asli
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia
untuk melakukan pembangunan di segala bidang. Pendidikan memungkinkan manusia
untuk terus tumbuh dan berkembang dengan potensi yang dimilikinya hingga mampu
untuk mengoptimalkan kemampuannya. Kesuksesan pendidikan berkaitan erat dengan
proses belajar dan mengajar yang dapat mengembangkan bakat, minat dan kepribadian
setiap peserta didik. Segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk menyediakan atau
menciptakan manusia- manusia terdidik bagi kepentingan bangsa dan negara.
Pendidikan menyediakan banyak cabang ilmu pengetahuan yang akan
dibutuhkan peserta didik untuk mendukung kemampuannya dalam kepentingan bangsa
dan negara salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum sekolah dan diajarkan disetiap jenjang
sekolah, baik tingkat dasar, menengah, maupun di perguruan tinggi. Menurut Dreeben
(Hamzah, 2001:7) matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan
jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Sedangkan
menurut Sujono (Hamzah, 2001:8) matematika perlu diajarkan di sekolah karena
matematika menyiapkan siswa menjadi pemikir dan penemu, matematika menyiapkan
siswa menjadi warga negara yang hemat, cermat dan efisien dan matematika membantu
1
2
siswa mengembangkan karakternya. Pendapat yang lain adalah pendapat Stanic
(Hamzah, 2001:8) menegaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah
adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan
kritis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran
matematika di sekolah merupakan hal penting yang dibutuhkan suatu negara untuk
membentuk generasi pembangunan yang berkualitas.
Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan obyek dan
belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa ikut berpartisipasi
ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang dipelajari. Sedangkan dalam
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran aktif, fungsi guru adalah menciptakan
suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal.
Berdasarkan hasil pengamatan, proses pembelajaran yang digunakan di SMP
Muhammadiyah 7 Panton Labu adalah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
oriented). Siswa masih belum aktif dalam kegiatan pembelajaran dan selama
pembelajaran guru lebih menekankan penyampaian tekstual serta kurang
mengembangkan motivasi dan kemampuan belajar matematika. Metode pembelajaran
seperti ini umumnya dikenal sebagai metode ekspositori. Diskusi antar kelompok jarang
dilakukan pada metoda ini sehingga interaksi dan komunikasi antara siswa dengan siswa
lainnya maupun dengan guru masih belum terjalin selama proses pembelajaran.
3
Pembelajaran matematika dengan metode ekspositori cenderung meminimalkan
keterlibatan siswa sehingga guru nampak lebih aktif. Kebiasaan bersikap pasif dalam
pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru
mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton
dan kurang menarik. Hal ini masih dianggap kurang mendukung tujuan setiap proses
belajar mengajar yang menginginkan hasil yang optimal. Kegiatan ini akan tercapai
secara optimal jika siswa sebagai subjek terlibat secara aktif baik fisik maupun emosinya
dalam proses belajar mengajar.
Menyangkut hal tersebut, maka dibutuhkan satu metoda yang mampu
meningkatan aktivitas, pola berfikir kritis, dan kreatif serta hasil belajar matematika
khususnya pokok bahasan bangun ruang. Bangun ruang merupakan materi yang sangat
penting dikuasai karena materi ini banyak diaplikasikan dalam ilmu pengetahuan lain,
salah satunya sangat berguna bagi siswa yang ingin melajutkan pendidikan ke jurusan
yang berbasis matematika. Bangun ruang juga sangat dibutuhkan dalam
implementasinya terhadap pendidikan berbasis masyarakat sebagai proses aplikasi
mengingat banyak hal tidak terlepas dari bangun yang bervolum.
Permasalahan di atas menuntut guru mencari solusi guna membantu siswa agar
lebih mudah dalam memahami materi bangun ruang dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mencakup suatu kelompok
kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,
4
menyelesaikan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan
bersama lainnya. Salah satu cooperative learning adalah STAD. Menurut Suherman dkk
(2003:260) inti dari STAD (Student TeamsAchievementDivisions) adalah guru
menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang
terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh
guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap
kelompok kepada guru. Berdasarkan uraian sebelumya, peneliti, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: Meningkatkan Kemampuan Siswa pada Materi
Bangun Ruang Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Kelas
VII SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu Tahun Pelajaran 2011/2012.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
iniadalah Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yang
dapat meningkatkan kemampuan siswa pada materi Bangun Ruang dikelas VII di SMP
Muhammadiyah 7 Panton Labu?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran tipe STAD yang dapat
5
meningkatkan kemampuan siswa pada materi bangun ruang dikelasVII SMP
Muhammadiyah 7 Panton Labu.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti, Guru dan Sekolah
Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya yang
terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan tentang model
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. informasi
bagi lembaga (sekolah) terkait dalam meningkatan mutu pendidikan di Provinsi
Aceh.
2. Bagi Siswa
Memudahkan siswa dalam memahami materi matematika khususnya bangun
ruang dengan semangat kerjasama antar siswa, motivasi dan daya tarik siswa
terhadap matematika.
6
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Belajar
Gagne dan Berliner (dalam Anni, 2005:2) menyatakan bahwa “belajar merupakan
proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman”.
Morgan (dalam Anni, 2005:2) menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan relatif
permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman”. Slavin (dalam Anni,
2005:2) menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh
pengalaman”.
Menurut Hitzman belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri
manusia disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia
(Muhibbin, 2005:90). Kegiatan belajar merupakan unsur yang sangat mendasar dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Jadi perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi prilaku dalam kehidupan
sehari-hari dalam batas tertentu.
Menurut Hamalik (2003:50) terdapat unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar
diantaranya: 1) motivasi siswa, 2) bahan belajar, 3) alat bantu belajar, 4) suasana belajar, 5)
kondisi subjek yang belajar. Kelima unsusr inilah yang bersifat dinamis yang dapat berubah,
menguat atau melemah yang mempengaruhi kualitas belajar siswa. Proses belajar pada
6
7
hakikatnya Merupakan perubahan dalam tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu yang
berulang-ulang berdasarkan keadaan seseorang. Pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan
siswa. (Suyitno, 2004:2)
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan pengertian belajar maka
dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang sama dan berulang-ulang
dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku tersebut meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan
pemahaman. Sedang yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah
interaksi antara individu dengan lingkungannya.
2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ismail (dalam Widyantini, 2008:4), istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Suatu
model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi
atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya,
tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar
model tersebut dapat dilaksanakan, serta lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Menurut Muslimin (2000), semua model pembelajaran
ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan.
8
Menurut Muslimin (2000), pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Wina (2006), model
pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada
empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam
kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan
adanya tujuan yang harus dicapai. Sementara menurut Anita dalam Cooperative
Learning (dalam Widyantini, 2008:4), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di
dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman
daritemannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Menurut banyak keluhan-
keluhan guru tentang pembelajaran yang menggunakan diskusi kelompok yang sudah
dilakukan, diantaranya:
a. pemborosan waktu;
b. siswa tidak dapat bekerjasama dengan teman secara efektif dalam kelompok;
c. siswa yang rajin dan pandai merasa pembagian tugas dan penilaiannya tidak adil;
d. siswa yang kurang pandai dan kurang rajin akan merasa minder bekerjasama dengan
teman-temannya yang lebih mampu;
9
e. terjadi situasi kelas yang gaduh.
Telah disebutkan di atas bahwa tidak semua kerja dengan menggunakan diskusi
kelompok bisa dianggap sebagai belajar dengan pembelajaran kooperatif. Oleh karena
itu, guru perlu mengembangkan wawasan tentang pembelajaran kooperatif sehingga
dapat meminimalkan keluhan-keluhan yang ada. Ada unsur-unsur dasar dimana suatu
pembelajaran disebut pembelajaran kooperatif. Dalam proses pembelajaran kooperatif,
siswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka
harusmengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000) adalah sebagai
berikut.
a) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
b) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama di antara anggota kelompoknya.
d) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
e) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
10
f) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin, anggota
kelompok berasal dari suku atau agama yang berbeda serta memperhatikan
kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing
individu.
Menurut Muslimin (2000), hasil penelitian yang menunjukkan manfaat
pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah antara lain:
meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
a) rasa harga diri menjadi lebih tinggi;
b) memperbaiki kehadiran;
c) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;
d) perilaku mengganggu menjadi lebih kecil;
e) konflik antar pribadi berkurang;
f) sikap apatis berkurang;
g) motivasi lebih besar atau meningkat;
11
h) hasil belajar lebih tinggi;
i) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
Tabel 2.1 Sintaks/langkah dalam pembelajaran kooperatif
Langkah Indikator Tingkah Laku GuruLangkah 1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswaGuru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa.
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menginformasikan pengelompokkan siswa.
Langkah 4 Membimbing kelompok belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
Langkah 5 evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
Sumber: Widyantini, 2008:6
Menurut Arends (1997), model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai 3 (tiga) tujuan yakni :
a. Pretasi Akademik
12
Belajar kooperatif sangat mengunungkan baik bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi maupun kemampuan rendah. siswa berkemamapuan lebih
tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam
proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademis mendapat
keuntungan, karena pengetahuannya dapat lebih mendalam.
b. Penerimaan akan keanekaragaman
Belajar kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai laar belakang
dan kondisi, untuk berkerja dan saling bergantung pada tugas–tugas rutin,
melalui penggunaan struktur penghargaan kooperati dapat belajar menghargai
satu sama lain.
c. Pengembangan ketrampilan sosial.
Belajar kooperatif bertujuan mengajarkan pada siswa keterampilan–
keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli
antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau Sharan (1990) adalah tipe Jigsaw, tipe
NHT (Number Heads Together), tipe TAI (Team Assited Individualization), dan tipe
STAD (Student Teams Achievement Divisions). Dalam penelitian ini, akan dibahas
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Alasan dipilih pembahasan pembelajaran
13
kooperatif tipe STAD karena pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Selain itu, dapat digunakan untuk
memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut
telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang
lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin. Langkah-langkah
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam
menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain dengan
metode penemuan terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus
dilakukan dalam satu kali pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan
diperoleh nilai awal kemampuan siswa.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 anggota,
dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-
beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari
budaya atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
d) Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah
diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan
14
utamanya adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep
dan materi. Bahan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar
kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai.
e) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu
f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
emberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
g) Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan kooperatif yang paling
sederhana sehingga mudah digunakan oleh guru-guru yang baru mulai menggunakan
pendekatan pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin (1995,1997) STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang
tetap seperti berikut ini:
1. Mengajar.Guru menyajikan materi pembelajaran. penyajian materi ini meliputi komponen, yakni pendahuluan, pengembangan dan praktek terbimbing pelajaran.
2. Kegiatan kelompok .Siswa berkerjasama dalam kelompok masing-masing untuk mengauasi materi pembelajaran.
3. Tes. siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual (misalnya tes essay atau kinerja)
4. Penghargaan tim.skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim, dan sertifikat laporan berkala kelas, ataa papan pengumuman digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tinggi.
15
Pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD, setelah guru mengajarkan
suatu materi pelajaran, siswa bekerja dalam kelompok dengan dilengkapi lembar kerja
siswa (LKS). Tugas yang ada di dalam LKS terdiri dari tugas-tugas yang dapat
membantu siswa dalam menuntaskan materi pelajaran. Anggota dalam satu kelompok
dapat saling membantu dalam memahami materi tersebut. Di akhir kegiatan
pembelajaran, wakil dari tiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan
kelompok lain menanggapi hasil kerja kelompok tersebut. Setiap minggu atau tiap dua
minggu siswa akan diberi tes, biasanya seaara individual. Nilai yang diperoleh dalam
tes, bagi kelompok yang memperoleh nilai tinggi diberi penghargaan.
Siswa tetap berada dalam kelompok yang sama selama beberapa kali pertemuan.
Aktivitas siswa antara lain mengikuti penjelasan guru secara aktif, bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas dalam kelompok, memberikanpenjelasan kepada teman
sekelompoknya, mendorong kelompok untuk berpartisipasi secara aktif, berdiskusi, dan
sebagainya. Agar pembelajaran berlangsung secara efektif, siswa diberikan lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman sekelompoknya
untuk mencapai ketuntasan belajar. Belajar belum selesai jika salah satu teman
sekelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,
penghargaan diberikan kepada kelompok. Berikut ini langkah–langkah yang umum
16
dilakukan pada model pembelajaran koopretif tipe STAD di dalam kelas (lihat juga
Tabel 2.1).
1. Penyajian kelas
Materi atau bahan dalam pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada awalnya di
sampaikan pada penyajian kelas. Penyajian kelas ini biasanya menggunakan pengajaran
langsung atau diskusi yang dipimpin guru. Penyajiankelas dapat pula menggunakan
audio visual. Penyajian materi pelajaran dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
hanya difokuskan pada pokok-pokok tertentu yang di anggap paling penting.
Gambar 2.1 Guru memberikan penjelasan fungsi kelompok
2. Pembentukan kelompok
17
Kelompok dibentuk terdiri dari empat atau lima siswa dengan memperhatikan
tingkat kemampuan siswa jenis kelamin, ras atau etnis. Fungsi utama dari kelompok
adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan
belajar, dan untuk lebih spesifik adalah mempersiapkan anggota kelompok menghadapi
kuis (tes). Setelah guru menyajikan materi pelajaran, setiap kelompok mempelajari
materi secara bersama. Belajar bersamaini meliputi mendiskusikan masalah,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi miskonsepsi jika ada anggota kelompok yang
tidak memahami materi atau membuat kesalahan.
Salah satu cara pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan hasil nilai siswa
adalah seperti berikut ini (lihat tabel 2.2).
Tabel 2.2 Contoh pembagian kelompok berdasarkan hasil nilai siswa
Kemampuan No. Nama Ranking Kelompok
Tinggi
1 Trogonraja 1 A2 Elang 2 B3 Kusuma 3 C4 Valentinus 4 D
Sedang
5 Fitrya 5 D6 Rohman 6 C7 Fakri 7 B8 Ridwan 8 A9 Anwaruddin 9 A10 Fauzia 10 B11 Fahmi 11 C12 Vinsen 12 D
Rendah
13 Febrian 13 D14 Andrew 14 C15 Restu 15 B16 Respati 16 A
18
Sumber: Widyantini, 2008:8
Kelompok A terdiri dari Trogonraja, Ridwan, Anwarudin, dan Respati.Kelompok
B terdiri dari Elang, Fakri, Fauzia, dan Restu. Kelompok Cterdiri dari Kusuma, Rohman,
Fahmi, dan Andrew. Sementara itu,kelompok D terdiri dari Valentinus, Fitrya, Vinsen,
dan Febrian.Menurut Slavin (1995), guru memberikan penghargaan pada
kelompokberdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke
nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.
3. Kuis
Setelah siswa belajar dalam kelompoknya masing-masing, siswa diberikan kuis
secara individual maupun kelompok. Saat menjawab kuis yang diberikan kepada
kelompok berupa pertanyaan yang berasal dari siswa kelompok lain atau dari guru.
Siswa dalam satu kelompok wajib mendiskusikan dan menjawabnya. Dan keaktifan
siswa dalam kelompok akan dilihat dan dinilai langsung oleh guru. Berbeda dengan kuis
yang diberikan untuk kelompok, kuis yang diberikan secara individual tidak dibenarkan
adanya diskusi dan saling membantu walau satu kelompok. Siswa sebagai individu
bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipelajarinya.
19
Gambar 2.2 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran4. Skor peningkatan individual
Ide ini dimaksudkan untuk memberikan setiap siswa tujuan yang dapat diperoleh
jika ia bekerja keras dan melakukan lebih baik. Setiap siswa dapat memberikan
kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor, untuk itu siswa harus
bekerja secara baik Siswa rnemperoleh poin untuk kelompoknya didasarkan pada derajat
skor kuis mereka (persentase benar) melampaui skor dasar mereka.Perhitungan skor
perkembangan/peningkatan individual seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3Perhitungan Nilai Peningkatan
Skor tes akhirNilai
Peningkatan
Lebih dari 20 poin dibawah skor awal
20 hingga 1 poin dibawah skor awal
5
10
20
Skor awal hingga 20 poin diatas skor
awal lebih dari 20 poin diatas skor awal
nilai sempurna
20
30
30
Sumber: (Maidiyah, 2004:12)
5. Penghargaan kelompok
Kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya
melampui kriteria tertentu. Adapun tingkat penghargaan terhadap prestasi kelompok
adalah kelompok dengan rata-rata skor 15 disebut kelompok batik, kelompok dengan
rata-rata skor 20 disebut kelompok hebat, kelompok dengan rata-rata skor 25 disebut
kelompok super. Skor kelompok siswa dapat juga digunakan untuk menentukan hingga
20% nilai mereka (lihat Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Tingkat Penghargaan Kelompok
Nilai rata – rata kelompok Penghargaan
5-1415-2425-30
BaikHebatSuper
Sumber: (Maidiyah, 2004:12)
Menurut Slavin (1995), guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah
siswa bekerja dalam kelompok.Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok
dijelaskansebagai berikut.Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok, yaitu:
21
a) menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)dapat
berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangansebelumnya;
b) menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswabekerja dalam
kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-ratanilai kuis I dan kuis II
kepada setiap siswa, yang kita sebut dengannilai kuis terkini;
c) menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukanberdasarkan
selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masingsiswa dengan
menggunakan kriteria berikut ini (lihat Tabel 2.5).
Tabel 2.5 Tabel nilai peningkatan hasil belajar
Kriteria Nilai PeningkatanNilai kuis/tes terkini turunlebih dari 10 poin di bawah nilai awal
5
Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai 10 poindi bawah nilai awal
10
Nilai kuis/testerkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 poin di atas nilai awal
20
Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10poin di atas nilai awal
30
Sumber: Widyantini, 2008:9
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilaipeningkatan yang
diperoleh masing-masing kelompok denganmemberikan predikat cukup, baik, sangat
baik, dan sempurna.Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk, 2000):
22
a) Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15(rata-rata nilai
peningkatan kelompok < 15)
b) Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20(15 < rata-rata
nilai peningkatan kelompok < 20)
c) Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20dan 25 (20 <
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25)
d) Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atausama dengan 25
(rata-rata nilai peningkatan kelompok > 25). Contoh proses penentuan
penghargaan kelompok.
Tabel 2.6 Contoh proses penentuan penghargaan kelompok
Kelompok/ No.
Nama Siswa
Tes Awal
Nilai Kuis
Nilai Kuis II
Rata-rata nilai kuis
I & II
Nilai peningkatan
Nilai Penghargaan Kelompok
I1 Andi 96 97 96 96 20
26 Sempurna
2 Cahya 76 100 100 100 303 Faiz 88 95 96 95 204 Fatma 45 72 62 67 305 Anita 34 31 60 45 30
130Rata-rata= 130:5
=26Pengharagaan kelompok II adalah Sangat Baik
II1 Robin 100 98 98 98 10 18
Sangat Baik2 Jako 73 94 46 70 103 Mefanu 71 83 100 91 30
23
4 Prasetyo - 96 86 91 -5 Budi 66 100 100 100 30
80Rata-rata
= 80:5=18
Pengharagaan kelompok II adalah Sangat BaikSumber: Widyantini, 2008:9
Keterangan:
Nilai dasar (awal) = nilai tes awal.
Nilai kuis/tes terkini = rata-rata nilai kuis I dan kuis II.
Nilai penghargaan kelompok = rata-rata nilai peningkatan di kelompok.
2.4 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika
Langkah-langkah pembelajaran matematika yang akan diterapkan pada model
pembelajaran tipe STAD dengan pendekatan interaktif dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Langkah 1:Penyajian kelas
Materi atau bahan dalam pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada awalnya di
sampaikan pada penyajian kelas. Penyajian kelas ini biasanya menggunakan pengajaran
langsung atau diskusi yang dipimpin guru. Penyajian kelas dapat pula menggunakan
audio visual. Penyajian materi pelajaran dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
hanya difokuskan pada pokok-pokok tertentu yang di anggap paling penting.
Langkah 2: Pembentukan kelompok
24
Kelompok dibentuk terdiri dari empat atau lima siswa dengan memperhatikan
tingkat kemampuan siswa jenis kelamin, ras atau etnis. Fungsi utama dari kelompok
adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok terlibat dalam kegiatan
belajar, dan untuk lebih spesifik adalah mempersiapkan anggota kelompok menghadapi
kuis (tes). Setelah guru menyajikan materi pelajaran, setiap kelompok mempelajari
materi secara bersama. Belajar bersama ini meliputi mendiskusikan masalah,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi miskonsepsi jika ada anggota kelompok yang
tidak memahami materi atau membuat kesalahan.
Langkah 3: Kuis
Setelah siswa belajar dalam kelompoknya masing-masing, siswa diberikan kuis
secara individual. Saat mengerjakan kuis, siswa dalam satu kelompok tidak boleh saling
membantu. Siswa sebagai individu bertanggung jawab terhadap apa yang telah
dipelajarinya.
Langkah 4: Skor peningkatan individual
Ide ini dimaksudkan untuk memberikan setiap siswa tujuan yang dapat diperoleh
jika ia bekerja keras dan melakukan lebih baik. Setiap siswa dapat memberikan
kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor, untuk itu siswa harus
bekerja secara baik
Langkah 5: Penghargaan kelompok
25
Kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya
melampui kriteria tertentu. Adapun tingkat penghargaan terhadap prestasi kelompok
adalah kelompok dengan rata-rata skor 15 disebut kelompok batik, kelompok dengan
rata-rata skor 20 disebut kelompok hebat, kelompok dengan rata-rata skor 25 disebut
kelompok super. Skor kelompok siswa dapat juga digunakan untuk menentukan hingga
20 % nilai mereka.
2.4 Materi Bangun Ruang
2.4.1 Prisma
Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang sejajar serta beberapa
bidang yang saling berpotongan menurut garis-garis sejajar. Dua bidang yang sejajar
dinamakan bidang alas dan bidang atas. Bidang-bidang lainnya disebut sebagai bidang
tegak. sedangkan jarak antara kedua bidang disebut tinggi prisma.
Prisma diberi nama berdasarkan bentuk segi-n pada bidang alas atau bidang atas.
prisma ada dua jenis yaitu prisma tegak dan prisma miring, Pada bahasan ini khusus
dibahas prisma tegak saja. prisma tegak adalah prisma yang rusuk-rusuk tegaknya tegak
lurus terhadap bidang alas.
26
Gambar 2.3 Prisma tegak segi empat ABCD, EFGH
a. A,B,C,D,E F,G,H adalah titik-titik sudut prisma
b. Segi empat ABCD adalah bidang alas prisma
c. Segi empat EFGH adalah bidang atas prisma
d. ABEF,DCHG, BCHE, dan ADGF adalah sisi - sisi tegak prisma
e. AB, BC, CD,DA adalah rusuk-rusuk prisma pada bidang alas
f. FE, EH,HG,GF adalah rusuk-rusuk prisma pada bidang datar
g. AF, BE,CH,dan DG adalah rusuk tegak prisrna
h. DBEG disebut bidang diagonal
2.4.2 Limas
Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segi-n (yang disebut
bidang alas) dan beberapa buah bidang berbentuk segitiga (yang disebut bidang tegak)
yang bertemu pada satu titik persekutuan (yang disebut titik puncak). Limas diberi nama
berdasar segi-n pada bidang alasnya.
27
Gambar2.4 Limas segi empat T,ABCD
a. A,B,C,D adalah titik sudut limas dan T adalah titik puncak
b. AB,BC,CD, DA adalah rusuk bidang sisi alas limas
c. TA,TB,TC,TD adalah rusuk sisi bidang tegak limas
d. TAB,TBC,TCD,TAD adalah bidang sisi tegak limas
e. TP disebut tinggi limas
f. BDT disebut bidang diagonal limas.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan melihat
hasil belajar siswa berdasarkan nilai evaluasi yang dilakukan pada bidang studi
matematika. Pelaksanaan penelitian difokuskan dalam pokok bahasan Bangun Ruang Sisi
Datar, yakni pada kelas VII semester genap tahun pelajaran 2011/2012, model
28
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang dipilih dalam pelakanaan penelitian
ini adalah model STAD.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu Kabupaten
Aceh Utara, termasuk SMP tempat peneliti mengajar guna memudahkan pemantauan
perubahan kemampuan siswa. Peneliti merupakan penduduk daerah sekitar sekolah dan
mengenal siswa yang umumnya juga bermukim di daerah yang sama. Hal ini semakin
memudahkan peniliti untuk melakukan perbandingan keaktifan siswa sebelum menerima
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan setelah
menerima pembelajarannya. Sekolah ini masih termasuk sekolah pedalaman karena
jarak jangkau dari pusat kota yang cukup jauh. Kondisi ini menyulitkan siswa untuk
mendapatkan fasilitas pendukung seperti bahan bacaan praktis matematika seperti dari
initernet. Guru yang dilibatkan secara langsung dalam penelitian ini adalah guru kelas
VII dan Kepala Sekolah.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-1 SMP Muhammadiyah 7 Panton
Labu Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 28 siswa dan terdiri dari 12 siswa laki–laki dan 16
orang siswa perempuan. Penentuan subjek penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui
pertimbangan dari guru bahwa kelas tersebut belum pernah digunakan sebagai subjek penelitian.
27
29
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa hasil evaluasi dari tes awal
hingga tes akhir, keaktifan siswa, respon dari siswa maupun guru yang berada di
lingkungan sekolah khususnya di lingkungan kelas VII-1 dari setiap pertemuan selama
proses belajar mengajar dan data lainnya yang mendukung. Untuk mendapatkan data
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa:
1. Tes
Tes yang digunakan berupa kuis individu yang fungsinya untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa setelah mempelajari materi himpunan dengan menggunakan
model pembelajran kooperatif tipe STAD. Tes ini akan menghasilkan lembar
penghargaan untuk tiap siswa.
2. Observasi
Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi, yaitu observasi keaktifan
siswa dan observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Observasi
keaktifan siswa difokuskan pada pengamatan keaktifan siswa selama proses
pembelajaran pada materi bangun ruang. Sedangkan observasi pelaksanaan
pembelajaran STAD difokuskan pada aktivitas guru maupun siswa selama proses
pembelajaran. Dan pengamatan yang belum terdapat pada pedoman observasi dituliskan
pada lembar catatan lapangan.
30
3. Angket
Angket dibagikan dan diisi oleh siswa yang fungsinya untuk mengetahui respon
siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
tahap–tahap berikut ini:
1. Reduksi data, merupakan proses kegiatan menyeleksi, memfokuskan dan
menyederhanakan data yang diperoleh mulai awal kegiatan pengumpulan data
hingga penyusunan laporan hasil penelitian.
2. Penyajian data, dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang diperoleh dari
hasil reduksi. Seluruh informasi yang diperoleh disusun secara naratif yang
memungkinkan penelitian untuk membuat kesimpulan dan mengambil tindakan.
3. Penarikan kesimpulan, merupakan pengungkapan akhir dari setiap tindakan yang
diberikan. Kegiatan ini mencakup pencarian makna data dan memberikan
penjelasan. selanjutnya. dilakukan kegiatan verifikasi data.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa reduksi data yaitu
kegiatan pemilihan data, penyelenggaraan data serta transformasi data kasar dari hasil
catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif
31
yang disusun, diatur dan diringkas sehinggamudah untuk dipahami. Hal ini dilakukan
secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra
seprofesi. Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan
dicatat dalam penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yag telah ada (Sugiyono, 2005:83)
1. Analisis Hasil Belajar Siswa
Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan siswa, nilai
individu , skor kelompok dan penghargaan kelompok.
a. Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bawa siswa dinyatakan
lulus dalam setiap tes jika nilai yang diperoleh ≥ 65 dengan niali maksimum
100. Maka dalam penelitian ini juga menggunakan ketentuan yang ditetapkan
sekolah. Untuk menentukan persen (persen) ketuntasan siswa
dengan ,menggunakan persen (%) ketuntasan yaitu sebagai berikut:
Persentase (% ) ketuntasan= Jumlah siswa tuntasJumlah siswa
x 100 %
b. Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil belajar jangka pendeknya
yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai rat-rata pada setiap siklus. Dari data
diperoleh skor untuk setiap tes, rata-rata nilai siswa dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:
32
x=∑i=1
i=28
x1
n
, dengan x = nilai siswa; n= jumlah siswa
c. Peningkatan nilai individu siswa diperolej dengan membandingkan skor dasar
siswa (rata-rata nilai siswa sebelumnya) dengan nialai sekarag. Aturan
pemberian skor peningkatan individu mengikuti aturan dalam Widyantini
(2008: 9) seperti pada halaman 21.
d. Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-rata skor
tiap kelompok. Aturan perolehan penghargaan kelompok mengikuti aturan seperti
pada halaman 22 (Widyantini, 2008:9).
2. Analisis Data Observasi
Untuk memperoleh analisis data observasi yang baik, ada dua hal pokok yang
harus ditinjau yaitu data observasi keaktifan siswa dan data observasi kemampuan guru.
2a. Analisis Data Kemampuan Guru
Selain data keaktifan siswa, data kemampuan guru juga dibutuhkan untuk
menunjang keberhasilan model pemebelajaran kooperatif tipe STAD. Data kemampuan
guru berpedoman pada lembar observasi kemampuan guru. Peniliaian dilihat dari hasil
skor pada lembar observasi yang digunakan. Persentase diperoleh dari skor pada lembar
observasi dikualifikasikan untuk menentukan seberapa besar peran guru untuk
mengarahkan, membimbing dan pemahaman konsep yang akan dibawakan di dalam
kelas. Kemampuan guru dalam hal ini dilihat dari keaktifan kelas yang dibimbingnya
33
selama dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk setiap tindakan persentase
diperoleh dari rata-rata persentase kemampuan pada tiap pertemuan. Hasil data observasi
ini dianalisis dengan pedoman kriteria sebagai berikut (Tabel 3.1):
Tabel 3.1 Kriteria kemampuan guru
Persentase Kriteria
75% - 100% Sangat Tinggi
50% - 74, 99% Tinggi
25% - 49,99 % Sedang
0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar observasi terdapat
empat kriteria keaktifan. Cara menghitung persentase keaktifan siswa (Sugiyono,
2001:81) berdasarkan lembar observasi untuk tiap pertemuan adalah sebagai berikut:
Persentase=Skor keseluruhan yang diperolehkelompokJumlah kelompok x skor maksimum
x100 %
2b. Analisis data Observasi Keaktifan Siswa
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa yang
berpedoman pada lembar observasi keaktifan siswa. Peniliaian dilihat dari hasil skor
pada lembar observasi yang digunakan. Persentase diperoleh dari skor pada lembar
observasi dikualifikasikan untuk menentukan seberapa besar keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Untuk setiap siklus persentase diperoleh dari rata-rata
34
persentase keaktifan siswa pada tiap pertemuan. Hasil data observasi ini dianalisis
dengan pedoman kriteria sebagai berikut (Tabel 3.2):
Tabel 3.2 Kriteria keaktifan siswa
Persentase Kriteria
75% - 100% Sangat Tinggi
50% - 74, 99% Tinggi
25% - 49,99 % Sedang
0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar observasi terdapat
empat kriteria keaktifan. Cara menghitung persentase keaktifan siswa (Sugiyono,
2001:81) berdasarkan lembar observasi untuk tiap pertemuan adalah sebagai berikut:
Persentase=Skor keseluruhan yang diperolehkelompokJumlah kelompok x skor maksimum
x100 %
3. Analisis Angket Respon Siswa
Angket respon siswa terdiri dari 18 pertanyaan dengan rincian 16 butir
pertanyaan positif (+) dan dua butir pertanyaan negatif (-). Penskoran angket
untuk butir (+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk
jawaban kadang-kadang dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Untuk butir (-)
adalah skor 1 untuk jawaban selalu, 2 untuk jwaban sering, 3 untuk jawaban
kadang-kadang dan 4 untuk jawaban tidak pernah. Data hasil angket dibuat
kualifikasi dengan kriteria sebagai berikut:
35
Persentase= Jumlah skor hasil pengumpulan dataJumlahskor bila setiapbutir mendapat skor tinggi
x 100 %
Tabel 3.3 Kriteria respon siswa
Persentase Kriteria75% - 100% Sangat Tinggi
50% - 74, 99% Tinggi25% - 49,99 % Sedang0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket respon terdapat
empat pilihan jawaban sehingga terdapat empart kriteria respon. Cara menghitung
persentase angket respon menurut Sugiyono (2001:81) sebagai berikut:
Persentase= Jumlah skor hasil pengumpulan dataJumlahskor bila setiapbutir mendapat skor tinggi
x 100 %
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang telah
dilakukan pada materi bangun ruang dikelas VII-I SMP Muhammdiyah 7 PantonLabu
diperoleh hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa, Aktivitas siswa selama
pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran, serta respon. Analisis
data hasil penelitian yang telah diperoleh dilakukan dengan mengolah semua data atau
36
informasi yang diperoleh dari hasil observasi, angket dan data tes ujian, selajutnya
dideskripsikan dan dikelompokkan berdasarkan permasalahan masing–masing. Adapun
hasil penelitian yang telah diperoleh seperti uraian berikut.
4.1.1 Hasil Belajar Siswa
Sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi
bangun ruang kelas VII SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu, peneliti memberikan
pretes kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan sebelum dilaksanakan
kegiatan pembelajaran. Hasil prestes yang diberikan kepada siswa akan dijadikan
sebagai tolak ukur peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi bangun ruang. Data ini akan digunakan
sebagai data pembanding yang akan digunakan pada pemberian penghargaan terhadap
siswa sekaligus sebagai data pembanding tingkat keaktifan siswa. Berdasarkan pretes
yang telah diberikan kepada siswa, diperoleh data awal kemampuan siswa yang
ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kemampuan siswa sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD
No. NISN Nama SiswaNilai Prestes
Siswa
Keterangan
( KKM > 65 )
1 9981122936 Subjek 1 23 Tidak Tuntas
2 9981122913 Subjek2 36 Tidak Tuntas
36
37
3 9981122957 Subjek3 34 Tidak Tuntas
4 9991708669 Subjek4 32 Tidak Tuntas
5 9981122918 Subjek5 43 Tidak Tuntas
6 9981122939 Subjek6 44 Tidak Tuntas
7 9981122900 Subjek7 41 Tidak Tuntas
8 9981122937 Subjek8 43 Tidak Tuntas
9 9991708652 Subjek9 42 Tidak Tuntas
10 9986251656 Subjek10 35 Tidak Tuntas
11 9991708664 Subjek11 35 Tidak Tuntas
12 9935435681 Subjek12 24 Tidak Tuntas
13 9981122947 Subjek13 34 Tidak Tuntas
14 9981122954 Subjek14 56 Tidak Tuntas
15 9981122953 Subjek15 26 Tidak Tuntas
16 9981122920 Subjek16 25 Tidak Tuntas
17 9971300662 Subjek17 28 Tidak Tuntas
18 9981122955 Subjek18 26 Tidak Tuntas
19 9981122907 Subjek19 28 Tidak Tuntas
20 9991708680 Subjek20 38 Tidak Tuntas
21 9981122948 Subjek21 48 Tidak Tuntas
22 9981122934 Subjek22 59 Tidak Tuntas
23 9981122902 Subjek23 48 Tidak Tuntas
24 9991708684 Subjek24 46 Tidak Tuntas
25 9956452136 Subjek25 45 Tidak Tuntas
38
26 9991708656 Subjek26 43 Tidak Tuntas
27 9991708682 Subjek27 30 Tidak Tuntas
28 9981122919 Subjek28 38 Tidak Tuntas
29 9991708953 Subjek29 40 Tidak Tuntas
Jumlahrata–rata
37,59
Sumber: hasil tes
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, diketahui bahwa kemampuan siswa kelas SMP
Muhammadiyah 7 Panton labu sebelum model pembelajaran kooperatif tipe STAD
diterapkan bangun ruang di bawah nilai keteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 65
yang ditetapkan sekolah tersebut. Sehingga dalam hal ini, tidak ada siswa yang
mencapai ketuntasan berdasarkan KKM yang ditetapkan sekolah.
Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi
bangun ruang di kelas VII SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu. Penelitian memberikan
postes untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi bangun ruang untuk masing-
masing pertemuan. Postes diberikan kepada siswa mengenai pokok bahasan kubus dan
balok yang telah diajarkan. Berdasarkan postes yang diberikan kepada siswa, diperolah
data hasil belajar siswa pada materi bangun ruang seperti tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Kemampuan siswa setelah pembelajaran kooperatif tipe STAD
No. NISN Nama Siswa Nilai Prestes Siswa
Keterangan
39
( KKM > 65 )
1 9981122936 Subjek 1 75Tuntas
2 9981122913 Subjek 2 67Tuntas
3 9981122957 Subjek 3 78,5Tuntas
4 9991708669 Subjek 4 50,8Tidak Tuntas
5 9981122918 Subjek 5 68Tuntas
6 9981122939 Subjek 6 72Tuntas
7 9981122900 Subjek 7 45Tidak Tuntas
8 9981122937 Subjek 8 63Tidak Tuntas
9 9991708652 Subjek 9 76Tuntas
10 9986251656 Subjek 10 68Tuntas
11 9991708664 Subjek 11 85Tuntas
12 9935435681 Subjek 12 48Tidak Tuntas
13 9981122947 Subjek 13 67Tuntas
14 9981122954 Subjek 14 68Tuntas
15 9981122953 Subjek 15 47Tuntas
16 9981122920 Subjek 16 49Tidak Tuntas
17 9971300662 Subjek 17 45Tidak Tuntas
18 9981122955 Subjek 18 67Tuntas
19 9981122907 Subjek 19 76Tuntas
20 9991708680 Subjek 20 67Tuntas
21 9981122948 Subjek 2150
Tidak Tuntas
22 9981122934 Subjek 2278
Tuntas
40
23 9981122902 Subjek 2347
Tidak Tuntas
24 9991708684 Subjek 2467
Tuntas
25 9956452136 Subjek 2578
Tuntas
26 9991708656 Subjek 2678
Tuntas
27 9991708682 Subjek 2778
Tuntas
28 9981122919 Subjek 2868
Tuntas
29 9991708953 Subjek 2967
Tuntas
Jumlahrata – rata
65,29
Sumber: hasil tes
Dari data hasil belajar siswa pada materi bangun ruang seperti pada Tabel 4.2 di
atas, terlihat bahwa banyaknya siswa yang tidak mencapai ketuntasan belajar berjumlah
8 orang atau sebesar 27,59% sedangkan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan secara
individual berdasarkan nilai KKM yang ditetapkan oleh SMP Muhammadiyah 7 Panton
Labu sebanyak 21 orang siswa atau sebesar 72,41 %.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa materi bangun
ruang di kelas VII-I SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu yang diajarkan dengan model
pembelajaran Kooperatif tipe STADmemiliki peningkatan hasil belajar mencapai 72 %.
Untuk menentukan kriteria peningkatan hasil belajar setelah diterapkan madel
pembelajaran kooperatif tipe STAD peneul mengacu pada kriteria yang dietapkan oleh
Riduwan (2003 : 228 ), yakni :
41
0,80 – 0,100 : Sangat tinggi
0,60 – 0,799 : tinggi
0,40 – 0,599 :Cukup
0,20 – 0,399 : rendah
0,00 – 0,199 : Sangat rendah
Apabila ditinjau berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada matei bangun ruang
pada siswa kelas VII SMP Muhammdiyah 7 Panton Labu berdasarkan nilai pretes dan
postes siswa, maka dapat dilihat peningkatan hasil belajar siswa seperti pada Tabel 4.3.
Tabel ini menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada materi bangun ruang.
Tabel 4.3Peningkatan prestasi siswa
No. NISN Nama SiswaNilai Pretes Siswa
Nilai Post tes
Siswa
Koefisien Peningkatan Hasil
Belajar Siswa
1 9981122936 Subjek 1 23 75 0,522 9981122913 Subjek 2 36 67 0,313 9981122957 Subjek 3 34 78,5 0,454 9991708669 Subjek 4 32 50,8 0,195 9981122918 Subjek 5 43 68 0,256 9981122939 Subjek 6 44 72 0,287 9981122900 Subjek 7 41 45 0,048 9981122937 Subjek 8 43 63 0,20
42
9 9991708652 Subjek 9 42 76 0,3410 9986251656 Subjek 10 35 68 0,3311 9991708664 Subjek 11 35 85 0,5012 9935435681 Subjek 12 24 48 0,2413 9981122947 Subjek 13 34 67 0,3314 9981122954 Subjek 14 56 68 0,1215 9981122953 Subjek 15 26 47 0,2116 9981122920 Subjek 16 25 49 0,2417 9971300662 Subjek 17 28 45 0,1718 9981122955 Subjek 18 26 67 0,4119 9981122907 Subjek 19 28 76 0,4820 9991708680 Subjek 20 38 67 0,2921 9981122948 Subjek 21 48 50 0,0222 9981122934 Subjek 22 59 78 0,1923 9981122902 Subjek 23 48 47 0,0124 9991708684 Subjek 24 46 67 0,2125 9956452136 Subjek 25 45 78 0,3326 9991708656 Subjek 26 43 78 0,3527 9991708682 Subjek 27 30 78 0,4828 9981122919 Subjek 28 38 68 0,3029 9991708953 Subjek 29 40 67 0,27
Jumlah rata – rata 37,59 65,29 0,2829
Sumber: hasil tes
Dari tabel diatas, berdasarkan koefisien peningkatan hasil belajar siswa yang
diperoleh dari selisih nilai postes dengan nilai pretes siswa (nilai postes–nilai pretes)
yang dibagi 100 (nilai tertinggi dalam penilaian) menunjukan bahwa secara umum
terdapat hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada materi bagun ruang di kelas VII-I SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu.
Dari jumlah rata-rata koefisien peningkatan hasil belajar siswa sebesar 0,2829 dan
43
mengacu pada kriteria peningkatan yang telah ditetapkan, disimpulkan bahwa
peningkatan hasil belajar siswa dikategorikan masih rendah.
4.1.2 Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa selama penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
materi Bangun ruang. Aktivitas siswa yang diamati selama pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada mater bangun ruang di kelas VII-I SMP Muhammdiyah 7 Panton Labu
dilakukan terhadap 1 kelompok siswa. Setiap anggota kelompok siswa yang diamati
selama pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari siswa yang berkemampuan
pandai, sedang dan rendah. Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama
berlangsungnya pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilakuakan sebanyak dua kali
pertemuan, diperoleh hasil penelitian seperti pada tabel yang disajikan pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Presentase aktivitas siswa berdasarkan pengamatan
No Katagori pengamatanWaktu
Ideal
Toleransi
( 5 % )
Presentase aktivitas siswa
Rerata (%)RPP
I
RPP
II
1. Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan
15% 7%< P < 18% 23.03 20,45 21,74
44
guru/teman.
2. Membaca/memahami masalah di LKS
10% 5%< P < 15% 18,42 15.65 17.04
3. Menyelesaikan masalah atau menemukan solusi pemecahan masalah
25% 22%< P < 32% 13,82 10,62 12,22
4. Membandingkan temuan diskusi kelompok dengan hasil diskusi kelompok lainna.
25% 25%< P < 35% 9,87 11,35 10,61
5. Bertanya/menyampaikan pendapat atau ide kepada guru atau teman sekelompok
15% 5%< P < 15% 17,11 10,58 13,85
6. Menarik simpulan Suatu konsep yang ditemukan atau suatu prosedur yang dikerjakan siswa.
10% 5%< P < 15% 14,47 24,74 19,61
7. Prilaku yang tidak relevan dengan KBM seperti, Melamun, berjalan- jalan diluar kelompok belajarnya. membaca buku lain/ mengerjakan tugas mata pelajaran lain,bermain–main denganteman atau mengganggu teman lain).
2% 2%< P < 15% 3,29 6,61 4.95
Berdasarkan hasil penelitian mengenai aktivitas siswa seperti disajikan pada
tabel 4.4 diatas, serta mengacu pada waktu ideal persentase toleransi yang ditetapkan,
diketahui persentase rata–rata aktivitas siswa untuk katagori pengamatan yang terdapat
pada nomor 1,2,3,4,5 dan 6 berada di dalam batas interval persentase toleransi yang
45
ditetapkan. sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran pada
materi bangun ruang telah efektif.
4.1.3 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Kooperaif Tipe STAD
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan juga diperoleh data tingkat
kemmpuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperaif tipe STAD pada maeri
bangun ruang di kelas VII SMP Muhammadiyah 7 Panton Labu. Adapun data tingkat
kemapuan guru diperoleh berdasarkan pengamatan Guru sekolah SMP Muhammadiyah
7 Panton Labu yang bertindak sebagai Observasi. Data tingkat kemampuan guru yang
telah diperoleh disajikan seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5 Tingkat kemampuan guru (TKG) mengelola pembelajaran
Aspek yang diamati RPPRata- rata
Kegiatan pendahuluan I II
Kemampuan guru memotivasi siswa/ mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3 3 3
Kemampuan menghubungkan pelajaran saat itu dengan pelajaran sebelumnya atau membahas PR
4 3 3,5
Kemampuan menginformasikan langkah – langkah pembelajaran
3 5 4
Kemampuan menggunakan alat/media seperti alat peraga lainnya untuk menarik perhatian siswa
3 4 3,5
Kegiatan inti
46
Kemampuan guru menjelaskan atau mengajukan masalah real/nyata
4 4 4
Kemampuan mengarahkan siswa untuk menemukan jawabn dan cara memecahkan masalah.
3 5 4
Kemampuan mengamati cara siswa menyelesaikan soal/ masalah
3 5 4
Kemampuan mendorong siswa untuk membandingkan jawaban dengan teman.
4 4 4
Kemampuan mendorong siswa untuk mau bertanya, mengeluarkan pendapat atau menjawab pertanyaan.
3 4 3,5
Kegiatan Penutup
Kemampuan menegaskan hal – hal penting/inisari berkaitan dengan pembelajaran.
4 5 4,5
Kemampuan megelola Waktu 5 5 5
Antusias Siswa 4 4 4
Antusias Guru 5 5 5
Rata – rata 3,77 4,08 3,93
Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kemamapuan guru seperti tabel 4.5 diatas,
diketahui bahwa rata–rata tingkat kemampuan guru pada pertemuan pertama dan kedua
di peroleh skor masing masing yaitu 3,77 dan 4,08 sedangkan rata–rata dari rata–rata
tingkat kemampuan guru (TKG) untuk RPP I dan RPP II adalah 3,39. Dengan mengacu
pada kreteria tingkat kemampuan Guru (TKG) yang ditetapkan, maka tingkat
kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi
47
Bangun ruang di katakan Baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan
guru mengelolah pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi bangun ruang dikelas
VII-I SMP Muhammdiyah 7 Panton Labu adalah Cukup.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis nilai matematika semester I siswa kelas VII SMP
Muhammadiyah 7 Panton Labu menunjukkan keadaan sampel yang homogen. Artinya
data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak berbeda secara signifikan. Ini
menunjukkan bahwa sebelum diberi perlakuan kedua kelompok mempunyai
kemampuan awal yang sama sehingga kelompok eksperimen dapat diberi perlakuan
yaitu dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan kelas kontrol menggunakan metode ekspositori, nilai kontrol dilakukan
menggunakan pretes untuk melihat kemampuan siswa dalam metode eksipositori
(berorientasi pada guru). Dalam pembelajaran ini waktu yang digunakan adalah 3 kali
pertemuan (6 jam pelajaran). Setelah perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen dan
kelas kontrol didapatkan rata-rata hasil belajar matematika kelas ekperimen untuk tiap-tiap
aspek lebih baik dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika.
Pada awal penelitian siswa yang menjadi sampel pada kelas eksperimen merasa
kebingungan dan merasa mendapat beban dengan adanya suatu metode yang tidak biasa
mereka dapatkan, namun dengan bimbingan guru, siswa mulai dapat memahami dan
dapat menyesuaikan diri dengan metode ini. Pada saat pengelompokkan terkadang
48
terjadi kegaduhan yang menyita waktu pembelajaran. Bersama dengan teman
sekelompoknya siswa menyelesaikan tugas dan mengerjakan LKS. Dengan adanya
kebebasan yang lebih untuk beraktivitas, proses pembelajaran terkadang mengalami
gangguan dengan adanya siswa yang saling mengganggu antar kelompok dan timbulnya
ketidakcocokan antar anggota dalam satu kelompok, akan tetapi hal ini dapat
dikendalikan oleh guru. STAD didesain untuk memotivasi siswa supaya memberi
semangat dan tolong menolong untuk mengembangkan keterampilan yang diajarkan
guru.
Hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STAD
pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar lebih baik karena siswa lebih mudah
menentukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dengan mendiskusikan bersama
temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunikasi dan terjadi interaksi dengan siswa
lain dengan saling berbagi ide serta memberi kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan pendapatnya. Dengan belajar secara berkelompok siswa yang lebih
pandai dapat memberikan bantuan kepada siswa yang kurang pandai. Ini dapat
menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa yang akan berdampak positif pada hasil
belajar mereka.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dengan menerapkan metode baru siswa
tidak merasa jenuh sehingga termotivasi dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
49
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD siswa yang aktif hanya siswa tertentu saja dan belum menyeluruh sehingga
kesan pembelajaran searah masih terlihat. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif tipe
STAD siswa yang berkemampuan rendah masih merasa rendah diri.
Pada kelas pra perlakuan yang pembelajarannya menggunakan metode
ekspositori peranan lebih aktif dimainkan oleh guru yang lebih banyak memainkan
aktivitas dibandingkan dengan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
berkurang karena metode ini merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru.
Guru aktif memberikan penjelasan terperinci tentang materi, mengelola dan
mempersiapkan bahan ajar, kemudian menyampaikan kepada siswa. Sebaliknya siswa
berperan pasif tanpa banyak melakukan kegiatan. Seringkali siswa yang pandai merasa
dirinya mampu untuk menyelesaikan tugas sendiri, siswa yang kurang pandai hanya
menyalin pekerjaan siswa yang lebih pandai serta adanya rasa takut untuk mengeluarkan
pendapat. Hal ini membuat guru kesulitan untuk mengetahui siswa mana yang kurang
mampu menyerap materi pelajaran yang diberikan.
Berdasar hasil observasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran pada kelas eksperimen menunjukkan adanya peningkatan persentase dari
tindakan I sampai dengan tindakan akhir (III). Pada tindakan I dan II dari perhitungan
persentase menunjukkan pembelajaran sudah baik, sedangkan pada tindakan III
persentase menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi sangat baik. Selain kemampuan
50
guru, aktivitas siswa dalam pembelajaran pun meningkat. Hal ini terlihat dari
peningkatan persentase aktivitas siswa dari tindakan I sampai III. Pada tindakan I
menunjukkan aktivitas siswa cukup, tindakan II menunjukkan aktivitas siswa baik,
sedang tindakan III menunjukkan aktivitas siswa menjadi sangat baik.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen
memiliki peningkatan keaktifan siswa yang signifikan. Hal ini didukung oleh aktivitas
siswa dan kemampuan guru yang semakin meningkat pada setiap pembelajaran. Secara
umum adanya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dimungkinkan karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan
keterampilan siswa dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan menerima orang lain untuk
menyelesaikan tugas secara bersama sehingga memotivasi siswa untuk belajar dan
akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
51
Berdasarkan hasil data, maka dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD sudah dapat mencapai taraf peningkatan kemampuan siswa
dalam pembelajaran matematika pada materi bangun di kelas VII SMP Muhammadiyah
7 Panton Labu. Selain itu penerapan model pembelajaran tipe STAD juga dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dan juga meningkatkan kinerja guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran.
5.2 Saran - saran
Mengingat penerapan model pembelajaran koopretif tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan siswa, oleh karena itu siswa menyarankan:
1. Dari hasil penelitian yang telah diperoleh kemungkinan masih dapat kesalahan
baik dari peneliti maupun dari pengamat (observasi). Oleh karena itu,
diharapkan kepada peneliti lain agar memilih observasi yang memiliki
pemahaman sesuai dengan bidang penelitian yang dilakukan.
2. Disarankan pada pihak lain untuk melakukan penelitian yang sama pada materi
lain sebagai bahan perbandingan dari hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.
51
52
Darmawan, 2009.Upaya Meningkatan Basil Belajar siswa tentang Bagun Datar Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Seminar FKIP
Unsyiah.
Hamalik, Oemar. 2003. Matematika Kreatif: Konsep dan Terapannya. Yogyakarta: Tiga Serangkai.
Hamzah. 2007. Pembelajaran Matematika Menurut Teori Pembelajaran Konstruktivisme, (online), ( WWW.DEPDIKNAS.GO.ID, diakses 11 Juni 2012)
Maidiyah, Erni. 2004. Makalah Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Kompetensi. Darussalam, Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Muhibbun, Syah. 2005. Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslimin, dkk.2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES.
Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Departeman Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Wina, Sanjaya. 2007. Strategi pembelajaran Kooperatif: Berorientasi standar proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.