anne dickson
TRANSCRIPT
-
8/9/2019 Anne Dickson
1/78
PANDANGAN IBU-IBU 'AISYIYAH DI MALANG
TERHADAP POLIGAMI
OLEH:
ANNE LOUISE DICKSON
07210565
AUSTRALIAN CONSORTIUM FOR IN-COUNTRY
INDONESIAN STUDIES
ANGKATAN KE-24
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
JUNI 2007
-
8/9/2019 Anne Dickson
2/78
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL PENELITIAN: PANDANGAN IBU-IBU 'AISYIYAH DI MALANG
TERHADAP POLIGAMI
NAMA PENELITI: ANNE LOUISE DICKSON (07210565)
Malang, Juni 2007
Mengetahui:
Drs. Budi Suprapto, M.Si. Dr. H. Hamidi, M.Si.
Dekan FISIP Dosen Pembimbing
Philip King, Ph.D H. Moh. Masud Said, Ph.D
Resident Director ACICIS Ketua ACICIS-UMM
i
-
8/9/2019 Anne Dickson
3/78
ABSTRAK
Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu
negara yang memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu. Poligami memang
termasuk ajaran agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk
Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang Islam terhadap poligami dalam
ajaran agama berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa poligami dianjurkan
dalam keadaan tertentu; ada juga yang percaya bahwa poligami seharusnya
ditinggalkan pada masa kini. Dalam media massa Indonesia, sering ada berita
tentang poligami. Kasus Aa Gym, seorang kyai dari Bandung yang menikah lagi
pada tahun 2006, memicu perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang
topik yang kontroversial ini.
Dalam penelitian ini, pandangan sekelompok ibu Islam terhadap poligami
diteliti. Alasannya, para ibu merupakan kelompok yang paling diresahkan oleh
masalah poligami dan poligami biasanya dibahas di Indonesia dengan merujuk
kepada agama Islam. Ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang dipilih sebagai sumber
informasi. 'Aisyiyah adalah bagian perempuan dari Persyarikatan
Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia.
Selain mengetahui pandangan informan terhadap poligami secara umum,
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap ibu-ibu 'Aisyiyah tentang
keterlibatan diri sendiri dalam perkawinan poligami dan untuk mengetahui faktor
apa saja yang mempengaruhi pandangan informan.
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Data dikumpulkan
lewat wawancara terstruktur kemudian dianalisa dengan memakai teknik desriptif.
Enam belas ibu 'Aisyiyah dijadikan sebagai informan. Semuanya sudah menikah.
Usianya rata-rata 43,4 tahun. Ibu dari segala tingkat pendidikan diwawancarai,
meliputi ibu lulusan SD sampai ibu lulusan S3. Informan termasuk pengurus
'Aisyiyah tingkat wilayah, daerah, cabang dan ranting dan peserta ranting.
Satu informan sangat mendukung poligami, sedangkan informan lainnya
kurang suka. Hanya sedikit keuntungan keluarga poligami disebut oleh informan,
sedangkan kerugiannya banyak, khususnya untuk para istri dan anak. Walaupun
demikan, hanya dua informan secara tegas menentang poligami dalam keadaan
apapun pada masa kini. Sebagian besar informan setuju jika poligami dijalankan
ii
-
8/9/2019 Anne Dickson
4/78
dalam keadaan tertentu. Poligami diibaratkan sebagai pintu darurat yang boleh
digunakan oleh seorang suami jika istrinya sakit atau mandul sehingga kurang
mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Mengenai keyakinan agama, hampir semua informan berpendapat bahwa
seorang laki-laki yang mau berpoligami diharuskan mampu berlaku adil dalam hal
lahir dan batin terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Menurut sembilan informan,
ada pahala bagi pelaku poligami asalkan syarat tertentu dipenuhi dan menurut
sepuluh informan ada pahala bagi istri yang rela dimadu.
Bagaimanapun juga, hanya satu informan yang mau suaminya menikah lagi.
Tiga informan sama sekali menolak dimadu dalam keadaan apapun. Sepuluh
informan tidak mau dimadu tetapi mengatakan bahwa mereka dapat (atau
mungkin dapat) menerima sekarang atau dalam keadaan tertentu.
Menurut peneliti, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pandangan
informan terhadap poligami. Dari faktor pertama, yaitu pengamatan mereka
terhadap pelaksanaan poligami, informan cenderung kurang suka kebiasaan ini.
Namun, faktor ini sering bertentangan dengan kedua faktor lainnya, yaitu
keyakinan agama informan serta kepercayaan mereka tentang fitrah dan peran
laki-laki dan perempuan. Meskipun sebagian besar informan menganggap
poligami sebagai praktek yang biasanya merugikan keluarga, poligami tidak
ditolak pada dasarnya. Para informan rata-rata percaya bahwa poligami itu
dibolehkan dalam agama Islam dan sampai sekarang merupakan hak dan
kebutuhan laki-laki.
Pandangan kelompok Muslim lain di Malang terhadap masalah poligami
dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya, termasuk pandangan bapak-bapak
Muhammadiyah; pandangan perempuan 'Aisyiyah yang belum menikah, ibu'Aisyiyah yang janda dan ibu 'Aisyiyah yang suaminya berpoligami; ataupun ibu-
ibu dari aliran Islam yang berbeda. Saran umum yang diajukan peneliti adalah
para suami yang berkehendak untuk menikah lagi sebaiknya mempertimbangkan
pendapat keluarganya terlebih dahulu. Untuk menghindari kesalahpahaman dan
menjaga kerukunan keluarga, sebaiknya semua pasangan suami-istri
membicarakan masalah poligami ini secara mendalam.
iii
-
8/9/2019 Anne Dickson
5/78
ABSTRACT
Polygamy is an issue which often draws attention in Indonesia, a country
which permits the practice when certain conditions are met. Indeed, teaching
about polygamy is included in Islam, the religion followed by the majority of
Indonesias population. However, Muslims hold various views concerning
polygamy in their religion. Some believe that polygamy is advised in certain
situations, while others hold that it should no longer be practised. News related to
polygamy is often presented by the Indonesian media. The case of Aa Gym, an
Islamic leader from Bandung who took a second wife in 2006, triggered
widespread debate within the Indonesian community about this controversial
issue.
In this research, the views of a group of Muslim women are investigated,
because it is women who are most concerned about polygamy and in Indonesia
this issue is usually discussed with reference to Islam. Women from the
organisation 'Aisyiyah in Malang were chosen as the source of information.
'Aisyiyah is the womens component of Persyarikatan Muhammadiyah, the
second largest Islamic organisation in Indonesia.
Other than finding out the informants views on polygamy as a whole, the
aim of this research was to find out the attitudes of 'Aisyiyah women towards they
themselves being involved in a polygamous marriage and to consider what factors
influence their views.
This research takes a qualitative approach. Data was gathered through
structured interviews and then analysed using the descriptive technique. The
informants consist of sixteen 'Aisyiyah women, all of whom are married. Their
average age is 43.4 years. Women of all education levels were interviewed, from
women with only a primary school education to women with postgraduate
qualifications. The informants include leaders of 'Aisyiyah at the provincial,
regional, sub-regional and local level, as well as women who participate in the
activities of the organisation without holding a leadership position.
Besides one informant who strongly supports polygamy, the impression
conveyed by the informants is that they dislike the practice. Few advantages and
many disadvantages of a polygamous family, especially for women and children,
iv
-
8/9/2019 Anne Dickson
6/78
were mentioned by the informants. Although this is the case, only two informants
firmly oppose the practice of polygamy, no matter what the circumstances. Most
informants accept polygamy if it is practised in certain situations. Polygamy is
described as an emergency exit which may be used by a husband if his wife is
sick or infertile and thus incapable of fully carrying out her duties as a wife.
In relation to religious convictions, almost all the informants believe that a
man who wants to practise polygamy must be capable of acting fairly towards his
wives and children in all matters. According to nine informants, there is a reward
for those who practise polygamy as long as certain conditions are fulfilled. Ten
informants believe that wives who are willing to have their husbands take a
second wife will be rewarded.
Only one informant, however, wants her husband to take another wife.
Three informants totally oppose the idea of their husbands practising polygamy
under any circumstance. Ten informants do not want their husbands to take
another wife, but say that they could (or maybe could) accept their husbands
marrying again either now or if certain situations arise in the future.
There seems to be three main factors which influence the views of
informants towards polygamy. From their observation of polygamy in society,
informants are inclined to dislike the practice. However, this factor often conflicts
with the other two factors, that is, the informants religious convictions and their
beliefs about the inherent nature and roles of men and women. Although most
informants view polygamy as a practice which usually has negative effects on
families, the practice is not rejected in principle. Generally, the informants believe
that polygamy is allowed in Islam and up until now is the right and need of men.
The views of other Muslim groups in Malang towards polygamy could beinvestigated by future researchers, including the views of men from the
organisation Muhammadiyah; views of 'Aisyiyah women who are unmarried,
widows, or whose husbands practise polygamy; or women from different Muslim
organisations. General recommendations of the researcher are that husbands who
wish to practise polygamy consider the opinions of their families first. To avoid
misunderstandings and to maintain family harmony, married couples should
discuss this matter in depth.
v
-
8/9/2019 Anne Dickson
7/78
KATA PENGANTAR
Peneliti bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan untuk
melakukan penelitian di Malang selama semester ini. Tujuan penulisan laporan ini
adalah untuk menyajikan hasil penelitian mengenai pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah
di Malang terhadap poligami, termasuk kesediaan perempuan Islam dari aliran
Muhammadiyah ini untuk dimadu serta faktor apa saja yang mempengaruhi
pandangan mereka.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Malang dan Bapak DekanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang memberi kesempatan kepada
mahasiswa ACICIS untuk belajar di UMM.
2. Staf Program Australian Consortium of In-Country Indonesian Studies(ACICIS), khususnya Resident Director ACICIS, Philip King, Ph.D dan
Ketua ACICIS-UMM, H. Moh. Masud Said, Ph.D, yang
menyelenggarakan programnya dan memberi saran kepada peneliti.
3. Dosen pembimbing, Dr. H. Hamidi, M.Si., untuk masukannya mengenaicara meneliti dan menulis laporan ini.
4. Mahasiswa ACICIS angkatan ke-24, khususnya Hannah Al-Rashid danElisa Brewis, untuk dukungannya.
5. Maria Imakulata Zakariah, yang membantu peneliti dari awal sampaiakhir semester ini. Dia membantu peneliti mencari fokus penelitian,
sering menemani peneliti waktu mewawancarai informan dan memeriksa
naskah laporan ini.
6. Semua ibu-ibu 'Aisyiyah yang diwawancarai oleh peneliti. Mereka tidakhanya bersedia menjelaskan pandangan mereka secara panjang lebar,
tetapi menghubungkan peneliti dengan ibu-ibu 'Aisyiyah lain serta
meminjamkan buku dan majalah yang bermanfaat.
Anne Dickson
Malang, Juni 2007
vi
-
8/9/2019 Anne Dickson
8/78
-
8/9/2019 Anne Dickson
9/78
3.2. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 21
3.2.1. Susuanan Pertanyaan Wawancara .................................................. 22
3.3. Sumber Informasi ..................................................................................... 22
3.4. Teknik Analisa Data ................................................................................. 23
BAB IV: HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN ................................. 25
4.1. Monografi Lapangan ................................................................................ 25
4.1.1. 'Aisyiyah Kota Malang .................................................................. 25
4.1.2. 'Aisyiyah Kabupaten Malang ......................................................... 26
4.2. Profil Informan ......................................................................................... 26
4.2.1. Umur .............................................................................................. 27
4.2.2. Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan ............................................... 274.2.3. Jumlah Anak .................................................................................. 28
4.2.4. Status dalam 'Aisyiyah ................................................................... 28
4.3. Pandangan Informan terhadap Poligami .................................................. 29
4.3.1. Apakah Informan Setuju dengan Poligami? .................................. 29
4.3.2. Bentuk Perkawinan yang Paling Baik ............................................ 31
4.3.3. Alasan Orang Terlibat dalam Perkawinan Poligami ...................... 32
4.3.3.1. Pelaku ................................................................................ 32
4.3.3.2. Istri Pertama ....................................................................... 33
4.3.3.3. Istri Kedua/Ketiga/Keempat .............................................. 34
4.3.4. Dampak Poligami terhadap Keluarga dan Masyarakat .................. 35
4.3.4.1. Keuntungan Keluarga Poligami ......................................... 35
4.3.4.2. Kesulitan dan Tantangan Keluarga Poligami .................... 35
4.3.4.3. Dampak terhadap Masyarakat Indonesia jika PoligamiMeluas ............................................................................... 36
4.3.5. Cerita Informan tentang Keluarga Poligami yang Mereka Kenal .. 37
4.3.6. Tokoh Islam Indonesia yang Berpoligami ..................................... 38
4.3.6.1. Kyai-Kyai di Indonesia yang Berpoligami ........................ 38
4.3.6.2. Kasus Aa Gym ................................................................... 39
4.3.7. Syarat-Syarat .................................................................................. 40
4.3.7.1. Persetujuan dari Istri/Istri-Istri ........................................... 40
viii
-
8/9/2019 Anne Dickson
10/78
4.3.7.2. Kekurangan pada Istri ........................................................ 424.3.8. Ajaran Agama Islam tentang Poligami .................................... 42
4.3.8.1. Alasan Nabi Muhammad Berpoligami .............................. 42
4.3.8.2. Syarat Adil ......................................................................... 42
4.3.8.3. Pahala untuk Poligami ....................................................... 44
4.4. Kesediaan Informan Dimadu ................................................................... 45
4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pandangan Informan terhadap
Poligami ................................................................................................... 49
4.5.1. Kesan dan Pengamatan Pribadi terhadap Pelaksanaan Poligami ... 50
4.5.2. Keyakinan Agama .......................................................................... 51
4.5.3. Kepercayaan tentang Fitrah serta Peran Laki-Laki dan
Perempuan ...................................................................................... 52
BAB V: PENUTUP ....................................................................................... 55
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 55
5.2. Saran ......................................................................................................... 57
5.2.1. Saran untuk Peneliti Selanjutnya ................................................... 57
5.2.2. Saran Umum .................................................................................. 58
DAFTAR SUMBER ...................................................................................... 60
1. Daftar Pustaka ............................................................................................. 60
2. Daftar Wawancara ....................................................................................... 63
LAMPIRAN ................................................................................................... 64
1. Daftar Pertanyaan untuk Wawancara .......................................................... 642. Angket ......................................................................................................... 68
ix
-
8/9/2019 Anne Dickson
11/78
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Poligami: Apakah Sunah Rasulullah yang membawa berkat jika diamalkan?
Apakah sebagai pintu darurat yang seharusnya hanya digunakan dalam keadaan
tertentu? Ataukah lembaga patriarkal yang harus ditinggalkan sama sekali pada
zaman modern ini? Pertanyaan-pertanyaan serupa ini kini banyak
diperbincangkan dalam masyarakat Indonesia. Poligami memang merupakan
bahan pembicaraan yang menarik dan topik yang kontroversial.
Arti dari istilah poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu
pasangan. Poligami termasukpoligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu
istri, dan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami
( Encyclopaedia Britannica,2004). Istilahpoligami sering dipakai untukmengacu
kepada poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri.
Demikian juga dalam laporan ini,poligami dipakai sebagai sinonimpoligini.
Menurut sejarah, poligami dilakukan oleh banyak bangsa, termasuk bangsa
Ibrani, Arab, Jerman, Saxon, Afrika, Hindu India, Cina dan Jepang (Sabiq 1987,
hlm.169). Dewasa ini, poligami tetap sah di banyak negara termasuk sebagaian
besar negara Islam, kecuali Turki dan Tunisia (Mulia 2005, hlm.205). Dalam
Undang-Undang negara Indonesia, poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat
tertentu.
Belakangan ini, pemberitaan serangkaian kasus poligami menghebohkan
masyarakat Indonesia sehingga masalah poligami banyak dibicarakan. Salah satu
kasus yang terkenal adalah kasus Aa Gym. Pada bulan Desember 2006, pemilik
1
-
8/9/2019 Anne Dickson
12/78
Pesantren Darut Tauhid Bandung ini mengakui bahwa pernikahan keduanya telah
berlangsung selama tiga bulan. Banyak di antara para muslimah Indonesia, yang
dulu mengagumi kyai ini, merasa marah terhadap Aa Gym dan mengasihani istri
pertamanya. Hal yang membuat ibu-ibu makin kecewa adalah Aa Gym pernah
mengatakan bahwa ia tidak akan berpoligami karena sudah cukup bahagia
dengan keluarganya (Setiati 2007, hlm.98). Perilaku tokoh agama yang dihormati
ini dikhawatirkan akan diteladani oleh para suami. Kasus Aa Gym ini memicu
perdebatan luas dalam masyarakat Indonesia tentang pro dan kontra poligami
serta ajaran agama Islam. Seringkali ada berita dalam televisi, surat kabar dan
majalah tentang poligami. Pada tanggal 21 Februari 2007, misalnya, sebanyak
lima artikel tentang poligami diterbitkan dalam Jawa Pos, termasuk laporan
tentang kasus Angel Lelga, wawancara dengan seorang ahli dan laporan tentang
hasil penelitian.
Salah satu ayat Al-Quran yang membahas tentang poligami adalah An-
Nisaa [4]: 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...
(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)
Penafsiran ayat-ayat dari Al-Quran dan Hadits mengenai poligami berbeda-beda.
Pendapat orang Islam terhadap poligami dapat digabungkan ke dalam tiga
kelompok utama. Kelompok pertama berpendapat bahwa orang yang berpoligami
mengikuti Sunah Nabi Muhammad maka secara otomatis mendapatkan pahala.
2
-
8/9/2019 Anne Dickson
13/78
Menurut kelompok ini, poligami dianjurkan bagi laki-laki yang mampu
melaksanakannya. Poligami dijadikan sebagai alat ukur keimanan seorang laki-
laki (Setiati 2007, hlm.23). Menurut kelompok kedua, poligami tidak dianjurkan
dalam agama melainkan diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Sebagai contoh,
poligami dapat diamalkan oleh seorang suami untuk mencegah perzinaan, untuk
menolong janda-janda miskin, atau jika istrinya sakit atau mandul sehingga
kurang mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri. Kelompok ketiga percaya
bahwa poligami itu seharusnya tidak dijalankan pada masa kini. Menurut
kelompok ini, poligami dilakukan oleh Nabi Muhammad karena kondisi tertentu
yang ada pada zaman itu, yaitu masa perang yang menimbulkan banyak janda dan
anak yatim yang perlu dilindungi. Maksud ayat QS An-Nisaa [4]: 3 adalah untuk
membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi dan menghapuskan poligini/poligami
secara perlahan (Chodjim 2007, hlm.55). Ketidakmampuan laki-laki selain Nabi
Muhammad untuk berlaku adil terhadap istri-istri mereka ditekankan oleh orang
Islam dari kelompok ini.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijelaskan dengan mengajukan
tiga pertanyaan di bawah ini:
1. Bagaiamana pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami?2. Apakah ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang bersedia terlibat dalam perkawinan
poligami?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah diMalang terhadap poligami?
3
-
8/9/2019 Anne Dickson
14/78
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami;2. sikap ibu-ibu 'Aisyiyah tentang keterlibatan diri sendiri dalam
perkawinan poligami;
3. faktor apa saja yang mempengaruhi pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah diMalang terhadap poligami.
4
-
8/9/2019 Anne Dickson
15/78
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Dasar Poligami dalam Agama Islam
Al-Quran surat An-Nisaa [4]: 3 merupakan dasar ajaran agama Islam
tentang poligami.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.
(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)
Apa hubungan antara hukum tentang anak yatim dan hukum tentang poligami
dalam ayat ini? Ada beberapa pendapat tentang hal tersebut. Namun, penjelasan
yang disampaikan oleh 'Aisyah, salah satu istri Nabi Muhammad, adalah
penafsiran yang paling sering diterima. Menurut 'Aisyah, maksud ayat tersebut
adalah: wali anak peremuan yatim ingin menikahi anak yang diayominya karena
harta dan kecantikannya, tetapi tidak mau menenuhi kewajibannya dalam
memberikan mahar. Jika demikian, wali itu tidak boleh menikahi anak yatim
tersebut. Dia boleh menikahi perempuan lain (Sabiq 1987, hlm.147 & Kisyik
1994, hlm.20).
Dalam An-Nisaa [4]: 3, telah jelas bahwa seorang laki-laki tidak boleh
menikahi lebih dari empat istri. Demikian pula, dalam Hadits diceritakan bahwa
Harits bin Qais dan Ghailan bin Umayyah Attsaqafi yang masing-masing
5
-
8/9/2019 Anne Dickson
16/78
mempunyai delapan dan sepuluh istri, disuruh oleh Nabi Muhammad untuk
memilih empat saja di antara mereka dan menceraikan yang lain (Sabiq 1987,
hlm.150).
Menurut An-Nisaa [4]: 3, seorang suami yang mau berpoligami harus
meyakini dia dapat berlaku adil. Hal ini ditekankan dalam Hadits juga, di mana
diperintahkan bahwa seorang pelaku poligami yang tidak berlaku adil akan
dihukum (Setiyaji 2006, hlm.65). Bagaimanapun juga, ketidakmampuan seorang
suami berbuat adil dinyatakan dalam Al-Quran surat An-Nisaa [4]: 129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung...
(Departemen Agama Republik Indonesia 1992)
Ada dua pandangan utama mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah adil
dalam An-Nisaa [4]: 3. Menurut pandangan pertama, seorang suami diwajibkan
oleh An-Nisaa [4]: 3 berbuat adil dalam hal lahir saja. Dia harus membagi waktu
dan hartanya antara istri-istrinya secara adil. Dalam hal batin, yaitu cinta, dia tidak
dituntut bahkan tidak mampu berbuat adil. Inilah yang dimaksudkan dengan An-
Nisaa [4]: 129. Dengan demikian, menurut pandangan pertama ini, tidak ada
pertentangan antara satu ayat Al-Quran dengan yang lain (Sabiq 1987, hlm.153;
Shihab 1996, hlm.201; Setiati 2007, hlm.13). Menurut pandangan kedua, An-
Nisaa [4]: 3 mewajibkan seorang suami berbuat adil dalam segala hal, termasuk
hal batin. Jika dia tidak mampu berbuat adil dalam segala hal, seharusnya dia
memiliki seorang istri saja. Penafsiran ini dijelaskan antara lain oleh A. Chodjim
6
-
8/9/2019 Anne Dickson
17/78
(2007, hlm.54); I. Rais, Wakil Ketua Bagian Dikdasmen Pimpinan Pusat
'Aisyiyah (2005, hlm.167); dan E. Jasman, mantan Ketua 'Aisyiyah (Feillard,
1998, hlm.239).
Dalam bahasan tentang poligami, penulis Muslim sering merujuk kepada
kehidupan pernikahan Nabi Muhammad. Pada saat Nabi Muhammad menikahi
istri pertamanya, seorang janda bernama Sayyidah Khadijah, beliau berumur dua
puluh lima tahun dan istrinya berumur empat puluh tahun (Kisyik 1994, hlm.39).
Mereka tinggal bersama di Mekah sampai wafatnya Khadijah dua puluh lima
tahun kemudian (Chodjim 2007, hlm.54). Selama sepuluh tahun terakhir
kehidupan Nabi Muhammad, beliau menjalankan poligami di Madinah, pada
masa perang (Rais 2005, hlm.167). Beliau menikahi sepuluh istri. 'Aisyah adalah
satu-satunya perawan yang dinikahi Nabi Muhammad, yang lain adalah janda.
Menurut penulis Muslim, Nabi Muhammad tidak menikah untuk kepentingan
pribadi melainkan untuk menyukseskan dakwah atau membantu dan
menyelamatkan para perempuan yang kehilangan suami (Tabloid Republika:
Dialog Jumat 8 Desember 2006, hlm.4).
2.2. Hukum Indonesia Berkaitan dengan Poligami
Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada di Indonesia
mengenai perkawinan adalah UU Nomor 1 Tahun 1974, PP Nomor 9 Tahun 1975,
PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990 (Budiarti et al. 2006,
hlm.20).
UU Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan poligami asalkan syarat-syarat
tertentu dipenuhi. Seorang suami yang ingin berpoligami harus mengajukan
7
-
8/9/2019 Anne Dickson
18/78
permohonan kepada Pengadilan (Pasal 4:1). Dia dapat diberikan ijin untuk
menikah lagi jika salah satu dari syarat alternatif dipenuhi (Pasal 4:2):
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat kumulatif di bawah
harus dipenuhi (Pasal 5:1):
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anakanak mereka.
PP Nomor 10 Tahun 1983 mempersulit Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk
terlibat dalam perkawinan poligami. PNS laki-laki yang mau berpoligami dan
PNS perempuan yang mau menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang yang
bukan PNS harus memperoleh ijin dari pejabat (Pasal 4:1 & 3). PNS perempuan
tidak boleh menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang PNS (Pasal 4:2). PP
Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun 1983. Pada bulan
Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PP tersebut
direvisi kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup bukan
hanya PNS tetapi juga pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat umum.
Presiden Republik Indonesia juga berencana memperketat sanksi kepada
pelanggar PP (Setiati 2007, hlm.61-62).
8
-
8/9/2019 Anne Dickson
19/78
2.3. Kesaksian Anggota Keluarga Poligami
2.3.1 Kesaksian Pelaku Poligami
Pada bulan Desember 2006, Aa Gym mendapatkan Surat Ijin Poligami dari
Pengadilan Agama Negeri Bandung. Menurut ketua pengadilan tersebut, Aa Gym
memenuhi syarat hukum Indonesia untuk poligami, termasuk ijin dari istri
pertama, kemampuan berlaku adil dan kemampuan secara ekonomi (Kompas 12
Desember 2006). Sebenarnya sudah lama Aa Gym berencana untuk
berpoligami sejak tahun 2001 (Setiyaji 2006, hlm.79). Aa Gym memilih
berpoligami untuk memperbaiki dirinya dan mendekatkan dirinya kepada Allah.
Dia mengatakan bahwa tindakannya didasari ikhtiar untuk meraih ridha Allah,
ingin meningkatkan amal, melatih kesabaran serta keikhlasan dan bersih hati agar
disukai Allah SWT (Setiyaji 2006, hlm.102). Dengan mengamalkan poligami,
Aa Gym mau menunjukkan bahwa poligami itu bukan hal buruk. Dia
menyayangkan bahwa poligami, yang diperbolehkan oleh Allah, sering dianggap
aib sedangkan pergaulan bebas diterima (Setiyaji 2006, hlm.102 & Setiati 2007,
hlm.96). Sebagaimana busana jilbab yang dianggap aneh dua puluh tahun yang
lalu dewasa ini sudah menjadi lumrah, Aa Gym berharap ajaran agama tentang
poligami dapat diterima masyarakat Islam Indonesia (Setiyaji 2006, hlm.103 &
158). Aa Gym ingin istri pertama dan anak-anaknya belajar lebih mencintai Allah
daripada dia sendiri akibat menempuh kehidupan baru dalam keluarga poligami
(Setiyaji 2006, hlm.57). Dia menjelaskan, dia hanyalah sekadar makhluk yang
tiada daya dan upaya sehingga tidak layak dicintai istrinya secara berlebihan
(Setiyaji 2006, hlm.103).
9
-
8/9/2019 Anne Dickson
20/78
Walaupun dia sendiri mencari hikmah yang ada di dalam poligami, Aa Gym
tidak menganjurkan para suami untuk menikah lagi. Katanya, pemahaman yang
arif dan kesiapan mental diperlukan (Kusumaputra 2007) dan syaratnya berat.
Dia mengimbau, kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan (Tabloid
Republika: Dialog Jumat 8 Desember 2006, hlm.5).
Sikap Puspo Wardoyo terhadap poligami berbeda dengan sikap Aa Gym.
Pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo yang beristri empat ini
mempersilakan para suami yang mampu secara materi, spiritual, maupun yang
lainnya (Rahman 2006, hlm.25) untuk berpoligami. Dalam majalah yang
dipimpinnya, dia memberi nasihat singkat kepada para suami yang telah terbukti
sukses dengan satu istri... selayaknya mau berpoligami (pindah tugas baru kepada
perempuan lain yang membutuhkan kepemimpinannya) (Wardoyo 2007,
hlm.11). Pada tahun 2003, Puspo Wardoyo menciptakan Poligami Award (Ihsan
2003). Menurut pelaku poligami ini, salah satu keuntungan poligami untuk dia
sendiri adalah istri-istrinya membantu dalam usahanya. Dia bertanya, bagaimana
bisa ngurusi bisnis kalau istri satu? (Rahman 2006, hlm.25).
Fauzan Al-Anshari mengatakan bahwa niatnya untuk berpoligami adalah
untuk menolong perempuan. Kabid Data dan Informasi Majelis Mujahidin
Indonesia yang memiliki empat istri ini berpendapat bahwa laki-laki dapat
menolong janda dan perawan tua melalui poligami (Rahman 2006, hlm.25).
Demikian juga, Diki Candra, seorang pengusaha dari Jakarta yang menikahi tiga
istri, menganggap dirinya sebagai penolong wanita. Dia mengatakan bahwa dia
rela membagi kepemimpinan untuk tiga istri menuju ridho Allah (Arief 2007,
hlm.4).
10
-
8/9/2019 Anne Dickson
21/78
Salah satu keuntungan poligami yang sering disebut adalah untuk mencegah
perselingkuhan dan perzinaan. Antara lain, keuntungan ini diutarakan oleh Fauzan
Al-Anshari dan Noer Muhammad Iskandar, pengasuh pondok pesantren di Jakarta
yang beristri dua (Rahman 2006, hlm.25).
2.3.2. Kesaksian Para Istri yang Ikhlas
Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, mengakui bahwa reaksinya waktu dia
mengetahui suaminya mau berpoligami sama dengan kebanyakan istri kaget
dan sedih. Dia bertanya apa kekurangan pada dirinya sebagai istri (Lugito &
Siregar 2006, hlm.23). Selama lima tahun saya dipersiapkan oleh Aa Gym untuk
menerima konsep poligami, ujarnya (Setiyaji 2006, hlm.77). Lama-kelamaan dia
ikhlas bahkan membantu suaminya mencari istri kedua (Setiyaji 2006, hlm.92).
Dia menjelaskan bahwa seorang istri harus menaati suami, selama suami sesuai
dengan syariat Islam... saya harus ikhlas (Setiyaji 2006, hlm.70). Teh Ninih takut
jika menolak sesuatu yang dibolehkan oleh ajaran Allah (Setiyaji 2006, hlm.77 &
91). Keuntungan poligami bagi Teh Ninih adalah dia belajar mencintai dan
mengandalkan Allah, bukan suaminya. Saya selama ini terlalu mencintai suami...
ini saatnya saya kembali kepada Allah, katanya pada tanggal 4 Desember 2006
(Setiyaji 2006, hlm.93). Walaupun ada keuntungannya, Teh Ninih pernah merasa
cemburu karena pernikahan kedua suaminya. Misalnya, dia menceritakan saat di
Malaysia pada awal bulan Desember 2006, dia mau menikmati makan bersama
suaminya. Dia kesal melihat Aa Gym sibuk mengirim SMS dan menelpon istri
keduanya (Setiyaji 2006, hlm.59).
11
-
8/9/2019 Anne Dickson
22/78
Rini Purwanti, istri pertama Puspo Wardoyo, menangis waktu dia
mengetahui bahwa suaminya sudah berpoligami selama enam bulan (Setiati 2007,
hlm.91). Akhirnya dia menerima perkawinan kedua suaminya. Akan tetapi, Rini
menganjurkan pasangan suami-istri lain untuk membicarakan masalah poligami
sebelum dilaksanakan (Setiati 2007, hlm.93). Menurut Rini, poligami dibolehkan
untuk para suami yang mampu secara ekonomi, fisik dan mental. Keinginan
suaminya untuk melakukannya merupakan fitrah seorang laki-laki (Setiati 2007,
hlm.91). Rini begitu ikhlas dimadu sampai dia membantu suaminya melamar istri
ketiganya dan membantu memilih istri keempat. Rini mengakui bahwa rumah
tangga poligaminya tidak selalu rukun. Namun, konflik yang muncul diatasi
melalui keterbukaan (Setiati 2007, hlm.93).
Gina Puspita, seorang istri pertama dari empat istri, sering menyuarakan
dukungan terhadap poligami melalui artikel dan wawancara. Keinginannya untuk
dimadu muncul waktu perempuan lulusan S3 Struktur Aeronatika ini
menyaksikan kerukunan rumah tangga guru besarnya yang beristri empat. Gina
Puspita mencarikan istri untuk suaminya dengan cara bertanya kepada karyawan
dalam perusahannya siapa yang mau menikah dengan suaminya (Indah 2007,
hlm.57). Kebaikan dari poligami yang merupakan alasan lain yang mendorong
Gina Puspita untuk berbagi suami adalah untuk mendekatkan diri pada Allah...
membuatku tak selalu tergantung dengan suami... saya bisa mandiri, dan segala
hidupku untuk Allah, ucapnya (Indah 2007, hlm.57). Pandangan ini senada
dengan yang diutarakan oleh Teh Ninih. Gina Puspita mengakui bahwa pada
awalnya dia merasa cemburu akibat berbagi suami tetapi sekarang masalah
cemburu itu jadi hal yang kecil (Indah 2007, hlm.57). Ternyata, sisi positif
12
-
8/9/2019 Anne Dickson
23/78
kehidupan poligami lebih ditekankan oleh perempuan ini. Gina Puspita dan ketiga
madunya tinggal bersama. Mereka senang makan bersama dan dapat dirawat oleh
sesama istri jika sakit. Jika sedang sibuk, Gina Puspita terkadang bersyukur...
karena ada yang bisa menggantikan kewajiban saya terhadap suami (Indah 2007,
hlm. 57).
Dihan Fahimsyah, yang suaminya berpoligami, juga menikmati keuntungan
poligami dalam rumah tangganya. Menurut dia, para istri yang suaminya
berpoligami dapat lebih mandiri dan punya waktu untuk mengejar cita-citanya
sendiri karena ada lebih dari satu istri untuk menanggung pekerjaan rumah tangga.
Dia tidak dapat bergantung pada suaminya melainkan harus mempertahankan
identitas sendiri karena suaminya sering tidak ada (Fahimsyah 2004, hlm.12).
Cerita Endang Budiarti Candra, istri pertama Diki Candra, agak mirip
dengan pengalaman Teh Ninih. Sebagai penentang keras poligami, Endang
Budiarti Candra langsung terkejut waktu suaminya mengatakan dia mau menikah
lagi (Arief 2007, hlm.4). Setelah dia minta nasihat dari keluarganya, akhirnya
perempuan lulusan S1 Ekonomi ini mengerti bahwa poligami merupakan puncak
dari cobaan terberat seorang wanita, namun akan lebih mendekatkan diri ke
surga (Arief 2007, hlm.4) seperti yang dijelaskan oleh Gina Puspita. Sama
dengan Teh Ninih, Endang Budiarti Candra dibantu oleh suaminya untuk
menerima poligami. Melalui menjalankan kehidupan poligami, dia merasakan
beberapa keuntungan. Imannya lebih teguh, dia belajar kesabaran dan
ketawakalan, dan dia akrab dengan kedua madunya. Endang Budiarti Candra
yakin bahwa suaminya memiliki niat yang baik untuk berpoligami, yang tidak
13
-
8/9/2019 Anne Dickson
24/78
lepas dari tujuan perjuangannya dan bermaksud untuk membantu perempuan
(Arief 2007, hlm.4).
Kedua madu Endang Budiarti Candra percaya bahwa menempuh kehidupan
poligami menguntungkan secara iman dan untuk memperbaiki diri sendiri.
Menurut Dyah Fitri Kusumadewi, istri kedua Diki Candra, poligami itu
merupakan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu (atas rasa cemburu, marah,
iri, dengki, dll) sehingga mendapatkan pelajaran kesabaran, rasa syukur,
ketenangan jiwa dan kestabilan iman (Arief 2007, hlm.4). Keikhlasannya...
menjalani poligami dalam kerangka jihad, menurut Titani Sri Wikanihati Candra,
istri ketiga Diki Candra, akan menambah pahala sebagai pencuci dosa-dosa masa
lalu saya (Arief 2007, hlm.4). Menurut perempuan lulusan S1 Komunikasi ini,
poligami merupakan latihan kesabaran. Kedua wanita ini merasa poligami adalah
semacam perjuangan karena perbuatannya ditentang oleh banyak orang, termasuk
orang Islam.
Sebagai kesimpulan dari cerita-cerita tersebut, para istri yang ikhlas dalam
kehidupan poligami umumnya percaya bahwa poligami itu termasuk ajaran Allah
sehingga mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan sikap ikhlas
mereka. Walaupun kehidupan poligami berat, ada banyak keuntungan, khususnya
dalam rangka melatih diri menjadi wanita yang solehah tetapi juga dalam berbagi
tugas rumah tangga.
2.3.3. Kesaksian Para Istri yang tidak Ikhlas
Dewi Yull, seorang penyanyi terkenal, memilih bercerai daripada dimadu.
Ray Sahetapi, suami Dewi, mau menikah lagi waktu pernikahan pertamanya
14
-
8/9/2019 Anne Dickson
25/78
sudah berlansung selama dua puluh tiga tahun dan menghasilan empat anak. Dewi
mengambil keputusan untuk menggugat cerai karena merasa tidak dapat ikhlas
berbagi suaminya dalam hal cinta (Lely 2007, hlm.38). Melalui cobaan ini, iman
Dewi tambah teguh dan dia merasa lebih dekat dengan Allah ironisnya sama
dengan yang diungkapkan oleh banyak istri yang iklas dimadu (lihat bagian
2.3.2). Sekarang Dewi mengandalkan Allah dan tidak lagi mencintai salah satu
makhluknya secara berlebihan (Lely 2007, hlm.38).
Machica Muchtar menikah siri dengan Pak Moerdiono karena beliau
adalah seorang pria mapan, berposisi strategis, dan pria yang bertanggung jawab
(Ima 2007, hlm.39). Dia terpaksa menyembunyikan pernikahannya di depan
umum dan merasa cemburu karena dia tidak diutamakan seperti istri pertama.
Machica Muchtar dan suaminya bercerai waktu putranya berumur dua tahun.
Menurut perempuan ini, tidak mungkin dapat meraih kebahagiaan dengan
perkawinan poligami karena tidak mungkin berlaku adil dalam hal cinta. Machica
Muchtar sudah menikah lagi dan menganggap monogami sebagai perkawinan
yang ideal sedangkan poligami adalah perkawinan yang tidak sehat (Ima 2007,
hlm.39).
2.3.4. Kesaksian Para Anak dari Keluarga Poligami
Seorang anak yang bapaknya berpoligami menceritakan pengalamannya
dalam Kompas (6 Oktober 2003). Penulis ini mempunyai kenangan indah dengan
bapaknya waktu masih kecil. Akan tetapi, saat bapaknya menikah lagi, dia dan
delapan saudaranya merasa tidak diperhatikan lagi. Menurut penulis ini, bapaknya
tidak berlaku adil. Misalnya, kedua istrinya melahirkan anak perempuan dengan
15
-
8/9/2019 Anne Dickson
26/78
selisih hanya beberapa minggu. Untuk anak dari istri mudanya dilaksanakan
kenduri, sedangkan untuk anak dari istri tuanya tidak diadakannya upacara apa-
apa. Menurut penulis, adik bungsunya ini menjadi pemberontak karena dia tidak
pernah merasakan kasih sayang dari bapaknya. Penulis mengasihani bapaknya
karena dia sudah tua tetapi masih harus bekerja keras untuk menafkahi
keluarganya. Ceritanya diakhiri dengan kalimat ini: Begitupun poligami, itu
sesuatu yang halal, tetapi aku benci poligami.
Pada sisi lain, ada pendukung poligami di antara anak-anak dari keluarga
poligami, termasuk Syarif. Menurut Syarif, semua anggota keluarganya bahagia,
termasuk bapak, istri-istri dan anak-anaknya. Walaupun ekonomi keluarganya
pas-pasan, Syarif dan adik-adiknya berpendidikan bahkan Syarif sendiri menjadi
calon doktor (Syarif 2007, hlm.8).
Salah satu anak Ustadz Muhammad Umar, pelaku poligami dengan empat
istri, tampaknya senang dengan keluarganya. Anak yang berumur delapan tahun
ini mengatakan, saya senang jadi punya banyak umi, dan banyak saudara
(Setiyaji 2006, hlm.170).
2.4. Organisasi 'Aisyiyah
'Aisyiyah adalah bagian dari Persyarikatan Muhammadiyah, yang kini telah
menjadi organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia. 'Aisyiyah adalah organisasi
yang khusus untuk wanita.
16
-
8/9/2019 Anne Dickson
27/78
2.4.1. Sejarah 'Aisyiyah
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 di
Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Tujuannya untuk mendorong umat
Islam untuk menganut agama Islam yang murni, tidak lagi dicampur dengan
kebatinan dan kepercayaan lain (Persyarikatan Muhammadiyah 2007). Bersama
istrinya, KH Ahmad Dahlan mengadakan kelompok pengajian perempuan yang
disebut Sapa Tresna. Kelompok pengajian ini dijadikan organisasi resmi pada
tanggal 19 Mei 1917 di Yogyakarta dan diberi nama 'Aisyiyah (Pimpinan Pusat
'Aisyiyah 2006). Sampai sekarang, 'Aisyiyah bergerak dalam bidang keagamaan,
sosial, pendidikan dan kesehatan. Taman kanak-kanak, sekolah, rumah sakit,
lembaga kesehatan lain, panti asuhan dan lembaga ekonomi telah didirikan serta
dikelola oleh 'Aisyiyah. Gerakan 'Aisyiyah sudah tersebar di seluruh Indonesia
(Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).
2.4.2. Tujuan 'Aisyiyah
Tujuan 'Aisyiyah adalah untuk:
Menegakkan ajaran Islam yang rahmatan lil'alamin sehingga tercipta masyarakat
yang sejahtera dan berkeadilan serta menciptakan semangat beramal yang dijiwai
ruh berpikir yang Islami dan menjawab tantangan, serta menyelesaikan persoalan
kehidupan (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).
17
-
8/9/2019 Anne Dickson
28/78
2.4.3. Susunan Organisasi 'Aisyiyah
Pimpinan Pusat 'Aisyiyah (PPA)
31 Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah (PWA)
331 Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA)
1979 Pimpinan Cabang 'Aisyiyah (PCA)
5450 Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA)
Pimpinan Pusat 'Aisyiyah (PPA) membawahi Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah
(PWA) yang mengurus 'Aisyiyah pada tingkat propinsi. Pimpinan Wilayah
'Aisyiyah membawahi Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA) yang mengurus
'Aisyiyah pada tingkat kabupaten/kotamadya. Pimpinan Daerah 'Aisyiyah
membawahi Pimpinan Cabang 'Aisyiyah (PCA) yang mengurus 'Aisyiyah pada
tingkat kecamatan atau kotamadya. Pimpinan Cabang 'Aisyiyah membawahi
Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA) yang mengurus 'Aisyiyah pada tingkat desa
atau kelurahan. Sekarang terdapat 31 PWA, 331 PDA, 1979 PCA dan 5450 PRA
di Indonesia (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).
Kegiatan 'Aisyiyah tahun 2005-2010 dilaksanakan oleh tujuh majelis dan
empat lembaga, yaitu Majelis Tabligh; Majelis Kesejahteraan Sosial; Majelis
Kesehatan dan Lingkungan Hidup; Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah;
Majelis Ekonomi; Majelis Pembinaan Kader; Majelis Pendidikan Tinggi;
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan; Lembaga Kebudayaan; Lembaga
Hubungan Organisasi, Hukum, dan Advokasi; dan Lembaga Hubungan
Masyarakat dan Penerbitan (Pimpinan Pusat 'Aisyiyah 2006).
18
-
8/9/2019 Anne Dickson
29/78
2.5. Hasil Penelitian Sejenis Terdahulu
2.5.1. Pandangan Perempuan Islam terhadap Poligami: Feillard, 1995
Dr. Andree Feillard, seorang peneliti dari Perancis, meneliti tentang
pandangan perempuan Islam Indonesia terhadap poligami pada bulan Oktober dan
Nopember 1995. Informannya termasuk tokoh perempuan Muslimat (Nahdlatul
Ulama), perempuan 'Aisyiyah dan perempuan dari Lembaga Swadaya
Masyarakat. Katanya, 22/23 informannya menentang poligami. Tidak ada alasan
yang diberikan oleh informannya yang berdasarkan agama. Alasan menolaknya
poligami termasuk penderitaan ibu, laki-laki tidak bisa adil, tidak sesuai dengan
zaman (Billah 1998, hlm.265).
2.5.2. Persepsi Pimpinan 'Aisyiyah Kota Malang terhadap Poligami:
Muhtadawan, 2003
Pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami pernah diteliti
oleh seorang mahasiwa jurusan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas
Muhammadiyah Malang. Judul skripsinya Persepsi pimpinan 'Aisyiyah Kota
Malang terhadap poligami (perspektif Syariah Islam dan hukum positif)
(Muhtadawan 2003).
Sumber informasi adalah empat puluh orang dari pimpinan 'Aisyiyah Kota
Malang. Dalam penelitiannya, Muhtadawan membahas pemahaman informan
tentang ajaran agama Islam mengenai poligami dan pandangan informan tentang
Undang-Undang Indonesia mengenai poligami dan apakah Undang-Undang
tersebut sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. Muhtadawan
19
-
8/9/2019 Anne Dickson
30/78
mengkuatifikasi data kualtitatif yang diperoleh lewat angket. Sebagian hasil
penelitiannya adalah:
- Menurut 75% informan, monogami merupakan bentuk perkawinan yang paling
baik.
- Menurut 95% informan, poligami dalam agama Islam dibolehkan dengan syarat
yang tidak ringan. Menurut 5% informan, poligami dianjurkan bahkan
diwajibkan.
- Menurut 97.5% informan, berlaku adil adalah syarat mutlak dalam perkawinan
poligami. Satu informan (2.5%) tidak menjawab.
- Menurut 97.5% informan, adil dalam ajaran agama Islam meliputi baik hal
materi maupun non-materi. Hanya satu informan (2.5%) berpendapat bahwa
adil itu mengacu kepada hal materi saja.
Hasil penelitian yang disajikan memang menarik, tetapi tidak dapat
menjelaskan pandangan responden terhadap poligami secara menyeluruh.
Akhirnya kita hanya mengerti pandangan informan terhadap poligami dari sisi
hukum saja. Menurut peneliti, kita belum dapat memahami hati kecil informan.
Apa pandangan informan yang sungguh-sungguh terhadap poligami, selain
keyakinan agamanya? Apa saja alasan informan untuk jawaban-jawaban mereka?
Adalah sulit untuk mengerti cara berpikir informan jika data diperoleh lewat
angket saja. Walaupun demikian, skripsi ini dapat digunakan sebagai titik tolak
untuk memahami pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang secara mendalam.
20
-
8/9/2019 Anne Dickson
31/78
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam
hal ini, peneliti ingin membahas pandangan pribadi orang. Pandangan masing-
masing orang berbeda-beda. Kadang-kadang perbedaan pandangan ini sangat
jelas. Bagaimanapun juga, kadang-kadang pandangan orang agak mirip. Untuk
mengetahui selisih perbedaan pandangan yang sedikit ini, alasan informan dan
penjelasan secara rinci perlu digali. Peneliti ingin memahami dan menggambarkan
pandangan informan yang rumit itu secara mendalam, bukan secara garis besar
saja. Oleh karena itu, pendekatan kualitatif dianggap paling cocok untuk
penelitian ini.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Data tentang pandangan informan dikumpulkan lewat wawancara. Sebelum
diwawancarai, informan mengisi angket tentang keterangan pribadi (lihat
lampiran-2) supaya data tersebut dapat dikumpulkan dengan cepat dan tepat.
Teknik wawancara digunakan supaya informan dapat menyampaikan penjelasan
lengkap tentang pandangan mereka serta dapat berbagi cerita dari pengalaman dan
pengamatan mereka sendiri. Teknik wawancara terstruktur dipakai untuk
memastikan bahwa semua aspek ditanggapi oleh informan. Daftar pertanyaan
untuk wawancara terdiri dari dua puluh enam pertanyaan pokok (lihat lampran-1).
Kadang-kadang pertanyaan tambahan langsung diajukan supaya informan
menerangkan maksudnya atau memberi penjelasan lebih rinci. Wawancara
21
-
8/9/2019 Anne Dickson
32/78
dengan seorang informan biasanya menghabiskan waktu kurang lebih dua jam.
Jika ada sesuatu yang kurang jelas mengenai jawaban informan, informan
dihubungi lagi untuk menerangkan pandangannya.
3.2.1. Susuanan Pertanyaan Wawancara
Daftar pertanyaan untuk wawancara dengan informan disusun secara teratur.
Keyakinan agama informan baru ditanyakan mulai dari pertanyaan (20) dan
pertanyaan Apakah Ibu setuju dengan poligami adalah pertanyaan (15). Peneliti
berharap informan merasa nyaman untuk memberi tanggapan yang jujur terhadap
pertanyaan-pertanyaan tentang sikap dan reaksi mereka jika terlibat dalam
perkawinan poligami serta pandangan mereka terhadap pelaksanaan poligami,
sebelum poligami ditinjau dari segi agama. Jika memang keyakinan agama sangat
berpengaruh dalam membentuk pandangan seorang informan, faktor agama ini
secara wajar akan mengarahkan semua jawaban informan. Akan tetapi, mungkin
ada informan yang cenderung menyikapi poligami tanpa pengaruh besar dari
faktor agama. Jika pertanyaan (15) dan pertanyaan (20)-(26) mengenai keyakinan
agama diajukan pada awalnya, ada kemungkinan bahwa para informan merasa
terpaksa menjawab pertanyaan selanjutnya sesuai dengan keyakinan agamanya
sehingga pertanyaan-pertanyaan pribadi ini dijawab bukan dengan sikap menurut
saya, seperti ini melainkan dengan pertimbangan agama, seharusnya seperti ini.
3.3. Sumber Informasi
Para ibu Indonesia paling diresahkan oleh masalah poligami karena mereka
yang dapat dijadikan korban perkawinan poligami. Di Indonesia, poligami
22
-
8/9/2019 Anne Dickson
33/78
biasanya dibicarakan dalam konteks agama Islam, karena agama yang
mengandung ajaran tentang poligami ini dipeluk oleh sebagian besar penduduk
Indonesia. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana masalah poligami ini
disikapi oleh para ibu Islam? Atas dasar ini, para ibu 'Aisyiyah di Malang dipilih
sebagai sumber informasi. Di antara ibu-ibu 'Aisyiyah yang dijadikan sebagai
informan adalah ibu-ibu yang sudah menikah dan yang suaminya masih hidup.
Alasannya, yang sudah menikah dapat lebih mengerti masalah rumah tangga.
Pada awalnya, peneliti mencari informan di antara dosen Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) karena kebanyakan dosen perempuan di UMM
adalah anggota 'Aisyiyah. Setelah itu, peneliti melanjutkan penelitiannya terhadap
ibu-ibu 'Aisyiyah di luar UMM. Teknik snow-ball sampling digunakan untuk
mencari informan lain. Dengan kata lain, informan menghubungkan peneliti
dengan ibu-ibu 'Aisyiyah lain untuk diwawancarai. Di pertemuan 'Aisyiyah
ranting Sengkaling pada tanggal 9 Maret 2007, peneliti sempat bertemu dengan
banyak ibu 'Aisyiyah dan mencari informan. Jumlah informan untuk penelitian ini
adalah enam belas ibu.
Untuk mencari informasi tentang organisasi 'Aisyiyah di Malang, peneliti
berkunjung ke kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang dan kantor
Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kabupaten Malang, pada tanggal 16 Mei 2007.
3.4. Teknik Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Tidak semua informasi yang
diperoleh melalui wawancara dianggap sebagai data dan digunakan untuk laporan
ini. Hanya informasi tertentu yang secara jelas menunjukkan pandangan informan
23
-
8/9/2019 Anne Dickson
34/78
diambil sebagai data untuk penelitian. Data ini diringkaskan, dikelompokkan,
diuraikan. Akhirnya data ini disajikan sebagai gambaran sebuah fenomena sosial,
yaitu pandangan ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang terhadap poligami. Peneliti juga
meninjau hasil wawancara secara keseluruhan untuk mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi pandangan informan.
24
-
8/9/2019 Anne Dickson
35/78
BAB IV
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1. Monografi Lapangan
'Aisyiyah di Malang didirikan pada tahun 1927-an. Pada awalnya, 'Aisyiyah
di Malang merupakan satu kesatuan tetapi akhirnya dibagi dua 'Aisyiyah Kota
Malang dan 'Aisyiyah Kabupaten Malang. Sekarang dua bagian ini dipimpin oleh
Pimpinan Daerah masing-masing (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang
2004).
4.1.1. 'Aisyiyah Kota Malang
Sekilas 'Aisyiyah Kota Malang
Jumlah Cabang: 6
Jumlah Ranting: 45
Jumlah Majelis: 6
Ketua: Dra. Hj. Rukmini Fadlan
'Aisyiyah Kota Malang terdiri dari enam cabang: Klojen, Lowokwaru,
Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan UMM. Cabang 'Aisyiyah Khusus UMM
dibentuk pada tanggal 21 Desember 2006 dan beranggotakan karyawan dan dosen
perempuan UMM (Bestari Februari 2007, hlm.7). Keenam cabang tersebut
membawahi empat puluh lima ranting (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kota Malang
2004).
Dalam susunan 'Aisyiyah Kota Malang, ada enam majelis: Tabligh;
Kesehatan dan Lingkungan Hidup; Pendidikan Dasar dan Menengah; Ekonomi;
Kesejahteraan Sosial Masyarakat; dan Kader & Sumber Daya Insani (Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Malang 2007).
25
-
8/9/2019 Anne Dickson
36/78
4.1.2. 'Aisyiyah Kabupaten Malang
Sekilas 'Aisyiyah Kabupaten Malang
Jumlah Cabang: 20
Jumlah Ranting: 51+
Jumlah Majelis: 6
Ketua: Dra. Hj. Wadjdiyah Abdillah
'Aisyiyah Kota Malang terdiri dari dua puluh cabang: Lawang, Singosari,
Tumpang, Pakis, Gondang Legi, Turen, Tajinan, Bulu Lawang, Pagak,
Donomulyo, Sumber Pucung, Kepanjen, Pakisaji, Ngajum, Dau, Wagir, Karang
Ploso, Ngantang, Kasembon dan Pujon. Cabang Ngantang, Kasembon dan Pujon
baru bergabung dengan 'Aisyiyah Kabupaten Malang pada bulan April 2007. Pada
tanggal 16 Mei 2007, kantor Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Kabupaten Malang
belum menerima laporan mengenai berapa ranting yang dibawahi ketiga cabang
tersebut. Ketujuhbelas cabang yang lebih lama membawahi lima puluh satu
ranting.
Dalam susunan 'Aisyiyah Kabupaten Malang, ada enam majelis: Tabligh;
Pembinaan Kesehatan; Pendidikan Dasar dan Menengah; Ekonomi; Pembinaan
Kesejahteraan Sosial; dan Pembinaan Kader (Pimpinan Daerah 'Aisyiyah
Kabupaten Malang 2007).
4.2. Profil Informan
Jumlah informan yang diwawancarai adalah 16.
26
-
8/9/2019 Anne Dickson
37/78
4.2.1. Umur
Umur Jumlah informan
30-34 3
35-39 140-44 7
45-49 2
50-54 1
55-59 0
60-64 2
Umur informan di atas adalah umur informan saat diwawancarai. Umur
sebagian besar informan di bawah 50 tahun. Hampir separuh (7/16) informan
berumur antara 40 dan 44 tahun. Rata-rata, umur informan adalah 43,4 tahun.
4.2.2. Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan
Tingkat
Pendidikan
Jumlah
informan
Pekerjaan
SD 3 2 ibu rumah tangga, 1 pedagang (jual nasi)
SMP 2 1 wiraswasta, 1 swasta
SMA 3 1 pedagang (ketring), 2 ibu rumah tanggaS1 3 1 pensiunan kepala sekolah SD, 1 guru SMK, 1 guru SD
S2/S3 5 5 dosen
Peneliti sengaja memilih untuk mewawancarai ibu dari latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan terakhir separuh (8/16) informan
adalah SMA ke bawah dan separuh (8/16) informan sudah lulus dari universitas,
termasuk S1, S2 dan S3.
Pekerjaan informan bermacam-macam. Informan yang lulusan S2/23 adalah
dosen dan yang lulusan S1 adalah guru sekolah atau pensiunan guru sekolah.
Separuh yang berpendidikan SMA ke bawah (4/8) adalah ibu rumah tangga,
sedangkan yang lainnya adalah pedagang atau bekerja di bidang swasta.
4.2.3. Jumlah Anak
27
-
8/9/2019 Anne Dickson
38/78
Jumlah anak Jumlah informan
0 1
1 1
2 6
3 24 4
5 2
Rata-rata jumlah anak informan adalah 2,8 anak.
4.2.4. Status dalam 'Aisyiyah
Status (Kota Malang) Jumlah informan
Pengurus, PWA Jawa Timur 1
Pengurus, PDA Kota Malang 4
Pengurus, PCA Khusus UMM 1
Status (Kabupaten Malang) Jumlah informan
Pengurus, PCA Dau 3
Pengurus, PRA 4
Peserta Ranting Sengkaling 2
Peserta Ranting Jetis 2
Peserta Ranting Wunut Sari 1
Keterangan:PWA= Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah
PDA= Pimpinan Daerah 'Aisyiyah
PCA= Pimpinan Cabang 'Aisyiyah
PRA= Pimpinan Ranting 'Aisyiyah
Pengurus= Ketua, Wakil Ketua, Ketua Majelis, Anggota Majelis, Wakil Sekretaris
Jumlah informan di atas adalah 18 karena ada dua informan yang memiliki
dua jabatan sekaligus dalam 'Aisyiyah. Salah satu informan adalah Pengurus,
PWA, Jawa Timur merangkap Pengurus, PDA, Kota Malang dan salah satu
informan lain adalah Pengurus, PCA, Dau merangkap Ketua Ranting.
Ibu-ibu 'Aisyiyah yang diwawancarai meliputi pengurus 'Aisyiyah dan
peserta dari Kota Malang dan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Pengurus
'Aisyiyah yang diwawancarai meliputi pengurus wilayah, daerah, cabang dan
ranting.
28
-
8/9/2019 Anne Dickson
39/78
4.3. Pandangan Informan terhadap Poligami
Lihat daftar wawancara untuk daftar orang yang diwawancarai. Lihat
lampiran-1 untuk daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan.
4.3.1. Apakah Informan Setuju dengan Poligami?
Ternyata pertanyaan (15), Apakah Ibu setuju dengan poligami?, kurang
bermanfaat untuk menggali informasi tentang pandangan informan yang
sebenarnya. Jawaban informan untuk pertanyaan ini harus dicocokkan dengan
jawaban mereka untuk pertanyaan lain supaya pandangan informan dapat
dipahami secara lengkap. Untuk pertanyaan (15) ini, satu informan menjawab
sangat setuju, lima informan menjawab setuju, delapan informan menjawab
tidak, dan dua informan tidak mau mengatakan bahwa mereka setuju atau tidak
setuju. B1 sangat setuju dengan poligami karena termasuk ajaran agama.
Menurut informan ini, poligami dibolehkan oleh Allah karena sek laki-laki lebih
kuat lebih baik [berpoligami] daripada selingkuh dan menyeleweng.
Dari jawaban mereka untuk pertanyaan lain, dapat dilihat bahwa kelima
informan yang menjawab setuju untuk pertanyaan (15) sebenarnya kurang suka
poligami pada umumnya. Misalnya, untuk pertanyaan (8), ketika keuntungan
poligami ditanyakan, B2 dan C3 mengatakan bahwa keuntungannya sedikit dan
menurut C2 tidak ada keuntungannya bagi para istri dan anak. A3, B2 dan D1
setuju dengan poligami. Namun, mereka langsung mengkualifikasikan jawaban
mereka dengan kata tergantung... tergantung sikapnya dan lain-lain (A3),
tergantung untuk siapa (B2) tergantung sikon (D1). Untuk menjelaskan
mengapa mereka setuju dengan poligami, C2 dan D1 mengatakan bahwa poligami
29
-
8/9/2019 Anne Dickson
40/78
dibolehkan dalam agama Islam. Kelihatannya mereka merasa harus mengatakan
setuju karena poligami dibolehkan dalam agama yang mereka anut, padahal
mereka kurang suka.
Sama halnya dengan A2 dan A5, yang ragu-ragu menjawab pertanyaan (15)
ini. Dari jawabannya untuk pertanyaan lain, terlihat jelas bahwa dua informan
tersebut kurang nyaman dengan konsep poligami. Meskipun demikian, mereka
tidak mau mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan poligami karena tidak
mau menentang Allah. A2 tidak mengatakan tidak setuju. Boleh karena dalam
Al-Quran. Kalau tidak setuju berarti menentang agama. Syarat adil berat.
Menurut A5, poligami itu dari agama dibolehkan dengan syarat... Kalau saya
bilang haram, menentang Allah. Bisa haram... bisa Sunah... [jawaban saya]
antara ya dan tidak.Antara kedelapan informan yang menjawab tidak, hanya satu yang
memberi perkecualian. A4 tidak setuju, kecuali untuk keadaan yang
mengharuskan habis perang, istri sakit berat dan lain-lain. Padahal untuk
pertanyaan (17), lima informan lain setuju bahwa poligami itu pintu darurat
yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu. Lima informan ini termasuk
seorang lulusan SMA, seorang lulusan SMP dan tiga orang lulusan SD. Mungkin
jawaban kelima informan tersebut kurang lengkap bahkan bertentangan dengan
jawaban mereka sendiri untuk pertanyaan lain karena pendidikannya lebih rendah.
Jika semua jawaban informan ditinjau, ternyata hanya dua informan (A1, B3)
sama sekali tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Bahkan jika
seandainya A1 menjadi presiden dia mau UU sama sekali tidak boleh.
30
-
8/9/2019 Anne Dickson
41/78
4.3.2. Bentuk Perkawinan yang Paling Baik
Menurut dua informan, monogami dan poligami sama baiknya. Hal yang
menentukan yang mana yang lebih baik untuk suatu keluarga adalah sifat dan
keadaan suaminya. Menurut B1, kalau mampu bijaksana, ya poligami. Kalau
tidak mampu bijaksana, adil monogami. Menurut C3, kalau sudah nyaman,
satu cukup tetapi jika si suami sangat membutuhkan karena istrinya mandul
atau tidak memuaskan dia, lebih baik poligami kemudian kalau kyai-kyai
yang kaya raya, dibutuhkan orang harus [berpoligami].
Menurut dua belas informan, monogami adalah bentuk perkawinan yang
paling baik, tetapi poligami merupakan pintu darurat yang dapat dipakai dalam
keadaan tertentu, misalnya jika istrinya sakit, mandul atau tidak dapat melayani
suaminya. A5 mengibaratkan, dalam pesawat ada pintu darurat. Kok dipakai
kalau kondisi normal! Menurut empat informan (A2, A3, B2, C2), lebih mudah
jika istrinya satu saja untuk menghindari konflik dan masalah dan menjaga
keutuhan keluarga (B2). C2 menjelaskan, rumah tangga tidak bisa 100%
bahagia apalagi kalau dua! Masalah baru dulu satu soal dijadikan dua soal!
A1 dan B3 membela monogami sebagai satu-satunya bentuk perkawinan
yang baik. Menurut mereka, poligami bukan pintu darurat karena seharusnya
tidak digunakan dalam keadaan apapun. Jika si istri sakit, suami harus
membantu... dia sakit, suami ikut sakit, ucap A1. Informan ini berpendapat
bahwa jika salah satu pihak tidak subur, solusi lain dapat dicari, misalnya IVF
atau adopsi. Dari sudut pandangan A1, poligami beralasan tidak mempunyai anak
tidak adil dan tidak masuk akal. Bagaimana kalau laki-laki yang tidak subur?
31
-
8/9/2019 Anne Dickson
42/78
Poliandri? Tidak! Tidak bisa punya anak bukan alasan... apapun yang terjadi
harus dihadapi bersama.
Maka 87.5% (14/16) informan berpendapat bahwa monogami adalah bentuk
perkawinan yang paling baik. Persentase ini lebih besar lagi daripada persentase
hasil penelitian Muhtadawan (75%) untuk pertanyaan yang sama yang diajukan
kepada ibu-ibu 'Aisyiyah di Malang (2003, lihat bagian 2.5.2).
4.3.3. Alasan Orang Terlibat dalam Perkawinan Poligami
4.3.3.1. Pelaku
Hampir semua informan (13/16) menyebut nafsu seksual atau kebutuhan
biologis sebagai alasan laki-laki memilih berpoligami. Adalah sulit untuk
mengetahui sejauh mana para informan merasa alasan ini dapat dimakhlumi dan
sejauh mana mereka kurang menghormati para suami yang berpoligami
berdasarkan alasan ini. Menurut beberapa informan, alasan ini dapat dimakhlumi
karena laki-laki memang memiliki dorongan seksual yang tinggi. Mungkin satu
istri memang tidak cukup untuk si suami karena istrinya kurang mampu melayani
dia secara seksual atau karena si suami memiliki kelainan seksual. Selain itu,
nggak bisa disalahkan laki-laki saja untuk keputusan mereka untuk
berpoligami menurut A1. Ada faktor wanita juga, misalnya yang nakal
dengan pakaian yang tidak sopan,sehingga laki-laki tergoda.
Pada sisi lain, alasan nafsu seksual ini dianggap kurang mulia oleh banyak
informan. Menurut A2, biasanya motivasi orang yang berpoligami hanya seksual
dantidak banyak yang menjadi teladan. A4 dan D2 menyebut bahwa orang
yang berpoligami sekarang tidak mencontoh Nabi Muhammad. Biasanya tidak
32
-
8/9/2019 Anne Dickson
43/78
mengikuti Sunah Rasulullah... mesti lebih cantik, lebih muda, kata A4. Menurut
A5 dan B3, agama digunakan sebagai pembenar atau alat saja. Agama sering
dijadikan alasan saja... di dalamnya fakor-faktor lain cinta dan nafsu saja,
ucap A5.
Hanya dua informan menyebut alasan menolong wanita secara tegas. Laki-
laki yang berpoligami mau menegakkan syariat... menolong sesama, mengikuti
Sunah menurut B1, dan sekarang terlalu banyak wanita, mereka mau
melindungi menurut D1.
4.3.3.2. Istri Pertama
Menurut enam informan, salah satu alasan para istri pertama mengijinkan
suaminya berpoligami adalah untuk mencegah perselingkuhan atau karena dia
tidak dapat melayani suaminya dengan baik. Si suami kuat secara biologis tetapi
istrinya tidak mampu memuaskan dia, misalnya karena dia sudah tua atau sakit.
Menurut B1, sek orang laki-laki sepuluh kali lipat seorang perempuan.
Daripada berselingkuh diberi kesempatan.
Lima informan menggunakan kata terpaksa, secara ekonomi, untuk
menjelaskan mengapa istri pertama mengijinkan suaminya menikah lagi.
Perempuan itu tidak berdaya untuk menolak. Kalau cerai, anak saya makan
apa? menjelaskan A4. Perempuan seperti itu terlalu tergantung pada
suaminya, sehingga terpaksa menerima dimadu, menurut D1.
Lima informan menyebut kepercayaan agama sebagai alasan untuk
merelakan suami menikah lagi. Menurut A4, C2 dan E3, si istri merasa poligami
33
-
8/9/2019 Anne Dickson
44/78
dibolehkan dalam agama sehingga ajarannya ditaati. Istri pertama ikhlas antara
lain karena dia mencari pahala dengan berbagi cinta suami, menurut A1 dan A2.
4.3.3.3. Istri Kedua/Ketiga/Keempat
Dari jawaban mereka untuk pertanyaan (7), jelas bahwa sebagian besar
informan kurang menghormati perempuan yang menikah dengan laki-laki yang
sudah memiliki istri. Hampir semua informan (13/16) menyebut ekonomi sebagai
alasan perempuan mau menikah dengan seorang laki-laki yang sudah beristri.
Tiga informan dari tiga belas informan tersebut juga menganggap pangkat atau
status seorang laki-laki yang sudah beristri sebagai daya tarik untuk perempuan.
Menurut lima informan, ada perempuan yang tidak peduli bahwa laki-laki yang
mereka sukai sudah menikah. Yang penting [untuk mereka] dapat uang
walaupun merusak rumah tangga orang, ucap A5. Tiga informan menyebut
alasan diperbolehkan dalam agama. Menurut B1, untuk perempuan yang menikah
dengan laki-laki yang beristri, pilihan mereka merupakan perjalanan hidup dari
Allah kalau tidak takdir pasti tidak mau. Menurut A5, ada perempuan yang
berkeyakinan bahwa dalam Islam poligami dianjurkan dan poligami itu bukan
salah, wajar-wajar aja menurut mereka. Islam digunakan sebagai alasan
untuk menikah dengan laki-laki yang sudah beristri, menurut A2.
34
-
8/9/2019 Anne Dickson
45/78
4.3.4. Dampak Poligami terhadap Keluarga dan Masyarakat
4.3.4.1. Keuntungan Keluarga Poligami
Ketika keuntungan keluarga poligami ditanyakan, banyak informan bingung
dan mengalami kesulitan dalam mencari sisi positif dari poligami, khususnya
untuk para istri dan anak. Tidak ada, menurut tiga informan (A1, A4, E1),
sedangkan A2 dan C1 belum lihat keuntungan keluarga poligami. Banyak
informan malah mulai menyebut kerugiannya. Salau satu keuntungan yang
disebut tiga informan (B1, B2, C3) adalah masalah kelebihan wanita dapat diatasi
melalui poligami. Keuntungan lain yang disebut informan termasuk keturunan
diperbanyak (6 B1, B2, D1, D2, E2, E3) sekaligus anak-anak tambah saudara
(5 A5, B1, D1, E2, E3). Menurut informan, keuntungan poligami bagi para istri
hanya sedikit, termasuk beban tugas rumah tangga (A3, A5) atau melayan suami
(B2) dapat dibagi antara istri, dan istrinya seperti saudara (D2, E2). Walaupun
keuntungan ini disebut oleh informan, ada yang meragukan berapa sering
keuntungannya muncul. Misalnya, A5 mengatakan, mungkin ada keuntungan
untuk istri-istri dan anak-anak sebelum dia menyebutnya. Sesudah D1 menyebut
keuntungan banyak saudara untuk anak-anak, dia mengatakan, jarang seperti
itu.
4.3.4.2. Kesulitan dan Tantangan Keluarga Poligami
Ternyata kesulitan dan tantangan keluarga poligami jauh lebih mudah
dijelaskan oleh informan daripada keuntungannya. Kesulitan suami berlaku adil,
misalnya dalam membagi waktu dan harta, disebut oleh enam informan (A2, A4,
A5, C1, C3, D2). Tantangan ekonomi atau kesusahan yang dialami karena gajinya
35
-
8/9/2019 Anne Dickson
46/78
harus dibagi disebut oleh enam informan. Enam informan ini meliputi kelima
informan lulusan SD dan SMP. Hal ini mungkin disebabkan oleh perempuan yang
dari segi ekonominya lebih rendah ini dapat membayangkan kesusahan yang akan
dialami mereka sendiri jika suaminya berpoligami. Banyak kesulitan yang
dihadapi oleh para istri disebut, termasuk penderitaan secara emosi sakit hati,
sedih, iri, cemburu (5 A3, A4, A5, C3, D2), kurang perhatian dari suaminya
(4 B1, D1, D2, E2) dan tantangan berhubungan baik dengan istri lain (4 A2,
C2, C3, E3). Bagi anak-anak, kerugian yang disebut termasuk rasa kecewa dan
cemburu serta kasih sayang dari bapaknya kurang bahkan mereka terlantar. Dua
informan (A4, A5) mengatakan bahwa mungkin anak perempuan tidak mau
menikah karena dia menyaksikan penderitaan ibunya.
4.3.4.3. Dampak terhadap Masyarakat Indonesia jika Poligami Meluas
Jika poligami meluas di Indonesia, tanggapan B1 adalah, Alhamdulillah!
Lebih baik tidak ada penyelewengan. Masyarakat lebih sehat. Menurut enam
informan lain, dampaknya terhadap masyarakat positif asalkan yang
melakukannya tidak sembarangan orang. A2 beranggapan bahwa jika niat
pelakunya adalah untuk menolong orang miskin, dampaknya positif. Poligami
dapat berdampak positif jika istri pertama iklas, menurut dua informan (A3, C3)
dan pelakunya mampu, menurut empat informan (A3, B2, C3, D1).
Sembilan informan sama sekali tidak setuju jika poligami meluas di
Indonesia karena dampak negatifnya terhadap keluarga, khususnya perempuan
dan anak-anak. Akibat poligami, wanita semakin dilecehkan, korban-korban
anak, menurut A1, dan banyak yang sakit hati, keluarga pertama terlantar,
36
-
8/9/2019 Anne Dickson
47/78
kata A4. Menurut D1, meluasnya poligami akan menimbulkan perang terus,
bertengar terus.
4.3.5. Cerita Informan tentang Keluarga Poligami yang Mereka Kenal
Selain ketiga ibu lulusan SD yang tidak mempunyai saudara atau teman dari
keluarga poligami, semua informan berbagi cerita dari pengamatan pribadi. Tidak
mengherankan bahwa kesan terhadap keluarga poligami yang mereka kenal sesuai
dengan pandangan mereka masing-masing terhadap poligami secara umum.
Menurut B1, anak saudaranya yang berpoligami saling memperkuat, saling
menyatu dan dalam keluarga kenalan lain, istri-istrinya gotong royong,
mendukung dan suaminya adil, tidak ada masalah. A3 berbagi dua cerita
yang mendukung kesimpulannya bahwa berhasil tidaknya poligami tergantung
sikap suami dan istri. Pamannya A3 dicarikan istri kedua oleh istri pertamanya.
Menurut A3, karena pikiran poligami dari istri dan sikap suami adil
berhasil. Cerita keluarga poligami yang tidak baik diambil dari pengalaman
suaminya. Suami A3 menjadi korban sebagai anak pertama dari istri pertama.
Bapaknya mampu secara ekonomi tapi tidak adil, menjelaskan A3. Dari
pengamatan C3, poligami itu umumnya tidak baik tetapi ada yang berhasil.
Cerita tentang keluarga poligami yang disampaikan oleh sepuluh informan
lain dianggap kurang berhasil atau menimbulkan masalah. Dalam cerita tiga
informan (A1, B2, C2), akhirnya istri kedua diceraikan. Dalam dua keluarga lain,
yang diceritakan A5 dan D1, kedua istri menyuruh suaminya pergi ke rumah istri
yang lainnya. Istri pertama dalam cerita A5 mengatakan kepada suaminya, tidak
usah di sini! kemudian istri keduanya menyuruh suaminya, ke sana aja!,
sehingga suami di tempat lain tidak tahu di mana di mesjid atau di mana
37
-
8/9/2019 Anne Dickson
48/78
dia menginap. Masalah lain yang dialami keluarga poligami yang dikenal oleh
informan termasuk istri-istrinya kurang bahagia dan tidak rukun, anak-anaknya
tidak setuju serta kesulitan dalam ekonomi.
4.3.6. Tokoh Islam Indonesia yang Berpoligami
4.3.6.1. Kyai-Kyai di Indonesia yang Berpoligami
Informan-informan menceritakan budaya pesantren tertentu di mana
poligami dianggap sebagai suatu kebiasaan. Orang tua santri sering menawarkan
putrinya kepada kyai karena mereka bangga memiliki kyai sebagai menantu,
bahkan santrinya senang dinikahi. Para kyai menganggap dirinya telah mengikuti
Sunah Rasulullah dengan mengamalkan poligami. Mereka mampu secara
ekonomi dan mungkin mempunyai nafsu seksual yang tinggi sehingga mau
menikah lagi. Tujuh informan (A2, A5, B1, B2, C3, D1, E2) tidak menentang
fenomena tersebut. Menurut A2 dan C3, kyai-kyai boleh saja berpoligami asalkan
syarat tertentu dipenuhi. Terserah boleh dalam Islam. Kalau istri pertama
ikhlas tidak dipaksa, diintimidasi saya tidak protes, ucap A2. C3 setuju
asalkan kyai itu memang perlu menikah lagi agar tidak berzina, dia mampu secara
ekonomi dan sudah menjelaskan kehendaknya kepada istri-istrinya. B2 bukan
nggak setuju. Boleh-boleh saja. Kyainya mampu. Tanggapan D1 adalah,
santrinya maunggak apa-apa.
Sembilan informan kurang setuju dengan perilaku kyai-kyai yang
berpoligami. Menurut tiga informan (A1, A4, D2), kyai-kyai tersebut salah
menafsirkan ajaran agama Islam tentang poligami atau agama digunakan sebagai
alasan saja. Tiga informan (A1, B3, E3) tidak setuju karena tidak ada manusia
38
-
8/9/2019 Anne Dickson
49/78
yang mampu berbuat adil. Lima infomran (A1, A3, C1, C2, D2) kurang setuju
karena mereka yakin bahwa kyai-kyai menikah lagi karena nafsu.
4.3.6.2. Kasus Aa Gym
Masyarakat seharusnya tidak langsung heboh dan menilai Aa Gym yang
boleh saja menikah lagi, menurut B1 dan B2. Empat informan lain setuju atau
tidak apa-apa jika Aa Gym berpoligami. Aa Gym dapat menolong seorang janda
dan anak-anak, menurut C2, dan dia mampu secara ekonomi, menurut D1. E2
setuju ae bukan tetangga, saudara. Namun, sebentar lagi sikapnya berubah
dan dia mengatakan, aslinya tidak setuju bukan tetangga biarin saja.
Walaupun mereka mengatakan bahwa mereka setuju, C2 dan E2 kasihan
terhadap Teh Ninih, istri pertama Aa Gym.
Menurut C1 dan C3, Teh Ninih hebat karena dia rela dimadu. C1
setengah setuju, setengah tidak karena dia mengagumi Teh Ninih sekaligus
merasa tidak ada alasan baik untuk pernikahan kedua Aa Gym.
Sembilan informan kurang setuju dengan pernikahan kedua Aa Gym. Tujuh
informan dari kesembilan informan tersebut kurang setuju karena mereka
mengasihani Teh Ninih. Menurut kelima informan lulusan S2/S3, istri pertama Aa
Gym ini kelihatannya terpaksa menerima dimadu, padahal dia tidak mau. Dia
ikhlas karena benar-benar ikhlas atau karena didoktrin terus selama bertahun-
tahun? menanyakan A2. Tiga informan (A1, A3, E3) meragukan niat murni Aa
Gym, mengingat istri keduanya cantik. Walaupun A2 dan A5 kurang setuju
dengan tindakan Aa Gym, mereka ragu-ragu menghakimi dia. Kalau niatnya
benar tidak berdosa tapi masih kecewa... [saya] tidak akan mengecam dia... tapi
39
-
8/9/2019 Anne Dickson
50/78
tetap kecewa, kata A2. A5 merasa tidak bisa menghakimi dia tidak ada
larangan.
4.3.7. Syarat-Syarat
Jawaban A1 dan B3 tidak terhitung untuk bagian 4.3.7 ini karena mereka
tidak setuju dengan poligami dalam keadaan apapun. Maka sampel untuk bagian
ini adalah empat belas informan. Para informan sepakat bahwa harus ada
kepastian bahwa seorang suami yang mau berpoligami akan berlaku adil dan
mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya.
4.3.7.1. Persetujuan dari Istri/Istri-Istri
Pertanyaan (18b) mengenai perlu tidaknya ada persetujuan dari istri/istri-
istri sebelum seorang laki-laki menikah lagi, ternyata kurang dapat menggali
pendapat informan yang sebenarnya. Semua informan setuju bahwa sebaiknya ada
persetujuan dari istri/istri-istri sebelum seorang laki-laki berpoligami. Dua
informan (A5, C3) menjelaskan bahwa persetujuan tersebut bukan syarat dalam
agama Islam, tetapi etikanya saja, pantas-pantas saja (A5). Pada awalnya, dua
belas informan mengatakan bahwa harus ada persetujuan atau si suami harus
minta ijin dulu. Dari penjelasan mereka selanjutnya, ternyata tujuh informan
percaya bahwa seorang laki-laki yang mau berpoligami boleh saja tanpa ijin dari
istri/istri-istrinya. Pandangan ini jelas bertentangan dengan hukum Indonesia yang
menetapkan persetujuan dari istri/istri-istri sebagai salah satu syarat poligami (UU
Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 5:1, lihat bagian 2.2). Jika si istri tidak ikhlas, si
suami bisa memilih cerai istri pertama atau cari jalan lain biar istri pertama
taat agama, menurut B1. Menurut C3, tidak harus ada izin tapi harus jujur,
40
-
8/9/2019 Anne Dickson
51/78
harus terus terang. Untuk menggali informasi lebih lanjut agar pandangan
mereka jelas, pertanyaan tambahan diajukan kepada informan-informan jika
diperlukan. Menurut lima informan (A4, B2, C2, D2, E3), jika seorang istri sakit
dan tetap menolak memberi ijin, suaminya boleh menikah lagi tanpa persetujuan
dari istrinya. Istrinya tidak punya hak untuk melarang, kata C2. Kalau sakit
atau mandul, udah ditinggal aja istri pertama, walaupun tidak setuju. Kalau
nggak ada anak, rugi suaminya, menjelaskan D2.
Menurut tujuh informan lain, jika seorang laki-laki mau menikah lagi, tetapi
istrinya tidak memberi ijin, sebaiknya si suami tidak berpoligami. A2
menjelaskan, harus ada persetujuan, harus tanpa tekanan, dinyatakan secara
spontan, bukan karena doktrin terus-menerus. Menurut A2, si istri memiliki hak
untuk minta cerai jika dia menolak dimadu.A3 dan E2 dengan tegas mengatakan
bahwa jika seorang istri yang sakit tidak mengijinkan suaminya menikah lagi,
suaminya tidak boleh berpoligami. Menurut D1, dalam keadaan tersebut suami
harus mengerti perasaan istri. Jika imannya suami kuat, dia tidak akan
berpoligami, walaupun istrinya sakit atau mandul, menurut C1. Menurut A2 dan
A5, lebih baik jika si suami tidak berpoligami dalam kondisi tersebut. Walaupun
E1 mengatakan bahwa sebelum seorang laki-laki berpoligami harus ada
persetujuan dari istri/istri-istrinya, dia tidak memberi tanggapannya tentang boleh
tidaknya si suami menikah lagi tanpa ijin dari istrinya jika istrinya sakit atau
mandul. Dari ketujuh informan tersebut, empat informan (A2, A5, C1, D1)
mengatakan bahwa lebih baik dalam keadaan tersebut si istri mengijinkan
suaminya menikah lagi.
41
-
8/9/2019 Anne Dickson
52/78
4.3.7.2. Kekurangan pada Istri
Bertentangan dengan hukum Indonesia (UU Nomor 1 Tahun 1974, Pasal
5:1, lihat bagian 2.2), dua belas informan mengatakan bahwa kekurangan pada
istri bukan syarat poligami. Jika istri sehat mengijinkan suaminya menikah lagi, si
suami boleh berpoligami. Namun demikian, lebih mudah diterima orang lain jika
istrinya sakit atau mandul, menurut A2 dan A5.
Dua informan (E1, E2) tidak memberi tanggapan mereka mengenai boleh
tidaknya seorang suami menikah lagi dalam keadaan si istri sehat dan dia
memberi ijin. Menurut E2, istrinya harus sakit dan menurut E1, seorang laki-
laki boleh menikah lagi jika ada alasan, misalnya istri sakit atau mandul.
4.3.8. Ajaran Agama Islam tentang Poligami
4.3.8.1. Alasan Nabi Muhammad Berpoligami
Kepercayaan para informan mengenai mengapa Nabi Muhammad
berpoligami sama dengan kepercayaan umat Islam pada umumnya. Semua
informan, termasuk mereka yang menentang poligami, yakin bahwa alasan Nabi
Muhammad berpoligami bersifat mulia, yakni untuk menolong janda-janda dan
anak yatim dan untuk berjuang di jalan Allah (B3). Tiga informan (A2, A4,
A5) menceritakan kehidupan perkawinan Nabi Muhammad dan menjelaskan
bahwa beliau mengamalkan monogami lebih lama daripada poligami.
4.3.8.2. Syarat Adil
Menurut 14/15 informan yang menjawab pertanyaan (22), seorang suami
yang mau berpoligami dituntut harus adil dalam hal lahir dan batin. B2
42
-
8/9/2019 Anne Dickson
53/78
merupakan perkecualian. Menurut dia, artinya adil dalam An-Nisaa [4]: 3
meliputi waktu, harta, perhatian. Cinta sangat pribadi, tidak bisa adil tapi
jangan diungkap! Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Muhtadawan
(2003, lihat bagian 2.5.2). Dalam penelitian sejenis terdahulu ini, 39/40 informan
percaya bahwa adil itu mengacu kepada hal lahir saja. Hasil penelitian ini juga
senada dengan pandangan I. Rais, Wakil Ketua Bagian Dikdasmen Pimpinan
Pusat 'Aisyiyah dan E. Jasman, mantan Ketua 'Aisyiyah (lihat bagian 2.1).
Delapan informan kurang pasti, atau jawabannya kurang jelas mengenai
kemampuan seorang suami yang berpoligami berlaku adil. Empat informan
menekankan bahwa lebih banyak yang tidak mampu. Jarang ada yang dapat
berbuat adil, kata A3, maka banyak konflik. B1 dan B2 mengatakan bahwa
seorang pelaku poligami seharusnya berusaha berbuat adil. Menurut B1,
kemampuan seorang suami yang berpoligami berbuat adil terbatas kecuali
Muhammad... diusahakan. Sebatas kemampuan suami, bisa.
Delapan informan dengan tegas mengatakan bahwa tidak mungkin seorang
suami yang berpoligami berbuat adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Di
antara informan tersebut, ada yang menjelaskan bahwa dalam hal harta dan waktu,
mungkin dapat berlaku adil, tetapi dalam hal batin/cinta tidak mungkin. Atas
dasar ketidakmampuan seorang suami yang berpoligami berlaku adil, A1 dan B3
sama sekali tidak setuju dengan poligami. Dua-duanya menjelaskan bahwa
poligami dibolehkan sekaligus tidak dibolehkan dalam Al-Quran karena tidak
mungkin seorang suami berlaku adil. Menurut kedua informan ini, Nabi
Muhammad adalah perkecualian dan pada masa kini poligami seharusnya tidak
dilaksanakan. Menurut B3, dari Al-Quran, kalau bisa adil silakan tapi nggak
43
-
8/9/2019 Anne Dickson
54/78
ada manusia yang bisa adil... Kalau dikaji benar, tidak dilakukan. Muhammad
dan kita beda sekali. Nabi disuci bersih. Dia perkecualian karena manusia
pilihanNya.
4.3.8.3. Pahala untuk Poligami
Sampel untuk bagian 4.3.8.3 ini adalah empat belas informan. E1 tidak
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pahala, sedangkan
peneliti kurang yakin E2 memahami maksud pertanyaannya.
Lima informan (A1, A4, B3, C1, D2) mengatakan bahwa poligami itu
bukan Sunah, yaitu tidak berpahala bagi mereka yang melakukannya. Menurut
sembilan informan, ada pahala bagi pelaku poligami asalkan mereka memenuhi
syarat tertentu, misalnya jika pelakunya membahagiakan atau menolong orang
(A2, C2, C3, E3) atau poligami itu dijalankan dengan pertimbangan ibadah
(B2). Tiga dari kesembilan informan tersebut (A5, C2, D1) mengatakan bahwa
tergantung niatnya.
Hanya dua informan (A1, A4) mengatakan bahwa tidak ada pahala untuk
wanita yang rela dimadu. Yang menyuruh suami nikah lagi karena pikir dapat
pahala, dari mana dapat idea itu? menanyakan A1. Dua informan (A5, B3)
kurang tahu apakah ada pahala atau tidak bagi seorang istri yang rela dimadu.
Sepuluh informan mengatakan bahwa ada pahala. Ternyata banyak informan
menganggap perempuan yang rela dimadu sebagai perempuan yang patut
dihormati. B1 berpendapat bahwa ada pahala baik sekarang, yaitu kedamaian
hidup,maupun nanti, pada hari kiamat. Menurut D2, ada pahala sangat taat
kepada suami. Jaminan surga. Kata B2 dan C2, ada pahala bagi perempuan
44
-
8/9/2019 Anne Dickson
55/78
yang rela dimadu untukmenyelamatkan suami dari dosa perzinaan. Sebagian
dari informan yang meyakini ada pahala bagi perempuan yang rela dimadu
percaya bahwa pahalanya hanya untuk keadaan tertentu. Misalnya, menurut tiga
informan (A2, A3, E3), ada pahala jika si istri benar-benar ikhlas.
4.4. Kesediaan Informan Dimadu
Hanya satu informan mengatakan bahwa dia mau di