askep encephalitis

21
Asuhan Keperawatan Pada Klien Encephalitis A. Pengertian Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Encephalitis juga disebut sebagai infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. B. Klasifikasi Klasifikasi Encephalitis didasarkan pada factor penyebabnya 1. Encephalitis supuratif akut dengan bakteri penyebab encephalitis adalah : Staphylococcus aureus, streptococcus, E. Coli, Mycobacterium, dan T. Pallidum. 2. Encephalitis virus dengan virus penyebab dalah : virus RNA (virus parotitis), virus morbili, virus rabies, virus rubella, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zozter, herpes simpleks, dan varicella. C. Perjalanan Penyakit Dibagi 3 stadium : 1. Stadium Prodromal Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat . Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Upload: fika-iskaryanti

Post on 21-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Encephalitis

Asuhan Keperawatan Pada Klien Encephalitis

A. Pengertian

Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan,

1997). Encephalitis juga disebut sebagai infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP)

yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.

B. Klasifikasi

Klasifikasi Encephalitis didasarkan pada factor penyebabnya

1. Encephalitis supuratif akut dengan bakteri penyebab encephalitis adalah :

Staphylococcus aureus, streptococcus, E. Coli, Mycobacterium, dan T. Pallidum.

2. Encephalitis virus dengan virus penyebab dalah : virus RNA (virus parotitis), virus

morbili, virus rabies, virus rubella, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,

herpes zozter, herpes simpleks, dan varicella.

C. Perjalanan Penyakit

Dibagi 3 stadium :

1. Stadium Prodromal

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,

muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat . Gejala lain berupa

gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang

disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia,

Paralisis syaraf otak.

2. Stadium ensefalitis akut

Pada stadium ini telah tampak tanda-tanda yang spesifik penting :

a. Tanda-tanda neurologis

b. Panas tinggi terus menerus sampai lebih dari 400C

c. Bradikardi yang relative

d. Wajah tampak datar, dull, seperti topeng

3. Stadium akhir dengan sequelae

Pada saat keradangan menghilang, suhu badan dan hematokrit menjadi normal,

stadium ketiga ini dimulai.tanda-tanda neurologis dapat menetap atau membaik. Bila

stadium ensefalitis berlangsung lama, maka penyebuhan berjalan lambat. Sequele

yang sering dijumpai adalah gangguan mental, emosi tidak stabil, perubahan

Page 2: Askep Encephalitis

kepribadian, dan paralysis motor neuron.prognosis menjadi lebih buruk jika demam

berlangsung lama, terjadi gangguan jalan nafas, kejang berulang dan lama, terjadi

albuminaria berat dan kadar protein cairan serebbrospunal meningkat. Angka

kematian berkisar antara 20-58% akibat edema paru. Bila penderita mendapatkan

perawatan yang sangat baik, penderita dapat sembuh sempurna terhadap sequele.

D. Tanda dan Gejala

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis encephalitis lebih kurang sama dan

khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa

Trias Ensephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer,

2000).

E. Pengobatan

1. Perawatan yang baik banyak menurunan angka kematian

2. Obat-obatan diberikan sesuai dengan gejala yang timbul pad masing-masing stadium.

a. Anti Konvulsan : Diazepam 0,3 mg/kg berat badan intravena atau fenobarbital

10% intramaskuler dengan dosis 0,5 cc sampai 1 cc.

b. Antipiretika : diberikan per oral atau per rectal aspirin. Dapat dibantu dengan

kompres dingin

c. Cairan Elektrolit, Infus dengan glukosa 5% dalam larutan garam faali

d. Suntkan IV glukosa hipertonis, mannitol atau dekstran untuk mencegah edema

cerebral.

e. Oksigen : diberikan bila ada tanda-tanda hipoksia. Jalan nafas hendaknya selalau

dibersihkan untuk mencegah pneumonia.

f. Antobiotik : untuk mencegah infeksi sekunder pada paru dan saluran kemih.

F. Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke

dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

1. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ

tertentu.

2. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke

organ dan berkembang biak di organ tersebut.

Page 3: Askep Encephalitis

3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir

dan menyebar melalui sistem saraf.

Faktor-faktor predisposisi: pernah mengalami campak, cacar air, herpes & bronkopneumonia

Reaksi kuman patogen

Peradangan di otak

8.Gangguan mobilitas fisik

Suhu tubuh meningkat

Kejang nyeri kepala Kesulitan mengunyah

Sulit makan

Virus/bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen, & melalui saraf-saraf

1.Gangguan perfusi jaringan serebral

3. hipertermi

Pembentukan transudat dan eksudat

5.Resiko tinggi trauma

6. Nyeri

4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Kesadaran menurun

Iritasi korteks serebral area fokal

Kerusakan saraf cranial V

Kerusakan saraf cranial IX

Edema serebral

Penumpukan sekret

2.Gangguan bersihan jalan nafas

Page 4: Askep Encephalitis

G. Pengkajian

1. Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya

untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kejang disertai penurunan tingkat

kesadaran.

2. Riwayat penyakit saat ini

Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,

mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya.

Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s

akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.

Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan

luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack,

perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda

neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf

otak. (Erfandi, 2010).

3. Riwayat penyakit dahulu

Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan

kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,

1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak.

Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk

keadaan. Kemudian pernahkah klien mengalami cacar air, campak, herpes dan

bronkopneumonia. Untuk anak perlu dikaji pernahkah menderita penyakit yang

disebabkan oleh virus seperti virus influenza, varicella, adenovirus, kokssakie,

echovirus atau prainfluenza, infeksi bakteri, parsit satu sel, cacing, fungus, riketsia.

4. Riwayat psikososial

Usia, tahap perkembangan, kesenangan/kebiasaan, benda yang disukai, interaksi

keluarga, pola kebiasaan, waktu tidur, pengalaman sakit dan perawatan sebelumnya.

Pengkajian usia dan tahap perkembangan anak bertujuan untuk menilai dan

memantau perkembangan anak sesuai dengan usianya dan mengajarkan perilaku yang

tepat sesuai perkembangan anak.

Page 5: Askep Encephalitis

5. Pemeriksaan fisik

a. Breathing

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada

klien encephalitis yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan encephalitis

berhubungan akumulasi secret dari penurunan kesadaran.

b. Blood

Pengkajian pada sitem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik

yang sering terjadi pada klien encephalitis.

c. Brain

Pengkajian brain merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada system lainnya.

6. Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien encephalitis biasanya berkisar pada

tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka

penilaia GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadarn klien dan bahan evaluasi

untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.

7. Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara

klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien encephalitis

tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

8. Pemeriksaan saraf cranial

a. Saraf I : Olfaktorius, fungsi penciuman biasanya kelainan pada klien encephalitis

b. Saraf II : Optikus, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan

papiledema mungkin didapatkan terutama pada encephalitis supuratif disertai

abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.

c. Saraf III, IV, VI : Okulomotorius, Troklearis, Abdusens, pemeriksaan fungsi dan

reaksi pupil pada klien encephalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran

biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut, encephalitis yang telah mengganggu

kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.

Page 6: Askep Encephalitis

Dengan alas an yang tidak diketahui, klien encephalitis mengeluh mengalami

fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

d. Saraf V : Trigeminus, pada klien encephalitis didapatkan paralisis pada otot

sehingga mengganggu proses mengunyah.

e. Saraf VII : Fasialis, persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris

karena adanya paralisis unilateral.

f. Saraf VIII : Vestibulokoklearis (Vestibularis, Koklearis), tidak ditemukan adanya

tuli konduktif dan tuli persepsi.

g. Saraf IX dan X : Glosofaringeus dan vagus, kemampuan menelan kurang baik

sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.

h. Saraf XI : Assesorius, tidak ada arofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

i. Saraf XII : Hipoglosus, lidah simetris tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak

ada fasikulasi. Indra pengecapan normal

4. System motorik

Kekakuan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada encephalitis

tahap lanjut mengalami perubahan.

5. Pemeriksaan reflex

Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum

derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien

encephalitis dengan tingkat kesadaran koma.

6. Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya gerakan tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan tertentu

klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak encephalitis disertai

peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan

dengan encephalitis.

7. System sensorik

Pemeriksaan sensorik pada encephalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal,

perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, perasaan proprioseptif normal, dan

perasaan diskriminatif normal.

Page 7: Askep Encephalitis

8. Bladder : pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya

volume haluaaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan

penurunan curah jantung ke ginjal.

9. Bowel : mual sampai muntah duhubungkan dengan peningkatan produksi asam

lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien encephalitis menurun karena anoreksia dan

aanya kejang.

10. Bone : penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan

mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih

banyak dibantu oleh orang lain.

H. Diagnose dan Intervensi keperawatan

1. Dx 1 : Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakarnial.

Data penunjang : Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran

menurun, bingung, delirium, koma. Perubahan reflex-refleks, tanda-tanda neurologis,

tanda-tanda peningkatan tekanan intrakarnial (bradikardi, tekanan darah meningkat),

nyeri kepala hebat.

Intervensi

a. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien

berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi. R/ untuk mencegah nyeri

kepala yang menyertai perubahan TIK.

b. Monitor tanda-tanda peningkatan TIK selama perjalanan penyakit (nadi lambat,

tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irregular, reflex pupil

menurun, kelemahan). R/ untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus

dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.

c. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30menit. Catat dan laporkan

segera perubahan-perubahan TIK ke dokter. R/ perubahan-perubahan ini

menandakan ada perubahan TIK dan penting untuk intervensi awal.

d. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan gerakan klien, anjurkan untuk tirah

baring. R/ untuk mencegah peningkatan TIK

e. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan

tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher. R/ untuk mengurangi TIK.

Page 8: Askep Encephalitis

f. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB

(jangan enema). Anjurkan klien untuk memnghembuskan napas dalam bila miring

dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. R/ untuk mencegah

keregangan otot yang dapat menimbulkan TIK.

g. Waktu prosedur perawatandisesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode

relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. R/ untuk mencegah

eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.

h. Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien. R/ untuk mengurangi

disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu.

i. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan

intelektual. R/ untuk merujuk ke rehabilitasi.

j. Kolaborasi pemberia steroid osmotic. R/ untuk menurunkan TIK.

2. Dx 2 : Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi secret,

kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas kembali

efektif.

Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20x/mnt, tidak

menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), rinkhi (-/-), dapat

mendemonstrasikan cara batuk efektif.

Intervensi

a. Kaji fungsi paru adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman,

penggunaan otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputum. R/ memantau dan

mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval

yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya

kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan

diafragma berkembang dengan cepat.

b. Atur posisi fowler dan semifowler. R/ peninggian kepala tempat tidur

memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk

lebih efektif.

Page 9: Askep Encephalitis

c. Ajarkan batuk secara efektif. R/ klien berada pada resiko bila tidak dapat batuk

dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam

menelan sehinggamenyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut.

d. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada. R/ terapi fisik dada membantu

meningkatkan batuk lebih efektif.

e. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan

cairan 2500ml/hari. R/ pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental

dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

f. Lakukan pengisapan lender di jalan napas. R/ pengisapan mungkin diperlukan

untuk mempertahankan kepatatenan jalan napas menjadi bersih.

3. Dx 3 : Hipertermi berhubungan dengan reaksi kuman pathogen.

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam perawatan suhu tubuh menurun.

Criteria hasil : suhu tubuh normal 36-370 C.

Intervensi :

a. Monitor suhu tubuh kilen. R/ peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus rangsang

kejang pada klien.

b. Beri kompres dingin di kepala dan aksila. R/ memberikan respon dingin pada

pusat pengatur panas dan pada pembuluh darah besar.

c. Pertahankan bedrest total selama fase akut. R menguranhgi peningkatan proses

metabolism umum yang trejadi pada klien.

d. Kolaborasi pemberian terapi ATS dan antimikroba. R/ ATS dapat mengurangi

dampak toksin di jaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi

sekunder dari toksin.

4. Dx 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

keidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x24jam.

Criteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat

kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1kg. Hb dan albumin

dalam batas normal.

Intervensi

a. Observasi tekstur dan turgor kulit. R/ mengetahui status nutrisi klien.

Page 10: Askep Encephalitis

b. Lakukan oral hygiene. R/ kebersihan mulut merangsang nafsu makan.

c. Observasi asupan dan keluaran. R/ mengetahui keseimbangan nutrisi klien.

d. Observasi posisi dan keberhasilan sonde. R/ untuk menghindari risiko

infeksi/iritasi.

e. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk. R/

untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien.

f. Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya secret. R/ dengan

mengkaji factor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan klien dan

mencegah risiko aspirasi.

g. Auskultasi bising usus, amati penurunan atau hiperaktivitas bising usus. R/ fungsi

gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respons

pemberian makan atau terjadinya komplikasi misalnya pada ileus.

h. Timbang berat badan sesuai indikasi. R/ unuk mengevaluasi efektivitas dari

asupan makanan.

i. Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala. R/ menurunkan risiko

regurgitasi atau aspirasi.

j. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan. R/

untuk klien untuk lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.

k. Stimulasi bibir untk menutup dan membuka mulut, secara manual dengan

menekan menekan ringa di atas bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan. R/

membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan control muscular.

l. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu. R/ memberikan

stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk

menelan dan meningkatkan masukan.

m. Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang. R/ klien dapat

berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari luar.

n. Mulailah untuk memberikan makan per oral setengah cair dan makanan lunak

etika klien dapat menelan air. R/ makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan

di dalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi.

o. Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum. R/ menguatkan otot fasial

dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.

Page 11: Askep Encephalitis

p. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan. R/ dapat

meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan.

q. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan

melalui selang. R/ mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan

juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui

mulut.

5. Dx 4: Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali

Criteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien

memverbalisasikan penurunan rasa sakit

Intervensi

a. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang. R/ menurunkan reaksi

terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan

menganjurkan klien untuk beristirahat.

b. Kompres dingin (es) pada kepala. Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh

darah otak.

c. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas

dalam. R/ membantu menurunkan/memutuskan stimulasi sensasi nyeri.

d. Lakukan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati. R/

dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa

tidak nyaman.

e. Kolaborasi pemberian analgesic. R/ mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa

sakit. Catatan : narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status

neurolofis sehingga sukar untuk dikaji.

6. Dx 5 : Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,

penuruna kekuatan otot, penuruna kesadaran, kerusakan persepsi /kognitif.

Tujuan : tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi

pencernaan dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik.

Criteria hasil : skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal.

Intervensi

Page 12: Askep Encephalitis

a. Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi. R/ mengidentifikasi

kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi.

b. Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan. R/ tingkat

ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care

(memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan komplit dari

perawat dank lien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera

yang tinggi).

c. Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien. R/ perubahan posisi teratur

dapat mendistribusikan berat badan secara mnyeluruh dan menfasilitasi peredaran

darah serta mencegah dekubitus.

d. Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat, berian latihan ROM pasif pada klien

sudah bebas panas kejang. R/ mencegah terjadinya kontraktur atau footdrop serta

dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya.

e. Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien

dengan bahan linen, dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering. R/

memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit.

f. Berikan perawatan mata, bersihkan mata, dan tutup dengan kapas basah sesekali.

R/ melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata terus mnerus.

g. Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit. R/ indikasi adanya

kerusakan kulit.

7. Dx 6 : Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status

mental, dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang dusebabkan

oleh kejang dan penurunan kesadaran.

Criteria hasil : klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.

Intervensi

a. Monitor kejang pada tngan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya. R/ gambaran

iritabilitasi system saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi

ang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

b. Persiapkan lingkungan yang amanseperti batasan ranjang, papan pengaman, dan

alat suction selalu berada dekat klien. R/ melindungi klien jika kejang terjadi.

Page 13: Askep Encephalitis

c. Perahankan bedrest total selama fase akut. R/ mengurangi risiko jatuh/cedera jika

terjadi vertigo dan ataksia.

d. Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbital. R/ untuk mencegah atau

mengurangi kejang. Catatan: fenobrbital dapat menyebabkan depresi pernapasan

dan sedasi.

ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS

Oleh Kelompok 5

Kelsa IIA Semester IV

Chairul

Devi Rosanti

Dian Ukhtiani

Elsa Mellini

Hamka

Herna Yunita

Page 14: Askep Encephalitis

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2011