appendisitis
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
APENDISITIS AKUT PERFORATA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Bedah di Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. Sunarto, Sp.B
Disusun Oleh :
Inta Resty Utami
20090310063
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN
PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN
ILMU BEDAH BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :
APENDISITIS AKUT PERFORATA
Hari/ Tanggal :
Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Andaru Kusuma Praja
20090310042
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Sunarto, Sp.B
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam
presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan
profesi di bagian Ilmu Bedah dengan judul :
APENDISITIS AKUT PERFORATA
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih keapada:
1. dr. Sunarto, Sp.B selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Bedah RSUD
Wonosobo.
2. dr. Dimyati Ahmad, Sp.B selaku dokter spesialis Bedah RSUD Wonosobo.
3. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah membantu
penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan
presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wonosobo,
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I. LAPORAN KASUS 6
A. Identitas 6
B. Anamnesis 6
Keluhan Utama 6
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) 6
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) 6
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) 6
Riwayat Personal dan Sosial 7
Anamnesis Sistemik 7
C. Resume Anamnesis 7
D. Pemeriksaan Fisik 7
Keadaan Umum 7
Vital Sign 7
Status Generalis 8
Status Lokalis 10
E. Diagnosis Banding 10
F. Pemeriksaan Penunjang 10
G. Diagnosis 11
H. Perjalanan penyakit dan Instruksi Dokter 11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 16
A. Anatomi dan Fisiologi 16
B. Definisi 16
C. Etiologi 17
D. Klasifikasi 17
E. Patofisiologi 19
F. Diagnosis 20
G. Penatalaksanaan 21
4
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Sdr. Ana Istiroah
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kalibeber
Agama : Islam
No. RM : 600506
Tanggal masuk RS : 15 Maret 2014
Tanggal keluar RS : 18 Maret 2014
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pada tanggal 16 Januari 2014 di
bangsal Bougenville RSUD Wonosobo.
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Seorang perempuan umur 21 tahun datang ke IGD RSUD Wonosobo dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk sejak dua hari yang
lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan sangat mengganggu saat menggerakan
badan. Nyeri perut tersebut disertai dengan demam, mual dan muntah berupa
makanan sebanyak tiga kali. Saat BAK tidak ada keluhan tetapi BAB dirasa tidak
lancar. Pasien mengaku haid lancar dan jarang merasakan sakit saat haid. Pasien
menyangkal sering terjadi keputihan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien sebelumnya merasakan nyeri perut di bagian ulu hati. Pasien menyangkal
memiliki riwayat operasi sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Tidak ada anggota keluarga yang memilik riwayat penyakit serupa.
6
5. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien adalah seorang mahasiswa yang tinggal bersama orang tua. Pasien jarang
mengkonsumsi sayur-sayuran atau buah dan sering mengkonsumsi makanan pedas.
6. Anamnesis Sistemik
a. Sistem serebrospinal : sadar penuh, pusing, demam
b. Sistem respirasi : tidak batuk, tidak pilek, terasa sesak nafas
c. Sistem kardiovaskuler : dada tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada
d. Sistem digestivus : mual, muntah, tidak kembung, nyeri perut kanan
bawah, BAB kurang lancar, flatus (-).
e. Sistem urogenital : BAK lancar, tidak nyeri saat BAK, BAK tidak
anyang-anyangan, tidak ada hematuria.
f. Sistem muskuloskeletal : Tidak nyeri, gerak aktif, keterbatasan gerak (-)
g. Sistem integumentum : suhu raba panas, turgor kulit baik dan tidak tampak
pucat.
h. Kejiwaan : tampak tenang, dapat diajak komunikasi.
C. RESUME ANAMNESA
Seorang perempuan umur 21 tahun datang ke IGD RSUD Wonosobo dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk sejak dua hari yang
lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan sangat mengganggu saat menggerakan
badan. Nyeri perut tersebut disertai dengan demam, mual dan muntah berupa
makanan sebanyak tiga kali. BAB dirasa kurang lancar. Pasien sebelumnya
merasakan nyeri perut di bagian ulu hati. Pasien menyangkal memiliki riwayat
operasi sebelumnya. Pasien jarang mengkonsumsi sayur-sayuran atau buah dan
sering mengkonsumsi makanan sembarangan dan pedas. Pasien mengaku haid
lancar dan jarang merasakan sakit saat haid. Pasien menyangkal sering terjadi
keputihan.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos Mentis, GCS : E4V5M6 = 15
2. Vital Sign
TD : 90/60 mmHg
HR : 128 x / menit , nadi isi tegangan cukup, reguler, dan kuat angkat
7
RR : 40 x /menit
T : 38,6 ° C
3. Status Generalis
Kulit :
Warna putih, tidak ikterik, tidak pucat, tidak hipo/hiperpigmentasi dan turgor kulit baik.
Kepala :
I. Rambut : Panjang, lurus, hitam ,distribusi merata, tidak mudah dicabut
II. Wajah : Simetris, deformitas (-), dan luka/jejas (-)
III. Mata : Penglihatan normal, CA (-/-), SI(-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
IV. Hidung : Simetris, deformitas tulang hidung (-), sekret hidung (-), perdarahan
(-).
V. Telinga : deformitas(-), sekret (-), darah (-)
VI. Mulut : warna bibir merah, tidak kering, stomatitis(-), uvula dan tonsila tidak
membesar dan hiperemis.
Leher :
• Simetris, massa abnormal(-),tanda peradangan(-), nyeri tekan (-), PKGB (-), deviasi
trakea (-), gerakan bebas.
Thorax dan Pulmo :
• Inspeksi :
Simetris, deformitas (-), ketinggalan gerak (-), retraksi(-), dan ictus cordis
tidak terlihat.
• Palpasi :
Fokal fremitus simetris antara paru kanan dan kiri, nyeri tekan dada (-).
• Perkusi :
Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula kanan.
• Auskultasi :
SDV (+/+), tidak ada suara tambahan di semua lapang paru.
Jantung :
• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
• Palpasi : Letak Ictus Cordis pada SIC VI di sebelah media linea Axilaris
anterior sinistra.
• Perkusi : Batas Jantung
8
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis dextra
Kanan bawah : SIC V Linea Para Sternalis dextra
Kiri atas : SIC III Linea Mid Clavicula sinistra
Kiri bawah : SIC VI Linea Axilaris anterior sinistra
• Auskultasi
S1>S2, irama regular normal, tidak terdapat bising jantung.
Abdomen :
• Inspeksi :
Dinding perut sejajar dengan dinding dada, jejas /tanda peradangan (-)
• Auskultasi :
Bising usus (+) menurun.
• Perkusi
Timpani, tidak ada suara pekak beralih
• Palpasi
Abdomen teraba tegang, hepar dan lien tidak teraba, NT (+) epigastrium, nyeri
tekan titik Mac Burney (+), obturator sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Genitalia :
Vagina :
• Inspeksi :
Tidak hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi, pertumbuhan rambut merata,
lubang uretra (+), lubang vagina (+), tidak ada sekret yang keluar, labia mayor
simetris kanan kiri, ulkus (-)
• Palpasi :
Tidak teraba massa, nyeri tekan (-).
Ekstrimitas :
• Superior :
Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak terdapat nyeri gerak aktif dan
pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5 dan sensorik 5/5.
• Inferior :
9
Bentuk normal anatomis, tidak terlihat adanya deformitas, tidak terdapat nyeri
gerak aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5 dan
sensorik 5/5.
Status Lokalis (Abdomen) :
• Inspeksi :
Dinding perut sejajar dengan dinding dada, jejas /tanda peradangan (-)
• Auskultasi :
Bising usus (+) menurun.
• Perkusi
Timpani, tidak ada suara pekak beralih
• Palpasi
Abdomen teraba tegang, hepar dan lien tidak teraba, NT (+) epigastrium, nyeri
tekan titik Mac Burney (+), obturator sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+),
hepar dan lien tidak teraba.
E. DIAGNOSIS BANDING
a. Adneksitis
b. Kolik ureter
c. Tumor caecum
d. Salpingitis akut
F. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium darah
Hemoglobin : 12,3 g/dL ( 11,7-15,5 ) g/dL
Lekosit : 13,4 u/uL ( 3,6 – 11,0 ) 10^3 /uL
Eusinofil : 0,10 % ( 2,00 – 4,00) %
Basofil : 0,1 % ( 0 – 1 ) %
Netrofil : 86,70 % ( 50 – 70 ) %
Limfosit : 7,70 % ( 25 – 40 ) %
Monosit : 3,40 % ( 2 – 8 ) %
Hematokrit : 37 % ( 35-47 ) %
Eritrosit : 4,5 10^6 /uL (3,80 – 5,20) 10^6 /uL
Trombosit : 299 10^3 / uL ( 150 – 400 ) 10^3 / uL
10
MCV : 81 fl ( 80 – 100 ) fl
MCH : 27 pg ( 26 – 34 ) pg
MCHC : 34 g/dL ( 32 – 36 ) g/dL
Tes Kehamilan : Negatif
2. Radiologi
USG abdomen
Kesan :
Cendrung appendisitis. Gastritis.
G. DIAGNOSIS
Appendisitis akut perforata.
H. PERJALANAN PENYAKIT DAN INSTRUKSI DOKTER
1. Sabtu, 15 Maret 2014
TD : 128/70 mm/Hg
HR : 128x/ menit
R : 44 x/ menit
t : 38,6 ° C
Kesadaran : Compos mentis , tampak kesakitan, GCS : E4 V5 M6 : 15
Pernafasan : Nafas regular
11
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek
cahaya positif
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : simetris, tidak ada retraksi
Pulmo : SDV (+/+), tidak ada suara tambahan
Cor : S1>S2, irama reguler, tidak ada bising jantung
Abdomen : Bising usus (+) menurun, timpani, abdomen teraba tegang, hepar dan
lien tidak teraba, NT (+) epigastrium, nyeri tekan titik Mac
Burney (+), obturator sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), hepar
dan lien tidak teraba.
Ekstremitas : Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak terdapat nyeri gerak
aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5
dan sensorik 5/5.
Status Lokalis :
• Inspeksi :
Dinding perut sejajar dengan dinding dada, jejas /tanda peradangan (-)
• Auskultasi :
Bising usus (+) menurun.
• Perkusi
Timpani, tidak ada suara pekak beralih
• Palpasi
Abdomen teraba tegang, hepar dan lien tidak teraba, NT (+) epigastrium, nyeri
tekan titik Mac Burney (+), obturator sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+),
hepar dan lien tidak teraba.
Diagnosa : Appendisitis akut
Terapi : infus RL 20 tpm
injeksi Cefotaxime 2x1 gr IV
Injeksi ketorolac 30 mg 2x1 amp IV
Metronodazole 2x1 flash
Pasien dipuasakan dan dilakukan appendiktomi
2. Minggu, 16 Maret 2014
TD : 100/70 mm/Hg
HR : 100x/ menit
12
R : 20 x/ menit
T : 37,3 ° C
Kesadaran : Compos mentis , tampak kesakitan, GCS : E4 V5 M6 : 15
Pernafasan : Nafas regular
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek
cahaya positif
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : simetris, tidak ada retraksi
Pulmo : SDV (+/+), tidak ada suara tambahan
Cor : S1>S2, irama reguler, tidak ada bising jantung
Abdomen : Bising usus (+) normal, timpani, NT (+) luka operasi, supel
Ekstremitas : Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak terdapat nyeri gerak
aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5
dan sensorik 5/5.
Status Lokalis :
Nyeri tekan pada luka operasi, terpasang slang drain, perembesan pada verban
penutup luka (+), produksi dain (+).
Diagnosa : post appendiktomi H-I
Terapi : infus RL 20 tpm
injeksi Cefotaxime 2x1 gr IV
Injeksi ketorolac 30 mg 2x1 amp IV
Metronodazole 2x1 flash
3. Senin, 17 Maret 2014
TD : 90/60 mm/Hg
HR : 100x/ menit
R : 20 x/ menit
T : 37 ° C
Kesadaran : Compos mentis , tampak kesakitan, GCS : E4 V5 M6 : 15
Pernafasan : Nafas regular
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek
cahaya positif
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : simetris, tidak ada retraksi
13
Pulmo : SDV (+/+), tidak ada suara tambahan
Cor : S1>S2, irama reguler, tidak ada bising jantung
Abdomen : Bising usus (+) normal, timpani, NT (+) luka operasi, supel
Ekstremitas : Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak terdapat nyeri gerak
aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5
dan sensorik 5/5.
Status Lokalis :
Nyeri tekan pada luka operasi, terpasang slang drain, perembesan pada verban
penutup luka (+), produksi dain (+).
Diagnosa : post appendiktomi H-II
Terapi : infus RL 20 tpm
injeksi Cefotaxime 2x1 gr IV
Injeksi ketorolac 30 mg 2x1 amp IV
Metronodazole 2x1 flash
4. Selasa, 18 Maret 2014
TD : 110/70 mm/Hg
HR : 88x/ menit
R : 20 x/ menit
T : 36,5 ° C
Kesadaran : Compos mentis , tampak kesakitan, GCS : E4 V5 M6 : 15
Pernafasan : Nafas regular
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek
cahaya positif
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : simetris, tidak ada retraksi
Pulmo : SDV (+/+), tidak ada suara tambahan
Cor : S1>S2, irama reguler, tidak ada bising jantung
Abdomen : Bising usus (+) normal, timpani, NT (+) luka operasi, supel
Ekstremitas : Bentuk normal anatomis, tidak deformitas, tidak terdapat nyeri gerak
aktif dan pasif. Akral hangat dan tidak udem. Kekuatan motorik 5/5
dan sensorik 5/5.
Status Lokalis :
14
Nyeri tekan pada luka operasi, terpasang slang drain, perembesan pada verban
penutup luka (-), produksi dain (-).
Diagnosa : post appendiktomi H-III
Terapi : infus RL 20 tpm
injeksi Cefotaxime 2x1 gr IV
Injeksi ketorolac 30 mg 2x1 amp IV
Metronodazole 2x1 flash
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-
15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.
Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral
kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks
berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri in tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
cerna termasuk apendiks , ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendik tidak memengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.
B. DEFINISI
Pada tahun 1886, Reginald Fitz dari Boston membenarkan identifikasi bahwa
apendiks sebagai penyebab utama inflamasi pada kuadran kanan bawah. Dia menyebutnya
dengan apendisitisdan disarankan untuk dilakukan pembedahan segera sebagai terapi pada
penyakit ini. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
16
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Appendisitis merupakan penyakit bedah mayor
yang paling sering terjadi.
C. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, biji sayuran dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.
D. KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut:
1. Appendicitis Akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks
terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
17
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan
atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Mukokel Appendiks
Mukokel apendiks adalah diatasi kistik dari apendiks yang berisi cairan musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadanga teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda appendisitis akut.
3. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
4. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
18
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada
riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.
E. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal.
Selanjutnya, terjadi peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi secara
terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi iga menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa terbendung. semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun,
elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan tekanan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi bakteri. Infeksi memperberat
pembengkakan apendiks (edema). Trombosis pada pembuluh darah intramural (dinding
apendiks) menyebabkan iskemik. Pada saat ini, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforata.
Patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh yang
19
membatasi proses radang melalui penutupan apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa. Akibatnya, terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforata. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang, dan selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi membentuk
jaringan parut dan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitar. Perlengketan ini
menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
F. DIAGNOSIS
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yag merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikal. Keluhan ini disertai oleh mual dan kadang
ada muntah. Umumnya nafsu makan meurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke
kanan bawah, ke titik McBurney. Bila apendiks terletak di retrosekal retroperitoneal, tanda
nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena
apendiks terlindungi oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yng menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan
tanda sigmoid atau rektum sehingga peristaltik menigkat dan pengosongan rektum menjadi
lebih cepat serta berulang. Jika apendiks menempel pada kandung kemih terjadi penigkatan
frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.
Pada kehamilan, keluhan utama apendiksitis adalah nyeri perut, mual dan muntah.
Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah, tetapi lebih di regio lumbal kanan.
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Kembung sering terlihat pada penderita dengan kompikasi
prforasi. Penonjoln perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri
pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke
20
pinggang kanan. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran
uterus terbukti proses bukan berasal dari apendiks.
Peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus
paralitik pada peritonitis generallisata disebabkan oleh apendisiis perforata. Pada apendisitis
pelvika, tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk menegtahui letak apendiks.
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada
kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. Radiologi,
terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning (CT-scan).
Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi mempunyai
arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
G. PENATALAKSANAAN
Bil diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Apendiktomi bisa dilakuakn secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila dilakukan
apendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
H. KOMPLIKASI
1. Massa periapendikular
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
di bungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler dengan
pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generaliata.
2. Apendisitis perforata
Perorasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan
21
pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristaltik usus dapat menurun sampai menghiang
akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar
terlokalisisr di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan sub diafragma.
22
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang perempuan umur 21 tahun datang ke IGD RSUD Wonosobo dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk sejak dua hari yang lalu. Nyeri
dirasakan terus menerus dan sangat mengganggu saat menggerakan badan. Nyeri perut
tersebut disertai dengan demam, mual dan muntah berupa makanan sebanyak tiga kali. BAB
dirasa kurang lancar. Pasien sebelumnya merasakan nyeri perut di bagian ulu hati. Pasien
menyangkal memiliki riwayat operasi sebelumnya. Pasien jarang mengkonsumsi sayur-
sayuran atau buah dan sering mengkonsumsi makanan sembarangan dan pedas. Pasien
mengaku haid lancar dan jarang merasakan sakit saat haid. Pasien menyangkal sering terjadi
keputihan. Keluhan tersebut dikarenakan adanya peradangan pada apendiks yang
mengaktifkan rangsang viseral sehingga timbul nyeri pada daerah epigastrium sekitar
umbilikal disertai mual dan muntah. Aktifnya rangsangan somatik menyebabkan nyeri lebih
tajam pada daerah kanan bawah.
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Pada pasien didapatkan penyebab terjadinya apendisitis adalah pola makan yang
kurang mengkonsumsi makanan berserat seperti sayuran dan sering mengkonsumsi makanan
pedas.
Pada pemeriksaan status lokalis abdomen dapat ditemukan :
• Inspeksi :
Dinding perut sejajar dengan dinding dada, jejas /tanda peradangan (-)
• Auskultasi :
Bising usus (+) menurun.
• Perkusi
Timpani, tidak ada suara pekak beralih
• Palpasi
Abdomen teraba tegang, hepar dan lien tidak teraba, NT (+) epigastrium, nyeri
tekan titik McBurney (+), obturator sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign (+), hepar
dan lien tidak teraba.
23
Dari hasil pemeriksaan status lokalis, terdapat tanda-tanda yang mendukung diagnosis
apendisitis, yaitu terdapat nyeri tekan titik McBurney, obturator sign (+), Rovsing sign (+),
Psoas sign (+) dan peningkatan suhu tubuh mencapai 38,6°C. Selain itu di tandai dengan
tanda-tanda peritonitis, seperti peristaltik usus yang menurun dan perut teraba tegang.
Dilakukan pemeriksaan USG untuk memperkuat diagnosis. Pada pemeriksaan USG
didapatkan kesan apendisitis. Selain itu didapatkan angka leukosit yang tinggi, yaitu 13,4
u/uL ( 3,6 – 11,0 ) 10^3 /uL.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan USG, dapat disimpulkan bahwa diagnosis untuk pasien ini adalah apendisitis
akut perforata.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. ECG: Jakarta.
Mansjoer, Arif., Triyanti, Kuspuji., Savitri, Rakhmi., dll. (2001). Kapita Selekta Kedokteran (3th ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Acosta, J., et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery (ed 18th). Elsevier: U.S.A.
Brunicardi, F.C., et al. 2010. Schwartz’s Principle of Surgery (ed 9th). The McGraw-Hill Companies: U.S.A.
25