autentikasi akta partij dalam digital signature
TRANSCRIPT
AUTENTIKASI AKTA PARTIJ DALAM DIGITAL SIGNATURE
OLEH NOTARIS
Gana Prajogo, Lydi Ratu Setia Permata, Muhammad Fernando
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai autentikasi akta partij dalam tanda tangan elektronik
(Digital Signature). Seiring dengan perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia akan
terus bertambah. Selain itu, perkembangan zaman juga akan mempengaruhi teknologi
yang semakin maju, tidak terkecuali dengan informasi dan transaksi elektronik yang tak
lepas dari tanda tangan elektronik. Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki
kewenangan untuk membuat akta autentik, salah satunya akta partij. Akta Partij adalah
akta yang dibuat di hadapan notaris memuat uraian dari apa yang diterangkan atau
diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris. Tanda tangan elektronik
dalam akta partij saat ini masih terkendala yang disebabkan oleh kepastian waktu,
maupun tempat pembuatan akta, dan tempat pelaksanaan akta. Tanda tangan elektronik
dapat diberlakukan apabila peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-
Undang Jabatan Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, dan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah harmonisasikan.
Kata Kunci : Notaris, Akta Partij, Tanda Tangan Elektronik
1. PENDAHULUAN
Perkembangan era globalisasi saat ini pertumbuhannya semakin pesat
dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, perkembangan tersebut diantaranya
meliputi segala bidang dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, hukum, ekonomi
dan teknologi. Seiring dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan manusia akan
semakin meningkat. Kebutuhan manusia hingga saat ini, tentu tidak dapat dipungkiri
dengan adanya teknologi, informasi, dan komunikasi yang merupakan perubahan sangat
pesat untuk kelangsungan hidup setiap manusia. Dalam hal ini, seluruh aspek pada era
globalisasi ini menggunakan teknologi dan semua itu terbukti membawa dampak dalam
segi hal positif, maupun negatif. Perkembangan inilah yang sering tidak terpikirkan oleh
masyarakat, walaupun masyarakat telah banyak menggunakan produk-produk teknologi
124
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya. Namun Bangsa Indonesia
secara garis besar masih meraba untuk mencari suatu kebijakan publik dalam
membangun infrastruktur yang handal (National Information Infrastructure) dalam
menghadapi infrastruktur informasi global (global Information Infrastructure).1
Teknologi informasi dan komunikasi akan melahirkan suatu hukum baru yang dikenal
dengan hukum siber, istilah “hukum siber” diartikan sebagai padanan kata dari cyber
law yang saat ini secara luas digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi,istilah lain juga digunakan adalah hukum mayantara,
istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi berbasis virtual. 2
Kegiatan siber yang bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan,
perbuatan hukum nyata. Secara yuridis terkait dengan ruang siber sudah tidak
dikategorikan sebagai sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum secara konvensional
untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan yang disebabkan apabila cara ini yang
ditempuh tentu akan banyak kesulitan yang dihadapi.3 Bentuk dari kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang berbentuk virtual salah satunya dengan adanya kemajuan
dalam teknologi informasi yang disebut dengan Internet. Hal ini yang memberikan
dampak baik secara positif maupun negatif untuk penggunanya, melalui media elektronik
maka seseorang akan memasuki dunia maya yang bersifat abstrak, dan universal yang
terlepas dari keadaan tempat dan waktu.4 Setiap orang dapat memberikan informasi
dalam segala hal yaitu dalam bidang teknologi, pendidikan, perdagangan, transaksi
elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, apabila seseorang
teknologi informasi dan komunikasi, maka akan terjadi suatu transaksi elektronik.
Transaksi elektronik bersifat Non Face (tanpa bertatap muka ), Non sign (tidak memakai
tanda tangan asli), dan tanpa batas wilayah (seseorang dapat melakukan Transaksi
elektronik dengan pihak lain walaupun mereka berada di Negara yang berbeda) dengan
1 Maria Farida Indrati Soepapto, Ilmu perundang-undangan, Dasar-dasar Pembentukan, ( Jakarta: PT
Kanisius,1998 ), hlm 25. 2 Ahmad M Ramli S.H.,M.H,Cyber Law & Haki,( Bandung: PT Refika Aditama 2006) hlm.2 3 Ibid., hlm3 4 Mariam Darus Badrulzaman, Mendambakan Kelahiran Hukum Saiber ( Cyber Law ) di
Indonesia, Pidato Purna Bhakti, Medan, 13 Nopember 2001, hlm.3.
125
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.5 Dalam hal ini, maka seiring dengan
berjalannya waktu segala aspek baik dalam segi keamanan maupun dalam informasi
sudah mulai diperhatikan. Maka dari itu, apabila informasi ini rusak, atau terjadi
kesalahan akan terdapat resiko, dan menimbulkan kerugian yang harus ditanggung bagi
setiap pengguna yang dapat mengetahui informasi elektronik, dan menggunakan
teknologi informasi. Produk hukum yang memiliki tujuan untuk melakukan keamanan
dari transaksi elektronik ini sangat penting.6
Cyber notary menurut Lawrence Leff menjelaskan bahwa yang dikonsepkan
oleh ABA adalah seseorang yang mempunyai kemampuan spesialisasi dalam bidang
hukum komputer. Fungsinya dipersepsikan sebagaimana layaknya Notaris Latin dalam
memfasilitasi suatu transaksi internasional. Dalam konteks PKI, ia akan mengikatkan
antara private key dari pihak pengirim dengan public key dari pihak penerima yang
dibawah satu payung kepercayaan (umbrella of trust). Cyber notary akan melakukan
autentikasi dokumen secara elektronik, bahkan cybernotary juga diharapkan dapat
melakukan verifikasi kapasitas hukum, dan tanggung jawab terkait dengan keuangannya,
sehingga dapat memberikan solusi bahwa persyaratannya adalah seorang pengacara
(attorney). Cyber Notary dapat berperan dalam transaksi elektronik seiring dengan
perkembangan teknologi yang ditemukan dalam setiap negara yang menganut Common
Law maupun Civil Law. Sehubungan dengan Hague Agreement tahun 1961 tentang
Apostille, International Forum on E-Notarization, E-Apostilles and Digital Evidence,
telah dilakukan berbagai upaya harmonisasi yang terkait peranan Notaris dalam transaksi
elektronik global, sehingga Cybernotary dan E-Notarization telah menjadi kata kunci
demi terwujudnya E-Apostille untuk transaksi yang berskala internasional. Cybernotary
di Indonesia masih dalam perdebatan, walaupun teknologi memungkinkan peranan
Notaris dapat dilakukan secara online dan remote, namun secara hukum hal tersebut
seolah-olah tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, fungsi dan peran Notaris dalam
konteks transaksi elektronik menjadi sangat penting untuk dikaji secara mendalam, agar
5 Indonesia.,Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,UU nomor 11 Tahun
2008. 6 Laurence Leff (ed.), "Notaries and Electronic Notarization", (Western Illinois
University.,2002).
126
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Notaris Indonesia dapat berperan secara global berbagai hambatan yuridis berkaitan
dengan kewenangan Notaris tersebut.7
Cybernotary ataupun E-Notary secara umum dapat diterapkan di Indonesia,
maka kekuatan pembuktian informasi dan transaksi elektronik yang selama ini seringkali
dipersepsikan mempunyai nilai pembuktian yang lemah akan menjadi lebih kuat
kedudukannya, karena dapat dipahami sebagaimana layaknya akta autentik. Hal tersebut
akan meningkatkan kepercayaan dan keamanan masyarakat terhadap transaksi
elektronik. Meskipun peluang Notaris untuk berperan secara elektronik seakan tak
terlihat dalam Undang-Undang Notaris, namun ada peraturan perundang-undangan lain
yang memberikan peluang itu.8 Dalam era modern, berbagai upaya digitalisasi sudah
dilakukan salah satunya adalah dengan penggunaan tanda tangan pada umumnya
mempunyai arti yang lebih luas, yaitu suatu kode atau tanda yang kegunaanya sebagai
alat legalisasi dokumen yang ditandatangani sedangkan tanda tangan elektronik atau
Digital Signature memiliki arti yang lebih sempit yaitu penerapan sekumpulan teknik
komputer terhadap suatu informasi yang berguna untuk menjaga keamanan dokumen.
Dalam hal ini, tanda tangan elektronik bertujuan untuk memudahkan transaksi elektronik
atau transaksi bisnis. Tanda tangan elektronik dipakai untuk mengesahkan dokumen.
Dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menjelaskan pengertian tanda tangan
yang terdiri atas informasi elektronik dan komunikasi yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentifikasi.9
Perjanjian/kontrak, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 47 Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik, menyatakan sebagai berikut:
7 Edmon Makarim,”Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum Terhadap
Kemungkinan Cybernotary di Indonesia”.
8 Ibid., 9 Lyta Berthallina Sihombing, “Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Akta Notaris”vol 8,
(Februari .,2020.)
127
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
1) Transaksi Elektronik dapat dilakukan berdasarkan Kontrak Elektronik atau
bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para
pihak.
2) Kontrak Elektronik dianggap sah apabila:
A. Terdapat kesepakatan para pihak.
B. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang
mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Terdapat hal tertentu.
D. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, kesusilaan, dan ketertibaan umum.
UU ITE, terdapat ketentuan dalam pasal 10 ayat (6) Undang-Undang no 40
tahun 2007 tentang perseroan Terbatas (UU PT) yang mengatur tentang penanda
tanganan secara elektronik oleh Menteri Hukum dan HAM terhadap oengesahan badan
hukum secara elektronik. Dinyatakan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa yang
dimaksud dengan tanda tangan secara elektronik oleh pejabat yang berwenang
membuktikan keautentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan
pejabat yang berwenang tersebut dibuat melalui media komputer.10Mencermati
penjelasan Pasal 10 ayat (6) jelas terlihat bahwa paradigma yang dianut dalam
pengertian tanda tangan elektronik hanya digantungkan kepada bentuk virtual suatu
tanda tangan saja. Dengan kata lain adalah bentuk scanned dari tanda tangan pejabat
yang bersangkutan. Tanda tangan elektronik sesungguhnya yaitu suatu cara ataupun
metode teknis untuk melakukan verifikasi dan autentifikasi atas validasi suatu Informasi
Elektronik.11
Indonesia sudah memiliki Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang “
Informasi dan Transaksi Elektronik” yang disahkan pada tanggal 21 April 2008.
Berdasarkan pada pada pasal 18 juncto pasal 7 juncto pasal 11 undang-undang nomor 11
tahun 2008 maka kekuatan pembuktian dokumen elektronik tersebut yang ditandatangani
dengan digital signature sama dengan kekuatan pembuktian akta autentik yang dibuat
10 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU mo 40 tahun 2007,Psl 10 ayat
(6). 11 Edmon Makarim., “ Notaris dan Transaksi Elektronik”( Depok: Rajawali Pers,2020) hlm 85
128
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
oleh pejabat umum yang berwenang.12Notaris berasal dari sebuah nama “notarius” yaitu
nama seorang pengabdi dalam suatu lembaga yang memiliki kemampuan untuk menulis
cepat. Karakteristik ataupun ciri-ciri dari lembaga ini yang kemudian tercermin dalam
diri Notaris saat ini, yakni:
1. Diangkat oleh penguasa umum.
2. Untuk kepentingan masyarakat umum.
3. Menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.13
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
mengatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut pada pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 15 ayat (10
UUJN dapat diketahui bahwa:
1. Notaris adalah pejabat yang diberikan kepercayaann oleh pemerintah (negara)
untuk melaksanakan Sebagian fungsi pemerintahan.
2. Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik.
3. Semua perbuatan yang berkaitan dengan perjanjian dan ketetapan diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan harus dinyatakan dalam akta autentik.
4. Sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan oleh pemerintah. Notaris
berkewajiban untuk menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan
akta,memberikan grosse,salinan,kutipannya dan.
5. Semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau di
kecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-
undang.14
Notaris sebagai pejabat umum adalah orang yang dengan syarat-syarat tertentu
memperoleh kewenangan dari negara secara atributif untuk melaksanakan Sebagian
fungsi publik dari negara khususnya dalam bidang hukum perdata untuk membuatnya
akta bukti autentik. Notaris dalam menjalankan Sebagian fungsi publik dari negara untuk
12 Ibid, 13 G.H.S. Lumban Tobing., “Peraturan jabatan Notaris,” (Jakarta: Erlangga,1996),hlm.3. 14 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris Nomor ., UU no 30 Tahun 2004.
129
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
membuat akta autentik sebagai alat bukti.15Adapun yang dimaksud dengan alat bukti
berdasarkan pasal 1866 KUHperdata yaitu :
1. Bukti Tulisan.
2. Bukti dengan saksi-saksi.
3. Persangkaan-persangkaan.
4. Pengakuan.
5. Sumpah.16
Pembuktian merupakan salah satu dari serangkaian proses beracara di
pengadilan yang memiliki fungsi penting dalam membantu hakim untuk menemukan
hukum dan menjatuhkan putusan. KUHperdata telah menentukan jenis-jenis alat bukti
yang sah dengan kekuatan pembuktiannya masing-masing.Adapun alat-alat bukti yang
sah tersebut diatur dalam pasal 1866 KUHperdata dengan menyebutkan sebagai berikut
: alat bukti tertulis, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.17dalam hal pembuktian
menurut Stephen Mason memperhatikan adanya perbedaan bobot nilai pembuktian
terhadap tanda tangan elektronik (weight of evidence)dimana kekuatan pembuktian akan
sangat ditentukan oleh karakteristik teknologi pengamannya semakin penuh dalam
menjalankan prinsip tersebut (CIAANA) maka akan semakin kuat nilai
pembuktiannya.18 Pasal 1867 KUHperdata menyebutkan bahwa pembuktian dengan
tulisan dilakukan dengan tulisan autentik dan tulisan dibawah tangan. Akta autentik
merupakan suatu alat bukti yang sempurna apabila akta autentik diajukan sebagai alat
bukti dalam suatu persidangan, maka diperlukan bukti pendukung lain yang menyatakan
bahwa akta autentik tersebut benar. Hal ini dikarenakan suatu akta autentik telah dapat
dipastikan kebenarannya. Akta tersebut autentik setelah Notaris menjadi pejabat umum
yaitu berarti telah diangkat dan disumpah, barulah akta yang dibuatnya autentik. Notaris
Sebagai pejabat umum bukan berarti notaris sebagai pegawai negeri/ Walaupun menurut
definisi tersebut ditegaskan bahwa Notaris itu adalah pejabat umum(openbare
ambtenaar) ditegaskan bahwa Notaris itu adalah pejabat umum (openbare
15 ibid. 16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek), (selanjutnya KUHPER)
diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Balai Pustaka,2017), psl.1866. 17 Dinni Sukma Listyana, et.al., kekuatan pembuktian tanda tangan elektronik sebagai alat
bukti yang sah dalam perspektif hukum acara di Indonesia dan belanda,, vol 2 ( 2014). 18 Stephen Mason, "Electronic Signatures in Law", (Lexis-nexis UK 2003), hlm. 274-329.
130
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
ambtenaar).ia bukan pegawai menurut Undang-Undang atau peraturan tetapi menerima
honorium sebagai penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat.19
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik,
Disamping kewenangan untuk membuat akta autentik, Notaris juga mempunyai
kewenangan lainnya yang diatur di dalam Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 UUJN, antara lain:
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
2. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
3. Membuat kopi dan asli surat bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaiman situlis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat asli.
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pembuatan akta.
7. Membuat akta risalah lelang.20
Akta dibagi menjadi 2 bagian, ada yang disebut akta autentik dan akta partij.
Akta autentik menurut pasal 1868 KUHPerdata adalah suatu akta autentik adalah akta
yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta dibuatnya.21Dalam hal
ini akibatnya terjadi suatu pertentangan aturan tersebut maka apabila salah satu pihak
mengajukan gugatan dengan alat bukti dokumen elektronik yang ditandatangani dengan
tanda tangan elektronik sebagai alat bukti.22Akta partij merupakan akta yang dibuat oleh
dan dihadapan notaris dimana dalam hal ini jika dikaitkan dengan digital signature
maka ke autentikan akta tersebut masih dapat di pertanyakan karna banyaknya
kelemahan terkait aspek-aspek yang mengenai digital signature yang ada pada notaris.
Syarat atau akta merupakan salah satu alat bukti untuk mendukung proses
pembuktian suatu perkara didalam persidangan diperlukan suatu alat bukti maka dari itu
harus diketahui apa itu alat bukti. Pengertian alat bukti yang dalam Bahasa Belanda
disebut Bewijsmiddle adalah bermacam-macam bentuk dan jenis, yang dapat memberi
19 Komar Andasasmita., Notaris I., (Bandung:Sumur Bandung 1981), hlm 45. 20 Ibid., 21 Ibid., 22 Arrianto Mukti Wibowo, Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic Commerce,
(Jakarta: Caplin. 1999), hlm. 3.
131
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti
diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan, dimana
berdasarkan keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim akan
melakukan penilaian, penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim akan melakukan
penilaian, pihak mana yang paling sempurna dan meyakinkan pembuktian atas dalilnya.23
Para pihak yang berperkara di pengadilan hanya dapat membuktikan kebenaran dalil
gugatan atau dalil bantahan maupun fakta-fakta yang mereka kemukakan dengan jenis
atau bentuk alat bukti tertentu, hukum pembuktian di Indonesia berpegang kepada jenis
alat bukti tertentu saja, diluar itu tidak di benarkan diajukan alat bukti lain adalah alat
bukti di luar yang ditentukan dalam Undang-Undang.24 Tanda tangan pada saat ini tidak
hanya tertulis, namun juga dapat berupa cap jempol yang dipersamakan dengan tanda
tangan, sesuai yang ditegaskan oleh pasal 1874 ayat 2 KUHperdata. Dalam perkara
perdata soal pembuktian diketahui suatu yang amat penting seperti seorang hakim yang
mesti memikirkan pertanyaan dasar yang diutarakan oleh penggugat didapat bukti atau
tidak didapat bukti.25Maka dari itu dalam hal ini peneliti mengangkat tema terkait
autentikasi akta partij dalam tanda tangan elektronik digital signature,dimana hal ini
terdapat kelemahan yang dilakukan oleh notaris dalam Akta Partij dimana para
penghadap harus berhadapan langsung dengan notaris, Sedangkan dalam pelaksanaan
Digital Signature oleh notaris dianggap tidak dapat dilakukan karena batas ketentuan
dalam Pasal 4 PP PSTE bahwa penyelenggara sistem elektronik wajib memenuhi syarat
minimum yaitu “dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keautentikan, kerahasiaan,
dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut.” Batas autentikasi Notaris yang menggunakan Digital Signature terbatas pada
Pasal 4 PP PTSE dan Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris.26
2. PEMBAHASAN
23 Asri Diamitri Lestari, Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris Dalam
Pembuktian Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri Sleman, (Jakarta: Ghahas Media, 2010),
hlm.9. 24 Ibid. 25 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2006), hlm.
76. 26 Indonesia.,Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggara Sistem Elektronik..PP Nomor 71
tahun 2009., ps. 16 (1).
132
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
2.1 Keabsahan dokumen/atau Akta Partij yang dibuat melalui tanda yang dibuat
melalui tanda tangan elektronik (Digital Signature) oleh Notaris sebagai alat bukti.
Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi
elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya
yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik menjelaskan definisi dari tanda tangan elektronik yaitu tanda tangan yang
terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi
Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Tanda tangan
elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi terkait dengan identitas dari
penandatangan, maupun keutuhan dan keautentikan informasi elektronik.
Tanda tangan elektronik menggunakan algoritma-algoritma, serta teknik-teknik
komputer yang diatur dalam penerapannya yang dapat mencegah adanya perubahan isi
dokumen. Tanda tangan dalam kedudukannya sebagai alat bukti yang tertuang dalam
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012. Pasal
11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan.
2. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
3. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui.
4. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan
elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya.
6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukan bahwa penandatangan telah
memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.27
27 Indonesia, Undang-Undang tentang informasi dan transaksi elektronik, UU No. 11 Tahun 2008, LN
No 58, TLN No 4843, Ps 11 ayat (1).
133
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Hukum materiil dalam dokumen elektronik menjadi sarana atau media dalam
melakukan tanda tangan elektronik. Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 menjelaskan pengertian dari dokumen elektronik sebagaimana yang
berbunyi :
“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.”28
Dalam kedudukannya, dokumen elektronik dapat juga dikatakan sebagai alat
bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
4. Ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis.
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat
akta.29
Selain ketentuan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, informasi elektronik dan/atau dokumen
28 Indonesia, Undang-Undang tentang informasi dan transaksi elektronik, UU No. 11 Tahun 2008, LN
No 58, TLN No 4843, Ps 1 angka 4. 29 Indonesia, Undang-Undang tentang informasi dan transaksi elektronik, UU No. 11 Tahun 2008, LN
No 58, TLN No 4843, Ps 5.
134
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya, jadi pembuatan akta merupakan salah satu dari kewenangan
Notaris. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang mengandung peristiwa-
peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak awal dengan
sengaja untuk pembuktian. Penandatanganan merupakan suatu hal penting dalam
pembuatan suatu akta, karena menanggung tentang kebenaran apa yang ditulis dalam
akta tersebut atau bertanggungjawab tentang apa yang ditulis dalam akta itu. Akta
Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk, dan
tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Dalam akta Notaris diperlukan pengaman yang disebut sebagai barcode. Barcode
dapat digunakan pada minuta akta dan salinan akta Notaris yang memiliki kekuatan
hukum, dan nilai ekonomi yang tinggi, sehingga kedudukannya seimbang dengan
mahalnya teknologi yang terdapat dalam barcode tersebut. Tujuan penggunaan barcode
digunakan sebagai pengaman dalam minuta akta, dan salinan akta, dimana tujuan dari
pembuatan akta Notaris agar terciptanya kepastian hukum, dan perlindungan hukum
terhadap kepentingan para pihak yang dituangkan ke dalam akta Notaris.
Selain penggunaan barcode untuk menjamin keamanan dari minuta akta, dan
salinan akta dalam perkembanganya, maka terdapat penggunaan tanda tangan elektronik
(Digital Signature) yang menurut UU ITE, dan Peraturan Pemerintah dapat berlaku
secara sah maupun mengikat tanpa melihat profesi dan jabatan seseorang. Menurut
ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata menjelaskan :
“Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan
kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti
lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli
warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871
berlaku terhadap tulisan itu.”30
Sehingga suatu tanda tangan dapat merubah kedudukanya dari akta dibawah
tangan menjadi akta autentik bagi orang-orang yang memiliki kepentingan di dalamnya.
30 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek], (selanjutnya KUHPER) diterjemahkan
oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Bandung: Balai Pustaka, 1992), Ps. 1875.
135
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Tanda tangan elektronik saat ini belum ada Undang-Undang yang mengatur, tetapi jika
dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi ketentuan dari Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 dan Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012.
Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik berdasarkan cyber
notary, sehingga penggunaan tanda tangan elektronik sangat dimungkinkan dalam akta
Notaris. Akta Notaris terbagi menjadi 2 (dua) yaitu akta partij, dan akta relaas
Akta Partij artinya akta yang dibuat di hadapan notaris memuat uraian dari apa
yang diterangkan atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris.31
Tanda tangan elektronik saat ini belum dapat digunakan dalam akta partij, hal
dikarenakan masih terkendala dalam tersedianya suatu Digital Signature yang dibuktikan
dengan Digital Certificate yang terpercaya, terkait dengan kepastian waktu, maupun
tempat pembuatan akta, dan tempat pelaksanaan akta, sehingga selama ketiga hal tersebut
belum terpenuhi, maka tanda tangan elektronik masih belum dapat diberlakukan.32
Akta Relaas artinya menceritakan suatu kejadian, dan Notaris yang
menandatanganinya. Penggunaan tanda tangan elektronik dalam akta relaas
kemungkinan dapat digunakan, misalkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang diadakan melalui video conference.33 Hal ini dimungkinkan Notaris dapat terlibat
langsung dan hadir menyaksikan RUPS tersebut. Dalam ketentuan Pasal 77 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu RUPS dapat
juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.34
2.2 Pengaturan terkait autentikasi dokumen Akta Partij melalui Digital Signature
oleh Notaris dalam waktu yang akan datang.
31 “Perbedaan Akta yang Dibuat oleh Notaris dengan Akta yang Dibuat di Hadapan Notaris.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1996/perbedaan-akta-yang-dibuat-oleh-notaris-
dengan-akta-yang-dibuat-di-hadapan-notaris/. Diakses 2 Januari 2021. 32 Lyta Berthalina Sihombing,”Keabsahan Tanda Tangan Elektronik dalam Akta Notaris,” Jurnal
Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol 8. No 1, (Februari 2020) hlm. 135-
138 33 “Legalitas Penggunaan Tanda Tangan Elektronik oleh Notaris.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd238184b299/legalitas-penggunaan-tanda-tangan-
elektronik-oleh-notaris/. Diakses 2 Januari 2021. 34 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No 13, TLN No
3587, Ps 77 ayat (1).
136
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan tanda tangan elektronik
(Digital Signature) dalam penggunaan akta partij kemungkinan dapat direalisasikan
dalam waktu yang akan datang.
Pada saat ini, untuk menciptakan kepastian dan kemanfaatan hukum perlu
dilakukan harmonisasi antara peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Undang-Undang Jabatan Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, dan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Notaris tentu tidak akan mengalami
permasalahan yuridis apabila membubuhkan tanda tangan elektronik dalam akta partij.35
Digital Signature adalah suatu sistem pengamanan yang menggunakan public key
cryptography system. Tujuan dari suatu tandatangan dalam suatu dokumen adalah untuk
memastikan otentisitas dari dokumen tersebut. Suatu digital signature sebenarnya adalah
bukan suatu tanda tangan seperti yang kita kenal selama ini, ia menggunakan cara yang
berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga ia tidak
hanya mengidentifikasi dari pengirim, namun ia juga memastikan keutuhan dari
dokumen tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Suatu digital signature
didasarkan dari isi dari pesan itu sendiri. Terdapat dua macam cara dalam melakukan
enkripsi yaitu dengan menggunakan kriptografi simetris (symetric crypthography/secret
key crypthography) dan kriptografi simetris (asymetric crypthography) yang kemudian
lebih dikenal sebagai public key crypthography.36Kriptografi adalah suatu cabang ilmu
matematika terapan yang digunakan untuk mengubah pesan ke dalam bentuk yang tidak
dapat dibaca secara langsung dan kembali kepada bentuk awalnya. Tujuan penerapan
kriptografi adalah untuk menjada kerahasian,integrity,keutuhan, autentikasi. Dengan
kriptografi, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara rahasia, sehingga
orang lain tidak mengetahui atau mencuri informasi yang dipertukarkan.37
Suatu tanda tangan digital (Digital Signature) akan menyebabkan data elektronik
yang dikirimkan melalui open network tersebut menjadi terjamin. Dengan memberikan
digital signature pada data elektronik yang dikirimkan maka akan dapat ditunjukkan
darimana data elektronik tersebut sesungguhnya berasal. Terjaminnya integritas pesan
35 Tiska Sundani,”Analisis Hukum atas Penggunaan dan Pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik”
(Maret 2019) hlm. 15 36 Arrianto Mukti Wibowo, “Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic Commerce” (Juni
1999) hlm. 4 37 Joshua Sirompul, Cyberspace, Cybercrime, Cyberlaw. (Jakarta: Tatanusa, 2012) Hlm.90
137
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
tersebut bisa terjadi karena keberadaan dari Digital Certificate. Digital Certificate
diperoleh atas dasar aplikasi kepada Certification Authority oleh user/subscriber. Dengan
keberadaan dari digital certificate ini maka pihak ketiga yang berhubungan dengan
pemegang digital certificate tersebut dapat merasa yakin bahwa suatu pesan/massages
adalah benar berasal dari user tersebut. Pesan dalam bentuk data elektronik yang
dikirimkan tersebut bersifat rahasia/confidential, sehingga tidak semua orang dapat
mengetahui isi data elektronik yang telah di-sign dan dimasukkan dalam digital envelope.
Keberadaan digital envelope yang termasuk bagian yang integral dari digital signature
menyebabkan suatu pesan yang telah dienkripsi hanya dapat dibuka oleh orang yang
berhak. Tingkat kerahasiaan dari suatu pesan yang telah dienkripsi ini, tergantung dari
panjang kunci/key yang dipakai untuk melakukan enkripsi.
Digital Signature ssat ini sangat mempengaruhi untuk mempermudah dalam
segala bidang, salah satunya dalam notaris dalam pembuatan akta notaris yang dilakukan
secara elektronik. Namun dalam pasal 77 ayat (1) UUPT tidak hanya berbenturan dengan
ketentuan yuridis mengenai kehadiran dari notaris, para pihak dan juga saksi
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 16 ayat (9) UUJN, tetapi persoalan yang lebih urgen
muncul dengan adanya pembatasan terhadap pembuatan akata notaris secara elektronik
dalam pasal 5 ayat (4) Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.Maka masih diperlukan pengkajian lebih lanjut terkait dibuatnya akta notaris
dengan menggunakan media elektronik dengan berbagai macam pendekatan, baik dalam
pendekatan Undang-Undang Jabatan Notaris, Undang-Undang Hukum Perdata,Udang-
Undang ITE. Kitab Undang-Undang Hukum perdata merupakan suatu ketentuan umum
dari aturan hukum yang mnegatur tentang kewenangan notaris sebagai pejabat publik,
sedangkan undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi elketronik
sebagai aturan khusus (lex specialis) dari ketentuan umum mengenai transaksi secara
konvensional yang diatur dalam KUHperdata. Dengan demikian menganalisis tentang
konsep penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembuatan akta notaris
oleh pihak ketiga harus dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Pasal 16 ayat (1) UUJN huruf c dan m yang selengkapnya berbunyi:
1. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta.
138
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
2. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
orang saksi atau 4 orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah
tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, notaris. 38
Berdasarkan pasal tersebut sangat tidak dimungkinkan apabila menerapkan teknologi
informasi dalam pembuatan akta noatris secara elektronik karena apabila merujuk dalam
pasal 5 ayat (4) huruf a dan b UU ITE, diketahui bahwa dokumen yang dibuat dalam
bentuk akta notaril tidaklah termasuk dalam informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik. Sehingga akata notaris yang dibuat secara elektronik tidak memperoleh
kekuatan hukum sebagai bukti yang sah menurut ketentuan UU ITE. Dengan pembatasan
makna dari informasi elektronik atau dokumen elektronik yang diatur dalam pasal 5 ayat
(4) huruf a dan b, maka akata autentik yang dibuat seara eleektronik oleh notaris dianggap
tidak dapat menjadi alat bukti yang sah. Sehingga keautentikan dari akta yang dibuat oleh
notaris dalam hal ini tidak terpenuhi. 39 Sifat dari akta autentik adalah mengikat dan
sempurna, dan harus dianggap benar, dipercaya oleh hakim selama ketidakbenaranya
tidak dibuktikan dan tidak memerlukan tambahan pembuktian dalam hal ini ada 3
pembuktian akta autentik :
1. Kekuatan pembuktian lahiriah, karena akata itu sendiri mampu membuktikan sendiri
keabsahannya
2. kekuatana pembuktian formal karena akata tersebut dijamin kebenanran formalnya
oleh pejabat sebagaimana diuraikan dalam akta.
3. Kekuatan pembuktian material karena akata tersebut menurut substansi atau isisnya
yang lengkap dan dianggap kebenarannya (kepastian sebagai yang sebenarnya) untuk
diberlakukan kepada setiap orang atau pihak ketiga. 40
Menurut R. Subekti, akata merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja
dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 41Suatu akta
resmi (autentik) mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs)
apabilasuatu pihak mengajukan suatu akta resmi, hakim harus menerimanya dan
38 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris Nomor ., UU no 30 Tahun 2004. 39 Tiska Sundani, “Analsis hukum atas penggunaan dan pembuatan akta notaris secara elektronik”,hlm 14. 40 G.H.S. Lumban Tobing, ―Peraturan Jabatan Notaris‖, Cet. 2 (Jakarta: Erlangga, 1983), hal.
55- 59. 41 R. Subekti, ―Pokok-Pokok Hukum Perdata‖, (Jakarta: PT. Intermasa, 1980), hal. 178.
139
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu, sungguh-sungguh telah terjadi,
sehingga hakim tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.42namun perlu
juga dipahami bahwa psal 1869 kitab undang-undang hukum perdata menyatakan bahwa
suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas,
atau karena suatu cacad dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik,
ia hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan di bawah tangan jika akta
tersebut ditandatangani oleh para pihak.43selanjutnya, pada paasal 1877 KUHperdata
juga dinyatakan bahwa jika suatu akta autentik, yang berupa apa saja dipersangkakan
palsu,maka kekuatan eksekutorialnya dapat ditangguhkan menurut ketentuan dalam
Reglement Acara Perdata44. Meskipun demikian untuk menciptakan kepastian hukum
dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat, perlu mengharmonisasikan peraturan
perundang-undangan terkait dengan kewenangan notaris dalam pembuatan akta secara
elektronik, yaitu antara UUJN dengan UU ITE. Sehingga dalam hal ini notaris tidak lagi
mengalami permasalahan yuridis menyangkut kewenangannya dalam membuat akta
secara elektronik. Demikian pula dengan masyarakat yang membutuhkan jasa notaris
sebagai pihak yang membutuhkan jaminan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan
secara elektronik dapat dicapai dengan terakomodirnya kewenangan notaris dalam
pembuatan akta secara elektronik dalam undang-undang. Selain itu seluruh permasalahan
hukum menyangkut kewenangan notaris dalam permbuatan akata secara elektronik,
maka masyarakat tidak lagi memiliki keraguan terkait dengan berbagai transaksi
elektronik yang dilakukan. Lawrence M Friedman menyatakan bahwa berhasil atau
tidaknya penegakan hukum bergantung pada substansi hukum, struktur hukum atau
pranata hukum dan budaya hukum. Terkait dengan permasalahan mengenai pembuatan
akata autentik secara elektronik oleh notaris, maka dapat dianalisis berdasarkan teori
system hukum yang dikembangkan oleh Lawrence M, Friedman. Hambatan pembuatan
Akta Notaris Secara Eektronik, yaitu :
1. Hambatan pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik Dari Segi Substansi Hukum.
2. Hambatan pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik Dari Segi Struktur Hukum.
42 R.Subekti, ―Hukum Pembuktian‖, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005), hal. 7. 43 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, ―Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek‖, (Bandung: CV Mandar Maju, 1997), hal. 69 44 Ibid.
140
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
3. Hambatan pembuatan Akta Notaris Secara Elektronik Dari Segi Budaya Hukum.45
Berbagai kendala yang telah dijelaskan dalam hal tersebut diatas, merupakan
langkah konkrit yang dapat diimplementasikan dalam perkembangan teknologi dan
informasi dalam pembuatan akata autentik. Secara yuridis langkah yang ditempuh adalah
melakukan revisi terhadap UUJN dan UUITE yang kemudian dilakukan harmonisasi
hukum anatara kedua undang-undang tersebut dengan ketentuan yang diatur dalam
Hukum Perdata. Secara substansial beberapa pasal yang termuat dalam UUJN harus
dilakukan perubahan (revisi). Oleh sebab itu pasal tersebut menjadi salah satu faktor yang
menjadi hambatan bagi notaris dalam pembuatan akta yang dilakukan secara elektronik.46
3. PENUTUP
Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi
elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya
yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Notaris memiliki kewenangan
untuk membuat akta autentik berdasarkan cyber notary, sehingga penggunaan tanda
tangan elektronik sangat dimungkinkan terjadi di dalam akta Notaris. Tanda tangan
elektronik saat ini belum dapat digunakan dalam akta partij, hal dikarenakan masih
terkendala dalam tersedianya suatu Digital Signature yang dibuktikan dengan Digital
Certificate yang terpercaya, terkait dengan kepastian waktu, maupun tempat pembuatan
akta, dan tempat pelaksanaan akta, sehingga selama ketiga hal tersebut belum terpenuhi,
maka tanda tangan elektronik masih belum dapat diberlakukan.
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan tanda tangan elektronik
(Digital Signature) dalam penggunaan akta partij kemungkinan besarnya dapat
direalisasikan dalam waktu yang akan datang. Pada saat ini, perlu adanya untuk
menciptakan suatu kepastian dan kemanfaatan hukum yang dilakukan dengan melakukan
harmonisasi antara peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang
Jabatan Notaris, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, dan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Notaris tentu tidak akan mengalami permasalahan
yuridis apabila membubuhkan tanda tangan elektronik dalam akta partij.
45 Ibid. 46 Ibid.
141
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN
Indonesia. Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun
2004. TLN No. 4432.
Indonesia. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU nomor 11
Tahun 2008.
Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106
Tahun 2007. TLN No. 4756.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2006.
Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggara Sistem Elektronik. PP Nomor
71 tahun 2009.
Indonesia. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No. 11
Tahun 2008, LN No 58 TLN No 4843.
BUKU
Andasasmita, Komar. Notaris I. Bandung: Sumur Bandung. 1981
Badrulzaman, Mariam Darus. Mendambakan Kelahiran Hukum Saiber (cyber law) di
Indonesia. Medan: Pidato Purna Bhakti 13 November 2001.
Ibrahim, Johny. Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Cet.2. Malang:
Bayumedia Publishing. 2005.
Lestari, Asri Diamitri. Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris
Dalam Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman. Jakarta:
Ghahas Media. 2010.
142
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Makarim, Edmon. Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum Terhadap
Kemungkinan Cybernotary di Indonesia.Makarim, Edmon. Notaris dan
Transaksi Elektronik. Depok: Rajawali Pers. 2020.
Mamudji, Sri, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 2006.
Ramli, M Ahmad. Cyber Law & HAKI. Bandung: PT Refika Aditama. 2006.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: UI Press. 2007.
Soepapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-Dasar Pembentukan.
Jakarta: PT Kanisius. 1998.
Sundani, Tiska. Analisis Hukum atas Penggunaan dan Pembuatan Akta Notaris Secara
Elektronik. 2019.
Tobing,G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. 4. Jakarta: Erlangga, 1996.
Wibowo, Arrianto Mukti. Kerangka Hukum Digital Signature Dalam Electronic
Commerce. Jakarta: Caplin. 1999.
JURNAL
Leff, Laurence. Notaries and Electronic Notarization. Western Illinois University. 2002.
Listyana, Dinni Sukma, et. al. Kekuatan Pembuktian Tandatangan elektronik sebagai
alat bukti yang sah dalam perspektif hukum acara di Indonesia dan belanda. Vol
2. 2014.
Mason, Stephen. Electronic Signatures in Law. United Kingdom: Lexis-Nexis. 2003.
Sihombing, Lyta Berthalina Sihombing. ”Keabsahan Tanda Tangan Elektronik
dalam Akta Notaris,” Jurnal Education and Development Institut Pendidikan
Tapanuli Selatan, Vol 8. No 1, (Februari 2020)
143
Indonesian Notary Vol. 3 No. 2 (2021) ISSN: 2684-7310
Sihombing, Lyta Berthalina Sihombing. ”Keabsahan Tanda Tangan Elektronik dalam
Akta Notaris,” Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli
Selatan, Vol 8. No 1, (Februari 2020)
INTERNET
“Legalitas Penggunaan Tanda Tangan Elektronik oleh Notaris.”
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd238184b299/legalitas-
penggunaan-tanda-tangan-elektronik-oleh-notaris/. Diakses 2 Januari 2021.
“Perbedaan Akta yang Dibuat oleh Notaris dengan Akta yang Dibuat di Hadapan
Notaris.” https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1996/perbedaan-akta-
yang-dibuat-oleh-notaris-dengan-akta-yang-dibuat-di-hadapan-notaris/. Diakses 2
Januari 2021.