asidi-alkalimetri

26
1 ASIDI ALKALIMETRI I. TUJUAN Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi asam-basa. II. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur, buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk, sendok tuang, pipet volume, beker glass, gelas ukur, statip dan klem, gelas arloji, corong pisah, gelas piala, kertas perkamen, tisu, dan timbangan. Bahan yang digunakan yaitu HCl pekat, aqudes, natrium karbonat anhidrat, indikator pp, natrium hidroksida, asam oksalat dihidrat, asam salisilat, etanol 95%, asam sitrat, natrium bikarbonat, dan indikator metal jingga. III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 1. Larutan Baku A. Larutan Asam Klorida 0,1 N Pembuatan NO. PERLAKUAN PENGAMATAN 1. HCl pekat 8,5 ml Tidak berwarna 2. Diencerkan add 1000 ml Tidak berwarna 3. Hasil Diamati Pembakuan NO. PERLAKUAN PENGAMATAN 1. Timbang Natrium Karbonat kurang lebih 200 mg Putih, butiran-butiran halus 2. Larutkan dengan 50 ml air Tidak berwarna 3. Diambil 10 ml ditambah indikator metil jingga Berwarna kuning 4. Dititrasi Dilakukan hingga 3 kali 1. 11,50 ml 2. 12,32 ml 3. 15,47 ml Warna berubah menjadi merah muda

Upload: yuni-fajar-esti

Post on 24-Nov-2015

172 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

kimia analisis

TRANSCRIPT

  • 1

    ASIDI ALKALIMETRI

    I. TUJUAN

    Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan

    prinsip reaksi asam-basa.

    II. ALAT DAN BAHAN

    Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur, buret,

    labu erlenmeyer, pipet tetes, batang pengaduk, sendok tuang, pipet volume,

    beker glass, gelas ukur, statip dan klem, gelas arloji, corong pisah, gelas piala,

    kertas perkamen, tisu, dan timbangan.

    Bahan yang digunakan yaitu HCl pekat, aqudes, natrium karbonat

    anhidrat, indikator pp, natrium hidroksida, asam oksalat dihidrat, asam salisilat,

    etanol 95%, asam sitrat, natrium bikarbonat, dan indikator metal jingga.

    III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

    1. Larutan Baku

    A. Larutan Asam Klorida 0,1 N

    Pembuatan

    NO. PERLAKUAN PENGAMATAN

    1. HCl pekat 8,5 ml Tidak berwarna

    2. Diencerkan add 1000 ml Tidak berwarna

    3. Hasil Diamati

    Pembakuan

    NO. PERLAKUAN PENGAMATAN

    1. Timbang Natrium Karbonat

    kurang lebih 200 mg

    Putih, butiran-butiran halus

    2. Larutkan dengan 50 ml air Tidak berwarna

    3. Diambil 10 ml ditambah indikator

    metil jingga

    Berwarna kuning

    4. Dititrasi

    Dilakukan hingga 3 kali

    1. 11,50 ml 2. 12,32 ml 3. 15,47 ml Warna berubah menjadi merah

    muda

  • 2

    Replikasi I Replikasi III

    V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2

    10 x 0,1 = 11,50 x N2 10 x 0,1 = 15,47 x N2

    N2 = 1 : 11,50 N2 = 1 : 15,47

    N2 = 0,086 N N2 = 0,064 N

    Replikasi II

    V1 x N1 = V2 x N2

    10 x 0,1 = 12,32 x N2

    N2 = 1 : 12,32

    N2 = 0,081 N

    Rata-rata N HCl = databanyaknya

    Normalitas

    Rata-rata N HCl =

    Rata-rata N HCl = 0,077 N

    x x d d2

    0,086

    0,077

    0,009 8,1 x10-5

    0,081 0,004 1,6x10-5

    0,064 0,013 1,69x10-4

    = 0,026 = 2,66x10-4

    d = 0,026 : 3 = 8,67x10-3

    Hasil akhir :

    Kadar = x t . SD / N

    Kadar = 0,077 % (3,182 . 0,0115 / 3)

    Kadar = 0,077 % 0,0211

    B. Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

    NO. PERLAKUAN KETERANGAN

    1. NaOH ditimbang 4 gram Bentuknya kristal higroskopis

    2. Dilarutkan dalam 1000 ml Larutan tak berwarna

    3. C2H2O4.2H2O ditimbang 0,315 gr Hablur putih

    4. Dilarutkan dalam akuades 50 ml Larutan tak berwarna

    5. Dipipet 10 ml, ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna

  • 3

    6. Dititrasi dengan NaOH 1. 10,5 ml

    2. 11.5 ml

    3. 11,4 ml

    Berwarna ungu muda

    Replikasi I Replikasi III

    N1 x V1 = N2 x V2 N1 x V1 = N2 x V2

    N1 x 10,5 = 0,1 x 10 N1 x 11,4 = 0,1 x 10

    N1 = 1 : 10,5 N1 = 1 : 11,4

    N1 = 0,099 N N1 = 0,087 N

    Replikasi II

    N1 x V1 = N2 x V2

    N1 x 11,5 = 0,1 x 10

    N1 = 1 : 11,5

    N1 = 0,086 N

    Rata-rata N NaOH = databanyaknya

    Normalitas

    Rata-rata N NaOH =

    Rata-rata N NaOH = 0,09 N

    x x d d2

    0,099

    0,090

    0,009 8,1x10-5

    0,086 0,004 1,6x10-5

    0,087 0,003 9x10-6

    = 0,016 = 1,06x10-4

    d = 0,016 : 3 = 5,34x10-3

    Hasil akhir :

    Kadar = x t . SD / N

    Kadar = 0,090 % (3,182 . 7,28x10-3

    / 3)

    Kadar = 0,090 % 0,0133

    2. Penetapan Kadar

    A. Penetapan Kadar Asam Salisilat

    NO. PERLAKUAN KETERANGAN

    1. 250 gram sampel ditimbang Putih

    2. Dilarutkan dalam 15 ml etanol 95% Larutan tak berwarna

    3. Ditambahkan 20 ml air Larutan tak berwarna

  • 4

    4. Ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna

    5. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N 1. 1,51 ml

    2. 1,81 ml

    3. 1,51 ml

    Berwarna merah muda

    BE =

    =

    = 138

    Kadar (b/b %) =

    Kadar 1 (b/b %) =

    = 7,501 %

    Kadar 2 (b/b %) =

    = 8,992 %

    Kadar 3 (b/b %) =

    = 7,501 %

    Kadar rata-rata = titrasibanyaknya

    titrasikadar

    = 3

    501,7992,8501,7

    = 7,998 %

    x x d d2

    7,501

    7,998

    0,497 0,2470

    8,992 0,994 0,9880

    7,501 0,497 0,2470

    = 1,988 = 1,482

    d = 1,988 : 3 = 0,662

    Hasil akhir :

    Kadar = x t . SD / N

    Kadar = 7,998 % (3,182 . 0,860 / 3)

    Kadar = 7,998 % 1,579

    B. Penetapan Kadar Asam Sitrat

    NO. PERLAKUAN KETERANGAN

    1. 250 gram sampel ditimbang Putih

    2. Dilarutkan dalam 100 ml air Larutan tak berwarna

  • 5

    4. Ditetesi indikator PP Larutan tak berwarna

    5. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N 1. 2,21 ml

    2. 1,81 ml

    3. 2,01 ml

    Berwarna merah muda

    BE =

    =

    = 64

    Kadar (b/b %) =

    Kadar 1 (b/b %) =

    = 5,091 %

    Kadar 2 (b/b %) =

    = 4,170 %

    Kadar 3 (b/b %) =

    = 4,631 %

    Kadar rata-rata = titrasibanyaknya

    titrasikadar

    = 3

    631,4170,4091,5

    = 4,630 %

    x x d d2

    5,091

    4,630

    0,461 0,2125

    4,170 0,460 0,2116

    4,631 0,001 1 x 10-6

    = 0,922 = 0,4241

    d = 0,992 : 3 = 0,330

    Hasil akhir :

    Kadar = x t . SD / N

    Kadar = 4,630 % (3,182 . 0,460 / 3)

    Kadar = 4,630 % 0,845

    C. Penetapan Kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

    NO. PERLAKUAN KETERANGAN

    1. 250 gram sampel

    ditimbang

    Putih

  • 6

    2. Ditambahkan 50

    ml air

    Larutan tak berwarna

    4. Ditetesi indikator

    metil jingga

    Larutan tak berwarna

    5.

    Dititrasi dengan

    HCl 0,1 N

    Dipanaskan

    Didinginkan

    Dititrasi lagi

    1 2 3

    5,75 ml

    (jingga)

    5,80 ml

    (jingga)

    5,95 ml

    (jingga muda)

    Warna tetap Warna tetap Warna tetap

    Warna tetap Warna tetap Warna tetap

    Warna merah

    muda (0,8 ml)

    Tidak stabil

    Warna merah

    muda (0,5 ml)

    Tidak stabil

    Warna merah

    muda (0,6 ml)

    Tidak stabil

    BE =

    =

    = 53

    Kadar (b/b %) =

    Kadar 1 (b/b %) =

    = 9,386 %

    Kadar 2 (b/b %) =

    = 9,467 %

    Kadar 3 (b/b %) =

    = 9,712 %

    Kadar rata-rata = titrasibanyaknya

    titrasikadar

    = 3

    712,9467,9386,9

    = 9,521 %

    x x d d2

    9,386

    9,521

    0,135 0,0182

    9,467 0,054 0,0029

    9,712 0,191 0,0364

    = 0,38 = 0,0575

    d = 0,38: 3 = 0,127

    Hasil akhir :

    Kadar = x t . SD / N

  • 7

    Kadar = 9,521 % (3,182 . 0,169 / 3)

    Kadar = 9,521 % 0,310

    IV. PEMBAHASAN

    Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan

    menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya

    dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai

    contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,

    titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi

    kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks

    dan lain sebagainya (Day, 1989).

    Titrasi asam basa merupakan suatu metode untuk menentukan konsentrasi

    suatu larutan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa

    yang telah diketahui kadarnya. Begitu pula sebaliknya, kadar larutan basa

    ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui kadarnya.

    Titrasi asam basa didasarkan pada reaksi perpindahan proton antara senyawa-

    senyawa yang mempunyai sifat sifat asam basa (protolisis). Dengan titrasi

    asam basa berbagai senyawa organik dan anorganik dapat ditentukan dengan

    mudah. Titrasi asam basa dilakukan dengan penambahan basa secara perlahan-

    lahan ke dalam larutan asam sampai tercapai titik ekivalen. Sehingga konsentrasi

    larutan yang tidak dapat ditentukan. Larutan yang diketahui konsentrasinya

    disebut larutan standar primer, sedangkan larutan yang akan ditetapkan

    konsentrasinya disebut larutan standar sekunder (Rivai, 1995).

    Pada percobaan titrasi asam basa, titran ditambahkan sedikit demi sedikit

    sampai mencapai batas ekivalen. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam basa

    tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekivalen ini

    merupakan suatu kondisi dimana terdapat kesetaraan mol titrat dengan mol

    titran. Pada saat tercapai titik ekivalen, proses titrasi dihentikan kemudian kita

    mencatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Pada

    percobaan titrasi asam-basa yang telah dilakukan, digunakan sebuah indikator

    yakni indikator fenolftalein (pp). Indikator ini ditambahkan pada titran sebelum

    titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi

    dan pada saat itulah proses titrasi dihentikan. Titik akhir titrasi yaitu pH pada

    saat indikator berubah warna. Saat terjadi titik ekivalen, terjadi perubahan warna

    menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan berada pada pH asam

    atau basa. Indikator fenolftalein ini mempunyai warna tertentu pada trayek pH

    atau rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan dari warna

    tersebut. Fenolftalein tidak bereaksi hanya saja saat keadaan basa ia berwarna

    merah. Oleh sebab itulah, pada percobaan ini digunakan indikator fenolftalein

  • 8

    karena indikator ini pada suasan asam tidak berwarna dan pada titik ekivalen

    berubah warna menjadi merah muda (Rohman, 2007).

    Dalam proses titrasi, untuk mengetahui kemolaran asam (titran) dapat

    diketahui setelah mengetahui volume titrat yang berkurang sampai proses akhir

    titrasi. Pada saat itu, mol asam dan mol basa sama, sehingga kemolaran titrat

    dapat dicari. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin

    besar kesalahan titrasi oleh karena itu, pemilihan indicator menjadi sangat

    penting agar warna indicator berubaha saat titik ekivalen tercapai. Pada saat

    tercapai titik ekivalen maka pHnya 7 (Underwood, 1986). Titrasi dilakukan

    berulang-ulang (3 kali) untuk mendapatkan perbandingan hasil yang lebih akurat

    digunakan perhitungan rata-rata (lebih banyak dilakukan titrasi data yang

    dihasilkan akan semakin akurat) (Syabani, 2009).

    A. Larutan Baku

    Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui

    konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:

    a) Larutan baku primer

    Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat

    konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung

    melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat

    pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Nilai konsentrasi

    dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan

    teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh:

    K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat dan asam benzoat (Respadi, 1992).

    Syarat-syarat larutan baku primer:

    - Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu

    110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.

    - Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan

    di udara.

    - Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan

    kepekaan tertentu.

    - Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang

    besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.

    - Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.

    - Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat

    stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau

    dapat ditentukan secara tepat dan mudah (Respadi, 1992).

    b) Larutan baku sekunder

    Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan

    pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode

    titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4 dan Fe(SO4)2 (Respadi, 1992).

    Syarat-syarat larutan baku sekunder:

  • 9

    - Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer.

    - Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan

    penimbangan.

    - Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan (Respadi, 1992).

    Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui

    dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar

    (larutan baku). Larutan baku ada 2 macam yaitu larutan baku primer dan

    larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah suatu larutan yang

    konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni

    yang dilarutkan dan volume yang terjadi, sedangkan larutan baku sekunder

    adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan

    pembakuan menggunakan larutan baku primer (Anonim, 2009).

    1. Larutan Asam Klorida 0,1 N

    Pembakuan HCl dilakukan mula-mula dengan mengencerkan

    sejumlah HCl pekat dengan aquades hingga tiap 1000 ml larutan

    mengandung 8,5ml HCl pekat. Kemudian lebih kurang 200 mg natrium

    karbonat anhidrat yang sebelumnya dikeringkan pada suhu 270-300oC

    selama setengah jam karena pada suhu tersebut zat mudah diperoleh,

    mudah dimurnikan, dan mudah dikeringkan (Firdaus, 2011). Dilarutkan

    dalam 50 ml air. Dititrasi langsung dengan larutan HCl 0,1 N untuk

    mengetahui kadar HCl yang digunakan menggunakan indikator jingga

    metal merah hingga warna kuning berubah menjadi merah. Reaksinya :

    Na2CO3 + 2HCl 2NaCl + CO2 + H2O (Clark, 2009).

    Pembakuan HCl dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan hasil

    titrasi sebesar 11,50 ml, 12,32 ml, dan 15,47 ml. Cara menentukan

    kadar HCl dengan rumus V1xN1 = V2xN2. Sehingga didapatkan hasil

    pada ketiga replikasi sebesar 0,086 N; 0,081 N; dan 0,064 N dan rata-

    rata kadar HCl adalah 0,077 N. Harga konsentrasi HCl tersebut berbeda

    dengan harga konsentrasi HCl yang diketahui sebelumnya yaitu 0,1 N.

    2. Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

    Larutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu untuk

    mengetahui normalitas NaOH yang sesungguhnya yang akan digunakan

    sebagai titran sehingga perhitungan yang didapat akan lebih akurat. Di

    samping itu, larutan NaOH bersifat higroskopis sehingga standarisasi

    menjadi proses yang harus di lakukan (demi meminimalisir kesalahan

    analisis) (Syabani, 2009).

  • 10

    Pembuatan larutan baku natrium hidroksida (NaOH) adalah

    dengan mencampurkan 4.001 gr natrium hidroksida dengan aquades

    pada labu ukur hingga 1000 ml, lalu dikocok agar homogen.

    Titrasi asam oksalat menggunakan larutan NaOH, 0,315 mg asam

    oksalat dihidrat ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik,

    lalu dilarutkan dalam 50 mL air. Pipet 10 ml larutan baku primer asam

    oksalat masukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dititrasi dengan

    larutan baku natrium hidroksida yang telah dibuat pada labu erlenmeyer

    dengan menggunakan indikator fenolftalein 3 tetes hingga warna putih

    bening berubah menjadi warna merah muda. Larutan ini dititrasi

    dengan larutan baku NaOH sampai terjadi perubahan warna dari dari

    tidak berwarna menjadi merah muda. Dilakukan titrasi segera supaya

    larutan benar-benar belum mengalami perubahan. Lakukan titrasi

    dengan tetesan pelan pada buret, karena setelah terjadi ekivalen

    penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan pH yang besar

    (Firdaus, 2011). Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Ini bertujuan untuk

    membadingkan kadar rata-rata NaOH dalam sampel pada setiap

    masanya dengan kadar rata-rata NaOH yang tertera dalam farmakope

    (Lukum, 2009). Sehingga didapatkan hasil titrasi 1 sebanyak 10,5 ml,

    titrasi 2 sebanyak 11,5 ml dan titrasi 3 sebanyak 11,4 ml.

    Cara menentukan kadar NaOH dengan rumus V1xN1 = V2xN2.

    Sehingga didapatkan hasil pada ketiga replikasi sebesar 0,099 N; 0,086

    N; dan 0,087 N dan rata-rata kadar NaOH adalah 0,09 N.

    Pembakuan larutan NaOH dilakukan dengan menambahkan

    setetes demi setetes larutan NaOH pada larutan oksalat dihidrat

    (C2H2O4.2H2O). Penambahan tetes NaOH yang pertama menyebabkan

    sistem berubah menjadi larutan buffer, terjadi reaksi netralisasi sebagai

    berikut :

    C2H2O4.2H2O + NaOH C2NaHO4.2H2O+ H2O (Bird, 1993)

    Penambahan NaOH dilakukan sampai titik akhir titrasi yaitu titik

    dimana indikator berubah warna. Indikator yang digunakan adalah

    fenolftalein, sehingga titik akhir titrasi didapat saat indikator berubah

    warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan warna

    tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang berwarna merah muda

    dalam bentuk basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarnadengan

    kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk

    kesetimbangan :

    H2O + HIn H3O+ + In (Bird, 1993)

  • 11

    Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran

    (basa) yang ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik

    dimana jumlah ekivalen basa sama dengan jumlah ekivalen asam (asam

    dan basanya sudah bereaksi dengan tepat). Indikator fenolftalein sangat

    peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan perubahan

    warna yang tajam. Indikator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat

    berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan

    membentuk asam yang tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari

    molekul fenolptalein tidak banyak mengubah kerangka molekulnya.

    Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan perubahan besar pada

    molekulnya.

    Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar asam

    salisilat dan asam sitrat. Harga konsentrasi NaOH tersebut berbeda

    dengan harga konsentrasi NaOH yang diketahui sebelumnya yaitu 0,1

    N. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi larutan NaOH dapat

    berubah disebabkan karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam

    udara sehingga larutan NaOH perlu distandarisasi (Firdaus, 2011).

    Penggunaan NaOH pada metode alkalimetri karena merupakan metode

    titrimetri dan volumetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah

    volume basa ( NaOH ) begitupun sebaliknya asidimetri merupakan metode

    titrimetri berdasarkan pengukuran seksama jumlah volume asam (HCl)

    sebagai larutan baku. NaOH dan HCl juga merupakan basa kuat dan asam

    kuat (Firdaus, 2011).

    B. Penetapan Kadar

    1. Penetapan Kadar Asam Salisilat

    Digunakan indikator Fenolphtalein karena Fenolphtalein tergolong

    asam yang sangat lemah, dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator

    tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan

    terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya

    (Day, 1989).

    Penentuan kadar kadar Asam Salisilat menggunakan metode

    alkalimeri berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel bersifat asam

    dititrasi dengan larutan baku yang bersifat basa, dengan penambahan

    indikator Fenolftalein dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan

    warna dari tidak berwarna menjadi merah muda (Firdaus, 2011).

    Percobaan penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan

    menimbang lebih kurang 250 mg serbuk asam salisilat dengan seksama,

    kemudian dilarutkan dalam 15 ml etanol 95% netral. Etanol ini merupakan

  • 12

    pelarut nonpolar yang digunakan untuk melarutkan asam salisilat dalam

    air, karena asam salisilat mudah larut dalam etanol dan sukar larut dalam

    air. Etanol yang digunakan juga harus netral, supaya tidak mempengaruhi

    volume titran yang digunakan atau supaya etanol tidak bereaksi dengan

    NaOH (Lukum, 2009). Kemudian kedalam campuran ditambahkan 20 ml

    air, dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan

    NaOH 0,09 N. Fungsi dari penambahan indikator PP ialah untuk

    mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik

    akhir titrasi. Titik akhir akan terbentuk garam yang netral dari asam lemah

    dan basa kuat. Dimana garam berupa asam salisilat dalam air akan

    terhidrolisis sehingga larutan akan lebih banyak mengandung OH- dan

    pada pH 7, maka indikator yang digunakan adalah yang mempunyai

    interval pH 8-9,5 (Lukum, 2009). Indikator adalah suatu senyawa organik

    kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam

    keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah

    warna dari bentuk satu kebentuk yang lain pada konsentrasi H+ tertentu

    dan pada pH tertentu (Respadi, 1992). Titrasi dihentikan saat larutan yang

    dititrasi berubah warna dari tak berwarna menjadi berwarna merah muda.

    Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Ini bertujuan untuk

    membadingkan kadar rata-rata asam salisilat dalam sampel pada setiap

    masanya dengan kadar rata-rata asam salisilatyang tertera dalam

    farmakope (Lukum, 2009). Hasil titrasi yang diperoleh adalah 1,51ml,

    1,81 ml, 1,51 ml.

    Untuk menentukan kadar dari asam salisilat menggunakan rumus

    l(titran)x N (titran)x E

    (sa l) x 100 . Sehingga didapatkan kadar ketiga

    replikasi asam salisilat yaitu sebesar 7,501 %; 8,992 %; dan 7,501 % dan

    rata-rata ketiga kadar asam salisilat tersebut adalah 7,998 %. Serta hasil

    akhir kadar asam salisilat yang diperoleh adalah 7,998 % 1,579.

    Menurut literatur kadar asam salisilat adalah mengandung tidak

    kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101,0 % C7H6O3, dihitung

    terhadap zat yang telah dikeringkan. Kadar asam salisilat hasil percobaan

    adalah 7,998 % 1,579 sehingga berbeda seperti literatur (Anonim, 1995).

    COOH COONa

    OH + NaOH OH + H2O

    Asam Salisilat Natrium Salisilat

    OH + NaOH COOH

    OH + NaOH

  • 13

    (Firdaus, 2011)

    (Firdaus, 2011)

    2. Penetapan Kadar Asam Sitrat

    Percobaan penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan

    menimbang lebih kurang 250 mg serbuk asam sitrat dengan seksama,

    kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Kemudian ke dalam campuran

    ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan NaOH.

    Fungsi dari penambahan indikator PP ialah untuk mengetahui apakah

    larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik akhir titrasi, karena

    indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau

    basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang

    berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentyuk satu kebentuk yang

    lain pada konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu (Respadi, 1992).

    Titrasi dihentikan saat larutan yang dititrasi berubah warna dari tak

    berwarna menjadi berwarna merah muda. Proses titrasi dilakukan

    sebanyak 3 kali yang bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan

    relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk

    mencapai titik ekivalennya (Respadi, 1992). Hasil titrasi yang diperoleh

    adalah 2,21 ml, 1,81 ml, 2,01 ml.

    Untuk menentukan kadar dari asam sitrat menggunakan rumus

    l(titran)x N (titran)x E

    (sa l) x 100 . Sehingga didapatkan kadar ketiga

    replikasi asam sitrat yaitu sebesar 5,091 %; 4,170 %; dan 4,631 % dan

    rata-rata ketiga kadar asam sitrat tersebut adalah 4,630 %. Serta hasil akhir

    kadar asam sitrat yang diperoleh adalah 4,630 % 0,845.

    Menurut literatur kadar asam sitrat adalah mengandung tidak kurang

    dari 99,5% Tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat

    OH O-

    O

    O-

    COH C + H2O

    COO-

    COO-

    Tak Berwarna Warna Merah

  • 14

    anhidrat. Kadar asam sitrat hasil percobaan adalah 4,630 % 0,845

    sehingga berbeda seperti literatur (Anonim, 1995).

    CH2COOH CH2-COONa

    HOC-COOH + NaOH HOC-COONa + 3H2O

    CH2-COOH CH2-COONa

    (Firdaus, 2011)

    3. Penetapan Kadar Natrium Bikarbonat

    Penentuan kadar Natrium Bikarbonat dengan menggunakan metode

    asidimetri berdasarkan reaksi netralisasi dimana sampel bersifat basa

    dititrasi dengan larutan baku asam dengan penambahan indikator metil

    jingga dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari

    kuning menjadi merah (Firdaus, 2011).

    Dalam metode asidimetri natrium bikarbonat dititrasi dengan asam

    untuk menetralkan garamnya. Karena natrium bikarbonat merupakan

    garam yang bersifat basa sehingga dalam penetapan kadarnya ditentukan

    secara asidimetri. Penggunaan indikator metil jingga yang merupakan

    garam natrium dimana dalam larutan baku banyak terionisasi dan dalam

    lingkungan alkalinionnya memberikan warna bening sehingga apabila

    bereaksi dengan HCl sebagai titran akan mengalami perubahan warna dari

    bening menjadi jingga (Lukum, 2009).

    Untuk menentukan kadar natrium bikarbonat dilakukan dengan cara

    ditimbang seksama lebih kurang 250 mg sampel, dicampur dengan 50 ml

    air, kemudian ditambahkan indikator metil jingga sebanyak 5 tetes dan

    menghasilkan warna jingga muda, lalu dititrasi dengan HCl 0,386 N

    hingga larutan berwarna jingga. Larutan tersebut dipanaskan hingga

    mendidih, didinginkan dan dilanjutkan titrasi sampai warna jingga tidak

    menghilang setelah dididihkan. Proses titrasi dilakukan sebanyak 3 kali

    yang bertujuan untuk mengetahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat

    dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik

    ekivalennya (Respadi, 1992).

    NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO3

    (Firdaus, 2011)

    Hasil titrasi yang didapat adalah 5,75 ml, 5,80 ml, dan 5,95 ml. Hasil

    yang diperoleh tidak sesuai dengan ketentuan. Karena pada saat dititrasi

  • 15

    lagi, ketiga replikasi (larutan) yang seharusnya berwarna jingga berubah

    warna menjadi merah muda. Sehingga ketiga replikasi tersebut dikatakan

    tidak stabil (Syabani, 2009). Hal ini mungkin dikarenakan praktikan

    selalu bergantian dalam percobaan, pembuatan larutan yang kurang baik,

    ketelitian dan keterampilan yang berbeda dan terbatas, dll (Firdaus, 2011).

    Untuk menentukan kadar dari natrium bikarbonat menggunakan

    rumus l(titran)x N (titran)x E

    (sa l) x 100 . Sehingga didapatkan kadar

    ketiga replikasi natrium bikarbonat yaitu sebesar 9,386 %; 9,467 %; dan

    9,712 % dan rata-rata ketiga kadar natrium bikarbonat tersebut adalah

    9,521 %. Serta hasil akhir kadar natrium bikarbonat yang diperoleh adalah

    9,521 % 0,310.

    Menurut literatur kadar natrium bikarbonat adalah mengandung tidak

    kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung

    terhadap zat yang telah dikeringkan. Kadar natrium biakrbonat hasil

    percobaan adalah 9,521 % 0,310 sehingga berbeda seperti literatur

    (Anonim, 1995).

    Hal-hal yang mungkin terjadi dan tidak sesuai dengan literatur disebabkan oleh

    beberapa faktor diantaranya :

    1. Kurang telitinya praktikan dalam melakukan proses titrasi

    2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan baku NaOH ataupun HCl,

    seperti pada saat penimbangannya

    3. Kurang ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator

    4. Penetesan titran yang berlebihan.

    (Syabani, 2009).

    MONOGRAFI BAHAN

    A. Asam salisilat

    Mempunyai rumus molekul C7H6O3 dengan berat molekul 138,12.

    Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

    101,0% C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,

    1995).

  • 16

    Pemeriannya berupa hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau

    serbuk hablur halus putih. Rasanya agak manis, tajam dan stabil di udara.

    Berbentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil

    salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau

    lemah mirip mentol (Anonim, 1995).

    Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah

    larut dalam etanol dan eter, larut dalam air mendidih serta agak sukar larut

    dalam kloroform (Anonim, 1995).

    B. Asam klorida

    Mempunyai rumus molekul HCl dengan berat molekul sebesar 36,46.

    Asam klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari

    38,0% b/b HCl (Anonim, 1995).

    Pemeriannya berupa cairan tidak berwarna, berasap, berbau

    merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air asap hilang. Bobot

    jenisnya lebih kurang 1,18. Asam klorida sebaiknya disimpan dalam wadah

    tertutup rapat (Anonim, 1995).

    C. Asam Sitrat

    Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air

    hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%

    C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).

    Pemeriannya berupa hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur

    granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat

    asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Anonim, 1995).

    Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol

    serta agak sukar larut dalam eter. Asam sitrat sebaiknya disimpan dalam

    wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

    D. Natrium Bikarbonat

  • 17

    Mempunyai rumus molekul NaHCO3 dengan berat molekul 84,01.

    Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

    100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,

    1995).

    Pemeriannya berupa serbuk hablur , putih. Stabil di udara kering, tetapi

    dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air

    dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah

    bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutannya yaitu

    larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Natrium bikarbonat sebaiknya

    disimpan dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995).

    E. Natrium Hidroksida

    Mempunyai rumus molekul NaOH dengan berat molekul sebesar

    40,00. Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak

    lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung

    Na2CO3 tidak lebih dari 3,0% (Anonim, 1995).

    Pemeriannya yaitu putih atau praktis putih, masa melebur, berbentuk

    pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan

    pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbon dioksida

    dan lembab. Kelarutannya mudah larut dalam air dan etanol. Natrium

    hidroksida sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

    F. Asam Oksalat

    Tata nama IUPAC : asam etanadioat

    Rumus kimia : C2H2O4, HOOC-COOH (anhidrat) C2H2O42H2O

    (dihidrat)

    SMILES : OC(=O)C(O)=O

    Massa molar : 90.03 g/mol (anhidrat) 126.07 g/mol (dihidrat)

    Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4

    dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling

    sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan

    asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat.

  • 18

    Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion

    logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh

    terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu

    ginjal yang sering ditemukan.Sifat-sifat Kepadatan dalam fase 1,90 g/cm

    (anhidrat) 1.653 g/cm (dihidrat). Kelarutan dalam air 9,5 g/100 mL (15 C)

    14,3 g /100 mL (25 C) 120 g/100 mL (100 C) Titik didih 101-102 C

    (dihidrat) (Anonim, 1995).

    G. Etanol

    Etanol memiliki rumus molekul C2H5OH dengan berat molekul 46,07

    gr/mol. Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3 % b/b dan tidak lebih dari

    93,8 % b/b. Setara dengan tidak kurang dari 94,9 % v/v dan tidak lebih dari

    96,0 % v/v, etanol memiliki titik leleh pada suhu 15,56 oC. Pemerian berupa

    bentuk cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas, rasa panas, mudah

    menguap walaupun dalam suhu rendah dan mendidih pada suhu 78 o

    C.

    Kelarutannya sangat mudah larut dalam kloroform dan eter, dapat bercampur

    dengan air. Bobot jenis yaitu 0,8119 0,8139 g/ml. Stabilitas yaitu mudah

    menguap , lebih mudah rusak dengan adanya cahaya dan mudah terbakar.

    Penyimpanan pada wadah tertutup rapat (Anonim, 1979).

    H. Akuades (H2O)

    Akuades memiliki titik beku 0C, titik didih 100C. Pemeriannya

    berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, pH netral (7),

    terdapat dalam bentuk padat, cair dan gas, BM yaitu 18,02 atau 1, stabil di

    udara. Akuades merupakan persenyawaan hydrogen dan oksigen, merupakan

    zat pelarut yang sangat baik, terdapat dalam keadaan tidak murni di alam.

    Disimpan pada tempat tertutup rapat. Kegunaan sebagai pelarut. Kelarutan

    mudah larut dalam etanol dan gliserol (Anonim, 1979).

    I. Metil jingga

  • 19

    Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di

    dalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya

    memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga

    bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan

    struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya (Anonim, 2009).

    Pada saat kita menambahkan asam, ion hidrogen tertarik pada salah satu

    ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogen-nitrogen untuk memberikan

    struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:

    J. Phenolftalein

    Phenolftalein mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

    101,0% C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

    (Anonim,1995).

    Pemerian serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak

    berbau dan stabil diudara. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, larut dalam

    etanol, agak sukar larut dalam eter (Anonim,1995).

    Phenolftalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang

    tidak terionisasi indicator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan

    (Clark, 2009).

  • 20

    basa, fenolptalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna

    terang karena anionnya (Day, 1989).

    (Day, 1989).

    V. KESIMPULAN

    1. Penetapan kadar asam salisilat, asam sitrat, dan natrium bikarbonat dapat

    dilakukan melalui metode asidi alkalimetri. Asidimetri merupakan penetapan

    kadar suatu sampel secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang

    bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sedangkan alkalimetri adalah

    penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan

    baku basa.

    2. Rata-rata kadar HCl yang diperoleh adalah 0,077 N dan rata-rata kadar NaOH

    yang diperoleh adalah 0,09 N. Hasil akhir kadar asam salisilat yang diperoleh

    sebesar 7,998 % 1,579, hasil akhir kadar asam sitrat yang diperoleh sebesar

    4,630 % 0,845, dan hasil akhir kadar natrium bikarbonat yang diperoleh

    sebesar 9,521 % 0,310.

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,

    Jakarta.

    Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI,

    Jakarta.

    Anonim, 2009, Analisis Volumetri atau Titrimetri, http://belajarkimia.com.

    Diakses tanggal 1 November 2012.

    Bird, T, 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.

    Clark, Jim, 2009, Indikator Asam Basa , www.chem_is_try.org. Diakses tanggal 1

    November 2012.

    Day, R.A. dan A.L. Underwood, 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga,

    Jakarta.

    Firdaus, Muh, 2011, Titrasi Asidi-Alkalimetri, Universitas Islam Negeri Alauddin,

    Makassar.

    Lukum, Astin, 2009, Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia Analitik, UNG, Gorontalo.

  • 21

    Respadi, 1992, Dasar Dasar Ilmu Kimia, Rineka Cipta, Jakarta

    Rivai, H, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-press, Jakarta.

    Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

    Syabani, M.W, 2009, Buku Petunjuk Pratikum Kimia Analisis, Akademi

    Teknoloi Kulit, Yogyakarta.

    Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.

  • 22

    LAMPIRAN

    1. Percobaan larutan baku asam klorida 0,1 N

  • 23

    2. Percobaan larutan natrium hidroksida 0,1 N

    3. Percobaan penetapan kadar asam salisilat

    Persiapan titrasi, buret berisi NaOH Larutan asam salisilat

  • 24

    Proses titrasi asam salisilat Hasil titrasi asam salisilat 1

    Hasil titrasi asam salisilat 2 Hasil titrasi asam salisilat 3

    4. Percobaan penetapan kadar asam sitrat

    Buret berisi larutan NaoH Larutan asam sitrat

    (persiapan titrasi)

  • 25

    Proses titrasi asam sitrat Hasil titrasi asam sitrat 1

    Hasil titrasi asam sitrat 2 Hasil titrasi asam sitrat 3

    5. Percobaan penetapan kadar natrium bikarbonat

    Campuran larutan tabung 1 Campuran larutan tabung 2

  • 26

    Hasil titrasi pertama tabung 1 Hasil titrasi pertama pada tabung 2

    Tabung 1 setelah dipanaskan Tabung 2 setelah dipanaskan

    Hasil titrasi kedua tabung 1, 2, dan 3