klorofil karotenoid dan
antosianin daun yang di tampilkan pada Tabel 1 hingga Tabel 6 berikut ini
Tabel 1 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap tebal daun dan luas daun
Jenis Pupuk Kandang
Tebal Daun (mm) Luas Daun (cm2)
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0190 a 0196 a 0215 a 4026 a 4109 a 2934 a Pupuk kandang ayam 0196 a 0180 b 0205 a 4072 a 3706 b 2895 a Tanpa pupuk kandang 0201 a 0207 a 0214 a 3617 b 2789 c 1563 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengaruh aplikasi jenis pupuk kandang sebagai media tanam relatif tidak nyata
terhadap tebal daun jintan hitam meskipun terlihat kecenderungan bahwa tanaman
yang ditanam tanpa aplikasi pupuk kandang memiliki daun yang relatif lebih tebal
sekitar 2 ndash 5 untuk aksesi India 6 ndash 15 untuk aksesi Syria dan 43 untuk aksesi
Kuwait (Tabel 1) Kecenderungan peningkatan tebal daun ketiga aksesi yang
digunakan pada penelitian ini berhubungan dengan upaya tanaman mempertahankan
diri dari cekaman lingkungan dengan meningkatkan jumlah sel palisade sehingga
daun menjadi lebih tebal dengan ukuran lebih kecil dengan tujuan mengurangi
penguapan (Muhuria et al 2006) Diduga cekaman lebih didominasi oleh cekaman
suhu lingkungan tumbuh yang relatif lebih tinggi dibanding suhu lingkungan tumbuh
optimalnya dan kondisi media tanam tanpa aplikasi pupuk kandang berperan dalam
meningkatkan cekaman yang dialami tanaman Penelitian Lumingkewas et al
(2015) memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada beberapa peubah
pertumbuhan diantaranya luas daun dan tebal daun
Seluruh aksesi yang digunakan pada penelitian ini mengalami peningkatan nilai
luas daun per tanaman dengan kisaran nilai peningkatan tertinggi pada aksesi Kuwait
sebesar 852 ndash 877 dibanding perlakuan tanpa pupuk kandang (Tabel 1) Secara
umum tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas daun tanaman dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang ayam
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
324
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis tanah ultisol yang
merupakan salah satu tanah mineral masamTanah jenis ini berdaya jerap P tinggi
dan biasanya memiliki kandungan hara rendah retensi hara tinggi dan kadar
bahan organik rendah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006) Peningkatan luas daun
tanaman karena adanya aplikasi pupuk kandang pada penelitian ini diduga terkait
dengan adanya peningkatan hara pada media tanam memperbaiki sifat fisik dan
biologi tanah (Hartatik dan Widowati 2006) Beberapa penelitian lain
menunjukkan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-
organik N dan P (Mahmoed et al 2009) Peningkatan ketersediaan hara dan
perbaikan kondisi sifat fisik dan biologi tanah akan berpengaruh positip terhadap
aktifitas fotosintesis tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas
pertumbuhan tanaman
Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan klorofil a dan klorofil b
Jenis Pupuk Kandang
Klorofil-a Klorofil-b
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1128 a 1156 a 1092 a 0379 a 0442 a 0392 b Pupuk kandang ayam 1062
ab 1178 a 1154 a 0361 b 0438 a 0413 a
Tanpa pupuk kandang 0971 b 1153 a 1165 a 0312 c 0379 b 0417 a Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan total klorofil
Jenis Pupuk Kandang Total Klorofil Rasio Klor-ab
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 1506 a 1598 a 1483 a 297 b 262 b 278 a Pupuk kandang ayam 1423 a 1616 a 1566 a 294 b 269 b 279 a Tanpa pupuk kandang 1282 b 1533 a 1581 a 312 a 304 a 279 a
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT α 5
Pengamatan karakter fisiologis lainnya dilakukan melalui peubah kandungan
klorofil daun yang terdiri dari klorofil a klorofil b total klorofil karoten dan
antosianin Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa aplikasi jenis pupuk kandang
sebagai media tanam tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a dan total
klorofil daun jintan hitam ketiga aksesi namun berpengaruh nyata untuk kandungan
klorofil-b Kandungan klorofil-b paling tinggi dimiliki oleh aksesi India dengan
aplikasi pupuk kandang sapi dan mengalami penurunan sebesar 136 ndash 177 ketika
tidak ditambahkan pupuk kandang (Tabel 2) Sementara itu untuk aksesi Syria
penurunan nilai klorifl-b terjadi ketika tidak diberi perlakuan pupuk kandang tidak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
325
terdapat perbedaan nyata nilai klorofil-b dengan aplikasi pupuk kandang sapi atau
pupuk kandang ayam Rasio klorofil ab untuk aksesi India dan Syria dipengaruhi
oleh aplikasi pupuk kandang Terdapat peningkatan yang nyata antara nilai rasio
klorofil ab daun jintan hitam denga aplikasi pupuk kandang dan dengan kontrol
dengan kisaran 4 ndash 6 untuk aksesi India dan13 ndash 16 untuk aksesi Syria (Tabel
3)
Menurut Wahid dan Ghazanfar (2006) peningkatan rasio klorofil a dan b
ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman lebih tinggi khususnya
cekaman suhu Pada penelitian ini lebih tingginya rasio klorofil ab daun jintan hitam
aksesi India dan Syria tanpa aplikasi pupuk kandang diduga kondisi media tanam ikut
berperan dalam menghasilkan tingkat cekaman yang lebih tinggi bagi tanaman
Meningkatnya rasio klorofil ab sebagai bentuk mekanisme adaptasi tanaman dalam
menghadapi cekaman
Tabel 4 Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kandungan karotenoid dan
antosianin
Jenis Pupuk Kandang Karotenoid Antosianin
India Syria Kuwait India Syria Kuwait
Pupuk kandang sapi 0385 a 0378 b 0374 b 0042 a 0048 a 0046 a Pupuk kandang ayam 0391 a 0399
ab 0436 a 0036 b 0027 b 0043 a
Tanpa pupuk kandang 0350 b 0410 a 0453 a 0038 b 0032 b 0038 b Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu peubah tidak berbeda nyata menurut
uji lanjut DMRT α 5
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan karotenoid aksesi India
paling rendah pada media tanam kontrol sedangkan aksesi Syria dan Kuwait justru
sebaliknya dimana pada media tanam kontrol menghasilkan nilai karotenoid yang
relatif paing tinggi Kandungan antosianin daun terlihat lebih konsisten dengan hasil
paling tinggi untuk semua aksesi adalah pada aplikasi pupuk kandang sapi pada media
tanam Peningkatan nilai antosianin dengan aplikasi pupuk kandang sapi meningkat
sebesar 105 untuk aksesi India 500 untuk aksesi Syria dan 211 untuk aksesi
Kuwait dibanding kontrol
Karotenoid adalah salah satu pigmen yang dimiliki daun yang membantu
menyerap cahaya sehingga spektrum cahaya matahari dapat dimanfaatkan dengan
lebih baik Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid diteruskan kepada
klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang) yang terdiri
dari fotosistem I dan II demikian pula dengan klorofil-b Klorofil a paling banyak
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
326
terdapat pada Fotosistem II sedangkan klorofil b paling banyak terdapat pada
Fotosistem I (Taiz dan Zeiger 2012)
Tabel 5 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah
fisiologis jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Tebal Daun (cm)
Luas Daun (cm
2)
Klorofil-a Klorofil-b
Pukan Sapi India 0190 cd 4026 ab 1128 ab 0379 c Syria
Kuwait 0196 bc 0215 a
4109 a 2934 d
1156 ab 1092 ab
0442 a 0392 c
Pukan Ayam India 0196 bc 4072 a 1062 bc 0361 d Syria
Kuwait 0180 d 0205 ab
3706 bc 2895 d
1178 a 1154 ab
0448 a 0413 b
Tanpa Pukan India 0204 ab 3617 c 0970 c 0312 e Syria 0207 ab 2789 d 1153 ab 0379 c Kuwait 0215 a 1563 e 1164 a 0417 b
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Tabel 6 Pengaruh perlakuan jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap peubah fisiologi
jintan hitam
Jenis Pupuk Kandang
Aksesi Total Klorofil Karotenoid Antosianin
Pukan Sapi India 1506 abc 0385 cd 0042 ab Syria
Kuwait 1598 a 1483 bc
0378 de 0374 de
0048 a 0046 a
Pukan Ayam India 1423 c 0391 cd 0036 abc Syria
Kuwait 1616 a 1567 ab
0399 cd 0436 ab
0028 c 0043 ab
Tanpa Pukan India 1283 d 0350 e 0038 abc Syria 1533 abc 0410 bc 0032 bc Kuwait 1581 ab 0453 a 0038 abc
Keterangan angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT pada α 5
Interaksi perlakuan aplikasi jenis pupuk kandang dan aksesi terhadap karakter
peubah fisiologis tanaman ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa peubah tebal daun kandungan karotenoid antosianin
kandungan total klorofil memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk kandang
pada aksesi Kuwait Data ini dikuatkan juga dengan data luas daun dengan nilai
terendah dihasilkan oleh aksesi Kuwait yang ditanam pada media tanpa aplikasi
pupuk kandang Hal ini mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat
menurunkan tingkat cekaman tanaman Tingginya nilai total klorofil dan karotenoid
merupakan upaya tanaman dalam melakukan adaptasi terhadap cekaman lingkungan
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
327
tumbuhnya Carrion et al (2014) menyatakan bahwa kloroplas mengatur dirinya
terhadap kondisi intensitas cekaman (cahaya suhu hara)
SIMPULAN
Mekanisme adaptasi tanaman jintan hitam di lahan masam Bengkulu terlihat
dari respon fisologis ang diberikan oleh tanaman diantaranya daun menjadi lebih
tebal kandungan total klorofil karotenoid dan rasio klorofil ab lebih tinggi
Aplikasi pupuk kandang diduga dapat mengurangi tingkat cekaman pada tanaman
jintan hitam
REFERENSI
Abdulelah HAA Zainal-Abidin BAH 2007 In vivo anti malarial tests of Nigella
sativa different extract Am J Pharm Toxic 246-50
Arshad H Rizvi MM Khan AA Saxena G Naqvi AA 2012 A comparative study on
the chemical composition of oil obtained from whole seeds and crushed seeds of
Nigella sativa L from India Journal Biology Chemycal Research 29 44-51
[BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Perdangangan Luar Negeri ndash Impor 2013 2013
Volume III Jakarta (ID) Badan Pusat Statistik
Carrion CA Martinez DE Costa ML Guiamet JJ 2014 Senescence-associated
vacuoles a specific lytic compartment for degradation of chloroplast proteins
Plants (Basel) 3(4) 498-512
Dubey RS 1995 Protein synthesis by plant under stresful conditions In Handbook
of Plant and Crop Stress
Hartatik W Widowati LR Pupuk Kandang 2006 Di dalam Simanungkalit RDM
Suriadikarta DA Saraswati R Setyorini D Hartatik W editor Pupuk Organik
dan Pupuk Hayati Bogor Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
hlm 59-82
Herlina Aziz SA Kurniawati A Faridah DN 2017 Pertumbuhan dan produksi
Habbatussauda (Nigella sativa L) di tiga ketinggian Indonesia J Agron
Indonesia 2017 45(3) 323 -330
Khan MLA 2009 Kalonji (Nigella sativa L) Islamic Voice 13-08 (152) 1-2
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
328
Khoulenjani MB Salamati MS 2011 Morphological reaction and yield of Nigella
sativa L
to Fe and Zn African Journal of Agricultural Research 72359-2362 doi105897
AJAR111813
Lumingkewas AMW Koesmaryono Y Aziz SA Impron 2015 The influence of
temperature
to rutin concentration of buckwheat grains in humid tropic Int J of Sci Basic and
Apllied Research 20(1) 1-9
Mahmoud E Abd El-Kader2 N Robin P Akkal-Corfini N Abd El-Rahman L 2009
Effects of different organic and inorganic fertilizer on cucumber yield and some
soil properties World J Agri Sci (5)408-414
Matthaus B Ozcan MM 2011 Fatty acids tocopherol and sterol contents of some
Nigella species seed oil J Food Sci 29145-150
Muhuriah L Tyas KN Khumaida N Trikoesoemaningtyas Soepandie D 2006
Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendahkarakter daun untuk
efisiensi penangkapan cahaya Bul Agron 34(3)133-140
Prasetyo BH dan Suriadikarta DA 2006 Karakteristik potensi dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia Jurnal Litbang Pertanian 25(2)39-46
Rajsekhar S Kuldeep B 2011 Pharmacognosy and pharmacology of Nigella sativa-
review International Research Journal of Pharmacy 236-39
Ridwan T Ghulamadi M Kurniawati A 2014 Laju pertumbuhan dan produksi jintan
hitam (Nigella sativa L) dengan aplikasi pupuk kandang sapi dan fosfat alam J
Agron Indonesia 42(2)158-165
Sims DA Gamon JA 2002 Relationships between leaf pigment content and spectral
reflectance across a wide range of species leaf structures and developmental
stages Remote Sensing of Environment 81(2)337-354 httpdxdoiorg
101016S0034-4257(02)00010-X
Suryadi R 2014 Karakter Morfologi dan Pemupukan N dan P Anorganik terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bioaktif Thymoquinone Jintan Hitam Thesis
Sekolah Pascasarjana IPB Bogor
Taiz L Zeiger E 2012 Plant Physiology Fifth Edition Sinaue Associaties Inc
Publisher Massachussetts 782 p
Herlina Evi Andriani
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
329
Talafih KA Haddad NI Hatar BI Kharallah K 2007 Effect of some agricultural
practises on the productivity of black cummin (Nigella sativa) grown under
rainfed semi-aid conditions Jodan Journal of Agricultural Sciences 3385-397
Tuncturk MR Tuncturk V Ciftci 2012 Effect of varrying nitrogens doses on yield
and some yield components of black cummin (Nigella sativa L) Advances in
Environmental Biology 6855-858
Wahid A Ghazanfar A 2006 Possible involvement of some secondary metabolites in
salt tolerance of sugarcane J Plant Physiol 163723-730
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
330
OPTIMALISASI PRODUKSI IgY ANTI DIARE DALAM KUNING
TELUR DENGAN SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN
Pasar Maulim
Silitonga Universitas Negeri
Medan
Melva Silitonga Universitas Negeri
Medan
Meida Nugrahalia Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT Telah dilakukan penelitian untuk mengoptimalkan produksi IgY kuning telur spesifik anti diare dengan suplementasi piridoksin Sebanyak 12 ekor ayam betina dewasa siap bertelur dipelihara dalam kandang baterai selama 10 minggu Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Perlakuan yang dicobakan adalah pemberian tingkat piridoksin yang bervariasi yaitu Defisiensi (S1) Normal (S2) dan Suplementasi (S3) Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml (109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml (109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhiruntuk identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY anti diare kuning telur Uji spesifitas IgY secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation Ekstraksi IgY dari kuning telur dilakukan dengan Metode Poly Ethylene Glycol (PEG)ndashKhloroform Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC)Penentuan kadar IgY kuning telur dengan metode Bradford Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur dapat dioptimalkan dengan suplementasi piridoksin pada ayam petelur KEYWORDS piridoksin IgY Suplementasi
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Unimed JlWillem Iskandar Psr V MedanSumut 20221 Email
pasarsilitongagmailcom
PENDAHULUAN
Pencegahan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu dilakukan Pencegahan dapat dilakukan
dengan cara menyuntikkan antigen tertentu ke dalam tubuh sehingga tubuh akan
membentuk antibodi spesifik (imunisasi aktip) dan dapat juga dilakukan dengan cara
mengkonsumsi bahan makanan yang telah mengandung antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu sehingga tubuh akan kebal terhadap serangan antigen tersebut
(imunisasi pasif)
Ayam telah dikenal sebagai pabrik biologis penghasil antibodi yaitu
immunoglobulin Y (IgY) dalam kuning telur (Wibawan 2008 Soejoedono 2005
Suartha 2006) Apabila ayam diimunisasi dengan antigen tertentu maka biosintesis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
331
antibodi akan berlangsung dalam sistem imun dan selanjutnya ditransfer ke embrio
melalui telur sehingga antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam Selanjutnya jika
kuning telur tersebut dikonsumsi maka konsumen akan memperoleh imunisasi pasif
sehingga kebal terhadap antigen spesifik tersebut Berbagai penelitian telah
memproduksi antibodi dengan memanfaatkan ayam sebagai pabrik biologis dan telah
diaplikasikan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit seperti Marek (Kermani
2001) flu burung (Wibawan 2009) dan tetanus (Selim 2015) Namun demikian
permasalahan hingga saat ini adalah jumlah produk IgY yang diperoleh dari setiap
butir telur masih rendah sehingga belum menguntungkan dari segi komersil Ayam
yang diimunisasi empat kali dengan 25-100 microg antigen hanya mampu menghasilkan
40-100 mg IgY per butir telur (Carlander2002)
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi antibodi dalam kuning telur
adalah dengan cara suplementasi piridoksin pada ayam petelur Piridoksin atau vitamin
B6 merupakan vitamin yang sangat penting dalam proses metabolisme Piridoksal
posfat (PLP) sebagai bentuk aktif dari vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan
mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme asam amino dan protein dan terlibat juga
dalam aspek pembentukan sistem pertahanan tubuh Upaya meningkatkan produksi
IgY kuning telur spesifik anti tetanus dengan suplementasi piridoksin telah dilaporkan
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan IgY
anti tetanus sebesar 1061 mg butir telur atau meningkat sekitar enam persen
(Silitonga2013) Walaupun produksi IgY anti tetanus telah meningkat dengan
suplementasi piridoksin tetapi masalahnya apakah peningkatan tersebut berlaku
umum untuk bakteri patogen atau antigen lainnya Apakah suplementasi piridoksin
dapat diimplementasikan untuk optimalisasi produksi IgY anti diare dan penyakit
lainnya Hal ini merupakan tantangan yang sangat menarik untuk diverifikasi
Diare merupakan salah satu jenis penyakit infeksi usus yang disebabkan oleh
invasi bakteri S Enteritidis atau S Typhimurium yang sering terjadi di Indonesia
dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk (Nurhalimah2015) Secara
biokimiawi penyakit ini mengakibatkan menurunnya kadar albumin serum hingga
dibawah normal (hipoalbuminnemia) dan kadar kalium darah berada dibawah normal
(hipokalemia) (Gerindra1989) Mengingat bahwa penyakit diare sangat berbahaya
bagi masyarakat sementara fakta telah menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin
dapat meningkatkan produksi IgY maka penelitian untuk memproduksi IgY kuning
telur spesifik anti diare seoptimal mungkin dengan suplementasi piridoksin sangat
perlu dilakukan
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
332
METODE PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown)
siap bertelur dan bakteri SEnteridis sebagai antigen serta bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan untuk analisis Preparasi Antigen SEnteridis dilakukan sebagai berikut
Bakteri S Enteritidis rujukan ATCC 130706 dan lokal 82194 ditumbuhkan pada
media BHI dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam Suspensi disentrifugasi
pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit Pelet diresuspensikan dua kali dengan 5
ml NaCl fisiologis lalu disentrifugasi seperti sebelumnya Pelet dilarutkan dalam 5 ml
NaCl fisiologis dihomogenkan dan diukur konsentrasi selnya pada λ 620 nm untuk
menentukan kandungan bakteri 109 selml Suspensi diinaktifkan dalam penangas air
pada suhu 56 0C selama 60 menit didinginkan dan siap digunakan sebagai vaksin
untuk produksi antibodi (Efrizal 2007)
Untuk produksi IgY anti diare dalam kuning telur dengan perlakuan
suplementasi piridoksin digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing perlakuan diberi empat ulangan Ayam percobaan
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yang diberi perlakuan piridoksin dengan tingkat
yang bervariasi yaitu kelompok Defisiensi piridoksin (S1) Normal (S2) dan
Suplementasi (S3) Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu
Selama percobaan semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum
komersil yang telah mengandung piridoksin dengan dosis normal Setelah 12 hari
adaptasi ayam diberi perlakuan piridoksin dengan tingkatan yang bervariasi via air
minum Proses imunisasi ayam dengan SEnteridis dilakukan sesuai prosedur (Efrizal
2007)Satu minggu setelah pemberian perlakuan semua ayam diinjeksi dengan 05 ml
(109selml) suspensi S Enteritidis secara intravena selama tiga hari berturut-turut
Immunisasi ulang dilakukan pada minggu kedua dengan S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant complete Pada minggu ketiga
dan keempat suntikan ulang dilakukan dengan antigen S Enteritidis sebanyak 10 ml
(109selml) yang diemulsikan dalam Freundrsquos adjuvant incomplete Sampel telur
diambil setelah 2 minggu injeksi antigen S Enteritidis yang terakhir dan disimpan
pada suhu 4 0C dan akan digunakan untuk identifikasi purifikasi dan penentuan
kadar IgY anti diare kuning telur
Identifikasi purifikasi dan penentuan kadar IgY spesifik anti diare dalam
kuning telur dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut Uji spesifitas IgY
secara kualitatif dilakukan dengan uji AGP (Agar gel Presipitation) (Darmawi 2010)
Purifikasi immunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dilakukan dengan Fast
Performan Liquid Chromatography (FPLC) ( Soejoedono 2005) Penentuan kadar
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
333
IgY kuning telur dengan metode Bradford (Pariati 2006) Data kadar IgY masing-
masing perlakuan ditabulasi lalu dianalisis secara statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibodi spesifik terhadap diare pada telur dideteksi dengan menggunakan uji
agar gel presipitasi (AGP) Keberadaan antibodi spesifik terhadap diare ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi pada agar gel Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa antibodi terdeteksi pada semua sampel telur (Tabel 1) Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa biosintesis produksi IgY spesifik anti diare pada kuning telur
ayam percobaan dalam penelitian ini telah berhasil
Tabel 1 Hasil Uji AGP IgY Kuning Telur Ayam yang Diberi Piridoksin Dengan
Tingkatan yang Berbeda
Ulangan
Tingkatan Piridoksin
S1 Defisiensi S2 Normal S3 Suplementasi
1 + + +
2 + + +
3 + + +
4 + + +
Ket (+) terjadi garis presipitasi pada uji AGP
IgY anti diare dikoleksi dari kuning telur menunjukkan reaksi positif pada uji
AGP kemudian diekstraksi purifikasi dan dianalisis untuk menentukan kadar IgY
setiap sampel telur Rataan kadar IgY anti diare pada kuning telur untuk setiap
perlakuan suplementasi piridoksin disajikan pada Tabel 2
Tabel 2 Rataan Kadar IgY Anti Diare Kuning Telur Ayam yang Diberi
Piridoksin Dengan Tingkatan yang Berbeda
Peubah
Tingkatan Piridoksin
S1
Defisiensi
S2
Normal
S3
Suplementasi
Kadar IgY (gr100 ml) 1865 plusmn0013a
2046 plusmn0043b
2134 plusmn 0044c
Kandungan IgY Telur) 9325 mgbutir 1023 mgbutir 1067mgbutir
Keterangan Superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang nyata (P˂ 001) ) 1 butir telur = 5 mL
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa Ho ditolak yang berarti ada pengaruh
tingkat piridoksin terhadap produksi IgY spesifik anti diare dalam kuning telur ayam
(P lt 001) Selanjutnya dengan uji BNT diperoleh kesimpulan bahwa Jumlah produksi
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
334
IgY anti diare pada kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan produksi
IgY kelompok defisiensi dan kelompok normal (yang tidak diberi suplementasi
piridoksin) Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi piridoksin dengan
dosis 30 mgkg ransum pada ayam petelur memberikan produksi IgY anti diare dalam
kuning telur yang paling tinggi yaitu 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan
1067 mg butir telur Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi
peningkatan produksi IgY yang diperoleh dalam studi ini dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Penelitian terdahulu melaporkan bahwa tiap butir telur ayam
White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20-50 microg antigen secara subcutan
mengandung 90-100 mg IgY (Haak-Frendscho 1994) Ayam yang diimunisasi
empat kali dengan 25-100 microg antigen Pseudomonas aerugenosa hanya mampu
menghasilkan 40-100 mg IgY per butir telur (Carlander 2002) Namun hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang mengaplikasikan toksoid tetanus
sebagai antigendimana suplementasi piridoksin dengan dosis 30 mgkg ransum pada
ayam petelur memberikan produksi IgY antitetanus dalam kuning telur sebesar 2122
plusmn 005 gr100mL atau setara dengan 1061 mg butir telur (Silitonga 2013) Dengan
adanya temuan ini terbukti bahwa suplementasi piridoksin pada ayam petelur
berpotensi meningkatkan dan mengoptimalisasi produksi IgY spesifik pada kuning
telur
SIMPULAN
Suplementasi piridoksin pada ayam petelur merupakan metode praktismurah
dan efektip untuk mengoptimalisasi produksi IgY anti diare dalam kuning telur
Suplementasi piridoksin dosis 30 mgkg ransum memberikan produksi IgY kuning
telur 2134 plusmn 0044 gr100mL atau setara dengan 1067 mg butir telur dimana
produk tersebut secara signifikan yang tidak diberi suplementasi piridoksin
Kandungan IgY yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan IgY yang ditemukan pada penelitian sebelumnya Suplementasi piridoksin
berpotensi sebagai salah satu untuk meningkatkan produksi IgY dalam kuning telur
ayam Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji kemanjuran IgY yang
diproduksi dalam penelitian ini sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
pangan dan obat lokal yang berfungsi meningkatkan imunitas terhadap serangan
berbagai jenis virus atau mikroorganisme patogen
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
335
REFERENSI
Carlander D 2002 Avian IgY antibody invitro and invivo Dissertation Acta
Darmawi UBalqis RTiurisa MHambal dan Samadi 2010 Purifikasi
Immunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin Terhadap EkskretoriSekretori
Stadium L3 Ascaridia galli Agripet 10 (2) 9-15
Efrizal 2007 Peran Immunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan Serangan Salmonella Enteritidis Tesis Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Girindra A 1989 Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi PAU -Hayati IPB Bogor
Haak-Frendscho 1994 Why IgY Chicken Polyclonal Antibodyan Appealing
Alternative Promega Notes Magazine (46) 11
Kermani AV T Moll BR Cho WC Davis and YS Lu 2001 Effects of IgY
antibodi on the development of marekrsquos disease Avian Dis 20 32-41
NurhalimahH NWijayanti dan TDWidyaningsih 2015 Efek Antidiare Ekstrak
Daun Beluntas (Pluchea indica L) Terhadap Mencit Jantan yang diinduksi
Bakteri Salmonella thypimurium Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3 (3) 1083-
1094
Paryati SPY IWT Wibawan RDSoejoedono dan FHPasaribu 2006
Immunoglobulin ayam sebagai antibodi anti-idiotipe terhadap rabies JVet 7
(3) 92-103
SelimAM EMIbrahim AHEl Meshad and FKHamouda 2015 Development of
IgY Antibodies for Control of Tetanus Biotechnology in Animal Husbandry 31
(1) 109-122
Silitonga PM dan MSilitonga 2013 Upaya Meningkatkan Produksi
Immunoglobulin Y (IgY) Kuning Telur dengan Suplementasi Piridoksin
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal 325-328
Soejoedono RD Zhayati dan IWTWibawan 2005 Pemanfaatan Telur Ayam
Sebagai Pabrik Biologis Produksi Yolk Immunoglobulin (IgY) anti plaque dan
diare dengan Titik Berat pada Anti Streptococcus mutan Escherichia coli dan
Salmonella Enteridis Laporan RUT XII Kerjasama Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB dengan Kementerian Riset dan Tehnologi RI
Pasar Maulim Silitonga Melva Silitonga dan Meida Nugrahalia
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
336
Suartha IN IWT Wibawan dan IBP Darmono 2006 Produksi imunoglobulin Y
spesifik antitetanus pada ayam J Vet 7 (1) 21-28
Universitatis Upsaliensis Upsala
Wibawan IWT 2008 Pemanfaatan Telur Ayam Sebagai Pabrik Biologis Majalah
Ilmiah Veternakan 11 (1) 36-40
Wibawan IWT SMurtini RDSoejoedono dan IGNKMahardika 2009 Produksi
IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam
Pengebalan Pasif J Vet 10 (3) 118-124
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
337
KINETIKA ADSORPSI KRISTAL VIOLET DAN METILEN BIRU PADA
HIBRIDA ALGA Spirulina sp-SILIKA
Buhani Universitas Lampung
Ismi Aditya Universitas Lampung
Suharso Universitas Lampung
ABSTRACT In this study it was studied the crystal violet (CV) and methylene blue (MB) adsorption kinetics in solution in algal-silica hybrids derived from biomass of Spirulina sp algae with silica as a matrix (HASS) Hybridization of Spirulina sp algae biomass with silica was carried out through a sol-gel process using tetraethyl orthosilicate (TEOS) precursors The HASS adsorbent was characterized using an Infrared (IR) Spectrophotometer and Scanning Electron Microscopy-Energy-Dispersive-X ray (SEM-EDX) The study of CV and MB dye adsorption on HASS adsorbents was studied through an adsorption experiment using the batch method Optimal adsorption of CV and MB dyes at pH of 10 and contact time of 60 minutes The CV and MB dye kinetics models on the HASS adsorbent tend to follow the second-order-pseudo kinetic model with a rate constant (k2) of 0204 and 0302 (g mg-1 min-1) KEYWORDS Algae-silica hybrid Spirulina sp algae methylene blue crystal violet adsorption
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Jl Soemantri
Brojonegoro No 1 Bandar Lampung Indonesia Email buhani_syahoocoid
PENDAHULUAN
Metilen biru (MB) dan kristal violet (CV) merupakan zat pewarna yang secara
luas digunakan sebagai agen pewarna dalam berbagai bidang industri seperti industri
tekstil kertas kulit dan farmasi Kristal violet (C25N3H30Cl) banyak digunakan
sebagai agen dermatologis dalam berbagai proses tekstil komersial (Senthilkumaar et
al 2006) sedangkan Metilen biru (C16H18N3SCl) adalah senyawa hidrokarbon
aromatik dan merupakan zat warna kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat
Ke dua zat pewarna tersebut merupakan dua jenis pewarna kationik yang stabil
terhadap cahaya dan panas dan sulit terurai karena struktur kompleks (Garg et al
2004 dan Ahmad et al 2009) Disamping banyaknya manfaat dan kegunaannya zat
pewarna CV dan MB ternyata senyawa ini yang bersifat mutagen dan beracun (Kittapa
et al 2015 Dardouri and Sghaier 2017) Oleh karena itu perlu dilakukan
pengurangan zat warna ini pada limbah industri terutama pada pengolahan limbah
sebelum terjadi penyebaran ke lingkungan
Proses adsorpsi merupakan salah satu satu cara yang tepat untuk mengolah
limbah yang mengandung zat pewarna sebelum dibuang ke lingkungan karena metoda
adsorpsi bersifat sederhana relatif murah dan tidak menimbulkan produk samping
yang berbahaya bagi lingkungan (Shu et al 2018 dan Buhani et al 2017)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
338
Keberhasilan proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kesesuaian sifat dan jenis
adsorben yang digunakan Adsorben yang efektif untuk adsorpsi adalah adsorben yang
memiliki laju dan kapasitas adsorpsi yang besar stabil secara kimia dapat digunakan
secara berulang serta bersifat ramah lingkungan ( Guler et al 2016)
Biomassa alga secara alami merupakan adsorben yang sangat efektif untuk
menyerap polutan senyawa organik yang berasal dari zat pewarna (Angelova et al
2016 Daneshva et al 2017) Akan tetapi kemampuan alga dalam mengikat senyawa
kimia tersebut sangat dibatasi oleh beberapa kendala seperti ukurannya kecil berat
jenis yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Harris
dan Ramelow 1990 Veglio et al 1998) Selain itu juga alga tidak dapat digunakan
secara langsung dalam kolom adsorpsi karena sangat lunak dan tidak berbentuk
granular (Buhani et al 2011) Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka berbagai
upaya dilakukan antara lain dengan mengimmobilisasi biomassa alga menggunakan
berbagai polimer pendukung seperti silika (Buhani et al 2017)
Pada penelitian telah dilakukan hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika yang berasal dari prekursor tetraetil orthosilikat (TEOS) menghasilkan
adsorben HASS serta kajian kinetika adsorpsinya dalam menyerap zat pewarna CV
dan MB dalam larutan
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Biomass Spirulina sp yang digunakan sebagai bahan adsorben pada penelitian
ini diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Indonesia Tetraetil
ortosilikat etanol NH3 HCl NaOH kristal violet metilen biru dan CH3COONa
Pembuatan adsorben HASS
Biomassa alga Spirulina sp diperoleh dari BBPBL dikeringkan hingga berat
konstan dalam oven dengan temperatur 40C kemudian dihaluskan dengan menggerus
hingga ukuran 100-200 mesh
Pembuatan adsorben HASS dilakukan sesuai prosedur sintesis hibrida alga-silka
(Buhani et al 2017) yaitu mereaksikan sebanyak 5 mL TEOS 25 mL akuades dalam
tabungbotol plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit dan
ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2 Di wadah tabung plastik lain sebanyak 04 gram
biomassa alga Spirulina sp dicampurkan dengan 5 mL etanol lalu diaduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit Kemudian ke dua larutan tersebut dicampurkan
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
339
dan diaduk menggunakan pengaduk magnet sampai terbentuk gel Gel yang terbentuk
disaring dengan kertas saring lalu didiamkan selama 24 jam Gel kemudian dicuci
dengan akuades dan etanol (6040) sampai pH netral Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven dan selanjutnya digerus hingga ukuran 100-200 mesh Adsorben
HASS dikarakterisasi spektrometer IR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya (IR
Prestige-21 Shimadzu) serta analisis morfologi permukaan dan konstituen unsur
dengan SEM-EDX (Zeiss MA10)
Eksperimen adsorpsi
Serangkaian percobaan adsorpsi zat pewarna CV dan MB dalam larutan
menggunakan adsorben HASS dilakukan dengan metoda bacth Penentuan model
kinetika adsorpsi dipelajari dengan waktu kontak 0-90 menit pada pH 8 konsentrasi
zat pewarna 100 mgL dan temperatur 27oC Data yang diperoleh dianalis untuk
menentukan model kinetika zat pewarna CV dan MB Kadar zat pewarna CV dan MB
diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis masing-masing pada panjang
gelombang λmax =591 dan 664 nm
Jumlah molekul zat pewarna CV dan MB yang teradsorpsi perunit massa
adsorben ditentukan menggunakan persamaan (Persamaan 1)
(1)
Dimana Co dan Ce (mg L-1
) adalah konsentrasi zat pewarna CV atau MB sebelum
dan setelah proses adsorpsi w adalah jumlah adsoben (g) dan v adalah volume
larutan (L) q adalah jumlah CV atau MB teradsorpsi perunit massa (mg g-1
)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karaterisasi adsorben
Karakterisasi adsorben HASS dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer
IR dan SEM-EDX yang bertujuan mengetahui keberhasilan pembuatan material HASS
dari biomassa alga Spirulina sp dengan matriks silika yang berasal dari TEOS sebagi
prekursor
Dari spektra IR adsorben HASS yang ditampilkan pada Gambar 1 dapat dilihat
serapan sepesifik pada silika (SG) yaitu pita serapan pada 46285 cm-1
menunjukkan
vibrasi tekuk dari gugus siliksan (Si-O-Si) Vibrasi ulur simetris dari Si-O pada
siloksan ditunjukkan serapan pada bilangan gelombang di sekitar 78674 cm-1
Pita
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
340
serapan yang kuat pada bilangan gelombang 107242 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur
asimetris Si-O dari siloksan (Si-O-Si) Pada bilangan gelombang 374962 cm-1
muncul
puncak serapan yang menyatakan vibrasi ulur ndashOH dari silanol (Si-OH) Pada
bilangan gelombang 163564 cm-1
muncul serapan yang merupakan vibrasi tekuk ndashOH
dari molekul air yang terikat (Buhani et al 2013)
Pada spektrum biomassa alga Spirulina sp memperlihatkan adanya serapan
pada bilangan gelombang 3387 cm-1
yang mengindikasikan gugus (-OH) bertumpang
tindih dengan (N-H) Serapan tersebut menunjukkan keberadaan gugus (-OH) berasal
dari polisakarida atau gugus (N-H) dari protein yang terkandung dalam biomassa alga
Spirulina sp Pada daerah bilangan gelombang 293180 cm-1
menunjukkan adanya
vibrasi ulur C-H dari (-CH2) alifatik Gugus karbonil (C=O) terdeteksi muncul pada
daerah bilangan gelombang 165878 cm-1
dan pada bilangan gelombang 102613 cm-1
menunjukkan adanya gugus ndashC-O dari struktur selulosa yang merupakan karakteristik
serapan dari biomassa alga Spirulina sp
Gambar 1 Spektra IR a) SG b) biomassa Spirulina sp dan c) adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
341
Adsorben HASS memberikan serapan IR yang berarti yaitu munculnya pita
serapan khas SiO2 pada bilangan gelombang 108785 cm-1
yang merupakan vibrasi
ulur asimetris Si-O pada ikatan siloksan sedangkan serapan pada bilangan gelombang
79467 cm-1
merupakan vibrasi ulur simetris Si- O dari gugus siloksan Serapan pada
daerah 45000 cm-1
menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si dan pada daerah 3400 cm-1
muncul puncak serapan yang menyatakan vibrasi olur ndashOH dari silanol (Si-OH)
Proses hibridasasi dengan biomassa alga Spirulina sp terindikasi telah terjadi dengan
munculnya karakteristik pita serapan C-H dari (-CH2) alifatik pada daerah 293180 cm-
1 (Buhani et al 2017) Hal ini diperkuat dengan hilangnya vibrasi ulur Si-O dari Si-
OH yang teramati pada daerah 96441 cm-1
disebabkan oleh pengurangan gugus
silanol akibat kondensasi yang terjadi dengan biomassa alga Spirulina sp (Buhani et
al 2013 Machado et al 2004 Yang et al 2008)
0 2 4 6 8 10 12keV
0
2
4
6
8
10
12
14
cpseV
O Si C
Gambar 2 SEM-EDX adsorben HASS
Pada Gambar 2 ditampilkan SEM dan spektrum EDX dari material hasil
hibrisasi biomassa Spirulina sp dengan silika melalui proses sol-gel Hasil analisis
morfologi permukaan dengan SEM menunjukkan morfologi permukaan adsorben
HASS yang berupa padatan amorph sedangkan pada spektrum EDX terdapat beberapa
unsur yang mendominasi komposisi material HASS yaitu unsur Si O C dan H ini
menunjukkan bahwa pada material tersebut terlah terjadi hibridasi antara matriks silika
dengan biomassa Spirulina sp (Buhani et al 2012)
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
342
Pengaruh pH
Pengaruh pH larutan baik zat pewarna CV dan MB telah dipelajari dengan
menginteraksikan larutan CV dan MB pada variasi pH 2-10 (Gambar 3) Pada Gambar
3 dapat diamati bahwa baik pada larutan CV maupun MB terjadi peningkatan
adsorpsi sesuai dengan peningkatan nilai pH dan adsorpsi optimum pada pH 8 Zat
pewarna CV dan MB merupakan zat pewarna yang berbentuk kation sedangkan
adsorben HASS yang berasal dari biomassa Spirulina sp dengan matriks silika
mengandung beberapa gugus fungsi seperti amino gugus amino hydroksil dan
carboksil yang berasal dari biomassa alga serta gugus silanol dan siloksan dari silika
yang bersifat negatif (Buhani et al 2017) Oleh karena itu pada pH rendah terjadi
kompetisi antara molekul CV atau MB dengan proton yang terdapat pada situs aktif
HASS Akibat adsorpsi zat pewarna CV maupun MB pada adsorben HASS tidak
optimal (Jamwal et al 2017) Makin meningkatnya pH larutan jumlah zat pewarna
CV atau MB yang teradsorpsi makin meningkat Hal ini terjadi karena meningkatkan
interaksi elektrostatik antara molekul CV atau MB yang bersifat kation dengan situs
aktif permukaan HASS yang cenderung bermuatan negatif (Zhang et al 2016)
Peningkatan pH larutan CV atau MB menyebabkan mulai terjadi penurunan adsorpsi
ini terjadi karena terbentuk spesies hidroksida yang cenderung mengendap baik pada
adsorbat maupun adsorben HASS (Gupta dan Rastogi 2008 Buhani et al 2018)
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap adsorpsi zat pewarna CV dan MB oleh
adsorben HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL waktu=60 min
dan temperatur 27C)
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
q (
mg
g-1
)
pH
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
343
Kinetika Adsorpsi
Pengaruh waktu interaksi zat pewarna CV dan MB terhadap adsorben HASS
dipelajari dengan mengintraksikan larutan CV atau MB terhadap adsorben HASS
dengan waktu kontak yang bervariasi antara 0-90 menit (Gambar 4) Dari Gambar 4
dapat diamati bahwa adsorpsi zat pewarna MB dan CV berlangsung relatif cepat
Pada 15 menit pertama dan ke dua adsorpsi meningkat sangat tajam setelah 15 menit
ke tiga ada sedikit peningkatan zat pewarna yang teradsorpsi dan mencapai konstan
pada waktu interaksi 60-90 menit Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah
mencapai kesetimbangan dan penambahan waktu kontak ternyata tidak memberikan
kenaikan terhadap jumlah zat pewarna yang teradsorpsi
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak terhadap jumlah zat pewarna CV dan MB
teradsorpsi (q) pada HASS (dosis adsorben= 50 mg volume adsorbat = 20 mL
pH=8 dan temperatur 27C)
Pengaruh waktu kontak larutan CV dan MB terhadap HASS yang terdapat pada
Gambar 4 dianalis lebih lanjut untuk mengetahui model kinetikanya dengan
menggunakan model kinetika pseudo orde satu (Persamaan 2) dan pseudo orde 2
(Persamaan 3) (Araghi et al 2015 Buhani et al 2015)
tk
qqq tte3032
log)log( 1 (2)
0
10
20
30
40
50
0 15 30 45 60 75 90 105
q (
mg
g-1
)
Waktu (menit)
CV MB
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
344
eet q
t
qkq
t
2
2
1
(3)
Hasil analisis dengan menggunakan dua model kinetika tersebut menunjukkan
bahwa model kinetika adsorpsi zat pewarna CV dan MB pada adsorben HASS
cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde 2 Hal ini dapat diketahui dari nilai
koefisien regresi linier (R2) pada model tersebut lebih besar dari model kinetika
pseudo orde satu yaitu masing-masing untuk zat pewarna CV dan MB sebesar dan
0960 dan 0977 ( Gambar 5 dan Tabel 1)
Gambar 5 a) Kinetika pseudo orde satu dan b) pseudo ored dua adsorpsi zat
pewarna MB dan CV pada adsorben HASS
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
345
Tabel 1 Kinetika pseudo orde satu dan pseudo ored dua adsorpsi zat pewarna MB
dan CV pada adsorben HASS
Adsorbat
Pseudo orde satu Pseudo orde dua
qe
(mg g-1
)
k1 (1 min-1
) R2 k2
(g mg-1min
-1)
R2
MB 43960
0101 0870 0204
0970
CV 42570 0086 0974 0302
0960
SIMPULAN
Pembuatan HASS yang berasal hibridisasi biomassa alga Spirulina sp dengan
matriks silika sebagai adsorbent zat pewarna kristal violet (CV) dan metilen biru
(MB) dalam larutan telah berhasil dilakukan Model kinetika zat pewarna CV dan
MB pada adsorben HASS cenderung mengikuti mengikuti model kinetika pseudo
orde dua Adsorben HASS merupakan adsorben yang efektif untuk menyerap zat
pewarna CV dan MB dalam larutan
REFERENSI
Ahmad A Rafatullah M Sulaiman O Ibrahim MH and Hashim R 2009
Scavenging behaviour of meranti sawdust in the removal of methylene blue from
aqueous solution J Hazard Mater 170 357ndash365
Angelova R Baldikova E Pospiskova K Maderova Z Safarikova M and Safarik I
2016 Magnetically modified Sargassum horneri biomass as an adsorbent for
organic dye removal J Clean Prod 137 189-194
Araghi SH and Entezari MH 2015 Amino-functionalized silica magnetite
nanoparticles for the simultaneous removal of pollutants from aqueous solution
Appl Surf Sci 333 68ndash77
Buhani Herasari D Suharso Yuwono SD 2017 Correlation of ionic imprinting
cavity sites on the amino-silica hybrid adsorbent with adsorption rate and
capacity of Cd2+
ion in solution Orient J Chem 33 (1) 418-429
Buhani Narsito Nuryono Kunarti ES and Suharso 2015 Adsorption competition
of Cu(II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionic imprinted amino-
silica hybrid adsorbent Desalin Water Treat 55 1240-1252
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
346
Buhani Rinawati Suharso Yuliasari DP Yuwono SD 2017 Removal of Ni(II)
Cu(II) and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp biomass
modified with silica-coated magnetite nanoparticle Desalin Water Treat 80
203ndash213
Buhani Suharso Fitriyani AY2013 Comparative study of adsorption ability of
Ni(II) and Zn(II) ionic imprinted amino-silica hybrid toward target metal in
solution Asian J Chem 25(5) 2875ndash2880
Buhani Suharso Rilyanti M Sumadi 2018 Implementation of sequential desorpsion
in determining Cd (II) ion interaction with adsorbent of ionic imprinting amino-
silica hybrid Rasayan J Chem 11(2) 865-870
Buhani Suharso Satria H2011 Hybridization of Nannochloropsis sp biomass-silica
through sol-gel process to adsorb Cd(II) ion in aqueous solutions Eur J Sci
Res 51(4) 467ndash476
Buhani Suharso Sembiring Z2012 Immobilization of Chetoceros sp microalgae with
silica gel through encapsulation technique as adsorbent of Pb metal from
solution Orient J Chem 28(1) 271-278
Daneshvar E Vazirzadeh A Niazi A Kousha M Naushad M and Bhatnagar
A2017 Desorption of Methylene blue dye from brown macro alga Effects of
operating parameters isotherm study and kinetic modeling J Clean Prod 152
443-453
Dardouri S and Sghaier J 2017 A comparative study of adsorption and regeneration
with different agricultural wastes as adsorbents for the removal of methylene
blue from aqueous solution Chinese J Chem Eng 25(9) 1282-1287
Garg VK Kumar R and Gupta R 2004 Removal of malachite green dye from
aqueous solution by adsorption using agro-industry waste acase study of
Prosopis Cineraria Dyes Pigments 62 1ndash10
Guler UAand Sarioglu M 2014 Mono and binary componentbiosorption of Cu(II)
Ni(II) and Methylene Blue onto raw andpretreated S cerevisiae equilibrium
and kinetics Des WaterTreat 52 4871ndash4888
Gupta VK Rastogi A2008 Biosorption of lead from aqueous solution by green
algae Spirogyra species Kinetics and equilibrium studies J Hazard Mater
152 407-414
Buhani Ismi Aditya dan Suharso
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
347
Harris PO and Ramelow GJ 1990 Binding of metal ions by particulate biomass
derived from Chorella vulgaris and Scenedesmus quadricauda Environ Sci
Technol 24 220-228
Jamwal HS Kumari S Chauhan GS Reddy NS and Ahn JH 2017 Silica-
polymer hybrid materials as methylene blue adsorbents J Environ Chem Eng
5(1)103-113
Kittappa S Pichiah S Kim J R Yoon Y Snyder S A and Jang M2015
Magnetized nanocomposite mesoporous silica and its application for effective
removal of methylene blue from aqueous solution Sep Purif Technol153 67-
75
Machado RSA da Fonseca MG Arakaki LNH Espinola JGPOliveira
SF2004 Silica Gel containing sulfur nitrogen and oxygen as adsorbent centers
on surface for removing copper aqueous ethanolic solution Talanta 63317-
322
Senthilkumaar S Kalaamani P and Subburaam CV 2006 Liquid phase adsorption
of crystal violet onto activated carbons derived from male flowers of coconut
tree J Hazard Mater B136 800ndash808
Shu J Liu R Wu H Liu Z Sun X and Tao C 2018 Adsorption of methylene
blue on modified electrolytic manganese residue Kinetics isotherm
thermodynamics and mechanism analysis J Taiwan Inst Chem E 82 351ndash
359
Veglio F Beolchini F Toro L 1998 Kinetic Modelling of Copper Biosorption by
Immobilized Biomass Ind Eng Chem Res 371107-1111
Yang H Xu R Xue X Li F and Li G2008 Hybrid surfactant templated
mesoporous silica formed in ethanol and its application for heavy metal
removal J Hazard Mater 152 690-698
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
348
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSILIKA DARI
TETRAETHYLORTHOSILICATE (TEOS) DENGAN PENAMBAHAN
POLIETILEN GLIKOL (PEG) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL
Dwi Rasy Mujiyanti Universitas Lambung
Mangkurat
Ria Shafitri ARH Universitas Lambung
Mangkurat
Ahmad Budi Junaidi Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Study on the synthesis and characterization nanosilica of tetraethylorthosilicate (TEOS) with the addition of polyethylene glycol (PEG) using sol-gel method has been done Addition of PEG is used as a capping agent that aims to avoid the occurrence of agglomeration Sol solution was added with PEG-6000 solution with concentration of 10 and 15 (w v) The mixed solution was evaporation with a temperature of 700C for 48 hours The obtained crystals were crushed and calcination at 6000C for 2 hours The resulting product was characterized to determine the effect of PEG-6000 (10 and 15 (w v)) variation on the mean particle size morphology and distrbusi of the resulting nanosilica particles The results that the typical absorption peak of SiO2 in all samples was the siloxane group (Si-O-Si) which was the typical peak of TEOS The resulting morphology is amorph The average particle size was 5555 nm for Ns control Ns-PEG 10 (4372 nm) and Ns-PEG 15 (5240 nm) and The best average size distribution was Ns-PEG 10 with PdI value of 0 73 which showed good uniformity and particle size 34 dnm KEYWORDS nanosilica sol-gel tetraethylorthosilicate (TEOS) polyethylene glycol (PEG)
Corresponding Author 1Program Studi S-1 Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl A Yani Km 358 Banjarbaru
70714 Kalimantan Selatan Email drmujiyantiulmacid
PENDAHULUAN
Silika (SiO2) memegang peranan cukup penting bagi beberapa industri baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan tambahan misalnya dalam industri
semen dan bangunan (beton) kaca lembaran botol dan pecah-belah email (enamel)
cat keramik elektronik industri ban industri kosmetik (Wahyudi et al 2011) industri
farmasi dan aplikasi khusus pada bidang kimia (Nuryono amp Narsito 2005)
Perkembangan teknologi mengakibatkan aplikasi penggunaan silika semakin
meningkat terutama dalam penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai
skala mikron atau bahkan nano
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam mempreparasi material oksida
logam berukuran nano adalah metode sol-gel Metode ini banyak digunakan untuk
pembuatan silika gel karena prosesnya yang cukup sederhana dan memiliki beberapa
keunggulan seperti sintesis yang dapat dilakukan pada suhu rendah menghasilkan
kemurnian tinggi dan juga kinetika reaksi proses dapat dikontrol dengan
memvariasikan komposisi dari campuran reaksi (Singh et al 2011)
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
349
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan pada sintesis nanosilika dengan
metode sol-gel yaitu pengaruh konsentrasi prekursor konsentrasi katalis jenis pelarut
yang digunakan dan lama waktu pematangan (aging) (Fernandez 2015) Prekursor
silika bisa digunakan dari bahan alam maupun sintetik seperti sekam padi pasir
kuarsa limbah tebu (Abu Bagasse) lumpur tongkol jagung tetramethylorthosilicate
(TMOS) tetraethylorthosilicate (TEOS) orthosilicic acid sodium metasilicate
Beberapa peneliti telah mensintesis nanopartikel silika menggunakan metode
sol-gel Konsentrasi dari prekursor (TEOS) dan katalis (amonia NH3) berperan
penting terhadap pembentukan material dalam skala nano Ardiansyah (2012)
melaporkan bahwa perbandingan molar rasio NH3TEOS dapat meningkatkan ukuran
nanosilika dengan molar rasio NH3TEOS 003 020 dan 040 menghasilkan ukuran
1336 1501 dan 50 nm
Sintesis TEOS dengan katalis NH3 (dengan berbagai variasi) yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya menyatakan bahwa masih dihasilkan ukuran
nanosilika yang belum seragam sehingga pada penelitian ini ditambahkan suatu zat
yang dapat mengontrol ukuran partikel dalam proses sol-gel Perdana et al (2011)
melaporkan bahwa salah satu zat yang dapat dipakai untuk membentuk sekaligus
mengontrol ukuran dan struktur pori dari partikel adalah polietilen glikol (PEG) PEG
dapat berfungsi sebagai template yang membungkus partikel sehingga tidak terbentuk
agregat lebih lanjut karena PEG dapat menempel pada permukaan partikel dan
menutupi ion positif yang bersangkutan untuk bergabung dan membesar Sehingga
penggunaan PEG digunakan untuk memperoleh partikel dengan bentuk bulatan yang
seragam
Berdasarkan uraian ini pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan
karakterisasi nanosilika dari tetraethylorthosilicate (TEOS) dengan penambahan
polietilen glikol (PEG) menggunakan metode sol-gel yang bertujuan untuk
memperoleh data ilmiah berupa pengaruh variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan
15 (bv)) terhadap ukuran rata-rata partikel morfologi dan distrbusi partikel
nanosilika yang dihasilkan
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas standar
laboratorium seperti erlenmeyer gelas piala pipet tetes pipet ukur gelas arloji
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
350
statif termometer hot plate stirrer pengaduk magnetic krus porselen furnace
timbangan analitik desikator dan oven Karakterisasi produk dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) (Bruker Alpha
P Spectrometer) Particle Size Analyzer (PSA) tipe Zetasizer Ver 701 (Malvern
Instrument Ltd Grovewood Worcestershire UK) dan Scanning Electron
Microscopy (SEM) (JCM-6000)
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraethylorthosilicate
(TEOS) 98 (Merck) amonia (Merck) etanol 90 (Merck) polietilen glikol 6000
(PEG-6000) (Merck) dan akuades
Sintesis nanopartikel silika dengan metode sol-gel
Larutan TEOS 98 sebanyak 29 mL air 10 mL dan etanol sebanyak 61 mL
dicampur dalam erlenmeyer Campuran tersebut diaduk menggunakan stirrer dengan
pemanasan dijaga konstan pada temperatur 50oC selama 5 jam Penambahan amonia
dilakukan secara berkala tetes demi tetes sampai habis dalam waktu 5 jam Cairan
diuapkan pada oven dengan temperatur 70oC selama 24 jam Setelah itu didinginkan
dalam desikator sebelum dikalsinasi pada furnace Serbuk yang telah terbentuk digerus
terlebih dahulu sampai halus kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur
600oC selama 2 jam sehingga dihasilkan serbuk putih yang halus (Ardiansyah 2015)
Serbuk yang telah terbentuk disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi
dengan FTIR SEM dan PSA
Pembuatan larutan PEG 10 dan 15 (bv)
Sebanyak 1000 gram PEG ditambahkan ke dalam 100 mL akuades kemudian
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk sampai homogen plusmn15 menit (Perdana et al
2011) Larutan PEG 10 tersebut didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan
Cara yang sama untuk pembuatan PEG 15
Sintesis Nanosilika dengan Penambahan PEG
Sintesis nanopartikel silika dengan penambahan PEG pada dasarnya sama
dengan sintesis nanosilika sebelumnya hanya saja pada sintesis ini ditambahkan PEG
pada saat larutan telah membentuk sol dengan perbandingan antara PEG dengan sol
silika adalah 8020 dalam 100 mL campuran diaduk kembali menggunakan stirrer
Larutan kemudian diuapkan dalam oven dengan temperatur 70o C selama 24 jam
Kristal yang didapat didinginkan dalam desikator dan digerus sampai halus sebelum
dikalsinasi pada temperatur 600o C selama 2 jam Serbuk yang telah terbentuk
disimpan di dalam desikator sebelum dikarakterisasi dengan FTIR SEM dan PSA
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari sintesis silika dengan metode sol-gel dikarakterisasi menggunakan
Fourier Transform Infrared (FT-IR) dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
silika hasil sintesis tanpa dan dengan penambahan variasi PEG-6000 (10 dan 15
(bv))
Gambar 1 Spektrum inframerah (a)Sampel Nanosilika (Ns) Kontrol dan (b) Ns-PEG
10 dan (c) Ns-PEG 15
Hasil uji inframerah pada serbuk nanosilika menunjukan tidak adanya
pergeseran pita serapan Pada serbuk nanosilika yang telah disintesis menggunakan
metode sol-gel dengan panambahan dan tanpa penambahan PEG-6000 ini puncak
yang muncul merupakan puncak spesifik dari prekursor TEOS sedangkan puncak
PEG-6000 tidak terlihat pada spektrum sampel nanosilika yang artinya PEG-6000
telah berhasil dihilangkan dengan cara kalsinasi
Pita serapan pada bilangan gelombang 1081 cm-1
merupakan pita serapan dari
vibrasi ulur asimetris gugus Si-O dari gugus siloksan (Si-O-Si) dan pada serapan
bilangan gelombang 794 cm-1
menunjukan adanya vibrasi ulur Si-O dari gugus
siloksan (Si-O-Si) Gugus Si-O-Si (siloksan) ini berasal dari hasil reaksi kondensasi
dimana gugus hidroksil dari produk intermediet bereaksi dengan gugus etoksi dari
TEOS (hasil kondensasi alkohol atau kondensasi air) yang membentuk jembatan Si-O-
Si
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
352
Gambar 2 Hasil Foto SEM sampel nanosiliaka (a) kontrol (b) Ns-PEG 10
dan (c) Ns-PEG 15
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel
nanosilika (Ns) hasil sintesis tanpa penambahan dan dengan penambahan variasi
PEG-6000 Hasil karakterisasi menggunakan SEM memperlihatkan struktur morfologi
nanosilika (Ns) dengan perbesaran 40000x Terlihat pada gambar diatas bahwa
permukaan sampel tidak merata dan terdiri dari gumpalan (cluster) yang
mengindikasikan adanya ukuran butir dengan distribusi yang tidak merata pada
permukaan Munasir (2011) melaporkan bahwa jika dilakukan perlakuan panas yang
lebih lanjut (kalsinasi) diduga aglomerasi bisa diminimalisir sehingga ukuran semua
partikel lebih homogen dan lebih kecil
Tabel 1 Data hasil perhitungan luas partikel dan diameter rata-rata nanosilika (Ns)
sebelum dan sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000
No Sampel Luas partikel rata-rata (nm) Diameter
partikel rata-rata (nm)
1 Ns kontrol 321837 5555 2 Ns-PEG 10 193034 4372 3 Ns-PEG 15 310211 5240
Hasil pengukuran nanosilika (Ns) pada Tabel 3 menunjukan bahwa ukuran
partikel rata-rata pada sampel nanosilika (Ns) berkisar antara 4372 nm - 5555 nm
Hasil pengukuran di atas terlihat bahwa nanosilika yang ditambahkan PEG-6000
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan nanosilika tanpa penambahan
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
353
PEG-6000 Ukuran rata-rata yang didapat Ns-kontrol adalah 5555 nm (Ns)-PEG
10 (4372 nm) dan (Ns)-PEG 15 (5240 nm) Dalam sisntesis ini PEG berhasil
mengcapping agent partikel terlihat dari kecilnya ukuran Ns dengan penambahan
variasi PEG
Gambar 3 Grafik hubungan antara ukuran dengan intensitas sampel nanosilika
tanpa dan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Penggunaan PEG-6000 dalam sintesis ini dapat mampu memperoleh nanosilika
(Ns) dengan distribusi ukuran yang lebih baik daripada tanpa penambahan PEG-6000
sebagai tempalate Tabel 2 menunjukan bahwa distribusi ukuran sampel nanosilika
(Ns) dengan penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding dengan Ns tanpa penambahan PEG-6000
yaitu Ns-kontrol 20790 nmNs-PEG10 340 nm dan Ns-PEG 15 6317 nm Dan
terlihat pada Gambar 3 bahwa NS-PEG 10 memiliki peak yang sempit dibanding
Ns-kontrol dan Ns-PEG 15 yang menunjukan distribusi yang lebih seragam
Tabel 2 Data hasil karakterisasi PSA sampel nanosilika (Ns) sebelum dan sesudah
penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
354
Data di atas juga didukung oleh data hasil indeks polidespersitas (PdI) pada
sampel nanosilika yang terlihat pada Tabel 3 Indeks polidispersitas adalah ukuran dari
distribusi massa molekul dalam sampel tertentu Nilai ini menunjukan hasil
perhitungan dari berat rata-rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata-rata berat
molekul Nilai PdI yang mendekati nol artinya distribusinya semakin baik (Haryono et
al 2012)
Tabel 3 Data indeks polidispersitas (PdI) sampel nanosilika (Ns) sebelum dan
sesudah penambahan variasi konsentrasi PEG-6000 (10 dan 15 (bv))
Dilihat dari data PdI diatas bahwa Ns-PEG 10 memiliki nilai yang lebih kecil
yaitu 073 yang artinya distribusinya lebih baik daripada Ns-kontrol dan Ns-PEG 15
dengan nilai PdI 100 Hal ini berbanding lurus dengan teori yaitu semakin mendekati
nol nilai PdI berarti distribusinya semakin baik dan partikel dapat dikatakan lebih
seragam (Haryono et al 2012) Berdasarkan hasil data yang diperoleh dapat
dikatakan bahwa PEG mempengaruhi keseragaman material Hasil karakterisasi
ukuran partikel pada PSA berbeda dengan hasil karakterisasi SEM dimana pada
sampel Ns-PEG 10 ukuran yang didapat lebih kecil dan Ns-kontrol lebih besar Hal
ini dimungkinkan sampel ada yang terlarut dan teraglomerasi pada saat didispersi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka disimpulkan bahwa
penambahan PEG pada sintesis nanosilika ini dapat menyeragamkan dan membuat
ukuran yang lebih kecil daripada nanosilika tanpa penambahan PEG Karakterisasi
gugus fungsional dengan FTIR menunjukan bahwa adanya puncak serapan yang khas
dari SiO2 pada semua sampel yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) yang merupakan puncak
khas dari TEOS Morfologi dari analisis SEM telah dihasilkan adalah berupa amorf
Ukuran rata-rata partikel yaitu Ns control (5555 nm) Ns-PEG 10 (4372 nm) dan
Ns-PEG 15 (5240 nm) dan Distibusi ukuran rata-rata terbaik adalah Ns-PEG 10
dengan nilai PdI 073 yang menunjukkan keseragaman yang cukup baik dan ukuran
partikel 34 dnm
Dwi Rasy Mujiyanti Ria Shafitri ARH dan Ahmad Budi Junaidi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
355
REFERENSI
Ardiansyah A 2015 Sintesis Nanosilika dengan Metode Sol-Gel dan Uji
Hidrofobisitasnya Pada Cat Akrilik Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
Haryono A Witta K R amp Sri BH 2012 Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel
Alumanium Fosfat Jurnal SainsMateri Indonesia Vol 14 No 151-55
Munasir Widodo Triwikantosos Moch Zainuri amp Darmianto 2012 Perbandingan
Massa Kalium Hidroksida pada Ekstraksi SiO2 Orde Nano Berbasis Bahan Alam
Pasir Kuarsa Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW
Universitan Kristen Satya Wacana
Nuryono amp Narsito 2005 Pengaruh Konsentrasi Asam Terhadap Karakter Silika Gel
Hasil Sintesis dari Natrium Silikat Indo J Chem 05(01) 23 ndash 30
Perdana F A MA Baqiya Mashuri Triwikantoro amp Darminto 2011 Sintesis
Nanopartikel Fe2O3 Dengan Template PEG-1000 dan karakterisasi sifat
Magnetiknya Jurnal Material dan Energi Indonesia 01(01) 1-6
Singh L P Agarwal S K Bhattacharyya S K Sharma U Ahalawat S 2011
Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in Cementitious
Materials Nanomater Nanotechnol 1(1)44-51
Wahyudi A Siti R Gusti N A Hadi P Sariman Nuryadi S Dessy A
Maryono Arief S Leni S amp Suheri P 2011 Penyiapan Nano Partikel
Silika Dari Mineral Silikat Secara Mekanis Puslitbang Teknologi Mineral Dan
Batubara Badan Litbang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
356
IDENTIFIKASI SENYAWA VOLATIL MINYAK ATSIRI DARI CAIRAN
HASIL SAMPING INDUSTRI SIRUP KALAMANSI
Tuti Tutuarima Universitas Bengkulu
ABSTRACT The industry of Kalamansi syrup produces by-products in the form of peel pulp seeds and liquid from precipitation The liquid from presipitation is processed into essential oil through a hydrodestillation process This study aims to identify volatile compounds were found in essential oils from liquid by-product of Kalamansi syrup industry Identification was done by GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) The results showed that there were 8 types of volatile compounds in essential oils from liquid by-product of kalamansi syrup industry D-limonen is the main compound contained in the oil with an area of 7592 KEYWORDS D-limonen essential oil liquid byproduct kalamansi
Corresponding Author Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl WR Supratman Kandang
Limun Bengkulu Email tutitutuarimaunibacid
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas lokal unggulan dimiliki Provinsi Bengkulu adalah jeruk
kalamansi Jeruk Kalamansi (Citrus Microcarpa) merupakan tanaman dalam keluarga
Rutaceae yang telah dikembangkan dan populer di seluruh Asia Tenggara terutama
Philipina Jeruk kalamansi dirancang sebagai model perdana dari program OVOP (one
village one product) di Kota Bengkulu Gerakan OVOP ini ditujukan untuk
mengembangkan jeruk kalamansi sebagai produk unggulan dalam rangka membangun
kompetisi daerah (Junaidi 2011)
Produk olahan unggulan dari komoditas ini adalah dalam bentuk sirup jeruk
kalamansi Proses pembuatan sirup jeruk kalamansi menyisakan hasil samping yang
berupa padatan (kulit ampas dan biji) dari hasil pengepresan dan cairan dari hasil
pengendapan pada saat pemasakan sirup Dewi dkk (2016) telah meneliti tentang
kajian potensi dan karakteristik hasil samping sirup kalamansi berupa padatan cairan
1 dan cairan 2 sebagai sumber minyak atsiri dengan metode destilasi air Rendemen
terbaik yang dihasilkan yaitu 075 (padatan segar) 032 (padatan kering) 177
(cairan 1) dan 022 (cairan 2) Oleh karena rendemen tertinggi dihasilkan dari
cairan maka salah satu produsen sirup kalamansi yaitu LPP Baptis mengolah hasil
samping cairan ini menjadi minyak atsiri untuk meningkatkan nilai tambahnya
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas penting bagi Indonesia Minyak
atsiri atau yang dikenal juga dengan minyak eteris minyak terbang atau essential oil
dipergunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri misalnya pada industri
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
357
parfum kosmetik essence industri farmasi dan flavoring agent Beragam industri
sangat memerlukan minyak atsiri sebagai bahan baku dengan memperhatikan
senyawa-senyawa yang dikandungnya
Penelitian terhadap komponen pada minyak yang dihasilkan dari kulit jeruk
sudah banyak dilakukan Cheong dkk (2012) melaporkan bahwa terdapat 79
komponen volatil terdapat pada kulit kalamansi asal Malaysia Philippina dan
Vietnam Minyak kulit jeruk mengandung komponen aktif yang bermanfaat antara
lain senyawa terpene flavonoid kumarin linalol dan lain-lain (Kamal dkk 2011)
Komponen utama yang ada pada minyak kulit jeruk adalah limonen (Lan-Phi amp Vy
2015 Kamal dkk 2011 Boudries et al 2017 Dehkordi et al 2016 Kademi amp
Garba 2017) Sementara informasi terkait komponen pada minyak atsiri yang
dihasilkan dari cairan hasil samping industri sirup jeruk belum banyak ditemukan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang
terdapat pada minyak atsiri dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
METODE PELAKSANAAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak atsiri yang dihasilkan
dari proses hidrodestilasi cairan hasil pengendapan pada pengolahan sirup kalamansi
Minyak atsiri ini didapat dari LPP Baptis Identifikasi senyawa volatil minyak jeruk
dengan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Pengujian
GC-MS dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minyak Jeruk Hasil Samping Industri Sirup Kalamansi
Sirup kalamansi merupakan salah satu produk olahan jeruk kalamansi yang
dikelola oleh industri kecil menengah Teknologi pengolahan sirup jeruk kalamansi
masih sangat sederhana Pengolahan sirup ini menyisakan beberapa hasil samping
berupa kulit biji dan cairan hasil hasil pengendapan (Gambar 1)
Cairan hasil samping industri sirup kalamansi yang diolah menjadi minyak atsiri
adalah cairan yang dihasilkan pada pengendapan I Cairan hasil samping yang
dihasilkan pada tahap ini mencapai 20 dari bahan baku Produksi minyak jeruk
dilakukan melalui proses destilasi air (hydrodestillation) Rendemen yang dihasilkan
sebesar plusmn 1
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
358
Gambar 1 Pengolahan Sirup Kalamansi (Dewi dkk 2016)
Senyawa Volatil Minyak Jeruk Dari Cairan Hasil Samping Industri Sirup
Kalamansi
GC-MS adalah suatu teknik untuk memisahkan campuran komponen yang
bersifat volatil (mudah menguap) Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC
akan keluar dari kolom dan mengalir kedalam MS kemudian senyawandash senyawa
tersebut teridentifikasi berdasarkan bobot melekul Hasil yang diperoleh berupa
dugaan komponen waktu retensi dan persen area komponen minyak jeruk kalamansi
Identifikasi komponen minyak jeruk kalamansi hasil GCMS ini berdasarkan
pendugaan dengan menggunakan referensi data base NIST 17 Berikut merupakan
hasil analisa GCMS minyak atsiri jeruk kalamansi
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
359
Gambar 2 Kromatogram GC-MS minyak atsiri dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi
Berdasarkan hasil analisa kromatografi gas (GC) diperoleh 8 puncak dengan
retention time yang berbeda-beda Puncak dengan waktu retensi berbeda
menunjukkan jumlah komponen yang terkandung dalam minyak jeruk dari cairan
hasil samping industri sirup kalamansi (Tabel 1) Puncak yang pertama keluar dan
merupakan puncak tertinggi muncul pada retention time 7288 dengan luas area
7592 Puncak ini diduga sebagai senyawa D-limonen Sementara puncak yang
keluar terakhir pada retention time 11889 dengan luas area 181 dan diduga sebagai
senyawa 12-Cyclohexanediol
Senyawa yang paling dominan pada minyak jeruk dari cairan hasil samping
industri sirup kalamansi adalah D-Limonene Menurut Sun (2007) D-limonene
merupakan senyawa monoterpen yang dominan dan menjadi penanda aroma khas
jeruk D-limonene umum digunakan sebagai bahan tambahan flavor and fragrance
pada industri makanan minuman parfum sabun dan lain-lain Selain D-limonene
minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi juga mengandung
carvone (658) limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205)
carveol (191) R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
360
Tabel 1 Senyawa volatil minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup
kalamansi (berdasarkan database NIST 17)
No Waktu retensi Senyawa Luas area ()
1 7288 D-Limonene 7592
2 8927 Limonene oxide 506
3 9784 α-terpineol 205
4 10200 Trans-carveol 477
5 10364 Carveol 191
6 10590 Carvone 658
7 11271 R-Limonene 190
8 11889 12-Cyclohexanediol 181
Tabel 2 Senyawa volatil minyak jeruk kalamansi asal Malaysia (Citrus microcarpa
(Bunge) Wijnands)
No Minyak kulit jeruk kalamansi Minyak daun jeruk kalamansi
Senyawa Senyawa
1 α-Pinene 05 α-Pinene 08
2 β-Pinene 01 β-Pinene 134
3 Myrcene 18 Myrcene 02
4 α-Phellandrene 01 α-Phellandrene 08
5 Limonene 940 Limonene 07
6 γ-Terpinene 01 trans-β-Ocimene 20
7 δ-Elemene 01 δ-Elemene 27
8 Linalool 04 Linalool 61
9 Terpinen-4-ol 01 Terpinen-4-ol 04
10 α-Terpineol 03 α-Terpineol 03
11 Terpinolene 01 β-Elemene 11
12 Geranyl acetate 02 Geranyl acetate 01
13 β-Caryophyllene tr β-Caryophyllene 28
14 (Z)-β-Farnesene 07 α-Humulene 06
15 Aromadendrene 01 α-Sesqui-phellandrene 183
16 (E)-β-Farnesene 01 α-Selinene 18
17 α-Guaiene 01 δ-Cadinene 05
18 Elemol 01 Hedycaryol 190
19 β-Eudesmol 02 (Z)-Nerolidol 12
20 α-Eudesmol 144
21 β-Eudesmol 86
22 Elemol 06
23 Phytol 04
Sumber Othman etal (2016)
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
361
Senyawa yang terdapat pada minyak jeruk dari cairan hasil samping industri
sirup kalamansi lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak jeruk kalamansi yang
berasal dari kulit dan daun Menurut penelitian Othman dkk (2016) pada minyak
jeruk yang berasal dari kulit kalamansi asal Malaysia mengandung 19 senyawa volatil
sementara minyak jeruk yang berasal dari daun kalamansi asal Malaysia terdapat 23
senyawa (Tabel 2) Keberadaan senyawa volatil yang lebih sedikit pada minyak jeruk
dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi diduga karena telah terjadi
penguapan selama proses pengolahan sari jeruk menjadi sirup
SIMPULAN
Minyak atsiri minyak jeruk dari cairan hasil samping industri sirup kalamansi
memiliki beberapa komponen senyawa yaitu D-limonen (7592) carvone (658)
limonen oxide (506) trans-carveol (477) α-terpineol (205) carveol (191)
R-limonene (190) dan 12-Cyclohexanediol (181)
REFERENSI
Boundries Loupassaki L Ettoumi Souagui B Bey Nabet Chikhoune Madani dan
Chibane 2017 Chemical profile antimicrobial and antioxidant activities of
Citrus reticulata and Citrus clementina (L) essential oils International Food
Research Journal 24 (4) 1782-1792
Cheong MW ZS Chong SQ Liu W Zhou P Curran dan B Yu 2012
Characterisation of calamansi (Citrus microcarpa) Part I Volatiles Aromatic
Profiles and Phenolic Acids In The Peel Food Chemistry 134 686-695
Dehkordi AS MM Sedaghat H Vatandoost dan MR Abai 2016 Chemical
Compositions of the Peel Essential Oil of Citrus aurantium and Its Natural
Larvicidal Activity against the Malaria Vector Anopheles stephensi (Diptera
Culicidae) in Comparison with Citrus paradisi J Arthropod-Borne Dis 10 (4)
577-585
Dewi KH S Mujiharjo dan AP Utama 2016 Potensi Pengolahan Hasil Samping
Sirup Kalamansi Menuju ldquoZero Wasterdquo Jurnal Agroindustri 6 (1) 8-17
Junaidi A 2011 Pengembangan Produk Unggulan Jeruk Kalamansi Kota Bengkulu
dengan Pendekatan OVOP Jurnal Infokop 19 163-183
Tuti Tutuarima
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
362
Kademi HI dan U Garba 2017 Citrus Peel Essential Oils A Review On
Composition And Antimicrobial Activities International Journal of Food Safety
Nutrition Public Health and Technology 9 (5) 38-44
Kamal Anwar F Hussain AI Sarri dan Ashraf 2011 Yield and Chemical
Composition of Citrus Essential Oils as Affected By Drying Pretreatment of
Peels International Food Research Journal 18 (4) 1275-1282
Lan-Phi dan Vy 2015 Chemical Composition Antioxidant And Antibacterial
Activities Of Peelsrsquo Essential Oils Of Different Pomelo Varieties In The South
Of Vietnam International Food Research Journal 22 (6) 2426-2431
Othman S N A M Hassan M A Nahar L Basar N Jamil S and Sarker S D
2016 Essential oils from the Malaysian Citrus (Rutaceae) medicinal plants
Medicines 3 (13) 1-11
Sun J 2017 D-Limonene Safety and Clinical Applications Alternative Medicine
Review 12 (3) 259-264
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
363
STUDI EKSTRAK ANDALIMAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT
Indra Lasmana Tarigan Universitas Jambi
Ricardo Lumbantoruan Universitas Negeri Medan
Marudut Sinaga Universitas Negeri Medan
ABSTRACT Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is a plant that contains important chemical compounds that can be used in daily life even its utilization is still very few The aim of this study was to know that the extract of andaliman fruit which functions as a natural antioxidant in palm oil which serves to improve the quality of palm oil In this study an oil quality analysis was carried out through the determination of oil peroxide numbers oil iodine numbers and free fatty acids with the addition of andaliman fruit extracts and without the addition of andaliman fruit extract with variations in storage time and concentration The results of this study indicate that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the peroxide number of oil at the extract concentration of 0 ppm peroxide number 0670 concentration of 400 ppm peroxide number 0492 concentration of 800 ppm peroxide number 0488 The same results also showed that the greater the concentration of andaliman fruit extract the greater the iodine number of oil which at the extract concentration of 0 ppm iodine number 13158 concentration of 400 ppm peroxide number 14550 concentration of 800 ppm peroxide number 14833 and to complete the results of this study that the greater the concentration of andaliman fruit extract the smaller the oil-free fatty acid which at the extract concentration of 0 ppm free fatty acid 488 concentration of 400 ppm free fatty acid 354 concentration of 800 ppm free fatty acid 352 KEYWORDS Andaliman Effectivity Peroxide Iodine number Free fatty acids
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi Email indratariganunjaacid
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antioksidan zat pewarna penambah aroma makanan farfum
intektisida dan obat Ada sekitar 150000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi
dan ada 4000 metabolit sekunder barutahun (Marliana 2007) Salah satu metabolit
sekunder yang sering digunakan adalah senyawa dengan aktivitas sebagai antioksidan
yang merupakan senyawa secara alami terdapat dalam hampir semua bahan makanan
karena bahan makanan dapat mengalami degradasi baik fisik maupun kimia sehingga
fungsinya berkurang untuk itu perlu ditambahkan antioksidan dari luar untuk
melindungi bahan makanan dari reaksi oksidasi Antioksidan dapat membantu
melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen
reaktif (Ros Reactive oxygen species) dan radikal bebas lainnya (Wang et al 2003
Oke dan Ilamburger 2002 dalam Marliana Eva 2007) Akibat reaktivitas yang tinggi
radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul termasuk protein karbohidrat
lemakminyak dan asam lemak Oleh karena itu diperlukan antioksidan untuk
PROSIDING
SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
ISSBNXXXX-XXXX
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
364
mengawetkan makanan yang mengandung makromolekul tersebut dengan nilai gizi
dari makan itu tidak berkurang Antioksidan digolongkan menjadi dua jenis yaitu
antioksidan alami dan sintesis penggunaan antioksidan sintesis seperti BHA (Butil
Hidroksi Anisol) dan BHT (Butil Hidroksi Toluen) sangat efektif untuk menghambat
minyak atau lemak agar tidak terjadi oksidasi Tetapi penggunaan BHA dan dan BHT
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping Hasil uji yang telah dilakukan
terhadap penggunaan BHT didapatkan bahwa BHT dapat menyebabkan
pembengkakan hati dan mempengaruhi aktivitas enzim didalam hati selain itu juga
menyebabkan pendarahan yang fatal pada rongga plernal peritonial dan pankreas
(Komayaharti et al 1997) Kekhawatiran akan efek samping antioksidan sintesis
sehingga dicari alternatif antioksidan yang lebih aman dan tidak berpengaruh terhadap
aroma dan rasa makanan misalnya dari tanaman Tanaman andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) merupakan tumbuhan yang termasuk kedalam Rutaceace
Tumbuhan ini banyak ditemukan di tumbuh liar di beberapa daerah Sumatera Utara
khususnya Tapanuli Buahnya digunakan secara langsung sebagai bumbu pada
masakan adat Batak Toba Angkola dan Mandailing Menurut Parhusip et al (1999)
dalam Tensika et al (2003) biji andaliman memiliki keistimewaan bahwa makanan
khas batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih
lama Menurut Suhirman Sintha dan Marsquomun (2007) dalam Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (2009) biji andaliman mengandung minyak atsiri yaitu
asetat 3015 sintronelal 1729 geraniol 1270 geranial 933 mirsen 820
sementara Tensika et al (2003) melaporkan bahwa ekstrak buah andaliman
mengandung flavanoid dan folifenol Senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan
bersifat antioksidan
Minyak sawit merupakan bahan yang tidak hanya digunakan dalam produk
makanan seperti dalam pembuatan margarin shortening biskuit es krim dan minyak
goreng akan tetapi juga dimanfaatkan untuk produk-produk non makanan seperti
dalam pembuatan sabun deterjen kosmotika dan lain-lain Untuk dapat
memanfaatkan minyak sawit perlu dilakukan beberapa tahap proses pengolahan
minyak sawit mentah (crude plam oil CPO) Akan tetapi proses ini menimbulkan
kerugian pada minyak sawit Proses ini dapat merusak antioksidan yang secara alami
terdapat pada minyak sawit (Herawati et al 2006) Akibat kerusakan ini minyak sawit
ini rentan terhadap oksidasi (Hui 1996 dalam Herawati et al 2006) Reaksi oksidasi
terjadi akibat serangan oksigen terhadap asam lemak tak jenuh yang terkandung
dalam minyak sawit Reaksi antara oksigen dengan lemak akan membentuk senyawa
peroksida selanjutnya akan membentuk asam lemak bebas aldehida dan keton yang
menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak (ketengikan) (Ketaren1986) dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
365
menyebabkan mutu minyak sawit kurang baik Untuk meningkatkan mutu minyak
sawit perlu zat aditif Salah satunya yaitu antioksidan untuk mencegah ketengikan
minyak sawit dengan memanfaatkan buah andaliman oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh Estrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) Sebagai Antioksidan Alami Terhadap Kualitas Minyak Sawitrdquo
METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Negeri Medan dengan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
andaliman sedangkan sampel yang digunakan adalah biji andaliman yang baru dipetik
dari pohonnya dengan tujuan kandungan senyawa aktifnya lebih banyak Peralatan
yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitis kertas saring labu soxhlet
Erlenmeyer water bath satif klem buret alat distilasi magnet stearer beaker glass
labu takar gelas ukur cawan poselen pengaduk thermometer heater Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah biji andaliman etanol 96 n-heksana asam asetat
glacial kloroform KI standard akuades Na2S2O3 amilum minyak sawit sebagai
sampel
Ekstraksi Biji Andaliman
Sampel biji andaliman lebih dahulu dibersihkan dari kotoran kemudian
dihancurkan dan ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam soxhlet Tambahkan n-heksana ke dalam labu soxhlet sebelum ditutup
Panaskan dalam water bath atau kompor listrik sehingga solven akan menetes dari
kondensator volume solven dijaga konstan dengan menambahkan solven secukupnya
untuk menyempurnakan solven yang hilang karena penguapan Ekstraksi dilakukan
selama 3 jam didinginkan dan diambil labu ekstraksi soxhlet n-heksana diuapkan
dengan distilasi pada suhu 70oC sampai bau n-heksana hilang (Sudaryanto et al 2016)
Menentukan Bilangan Peroksida
Penentuan bilangan peroksida dengan cara a) Sebanyak 5 gr minyak sawit
ditimbang dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup b) Ditambahkan ekstrak biji andaliman
dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak sawit tersebut dan masing-masing
disimpan selama 10 20 30 hari c) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial
Kloroform (32) d) ditambah Kalium Iodida jenuh 05 ml lalu gelas ditutup dan
dikocok perlahanlahan selama 1 menit e) Sampel tersebut dibuka tutupnya dan
ditambahkan 30 ml aquabides dan 1-2 ml indicator larutan amilum f) Dititrasi dengan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
366
larutan Natruim Tiosulfat 001 N sampai warna hitam kebiruan hilang (titik akhir
titrasi) (Pangestuti et al 2018)
Penentuan Bilangan Iodin
Minyak sawit ditimbang seksama sebanyak 05 gr dalam erlenmeyer 250 mL
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari kemudian
ditambahkan 20 mL larutan karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijss Erlenmeyer
ditutup dan disimpan ditempat gelap pada suhu kamar selama 30 menit Ditambahkan
20 mL larutan KI 15 dan 100 mL aquades tutup kembali dan dikocok hati-hati
Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 01 N sampai warna kuning muda
Ditambahkan larutan indikator kanji dan dititrasi kembali dengan larutan Natrium
Tiosulfat sampai warna biru hilang Na2S2O3 (Handayani et al 2015)
Penentuan Asam Lemak Bebas
Minyak sebanyak 10 gr dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL bertutup
ditambahkan ekstrak biji andaliman dengan konsentrasi 0 400 800 ppm pada minyak
sawit tersebut dan masing-masing disimpan selama 10 20 30 hari Stelah itu
dilarutkan dalam 50 mL alcohol 95 netral dipanaskan selam 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk Ditambahakan indikator fenolftalein dalam alkohol lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 01 N sampai warna merah jambu yang tidak hilang
selama 30 detik (Sopianti et al 2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak buah andaliman ini
adalah metode sokletasi kemudian dilanjutkan dengan destilasi untuk memisahkan
pelarut yang digunakan dalam sokletasi Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n-heksana karena pelarut ini dapat melarutkan hampir semua senyawa organik
yang ada dalam sampel karena sifat non-polar yang dari n-heksana sejenis dengan
sifat non-polar pada sampel membuat keduanya melarut secara sempurna Pelarut n-
heksan merupakan pelarut yang mudah menguap sehingga mudah dibebaskan dari
ekstrak dengan destilasi Dari 1 kg buah andaliman diperoleh 15 gram ektrak buah
andaliman (Sudaryanto et al 2016)
Bilangan peroksida merupakan bagian terpenting sebagai indikator kerusakan
pada minyak Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh akan mampu
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
367
peroksida Tingkat peroksida yang terbentuk tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan titrasi iodometri Semakin tinggi persentase peroksida pada minyak
akan mengakibatkan ikatan jenuh dari asam lemak bebas teroksidasi menjadi aldehid
dan mengakibatkan ketengikan pada minyak Hasil titrasi iodometri minyak untuk
mengukur bilangan peroksida dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan peroksida dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 335 ml 246 ml 244 ml
320 ml 255 ml 244 ml
20 hari 5 gram 345 ml 231 ml 225 ml
346 ml 225 ml 226 ml
30 hari 5 gram 360 ml 222 ml 218 ml
348 ml 220 ml 218 ml
Dari hasil titrasi dilakukan perhitungan bilangan peroksida dengan menggunakan
rumus perhitungan sebelumnya Bilangan Peroksida =
V = volume
Na2S2O3 (ml) N = Normalitas Na2S2O3 W = berat sampel (gram) didapatkan hasil
perhitungan seperti pada Tabel 2
Tabel 2 Hasil perhitungan bilangan peroksida minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 ppm
10 hari 0670 0492 0488
0640 0510 0488
20 hari 0690 0462 0450
0692 0450 0452
30 hari 0720 0444 0436
0696 0440 0436
Bilangan peroksida memiliki pengaruh besar dalam parameter kualitas minyak
Karena indikator ini mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk
pada tahap awal reaksi oksidasi minyak ataupun lemak (Raharjo 2006) Pada tabel 2
dapat dilihat bilangan peroksida dengan variasi lama waktu penyimpanan dan
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
368
konsentrasi ekstrak ditemukan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin besar
konsentrasi ekstrak maka semakin kecil bilangan peroksidanya Bilangan peroksida
terkecil 0436 pada konsentrasi 800 ppm dan diinkubasi 30 hari
Analisa selanjutnya pengukuran bilangan iodium untuk mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak Asam lemak tak jenuh mampu
mengikat dan membentuk senyawaan yang jenuh Banyaknya iodium yang diikat
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Handayani 2015) Hasil
titrasi minyak dengan variasi waktu penyimpanan dan konsentrasi tersaji pada tabel 3
Tabel 3 Pengukuran Natrium tiosulfat pada penentuan bilangan iodin dengan
menggunkan ekstrak buah andaliman sebagai antioksida
Lama Waktu
Penyimpanan
Berat
Sampel Vol Blanko
Vol Na2S2O3 yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 100 ml 4816 ml 4267 ml 4155 ml
4751 ml 4270 ml 4218 ml
20 hari 5 gram 100 ml 4861 ml 4199 ml 4117 ml
4878 ml 4103 ml 4134 ml
30 hari 5 gram 100 ml 5021 ml 4136 ml 4064 ml
4929 ml 4128 ml 4110 ml
Dari hasil titrasi kemudian dilakukan perhitungan bilangan iodin minyak
menggunakan perumusan Bilangan iodin ( )
dengan A = volume
larutan Na2S2O3 pada blanko (ml) B = volume larutan Na2S2O3 pada sampel (ml) N =
normalitas larutan Na2S2O3 W = berat contoh minyak (gram) Hasil perhitungan
bilangan iodin minyak untuk setiap perlakuan disajikan pada tabel 4
Tabel 4 Perhitungan pengaruh konsentrasi dan waktu terhadap Bilangan iodin
Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 13158 14550 14833
13321 14543 14675
20 hari 13042 14723 14931
12999 14711 14887
30 hari 12637 14882 15065
12870 14903 14948
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
369
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bilangan iodin dengan bilangan iodin
terbesar plusmn 150 pada konsentrasi ekstrak 800 ppm dan inkubasi 30 hari Semakin lama
waktu penyimpanan dan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar
bilangan iodin semakin banyak ikatan rangkap yang diadisi
Untuk melengkapi hasil analisis parameter kimia pengaruh ekstrak buah
andaliman terhadap minyak dilakukan pengukuran asam lemak bebas Bilangan asam
berhubungan dengan tingkat asam lemak bebas yang harus dinetralisir dengan KOH
(basa) 01N dalam 1 gram minyak (Ketaren 1986) Hasil titrasi tersaji pada tabel 5
Tabel 5 Pengukuran Volume KOH dengan menggunakan ekstrak buah andaliman
sebagai antioksidan
Lama Waktu
Penyimpanan Berat Sampel
Vol KOH yang terpakai pada
Konsentrasi
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 5 gram 953 ml 691 ml 688 ml
959 ml 670 ml 670 ml
20 hari 5 gram 959 ml 688 ml 680 ml
957 ml 682 ml 680 ml
30 hari 5 gram 971 ml 678 ml 664 ml
965 ml 674 ml 668 ml
Hasil perhitungan asam lemak bebas minyak untuk setiap perlakuan disajikan
pada tabel 6 dengan menggunakan perumusan dari penelitian sebelumnya (Indra
2019) ALB () =( )
(256= Bek(berat ekivalen) asam palmitat
N = normalitas larutan KOH W= berat sampel (gram))
Kerusakan minyak atau lemak terutama disebabkan karena adanya proses
oksidasi yang disebabkan oleh kehadiran agen peroksida Dalam penelitian ini ekstrak
buah andaliman digunakan sebagai antioksidan yang diujikan terhadap minyak dengan
variasi konsentrasi 0 ppm 400 ppm dan 800 ppm dan variasi lama waktu
penyimpanan 10 hari 20 hari dan 30 hari Dari hasil penelitian bilangan peroksida
dengan penambahan ekstrak buah andaliman semakin kecil sementara pada SNI
bilangan peroksida dibatasi pada 50 mekkg hal ini menunjukkan ada pengaruh
penambahan ekstrak buah andaliman terhadap bilangan peroksida minyak
Berdasarkan data bilangan peroksida yang terlihat pada penggunaan ekstrak buah
andaliman sebagai antioksidan bahwa bilangan peroksida tertinggi terdapat pada
perlakuan konsentrasi 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak buah andaliman) Pada
konsentrasi 400 dan 800 ppm bilangan peroksida semakin kecil dengan semakin
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
370
bertambahnya lama penyimpanan minyak Dalam hal ini aktivitas antioksidan diukur
dengan parameter bilangan peroksida minyak dimana semakin kecil bilangan
peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya
Tabel 6 Pengaruh Konsentrasi dan Kaktu terhadap Asam Lemak bebas Minyak
Lama Waktu
Penyimpanan
Konsentrasi Ekstrak Buah Andaliman
0 ppm 400 ppm 800 pm
10 hari 488 354 352
491 353 353
20 hari 491 352 348
490 349 348
30 hari 497 347 340
494 345 342
Aktivitas antioksidan diukur dengan parameter bilangan peroksida semakin
kecil bilangan peroksida maka semakin baik aktivitas antioksidanya Berdasarkan data
tabel 2 terlihat bahwa pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm
terhadap minyak memberi bilangan peroksida minyak terkecil (0436) dengan lama
penyimpanan minyak sawit 30 hari Ini berarti bahwa ekstak buah andaliman dapat
digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawit Penambahan konsentrasi
antioksidan juga akan mengakibatkan penambahan bilangan iodin atau dengan kata
lain semakin banyak iodin yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan rangkap pada
minyaklemak dengan pertambahan konsentrasi antioksidan yang digunakan
Pada pemberian ekstrak buah andaliman dengan konsentrasi 800 ppm terhadap
minyak sawit diperoleh bilangan iodin sebesar 15065 pada lama penyimpanan 30
hari hal ini dapat menyatakan bahwa ekstrak buah andaliman efektiv sebagai
antioksidan terhadap minyak sawit karena sesuai dengan SNI yang menyatakan
bilangan Iodin minyak harus diatas 51 (51 min) Dari tabel asam lemak bebas dapat
dilihat bahwa dengan penambahan ekstrak buah andaliman paling besar adalah 352
dan paling kecil adalah 342 bila dibandingkan dengan ketentuan SNI yang
menyatakan bahwa asam lemak bebas pada minyak adalah maks 50 maka ekstrak
buah andaliman dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak sawitdapat
juga dilihat bahwa makin lama penyimpanan dengan penambahan ekstrak buah
andaliman maka asam lemak bebasnya makin kecil tetapi untuk yang 0 ppm (tanpa
penambahan antioksidan ekstrak buah andaliman) semakin lama penyimpanan maka
asam lemak bebasnya semakin besar
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
371
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil bilangan
peroksida minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppmbilangan peroksida 0670
konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 0492 konsentrasi 800 ppm bilangan
peroksida 0488 dan Ada pengaruh interaksi konsentrasi ekstrak buah andaliman dan
lama penyimpanan terhadap bilangan peroksida minyak dimana semakin tinggi
konsentrasi ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan peroksida
minyak sawit semakin kecil Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman
semakin besar bilangan iodin minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0
ppmbilangan iodin 13158 konsentrasi 400 ppm bilangan peroksida 14550
konsentrasi 800 ppm bilangan peroksida 14833 dan Ada pengaruh interaksi lama
penyimpanan terhadap bilangan iodin minyak dimana semakin tinggi konsentrasi
ekstrak buah andaliman dan semakin lama disimpan bilangan iodin minyak sawit
semakin besar Semakin besar konsentrasi ekstrak buah andaliman semakin kecil
asam lemak bebas minyak dimana pada konsentrasi ekstrak 0 ppm asam lemak bebas
488 konsentrasi 400 ppm asam lemak bebas 354 konsentrasi 800 ppm asam lemak
bebas 352 Ekstrak buah andaliman evektiv sebagai antioksidan terhadap minyak
sawit karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
REFERENSI
Anie K dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada Minyak
Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009 Potansi Andaliman sebagai
Sumber Antioksidan dan Antimikroba Alamirdquo Warta Penelitian dan
pengembangan Tanaman Industri Vol15 8-10
Densi Selpia Sopianti Herlina Handi Tri Saputra 2017 Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Kementerian Riset Teknologi Dan
Pendidikan Tinggi Jurnal Katalisator Vol 2 100-105
Dina Rahayuning Pangestuti Siti Rohmawati 2018 Kandungan Peroksida Minyak
Goreng Pada Pedagang Gorengan Di Wilayah Kecamatan Tembalang Kota
Semarang Research Study Vol2 205-211
Handayani R Rukminita SA Gumilar I 2015 Karakteristik Fisika-Kimia Minyak
Biji Bintaro (Cerbera manghas L) dan Potensinya sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel Jurnal AkuantikaVol4 177-186
Indra Lasmana Tarigan Ricardo Lumbantoruan dan Marudut Sinaga
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
372
Herawati dan Syafsir A 2006 Kinerja BHT sebagai Antioksidan Minyak Sawit pada
Perlindungan terhadap Oksidasi Oksigen Singlet Akta Kimindo Vol2 1-8
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI Pres Jakarta
pp 120-126
Komayaharti A dan Paryanti D 2003 Ektrak Daun Sirih Sebagai Antioksidan pada
Minyak Kelapa Semarang Universitas Diponegoro Pres
Marliana E 2007 Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Batang Spatholobus
ferrugineus (Zoll ampMoritzi) Bent Yang Berfungsi Sebagai Antioksidanrdquo Jurnal
Penelitian MIPA Vol 1 23-29
Pourmourad F Hosseinimehr SJ and Shahabimajd N 2006 Antioxidant Activity
Phenol and Flavonoid Contents of Some Selected Iranian Medicinal Plants
African Journal of Biotechnology Vol 5 1142 ndash 1145
PT Perkebunan Nusantara IV2009 Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit
Dokumen intern
Raharjo S 2006 Kerusakan Oksidatif pada Makanan Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Sibuea P 2002 Potensi Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Kompas 26 Agustus
2002 Jakarta
Silitonga PM 1999 Statistik Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian Medan FMIPA
Universitas Negeri Medan
Sudaryanto Herwanto T Putri SH 2016 Aktivitas Antioksidan Pada Minyak Biji
Kelor (Moringa oleifera L) dengan Metode Sokletasi Menggunakan Pelarut N-
Heksan Metanol Dan Etanol Jurnal Teknotan Vol 10 16-21
Tensika Wijaya C H Nuri A 2003 Aktivitas Antioksidan Ektrak Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) dalam Beberapa Sistem Pangan dan
Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol 14 29-39
Zakaria ZA Mohamed AM Jamil NSM Rofiee MS Hussain MK
Sulaiman MR The LK and Salleh MZ 2011 In Vitro Antiproliverative
and Antioxidant Activities of The Extracts of Muntingia calabura Leaves The
American Journal of Chinese Medicine Vol39(1) 183-200
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
373
ISOLASI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI
ENZIM α-AMILASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148
Yandri Universitas Lampung
Fathaniah Sejati Universitas Lampung
Tati Suhartati Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
Sutopo Hadi Universitas Lampung
ABSTRACT This study aims to isolate purify and characterize the α-amylase enzyme from Bacillus subtilis ITBCCB148 Isolation of the enzyme was conducted using cold centrifuge to separate the enzyme from the cell mixture The purification of enzyme was done by using ammonium sulfate fractionation followed by dialysis Furthermore the purified enzyme was characterized for some parameters including optimum temperature substrate concentration and thermal stability The α-amylase enzyme activity was determined by the Mandels and Fuwa methods and protein content was determined by Lowry methodThe results showed that the purified enzyme has specific activity at 7532 U mg-1 it was increase of 59 times compared to the crude extract which has a specific activity of 1285 U mg-1 The temperature optimum of the purified enzyme was 65 deg C the KM and V max values were 7543 mg mL-1 substrate and 147058 micromol mL-1 minute-1 Thermal stability of the purified enzyme for 100 minutes at 65oC remained the residual activity of 20
KEYWORDS α-amilase Bacillus subtilis ITBCCB148 characterization
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
yandriasfmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Enzim amilase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis penguraian pati
glikogen dan berbagai oligosakarida secara acak Enzim ini dibagi dalam empat
golongan (Horvathova et al 2000) yaitu (1) Ekso amilase adalah enzim yang
memutuskan ikatan -14 glikosida pada bagian luar molekul Salah satu enzim yang
termasuk dalam golongan ini adalah -amilase (EC 3212) (2) Glukoamilase (EC
3213) adalah enzim yang mengkatalisis pemutusan ikatan -14 dan ikatan -16
glikosida dari bagian luar molekul (3) Debranching enzim adalah enzim yang
spesifik dalam memutuskan ikatan -16 glikosida dalam pati (amilopektin) Enzim
yang termasuk golongan ini adalah pululanase (EC 32141) dan isoamilase (EC
32168) (4) Endo amilase adalah enzim yang mengkatalisis penguraian pati dari
bagian tengah atau bagian dalam molekul (Fogarty dan Kelly 1979) Enzim yang
termasuk golongan ini adalah -amilase Enzim ini dihasilkan oleh beberapa
mikroorganisme secara ekstraseluler misalnya Aspergillus oryzae A niger A
awamori Bacillus mesentricus B subtilis B stearothermophilus dan B
licheniformis Enzim -amilase yang dihasilkan B subtilis mempunyai pH optimum
60 dan stabil pada pH antara 55-95 Suhu optimum enzim ini 60C Enzim -
amilase yang dihasilkan B stearothermophilus mempunyai pH optimum 46-51 suhu
optimum 55-70C Sedangkan enzim -amilase yang dihasilkan B licheniformis
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
374
mempunyai pH optimum 50-80 stabil pada pH antara 60-110 dan suhu
optimumnya 76C Umumnya enzim -amilase mempunyai bobot molekul sekitar 50
kDa (Fogarty dan Kelly 1979) Sedangkan menurut Janecek dan Balaz (1992) bobot
molekul enzim -amilase berkisar antara 45 ndash 60 kDa Ohdan et al (1999) berhasil
mengkarakterisasi dua jenis enzim -amilase dari B subtillis X-23 Hasil
penelitiannya menunjukkan enzim -amilase yang berhasil dimurnikan mempunyai
bobot molekul 47 dan 67 kDa Sedangkan pH optimum kedua enzim sama yaitu 55
dan kedua enzim tersebut stabil antara pH 55 ndash 10 Semua -amilase adalah
metaloenzim yang mengandung sedikitnya satu ion Ca2+
tiap molekul enzim Ion
kalsium ini penting untuk aktivitas dan stabilitas enzim Ion kalsium dalam enzim
Taka amilase A dari A oryzae berada dekat celah antara dua domain strukturalnya
kemungkinan berperan dalam penstabilan bentuk celah (Vihinen dan Mantsala1989)
Keadaan yang sama diidentifikasi dalam -amilase pankreas babi yang menunjukkan
ion kalsium menstabilkan celah dengan induksi jembatan ionik di antara domain
(Buisson et al 1987) Afinitas ion kalsium pada -amilase lebih kuat dari kation-
kation lain Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation
lain (Vihinen dan Mantsala1989)
Banyak sumber utama α-amilase telah diakui sebagai kelompok mikroorganisme
yang berbeda terutama bakteri dan jamur yang mengarah ke penggunaan dalam
industri Ini telah dipelajari secara luas karena peningkatan relatif dalam aplikasi skala
besar (Simair et al 2017) Bakterial α-amilase memiliki sifat-sifat baru telah menjadi
cakupan utama penelitian terbaru (Trabelsi et al 2019) Bacillus subtilis adalah
bakteri gram positif berbentuk batang dapat membentuk endospore untuk bertahan di
lingkungan ekologi berbahaya dari radiasi pelarut suhu dan pH ekstrim (Yu et al
2014) Amilase enzim pendegradasi pati adalah enzim penting yang digunakan dalam
industri dan menyumbang proporsi tinggi dari pasar enzim (Singh et al 2016) Pada
penelitian ini telah dilakukan karakterisasi pada enzim α-amilase hasil pemurnian dari
Bacillus subtilis ITBCCB148 meliputi penentuan suhu optimum konsentrasi substrat
dan stabilitas termal
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
derajat proanalisis Bacillus subtilis ITBCCB148 yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
375
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas mikropipet
Eppendroff autoklaf model S-90N laminar air flow CRUMA model 9005-FL
sentrifuga WIFUG LABOR-50M shaker watebath incubator GFL1092 Magnetic
Stirrer STUART CB 161 incubator PRECISTERM penangas PRECISTERM
waterbath incubator HAAKE dan spektrofotometer UV-VIS Cary Win UV 32
Prosedur Penelitian
Produksi enzim α-amilase Enzim -amilase diproduksi pada media fermentasi yang
mengandung pati 05 ekstrak ragi 05 KH2PO4 005 dan CaCl2 2H2O 001
dengan pH 65 Suhu fermentasi 32C dan lama waktu fermentasi 72 jam (Yandri et
al 2010)
Isolasi enzim α-amilase Enzim -Amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari sel
bakteri lokal Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan sentrifuga dingin pada laju 6000
rpm selama 30 menit sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim (Yandri et al 2010)
Pemurnian enzim selulase Pemurnian dilakukan dengan cara fraksinasi menggunakan
garam ammonium sulfat dengan berbagai derajat kejenuhan dan dilakukan dialisis
(Yandri et al 2010 Bolag et al 1996)
Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim Uji aktivitas -amilase
menggunakan metode Fuwa (Fuwa 1954) dan pereaksi asam dinitrosalisilat (Mandels
et al 1976) Kadar protein enzim ditentukan dengan metode Lowry et al (1951)
Penentuan suhu optimum Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan
dengan memvariasikan suhu yaitu 55 60 65 70 75 80 dan 85 Selanjutnya
dilakukan pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mandels
Penentuan KM dan Vmaks Nilai Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi maksimum
(Vmaks) enzim dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi substrat (larutan pati)
yaitu 01 02 04 06 08 dan 10
Uji stabilitas termal enzim (Yang et al 1996) Stabilitas termal enzim dilakukan
dengan cara mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0 10 20 30 40
50 60 70 80 90 dan 100 menit
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
376
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Enzim
Ekstrak kasar enzim α-amilase dalam media fermentasi dipisahkan dari
komponen sel lainnya melalui sentrifugasi dingin dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit Ekstrak kasar enzim α-amilase yang diperoleh memiliki aktivitas unit dan
aktivitas spesifik berturut-turut yaitu 291 UmL dan 1285 Umg
Pemurnian Enzim α-Amilase
Ekstrak kasar Enzim α-Amilase yang diperoleh kemudian dimurnikan
Pemurnian enzim yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tahap fraksinasi dengan
ammonium sulfat dan dialisis
Fraksinasi dengan ammonium sulfat
Pada tahap ini proses pemurnian dilakukan dengan cara menambahkan ammonium
sulfat dalam lima tingkat fraksi yaitu (0-20) (20-40) (40-60) (60-80) dan
(80-100) Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium
sulfat dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Gambar 1 Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat dengan
aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dari gambar di atas diketahui bahwa aktivitas spesifik enzim α-amilase tertinggi
berada pada fraksi 40-60 yaitu sebesar 51920736 Umg Namun pada beberapa
fraksi enzim seperti fraksi 20-40 60-80 dan 80-100 masih terdapat aktivitas
spesifik yang cukup besar yaitu 6167696 Umg 3350864 Umg dan 633315 Umg
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
377
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak enzim yang terendapkan pada
fraksi-fraksi tersebut Sehingga untuk proses fraksinasi menggunakan ammonium
sulfat berikutnya hanya dibagi menjadi dua fraksi yaitu 0-20 dan 20-90
Pembagian fraksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan perolehan dan aktivitas
enzim serta menghindari kehilangan protein enzim yang cukup besar selama proses
fraksinasi Fraksi 0-20 tidak digunakan untuk proses pemurnian selanjutnya karena
jumlah enzim yang terendapkan sangat sedikit sehingga aktivitas spesifik enzim pada
fraksi ini pun sangat kecil yaitu 6482 Umg Sedangkan aktivitas spesifik pada fraksi
20-90 yaitu sebesar 4991 Umg Hasil tersebut menunjukkan bahwa aktivitas
spesifik enzim hasil fraksinasi mengalami peningkatan kemurnian dibandingkan
eksrak kasar enzim yaitu sebesar 39 kali dengan perolehan enzim sebesar 68
Adapun aktivitas spesifik pola fraksinasi (0-20) dan (20-90) dapat dilihat pada
Gambar 2
Gambar 2 Hubungan antara tingkat kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-20)
dan (20-90) dengan aktivitas spesifik enzim α-amilase
Dialisis
Dialisis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memisahkan larutan
protein dari garam Metode ini didasarkan pada sifat semipermeabel membran
(kantong selofan) yang dapat menahan molekul-molekul besar tapi dapat meloloskan
molekul-molekul kecil seperti garam Sehingga protein enzim akan terpisahkan dari
garam-garam dan ion-ion lain yang pada akhirnya akan diperoleh enzim dengan
kemurnian yang lebih tinggi Pada penelitian ini didapatkan bahwa enzim α-amilase
hasil dialisis memiliki akivitas spesifik sebesar 7532 Umg Hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas spesifik enzim hasil dialisis mengalami peningkatan
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
378
kemurnian dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 59 kali dengan perolehan
enzim sebesar 49 Tabel 1 menunjukkan ringkasan pemurnian enzim α-amilase dari
B subtilis ITBCCB148
Tabel 1 Pemurnian enzim α-amilase dari B subtilis ITBCCB148
Data pada Tabel 1 di atas menunjukkan enzim α-amilase mengalami
peningkatan aktivitas spesifik setiap tahap pemurnian Hal ini didukung oleh
penurunan kadar protein dan perolehan () enzim yang menunjukkan bahwa enzim
telah terpisahkan dari protein lainnya Hasil ini juga menunjukkan perolehan enzim
hasil pemurnian (hasil dialisis) tidak terlalu besar yaitu 49 hal ini mungkin
disebabkan tidak semua enzim α-amilase terendapkan oleh garam amonium sulfat atau
kemungkinan lain enzim kehilangan aktivitas selama proses karena larutan enzim
yang sangat encer
Karakterisasi Enzim Hasil Pemurnian
Penentuan suhu optimum
Penentuan suhu optimum enzim α-amilase ditentukan dengan menginkubasi
enzim pada berbagai suhu inkubasi 55 60 65 70 75 80 dan 85oC Aktivitas enzim
α-amilase dari Bacillus subtilis ITBCCB148 hasil pemurnian pada berbagai suhu dapat
dilihat pada Gambar 3 Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa suhu optimum
enzim hasil pemurnian adalah 65oC Enzim ini termasuk golongan enzim yang
bersifat temostabil yaitu enzim yang dapat bekerja pada rentang suhu antara 60 - 125
oC (Vieille dan Zeikus 1996 Vieille dan Zeikus 2001) Gambar 3 juga menunjukkan
enzim hasil pemurnian cukup stabil antara suhu 55 ndash 80 oC dan memenuhi syarat
untuk digunakan dalam industri
Tahap Volume
Enzim
(mL)
Aktivitas
Unit
(UmL)
Aktivitas
Total (U)
Kadar
Protein
(mgmL)
Aktivitas
Spesifik
(Umg)
Tingkat
Kemurnian
(kali)
perolehan
()
Ekstrak
Kasar
3000
291
873000
02265
1285
1
100
Hasil
Fraksi
(20-90)
ammonium
sulfat
150
3943
591450
0790
4991
39
68
Hasil
Dialisis
300 1416 424800 0188 7532 59 49
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
379
Gambar 3 Suhu optimum enzim hasil pemurnian
Penentuan stabillitas termal enzim hasil pemurnian
Penentuan stabilitas termal enzim ditentukan dengan menginkubasi enzim pada
berbagai waktu inkubasi yaitu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 dan 100 menit
Gambar 4 menunjukkan enzim hasil pemurnian mempunyai aktivitas sisa () setelah
diinkubasi selama 100 menit sebesar 20 Perlu peningkatan stabilitas enzim agar
dapat digunakan dalam industri
Gambar 4 Hubungan antara stabilitas termal enzim hasil pemurnian pada suhu
65oC terhadap waktu
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
380
Penentuan KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian
Penentuan harga KM dan Vmaks dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
substrat terhadap enzim Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 01 02 04
06 08 10 Grafik penentuan harga KM dan Vmaks enzim hasil pemurnian dapat
dilihat pada Gambar 5 Dari persamaan Lineweaver-Burk diperoleh nilai Vmaks enzim
hasil pemurnian sebesar 147058 micromolmLmenit dan KM sebesar 7543 mgmL
Gambar 5 Grafik Lineweaver-Burk untuk enzim hasil pemurnian
SIMPULAN
Aktivitas spesifik enzim α-amilase hasil pemurnian meningkat sebesar 59
kali dibandingkan ekstrak kasar enzim yaitu sebesar 1285 Umg menjadi 7532 Umg
Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki suhu optimum 65ordmC Uji stabilitas enzim
hasil pemurnian pada suhu 65ordmC selama 100 menit masih memiliki aktivitas sebesar
20 Enzim α-amilase hasil pemurnian memiliki KM = 7543 mg mL 1
Vmaks =
147058 μmol mL-1
menit-1
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
381
REFERENSI
Bollag D M M D Rozycki S J Edelstein (1996) Protein Methods 2 nd
ed John
Wiley amp Sons Inc Publication New York
Buisson G E Duee R Haser and F Payan (1987) Three dimensional structure of
porcina pancreatic -amylase at 29 Aring resolution role of calcium in structure
and activity EMBO J 6 3909-3916
Fogarty WM and CT Kelly (1979) Enzyme and Fermentation Biotechnology Ellis
Horwood Limited West Sussex England 45-52
Fuwa H (1954) A new method for microdetermination of amylase activity by the use
of amylose as the substrate J Biochem (Tokyo) 41 583-603
Horvathova V S Janecek and E Sturdik (2000) Amylolytic enzymes Their
specificities origins and properties Biologia Bratislava 556 605-615
Janecek S and S Balaz (1992) -Amylase and approaches leading to their enhanced
stability Febs Lett 304 (1) 1-3
Lowry OH NJ Rosebrough AL Farr RJ Randall (1951) Protein measurment
with the Folin phenol reagent J Biol Chem 193-265
Mandels M A Raymond R Charles (1976) Measurement of saccharifying
cellulase Biotech amp Bioeng Symp No 6 John Wiley amp Sons Inc
Ohdan K T Kuriki H Kaneko J Shimada T Takada Z Fujimoto H Mizuno and
S Okada (1999) Characteristics of two forms of -amylases and structural
implication Appl Environ Microbiol 6510 4652-4658
Simair A A Qureshi A S Khushk I Ali C H Lashari S Bhutto M A amp Lu
C (2017) Production and partial characterization of α-amylase enzyme from
bacillus sp bcc 01-50 and potential applications BioMed research international
pp 1-9
Singh R Kumar M Mittal A amp Mehta PK (2016) Microbial enzymes industrial
progress in 21st century Biotech 6 2 174
Trabelsi S Mabrouk S B Kriaa M Ameri R Sahnoun M Mezghani M Bejar S
(2019) The optimized production purification characterization and application
in the bread making industry of three acid-stable alpha-amylases isoforms from a
new isolated Bacillus subtilis strain US586 J Food Biochem e12826
Yandri Fathaniah Sejati Tati Suhartati Heri Satria dan Sutopo Hadi
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
382
Vieille C and J G Zeikus (1996) Thermozymes Identifying molecular determinant
of protein structural and functional stability Tibtech 14 (6) 183-189
Vieille C and G J Zeikus (2001) Hyperthermophilic enzymes Sources uses and
molecular mechanisms for thermostability Microbiol Mol Biol Rev 65 (1) 1-
43
Vihinen M and P Mantsala (1989) Site-directed Mutagenesis of a Thermostabile -
Amylase from Bacillus stearothermophilus Putative Role of Three Conserved
Residues Crit Rev Biochem Mol Biol 24 329-418
Yandri AS T Suhartati and S Hadi 2010 Purification and characterization of
extracellular α-amilase enzyme from locale bacteria isolate Bacillus
subtilisITBCCB148 Eur J Sci Res39 (1) 64-74
Yang Z D Michael A Robert XY Fang and JR Alan (1996) Polyethylene
glycol-induced stabilization of subtilisin Enzyme Microb Technol 18 82-89
Yu AC Loo JF Yu S Kong SK Chan TF (2014) Monitoring bacterial growth
using tunable resistive pulse sensing with a pore-based technique Applied
Microbiology and Biotechnology 98 (2) 855ndash62
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
383
ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI KULIT CABANG TUMBUHAN
PUDAU (Artocarpus kemando Miq)
Tati Suhartati Universitas Lampung
Vicka Andini Universitas Lampung
Yandri AS Universitas Lampung
ABSTRACT The purpose of this study was to isolate and identify bioactive flavonoid compounds contained in the polar fraction of the branch skin of pudau plants (Artocarpus kemando Miq) obtain from Karang Anyar Klaten Penengahan South Lampung The isolation of compounds was extracted using maceration method with methanol solvent then followed by purifification using vacuum liquid chromatography and column chromatography The molecular structure of flavonoids are determined including physic parameters and spectroscopy by using UV-Vis and IR Pure compounds from isolation are yellow crystals that it has a melting point of 255-258oC Based on the results of spectroscopic analysis and comparing with standard compounds it was shown that the isolated compound is artonin E The purification step obtained this compound as much as 1068 mg succesfully This compound showed strong anticancer activity with IC50 (156 microg mL) in the cytotoxicity test using P-388 leukemia cells also showed antibacterial activity with a moderate category against Bacillus subtilis and Escherichia coli KEYWORDS Artocarpus kemando Miq Artonin E P-388 leukemia cell Bacillus subtilis
Escherichia coli
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Bandar Lampung 35145 Indonesia Email
tatisuhartatifmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Artocarpus kemando banyak ditemukan di hutan Malaysia dan Indonesia (di
Sumatera dan Kalimantan) Isolasi senyawa kimia dari A kemando sudah dimulai
sejak tahun 2001 dan telah diisolasi norartokarpetin artokarpin sikloartokarpin
siklomulberokromen caplasin sikloartobilosanton dan artoindonesiani D (Suhartati
et al 2001) bahan tumbuhan diambil dari Kebun Raya Bogor Pada tahun 2011
senyawa aurantiamida benzoat sikloartobilosanton dihidroartoindonesianin C dan
67-dimetoksikumarin (Hashim et al 2011) diisolasi dari A kemando yang tumbuh di
Serawak Malaysia sedangkan Ee et al (2011) pada tahun dan asal tumbuhan yang
sama mengisolasi artomandin artoindonesianin C artonol B artochamin A dan -
sitosterol Dari berbagai senyawa yang telah diisolasi ini banyak yang merupakan
senyawa flavonoid yang terprenilasi dan pada uji sitotoksisitas terhadap sel kanker
menunjukkan aktivitas yang baik sehingga A kemando dikategorikan sebagai salah
satu sumber senyawa antikanker (Seo et al 2003) Banyaknya variasi senyawa
flavonoid dengan aktivitas yang menarik yang berasal dari spesies tumbuhan yang
sama tetapi berlainan tempat tumbuh memungkinkan menghasilkan senyawa dan
aktivitas yang berbeda
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
384
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi senyawa flavonoid dari kulit
cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq) dari Dusun Karang Anyar Desa
Klaten Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung
mengkarakterisasi senyawa hasil isolasi menguji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Bacillus subtilis Escherichia coli dan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia P-
388
METODE PELAKSANAAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit cabang tumbuhan pudau (Artocarpus
kemando Miq) yang diperoleh dari Dusun Karang Anyar Desa Klaten Kecamatan
Penengahan Lampung Selatan pada tanggal 28 Mei 2016 Pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan
untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (pa) Bahan kimia yang
digunakan meliputi metanol (MeOH) n-heksana (n-C6H14) etil asetat (EtOAc) aseton
(C2H6O) serium sulfat (Ce(SO4)2) 15 dalam asam sulfat (H2SO4) 15 akuades
diklorometana (CH2Cl2) benzena (C6H6) silika gel Merck G 60 silika gel Merck 60
(35-70 Mesh) untuk KCV dan KK plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 025
mml AlCl3 HCl pekat NaOAc NaOH dan H3BO3 Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri meliputi akuades media Nutrient Agar (NA) bakteri Bacillus subtilis
Escherichia coli chloramphenicol dan amoxycillin
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas penguap
putar vakum (rotary evaporator) peralatan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Cair Vacum (KCV) Kromatografi Kolom (KK) lampu UV pengukur
titik leleh MP-10 Stuart pipet kapiler neraca analitik autoclave Laminar Air Flow
(LAF) jarum ose cawan petri inkubator Bunsen mikropipet kertas Whatman
spektrofotometer FT-IR Prestige 21 Shimadzu spektrofotometer ultraungu-tampak
(UV-Vis) Cary-100 UV-Vis Agilent Technologies plate Corning disposable
sentrifuga (centrifuge) dan microplate reader (Tohso MPR-A4i)
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sebanyak 262 kg kulit cabang tumbuhan A kemando Miq yang sudah
dikeringkan dan dihaluskan dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
385
24 jam dengan 3 kali pengulangan Hasil maserasi metanol kemudian disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 50oC
dengan laju putaran 120 rpm Hasil pemekatan diperoleh ekstrak kasar sebanyak
11154 gram yang selanjutnya difraksinasi menggunakan teknik Kromatografi Cair
Vakum (KCV) menggunakan adsorben Silika gel dan eluen n-heksana-etilasetat yang
ditingkatkan kepolarannya Hasil fraksinasi diperoleh lima fraksi utama A-E fraksi A
diperoleh sebanyak 0016 gram fraksi B sebanyak 1092 gram C sebanyak 1604
gram fraksi D sebanyak 84 gram dan fraksi E sebanyak 503 gram Fraksi C
sebanyak 16044 gram dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan teknik
KCV menghasilkan 16 fraksi dari fraksi 12 dihasilkan kristal berwarna kuning
(kristal 2A) sebanyak 1722 mg Kemudian kristal 2A dimurnikan lebih lanjut
menggunakan metode KK dengan adsorben silika gel dan eluen asetonn-heksana
37 Endapan yang terbentuk di-KK lebih lanjut menggunakan eluen etil asetatn-
heksana 46 diperoleh kristal kuning 2AVk sebanyak 342 mg Filtrat dari Kristal 2A
selanjutnya dimurnikan dengan cara KK menggunakan eluen etil asetatn-heksana 37
diperoleh krital kuning (2Fa) 726 gram Kristal 2AVk dan 2Fa memiliki Rf yang
sama pada kromatogram KLT menggunakan tiga sistem eluen mempunyai titik leleh
255-258oC penggabungan kedua kristal diperoleh berat 1068 mg (senyawa 1)
Analisis Senyawa (1) dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan di-KLT bersama senyawa standard
artonin E menggunakan tiga sistem eluen
Uji aktivitas Senyawa (1) selanjutnya diuji bioaktivitasnya terhadap bakteri E coli
dan B subtillis mengggunakan metode difusi kertas cakram menurut Bauer et al
(1966) dan uji antikanker menggunakan sel leukemia P-388 menggunakan metode
Alley et al 1988
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Spektrofotometri ultraviolet-tampak
Senyawa (1) memberikan serapan maksimum pada λmaks 204 nm 267 nm dan
347 nm dalam pelarut metanol (Gambar 1) Data spektrum UV menunjukkan
karakteristik untuk senyawa flavon Serapan maksimum di daerah ultraviolet pada
λmaks 347 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang menunjukkan
karakteristik cincin B dan C struktur flavonoid Serapan maksimum pada λmaks 267 nm
merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang menunjukkan karakteristik cincin
A
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
386
Gambar 1 Spektrum UV senyawa (1) dalam MeOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOH terjadi pergeseran pada pita I dari λmaks
347 nm menjadi 368 nm atau terjadi penambahan sebesar 21 nm Pergeseran
batokromik pita I terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser NaOH
menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi C4rsquo (Gambar 2)
Gambar 2 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (b) MeOH + NaOH
Pada penambahan pereaksi geser NaOAc dan H3BO3 tidak menunjukkan
pergeseran senyawa tidak terdapat gugus hidroksil bebas atau gugus hidroksil pada
posisi C7 Pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan pergeseran batokromik
terhadap pita I sekitar 79 nm (Gambar 3) Hal ini mengindikasikan pada senyawa
hasil isolasi terdapat gugus hidroksil pada posisi C5 yang berdekatan dengan gugus
karbonil
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
387
Gambar 3 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3
Adanya gugus o-dihidroksil pada cincin B ditunjukkan oleh adanya pergeseran
panjang gelombang yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) dengan
intensitas yang rendah Pada penambahan HCl (AlCl3 HCl) menunjukkan adanya
perubahan puncak serapan pada pita I dengan pergeseran panjang geombang yang
menurun sebesar 22 nm dibandingkan dengan pergeseran panjang gelombang setelah
penambahan AlCl3 (Gambar 4) Hal ini mengindikasikan pada senyawa hasil isolasi
terdapat gugus o-dihidroksi pada cincin B Pada pita II terdapat pergeseran sebesar 10
nm yang mengindikasikan bahwa terdapat gugus hidroksil pada C5 (Markham1988)
Bentuk spektrum senyawa (1) mirip dengan artonin E sehingga senyawa (1) di-KLT
dengan menggunakan tiga sistem eluen dan diperoleh Rf yang sama Perbandingan
data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar dan senyawa (1) dari kulit cabang
tumbuhan pudau ditunjukkan pada Tabel 1
Gambar 4 Spektrum UV senyawa (1) dalam (a) MeOH (e) MeOH + AlCl3 (f) MeOH
+ AlCl3 + HCl
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
388
Tabel 1 Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa artonin E standar (Hernawan
2008) (Hasanah 2016) dan senyawa (1) kulit cabang tumbuhan pudau
UV λmaks nm (log ɛ)
Artonin E (Hernawan 2008)
Artonin E (Hasanah 2016)
Senyawa (1)
MeOH 203 (361) 268 (362) 347 (296)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH 204 (471) 267 (473) 347 (402)
MeOH+ NaOH
MeOH+ NaOH 212 268
MeOH+ NaOH 212 268 368
MeOH+ NaOAc 203 268 347
MeOH+ NaOAc 203 267 347
MeOH+ NaOAc 204 266 346
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 347
MeOH+ NaOAc+ H3BO3
203 266 348
MeOH+ AlCl3 203 226 276 425
MeOH+ AlCl3 204 226 276 414
MeOH+ AlCl3 202 227 276 426
MeOH+ AlCl3
+ HCl 203 226 276 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 203 226 268 347
MeOH+ AlCl3 + HCl 201 226 276 404
Analisis Spektroskopi Inframerah
Dalam spektrum inframerah senyawa (1) terdapat pita melebar pada daerah
bilangan gelombang 3431 cm-1
yang berasal dari vibrasi ulur dari gugus hidroksil
Puncak serapan pada daerah 2978 cm-1
dan 2924 cm-1
merupakan petunjuk adanya
gugus C-H alifatik Serapan pada bilangan gelombang 1655 cm-1
menunjukkan
adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C Serapan dalam daerah
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
389
1562 - 1462 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatik (Markham 1988) Spektrum
IR senyawa (1) dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 Spektrum IR senyawa (1)
Gambar 6 Spektrum IR senyawa artonin E (Hasanah 2016)
5007501000125015001750200025003000350040004500
1cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
T3
43
13
6
29
78
09
29
24
09
16
54
92
15
62
34
15
23
76
14
62
04
13
54
03
12
86
52
12
36
37
11
55
36
10
72
42
96
63
4
83
13
2
76
76
7
69
82
3
61
14
3
44
17
0
2AaV
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
390
Spektrum IR senyawa (1) menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum
senyawa artonin E standar Perbandingan spektrum IR senyawa (1) dengan spektrum
artonin E standar dapat dilihat pada Gambar 6 Dari perbandingan serapan pada
bilangan gelombang spektrum IR senyawa (1) dan bentuk spektrum menunjukkan
bahwa senyawa (1) memiliki gugus fungsi yang sama dengan artonin E Perbandingan
spektrum yang dihasilkan antara senyawa artonin E standar dengan senyawa (1) dapat
dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) (Hasanah 2016) B
(Hernawan 2008) dan senyawa (1) (C)
IR (KBr) v (cm-1
)
A B C
3428 3433 3431
2975 2982 2978
2225 2913 2924
1650 1661 1655
1565 1561 1562
1471 1481 1462
1358 1356 1354
1284 1291 1287
1164 1179 1155
964 969 966
835 837 831
Berdasarkan perbandingan kromatogram KLT spektrum IR dan spektrum
UV-Vis dari senyawa (1) dengan senyawa standard sehingga senyawa (1)
merupakan senyawa artonin E dengan struktur yang dapat dilihat pada Gambar 7
Gambar 7 Struktur senyawa artonin E (Hano et al1990)
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
391
Uji Bioaktivitas terhadap bakteri Bacillus subtilis dan E coli
Senyawa (1) diuji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri B subtilis dan
Ecoli Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis senyawa (1) dapat dilihat
pada Tabel 3
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap B subtilis dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol (+)
005 gdisk 010 mgdisk 015 mgdisk
Konsentrasi senyawa (1)
03 mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk
Kontrol (+) 23 mm 26 mm 25 mm Kontrol (-) - - - Senyawa (1) 8 mm 12 mm 8 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap B subtilis pada konsentrasi 03
mgdisk 04 mgdisk 05 mgdisk ditunjukkan dengan ukuran zona hambat Zona
hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk dan 05 mgdisk sebesar 8 mm
sedangkan pada konsentrasi 04 mgdisk sebesar 12 mm Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap E coli senyawa (1) dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap E coli dari senyawa (1)
Ukuran zona hambat
Konsentrasi kontrol
(+)
005 mgdisk 010 mgdisk 015 gdisk
Konsentrasi senyawa
(1)
03 mgdisk 04 mgdisk 07 mgdisk
Kontrol (+)
22 mm 23 mm 27 mm
Kontrol (-) - - -
Senyawa (1) 8 mm 8 mm 9 mm
Uji aktivitas antibakteri senyawa (1) menunjukkan bahwa senyawa memiliki
aktivitas antibakteri kategori sedang terhadap E coli pada konsentrasi 03 mgdisk
04 mgdisk dan 05 mgdisk Zona hambat senyawa pada konsentrasi 03 mgdisk
dan 04 mgdisk sebesar 8 mm sedangkan pada konsentrasi 05 mgdisk sebesar 9
mm Dari kedua uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan bahwa senyawa (1)
memiliki aktivitas antibakteri kategori sedang baik terhadap B subtillis maupun E
coli
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
392
Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mencegah
terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Sudrajat dkk 2012) Flavonoid
menyebabkan kerusakan membran sel bakteri sehingga sintesis makromolekul bakteri
terhambat Flavonoid menjadi salah satu senyawa yang menjanjikan untuk
pengembangan obat lebih lanjut karena potensinya sebagai antimikroba yang
signifikan (Dzoyem et al 2013) Aktivitas biologis dari flavonoid terprenilasi
dihubungkan dengan keberadaan gugus prenil Gugus prenil dari senyawa (1) dapat
meningkatkan lipofilisitas dan permeabilitas membran dari senyawa (Sasaki et al
2012)
Uji Aktivitas Antikanker
Hasil analisis data diperoleh nilai IC50 dari senyawa (1) terhadap sel kanker
leukemia P-388 Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa (1) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel leukemia P-388 dengan nilai IC50 sebesar 156 microgmL Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 156 microgmL senyawa (1) mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker leukemia P-388 sebanyak 50
Senyawa murni yang dikategorikan sebagai senyawa aktif antikanker secara in
vitro jika senyawa tersebut memiliki nilai IC50 lt 2 microgmL (sangat aktif) IC50 2-4
microgmL (aktif) dan IC50 gt 4 microgmL (tidak aktif) (Alley et al 1988) Sehingga uji
aktivitas antikanker senyawa (1) dapat dikategorikan memiliki aktivitas antikanker
sangat aktif terhadap sel leukemia P-388
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid yang dikenal dengan nama artonin E dari fraksi polar kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq) sebanyak 1068 mg dan memiliki sifat
fisik berupa kristal berwarna kuning dengan titik leleh 255-258oC menunjukkan
aktivitas antikanker yang sangat aktif terhadap sel leukemia P388 dengan nilai IC50
156 microgmL Senyawa hasil isolasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
B subtilis dan E coli dengan kategori sedang pada konsentrasi 03 mgdisk
REFERENSI
Alley MC DA Scudiero A Monks ML Hursey MJ Czerwinski DL Fine BJ
Abbott JG Mayo RH Shoemaker and MR Boyd 1988 Feasibility of drug
screening with panels of man tumor cell lines using a microculture tetrazolium
assay Cancer Research 48 589-601
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
393
Bauer AW WM Kirby JC Sherris and M Turck 1966 Antibiotic susceptibility
testing by a standarized single disk method American Journal of Clinical
Pathology 45(4) 493-496
Dzoyem JP H Hamamoto B Ngameni BT Ngadjui dan K Sekimizu 2013
Antimicrobial action mechanism of flavonoids from Dorstenia species Drug
Discoveries amp Therapeutics 7(2) 66-72
Ee GCL S H Teo M Rahmani CK Lim Y M Lim and R Go 2011
Artomandin a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae) Natural
Products Research 25(10) 995-1003
Hano Y Y Yamagami M Kobayashi R Isohata T Nomura 1990 Artonin E and
F two new prenylflavones from the bark of Artocarpus communis Forst
Heterocycles 31(5) 877-882
Hasanah SI 2016 Isolasi Karakterisasi dan Modifikasi serta Uji Bioaktivitas
Antibakteri dan Antijamur Senyawa artonin E dari Fraksi Polar Kayu Akar
Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 52-54
Hashim N M M Rahmani S S Shamaun G C L Ee M A Sukari A M Ali
and R Go 2011 Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemando Miq
Journal of Medicinal Plant Research 5(17) 4224-4230
Hernawan 2008 Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari kulit batang
tumbuhan kenangkan Artocarpus rigida Bl (Skripsi) Universitas Lampung
Bandar Lampung 48-53
Markham KR 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata Institut Teknologi Bandung Bandung 39-53
Sasaki H Y Kashiwada H Shibata and Y Takaishi 2012 Prenylated flavonoids
from Desmodium caudatum and evaluation of their anti-MRSA activity
Phytochemistry 82 136-142
Seo EK D Lee YGShin HB Chai HA Navarro LB Kardono I Rahman G
A Cordell N R Farnsworth J M Pezzuto A D Kinghorn M C Wani and
ME Wall 2003 Bioactive prenylated flavonoids from the stem bark of
Artocarpus kemando Archives Pharmacal Research 26(2) 124-127
Tati Suhartati Vicka Andini dan Yandri AS
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
394
Sudrajat Sadani dan Sudiasusti 2012 Analisis fitokimia senyawa metabolit sekunder
ekstrak kasar etanol daun meranti merah (Shorea leprosula Miq) dan sifat
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli Journal of
Tropical Pharmacy and Chemistry 1(4) 307-315
Suhartati T 2001 Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak
Indonesia (Disertasi) ITB Bandung 41-43
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
395
AC G3 SEBAGAI GREEN INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK
KALSIUM KARBONAT
Suharso Universitas Lampung
Buhani Universitas Lampung
Eka Setiososari Universitas Lampung
Agung Abadi Kiswandono Universitas Lampung
Heri Satria Universitas Lampung
ABSTRACT The aplication of green inhibitors from nature product to block deposit formation of calcium carbonate (CaCO3) have become a necessity these days considering the many inhibitors are used in the industries are not environmentally hospitable and high cost In this study it has been studied the green inhibitors from natural products called Inhibitor of AC G3 Testing of inhibitor of AC G3 was carried out with seeded experiment method at temperature of 90 deg C and CaCO3 growth solution concentration of 0050 M The results showed that the higher the AC G3 concentration added the greater the effectivity of the inhibitor in blocking the formation of CaCO3 scale accompanied by the decrease in pH of the solution It is concluded that the addition of various concentartions of AC G3 from 50 ndash 350 ppm in the CaCO3 growth solution concentration of 0050 M is able to block the deposit formation of CaCO3 KEYWORDS Green inhibitor CaCO3 crystal scale formation seeded experiment
Corresponding Author Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung Jalan Prof Dr Sumantri Brodjonegoro No 1 Bandar
Lampung Indonesia 35145 Email suharsofmipaunilaacid
PENDAHULUAN
Dampak terbentuknya endapan pada peralatan industri yang menggunakan sistim
sirkulasi air pendingin menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh industri
(Abdel-Gaber et al 2012 Suharso dkk 2007a Suharso dkk 2010 Suharso et al
2017 Suharso et al 2017a Suharso et al 2017b) Akibat timbunan yang tidak
diharapkan ini industri harus mengalami kerugian dari sisi waktu dan dana Untuk itu
salah satu metode pencegahan timbunan kerak material anorganik yang berbiaya
murah yaitu penambahan zat inhibitor ke dalam sistim sirkulasi air pendingin menjadi
penting untuk dilakukan
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan salah satu mineral yang ditemui sebagai
deposit penyusun kerak yang menjadi masalah pada peralatan industri Untuk
mengatasi masalah ini sejumlah aditif yang berperan sebagai inhibitor dalam
menghambat pembentukan kerak telah dilakukan (Saleah and Basta 2008 Hasson et
al 2011 Suharso et al 2014 Suharso dan Buhani 2011) Aditif dapat berperan
selain sebagai inhibitor juga dapat berperan merubah morfologi atau mekanisme
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
396
pertumbuhan kristal (Suharso et al 2007 Suharso 2004 Suharso 2007) Namun
penambahan inhibitor haruslah dilakukan dengan pemilihan yang tepat karena tidak
semua inhibitor ramah terhadap lingkungan Untuk itu inhibitor yang ramah terhadap
lingkungan atau green inhibitor menjadi kebutuhan saat ini
Pada penelitian ini telah diujicobakan green inhibitor dari bahan alam yang
dinamakan Inhibitor AC G3 digunakan untuk menghambat pembentukan kerak
kalsium karbonat (CaCO3) Inhibitor ini dipilih karena selain ramah terhadap
lingkungan inhibitor ini murah dan tersedia dalam jumlah yang melimpah di alam
sehingga keberlanjutan ketersediaan jenis inhibitor ini tidak menjadi masalah
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari yaitu alat-alat gelas
waterbath gelas-gelas plastik spatula magnetic stirrer oven dan neraca analitik
merek Airshwoth AA-160 Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari Inhibitor AC G3 CaCl2 Na2CO3 akuades kertas saring dan pH
universal
Prosedur Penelitian
Preparasi Bibit Kristal Proses pembuatan bibit kristal (seed crystal) dibuat
dengan cara mencampurkan CaCl2 1M dan Na2CO3 1M yang masing-masing telah
dilarutkan dalam 500 mL akuades Campuran tersebut diaduk hingga terbentuk kristal
sempurna kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring Kristal yang diperoleh
dicuci dengan akuades dan dicuci kembali dengan aseton untuk menghilangkan sisa-
sisa cairan induk dan kotoran lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 degC
Prosedur ini diulang beberapa kali hingga diperoleh bibit kristal yang cukup untuk
melakukan penelitian Kristal yang diperoleh digunakan sebagai bibit kristal untuk
diamati pertumbuhannya
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara mencampurkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3
0050 M masing-masing dalam 200 mL akuades Kemudian masing-masing larutan
diaduk hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Larutan CaCl2 0050 M
dan larutan Na2CO3 0050 M dicampurkan dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
397
universal Campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL
dan ditambahkan 02 g bibit kristal pada masing-masing gelas Setelah itu diletakkan
dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama satu gelas
diambil gelas selanjutnya diambil setiap selang waktu 5 menit) Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 90 degC
selama 3 jam Percobaan ini diulang pada variasi konsentrasi larutan pertumbuhan
0075 0100 dan 0125 M
Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
pada Konsentrasi Inhibitor yang Berbeda dan pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan 0050 M Menggunakan Metode Seeded Experiment Larutan
pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0050 M dan Na2CO3 0050 M
masing-masing dalam 200 mL asap cair 50 ppm Masing-masing larutan diaduk
hingga homogen pada suhu 90 degC selama 15 menit Selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampur dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH universal Kemudian
campuran tersebut dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik sebanyak 50 mL dan
ditambahkan 02 g bibit kristal kedalam masing-masing gelas plastik Setelah itu
diletakkan dalam water bath pada suhu 90 degC selama 45 menit (15 menit pertama
satu gelas diambil gelas selanjutnya di ambil setiap selang waktu 5 menit)
Selanjutnya larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan kertas saring dan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90 degC selama 3 jam Padatan yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk Percobaan ini
diulang dengan variasi pada variasi konsentrasi inhibitor 150 250 dan 350 ppm
Analisa Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu
dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang
berbeda masing-masing diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan
Microsoft Excel Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan
pertumbuhan kerak CaCO3 Lalu disimpulkan efektivitas inhibitor dalam menghambat
pembentukan kerak CaCO3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Laju Pertumbuhan Endapan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda Menggunakan Metode Seeded
Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kualitas air konsentrasi larutan pertumbuhan pH konsentrasi inhibitor temperatur
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
398
laju alir air waktu pertumbuhan dan tekanan (Lestari dkk 2004) Pada penelitian ini
laju pertumbuhan kristal CaCO3 ditinjau berdasarkan konsentrasi larutan pertumbuhan
konsentrasi inhibitor dan waktu pertumbuhan
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 tanpa inhibitor digunakan
senyawa Na2CO3 dan CaCl2 setelah dicampurkan kemudian terbentuklah larutan
CaCO3 yang memiliki nilai pH 11 Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa larutan CaCO3 memiliki nilai pH antara 10-11 dan diketahui pula pada pH
tinggi laju pertumbuhan kerak CaCO3 meningkat (Lestari dkk 2004) Grafik laju
pertumbuhan Kristal CaCO3 tanpa penambahan inhibitor dengan variasi konsentrasi
larutan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Perubahan berat endapan CaCO3 terhadap waktu tanpa penambahan
inhibitor
Pada Gambar 1 terlihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 tanpa penambahan
Inhibitor AC G3 dengan konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 0075 0100 dan
0125 M dan pada variasi waktu 15 20 25 30 35 40 dan 45 menit dengan laju
pertumbuhan yang berbeda Berdasarkan grafik tersebut maka semakin tinggi
konsentrasi larutan pertumbuhan semakin tinggi pula laju pertumbuhan kristal
CaCO3 Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka larutan akan lebih cepat
mencapai keadaan lewat jenuh (supersaturation) dan semakin lama waktu
pertumbuhan yang diperlukan maka semakin banyak kerak yang terbentuk serta
kristal yang terus tumbuh di sekeliling inti kristal juga semakin banyak (Hasson and
Semiat 2006)
020
030
040
050
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
0050 M
0075 M
0100 M
0125 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
399
Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi Konsentrasi
Inhibitor AC G3 pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0050 M
Menggunakan Metode Seeded Experiment
Laju pertumbuhan kristal CaCO3 dengan variasi konsentrasi Inhibitor AC G3 50
150 250 dan 350 ppm pada larutan pertumbuhan 0050 M pada suhu 90 0C
menggunakan metode seeded experiment dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Perubahan berat kristal CaCO3 terhadap waktu dengan variasi
penambahan inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pola pertumbuhan kristal CaCO3 dengan
penambahan Inhibitor AC G3 pada konsentrasi inhibitor 350 ppm dan pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M lebih rendah dibandingkan dengan laju
pertumbuhan kristal pada konsentrasi inhibitor 50 150 dan 250 ppm serta tanpa
penambahan inhibitor Ditunjukan pada Gambar 2 grafik laju pertumbuhan kristal
pada konsentrasi inhibitor 350 ppm berada di bawah nilai 020 gL Hal tersebut
membuktikan bahwa Inhibitor AC G3 selain efektif untuk mencegah terbentuknya
kerak juga dapat melarutkan bibit-bibit kristal yang akan terbentuk serta dapat pula
melarutkan kerak yang terdapat pada pipa
Pada penentuan laju pertumbuhan kerak CaCO3 dilakukan analisa data yang
diperoleh dari jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan
pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor yang masing-masing diplotkan sebagai
jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excel Nilai slop yang
diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3 Besarnya
000
005
010
015
020
025
030
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ber
at
(gL
)
Waktu (menit)
kontrol
50 ppm
150 ppm
250 ppm
350 ppm
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
400
nilai persen efektifitas inhibitor AC G3 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Patel and Finan 1999)
Persen Efektivitas Inhibitor () = 100 x
Dimana
Ca = berat endapan dengan penambahan inhibitor pada saat kesetimbangan
(gL)
Cb = berat endapan dengan tanpa penambahan inhibitor pada saat
kesetimbangan (gL)
C0 = berat endapan awal (gL)
Bersadasarkan pada Persamaan I nilai persen efektivitas inhibitor pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dengan penambahan inhibitor AC G3 350
ppm diperoleh sebesar 2776 Tingginya nilai persen efektivitas inhibitor tersebut
menunjukan bahwa Inhibitor AC G3 yang digunakan selain dapat menghambat laju
pertumbuhan kristal juga dapat melarutkan kerak yang terdapat dalam larutan Persen
efektivitas Inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0050 M dapat
dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Data persen efektivitas inhibitor AC G3 pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0050 M
No
Penambahan
inhibitor (ppm)
pH
Efektivitas
inhibitor ()
1 0 11 000
2 50 5 2704
3 150 5 9484
4 250 5 1628
5 350 4 2776
Inhibitor cukup efektif dalam menurunkan pertumbuhan kerak CaCO3 dimulai
dari 50 ndash 350 ppm Pada konsentrasi inhibitor yang ditambahkan 350 ppm inhibitor
mengalami efektivitas sebesar 2776 dengan pH larutan sebesar 4 (Tabel 1)
Penambahan inhibitor di atas 50 ppm masih perlu diteliti mengingat penambahan jenis
Inhibitor AC G3 membuat penurunan pH larutan yang tajam Penurunan nilai pH
sebagai efek dari penambahan Inhibitor AC G3 yang terlalu tinggi dapat membuat
(1)
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
401
larutan menjadi suasana asam yang dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada pipa namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diamati juga bahwa semakin tinggi
konsentrasi inhibitor maka efektivitas inhibitor semakin tinggi juga Dengan
demikian konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 berbanding terbalik dengan
efektivitas inhibitor sedangkan konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan
efektivitas inhibitor Hal ini sesuai dengan penelitian Suharso dan Buhani (2015)
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan pertumbuhan maka semakin mudah
inhibitor untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kerak CaCO3 Hasil penelitian ini
juga dapat dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 2)
Tabel 2 Efektivitas berbagai inhibitor dalam menghambat pembentukan kristal
CaCO3
Inhibitor Konsentrasi
inhibitor (ppm)
Efisiensi inhibitor
( IE)
Referensi
AC G3 50-350 27-278 Penelitian ini
Asam Polimaleat 1-4 20-100 Martinod et al 2008
Homopolimer Asam
Polimaleat
4 67 Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Patel and Finan 1999
Terpolimer Asam
Polimaleat
4 73
Kopolimer Asam
Polimaleat
4 18
Asam Polikarboksilat 4 70
Kompleks Metallosena 10 27-66 Malkaj and Dalas
2002
C-Metil-4 10 12 22-
Tetrametoksi kalik (4)
Arena
10-100 34-100 Suharso et al 2009
Ekstrak gambir 50ndash250 60ndash100 Suharso et al 2011
Ekstrak kemenyan 50ndash350 12ndash77 Suharso et al 2017a
Modifikasi gambir 50ndash300 12ndash92 Suharso et al 2017b
SIMPULAN
Inhibitor AC G3 dapat berperan dalam menghambat pembentukan kerak kalsium
karbonat (CaCO3) Semakin tinggi konsentrasi inhibitor semakin besar efektivitas
inhibitor dalam menghambat pembentukan kerak CaCO3 yang disertai dengan
penurunan pH larutan Efektivitas inhibitor terbesar terjadi pada konenstrasi inhibitor
sebesar 350 ppm pada konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 sebesar 0050 M
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
402
REFERENSI
Abdel-Gaber AM Abd-El-Nabey BA Khamis E Abd-El-Rhmann H Aglan
H Ludwick A 2012 Green Anti-Scalent for Cooling Water Systems
International Journal of Electrochemical Science 7 11930ndash11940
Hasson D and Semiat R 2006 Scale Control in Saline and Wastewater Desalination
Israel Journal of Chemistry 46(1) 97-104
Hasson D Shemer H and Sher A 2011 State of the Art of Friendly ldquoGreenrdquo Scale
Control Inhibitor A Review Article Industrial amp Engineering Chemistry
Research 53 64ndash69
Lestari DE Sunaryo GR Yulianto YE Alibasyah S dan Utomo SB 2004
Kimia Air Reaktor Riset G A Siwabessy Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN Serpong
Malkaj P and Dalas E 2002 Effect of Metallocene Dichlorides on the Crystal
Growth of Calcium Carbonate Journal of Crystal Growth 242 405ndash411
Martinod A Euvrard M Foissy A and Neville A 2008 Progressing the
Understanding of Chemical Inhibition of Mineral Scale by Green Inhibitors
Desalination 220 345-352
Patel S and Finan MA 1999 New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED Plants Desalination 124 63ndash74
Saleah AO and Basta AH 2008 Evaluation of Some Organic-Based Biopolymers
as Green Inhibitors for Calcium Sulfate Scales Environmentalist 28 421ndash428
Suharso 2007 Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal Indonesian Journal of
Chemistry 7(1) 5-9
Suharso 2004 Effect of Sodium Lauryl Sulphate (SLS) on Growth Rate and
Morphology of Borax Crystals Jurnal Sains amp Teknologi 10(3) 165-172
Suharso Buhani and Aprilia L 2014 Influence of Calix [4] arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation Asian Journal of Chemistry
26(18) 6155-6158
Suharso Buhani Eka Setiososari Agung Abadi Kiswandono Heri Satria
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
403
Suharso Buhani Bahri S dan Endaryanto T 2010 The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation Asian Journal of Research in Chemistry 3(1) 183-187
Suharso Buhani Bahri S and Endaryanto T 2011 Gambier Extracts as an Inhibitor
of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation Desalination 265 102ndash106
Suharso Buhani Suhartati T dan Aprilia L 2007 Sintesis C-Metil-4 10 16 22-
Tetrametoksi Kaliks [4] Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan
Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Laporan Akhir Program Insentif Unversitas
Lampung
Suharso Buhani Yuwono SD and Tugiyono 2017 Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4]Resorcinarene Compounds
Desalination and Water Treatment 68 32ndash39
Suharso dan Buhani 2011 Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat Jurnal Natur
Indonesia 13(2) 100-104
Suharso dan Buhani 2015 Penanggulangan Kerak Edisi 2 Penerbit Graha Ilmu
Yogyakarta
Suharso Parkinson G and Ogden M 2007 Effect of Cetyltrimethylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals
Journal of Applied Sciences 7(10) 1390-1396
Suharso Sabriani NA Tugiyono Buhani and Endaryanto T 2017 Kemenyan
(Styrax Benzoin Dryand) Extract as Green Inhibitor of Calcium Carbonate
(CaCO3) Crystallization Desalination and Water Treatment 92 38ndash45
Suharso Buhani Suhartati T 2009 The Role of C-Methyl-4101622-Tetrametoxy
Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) scale formation
Indonesian Journal of Chemistry 9 206ndash210
Suharso Reno T Endaryanto T and Buhani 2017 Modification of Gambier
Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation
Journal of Water Process Engineering 18 1ndash6
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
404
PERENGKAHAN KATALITIK MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS Co-CARBON YANG DIHASILKAN
DENGAN METODE ION EXCHANGE
NM Yuhermita Universitas Jambi
N Nazarudin Universitas Jambi
O Alfernando Universitas Jambi
IG Prabasari Universitas Jambi
M Haviz Universitas Lampung
ABSTRACT The increasing of fuel oil (BBM) cause the reduction of fossil
fuel Fuel oil from fossil is non-renewable so a biofuel become one of the
alternative energy source Used cooking oil can be converted into biofuel
through a catalytic process using a catalyst Co-Carbon This study
included preparation of cobalt-activated carbon catalyst by ion exchange
method catalyst characterization and catalytic cracking of used cooking
oil Metal concentration was varied at 1 2 and 3 with a variation of
reaction temperature 450degC 500degC 550degC Catalysts were characterized
by SEM-EDX and XRD XRD patterns show amorphous carbon atomic
structure SEM-EDX characterization showed that 086 199 and
011 was impregnated into carbon pore Average conversion () of
catalytic cracking product in catalyst concentrations of 1 2 and 3
were 3183 851 and 1143 Maximun product yield achieved at a
temperature 450degC with Co-carbon concentration 1 was 4755 The
activation energy of cracking was -4064 kJ 7103 kJ and 2998 kJ
KEYWORDS cracking waste cooking oil catalyst Co-carbon biofuel
Cobalt
Corresponding Author Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jambi Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP Universitas Jambi Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi Email nazarudinunjaacid
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan bakar semakin meningkat setiap tahunnya tanpa disertai
upaya penyediaan bahan bakar alternatif Bahan bakar yang digunakan sekarang
berasal dari minyak mentah yang diambil dari perut bumi Minyak bumi merupakan
sumber energi primer yang berasal dari fosil dan tidak dapat diperbaharui serta
ketersediaannya terbatas Diperkiraan untuk beberapa tahun kedepan masyarakat akan
kekurangan bahan bakar (Saputra and Ida 2014)
Pengembangan sumber energi alternatif perlu mendapat perhatian serius untuk
mengantisipasi meningkatnya konsumsi energi sementara cadangan bahan bakar fosil
di alam terus menipis Keterbatasan sumber daya dan penurunan cadangan bahan
bakar fosil berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi maka kebutuhan energi pun meningkat Oleh karena itu
diperlukan bahan bakar alternatif berbasis bahan terbarukan untuk mensubtitusi
kebutuhan bahan bakar
Salah satu upaya pemanfaaan energi alternatif adalah bahan bakar nabati
(BBN) Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi diantaranya singkong
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
405
kelapa sawit dan jarak pagar Selain bahan baku tersebut terdapat pula bahan baku
dari limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yaitu minyak
jelantah (Saputra and Ida 2014) Minyak jelantah merupakan minyak bekas
penggorengan yang telah digunakan dua kali atau lebih Upaya pemanfaatan minyak
jelantah perlu dilakukan agar minyak jelantah tidak terbuang dan menyebabkan
pencemaran lingkungan Pemanfaatan minyak jelantah merupakan alternatif terbaik
untuk menghasilkan energi terbarukan
Minyak jelantah merupakan minyak goreng bekas yang telah rusak akibat
proses oksidasi polimerisasi dan hidrolisis Senyawa yang terbentuk akibat proses
tersebut yaitu Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian trigliserida Asam
lemak bebas dengan rantai hidrokarbon panjang dapat dijadikan hidrokarbon yang
lebih pendek melalui pemutusan rantai kabron asam lemak
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecah hidrokarbon
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan katalis sehingga
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan Katalis yang digunakan pada perengkahan katalitik yaitu
katalis logam pengemban Logam-logam yang sering digunakan sebagai katalis
adalah jenis logam transisi orbital d Kekurangan katalis logam yaitu dapat terjadi
penggumpalan komponen aktif logam ketika proses katalitik berlangsung akibatnya
umur katalis lebih pendek Untuk mengatasi penggumpalan pada logam dan
menambah umur katalis katalis logam dapat diembankan pada bahan pendukung
seperti silika-alumina alumina atau arang aktif (Trisunaryanti et al dalam Shofa
2016)
Arang aktif dapat digunakan sebagai pengemban katalis karena arang aktif inert
dan stabil dalam suasana asam maupun basa Pada penelitian ini digunakan logam
kobalt (Co) sebagai situs aktif katalis yang diembankan pada arang aktif dan
digunakan pada suhu tinggi Pengembanan logam dilakukan dengan metode
pertukaran ion Katalis Co-arang aktif dibuat dengan larutan ion logam yang
dimasukkan kedalam arang aktif Logam Kobalt digunakan sebagai katalis pada
proses adsorpsi Ammonia dan Piridin Konversi etanol dengan metode steam
reforming dan Sintesis Fischer Tropsch
Penelitian yang telah dilakukan Riko (2013) membuktikan bahwa pengembanan
logam meningkatkan selektivitas katalis terhadap biofuel yang dihasilkan Semakin
tinggi kadar logam pada katalis semakin tinggi pula biofuel yang didapat Menurut
penelitian yang dilakukan Bachtas and Ida ( 2015) jumlah katalis pada perengkahan
minyak jelantah sangat berpengaruh terhadap yield biofuel yang dihasilkan
Peningkatan jumlah katalis yang digunakan dapat meningkatkan perolehan produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
406
dan yield juga semakin besar Hal ini disebabkan dengan meningkatnya katalis yang
digunakan pada perengkahan maka sisi aktif katalis meningkat dan energi aktivasi
pada proses perengkahan katalitik menurun
METODE PELAKSANAAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor perengkahan Selain itu
Seperangkat Alat Penyaringan Minyak Jelantah Hot Plate amp Magnetic Stirrer Gelas
Beaker 500 ml Gelas Ukur 100 ml Neraca Analitik Cawan Porselin Spatula
Erlenmeyer Cawan Porselin Datar Semua alat-alat ini tersedia di Laboratorium
Energi dan Nano Material Universitas Jambi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak Jelantah Arang
aktif Na2CO3 (Soda api) CH3COOH (Asam asetat) Co(NO3)26H2O (Cobalt (II)
Nitrate Hexahydrate) Aquades Kertas Saring Kertas pH gas nitrogen air
Persiapan Bahan Baku
Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah tangga
Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai dari pipa
2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari cangkang
kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing sebanyak 660
ml
Sintesa Katalis
Aktivasi Arang Minyak jelantah yang didapat dari bekas penggorengan rumah
tangga Penyaringan minyak jelantah dilakukan dengan alat adsorpsi yang dirangkai
dari pipa 2 inch yang di lengkapi dengan mesh dan kertas saring Di isi arang dari
cangkang kelapa sawit sebanyak 350 gr Dilakukan penyaringan masing-masing
sebanyak 660 ml
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co Pembuatan Katalis Co-Arang Aktif terlebih dahulu dengan membuat
larutan garam Co-Nitrat dengan perbandingan mol masing-masing zat Larutan Co-
Nitrat dibuat terlebih dahulu dengan variasi konsentrasi yaitu 1 2 dan 3
masing-masing dilarutkan dalam 100 ml aquades Arang aktif dan larutan yang
mengandung logam Co dicampurkan dengan perbandingan 110 kemudian distirrer
selama 24 Jam Setelah distirrer Katalis Co-Arang Aktif disaring dan dicuci Padatan
katalis yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 105oC selama 12 jam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
407
Perengkahan Minyak jelantah dimasukkan kedalam reaktor perengkahan yang
sebelumnya telah di isi dengan katalis Co-Arang Aktif dengan perbandingan 110
Reaksi perengkahan dilakukan selama 60 menit dengan variasi temperatur reaksi
450oC 500
oC 550
oC Cairan Hasil Perengkahan (CHP) diambil setiap per lima menit
pada konsentrasi katalis 2 dan 3 sedangkan pada konsentrasi 1 CHP diambil
setiap per 15 menit dan perengkahan dilakukan selama 75 menit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pre-treatment Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Minyak Jelantah limbah
penggorengan rumah tangga Minyak jelantah tersebut telah dipakai sebanyak 3 kali
penggorengan Pemanasan pada suhu tinggi selama penggorengan mengakibatkan
minyak goreng mengalami kerusakan Kerusakan tersebut dapat dilihat dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi coklat kehitaman kenaikan kekentalan dan
kenaikan asam lemak bebas Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku
penelitian ini dengan melakukan pemurnian minyak dengan metode adsorpsi
Penyaringan Minyak Jelantah menggunakan adsorben arang aktif Hasil penyaringan
minyak jelantah dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini
Gambar 1 Perbedaan fisik minyak (a) Minyak goreng baru (b) Minyak jelantah
setelah disaring (c) Minyak jelantah sebelum disaring
Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Minyak jelantah sebelum
dan sesudah disaring Minyak jelantah yang telah disaring berwarna kuning hampir
bening seperti minyak goreng baru Sedangkan minyak jelantah sebelum penyaringan
berwarna kuning kecoklatan
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
408
Densitas Bahan
Berdasarkan pengamatan secara visual untuk bahan baku berupa minyak
jelantah dilakukan perhitungan densitas untuk mengetahui besaran massa jenis yang
dinyatakan daalam berat per satuan volume Data densitas dapat dapat dilihat tabel 1
Tabel 1 Densitas Bahan Baku Perengkahan
Bahan
Berat bahan
(gr) Densitas Bahan Baku (gr)
Minyak Goreng Kemasan 1730 09534
Minyak Jelntah Belum Disaring 1728 09494
Minyak Jelantah Sudah Disaring 1730 09534
Aquades 1744 09814
Berdasarkan tabel 1 dapat dibandingkan bahwa densitas minyak jelantah yang
belum disaring lebih kecil dari pada minyak jelantah yang sudah disaring Minyak
jelantah yang telah disaring memiliki nilai densitas yang sama dengan minyak goreng
kemasan
Preparasi dan Karakterisasi Katalis
Aktivasi Arang
Aktivasi arang bertujuan untuk menghilangkan senyawa nonkarbon sehingga
diperoleh unsur karbon murni memperbesar pori dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon
mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi Proses aktivasi dilakukan
aktivator Na2CO3
Pencucian karbon setelah aktivasi dilakukan untuk menghilangkan sisa residu
organik kontaminan mineral dan sisa-sisa logam yang tertinggal dalam rongga pori
Oksida logam yang tertinggal didalam pori dapat mempengaruhi daya jerap karbon
aktif pada senyawa tertentu (Setianingsih et al 2008) Kemampuan adsorpsi juga akan
meningkat bila pH diturunkan yaitu dengan menambah asam-asam mineral karena
kemampuan asam mineral akan mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring
et al 2003)
Padatan katalis yang dihasilkan selanjutnya dialirkan steam pada suhu 550oC
selama 6 jam Tujuan dialirkan steam adalah untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor
dan logam-logam pengotor Padatan Katalis berupa padatan berwarna hitam
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
409
Modifikasi Katalis Arang aktif metode Ion Exchange dengan variasi konsentrasi
Larutan Co
Arang aktif direndam menggunakan larutan kobalt nitrat melalui metode ion
exchange Preparasi diawali dengan menyiapkan larutan Co(NO3)26H2O dengan tiga
variasi yaitu 1 2 dan 3 Kemudian diaduk menggunakan stirer sampai homogen
selama 24 jam Langkah selanjutnya adalah menyaring larutan Co-Arang
menggunakan pompa vakum kemudian dicuci sampai pH 7 (netral) Filtrat hasil
penyaringan disimpan untuk metode impregnasi Padatan katalis dikeringkan
menggunakan oven selama 12 jam
Pengembanan logam transisi pada karbon aktif bertujuan untuk memperbanyak
jumlah sisi aktif (active site) pada katalis sehingga pada saat perengkahan kontak
antara reaktan dengan katalis akan semakin besar Dengan begitu katalis akan semakin
mempercepat dalam proses pembentukan produk
Karakterisasi Dengan SEM-EDX
Analisa bentuk morfologi permukaan dan material penyusun katalis Co-Arang
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy (EDX) Hasil analisa SEM karbon dari cangkang kelapa sawit dapat
dilihat pada gambar 2 dan karbon yang di ion exchange dengan kobalt dapat dilihat
pada gambar 3 sampai 5
Gambar 2 Morfologi Karbon aktif menggunakan SEM-EDX perbesaran 10000x
Untuk gambar 2 merupakan struktur permukaan dari karbon aktif pada
perbesaran 10000x yang memperlihatkan bahwa karbon aktif berbentuk rongga dan
memilki pori Jarak antara pori yaitu 10 microm Walaupun telah diketahui bahwa pori
arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui unsur yang mengisi arang aktif tersebut Pengujian
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
410
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX Hasil analisa dengan EDX
dirangkum dalam Tabel 2 berikut
Tabel 2 Unsur Karbon aktif dari cangkang kelapa sawit hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 3535
2 C 6232
3 P 214
4 Ca 020
Berdasarkan Tabel 2 hasil yang tertera pada EDX untuk karbon aktif
didominasi oleh unsur C (karbon) sebanyak 6232 dan untuk sisanya terdapat unsur
lain seperti Si sebesar 3535 P sebesar 214 dan Ca sebanyak 020
Gambar 3 Morfologi katalis Co-Arang 1 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Tabel 3 Unsur Co-Arang 1 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 319
2 C 9330
3 P 235
4 Ca 031
5 Co 086
Berdasarkan Gambar 3 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 1 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
sehingga menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Berbeda dengan karbon aktif pada
komposit Co-Arang 1 menunjukkan hasil morfologi yang permukaannya lebih tidak
rata dibandingkan dengan permukaaan karbon aktif Jarak antara pori pada pada
perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM ini terlihat bahwa morfologi
pori pada katalis Co-Arang 1 telah terbentuk dengan diameter berkisar 2-10 microm
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
411
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 1 Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 2
Berdasarkan Tabel 3 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 1
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 086 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 1
Gambar 4 Morfologi katalis Co-Arang 2 menggunakan SEM-EDX perbesaran
10000x
Berdasarkan Gambar 4 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt
dengan konsentrasi larutan 2 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif
tetapi tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 2 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm
Tabel 4 Unsur Co-Arang 2 hasil analisa EDX
No Unsur Persen Berat ()
1 Si 209
2 C 9233
3 P 309
4 Ca 025
5 Co 199
6 Al 016
7 Mg 010
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 2 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
412
Berdasarkan Tabel 4 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 2
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 199 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 2 Hasil ini menunjukkan
peningkatan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Unsur lain
yang terdapat pada Co-Arang 2 sama seperti pada karbon aktif Sisa kandungan
unsur yang ada dalam Co-Arang 2 yaitu Al 016 dan Mg 010 Sisa unsur yang
ada dalam katalis tersebut merupakan pengotor yang dihasilkan
Gambar 5 Morfologi katalis Co-Arang 3 menggunakan SEM-EDX Perbesaran
10000x
Gambar 5 yang telah dilakukan analisa menggunakan SEM kobalt dengan
konsentrasi larutan 3 tersebar dan menempel pada permukaan karbon aktif tetapi
tidak menutupi pori-pori karbon aktif tersebut Jarak antara pori pada perbesaran
3000x yaitu 10 microm dan pada perbesaran 10000x yaitu 2 microm Berdasarkan hasil SEM
ini terlihat bahwa morfologi pori pada katalis Co-Arang 3 telah terbentuk dengan
diameter berkisar 2-10 microm Namun rongga pori tersebut tidak tersebar merata hal ini
disebabkan sedikitnya jumlah Co 3 yang teremban yaitu sebesar 011
Untuk mengetahui apakah kobalt teremban pada karbon aktif maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan EDX untuk mengetahui komponen yang terkandung
didalam katalis Co-Arang 3 Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5
Berdasarkan tabel 6 unsur Karbon menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan logam Co namun pada konsentrasi larutan logam Co 3
persentase karbon lebih banyak dikarenakan unsur Co yang teremban lebih sedikit
Pada konsentrasi larutan logam Co 1 tidak terbentuk unsur Al dan Mg
Pengembanan logam Co dengan metode Ion Exchange dapat menurunkan kandungan
silika pada arang aktif dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam Co
Kandungan silika sangat berpengaruh pada kualitas arang yang dihasilkan
Keberadaan silika dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada arang
sehingga luas permukaan arang menjadi berkurang (Solihudin et al 2015)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
413
Tabel 5 Unsur Co-Arang 3 hasil analisa EDX No Unsur Persen Berat ()
1 Si 029
2 C 9770
3 P 172
4 Ca 006
5 Co 011
6 Al 008
7 Mg 004
Berdasarkan Tabel 5 data analisa EDX diatas terhadap katalis Co-Arang 3
logam kobalt yang teremban ke dalam pori-pori karbon sebanyak 011 dari total
keseluruhan senyawa yang terdapat pada katalis Co-Arang 3 Hasil ini menunjukkan
penurunan persentase logam kobalt yang teremban pada karbon aktif Secara teoritis
semakin meningkat konsentrasi logam maka semakin tinggi pula persentase logam
yang teremban ke pori-pori karbon aktif Penurunan persentase ini terjadi karena
setelah penyaringan larutan kobalt dengan arang aktif dicuci dengan aquades berlebih
sehingga pH menjadi tidak netral Sedangan pH larutan kobalt adalah 6 Untuk data
kandungan unsur per konsentrasi katalis dapat dilihat pada tabel 6
Tabel 6 Data SEM-EDX Per Konsentrasi Katalis
No Kandungan Unsur EDX Co 1 Co 2 Co 3
1 Si 319 209 029
2 C 9330 9233 9770
3 P 235 309 172
4 Ca 031 025 006
5 Co 086 199 011
6 Al 000 016 008
7 Mg 000 010 004
Karakterisasi Dengan XRD
Analisis menggunakan alat difraktometer sinar-X (XRD) didasarkan pada pola
difraksi dari paduan atau senyawa yang dihasilkan oleh proses difraksi ukuran
panjang gelombang sinar-X harus tidak berbeda jauh dengan jarak antar atom di dalam
kristal sehingga pola berulang dari kisi kristal akan berfungsi seolah-olah seperti kisi
difraksi untuk panjang gelombang sinar-X Difraktogram XRD pada arang sebelum di
steam dan arang aktif setelah disteam disajikan pada Gambar 6 sedangkan
difraktogram XRD katalis Co-Arang aktif 1 2 dan 3 disajikan pada Gambar 7
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
414
Gambar 6 Difraktogram XRD Arang aktif (a) sebelum Steam (b) sesudah setam
Hasil analisis arang aktif sebelum steam menunjukkan bahwa Arang berada
pada fasa cristobalite hal ini ditunjukkan oleh tingginya puncak intensitas pada posisi
2θ = 265395 Dari difraktogram arang aktif sesudah steam dapat diketahui bahwa
arang aktif Mempunyai bentuk amorf Hal tersebut ditunjukan dari hasil pola XRD
karbon aktif yang diperoleh bentuknya tidak beraturan dimana hal ini merupakan ciri
dari amorf Meskipun tidak dihasilkan puncak-puncak yang spesifik akan tetapi
masih dihasilkan sudut-sudut 2θ yang dapat terbaca yaitu 208167 218070 219576
265576 312917 360734 365082 402165 424083 500772 dan 598601
Berbeda dengan arang aktif pada difraktogram arang aktif yang telah teremban Co
sudut-sudut yang dihasilkan lebih sedikit seperti yang terlihat pada gambar 7
Gambar 7 Difraktogram XRD Katalis Co-Arang (a) 1 (b) 2 (c) 3
Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 1 yaitu 207521 219227 dan
265515 Sudut 2θ Co-Arang 1 lebih sedikit dibandingan dengan arang aktif tetapi
tidak mengalami pergeseran Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265515 Sudut-
sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 2 yaitu 207002 218803 264862
362806 423005 424073 dan 597788 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ =
264862 Sudut-sudut 2θ yang dihasilkan dari Co-Arang 3 yaitu 207294 218542
265079 282620 312490 360285 Dengan Puncak Intensitas pada 2θ = 265079
Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh arang aktif menunjukkan hasil yaitu
berbentuk amorf Pada arang aktif yang teremban logam Co pada konsentrasi 1 2
dan 3 juga berebntuk amorf
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000
36a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
37a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
18a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
1000
2000 19a
Position [deg2Theta] (Copper (Cu))
10 20 30 40 50
Counts
0
200
400
600
800
20a
(a) (b)
(a) (b) (c)
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
415
Perengkahan Minyak Jelantah
Perengkahan Termal
Perengkahan termal dilakukan tanpa menggunakan katalis selama 60 menit
Untuk hasil CHP pada suhu 450oC adalah 1877 gr pada suhu 500
oC adalah 2456 gr
dan pada suhu 550oC adalah 2781 gr Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu
450oC adalah 3560 pada suhu 500
oC adalah 4715 dan pada suhu 550
oC adalah
5234 Perengkahan termal menghasilkan Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dan Gas
CHP hasil perengkahan beku jika dimasukkan ke dalam kulkas
Tabel 7 Hasil CHP perengkahan termal
No Bahan Baku (gr) Suhu (oC) CHP ()
1
Minyak Jelantah (50)
450 3560
2 500 4715
3 550 5234
Berdasarkan tabel 7 diatas temperatur dapat meningkatkan Konversi biofuel
tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi Konversi biofuel yang dihasilkan
cenderung berkurang Hal ini disebabkan karena pada temperatur yang tinggi terjadi
peningkatan pada produk senyawa alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas
Pembentukan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur
proses rantai C-C dari fraksi minyak ringan akan terputus pada temperatur tinggi
(Hartiati 2006)
Perengkahan Katalitik
Perengkahan katalitik dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi katalis Co-
Arang 1 2 dan 3 dengan variasi suhu 450oC 500
oC dan 550
oC Perbandingan
katalis dan sampel yaitu 110 dimana berat katalis adalah 2 gr dan berat bahan baku
adalah 20 gr Katalis yang digunakan merupakan modifikasi Arang aktif dengan
penambahan logam yang digunakan yaitu logam Co Proses perengkahan dilakukan di
dalam reaktor flow yang terdapat dua reaktor yaitu Reaktor B2 (Horizontal) dan
Reaktor B1 (Vertikal) Dari data tabel 8 dibuat grafik persen Konversi perengkahan
katalitik pada setiap temperatur
Pada gambar 8 menunjukkan pengaruh temperatur serta Konsentrasi Larutan
terhadap konversi total produk yang dihasilkan Konversi total terdiri dari persen
konversi Cairan Hasil Perengkahan dan persen konversi Gas Pada konsentrasi Co-
Arang 3 dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan kenaikan konversi
produk tetapi dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi konversi produk
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
416
cenderung berkurang Pada konsentrasi Co-Arang 2 dengan semakin tinggi
temperatur konversi produk meningkat
Tabel 8 Hasil perengkahan katalitik Konsentrasi Larutan Co
Suhu (degC) Konversi Total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 4755 4987 258 500 9679 2690 6989 320 550 9238 2104 7134 761
2 450 6165 238 5927 3835 500 8285 1290 6996 1715 550 8824 1025 7799 1176
3 450 8825 980 7845 1175 500 8272 585 7687 1728 550 8855 1864 6991 1145
Gambar 8 Grafik Hubungan Temperatur serta Konsentrasi Larutan terhadap konversi
total produk yang dihasilkan
Pengaruh Temperatur terhadap Cairan Hasil Perengkahan
Cairan Hasil Perengkahan atau yang disingkat dengan CHP merupakan produk
utama hasil penelitian ini Sedangkan sisa reaksi merupakan reaktan yang tidak
berubah sehingga sisa reaksi yang tersisa didalam reaktor tidak semuanya terengkah
dengan baik sehingga tidak semua sampel ikut bereaksi oleh sebab itu sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor berwarna hitam dan kental Perengkahan katalitik minyak
jelantah juga menghasilkan produk berupa gas (uap yang tidak dapat terkondensasi)
Namun gas tersebut tidak ditampung karena gas yang keluar cukup banyak
Sehingga untuk menghitung gas yang dihasilkan selama perengkahan dapat dilakukan
dengan cara berat sampel mula-mula dikurang dengan jumlah berat chp total dan berat
sisa reaktan yang tidak bereaksi Secara umum Konversi gas hasil perengkahan
katalitik minyak jelantah cukup tinggi
-
2000
4000
6000
8000
10000
12000
450 500 550
C
HP
Co-Arang 1
Co-Arang 2
Co Arang 3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
417
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 1
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 1 pada suhu suhu 450oC adalah
1069 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500oC menghasilkan CHP
lebih sedikit yaitu 537 gr dan pada suhu 550oC adalah 453 gr dengan CHP berwarna
coklat dan cair Persen Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 4755
pada suhu 500oC adalah 2690 dan pada suhu 550
oC adalah 2104 Untuk Konversi
cairan hasil perengkahan (CHP) dengan katalis Co-Arang 1 terbesar didapatkan pada
suhu 450oC
Tabel 9 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 1)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 9742 47553 4987 2580
2 500 9679 26904 6989 3206
3 550 9238 21040 7134 7617
Gambar 9 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 1
Pada Gambar 9 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap perengkahan
katalitik menggunakan katalis Co-Arang 1 dengan kenaikan temperatur persen
konversi cenderung menurun Pada perengkahan Minyak Jelantah menggunakan
katalis Co-Arang 1 temperatur berbanding terbalik dengan persentase cairan hasil
perengkahan semakin tinggi temperatur maka persentase CHP semakin menurun
Konversi CHP Perengkahan Katalitik dengan Co-Arang 2
Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 2 pada suhu suhu 450oC adalah 056
gr pada suhu 500oC adalah 273 gr dan pada suhu 550
oC adalah 209 gr Persen
Konversi yang dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 238 pada suhu 500
oC adalah
1290 dan pada suhu 550oC adalah 1025 Konversi cairan hasil perengkahan
(CHP) terbesar didapatkan pada suhu 500oC
-
10000
20000
30000
40000
50000
450 500 550
C
HP
Temperature degC
Konversi
CHP 1
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
418
Tabel 10 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 2)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi total () CHP () Gas () Sisa Reaksi
()
1 450 6165 238 5927 3835
2 500 8285 1290 6996 1715
3 550 8824 1025 7799 1176
Gambar 10 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 2
Pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap persen CHP yang
dihasilkan Dengan kenaikan temperatur dapat meningkatkan persen CHP tetapi pada
kenaikan temperatur yang cukup tinggi persen CHP cenderung berkurang Menurut
(Hartiati 2006) pada temperatur yang tinggi terjadi peningkatan pada produk senyawa
alkana rantai pendek C1-C4 yang berwujud gas Pembentukan senyawa ini sangat
dipengaruhi oleh faktor waktu dan temperatur proses rantai C-C dari fraksi minyak
ringan akan terputus pada temperatur tinggi
Konversi CHP Perengkahan Katalitik Co-Arang 3
Hasil perengkahan katalitik mengunakan katalis Co-arang 3 dapat dilihat
pada tabel 11 dan grafik perbandingan CHP dengan temperatur pada gambar 11
Tabel 11 Hasil CHP Perengkahan Katalitik (Co-Arang 3)
No Suhu (oC)
Yield
Konversi () CHP () Gas () Sisa Reaksi ()
1 450 8825 980 7845 1175
2 500 8272 585 7687 1728
3 550 8855 1864 6991 1145
000
500
1000
1500
450 500 550
C
HP
hellip
Konversi CHP 2
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
419
Berdasarkan Tabel 11 Untuk hasil CHP pada katalis Co-Arang 3 pada suhu
450oC adalah 247 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair pada suhu 500
oC adalah
13 gr dengan CHP berwarna coklat dan cair serta pada suhu 550oC adalah 389 gr
dengan CHP yang sama seperti CHP suhu-suhu sebelumnya Persen Konversi yang
dihasilkan untuk suhu 450oC adalah 980 pada suhu 500
oC adalah 585 dan pada
suhu 550oC adalah 1864 Untuk Konversi cairan hasil perengkahan (CHP) dengan
katalis Co-Arang 3 terbesar didapatkan pada suhu 550oC Pada perengkahan katalitik
menggunakan katalis Co-Arang 3 dengan kenaikan temperatur persen konversi
cenderung menurun Tetapi pada temperatur yang lebih tinggi terjadi peningkatan
persen CHP
Gambar 11 Grafik Perengkahan Minyak Jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3
Studi Kinetika
Menentukan ketetapan laju reaksi (nilai k)
Berdasarkan persamaan laju reaksi maka untuk setiap pengambilan produk hasil
reaksi katalitik dapat ditentukan besarnya konstanta laju reaksi pada temperatur
tertentu Selanjutnya untuk masing-masing variasi temperatur dapat dibuat grafik
hubungan antara jumlah pengurangan reaktan lawan waktu pengambilan (t) dimana
jumlah reaktan merupakan akumulasi pengurangan untuk setiap 5 menit pengambilan
sampel produk Untuk mendapatkan nilai k diperoleh dari hubungan persentase CHP
per waktu sehingga terbentuknya regresi dimana didapatkan juga nilai R Nilai R
dengan Range 080-095 termasuk dalam regresi linear sederhana sedangkan jika
nilai R lt 080 termasuk regresi polynomial
Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa katalis Co-Arang menunjukkan
aktivitasnya yang maksimum pada 5 menit pertama dan selanjutnya katalis mengalami
penurunan aktivitas yang ditandai dengan penurunan jumlah reaktan yang dikonversi
0000
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
450 500 550
Per
sen
CH
P (
)
Temperatur (degC)
Konversi CHP
3
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
420
menjadi produk Dari grafik tersebut terlihat bahwa reaktan terkonversi menjadi
produk yang cukup besar hanya terjadi pada 5 menit pertama reaksi berlangsung
sedangkan untuk 5 menit berikutnya hingga reaksi berakhir pengurangan jumlah
reaktan atau reaktan yang terkonversi menjadi produk sangat sedikit
Tabel 12 Nilai R Regresi Linear Sederhana Katalis Co-Arang Suhu (degC) Nilai R
1 450 0600 500 0600 550 0600
2 450 0601 500 0600 550 0750
3 450 0600 500 0658 550 0600
Berdasarkan tabel 12 nilai R rata-rata lebih kecil atau tidak mendekati 1
Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik menggunakan regresi polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah
Dengan persamaan regresi polynomial akan didapatkan nilai R mendekati satu
Energi Aktivasi
Hubungan eksponensial antara k dan T dan dari persamaan Arhenius
k = k0 e ndashEaRT
k0 merupakan faktor frekwensi Ea adalah energi aktivasi R adalah tetapan gas
umum dan T merupakan suhu absolut Dari persamaan Arhenius tersebut dapat dicari
harga Ea dimana ln k = ln k0 ndash
EaRT
dimana hubungan antara ln k versus 1T dengan
nilai R adalah 8314 Jmol K diperoleh harga energi aktivasi Untuk perengkahan
katalitik menggunakan Co-Arang 1 2 dan 3 hubungan antara 1T vs ln k dapat
dilihat pada tabel 13
Tabel 13 Hubungan 1T vs ln k Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 1
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 28532 104844
77315 0001293 161423 047886
82315 0001215 12624 023301
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
421
Gambar 12 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 1
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 13 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami penurunan Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 13 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari grafik 24 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak jelantah
menggunakan katalis Co-Arang 1 adalah 48886484 Sehingga energi aktivasi yang
didapat adalah sebesar- 4064 kJ
Tabel 14 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 2
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0142 -1948
77315 0001293 0773 -0256
82315 0001215 0574 -0553
Pada tabel 14 dapat dilihat apabila temperatur meningkat maka nilai k juga akan
meningkat Kenaikan temperatur berbanding lurus dengan kenaikan laju reaksi
Peningkatan ini terjadi pada temperatur 450degC dan 500degC sedangkan pada temperatur
550degC nilai k mengalami penurunan sehingga laju reaksi pun menurun Hal ini yang
menyebabkan penurunan persentase CHP pada temperatur 550degC Dari data tabel 13
dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan ln k
0
02
04
06
08
1
12
00012 00013 00014
ln k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
422
Gambar 13 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 2
Dari grafik 13 hubungan antara ln k versus 1T dengan nilai R adalah 8314
Jmol K nilai slope untuk perengkahan katalitik minyak jelantah menggunakan katalis
Co-Arang 2 adalah -8543246 Sehingga diperoleh energi aktivasi sebesar 7103 kJ
Tabel 15 Hubungan 1T vs Ln K Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah Katalis Co-
Arang 3
T (K) 1T (K) k ln k
72315 0001383 0005 -5136
77315 0001293 0003 -5577
82315 0001215 0011 -4493
Sesuai dengan persamaan Arhenius k = ln k0 ndash
EaRT
Temperatur reaksi
mempengaruhi harga konstanta laju reaksi Kenaikan temperatur berbanding lurus
dengan kenaikan laju reaksi Pada tabel 15 nilai k yang diperoleh pada setiap kenaikan
temperatur mengalami naik turun Ketidakstabilan tersebut mempegaruhi laju reaksi
dalam pembentukan produk Dari data tabel 14 dibuat grafik Hubungan nilai 1T dan
ln k
Dari tabel 14 dan gambar 15 nilai slope unutk perengkahan katalitik minyak
jelantah menggunakan katalis Co-Arang 3 adalah -36061445 Sehingga energi
aktivasi yang didapat adalah sebesar 2998 kJ
Tabel 15 Perbandingan nilai Energi Aktivasi (Ea)
No Katalis Energi Aktivasi (kJ)
1 Co-Arang 1 -4064
2 Co-Arang 2 7103
3 Co-Arang 3 2998
-2500
-2000
-1500
-1000
-0500
0000
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
423
Gambar 14 Grafik Hubungan 1T vs ln k Co-Arang 3
Dari tabel 15 bahwa nilai Ea pada konsentrasi 3 lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi 2 Dilihat dari konsentrasi katalis bahwa semakin tinggi
konsentrasi katalis nilai Ea semakin turun
SIMPULAN
Hasil pengamatan morfologi permukaan katalis Co-Arang menggunakan SEM
semakin tinggi konsentrasi katalis semakin besar ukuran pori Berdasarkan data EDX
Logam Co berhasil teremban ke dalam karbon aktif dengan persentase unsur Co
sebesar 086 199 dan 011 pada masing-masing konsenrasi logam Co Kondisi
Optimum Katalis terdapat pada katalis Co-Arang konsentrasi larutan Co 3
Berdasarkan hasil perengkahan katalitik Minyak Jelantah tidak bisa mendapatkan
hubungan antara variasi konsentrasi katalis terhadap kuantitas CHP yang dihasilkan
CHP terbanyak dihasilkan pada katalis Co-Arang 1 temperatur 450degC yaitu sebesar
4755 Energi aktivasi yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan antara pengaruh
waktu terhadap perengkahan katalitik Kondisi optimum didapatkan pada perengkahan
katalitik minyak jelantah variasi konsentrasi 3 dengan energi aktivasi sebesar 2998
kJ
REFERENSI
Abdul H Nazarudin and M Naswir (2017) Perengkahan Termal (Thermal Cracking)
Serbuk Gergaji Kayu Bulian (Eusideroxylon Zwagery TEt B) Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak Jambi Universitas Jambi
-12
-1
-08
-06
-04
-02
0
02
00012 000125 00013 000135 00014ln
k
1T (K)
Y
Predicted Y
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
424
Abdulloh A Purkan P and Hardiansyah N (2017) Preparasi Dan Karakterisasi -
Fe2o3Zeolit Y Untuk Reaksi Perengkahan Asam Palmitat J Kim Ris 2 69ndash
76
Anggoro DD Hidayati N Buchori L and Mundriyastutik Y (2016) Effect of Co
and Mo Loading by Impregnation and Ion Exchange Methods on
Morphological Properties of Zeolite Y Catalyst Bull Chem React Eng Catal
11 75
Adhi W Jayan (2013) Perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Menjadi
Biofuel Menggunakan Katalis H-Zeolit Dengan Variasi Temperatur Reaksi Dan
Nisbah Berat H-ZeolitPFAD Riau Universitas Riau
Alamsyah M Ruslan K and La I (2017) Pemurnian Minyak Jelantah Dengan Proses
Adsorpsi Univ Muslim Indonesia Vol 02 No02
Arman F Ida Z and Yelmida (2013) Perengkahan Katalitik Minyak Jelantah
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis FemoZeolit Riau Universitas
Riau
Augustine RL (1996) Heterogenous Catalysis for the Synthetic Chemistry First
Edition Marcel DokkerInc New York 13-19
Bachtas GP and Ida Z (2015) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis NiZeolit Riau Universitas Riau
David N Theresia SR Taufik I and Zuhdi M (2017) Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi Tek Kim Fak Tek Univ
Tribhuwana Tunggadewi
Deraz NM (2018) Importance of catalyst preparation J Ind Environ Chem
20182(1)16-18
Dewi TK Mahdi M and Novriyansyah T (2016) Pengaruh Rasio Reaktan Pada
Impregnasi Dan Suhu Reduksi Terhadap Karakter Katalis KobaltZeolit Alam
Aktif J Tek Kim 22
Erry IR (2017) Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel Kajian Temperatur
Dan Waktu Reaksi Transesterifikasi Fak Sains Dan Teknol UIN Sunan
Ampel Surabaya Vol 12 No3
Fatimah NF and Utami B (2017) Sintesis dan Analisis Spektra IR Difraktogram
XRD SEM pada Material Katalis Berbahan Nizeolit Alam Teraktivasi dengan
Metode Impregnasi J Cis-Trans 1
Lestari H D 2006 Sintesis Katalis NiMo untuk Hydrotreating Coker Nafta Tesis
Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
425
Lukman HF Adit R W and Dr Widayat MT (2013) Pembuatan Katalis H-Zeolit
dengan Impregnasi KIKIO3 dan Uji Kinerja Katalis Untuk Produksi Biodiesel
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol 2 UNDIP
Hidayati FC (2016) Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai (Jelantah) dengan
Menggunakan Arang Bonggol Jagung JIPF J Ilmu Pendidik Fis 1 67ndash70
Ida Z (2015) Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Dengan Proses
Catalytic Cracking Riau Universitas Riau
Mahreni M (2010) Peluang dan Tantangan Komersialisasi Biodisel-Review Eksergi
10 15ndash26
Mintari D (2015) Analisa Kadar Fe Dengan Metode Permanganometri
Menggunakan Resin Penukar Ion (Ion Exchanger) Dalam Air Sungai
Banjarsari (Fe Content Analysis With Permanganometry Method Using An Ion
Exchanger Resin As A Filter Media In River Water Banjarsari) PhD Thesis
Undip
Mundriyastutik Y Anggoro DD and Hidayati N (2016) Preparasi Dan
Karakteristik Katalis ComoZeolit Y Dengan Metode Pertukaran Ion
Indonesia J Farm 1
Muntaha M Bhima SKL and Dhanardhono T (2013) Deteksi Psilocin Urin Pada
Mencit Swiss Webster Terhadap Pemberian Jamur Psilocybe Cubensis Dosis
Bertingkat PhD Thesis Faculty of Medicine Diponegoro University
Nazarudin (2000) Optimasi kondisi reaksi perengkahan katalitik Fraksi Berat Minyak
Bumi dengan Katalis Cr-Zeolit dan Zeolit Alma YogyakartaUGM
Nugrahaningtyas KD Cahyono E and Widjonarko DM (2016) The Paraffin
Cracking Reaction With NiMoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect
Temperature On Catalytic Activitythe Paraffin Cracking Reaction With
NimoActive Natural Zeolite Catalyst The Effect Temperature On Catalytic
Activity ALCHEMY J Penelit Kim 11 111
Nurjannah and Ifa (2012) Studi Kinetika Perengkahan Katalitik Minyak Sawit
Menghasilkan Biofuel Makassar Univeritas Muslim Indonesia
Rasidi I Putra AAB and Suarsa IW (2015) Preparasi Katalis Nikel-Arang Aktif
Untuk Reaksi Hidrogenasi Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Kelapa
Saputra B and Ida Z (2014) Perengkahan Katalitik Minyak Goreng Bekas Untuk
Produksi Biofuel Menggunakan Katalis CuZeolit Riau Universitas Riau
Saputra R Ida Z Yelmida (2013) ldquoPerengkahan Katalitik Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Biofuel Menggunakan Katalis Ni-MoZeolitrdquo Riau Universitas
Riau
NM Yuhermita N Nazarudin O Alfernando IG Prabasari dan M Haviz
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
426
Sayekti AIHSE and Sianipar A (2013) Optimasi Reaksi Perengkahan Minyak
Jelantah Menggunakan Katalis ZeolitNikel J Kim Khatulistiwa 2
Setianingsih T Hasanah U Darjito (2008) Study of NaOH- activation
temperatureinfluence toward character of mesoporouscarbon based on textile
sludge waste Indonesia J Chem 8348-352
Sembiring Meiliata T Sinaga T (2003) Pengenalan dan proses pembuatan arang aktif
[tesis] Medan Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Shofa Arina (2016) ldquoEfektivitas Jenis Katalis Pada Sintesis Terpenil Asetat Melalui
Reaksi Esterifikasi α-Pinenardquo PhD Thesis Universitas Negeri Semarang
Solihudin Atiek RN Rukiah (2015) Aktivasi Arang Sekam Padi dengan Larutan
Natrium Karbonat dan Karakterisasinya Departemen Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran
Sri K Eko BS and Dhian E (2010) Aktivitas Katalis CrZeolit Alam Pada Reaksi
Konversi Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Cair
Sriatun T and TIP LS (2015) Pemanfaatan Katalis Silika Alumina Dari Bagasse
Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Sisa Pakai J Agroindustrial
Technol 25
Thamrin SPJT (2013) Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan
[Waste Cooking Oil Gasification With Pressure Stoves]
Trisunaryanti Wega Endang T and Sri S (2005) Preparasi Modifikasi dan
Karakterisasi Katalis Ni-MoZeolit Alam dan Mo NiZeolit Alam TEKNOI
10(4) 269-282 Dalam
Wijaya K A Syoufian and SD Ariantika (2014) Hydrocracking of Used Cooking
Oil into Biofuel Catalyzed by Nickel-Bentonite Asian J Chem 26
Yessy M Rahmat Ki and Hesti W (2013) Pembuatan Arang Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivasi Secara Fisika Kimia Dan Fisika-Kimia
Volume 02 No1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
427
KONVENTER KATALITIK DARI LIMBAH PULP DENGAN KATALIS
ZEOLIT DARI ABU SEKAM PADI
Iis Siti Jahro Universitas Negeri
Medan
ABSTRACT The aim of this study was to obtain a catalytic converter from pulp solid waste and rice husk ash which can be used as an exhaust gas converter from an automotive vehicles To get the best quality catalytic converter so the treatments consisted of variations in zeolite type mixing ratio of pulp waste to zeolite and the number of holes in catalytic converters are carried out The characterization results showed that catalytic converters obtained from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite X of 21 had absorption capacity of CO HC and CO2 gases respectively 2656 2811 and 136 with an O2 increase of 30076 Meanwhile the catalytic converter from the treatment of the ratio of pulp waste to zeolite A is 31 which has absorption of CO HC and CO2 gases of 359 364 and 256 with an O2 increase of 429 In the treatment of variations the number of holes indicates a catalytic conventer with a 7 holes has better absorption capacity of the gas than the others The 7 holes catalytic conventer with zeolite X as catalyst has absorption of CO HC and CO2 respectively 2812 3317 and 208 with an O2 increase of 38321 Meanwhile the 7 holes catalytic converter with zeolite A as catalyst shows absorption of CO HC and CO2 gas about 539 433 and 560 with an O2 increase of 900 KEYWORDS Catalytic conventer pulp waste zeolite absorption capacity
Corresponding Author Universitas Negeri Medan Jl William Iskandar ndash Pasar V Medan Estate ndash 20221 Indonesia Email
jahrostiisgmailcom
PENDAHULUAN
Pengoperasian pabrik pengolahan pulp menghasilkan limbah padat berupa grit
dreg sludge dan biosludge sekitar 7 ton per harinya Limbah dalam jumlah besar
apabila dibiarkan tanpa diolah atau dimanfaatkan maka akan menambah daftar panjang
penyebab terjadinya pencemaran lingkungan Seperti halnya pabrik pengolahan pulp
pabrik penggilingan padi juga menghasilkan limbah berupa sekam padi sebesar 20
dari produksi padi sehingga dalam periode satu tahun limbah sekam padi yang
dihasilkan dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang mencapai lebih
kurang 70000 ton pertahun Hasil analisis komposisi kimia limbah padat pulp
menunjukkan adanya bahan-bahan penyusun keramik seperti clay feldsfar dan kuarsa
yang memungkinkan limbah pulp dimanfaatkan sebagai bahan konventer pengubah
gas buang dari kendaraan otomotif (Joskar 2008) Sementara itu abu sekam padi
mengandung silika (SiO2) alumina (Al2O3) dan besi oksida berturut-turut sekitar 96-
97 094-114 031-143 serta sejumlah kecil alkali dan logam pengotor (Usman
dkk 2014) Kandungan silika yang cukup tinggi sangat potensial untuk memanfaatkan
abu sekam padi tersebut sebagai bahan sintesis zeolit yang dapat digunakan sebagai
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
428
katalis untuk mengefektifkan kerja konventer pengubah gas buang dari kendaraan
otomotif (Jahro dan Panggabean 2011) Oleh karena itu telah dilakukan penelitian ini
pembuatan konventer katalitik dari limbah pulp dengan menggunakan katalis zeolit A
dan X hasil sintesis dari abu sekam padi Untuk mendapatkan konventer katalitik
dengan kualitas terbaik maka pada pembuatan konventer katalitik ini dilakukan
variasi rasio pencampuran limbah pulp dengan katalis zeolit A dan X serta variasi
jumlah lubang pada konventer katalitik
Penelitian pemanfaatan limbah pulp sebagai pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif yang berhasil dilakukan oleh Sembiring (2010) menunjukkan
dapat mengurangi polusi udara yang berasal dari gas buang kendaraan otomotif
sebesar 3621ndash9714 CO 2564ndash9597 CO2 dan 3647ndash8787 HC Sejalan
dengan hasil penelitian tersebut konverter katalitik dari campuran limbah pulp dengan
zeolit hasil sintesis dari limbah abu layang berhasil mengurangi polusi udara dari gas
CO dan CH berutrut-turut sebesar 9714 dan 8787 melalui proses katalis serta gas
CO2 sebanyak 2564ndash9597 dapat diabsorbsi (Jahro dan Panggabean 2011)
Adapun beberapa penelitian terkait abu sekam padi menunjukkan abu sekam padi telah
berhasil digunakan sebagai sumber silika aktif untuk sintesis zeolit Y (Ramli 1995)
zeolit A Y dan ZSM-5 (Kismojohadi 1995 Rawtani et al 1989) serta zeolit A dan X
(Jahro dkk 2018)
Konverter katalitik tersusun dari dua katalis yaitu katalis reduksi dan oksidasi Katalis
reduksi berfungsi mengurangi emisi gas nitrogen oksida (NOx) dengan cara
mengubahnya menjadi gas nitrogen dan oksigen Katalis oksidasi berfungsi mengubah
senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan karbon monoksida
menjadi gas karbon dioksida dan uap air (Nasikin dkk 2004) Oleh karena itu
konverter katalitik yang efisien memilliki dua fungsi mengoksidasi CO dan
hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi CO2 dan H2O dan mereduksi NOx menjadi
N2 dan O2 (Mukherjee dkk 2016)
METODE PELAKSANAAN
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat pulp dari
PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beralamat di Desa Sosorladang Kecamatan
Parmaksian Porsea Toba Samosir dan zeolit hasil sintesis dari limbah sekam padi
yang diambil dari pabrik penggilingan padi di Kabupaten Deli Serdang Adapun alat-
alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk keperluan pembuatan dan
karakterisasi konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
429
Pembuatan konventer katalitik dilakukan melalui tahapan Pencetakan
Pembakaran dan Pendinginan Sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan
konventer terlebih dahulu limbah padat pulp yang terdiri dari grit dreg dan biosludge
dikeringkan di bawah cahaya matahari untuk proses penguapan air dan di oven pada
suhu 120oC untuk menyempurnakan penguapan Ketiga bahan dasar yang telah halus
dicampurkan secara merata ditimbang dan dicampur dengan zeolit hasil sintesis dari
abu sekam padi dengan variasi perbandingan yaitu 11 21 dan 31 Ke dalam wadah
berisi campuran bahan limbah padat pulp dan katalis zeolit tersebut kemudian
ditambahkan air 300 mL sambil menggunakan mikser selama 1 jam selanjutnya
campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan stainless berbentuk silinder Cetakan
ini terdiri dari sebuah silinder dengan diameter 9 cm dan tinggi 13 cm Selanjutnya ke
dalam cetakan dibuat motif lubang dengan variasi lubang sebanyak 3 5 dan 7 buah
Campuran dalam cetakan dibiarkan di ruang terbuka selama 4 hari agar siap untuk
dibakar Selanjutnya konverter katalitik dibakar dengan menggunakan furnace dari
suhu kamar hingga suhu 1100ordm C kemudian ditahan selama 2 jam Selanjutnya
furnace dimatikan Konverter katalitik yang telah dibakar kemudian didinginkan
Konventer katalitik yang telah didinginkan selanjutnya diuji kualitasnya Pengujian
emisi gas hasil samping pembakaran kendaraan otomotif dilakukan menggunakan alat
Gas Analyzer Pengujian dilakukan dengan membandingkan emisi gas tanpa konverter
katalitik dan dengan menggunakan konverter katalitik Konverter katalitik yang
berbentuk silinder ditempatkan di dalam knalpot kendaraan dengan bantuan baut
kemudian sensor pendeteksi gas buang dimasukkan kedalam sampel Pengujian
dilakukan selama 5 menit untuk setiap produk konverter katalitik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dihasilkan sebanyak 12 buah konventer katalitik yang terdiri
dari 3 buah konventer katalitik hasil variasi rasio limbah pulp dengan katalis zeolit X
masing-masing 11 21 dan 31 kemudian 3 buah konventer katalitik hasil variasi
jumlah lubang 3 5 dan 7 pada konventer katalitik dengan rasio limbah pulp terhadap
zeolit X sebesar 21 Dua kelompok berikutnya serupa dengan itu tetapi zeolit yang
digunakan sebagai katalisnya adalah zeolit A Untuk selanjutnya pada pembahasan
variasi rasio limbah pulp terhadap zeolit dinyatakan sebagai variasi penggunaan zeolit
sebesar 50 pada rasio 11 kemudian 333 pada rasio 21 dan 25 pada rasio 31
Berikut ini pembahasan hasil karakterisasi uji kualitas masing-masing konventer
katalitik Kualitas konventer katalitik ditinjau dari daya serap dan daya ubahnya
terhadap gas-gas hasil pembakaran yang keluar dari knalpot kendaraan otomotif yang
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
430
didalamnya menggunakan konventer katalitik Daya serap zeolit terhadap gas CO HC
dan CO2 ditandai dengan makin kecilnya emisi gas tersebut dari knalpot kendaraan
otomotif Sedangkan daya ubahnya ditandai dengan pertambahan kadar gas oksigen
yang diemisikan dari gas buang
Pengaruh Variasi Kadar Zeolit X Yang Digunakan Terhadap Kualitas
Konventer Katalitik dari Limbah Padat Pulp
Hasil pengukuran gas buang dari kendaraana otomotif tanpa dan dengan
konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit X sebagai katalis dirangkum pada Tabel
1 Pada tabel tersebut dapat dilihat tanpa konventer katalitik gas buang dari knalpot
kendaraan otomotif mengemisikan gas CO HC dan CO2 berturut-turut sekitar 064
217 ppm dan 125 Penggunaan konventer katalitik pada knalpot kendaraan otomotif
dapat menurunkan emisi masing-masing gas tersebut berkisar antara 17-27 untuk
gas CO 23-28 untuk gas HC dan 7-14 untuk gas CO2 Penurunan emisi masing-
masing gas tersebut dikarenakan gas tersebut diserap oleh konventer katalitik Daya
serap konventer katalitik terhadap masing-masing gas CO HC dan CO2 relatif lebih
tinggi dibanding daya serap konventer tanpa katalis zeolit X Hal ini menunjukkan
peran zeolit sebagai katalis dapat meningkatkan efektivitas daya serap konventer
terhadap masing-masing gas tersebut
Tabel 1 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Rasio Pencampuran Zeolit X terhadap Limbah
Pulp
No Konventer Katalitik dengan
variasi kadar zeolit X ()
Emisi gas Gas terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
() CO HC CO2
1 Tanpa Konventer 064 217 125 - - -
2 500 052 168 115 1875 2258 800
3 333 047 156 108 2656 2811 136
4 250 053 157 116 1718 2764 720
5 000 058 165 119 938 2396 480
Pada tabel 1 dapat dilihat persentase gas terserap tertinggi ditunjukkan oleh
konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333 Pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
431
tersebut persentase gas terserap CO HC dan CO2 berturut-turut sebesar 2656 2811
dan 136 Hal ini sejalan dengan emisi masing-masing gas tersebut pada
penggunaan konventer katalitik tersebut paling rendah dibandingkan pada penggunaan
konventer katalitik lainnya
Sementara itu kadar gas oksigen mengalami peningkatan seiring dengan
diserapnya masing-masing gas HC dan CO sehingga gas O2 yang seharusnya
digunakan untuk proses pembakaran lebih lanjut msing-masing gas O2 tersebut
menjadi diemisikan bersama gas buang Tetapi pertambahan gas oksigen ini terbesar
diperoleh dari hasil dekomposisi gas nitrogen oksida (NOx) yang diserap konventer
katalitik dari gas buang kendaraan otomotif dengan reaksi sebagai berikut 2NOx(g) rarr
N2(g) + xO2(g) (Mukherjee dkk 2016)
Data pertambahan gas oksigen pada gas buang tanpa dan dengan konventer
katalitik disajikan pada Tabel 2 Pada tabel 2 tersebut dapat dilihat tanpa penggunaan
konventer katalitik maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif mengandung gas
oksigen sisa pembakaran sebesar 131
Tabel 2 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik
No
Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit X ()
Emisi gas O2
()
Pertambahan O2
yang diemisikan
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 441 23664
333 525 30076
250 297 12672
00 263 100
Dengan penggunaan konventer katalitik maka kadar gas oksigen yang
diemisikan pada gas buang dari knalpot kendaraan otomotif meningkat tajam mulai
dari 100 hingga 300 Sejalan dengan daya serapnya terhadap masing-masing gas
HC CO dan CO2 yang paling tinggi maka gas buang dari knalpot kendaraan otomotif
yang menggunakan konventer katalitik dengan kadar zeolit X sebesar 333
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi yakni sekitar 30076 Berdasarkan
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
432
data pada Tabel 1 dan 2 maka dapat dinyatakan bahwa konventer katalitik dengan
kadar zeolit X sekitar 333 memiliki kualitas paling baik dibanding yang lainnya
karena memiliki daya serap terhadap gas HC CO dan CO2 paling besar dan
menghasilkan pertambahan gas O2 paling tinggi
Pengaruh Kadar Zeolit A Yang Digunakan Terhadap Kualitas Konventer
Katalitik
Pada penggunaan zeolit A sebagai katalis menunjukkan hasil yang berbeda dari
penggunaan zeolit X sebagai katalis Hasil pengujian gas buang kendaraan otomotif
tanpa dan dengan konventer katalitik dirangkum pada Tabel 3 yang menunjukkan
konventer katalitik dapat menurunkan emisi gas dari gas buang kendaraan otomotif
berturut-turut sekitar 23-36 untuk gas CO 28-36 untuk gas HC dan 14-26 untuk
gas CO2 Besarnya persentase penurunan emisi masing-masing gas tersebut lebih
tinggi daripada persentase penurunan gas tersebut pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit X Dengan demikian patut diduga bahwa zeolit A lebih
aktif berfungsi sebagai katalis pada konventer dari limbah pulp ini dibandingkan zeolit
X atau dengan kata lain penggunaan zeolit A sebagai katalis pada konventer dari
limbah pulp lebih efektif dibandingkan zeolit X
Tabel 3 Hasil Pengukuran Gas Buang dari Kendaraan Otomotif Tanpa dan dengan
Komventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A Sebagai Katalis
Konventer Katalitik
dengan Variasi Kadar
Zeolit A ()
Emisi Gas Gas Terserap ()
CO
()
HC
(ppm)
CO2
()
CO
HC
CO2
Tanpa Konverter Katalitik 064 217 125 - - -
500 049 155 107 234 285 144
333 047 152 105 265 298 160
250 041 138 93 359 364 256
00 058 165 119 938 2396 480
Gas buang dari kendaraan otomotif dengan emisi gas CO HC dan CO2 terendah
berturut-turut sekitar 041 138 ppm dan 93 ditunjukkan oleh konventer katalitik
dengan kadar zeolit A sebanyak 25 Hal ini sejalan dengan gas CO HC dan CO2
terserapnya yang tertinggi berturut-turut sekitar 359 364 dan 256 Gas terserap
oleh konventer katalitik dengan katalis zeolit X sekitar 333 maupun zeolit A sekitar
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
433
250 ini lebih rendah jika dibandingkan hasil penelitian Joskar (2009) yang berhasil
membuat konventer katalitik dengan daya absorbsi terhadap gas CO HC dan CO2
berturut-turut sebesar 9714 8787 dan 9597
Adapun data pertambahan emisi gas oksigen pada gas buang knalpot kendaraan
otomotif tanpa dan dengan konventer katalitik dengan variasi kadar zeolit A disajikan
pada Tabel 4 Sejalan dengan hasil pengukuran gas terserap maka hasil pengukuran
pertambahan gas oksigen menunjukkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A
sekitar 25 dapat menghasilkan pertambahan gas oksigen sekitar 429 paling tinggi
dibandingkan konventer katalitik dengan kadar zeolit A sebanyak 500 maupun 333
Tabel 4 Hasil Pengukuran O2 pada Gas Buang Kendaraan Otomotif Tanpa dan
Dengan Konventer Katalitik dengan Variasi Kadar Zeolit A
No Konventer Katalitik dengan
Variasi Kadar Zeolit A ()
Emisi Gas O2
()
Pertambahan O2
()
Tanpa Konverter Katalitik 131 -
500 508 287
333 621 361
250 693 429
00 263 100
Selain itu pertambahan emisi gas oksigen (429) pada penggunaan konventer
katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 25 juga lebih tinggi dibandingkan
pertambahan emisi gas oksigen (30076) pada penggunaan konventer katalitik
dengan katalis zeolit X sebanyak 333 Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
zeolit A lebih efektif digunakan sebagai katalis pada konventer katalitik dibandingkan
zeolit X
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Perlakukan variasi jumlah lubang dilakukan terhadap konventer katalitik yang
dibuat dari limbah pulp dengan kadar zeolit X sebanyak 333 Adapun variasi jumlah
lubang yang dilakukan terdiri dari 3 macam yakni 3 5 dan 7 buah lubang sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
434
Adapun jumlah lubang yang dijadikan variabel tetap pada saat perlakukan
variasi kadar zeolit X yang digunakan adalah 5 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2
Gambar 1 Konventer katalitik dari campuran limbah pulp dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 dan jumlah lubang 3 5 dan 7
Gambar 2 Konventer katalitik dari limbah pulp dengan variasi kadar katalis zeolit X
dari kiri ke kanan berturut-turut sebanyak 50 333 dan 25 dengan jumlah lubang
sebanyak 5 buah
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit X sebanyak 333 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 3 Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
2187 2656 dan 2812 untuk gas CO 2718 2811 dan 3317 untuk gas HC
kemudian 96 136 dan 208 untuk gas CO2 Tampak bahwa persentase masing-
masing gas terserap semakin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah lubang Hal
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
435
ini menunjukkan bahwa jumlah lubang berkaitan dengan luas permukaan dimana
semakin banyak jumlah lubang semakin luas permukaan sehingga semakin besar
peluang terjadinya penyerapan terhadap molekul gas (Irvantino 2013)
Gambar 3 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit X versus persentase gas terserap
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan sesuai dengan peningkatan
daya serap terhadap gas CO HC dan CO2 maka terjadi peningkatan kadar emisi gas
oksigen seiring dengan bertambahnya jumlah lubang pada konverter katalitik yang
digunakan Peningkatan emisi gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik
dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar 8473 30076 dan 38321
Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan
jumlah lubang 3 buah kemudian menjadi 5 buah cukup tajam pertambahannya hampir
26 kali lipat (255) Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah kemudian menjadi 7
buah pertambahannya hanya sekitar 27 Berdasarkan data tersebut dapat
diperkirakan bahwa pertambahan jumlah lubang berikutnya pada konventer katalitik
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
436
tidak akan meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata
lain jumlah lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit X
sebanyak 333 sudah optimum
Pengaruh Variasi Jumlah Lubang Terhadap Kualitas Konverter Katalitik
dengan Katalis Zeolit X
Hasil pengukuran gas buang dari knalpot kendaraan otomotif yang
menggunakan konventer katalitik dengan katalis zeolit A sebanyak 250 dan jumlah
lubang 3 5 dan 7 ditunjukkan pada Gambar 4
Gambar 4 Grafik variasi jumlah lubang pada konventer katalitik dengan katalis
zeolit A versus persentase gas terserap
Persentase masing-masing gas terserap semikin meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah lubang pada konventer katalitik Persentase gas terserap pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7 berturut-turut sebesar
281 39 dan 593 untuk gas CO 377 387 dan 433 untuk gas HC kemudian
152 312 dan 56 untuk gas CO2 Perbedaan atau selisih persentase masing-masing
gas terserap pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 buah dan 7 buah
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
437
berturut-turut sekitar 203 (CO) 46 (HC) dan 248 (CO2) lebih besar
dibandingkan dengan perbedaan atau selisih persentase masing-masing gas terserap
pada konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 dan 5 buah berturut-turut sekitar
109 (CO) 10 (HC) dan 160 (CO2) Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah lubang dari 5 buah menjadi 7 buah cukup efektif memperbesar luas permukaan
konventer katalitik sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyerapan masing-
masing molekul gas CO HC dan CO2
Hasil pengukuran kadar gas oksigen menunjukkan peningkatan kadar emisi gas
oksigen pada gas buang knalpot kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya
jumlah lubang pada konverter katalitik yang digunakan Peningkatan emisi gas
oksigen pada penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 5 dan 7
berturut-turut sebesar 281 464 dan 900 Peningkatan emisi kadar gas oksigen pada
penggunaan konventer katalitik dengan jumlah lubang 5 ke 7 buah pertambahannya
mencapai 94 Sedangkan peningkatan emisi kadar gas oksigen pada penggunaan
konventer katalitik dengan jumlah lubang 3 buah ke 5 buah pertambahannya sekitar
65 Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa pada konventer katalitik
dengan katalis zeolit A sebanyak 25 pertambahan jumlah lubang berikutnya dapat
meningkatkan emisi kadar gas oksigen secara signifikan atau dengan kata lain jumlah
lubang sebanyak 7 buah pada konventer katalitik dengan katalis zeolit A belum
optimum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa limbah padat pulp dapat diolah menjadi konventer pengubah gas buang dari
kendaraan otomotif Penambahan zeolit A dan X sebagai katalis pada pembuatan
konventer dari limbah pulp dapat meningkatkan efektivitas kerja dari konventer
sehingga daya serapnya terhadap gas CO HC dan CO2 serta emisi gas O2 nya
meningkatkan secara signifikan Pengaruh penambahan zeolit A sebagai katalis pada
konventer katalik lebih aktif dibandingkan zeolit X sehingga daya serap konventer
katalitik dengan katalis zeolit A lebih besar daripada daya serap dan daya ubah
konventer katalitik dengan katalis zeolit X
Iis Siti Jahro
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
438
REFERENSI
Aalam CS Saravanan CG and Samath CM 2015 Reduction of Diesel Engine Emissions
Using Catalytic Converter with Nano Aluminium Oxide Catalyst International Journal
for Research in Emerging Science and Technology 2(7)17-22
Irvantino B 2013 Preparasi Katalis NiZeolit Alam dengan Metode Sonokimia Untuk
Perengkahan Katalitik Polipropilen dan polietilen Skripsi UNS Semarang
Jahro S I dan Panggabean H 2011 Pengembangan Material Konventor Katalitik dari
Limbah Pulp dan Abu Layang untuk Diaplikasikan pada Knalpot Otomotif Sebagai
Pengubah Gas Buangan Research Grant Unimed Medan
Jahro S I Nugraha A W dan Nurfajriani 2018 Pengolahan Limbah Pulp dan Sekam Padi
Sebagai Bahan Sintesis Konventer Katalitik Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan Penelitian Kelompok Dosen Bidang Keahlian Unimed Medan
Joskar 2009 Pembuatan Keramik Berpori Dari Limbah Padat Pulp
dengan aditif Kaolin sebagai Filter gas Buang Thesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Kismojohadi E L 1995 Zeolite ZSM-5 And Aluminophosphate Molecular Sieves As
Catalysts In The Fischer-Tropsch Reaction synthesis characterization and
modification Thesis Universiti Teknologi Malaysia
Mukherjee A Roy K Bagchi J and Mondal K 2016 Catalytic Converter in Automobile
Exhaust Emission Journal for Research 2(10) 29-33
Nasikin M Wulan dan Andrianti 2004 Pemodelan dan Simulasi Katalitik Konverter Packed
Bed Untuk Mengoksidasi Jelaga pada Gas Buang Kendaraan Bermesin Diesel Makara
Teknologi 8 (3) 69-76
Ramli Z 1995 Rhenium-Impregnated Zeolites Synthesis Characterization And Modification
as Catalysts In The Metathesis Of Alkanes Thesis
Universiti Teknologi Malaysia
Rawtani AV Rao MS and Gokhale K 1989 Synthesis Of ZSM-5
Zeolite Using Silica From Rice Husk Ash Ind Eng Res 28 1411-1414
Sembiring A D 2010 Pemanfaatan Limbah Padat Pulp untuk Bahan Baku Pembuatan
Keramik Berpori yang Diaplikasikan Sebagai Filter Gas Buang Kendaraan
Bermotor dengan Bahan Bakar Premium Disertasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan
Usman A M Raji A and Waziri NH 2014 Characterisation of Girei Rice Husk Ash for
Silica Potential IOSR Journal of Environmental Science Toxicology And Food
Technology 8(1) 68-71
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
439
PEMISAHAN KALSIUM PADA PROSES SOLVENT EXTRACTION
NIKEL LIMONIT DENGAN PELARUT ASAM NEODECANOIC
Sudibyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
S Oediyani Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
S Sumardi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
E Prasetyo Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A Junaedi Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A S Handoko Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
Y I Supriyatna Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F R Mufakhir Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
F Nurjaman Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI
A N Suwirma Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT The nickel ore content of Southeast Sulawesi is 054 so that the processing can be done with low grade nickel ore using the hydrometallurgical that is leaching The leaching process is done by using acetic acid as a leaching agent that serves to separate the ore from residues such as silica The process for recovery nickel (Ni) from pregnant leach solution (PLS) is solvent extraction using a mixture of neodecanoic acid extractant and cyanex 272 with kerosene diluents The disadvantages of the study are Ni and Calcium (Ca) are in one phase so that the purity of nickel for further process is reduced In this research solvent extraction process used Neodecanoic acid extractant and kerosene as a diluents which separates nickel and cobalt from calcium Calcium is needed in the extraction process to precipitate impurity metal and to increase pH so that nickel and cobalt metals can be extracted into the organic phase However the excessive of calcium will reduce the purity of the solvent extraction product In this study neodecanoic acid was used to extract nickel and cobalt from aquoes solution and prevent the entry of calcium into extraction on the organic phase Taguchi is one of the methods that make up the design with certain factors such as pH flow rate the ratio of O A volume and the time that affects the solvent extraction process Based on data analysis using Taguchi method obtained the optimum condition of the process on the 2nd experiment with pH 2 flow rate 175 volume ratio frac12 and processing time 2 hours with percent value of Ca increase of 146 KEYWORDS Diluent ExtractantLaterite Nickel Hydrometallurgy Leaching Solvent Extraction Taguchi
Corresponding Author 1Balai Penelitian Teknologi Mineral ndash LIPI Jl Ir Sutami Serdang Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan Lampung 35361 Indonesia Email sudibyolipigoid
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara ketujuh yang memiliki cadangan bijih nikel di
dunia yang tersebar di Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Bijh nikel laterit
terdiri atas dua jenis yaitu saprolit dan limonit dimana bijih nikel limonit memiliki
kadar nikel lt18 sedangkan biih nikel saprolit memiliki kadar nikel gt18
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
440
Pada bijih nikel limonit terdapat berbagai macam unsur yang sulit dipisahkan
seperti kobalt kalsium mangan dan magnesium sehingga dalam mengekstrak nikel
dari bijih limonitdiperlukan metode pemisahan yang tepat agar dihasilkan nikel
dengan kemurnian yang tinggi Bijih nikel limonitmemiliki kadar nikel yang rendah
berkisar 05 - 18 yang dapat dilihat pada Tabel 1 sehingga proses pemisahan nikel ini
dilakukan dengan menggunakan jalur hidrometalurgi Pada proses inidiperoleh
produkberupa pregnant leach solution (PLS) yang selanjutnya nikel dan kobalt diekstrak
menggunakan pelarut organik berupa asam neodecanoic dan Kerosene sebagai
diluentsyang terpisah dari kalsium mangan dan magnesium
Pengaruh larutan ekstraksi untuk pemurnian nikel juga telah diteliti oleh
Alexandre et al (2014) Ekstraksi nikel dilakukan dari larutan nikel sulfat yang
mengandung pengotor seperti kalsium magnesium seng kobalt tembaga danmangan
menggunakan Cyanex 272 dengan konsentrasi 20 vv Nikel dapat dipisahkan dari
seng kobalt tembaga tetapi kalsium dan magnesium tidak dapat dipisahkan
menggunakan Cyanex 272
Untuk mencegah masuknya pengotor (kalsium dan magnesium) pada proses
solvent extraksi pemisahan kobalt dan nikel maka perlu dilakukan extraksi untuk
memisahkan nikel-kobalt dari kalsium dan magnesium yaitu dengan melakukan
ekstraksi menggunakan neodecanoic acid pada larutan organik Neodecanoic acid
secara selektif akan mengambil nikel dan kobalt pada larutan aquos dan juga
menghalangi masuknya kalsium dan magnesium ke fasa organik (Sait et al 2017)
Pada umumnya ekstraksi pelarut pemisahan nikel-cobalt yang biasanya hanya
menggunakan sirkuit ekstraksi menggunakan Cyanex 272 tetapi pada penelitian ini
sirkuit exstraksi dengan neodecanoic acid ditambahkan sebelum extraksi dengan
cyanex
Tujuan penelitian ini adalah optimisasi kondisi optimum untuk parameter-
parameter yang mempengaruhi proses ektraksi dengan neodecanoic acid untuk
mencegah masuknya dari pengotor ( kalsium mangan dan magnesium) kedalam
larutan organik Sehingga diharapkan nikel ndash kobalt akan dapat masuk ke dalam
larutan organik (campuran kerosene dan neodecanoic acid) Keberhasilan proses
ekstraksi ini dapat di ketahui dengan banyaknya kalsium yang tertahan pada larutan
aqueous atau banyaknya nikel- kobalt yang masuk dalam larutan organik Pada
penelitian ini kenaikan kadar kalsium pada larutan aqueous akan menjadi acuan pada
analisa desain eksperiment Taguchi Metode penelitian Taguchi digunakan untuk
mempelajari dan mengoptimasi parameter parameter dipilih karena dapat menekan
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
441
biaya seminimal mungkin dan dapat memperbaiki kualitas produk dan proses yang
digunakan
Tabel 1 Analisa XRF Kandungan mineral bijih laterit Sulawesi Tenggara
El wt () El wt ()
LE 7825 Cl 1253
Fe 1097 Cr 0323
Si 5427 Mn 0177
K 1259 Co 004
Al 0579 S 0022
Ni 0514 Sb 0022
Ca 065 Cd 0015
Zn 00087 Sn 0016
METODE PELAKSANAAN
Bahan dan alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah bijih nikel limonit
asam asetat (CH3COOH) teknis asam neodecanoic (C10H20O2) kerosene batu kapur
(CaCO3)batch extraction pompa XRF (X Ray Fluoroesence) Panalytical Epsilon 3
Xle XRD (X RAYDifraction) AAS (atomic absorption spectrophotometry) ember dan
pH meter Proses pengolahan bijih nikel laterit ini diawali dengan proses leaching
dengan menggunakan asam asetat selanjutnya pregnant leach solution (PLS) dari
proses leaching dilakukan pengaturan pH dengan menggunakan batukapur
(CaCO3)Pada tahap selanjutnya PLS dilarutkan kedalam campuran pelarut organik
berupa asam neodecanoic dan kerosene dengan perbandingan nisbah volume antara
fasa aqueous dan organik pH laju alir dan waktu proses yang dapat dilihat pada tabel
percobaan yaitu Tabel2
Larutan pregnant leach solution atau biasa disebut fasa aqueous dimasukan
kedalam batch extraction menggunakan pompa secara berulang dan mengatur laju alir
dari larutan fasa aqueous sehingga laju alir dari larutan tersebut konstan Fasa organik
mulai dimasukan setelah pengaturan laju alir tesebut dan terbentuk dua fasa yaitu larutan
organik yang mengikat mineral berarga dan terletak diatas larutan aqueous Proses
solvent extraction berlangsung selama variasi waktu yang terdapat pada tabel percobaan
Kemudian setelah proses solvent extraction selesai larutan organik diambil dengan
mengelarkannya melalui keran sehingga akan dialiri ke penampung produk seperti pada
Gambar 1
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
442
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Awal
Penelitian ini diawali dengan mengkarakterisasi bijih nikel limonit menggunakan
XRD dan XRF Data analisa XRD yang diolah menggunakan software High Score Plus
(HPS) dapat dilihat pada Gambar 2yang menunjukkan bahwa bijih nikel limonit dari
Sulawesi Tenggara terdiri dari mineralgheotite [FeO(OH)] lizardite
[Mg2Si2O5(OH)4]dan kalsium-kobalt nikel catena disilicate Data analisa XRF dapat
dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan analisis XRF tersebut diperoleh kadar nikel kobalt
dan kalsium masing-masing sebesar 0514 004 dan 1776 Kadar nikel yang
terdapat pada bijih ini digolongkan kadar rendah yang disebut bijih limonit sehingga
untuk pengolahannya dilakukan proses hidrometalurgi yaitu leaching dengan
menggunakan asam asetat pH 2 selama 28 hari Setelah proses leaching dilakukan
proses pengaturan pH dan dianlisa kembali menggunakan Atomic Absorption
Spetrofotometry (AAS) untuk melihat konsentrasi nikel dan kobalt dan X-Ray
Flourscene (XRF) untuk melihat konsentrasi kalsium Hasil analisis konsentrasi nikel
kobalt dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 3
Gambar 1 Skema proses Batch Extraction
ProdukAqueous batch Organic
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
443
Tabel 2 Variabel Data Percobaan Menggunakan Metode Taguchi
No pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 2 1 1 4 1 2 2 175 1 2 2 3 2 25 3 4 3
4 25 1 1 2 3 5 25 175 3 4 1 6 25 25 1 4 2
7 3 1 3 4 2 8 3 175 1 4 3 9 3 25 1 2 1
Tabel 3 Hasil Analisis AAS dan XRF Setelah Proses Leaching dan Pengaturan pH
pH Konsentrasi
Ni (ppm)
Konsentrasi
Ca ()
2 9698 426
25 10892 957
3 23563 1153
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
444
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
445
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
446
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
447
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun
dengan penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh
reaksi reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
448
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan
semakin bertambah jumlah kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat
perpecahan ikatan antara nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang
dicapai adalahwaktu proses 2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3
jam terjadi penurunan faktor kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous
telah banyak pelepasan ion hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa
organik mengikat kembali ion hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi
reaksi reversible dari persamaan 1
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
449
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Bagian simpulan jawaban atas hipotesis tujuan penelitian dan temuan penelitian
serta saran terkait ide lebih lanjut dari penelitian Simpulan disajikan dalam bentuk
paragraf
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam teks artikel harus didaftarkan di
bagian referensi Referensi harus berisi pustaka-pustaka acuan yang berasal dari
sumber primer (jurnal ilmiah dan berjumlah minimum 80 dari keseluruhan daftar
pustaka) diterbitkan 10 (sepuluh) tahun terakhir Setiap artikel paling tidak berisi 10
(sepuluh) literatur acuan
Penulisan Referensi sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley Format penulisan yang digunakan di JPPM (Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat) adalah sesuai dengan format APA 6th
Edition (American
Psychological Association)
Hasil Percobaan
Percobaan yang dilakukan menggunakan metode Taguchi menghasilkan
sembilan percobaan dengan parameter pH laju alir nisbah volume OA dan waktu
proses Percobaan menghasilkankenaikan konsentrasi Ca di dalam fasa aqueous pada
proses ekstraksi bijih nikel limonit disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Taguchi yang ditunjukkan
pada Tabel 5 kondisi optimum proses solvent extractionpada tiap parameteryaitu pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
450
2 laju alir 175 nisbah volume 12 dan waktu proses 2 jam Setiap parameter terdapat
nilai Delta yang merupakan selisih antara nilai paling tinggi dan terendah dari SN
Ratio maupun rata-rata pada tiap parameter Nilai delta yang tertinggi menunjukkan
peringkat yang terbaik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa pH adalah parameter yang
paling berpengaruh terhadap proses solvent extraction dengan metode Taguchi
Pengaruh pH terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Pengaruh pH larutan aqueous dalam proses solvent extraction dapat ditunjukkan
dengan membuat variasi pH larutan yaitu 2 25 dan 3 pada proses solvent extraction
sehingga diperoleh grafik yang dapat dilihat pada Gambar 3
Tabel 4 Hasil Percobaan dengan Design Experiment Taguchi
No
Perancangan Percobaan Hasil Percobaan
pH Laju Alir Nisbah Volume (OA) Waktu Faktor
Kenaikan Kalsium
1 2 1 14 1 057
2 2 175 12 2 146
3 2 25 34 3 104
4 25 1 12 3 027
5 25 175 34 1 034
6 25 25 14 2 036
7 3 1 34 2 025
8 3 175 14 3 023
9 3 25 12 1 035
Tabel 5 Hasil Analisis SN Ratio Metode Taguchi- Larger the Betterterhadap Faktor
Kenaikan Ekstraksi Ca di fasa aqueous menggunakan Minitab
Level
Faktor Kenaikan Ca
pH Laju Alir Nisbah Volume
(OA) Waktu
1 106 036 039 042
2 032 068 070 069
3 028 058 054 051
Delta 075 032 031 027
Peringkat 1 2 3 4
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
451
Gambar 2 Hasil XRD Bijih Nikel Limonit (Sumber Laboratorium Analisis BPTM-
LIPI Tanjung Bintang Lampung 2018)
Gambar 3Grafik Hubungan pH terhadap Faktor kenaikan Ca
Gambar 4Grafik Hubungan Equilibrium pH dengan Persen Ekstraksi Logam (JS
Preston 2004)
0
02
04
06
08
1
12
15 25 35
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
pH
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
452
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pH larutan aqueous
berbanding terbalik dengan faktor kenaikan Ca yaitu semakin rendah pH larutan fasa
aqueous maka akan semakin tinggi faktor kenaikan Ca yang diperoleh pada proses
solvent extraction Hal ini ditunjang oleh penelitian JS Preston yang menyimpulkan
bahwa semakin rendah pH maka kemampuan pelarut untuk mengekstraksi Ca semakin
rendah untuk lebih jelas dapat dilihat grafik Gambar 4 Faktor kenaikan Ca
menggambarkan seberapa banyak Ca yang dapat tertinggalpada fasa aqueous Pada
proses solvent extraction ini diperoleh kondisi optimum pada pH 2
Pengaruh Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Berdasarkan analisa metode Taguchi laju alir merupakan parameter peringkat
kedua yang mempengaruhi proses solvent extraction Pada Gambar 5 ditunjukkan
bahwa semakin besar laju alir yang digunakan akan semakin besar pula faktor
kenaikan Ca yang diperoleh hal ini disebabkan oleh semakin besar lajur alir yang
digunakan akan semakin besar pula kontak antara fasa aqueoes dan fasa organik
sehingga dapat mengikat nikel pada fasa aqueous membentuk organometallic dan
berpindah ke fasa organik Sebelum terjadinya proses pengikatan nikel oleh fasa
organik terlebih dahulu terjadi proses pelepasan nikel yang berikatan dengan unsur-
unsur yang ada pada fasa aqueous seperti kalsium Pada saat proses pelepasan unsur-
unsur tersebut akan meningkat jumlahnya pada fasa aqueous seiring semakin
banyaknya nikel yang dapat diikat oleh fasa organik
Gambar 5 Grafik Hubungan Laju Alir terhadap Faktor Kenaikan Ca
Laju alir 15 lm merupakan laju alir maksimum yang diperoleh karena pada
saat laju alir dinaikkan lagi menjadi 25lm faktor kenaikan Ca malah semakin
menurun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 Hal ini sesuai dengan teori yang
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3
Fa
kto
r K
en
aik
an
Ca
Laju Alir (lm)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
453
dikemukan oleh Ritcey yang menyatakan bahwa semakin meningkatkan laju alir
berarti semakin bertambahnya energi yang dimasukkan ke dalam sistem Semakin
banyak energi yang berada dalam sistem maka akan menurunkan ukuran gelembung
sehingga menghasilkan gelembung yang kaku dan tidak terjadi pergerakan internal di
dalam gelembung atau pergerakan yang kaku Pergerakan yang kaku ini tidak
menghasilkan permukaan baru sehingga extractant dalam gelembung tidak sampai ke
permukaan untuk bereaksi dengan ion nikel Apabila extractant tidak bereaksi dengan
ion nikel maka tidak terjadi pelepasan ikatan nikel dan tidak terjadi kenaikan jumlah
kaslium pada fasa aqueous
Pengaruh Nisbah Volume (OA) terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent
Extraction
Semakin banyak logam nikel dan kobalt terekstraksi maka akan semakin banyak
kalsium yang terlepas sehingga semakin bertambah jumlah kalsium dalam aqueous
Pengaruh nisbah volume OA dilihat pada Gambar 6 grafik hasil percobaan dengan
parameter nisbah volume OA terhadap faktor kenaikan Ca Semakin tinggi nilai nisbah
volume OA semakin tinggi persen ekstraksi Ni sehingga diperoleh faktor kenaikan Ca
yang semakin tinggihal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah kalsium yang
terlepas dari ikatan nikel sehingga jumlah kalsium dalam fasa aqueous semakin
bertambah
Gambar 6 Grafik Hubungan Nisbah Volume OA terhadap Faktor Kenaikan Ca
Peningkatan faktor kenaikan Ca pada nisbah volume mengalami penurun dengan
penambahan nilai nisbah volume menjadi 34 Penurunan ini disebabkan oleh reaksi
reversible yang terjadi pada proses solvent extraction Reaksi reversible ini
0
01
02
03
04
05
06
07
08
000 020 040 060 080
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
OrganikAquoeus
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
454
mengakibatkan ion nikel yang telah berpindah ke fasa organik kembali ke fasa aqueous
sesuai dengan persamaan berikut
Mn+
+nHAo
MAno+ nH+
a (1)
Dimana M adalah metal (logam) dan HA adalah extractant Ion nikel yang telah
kembali berpindah ke fasa aqueous sehingga menurunkan jumlah kalsium pada fasa
aqueous
Pengaruh Waktu Proses terhadap Faktor Kenaikan Ca pada Solvent Extraction
Lamanya waktu solvent extraction merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi proses pengikatan nikel dan kobalt sehingga dapat berpindah ke dalam
fasa organik Semakin lama waktu solvent extraction maka akan semakin banyak ion-
ion logam yang terekstraksi sehingga pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap
waktu solvent extraction dengan nilai 1 2 dan 3 jam Berdasarkan grafik pada Gambar
7 terlihat bahwa faktor kenaikan Caberbanding lurus dengan waktu proses semakin
lama waktu proses yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai persen ekstraksi
yang diperoleh Hal ini disebabkan semakin lama waktu proses solvent extraction
menandakan bahwa fasa organik memiliki waktu yang semakin lama untuk mengikat
logam Ni dan berpindah ke fasa organik sehingga semakin banyak logam nikel yang
dapat terikat dan berpindah fasa
Gambar 7 Grafik Hubungan Waktu Operasi terhadap Faktor Kenaikan Ca
0
01
02
03
04
05
06
07
08
0 1 2 3 4
Fakto
r K
en
aik
an
Ca
Waktu (Jam)
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
455
Bertambahnya logam nikel terekstraksi maka akan semakin bertambah jumlah
kalsium di fasa aqueous yang disebabkan oleh meningkat perpecahan ikatan antara
nikel dan kalsium Nilai tertinggi faktor kenaikan Ca yang dicapai adalahwaktu proses
2 jam dan ketika dilakukan penambahan waktu menjadi 3 jam terjadi penurunan faktor
kenaikan CaHal ini disebabkan karena fasa aqueous telah banyak pelepasan ion
hidrogen sehingga ada kemungkinan asam dari fasa organik mengikat kembali ion
hydrogen yang terlepas di fasa aqueous sehingga terjadi reaksi reversible dari
persamaan 1
Gambar 8Grafik pengaruh waktu operasi pada proses solvent extraction
SIMPULAN
Penelitian proses solvent extraction terhadap faktor kenaikan Ca yang telah
dilakukan dan dianalisis menggunakan metode Taguchi telah berhasil dilakukan Nilai
faktor kenaikan Ca yang paling optimum adalah 146 yaitu pada percobaan kedua
dengan pH 2 laju alir 174 nisbah volume OA 12 dan waktu proses 2 jam
REFERENSI
SG Alexandre SS Priscila B M Marcelo 2014 Purification of nickel from
multicomponent aqueous sulfuric solutions by synergistic solvent extraction
using Cyanex 272 and Versatic 10 Hydrometallurgy 150 173ndash177
Flett S Douglas 2004 Cobalt-Nickel Separation in Hydrometallurgy a Review
Chesmistry for Suistainable Development 1281-91
Free Michael L 2013 Hydrometallurgy FundamentalandApplications by JohnWiley
amp Sons Inc Hoboken New Jersey USA
Sudibyo S Oediyani S Sumardi E Prasetyo A Junaedi A S Handoko Y I Supriyatna F R Mufakhir F Nurjaman A N Suwirma
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
456
Gupta Chinajib Kumar 2003 Chemical Metallurgy Willey VCH Verlag GmbH amp
CoKGaA India
Habashi F 1997 Handbook of Extractive Metallurgy Volume II Primary Metals
Secondary MetalsLight MetalsWiley-VCH
Du PrezzAC and JS Preston 2004 Separation of nickel and cobalt from calcium
magnesium and manganese by solvent extraction with synergistic mixture of
carboxylic acids The Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy pp 333-338
McDonaldRG 2008 Atmospheric Acid Leaching of Nickel Laterite Review Part I
Sulphuric Acid Technologies Elsivier Hydrometallurgy 91 31-35
Mubarok Zaki M andYunita F Eka 2015 Solvent Extraction of Nickel and Cobalt
from Amonia-Amonium Carbonate Solution by Using LIX 84-ICNS
International Journal of Non-ferrous Metallurgy 4 152-27
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2017 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri 2017
PrasetiyoPuguh 2016 Tidak Sederhana Mewujudkan Industri Pengolahan Nikel
Laterit Sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009 Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubara 12(3)195-207
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KESDM Kajian Supply
Demand Mineral Desember 2012
RitceyGM 1984 Solvent Extraction Elsevier Science Publishing Company Inc
New York
Sait Kursonugli 2017 Solvent Extraction process for Recovery Nickel and Cobalt
from Caldag Laterite Leach SolutionThe first Bench Sacle Study Elsevier
Hydrometallurgy 169 67-68
SidiP Wahyudi M Thoriq 2013 Aplikasi Metode Taguchi Untuk Mengetahui
Optimasi Kebulatan pada Proses Bubut Cnc RekayasaMesin 4(2) 101-108
US Geological Survey Mineral Comodity Summarie Januari 2017
Yuliana 2016 Optimasi Proses Ektraksi Nikel Bijih Laterit Menggunakan Pelarut
Cyanex 272 dan Versatic Acid 10 Universita Lampung
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
457
ANALISIS KANDUNGAN PROKSIMAT MINYAK TENGKAWANG
DARI BUAH Shorea sumatrana
Yusnelti Universitas Jambi
Muhaimin Universitas Jambi
Richo Giwana Resdy
Maulana Universitas Sumatera
Utara
ABSTRACT The fruit of shorea sumatrana can produce vegetable oil known as tengkawang oil is one of the high value non-timber forest products and is an export commodity as a raw material for vegetable fat cosmetic industry and substitution of brown fat Tengkawang oil extraction technology that is used traditionally is by pressing Proximate analysis namely ash content dry matter Proteins fats and carbohydrates From the analysis results obtained 105 dry ingredients of 991680 ash content 18469 protein 08770 fat 888674 and carbohydrates 75766 from proximate analysis the highest content of tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is fat amounting to 888674 carbohydrates amounting to 75766 and protein at 0 8770 Tengkawang oil from shorea sumatrana fruit is the highest content of fat KEYWORDS tengkawang oil shorea sumtarana fat carbohydrates protein
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi 36361 Indonesia Email
yusneltiunjaacid
PENDAHULUAN
Shorea sumatrana merupakan salah genus dari shorea terdiri dari lebih kurang
150 spesies yang menghasilkan minyak nabati ada 16 spesies termasuk salah satunya
shorea sumatrana pada famili dipterocarpaceae Dari hasil penelusuran secara internet
maupun pustaka bahawa minyak nabati dari shorea sumatran kandungan proksimat
belum ada diteliti Minyak tengkawang yang berasal dari bijibuah tumbuhan
tengkawang ini di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin
sabun dan kosmetik (Sumadiwangsa 2007)
Minyak tengkawang yang berasal dari biji tumbuhan tengkawang ini
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lilin coklat margarin sabun dan kosmetik
(Sumadiwangsa 2007) dan dapat digunakan sebagai pengawet bahan makan pada
mie penyedap masakan (Kusumaningrum et al 2012)
Shorea sumatrana adalah tumbuhan endemiknya Provinsi Jambi merupakan
salah satu dari kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah buah nya dikenal
dengan buah tengkawang buah shorea sumatrana diolah menghasilkan minyak nabati
dikenal dengan minyak tengkawang nilai jual minyak ini sangat tinggi Manfaat
minyak nabati minyak tengkawang secara empiris digunakan sebagai pengawet
penangan makanan nasi minyak dalam pesta pernikahan masyarakat desa di provinsi
Jambi sebagai obat diare kosmetik pelebat kulit muka dan anti enging pembuatan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
458
bahan dasar mentega sabun dan pengawet makanan dan sebegai bahan dasar
lipstik (Kusumaningrum dan Yusnelti 2018) dan dalam dunia perdagangan dikenal
dengan nama illife nut atau borneo tallow nut Buah shorea sumatrana menghasilkan
minyak nabati minyak mengandung lemak minyak tengkawang pada suhu kamar
membeku sifat dari lemak tengkawang mirip dengan lemak kakao yaitu tergolong
sebagai cacao butter substitules (CBS) Pengambilan atau pengolahan dari buah
shorea sumatrana ini menjadi lemakminyak dapat di lakukan dengan tiga cara yaitu
dengan cara pengempaan perebusan dan pelartuta (ekstraksi) menggunakan pelarut
organik n-heksana (Kateren 1986) Dari segi teknis ekstraksi dengan pelarut organik
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan cara lain antara lain adalah
tingginya nilai rendemen minyaklemak karena nilai polar yang relatif sama dengan
lemak dengan n-heksana (Hartanti 1995) karena menghasilkan minyaklemak nabati
dan belum ada di teliti barapa kandungan lemak protein dan karbohidrat pada minyak
nabati ekstraksi menggunakan pelarut organik n-heksana Dimana minyak yang
dihasilkan akan digunakan sebagai bahan dasar kosmetik yaitu lipstik Metode
pengambilan minyak lemak secara shokletasi (lemak) analisis kandungan minyak
menggunakan metode labu kejedal (protein) dan titrasi dan dianalisis kandungan
proksimat berapa persen dalam minyak nabati tengkawang dari buah shorea
sumatrana
METODE PELAKSANAAN
Buah shorea sumatrana diperoleh dari desa seling kecamatan Tabir Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi 1 kg buah shorea bersihkan dan dijemur dengan terik panas
matahari selama beberap hari samapi kering kemudian di tumbuh dengan alat grinda
menghasilkan serbuk buah shorea sumatrana1000 gram Serbuk buah sumatrana di
shokletasi dengan menggunakan pelarut organik n-heksana Minyaklemak yang
dihasilkan ditentukan kandungan lemak protein (Labu Kjeldahl 100 mL (Pyrexreg
IWAKI TE-32)) dan karbohidrat dari minyak nabati dari buah shorea sumatrana
Bahan yang digunakan buah shorea sumatrana n-heksana kertas saring Alat yang
digunakan labu kejedal sohkletasi buret pipet takar erlenmeyer gelas ukur
kondensorlabu lemak timbangan analisis Kertas saring untuk analisis kandungan
lemakminyak nabati dilakukan di laboratorium peternakan Fakultas Peternakan
uinversitas Jambi
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
459
Gambar 1 Pohon dan buah shorea sumatran
Gambar 2 Minyak dalam borol berwarna putih hasil ekstraksi dan kuning minyak
hasil kempa
Ekstraksi Minyak
Sebanyak 500 gram serbuk buah tengkawang di bungkus dengan kertas saring
dimasukkan kedalam tabung sokletasi dan pelarut organik n-heksana Dipanaskan
dengan menggunakan lampu brunsen atau dengan alat mantel dilakukan soxhletasi
sampai menghasilkan minyak Minyak nabati tengkawang yang diahsilkan dianalisis
kandungan proksimat (lemak protein dan karbohidrat kadar abu) Analsis karbohidrat
menggunakan Metode destruksi Protein metode kejhdahl Analisis kandungan
proksimat pada minyak nabati tengkawang dilakukan dilaboratorium Fakultas
Peternakan Universitas Jambi tanggal 20 April 2018
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
460
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar lemak di analisis dengan menggunakan metode Ekstraksi Soxhlet (Apriantono
1988) yaitu Mengeringkan labu dalam oven yang ukurannya sesuai alat ekstraksi
soxhlet
Penentuan kadar lemak adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu 105degC
dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar
lemak dalam berbagai sampel Praktikum ini menggunakan metode Soxhlet (AOAC
2005) metode Soxhlet (AOAC 2005) adalah metode analisis kadar lemak dengan
menggunakan suhu 105degC selama 30 menit sampai berat konstan Dari hasil
sohkletasi minyak dengan menggunakan 500 gram serbuk buah shorea sumatrana
seberat 375 gram minyak tengkawang warna minyak putih dan membeku pada suhu
kamar Kemudian di analisis kandungan proksimat pada minyak tengkawang
Tabel 1 Analisi kandungan Prosimat dalam minyak tengkawang (shorea sumatrana)
No Sampel Bahan kering
105 0C ()
Kadar Abu
()
Lemak
()
Protein
()
KH
()
1 Minyak nabati tengkawang
991680 18469 888674 08770 75766
Dari tabel 1 hasil analisis proksimat di peroleh tertinggi adalah lemak sebesar
8886 74 persen Jika di bandingkan dengan genus shorea yang lain yaitu shorea
stenoptera sebesar 571 shorea penanga sebesar 1572 shorea mecisopteryx sebesar
923 dan shorea parvifolia sebesar 38 41 lemak kakao 4986 (cacoa fat) (
Junaidi et al 2007)
Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh
bersifat padat Lemak merupakan senyawa-senyawa organik yang terdapat dialam
serta tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti dietil
eter kloroform benzen (tidak boleh digunakan lagi karena pelarut karsiogenik)
heksana dan hidrokarbon lainnya
Terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh lemak jenuh
terdapat pada pangan hewan (Makdoeld 2002) kadar lemak dalam suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan cara ekstraksi kering dan ekstraksi basahekstraksi lemak
kering dapat dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet Pada prinsipnya metode
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
461
soxhlet ini menggunakan sampl lemak kering yang di ekstraksi secra terus menerus
dalam pelarut jumlah yang konstan (Darmasih 1997)
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl karena
umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis protein pada amkanan Metode ini
merupakan metode untuk menetukan kadar protein kasar kaeana terikut senyawa N
bukan protein seperti urea asam nuklenatpurin primidin dan sebagai nyaprinsip
kerja metode kejhdahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik (Usysus
et al 2009) Protein merupakan salah satu mikronutrisi yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan biomolekul Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari sparuh bagian sel Protein menentukan ukuran dan strukturl sel
komponen utama dari enzim yaitu bikatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam
tubuh (Mustika 2012)
Usnsur gizi yang perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat protein miniral
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzimsenyawa dan unsur
tersebut dibutuhkan sebagai makanan bagi sel-sel tubuh seperti syaraf darah Sel -sel
otot untuk memebentuk tubuh (Sediaotama 2004)
Karbohidrat adalah hasil alam yang memiliki banyak fungsi penting dalam
tanaman maupun hewan Melalui fotosintesa tanaman merubah karbon dioksida
menjadi karbohidrat yaitu dalam bentuk selulosa pati dan gulagula Karbohidrat
dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula sederhana pentosa dextrin
selulosa dan pati (Setiyono 2011)
Dari hasil penelitian dari Raden Esa Pangersa G at al 2012 berdasarkan sifat
fisika kimia dan aspek terhadap lemak tengkawang hasil ekatrak dari jenis shorea
stenoptera shorea penanga shorea mecisopteryx dan shorea parvifolia terdapat
fenomena bahwa air cendrung mempengaruhi rendemen lemak yang dihasilkan
Semakin rendah kadar air buah semakin tinggi rendemen lemak yang dihasilkan dan
sebaliknya jika di bandingan dengan ke empat genus shorea tersebut maka shorea
shorea sumatrana kadar lemaknya lebih besar yaitu 88 8674 hal mana jika di lihat
tempat tumbuh dari shorea sumatrana di sekitar tanah pekuburan masyarakat dan
tidak ada sungai atau tingkat kandungan air pada tanahnya kecil karena minyak
tengkawang ini mempunyai sifat yang khas membuat harganya lebih tinggi dari
minyak nabati lain sperti minyak kelapa Lemakminyak tengkawang digunakan
sebagai bahan pengganti minyak coklat bahan lipstik Minyak makan dan bahan obat-
obatan (Alamendah 2009)
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
462
Karena tinggi lemak yang dihasil dari buah shorea sumatrana maka berpotensi
kita kembangkan untuk pembuatan lipstik dan kosmetik lainnya dalam bahan
dasarnya karena lemak yang di hasilkan dari buah shorea sumatrana pada suhu kamar
membeku dan awet dalam jangka 5 tahun tanmpa mengeluarkan bau tengik dari
minyak nabati tengkawang Minyak tengkawang mampu mengahasilkan berbagai
produk-produk daiantaranya lilinsabun kosmetik pengganti lemak coklat dan lain
sebagainya Di dalam makalah ini akan membahas mengenai produk lilin dan sabun
yang berbasis minyak tengkawang Minyak tengkawang ini mampu menghasilkan
minyak nabati dan lemak yang dapat membentuk produk lilin dan sabun Dan di
dalam makalah ini juga akan membahas metode yang dipakai untuk membentuk
produk lilin dan sabun (Putri 2013)
SIMPULAN
Dari hasil analisi proksimat minyak nabati shorea sumatrana atau dikenal
dengan minyak tengkawang adalah kadar bahan kering 105 0C sebesar 991680
kadar Abu sebesar 18469 kadar lemak 888674 kadar protein sebesar 08770
dan karbohidrat sebesar 75766 dapat yang tertinggi adalah lemak 888674
REFERENSI
Alamendah 2009 Pohon Tengkawang Berbuah 7 Tahun Sekali Website
httpalamendahwordpresscompohon-Tengkawang-berbuah-7-tahun sekali
Diakses tanggal 18 Nopember 2009
Apriantono A 1988 Analsisi Pangan Bandung ITB
Desyanti M (2013) Analisa kualitatif dan kuantitatif karbohidrat Diunduh kembali
dari httpswwwscribdcom doc147498064Analisa-Kualitatif-DanKuantitatif-
Karbohidrat
Sumadiwangsa S 2007 Nilai dan DayaGuna Penanaman Pohon Tengkawang
(Shorea spp) di Kalimantan (TheValue and Benefit of Tengkawang Tree
(spp) Plantation in Kalimantan Island)Departemen Kehutanan RI Available
fromURL httpwwwdephutgoidindexphpq=ennode351
Kusumaningtyas V A Sulaeman A dan Yusnelti2012 Potensi lemak biji
tengkawang terhadap kandungan mikroba pangan pada pembuatan mie basah
Yusnelti Muhaimin dan Richo Giwana Resdy Maulana
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
463
Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol 14 No 2 Juli 2012 140- 147
ISSN 1411 ndash 0903
Kusumaningrum VA Yusnelti 2018 Paten Pengawet Alami dari Ampas biji
tengkawang (shorea sumatran Sym) dan proses pembuatannya IDP000049943
RI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen Kekayaan Intelektual
Hartanti S 1995 Ekstraksi minyak dedak dengan pelarut heksana pada skala lab
Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor
Junaidi L A Sudibyo TF Hutajulu dan D Abdurakhman 2007 Pengaruh
perlakuan suhu ekstraksi terhadap karakteristik mutu
lemak kakao Balai Besar Industri Agro Bogor
Ketaren S 1986 Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan UI-Press Jakarta
Mulyo Riska Amelia Dwinova Nina Azharman Trisno S Wittresna Julyanty
NurhalimahFika Rafika Hariyanti Arifatush yuni ( Rizqi M Miftachur analisis
kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005) Departemen Gizi Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia IPB 16680 Bogor Indonesia
httpswwwacademiaedu11814276ANALISIS_KADAR_LEMAK_METOD
E_SOXHLET_AOAC_2005_
Putri Yuliana 2013 Minyak Tengkawang Universitas Pendidikan Bandung Bandung
Raden Esa Pangersa G Zulnely amp Evi Kusmiyati 2012 Sifat fisika-kimia lemak
tengkawang dari empat jenis pohon induk Physical-Chemical Properties of
Illipe Nuts Fat from Four Mother Trees Pusat Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No 5 Bogor Telp 0251-8633378
e-mail resapangersagyahoocom
Setiyono L (2011) Pemanfaatan biji kurma (Phoenix dactylifera L) sebagai tepung
dan analisis perubahan mutunya selama penyimpanan Bogor Institut Teknolo
Sunarta Sigit dkk 2017 Analisis Produksi dan Finalisasi Perusahaan Tengkawang
oleh Rakyat Kalimantan Barat Jurnal Hutan Tropis
Wiyono Bambang 2014 Pengolahan Minyak Tengkawang dengan Cara
Pengempaan Hidaraulik Jurnal Penelitian Hasil Hutan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
465
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI KULIT BUAH LIMAU KUIT JERUK
LOKAL KALIMANTAN SELATAN
EXTRACTION OF ESSENTIAL OIL FROM LIMAU KUIT PEEL LOCAL
LIME FRUIT OF KALIMANTAN SELATAN
Azidi Irwan
Universitas Lambung
Mangkurat
Kholifatu Rosyidah
Universitas Lambung
Mangkurat
ABSTRACT Limau kuit is known as a seasoning for Banjarese traditional food due to its sour taste and distinctive aromait potentially has essential oils which are interesting to study This research has been conducted on the skin of lime fruit obtained from Astambul Kabupaten Banjar The essential oils wereisolated by hydrodistillation method for 3 hours of distillation time The samples were preparatedwith two different sample preparation treatments namely fresh samples and dry samples with 1x1 cm2in piece sizeData of research observations included yield of essential oil refractive index specific gravity optical rotation solubility in 70 alcohol and the chemical component of essential oil constituents using Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) The study gave the yield of fresh samples of 0472 refractive index 15989 specific gravity 08966 gmL optical rotation (-) 016 - (+) 3838o and solubility in alcohol 70 1 1 The results of the dry sample are as follows yield 0483 refractive index 14720 specific gravity 09007 gmL optical rotation (+) 228 - (+) 3983O and solubility in alcohol 70 1 5 GC-MS analysis for fresh samples showed 15 dominant components with the five largest components being limonene (GC-MS relative area 6296) -terpenene (1768) -pinena (906) -pinene (177) and sabinene (153) Whereas for dry samples also showed 15 dominant components with the five largest components were limonene (GC-MS relative area 6397) - -pinene (177) and terpin-4-ol (120) The data of this study is the initial scientific information to find out more about essential oils of limau kuit plants with the potential of other plant parts such as leaves fruit flesh or bark
KEYWORDS limau kuit essential oils water distillation GC-MS limonene
Corresponding Author Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru-Kalsel Indonesia e-mail
airwanulmacid
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai sumber daya alam hayati yang sangat banyak dan beragam
Di antara keanekaragaman hayati itu terdapat tanaman-tanaman penghasil minyak
atsiri yang belum semuanya dimanfaatkan (Muhtadin et al 2013) Minyak atsiri
merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah menguap (volatil) dan
bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun atas beberapa komponen yang
mayoritas berasal dari golongan terpenoid dan sebagian senyawa aromatik Komposisi
kimia minyak atsiri tergantung pada jenis tumbuhan daerah tempat tumbuh iklim dan
bagian yang diambil minyaknya (Guenther 2006)
Limau kuit diyakini merupakan jeruk khas lokal Kalimantan Selatan Limau kuit
sering diasosiasikan dengan jeruk purut (Citrus hystrix DC) namun memiliki
perbedaan dimana buahnya lebih besar bentuk daun dan aromanya Jeruk purut
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA
ISBN 978-602-5830-09-9
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
466
telah banyak diteliti kandungan minyak atsirinya Jeruk purut memiliki ukuran buah
lebih kecil dari kepalan tangan bentuknya bulat tetapi banyak tonjolan dan berbintil
mirip dengan limau kuit Kulitnya tebal dan berwarna hijau tua polos atau berbintik-
bintik Kulit jeruk purut memiliki aroma wangi yang agak keras dan kandungan
sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut di
bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetika (Simanihuruk 2013)
Metode distilasi atau penyulingan banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
atsiri Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyulingan dengan air
(hydrodistillation) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) dan
penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation) (Cahyono 1991) Dalam
penelitian ini diterapkan metode hydrodistillation terhadap sampel Pada saat air
mendidih sebagian minyak atsiri akan larut di dalam air yang terdapat pada
kelenjarkantung minyak (Guenther 2006) Penggunaan air sebagai pengekstrak
sangat berguna untuk mengekstraksi zat-zat yang terkandung pada sampel (Hoshino et
al 2014)
Kulit jeruk mengandung minyak atsiri namun biasanya hanya terbuang sebagai
sampah yang saat ini menjadi salah satu masalah di kota-kota besar Untuk mengatasi
masalah ini salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengolah atau mendaur-
ulangnya menjadi produk yang berguna seperti minyak atsiri Kulit buah jeruk masih
mengandung zat berharga seperti flavonoid dan minyak atsiri (Hoshino et al 2014)
Minyak atsiri merupakan produk yang diminati oleh konsumen terutama kalangan
menengah ke atas untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Istianto 2008)
Komposisi senyawa yang lazim terdapat dalam minyak atsiri kulit jeruk adalah
limonena sitronelal geraniol linalol α-pinena mirsena β-pinena sabinena geranil
asetat nonanal geranial β-kariofilena dan α-terpineol (Chutia et al 2009 Hendri
2013)
Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh jumlah komponen dalam minyak atsiri di
mana hal ini secara garis besar tergantung pada jenis dan kualitas bahan baku metode
pengambilan minyak dan perlakuan pada preparasi sampel seperti perlakuan sampel
kering atau segar serta ukuran sampel yang diinginkan Berdasarkan penelitian
Muhtadin et al (2013) sampel kering lebih banyak menghasilkan minyak atsiri
dibandingkan sampel segar Sedangkan semakin kecil ukuran sampel maka akan
semakin besar luas permukaan sehingga kemampuan daya serap juga makin besar dan
minyak atsiri yang terambil makin banyak (Utomo 2014) Belum ada data tentang
minyak atsiri dari limau kuit sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana hasil ekstraksinya dengan metode distilasi air dan mengetahui komponen
kimianya dengan GC-MS
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
467
METODE DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas pipet
volumetrik botol kaca pisau piknometer neraca analitik ohaus oven alat distilasi air
termodifikasi ayakan kertas saring polarimeter refraktometer pemanas listrik
penangas minyak stopwatch dan GC-MS Shimadzu QP2010S Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limau kuit dari Kecamatan
Astambul Kabupaten Banjar-Kalsel Na2SO4 anhidrat dan akuades
Prosedur Kerja
1 Preparasi Sampel
Kulit limau kuit segar sebanyak 5 kg dipotong-potong 1 cm x 1 cm sama halnya
dengan kulit yang keringnya
2 Distilasi
a Distilasi Kulit Segar
Sebanyak 5 kg sampel kulit segar hasil preparasi ditimbang dimasukkan
kedalam alat distilasi dan ditambahkan akuades sampai tinggi air 10 cm dari
batas atas sampel kemudian dipanaskan selama 3 jam Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampungMinyak yang masih
mengandung sedikit air ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan
dalam lemari pendingin
b Distilasi Kulit Kering
Kulit limau kuit yang dikeringkan pada prosedur di atas dimasukkan ke
dalam alat distilasi dan perlakukan seperti sampel kulit segar Destilat air
dikeluarkan lebih dahulu dan minyak atsiri ditampung Minyak atsiri
kemudian dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat lalu disimpan dalam lemari
pendingin
c Karakterisasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri kulit buah limau kuit dikarakterisasi mutunya meliputi
rendemen berat jenis putaran optik indeks bias dan kelarutan dalam alkohol
70
d Kandungan komponen minyak atsiri
Penentuan kandungan komponen minyak atsiri kulit buah limau kuit
dilakukan dengan GC-MS berupa data senyawa kimia dan konsentrasi dari
masing-masing komponen yang dianalisis secara deskriptif
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
468
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen distilasi kulit limau kuit diketahui setelah dimurnikan dengan Na2SO4
anhidrat Rendemen sampel segar adalah 0472 dan sampel kering adalah 0483
a Berat Jenis
Berdasarkan pengujian berat jenis dari sampel segar adalah 08966 gmL
Sedangkan berat jenis dari sampel kering adalah 09007 gmL Jika dibandingkan
dengan berat jenis minyak nilam berat jenis yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI
Standar SNI untuk minyak atsiri jeruk-jerukan belum ditentukan Nilai bobot jenis
minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya dan sangat
mungkin bervariasi tergantung dari jenis minyak atsirinya Semakin tinggi kadar fraksi
dengan bobot yang tinggi maka berat jenis semakin tinggi
b Putaran Optik
Penentuan putaran optik dilakukan pada suhu ruangan menggunakan polarimeter
Hasil putaran optik untuk sampel segar adalah (-) 016 ndash (+) 3838 dan untuk sampel
kering adalah (+) 228 ndash (+) 3983 Data tersebut jika dibandingkan dengan SNI
persyaratan minyak nilam memang tidak memenuhi syarat namun tiap minyak atsiri
memiliki sifat fisik masing-masing Putaran optik dipengaruhi komponen yang
terdapat didalamnya yang dapat mempengaruhi bidang polarisasi
c Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan pada suhu ruangan menggunakan
refraktometer Hasil pengamatan indeks bias untuk sampel segar adalah 15989
Sedangkan untuk sampel kering adalah 14720 Indeks bias tiap minyak atsiri berbeda-
beda namun jika dibandingkan dengan SNI minyak nilam maka minyak atsiri kulit
limau kuit tersebut memenuhi persyaratn mutu yaitu 1507ndash1515 Secara teoritis
semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap dalam minyak
atsiri maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
d Penentuan Kelarutan dalam Alkohol 70
Penentuan kelarutan dalam alkohol 70 dilakukan dengan cara memasukkan
minyak atsiri hasil distilasi sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur yang bertutup
berukuran 5 mL atau 10 mL Kemudian ditambahkan etanol 70 tetes demi tetes
Setiap penambahan dilakukan pengocokan sampai diperoleh suatu larutan yang
bening Kelarutan dalam etanol 70 dinyatakan dalam perbandingan 1 volume
minyak dalam Y volume etanol yang digunakan Didapatkan hasil untuk sampel segar
11 Sedangkan untuk sampel kering 15
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
469
e Kandungan komponen minyak atsiri
Gambar 1 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Segar
Berdasarkan gambar kromatogram di atas peak ke 9 merupakan peak tertinggi
yang berarti komponen terbanyak pada sampel segar Senyawa pada peak tersebut
diduga adalah limonena Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut
Tabel 1 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel segar
Puncak (peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10042 047 α-thujena 92
2 10327 177 α-pinena 94
3 11848 153 sabinena 93
4 12067 906 β-pinena 96
5 12469 130 mirsena 95
6 13007 046 oktanal 91
7 13513 038 α-terpinena 93
8 13833 087 benzena (1-metil-x-
Isopropil) 92
9 14171 6296 limonena 95
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
470
10 15124 1768 γ-terpenena 95
11 15999 090 terpenolena 94
12 19274 048 terpeni-4-ol 94
13 19792 086 α-terpeniol 94
14 20003 048 dodekanal 90
15 28138 079 germakrena 90
Total 100
Gambar 2 Kromatogram Minyak Atsiri Kulit Buah Limau Kuit Sampel Kering
Tabel 2 Komponen senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri kulit limau kuit untuk
sampel kering
Puncak
(peak)
Waktu
Retensi
(menit)
Kadar
Relatif
()
Senyawa
SI
(Similarity
Index)
()
1 10037 042 α-thujena 92
2 10322 177 α-pinena 94
3 11847 119 sabinena 94
4 12061 930 β-pinena 96
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
471
5 12464 118 mirsena 95
6 13833 254 benzena (1-metil-o (2)-
isopropil) 94
7 14158 6397 limonena 96
8 15104 1511 γ-terpenena 96
9 15463 043 linalool oksida 92
10 16001 054 alosimena 91
11 19283 120 terpeni-4-ol 93
12 19825 098 α-terpeniol 95
13 20002 076 dodecanal 89
14 26740 020 1) trans-α-
bergamotena
90
15 28135 042 germacrena 88
Total 100
Berdasarkan data GC MS kandungan terbanyak dari minyak atsiri kulit limau kuit
hasil analisis adalah limonena dan yang kedua golongan terpenena Sedangkan untuk
sampel kering sama dengan sampel segar hanya sedikit berbeda dalam hal
konsentrasinya Lima komponen terbesar dari sampel segar adalah limonene (6296)
γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena (177) dan sabinena (153)
Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar limonene (6397) γ-terpenena
(1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan terpine-4-ol (120) Jadi
perbedaan komponen minyak atsiri kulit limau kuit untuk sampel segar dan kering
terlihat pada komponenndashkomponen penyusun lainnya dalam konsentrasi yang lebih
kecil
Penelitian jeruk purut yang telah dilakukan oleh Wungsintaweekul et al (2010)
dengan metode hydrodistillation melaporkan kulit C hystrix memiliki komposisi
sitronelal 2385 sabinena 155 limonena 113 β-pinena 182 dan lain-lain
Penelitian lain dengan metode distilasi uap-secara otomatis menghasilkan sitronelal
753 sabinena 3122 limonena 2068 β-pinena 3296 dan lain-lain (Kasuan
et al 2013) Sementara Yusoff et al (2013) dengan metode distilasi uap dengan
hidro-difusi menghasilkan komponen sitronelal 1748 sabinena 2749 limonena
2872 β-pinena 715 dan lain-lain Sedangkan Jantan et al (1996) dengan
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
472
metode distilasi air mendapatkan hasil sitronelal 1167 limonena 1416 β-pinena
3925 dan lain-lain
Limau kuit selalu diasosiasikan dengan jeruk purut dikarenakan morfologi kulit
buahnya yang berkerut meskipun terbukti keduanya berbeda dalam banyak hal
seperti ukuran buah bentuk daun dan aroma yang dikeluarkannya Berikut data
tentang minyak atsiri jeruk purut (Tabel 3)
Tabel 3 Perbandingan komponen utama penyusun minyak atsiri jeruk purut dengan
berbagai metode pengambilanekstraksi
Senyawa
Komposisi komponen utama pada minyak atsiri
jeruk purut
1 2 3 4
sitronelal 1167 2385 753 1748
limonena 1416 113 2068 2872
α-pinena - - - -
β-pinena 3925 182 3296 715
sabinena - 155 3122 2749
Keterangan
1 Jantan et al (1996) metode distilasi air
2 Wungsintaweekul et al (2010) metode distilasi air
3 Kasuan et al (2013) metode distilasi uap
4 Yusoff et al (2013) metode distilasi uap-difusi air
Limonena merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat mempengaruhi bidang
polarisasi Komponen-komponen pada sampel segar memiliki rantai induk lebih
panjang dibanding dengan sampel kering hal ini terlihat dari komponen sampel segar
yang memiliki rantai induk lurus yaitu dodekanal dan oktanal Sedangkan pada
sampel kering hanya ada dodekanal Semakin panjang rantai karbon dan semakin
banyak ikatan rangkap dalam minyak atsiri maka semakin besar pula nilai indeks
biasnya Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat terlihat beberapa senyawa kimia yang
meningkatkan kelarutannya terhadap alkohol yaitu dengan hadirnya atom oksigen
berupa gugus hidroksil dan karbonil Sebagai contoh linalool oksida hanya terdapat
pada sampel kering Linalool merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
bakteri
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
473
SIMPULAN
Rendemen minyak atsiri kulit buah limau kuit dari sampel segar sebesar 0472 berat
jenis 08966 gmL putaran optik (-) 016 ndash (+) 3838 indeks bias 15989 dan
kelarutan dalam alkohol 70 11 Sedangkan dari sampel kering rendemen sebesar
0483 berat jenis 09007 gmL putaran optik (+) 228 ndash (+) 3983 indeks bias
14720 dan kelarutan dalam alkohol 70 15 Kandungan terbesar dari kedua minyak
atsiri yang dihasilkan adalah limonena Lima komponen terbesar dari sampel segar
adalah limonene (6296) γ-terpenena (1768) β-pinena (906) α-pinena
(177) dan sabinena (153) Dari sampel kering diperoleh lima komponen terbesar
limonene (6397) γ-terpenena (1511) β-pinena (930) α-pinena (177) dan
terpine-4-ol (120) Saran dari penelitian ini adalah untuk mengkaji metode ekstraksi
yang lain sehingga diperoleh metode yang paling baik untuk pengambilan minyak
atsiri kulit buah limau kuit
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA ULM atas dana
penelitian lewat program penelitian DIPA Fakultas MIPA ULM tahun 2018 dan
mahasiswa-mahasiswa yang terlibat dan menjadi bagian dari tim penelitian kimia
tanaman limau kuit
REFERENSI
Alneedya 2011rdquoLimau Sundairdquo httpsmutasyaghairumutasyawordpresscom
(diakses 26 Januari 2017)
Cahyono B 1991 Segi Praktisi dan Metode Pemisahan Senyawa Organik Kimia
MIPA UNDIP Semarang
Chutia M Bhuyan DP Pathak MG Sarma TC Boruah P 2009 ldquoAntifungal
Activity and Chemical Composition of Citrus reticulata Blanco Essential Oil
Against Phytopathogens from North East Indiardquo Journal Food Science and
Technology vol 42 777-780
Guenther E 2006 ldquoMinyak Atsiri Jilid 1rdquo Penerjemah Ketaren S Penerbit UI Press
Jakarta
Hoshino R Wahyudiono Machmudah S Kanda H Goto M 2014 ldquoSimultaneous
Extraction of Water and Essential Oils from Citrus Leaves and Peels Using
Liquefied Dimethyl Etherrdquo Journal Nutrition and Food Sciences vol 4(301) 1-
5
A Irwan K Rosyida
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
474
Istianto M 2008 ldquoMinyak Atsiri Jeruk Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit
Jerukrdquo Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian Tanaman Buah
Tropika vol 30(6) 7-8
Jantan I Abu SA Abdul R A Nor NAMA Ayop N 1996 ldquoChemical
composition of some Citrus oils from Malaysiardquo J Essent Oil Res 8 627ndash632
Kasuan N Muhammad Yusoff Z Rahiman MHF Taib MN Haiyee ZA2013
ldquoExtraction of Citrus Hystrix DC (Kaffir Lime) Essential Oil Using Automated
Steam Distillation Process Analysis Of Volatile Compoundsrdquo Malaysian
Journal of Analytical Sciences vol 17(3) 359ndash369
Ketaren S 1985 ldquoPengantar Teknologi Minyak Atsirirdquo Balai Pustaka Jakarta
Muhtadin AF Wijaya R Prihartini P Mahfud 2013 ldquoPengambilan Minyak Atsiri
dari Kulit Jeruk Segar dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam
Distillationrdquo Jurnal Teknik Pomits vol 2(1) F 98 ndash 101
Pavia D L Lampman GM Kritz GS Engel RG 2006 ldquoIntroduction to Organic
Laboratory Techniques (4th Ed)rdquo Thomson BrooksCole pp 797ndash817
Sastrohamidjojo H 2004 ldquoKimia Minyak Atsirirdquo Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Simanihuruk N 2013 ldquoEkstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Purut (Citrus
Hystrix DC) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif
Minyak Gosokrdquo Jurnal Pengolahan Hasil PertanianUPT-P Balai Latihan
Transmigrasi Pekanbaru 1-24
Utomo S 2014 ldquoPengaruh Waktu Aktivasi Dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif Dari Kulit Singkong Dengan Aktivator NaOHrdquo Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Wungsintaweekul J Sitthithaworn W Putalun W Pfeifhoffe HW Brantner
A2010 ldquoAntimicrobial antioxidant activities and chemical composition of
selected Thai spicesrdquo Songklanakarin Journal of Science and Tecnoology vol
32(6) 589-598
Yusoff ZM Muhammad Z Kasuan N Rahiman MHF Taib MN 2013
ldquoEffect of Temperature On Kaffir Lime Oil by Using Hydro-Diffusion Steam
Distillation Systemrdquo Malaysian Journal of Analytical Sciences vol 17(2) 326
ndash 339
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
475
STRUKTUR ASOSIASI DAN KELARUTAN ZAT WARNA DALAM
SISTEM AIR SURFAKTAN KATIONIK DAN SIKLOHEKSANA
ASSOCIATION STRUCTURE AND SOLUBILITY DYNAMIC OF DYES
IN MICROEMULSIONS OF WATER CATIONIC SURFACTANT AND
CYCLOHEXANE SYSTEM
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Nurul Aisyah
Universitas Negeri
Padang
Umar Kalmar
Nizar
Universitas Negeri
Padang
Deski Beri
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT When a surfactan was added to a mixture of water and oil the surfactant could form a variety of surfactant assosiation structure namely water in oil (wo) and oil in water (ow) microemulsion lamellar liquid crystal and hexagonal liquid crystal In this research it just focused on solubility of methyl red and methylene blue in oil in water (ow) microemulsion and lamellar liquid crystal areas in the water (pH=45 pH=70 and pH=95) cationic surfactant (Hexadecyl trymethyl ammonium bromide) and cyclohexana Result showed that in lamelar liquid crystal areas the refractive index and the solubility of methyl red and methylene blue were higher than in ow microemulsion areas Whereas the vicosities of solubility methyl red and methylene blue in oil in water microemulsion areas were lower than its solubility in lamellar liquid crystal KEYWORDS lamellar liquid crystal microemulsion refractive index solubility viscosity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131 Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Teknologi mikroemulsi telah banyak diterapkan dalam industri kosmetik dan
farmasi pada pembuatan sistem pengiriman obat dan beberapa preparasi dari obat
karena mikroemulsi berpotensi untuk meningkatkan daya permeabilitas obat untuk
berdifusi memiliki tampilan yang bagus dan dapat melarutkan obat (Basheer et al
2013) Mikroemulsi merupakan campuran air minyak dan surfaktan yang stabil secara
termodinamika Kestabilan mikroemulsi diperoleh dari hadirnya surfaktan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka minyak dan air Surfaktan merupakan komponen
penting dalam menstabilkan mikroemulsi air dan minyak (Bumajdad et al 2004)
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
476
Surfaktan atau surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik Ketika surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran air dan minyak maka surfaktan dapat membentuk mikroemulsi
dengan berbagai macam struktur asosiasinya (emulsi misel lamelar heksagonal
kubik gel dan dispersi minyak) yang bergantung kepada perbandingan komponen-
komponen dalam campuran Kelarutan zat warna pada struktur asosiasi yang terbentuk
dari sistem air surfaktan dan minyak merupakan kajian yang menarik karena
banyaknya industri yang membutuhkan zat warna dalam proses produksinya
menggunakan mikroemulsi dan kristal cair sebagai pelarut seperti industri cat
kosmetik tinta finishing tekstil dan obat-obatan
Mikroemulsi yang diperoleh dari campuran surfaktan air dan sikloheksana
diharapkan dapat digunakan sebagai sediaan tinta printer Tinta printer yang tersedia
dipasaran terdiri dari empat warna yaitu merah kuning biru dan hitam Untuk itu
kelarutan zat warna yang diuji mengarah kepada sediaan tinta printer tersebut Warna
merah dapat dihasilkan dengan menggunakan methyl red warna kuning diperoleh
dengan mengunakan methyl yellow warna biru diperoleh dengan menggunakan
methylene blue dan warna hitam dihasilkan dengan menggunakan carbon black
Penelitian pembuatan diagram fasa dari campuran air minyak dan surfaktan
sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan Gobah
(2014) telah melakukan penelitian mengenai struktur asosiasi dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air Brij-35 dan Pentanol Dari hasil penelitian
Gobah diperoleh dua wilayah fasa yaitu mikroemulsi dan kristal cair yang tidak
mengalami perubahan wilayah fasa dengan perubahan pH air pada sistem (Gobah
2014) Singh (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perbandingan
surfaktan (Tween-80) dan kosurfaktan (propilen glikol) terhadap daerah mikroemulsi
pada suhu 25oC Dari hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa daerah mikroemulsi
dengan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 11 21 dan 31 tidak mengalami
perubahan Wang (2014) juga telah melakukan pemetaan diagram fasa dalam sistem
air surfaktan (tween-20 dan tween-40) dan lemon oil Dari penelitian tersebut
menggunakan tween-20 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi ow
mikroemulsi wo bifasa yang transparant emulsi nanoemulsi dan gel sementara
dengan menggunakan tween-80 diperoleh enam wilayah fasa yaitu mikroemulsi wo
mikroemulsi ow bifasa transparan gel dan kristal cair
Pada penelitian ini dilakukan pemetaan diagram fasa dan kelarutan methyl red
dan methylene blue dalam sistem air HTAB yang merupakan surfaktan kationik dan
sikloheksana Methyl red dan methylene blue dipilih karena dapat menghasilkan warna
merah dan biru sesuai dengan sediaan tinta printer dipasaran Untuk melarutkan methyl
red dan methylene blue maka dipilih variasi pH 45 7 dan 95
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang telah dilakukan di
Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
477
Universitas Negeri Padang Alat ndash alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peralatan gelas pipet tetes spatula vortex maxi mix II Sentrifugal neraca analitis
acculab pH meter magnetic stirrer tabung reaksi dengan screw cap piknometer 1
mL viskometer Ostwald dan parafilm Bahan- bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah Hexadecyl Trimetyhl Ammonium Bromide (HTAB)
sikloheksana HNO3 encer NaOH Methyl red Methylene blue dan Aqua bidestilata
Preparasi air pH45 dan pH 95 Preparasi air pH 45 dilakukan dengan menambahkan HNO3 sedikit demi sedikit
ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
hingga mencapai pH 45 Begitu juga dengan preparasi air pH 95 dilakukan dengan
menambahkan NaOH sedikit demi sedikit ke dalam 250 mL aquabides lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga mencapai pH 95
Penentuan Komposisi Air Surfaktan dan Sikloheksana
Pada diagram terner diambil titik pada koordinat tertentu Kemudian dilakukan
perhitungan komposisi untuk persentase air surfaktan dan sikloheksana dalam
perbandingan massa sehingga massa total ketiga komponen menjadi 05 gram
Penentuan Struktur Asosiasi Sistem AirHTABSikloheksana
HTAB air dan sikloheksana dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan
komposisi yang ditentukan berdasarkan koordinat tertentu pada diagram terner
Campuran HTAB air dan sikloheksana dihomogenkan dengan menggunakan vortex
mixer mix II Struktur asosiasi surfaktan yang terbentuk diamati secara visual dan
dengan menggunakan parafilm untuk membedakan antara fasa mikroemulsi emulsi
dan kristal cair Pada daerah kristal cair dilakukan pengamatan secara visual untuk
membedakan kristal cair lamelar dan heksagonal Penentuan struktur asosiasi
dilakukan di berbagai titik koordinat yang terdapat pada diagram terner hingga dapat
dibedakan daerah mikroemulsi emulsi dan kristal cair Prosedur yang sama dilakukan
pada kedua sistem yaitu pada air pH 45 pH 7 dan air pH 95
Uji Kelarutan Methyl red dan Methylene blue
Beberapa titik koordinat pada daerah mikroemulsi dan kristal cair yang telah
dipetakan ditandai untuk dilakukan pengujian kelarutan zat warna Sejumlah kecil
methyl red ditambahkan ke dalam mikroemulsi dan kristal cair yang terbentuk dalam
sistem HTAB air dan sikloheksana Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil terus ditimbang Penambahan methyl red dihentikan ketika mulai terbentuknya
endapan Massa metylh red sampai terjadinya larutan tepat jenuh merupakan kelarutan
optimum dari methyl red Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
kelarutan dari methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
478
Karakterisasi Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
1 Pengukuran Indeks Bias
Sampel diteteskan sebanyak tiga tetes ke atas prisma pengukur lalu tempatkan
penutup prisma sambil dikunci Sumber cayaha dihidupkan dan diatur pembacaan
skala alat pada indeks bias 130 Kemudian dilakukan pengukuran indeks bias untuk
sampel yang diinginkan (indeks bias sampel merupakan pembacaan indeks bias saat
tepat diperoleh bayangan terang-gelap di bagian atas skala pembacaan) Pengukuran
indeks bias yang dilakukan pada suhu ruang kemudian dikonversi kedalam suhu 20˚C
dengan menggunakan rumus
( )
Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah penambahan zat warna
2 Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald
type 509 03 yang telah mempunyai dua garis yaitu garis pertama dan garis kedua
Sebanyak 1 mL mikroemulsi dimasukkan melewati tanda batas atas setelah cekung
bawah mikroemulsi tepat berada pada garis pertama stopwatch mulai dinyalakan
Perhitungan waktu akan dihentikan ketika cekung bawah mikroemulsi yang mengalir
melewati pipa kapiler menyentuh garis kedua Waktu (t) yang diperlukan oleh
mikroemulsi untuk melewati pipa kapiler akan dijadikan data yang digunakan dalam
perhitungan untuk menentukan viskositas dari mikroemulsi Viskositas yang diperoleh
dari pengukuran merupakan viskositas kinematik sehingga untuk mengkonversi ke
viskositas dinamik digunakan rumus
( )
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Diagram Fasa dan Penentuan Struktur Asosiasi
Campuran air HTAB dan sikloheksana dapat menghasilkan berbagai macam
bentuk struktur asosiasi surfaktan Beberapa struktur asosiasi yang dibentuk oleh
campuran ini adalah mikroemulsi minyak dalam air (ow) mikroemulsi air dalam
minyak (wo) emulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Struktur asosiasi
surfaktan ini terbentuk didalam ketiga sistem dengan perubahan posisi dan luas daerah
struktur asosiasi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
479
Gambar 1 Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 45
Gambar 2Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 7
Gambar 3Diagram Fasa Sistem Air HTAB dan Sikloheksana pada pH 95
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
480
Berdasarkan Gmbar 1 Gambar 2 dan Gambar 3 perbedaan ketiga diagram fasa
terdapat pada luas daerah pada ketiga sistem dipengaruhi oleh pH dari sistem dan
struktur dari HTAB Surfaktan kationik ketika ditambahkan air dapat menurunkan pH
(Keasaman) dari sistem HTAB yang merupakan surfaktan kationik dengan adanya Br-
ketika ditambahkan H+ berlebih maka akan membuat minyak terkurung didalam lautan
air yang menyebabkan gugus hidrofobik dari surfaktan mengarah kedalam dan gugus
hidrofilik mengarah keluar Secara umum keadaan dimana gugus hidrofobik dari
surfaktan mengarah kedalam dan gugus hidrofilik menghadap keluar dinamakan
mikroemulsi minyak dalam air (ow) Ketika HTAB ditambahkan OH- berlebih tidak
terlalu berpengaruh karena HTAB menurunkan pH dari sistem menjadi asam
Akibatnya gugus hidrofobik mengarah kedalam dan gugus hidrofiliknya mengarah
keluar yang menghasilkan mikroemulsi minyak dalam air (ow) Dengan kehadiran
OH- maka ketersediaan H
+ tidak sebanyak didalam suasana asam Secara umum dapat
dikatakan bahwa dengan menggunakan surfaktan kationik luas daerah mikroemulsi
minyak dalam air (ow) pada suasana asam (pH 45) akan lebih besar dibandingkan
dengan luas daerah mikroemulsi minyak dalam air (ow) pada suasana basa (pH 95)
Kelarutan Zat Warna
Methyl red dilarutkan dalam mikroemulsi dan kristal cair pada sistem air
surfaktan dan sikloheksana pada pH 45 Methylene blue dilarutkan dalam
mikroemulsi dan kristal cair lamelar pada sistem air surfaktan dan sikloheksana pada
pH 7 Methylene blue juga dilarutakan dalam mikroemulsi dan kristal cair lamelar
pada sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 95 Hal ini dikarenakan methyl red
akan menghasilkan warna merah pada pH dibawah 45 sementara jika diatas pH 62
maka methyl red akan menghasilkan warna kuning Begitu juga pada methylene blue
dilarutkan pada pH 95 karena methylene blue hanya akan menghasilkan warna biru
pada suasana basa sementara jika dibawah pH 6 methylene blue akan menghasilkan
warna hijau (Merk 2008 2013)
Tabel 1 Kelarutan Methyl red dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methyl red
Mikroemulsi 04916 mgmL
Kristal cair lamelar 06318 mgmL
Tabel 2 Kelarutan Methylene blue dalam Mikroemulsi dan Kristal Cair Lamelar
Fasa Kelarutan Methylene Blue
pH 7 pH 95
Mikroemulsi 075 mgmL 0225 mgmL
Kristal Cair Lamelar 122 mgmL 01167 mgmL
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
481
Pada mikroemulsi methyl red dan methylene blue yang bersifat azo hanya dapat
berinteraksi dengan molekul-molekul air yang terdapat pada bagian luar Molekul-
molekul minyak pada mikroemulsi tidak dapat berinteraksi dengan methyl red dan
methylene blue karena molekul-molekul minyak terkepung oleh molekul-molekul air
Kristal cair lamelar memiliki struktur yang berlapis-lapis Interaksi methyl red dan
methylene blue yang bersifat azo dengan kristal cair lamelar terjadi pada kedua gugus
polar dan non polar Interaksi methyl red dan methylene blue dengan mikroemulsi
lebih rendah dibandingkan interaksi methyl red dan methylene blue dengan kristal cair
lamelar sehingga kelarutan methyl red dan methylene blue dalam mikroemulsi lebih
rendah dibandingkan kelarutan methyl red dan methylene blue dalam kristal cair
lamelar
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan tujuan untuk melihat kehomogenan
pelarutan zat warna dalam mikroemulsi dan kristal cair Pengukuran indeks bias
dilakukan pada sampel mikroemulsi dan kristal cair dalam sistem air HTAB dan
sikloheksana sebelum dan setelah ditambahkan zat warna
Gambar 4Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 4 indeks bias dari mikroemulsi sebelum ditambahkan
methyl red lebih rendah dibanding dengan indeks bias dari mikroemulsi setelah
ditambahkan methyl red Nilai indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi dari sistem semakin besar konsentrasi maka nilai indeks bias dari sistem
akan bertambah besar Penambahan methyl red ke dalam sampel mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
482
menyebabkan konsentrasi sistem bertambah besar sehingga nilai indeks bias dari
sistem juga bertambah besar
Berdasarkan Gambar 5 indeks bias dari kristal cair lamelar mengalami
perubahan peningkatan setelah ditambahkan zat warna methyl red Nilai indeks bias
dari kristal cair lamelar setelah ditambahkan methyl red lebih tinggi dibandingkan
sebelum ditambah methyl red Peningkatan konsentrasi sistem dengan penambahan
methyl red menyebabkan nilai indeks bias setelah penambahan methyl red lebih tinggi
dibandingkan sebelum ditambahkan methyl red
Gambar 5 Indeks Bias Vs Kandungan Air Kristal Cair Lamelar pada pH 45 sebelum
dan sesudah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 6 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 7 sebelum
ditambahkan zat warna lebih besar dibandingkan dengan setelah ditambahkan zat
warna Hal ini berlawanan dengan teori bahwa nilai indeks bias akan bertambah besar
seiring dengan peningkatan konsentrasi sistem Peningkatan kandungan air pada
mikroemulsi pH 7 tidak berpengaruh pada nilai indeks bias mikroemulsi pada pH 7
Gambar 6 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
483
Berdasarkan Gambar 7 indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH 7
setelah ditambahkan Methylene blue memiliki nilai indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan dengan sebelum ditambahkan methylene blue
Gambar 7 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
Gambar 8 Indeks Bias Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
sesudah ditambahkan methylene blue
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
484
Berdasarkan Gambar 8 indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 lebih
kecil dibandingkan nilai indeks bias dari sampel mikroemulsi pada pH 95 setelah
ditambahkan methylene blue pada sampel mikroemulsi sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue peningkatan kandungan air membuat nilai indeks bias
mendekati nilai indeks bias air yaitu sebesar 130
Gambar 9 Indeks Bias Vs Kandungan Air kristal cair lamelar pada pH 95 sebelum
dan sesudah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 9 nilai indeks bias dari sampel kristal cair lamelar pada pH
95 setelah ditambahkan methylene blue lebih kecil dibandingkan sebelum
ditambahkan zat warna methylene blue peningkatan kandungan air dalam sistem
membuat nilai indeks bias dari sistem semakin kecil (semakin mendekati nilai indeks
bias air)
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan pada mikroemulsi dalam kondisi asam netral
dan kondisi basa dan mikroemulsi dengan penambahan zat warna pada kondisi asam
netral dan basa Viskositas pada penelitian diukur dengan menggunakan viskometer
ostwald type 509 03 Nilai viskositas dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan
oleh cairan (mikroemulsi) untuk mengalir mencapai batas bawah yang ditentukan
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
485
Gambar 10Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 45 sebelum dan
setelah ditambahkan methyl red
Berdasarkan Gambar 10 dilihat bahwa penambahan zat warna methyl red pada
mikroemulsi pH 45 menyebabkan perubahan nilai viskositas Secara umum nilai
viskositas sebelum ditambahkan methyl red lebih besar dibanding dengan setelah
penambahan methyl red kecuali pada kandungan air 90 dimana viskositas sebelum
penambahan methyl red lebih kecil dibandingkan setelah penambahan methyl red
Gambar 11Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 7 sebelum dan setelah
ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 11 penambahan zat warna methylene blue dalam sampel
mikroemulsi pada pH 7 memberikan perubahan pada nilai viskositas dari mikroemulsi
tersebut Nilai viskositas dari mikroemulsi pada pH 7 memiliki pengecualian pada
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
486
kandungan air 83 dimana viskositas setelah ditambahkan zat warna lebih besar
dibandingkan sebelum penambahan zat warna
Gambar 12Viskositas Vs Kandungan Air Mikroemulsi pada pH 95 sebelum dan
setelah ditambahkan methylene blue
Berdasarkan Gambar 12 viskositas dari mikroemulsi pada pH 95 mengalami
perubahan setelah ditambahkan methylene blue Viskositas mikroemulsi pada pH 95
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan viskositas mikroemulsi pada pH 95
setelah ditambahkan methylene blue Perubahan nilai viskositas menjadi lebih kecil
setelah ditambahkan zat warna berarti bahwa sistem menjadi lebih cair setelah
ditambahkan zat warna Perubahan nilai viskositas menjadi lebih besar setelah
penambahan at warna berarti bahwa sistem menjadi lebih kental setelah ditambahkan
zat warna
SIMPULAN
Campuran air HTAB dan sikloheksana membentuk tiga struktur asosiasi yaitu
mikroemulsi kristal cair lamelar dan kristal cair heksagonal Kelarutan methyl red
paling tinggi yaitu di dalam sampel kristal cair lamelar dalam sistem Air HTAB dan
sikloheksana pada pH 45 yaitu sebanyak 20 mgmL Kelarutan methylene blue
paling tinggi di dalam sistem air HTAB dan sikloheksana pada pH 7 yaitu sebanyak
20 gmL sampel Homogenitas methyl red dan methylene blue secara mikroskopis
dilihat dari data perubahan indeks bias sampel sebelum ditambah zat warna dengan
setelah ditambah zat warna Pada setiap sistem homogenitas methyl red dan methylene
blue dalam sampel berbeda-beda dan dapat dibuktikan dari dari perubahan indeks
bias Viskositas dari sampel mikroemulsi sebelum dan sesudah ditambahkan zat warna
mengalami perubahan yang disebabkan perubahan struktur mikroemulsi
A Putra N Aisyah UK Nizar D Beri A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
487
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 456UN3513LT2019
REFERENSI
Basheer HS Noordin MI dan Ghareeb MM 2013 ldquoCharacterization of
Microemulsions Prepared using Isopropyl Palmitate with various Surfactants and
Cosurfactantsrdquo Tropical Journal of Pharmaceutical Research vol 12 (June)
305ndash310
Bumajdad A Eastoe J 2004 ldquoConductivity of water-in-oil microemulsions
stabilized by mixed surfactantsrdquo 274 268ndash276 doi101016jjcis200312050
Gobah P L 2014 ldquoStruktur Asosiasi dan Kelarutan Methyl red dan Methylen Blue
dalam Sistem Air Brij-35 dan Pentanolrdquo Jurusan Kimia Universitas Negeri
Padang
Merck 2008 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methyl redrdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Merck 2013 ldquoMaterial Safety Data Sheet Methylene bluerdquo (Diakses tanggal 21
November 2014)
Singh PK Iqubal MK Shukla VK Shuaib M 2014 ldquoReview Article
Microemulsions Current Trends in Novel Drug Delivery Systemsrdquo 1
(February) 39ndash51
Wang Y 2014 ldquoPreparation of Nano and Microemulsions using Phase Inversion and
Emulsion Titration Methodsrdquo Massey University Auckland New Zealand
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
488
KOMPOSIT SELULOSA BAKTERIAL-EKSTRAK
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)
COMPOSITE OF BACTERIAL CELLULOSE - ALOE VERA EXTRACT
(Aloe vera Linn)
Ananda Putra
Universitas Negeri
Padang
Fanny Zahratul
Hayati
Universitas Negeri
Padang
Sherly Kasuma
Warda Ningsih
Universitas Negeri
Padang
Elsa Yuniarti
Universitas Negeri
Padang
Ali Amran
Universitas Negeri
Padang
ABSTRACT Aloe vera is one of the medicinal plants found in Indonesia Extract of aloe vera contain active compounds such as phenols tannins and saponins Bacterial cellulose if soaked into Aloe Vera Extract can produce a composite called Bacterial Cellulose-Aloe Vera Extract composite This composites were tested for physical properties (water content) mechanical properties (compressive strength and tensile strength test) and structural analysis (functional group analysis and crystallinity measurement) The results showed that aloe vera extract reduced the water content of the formed composite and affected the compressive strength and tensile strength of bacterial cellulose where the more aloe vera extract (fillers) entered to bacterial cellulose (matrix) the composite elasticity value increased The elasticity value was directly proportional to the tensile strength value and inversely proportional to the strain value The results of FTIR spectra and XRD diffractogram showed that aloe vera extract did not affect bacterial cellulose structure its structure was cellulose-1 type This composite was expected to be one of the basic ingredients that can be used in the biomedical application such as articular cartilage replacement KEYWORDS Bacterial cellulose Aloe Vera Extract CBC-AVE elasticity
Corresponding Author Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Padang Jln ProfDrHamka Air Taw ar Padang 25131
Indonesia Phone +6281267996647 E-mail anandapfmipaunpacid
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Selulosa bacterial (SB) dalam bidang biomedis digunakan untuk
pergantian jaringan salah satunya pengganti jaringan lunak di tubuh sebagai contohnya
yaitu penghubung tulang dengan tulang (ligamen) penghubung otot dengan tulang
(tendon) dan tulang rawan (articular cartilage) Salah satu kendala dalam pemanfaatan
SB dalam bidang biomedis yaitu rendahnya sifat elastisitas dari SB SB memiliki
kekuatan tarik yang tinggi sepanjang arah lapisan serat Akan tetapi nilai modulus
tekanannya rendah Apabila SB ditekan dari sudut tegak lurus arah tumpukannnya
maka air di dalam SB dengan mudah dapat diperas keluar dari gel seperti ditekan
PROSIDING SEMIRATA BKS PTN WILAYAH BARAT BIDANG MIPA ISBN 978-602-5830-09-9
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
489
menggunakan jari dan gel tidak dapat kembali menjadi bentuk semula (Hagiwara et
al 2009) Akibatnya sifat elastisitas dari SB berkurang Hal ini menjadi salah satu
kelemahan SB dalam aplikasinya di dunia medis
Salah satu alternatif lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh SB dengan
elastisitas yang tinggi yaitu menggabungkan SB dengan bahan lain sehingga
membentuk suatu material baru berupa komposit SB berperan sebagai matriks
sementara bahan lain yang berfungsi sebagai filler atau pengisi dapat berupa bahan
alam Salah satu bahan alam yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah
Buaya (Aloe vera Linn) Daging LB disebut juga gel LB (gel mucilaginous) diperoleh
dari mengekstrak LB seperti jelly dari jaringan parenkim Gel LB bermanfaat untuk
(1) penyembuhan luka termasuk kemampuan untuk masuk dan membius jaringan (2)
menghalangi bakteri jamur dan pertumbuhan virus serta (3) bertindak sebagai agen
anti-inflamasi dan meningkatkan aliran darah (Saibuatong 2009)
Ekstrak Lidah Buaya (ELB) mengandung senyawa aktif berupa fenol tanin dan
saponin Tanin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit dan menghentikan
pendarahan yang ringan Fenol memiliki kemampuan sebagai antiseptik dan mencegah
kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada kosmetik dan bermanfaat untuk
regenerasi jaringan Saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptik yang berfungsi
membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul
pada luka (Wijaya 2013) ELB juga mengandung zat aktif monosakarida dan
polisakarida (terutama dalam bentuk mannosa) yang disebut acemannan (acetylated
mannose) (Ening 2007)
Pada penelitian ini komposit antara SB dan ELB bertujuan untuk menghasilkan
suatu komposit yang memiliki sifat lebih elastis dan dapat digunakan dalam dunia
medis misalnya sebagai pengganti tulang rawan (articular cartilage) Variabel yang
akan diteliti adalah pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB selama 123 dan 4
hari serta mengkarakterisasi sifat fisik sifat mekanik (compressive strenght dan
tensile strenght) dan analisis struktur (analisis gugus fungsi dan uji derajat
kristalinitas) yang diinginkan
BAHAN DAN METODE
Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat dan mengkarakterisasi komposit
selulosa bacterial-ekstrak lidah buaya (KSB-ELB) adalah peralatan gelas (labu ukur
gelas kimia gelas ukur) batang pengaduk corong kaca arloji neraca analitis (merk
KERN ABS 220-4 Analytical Balance) oven ( merk Memmert Model 300) pH meter
(merk Seven Easy S20 METTLER-TOLEDO) lampu UV UV box shaker
(modifikasi Laboratotium Material Science) picknometer blender Compressive Test
(merk Toni technik Compressive Test Bauform Model 2020) dan Tensile Strength
(merk Buchel BV Horizontal Tensile Tester model No K465 dengan item 84-58-00-
0002 range 500N 230V-50Hz) kaca Fourrier Transform Infra Red (FTIR) dengan
merk PerkinElmer Frontier Optica X-ray Difraction (XRD) dengan merk Panalytical
X-Pert3Material Research Diffractometer dan wadah plastik ukuran 24x17x4 cm
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
490
panci stainless steel kompor pisau gunting penyaring kain non woven plastik kain
lap koran karet gelang tisu dan kertas label
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain limbah air kelapa (diperoleh dari Pasar
Alai Padang Sumatera Barat) urea (CO(NH2)2) (PT Pupuk Sriwijaya) gula pasir
(C12H22O11) lidah buaya (diperoleh dari daerah mantuang Jorong Batabuah Koto
Baru Nagari Bukik Batabuah Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat) asam cuka (CH3COOH) 25 (PT Brataco Chemica) starter A
xylinum (diperoleh dari Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang dan Laboratorium Tekhnologi
Hasil Pertanian Fakultas Tekhnik Pertanian Universitas Andalas) NaOH teknis (PT
Brataco Bandung) aquades dan air
Preparasi SB
Sebanyak 4000 limbah air kelapa disaring dengan menggunakan kain non woven
dan penyaring Limbah air kelapa yang telah disaring dimasukkan ke wadah panci
stainless steel yang berkapasitas 5000 mL Ditambahkan 400 gram C12H22O11 dan 10
gram CO(NH2)2 dengan perbandingan 101001 (VW) Campuran diasamkan
dengan penambahan CH3COOH 25 (VV) hingga mencapai pH 4-45 (plusmn80 mL) dan
di panaskan sampai mendidih Dalam keadaan panas 600 mL campuran dituangkan
kedalam wadah fermentasi dengan ukuran 24x17x4 cm dan ditutup menggunakan
kertas koran yang telah disterilkan Campuran didinginkan hingga suhu kamar (plusmn28 oC) Secara aseptik campuran ditambahkan 10 (VV) (plusmn60 mL) starter A xylinum
Difermentasi sampai terbentuk SB dengan ketebalan plusmn1 cm (selama plusmn7 hari) Setelah
SB mencapai ketebalan plusmn1 cm SB siap dipanen
Pencucian dan Pemurnian SB
SB hasil fermentasi dicuci dengan menggunakan air mengalir dan direndam
selama 24 jam SB yang telah dicuci kemudian direndam dimurnikan dengan larutan
NaOH 2 (WV) selama plusmn24 jam Kemudian dilakukan pencucian menggunakan air
mengalir dan disimpan sampai SB digunakan Air perendaman dapat diganti setiap 1
hari sekali
Pembuatan Ekstrak LB
LB dipotong 5 cm dari pangkal dan kemudian sisanya dapat digunakan dalam
pembuatan ELB LB dipotong kecil ndash kecil dan dikupas kulitnya Daging LB
kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Wijaya 2013) 150 gram sampel
yang telah bersih dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 1000 mL air lalu
diblender selama plusmn5 menit untuk menghasilkan ELB Sampel ELB kemudian disaring
menggunakan kain penyaring Filtrat dari sampel dapat digunakan sebagai filler
untuk preparasi KSB-ELB
Preparasi KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
491
SB yang telah dimurnikan dipotong dengan ukuran 2x2x1 cm dan 15x2x1 cm
SB dimasukkan kedalam 300 mL ELB pada wadah plastik dengan variasi waktu
perendaman yaitu 123 dan 4 hari pada suhu kamar plusmn28oC Selama waktu
perendaman dilakukan proses penggoyangan menggunakan shaker Setelah waktu
perendaman sampel yang diperoleh dibersihkan seluruh permukaannya menggunakan
tisu agar menghilangkan sisa-sisa senyawa kimia yang terdapat pada permukaan
sampel tersebut Setelah sampel dibersihkan sampel disimpan dalam wadah plastik
dan dapat digunakan untuk karakterisasi
Karakteristik KSB-ELB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Uji kandungan air dilakukan dengan membandingkan berat basah KSB-ELB
dengan berat kering KSB-ELB Kandungan air dapat dihitung menggunakan rumus
Wc() Wb Wk
Wb
x100
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Sampel yang digunakan untuk menentukan uji kuat tekan berupa KSB-ELB
yang telah dibersihkan dengan ukuran 2x2x1 cm Sampel dicompress sampai pipih
Perhitungan nilai kuat tekan KSB-ELB berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut
dimana
P = Kuat tekan (Pa)
F = gaya tekan (N) dan
A = luas penampang benda (m2)
c Uji Kuat Tarik (Tensile Strenght)
Kuat tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh KSB-ELB
selama proses pengukuran berlangsung sampai putus Semakin tinggi kuat tariknya
maka semakin bagus kualitas dari SB yang dihasilkan Sampel KSB-ELB yang
digunakan berukuran 15x2x1 cm
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Sampel yang digunakan untuk analisis FTIR berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sample holder kemudian diukur
nilai serapan menggunakan alat spektrofotometer FTIR pada bilangan gelombang 600
cm-1 hingga 4000 cm-1
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
492
Sampel yang digunakan untuk analisis XRD berupa KSB-ELB berukuran 2x2x1
cm yang telah dikeringkan Sampel diletakkan pada sampel holder dan menghasilkan
difraktogram yang digunakan untuk menganalisis derajat kristalinitas dari KSB-ELB
Persen derajat kristalinitas dihitung secara manual dengan menimbang hasil
difraktrogram membrane komposit yaitu berat kristalin terhadap berat totalnya (berat
fasa kristalin dan amorf)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi SB
Proses pembuatan SB menggunakan limbah air kelapa dengan penambahan
bakteri A Xylinum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi oksigen pH
dan suhu Bakteri A xylinum dapat tumbuh pada rentang suhu 20ordmC-30ordmC dan pada pH
4-45 (Jagannath et al 2008) A Xylinum dapat tumbuh pada pH 3-75 namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4 atau 3 (Hastuti 2015) Penambahan starter A Xylinum
dilakukan secara aseptik untuk menjaga medium agar tetap dalam keadaan steril
Pada proses pembuatan SB juga terdapat kegagalan Hal ini dipengaruhi oleh
goncangan yang terjadi saat proses fermentasi tidak sterilnya wadah yang digunakan
dan kurang aktifnya bakteri A Xylinum (telah dikembangbiakan lebih dari lima kali)
Wadah yang digunakan harus steril dan tidak boleh tergoncang Seandainya terjadi
goncangan maka SB akan menghasilkan lapisan-lapisan baru yang tidak saling
berikatan
Pemurnian dan Pencucian SB
Pemurnian SB dengan NaOH 2 bertujuan untuk meningkatkan kemurnian SB
yang dihasilkan sehingga hubungan antar rantai dalam selulosa semakin kuat melalui
ikatan hidrogen antar rantai (Lindu 2010) Pemurnian SB juga bertujuan untuk
menghilangkan sisa bakteri agar tidak ada bakteri yang beraktifitas dengan
menggunakan nutrien pada SB Pemurnian dengan NaOH 2 agar tetap
mempertahankan struktur Selulosa I (Islami 2015) Pemakaian NaOH berlebih dapat
merubah struktur Selulosa I menjadi Selulosa II Hal ini terjadi karena NaOH dapat
menguatkan hubungan antar rantai pada selulosa menjadi lebih rapat melalui ikatan
hidrogen (Puspawiningtyas 2011) Pemurnian dengan NaOH pada suhu kamar (plusmn28 oC) akan mengikis lapisan bawah SB dimana terdapat struktur yang masih lunak
Struktur yang lunak tersebut mengandung sisa nutrisi dan sisa bakteri A Xylinum dari
hasil fermentasi
Pembuatan ELB Pada proses pembuatan ELB daging daun lidah buaya yang telah dibuang
kulitnya berwarna transparan dengan ketebalan 1-15 cm Proses pemblenderan
dilakukan agar dapat menghaluskan dan memudahkan LB untuk diekstrak Setelah
didapatkan filtrat ELB akan digunakan sebagai filler dalam pembuatan KSB-ELB
ELB mengandung senyawa aktif tertentu yakni fenol tanin dan saponin (Wijaya
2013)
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
493
Preparasi KSB-ELB
Preparasi Komposit SB-ELB dilakukan dengan merendam SB dalam ELB
dengan variasi waktu perendaman 1 2 3 dan 4 hari Pada saat proses perendaman
KSB-ELB diberi goyangan dengan menggunakan shaker Penggunaan shaker
diharapkan dapat memaksimalkan filler ELB masuk kedalam rongga-rongga yang
terdapat pada SB
Uji Kandungan Air (Water Content)
Pengaruh waktu perendaman SB dalam ELB terhadap persentase kandungan air
dalam KSB-ELB dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman KSB-ELB vs Kandungan Air KSB-
ELB
Pada hari pertama dan kedua terjadi proses adsorbsi secara fisika pada KSB-
ELB ELB yang banyak mengandung air akan menempel pada permukaan SB
sehingga kandungan air dalam SB bertambah Sedangkan pada hari ketiga terjadi
penurunan kandungan air pada KSB-ELB Pada hari ketiga ini terjadi proses absorbsi
secara fisika dimana ELB masuk ke matrix Kandungan air KSB-ELB mengalami
peningkatan dan penurunan untuk seterusnya
Uji Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama SB direndam pada ELB
maka kuat tekan dari sampel KSB-ELB akan meningkat Akan tetapi perbandingan
pada hari pertama hingga keempat tidak signifikan Hal ini terjadi karena proses
adsorpsi yang terjadi antara SB dengan ELB
Pengaruh waktu perendaman SB dengan ELB dapat meningkatkan nilai kuat
tekan KSB-ELB Semakin tinggi nilai kuat tekan pada KSB-ELB maka semakin
banyak filler ELB yang masuk dalam SB
99992994996998100
0 1 2 3 4
Wat
er
Co
nte
nt
()
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB ELBKSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
494
Gambar 2 Grafik Pengaruh Waktu Perendaman vs Compressive Strenght KSB-ELB
Uji Kuat tarik (Tensile Strenght)
Berdasarkan dari Gambar 3 nilai kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-
ELB lebih besar dari SB Hal ini menunjukkan bahwa ELB sangat mempengaruhi nilai
kuat tarik regangan dan elastisitas dari KSB-ELB Nilai elastisitas akan sebanding
dengan nilai kuat tarik akan tetapi berbanding terbalik dengan nilai regangan
(Septiosari 2014) Hal ini terjadi karena semakin banyak filler yang masuk mengisi
rongga-rongga SB maka nilai kuat tarik dan nilai elastisitas semakin tinggi dan nilai
regangan dari SB semakin turun
Pada Gambar 3 (a) menunjukkan nilai kuat tarik pada SB dan KSB-ELB Pada
hari ke-3 dan ke-4 nilai kuat tarik pada KSB-ELB mengalami peningkatan Hal ini
terjadi karena pengaruh lamanya waktu perendaman ELB yang masuk pada SB pada
hari ke-3 dan ke-4 Semakin lama waktu perendaman KSB-ELB yang dilakukan maka
semakin banyak filler yang masuk pada matriks
Pada Gambar 3 (b) menunjukkan nilai regangan dari SB dan KSB-ELB
Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda
terhadap panjang mula-mula Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu
perendaman juga mempengaruhi nilai dari regangan
Pada Gambar 3 (c) menunjukkan nilai elastisitas dari KSB-ELB-UV lebih
tinggi dari KSB-ELB-TUV Nilai elastisaitas didapatkan dari perbandingan nilai kuat
tarik dengan regangan KSB-ELB Semakin lama waktu perendaman SB dalam ELB
maka elastisitas dari KSB-ELB akan semakin tinggi karena terjadinya proses adsorpsi
secara fisika
0
05
1
15
2
25
3
0 1 2 3 4
Co
mp
ress
ive S
tren
gh
t (M
Pa
)
Waktu Perendaman (hari)
KSB-ELB-TUV SB murniSB
KSB-ELB
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
495
Gambar 3 Grafik pengaruh dan hubungan waktu perendaman terhadap (a) Kuat
tarik(b) regangan dan (c) elastisitas pada KSB-ELB
Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR
Puncak karakteristik selulosa ditampilkan dalam rentangan bilangan gelombang
4000-600 cm-1
vibrasi selulosa yaitu regangan O-H (3100-3800 cm-1
) C-H (2901 cm-
1) C-O (1370 cm
-1) (Yue et al 2013) dan C-O-C (1163 cm
-1 dan 1068 cm
-1)
(Gayathry dan Gopalaswamy 2014) Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR dari a)
SB b) LB c) KSB-ELB
Berdasarkan gambar 4 dapat diketahui bahwa pada SB terdapat vibrasi
bilangan gelombang 333686 cm-1
yang menunjukkan adanya regang O-H alkohol
vibrasi pada bilangan gelombang 163511 cm-1
menunjukkan adanya cincin siklis
lingkar enam dari monomer glukosa vibrasi pada bilangan gelombang 155039 cm-1
menunjukkan adanya cincin aromatis C=C dan serapan C-O (ikatan β-glikosidik)
sekitar 1000 cm-1
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
496
Gambar 4 Spektrum FTIR (a) SB (b) LB (c) KSB-ELB
Tabel 1 Puncak Bilangan Gelombang pada masing-masing gugus fungsi
Sampel O-H C-H C-O C-O-C
λ λ λ λ
SB 333685 291471 145703 103391
LB 333379 210123 163799 104162
KSB-ELB 333818 289359 132598 102915
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa KSB-ELB tidak menghasilkan gugus fungsi
yang baru tetapi hanya mengalami pergeseran gugus fungsi Pergeseran pada spektra
FTIR ada dua jenis yaitu pergeseran batokromik dan hipokromik Pergeseran
batokromik (pergeseran merah) adalah pergeseran serapan maksimum ke bilangan
gelombang yang lebih tinggi Pergeseran hipokromik (pergeseran biru) merupakan
pergeseran serapan maksimum ke bilangan gelombang yang lebih rendah
Analisis Derajat Kristalinitas menggunakan XRD
Gambar 5 menunjukkan perbandingan pola pada pengujian SB terhadap KSB-
ELB Hasil pada difaktogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa SB yang dihasilkan
merupakan selulosa I dan tidak mengalami transformasi kristal selulosa Hal ini juga
membuktikan bahwa NaOH 2 tidak mengubah selulosa I menjadi selulosa II
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
497
Gambar 5 Grafik perbandingan XRD dari SB dan KSB-ELB
Pada penelitian ini persen derajat kristalinitas dihitung secara manual yang
digunakan oleh Hermans-Weidingermethod Dimana untuk pengujian kristalinitas
dilakukan dengan menyalin garis fotometer dalam 2 rangkap pada kertas milimeter
atau transparan yang diketahui berat permukaan unit lalu memotong gambar
menimbang kertas dan mengambil nilai rata-ratanya
Tabel 2 Presentase kristalin SB dan KSB-ELB
Sampel Berat Total (g) Amorf (g) Kristalin (g) Kristalinitas
()
SB 02073 00657 01416 6830
KSB-ELB 01976 00611 01365 6907
Dari Tabel 2 didapatkan derajat kristalinitas dari SB adalah 6830 Hal ini
menyatakan bahwa SB murni memiliki struktur amorf sebesar 317 Derajat
kristalinitas KSB-ELB adalah 6907 dan kandungan amorf sebesar 3093
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ELB mempangaruhi matris SB ELB mempengaruhi sifat firik dan sifat mekanik dari
KSB-ELB ELB dapat menurunkan nilai kandungan air dari SB dan menaikkan nilai
kuat tekan dan kuat tarik dari KSB-ELB Akan tetapi ELB tidak merubah struktur dari
KSB-ELB
UCAPAN TERIMA KASIH
A Putra FZ Hayati SKW Ningsih E Yuniarti A Amran
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA Bengkulu 6-7 Juli 2019
498
Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengaabdian Kepada Masyarakat Univeritas Negeri Padang yang telah mendanai
penelitian ini Penelitian didanai sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti No 191SP2HLTDPRM2019 dan
Kontrak Penelitian dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Padang Skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi tahun
anggran 2019 No 457UN3513LT2019
REFERENSI
Ening W 2007 ldquoPeranan Imunomodulator Alami (Aloe vera) dalam Sistem
Imunitas Seluler dan Humoralrdquo Wartazoa Vol17(4) 165-171
Gayathry G dan Gopalaswamy G 2011 ldquoProduction and Characterisation of
Microbial Cellulosic Fibre from Acetobacter xylinumrdquo Indian Journal of Fibre
amp Textile Research Vol 39 93-96
Hagiwara Y Putra A Kakugo A Furukawa H dan Gong JP 2009 ldquoLigament-
like tough double-network hydrogel based on bacterial cellulose Celluloserdquo
doi101007s10570-009-9357-2
Islami F 2015 ldquoPembuatan dan Karakterisasi Selulosa Bakterial dari Ekstrak Umbi
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urban)rdquo Skripsi Universitas Negeri Padang
Padang Indonesia
Lindu M PuspitasariT Ismi E 2010 ldquoSintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat
dari Nata De Coco sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasirdquo Jurnal Sains
Materi Indonesia vol 12 (1) 17-23
Puspawiningtyas E Damajanti N 2011 ldquoKajian Sifat Fisik Film Tipis Nata De Soya
sebagai Membran Ultrafiltrasirdquo Techno vol 12(1) 01-07
Saibuatong O dan Phisalaphong M 2009 ldquoNovo Aloe vera-Bacterial Cellulose
Composit Film from Biosynthesis Carbohydrate Polymersrdquo 79 455-460
Septiosari A Latifah dan Kusumastuti E 2014 ldquoPembuatan dan Karakterisasi
Bioplastik Limbah Biji Mangga dengan Penambahan Selulosa dan Gliserolrdquo
Indonesian Journal of Chemical Science vol 3 (2) 157-162
Wijaya RA 2013 ldquoFormulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
Alternatif Penyembuhan Luka Bakarrdquo Skripsi Universitas Negeri Semarang
Semarang
Yue Y Han G Wu Q 2013 ldquoTransitional Properties of Cotton Fibers from
Cellulose I to Cellulose II Structurerdquo BioResource vol 8 (4) 6460-6471
- 1ekapdf
- 2 devi silsiapdf
- 3herlinapdf
- 4pasar maulimpdf
- 5budanipdf
- 6Dwi Rasypdf
- 7Tutipdf
- 8Indra Tariganpdf
- 9Yandriipdf
- 10Tati Suhartati1pdf
- 11Suharsopdf
- 12Noviapdf
- 13Iis Sitipdf
- 14sudibyo1pdf
- 15Yusnelti1pdf
- 16pdf
- 17pdf
- 18pdf
-