anestesi pada sc
TRANSCRIPT
Spinal Anestesi pada Sectio Caesaria Emergency pada Pasien Eklampsia
ABSTRAK
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan
bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Untuk
operasi yang direncanakan secara elektif tersedia waktu berhari-hari untuk pemeriksaan
klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Pada bedah gawat darurat, faktor waktu
yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan
waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai
kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk
menunjang intervensi bedah gawat darurat ini.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan
tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea.
Pasien wanita, 22 tahun, G1-P0-A0, datang dengan Hamil cukup bulan, merasa
kenceng2 teratur dan terus menerus sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat
diperiksakan di bidan tekanan darahnya tinggi.
Key word: Spinal anestesi, Seksio sesaria, Section caesaria, Eklampsia
KASUS
Riwayat Penyakit Sekarang
5 Februari 2010 jam 06.00
Pasien merasa perutnya kenceng-kenceng teratur, lalu pergi ke bidan karena merasa
bahwa dirinya akan segera melahirkan.
5 Februari 2010 jam 15.20
Pasien datang ke bagian kebidanan RSUD Temanggung dirujuk oleh bidan Kalin karena
tekanan darah tinggi (pre eklampsia), belum mengeluarkan air ketuban.
Riwayat obstetri: G1-P0-A0, HPHT 30 April 2009, HPL 7 Februari 2010, Umur
kehamilan 39 6/7. ANC rutin di bidan à ada riwayat hipertensi selama pemeriksaan rutin
3 bulan terakhir, riwayat kejang (-). BB: 60 kg
5 Februari 2010 jam 21.40
Pasien kejang, kesadaran somnolen, TD terukur 190/120 mmHg, Nadi 132 bpm, suhu
36,5°C,
6 Februari 2010 jam 03.00
Kulit ketuban pecah, nampak air ketubah keruh. Pada VT V/U tenang, Ø 6-7 cm, portio
tipis lunak. His 2x/10’/30”, DJJ 152x/menit, KU sedang, kesadaran somnolen, TD terukur
140/110 mmHg, Nadi 132 bpm, suhu 36,5°C, kejang (-),
6 Februari 2010 jam 06.00
Ku baik, kesadaran compos mentis, Pada VT V/U tenang, Ø 6-7 cm, portio tipis lunak.
His 2x/10’/30”, DJJ 148x/menit, KU sedang, kesadaran somnolen, TD terukur 110/80
mmHg, suhu 36,5°C, kejang (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat sakit asma, belum pernah menjalani operasi
sebelumnya, tidak memiliki riwayat trauma, hipertensi, diabetes melitus, jantung (-), dan
penyakit kronik lain. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan. Dan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga OS tidak ada yang memiliki riwayat sakit asma, hipertensi, jantung,
diabetes melitus, maupun riwayat alergi.
DIAGNOSIS
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis dari penderita adalah
Eklampsia pada G1-P0-A0 inpartu kala I fase laten dengan status anestesi Pasien fisik ASA
III.
TERAPI
Pasien ini dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria emergency
menggunakan spinal anestesi.
TINDAKAN ANESTESI
1. Keadaan pre-operasi (5 Februari 2010)
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 96 bpm, reguler, isi dan tegangan cukup
Respiration rate : 20 x/menit, reguler, torako abdominal
Suhu : 36,3ºC per axilla
2. Anestesi yang diberikan
Teknik : anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk
Premedikasi : -
Induksi : Bupivacain spinal 12,5 %
Maintenance : O2
3. Prognosis anestesi
Sanam : dubia
Vitam : dubia
Fungsional: dubia
4. Keadaan post-operasi (6 Februari 2010)
Keadaan Umum : Cukup
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Nadi : 124 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,30 C
Nyeri daerah op (+), gelisah (-),mual(-), muntah (-), sakit kepala (-)
5. Terapi yang diberikan
Pre-operasi
Infus RL 24 tpm makro drip
Puasa 8 jam
Post-operasi (cairan)
Infus RL 24 tpm makro drips
diet bebas
Post-operasi (khusus)
Oksigenasi sampai sadar penuh
Analgesik antrain injeksi 1 gram/8 jam
Jika tensi ≤ 90 mmHg à injeksi ephedrin 10 mg i.v.
DISKUSI
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi. Superimposed preeclampsia-eklampsia adalah timbulnya preeklampsia atau
eklampsia pada pasien yang menderita hipertensi kronik.
Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan
darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui
sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam. proteinuri mungkin disebabkan
oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn
ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada
pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan
serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan
kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.
3. Perubahan pada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh
edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena
terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai
adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio
retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang
merupakan salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang
dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi
adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi
ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal.
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara
asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-
zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik
sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat
kembali pulih normal.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan
tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea.
Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
1. Tidak terdapat koagulopati (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal).
2. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal
untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
Pilihan anestesi spinal pada eklamsia kurang begitu dianjurkan, dengan alasan:
1. Pada spinal anestesi, hemodimanik akan bergejolak dan cenderung turun padahal
looding cairan harus dibatasi karena resiko terjadi odema paru
2. Pada eklampsi pasti pasien sudah ada kejang à TIK meningkat. Spinal anestesi
sangat tak dianjurkan pada peningkatan TIK.
3. Pada pasien PEB/ EB biasanya pasien sudah diberi MgSO4 oleh spesialis obsgin, obat
ini potensiasi dengan relaxan à kurangi dosis karena dosis normal akan berefek lbh
panjang kelumpuhan ototnya.
Harus diperhatikan resiko HELLP Syndrom sebagai salah satu efek PEB/ EB. Jika
dilakukan anestesi spinal dan terjadi epidural hematoma, maka blok akan ireversibel. Kecuali
sebelum 7 jam dan diketahui dg pemeriksaan MRI atau CT scan dan langsung dilakukan
laminektomi maka blok bisa reversibel.
Pada kasus ini, pasien sudah mengalami episode kejang yang berarti bahwa pasien
ini sudah masuk dalam kategori eklampsia. Persalinan pada pasien ini harus terjadi dalam
waktu 6 jam.Ooleh karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk menjalani
persalinan secara normal, maka terminasi kehamilan dilakukan dengan cara seksio sersaria
emergensi. Penggunaan teknik anestesi harus ditentukan sesuai dengan kondisi pasien. Pada
pasien ini jika dilakukan general anestesi dapat menyebabkan depresi pernafasan yang
sangat berbahaya bagi ibu, sehingga dilakukan spinal anestesi, dengan catatan pasien harus
benar-benar dimonitor selama pemberian anestesi, karena pasien ini berada dalam status
fisik ASA III.
KESIMPULAN
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan
bedah, obstetrik, operasi operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Untuk
operasi yang direncanakan secara elektif tersedia waktu berhari-hari untuk pemeriksaan
klinik dan laboratorium, serta persiapan operasinya. Pada bedah gawat darurat, faktor waktu
yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan
waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai
kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk
menunjang intervensi bedah gawat darurat ini.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeclampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan
tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea.
KEPUSTAKAAN
1. Zuhardi, T.B, Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 3-5
2. Rahardjo, E., Rahardjo, P., Sulistiyono, H., Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 6-9.
3. Latief, dkk.2001.Petunjuk Praktis Anestesi. Penerbit FK UI : Jakarta
4. Morgan, G. Edward, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. 2007. Clinical Anesthesiology. 4th edition. The McGraw-Hill Companies: Philadelphia
5. Rasad, dkk.1989. Anestesiologi. CV Infomedika : Jakarta
6. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/158_08Prokontrapenangananaktifeklampsia.pdf/ 158_08Prokontrapenangananaktifeklampsia.html
PENULIS:
Ciptaning Sari Dewi Kartika
NIM 2004.031.0111
NIPP 1535.24.08.2008
Homebase: RSUD Temanggung
Bagian Anestesi