antibiotika dan anticendawan yang diberikan pada ayam

12
1. 1 Pengertian C. albicans adalah khamir komensal (normal) di mukosa mulut, saluran pencernaan dan vagina. Namun, khamir ini bisa menjadi masalah bila fase pertumbuhannya berubah dari fase khamir ke fase kapang ketika berada di membran mukosa inang. Kejadian ini biasa disebut kandidiasis (Berman dan Sudbery 2002). Blastospora (sel khamir) berbentuk bulat sampai oval dan selnya terpisah satu sama lain. Selain blastospora, C. albicans juga dapat membentuk hifa sejati dan pseudohifa. Hifa sejati adalah sel yang panjang dan berkutub dengan sisi yang pararel tanpa ada batas yang jelas. Pseudohifa adalah sel khamir berbentuk elipsoida yang tetap menempel satu sama lain dan dibatasi oleh septa. Perbedaan antara hifa sejati dan pseudohifa adalah hifa sejati terbentuk dari blastospora dan cabang dari hifa sejati lain, sedangkan pseudohifa terbentuk dari blastospora atau pertunasan dari hifa dan sel baru tersebut tetap menempel pada sel induknya dan tetap menjulur (Calderone 2002). Fase-fase yang dapat dibentuk oleh C. Albicans ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Perubahan bentuk C. albicans dari khamir ke kapang bisa terjadi karena pengaruh berbagai macam faktor lingkungan, antara lain perubahan dari komposisi media, penambahan serum, tumbuh pada kondisi kadar CO2 yang tinggi atau semi anaerobik, pH dan suhu. Suhu dan pH yang optimal bagi blastospora C. albicans berubah menjadi hifa adalah lebih dari 35oC dan 6,5-7,0 atau mendekati suasana basa. C. albicans juga dapat membentuk khlamidospora. Khlamidiospora merupakan

Upload: diichaa-just-littlegirl

Post on 03-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

antibiotika pada ayam

TRANSCRIPT

1. 1Pengertian

C. albicans adalah khamir komensal (normal) di mukosa mulut, saluran pencernaan dan vagina. Namun, khamir ini bisa menjadi masalah bila fase pertumbuhannya berubah dari fase khamir ke fase kapang ketika berada di membran mukosa inang. Kejadian ini biasa disebut kandidiasis (Berman dan Sudbery 2002).

Blastospora (sel khamir) berbentuk bulat sampai oval dan selnya terpisah satu sama lain. Selain blastospora, C. albicans juga dapat membentuk hifa sejati dan pseudohifa. Hifa sejati adalah sel yang panjang dan berkutub dengan sisi yang pararel tanpa ada batas yang jelas. Pseudohifa adalah sel khamir berbentuk elipsoida yang tetap menempel satu sama lain dan dibatasi oleh septa. Perbedaan antara hifa sejati dan pseudohifa adalah hifa sejati terbentuk dari blastospora dan cabang dari hifa sejati lain, sedangkan pseudohifa terbentuk dari blastospora atau pertunasan dari hifa dan sel baru tersebut tetap menempel pada sel induknya dan tetap menjulur (Calderone 2002).

Fase-fase yang dapat dibentuk oleh C. Albicans ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Perubahan bentuk C. albicans dari khamir ke kapang bisa terjadi karena pengaruh berbagai macam faktor lingkungan, antara lain perubahan dari komposisi media, penambahan serum, tumbuh pada kondisi kadar CO2 yang tinggi atau semi anaerobik, pH dan suhu. Suhu dan pH yang optimal bagi blastospora C. albicans berubah menjadi hifa adalah lebih dari 35oC dan 6,5-7,0 atau mendekati suasana basa. C. albicans juga dapat membentuk khlamidospora. Khlamidiospora merupakan berntuk pertahanan yang dibentuk pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Calderone 2002; Heitman 2006).

1.2 Kasus Kandidiasis (Candidiasis) pada Ayam

Candida dapat menyebabkan kandidiasis pada ayam. Kondisi yang dapat memacu terjadinya kandidiasis antara lain adalah umur ayam. Ayam yang lebih muda umumnya lebih rentan terhadap penyakit ini. Sanitasi kandang ataupun peralatan, kondisi kandang dengan populasi yang padat, serta timbulnya cekaman merupakan faktor-faktor lain yang dapat memicu terjadinya kandidiasis. Di Indonesia, penyakit ini dapat dijumpai pada berbagai peternakan ayam komersial yang tersebar di berbagai daerah. Penyakit tersebut kerapkali ditemukan juga pada ayam bukan ras (buras), terutama yang dipelihara pada lingkungan yang mempunyai tingkat sanitasi yang kurang memadai. Penyakit ini dapat ditemukan pada berbagai jenis unggas pada semua tingkatan umur, terutama ayam, kalkun, burung merpati, burung merak, burung puyuh, dan angsa. Manusia dan hewan peliharaan juga peka terhadap kandidiasis. Faktor pendukung kejadian kandidiasis adalah tingkat higienis dan sanitasi yang tidak memadai, penggunaan antibiotika yang berlebihan, penurunan kondisi tubuh/kelemahan umum, dan berbagai cekaman, misalnya kepadatan kandang yang tinggi dan defisiensi nutrisi (Tabbu 2000; Janmaat dan Morton 2010).C. albicans merupakan spesies utama penyebab kandidiasis, meskipun spesies Candida non-albicans juga telah diisolasi dari unggas sehat maupun sakit. Dalam survei terhadap tembolok yang berasal dari ayam ras pedaging, 95% dari isolat terdiri atas C. albicans, dan sisanya diidentifikasikan sebagai C. ravautii, C. salmonicola, C. guilliermondii, C. parapsilosis, C. catenulata, atau C. brumptii. Berdasarkan hasil penelitian, hanya C. albicans dan C. parapsilosis yang berhubungan dengan kasus mikosis pada tembolok. Berdasarkan hasil isolasi dari kalkun yang terjangkit candidiasis, terdeteksi C. albicans, C. rugosa, C. famata, C. tropicalis, dan C. guilliermondii dengan hanya C. rugosa yang terisolasi dari beberapa tembolok yang terinfeksi (Kunkle 2003).

Menurut Butcher dan Miles (2009), gejala klinis dari ayam yang menderita kandidiasis berupa hilangnya berat badan, terjadi muntah secara berkala, dan terlihat lesu. Gejala lain adalah menurunnya laju pertumbuhan pada ayam muda, diare, dan terhambatnya pengosongan dan perbesaran tembolok. Selain gejala klinis di atas, gejala lain yang biasanya muncul adalah terjadinya lesio di mulut berupa peradangan kaseosa pada mulut. Lesio ini serupa dengan lesio pada defisiensi vitamin A dan lesio proliferasi pada avian pox bentuk basah. Pada tahap yang lebih parah, lesio pada mulut menjadi obstruktif dan dapat mengganggu respirasi dan pencernaan, sehingga menyebabkan kelesuan dan terhambatnya

pertumbuhan serta penambahan bobot badan. Tingginya kasus kandidiasis pada tembolok dikarenakan fungsi tembolok sebagai tempat untuk menampung pakan sementara. Sisa-sisa pakan, terutama spora jamur yang mencemari pakan, akan bertahan lama di dalam tembolok, sehingga akan tebentuk koloni khamir pada tembolok. Kandidiasis tidak menular dari ayam satu ke ayam lainnya. Penyakit ini dapat menular melalui oral karena memakan pakan atau meminum air minum atau karena kontak dengan bahan/lingkungan yang tercemar oleh khamir tersebut. Penyakit ini dapat menular dengan mudah melalui air minum yang kotor yang tercemar oleh C. albicans (Tabbu 2000).

1.3 Antibiotika dan Antifungi yang Diberikan pada Ayam

Imbuhan pakan (feed additive) sering digunakan dalam pakan untuk merangsang pertumbuhan dan kinerja ayam, seperti menghasilkan telur, memperbaiki efisiensi pakan, dan berguna untuk memberikan pengendalian terhadap kesehatan atau metabolisme ternak. Salah satu bahan yang sering digunakan sebagai pakan tambahan adalah antibiotika (Scanes et al. 2004).

Menurut Windisch et al. (2008), antibiotika digolongkan sebagai feed additive, karena tidak termasuk dalam kategori pakan meskipun dalam peternakan ayam memiliki peranan penting dalam merangsang pertumbuhan dan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan. Antibiotika ini sanggup menekan pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan penyakit terutama bakteri patogen sehingga absorpsi nutrisi dalam sistem pencernaan. Selain itu, pemberian antibiotika ke dalam pakan juga memiliki dampak negatif karena dapat menimbulkan resistensi terhadap antibiotika.

Menurut Rochette et al. (2003), sejumlah anticendawan yang digunakan untuk mengobati kandidiasis pada unggas adalah amfoterisin B (amphotericin B), flukonazol (fluconazole), itrakonazol (itraconazole), ketokonazol (ketoconazole), mikonazol (miconazole), nystatin (nystatin), dan parkonazol (parconazole) seperti yang tercantum pada Tabel 1. Dun (1999) mengungkapkan bahwa sejak diperkenalkannya anticendawan golongan azol, sediaan ini lebih dipilih penggunaannya untuk mengobati infeksi akibat Candida. Hal ini disebabkan karena terapi dan pengobatan dengan menggunakan sediaan anticendawan dari golongan azol menghasilkan efek samping yang lebih sedikit dan mengeliminasi cendawan sama baiknya dengan terapi dan pengobatan dengan amfoterisin.

1.4 Antibiotik untuk Pengobatan Candidiasis pada Ayam

Amfoterisin A & B

Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi oleh Streptomyces nodosus. Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel dewasa. Antibiotika ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dari dosis dan kepekaan cendawan yang dipengaruhi. Aktivitas anticendawan ini sangat terlihat nyata pada pH 6,0-7,5 dan berkurang pada pH yang lebih rendah.

Mekanisme kerja amfoterisin B adalah dengan cara berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel cendawan. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehingga terjadi kehilangan beberpa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang permanen pada sel (Bahry dan Setiabudy 1995).

Amfoterisin B telah digunakan untuk mengobati infeksi cendawan baik secara sistemik maupun topikal pada unggas. Formulasi intravena telah diberikan dengan rute injeksi secara intravena, melalui trakea menggunakan kateter, atau diinjeksikan ke kantung hawa yang terinfeksi. Formulasi intravena juga digunakan melalui nebulisasi pada burung berparuh bengkok (psittacines) dan burung pemangsa (raptors ) (Orosz dan Frazier 1995).

Flukonazol

Flukonazol adalah turunan dari triazol dan bersifat fungistatik. Gugus derivat triazol, seperti imidazol (kloritomazol, ketokonazol, dll.), mempunyai mekanisme kerja mengubah membran sel cendawan yang mempunyai kepekaan terhadap anticendawan tersebut, sehingga meningkatkan permeabilitas dan membiarkan komponen di dalam sel bocor dan mengganggu ikatan prekusor purin dan pirimidin (Plumb 1999)

Flukonazol merupakan obat yang dapat diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya pakan ataupun keasaman lambung. Oleh karena itu, flukonazol dikatakan ditoleransi dengan baik. Efek samping yang sering ditemukan akibat penggunaan flukonazol adalah gangguan saluran pencernaan (Bahry dan Setiabudy 1995).

Berdasarkan penelitian Dun (1999) yang membandingkan efikasi flukonazol dengan amfoterisin B dalam morbiditas dan mortalitas pada pasien yang mengalami kandidiasis, menunjukkan bahwa flukonazol sama efektifnya dengan amfoterisin dalam mengobati infeksi Candida sistemik. Selain itu, secara nyata flukonazol juga memberikan efek samping yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan amfoterisin B.

Itrakonazol

Itrakonazol merupakan anticendawan sistemik turunan triazol yang erat hubungannya dengan ketokonazol dan dapat diberikan secara peroral. Aktivitas anticendawannya diduga lebih luas sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol. Itrakonazol dapat diserap lebih sempurna bila diberikan bersama pakan (Bahry dan Setiabudy 1995).

Penyerapan itrakonazol sangat bergantung pada pH lambung dan kehadiran pakan. Bioavabilitas itrakonazol hanya mencapai 50% atau kurang ketika diberikan saat lambung kosong. Bioavabilitas akan mencapai 100% jika di dalam lambung terdapat pakan. Itrakonazol mampu mengikat protein dan disalurkan ke seluruh tubuh, terutama ke dalam jaringan yang memiliki kandungan lemak yang tinggi karena obat ini bersifat lipofilik (Plumb 1999).

Ketokonazol

Ketokonazol digunakan untuk infeksi khamir sistemik maupun lokal. Pengobatan dengan menggunakan ketokonazol secara peroral mencegah dan mengobati kandidiasis pada tembolok di kalkun. Anticendawan ini juga efektif untuk melawan kandidiasis di ayam (Roschette et al. 2003).

Ketokonazol merupakan anticendawan sistemik peroral yang diserap baik melalui saluran pencernaan dan menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis cendawan. Sebanyak 84% ketokonazol di dalam plasma darah berikatan dengan protein plasma, terutama albumin. Lima belas persen berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk bebas. Sebagian besar dari obat ini mengalami metabolisme lintas pertama (Bahry dan Setiabudy 1995).

Pemberian ketokonazol pada pakan unggas diberikan pada pakan atau air minum. Pada air minum, dosis yang diberikan adalah 200 mg/L untuk 7-14 hari pada pH normal. Sedangkan pada pakan, dosis yang diberikan adalah 10-20 mg/kg untuk 7-14 hari dengan cara dimasukkan langsung ke dalam pakan atau dihancurkan (Plumb 1999).

Mikonazol

Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil, mempunyai spektrum anticendawan yang luas baik terhadap jamur sistemik maupun cendawan dermatofita. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan permeabilitas membran sel jamur meningkat. Mungkin pula terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel cendawan yang akan menimbulkan kerusakan (Bahry dan Setiabudy 1995).

Nistatin

Nistatin merupakan suatu antibiotika polien yang dihasilkan oleh Streptomyces noursel. Nistatin bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan berbagai cendawan dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus. Anticendawan ini hanya efektif pada berbagai macam jenis cendawan, namun secara klinis digunakan untuk mengobati infeksi Candida topikal, osofaringeal, dan gastrointestinal. Nistatin mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan amfoterisin B. Nistatin hanya akan diikat oleh khamir atau kapang yang sensitif. Aktivitas anticendawan tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel kapang atau khamir, terutama ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan anticendawan ini adalah terjadinya perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil. C. albicans hampir tidak memperlihatkan resistensi terhadap nistatin (Bahry dan Setiabudy 1995; Plumb 1999).Parkonazol

Parkonazol digunakan untuk mengobati kandidiasis di ayam mutiara. Parkonazol mempunyai toksisitas yang renndah dan residu daily intake di bawah ADI (acceptable daily intake), meskipun telah diberikan setelah 24 jam (Roschette et al. 2003).BAB 3

PENUTUP

C. albicans adalah khamir komensal (normal) di mukosa mulut, saluran pencernaan dan vagina. Candida dapat menyebabkan kandidiasis pada ayam. Kondisi yang dapat memacu terjadinya kandidiasis antara lain adalah umur ayam. Ayam yang lebih muda umumnya lebih rentan terhadap penyakit ini. Sanitasi kandang ataupun peralatan, kondisi kandang dengan populasi yang padat, serta timbulnya cekaman merupakan faktor-faktor lain yang dapat memicu terjadinya kandidiasis. Antibiotika yang dapat digunakan untuk pengobatan candidiasis pada ayam adalah Flukonazol,Amfoterisin,Itrakonazole, Ketokonazol,Mikonazole,Nistatin, Parkonazol ,dll

DAFTAR PUSTAKA

Berman J, Sudbey PE. 2002. C. albicans: a molecular revolution built on lesson from budding yeast. Nat Rev Genet 3: 918-930Calderone RA. 2002. Taxonomy and Biology of Candida. Di dalam: Calderone RA, editor. Candida and Candidiasis. Washington: ASM Pr. hlm 16.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm 151-154Scanes CG, George B, Ensminger M. 2004. Poultry Sci. Ed ke-4. Illinois: Interstate Publisher. hlm 28-32.

Windisch W, Schedle K, Plitzner C, Kroismayr A. 2008. Use of phytogenicproduct as feed additives for swine and poultry. J Anim Sci: E140-E148

Plumb DC. 1999. Veterinary Drug Handbook. USA: Iowa State University Press.

Bahry B, Setiabudy R. 1995. Obat Jamur. Di Dalam: Sulistia GG, Rianto S, Frans

DS, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Gaya Baru. hlm 560-570

Rochette F, Engelen M, Bossche HV. 2003. Antifungal agents of use animal health practical applications. J Vet Pharmacol Therapy 26:31-53