bab 1 pendahuluan 1. 1. latar...

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Bentanglahan karst memiliki daya tarik tersendiri ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, karena memiliki karakter yang unik baik secara geomorfologi, geologi, maupun hidrologi. Distribusi bentanglahan karst di dunia menunjukan adanya variasi spasial kenampakan khas dari bentanglahan karst (Kusumayudha, 2005). Karst juga didefinisikan sebagai bentanglahan yang tercipta karena adanya reaksi dari kontak antara air dengan material karbonat, perubahan kondisi air selaku agen pelarut menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap bentuklahan karst yang terbentuk (Van Beynen, 2011). Sistem hidrologi karst memiliki karakter tersendiri dengan adanya dominasi proses pembentukan non-permukaan atau dengan kata lainhasil proses pelarutan mengakibatkan minimnya aliran permukaan dan lebih berkembangnya sistem aliran bawah permukaandengan sifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropis yang kemudian diklasifikasikan oleh White (1988) menjadi sistem aliran rembesan (diffuse), sistem aliran rekahan (fissure), dan sistem aliran lorong (conduit). Ford dan Williams (1989) turut menjabarkan bahwa bentanglahan karst tersusun oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan perkembangan porositas sekunder yang tinggi, sehingga sistem hidrologi karst memiliki keistimewaan berupa dominasi proses pembentukan aliran bawah permukaan yang merupakan produk dari proses pelarutan yang diilustrasikan dalam Gambar 1.1. Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

Upload: buianh

Post on 03-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Bentanglahan karst memiliki daya tarik tersendiri ditinjau dari berbagai

disiplin ilmu, karena memiliki karakter yang unik baik secara geomorfologi,

geologi, maupun hidrologi. Distribusi bentanglahan karst di dunia menunjukan

adanya variasi spasial kenampakan khas dari bentanglahan karst (Kusumayudha,

2005). Karst juga didefinisikan sebagai bentanglahan yang tercipta karena adanya

reaksi dari kontak antara air dengan material karbonat, perubahan kondisi air selaku

agen pelarut menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap bentuklahan karst

yang terbentuk (Van Beynen, 2011).

Sistem hidrologi karst memiliki karakter tersendiri dengan adanya dominasi

proses pembentukan non-permukaan atau dengan kata lainhasil proses pelarutan

mengakibatkan minimnya aliran permukaan dan lebih berkembangnya sistem aliran

bawah permukaandengan sifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropis yang

kemudian diklasifikasikan oleh White (1988) menjadi sistem aliran rembesan

(diffuse), sistem aliran rekahan (fissure), dan sistem aliran lorong (conduit). Ford

dan Williams (1989) turut menjabarkan bahwa bentanglahan karst tersusun oleh

kombinasi batuan yang mudah larut dan perkembangan porositas sekunder yang

tinggi, sehingga sistem hidrologi karst memiliki keistimewaan berupa dominasi

proses pembentukan aliran bawah permukaan yang merupakan produk dari proses

pelarutan yang diilustrasikan dalam Gambar 1.1.

Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

2

Lebih jauh mengenai proses pembentukan bentuklahan karst atau juga

dikenal juga dengan proses karstifikasi yang berupa interaksi antara airtanah dan

mineral karbonat penyusun batuan dengan proses utama berupa pelarutan

(dissolution) memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia airtanah di kawasan

karst (Appelo and Postma, 1994; Bogli, 1980). Jankowski (2002) kemudian

menambahkan bahwa terdapat syarat tertentu untuk dapat berlangsungnya proses

pelarutan, yaitu sifat air yang melalui sistem karst harus dalam fase tidak jenuh

(unsaturated) terhadap material karbonat dan air tersebut harus mampu

mengangkut produk hasil pelarutan ke tempat lain. Mekanisme kimiawi yang

berpengaruh terhadap dinamika proses karstifikasi adalah perubahan suhu yang

memiliki hubungan dengan tekanan gas karbondioksida (CO2), proses percampuran

(mixing) dengan air yang memiliki agresivitas berbeda. Sebagai contoh Bogli

(1980) memberikan gambaran suatu kondisi ketika terjadi banjir atau hujan yang

memiliki peran sebagai input air dengan kondisi tidak jenuh akan mempengaruhi

kondisi aliran berupa penurunan derajat keasaman air (pH) sehingga mempercepat

proses pelarutan. Hasil dari proses pelarutan yang berupa akuifer dengan perbedaan

sifat aliran dan kondisi hidrogeokimia pelarutan dalam rentang waktu tertentu

kemudian dipilih sebagai dasar pendekatan dalam karakterisasi akuifer karst yang

dilakukan dalam penelitian ini.

Bentanglahan karst Indonesia dapat dijumpai di daerah Gombong Jawa

Tengah, Kawasan Karst Maros Sulawesi Selatan,dan Kawasan Karst Gunung Sewu

di sebagian kecil Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kawasan Karst Gunung Sewu

menjadi salah satu yang paling dikenal karena kenampakan permukaan yang khas

berupa bukit-bukit berbentuk membulat hasil sisa proses karstifikasi dan

keberadaan mataair yang tersebar, dan terutama keberadaan sistem hidrologi bawah

permukaan berupa gua dan sungai bawah tanah yang berkembang dan saling

terhubung dengan ponor yang tersebar di seluruh luasan Kawasan Karst Gunung

Sewu. Secara administratif Kawasan Karst Gunung Sewu termasuk ke dalam tiga

provinsi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan

3

Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini membentang dari barat ke timur yakni

dari Daerah Parangtritis hingga sekitaran Teluk Pacitan, seperti yang nampak pada

Gambar 1.2.

Gambar 1. 2.Cakupan Kawasan Karst Gunung Sewu

(Kusumayudha, 2004)

Secara praktis penentuan Mataair Ngeleng sebagai objek dalam

karakterisasi akuifer karst dilakukan dengan alasan bahwa mataair adalah keluaran

atau luahan air dari suatu sistem akuifer yang terbentuk akibat adanya gerakan

airtanah pada celah-celah batuan (White, 1988), sehingga air yang keluar dari suatu

mataair dianggap sesuai untuk merepresentasikan karakter akuifer karst. Ditinjau

dari sisi manfaat, Mataair Ngeleng, Kawasan Karst Gunung Sewu atau secara

administratif terletak di Kecamatan Purwosari memiliki fungsi sebagai satu-satunya

sumber utama air yang memiliki kelebihan berupa kualitas air yang relatif baik,

terdapat di permukaan sehingga cenderung lebih mudah untuk didistribusikan, dan

mengalir sepanjang tahun. Bentuk pemanfaatan Mataair Ngeleng adalah untuk

pemenuhan kebutuhan air domestik dan irigasi andalan bagi empat dusunyaitu

Dusun Petoyan, Dusun Susukan, Dusun Nglegok, dan Dusun Tompak. Dibalik

manfaat Mataair Ngeleng, masih sangat sedikit penelitian mengenai karakter

mataair, sehingga judul penelitian ini dianggap penting untuk dilaksanakan oleh

penyusun.

4

1. 2. Perumusan Masalah

Mengingat kondisi hidrologi bawah permukaan yang berkembang pada

bentanglahan karst memiliki sifat heterogen dan anisotropis, karakterisasi akuifer

karst harus dilakukan dengan pendekatan ilmiah terhadap hasil proses yang berupa

sifat aliran dan kondisi hidrogeokimia. Berdasarkan pendekatan terhadap dua aspek

tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana variasi temporal sifat aliran akuifer karst Mataair Ngeleng?

2. Bagaimanakah variasi temporal hidrogeokimia Mataair Ngeleng?

3. Bagaimanakah hubungan antara variasi temporal sifat aliran dan hidrogeokimia

akuifer karst Mataair Ngeleng?

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian maka diperoleh

dasar pemikiran bahwa pendekatan ilmiah terhadap kondisi hidrogeokimia yang

dikombinasikan dengan kajian sifat aliran Mataair Ngeleng dalam rentang waktu

tertentu adalah cara yang sesuai untuk karakterisasi akuifer karst, sehingga

penyusun memilih judul penelitian skripsi: “Karakterisasi Akuifer Karst

Mataair Ngeleng dengan Pendekatan Variasi Temporal Sifat Aliran dan

Hidrogeokimia”

1. 3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui variasi temporal sifat aliran akuifer karst Mataair Ngeleng;

2. Mengkaji variasi temporal hidrogeokimia akuifer karst Mataair Ngeleng;

3. Mempelajari hubungan antara sifat aliran dengan hidrogeokimia Mataair

Ngeleng.

5

1. 4. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan variasi temporal

sifat aliran dan hidrogeokimia dalam menentukan karakteristik akuifer karst.

Manfaat langsung penelitian ini terhadap masyarakat adalah memberikan informasi

mengenai potensi akuifer karst baik pada musim penghujan maupun pada musim

kemarau, serta gambaran mengenai kualitas air secara umum beradarkan

kandungan kimia yang dimiliki. Manfaat lain yang lebih luas adalah penelitian ini

pada waktu mendatang dapat berfungsi sebagai referensi untuk manajemen

Ekosistem Karst Gunung Sewu terutama dalam aspek hidrologi mencakup

kebutuhan konservasi, eksplorasi, dan pengelolaan sumberdaya air.

Terkait keperluan pengembangan riset teknologi dan ilmu pengetahuan,

penelitian ini diharapkan juga berperan sebagai acuan dalam pembelajaran ilmu

bumi terutama di bidang geografi fisik dan lingkungan terlebih dalam lingkup

kajian kawasan karst dan juga mampu menjadi contoh untuk menarik antusiasme

para peneliti muda Indonesia yang memiliki potensi dan ketertarikan agar lebih

menyadari keistimewaan bentanglahan karst yang luas untuk dikaji lebih jauh.

1. 5. Tinjauan Pustaka

1. 5. 1. Karst

Ford dan Williams (1989) menjelaskan istilah karst sebagai kenampakan

alami dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari adanya proses

pelarutan material karbonat dan keberadaan porositas sekunder yang lebih dominan

berkembang. Karst merupakan suatu kawasan bentanglahan dengan fenomena alam

yang terjadi akibat perpecahan batugamping, dolomit, gipsum, atau batugaram oleh

hujan, es yang mencair, aliran sungai, ataupun aliran bawah tanah yang

menghasilkan sistem retakan, celah, lubang gua dan saluran-saluran air.

Kawasan karst umumnya dikenal dengan kenampakan yang khas seperti

lembah buta (sinkhole), lembah kering, ornamen gua, mataair, serta dapat dijumpai

watertable yang datar dan relatif dalam (Erdelyi and Galfi, 1988). White (1988)

mencirikan karst dengan kenampakan sebagai berikut:

6

1. Adanya cekungan tertutup dengan berbagi ukuran dan bentuk,

2. Drainase permukaan dan sungai permukaan sangat langka,

3. Terdapatnya gua dan sistem drainase bawah permukaan.

Perkembangan karst sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain,

hal tersebut disebabkan oleh faktor pengontrol perkembangan karst yaitu batuan,

struktur geologi, vegetasi dan iklim. Secara umum, kenampakan eksokarst

berdasarkan relief permukaan secara umum dibedakan menjadi bentuklahan dengan

relief negatif atau cekungan dan bentuklahan dengan relief positif atau menonjol di

atas permukaan bumi (Kusumayudha, 2005).

Proses pelarutan material karbonat pada bentanglahan karst terjadi di tempat

yang mengalami konsentrasi pelarutanyang berasosiasidengan konsentrasi struktur

kekar, konsentrasi mineral mudah larut, maupun tempat dengan perpotongan

struktur geologi berupa kekar dan bidang perlapisan. Perkembangan dari bentukan

karst dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni ketinggian tempat, intensitas hujan,

keberadaan batuan mudah larut (soluable material), dan kerapatan vegetasi.

Perkembangan karst di permukaan dapat diketahui dari fenomena kenampakan fisik

singkapan batugamping dari batugamping dan batugamping kalice (Kusumayudha,

2005).

1. 5.2. Proses Karstifikasi

Karstifikasi adalah proses yang menyebabkan berkembangnya bentuklahan

karst. Proses karstifikasi pada batugamping diawali oleh larutnya karbon dioksida

(CO2) di dalam air yang kemudian membentuk H2CO3. Ada dua hal pokok dalam

proses pelarutan, yaitu agen pelarut dan materi yang terlarut. Air memiliki peran

penting sebagai agen pelarut utama, sedangkan materi terlarut adalah batuan dari

jenis batuan karbonat seperti gipsum maupun batugamping.

Proses karstifikasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dan

faktor pengontrol. Faktor pengontrol menentukan keberlangsungan proses

karstifikasi si suatu tempat, sedangkan faktor pendorong menentukan kecepatan dan

tingkat kesempurnaan proses karstifikasi (Haryono dan Adji, 2004). Lebih lanjut

dijelaskan bahwa faktor pengontrol tersebut meliputi keberadaan batuan yang

7

mudah larut, kompak, tebal, dan mempunyai banyak rekahan, terdapat curah hujan

yang cukup (lebih dari 2500 mm/tahun), topografi yang tinggi sehingga terdapat

batuan yang tersingkap di ketinggian yang memungkinkan perkembangan sirkulasi

air secara vertikal. Berikut Tabel 1. 1. yang berisikan faktor-faktor dalam proses

karstifikasi.

Tabel 1. 1. Faktor dalam Proses Karstifikasi

Faktor Pengontrol Faktor Pendorong

Keberadaan batuan mudah larut disertai rekahan Temperatur

Curah hujan cukup (>2500 mm/tahun) Tutupan vegetasi

Batuan terekspos di ketinggian terkait

perkembangan drainase vertikal Aktivitas organisme

Sumber: Adji dan Haryono (2004)

Bogli (1980) menjelaskan bahwa pada proses pelarutan batugamping oleh

air hujan yang berasal dari atmosferkemudian jatuh ke permukaan sehingga terjadi

proses fisika dan kimia yang menyebabkan perpindahan massa dan reaksi antara

fase udara, air, dan batuan.

Reaksi yang terjadi pada batas antar fase (interface) dalam proses

karstifikasi adalah transfer massa dan difusi, sementara reaksi kimia lebih dominan

terjadi di fase air. Sistem perpindahan massa yang terjadi pada sistem karbonat

kemudian dikenal sebagai sistem CO2-H2O-CaCO3, yang menurut Bogli (1980)

memiliki tahapan proses, berupa:

(1) Terjadi hujan yang diikuti dengan masuknya gas karbondioksida (CO2) di

atmosfer ke dalam air melalui proses difusi

(2) Air yang mengandung CO2 bersenyawa membentuk asam karbonat

(carbonic acid) dengan reaksi kimia CO2(di air) + H2O H2CO3,

sehingga dapat dikatakan bahwa gas karbondioksida larut dalam air

(3) H2CO3 merupakan asam kuat, maka dapat mengalami proses dissociation

(perpecahan) awal, yakni: H2CO3 HCO3-+ H+ dan proses

8

yangkedua adalah HCO3- CO3

2- + H+ dengan proporsi yang kecil

dibawah pH 8,4

(4) Kemudian air dan batuan gamping berinteraksi, terjadi pelepasan ion

dengan reaksi pelarutan pelarutan batugamping:

CaCO3 Ca2+ + CO3-

(5) Selanjutnya, CO32- bergabung dengan ion H+ yang lepas pada reaksi (3)

sehingga CO32- + H+ HCO3

-

1. 5. 3. Akuifer Karst

Bentanglahan Karst dicirkan dengan akuifer atau sistem drainase bawah

permukaan yang bersifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropik (Ford and

William, 1989). Ciri spesifik bentanglahan karst adalah berkembangnya tipe

porositas sekunder yang merupakan hasil dari proses pelarutan, dimana proses

tersebut juga berperan sebagai pengontrol dari akuifer yang memiliki material

karbonat. Cepat lambat atau tingkat laju pelarutan batugamping bergantung pada

besar kecilnya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) yang terdapat pada sistem

akuifer karst terbuka ataupun sistemakuifer karst tertutup.

Gambar 1. 3. Konsep Aliran Airtanah pada Akuifer Karst (White, 2004 dalam Adji,

2009)

Sistem aliran di akuifer karst terbagi atas 4 (empat) komponen aliran utama

yang menyumbang air menuju akuifer karst (White, 1988). Konsep dari sistem

aliran airtanah pada akuifer karst disajikan pada Gambar 1. 3.

9

Imbuhan akuifer karst paling sedikit terbagi atas 4 (empat) komponen antara

lain yakni :

1. Allogenic recharge, yaitu aliran permukaan berupa sungai yang masuk ke

dalam akuifer karst melalui bentukan ponor (swallow hole);

2. Internal runoff, yaitu aliran permukaan dan hujan yang jatuh ke bentuk

cekungan karst tertutup dan kemudian masuk ke akuifer karst secara

bertahap melalui sinkhole atau ponor;

3. Diffuse infiltration, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan

terinfiltrasi secara perlahan melewati pori-pori tanah yang mampu disimpan

dalam kurun waktu tertentu pada zone epikarst sebelum kemudian turun ke

bawah melalui rekahan atau matriks batuan menuju ke muka airtanah;

4. Imbuhan dari akuifer yang bertengger (perched akuifer): yaitu imbuhan yang

berasal dari akuifer lokal suatu area yang berada di atas akuifer karst,

kemudian dapat mencapai muka airtanah.

Sistem aliran akuifer di karst diidentifikasi memiliki sistem aliran lorong

(conduit) atau sistem rembesan (diffuse) seperti pada Gambar 1. 4. yang tidak

terdapat pada akuifer non-karst (White, 1988), dimana pada bentanglahan karst

dijumpai sistem aliran yang tidak seragamdi tiap wilayah.

Gambar 1.4. Sistem aliran airtanah karst (Domenico and Schwartz, 1990)

10

White (1988) juga mengklasifikasikan akuifer karst berdasarkan tipe

alirannya menjadi tiga konsep, yaitu:

a. Diffuse-flow Karst Aquifer atau akuifer dengan sistem aliran didominasi

sistem rekahan(diffuse). Akuifer ini mengalami proses pelarutan yang tidak

terlalu dominan, ciri dari akuifer ini adalah muka airtanah yang dapat

didefinisikan dengan fluktuasi yang tidak terlalu besar, serta kedudukan

muka airtanahnya sedikit di atas muka airtanah regional;

b. Free-flow Karst Aquifer yang memiliki tipe aliran lorong(conduit) yang

menunjukan keberadaan dominasi proses pelarutan, ciri akuifer ini adalah

memiliki respon yang sangat cepat terhadap kejadian hujan dan mempunyai

hidrograf aliran dengan karakter yang mirip dengan hidrograf pada aliran

permukaan;

c. Confined-flow Karst Aquifer yang terletak di bawah lapisan batuan dengan

nilai permeabilitas yang sangat kecil, sehingga kondisi aliran yang dimiliki

sangat dipengaruhi lapisan di bagian atasnya.

Hobbes (1986) mengutarakan bahwa terdapat sifat aliran lain di sistem

hidrologi karst yaitu tipe aliran fissure dengan karakteristik seperti yang dapat

diamati pada Tabel 1. 2. berikut.

Tabel 1. 2. Karakteristik Aliran Akuifer Karst

TIPE

ALIRAN KARAKTERISTIK

KONDISI

IMBUHAN SIMPANAN

CONDUIT Perpipaan, sensitif

terhadap hujan

Banyak sinkhole

dan ponor

Rendah dan

hanya pada saat

musim hujan

FISSURE Percelahan, respon

sedang terhadap hujan Fracture, joint

Sedang dan

perenial

musiman

DIFFUSE Menyebar, respon

lambat terhadap hujan

Fracture,

intergranuler

Besar dan

sepanjang tahun

Sumber: Hobbes (1986)

11

1. 5. 4. Mataair Karst

Mataair adalah pemunculan airtanah ke permukaan bumi karena suatu

sebab, berupa topografi, gravitasi, maupun struktur geologi, kemudian mataair karst

menurut White (1988) adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada

keluaran hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi. Keistimewaan

yang dijumpai pada mataair karst adalah kondisi mataair dengan debit yang relatif

sama besar, bersuhu sama, serta memiliki kesadahan yang sama dapat pula

dijumpai pada mataair karst di tempat lain. Keunikan yang lain adalah karakteristik

mataair karst yang sangat tergantung dari tingkat karstifikasi suatu wilayah. Elevasi

suatu mataair karst dapat menurun ke arah dalam sepanjang kurun waktu tertentu

dan bila mencapai local base level, maka mataair di sekitarrnya dengan ukuran

yang lebih kecil akan hilang dan bergabung seiring dengan berkembangnya sistem

pelorongan.

Klasifikasi mataair karst hampir tidak berbeda dengan klasifikasi mataair

pada kawasan lain di permukaan bumi, yakni klasifikasi atas dasar periode

pengalirannya oleh Kusumayudha (2004) menjadi:

1. Mataair Perenial, mataair dengan debit yang konsisten sepanjang tahun, dengan

pengaruh perubahan musim hanya pada dinamika debit.

2. Mataair Periodik, mataair yang mengalir pada saat banyak terjadi hujan dan

merupakan salah satu tipe mataair yang umum dijumpai di Kawasan Karst.

3. Mataair Intermittent, mataair yang memiliki aliran dipengaruhi oleh perubahan

muka airtanah regional, atau berasosiasi dengan aliran yang hanya terdapat pada

waktu musim hujan.

4. Mataair Episodik, mataair yang mengalir tidak dengan pola tertentu, melainkan

terjadi setelah hujan dan juga merupakan matair yang umum dijumpai di

Kawasan Karst.

Kemudian klasifikasi berdasarkan asal airtanah yang meluah menurut

Kusumayudha (2004) digolongkan menjadi:

12

1. Mataair Emergence, mataair dengan debit besar namun daerah tangkapannya

tidak jelas, dalam artian tidak memiliki kenampakan nyata yang jelas sebagai

bukti.

2. Mataair Resurgen, mataair yang berasal dari sungai yang masuk ke dalam tanah

dan muncul lagi ke permukaan (re-emergence flow).

3. Mataair Eksurgen, mataair dengan debit kecil berupa rembesan, seperti pada

akuifer intergranuler.

Klasifikasi mataair berdasarkan struktur geologi oleh Kusumayudha (2004) terbagi

menjadi:

1. Mataair Kontak, mataair yang muncul karena adanya kontak antara lapisan

permeabel dengan lapisan impermeabel pada bidang perselingan formasi batuan.

2. Mataair Rekahan, mataair yang keluar dari bukaan struktural berupa kekar atau

retakan yang terbuka di batuan karbonat.

3. Mataair Descending, mataair yang keluar melalui sistem lorong dengan arah

aliran menuju bagian bawah.

4. Mataair Ascending, mataair yang terbentuk dari proses pengeringan zona freatik

pada bidang kekar yang terbuka dengan ciri pada debit aliran yang sangat

bervariasi.

5. Mataair Aluvial Karst, mataair yang mengeringkan zona freatik dan memotong

kenampakan lembah.

Beberapa klasifikasi tersebut ditampilkan pada Gambar 1. 5.

Gambar 1. 5. Jenis Mataair Karst Berdasarkan Struktur Geologi

(White, 1988; Kusumayudha, 2004)

13

1. 5. 5. Hidrogeokimia

Secara harfiah hidrogeokimia merupakan suatu pendekatan dalam proses

interpretasi reaksi kimiawi antara airtanah dengan material penyusun akuifer.

Secara praktis hidrogeokimia digunakan sebagai salah satu alat dalam menjawab

berbagai permasalahan dalam ruang lingkup kajian ilmu geohidrologi, seperti

menghitung laju reaksi kimia airtanah, menentukan tingkat kontaminasi airtanah,

serta memprediksi arah dan kecepatan aliran airtanah (Jankowski, 2002; Santosa,

2010).

Kondisi hidrogeokimia memiliki perbedaan baik secara spasial maupun

temporal, karena terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh antara lain:

proses presipitasi, evaporasi-transpirasi, pertukaran ion, proses reduksi-oksidasi,

pelarutan mineral, proses pengendapan, proses percampuran, dan keberadaan

pengaruh dari aktivitas manusia (Sudarmadji, 1990). Secara detail faktor-faktor

tersebut akan dijelaskan berikut ini.

a. Proses Presipitasi

Proses presipitasi atau hujan merupakan salah satu komponen iklim yang

memiliki pengaruh besar terhadap kondisi hidrogeokimia. Berdasarkan kandungan

kimia yang dimiliki, air hujan mengandung berbagai zat yang awalnya berwujud

gas seperti SOx, NOx, dan COx. Secara sederhana Santosa (2010) menjelaskan

bahwa air hujan yang jatuh akan mengalami kontak langsung dengan permukaan

tanah, diikuti oleh proses infiltrasi dan perkolasi untuk kemudian mencapai

kedalaman airtanah. Proses tersebut jelas memberikan pengaruh terhadap kondisi

hidrogeokimia airtanah di tiap wilayah.

b. Evaporasi-Transpirasi

Evaporasi dan transpirasi merupakan dua proses dalam siklus hidrologi

yang dipengaruhi oleh suhu. Secara teoritis dua proses tersebut memiliki pengaruh

terhadap kandungan zat kimia dalam air. Secara sederhana air hujan yang jatuh

sebagian akan mengalami evaporasi sebelum mencapai permukaan, dan sebagian

sisanya kembali mengalami evaporasi setelah mencapai permukaan. Proses

transpirasi kembali terjadi setelah air mengalami kontak dengan tumbuhan, dimana

14

kembali terjadi pengurangan volume air. Akibat dari dua proses tersebut adalah

terjadi peningkatan konsentrasi kandungan garam-garam yang sebelumnya telah

terlarut dalam air hujan, kemudian air yang tersisa masuk kedalam tanah menjadi

airtanah.

c. Pertukaran Ion

Pertukaran ion merupakan suatu proses yang melibatkan zat cair dan zat

padat. Pertukaran ion akan merubah komposisi kimia air. Kation yang sering

mengalami pertukaran adalah Na+, Ca2+, dan Mg2+.

d. Proses Reduksi-Oksidasi

Proses reduksi-oksidasi merupakan salah satu proses dalam kajian kimia

airtanah yang terbilang penting. Dalam proses reduksi terjadi perolehan elektron

bebas oleh unsur yang telah mengalami reduksi. Sedangkan dalam proses oksidasi

merupakan proses pelepasan elektron bebas oleh unsur yang teroksidasi. Kedua

proses ini pasti terjadi dan memberikan kompensasi satu sama lain (Purnama,

2004).

e. Pelarutan Mineral

Proses pelarutan mineral akan membebaskan ion dari senyawanya dan

kemudian larut dalam airtanah (Matthess, 1982 dalam Purnama, 2004). Pelarutan

dalam lingkup kajian airtanah terjadi antara airtanah dengan material penyusun

akuifer karena adanya kontak langsung dalam kurun waktu yang terbilang panjang.

Sebagai contoh langsung dari pelarutan mineral terdapat dalam penelitian ini

dimana mineral karbonat berupa kalsit akan melepaskan ion-ion karbonat yang

dimiliki untuk kemudian larut dalam airtanah. Akibat dari terjadinya pelarutan

mineral adalah perubahan yang signifikan dari komposisi kimia airtanah. Perlu juga

diketahui bahwa jika material penyusun akuifer berbeda di setiap tempat maka

komposisi kimia airtanah yang dimiliki juga berbeda.

f. Proses Pengendapan

Proses pengendapan merupakan kebalikan dari proses pelarutan, yakni

proses yang terjadi akibat penggabungan ion-ion akibat zat yang berfungsi sebagai

15

pelarut mengalami penguapan, atau akibat terjadi reaksi kimia yang membentuk

garam yang bersifat tidak mudah larut. Pengandapan mineral akan mempengaruhi

tipe kimia airtanah. Mineral yang terbilang mudah mengalami pengendapan selama

proses evaporasi antara lain adalah: kalsit, gypsum, klorida, dan kombinasi dari

unsur-unsur tersebut. Jika dihubungkan dengan proses pelarutan, maka terdapat

suatu rangkaian proses dimana jika air sudah tidak mampu lagi melarutkan mineral

tertentu, maka airtanah telah jenuh (saturated) dan mulai terjadi proses

pengendapan, kemudian jika airtanah masih mampu melarutkan mineral

(unsaturated) maka proses pelarutan akan terus berlangsung.

g. Proses Percampuran

Proses percampuran merupakan proses yang biasanya terjadi dengan

melibatkan air tawar dengan air asin. Proses percampuran air dengan konsentrasi

yang berbeda jelas akan memberikan pengaruh berupa perubahan komposisi kimia

air. Proses percampuran menurut Santosa (2010) biasanya terjadi pada zona

dengan perbedaan karakteristik terutama perbedaan lingkungan fisik.

h. Pengaruh Aktivitas Manusia

Pengaruh aktivitas manusia yang umum dijumpai adalah berupa

pencemaran airtanah, yang mengakibatkan berubahnya komposisi kimia airtanah.

Terjadinya pencemaran akan meningkatkan konsentrasi zat maupun unsur terlarut

dalam airtanah, sehingga merubah kualitas airtanah. Sebagian besar pencemaran

airtanah berkaitan erat dengan cara pembuangan limbah di permukaan yang

kemudian akan mengalami proses infiltasi dan perkolasi menuju airtanah

(Sudarmadji, 1990).

1. 6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang memiliki keterkaitan dengan riset yang dilaksanakan dalam

skripsi ini dilakukan oleh Raeisi, E dan Karami, G pada tahun 1997 dengan

menggunakan analisis hidrokemograf secara temporal disertai pemisahan aliran

dasar, serta pemodelan hidrogeokimia dengan perangkat lunak WATEQF terhadap

data temporal selama 32 bulan di Mataair Berghan, Iran untuk mengidentifikasi

16

karakteristik akuifer karst. Lopez Chichano et al pada tahun 2000 melakukan

penelitian hidrogeokimia dengan pemodelan hidrogeokimia terutata indeks

kejenuhan (saturation indices) dengan perangkat lunak WATEQF dan kalkulasi

transfer massa dengan perangkat lunak PHREEQC terhadap mataair karstdi

Spanyol dengan hasil bahwa input air terhadap akuifer mencakup jenis imbuhan

dan kondisi input air memberikan pengaruh terhadap pola temporal kondisi

hidrogeokimia.

Penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia dilakukan oleh Adji, T.N dan

Sudarmadji pada tahun 2006 berupa pemisahan aliran dasar dengan analisis

konstanta resesi hidrograf untuk penentuan karakter aliran akuifer karst di Sungai

Bawah Tanah Bribin, Provinsi DIY. Hasil variasi nilai konstanta resesi untuk

komponen aliran diffuse, fissure, dan conduit pada tiga gua di sepanjang aliran

Sungai Bribin adalah sangat tinggi, dengan rata-rata nilai konstanta resesi aliran

diffuse tertinggi terjadi di Gua Bribin (0,998), kemudian Gua Gilap memiliki rata-

rata nilai konstanta resesi diffuse yang paling kecil, sedangkan Gua Ngreneng yang

merupakan bocoran dari aliran Sungai Bribin, akuifernya mempunyai sifat

pelepasan komponen aliran diffuse yang hampir sama dengan Gua Bribin (0,98-

0,99), dengan variasi nilai sepanjang musim banjir cukup besar (0,94-0,99).

Hariadi, B di tahun 2008 mendeskripsikan variasi temporal intensitas dan

komposisi kimia air tetesan ornamen gua beserta seluruh faktor yang

mempengaruhinya. Adji, T. N kemudian kembali melakukan penelitian di tahun

2009 berupa pemisahan aliran dasar dengan analisis konstanta resesi, scatter plot

analysis kondisi hidrogeokimia, dan analisis hubungan antar variabel sistem karst

dinamis di Sungai Bawah Tanah Bribin, Provinsi DIY. Misqi, M pada tahun 2010

melakukan penelitian yang terfokus pada perhitungan konstanta resesi pada tiga

objek yang mewakili karakter berbeda yaitu Mataair Beton, Sungai Bawah Tanah

Bribin, dan Sungai Bawah Tanah Toto dengan hasil penelitian yang menyatakan

bahwa ketiga objek penelitian memiliki perbedaan dalam pelepasan komponen

aliran. Penelitian yang telah dilakukan termasuk penelitian yang akan dilakukan

dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk matriks dalam Tabel 1. 3. berikut.

17

Tabel 1. 3. Penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang dilaksanakan dalam skripsi ini

No Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

1

Raeisi, E

dan Karami,

G

1997

Hydrochemographs of Berghan

Karst Spring as Indicators of

Aquifer Characteristics

Identifikasi karakteristik

akuifer dengan analisis

hidrokemograf

Analisis temporal

hidrokemograf dan

pemisahan aliran dasar

(baseflow)

Daerah tangkapan Mataair

Berghan didominasi tipe

aliran diffuse dengan

imbuhan bertipe autogenik

2

Lopez

Chichano, et

al

2000

Factors Which Determine The

Hydrogeochemichal Behaviour Of Karstic Springs, A Case Study

from The Betic Cordilleras, Spain

Mengetahui faktor-

faktor yang

mempengaruhi kondisi

hidrogeokimia

Analisis temporal

hidrogeokimia dari

beberapa mataair dalam 1

(satu) sistem hidrogeologi,

serta mengidentifikasi

faktor yang mempengaruhi

Pola temporal

hidrogeokimia mataair

karst dipengaruhi oleh

dinamika input air yang

dimiliki

3

Adji, T. N

dan

Sudarmadji

2006

The Distribution of Flood

Hydrograph Recession Constant of

Bribin River For Gunung Sewu Karst Aquifer Characterization

Mengidentifikasi

konstanta resesi

hidrograf untuk

mengkarakterisasi sifat

akuifer karst SBT Bribin

Pemisahan aliran dengan

konstanta resesi hidrograf

Gua Bribin dan Gua

Ngreneng didominasi sifat

aliran diffuse, sedangkan

Gua Gilap memiliki respon

aliran yang paling cepat

atas keberadaan input air

dari sinkhole

4 Hariadi, B 2008

Studi Variasi Temporal

Kandungan Geokimia Air Tetesan

Gua di Kawasan Karst Gunung

Sewu: Kasus Pada Ornamen

Drappery di Dalam Gua Gilap dan

Ornamen Stalaktit di Dalam Gua

Bribin

Mendeskripsikan variasi

temporal intensitas dan

komposisi kimia air

tetesan ornamen

Analisis temporal

kandungan kimia air yang

berasal dari ornamen gua

Kondisi geokimia air

tetesan pada ornamen Gua

Gilap dan Gua Bribin

dipengaruhi oleh kondisi

musim

Sumber: Telaah Pustaka Peneliti (2012)

18

Tabel 1. 3. Penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang dilaksanakan dalam skripsi ini (Lanjutan)

No Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil

5 Adji, T N 2009

Variasi Spasial-Temporal

Hidrogeokimia dan Sifat

Aliran Untuk Karakterisasi

Sistem Karst Dinamis di

Sungai bawah Tanah Bribin,

Kabupaten Gunungkidul DIY

Menganalisis variasi spasial-

temporal persentase aliran

dasar, kondisi hidrogeokimia,

dan kondisi SKD Sungai

Bawah Tanah Bribin, DIY

Pemisahan aliran dasar

dengan konstanta resesi,

scatter plot analysis kondisi

hidrogeokimia, analisis

hubungan antar variabel

sistem karst dinamis

Terdapat pola variasi spasial-

temporal pada hubungan

antara karakteristik aliran,

kondisi hidrogeokimia, dan

karakter sistem karst dinamis

di SBT Bribin

6 Misqi, M 2010

Analisis Konstanta Resesi

Sungai Bawah Tanah Untuk

Karakterisasi Pelepasan

Komponen Akuifer Karst

(Studi Kasus: Mataair Beton,

Sungai Bawah Tanah

Seropan, dan Sungai Bawah

Tanah Bribin, Kab.

Gunungkidul, Provinsi DIY)

Mengetahui karakteristik

aliran akuifer karst dalam

melepaskan komponen

simpanannya dengan

perhitungan konstanta resesi

Analisis konstanta resesi

pada tiga objek yang

berbeda (Mataair Beton,

SBT Seropan, dan SBT

Bribin)

Pelepasan komponen aliran

yang bervariasi pada ketiga

objek penelitian

7 Oktama,

R 2012

Karakterisasi Akuifer Karst

Mataair Ngeleng dengan

Pendekatan Variasi Temporal

Sifat Aliran dan

Hidrogeokimia

Mendeskripsikan karakter

akuifer karst dengan analisis

variasi temporal sifat aliran,

kondisi hidrogeokimia serta

hubungan antara keduanya

Pemisahan aliran dasar dan

analisis konstanta resesi,

analisis kondisi

hidrogeokimia meliputi tipe

kimia air, analisis

hidrokemograf, indeks

kejenuhan (saturation indices), serta analisis

scatter plot untuk kemudian

mendeskripsikan hubungan

antara sifat aliran dan

kondisi hidrogeokimia

Sifat aliran akuifer karst,

variasi temporal kondisi

hidrogeokimia, dan deskripsi

karakteristik akuifer karst

berdasarkan hubungan kedua

variabel

Sumber: Telaah Pustaka Peneliti (2012)

19

1. 7. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dibangun dari proses awal

dalam proses hidrologi, yakni dari proses presipitasi. Presipitasi memiliki

kandungan tersendiri berupa gas CO2 yang spesifik berpengaruh terhadap

proses karstifikasi. Kandungan gas CO2 dalam air hujan merupakan produk

dari adanya proses transfer antar fase gas dengan fase cair yang terjadi di

atmosfer. Presipitasi juga memiliki fungsi sebagai input air utama bagi sistem

akuifer karst. Variasi karakter yang dimiliki oleh proses presipitasi baik

berupa kandungan gas CO2, waktu kejadian, hingga intensitasnya

memberikan pengaruh sehingga proses presipitasi dianggap penting untuk

diketahui. Air dari proses presipitasi kemudian diikuti oleh kontak langsung

dengan vegetasi. Kontak dengan vegetasi turut mempengaruhi kondisi air

baik secara kuantitas maupun kimiawi terkait proses biologis yang dimiliki.

Proses recharge sendiri dalam sistem akuifer karst dikelompokan menjadi

imbuhan langsung melalui ponor (sinkhole), imbuhan yang terlebih dahulu

terakumulasi dalam cekungan, dan imbuhan yang berlangsung secara

perlahan melalui zona epikarst.

Air yang telah melalui proses di permukaan dan sub-permukaan

kemudian masuk ke dalam sistem utama berupa akuifer karst. Selama berada

dalam fase simpanan, air mengalami kontak langsung dengan material

penyusun akuifer karst berupa material karbonat, sehingga terjadi proses

kimiawi berupa proses pelarutan (dissolution) pada awalnya, kemudian

diikuti dengan proses pengendapan (precipitation). Berdasarkan proses

tersebut diperoleh poin pertama yang menjadi dasar pemikiran dalam

penelitian ini.

Pelepasan simpanan dalam sistem akuifer karst kemudian menjadi

proses yang terkait dengan output air dari keseluruhan proses, menjelang

proses selanjutnya yang kemudian melibatkan aktivitas manusia dalam

pemenuhan kebutuhan atau proses-proses antropogenik. Komponen yang

dilepaskan oleh akuifer karst terbagi menjadi aliran diffuse, aliran fissure, dan

20

aliran conduit. Ketiga komponen aliran tersebut dilepaskan dangan cara yang

berbeda-beda terkait dengan karakter akuifer yang lebih dominan

berkembang, yaitu berupa rembesan, rekahan, maupun pelorongan. Perbedaan

dalam pelepasan komponen aliran pada akuifer karst kemudian menjadi poin

kedua dalam penelitian ini.

Dua poin utama yang telah dijabarkan sebelumnya, yakni mengenai

kondisi hidrogeokimia dan sifat aliran kemudian dijadikan pendekatan utama

dalam karakterisasi akuifer karst dengan pertimbangan bahwa kedua poin

mewakili proses yang berlangsung di dalam, hingga bagaimana proses

pelepasan dari sistem akuifer karst, baik dengan kajian dari masing-masing

poin, hingga hubungan antar keduanya. Secara sistematis, kerangka

pemikiran yang dibangun untuk penelititian ini tersaji pada Gambar 1. 6.

Gambar 1. 6. Kerangka Pemikiran

Presipitasi Atmosfer

Conduit Fissure Difusse

Karakter Akuifer

Karst

Persentase Aliran

Dasar

Komponen Aliran

Sistem Akuifer Karst

Sifat Aliran Kondisi

Hidrogeokimia

Vegetasi

Permukaan Tanah

Batuan

Epikarst

21

1. 8. Batasan Ilmiah

a. Agresivitas air adalah kondisi atau kemampuan air untuk melarutkan

mineral (Jankowski, 2002)

b. Akuifer karst adalah lapisan berbahan material karbonat yang mampu

menyimpan dan mengalirkan airtanah dalam jumlah yang cukup dengan

spesifikasi kondisi sistem aliran bawah permukaan tersendiri (Ford and

Williams, 1989)

c. Aliran conduit adalah tipe aliran bawah tanah karst yang berupa lorong-

lorong dengan bentuk menyerupai pipa dengan diameter hingga

beberapa meter yang terbentuk dari pelebaran rekahan dan bidang

perlapisan batuan karena proses pelarutan, pada aliran ini distribusi

airtanah karst dikontrol oleh persebaran dan arah lorong-lorong tersebut

(White, 1988)

d. Aliran diffuse adalah tipe aliran bawah tanah karst yang berada pada

rekahan-rekahan kecil pada batuan yang menunjukan sedikit sekali

hasil dari proses pelarutan. Keluaran air dari aliran ini biasanya hanya

memiliki debit yang kecil dengan fluktuasi yang hampir seragam

(White, 1988)

e. Aliran Fissure adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari

akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping

yang berukuran 10-102 mm (Bonacci, 1990)

f. Baseflow atau aliran dasar adalah debit aliran pada suatu sungai yang

tetap mengalir pada musim kemarau karena berasal dari air yang

tersimpan dalam akuifer (Fetter, 1994)

g. Baseflow separation adalah pemisahan aliran dasar, suatu metode untuk

memisahkan komponenaliran pada suatu sungai menjadi komponen

aliran dasar dan komponen aliran langsung (Schulz, 1976)

h. Batugamping merupakan jenis batuan sedimen, batuaan karbonat, yang

didominasi oleh kalsium karbonat yang merupakan hasil rombakan dari

binatang dan vegetasi laut (Ford and Williams, 1989)

22

i. Debit adalah laju aliran air dalam bentuk volume air yang melewati

suatu penampang melintang per satuan waktu (Asdak, 2007)

j. Eksokarst adalah bagian atas permukaan dari suatu bentanglahan

karst(White, 1988)

k. Endokarst adalah bagian bawah permukaan dari suatu bentangalam

karst (White, 1988)

l. Hidrogeokimia merupakan pendekatan yang mengkaji proses dan reaksi

yang terjadi karena adanya interaksi antara airtanah dan batuan pada

akuifer (Mudry, 2004)

m. Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan

waktu (Sri Harto Br, 1993)

n. Hidrograf banjir adalah grafik berskala yang menunjukkan hubungan

antarawaktu pada sumbu horisontal dan data debit aliran pada saat

kejadian banjir pada sumbu tegak (Schulz, 1976)

o. Hidrokemograf adalah gambar atau grafik berskala yang berisi

informasi perubahan debit aliran danperubahan sifat kimia air secara

temporal (Plagnes, 2001)

p. Indeks Kejenuhan adalah nilai yang menunjukkan tingkat kejenuhan atau

agresivitas air untuk melarutkan suatu mineral batuan (Appelo and

Postma, 1994)

q. Karst merupakan medan dengan sistem hidrologinya yang khusus dan

bentukan-bentukannya yang timbul dari sebuah kombinasi antara

batuan yang memiliki daya larut tinggi dan porositas sekunder yang

berkembang dengan baik (Ford and Williams, 1989)

r. Karstifikasi adalah salah satu bagian siklus pada karbon, air, kalsium

yang terdapat pada batas antar fase hubungan litosfer, hidrosfer,

atmosfer, dan biosfer (Daoxian, 2002)

s. Konstanta Resesi adalah suatu angka yang biasa digunakan sebagai

indikator keberlangsungan aliran dasar, dapat diperoleh secara

eksponensial dari kurva resesi suatu hidrograf aliran (Nathan and

McMahon, 1990)

23

t. Kurva resesi adalah suatu bagian dari hidrograf banjir dari suatu sungai

setelah tidak terjadi hujan, sehingga debit aliran akan mengalami

penurunan atau akuifer akan melepaskan komponen alirannya (Nathan

and McMahon, 1990)

u. Mataair Karst adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada

cavities hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi

(White, 1988)

v. Rating Curve adalah grafik hubungan antara debit dengan tinggi muka

air pada penampang tertentu (Sri Harto Br, 1993)