bab 1 peb dian
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengalami hipertensi (Wang, Y, et al, 2000). Biasanya
sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan
(Cunningham, et al, 2007). Gejalanya berkurang atau menghilang setelah
melahirkan sehingga terapi definitifnya mengakhiri kehamilan (Roberts, et
al,1993).
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,
solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal
death (IUFD) (Isler, et al, 1999).
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh
kehamilan di seluruh dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi
kehamilan lainnya merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan
kesakitan terbanyak pada ibu hamil dan melahirkan di samping infeksi dan
perdarahan (Chunningham, et al, 2007). Sampai saat ini etiologi preeklampsia
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi
preeklampsia antara lain iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik.
1
Akhir-akhir ini disfungsi endotel dianggap berperan dalam patogenesis
preeclampsia (Wibowo N, 2001). Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia
masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas maternal dan perinatal.
Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan
penanganan dini preeklampsia dan eklampsia, sehingga pasien tidak sempat
mendapat penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau
sampai ke rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua
rumah sakit rujukan memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk
menangani kasus eklampsia pada khususnya, sehingga pengetahuan mengenai
pengenalan faktor resiko untuk dapat mendeteksi secara dini preeclampsia sangat
diperlukan agar tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama dan rujukan
(Prasetyorini, 2009).
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90
mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24
jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia termasuk dalam kelompok penyakit hipertensi dalam
kehamilan, yakni hipertensi yang ditemukan pada masa kehamilan. Preeklampsia
dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007). Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai
proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya
mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar,
2008).
Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan
preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu
yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat
(Cunningham, et al,2007).
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
3
a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala
subjektif berupa :
Muntah-muntah
Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak
Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau
oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.
Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae.
Perubahan – perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar,
2008)..
2.2 Epidemiologi Preeklampsia
2.2.1 Insiden Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per
1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda,
Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di
RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan
selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia 4
sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus,
mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan
obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo,
2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin
disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan
superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006). Di samping itu, preeklampsia
juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian
dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling
banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga
paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18
kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan
preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita
dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk
daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).
2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, termasuk preeclampsia berat, yaitu:
· Primigravida, primipaternitas
· Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
· Umur yang ekstrim.
· Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia. 5
· Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar,
2008)
· Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang
dari 19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2
· Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan
bahwa ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden
preeclampsia yang tinggi.
Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada
kehamilan secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko
hipertensi kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko
hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007).
2.3 Etiologi Preeklampsia
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
· Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
· Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada
kehamilan kembar atau kehamilan mola.
· Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
· Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi
selama kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
6
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
2.3.1 Invasi trofoblas abnormal
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling
akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal
ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi
dan distensi. Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna
dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal
ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang
dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap
kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan dilatasi.
Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami vasokonstriksi
relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan bahwa keparahan defek
invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan keparahan hipertensi
(Cunningham, et al, 2007).
Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas
extravili,membentuk saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous
7
menginvasi desidua dan masuk ke dalam artei spiralis. Hal ini menyebabkan
perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah sehingga pembuluh
darah melebar (Cunningham, et al, 2007)
De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari
sisi implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka
menemukan bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan
endotel, insudasi plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima,
dan nekrosis medial. Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di
dalam sel-sel miointima kemudian di dalam makrofag. Dala tampak sel-sel lipid
bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis.
Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi
aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk
melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat
mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi plasenta
menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Cunningham, et al,
2007)
2.3.2 Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut;
· Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
· Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
8
· Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode
ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte
Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu
dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu (Angsar,
2008).
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu,
pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai
kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel
yang lebih rendah dibanding pada normotensive (Angsar, 2008)
2.3.3 Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh
gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses
9
inflamasi intravaskuler sistemik . Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia
timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi
ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan
interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia.
Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang
memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya menghasilkan radikal
beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit oksida, dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel
makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses
koagulasi mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria
(Cunningham, 2007).
Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeclampsia ini
menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan
preeclampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk
mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh
antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan
karoten (Angsar, 2008).
2.3.4 Faktor Defisiensi Nutrisi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
hati halibut, dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak
10
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk
mencegah preeclampsia (Angsar, 2008).
Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-
buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan
penurunan tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa
resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam
askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker
inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan
dengan preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat
menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat
atherosklerosis (Cunningham, et al, 2007).
2.3.5 Faktor genetik
Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review
komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko
preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11
sampai 37 persen untuk saudara wanita preeclampsia dan 22-47 persen dalam
studi kembar. Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang
mencakup hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen
genetik untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan
konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita. Kecenderungan
ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen
pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan
banyak sekali setiap seluruh sistem organ.
11
Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan
sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan
sebelumnya. Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan berbeda antaragenotipe yang
sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan (Cunningham, et al,
2007).
2.4 Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada
kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi
endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme
dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan
kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim
(Michael, 2005). Perubahan pada organ-organ:
1) Perubahan kardiovaskuler.
12
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan
oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang
nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum
biasanya dalam batas normal (Wang Y, Alexander JS, 2000 ).
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu
dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain
yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah
adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
13
perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di
dalam retina(Wang Y, Alexander JS, 2000 ).
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Dekker
GA, Sibai BM,1998)
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan
tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru (Dekker GA, Sibai BM,1998)
2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia
2.5.1 Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan
14
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Wang Y,
Alexander JS, 2000 ).
2.5.2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat
lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih
dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga
akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Roberts JM, Redman
CWG,1993).
2.6 Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
15
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
• Terdapat edema paru dan sianosis
• Trombositopeni
• Gangguan fungsi hati
• Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).
2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
· Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
· Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung
pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
16
Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan
diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
2.7.1 Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip
pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam
merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan
berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersediaberikan injeksi
diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang
ulangan ulangi dosis yang sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di
atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im 15 pada glutea kiri
dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes per
menit.
3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah
diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
17
6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse,
dan tabung oksigen.
7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
2.7.2 Penanganan di rumah sakit
Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan
terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):
a. Pencegahan Kejang
• Tirah baring, tidur miring kiri
• Infus RL atau RD5
• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
- Loading / initial dose : dosis awal
- Maintenance dose : dosis rumatan
· Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin
18
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam
• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
19
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah <160/105 mmHg
atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan
menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi
syarat janin dapat hidup di luar rahim
• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose( loading dose
tidak diberikan )
20
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason 2 x 16
mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
• Menimbang berat badan tiap hari
• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin serum
dan faktor koagulasi
• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER, pasien
tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat
jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm
• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi obstetric
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
• Kegagalan terapi medikamentosa :
21
- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi kenaikan tekanan darah
persisten
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah
yang progresif
• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
• Didapatkan gangguan fungsi hepar
• Didapatkan gangguan fungsi ginjal
• Terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
• Usia kehamilan ≥ 37 minggu
• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
• Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
• Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of
delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
(i) Pasien belum inpartu
• Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor pelvik < 8 bisa
dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6
22
jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi,
bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal
dan terminasi kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
• Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised
- Usia kehamilan < 33 minggu
(ii) Pasien sudah inpartu
• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf
• Kala II diperingan
• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan dilakukan
dengan operasi sesar
• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar
2.8 Komplikasi Preeklampsia Berat
2.8.1 Penyulit Ibu
a. SSP : Perdarahan Intrakranial
Thrombosis vena sentral
Hipertensi ensephalopati
Edema cerebri
Edema retina
Macular atau retinal detachment
Kebutaan cortex
23
b. Gastrointestinal-hepatik:
Subcapsular hematoma hepar
Ruptur kapsul hepar
Ascites
c. Ginjal : Gagal ginjal akut
Nekrosis Tubular Akuta
d. Hematologik:
DIC
Trombositopenia
e. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest
Iskemia miokardium(Angsar, 2008)
2.8.2 Penyulit Janin
a. PJT
b. Solusio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Prematuritas dan
f.Cerebral palsy (Prasetyorini, 2009)
24
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi
keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins
GD et al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics.
21th ed. London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.
Dekker GA, Sibai BM, Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current
Concepts. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 1359-1375.
Handaya, 2001. Penanganan preeklampsia/eklampsia. Jakarta: Prosiding Seminar
Konsep Mutakhir Preeklampsia.
Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN.
Maternal Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And
Low Platelets) Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.
Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI
Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang
Roberts JM, Redman CWG. Preeclampsia: More Than Pregnancy-induced
Hypertension. Lancet 1993; 341: 1447-1454.
Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.
Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989;
161: 1200-1204.
Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia.
Pathophysiology 2000; 6: 261-27
25
LAPORAN KASUS
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSU HAJI SURABAYA
2012
Pembimbing : dr. Ali Mahmud, SpOG
Oleh : Dian Fitriana Dewi/ 201110401011011
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T Nama Suami : Tn. S
Umur : 28 Tahun Umur : 30 Tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semeru 32 Sampang
MRS : 28/08/2012 (jam 02.43)
No RM : 585422
II. ANAMNESA
Jam 06.00
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan membawa pengantar dari dokter SpOG dengan GIIP1-1
38/39 minggu + PEB. Selama hamil pasien periksa di dokter sebanyak 5 kali dan selama
periksa hasilnya dinyatakan Normal, pasien mengeluh pusing (+), tidak merasa
26
pandangan kabur, tidak ada nyeri ulu hati, tidak keluar cairan dari kemaluan, tidak
kenceng2, tidak keluar lendir dan darah dari kemaluan
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : disangkal
Diabetes mellitus : tidak ada
Sakit ginjal : tidak ada
Asma : tidak ada
Alergi : tidak ada
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : tidak ada
Diabetes mellitus : tidak ada
Ginjal : tidak ada
Asma : tidak ada
Alergi : tidak ada
3. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : ± 28 hari, teratur
Lama : 7 hari
Dismenorhea : ±
Fluor albus : Tidak pernah
4. Lain-lain 27
HPHT : 30-12-2011
TP : 08-09-2012
Umur kehamilan : 38-39 minggu
TFU : 35 cm
TBJ : 3400 gr
5. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama menikah : 2 tahun
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. aterm/Spt B/♀/3400 gr/bidan/1 tahun
2. Hamil ini
7. Riwayat ANC
Perawatan antenatal di dokter sp.OG ± 2 kali
8. Riwayat KB
Belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan awal : 50 kg
Berat badan hamil : 71 Kg
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Suhu (axiller) : 36,8°C
RR : 20 x / menit28
a. Status Generalis
Kepala : Oedem kelopak mata -/-, A-/I-/C-/D-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Bentuk normal, gerak simetris, mammae membesar +/+,
hiperpigmentasi areola mammae +/+, ASI -/-
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh - / - , Whz - / -
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I = striae gravidarum (-); linea nigra (+) bekas jahitan operasi (+)
P = nyeri tekan (-)
P = tidak dilakukan
A = BU dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat + + edema - -
+ + + +
b. Status Obstetri
Leopold
LI : teraba lunak, tidak melenting, kesan bokong di fundus uteri TFU 35 cm
LII : punggung kanan, bagiang kecil-kecil di kiri (DJJ 12.12.11 140x/menit)
L III : teraba bulat, keras melenting, bagian bawah belum masuk ke dalam PAP
L IV: kepala belum masuk PAP
Vaginal Toucher : ф 1cm/eff 25%/ket(+)/kepala/ss mel/HI/PS 2/UPD~N
c. Status Neurologi
KU : Composmentis
Kesadaran : GCS 456
29
Kaku kuduk : tidak didapatkan
Pemeriksaan nervus cranialis:
n. II/III : refleks cahaya +/+ , PBI ф 3 mm
n. cranialis lain : dalam batas normal
Motorik : normal
Sensorik : normal
Refleks fisiologi : refleks patella (+/+)
Refleks patologis : (-)
Provokasi test : (-)
IV. RESUME
Pasien kiriman poli hamil dengan G2P1-1 38/39 minggu+PEB.
Pemeriksaan Fisik:
o Tekanan Darah 180/100
o Edema kedua tungkai (+)
o Refleks patella (+/+)
Status obstetri:
o LI kesan bokong, TFU 38 cm
o L2 puka, DJJ 140 x/menit
o L3 kepala belum masuk PAP
o L4 kepala belummasuk PAP
o His (-)
o Taksiran berat janin: 3400 gram
o VT: ф (-)/eff 25%/ket(+)/kepala/s smell/HI/PS=2/UPD~N
V. DIAGNOSA
G2 P10001 38/39 minggu+TH+IU+Preeklamsia berat+TBJ 3400gr
VI. RENCANA
30
a. Diagnosa
Laboratorium: Darah lengkap, urine lengkap
Lain-lain: NST
b. Terapi
Bebaskan jalan napas
Pasang O2 nasal 6-8 lpm
Inf. RD5
Anti convulsan:
Loading dose: Inj. 4 gr (20 cc) MgSO4 20% i.v pelan-pelan selama
15 menit
Maintenance: inj. 10 gr MgSO4 40% drip dalam lart. RD5 17
tts/mnt selama 1x 24 jam post partum
Antihipertensi: Nifedipin 3x10 mg bila tensi ≥ 160/110 mmHg
Balance cairan CM=CK+500cc
Pro terminasi jika PS 5
Usul ripening misoprostol 50µg/vag/6jam s/d PS ≥5
Bila PS ≥ 5 pro OD 12jam setelah misoprostol terakhir
Bila inpartu pro percepat kala II
Mx kel/VS/DJJ/His
c. Monitoring
Kesadaran
Vital sign (tensi, nadi, RR, suhu)
Balance cairan kateter
Refleks patela
d. Edukasi
Diagnosa pasien
Rencana yang akan kita lakukan pada pasien
Komplikasi pada ibu dan janin
Pro partus pervaginam
e.Laboratorium
31
VII. FOLLOW UP
Tanggal Jam Subyektif Obyektif Assesment Planning
28-08-2012 07.00 - Nyeri kepala (+)
- Kenceng –
kenceng (-)
- Gerak janin
(+)baik
STU:
CM
T: 180/90 mmHg
N: 76x/m
Temp: 36,7°
RR: 18x/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 35cm
DJJ : 11-12-11
VT: ф (-)/eff
25%/ket(+)/kepala/s s
GII P1-1 38/39 minggu
TH + PEB + TBJ
3400gram
- O2
masker 6-8lpm
- NIfedi
pin 3x10mg PO jika TD
≥160/100mmHg
- Inj.
SM lanjutan
- Balan
ce cairan CM=CK+500cc
- 3
misoprostol I 50µg/vag/6jam
pro evaluasi pukul 13.00
- Mx
kel/VS/DJJ/His
32
mell/HI/PS=2/UPD~N
His : (-)
08.00 - Nyeri kepala (+)
- Kenceng –
kenceng (+)
- Gerak janin
(+)baik
STU:
CM
T: 140/90 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 35cm
DJJ : 12-12-12
VT: ф3cm/eff
50%/ket(+)/kepala/s s
mell/ket(+)/HI/PS=2/UPD~N
GII P1-1 38/39 minggu
TH + kala I fase laten +
PEB + TBJ 3400gram
- O2
masker 6-8lpm
- NIfedi
pin 3x10mg PO jika TD
≥160/100mmHg
- Inj.
SM lanjutan
- Obs
CHPB
- Evalu
asi 6jam pro Spt B
- Mx
kel/VS/DJJ/His
33
His : (+)
11.00 - Ketuban pecah
spontan
- Kenceng –
kenceng (+)
- Gerak janin
(+)baik
STU:
CM
T: 150/90 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 35cm
DJJ : 12-12-12
VT: ф8cm/ket(-)/kepala/UUK
kiri depan/HI/UPD~N
His : (+)
GII P1-1 38/39 minggu
TH + kala I fase aktif +
PEB + TBJ 3400gram
- O2
masker 6-8lpm
- NIfedi
pin 3x10mg PO jika TD
≥160/100mmHg
- Obs
CHPB
- Evalu
asi 2jam pro Spt B
- Mx
kel/VS/DJJ/His
11.40 Ibu ingin
mengejan
STU: GII P1-1 38/39 minggu
TH + PEB + TBJ
Ibu dipimpin mengejan
34
CM
T: 150/90 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 35cm
DJJ : 12-11-12
VT: фlengkap/kepala/UUK kiri
depan/HIII/ket(-)/UPD~N
His : (+)
3400gram
11.50
11.55
Lahir bayi Spt B/P/4050gram/50cm/AS 8-9
Plasenta lahir lengkap dengan prasat Brandt Andrew
13.45 Ibu merasa lemas STU: P2-2 PP Spt B 1jam +
PEB
- Mobil
35
CM
T: 110/70 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 2jbpst
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
isasi bertahap
- Asam
mefenamat 3x1
- Robor
onsia 1x1
- ASI
eksklusif
- Pro
pindah RB
- Drip
SM lanjutan s/d 12jam PP
- Nifedi
pin tab 3x10mg bila
TD≥140/90
- Minu
m max 1000cc/24jam
- CM=
CK+500cc (balance cairan)
36
- Mx :
kel/VS/flux/kont
uterus/tanda-tanda
impending eksklampsia
20.30 Mata kabur(-)
Nyeri kepala (-)
Nyeri ulu hati(-)
Mual(-) muntah(-)
STU:
CM
T: 180/120 mmHg
N: 92x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 2jbpst
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
P2-2 PP Spt B hari ke 0 +
PEB
- Mobil
isasi bertahap
- v/v
hygiene
- ASI
eksklusif
- Asam
mefenamat 3x1
- Robor
onsia 1x1
- Pro
pindah RB
- Drip
SM lanjutan s/d 12jam PP
- Nifedi
37
pin tab 3x10mg bila
TD≥140/90
- Metil
dopa 3x250mg bila TD
≥160/110
- Metil
dopa 3x500mg bila TD
≥180/120
- Asam
mefenamat 3x500mg
- Robor
onsia 1x1
- Minu
m max 1000cc/24jam
- CM=
CK+500cc (balance cairan)
- C.
cardio
- Mx :
38
kel/VS/flux/kont
uterus/tanda-tanda
impending eksklampsia
- Pro
cek lab lengkap DL/SGOT
SGPT/Alb
06.00 Mata kabur(-)
Nyeri kepala (-)
Nyeri ulu hati(-)
Mual(-) muntah(-)
STU:
CM
T: 160/100 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
STO :
TFU : 2jbpst
P2-2 PP Spt B hari ke 0 +
PEB
- Cek
lab lengkap
- C.
cardio
- Pinda
h ruang nifas
- Mobil
isasi bertahap
- v/v
hygiene
- ASI
eksklusif
- Inj
39
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
SM stop
- Asam
mefenamat 3x500mg PO
- Robor
onsia 1x1
- Nifedi
pin tab 3x10mg bila
TD≥140/90
- Metil
dopa 3x250mg bila TD
≥160/110
- Metil
dopa 3x500mg bila TD
≥180/120
- Asam
mefenamat 3x500mg
- Robor
onsia 1x1
- Minu
40
m max 1000cc/24jam
- CM=
CK+500cc (balance cairan)
- Mx :
kel/VS/flux/kont
uterus/tanda-tanda
impending eksklampsia
- C.
cardio Lasix 1amp IV
29/8/2012 07.00 Mata kabur(-)
Nyeri kepala (-)
Nyeri ulu hati(-)
Mual(-) muntah(-)
STU:
CM
T: 150/90 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
P2-2 PP Spt B hari ke 1 +
PEB
- Pinda
h ruang nifas
- Nifedi
pin 3x10mg bila
TD≥140/90mmHg
- Methy
ldopa 3x250mg bila
TD≥180/100mmHg
- Asam
41
STO :
TFU : 2jbpst
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
Mefenamat 3x1
- Robor
ansia 1x1
- Minu
m max 1000cc/24jam
- Balan
ce cairan CM=CK+500cc
- Mx
kel/VS/kont uterus/tanda-
tanda impending eklampsia
30/8/2012 07.00 Mobilisasi bias
Mata kabur(-)
Nyeri kepala (-)
Nyeri ulu hati(-)
Mual(-) muntah(-)
Pembengkakan
payudara (-)
STU:
CM
T: 140/90 mmHg
N: 88x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
P2-2 PP Spt B hari ke 2 +
PEB
- Mobil
isasi bertahap
- Aff
infuse +kateter
- Nifedi
pin 3x10mg bila TD
>140/90mmHg
- Metil
dopa 3x250mg bila
42
+ +
STO :
TFU : 2jbpst
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
TD>180/110mmHg
- Robor
ansia/SF 1x1
- Asam
mefenamat 3x1
- KIE
v/v hygiene
- ASI
eksklusif
31/8/2012 07.00 Mobilisasi bias
Mata kabur(-)
Nyeri kepala (-)
Nyeri ulu hati(-)
Mual(-) muntah(-)
Pembengkakan
payudara (-)
STU:
CM
T: 140/90 mmHg
N: 84x/m
Temp: 36,7°
RR: 20/m
K/L: AICD (-) odem (-)
C/P: dbn
Ektremitas - -
+ +
P2-2 PP Spt B hari ke 3 +
PEB
- Nifedi
pin 3x10mg bila TD
>140/90mmHg
- Metil
dopa 3x250mg bila
TD>180/110mmHg
- KIE
v/v hygiene
- ASI
43
STO :
TFU : 2jbpst
Kontraksi uterus (+)v/v fluxus (-)
eksklusif
- Contr
ol poli kandungan
44
Lab tgl 28-08-2012 Lab tgl 29-08-2012
Darah Lengkap:
H b: 12,4
Lekosit: 7.210
Haematokrit: 38,6
Trombosit: 286.000
Kimia Klinik
BUN: 10
CS: 0,5
SGOT: 21
SGPT :16
Albumin 3,3
GDA :90
FH:
Ppt C: 11,8” P:12,5 “
INR 1,05
Aptt C: 26,5” P: 26,1”
Imuno-serologi
HBS-Ag Device : negatif
Urin Lengkap:
Bj: 1.005
pH: 6
Nitrit: -
Protein: 500 mg/dl (++++)
Darah Lengkap:
H b: 11,6
Lekosit: 9.440
Haematokrit: 36.5
Trombosit: 227.000
Kimia Klinik
BUN: 5
CS: 0,6
SGOT: 31
SGPT :16
Albumin 2.9
45
Glukosa: normal
Keton: -
Urobilin : normal
Bilirubin : -
Sedimen Ery: 0-1
Leko: 10-12
Cylind : -
Epithel: 10-15
Bact: + (positif)
Cryst; -
Lain-lain: -
46