askep ca paru
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker paru-paru (bronchogenic carcinoma) merupakan penyebab tertinggi
kematian di dunia, umumnya prognosisnya dengan buruk. Kanker paru-paru biasanya
tidak dapat diobati, pengobatan mungkin hanya dengan jalan pembedahan, dimana
sekitar 13% dari pasien dengan pembedahan mampu bertahan selama lima tahun.
Metastasis penyakit biasanya timbul, dan hanya 16% pasien yang penyakitnya dapat
dialokalisasi pada saat diagnosis (Boring 1994). Dikarenakan terjadinya metastasis,
maka penatalaksanaan medis kanker paru-paru sering kali ditujukan untuk mengatasi
gejala (paliatif) dibandingkan dengan penyembuhan (kuratif). Diperkirakan 85% dari
kanker paru-paru terjadi akibat merokok. Oleh karena itu, pencegahan yang paling
baik adalah jangan memulai merokok.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimasud dengan kanker paru-paru?
2. Apakah etiologi dari kanker paru-paru?
3. Bagaimana perjalaran penyakit kanker paru-paru?
4. Apa saja manifestasi klinis dari kanker paru-paru?
5. Bagaimana stadium kanker paru-paru?
6. Pemeriksaan diagnostik apa yang tepat untuk penderita kanker paru-paru?
7. Bagaimana penatalaksaan medis dan keperawatan dalam menangani klien yang
menderita kanker paru-paru?
8. Asuhan keperawatan apa yang tepat untuk diberikan pada klien penderita kanker
paru-paru?
C. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami apa itu kanker paru-paru.
2. Mahasiswa memahami penyebab dari kanker paru-paru.
3. Mahasiswa memahami perjalaran dari penyakit kanker paru-paru.
4. Mahasiswa memahami tanda, gejala, dan stadium kanker paru-paru.
5. Mahasiswa memahami pemeriksaan, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan
yang diberikan saat menangani klien yang menderita kanker paru-paru.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Karsinoma Bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi,
1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. ETIOLOGI
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari
bahan karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa/ras serta status
immunologis. Bahan inhalasi karsinogenik yang banyak disorot adalah rokok.
1. Merokok
Kanker paru berisiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan
dengan bukan perokok. Peningkatan faktor risiko ini berkaitan dengan riwayat
jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari
dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok ( semakin muda
individu memulai merokok, semakin besar risiko terjadinya kanker paru). Faktor
lain juga dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok yang diisap
(kandungan tar, rokok filter, dan kretek).
Perokok pasif berisiko tinggi untuk mengalami kanker paru. Dengan kata lain,
individu yang secara tidak sengaja terpajan asap rokok ( di dalam mobil, gedung,
atau tempat lainnya) juga berisiko tinggi mengalami kanker paru.
2. Polusi Udara
Ada berbagai kardinogen telah diidentifikasi, termasuk di dalamnya adalah sulfur,
emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar di daerah perkotaan sebagai
akibat penumpukkan polutan dan emisi kendaraan bermotor.
3. Polusi Lingkungan Kerja
Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya merupakan suatu
penyakit akibat polusi lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang
paling berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan digunakan
pada bangunan. Risiko kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau
lingkungannya mengandung asbes ± 10 kali lebih besar dari pada masyarakat
umum. Peningkatan risiko juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan
uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan pertanian), besi, dan
oksida besi. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
akan menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
4. Rendahnya Asupan Vitamin A
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah
vitamin A dapat memperbesar risiko terjadinya kanker paru. Hipotesis ini
didapatkan dari beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat
menurunkan risiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan
fungsi vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan di ferensiasi sel.
5. Faktor Herediter
Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker paru memiliki
risiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama. Walaupun demikian
masih belum diketahui dengan pasti apakah hal ini benar-benar herediter karena
faktor-faktor familial.
(Arif Muttaqin, 2008)
C. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen.
Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia
dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan
displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu,
demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
D. PATHWAYS
Etiologi ( merokok, polusi udara, polusi lingkungan kerja, rendahnya asupan
vitamin A, faktor herediter)
Percabangan segmen/ sub bronkus
Cilia hilang dan deskuamasi
Pengendapan karsinogen
Hiperplasia, metaplasia, displasia
Sentral (salah satu cabang bronkhus besar)
Tumbuh sel squamosa & sel kecil
Ulserasi bronkhus
Supurasi bagian distal
obstruksi
perifer
Tumbuh endokarsinoma& Sel
besar
Invasi pd kosta
Invasi pd corpus vetebra
Menembus pleura
penanganan
pembedahan radiasi kemoterapi
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus.
2. Gejal Umum
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai
titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
d. Pembengkakan jari-jari
Batuk, hemoptisi, dispnea, dingin, demam, wheezing, penurunan BB
Metastase: hati, limfe, dinding esofagus, perikardium, otak, tulang
Gangguan pertukaran gas
Pre operasiPost operasi
Cemas kurang pengetahuan
anastesi insisi drainase
Kesadaran menurun
puasa
Gangguan keseimb. Cairan & elektrolit
Luka operasi
Nyeri
Bersihan jalan napas tidak efektif
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Nyeri dada
Dapat timbul dalam berbagai bentuk tapi biasanya dialami sebagai perasaan
sakit atau tidak enak akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Dapat pula
timbul nyeri pleuritik bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat
penyebaran neoplastik atau pneumonia.
f. Demam
Demam kambuhan terjadi sebagai gejala dini dalam berespon terhadap infeksi
yang menetap pada area pneumonitis ke arah distal tumor.
g. Mengi
Mengi dapat tampak pada sekitar 20% pasien dengan kanker paru. Mengi
terjadi ketika bronkus tersumbat oleh sebagian tumor
3. Gejala invasi lokal
1. Nyeri dada
2. Dispnea karena efusi pleura
3. invasi ke pericardium: Terjadi tamponade atau aritmia
4. Suara serak
Karena penekanan pada nervus laringeal recurrent.
5. Sindrom Pancoast
Karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.
Sindrom ini terdiri dari nyeri di lengan dan leher dan paresis lengan.
4. Gejala penyakit metastasis
Pada otak, tulang, hati, adrenal, limfadenopati servikal dan supraclavicula sering
menyertai metastasis.
5. Sindrom para neoplastik
Terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala :
1. Sistemik : Penurunan berat badan, anoreksia, demam
2. Hematologi : Leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
3. Hipertropi osteoartropati
4. Neurologik: Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
5. Neuromiopatik
6. Endokrin: Sekresi berlebihan hormon paratiroid ( hiperkalsemia )
7. Dermatologik: Eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
6. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK / COPD yang terdeteksi secara
radiologis. Kelainan berupa nodul soliter.
(Irman Somantri, 2008)
F. KARAKTERISTIK NEOPLASMA
Jinak (Benigna) Ganas (Maligna)
- Pertumbuhan lambat. - Pertumbuhan cepat.
- Biasanya berkapsul. - Jarang berkapsul.
- Ekspansif : tidak menginfiltrasi
jaringan penunjang.
- Menginfiltrasi jaringan penunjang.
- Tidak menyebar tetapi teralokasi. - Menyebar melalui jaringan limfe, darah,
atau akibat sekunder dari organ lain.
- Tidak cenderung kambuh jika
dilakukan operasi.
- Cenderung untuk kambuh.
- Menyebabkan kerusakan jaringan
minimal.
- Menyebabkan kerusakan hebat pada
jaringan.
- Tidak menyebabkan cachexia. - Menyebabkan cachexia dan anemia.
- Tidak menyebabkan kematian, kecuali
letaknya pada organ vital.
- Selalu menyebabkan kematian jika tidak
dilakukan pembedahan sebelum terjadi
metastasis.
(Irman Somantri, 2008)
G. STADIUM
Stadium kanker paru-paru dilakukan berdasarkan sistem TNM ( T= Tumor Primer,
N= Nodus Limfe, M= Metastasis), sesuai dengan klasifikasi dari UICC tahun 1987.
Terdapat beberapa peraturan pengklasifikasian saat menggunakan sistem tersebut,
yaitu:
1. Klasifikasinya hanya berlaku untuk karsinoma.
2. Harus ada bukti histologi untuk dapat mengklasifikasikan kasus ke dalam tipe
histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan harus dilaporkan
terpisah.
3. Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitif dapat
dimasukkan untuk penderajatan klinis
Pembagian Stadium Klinik
T= Tumor Primer
Tis : Karsinoma in situ/pre invasif.
T0 : Tak ada tumor primer.
T1 : Diameter terbesar 3 cm atau kurang, dikelilingi oleh paru-paru atau pleura
visceralis dan tidak ada bukti adanya invasi proksimal dari bronkhus dalam lobus
pada brochoscopy.
T2 : Diameter terbesar >3 cm, atau tumor primer pada ukuran apa pun dengan
tambahan adanya atelektasis atau pneumonitis obstruktif dan membesar ke arah
hilus. Pada bronchoscopy, ujung proksimal tumor yang tampak, paling sedikit 2
cm distal dari karina. Setiap atelektasis atau pneuomonia obstruktif yang
menyertai, harus melibatkan kurang dari sebelah paru-paru dan tidak ada efusi
pleura.
T3 : Tumor membesar, dengan ukuran berapa pun, langsung membesar dan
menyebar ke struktur di sekitarnya seperti dinding dada, diafragma atau
mediastinum; tumor yang pada bronchoscopy berjarak 2 cm distal dari karina;
atau tumor yang disertai atelektasis dan pneumonitis obstruktif dari satu paru-paru
atau adanya efusi pleura.
Tx : tiap tumor yang tidak bisa diketahui atau dibuktikan dengan radiografi atau
brochoscopy, tapi didapatkan adanya sel ganas dari sekresi bronkopulmoner.
N= Nodus Limfe
N0 : Tak ada tanda-tanda terlibatnya/ pembesaran kelenjar limfe regional.
N1 : Terdapat tanda terkenanya peribronkhial/ hilus homolateral termasuk
penjalaran/ pembesaran langsung tumor primer.
N2 : Terkenanya kelenjar getah bening mediastinum.
Nx : Syarat untuk membuktikan terkenanya kelenjar regional tak terpenuhi.
M= Metastasis
M0 : Tak ada bukti adanya metastasis jauh.
M1 : Terdapat bukti adanya metastasis jauh.
Mx : Syarat minimal untuk menentukan adanya metastasis jauh tak bisa dipenuhi
Derajat (Stadium) Klinis Berdasarkan Klasifikasi TNM
Stadium Occult
Tx M0 : Suatu karsinoma occult di mana sekret bronkopulmoner mengandung
sel-sel ganas, tetapi tidak ada bukti/data adanya tumor primer
pembesaran/metastasis ke kelenjar regional atau metastasis jauh.
Stadium I : Tis N0 M0, Karsinoma in situ; T1 N0 M0; T1 N1 M0; T2 N0 M0.
Stadium II : T1 N1 M0; T2 N1 M0.
Stadium III-a : T3 N0 m0; t3 N1 M0; T1-3 N2 M0.
Stadium III-b : Banyak T N3 m0; T3 Banyak N M0; banyak T dan N M1.
Stadium-IV : Banyak T Banyak N M1.
(Irman Somantri, 2008)
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi: Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe): Dilakukan untuk mengkaji
adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA: Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit: Dapat dilakukan untuk mengevaluasi
kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran <
2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
(Arif Muttaqin, 2008)
I. KOMPLIKASI
Komplikasi kanker paru-paru adalah gejala sekunder atau gangguan lain yang
disebabkan oleh penyakit. Dalam banyak kasus perbedaan antara gejala dan
komplikasi dari penyakit ini tidak jelas. Komplikasi mungkin karena penyakit itu
sendiri atau efek samping dari salah satu perawatan.
Kanker paru-paru dapat menyebabkan beberapa komplikasi, misalnya:
1. Sesak napas
Orang dengan kanker paru-paru dapat mengalami sesak napas jika kanker
berkembang dan menutup saluran udara yang utama.
2. Batuk darah
Penyakit ini dapat menyebabkan perdarahan di saluraan napas, yang dapat
membuat batuk darah (hemoptisis).
3. Nyeri
Kanker paru-paru yang hebat meluas ke lapisan paru-paru atau bagian dari tubuh
dapat menyebabkan rasa sakit.
4. Cairan di dada (efusi pleura)
Hal ini dapat menyebabkan cairan menumpuk di ruang yang mengelilingi paru-
paru di rongga dada (pleura).
5. Kanker yang menyebar ke bagian lain dari tubuh (metastasis)
Ini sering menyebar (bermetastasis) ke area lain dari tubuh, biasanya berlawanan
dengan paru-paru, seperti tulang, otak, hati dan kelenjar adrenal. Kanker yang
meluas dapat menyebabkan rasa sakit, sakit kepala, mual, atau tanda-tanda dan
gejala lain bergantung pada organ yang terkena.
6. Kematian
Sayangnya, tingkat ketahanan hidup untuk orang didiagnosis dengan penyakit ini
sangat rendah. Dalam kasus mayoritas, penyakit ini mematikan.
Komplikasi kanker paru-paru bergantung pada posisi, ukuran, jenis, dalam paru-
paru, dan penyebaran kanker. Suatu tumor dapat menyebabkan penyumbatan
salah satu tabung pernapasan utama, menyebabkan runtuhnya daerah paru-paru,
atau peningkatan cairan di rongga paru-paru mungkin akan berkembang.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Manajemen Tanpa Pembedahan
1. Terapi Oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via masker atau nasal
kanul sesuai dengan permintaan. Bahkan jika klien tidak terlalu jelas
hipoksemianya, dokter dapat memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk
memperbaiki dispnea dan kecemasan.
2. Terapi Obat
Jika klien mengalami bronkospasme, dokter dapat meberikan obat golongan
bronkolidator ( seperti pada klien asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi
bronkospasme, inflamasi, dan edema.
3. Kemoterapi
Pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru, terutama pada small-cell lung
cancer karena metastasis. Kemoterapi dapat juga digunakan bersamaan dengan
terapi bedah. Obat-obatan kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani
kanker, termasuk kombinasi dari obat-obatan berikut:
a. Cyclophosphamide, Deoxrubicin, Methotrexate, dan Procarbazine.
b. Etoposide, dan Cisplatin.
c. Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.
4. Imunoterapi
Banyak klien kanker paru mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi (Cytokin)
biasa diberikan.
5. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan.
b. Kilen adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami
pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
c. Klien kanker bronkus dengan oat cell.
d. Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah sebgai berikut:
1) Esofagitis, hilang 1 minggu sampai dengan 10 hari sesudah pengobatan.
2) Pneumonitis, pada rontgent terlihat bayangan eksudat di daerah
penyinaran.
6. Torakosentesis dan Pleurodesis
a. Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi klien kanker paru.
b. Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura viseralis dan parietalis serta
obstruksi kelenjar limfe mediastinal.
c. Tujuan akhir dari terapi ini adalah mengeluarkan dan mencegah akumulasi
cairan.
Pembedahan (Surgical Management)
1. Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma, adenokarsinoma, dan
karsinoma sel besar undifferentiated.
2. Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang mencakup tiga kriteria
berikut:
a. Karakteristik biologis tumor.
1) Hasil baik pada tumor dari sel skuamosa dan epidermoid.
2) Hasil cukup baik pada adenokarsinoma dan karsinoma sel besar
undifferentiated.
3) Hasil buruk pada oat cell.
b. Letak tumor dan pembagian stadium klinik.
Untuk menentukan reseksi terbaik.
c. Keadaan fungsional penderita.
(Irman Somantri Edisi 2, 2009)
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Memberikan posisi semi fowler
2. Mengajarkan teknik relaksasi saat nyeri timbul
3. Memberikan penjelasan tentang bahaya merokok dan menyarankan serta
memastikan agar berhenti merokok
L. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN CA PARU
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya
bervariasi seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak
napas. Riwayat penyakit saat ini biasanya hampir sama dengan jenis penyakit
paru lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang khas. Sering kali
karsinoma ini menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Batuk
merupakan gejala umum yang sering kali diabaikan oleh klien atau dianggap
sebagai akibat merokok atau bronkhitis. Bila karsinoma bronkhus
berkembang pada klien dengan bronkhitis kronis, batuk akan timbul lebih
sering dan volume sputum bertambah.
Riwayat penyakit sebelumnya, walaupun tidak terlalu spesifik biasanya
akan didapatkan adanya keluhan batuk jangka panjang dan penurunan berat
badan secara signifikan. Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari
klien dengan kanker berisiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun
masih belum dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor
herediter atau karena faktor-faktor familial.
b. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Adanya kesimpulan penegakan diagnosis medis karsinoma bronkhogenik
akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap keadaan status psikologis
klien. Mekanisme koping biasanya maladaptif yang diikuti perubahan
mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan,
serta prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan
dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik Fokus
Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa
peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada bisa asimetris apabila terjadi
komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada dapat timbul dalam
berbagai bentuk tetapi biasanya dialami sebagai rasa sakit atau tidak nyaman
akibat penyebaran neuplastik ke mediastinum. Selain itu, dapat pula timbul
nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran
neoplasik atau pneumonia. Gejala-gejala umum seperti anoreksia, lelah, dan
berkurangnya berat badan merupakan gejala lanjutan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan tidak taktil fremitus biasanya menurun.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
Auskultasi
Didapatkan bunyi stridor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkhus dan ini dapat menimbulkan
suara serak akibat serangan saraf rekuren, terjadi disfagia akibat keterlibatan
esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus
(Alsagaff, 1996).
(Arif Muttaqin, 2008).
4. Diagnosa
a. Cemas yang berhubunangan dengan ketakutan atau ancaman akan kematian,
tindakan diagnostik, dan penyakit kronis
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke
alveoli atau ke bagian utama paru dan perubahan membran alveoli kapiler
(atelektasis, edema paru, efusi, dan sekresi berlebihan, perdarahan aktif).
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
jumlah/perbahan mukus/vikositas sekret, keterbatasan gerakan dada, nyeri,
kelemahan, dan kelelahan.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adaekuat, peningkatan metabolisme, dan proses
keganasan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan invasi kanker pleura dan dinding dada.
(Arif Muttaqin, 2008)
5. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dengan gangguan aliran udara
ke alveoli atau ke bagian utama paru dan perubahan membran alveoli kapiler
(atelektasis, edema paru, efusi, dan sekresi berlebihan, perdarahan aktif).
Tujuan : Dalam 1x24 jam pertukaran gas kembali efektif.
Kriteria : TTV dalam batas normal, menunjukkan ventilasi yang
adekuat, oksigen adekuat, dan perbaikan distres pernapasan.
Rencana intervensi:
1) Catat frekuensi dsn ke dalaman pernapasan, penggunaan otot bantu dan
napas bibir. Auskultasi paru untuk penurunan napas dan adanya bunyi
tambahan krekels.
2) Observasi perkusi daerah aktal dan sianosis (daun telinga, bibir, lidah, dan
membran lidah). Lakukan tindakan untuk memperbaiki jalan napas.
3) Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai dengan kebutuhan.
4) Kaji tingkat kesadaran.
5) Kaji toleransi aktivitas.
6) Kolaborasi:
Awasi seri GDA
Beri oksigen dengan metode yang tepat.
Rasional:
1) Takipnea dan dispnea menyertai obstruksi paru.
2) Area yang tidak terventilasi dapat diidentifikasidengan tak adanya bunyi
napas.
Menunjukkan hipoksemia sistemis.
3) Jalan napas lengket/kolaps menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi
secara negatif memengaruhi pertukaran gas.
Meningkatakkan ekspansi dada maksimal sehingga membuat mudah
bernapas meningkatkan kenyamanan klien.
4) Hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan
rangsang disertai penurunan kesadaran.
5) Hipoksemia menurunkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
tanpa dispnea berat, takikardia, dan disritmia.
6) Hipoksemia ada pada berbagai derajat tergantung pada jumlah obstruksi
jalan napas.
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan invasi kanker pleura dan dinding dada.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria : TTV dalam batas normal, secara subjektif klien menyatakan
nyeri berkurang, klien tampak rileks, klien dapat tidur, dan berpartisipasi
dalam aktivitas.
Rencana Intervensi :
1) Kaji keadaan nyeri klien secara PQRST.
2) Lakukan managemen nyeri sesuai skala nyeri:
- Atur posisi fisiologis.
- Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam pada saat nyeri timbul.
- Ajarkan metode distraksi.
- Beri menajemen sentuhan berupa pemijatan ringan pada area sekitar
nyeri.
- Beri kompres hangat pada area nyeri.
3) Kolaborasi dengan pemberian analgesik secara periodik.
Rasional :
1) Membantu dalam menentukan status nyeri klien dan menjadi data dasar
untuk intervensi dan monitoring keberhasilan intervensi.
2) Meningkatkan rasa nyaman dengan mengurangi sensasi pada area yang
sakit.
3) Hipoksemia lokal dapat menyebabkan rasa nyeri dan peningkatan suplai
oksigen pada area nyeri dapat membantu menurunkan rasa nyeri.
4) Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi dapat meningkatkan respons
pengeluaran endorfin untuk memutus reseptor rasa nyeri.
5) Meningkatkan respons alirab darah pada area nyeri dan merupakan salah
satu metode pengalihan perhatian.
6) Meningkatkan respons aliran darah pada area nyeri.
7) Mempertahankan kadar obat dan menghindari puncak periode nyeri.
(Arif Muttaqin, 2008)
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Karsinoma Bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas. Penyebab dari kanker paru diantaranaya merokok, polusi udara, polusi
lingkungan kerja, rendahnya sudpan vitamin A, dan faktor Herediter. Secara umum
tanda dan gejala orang yang menderita kanker paru-paru, meliputi: perubahan pola
napas, batuk persisten, spuntum mengandung darah, sputum purulen, nyeri dada,
dispnea, demam berhubungan dengan satu atu dua tanda lain, wheezing, penurunan
berat badan , clubbing finger. Salah satu cara untuk meminimalisir agar tidak
menderita kanker paru yaitu dengan tidak merokok atau sebisa mungkin tidak
menghirup asap rokok. Karena di dalam rokok itu sendiri terdapat zat yang
membahayakan tubuh kita. Apalagi kalau sampai terhirup dan masuk ke dalam paru-
paru tentu saja paru-paru akan mengalami penurunan fungsi. Pada orang yang
menderita kanker paru dapat dilakukan 2 penanganan yakni, penatalaksanaan non
bedah seperti terapi oksigen, terapi obat, kemoterapi, imunoterapi. Namun jika kanker
sudah menginjak ke stadium yang membahayakan penatalaksanaan yang harus
dilakukan adalah pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin, dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah. Jakartab: EGC.
Jeremy P.T. Ward, Jane Ward, Richard M. Leach, dan Charles M. Wiener. 2009. At a Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.