anatomi

8
II. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan ang dila oleh kulit# $aringan ikat dan bebera!a otot ke%il ang ber&ung"i untuk 'e atau 'ene'!itkan tulang hidung. (erangka tulang terdiri dari tulang hidu !ro"e""u" &rontali" o" 'a)illa dan !ro"e""u" &rontali" o" &rontal. (erang rawan terdiri dari "e!a"ang kartilago na"ali" laterali" "u!erior# "e!a"an na"ali" laterali" in&erior dan kartilago "e!tu' na"i Tia! ka*u' na"i 'e'!unai e'!at buah dinding# aitu dinding 'edial# lateral# in&erior# dan "u!erior. Dinding 'edial adalah "e!tu'. Pada dindi terda!at e'!at buah konka# aitu konka in&erior# konka 'edia# konka "u!er dan konka "u!re'a ang bia"ana rudi'enter. Di antara konka dan dinding l hidung terda!at rongga "e'!it ang di"ebut 'eatu". Tergantung letak 'eatu tiga'eatu"# aitu+ 'eatu" in&erior# 'ediu"# dan "u!erior. Dindingin&erior 'eru!akan da"ar rongga hidung dan dibentuk oleh o" 'a)illa dan o" !alatu' Dinding "u!erior dibentuk oleh la'ina kribri&or'i"# ang 'e'i"ahkan rongg tengkorak dengan hidung.

Upload: a-nurfatiha-jafar

Post on 04-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anatomi faal

TRANSCRIPT

II. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALISHidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan tulang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung, prosessus frontalis os maxilla dan prosessus frontalis os frontal. Kerangka tulang rawan terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior dan kartilago septum nasiTiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka, yaitu konka inferior, konka media, konka superior, dan konka suprema yang biasanya rudimenter. Di antara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung letak meatus, ada tiga meatus, yaitu: meatus inferior, medius, dan superior. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maxilla dan os palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan hidung.

A. Vaskularisasi HidungBagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang a.oftalmika dari a.carotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maxillaris interna, a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bernama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media.(2)Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles Area). Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama pada anak. (2)Vena-vena membentuk pleksus kavernosus yang rapat dibawah membram mukosa. Pleksus ini terlihat nyata diatas konka media dan inferior, serta bagian bawah septum dimana membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina.(3)

Pleksus Kiesselbach(4)

B. Innervasi HidungSaraf yang terlibat langsung pada hidung adalah saraf cranial pertama untuk penghidu, divisi oftalmikus dan maksillaris dari saraf trigeminus untuk impuls afferen sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernapasan dari hidung luar, dan system saraf otonom. Terdapat pula suplai saraf hidung terutama melalui ganglion sfenopalatina, guna mengontrol diameter vena dan arteri hidung dan juga produksi mucus, dengan demikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu, dan kelembaban aliran udara.(3)Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.(2)

Nervus olfaktorius

C. Sinus ParanasalisSecara anatomi ada 4 pasang sinus paranasalis, yaitu: sinus maxilla, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sphenoid.Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung., dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior adalah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid. Ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drainase hanya tergantung pada gerak silia, dan harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya dapat menyebabkan sinusitis.fkuiSinus ethmoid merupakan sinus paranasal yang paling sering bervariasi, bentuknya menyerupai sarang tawon dan terdiri dari 7-15 rongga yang dibatasi oleh dinding yang sangat tipis. Dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sinus ethmoid anterior dan posterior. Sinus ethmoid anterior ostiumnya bermuara pada meatus nasi media, sedangkan sinus ethmoid posterior bermuara meatus nasi superior. Batas atas terdapat fossa crania anterior dipisahkan oleh tulang tipis (lamina kribrosa). Batas lateral terdapat lamina papiracea yang memisahkan sinus ethmoid dengan orbita.ballengerSinus sphenoid terletak di dalam os sphenoid di belakang sinus ethmoid posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.Sinus frontal dibentuk dari sel-sel resessus frontal atau sel-sel infundibulum ethmoid. Bentuk dan ukuran sinus frontal, sangat bervariasi dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukuran dari sinus pasangannya. Kadang-kadang ada juga sinus yang rudimenter. Sinus ini berhubungan dengan meatus nasi medius melalui duktus nasofrontal. Dinding belakang dan atap sinus frontal berbatasan dengan fossa kranii anterior sedangkan dasarnya dengan orbita.ballenger

D. Kompleks Ostiomeatal (KOM)Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina apirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.(2)Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media.(2)

Kompleks Ostio Meatal(1)1. Transportasi mukosiliarTransportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan local pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance mucosiliar atau sistem pembersih mukosiliar sesungguhnya. (7)Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya masuk menembus gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior bersama dengan materi asing yang terperangkap di dalamnya ke arah nasofaring. Aliran cairan pada sinus mengikuti pola tertentu. Transportasi mukosiliar pada sinus maksila berawal dari dasar yang kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar ke ostium sinus alami. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat diukur dengan menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam permukaan mukosa. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak bakteri . Enzim tersebut sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A) , dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap ke arah faring. Cairan perisiliar yang di bawahnya akan di alirkan kea rah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosiliar yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lender akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari TMS sangatlah bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20 mm / menit.(7)Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.(7)Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.(2)Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada setiap bagian hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm / menit.(2)

2. Pemeriksaan Fungsi Mukosiliar Beragam cara yang digunakan untuk menilai TMS. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan partikel, baik yang larut maupun yang tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi ; sedangkan yang tidak larut adalah lamp black, colloid sulfur, 600-um allumunium disc atau substansi radioaktif seperti human serum albumin, Teflon, bismuth trioxide. Waktu atau Kecepatan yang didapat pada pemeriksaan disebut sebagai waktu / kecepatan TMS.(7)Uji Sakarin (atau lebih dikenal dengan Waktu transport Sakarin atau Waktu TMS) dapat digunakan sebagai pengganti partikel yang telah digunakan secara luas pada beragam penelitian sebagai indikator untuk menilai fungsi pembersihan pada rongga hidung manusia. Uji sakarin ini juga telah digunakan pada beberapa penelitian untuk menilai efektivitas pada pemakaian cuci hidung, mengetahui tingkat kecepatan, radiasi, dan ragam bahan yang dapat menimbulkan siliotoksik pada mukosa hidung. Banyak penelitian membuktikan bahwa waktu sakarin ini adalah sebagai indikator langsung terhadap fungsi mukosiliar hidung dan pada penelitian yang lain telah dilaporkan bahwa waktu sakarin ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian untuk memperlihatkan fisiologik hidung yang multifaktorial. (7)Secara klinis pengukuran waktu TMS dengan sakarin pertama kali diperkenalkan oleh Anderson dan kawan-kawan pada tahun 1974 dan sampai sekarang telah banyak digunakan pada pemeriksaan rutin, bahkan oleh banyak para ahli di berbagai kota di dunia oleh karena biayanya relatif murah dan mudah dalam penggunaannya. Uji sakarin juga cukup ideal untuk penggunaan di klinik. (7) Pemeriksaan pasien diawali dengan penderita dalam kondisi sadar dan diharapkan untuk tidak menghirup, makan dan minum. Penderita duduk dengan kepala posisi fleksi 10 derajat. Bubuk sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior. Kemudian subjek diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2 - 1 menit sampai penderita merasakan manis. Waktu pada saat sakarin mulai diletakkan di bawah konka inferior sampai merasakan manis di lakukan pencatatan dan ini disebut sebagai TMS atau waktu sakarin. Rata-rata nilai normal adalah 12-15 menit.(7)