bab 2

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini diuraikan beberapa kajian pustaka yang mendukung penyelesaian permasalahan dalam penelitian. Terdapat beberapa hal yang akan dibahas pada bab ini, yaitu model ARIMA Ensembel, ARIMA, ANN Ensembel, dan single ANN serta penjelasan mengenai inflasi. 2.1 Autoregressive Integrated Moving Average Ensembel (ARIMA Ensembel) Penggabungan hasil ramalan dari beberapa model ARIMA dapat disebut sebagai ARIMA ensembel. Pembentukan ARIMA ensembel terdiri dari dua langkah. Pertama, menciptakan anggota ensembel dari beberapa model ARIMA selanjutnya menggabungkan hasil ramalan anggota ensembel dari ARIMA yang terbentuk dengan menggunakan averaging dan stacking. Untuk menciptakan anggota ensembel pada model ARIMA dapat menggunakan perubahan lag- lag yang signifikan. Arsitektur ARIMA ensembel dapat dilihat melalui Gambar 2.1. 5 Step 1 Pembuatan Anggota Ensembel Step 2 Penggabungan Anggota Ensembel Averaging atau Stacking ARIMA1 Peramala n ARIMA Ensembe l ARIMA2 ARIMAk Peramalan1 Peramalan2 Peramalank

Upload: faiz-wildani-nisa

Post on 23-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ini bab 2

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini diuraikan beberapa kajian pustaka yang mendukung penyelesaian permasalahan dalam penelitian. Terdapat beberapa hal yang akan dibahas pada bab ini, yaitu model ARIMA Ensembel, ARIMA, ANN Ensembel, dan single ANN serta penjelasan mengenai inflasi.

2.1 Autoregressive Integrated Moving Average Ensembel (ARIMA Ensembel)

Penggabungan hasil ramalan dari beberapa model ARIMA dapat disebut sebagai ARIMA ensembel. Pembentukan ARIMA ensembel terdiri dari dua langkah. Pertama, menciptakan anggota ensembel dari beberapa model ARIMA selanjutnya menggabungkan hasil ramalan anggota ensembel dari ARIMA yang terbentuk dengan menggunakan averaging dan stacking. Untuk menciptakan anggota ensembel pada model ARIMA dapat menggunakan perubahan lag-lag yang signifikan. Arsitektur ARIMA ensembel dapat dilihat melalui Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arsitektur ARIMA Ensembel

5

Step 1Pembuatan Anggota

Ensembel

Step 2Penggabungan Anggota

Ensembel

Averaging atau Stacking

ARIMA1

Peramalan ARIMA Ensembel

ARIMA2

ARIMAk

Peramalan1

Peramalan2

Peramalank

Page 2: BAB 2

6

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa peramalan dari ARIMA ensembel didapatkan dari gabungan peramalan k model ARIMA. Untuk mendapatkan model ARIMA pada anggota ensembel dapat dilihat melalui bagian ARIMA dan prosedur Box-Jenkins.

2.2 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Lebih dari setengah abad model autoregressive integrated moving average (ARIMA) telah mendominasi peramalan time series. Pada model ARIMA (p,d,q), nilai yang akan datang dari suatu variabel diasumsikan sebagai fungsi linier dari beberapa pengamatan di masa lalu dan random error (Khashei, Bijari dan Ardali, 2009). Model ARIMA(p,d,q) secara umum, yaitu (Wei, 2006):

(2.1)

dimana dan

.

Untuk parameter mempunyai peran yang berbeda saat d=0

dan d>0. Ketika d=0 memiliki proses yang stasioner dan nilai

merupakan mean proses dimana .

Sedangkan ketika d>0 diasumsikan , karena untuk t yang

besar nilai memaksa series mengikuti pola deterministik dan

jika menggunakan asumsi menyebabkan model memiliki trend stokastik.

2.3 Prosedur Box-JenkinsPembuatan model ARIMA dapat dilakukan dengan

menggunakan tiga prosedur menurut Box dan Jenkins (1976) yaitu identifikasi model, estimasi model dan cek diagnosa. Prosedur identifikasi model merupakan proses untuk mendapatkan informasi pada series kemudian dari series tersebut dapat menentukan order ARIMA yang sesuai. Prosedur estimasi model merupakan suatu cara yang efisien untuk menguji

Page 3: BAB 2

7

parameter dari model yang sesuai. Sedangkan prosedur cek diagnosa merupakan pengecekan fitted model dalam hubungannya dengan data pada tahap ini akan diperoleh gambaran apakah model yang diduga telah cukup (adequacy) (Box dan Jenkins, 1976). Prosedur Box-Jenkins untuk model ARIMA dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Model IdentifikasiModel identifikasi merupakan metodologi dalam

mengidentifikasi perlunya suatu transformasi seperti transformasi untuk stasioner dalam varians, transformasi differencing, keputusan untuk memasukkan parameter ketika dan penentuan order p dan q pada ARIMA (Wei, 2006). Model identifikasi yang meliputi proses pengecekan stasioneritas, ACF dan PACF serta penentuan order ARIMA dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. StasioneritasBanyak aplikasi time series di berbagai bidang yang

mempunyai proses nonstasioner, khususnya di bidang ekonomi dan bisnis. Proses nonstasioner dapat terjadi pada banyak hal, misalnya time series yang mempunyai nonconstant mean ,

nonconstant varians , atau pun terjadi kedua-duanya. Proses

nonstasioner dapat menjadi stasioner jika dilakukan differencing secara tepat. Dengan kata lain, jika suatu series nonstasioner

namun pada differencing ke- untuk integer

menjadi stasioner. Misalnya jika differencing ke- pada series akan diikuti proses white noise maka dapat ditulis seperti (Wei, 2006).

(2.2)

Differencing hanya dapat digunakan untuk menstasionerkan time series yang homogen. Pada kenyataannya tidak semua time series homogen karena nonstasioner tidak disebabkan oleh dependensi waktu dalam rata-rata namun dapat disebabkan oleh

Page 4: BAB 2

8

dependensi waktu dalam varians dan autokovarians. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan transformasi untuk menstabilkan varians dengan transformasi Box-Cox seperti (Wei, 2006).

(2.3)

dimana λ merupakan parameter transformasi.Proses stasioner mempunyai beberapa syarat yaitu

sebagai berikut (Wei, 2006).

(2.4)

(2.5)

, (2.6)

(2.7)

dan untuk semua k (2.8)

dimana kovarian antara dan adalah

(2.9)

dan korelasi antara dan adalah

(2.10)

b. Aucorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)Misalnya terdapat pengamatan time series

maka sampel ACF didefinisikan sebagai (Wei, 2006)

(2.11)

Page 5: BAB 2

9

Ada beberapa pola sampel ACF dalam tahap identifikasi. Pertama, sampel ACF untuk nonseasonal time series dapat cut off. Dikatakan cut off pada lag k pada sampel ACF jika saat lag k secara statistik bernilai besar dan ekuivalen dengan menolak H0

saat ACF pada lag k sama dengan 0 dimana statistik ujinya adalah

dengan daerah penolakan tolak H0 jika nilai absolute

lebih besar dari 2 (Bowerman, O’Connel dan Koehler, 2005).

(2.12)

Kedua, sampel ACF dikatakan dies down jika tidak cut off tetapi menurun dengan kondisi “steady fashion”, yang meliputi (Bowerman et al., 2005). i. Pola eksponensialii. Pola sinusiii. Pola yang didominasi salah satu dari pola (i) dan (ii) atau

kombinasi dari pola (i) dan (ii)Sedangkan fungsi dari sampel PACF, yaitu

Page 6: BAB 2

10

(2.13)

Sampel PACF juga mempunyai uji apakah terdapat spike pada lag

k dengan statistik uji dimana (Bowerman et

al., 2005)

c. Penentuan Order ARIMAPada tahap identifikasi order ARIMA tidak ada formulasi

yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan sehingga penyelesaian didapatkan dari metode grafik. Untuk mengidentifikasi order dari ARIMA (p,d,q) dapat dilihat dari grafik ACF (autocorrelation function) dan PACF (partial autocorrelation function). Pendugaan yang pertama kali dilakukan adalah pendugaan order d dengan melihat apakah grafik ACF turun secara cepat atau tidak. Jika grafik ACF tidak turun secara cepat mengindikasikan proses nonstasioner pada

namun terdapat kemungkinan akan stasioner saat ( atau pada difference order yang lebih tinggi (Box dan Jenkins, 1976). Setelah menduga order d maka pendugaan order p dan q pada ARIMA dapat melihat karakteristik dari grafik sampel ACF dan sampel PACF seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Petunjuk Pemilihan Operator Nonmusiman

Page 7: BAB 2

11

Pola Sampel ACF dan PACF Operator nonmusiman Sampel ACF mempunyai spikes pada lag 1, 2,…q dan cut off setelah lag q serta pada sampel PACF dies down

Model nonmusiman moving average order q:

Sampel ACF dies down dan sampel PACF mempunyai spikes pada lag 1, 2,…p dan cut off setelah lag p

Model nonmusiman autoregressive order p:

Sampel ACF mempunyai spikes pada lag 1, 2,…q dan cut off setelah lag q serta pada sampel PACF mempunyai spikes pada lag 1, 2,…p dan cut off setelah lag p

atau

Sampel ACF dan sampel PACF tidak mempunyai lag yang signifikan

Model tidak mempunyai operator nonmusiman

Sampel ACF dies down, sampel PACF dies down

Model nonmusiman dan

Sumber: Bowerman et al.,2005

2.3.2 Estimasi ModelSetelah melakukan pendugaan model ARIMA khususnya

untuk nilai p, d dan q maka langkah selanjutnya adalah estimasi parameter dari model. Ada beberapa metode dalam mengestimasi parameter model seperti metode moment, least square dan full maximum likelihood (Cryer dan Chan, 2008). Metode estimasi parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah conditional least square. Langkah estimasi parameter dengan conditional least square dengan menggunakan model AR (1) dapat dijelaskan sebagai berikut.

Misalkan AR(1) mempunyai model sebagai berikut.

(2.14)

Persamaan 2.15 dapat dilihat sebagai regresi yang mempunyai prediktor dan respon sehingga estimasi least square didapatkan dari meminimumkan turunan sum of squares dari persamaan 2.15

Page 8: BAB 2

12

(2.15)

Karena pengamatan dari adalah sehingga sum of square dari hanya dari sampai sehingga

didapatkan persamaan 2.16

(2.16)

Persamaan 2.16 sering disebut fungsi conditional sum of square. Estimasi nilai dan didapatkan dari meminimumkan nilai

sehingga diperoleh

(2.17)

(2.18)

Untuk n yang mempunyai nilai cukup besar

(2.19)

Penyelesaian dari persamaan 2.19 akan diperoleh

(2.20)

Untuk mendapatkan estimasi dari didapatkan dari persamaan 2.22

(2.21)

Page 9: BAB 2

13

(2.22)

Berkaitan dengan estimasi titik pada masing-masing parameter pada model Box-Jenkins maka diperlukan suatu uji statistik untuk menentukan apakah parameter tersebut signifikan atau tidak. Misal, merupakan suatu parameter pada model Box-

Jenkins, merupakan estimasi titik dari dan merupakan

standard error dari estimasi titik , maka uji t yang berkaitan dengan dihitung melalui persamaan 2.23 (Bowerman et al., 2005)

Statitik uji

(2.23)

Daerah penolakan Tolak jika , dimana n

banyaknya pengamatan, np banyaknya parameter yang ditaksir.

2.3.3 Cek DiagnosaPada tahap cek diagnosa bertujuan untuk melihat

kesesuaian model dan jika model tidak sesuai maka diperlukan modifikasi sehingga didapatkan model yang sesuai. Pengecekan model didekati dengan analisis residual dari fitted model (Cryer dan Chan, 2008). Pengecekan pertama pada residual dilakukan pada grafik residual. Jika model sesuai (adequate) maka nilai residual akan berada di sekitar nilai nol. Selain itu residual harus independen dan berdistribusi normal. Pengecekan residual yang independen dapat dilihat sebagai berikut (Wei, 2006)H0 :

Page 10: BAB 2

14

H1 : minimal ada satu dengan k= 1, 2, …, K

Statistik Uji :

(2.24)

Keterangan:n : jumlah residual

: taksiran ACF residual pada lag ke-k

Statistik uji Q dapat didekati dengan distribusi dimana

, p dan q merupakan order ARIMA(p,d,q) sehingga

daerah penolakan H0 adalah Q yang lebih besar dari .

Sedangkan pengujian normalitas dapat menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan pengujian sebagai berikut.H0 : residual berdistribusi normalH1 : residual tidak berdistribusi normal

Statistik Uji :

(2.25)

dimana merupakan fungsi peluang kumulatif yang dihitung

dari sampel sedangkan merupakan fungsi peluang

kumulatif distribusi normal. Daerah penolakan Tolak jika statistik uji D lebih besar dari kuantil pada Tabel A.17 (Daniel, 1989) atau p-value < .

2.3.4 Analisis OutlierOutlier adalah jenis pengamatan yang terjadi karena

perubahan jangka pendek pada suatu proses (Chan dan Chan, 2008) . Pada kasus time series, outlier dapat dibedakan menjadi Additive Outlier (AO), Innovative Outlier (IO), Level Shift (LS) dan Transitory Change (TC). Additive outlier berpengaruh hanya pada pengamatan ke-T. Innovative Outlier memberikan pengaruh

Page 11: BAB 2

15

pada pengamatan ke-T, (T+1),... . Begitu juga Level Shift dan Transitory Change memberikan pengaruh pada pengamatan ke-T, (T+1), … . Model dengan outlier secara umum dituliskan sebagai berikut (Wei, 2006).

(2.26)

= variabel yang menunjukkan adanya outlier pada waktu ke-

Tj

=1 untuk AO

untuk IO

untuk LS

untuk TC

Salah satu cara penanganan outlier adalah dengan memasukkan pengamatan outlier ke dalam model. Cara mendeteksi outlier dilakukan secara iteratif melalui empat tahap (Wei, 2006). 1. Tahap pertama adalah dengan memodelkan data time series

dengan asumsi tidak ada outlier, sehingga diperoleh model residual sebagai berikut

(2.27)

2. Tahap kedua adalah menghitung dengan t = 1,2, …, n dan i = AO, IO, LS dan TC menggunakan model taksiran. T i,

(2.28)

Nilai-nilai tersebut kemudian dipilih yang paling besar dan

disebut . Jika dengan dengan C adalah

Page 12: BAB 2

16

konstanta positif antara 3 dan 4, maka outlier yang ada pada waktu ke- T adalah outlier dengan jenis i. Model baru yang diperoleh adalah sebagai berikut

(2.29)

Residual yang terbentuk sebagai berikut

(2.29)

3. Tahap ketiga adalah menghitung berdasarkan residual yang telah diperbarui pada tahap kedua dan diulang secara terus menerus hingga semua outlier teridentifikasi.

4. Tahap keempat dilakukan setelah diidentifikasi k-outlier pada waktu ke-T1, T2..,.., Tk dengan efek sebesar . Model yang diperoleh adalah sebagai berikut .

(2.30)

2.3.5 Peramalan Berdasarkan ketersediaan data series masa lalu

dapat diramalkan nilai yang akan terjadi pada periode di masa datang. disebut forecast origin dan lead time untuk peramalan dan hasil peramalannya adalah

. Peramalan dengan meminimumkan mean square error

dirumuskan sebagai (Cryer dan

Chan, 2008). Langkah peramalan dengan menggunakan AR(1) dapat

dijelaskan sebagai berikut.Misal AR(1) mempunyai model

(2.31)

maka peramalan dengan 1 periode ke depan didapatkan dari mensubtitusi t dengan yang dirumuskan

(2.32)

Page 13: BAB 2

17

Dengan menggunakan series masa lalu maka ekspektasi dari persamaan 2.32 diperoleh

(2.33)dengan dan karena independen

terhadap maka

sehingga persamaan 2.33 dapat ditulis sebagai

(2.34)

Untuk peramalan lead time ke depan, dapat diubah menjadi pada persamaan 2.31 sehingga didapatkan

(2.35)

Karena dan untuk ,

independen terhadap . Berdasarkan persamaan 2.35 menunjukkan peramalan

berapa pun nilai dapat dibangun dari peramalan dengan lead time yang lebih pendek yang diawali dengan inisial peramalan

yang dihitung melalui persamaan 2.35. Peramalan

diperoleh dari kemudian diperoleh

dari dan seterusnya. Meskipun demikian persamaan 2.35 dapat diselesaikan secara eksplisit dengan beberapa iterasi backward pada dari persamaan 2.35 sehingga diperoleh.

Page 14: BAB 2

18

Atau

(2.36)

2.4 Artificial Neural Network Ensembel (ANN Ensembel)

Banyak studi yang menyebutkan bahwa peramalan dengan mengombinasikan beberapa model memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada pemilihan model untuk peramalan. Alternatif lain yang sering dipakai untuk peramalan adalah menguji beberapa model, mengestimasi parameter dan memilih model memiliki kinerja terbaik dari periode in sample. Meskipun demikian, beberapa penelitian telah menunjukkan model terbaik untuk periode in sample tidak selalu yang terbaik untuk peramalan di masa yang akan datang (Andrawis, Atiya dan El-Shishiny, 2011). Time series sering menghadapi kondisi yang berubah-ubah, hal ini mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam mengestimasi parameter dan model misspecification. Untuk menghindari hal tersebut salah satu stategi yang baik adalah membangun beberapa model yang sesuai dan menggabungkan hasil peramalannya.

Penggabungan dari hasil peramalan telah dirintis sejak tahun 1960-an oleh Bates dan Granger (1969) dalam Zaier et al. (2010). Penggabungan multi-model tersebut sering disebut pendekatan ensembel. Kemudian metode tersebut berkembang pada banyak bidang termasuk pada artificial neural network (ANN) yang kemudian secara formal disebut ANN ensembel (Shu dan Burn, 2004). Pembentukan ANN ensembel terdiri dari dua langkah. Langkah pertama adalah menciptakan anggota ensembel secara individu dan langkah kedua adalah menggabungkan output dari member ensembel dengan kombinasi yang sesuai untuk menghasilkan output ensembel yang unik (Sharkey, 1999). Arsitektur ensemble pada ANN dapat dilihat berdasarkan Gambar 2.2.

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa output ensembel dari ANN ensembel didapatkan dari gabungan output dari beberapa single

Page 15: BAB 2

19

ANN. Untuk menciptakan beberapa model dari single ANN dapat menggunakan perubahan arsitektur dan banyaknya hidden unit dengan data training yang tetap (Sharkey, 1999). Sedangkan model single ANN secara umum dapat dilihat dari bagian single ANN.

Gambar 2.2 Arsitektur ANN Ensembel

2.5 Single Artificial Neural Network (Single ANN)

Ketika model linier untuk peramalan time series tidak menunjukkan kinerja yang baik, kemungkinan model peramalan dengan struktur nonlinier dapat menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk meramalkan time series. Model linier yang baik seharusnya secara umum dapat menangkap hubungan dari beberapa fenomena nonlinier pada data dan artificial neural networks (ANN) merupakan salah satu model yang dapat menangkap berbagai hubungan nonlinier pada data (Zhang, 2003). ANN merupakan model yang fleksibel yang dibangun pada wilayah komputasi untuk menghadapi permasalahan nonlinier. Salah satu keuntungan dari ANN dari model nonlinier yang lain adalah secara umum pendekatan ini dapat mengestimasi dengan tingkat akurasi yang tinggi. Kinerja ANN yang baik didapat dari informasi dari suatu data yang melalui proses

Langkah 1Pembuatan Anggota Ensembel

Langkah 2Penggabungan Anggota Ensembel

Perubahan input dan network geometry

Averaging atauStacking

Single ANNk OutputkInput

Single ANN1 Output1Input

Single ANN2 Output2InputOutput

Ensembel

Page 16: BAB 2

20

parallel. Dan pada pembentukan model tidak diperlukan asumsi tertentu. Sehingga, network model ditentukan oleh karakteristik pada data.

2.5.1 Arsitektur Multilayer Perceptrons (MLPs)Feedforward multilayer network yang juga diketahui sebagai

multilayer perceptrons (MLPs) merupakan model ANN yang paling sering digunakan untuk time series dan peramalan. Model dibangun dari tiga layer dengan proses yang sederhana pada masing-masing unit yang dihubungankan oleh acyclic link. Pada aplikasi ANN untuk peramalan, total data yang tersedia dibagi menjadi dua yaitu training set (in sample) dan test set (out of sample). Training set digunakan untuk membangun ANN dan test set digunakan untuk menghitung tingkat akurasi pada prediksi peramalan (Zhang, Patuwo, dan Hu, 2001). Besarnya sampel pada training set disarankan suffisien dan untuk menghindari adanya efek overfitting pada ANN. Kang (1991) dalam Zhang et al. (2001) menemukan bahwa model ANN tidak membutuhkan data yang besar untuk berkinerja baik. Model ANN dapat bekerja dengan baik meskipun ukuran sampel kurang dari 50 (Zhang et al., 2001). Studi yang memberikan sedikit pedoman tentang besarnya sampel pada training set dan test set, antara lain Granger (1993) dalam Zhang et al. (2001) menyarankan paling sedikit 20% dari data digunakan untuk evaluasi peramalan. Pemilihan data untuk training set dan test set berpengaruh pada fitting untuk in sample maupun out of sample pada hasil peramalan. Contoh ANN dengan arsitektur MLP dilihat berdasarkan Gambar 2.3

Bias Bias

og

Input Layer Hidden layer Output Layer

Zt

-1

1

tZ

0

j

j0

1

ij

Zt

-2

Zt

-p

hg1

hg 2

hqg

Page 17: BAB 2

21

Gambar 2.3 Arsitektur MLP ANN

Secara umum hubungan antara output dan input

pada ANN mempunyai persamaan matematis seperti persamaan 2.43 (Zhang, 2003).

(2.43)

Dimana dan

adalah parameter model yang sering disebut sebagai bobot, adalah banyaknya neuron pada input dan

adalah banyaknya neuron pada hidden layer. Fungsi logistik sigmoid sering digunakan sebagai fungsi aktifasi pada hidden layer seperti pada persamaan 2.38

(2.38)

Model ANN pada persamaan 2.37 merupakan pemetaan fungsi nonlinier dari pengamatan masa lalu

ke masa depan yang dapat diformulasikan seperti pada persamaan 2.39

(2.39)

Page 18: BAB 2

22

dimana merupakan vektor dari semua parameter dan adalah fungsi yang ditentukan oleh struktur network dan pembobot. Dengan demikian, ANN setara dengan model autoregressive nonlinier.

Secara umum, pemilihan banyaknya neuron pada input layer memberikan efek yang lebih besar daripada pemilihan banyaknya neuron pada hidden layer baik pada data in sample maupun out of sample. Sehingga peneliti seharusnya lebih memperhatikan pemilihan banyaknya neuron pada input (Zhang et al., 2001). Hal ini disebabkan paremeter yang diestimasi pada model ANN memiliki kegunan sebagai penentu (nonlinier) struktur autocorrelation pada time series. Meskipun demikian tidak ada satu pun teori yang dapat dijadikan pedoman untuk pemilihan dan . Oleh karena itu percobaan try and error sering dilakukan untuk memilih . Sedangkan dari beberapa literatur, jarang ditemukan banyaknya neuron pada hidden layer lebih dari dua kali banyaknya neuron pada input (Zhang et al., 2001).

Ketika struktur network ditentukan maka network siap untuk ditraining (suatu proses untuk mengestimasi parameter). Parameter diestimasi sama seperti pada pembuatan model ARIMA sehingga mean square error (MSE) diminimalkan dan hal ini dilakukan dengan optimalisasi dari suatu algoritma yaitu backpropagation algorithm.

Page 19: BAB 2

23

2.5.2 Algoritma Backpropogation

Algoritma untuk mendapatkan update bobot-bobot pada tiap-tiap layer dapat menggunakan gradient descent. Gradient descent merupakan salah satu dari kelompok metode optimisasi yang paling tua. Metode ini berdasarkan dari suatu pendekatan linier dari fungsi kesalahan (error), yaitu (Suhartono, 2007)

(2.40)

Bobot-bobot diupdate melalui

(2.41)

Jika kembali ke arsitektur umum MLP dengan 1 hidden layer seperti pada Gambar 2.3 dan merupakan suatu jumlahan kuadrat error dari data training.

(2.42)

dimana := target (nilai sebenarnya dari variabel output atau respon)

= output dari layer terakhir (output layer)Backpropagation adalah suatu algoritma untuk

mendapatkan bobot-bobot pada tiap-tiap layer yang dinotasikan sebagai dan dengan cara meminimumkan nilai Q seperti persamaan 2.42 pada keseluruhan himpunan training. Untuk penyederhanaan notasi, digunakan simbol untuk vektor

(2.43)

Sehingga fungsi pada persamaan 2.42 yang akan diminimalkan dapat ditulis

(2.44)

Page 20: BAB 2

24

Penyelesaian masalah optimisasi di atas akan dilakukan dengan menggunakan suatu algoritma gradient, yaitu

atau

(2.45)

Dengan adalah perubahan besar bobot atau bias, adalah koefisisen pembelajaran yang ditentukan, .

Untuk mengupdate bobot-bobot dapat menggunakan dua pendekatan yaitu adaptasi off-line dan online. Pada adaptasi off-line, bobot-bobot diupdate pada setiap pasang input-output, sedangkan di adaptasi on-line atau yang dikenal sebagai batch mode, bobot-bobot hanya diupdate setelah seluruh nilai-nilai setelah proses penjumlahan input dan bobot-bobot (bias termasuk di dalamnya). Berikut adalah penjelasan dari langkah maju dari algoritma backpropagation dengan update bobot pada batch mode. Jika jumlahan input pada hidden layer neuron ke-j yaitu

(2.46)

Output pada hidden layer yang terproses di neuron ke-j adalah

(2.47)

Dengan cara yang sama, maka beberapa notasi yang menyatakan jumlahan input dan bobot-bobot pada output layer adalah

(2.48)

Output pada output layer

Page 21: BAB 2

25

(2.49)

Untuk mendapatkan update bobot-bobot seperti persamaan 2.45 dibutuhkan perhitungan turunan parsial dari terhadap . Pertama akan dilakukan perhitungan turunan parsial dari terhadap

(2.50)Dengan aturan berantai maka persamaan 2.50 dapat diuraikan sebagai

(2.51)

dimana dan seperti pada persamaan 2.49 dan persamaan 2.48 sehingga persamaan 2.51 dapat diuraikan sebagai

(2.52)

(2.53)

(2.54)

Page 22: BAB 2

26

Jika pada output layer menggunakan fungsi aktivasi identitas

maka sehingga , sehingga penyelesaian

persamaan 2.51 dapat ditulis sebagai

(2.55)

dimana

(2.56)Melalui cara yang sama, yaitu dengan aturan berantai

perhitungan turunan parsial dari terhadap adalah

(2.57)

mengacu pada persamaan 2.51, persamaan 2.52 dan persamaan 2.58, dimana persamaan 2.58 yaitu

(2. 58)

maka penyelesaian persamaan 2.57 adalah

(2.59)dengan menggunakan persamaan 2.56.

Selanjutnya akan dilakukan penurunan perhitungan turunan parsial dari terhadap melalui aturan berantai diperoleh

(2.60)

Page 23: BAB 2

27

dengan menggunakan persamaan 2.52, persamaan 2.53, persamaan 2.54, persamaan 2.61 dan persamaan 2.62 dimana persamaan 2.61 dan persamaan 2.62 adalah

(2.61)

(2.62)

Maka penyelesaian dari persamaan 2.60 adalah

(2.63)

Untuk menyederhanakan persamaan 2.63 dapat menggunakan notasi seperti pada persamaan 2.56 dan diperoleh

(2.64)

dengan (2.65)

Dengan cara yang sama, penurunan turunan parsial dari terhadap melalui aturan berantai diperoleh

(2.66)

dengan menggunakan persamaan 2.52, persamaan 2.53, persamaan 2.54, persamaan 2.61 dan persamaan 2.67, dimana persamaan 2.67 adalah

Page 24: BAB 2

28

(2.67)

maka penyelesaian persamaan 2.66 adalah

(2.68)dimana menggunakan persamaan 2.65

Pada tahap ini, formula dari algoritma gradient untuk mengupdate bobot-bobot telah dapat diturunkan. Dua persamaan update untuk bobot dan yaitu (Suhartono, 2007)a. Untuk updating bobot-bobot dari bias pada output layer:

(2.69)

(2.70)b. Untuk updating bobot-bobot dan bias pada hidden layer

(2.71)

Page 25: BAB 2

29

(2.72)

2.6 Pendekatan Untuk Menggabungkan Komponen Anggota Ensembel

Ketika anggota ensembel (baik ANN maupun ARIMA) telah dibentuk maka langkah kedua yang harus dilakukan adalah menggabungkan output (hasil ramalan) yang berbeda dari masing-masing anggota dalam ensembel. Dua pendekatan yang paling sering digunakan adalah averaging dan stacking.

2.6.1 Averaging

Penggunaan metode averaging pada output dari ensembel diperoleh dengan menghitung rata-rata dari output anggota ensembel. Jika k adalah banyaknya anggota individual ANN pada ensembel, solusi dari pendekatan ensembel adalah

(2.73)

Dimana adalah nilai yang diprediksi ke-t dari anggota

ensembel ke-i. Implementasi pendekatan dengan averaging mudah dan dari studi Perron and Cooper (1993) menunjukkan bahwa pendekatan averaging efektif meningkatkan kinerja dari single ANN.

2.6.2 Stacking

Stacking atau stacked generalization dikenalkan oleh Wolpert (1992) dengan ide awal jika ada sekumpulan prediktor (linier atau nonlinier) akan meningkatkan akurasi dari prediktor apabila kumpulan dari prediktor tersebut dikombinasikan sehingga stacking merupakan metode untuk membentuk kombinasi linier dari prediktor untuk meningkatkan akurasi

Page 26: BAB 2

30

prediksi. Stacking didapatkan dari data cross-validation dan meminimumkan kuadrat terkecil dari fungsi dengan syarat non-negatif untuk memperoleh koefisien dari kombinasi (Breimen, 1996).

(2.74)

Koefisien diestimasi untuk mendapatkan final output dari ensembel, yaitu

(2.75)

2.7 Kriteria Pemilihan Model

Ketika terdapat beberapa model yang cukup (adequate), kriteria pemilihan model terbaik biasanya menggunakan ringkasan statistik dari residual yang dihitung berdasarkan fitted model dan menggunakan kesalahan peramalan pada data out of sample. Kriteria pemilihan model yang dipakai dalam penelitian ini adalah RMSE (root mean square error).

Nilai RMSE (root mean square error) dapat dirumuskan sebagai berikut.

(2.77)

2.8 InflasiPenjelasan mengenai inflasi dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua bagian yaitu definisi inflasi dan jenis inflasi.

3.8.1 Definisi Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (Bank Indonesia_2, 2012). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau

Page 27: BAB 2

31

mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah indeks harga konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Perumusan inflasi berdasarkan inflasi dapat dilihat berdasarkan persamaan 2.78.

(2.78)

Konsep dan metodologi perhitungan indeks harga konsumen sempat mengalami perubahan beberapa kali, yaitu: a. Sebelum April 1979 yang digunakan sebagai dasar yaitu

September 1966 (September 1966 =100)b. Mulai April 1979 digunakan istilah indeks harga konsumen

(sebelumnya menggunakan istilah indeks biaya hidup). Dasarnya April 1977-Maret 1978. Menggunakan pola konsumsi hasil SBH (survey biaya hidup) tahun 1977/1978 di 17 ibukota propinsi (April 1977-Maret 1978 = 100)

c. Mulai April 1990-1997, IHK menggunakan tahun dasar 1988/1989. Menggunakan pola konsumsi biaya hidup hasil SBH 27 ibukota propinsi (1988/1989=100)

d. Mulai Desember 1997, IHK menggunakan pola konsumsi hasil SBH di 44 kota tahun 1996 (1996=100)

e. Mulai Januari 2004, digunakan tahun dasar 2002. IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 45 kota tahun 2002 (2002 = 100)

f. Sejak Juni 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di 66 kota.

Dalam menyusun IHK, data harga konsumen atau retail yang diperoleh dari 66 kota dan mencakup antara 284-441 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam tujuh pengeluaran yaitu:

Page 28: BAB 2

32

bahan makanan; makanan jadi; minuman; rokok dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang; kesehatan; pendidikan; rekreasi dan olahraga; dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Dari setiap kota, beberapa pasar tradisional dan pasar modern dipilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data masing-masing komoditi diperoleh dari 3 atau 4 tempat penjualan yang didatangi oleh petugas pengumpul data dengan wawancara langsung. Indeks harga konsumen di Indonesia dihitung dengan mengembangkan rumus Laspeyres, dalam perhitungan rata-rata barang dan jasa, ukuran yang digunakan adalah mean (rata-rata). Tetapi untuk beberapa barang dan jasa yang musiman digunakan geometri.

Frekuensi pengumpulan data harga berbeda dari satu item dengan item lainnya, tergantung pada karakteristik item-item tersebut, yaitu: Pengumpulan data harga beras di Jakarta adalah harian Beberapa item yang termasuk ke dalam kebutuhan pokok, data

harga dikumpulkan setiap minggu pada hari Senin dan Selasa Untuk beberapa item makanan, data harga dikumpulkan setiap

dua minggu sekali, hari Rabu dan Kamis pada minggu pertama dan ketiga.

Untuk item makanan lainnya, makanan yang diproses, minuman, rokok dan tembakau, data harga dikumpulkan bulanan pada hari Selasa menjelang pertengahan bulan selama tiga hari (Selasa, Rabu, dan Kamis).

Untuk barang-barang tahan lama data harganya dikumpulkan bulanan pada hari ke-5 sampai hari ke-15.

Data harga jasa-jasa dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.

Data harga sewa rumah dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.

Upah baby sitter dan pembantu rumah tangga diamati bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.

Page 29: BAB 2

33

Data yang berhubungan dengan biaya pendidikan dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.

3.8.2 Jenis InflasiInflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam

pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. a. Menurut Penyebabnya

Menurut Atmaja (1999) inflasi yang dikelompokkan menurut penyebabnya dapat dibagi menjadi dua yaitu demand pull inflation dan cost push inflation. Deman pull inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan permintaan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment. Sedangkan cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha. b. Menurut Asalnya

Inflasi yang dikelompokkan berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi dua (Atmaja, 1999) yaitu domestic inflation dan imported inflation. Domestic inflation adalah inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. Sedangkan imported inflation merupakan inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut system perekonomian terbuka (open

Page 30: BAB 2

34

economy system). Dan, inflasi ini dapat menular baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.