bab 1 pendahuluan · krisis kepemimpinan menjadi momok yang luar biasa menakutkan karena dampak...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada jaman sekarang ini, banyak pemimpin di negara ini seperti pejabat
pemerintah, seperti presiden tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
rakyatnya. Mereka lebih mementingkan kepentingan sendiri dibandingkan untuk
kepentingan bersama (rakyat). Ketidaksesuaiannya adalah tugas seperti apa yang
telah dijanjikan tetapi sampai sekarang hanya sedikit yang telah memberikan
bukti/hasil kepada rakyatnya. Sementara yang sebagian lagi ada yang melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Hal tersebut
disebabkan diantaranya ketidaktegasan dalam memberikan janji artinya tidak
sesuai dengan yang ada di lapangan dan juga ketidaktegasan dalam mengambil
keputusan itulah yang membuat rakyatnya kesal dengan apa yang mereka
janjikan.
Dalam artikel blog online (krisis kepemimpinan menjadi faktor penyebab
krisis multidimensi di Indonesia Detik Junior by Vera Meiliani.html), krisis
kepemimpinan menjadi faktor penyebab krisis multidimensi di Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan terjadinya krisis multidimensi seperti krisis ekonomi, krisis
hukum, krisis sosial, krisis budaya, krisis agama, krisis kedaulatan, krisis moral
yang berlangsung cukup lama di Indonesia yang mengakibatkan semakin
terpuruknya nama baik bangsa Indonesia di dunia Internasional. Faktor utama
penyebab terjadinya krisis-krisis tersebut menurut pengamatan dan analisa penulis
adalah akibat dari krisis kepemimpinan yang melanda bangsa Indonesia sejak era
reformasi sampai dengan saat ini. Bila saja tidak ada krisis kepemimpinan, maka
dapat dipastikan bahwa kondisi bangsa Indonesia dapat lebih baik dan maju di
segala bidang. Krisis kepemimpinan menjadi momok yang luar biasa menakutkan
karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya bersifat sementara dan sebentar
tapi juga sangat dahsyat dan mampu merusak berbagai sendi-sendi kehidupan
bangsa ini. Setiap hal baik bisa saja lenyap akibat berbagai masalah yang
2
senantiasa muncul setiap hari akibat dari krisis multidimensi yang disebabkan
oleh krisis kepemimpinan. Bisa bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun
dampak tersebut dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Gambar 1.1 Proses terjadinya krisis kepemimpinan
Sumber : www.scribd.com/mobile/doc/Krisis Kepemimpinan Menjadi Faktor
Penyebab Krisis Multidimensi di Indonesia
3
Gambar 1.2 Krisis kepemimpinan menjadi faktor penyebab
krisis multidimensi di Indonesia
Sumber : www.scribd.com/mobile/doc/Krisis Kepemimpinan Menjadi Faktor
Penyebab Krisis Multidimensi di Indonesia
Berbagai krisis yang terjadi diantaranya adalah :
1. Krisis Ekonomi : semakin banyaknya aksi kejahatan dengan berbagai modus
dan motif. Ini mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak aman dan
nyaman. Semakin banyaknya pengemis dan tuna wisma di setiap sudut kota di
seluruh Indonesia, semakin maraknya kasus bunuh diri dan anggota
masyarakat yang menderita sakit jiwa akibat himpitan ekonomi.
2. Krisis Moral : semakin banyaknya perilaku menyimpang dan di luar batas
moral yang dilakukan mulai dari anak sekolah sampai dengan anggota DPR
4
dan para pejabat di negeri ini. Makin maraknya kasus korupsi hampir di semua
sektor kehidupan yang makin hari nilainya makin besar dan dilakukan oleh
para elit di negeri ini yang kemudian diikuti oleh hampir semua lapisan
masyarakat. Ini sungguh suatu teladan yang memalukan dan menyedihkan.
3. Krisis Hukum : semakin maraknya perdagangan narkoba akibat dari tidak
tegasnya pemimpin negeri ini dalam menangani masalah narkoba. Dan
semakin banyaknya korban yang ditimbulkannya. Belum lagi terungkap ada
begitu banyak para penegak hukum yang nakal mulai dari kepolisian,
kejaksaaan, hakim, bahkan jaksa agung.
4. Krisis Sosial : semakin maraknya konflik antar etnis atau aksi tawuran, baik di
kalangan intelektual bahkan terjadi di dalam kampus dan rumah sakit ataupun
di lingkungan masyarakat yang awam hukum. Banyaknya pengangguran.
5. Krisis Politik : semakin liarnya perilaku politisi yang senantiasa
dipertontonkan kepada masyarakat luas melalui berbagai media. Berbagai cara
dilakukan oleh sebagian politisi untuk mencapai dan mempertahankan
kekuasaannya.
6. Krisis Agama : semakin kurangnya ketakutan manusia Indonesia pada
penciptanya. Ini terlihat dari maraknya aksi korupsi, tidak takut berbohong,
tidak takut melakukan perbuatan asusila, tidak peduli pada sesama yang
membutuhkan, semakin banyaknya aliran agama yang menyimpang dari
ajaran yang benar selain tindakan main hakim sendiri.
7. Krisis Budaya : semakin bebasnya dan suksesnya budaya asing masuk dan
meracuni sebagian besar anak muda di kota-kota besar, bahkan sampai di
pelosok tanah air karena hanya sekedar ikut-ikutan trend saat ini sehingga
mereka begitu mengagung-angungkan budaya asing dan melupakan budaya
asli Indonesia.
8. Krisis Kedaulatan : semakin seringnya terjadi pelecehan dan ketidakadilan
terhadap para TKI di luar negeri, maraknya pengakuan-pengakuan atas budaya
asli Indonesia oleh negara tetangga Malaysia selain beberapa pulau dan
perbatasan juga di”claim” sebagai milik mereka. Tidak adanya kejelasan
mengenai sumber daya alam yang dieksplorasi secara kerjasama dengan pihak
5
asing seperti PT FREEPORT akibat dari lemahnya sumber daya manusia
terutama para pemimpin.
9. Krisis Kepercayaan : melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat,
wajar saja jika terjadi krisis kepercayaan masyarakat kepada banyak hal.
Mulai dari kepala pemerintahan, para penegak hukum, bahkan pada para
medispun kepercayaan masyarakat mulai luntur. Hal ini ditandai dengan
semakin maraknya masyarakat mampu yang berobat ke luar negeri. `
Banyak contoh yang sudah terjadi mengenai kondisi tersebut. Faktanya
sebagaimana didapat dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:
1. Hampir semua kepala daerah di tanah air ternyata tersangkut korupsi.
Kemendagri mencatat, 173 pimpinan daerah terlibat kejahatan kerah putih
sejak tahun 2004-2012. Nah, dari jumlah tersebut 70 persen telah diputus
bersalah dan diberhentikan dari jabatannya. (Samarinda Pos, 16 April 2012).
2. Dari 170 pemimpin daerah yang terjerat kasus, 148 di antaranya sudah resmi
masuk ranah hukum. Terdiri dari 19 Gubernur, 1 Wakil Gubernur, 17 Wali
Kota, 8 wakil wakil wali kota, 84 Bupati, dan 19 Wakil Bupati. Menurutnya,
kasus korupsi yang menjerat kada dan wakilnya ini sebagian besar terkait
sektor pertambangan dan kehutanan. (Radar Bogor.co.id, Senin, 15 Oktober
2012).
3. Para tokoh dan pimpinan nasional saling serang. Ketua DPR dan Ketua DPD
saling hantam soal pembangunan gedung DPD. Ketua MK dan mantan hakim
MK saling tuding melanggar kode etik. Sementara ada mantan menteri yang
memperolok para menteri, ada juga menteri yang sedang menjabat malah
membohongi publik. (RMOL, Kamis, 30 Juni 2011).
4. Lemahnya kepemimpinan nasional ini berakibat pada buruknya kualitas SDM
sebagaimana terindikasi dan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM)
yang dikeluarkan oleh PBB. Terlebih Indeks Negara Gagal 2012 semakin
menegaskan bahwa Indonesia menjadi sangat berisiko jadi negara gagal.
(http://nasional.inilah.com, 27 Juni 2012).
5. Dan lain sebagainya.
6
Melihat fenomena di atas bahwa tidak ada contoh yang bisa diteladani dan
diharapkan dari para pemimpin yang seperti itu terutama pada generasi muda yang
ada hanya memberikan dampak yang kurang baik bukan memberikan contoh dan
teladan yang baik. Jangankan memberi jawaban atas setiap permasalahan yang
ada di negeri ini, memberi contoh yang baikpun tidak bisa. Bahkan mereka justru
malah menambah beban dan permasalahan tersendiri bagi masyarakat dan bangsa
ini. Selain menodai kepercayaan rakyat, mereka juga sudah mengambil hak-hak
rakyat dan mempermalukan bangsa ini di dunia Internasional.
Dalam artikel Kompas.com (2014), setelah sempat menurun, praktik
korupsi kembali marak dalam dua tahun terakhir. Kondisi tersebut menunjukkan
kurang efektifnya pemberantasan korupsi, yang menyebabkan koruptor tak pernah
jera dan selalu memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi. Tren korupsi
tersebut terindikasi dari perkembangan jumlah kasus dan tersangka korupsi
selama periode 2010-2014. Berdasarkan data yang dirilis Indonesia Corruption
Watch (ICW), Minggu (17/8), jumlah kasus korupsi cenderung menurun selama
2010-2012, tetapi kembali meningkat pada 2013-2014. Wakil Koordinator ICW
Agus Sunaryanto, Minggu, di Jakarta, mengungkapkan, terdapat sejumlah faktor
yang menyebabkan korupsi marak kembali. Pertama, hukuman terhadap koruptor
tidak menciptakan efek jera dan gentar.
Berdasarkan riset ICW, sebagian besar koruptor hanya dihukum 2 tahun
oleh pengadilan. Setelah dikurangi remisi dan pengurangan masa tahanan lain,
koruptor sebenarnya hanya menjalani hukuman penjara yang singkat. Kedua,
masih kurangnya upaya pemiskinan koruptor oleh para penegak hukum melalui
penerapan pasal pencucian uang. "Pasal pencucian uang yang bisa memiskinkan
koruptor memang semakin sering digunakan KPK. Namun, kejaksaan dan
kepolisian masih sangat kurang menggunakan pasal ini dalam kasus korupsi,"
ujarnya. Faktor ketiga, kurangnya pencegahan melalui perbaikan sistem
penganggaran pada birokrasi di tingkat pusat dan daerah. Kondisi ini membuat
pelaku korupsi selalu memiliki kesempatan melakukan korupsi. Solusinya, kata
Agus, lembaga peradilan harus memberi hukuman yang menciptakan efek jera
dan gentar. Selain itu, penegak hukum jangan segan-segan mengenakan pasal
7
pencucian uang kepada tersangka korupsi. Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi
selama semester I-2014, sebagian besar tersangka adalah pejabat/pegawai
pemerintah daerah (pemda) dan kementerian, yakni 42,6 persen. Tersangka lain
merupakan direktur/komisaris perusahaan swasta, anggota DPR/DPRD, kepala
dinas, dan kepala daerah.
Pelaku Korupsi Terbanyak adalah dari Kalangan Swasta. Per 31 Oktober
2014, di tahun 2014 ini KPK menangkap tersangka korupsi dari dari profesi
Kepala Lembaga/Kementerian sebanyak 8 orang, Swasta sebanyak 12 orang,
Walikota/Bupati/Wakil sebanyak 9 orang, Hakim sebanyak 2 orang, Anggota
DPR/DPRD sebanyak 3 orang, dan Eselon I/II/III sebanyak 1 orang.
Gambar 1.3 Data Statistik Penanganan TPK (Tindak Pidana Korupsi) Berdasarkan
Profesi/Jabatan Sumber : http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-
pidana-korupsi-berdasarkan-tingkat-jabatan
8
Tabulasi Data Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan Tahun 2004-2014 (per
31 Oktober 2014)
Jabatan 200
4
200
5
200
6
200
7
200
8
200
9
201
0
201
1
201
2
201
3
201
4
Jumla
h
Anggota DPR dan
DPRD 0 0 0 2 7 8 27 5 16 8 3 76
Kepala
Lembaga/Kementer
ian
0 1 1 0 1 1 2 0 1 4 8 19
Duta Besar 0 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 4
Komisioner 0 3 2 1 1 0 0 0 0 0 0 7
Gubernur 1 0 2 0 2 2 1 0 0 2 2 12
Walikota/Bupati
dan Wakil 0 0 3 7 5 5 4 4 4 3 9 42
Eselon I / II / III 2 9 15 10 22 14 12 15 8 7 1 115
Hakim 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 2 10
Swasta 1 4 5 3 12 11 8 10 16 24 12 106
Lainnya 0 6 1 2 4 4 9 3 3 8 8 48
Jumlah
Keseluruhan 4 23 29 27 55 45 65 39 50 59 45 439
*Informasi terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi bisa dilihat dalam kanal Penindakan.
Gambar 1.4 Tabulasi data pelaku korupsi
Sumber : http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-
berdasarkan-tingkat-jabatan
Artinya kepemimpinan juga harus dipahami dari sisi pelaku
kepemimpinan, yang disebut dengan istilah leader (pemimpin), yaitu orang yang
9
melakukan aktivitas atau kegiatan untuk memimpin. Terlihat pada generasi muda
(remaja) jaman sekarang memudarnya nilai-nilai kepemimpinan yang telah
dibentuk akibat dari lingkungan pergaulan yang kurang baik serta teknologi yang
kurang dimanfaatkan dengan baik yang hanya mementingkan kesenangan
sehingga melupakan pesan/nilai-nilai filosofi maupun nilai-nilai moral yang ingin
disampaikan kepada masyarakat terutama para remaja. Karena masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Dimana masa
remaja biasanya memiliki energi besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan
pengendalian diri belum sempurna.
Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali
juga remaja menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang
mereka ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut
baik atau buruk. Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka
sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di
kalangan mereka sendiri.
Dalam artikel ANTARA News.com (2014), “Capaian realisasi pendidikan
karakter di Indonesia masih minim." Hingga kini masih banyak hambatan dalam
merealisasikan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah di Indonesia, kata Ketua
Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter Susanto. Dia
mengungkapkan hasil pantauan Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah
Karakter 2014 menunjukkan masih banyak hambatan dalam merealisasikan nilai-
nilai karakter di sekolah.
10
Gambar 1.5 Solusi krisis multidimensi yang diakibatakan oleh krisis
kepemimpinan melalui pendidikan karakter
Sumber : www.scribd.com/mobile/doc/Krisis Kepemimpinan Menjadi Faktor
Penyebab Krisis Multidimensi di Indonesia
Beberapa hambatan itu di antaranya kompetensi tenaga pendidik terkait
pendidikan karakter masih rendah, sedikit sekolah yang memiliki rencana aksi
pendidikan karakter, muatan karakter belum sepenuhnya terejawantahkan dalam
aktivitas pembelajaran. Kemudian buku bacaan guru yang bermuatan karakter
sangat terbatas, banyak sekolah yang belum memilikinya, ketersediaan
perpustakaan siswa yang bermuatan karakter minim, dan banyak guru yang belum
mendapatkan pelatihan pendidikan karakter.
"Kondisi ini tentu akan berakibat pada minimnya capaian pendidikan
karakter di sekolah," kata ketua Divisi Sosialisasi dan Komisioner Bidang
Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia itu. Dia mengatakan pendidikan
11
karakter belum memiliki dampak kepada murid. "Maraknya tawuran pelajar,
bullying di sekolah, narkoba, kejahatan seksual di sekolah dan siswa sebagai
perokok aktif mengonfirmasi betapa pendidikan karakter di Indonesia sejak tahun
2010, belum memiliki dampak optimal bagi generasi," kata dia. Menurut dia,
Indonesia membutuhkan langkah dan strategi yang besar untuk melakukan
transformasi besar-besaran pada institusi sekolah sebagai tangga menuju bangsa
yang berkarakter.
Dalam artikel ANTARA News.com (2014), menurut Rektor Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta Edy Suandi Hamid "Pendidikan karakter adalah
proses holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam
kehidupan peserta didik untuk dijadikan fondasi terbentuknya generasi berkualitas
yang mampu hidup mandiri dan memegang prinsip kebenaran," ujarnya. Menurut
dia, hingga saat ini potret dunia pendidikan di Tanah Air tampaknya belum
mampu terlepas dari berbagai persoalan seperti tawuran pelajar, sektor pendidikan
yang dijadikan salah satu lahan subur praktik korupsi, dan banyak orang berlatar
belakang akademisi yang terkena kasus korupsi.
"Kondisi semacam itu seolah kian menegaskan bahwa lembaga pendidikan
telah kehilangan semangat aktualisasi visi dan misi pendidikan khususnya dalam
ikut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tukasnya. Kondisi
itu, kata dia, juga menunjukkan adanya kemerosotan nilai-nilai moral dan
lunturnya karakter bangsa akibat dari penerimaan secara mentah-mentah
globalisasi. "Akibatnya, muncul dampak negatif seperti pola hidup konsumtif,
sikap individualis, dan kesenjangan sosial. Oleh karena itu, perlu langkah solutif
untuk menyelesaikan krisis pendidikan saat ini, salah satunya dengan
mengembalikan roh pendidikan karakter yang selama ini seakan hilang dari dunia
pendidikan di Tanah Air," ucapnya.
Dari pernyataan di atas, penulis mengambil kesimpulan, bahwa penyebab
melemahnya pembangunan karakter pada remaja yaitu Kurangnya pemberian
pendidikan karakter terutama di sekolah pada remaja, Kurangnya perhatian dan
pengarahan dari keluarga dan lingkungannya sehingga remaja mudah terpengaruh
12
oleh dampak negatif seperti kenakalan remaja yang akhirnya merusak karakter
remaja sebagai generasi muda penerus bangsa.
Pengetahuan dasar kepemimpinan (konsep dan teori-teori kepemimpinan)
akan melandasi terbentuknya kemampuan intelektual dan keahlian kepemimpinan
yang merupakan modal utama dalam membentuk kecakapan untuk memimpin.
Dengan kemampuan tersebut maka generasi muda sangat mungkin
mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimiliki. Adanya kemampuan
teoritis akan memberikan alternative pengembangan soft skills baik dalam
kecakapan manajemen teamwork, organizational management membentuk diri
sebagai pioneership/kepeloporan serta jiwa kepemimpinan. Pengetahuan
kepemimpinan dapat juga menumbuhkan kemampuan dan kesadaran akan aspek
penting kepemimpinan. Lebih dari sekedar pemahaman tersebut, ada output yang
lebih tinggi, yaitu mempertimbangkan aspek-aspek kepemimpinan menjadi
landasan bagi pembentukan karakter kepemimpinan.
Ternyata tidak cukup menyajikan kepemimpinan dengan hanya
mengungkap sisi-sisi teoritis saja. Ruang kosong yang masih perlu digarap dalam
hal ini adalah bagaimana upaya memberikan jawaban teknis sebagai tindak lanjut
konsep dari teori kepemimpinan tersebut agar kemudian dapat diimplementasikan
dengan baik. Untuk itulah sebaiknya generasi muda memanfaatkan peluang
(ruang kosong) ini dengan cara memebekali diri dengan pengetahuan
kepemimpinan dan berlatih untuk memimpin. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan cara bergabung pada kelompok-kelompok kegiatan baik intrakurikuler dan
ekstrakurikuler. Untuk membumikan perspektif teoritis perlu ditempuh, agar
kecakapan memimpin dapat dibentuk. Dengan demikian bagi generasi muda perlu
mediator untuk menuju pada kecakapan kepemimpinan yang diharapkan. Media
pelatihan yang sesuai untuk mengintegrasikan teori dan praktik kepemimpinan
adalah menggunakan pendekatan Leadership game.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, teknologi makin berkembang,
pola perilaku remaja pun ikut berubah. Pengadopsian kultur budaya asing makin
marak memasuki dunia remaja lewat berbagai macam media. Dan game
merupakan salah satu media yang disukai oleh para remaja. Ketertarikan remaja
13
terhadap game dan segala jenis bentuk permainan sangat disukai karena bersifat
menghibur, memiliki tantangan, dan juga memiliki sisi edukasi. Hal inilah yang
sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian tugas akhir yang diharapkan
dengan menggunakan pendekatan Leadership game, dapat memunculkan nilai-
nilai kepemimpinan yang luntur pada remaja akibat dari kurang disaringnya kultur
budaya asing yang masuk. Sehingga pesan-pesan yang disampaikan dalam
permainan dapat mudah dipahami dan juga dapat diimplementasikan pada
kehidupan sehari-hari.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Permasalahan
Dari latar belakang permasalahan di atas, terdapat beberapa pernyataan
masalah, yaitu:
1. Bahwa remaja sekarang kurang menyadari akan pentingnya nilai-nilai
kepemimpinan apalagi dalam aspek kehidupan hanya sebatas tahu (knowing)
tetapi belum optimal pada penerapan/pengaplikasian pada kehidupan sehari-
hari.
2. Pengaruh dari kultur budaya asing yang kurang disaring, dan lingkungan serta
pemanfaatan teknologi yang kurang baik oleh para remaja.
3. Belum optimalnya pemberian pendidikan karakter di sekolah.
4. Sistem pengajaran di sekolah (seperti diskusi interaktif) belum optimal kepada
siswa-siswinya.
5. Belum adanya media yang tepat/yang interaktif khusus remaja agar nilai-nilai
kepemimpinan mampu membuat remaja tertarik dan lebih mudah dipahami
sehingga remaja mampu mengaplikasikan nilai-nilai kepemimpinan pada
kehidupan sehari-hari.
6. Banyaknya kultur budaya asing yang mendominasi di kalangan remaja yang
berdampak mengikisnya nilai-nilai kepemimpinan yang mulai hilang.
7. Perlu adanya integrasi antara teori dengan praktek agar remaja dapat lebih
memahami dan lebih optimal tentang kepemimpinan sehingga mudah dalam
mengaplikasikan kepemimpinan pada kehidupan sehari-hari.
14
1.2.2 Rumusan Masalah
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa nilai-nilai kepemimpinan
perlu dilatih, dibentuk, dan dimunculkan kembali pada remaja agar remaja mampu
mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Rumusan masalah perancangan ini
adalah :
1. Bagaimana merancang media Board game sang pemimpin untuk
memunculkan nilai-nilai kepemimpinan pada remaja ?
1.3 Ruang Lingkup
Fokus dan Batasan masalah perancangan ini adalah:
1. Apa
Rancangan yang dibuat adalah Board Game Sang Pemimpin untuk
memunculkan nilai-nilai kepemimpinan pada remaja.
2. Bagian Mana
Perancangan hanya membahas tentang nilai-nilai kepemimpinan modern.
3. Siapa
Target audience dalam perancangan ini dikhususkan pada remaja usia 15-18
tahun. Dengan target audience yang mengutamakan remaja diharapkan dapat
memunculkan kembali nilai-nilai kepemimpinan yang telah luntur akibat
kultur budaya asing dari berbagai macam media serta teknologi yang kurang
baik pemanfaatannya. Dan juga pada usia tersebut rasa penasaran dan
keingintahuan akan hal yang baru sangatlah tinggi dan juga dapat membentuk
pola pikir, sehingga para remaja dapat tertarik dan mampu memunculkan
nilai-nilai kepemimpinan.
4. Dimana
Perancangan fokus terhadap target audience yaitu remaja 15-18 tahun
khusunya di Bandung.
15
1.4 Tujuan Perancangan
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum perancangan ini adalah memunculkan nilai-nilai
kepemimpinan pada remaja.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus perancangan ini adalah:
1. Merancang board game Sang Pemimpin dan memberikan nilai-nilai
kepemimpinan kepada para remaja dengan pendekatan Leadership game.
2. Memperkenalkan Board Game Sang Pemimpin pada remaja dengan media
promosi yang tepat. Sehingga selain mendapatkan kesenangan, para remaja
pun mendapatkan pembelajaran dari media board game ini dengan nilai-nilai
kepemimpinan yang akhirnya dapat memunculkan kembali nilai-nilai
kepemimpinan pada remaja dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-
hari.
1.5 Metode pengumpulan data, analisis, dan metode penelitian
1.5.1 Metode pengumpulan data
Cara pengumpulan data dan analisis dari perancangan ini adalah :
1. Wawancara
Adalah instrument penelitian. Kekuatan wawancara adalah penggalian
pemikiran, konsep dan pengalaman pribadi pendirian atau pandangan dari
individu yang diwawancara. Mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian
secara lisan dari narasumber, dengan bercakap-cakap dan berhadapan muka
(Koentjaraningrat, 1980: 165).
2. Observasi
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperkaya data melalui
penelitian langsung ke lokasi.
16
3. Studi Literatur
Teknik pengumpulan data melalui studi buku kepustakaan dan akses media
elektronik internet sebagai informasi penunjang dalam penulisan penelitian.
4. Kuisioner
Teknik pengumpulan data berupa suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian
pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam suatu bidang (Koentjaraningrat,
1997:173) kepada responden target audience di Bandung.
5. Analisis
Cara analisis yang digunakan adalah dengan analisis matriks dan analisis
SWOT.
1.5.2 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam perancangan tugas akhir ini menggunakan
pendekatan Desain Komunikasi Visual.
17
1.6 Kerangka Perancangan
Bagan 1.6 Kerangka perancangan
Sumber : Dokumentasi Penulis
18
1.7 Pembabakan
Pembahasan penulisan tugas akhir disusun sebagai berikut:
1. BAB I Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang, permasalahan (identifikasi
masalah, batasan Masalah), rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan
perancangan, metode pengumpulan data dan analisis, kerangka perancangan
dan pembabakan (sistematika penulisan).
2. BAB II Dasar Pemikiran
Bab ini menjelaskan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan
untuk digunakan sebagai pijakan untuk merancang
3. BAB III Data dan Analisis Masalah
Bab ini membahas tentang gambaran atau wacana yang lebih detail
mengenai subyek desain dan kaitannya dengan masalah dan tinjauan tentang
produk eksisting, teknik sampling, jenis dan sumber data, serta metode
penelitian yang digunakan.
4. BAB IV Konsep dan Hasil Perancangan
Bab ini membahas tentang definisi konsep yang dikaitkan dengan
masalah atau tujuan, penjelasan pentahapan pencapaian solusi serta metode
pencapaiandesain, mulai dari penelusuran masalah, penetapan target audience,
konsep desain, serta alternatif desain, serta menjelaskan hasil desain yang
terpilih serta implementasinya pada tiap-tiap media yang telah ditentukan,
lengkap dengan strategi dan perincian karakter medianya.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan kesimpulan keseluruhan hasil penelitian serta saran
yang diperlukan untuk pembahasan penelitian ini.