bab 2
DESCRIPTION
skripsiTRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teori
1. Penanaman Modal Asing Langsung
a. Konsep dan Defenisi PMA Langsung
Penanaman modal asing adalah arus modal internasional dimana perusahaan
dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain.
Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi
pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri (Krugman, 2005:214).
Sedangkan menurut (Todaro, 2004:165) penanaman modal asing atau
investasi asing ialah : penanaman modal oleh pihak swasta asing yang dana
investasinya lansung digunakan untuk menjalankan kegiatan bisnis atau
mengadakan alat-alat atau fasilitas produksi, seperti membeli lahan, membuka
pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku dan
sejenisnya.
Penanaman modal asing merupakan salah satu sumber pembiayaan
pembangunan nasional di samping ekspor, tabungan domestik dan bantuan luar
negeri. Keuntungan adanya modal asing yaitu berupa diolahnya sumber daya
alam kita, meningkatkan lapangan pekerjaan, meningkatnya penerimaan Negara
dari sumber pajak, serta adanya alih teknologi (Kuncoro, 2000:215).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
penanaman modal asing langsung adalah suatu usaha menanamkan modal yang
16
17
dilakukan oleh pihak asing di dalam suatu negara yang bertujuan untuk
mendapatkan laba dengan cara menciptakan atau memproduksi barang atau jasa.
Menurut (Mankiw, 2004:12) investasi terdiri dari barang-barang yang
dibeli untuk panggunaan masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa.
Investasi dapat dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu:
1) Inventory Investment, termasuk didalamnya semua perubahan dalam persediaan bahan baku (raw materials), perlengkapan, dan produk akhir yang dihasilkan oleh perusahaan.
2) Fixed Investment, termasuk didalamnya semua produk yang dibeli oleh perusahaan yang tidak ditujukan untuk dijual kembali.
3) Residential investment, pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain untuk (Undang
Undang No. 25 Tahun 2007) :
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
2) Menciptakan lapangan kerja
3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
4) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
5) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional
6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
7) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri
8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
18
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 juga menjelaskan bahwa pemerintah
menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan,
lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional
lainnya. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan criteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi,
pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi
modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk
pemerintah.
Jenis usaha yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan PMA di atur
dalam perpes No. 76, 77, 111 tahun 2007. Adapun klasifikasi daftar bidang usaha
dalam rangka penanamam modal asing terbagi atas:
1) Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanam modal, seperti
Perjudian/kasino, peninggalan sejarah dan purbakala, museum
pemerintah, pemukiman/linkungan adat, monumen, objek ziarah,
pemanfaatan koral alam serta bidang-bidang usaha lain sebagaimana
tercantum dalam lampiran 1 perpes No. 111 tahun 2007.
2) Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan (sebagaimana
tercantum dalam lampiran II perpes No. 111 tahun 2007):
a) Dicadangkan untuk UMKMK
b) Kemitraan
c) Kepemilikan modal
19
d) Lokasi tertentu
e) Perizinan khusus
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penanaman modal asing
merupakan jenis penanaman modal oleh pihak asing yang masuk ke suatu negara,
dimana modal langsung digunkan untuk kegiatan bisnis atau mengadakan alat-alat
atau fasilitas produksi.
b. Teori Investasi
Menurut (Samuelson dan Nordhaus, 2000:183) faktor yang mempengaruhi
investasi dalam perekonomian suatu negara antara lain:
1). Pengaruh Nilai Tukar
Perubahan nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti).
Pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa
saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi
permintaan dan sisi penawaran domestik. sehingga didapatkan kenyataan nilai
tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang
perdagangan tersebut.
2). Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan
untuk berinvestasi. Pada kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau
bahan baku produksi memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output /
barang final.
20
3). Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada investasi hal ini disebabkan
karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek
investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata
masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-
harga relatif. Menurut Greene dan Pillanueva, tingkat inflasi yang tinggi sering
dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu
ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.
Dengan demikian tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara
tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.
4). Pengaruh Infrastruktur
Banyak negara di dunia, mengundang investor guna berpartisipasi
menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti jalan tol, sumber
energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain. Partisipasi tersebut dapat
berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Pembangunan
kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat
diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis, Dengan
infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin
besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.
Sejalan dengan pernyataan samuelson diatas menurut (Mankiw 2002:455-
457) menyatakan bahwa Perusahaan memaksimalkan laba dengan menyewakan
modal sampai produk marginal turun menjadi sama dengan harga sewa riil.
Untuk melihat variabel apa yang mempengaruhi harga sewa ekuilibrium, untuk
21
melihat variabel yang mempengaruhi harga sewa ekuilibrium, berdasarkan fungsi
produksi Cobb-Douglas :
Y = AKaL1-a ……………………………………………………………(1)
Dimana Y output, K modal, L tenaga kerja, dan A parameter yang
mengukur tingkat teknologi, dan a parameter antara 0 dan 1 yang mengukur
bagian modal dari output. Harga sewa riil dari modal disesuaikan untuk
menyeimbangkan permintaan atas modal dan penawaran tetap. Produk modal
marjinal untuk fungsi produksi Cobb-Douglas adalah :
MPK = aA(L/K)1-a ……………………………………………….……(2)
Biaya modal bergantung pada tingkat bunga riil, harga modal dan tingkat
penyusutan. Biaya modal riil (real cost of capital) biaya membeli dan
menyewakan unit modal yang diukur dalam unit output perekonomian :
Biaya modal riil = (PK / P )(r + δ) …………………………………….(3)
Di mana r adalah tingkat bunga riil dan PK / P sama dengan harga modal
relatif. Untuk menderivasi persamaan ini, kita asumsikan tingkat kenaikan harga
barang secara umum sama dengan tingkat inflasi.
Perubahan persediaan modal, disebut investasi neto (net investment)
bergantung pada perbedaan antara MPK dan biaya modal. Jika MPK melebihi
biaya modal, perusahaan akan untung bila mereka menambah persediaan modal.
Jika MPK kurang dari biaya modal, perusahaan akan membiarkan persediaan
modal mengecil, sehingga fungsi investasi dapat dilihat pada persamaan berikut
Mankiw (2004:458):
I = f{MPK-(Pk/P)(r+ð)}+ðK ………………………………….(4)
22
Dimana:
I = investasi
MPK = Produk marjinal modal
Pk/p = Harga relative dari barang modal
r = Biaya modal atau suku bunga
ðK = penyusutan
Dari persamaan 4, investasi ditentukan oleh :
1). Tingkat Bunga dan Produk Maginal Modal (MPK)
Model diatas dapat menunjukkan investasi tergantung pada tingkat suku
bunga. Apabila tingkat suku bunga di suatu Negara tinggi, maka investasi akan
turun dan begitu pula sebaliknya ketika suku bunga turun investasi akan naik.
Penurunan tingkat bunga rill akan mengurangi biaya modal. Kerena hal ini dapat
meningkatkan jumlah laba dari modal dan meningkatkan untuk mengakumulasi
lebih banyak modal. Demikian pula, kenaikan tingkat bunga akan meningkatkan
biaya modal dan menyebabkan perusahaan menurunkan investasi. Karena itu,
kurva investasi yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga miring ke bawah
atau berslope negative. Secara grafik dapat digambarkan:
Tingkat Bunga rill, r
Investasi Gambar 1. Fungsi Investasi Miring kebawah
23
Jika produk marjinal mulai di atas biaya modal, persediaan modal akan
naik dan produk marjinal akan turun. Jika produk modal marjinal mulai di bawah
biaya modal, persediaan modal akan turun dan produk marjinal akan naik.
Akhirnya, ketika persediaan modal menyesuaikan, MPK mendekati biaya modal.
Ketika persediaan modal mencapai tingkat kondisi mapan, kita dapat menulis :
MPK = (PK / P )(r + δ) ………………………………………………. (5)
Jadi, dalam jangka panjang, MPK sama dengan biaya modal riil. Kecepatan
penyesuaian menuju kondisi mapan bergantung berapa cepat perusahaan
menyesuaikan persediaan modal mereka, yang lalu bergantung pada seberapa
besar biaya untuk membangun, mengirimkan dan memasang modal baru.
2). Harga Relatif dari Barang Modal
Investasi bergantung pada harga relatif dari barang modal (pk/p) artinya
apabila harga pada suatu barang dan jasa di suatu negara tidak stabil dikarenakan
pendapatan suatu Negara meningkat, dan peningkatan itu berujung kepada daya
beli masyarakat maka permintaan akan suatu barang dan jasa juga akan meningkat
tentunya ini akan mempengaruhi harga yang akan mengalami kenaikan secara
menyeluruh, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi artinya harga
relatif dan barang modal ini bisa mengalami tingkat inflasi.
2. Aplikasi Teori Investasi ke dalam Keputusan Investor Asing Berinvestasi
di Indonesia
a. Suku Bunga
Produk marjinal modal (MPK) adalah output tambahan yang diproduksi
dengan satu unit modal tambahan. Produk marjinal modal turun ketika jumlah
24
modal naik, semakin banyak modal yang dimiliki perusahaan, semakin kecil unit
modal tambahan atas output. Perusahaan memaksimalkan laba dengan
menyewakan modal sampai produk marginal turun menjadi sama dengan harga
sewa riil.
Penawaran Modal
harga sewa riil R/P
MPK
KGambar 2. Ekulibrium Pasar Sewa untuk Modal
Gambar di atas menunjukan bahwa harga sewa riil dari modal disesuikan
untuk menyeimbangkan permintaan atas modal (ditentukan oleh produk marjinal
modal) dan penawaran tetap. Kurva permintaan miring kebawah karena produk
marjinal modal rendah ketika tingkat modal tinggi. Jumlah modal dalam
perekonomian tetap, sehingga kurva penawaran vertical.
Dalam teori makro Keynes keputusan apakah suatu investasi akan
dilaksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya
keuntungan yang diharapkan (yang dinyatakan dalam per-satuan waktu) di satu
pihak. Dalam teori Keynes, tingkat keuntungan yang diharapkan ini disebut
dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Jadi secara singkat, bila
keuntungan yang diharapkan adalah lebih besar dari tingkat bunga maka investasi
dilaksanakan dan sebaliknya. Bila MEC sama dengan tingkat bunga investasi
25
boleh dilaksanakan boleh tidak bagi mereka yang memiliki dana (Nopirin,
2000:134-135).
Dari uraian di atas diketahui bahwa berapa tingkat pengeluaran investasi yang
diinginkan oleh para investor ditentukan oleh dua hal, yaitu tingkat bunga yang
berlaku dan MEC atau fungsi investasi. Fungsi MEC atau fungsi investasi ini
menunjukkan hubungan antara tingkat bunga yang berlaku dengan tingkat
pengeluaran investasi yang diinginkan oleh para investor.
Marginal efisiensi capital (MEC) dapat didefenisikan sebagai tingkat
diskonto yang menyamakan present value dari penghasilan dengan harga barang
modal. Menurut pendekatan ini, suatu proyek investasi akan dilakasanakan
apabila MEC lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku dipasar. Dari MEC
dapat diperoleh efisiensi marjinal investasi (MEI) yang memperlihatkan hubungan
antara investasi dengan tingkat bunga pasar. Berdasarkan konsep MEI ini, dengan
stok kapital tertentu, investasi bersih (net investment) berhubungan negatif dengan
tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga semakin rendah investasi dan
sebaliknya.
Pandangan klasik menetapakan penerapan tingkat suku bunga sebagai
pertimbangan untuk mengadakan investasi. Kalau tingkat suku bunga lebih besar
dari hasil pendapatan investasi (tingkat pengembalian modal), maka investasi
tidak menguntungkan untuk dilakukan, Keynes mengatakan, masalah investasi
baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan
investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep marginal efficiency of capital
(MEC). Investasi akan dilakukan oleh investor bila MEC yang diharapkan masih
26
lebih besar atau tinggi dari tingkat bunga yang berlaku. Jadi jelas pertimbangan
Keynes untuk terlaksananya investasi adalah faktor efisiensi marjinal (MEC) dari
investasi itu sendiri. Efisiensi marjinal dari modal atau investasi sangat tergantung
pada perkiraan-perkiraan dan pertimbangan investor terhadap perkembangan
situasi perkonomian pada masa yang akan datang.
Hubungan antara MEC, investasi dan tingkat bunga dapat dilihat dari MEC yang
menurun, dimana garis ini memperlihatkan jumlah investasi yang terlaksana pada
tingkat bunga yang berlaku, secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3: Hubungan Tingkat Bunga dengan Investasi
Berdasarkan Gambar 3 di atas menggambarkan pada tingkat bunga i1 tingkat
investasi yang terjadi I1 begitu juga posisi MEC1. pada tingkat bunga i2 posisi
investasi adalah I2. sedangkan MEC akan menurun pada posisi MEC2.
Interes
i1
Investasi
MEC2
MEC1
i2
I1 I2
MEC
27
Penurunan garis MEC disebabkan oleh:
1. Semakin banyaknya jumlah investasi yang terlakasana, makin rendahlah
marginal efficiency of capital perusahaan investasi pada sektor-sektor ekonomi
akan menyebabkan penurunan MEC sektor-sektor ekonomi tersebut.
2. Semakin banyak investasi yang terlaksana, maka biaya dari barang modal akan
menjadi lebih tinggi dibebankan pada produksi. Sehingga pengusaha akan
berusaha merebut pasar dengan menurunkan harga, ini menyebabkan terjadinya
penurunan MEC setiap sektor ekonomi
Investasi merupakan fungsi dari suku bunga. Semakin tinggi tingkat bunga
maka keinginan investor untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya,
seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan
yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar
untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana
(cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih
terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin
kecil.
Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan
keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor hanya akan
menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang
ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan netto
(belum dikurangi dengan suku bunga yang dibayar) yang diterima lebih besar dari
suku bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan
28
modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau membungakan uang
tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk investasi.
b. Kurs atau Nilai Tukar
Menurut (Case dan Fair, 2004:398), Tingkat kurs atau nilai tukar adalah
harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dengan mata uang negara lain.
Pasar valuta asing (foreign exchange market) adalah sebuah pasar atau tempat
pertemuan dimana individu, perusahaan, dan kalangan perbankan mengadakan
jual beli mata uang dari berbagai negara atau valuta-valuta asing.
Nilai tukar rupiah adalah perbandingan nilai tukar mata uang Indonesia
(Rp) terhadap mata uang Amerika (US$). Maksudnya adalah harga yang
dibayarkan dalam rupiah untuk menukarkan dalam US dolar. Semakin banyak
nilai dalam rupiah yang dikeluarkan untuk ditukarkan dengan satu US dolar, maka
berarti nilai kurs rupiah melemah. Begitu sebaliknya apabila sedikit nilai rupiah
yang dikeluarkan untuk satu US dolar maka berarti nilai kurs rupiah menguat.
Berdasarkan teori investasi pada persamaan empat (4) harga relatif
memiliki pengaruh terhadap keputusan investasi dimana nilai tukar yang
merupakan harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2004:123). Sebagai
contoh: dimana harga satu buah sepatu di amerika adalah US$10, dan pada saat
itu kurs antara dollar Amerika Serikat dan Rupiah Indonesia adalah Rp 1.000 per
dollar, maka harga satu buah sepatu jika dihitung dengan rupiah adalah Rp.
10.000. dan jika pada bulan berikutnya nilai tukar Rp terhadap mata uang
Amerika (US$) adalah Rp.1.500/US$ maka harga satu buah sepatu dalam rupiah
adalah sebesar Rp. 15.000.
29
Jadi dapat disimpulkan bahwa kestabilan nilai kurs rupiah sangat
berpengaruh dalam mendorong kegiatan penanaman modal khususnya modal
asing. Apabila nilai tukar rupiah meningkat maka akan meningkatkan investasi
asing karena meningkatnya nilai mata uang suatu negara akan menyebabkan
tingkat pengembalian modal akan meningkat pula. Begitu pula sebaliknya apabila
nilai tukar mata uang suatu negara melemah maka investasi asing akan berkurang.
c. Inflasi
Menurut Cash dan Fair (2004:6) inflasi adalah kenaikan harga secara
keseluruhan. Keseluruhan tingkat harga dalam suatu perekonomian bergerak
untuk menyeimbangkan jumlah uang beredar dan permintaan uang.
Inflasi berkaitan erat dengan penanaman modal asing dimana tingkat inflasi
yang tinggi akan mengurangi minat investor untuk menanamkan modalnya karena
tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi tingkat produksi dalam negeri,
melemahkan produksi barang. Tingkat inflasi yang tinggi menurunkan produksi
karena harga menjadi tinggi dan permintaan akan barang menurun sehingga
produksi menurun dan pada ahirnya akan mengurangi keuntungan para investor.
Akan tetapi inflasi juga berhungan dengan tingkat bunga. Dimana hubungan
antara tingkat bunga dan inflasi dapat diketahui melalui pengertian tingkat bunga
nominal dan riil. Jika A memiliki uang sebesar Rp.100 dan tingkat bunga yang
berlaku adalah sebesar 8%, sedangkan tingkat inflasi sebesar 10%, maka berarti
tahun depan A akan mengalami penurunan daya beli sebesar 2%. Hubungan
seperti ini dikenal sebagai Fisher Effect (one in one relation) yang menunjukkan
1% perubahan inflasi akan menyebabkan 1% perubahan tingkat bunga.
30
Jika tidak ada inflasi, tingkat bunga nominal akan sama dengan tingkat bunga
riil. Akan tetapi dengan adanya inflasi tingkat bunga riil akan lebih kecil daripada
tingkat bunga nominal. Pemberi pinjaman dan peminjam lebih memperhatikan
tingkat bunga riil dibandingkan tingkat bunga nominal. Tingkat bunga riil
diketahui hanya setelah kenyataan yang terjadi, yaitu hanya setelah inflasi betul-
betul terjadi. Tingkat bunga nominal selalu positif, tetapi tingkat bunga riil bisa
saja menjadi negatif. Dukungan serupa untuk efek Fisher datang dari hasil
penelitian variasi diberbagai negara pada satu waktu. Tingkat inflasi suatu negara
dan tingkat bunga nominalnya saling berkaitan. Negara-negara dengan inflasi
yang tinggi cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang tinggi, dan negara-
negara dengan inflasi yang rendah cenderung memiliki tingkat bunga nominal
yang rendah pula (Mankiw, 2004: 87).
Tingkat inflasi yang tinggi menunjukkan ketidakstabilan ekonomi internal,
hal ini menyiratkan bahwa pemerintah negara tidak mampu untuk
menyeimbangkan perekonomian dan kegagalan dari Bank Sentral dalam
melakukan kebijakan moneter yang tepat. Dengan inflasi yang tinggi, perusahaan
menghadapi ketidakpastian dalam hal harga produk dan input. Oleh karena itu,
dalam keadaan tersebut perusahaan multinasional akan menghindari atau
mengurangi investasi di negara-negara yang memiliki inflasi yang tinggi. Ketika
inflasi di suatu negara meningkat, maka akan membuat harga barang dan jasa
menjadi lebih mahal, sehingga biaya input (bahan baku dan upah tenaga kerja)
dari produksi menjadi meningkat. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan pelaku
usaha harus meningkatkan harga output sehingga daya saing menjadi lebih
31
rendah. Selain itu, inflasi juga dapat mengakibatkan daya beli dari masyarakat
menjadi rendah, permintaan terhadap barang dan jasa akan menurun, akibatnya
kegiatan perdagangan lesu dan investor sulit untuk mendapatkan keuntungan. Hal
ini dapat mengurangi daya tarik dari investor untuk menanamkan modalnya di
negara tersebut.
Bagi para investor, inflasi merupakan suatu resiko yang setiap saat
menggerogoti kinerja investasinya yang akhirnya akan menggulung seluruh
investasinya, terutama investasi yang dibiayai oleh hutang luar negeri. Jadi dapat
disimpulkan terdapat pengaruh yang negative antara tingkat inflasi dengan
investasi. Apabila tingkat inflasi meningkat maka investasi akan turun dan
sebaliknya.
d. Pendapatan Nasional
Indikator yang digunakan untuk mengukur pembangunan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengukur pendapatan
total setiap orang dalam perekonomian. Perubahan pembangunan ekonomi dilihat
dari kenaikan PDB riil (Mankiw, 2004:43).
Produk Domestik Bruto (PDB) memang tidak berkaitan lansung dengan
penanaman modal asing karena PDB merupakan jumlah produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu
negara (domestik) selama satu tahun. Akan tetapi PDB mencerminkan kondisi
perekonomian suatu Negara, dimana jika jumlah PDB tahun sekarang lebih tinggi
dari tahun lalu maka perekonomian suatu Negara melangami pertumbuhan dan
dengan kondisi demikian akan menarik minat para investor untuk berinvestasi di
32
Negara tersebut, karena PDB yang tinggi menunjukkan permintaan akan barang
dan jasa tinggi. Jika permintaan barang dan jasa tinggi maka nantinya akan
meningkatkan pendapatan atau keuntungan bagi investor.
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PDB sangat berpengaruh
signifikan terhadap investasi. Apabila PDB meningkat maka secara otomatis akan
terjadi peningkatan pada investai dan begitu sebaliknya, apabila terjadi penurunan
terhadap PDB maka investasi akan mengalami penurunan pula.
33
3. Temuan Penelitian Sejenis
Hasil penelitian sejenis ini merupakan bagian yang menguraikan tentang beberapa pendapat/hasil penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dibawah ini dikemukakan beberapa hasil penelitian yang dilakukan dilapangan yang
menghasilkan beberapa kesimpulan terkait adalah:
No Nama Judul Variabel Bebas Variabel Terikat Data Teknik Analisis Hasil1 Sarwedi Investasi asing
langsung di Indonesia dan factor yang mempengaruhinya
GDP, Pertumbuhan ekonomi, upah pekerja, stabilitas politik dan nilai total ekspor
Investasi asing langsung di Indonesia
1978-2001
OLS dengan mengaplikasikan model ECM dan Uji Kausalitas Granger
(GDP,Growth, Wage, dan Ekspor) mempunyai hubungan positif dengan FDI, sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif.
2 Yati Kurniati,Andry Prasmuko, danYanfitri
Determinan FDI (1)faktor determinan masuknya aliran modal FDI di Asia (2) faktor determinanmasuknya aliran FDI di Indonesia (3) menguji
FDI asia, Indonesia, dampak investasi yang masuk ke China tehadapFDI yang masuk ke Indonesia
1990-2006
model Dunningdan model gravitasi dengan estimasi dilakukan secara panel dan OLS
Perbedaan tingkat suku bunga tidak signifikan di dalam mempengaruhi investasi yang masuk ke dalam suatu Negara, Perbedaan upah antara Indonesia dan China ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan,
34
dampak investasi yang masuk ke China tehadapFDI yang masuk ke Indonesia,
pengaruh positif dari setiap peningkatan FDI ke China terhadap masuknya investasi ke Indonesia
3 Febi Ani Faktor yang mempengaruhi investasi amerika serikat ke Indonesia
Suku Bunga, Kurs dan Inflasi
Investasi Amerika Serikat
1988-2010
Regresi Linear Berganda
Inflasi di Indonesia berpengaruh signifikan dan positif terhadap investasi Amerika Serikat di Indonesia sedangkan Kurs dan suku bunga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap investasi Amerika Serikat di Indonesia
Beda penelitian yang diteliti ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini meneliti tentang suku bunga ( suku bunga yang
di gunakan adalah suku bunga riil amerika serikat), inflasi di indonesia, pendapatan nasional dan PMA langsung di Indonesia.
35
B.Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan,
mengungkapkan dan menentukan persepsi keterkaitan antara variabel yang diteliti
berdasarkan teori yang telah dikemungkakan dan rumusan masalah. Keterpautan
maupun hubungan antara variabel yang diteliti diuraikan dengan berdasarkan pada
kajian teori.
Dalam melakukan penelitian yang berjudul “faktor-faktor yang
mempengaruhi penanaman modal asing langsung di Indonesia”, dipakai beberapa
variabel, yang terdiri dari variabel bebas dan variable terikat. Dimana variabel
terikat adalah penanaman modal asing langsung (Yt) yang dipengaruhi oleh
variabel bebas yaitu perbedaan suku bunga (Xt1), inflasi di Indonesia (Xt2), Kurs
Rp/US$ (Xt3) dan pendapatan nasional (Xt4).
Terdapatnya pengaruh yang negatif antara tingkat suku bunga (Xt1) dengan
penanaman modal asing langsung (Yt). Hal ini disebabkan karena seorang
investor akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang
diharapkan dari investasi lebih dari tingkat suku bunga yang harus dibayar untuk
dana investasi tersebut yang merupakan ongkos dalam penggunaan dana. Makin
rendah tingkat suku bunga, maka investor akan lebih cendrung untuk melakukan
investasi, sebab keuntungan yang akan diperoleh lebih tinggi. Makin tinggi
tingkat suku bunga, keinginan seorang investor untuk melakukan investasi akan
semakin kecil.
Inflasi sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam investasi, baik
investasi dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk surat-surat beharga seperti
36
saham dan obligasi. Dalam keadaan inflasi, harga barang-barang naik relatif cepat
dan cukup tinggi. Sehingga akan mempengaruhi keuntungan yang akan di peroleh
oleh investor, karena kemampuan daya beli masyarakat akan turun. Jadi dapat di
simpulkan bahwa Inflasi di Indonesia (Xt2) berhubungan negatif dengan
penanaman modal asing langsung. Apabila inflasi tinggi maka minat para investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia akan semakin menurun, dan
sebaliknya apabila inflasi semakin rendah maka minat para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia akan semakin meningkat.
Kurs (Xt3) memiliki pengaruh yang positif terhadap PMA (Yt), apabila kurs
(Xt3) menguat (terapresiasi) terhadap dolar amerika, maka akan mendorong
peningkatan pada nilai investasi, dan sebaliknya jika nilai mata uang Indonesia
melemah (terdepresiasi) terhadap dalar Amerika maka akan menyebabkan nilai
investasi ke Indonesia turun.
Pendapatan nasional (Xt4) memiliki hubungan yang positif terhadap PMA
(Yt), apabila pendaptan nasional (Xt4) meningkat, maka investasi juga akan
meningkat dan sebaliknya. Pendapatan nasional (Xt4) yang tinggi menunjukkan
bahwa pendapatan masyarakat tinggi dan selanjutnya pendapatan masyarakat
yang tinggi itu akan memperbesar permintaan atas barang-barang dan jasa. Maka
keuntungan yang dicapai oleh sektor usaha dapat mencapai targetnya, dengan
demikian pada akhirnya akan mendorong masuknya PMA (Yt) baru.
Untuk lebih jelasnya akan penelitian ini, maka uraian di atas dapat
diperlihatkan pada gambar berikut:
37
Gambar 4: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PMA lansung Di Indonesia.
C.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang diuraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
1. Adanya pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga dengan PMA
lansung di Indonesia.
Ho : ß1= 0
Ha : ß1≠ 0
2. Adanya pengaruh yang signifikan antara Inflasi dengan PMA lansung di
Indonesia.
Ho : ß2= 0
Suku Bunga rill U.S(Xt1)
Inflasi di indonesia (Xt2)
Kurs Rp/US$(Xt3)
PMA lansung(Yt)
Pendapatan Nasional (Xt4)
38
Ha : ß2≠ 0
3. Adanya pengaruh yang signifikan antara Kurs dengan PMA lansung di
Indonesia.
Ho : ß3= 0
Ha : ß3≠ 0
4. Adanya pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Nasional dengan
PMA lansung di Indonesia.
Ho : ß3= 0
Ha : ß3≠ 0
5. Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara suku
bunga, inflasi, kurs, dan Pendapatan nasional terhadap PMA lansung di
Indonesia.
Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0
Ha : salah satu β ≠ 0