anatomi ginjal
DESCRIPTION
ginjal merupakan organ yang penting oleh karenanya penting kita jaga untuk tetap sehatTRANSCRIPT
-
Anatomi Makroskopik Ginjal
Gambar 1-1. Ren dextra dilihat dari anterior ANATOMI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK GINJAL
ANATOMI MAKROSKOPIK GINJAL Kedua ginjal (ren) berfungsi mensekresikan sebagian besar produk sisa metabolisme. Ren mempunyai peran penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam-basa darah.
Ren bewarna coklat-kemerahan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen samping kanan dan kiri columna vertebralis; dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibanding ren sinistra karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Bila diaphragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ren turun ke arah vertikal sampai sejauh 2,5 cm. Pada kedua margo medialis ren yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar, disebut sinus renalis.
Ren mempunyai selubung sebagai berikut:
Capsula fibrosa, meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren.
Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa.
-
Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa serta meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.
Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.
Letak
Ren Dextra
Anterior Posterior
Flexura coli dextra Colon ascendens Duodenum (II) Hepar (lob. dextra) Mesocolon transversum
M. psoas dextra M. quadratus lumborum dextra M. transversus abdominis dextra N. subcostalis (VT XII) dextra N. ileohypogastricus dextra N. ileoinguinalis (VL I) dextra Costae XII dextra
Ren Sinistra
Anterior Posterior
Flexura coli sinistra Colon descendens Pancreas Pangkal mesocolon transversum Lien Gaster
M. psoas sinistra M. quadratus lumborum sinistra M. transversus abdominis sinistra N. subcostalis (VT XII) sinistra N. ileohypogastricus sinistra N. ileoinguinalis (VL I) sinistra Pertengahan costae XI & XII sinistra
VASKULARISASI REN Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing
arteria renalis biasanya bercabang menjadi arteriae segmentales yang masuk ke dalam hilum
renalis, empat di depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteiae ini mendarahi segmen-
segmen atau area renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis,
masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis, setiap
arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteriae interlobares
berjalan menuju cortex di anatara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan medula
renalis, arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuatae yang melengkung di atas
basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan sejumlah arteriae interlobulares
yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriol aferen glomerulus, yang masuk ke kapsul
Bowman, merupakan cabang arteriae interlobulares.
PERSARAFAN REN
-
Serabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracici X, XI, dan XII.
ANATOMI MIKROSKOPIK GINJAL
Glomerulus Glomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan
arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen
meninggalkan glomerulus. Diameter arteriol aferen lebih besar dibanding diameter
arteriol eferen dan akibatnya glomerulus menjadi sebuah sistem yang bertekanan relatif
tinggi, membantu pembentukan cairan jaringan dalam jalinan kapiler.
Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara
ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian
dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu
terletak sel mesengial. Sel ini berbentuk bintang mirip perisit ang dijumpai di tempat
lain dengan cabang-cabang sitoplasma yang kadang-kadang meluas di antara endotel
dan lamina basal. Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin,
dengan akibat berkurangnya aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel
mesangial dianggap bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada
beberapa penyakit ginjal.
Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol
aferen bersifat epitelod. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula,
walaupun granula itu tak tampak dengan pulasan rutin hematoksilin dan eosin. Sel-sel
ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Dalam arteriol aferen, lamina elastika interna
tidak ada, sehingga sel JG berdekatan dengan endotel, jadi berdekatan dengan darah
dalam lumen. Sel-sel itu juga berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian
khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen.
Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang bergranul,
terdapat beberapa sel warna pucat yang disebut sel Lacis atau sel mesangial
ekstraglomerular. Fungsinya tidak diketahui, akan tetapi mungkin menghasilkan
eritropoietin (EPO), hormon yang merangsang eritropoiesis di dalam sumsum tulang.
Sel JG menghasilkan enzim yang disebut renin. Dalam darah, renin mempengaruhi
angiotensinogen (suatu protein plasma) untuk menghasilkan angiotensin I. Bentuk ini
tidak aktif, akan tetapi diubah menjadi angiotensin II oleh sekresi suatu enzim konversi
yang terdapat dalam paru (angiotensin converting enzyme/ACE). Angiotensin II
berperan terhadap korteks adrenal dan menyebabkan pelepasan aldosteron yang pada
gilirannya mempengaruhi tubulus renal (terutama tubulus distal) untuk menambah
reabsorpsi natrium dan klorida; jadi air yang menambah volume plasma. Angiotensin II
juga merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.
Kapsul Bowman Kapsul Bowman, pelebaran nefron yang
dibatasi epitel, diinvaginasi oleh jumbai
kapiler glomerulus sampai mendapatkan
bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda.
Terdapat rongga berupa celah yang sempit,
Gambar 1-6. Glomerulus: arteri aferen (AA), sel Juxtaglomerulus (JC), makula densa (MD), tanda panah menunjukkan granula yang mungkin merupakan renin yang dihasilkan oleh JC. Tanda bintang merupakan nulcei dari sel-sel endotelial arteriole aferen glomerulus
-
rongga kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel kapsula) dan lapisan dalam
atau viseral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Korpuskel
ginjal mempunyai polus vaskular, tempat arteriol aferen dan eferen masuk dan keluar
glomerulus dan tempat lapisan kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah
sebagai lapisan viseral. Korpuskel ginjal juga mempunyai polus urinarius pada sisi
sebelahnya, tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus
proximal dan tempat epitel parietal (gepel) melanjutkan diri pada epitel kuboid atau
silindris rendah tubulus kontortus proximal.
Lapisan parietal kapsul Bowman tersusun dari epitel selapis gepeng dengan inti
agak menonjol ke rongga kapsula. Pada polus urinari, sel-sel gepeng ini bertambah
tinggi melebihi 4-5 sel untuk berhubungan dengan epitel silindris rendah yang melapisi
dinding tubulus kontortus proximal. Lapisan viseral epitel melekat erat pada kapiler
glomerulus dengan inti sel-sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal, akan tetapi tidak
membentuk lembaran yang utuh dan sel-selnya telah mengalami perubahan.
Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk bintang, dengan badan selnya
yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal kapiler glomerulus, akan tetapi
terpisah sejauh 1-2 m.
Tubulus Kontortus Proximal Tubulus kontortus proximal, mulai dari polus urinarius korpuskel ginjal, panjangya
hampir 14 mm dengan diameter luar 50-60 m. Tubulus ini berakhir sebagai saluran yang lurus dan berjalan menuju berkas medular yang paling dekat tempat tubulus
melanjutkan diri dengan ansa Henle.
Pada pangkalnya terdapat bagian sempit yang disebut leher (neck), tempat terjadinya peralihan yang mendadak dari epitel gepeng (parietal) kapsul Bowman ke
epitel selapis silindris rendah tubulus proximal. Sel-sel tubulus proximal bersifat
eosinofilik dengan batas sikat (brush border) dan garis-garis basal (basal striations)
dan lumen biasanya nyata lebar. Batas sel tak jelas karena sistem interdigitasi yang
rumit dan membran plasma lateral sel-sel yang bersisian.
Ansa Henle Segmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal pars rekta)
ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel dengan perubahan epitel
kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar segmen tipis hanya 12-15 m, dengan diameter lumen relatif besar, sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 m.
Segmen tebal. Peralihan segmen tipis ke segmen tebal tiba-tiba, dengan sel-sel
yang bertambah tinggi dari gepeng sampai kuboid. Pada nefron panjang, perubahan
terjadi di pars ascendens. Pada nefron pendek, perubahan biasanya terdapat pada pars
descendens sehingga segmen tebal membentuk ansa. Melihat strukturnya, segmen tebal
mirip tubulus kontortus distal pars kontorta, akan tetapi tinggi epitel lebih pendek dan
inti cenderung menonjol ke lumen. Pars rekta tubulus distal berjalan dari medula ke
korteks, menuju korpuskel renal asal dan menempati tempat bersisian dengan arteriol
aferen dan eferen sebagai makula densa, dengan demikian membentuk bagian akhir
ansa Henle.
Tubulus Kontortus Distal Di daerah makula densa, nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus distal yang
menempuh perjalanan yang pendek berkelok-kelok di korteks dan berakhir dekat
sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri ke dalam duktus koligens. Tubulus
kontortus distal lebih pendek dari tubulus kontortus proximal sehingga pada sediaan
tampak dalam jumlah yang lebih kecil, diameter lebih kecil dan sel-selnya kuboid lebih
kecil dan tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak dalam potongan
-
melintang. Umumnya sel kurang mengambil warna bila dibandingkan dengan sel-sel
tubulus kontortus proximal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi
tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan yang tampak pada tubulus
proximal. Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan
mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular. Setiap tubulus kontortus distal
dihubungkan oleh saluran penghubung pendek ke duktus koligens yang kecil.
Duktus Koligen Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap
tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang
sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat
beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju
medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu
untuk membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut
duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak
seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari
kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama.
Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan
beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter
dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
Struktur detail
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan
berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke
dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena
renal, dan ureter.
Organisasi
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian
paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida
yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar
yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya
akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan
arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri
dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan
oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari
-
arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan.
Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula
Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan
akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat
arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman
terdapat tiga lapisan:
1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga
lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat
glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar.
Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati
ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat
glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi
ginjal.
Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat
glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah
lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi nama
berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle
menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang
melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan
terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral.
Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus
melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang
terdiri dari:
tubulus penghubung
tubulus kolektivus kortikal
tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular,
mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya
sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk
membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.
-
1. FISIOLOGI GINJAL, PEMBENTUKAN URIN, DAN ASPEK BIOKIMIA PERAN GINJAL FUNGSI GINJAL:
a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya
melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H
+), bikarbonat (HCO3
-), dan amonium (NH4
+) serta memproduksi urin asam atau basa,
bergantung pada kebutuhan tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam
mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan
retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
PEMBENTUKAN URIN
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan
tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
a. Filtrasi glomerulus Filtrasi glomerulus adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerulus, dalam
gradien tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman. Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut:
Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibanding kapiler lain dalam tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.
Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibanding tekanan darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibanding diameter arteriol aferen.
b. Reabsorpsi tubulus Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi
pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi
terfasilitasi. Sekitar 85% NaCl dan air serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat
glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proximal, walaupun reabsorpsi
berlangsung pada semua bagian nefron.
c. Sekresi tubulus Mekanisme sekresi tubulus adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah
dalam kapiler peritubulus melewati sel-sel tubulus menuju cairan tubulus untuk dikeluarkan
dalam urin.
Tabel 2-1. Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan
distal nefron
Tubulus Kontortus Proximal
Reabsorpsi Sekresi
67% Na+ yang difiltrasi secara aktif Sekresi H+ bervariasi, bergantung
-
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara
pasif
Semua glukosa dan asam amino yang difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi
aktif sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi
direabsorpsi dalam jumlah yang
bervariasi;
65% H2O yang difiltrasi secara osmosis direabsorpsi
Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi
pada status asam-basa tubuh
Sekresi ion organik
Tubulus Kontortus Distal
Reabsorpsi Sekresi
Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron; Cl
- mengikuti secara
pasif
Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh aldosteron
Duktus Koligen
Reabsorpsi Sekresi
Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh
KARAKTERISTIK URIN
a. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil.
Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.
Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu
ginjal atau kalkuli.
b. Sifat fisik
Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes
yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan
meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.
-
1. Memahami tentang glomerulonefritis
Definisi
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus hemolitikus grup A yang
nefritogenik.
Etiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria
dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12,
4, 16, 25 dan 49.
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2.Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3.Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari
tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang
satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain, tidaklah diketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis,
keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan
lupus eritematous.
Patogenesis
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.Terbentuknya kompleks antigen antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3.Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
-
Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam macam. Kadang kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak
datang dengan gejala berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria / kencing berwarna
merah daging. Kadangkala disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh
tubuh.
Pasien kadang kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi
sering dijumpai bahkan terlihat ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan adanya gejala
sakit kepala, muntah, letargi, disorientasi dan kejang. Oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan
beberapa pasien menampakkan gejala anemia. Umumnya edema berat terdapat oligouria dan bila
ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60 70 % anak dengan GNA pada hari I, kemudian
pada akhir minggu I menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya
menjadi kronis. Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan
dengan gejala serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak seberapa tinggi tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi
lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan
diare tidak jarang menyertai penderita glomerulonefritis akut.
Selama fase akut terdapat vasokontriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi
menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air,
garam, ureum dan zat zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin
dalam darah meningkat. Fungsi tubulus hati relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorpsi
kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang,
ureumpun diresorpsi kembali lebih dari biasa. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).
Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50 % penderita. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit
(+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun, demikian juga komplemen serum (globulin beta lC). Ureum dan
kreatinin darah meningkat. Titer anti streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50 %
penderita.
-
GLOMERULONEFRITIS (GN)
A. DEFINISI GN Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral yang dimulai dalam
glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria. Meskipun lesi
terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Penyakit yang mula-mula digambarkan
oleh Richard Bright pada tahun 1827 (Brights disease), sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi (sebagian besar tidak diketahui),
meskipun respons imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
KLASIFIKASI GN
B. GLOMERULONEFRITIS PRIMER:
GN membranosa (nefropati membranosa). Penyakit dengan progresif lambat ini, sering terjadi pada usia antara 30 dan 50 tahun, secara morfologis ditandai dengan
adanya endapan berisi imunoglobulin di subepitel sepanjang membran basa glomerulus
(GBM). Pada awal penyakit, glomerulus mungkin tampak normal dengan mikroskop
cahaya, tetapi kasus yang sudah terbentuk sempurna memperlihatkan penebalan difus
dinding kapiler.
Nefrosis lipoid (minimal change disease). Gangguan yang relatif jinak ini merupakan penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak. Penyakit ini ditandai dengan
glomerulus yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya tampak normal, tetapi di bawah
mikroskop elektron memperlihatkan hilangnya tonjolan-tonjolan kaki sel epitel visera.
Walaupun dapat timbul pada semua usia, penyakit ini paling sering ditemukan pada usia
2-3 tahun.
Glomerulosklerosis segmental fokal (FSG). FSG secara histologis ditandai dengan sklerosis yang mengenai sebagian, tetapi tidak semua glomerulus dan melibatkan hanya
segmen setiap glomerulus. Gambaran histologik ini sering berkaitan dengan sindrom
nefrotik dan dapat terjadi:
berkaitan dengan penyakit lain, seperti infeksi HIV (nefropati HIV), kecanduan heroin (nefropati kecanduan heroin);
sebagai proses sekunder pada bentuk lain GN (misal, nefropati IgA); sebagai komponen nefropati ablasi glomerulus; pada suatu bentuk kongenital herediter yang terjadi akibat mutasi gen sitoskeletal
yang diekspresikan di podosit; atau
sebagai penyakit primer. GN membranoproliferatif (MPGN). MPGN secara histologis bermanifestasi sebagai
perubahan membran basal dan mesangium serta proliferasi sel glomerulus. Penyakit ini
membentuk sekitar 5-10% kasus sindrom nefrotik idiopatik pada anak dan dewasa.
GN proliferatif akut (pascastreptokokus, pascainfeksi). GN proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh
kompleks imun. Antigen pemicu mungkin berasal dari eksogen atau endogen. Infeksi
oleh organisme lain selain streptokokus juga dapat berkaitan dengan PGN difus.
Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti
hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM
GN progresif cepat (RPGN/cresentic). RPGN adalah suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik GN. Apa pun penyebabnya, gambaran histologis ditandai dengan
adanya bulan sabit di sebagian besar glomerulus (GN cresentic/CrGN). Bulan sabit ini sebagian disebabkan oleh proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan
sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.
Nefropati IgA (Bergers disease). Penyakit ini biasanya mengenai anak dan dewasa muda dan berawal sebagai hematuria makroskopik yang terjadi dalam 1 atau 2 hari
setelah infeksi saluran napas atas nonspesifik. Nefropati IgA merupakan salah satu
-
penyebab umum hematuria mikroskopik dan makroskopik berulang dan merupakan
penyakit glomerulus tersering di seluruh dunia. Tanda utama patogenik adalah
pengendapan IgA di mesangium.
GN kronis (CrGN kronis). CrGN kronis adalah salah satu penyebab penting penyakit ginjal stadium-akhir yang bermanifestasi sebagai gagal ginjal kronis. Saat CrGN
ditemukan, kelainan glomerulus telah sedemikian lanjut sehingga sulit diketahui sifat
lesi awal. CrGN kronis mungkin mencerminkan stadium akhir berbagai entitas, yang
terutama adalah RPGN, FSG, MGN, dan MPGN.
PENYAKIT SEKUNDER (SISTEMIK) GANGGUAN HEREDITER
Lupus eritematosus sistemik (LES) Sindrom Alport
Diabetes melitus (DM) Penyakit Fabry
Amiloidosis
Sindrom Goodpasture
Poliarteritis nodosa
Granulomatosis Wegener
Purpura Henoch-Schnlein
Endokarditis bakterialis
C. ETIOLOGI GN AKUT Kasus klasik GN akut terjadi setelah infeksi sterptokokus pada tenggorokan atau kadang-
kadang pada kulit sesudah masa laten 1-2 minggu. Organimsme lazim yang
menyebabkannya adalah Streptococcus -hemolyticus grup A tipe 12 atau 4 dan 1; jarang oleh penyebabnya. Namun, sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan
pada ginjal, tetapi diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus
yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik.
Glomerulonefritis akut pascastreptokokus paling sering menyerang anak usia 3-7
tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. Perbandingan
penyakit ini pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2:1.
a. PATOGENESIS GN AKUT Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersikulasi ke dalam glomerulus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM).
Sebagai respons terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti
sel-sel mesangial dan selanjutnya sel-sel epitel. Meningkatnya kebocoran kapiler
glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah keluar ke dalam urine yang sedang
dibentuk oleh ginjal sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
b. MANIFESTASI KLINIS GN AKUT Onset penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh malaise, demam ringan, mual, dan
sindrom nefritik. Pada kasus yang biasa, oliguria, azotemia, edema, dan hipertensi biasanya
hanya ringan sampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urine tampa
cokelat berasap (bukan merah terang). Proteinuria adalah gambaran konstan pada penyakit
ini, tetapi kadang-kadang cukup berat sehingga terjadi sindrom nefrotik. Kadar komplemen
serum rendah selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum meningkat pada
kasus pascastreptokokus. Gejala biasanya berkurang dalam beberapa hari, meskipun
hematuria mikroskopik dan proteinuria dapat menetap selama berbulan-bulan.
-
DIAGNOSIS GN
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanda dan gejala spesifik dapat mengindikasikan glomerulonefritis, tetapi kondisi yang
sering muncul adalah ketika hasil urinalisis rutin abnormal. Urinalisis dapat
memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
Sel darah merah dan silinder eritrosit, merupakan indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan pada glomeruli
Sel darah putih, indikator umum yang menyatakan adanya infeksi atau inflamasi
Protein yang meningkat, yang mengindikasikan kerusakan pada nefron.
Untuk menegakkan diagnosis GN, prosedur diagnostik yang dapat dilakukan selain
urinalisis adalah:
Tes darah. Hal ini dapat memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi pada ginjal dan gangguan mekanisme filtrasi yang dapat diketahui dengan cara mengukur
kadar zat-zat sisa (seperti kreatinin dan urea) dalam darah.
Tes pencitraan. Jika dokter mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal, maka ia berhak untuk merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan pencitraan ginjal, seperti X-ray,
ultrasonografi, atau CT-scan (computerized tomography scan).
Biopsi ginjal. Prosedur ini dilakukan menggunakan metode khusus untuk mengekstraksi bagian kecil dari ginjal yang nantinya akan diperiksa secara
mikroskopik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengetahui penyebab terjadinya
reaksi inflamasi. Biopsi ginjal hampir selalu diperlukan untuk memastikan diagnosis
glomerulonefritis.
B. KOMPLIKASI GN
Gagal ginjal akut. Kehilangan fungsi filtrasi nefron dapat menyebabkan penumpukan bahan-bahan yang tidak berguna. Kondisi ini dapat membuat penderita membutuhkan
terapi dialisis, yaitu metode yang berguna untuk mengeluarkan cairan dan bahan-bahan
sisa dari dalam darah (menggunakan dializer).
Gagal ginjal kronik. Keadaan ini menyebabkan ginjal kehilangan fungsinya. Fungsi ginjal yang kurang dari 10% dari normal mengindikasikan penyakit ginjal stadium-
akhir, yang biasanya membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal untuk
mempertahankan hidup.
Tekanan darah tinggi.
Sindrom nefrotik. Ini merupakan sekelompok tanda dan gejala yang dapat menyertai glomerulonefritis (GN) dan kondisi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan
filtrasi glomerulus. Sindrom nefrotik ditandai dengan kadar protein yang tinggi dalam
urin sehingga menyebabkan kadar protein dalam darah menurun; kolesterol darah yang
tingg; dan edema kelopak mata, kaki, dan abdomen.
a. PROGNOSIS GN Diperkirakan lebih dari 90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna.
Pada orang dewasa, prognosisnya menjadi kurang baik (30-50%). Dua sampai lima persen
dari semua kasus akut mengalami kematian, sedangkan sisa pasien lainnya dapat
berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN), atau glomerulonefritis
kronik yang perkembangannya lebih lambat. Pada RPGN, kematian akibat uremia biasanya
terjadi dalam jangka waktu beberapa bulan saja, sedangkan pada glomerulonefritis kronik,
perjalanan penyakit dapat berkisar antara 2-40 tahun.
Pengobatan
-
TERAPI FARMAKOLOGIS
Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk
menghambat progresivitas penyakit. Kontrol tekanan darah dengan diuretik, angiotensin
converting enzyme inhibitors (ACEi), angiotensin II receptor antagonists (AIIRA)
terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat
membantu menghambatt progresivitas GN.
Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN,
faktor pasien, efek samping, dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi
imunosupresif. Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat
sitokin proinflamasi seperti IL- atau TNF- dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN. Siklofosfamid, klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek
antiproliferasi dan dapat menekan inflamasi glomerulus. Imunosupresif lain seperti metil
mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk
pengobatan glomerulonefritis.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1.Istirahat mutlak selama 3 4 minggu
Dulu dianjurkan istirahat selama 6 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah 3 4
minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2.Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas
yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
namun kemungkinan ini sangat kecil sekali.
3.Makanan
Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal kembali.Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10 %.
Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila
ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4.Pengobatan terhadap hipertensi
Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Pemberian
cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beistirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin. Mula mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 10 jam kemudian, maka
-
selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus. Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah venapun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir akhir ini pemberian
furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan
hipertensi.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
Prognosis
- Sebagian besar pasien akan sembuh, 5 % mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat.
- Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap TD menjadi normal kembali.
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3 4
minggu.
- Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6 8 minggu.
- Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan bulan bahkan bertahun tahun pada
sebagian besar pasien.
-Prognosa baik, dipengaruhi pada faktor makin muda umur penderita, beratnya gangguan faal ginjal
dan penyulitnya.
PENCEGAHAN
Sebagian besar GN tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa tindakan bermanfaat yang
dapat dilakukan:
Mengobati infeksi streptokokus pada radang tenggorokan
Untuk menghindari infeksi (seperti HIV dan hepatitis) yang dapat menyebabkan GN, ikuti pedoman safe-sex, dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang secara intravena
Kontrol gula darah untuk membantu mencegah terjadinya diabetic nephropathy.
Kontrol tekanan darah untuk mencegah bahaya hipertensi terhadap ginjal.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Kapita Selekta Kedokteran : Glomerulonefritis Akut, Edisi Ke 2 , Media Aesculapius FKUI,
1982, 601 602.
2. Noer, Muhammad Syaifullah : Glomerulonefritis, Buku Ajar Nefrologi Anak, Jilid II, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 1996, 318 326.
3. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn : Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of
Pediatrics, Alih Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 104.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Glomerulonefritis Akut, Ilmu Kesehatan Anak, Buku
Kuliah 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid 2, jakarta, 1985, 835 839.
5. Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
6. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
7. Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore,
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
8. Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI
9. Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
10. Mayo Clinic Staff. 2009. Glomerulonephritis.
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503
11. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
12. Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
13. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC
15. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
16. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
17. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
18. Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK
YARSI