artikel semantik
TRANSCRIPT
BAB I
HAKEKAT SEMANTIK
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Pada pembelajaran semantik pasti muncul pertanyaan apa hakekat semantik? Apa perbedaan antara istilah semntik dengan istilah makna? dan bagaimana hakekat semantik filsafat?
Relevansi
Materi ini, ada hubungannya dengan pemaknaan tentang bunyi bahasa,
kata dan kalimat serta wacana dalam bahasa Indonesia.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Hakekat semantk;
2. Perbedaan istilah semantik dan istilah makna ; dan
3. Bagaimana yang dimaksud dengan semantik dan filsafat?
URAIAN MATERI
Pengertian Semantik
Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris
‘semantics’ dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda); atau dari verba samaino
(menandai, berarti). Semantik ada pada ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi,
1
sintaksis, dan leksikon. Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau
tata bahasa.
Menurut Alfred Korzybski (filsuf Amerika), semantik terdiri atas dua
yaitu semantik general dan semantik ukir (dalam Parera, 1990: 13). Pembahasan
ruang lingkup semantik cukup luas, namun ada beberapa topik yang harus
mendapatkan perhatian dan menjadi pokok bahasan dalam pembelajaran
semantik. Berikut ini akan diuraikan topik-topik tentang semantik.
Makna, Arti, dan Erti
Semantik adalah ilmu tentang makna, tetapi kata makna tidak persis
sama dengan kata arti dan erti dalam penggunaannya. Misalnya, dalam kalimat
berikut:
1. Apa arti kata “canggih”?
2. Saya belum menangkap arti kedipan mata ibu tadi.
3. Kata-kata orang itu mempunyai arti tertentu bagi pendengarnya.
4. Itu berarti Anda harus datang pada hari pernikahannya.
5. Usahanya belum berarti apa-apa di masa sekarang ini.
Kata erti hanya didervasikan dalam bentuk “mengerti” dan “pengertian’.
Kata arti dalam kalimat nomor (1), (2), (3), dan (5) di atas masih dapat
disubstitusi dengan kata makna dan bentuk ”berarti” dalam kalimat (4) tidak dapat
digantikan oleh bentuk “bermakna”.
Pemahaman makna (bahasa Inggris: sense) dibedakan dari arti (bahasa
Inggris: meaning) di dalam semantik. Kata makna adalah pertautan yang ada di
antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Menurut Palmer
(1976:30) kata makna hanya menyangkut intra bahasa. Sejalan dengan kata
Lyons (1977: 204) menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu
kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-
hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata yang lain.
Kata arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung terdapat di
dalam kamus sebagai leksikon.
2
Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan
kesepakatan para pemakainya agar dapat saling mengerti. Kata makna mempunyai
tiga tingkat keberadaan, yakni:
Pertama : makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
Kedua : makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
Ketiga : makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu.
Pada tingkat pertama dan kedua makna dilihat dari segi hubungannya
dengan penutur, dan pada tingkat ketiga makna lebih ditekankan pada makna
dalam komunikasi. Sehubungan dengan tiga tingkat keberadaan makna itu,
Samsuri (1985) mengungkapkan adanya garis hubungan antara: makna-
ungkapan-makana. Wallace dan Chafe (1973) mengungkapkan pula bahwa
berpikir tentang bahasa, sekaligus melibatkan makna.
Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana
setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa saling mengerti. Menyusun
kalimat yang dapat dimengerti pemakai bahasa dituntut untuk menaati kaidah
gramatikal, atau tunduk kepada kaidah pilihan kata menurut sistem leksikal yang
berlaku di dalam suatu bahasa.
Di dalam bahasa Indonesia selain kata arti, ada pula kata bentuk erti, di
samping kata makna. Di dalam studi semantik bahasa Indonesia bentuk dasar erti
pemakaiannya terbatas, dan secara pragmatik ditemukan kata MENGERTI (verba
aktif), DIMENGERTI (sinonim dengan dipahami-verba pasif?), PENGERTIAN
(nominal < mengerti + -an), dan ketiga bentukan mempunyai hubungan makna
generik PAHAM.
Makna sebuah kalimat tidak hanya bergantung pada sistem gramatikal
dan leksikal saja, tetapi bergantung pula kepada kaidah wacana. Makna sebuah
kalimat yang baik pilihan kata (diksi) dan susunan gramatikalnya, sering tidak
dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam
sebuah wacana. Contoh pemahaman ekspresi “terima kasih” (bahasa Belanda:
DANK) bermakna “tidak mau” (dalam situasi jamuan makan dan minum, bila kita
ditawari sesuatu dalam jamuan tersebut). dalam bahasa serumpun sering pula
situasi dan acuannya berbeda. Bagi masyarakat bahasa yang mengenal tingkat
3
sosial (hubungan penyapa/pembicara-pesapa/lawan bicara), bukan hanya ikatan
wacana saja yang menentukan makna kalimat, tetapi faktor ekstralinguistik dapat
menentukan makna kalimat. Faktor penyapa-pesapa menuntut pilihan kata yang
tepat. Masalah tersebut masuk ke dalam bidang sosiolinguistik dilihat dari segi
hubungan masyarakat bahasa yang diatur bahasanya berdasarkan tingkat sosial
para pemakainya, dari segi pemakaian bahasanya termasuk ke dalam bidang
pragmatik (dengan pemahaman pragmatik ‘language in use’). Dalam hal diksi
pilihan laksem berdasarkan makna yang tepat dari segi latar komunikasi.
Semantik menjangkau wawasan yang luas, termasuk di luar j,ngkauan bahasa bila
menyangkut dunia referensi dan inferensi sebagai makna yang dimaksud.
Filosof dan linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan
dengan makna, yakni:
1. Makna kata secara alamiah (inheren < inherent)
2. Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah termasuk makna
kategorial.
3. Menjelaskan proses komunikasi. (lihat pula Kempson, 1977:1)
Kempson (1977) dalam hal ini melihat kemungkinan untuk menjelaskan
makna dari segi kata, kaliamat, dan apa yang diperlukan penyapa untuk
berkomunikasi. Makna kata dari kamus adalah makna leksikal atau keterangan
dari laksem tersebut. dalam kehidupan sehari-hari makana suatu kata tidak hanya
makna leksikal yang dimilikinya, melainkan menjangkau yang lebih luas.
Menurut Lyons (1977) dan Palmer (1974) mengatakan makna kata tidak lepas
dari makna lain , merupakan makna gramatikal sesuai dengan hubungan antar
unsur, misalnya makna idiom, peribahasa, majas, metafora, dan ungkapan.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak kata dengan bermacam ragam
makna bila dihubungkan dengan kata lainnya, mengakibatkan suatu kata A
dihubungkan dengan kata B menghasilkan C. Misalnya:
1. Tolong saya belikan amplop
2. Beri saja dia amplop, urusannya akan beres.
Kata amplop pada kaliamat (1) dan (2) sebagai kata A, dan unsur yang
bergantung dapat ditafsirkan B, dan C sebagai keseluruhan ekspresi yang
dihasilkan. Pada kaliamt (1) amplop bermakna “pembungkus surat” , dan pada
4
kalimat (2) bermakna “uang suap”. Pada hakikatnya makna muncul karena
hubungan antarunsur. Misalnya, kata PEREMPUAN (per-empu-an < empu: gelar
kehormatan (tuan): orang ahli, terutama membuat keris) yang secara leksikal
memilki makna sama dengan WANITA (wanic- Sansekerta). Kata PEREMPUAN
mempunyai makna yang berbeda bila dipertimbangkan dalam hubungannya
dengan unsur lain secara gramatkal:
(1) Perempuan itu ibu saya.
(2) Ih, dasar perempuan.
(3) Kalian ini perempuan jalanan.
Makna emotif yang mucul sebagai ekspresi pada kalimat (1) adalah halus
budi bahasanya, dan keibuan. Ekspresi yang muncul pada kalimat (2), dan (3)
adalah makna sebaliknya: makna rakus, tamak, kupu-kupu malam dan lain-lain.
Semantik dan Filsafat
Filsafat sebagai studi tentang kearifan, pengetahuan, hakikat realitas
maupun prinsip, memiliki hubungan sangat erat dengan semantik. Hal itu terjadi
karena dunia fakta yang menjadi objek perenungan adalah dunia simbolik yang
terwakili dalam bahasa. Sementara pada sisi lain, aktifitas berpikir itu sendiri tidak
berlangsung tanpa adanya bahasa sebagai medianya. Pada situasi yang demikian
bahasa pada dasarnya juga bukan hanya sekedar media proses berpikir maupun
penyampai hasil pikiran. W.D Whitney (dalam Aminuddin, 1988:18),
mengungkapkan bahwa ‘language is not only neceassry for the formulation of
thought but is part of the thinking process itself. Lebih lanjut juga dikatakan... we
cannot get outside language to reach thought, nor outside thought to reach
language.
Selain itu filsoof Bertrand Russel mengatakan bahwa ketepatan
menyusun simbol kebahasaan secara logis merupakan dasar dalam memahami
struktur realitas secara benar. Oleh sebab itu kompleksitas simbol juga harus
memiliki kesesuaian dengan kompleksitas realitas itu sendiri agar antara keduanya
dapat berhungan secara tepat dan benar (Alston dalam Aminuddin, 1988:19).
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa memang masih memiliki sejumlah
5
kekurangan. Bahasa sehari-hari yang biasa digunakan misalnya, bila dikaitkan
dengan filsafat mengandung kelemahan vagueness (makna samar-samar),
inexplicitness (makna yang tak dimengerti), ambiuguity (makna lebih dari satu),
context-depedence (makna tergantung konteks), end misleadingness (makna
menyesatkan).
Vagueness adalah sifat bahasa yang mengandung makna dalam sustu
bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diacunya.
Misalnya, penjelasan secara verbal tentang aneka warna bunga mawar, tidak akan
setepat dan sejelas dibandingkan dengan bersama-sama mengamati secara
langsung aneka warna bunga mawar.
Ambiuguity berkaitan dengan ketaksaan makna dari suatu bentuk
kebahasaan. Misalnya, kata bunga dapat berkaitan dengan bunga mawar, bunga
melati, bunga anggrek, atau gadis. Demikian pula menentukan makna tinggi,
bisa, mampu, seorang harus mengetahui di mana konteks kata itu berada. Dalam
dunia kepenyairan ketaksaan makna ini dmanfaatkan oleh para penyair untuk
memperkaya gagasan yang disampaikannya. Pernyataan Gunawan Mohammad
melalui puisinya.
Akupun tahu: sepi kita semula
Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.
Pada sisi lain bukan hanya menggambarkan suasana sepi, dingin yang dibagi
pohon-pohon atau esok yang mungkin tidak ada, melainkan juga mampu
membawa pembaca kepada pemikiran filosofis tentang hakikat keberadaan
manusia serta kehidupan itu sendiri. Berasarkan contoh ini dapat disimpulkan
bahwa kesamaran dan ketaksaan makna suatu bahasa adalah akibat kelebihan
bahasa itu sendiri yang memiliki multifungsi, selain simbolik bahasa itu pula
memiliki fungsi emotif dan afektif. Selain itu adanya sinonimi, hiponimi, dan
polisemi menjadi salah faktor penyebab kesamaran dan ketaksaan makna.
Inexplicitness adalah terjadinya kekaburan dan ketaksaan makna, karena
bahasa sering kali tidak mampu secara eksak, tepat dan menyeluruh mewujudkan
gagasan yang direpresentasikannya. Pemakaian suatu bentuk sering kali
6
berpindah-pindah sesuai dengan kontek gramatik, sosial, serta konteks situasional,
dalam pemakaian dan mengalami pula context-dependent. Adanya sejumlah
kekurangan bahasa tersebut, tidak mengherankan apabila paparan melalui bahasa
sering mengandung misleadingness sehubungan keberadaan bahasa itu dalam
komunikasi. Misalnya, pernyataan seperti ‘wah, Ali sudah parah’ dapat saja
dimaknai ‘sakitnya Ali sudah parah’ , sementara yang dimaksud penutur ‘nilai Ali
sangat jelek’, ‘Ali sangat nakal dan sulit dinasihati’ atau ‘hubungan Ali dengan
Ani sudah demikian jauhnya’, serta sejumlah maksud isi pesan lainnya. Dalam
konteks ini pemilihan kata, pengolahan dan penataan unsur gramatikal atau
konteks harus dilakukan secara tepat dan cermat.
Keberadaan bahasa sebagai sesuatu yang khas milik manusia menjadi
media, pengembang pikiran manusia bagi para filsuf Yunani juga digunakan
untuk merumuskan ciri-ciri manusia. Istilah animal rationale, mislanya, dalam
bahasa Yunani berpangkal dari logon ekhoon yang mengandung makna
“dilengkapi dengan tutur kata dan akal budi” (Peursen, 1980: 4). Lebih lanjut
Peursen menjelaskan bahwa istilah logos dalam bahasa Yunani mengandung
makna “isyarat”, “perbuatan” , “inti sesuatu”, “cerita”, “kata tau susunan kata”.
Dari sejumlah fitur semantik itu para filsuf Yunani merumuskan pengertian logos
sebagai kegiatan menyatakan sesuatu yang didukung oleh sejumlah komponen
yang setiap komponen tersebut antara yang satu dengan yang lain memiliki
hubungan dengan menggunakan kata-kata.
Berdasarkan kenyataan ini, baik semantik maupun bahasa pada umumnya
memiliki hubungan dengan cabang-cabang filsafat, seperti antologi, epistimologi
dan metafisika, semantik pada akhirnya memiliki hubunganpaling erat dengan
logika. Sehubungan dengan cabang filsafat yang mengkaji masalah berpikir
secara benar, peranan semantik tampak sekali dalam rangka menentukan
pernyataan yang benar dan yang tidak benar, yang bertolak dari adanya premis
serta kesimpulan yang diberikan. Selain itu, istilah seperti predikat dan preposisi
adalah istilah yang lazim yang digunakan di dala logika. Bentuk negasi seperti
tidak, konjungsi, digunakan di dalam logika. Bentuk seperti atau, implikasi seperti
jika…maka, adalah bentuk-bentuk yang lazim digunakan dalam logika.
7
LATIHAN:
1. Jelaskan yang dimaksud dengan kakekat semantk!;
2. Jelaskan perbedaan istilah semantik dan istilah makna! ; dan
3. Jelaskan bagaimana yang dimaksud dengan semantik dan filsafat?
8
RANGKUMAN
Semantik adalah ilmu tentang makna, tetapi kata makna tidak persis sama dengan kata arti dan erti dalam penggunaannya.
Makna sebuah kalimat tidak hanya bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi bergantung pula kepada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan kata (diksi) dan susunan gramatikalnya, sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana.
Sehubungan dengan cabang filsafat yang mengkaji masalah berpikir secara benar, peranan semantik tampak sekali dalam rangka menentukan pernyataan yang benar dan yang tidak benar, yang bertolak dari adanya premis serta kesimpulan yang diberikan.
BAB II
UNSUR-UNSUR SEMANTIK
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Pada bab ini akan dibahas tentang: tanda (sign) dan lambang (symbol),
makna leksikal dan hubungan referensial, penamaan (naming), dan pola struktur
leksikal.
Relevansi
Materi ini, ada hubungannya dengan penafsiran makna tentang bunyi
bahasa, kata dan kalimat serta wacana dalam bahasa Indonesia.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Tanda (sign) dan lambang (symbol);
2. Makna leksikal dan hubungan referensial ;
3. Penamaan (naming); dan
4. Pola struktur leksikal.
URAIAN MATERI
A. Tanda (Sign) dan Lambang (Symbol)
Teori tanda dikembangkan oleh Pierce, Saussure, Umberto Eco, dan
Barthes, Ogden & Richards yang dikenal dengan istilah semiotik dibagi dalam
tiga cabang ilmu yaitu: a) ilmu semantik; b) ilmu sintaktik; dan c) ilmu pragmatik.
9
Semntik berhubungan dengan tanda-tanda; sintaktik berhubungan dengan
gabungan tanda-tanda (susunan tanda-tanda ); dan pragmatik berhubungan dengan
asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di dalam tingkah laku
berbahasa. Penggolongan tanda dapat dilakukan dengan cara: (1) tanda yang
ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena ada pengalaman, misalnya: hari
mendung tanda akan hujan, hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir,
banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan, dan seterusnya.; (2)
tanda dapat ditimbulkan oleh bnatang yang diketahui oleh manusia dari suara-
suara binatang tersebut, misalnya: anjing menggonggong tanda ada orang masuk
halaman, kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada
wabah penyakit atau keributan atau pertengkaran, dan lain-lain sebagainya; dan
(3) tanda yang ditimbulkan oleh manusia yang dibedakan atas yang bersifat
verbal yaitu tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat bicara (organ of
speech) dan yang bersifat nonverbal yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi, sama halnya dengan tanda verbal.
Tanda nonverbal yang dihasilkan oleh anggota badan (body gesture)
yang disebut dengan bahasa isyarat, misalnya: acungan jempol yang bermakna
hebat, atau bagus; mengangguk bermakna ya, menghormati, atau juga bisa
bermakna sebaliknya dalam budaya tertentu; menggelengkan kepala bermakna
tidak atau bukan; membelalakkan mata bermakna heran, marah; mengacungkan
telunjuk bermakna tidak mengerti atau setuju; menunjuk bermakna itu, atau satu
orang dan lain sebagainya. Tanda nonverbal yang dihasilkan oleh bunyi (suara)
misalnya, bersiul bermakna gembira, memaanggil, ingin kenal; menjerit bermakna
sakit, minta tolong, ada bahaya. Berdehem (batuk-batuk kecil) bermakna ada
orang, ingin kenal, dan lain sebagainya.
Lambang atau simbol memiliki hubungan tidak langsung dengan
kenyataan. Tanda dalam bentuk huruf-huruf disebut lambang atau simbol; apa
yang kita dengar dari seseorang yang berfungsi sebagai alat komunikasi disebut
lambang atau simbol. Perbedaan tanda dan simbol terletak pada hubungannya
dengan kenyataan, tanda menyatakan hubungan langsung dengan kenyataan,
sementara simbol tidak. Bandingkanlah tanda dan lambang berikut ini.
10
Tanda Lambang (Simbol)
Lambang menurut Plato adalah kata di dalam suatu bahasa, sementara
makna adalah objek yang dihayati di dunia, berupa rujukan yang ditunjuk oleh
lambang tersebut. Hubungan lambang dengan bahasa dapat dikatakan bahwa
bahasa merupakan alat komunikasi yang terdiri atas tanda & lambang. Lambang-
lambang (simbol-simbol) ini memiliki expressions and contents atau signifier dan
signified. Perhatikan bagan tanda (sign) yang dikemukakan oleh Ferdinand de
Saussure (1916) (dalam Djajasudarma, 2009: 36).
Signifiant (Signifier) “yang menandai” (citra bunyi), misalnya pohon
– [p o h o n]
Sign
Signifie (Signified) “yang ditandai” (pengertian atau kesan makna
yang ada dalam pikiran)
Perhatikan gambar berikut ini
11
Dilarang Masuk
tangkal
Pohon
bungo
Perlu diperhatikan bahwa:
1) Hubungan antara signufia dan signifie bersifat arbitrer atau sembarang
saja, dengan kata lain tanda bahasa (signe lingustique atau signe) bersifat
arbitrer. Pengertian pohon tidak ada hubungannya dengan urutan bunyi
b-u-n-g-o dalam bahasa Gorontalo atau bunyi t-a-n-g-k-a-l di dalam
bahasa Sunda atau w-i-t di dalam bahasa Jawa.
2) Significant bersifat linear unsure-unsurnya membentuk satu rangkaian
(unsure yang satu mengikuti unsure lainnya)
B. Makna Leksikal dan Hubungan Referensial
Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok yakni kelompok makna dasar dan makna perluasan atau makna
denotative (kognitif, deskriptif ) atau makna konotatif atau emotif. Hubungan
antara kata, makna kata dan dunia kenyataan disebut hubungan referensial.
Hubungan yang terdapat antara: 1) kata sebagai suatu fonologis, yang membawa
makna; 2) makna atau konsep yang dibentuk oleh kata; 3) dunia kenyataan yang
ditunjuk atau diacu oleh kata merupakan hubungan referensial. Hubugan
referensial adalah hubungan yang terdapat antara sebuah kata dan dunia luar
bahasa yang diacu oleh pembicara, misalnya:
Kamus mengacu kepada sejenis buku tertentu
Tebal mengacu kepada suatu kualitas benda tertentu
Pergi mengacu kepada suatu aktivitas tertentu
Hubungan antara kata (lambang), makna (konsep atau reference dan
sesuatu yang diacu (referent) adalah hubungan tidak langsung. Hubungan tersebut
digambarkan melalui apa yang disebut dengan semiotika (semiotic triangle).
Perhatikan gambar sebagai berikut:
12
Meaning (concept) thought of Reference
word
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Word ‘kata’ Referent symbol stands for referent
Symbol atau lambang adalah unsur linguistik berupa kata atau kalimat.
Referent adalah objek atau hal yang ditunjuk (peristiwa, fakta di dalam dunia
pengalaman manusia); konsep (reference) adalah apa yang ada pada pikiran
tentang objek yang diwujudkan melalui lambang (symbol). Berdasarkan teori ini,
hubungan symbol dan referent (acuan) melalui konsep yang bersemayam di dalam
otak, hubungan tersebut adalah hubungan tidak langsung. Jika ada yang
mengatakan [r u m a h ], terbayang pada setiap otak manusia rumah dengan
berbagai ukuran dan jenis atau tipe. Desakan untuk mengatakan bahwa bayangan
itu adalah rumah sudah tersedia di dalam otak. Desakan jiwa untuk menyebut
rumah bekerja sama dengan pusat syaraf di dalam otak, di dalam otak setiap otak
manusia bersemayam konsep rumah dan membutuhkan realisasinya dan makna
konsep rumah siap untuk diujarkan.
C. Penamaan (Naming)
Studi bahasa pada dasarnya merupakan peristiwa budaya, melalui bahasa
manusia menunjuk dunianya. Dunia ini penuh dengan nama-nama yang diberikan
oleh manusia. Manusia tidak hanya memberi nama, tetapi memberi makna pula.
Bahkan dirinya pun diberi nama dan juga bermakna.
Nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk benda,
aktivitas, dan peristiwa di dunia ini. Anak-anak mendapat kata-kata dengan cara
belajar, dan menirukan bunyi-bunyi yang mereka dengar untuk pertama kalinya.
Nama-nama ini muncul akibat dari kehidupan manusia yang kompleks dan
beragam yang kadang-kadang manusia sulit memberikan label satu per satu, oleh
13
karena itu muncul nama-nama kelompok, misalnya binatang, burung, ikan, dan
lain sebagainya serta jenis tumbuhan yang tak terhitung jumlahnya.
Di dalam kehidupan sehari-hari ada kata yang mudah dihubungakan
dengan bendanya, ada pula yang sulit dan tidak mengacu kepada benda nyata
(konkret) tetapi lebih mengacu kepada pengertiannya. Misalnya, kata-kata
demokrasi, korupsi, partisipasi, deskripsi, argumentasi, dan lain sebagainya.
Kata-kata ini dapat dipahami tetapi tidak dapat dihayati secara nyata. Sebaliknya,
terdapat kata kursi, meja, gunung, papan, rumah, beras, dan lain sebagainya
yang dapat dilihat wujudnya secara nyata.
Nama tertentu yang bersifat khusus untuk setiap bidang ilmu disebut
istilah. Setiap Negara memiliki nama sendiri untuk setiap benda. Tiap Negara
berbeda dengan Negara lain. Tiap daerah memiliki nama-nama yang berbeda untk
benda yang sama, atau kadang-kadang nama dan benda yang ada di suatu daerah
tidak ditemukan di daerah lain. Ekspresi tertentu dapat di dalam bahasa tertentu,
tetapi dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan misalnya, bila seseorang bersin,
orang yang mendengarnya selalu mengatakan: hurip waras! (bahasa Sunda); God
bless you! (bahasa Inggris), Gezondheid (bahasa Belanda); Gesundheit! (bahasa
Jerman)
Nama berupa kata atau kata-kata merupakan label dan makhluk benda,
aktivitas, dan peristiwa. Istilah adalah nama tertentu yang bersifat khusus atau
suatu nama yang berisi kata atau gabungan kata yang cermat, mengungkapkan
makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu. suatu
nama dapat berfungsi sebagai istilah; istilah-istilah akan menjadi jelas bila diberi
definisi, keduanya berisi pembatasan tentang suatu fakta, peristiwa atau kejadian,
dan proses.
Sebagai gejala budaya, bahasa bersifat dinamis, bahasa tumbuh dan
berkembang sejalan dengan meningkatnya kemajemukan persepsi manusia
terhadap makrokosmos (dunia sekitarnya) dan mikrokosmos (dunia pribadinya).
Apabila diperhatikan nama-nama benda atau peristiwa sekitarnya ada yang
berubah, nama baru, kosa kata baru pun muncul dari zaman ke zaman. Unsure
nama-nama (kosakata) adalah unsure bahasa yang paling labil. Misalnya, dengan
pergeseran, pertahanan, dan perkembangan maknanya antara lain karena: a) akibat
14
peristiwa dunia (negosiasi, Malvinas, perang bintang, dsb.); b) akibat kemajuan
teknologi (televisi, computer, satelit, dsb.). kenyataan ini akan menimbulkan
pertanyaan; apakah kita harus bertahan? Atau bergeser dan berkembang dari
khasanah lingkungan sendiri? Apakah kita setelah mendapat sesuatu yang baru
akan melupakan yang lama?. Menurut Marah Rusli “memang kurang baik
membuang yang lama karena mendapat yang baru”. Tetapi, ada di antara adat
dan aturan lama itu yang sesungguhnya baik pada zaman dahulu, tetapi kurang
baik atau tak berguna lagi di zaman sekarang ini. Adalah halnya seperti pakaian
tatkala mula-mula dibeli boleh dan baik dipakai, tetapi semakin lama semakin tua
dan semakin lapuk, yang akhirnya koyak-koyak dan tak dapat digunakan lagi.
Demikian juga adat tersebut bertukar-tukar menurut zaman. Walaupun
tiada disengaja menukarnya, ia akan berganti juga sebab tidak ada yang tetap.
“Sekali air pasang sekali tepian beralih…” (Siti Nurbaya). Pendapat ini,
menyatakan bahwa tidak hanya adat, kata-kata (nama-nama) pun bias berubah,
sesuai dengan alam.
POLA STRUKTUR LEKSIKAL
Makna kata –kata membentuk pola tautan semantik yang terdiri atas
polisemi, sinonim, antonimi, homonim, dan idiom (Alwasilah, 1993: 164).
a) Polisemi ‘polysemi’
Polisemi menunjukkan bahwa suatu kata memiliki lebih dari satu makna.
Misalnya, kata ‘dila’ (bhs. Gorontalo) dapat berarti lidah dan tidak. Polisemi lebih
tepat dikatakan satu leksem mempunyai banyak makna atau arti.
Di samping itu terdapat bermacam-macam cara untuk klasifikasi
hubungan antara makna yang bersifat polisemi, ada yang disebut perbedaan
makna hubungan linear dari non-linear (Cruse dalam Djadjasudarma, 2009: 77).
Hubungan Polisemi Linear
Hubungan polisemi linear terjadi antara kata yang polisemi dan
merupakan hubungan linear antara makna linear yang satu dengan yang lain
secara khusus atau dibedakan antara makna spesifik dan generik, bila diketahui
salah satu makna kata itu lebih mendasar dari yang lain. Bila A lebih mendasar
15
dari B, dan B lebih spesifik dari A, maka B merupakan makna khusus (spesifik)
daripada A (mutatis mutandis untuk generalisasi). Berikut diuraikan hubungan
linear polisemi dala autohiponimi, automeronimi, autosuperordinat, dan
autoholonimi.
Autohiponimi terjadi jika sebuah kata tidak memiliki makna generik, dan
memiliki makna tekstual terbatas yang lebih spesifik dan menunjukkan
subvarietas dari makna generik.
Automeronimi terjadi dengan cara yang paralel dengan autohiponimi,
kecuali yang lebih spesifik menunjukkan bagian daripada subtype, meskipun
menentukan apakah akan membicarakan autonomi atau autohiponimi, artinya
tidak mudah melihat mana yang lebih mendasar digunakan. Misalnya, kata ‘pintu’
(door) yang mengacu pada perangkat pintu secara keseluruhan ‘tang pintu’
(jamb); ‘kepingan kayu’ yang melintang ‘di atas pintu’ (lintel), ‘ambang pintu’
(threshold), ‘engsel’ (pintu) (hinge), dan ‘daun pintu’ (the leaf panel).
Autosuperordinat, misalnya penggunaan kata laki-laki yang mengacu
pada ras manusia dan penggunaan maskulin yang menginklusifkan feinim seperti
kata ‘pemuda’ pada ‘sumpah pemuda’ (inklusif pemudi). Hal ini tidk dapat
diraukan yang mengacu pada pembatasan kontekstual. Fakta tersebut mungkin
akan menguatkan argument feminis, bahwa dalam beberapa penggunaan akan
dihilangkan, jika kata betina (gender atau “laki-laki” dapat berkembang kea rah
jenis ketidakmampuan mengungkap gender. Di dalam bahasa Indonesia kata
‘jantan’ untuk laki-laki dan ada ekspresi berhati jantan (pemberani) tidak
berantonim dengan *berhati betina. Kata jantan dan betina yang mengacu gender
hanya digunakan untuk binatang, misalanya ayam jantan dan ayam betina. Tidak
ada ekspresi “ manusia betina itu melahirkan”, tetapi secara inklusif keduanya
(jantan dan betina) dikatakan, seperti dalam ekspresi “kelakuan anak aitu seperti
binatang (jantan dan atau betina)”. Kata ‘binatang’ adalah superordinat dari ayam
jantan dan ayam betina, termasuk jenis lainnya yang disebut unggas.
Autoholonimi merupakan hal yang secara tentatif dapat dipertimbangkan
bahwa dalam mengatakan ‘tangan’ secara inklusif diperlukan di dalam hal
pragmatig dalam semua konteks, seperti pada “Ia kehilangan tangannya pada
kecelakaan itu” (tangan dibedakan dari lengan anggota badan dari siku sampai ke
16
ujung jari dari pergelangan sampai ke ujung jari; sedangkan lengan anggota badan
dari pergelangan tangan sampai ke bahu. Hal ini sulit dibedakan dari
automeronimi, karena sering muncul dalam konteks yang berbeda dan tidak
menekankan bagian-bagian dan menyebabkan perbedaan makna. Misalnya kata
‘badan’ atau ‘tubuh’ seperti pada “Ia senang memamerkan badan” mungkin
memamerkan seluruh tubuhnya [telanjang] atau hanya bagian-bagian vitalnya.
Demikian juga dengan ekspresi “sudah makan nasi” (inklusif lauk-pauknya)
b) Sinonim (synonimi)
Kata-kata (leksim) yang berbeda mempunyai arti yang sama atau dengan
kata lain beberapa leksim mengacu pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini
dinamai sinonim. Sinonim sendiri diajukan pada kata-kata yang bersamaan arti,
seperti big dan large. Kamus yang lengkap biasanya memuat sinonim-sinonim
tapi tidak berarti bahwa sinonim-sinonim itu bias dipakai bergantian dengan
makna yang persis sama. Kata habitation misalnya bersinonim dengan dwelling,
residence, domicile, home. Kita tidak akan pernah menemui kalimat seperti The
young heiress took up habitation at the mansion. Dalam bahasa Indonesia terdapat
kata mati, mampus, wafat, meninggal, berpulang ke rahmatullah. Dalam bahasa
Inggris kata-kata di atas tersebut akan mendapat padanan yang berbeda. Perhatian
contoh berikut ini.
(1) My old man has kicked the bucket.
(2) My father has died.
(3) My dear father has passed away,
(4) My beloved parent has joined the heavenly choir
Kalimat-kalimat di atas, mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
sama yaitu kematian. Gagasan sama ungkapan berbeda. Kalmat (1) bernada slang,
(2) biasa, perasaan sipembicara tidak tampak, (3) sederhana, tapi agak emosional,
dan (4) padat arti, muluk, dan puitis. Oleh sebab perbedaan nilai semantic, warna
dan cita rasa makna ini dapatlah disimpulkan bahwa tidak ada sinonim mutlak,
yang ada hanyalah sinonim sebagian. Pemilihan kata-kata ini tentunya. Pemilihan
kata-kata ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti siapa penutur,
siapa penanggap tutur, kapan, di mana mengapa tutur itu terjadi. Perbedaan nilai
konotatif dari sinonim juga menimbulkan kesulitan dalam menerjemahkan.
17
Selain itu, sinonimi dalam bahasa Indonesia terdapat pronomina persona
I. Saya bersinonim dengan aku, hamba, patik, beta, kami, gua (sinonim
bergantung pada situasi). Kata-kata dengan nilai rasa yang berbeda. Bandingkan:
pemberian bersinonim dengan sedekah, anugerah,karunia, persembahan, derma,
amal, hadiah, suap dana bantuan, sokongan, iuran (maknanya mirip). Kondisi
sesuatu, yang memliki kemiripan makna. Bandingkan: rumah, gubuk, gedong,
istana. Hubungan. Bandingkan: anak dan putera; kaki tangan dan pembantu,
buruh dan karyawan, penyair dan pujangga.
c) Antonimi (Antonymy)
Istilah antonimi berasal dari kata Yunani Kuno , onoma atau nama dan
anti atau melawan. Secara harfiah adalah nama lain untuk benda yang lain, atau
antonimi adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan
(Kridalaksana, dalam Djadjasudarma, 2009: 73). Hubungan makna yang terdapat
di antara sinonimi, homonimi, hiponimi, dan polisemi adalah hubungan
kesamaan-kesamaan.dan antonimi sebaliknya dipakai untuk menyebut makna
berlawanan. Antonimi merupakan hubungan di antara kata-kata yang dianggap
memiliki pertentangan makna.
Antonimi adalah pasangan kata yang mempunyai arti berlawanan. Relasi
kata juga disebut antonimi serta kata-kata yang berlawanan pula disebut antonimi.
Di dalam bahasa Indonesia ada pasangan rendah-tinggi, kecil-besar, dan mahal-
murah. Dalam hal ini harus cermat memilih perbedaan relasi semantik tiap
pasangan. Dalam pasangan besar-kecil, tinggi-pendek. Kata kedua kebalikan yang
pertama --- besar itu tidak kecil. Sebaliknya dalam pasangan dating-pergi, tidak
dating tidak berarti pergi – di sini titik perbedaan adalah dalam arah gerakan
(mendekat / menjauh). Hal yang sama juga berlaku bagi pasangan membawa-
mengmbil. Lebih jelasnya menurut Lyons (1978: 279-280) pertentangan makna
atau relasi yang ada di dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
(1) Kontras, segala jenis pertentangan makna, dan tidak membatasi jumlah
kata dalam pasangan yang dipertentangkan (merupakan pengertian yang
paling umum).
(2) Oposisi, pertentangan yang terbatas pada dua unsur saja.
(3) Antonimi, pertentangan yang dapat diukur dan dibandingkan.
18
(4) Kejangkapan (complimentary), pertentangan yang tidak dapat diukur atau
dibandingkan.
(5) Kebalikan (converseness), pertentangan yang terdapat dalam hubungan
kata yang berlaku timbal-balik dengan:
a) Antonym
besar : kecil
tinggi : pendek
gemuk : kurus (langsing)
tenteram : gelisah
terang : kabur (mata)
gelap (lampu)
redup (cuaca)
muram (muka)
teram-temaran (cahaya)
asli : palsu
b) Kejangkapan
pria : wanita
laki-laki : perempuan
bujang : gadis
teruna : dara
perjaka : perawan
pemuda : pemudi
kawin : lajang
jantan : betina
c) Kebalikan
masuk : keluar
tinggal : pergi
Meninggalkan
datang : berangkat
pergi
bertanya : menjawab
19
meminta : memberi
menaruh : mengambil
mengizinkan : melarang
menyerang : menangkis
guru : murid
dosen : mahasiswa
dokter : pasien
d) Homonim (Homonymy)
Kata-kata yang diucapkan persis sama tetapi artinya bebeda. Relasi ini
disebut homonym, seperti pasangan some-sum dan knew-new. Homonimi dan
polisemi tumbuh oleh faktor kesejarahan dan faktor perluasan makna. Kata bisa
masih jelas sejarahnya. Kata bisa berasal dari bahasa Melayu dengan makna
“racun” tetapi kata bisa yang bermakna “dapat” muncul karena orang Sunda atau
Jawa (bisa-Sunda, dan biso-Jawa) yang berbahasa Indonesia menerjemahkan kata
bisa tersebut menjadi “dapat”, dengan demikian kata bisa menjadi polisemi
(memiliki dua makna). Perhatikan contoh berikut tentang kata aman:
(1) Mereka hidup aman di sebuah kota.
(aman= tenteram, damai, tidak ada kerusuhan)
(2) Oknum itu telah diamankan
(diamankan = ditahan)
Bila diperhatikan perkembangan kata tersebut, bermula dari yang (2)
diamankan dari amukan, dendam, atau proses orang banyak. Kemudian baru
berkembang dengan makna (1) tenteram, damai, tidak ada kerusuhan; tetapi
beberapa tahun kemudian perkembangan makna tersebut akan sulit diingat oleh
pemakai bahasa. Perkembangan makna terasa cukup lama bila diketahui
perkembangan makna baru tersebut.
Menurut Nida (dalam Djadjasudarma, 2009: 66) yang dikembangkannya
dalam rangka identifikasi morfem homofon dapat membantu memisahkan
homofon dari polisemi. Makna-makna yang saling berhubungan dari bentuk yang
sama dapat dianggap satu morfem dengan makna banyak, bila perbedaan makna
di antaranya sejajar dengan perbedaan distribusi”. Perhatikan ekspresi berikut ini:
20
(1) Jangan berdiri di jalan masuk!
(2) Jalan dulu, saya menyusul.
Kata jalan pada keduanya berbeda maknanya (dua makna dari satu
bentuk). Makna pertama adalah “tempat berjalan” , dan yang kedua “kegiatan
berjalan”; sejajar dengan distribusinya: yang pertama nama bendanya, dan yang
kedua kegiatannya. Keduanya saling melengkapi dan saling mengecualikan. Hal
tersebut berbeda dengan kata kursi yang bermakna “tempat duduk ” dengan kata
kursi yang bermakna “kedudukan”, “jabatan”; perbedaan maknanya tidak
ssejajar dengan distribusi, sama-sama nama benda (antara keduanya bisa saling
bertuka tempat). Bila kata tersebut terdapat dalam suatu kalimat yang bebas
konteks, tidak dapat dijelaskan maknanya, apakah “tempat duduk” ataukah
“kedudukan”, seperti pada kalimat di bawah ini.
(1) Adik saya telah mendapat kursi.
(2) Mereka sedang berebut kursi.
(3) Kursi mana yang kau inginkan?
(4) Masing-masing mendapat satu kursi.
(5) Kursi tersebut diberikan kepada saudaranya.
e) Idiom
Grup kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna
tiap kata dalam grup kata itu disebut idiom. Dalam bahasa Indonesia mempunyai
idiom panjang tangan, jantung hati, makan hati, dan sebagainya. Orang asing yang
sudah mengerti kata jantung dan hati. Dalam bahasa Inggris mengenal idiom-
idiom by all means, it without saying, in the air dan to kick the bucket dan
sebagainaya.
21
22
RANGKUMAN:
Penggolongan tanda dapat dilakukan dengan cara: (1) tanda yang
ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena ada pengalaman; (2) tanda
dapat ditimbulkan oleh bnatang yang diketahui oleh manusia dari suara-
suara binatang; dan (3) tanda yang ditimbulkan oleh manusia yang
dibedakan atas yang bersifat verbal yaitu tanda yang dihasilkan manusia
melalui alat-alat bicara (organ of speech) dan yang bersifat nonverbal yang
digunakan manusia untuk berkomunikasi, sama halnya dengan tanda verbal.
Lambang atau simbol memiliki hubungan tidak langsung dengan kenyataan.
Tanda dalam bentuk huruf-huruf disebut lambang atau simbol; apa yang kita
dengar dari seseorang yang berfungsi sebagai alat komunikasi disebut
lambang atau simbol. Perbedaan tanda dan simbol terletak pada
hubungannya dengan kenyataan, tanda menyatakan hubungan langsung
dengan kenyataan, sementara simbol tidak. Lambang menurut Plato adalah
kata di dalam suatu bahasa, sementara makna adalah objek yang dihayati di
dunia, berupa rujukan yang ditunjuk oleh lambang tersebut.
Hubungan lambang dengan bahasa dapat dikatakan bahwa bahasa
merupakan alat komunikasi yang terdiri atas tanda & lambang. Lambang-
lambang (simbol-simbol) ini memiliki expressions and contents atau
signifier dan signified.
Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok
yakni kelompok makna dasar dan makna perluasan atau makna denotative
(kognitif, deskriptif ) atau makna konotatif atau emotif. Hubungan antara
kata, makna kata dan dunia kenyataan disebut hubungan referensial
LATIHAN:
1. Jelaskan perbedaan tanda (sign) dan lambang (symbol)!;
2. Jelaskan makna leksikal dan hubungannya dengan referensial! ;
3. Jelaskan penamaan (naming) hubungannya dengan semantik; dan
4. Sebutkan dan jelaskan pola struktur leksikal!
23
Studi bahasa pada dasarnya merupakan peristiwa budaya, melalui bahasa
manusia menunjuk dunianya. Dunia ini penuh dengan nama-nama yang
diberikan oleh manusia. Manusia tidak hanya memberi nama, tetapi
memberi makna pula. Bahkan dirinya pun diberi nama dan juga bermakna.
Pola struktur leksikal terdiri atas makna kata –kata yang membentuk pola
tautan semantik yang terdiri atas polisemi, sinonim, antonimi, homonim,
dan idiom.
BAB III
SEMANTIK KOGNITIF DAN GRAMATIKA KATA
(WORD GRAMMAR)
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Pada bab ini akan dibahas tentang: jenis-jenis makna yang terdiri atas
makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna konotatif/emotif, makna
gramatikal, makna leksikal, makna konstruksi, makna referensial, makna majas
(kiasan), makna inti, makna idesional, makna proposisi, makna piktorial.
Relevansi
Materi ini, ada hubungannya dengan penentuan makna tentang makna
bunyi bahasa, kata dan kalimat serta wacana dalam bahasa Indonesia.
Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Makna sempit;
2. Makna luas;
3. Makna kognitif;
4. Makna konotatif/emotif;
5. Makna gramatikal;
6. Makna leksikal;
7. makna konstruksi;
8. Makna referensial ;
9. Makna majas (kiasan);
10. Makna inti;
24
11. Makna idesional;
12. Makna proposisi; dan
13. Makna piktorial.
URAIAN MATERI
Semantik leksikal merupakan makna leksikal kata atau leksem.
Dekomposisi leksikal di dalam leksikon ke dalam bagian-bagian adalah masalah
dalam semantik. Leksem merupakan kesatuan (monomorfemis) yang tidak dapat
dianalisis secara menarik. Contoh menurut Hudson, (2001) kata “bunuh” atau
dalam bahasa Inggris ‘kill’ bermakna “cause to become not alive” atau “just
kill”, di dalam bahasa Indonesia (BI) makna “bunuh” secara semantik kognitif
leksikal “menyebabkan seseorang tidak hidup” atau “hanya membunuh”
(hasilnya bisa mati atau hidup). Di dalam Kamus Umum BI tahun 1996 (1668)
korpus) dapat diperhatikan makna kognitif leksikal “membunuh”: (1) mematikan,
menghilangkan nyawa (orang, binatang) dengan sengaja; (2) memadamkan .
secara semantic kognitif konteks sebagai contoh sebagai berikut ini.
(1) Sukar membunuh api yang besar itu (memadamkan).
(2) Membunuh tulisan/membunuh kesan yang buruk (menghapus).
(3) Membunuh hawa nafsu/ membunuh keinginan (melawan/menahan).
(4) Membunuh semangat/membunuh kemauan (membuat jadi lemah).
(5) Membunuh simpul (tali/benang/ikatan) = membuat simpul mati (supaya
lebih kuat).
(6) Membunuh bocor perahu/membunuh pancuran air (menyumbat/menutupi)
Bila dipertimbangkan dari semantik konteks, makna peka konteks
makna “membunuh” tidak lepas dari unsur yang bergabung, dan secara akurat
makna konteks akan menjadi: memadamkan, menghapus, melawan/menahan,
membuat jadi lemah, membuat supaya kuat (pertimbangkan pula strukturalime
Saussurian dan fungsional modern kea rah linguistik kognitif yang mementingkan
prinsip converging evidence (berpusat pada data).
25
Gramatika kata (GK) atau word grammar (WG) adalah pengetahuan
tentang jaringan konsep yang saling membatasi satu sama lain dan
mempertimbangkan hubungan makna acuan. Di dalam leksikon BI misalnya, kata
“bunuh” dengan paradigm “membunuh” seperti contoh kalimat di atas secara
semantic kognitif konteks maknanya bermacam-macam. Dalam GK tidak ada
batas antara semantik leksikal dengan pengetahuan umum (dengan acuan secara
umum). Oleh karena dalam makna leksikal (kata) juga baik makna (sense)
maupun konteks secara kognitif dan semantik kognitif yang merupakan jarinagn
makana kata tersebut dalam leksikon suatu bahasa. GK tidak membedakan
gramatika dalam leksikon, perbedaan hanya dalam derajat fakta di dalam
gramatika secara relative umum , dan semua leksikon secara relative menyatakan
makna spesifik.
Kata mempunyai karakter struktur internal, ada kata yang hanya
memiliki satu akar leksikal seperti “bunuh” yang disebut “prototypical”, yang
dapat membentuk paradigma, antara lain “pembunuh” (nomina) “yang
membunuh”, membunuh (verba aktif); dibunuh (verba pasif netral); dan
terbunuh (verba pasif tak disengaja). Ada pula yang dsebut “atypical” yakni
kata-kata di dalam leksikon yang seolah-olah mempunyai lebih dari satu akar
leksikal, seperti pada “matahari, panjang tangan, buta ayam, buta hukum. Akar
yang jelas tersebut tidak mempunyai makna yang otonom secara semantik, tetapi
menjadi akar fusi (makna peka konteks dari semantik kognitif konteks). Kata
yang lain tidak mempunyai akar sama sekali disebut kata “functional” (seperti
pada konjungsi dan preposisi).
JENIS MAKNA
Jenis makna yang dikemukakan dalam tulisan ini antara lain adalah
makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna konotatif/emotif, makna
gramatikal, makna leksikal, makna konstruksi, makna referensial, makna majas
(kiasan), makna inti, makna idesional, makna proposisi, makna piktorial. Berikut
akan diuraikan jenis-jenis makna.
26
1. Makna Sempit
Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari
keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena
dibatasi. Bloomfield (dalam Djadjasudarm, 2009: 8) mengemukakan adanya
makna sempit (narrowed meaning; specialized meaning) dan makna luas (wdned
meaning; extended meaning) di dalam perubahan makna ujaran. Perubahan makna
suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga
bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang
relative permanen dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah-ubah.
Sesuatu yang menjadi harapan mereka adalah menemukan alas an mengapa terjadi
perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus-
menerus. Misalnya, perubahan kata dalam bahasa Inggris, meat semula bermakna
food (makanan) berubah menjadi flesh food (daging). Hal ini mengakibatkan
adanya klasifikasi perubahan semantic berdasarkan logika, yang berhubungan
dengan makna berturut: narrowing, widening, metonymy, synecdoche, hyperbole,
litotes, regeneration, dan elevation.
Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya emiliki
makna luas (generik) dapat menjadi memiliki makna sempit (spesifik) karena
dibatasi, antara lain di dalam bahasa Inggris lama mete bermakna food (makanan)
menyempit menjadi meat bermakna edible flesh (daging yang dimakan); atau di
dalam bahasa Inggris deor bermakna beast (binatang buas) berubah bentuknya
menjadi deer dengan makna wild ruminant of a particular species (rusa); bahasa
Inggris Kuno hund dengan makna dog (anjing), berubah menjadi hound dengan
makna hunting dog of a particular breed (anjing untuk berburu atau serigala).
Kata-kata bermakna luas di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna
umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum.
Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka
maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit).
(1) pakaian dengan pakaian wanita
(2) saudara dengan saudara kandung
saudara tiri
27
saudara sepupu
(3) garis dengan garis bapak
garis miring
2. Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau extended meaning di dalam bahasa
Inggris) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang
diperkirakan. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari
makna yang sempit. Contoh:
(1) Bahasa Inggris Pertengahan
Bride maknanya young birdling meluas menjadi bird (burung).
Dongge maknanya dogg of a particular (ancient) breed meluas
menjadi dog (anjing)
(2) Bahasa Latin:
Vitus maknanya quality of man (vir) atau manliness, di dalam bahasa
Prancis vertu, di dalam bahasa Inggris virtue maknanya meluas
menjadi good quality (kualitas yang baik).
(3) Bahasa Indonesia:
pakaian dalam dengan pakaian
kursi roda dengan kursi
menghidangkan dengan menyiapkan
memberi dengan menyumbang
warisan dengan harta
mencicipi dengan makan
Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan
gagasan atau ide yang umum, dan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna
khusus atau kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk
atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.
28
3. Makna Kognitif
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotative adalah
makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia
kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna
kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda-benda nyata, tetapi
mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus, antara lain itu,
ini, ke sana, ke sini; numeralia antara lain satu, dua, tiga, empat, lima, dan
seterusnya; dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional, antara
lain dan (aditif), atau (alternative), tetapi (konstratstif), dan lain sebagainaya.
Makna kognitif sering digunakan di dalam istilah teknik. Makna kognitif
dengan sebutan bermacam-macam, antara lain deskriptif, denotative, dan kognitif
konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara
asosiatif , makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain.
Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau
perumpamaan. Contoh:
(1) Hei, mana matamu?
(2) Orang itu mata duitan.
(3) Laki-laki mata keranjang tidak disukai perempuan.
(4) Nilai mata uang dolar naik terus-menerus.
(5) Siapa yang ingin telur mata sapi?
4. Makna Konotatif dan Emotif
Makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang disebut
pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna
konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan terhadap apa yang diucapkan
atau apa yang didengar. Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna
kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan
komponen makna lain. Contoh:
(1) Perempuan itu ibu saya.
(2) Ah, dasar perempuan.
29
Makna kognitif tentu didapatkan pada contoh: (1) pada ekspresi (2) kata
perempuan selain bermakna kognitif, dan yang ditambahkan memiliki makna
konotatif, antara lain secara psikologis perempuan mengandung makna suka
bersolek, suka pamer, egoistis. Pada nomor (1) makna perempuan mengandung
sifat keibuan, kasih sayang, lemah lembut, barhati manis.
Makna konotatif atau emotif sangat luas dan tidak dapat diberikan secara
tepat. Sebagaimana contoh yang dikemukakan di atas kata perempuan dapat pula
dihubungkan dengan kedudukannya yang khusus dalam masyarakat. Unsur-unsur
tersebut dapat menumbuhkan makna konotatif atau emotif.
Makna kognitif diedakan dari makna konotatif dan emotif berdasarkan
hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau
hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata, ungkapan dengan
orang , tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa atau denotata katal); dan
hubungan antara kata atau ungkapan dengan cirri-ciri tertentu disebut konotasi
kata atau ungkapan atau sifat emotif kata dan ungkapan.
Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan
masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya
atau menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan
(lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif
berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat
incidental. Banyak makna konotatif dan emotif yang tumbuh di dalam bahasa
Indonesia, misalnya diamankan, diciduk, atau dirumahkan, di-PHK.
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan
perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif.
Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotative) yang menunjukkan adanya
hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif
menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat
dalam dunia kenyataan.
Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif,
atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata dapat
memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif dalam bahasa Indonesia
cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu
30
pada hal-hal (makna) yang positif, makna konotatif cenderung mengacu kepada
hal-hal (makna) yang negative. Beberapa makna kootatif atau emotif dapat
muncul sebagai akibat perubahan tata nilai masyarakat bahasa. Perhatikan contoh
berikut ini.
(1) Sudahkah Anda petik bunga di kebun itu?
(2) Ini adalah bunga di kampong itu.
(3) Bicaranya berbunga-bunga sampai tidak tahu lagi apa maksudnya.
(4) Mereka yang kelak akan menjadi bunga bangsa Negara kita.
(5) Katakanlah dengan bahasa bunga!
5. Makna Gramatikal danMakna Leksikal
Makna leksikal atau leksikal meaning, semantic meaning, external
meaning adalah makna unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.
Misalnya, kata budaya atau culture disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya:
kesopanan, kebudayaan,(1); pemeliharaan biakan (biologi) (2). Di dalam Kamus
Bahasa Indonesia I (p.38), budaya adalah nomina, dan maknanya: 1. Pikiran;
akal budi; 2. Kebudayaan; 3. Yang mengenai kebudayaan; yang sudah
berkembang (beradab, maju). Semua makna baik bentuk dasar maupun bentuk
turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Makna gramatikal atau grammatical meaning; functional meaning;
stuructural meaning; internal meaning adalah makna yang menyangkut hubungan
intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di
dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna
leksikal. Sejalan dengan pemahaman makna atau sense (pengertian); makna
dibedakan dari arti. Makna merupakan pertautan yang ada antara satuan bahasa,
dapat dihubungkan dengan makna gramatikal, dan arti adalah pengertian satuan
kata sebagai unsur yang dihubungkan.
Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara
operasional. Sebagai contoh dapat dipahami makna leksikal kata belenggu adalah
(1) alat pengikat kaki atau tangan; borgol; atau (2) sesuatu yang mengikat (tidak
bebas). Perhatikan ekspresi berikut ini.
31
(1) Polisi memasang belenggu pada kaki dan tangan pencuri yang baru
tertangkap itu.
(2) Mereka terlepas dari belenggu penjajahan.
Perubahan makna leksikal ke arah makna gramatikal dapat diperhatikan
ekspresi berikut:
(1) Hei, mana matamu!
mata – alat; cara melihat.
- mencari; mengerjakan.
Mata (makna leksikal) adalah alat pada tubuh manusia, berfungsi untuk
melihat, contoh:
(2) Anak itu ingin telur mata sapi.
Makna pada (1) mata sebagai makna gramatikal yang masih berhubungan
erat dengan makna leksikal “berfungsi untuk melihat”, makna pada (2) mata
benar-benar sebagai makna gramatikal, yakni “goring telur” (mungkin rupanya
mirip mata sapi – mata milik sapi?). perhatikan contoh di bawah ini makna yang
sejalan (berasosiasi) dengan makna leksikal mata.
(1) Mata pisau
(2) Mata uang
(3) Mata keranjang
(4) Mata duitan
(5) Mata air.
6. Makna Konstruksi
Makna konstruksi atau construction meaning adalah makna yang terdapat
di dalam konstruksi, misalnya makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata
di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan
melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan. Contoh:
(1) Itu buku saya.
(2) Saya baca buku saya.
(3) Perempuan itu ibu saya.
(4) Rumahnya jauh dari sini.
32
(5) Di mana rumahmu?
7. Makna Referensial
Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan
kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif,
karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep tentang
sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat bahasa seperti terlihat di
dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent) pada segitiga
di bawah ini.
(b) Konsep
-------------------------------------
(a) Kata (b) Acuan
Hubungan yang terjalin antara sebuah bentuk kata dengan barang, hal,
atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media yang
terletak di antaranya. Kata merupakan lambing (symbol) yang menghubungkan
konsep dengan acuan. Contoh:
(1) Orang itu menampar orang
1 2
(2) Orang itu menampar dirinya.
Pada (1) orang 1 dibedakan maknanya dari orang2 karena orang1
sebagai pelaku (agentif) dan orang2 sebagai pengalam yang mengalami makna
kategori yang berbeda, tetapi makna referensial mengacu kepada konsep yang
sama (orang = manusia). Pada (2) orang memiliki makna referensial yang sama
33
dengan orang1 dan orang2 pada (1) dan pada (2) orang dengan makna kategori
yang sama dengan orang1 (agentif). Bagaimana halnya bila orang ini sinonim
dengan manusia, sinonim mana yang berlaku. Contoh:
(1) Manusia itu menampar manusia.
(2) Manusia itu menampar dirinya.
Tentukanlah di mana terjadi ketaksaan makna, dan apa makna ganda
yang terdapat pada ekspresi (1), serta apa makna ekspresi (2).
8. Makna Idesional
Makna idesional atau ideational meaning adalah makna yang muncul
sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari
konsepnya atau ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar
maupun turunan. Ide yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah
politik: (1) bentuk atau system pemerintahan, segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2)
gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan ayang sama bagi semua warga negara.
9. Makna Proposisi
Makna proposisi atau propositional meaning adalah makna yang muncul
apabila dibatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi
ditemukan di bidang matematika, atau bidang eksakta. Makna proposisi
mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks.
Di bidang eksakta dikenal apa yang disebut sudut siku-siku makna
proposisinya adalah Sembilan puluh derajat. Makna proposisi dapat diterapkn
pula ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat diubah lagi, misalnya di
dalam bahasa yang dikenai proposisi:
(1) Satu tahun sama dengan dua belas bulan.
(2) Matahari terbit di ufuk timur.
(3) Satu hari sama dengan dua belas jam.
34
(4) Makhluk hidup akan mati.
(5) Surga adalah tempat yang baik.
Makna proposisi ini sejalan dengan apa yang disebut tautology di dalam
bahasa Inggris yang merupakan aksioma bahasa.
10. Makna Pusat
Makna pusat atau central meaning adalah makna yang dimiliki setiap
kata yang terjadi inti ujaran. Setiap ujaran (klausa, kalimat, wacana) memiliki
makna yang menjadi pusat atau inti pembicaraan. Makna pusat disebut juga
makna tak berciri. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada
konteks.
Seorang yang berdialog dapat komunikatif tentang inti suatu
pembicaraan, dan pembicara dan kawan bicara akan memahami makna pusat
suatu dialog karena penalaran yang kuat.
11. Makna Piktorial
Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan
perasaan pendengar atau pembaca. Misalanya, pada situasi makan berbicara
tentang sesuatu yang menjijikkan dan menimbulkan perasaan jijik bagi
sipendengar, dan kemudian ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan.
Perasaan muncul segera setelah mendengar atau membaca suatu ekspresi
yang menjijikan , atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan
gembira di samping perasaan yang disebutkan di atas, perhatikan contoh di bawah
ini.
(1) Kenapa kau sebut nama dia.
(2) Kakus itu kotor sekali.
(3) Ah, konyol dia.
(4) Ia tinggal di gang yang becek itu.
(5) Mobil itu hamper masuk jurang.
35
12. Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk beberapa kata. Kata-
kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna
yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku tidak berubah, artinya
kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat
diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa.
Makna idiomatik didapatkan di dalam ungkapan dan peribahasa. Contoh:
(1) Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.
(2) Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.
(3) Kasihan, sudah jatuh dihimpit tangga pula.
(4) Seperti ayam mati kelaparan, di atas tumpukan padi.
(5) Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).
36
RANGKUMAN:
Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi.
Makna luas (widened meaning atau extended meaning di dalam bahasa Inggris) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan.
Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotative adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya.
Makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian bersifat positif.
Makna leksikal atau leksikal meaning, semantic meaning, external meaning adalah makna unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.
LATIHAN:
1. Jelaskan makna sempit dan berikan contoh!;
2. Jelaskan makna luas dan berikan contoh! ;
3. Jelaskan makna kognitif dan berikan contoh!;
4. Jelaskan makna konotatif/emotif dan berikan contoh!;
5. Jelaskan makna gramatikal dan berikan contoh!;
6. Jelaskan makna leksikal dan berikan contoh!;
7. Jelaskan makna konstruksi dan berikan contoh!;
8. Jelaskan makna referensial dan berikan contoh! ;
9. Jelaskan makna majas (kiasan) dan berikan contoh!;
10. Jelaskan makna inti dan berikan contoh!;
11. Jelaskan makna idesional dan berikan contoh!;
37
Makna konstruksi atau construction meaning adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, misalnya makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia.
Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan.
Makna idesional atau ideational meaning adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep.
Makna proposisi atau propositional meaning adalah makna yang muncul apabila dibatasi pengertian tentang sesuatu.
Makna pusat atau central meaning adalah makna yang dimiliki setiap kata yang terjadi inti ujaran.
Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca.
Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan.
12. Jelaskan makna proposisi dan berikan contoh!; dan
13. Jelaskan makna piktorial .
38
DAFTAR PUSTAKA
Alston, P. William.1974. Philosophy of Language. London. Prentice. Hall.
Alwasilah, A Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Angkasa. Bandung
Aminuddin. 1988. Semantik. Pengantar Studi Tentang Makna. Sinar Baru. Bandung
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 1. Makna Leksikal dan Gramatikal. PT Refika Aditama. Bandung
__________________. 2009. Semantic 2. Pemahaman Ilmu Makna. PT Refika Aditama. Bandung
Fishman, Joshua A. 1972. Sociolinguistik. Newbury House Publishers. Massachusets
Samsuri. 1981. Analisis Bahasa. Erlangga. Jakarta
39