bab 2

52
Perilaku BAB pada Keluarga Binaan RT/RW 007/003 Kampung Sukamanah Barat Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten KELOMPOK 5 Adisyari Puri Handini 1102008007 Isyana Prasantini 1102008312 Nugraha Mauluddin 1102008182 Sheinny Herliandry 1102008239 Siti Hidayah Tsaniawati 1102008315 Pembimbing : DR. Kholis Ernawati S.Si, M.Kes 1

Upload: sofia-putri-nirmala

Post on 01-Feb-2016

284 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2

Perilaku BAB pada Keluarga Binaan RT/RW 007/003 Kampung Sukamanah Barat Desa Tanjung Pasir

Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

KELOMPOK 5

Adisyari Puri Handini 1102008007Isyana Prasantini 1102008312Nugraha Mauluddin 1102008182Sheinny Herliandry 1102008239Siti Hidayah Tsaniawati 1102008315

Pembimbing :DR. Kholis Ernawati S.Si, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIKepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas

Periode 19 Agustus – 20 September 2013

1

Page 2: BAB 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Hipertensi

2.1.1 Konsep Kotoran Manusia (Tinja)

Pembuangan air besar atau pembuangan kotoran manusia adalah upaya

membuang air besar atau kotoran manusia. Yang dimaksud dengan kotoran manusia

adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus

dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat tersebut bisa berbentuk tinja (feces), air seni

(urine), dan CO2. Khusus pembuangan tinja dan urine memerlukan tempat khusus

untuk pembuangan yang disebut jamban atau kakus (latrine). (Notoatmodjo, 2007 :

180)

2.1.2 Peran Tinja dalam Penularan Penyakit

Dilihat dari kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia

merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Hal inikarena kotoran

manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit yangmultikompleks. Hal ini

dapat diilustrasikan seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Penyebaran Penyakit Bersumber Feces

Sumber : Soedjono, 2009

Berdasarkan gambar tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam

penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi

2

Page 3: BAB 2

makanan, minuman, sayuran, dan sebagainya, juga air tanah, serangga (lalat, kecoa,

dan sebagainya) dan bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut.

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara laintifus,

disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),

skistosomiasis dan sebagainya.

2.1.3 Pengelolaan Pembuangan Kotoran

Pembuangan kotoran manusia atau pembuangan air besar adalah akvititas

pembuangan kotoran dari manusia. Pembuangan kotoran idealnya dilakukan di

jamban atau jamban keluarga. Banyak jenis jamban sebagai fasilitas buang air besar

meliputi jamban leher angsa, plengsengan yang dilengkapi dengan penutup dan

jamban cemplung yang sebaiknya juga dilengkapi dengan penutup.

Pembuangan air besar di pedesaan pada umumnya dilakukan secara :

1. Langsung dibuang di permukaan tanah (di pekarangan, kebun dan sebagainya).

2. Di dalam tanah pada lubang galian yang sengaja dibangun untuk keperluan

tersebut (Dainur, 2003 : 35).

2.2 Jamban

2.2.1 Definisi Jamban

Pembuangan kotoran pada lubang galian dikenal dengan sebutan jamban.

Jamban atau jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk

membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim

disebut kakus atau WC (Madjid, 2009).

2.2.2 Jenis-Jenis Jamban

Pada prinsipnya bangunan jamban dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu

bangunan bagian atas (rumah jamban), bangunan bagian tengah (slab/dudukan

jamban), serta bangunan bagian bawah (penampung tinja).

1. Rumah Jamban (bangunan bagian atas)

Bangunan bagian atas bangunan jamban terdiri dari atap, rangka dan dinding.

Dalam prakteknya disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat. Beberapa

pertimbangan pada bagian ini antara lain :

a. Sirkulasi udara yang cukup.

b. Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar.

3

Page 4: BAB 2

c. Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun

musim hujan).

d. Kemudahan akses di malam hari.

e. Disarankan untuk menggunakan bahan lokal.

f. Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan.

2. Slab/Dudukan Jamban (Bangunan Bagian Tengah)

Gambar 2.2 Dudukan Jamban

Slab berfungsi sebagai penutup sumur tinja dan dilengkapi dengan tempat

berpijak. Pada jamban cemplung slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada

kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh

keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di dalamnya. Slab dibuat dari bahan

yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus

tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat,

pasangan bata, dan sebagainya. Selain slab, pada bagian ini juga dilengkapi dengan

abu atau air. Penaburan sedikit abu ke dalam sumur tinjasetelah digunakan akan

mengurangi bau dan kelembaban, dan membuatnya tidak menarik bagi lalat untuk

berkembang biak. Sedangkan air dan sabun digunakan untuk cuci tangan.

Pertimbangan untuk bangunan bagian tengah.

a. Terdapat penutup pada lubang sebagai pelindung terhadap gangguan serangga

atau binatang lain.

4

Page 5: BAB 2

b. Dudukan jamban dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan

(menghindari licin, runtuh, atau terperosok).

c. Bangunan dapat menghindarkan/melindungi dari kemungkinan timbulnya bau.

d. Mudah dibersihkan dan tersedia ventilasi udara yang cukup.

3. Penampung tinja (bangunan bagian bawah)

Penampung tinja adalah lubang di bawah tanah, dapat berbentuk persegi,

lingkaran, bundar atau yang lainnya. Kedalaman tergantung pada kondisi tanah dan

permukaan air tanah di musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja

harus dilapisi seluruhnya atau sebagian dengan bahan penguatseperti anyaman bambu,

batu bata, ring beton, dan lain – lain. Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah

antara lain :

a. Daya resap tanah (jenis tanah)

b. Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)

c. Ketinggian muka air tanah

d. Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan terhadap

sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)

e. Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/kapasitas)

f. Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal

g. Bangunan yang permanen dilengkapi dengan manhole

Gambar 2.3 Penampung Tinja

Teknologi pembuangan kotoran manusia atau jamban di pedesaan sudah tentu

berbeda dengan perkotaan. Tipe jamban sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain

5

Page 6: BAB 2

jamban cemplung atau kakus (pit latrine), jamban cemplung berventilasi (ventilasi

improved pit latrine), jamban empang atau kakus kolam (fishpond latrine), jamban

pupuk (the compost privy), dan septick tank (Notoatmodjo, 2005 : 182). Jenis jamban

antara lain jamban sistem cemplung atau galian, jamban sistem leher angsa, dan

jamban septik tank ganda (Menristek, 2009).

a. Jamban cemplung atau kakus (pit latrine)

Jamban cemplung atau cubluk adalah galian yang berfungsi sebagaipenampung,

pengolahan sekaligus peresapan. Berdasarkan jumlahnya, cubluk terdiri atas cubluk

tunggal (satu buah cubluk) dan cubluk kembar (dua buah cubluk) (Soedjono, 2009).

Cubluk merupakan galian yang berfungsi sebagai penampung, pengolahan

sekaligus peresapan. Cubluk tunggal harus disertai pengurasan sedangkan cubluk

ganda dapat digunakan secara bergantian sehingga dalam waktu tertentu secara tidak

langsung tinja akan berubah menjadi kompos. (Soedjono, 2009).

Syarat kakus cemplung adalah tidak boleh terlalu dalam. Dalam pitlatrine antara

1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumahkakus dapat dibuat dari

bambu, dan atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarakdari sumber air minum

sekurang-kurangnya 15 meter.

Gambar 2.4 Jamban Cemplung atau Kakus (Pit Latrine)

Sumber : Notoatmodjo, 2005

b. Jamban cemplung berventilasi (ventilasi improved pit latrine)

Jamban ini memiliki persyaratan sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih

lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa.

6

Page 7: BAB 2

Gambar 2.5 Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine)

Sumber : Tampibolon, 2000

c. Jamban empang (fishpond latrine)

Tidak ada persyaratan khusus, karena jamban ini dibangun di atas empang ikan.

Dalam sistem jamban empang ini disebut daur ulang (recycling), yakni tinja dapat

langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan

tinja yang dimakan demikian seterusnya. Jadi mempunyai fungsi mencegah

tercemarnya lingkungan oleh tinja.

Gambar 2.6 Jamban Empang (Fishpond Latrine)

Sumber : Notoatmodjo, 2005

d. Jamban pupuk (the compost privy)

7

Page 8: BAB 2

Pada prinsipnya jamban ini sama dengan kakus cemplung, hanya lebih dangkal

galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan

sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah :

1. Mula-mula membuat jamban cemplung biasa.

2. Dilapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan.

3. Di atasnya ditaruh kotoran dan kotoran binatang (kalau ada) setiap hari.

4. Setelah ± 20 inchi, ditutup lagi dengan daun-daunan sampah, selanjutnya

ditaruh kotoran lagi.

5. Demikian selanjutnya sampai penuh.

Gambar 2.7 Jamban Pupuk (The Compost Privy)

Sumber : Notoatmodjo, 2005

e. Septicktank

Jamban septictank adalah suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen

yang berfungsi menampung/mengolah air limbah rumah tangga dengan proses

pengendapan dan penguraian tinja oleh bakteri (Soedjono, 2009 : 49).

Latrine jenis septictank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan.

Oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang paling dianjurkan. Septictank

terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air pembuangan

masuk dan mengalami dekomposisi (Notoatmodjo, 2007 : 186).

8

Page 9: BAB 2

Gambar 2.8 Jamban Septic Tank

Sumber : Notoatmodjo, 2005

Jenis jamban yang ada di daerah pedesaan di Indonesia dapat digolongkan

menjadi dua macam, yaitu (Depkes RI, 1983).

1. Jenis tanpa leher angsa

Jamban jenis ini mempunyai beberapa cara pembuangan kotoran, yaitu:

a. Bila kotoran di buang ke tanah disebut jamban cemplung

b. Bila kotoran di buang ke empang disebut jamban empang

c. Bila kotoran di buang ke sungai disebut jamban sungai

d. Bila kotoran di buang ke laut disebut jamban laut

2. Jenis dengan leher angsa

Jenis jamban ini mempunyai dua cara pembuangan kotoran, yaitu :

a. Tempat jongkok leher angsa berada langsung di atas galian penampungan

kotoran.

b. Tempat jongkok tidak berada langsung di atas lubang galian penampungan

kotoran.

2.2.3 Jamban Keluarga

Jamban keluarga (JAGA) adalah suatu bangunan yang digunakan untuk

membuang dan mengumpulkan kotoran/najis manusia yang lazim disebut kakus atau

WC (DEPKES, 2000).

2.2.4 Syarat Jamban Sehat

9

Page 10: BAB 2

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat.

Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-syarat tersebut: (DEPKES,

2000)

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan

terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah

liat atau diplester.

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari

lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

d. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,

danau, sungai, dan laut.

2. Tidak mencemari tanah permukaan

a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat

sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,

atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah.

b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk.

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa

menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.

e. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap

selesai digunakan.

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup

rapat oleh air.

10

Page 11: BAB 2

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk

membuang bau dari dalam lubang kotoran.

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus

dilakukan secara periodik.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran

dengan memasang batu atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat

lain yang terdapat di daerah setempat.

6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran.

b. Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran.

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban

akan cepat penuh.

d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa

berdiameter minimal empat inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal

2:100.

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu.

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar

dari kehujanan dan kepanasan.

Dalam penentuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak

terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada:

1. Keadaan daerah datar atau lereng.

2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam.

3. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur.

Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya peresapan

tanah. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi

jamban berkisar antara delapan sampai dengan 15 meter atau rata-rata 10 meter.

Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan:

1. Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dari

letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak

11

Page 12: BAB 2

tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari

letak sumur.

2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering

digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban

(diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada waktu

banjir.

3. Mudah dan tidaknya memperoleh air(sumber : http://www.ristek.go.id).

2.2.5 Manfaat Jamban

Membangun dan menggunakan jamban memberikan manfaat berikut :

a. Peningkatan martabat dan privacy.

b. Lingkungan yang lebih bersih.

c. Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat.

d. Keselamatan lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di malam hari).

e. Menghemat waktu dan uang, dan menghasilkan kompos untuk kebun sayur atau

sawah.

f. Memutus siklus penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitas(Soedjono,

2009:15).

2.2.6 Pemeliharaan Jamban

Jamban sebagai sarana pembuangan kotoran manusia (tinja) perlu di pelihara

dengan baik. Beberapa kegiatan yang dianjurkan dalam pemeliharaan sarana

pembuangan tinja adalah sebagai berikut (Soeparman & Suparmin, 2001) :

1. Pembersihan halaman di sekitar rumah jamban dari sampah dan tumbuhan

rumput atau semak yang tidak di kehendaki.

2. Pembersihan lantai, dinding, dan atap rumah jamban secara teratur, minimal

satu minggu sekali dari lumut, debu, tanah atau sarang labalaba.

3. Penggelontoran tinja pada lubang pemasukan tinja atau leher angsa setiap

selesai penggunaan.

4. Pemantauan isi lubang pada jamban cubluk, jamban air, jamban bor, dan

jamban kompos secara berkala terutama pada akhir periode pemakaian

direncanakan.

5. Pemantauan isi tangki pembusukan secara berkala (tiap 12-18 bulan pada tangki

pembusukan rumah tangga dan tiap enam bulan pada tangki pembusukan

12

Page 13: BAB 2

sekolah dan kantor pelayanan umum) untuk menjaga efisiensi kerjanya.

Lakukan pengurasan bila kedalaman busa serta lumpur sudah melebihi batas

yang di persyaratkan

6. Hindarkan pemasukan sampah padat yang sukar atau tidak bisa diuraikan (kain

bekas, pembalut, logam, gelas dan sebagainya) dan kimia yang beracun bagi

bakteri (karbol, lisol, formalin dan sebagainya) ke dalam lubang jamban atau

tangki pembusukan.

2.3 KONSEP PERILAKU

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai cakupan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,

maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Jenis Perilaku

Ada beberapa jenis perilaku yang ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda,

antara lain:

a) Perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup artinya perilaku itu

tidak dapat ditangkap melalui indera, melainkan harus menggunakan alat

pengukuran tertentu, seperti psikotes. Contohnya: berpikir; berfantasi,

kreatifitas, dll. Sedangkan perilaku terbuka yaitu perilaku yang bisa

langsung dapat diobservasi melalui alat indera manusia, seperti tertawa,

berjalan, berbaring, dan lain-lain.

b) Perilaku reflektif dan perilaku non reflektif. Perilaku reflektif merupakan

perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang

13

Page 14: BAB 2

mengenai organisme. Misal reaksi kedip mata bila kena sinar, menarik jari

bila kena panas, dan sebagainya. Perilaku reflektif ini terjadi dengan

sendirinya secara otomatis tanpa perintah atau kehendak orang yang

bersangkutan, sehingga di luar kendali manusia. Lain halnya dengan

perilaku non reflektif. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat

kesadaran atau otak. Proses perilaku ini disebut proses psikologis.

c) Perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku kognitif atau perilaku

yang melibatkan proses pengenalan yang dilakukan oleh otak, yang terarah

kepada obyektif, faktual, dan logis, seperti berpikir dan mengingat. Perilaku

afektif adalah perilaku yang berkaitan dengan perasaan atau emosi manusia

yang biasanya bersifat subyektif. Perilaku motorik yaitu perilaku yang

melibatkan gerak fisik seperti memukul, menulis, lari, dan lain sebagainya.

2.3.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau

penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok :

a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance), adalah perilaku atau

usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak

sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering

disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini

adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan.

c) Perilaku kesehatan lingkungan

adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya, dan sebagainya. (teori Lawrence Green)

2.3.3 Pembentukan Perilaku

Ada beberapa cara pembentukan perilaku, antara lain sebagai berikut.

a) Melalui conditioning atau pembiasaan, yaitu dengan cara membiasakan diri

untuk berperilaku seperti yang diharapkan, yang akhirnya terbentuklah

perilaku tersebut. Misalnya membuang sampah pada tempatnya, anak

14

Page 15: BAB 2

dibiasakan bangun pagi, atau menggosok gigi sebelum tidur, mengucapkan

terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain, membiasakan diri untuk tidak

terlambat datang ke sekolah, dan sebagainya. Cara ini didasarkan pada teori

behaviorism, terutama teori pembiasaan Pavlov, Thorndike, dan Skinner.

b) Melalui pengertian (insight), yaitu memberikan dasar pemahaman atas alasan

tentang perilaku yang akan dibentuk, misalnya datang kuliah jangan terlambat,

karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik

sepeda motor pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. Salah

seorang tokoh yang menganut teori ini adalah Kohler, yang juga merupakan

tokoh psikologi Gestalt. Dia menemukan dalam eksperimennya bahwa dalam

belajar yang penting adalah pengertian atau insight.

c) Melalui penggunaan model, yaitu pembentukan perilaku melaui model atau

contoh teladan.Orang mengatakan bahwa orang tua sebagai contoh anak-

anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut

menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Cara ini

disarakan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational

learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (Teori Lawrence Green).

2.3.4 Pengukuran Perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara tidak langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Pengukuran dan indikator perilaku kesehatan :

1) Health Knowledges: pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan

2) Health Attitude: pendapat atau penilaian terhadap hal-hal yang berkaitan

pemeliharaan kesehatan

3) Health Practice: kegiatan atau aktivitas dlm rangka memelihara kesehatannya

2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2003 : 164) perilaku dipengaruhi 3

faktor yaitu faktor pendahulu, pemungkin dan penguat. Lebih jelasnya adalah sebagai

berikut:

Faktor predisposisi (predisposing factors)

15

Page 16: BAB 2

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi dansebagainya.

Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit,

poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek

swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan.

Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah

daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta

dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari

para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terlebih lagi petugas

kesehatan. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan

oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau

masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku

16

Page 17: BAB 2

Menurut Teori Snehandu B.Kar

Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :

1. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di

luardirinya.

2.Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).

3.Terjangkaunya informasi (accessibility of information)

4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa

perilaku merupakan fungsi dari:

a) Niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya ( behaviour intention ).

b) Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya ( social-support).

c) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessebility of information).

d) Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau

keputusan ( personal autonomy).

e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak( action

situation).

Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:

B=f(BI, SS, AL, PA, AS)

Keterangan :

B= Behaviour

F= Fungsi

BI= Behaviour Intention

SS= Social Support

AI= Accessebility of Information

PA= Personal Autonomy

AS= Action Situation

Menurut Teori WHO (World Health Organization) (1986)

17

Page 18: BAB 2

Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :

1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang.

4. Nilai (value).

Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalambentuk pengetahuan,

persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap

objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

1. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh

pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau

kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat

anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya

tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.

2. Kepercayaan

Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak

kesulitan waktu melahirkan.

3. Sikap

Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering

diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap

membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap

positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan

yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yang telah disebutkan diatas.

Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke

puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia

gagal membawa anaknya ke puskesmas.

18

Page 19: BAB 2

Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit

keras kerumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS,

sebab ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari

di RS.

Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat

kontrasepsi IUD mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif

terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat

kontrasepsi apapun.

Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai

yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup

bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup

di masyarakat.

4. Orang penting sebagai referensi

Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh

orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya,

maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-

anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka.

Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi

(reference group), antara lain guru, para ulama, kepala adapt (suku), kepala desa,

dan sebagainya.

Sumber-sumber daya (resource)

Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.

Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat.

Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative.

Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku

penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam

suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada

umumnya disebut kebudayaan.

Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari

kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat

19

Page 20: BAB 2

ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup

masyarakatdi sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas.

Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan

selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau

latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat

kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut

pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.

Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :

B = f (TF, PR, R, C)

Di mana :

B = behaviour

f = fungsi

TF = thoughts and feeling

PR = personal reference

R = resources

C = culture

2.3.6 Determinan perilaku BAB pada keluarga

A. Predisposing factor

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (over behavior). Pengetahuan yang ada pada manusia

tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan kehidupan

manusia yang dihadapi sehari – hari dan digunakan untuk kemudahan

– kemudahan tertentu. Sehubungan dengan perihal diatas pengetahuan

dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia di dalam

20

Page 21: BAB 2

menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Sebagai contoh sebuah desa

di daerah pesisir NTT tepatnya pada daerah kabupaten Lembata

dimana terjadi kenaikan penggunaan jamban didaerah tersebut dari 40

% menjadi 60 % atau tepatnya 133 rumah di Watodiri dan 75 rumah

tangga di Lamau sekarang sudah ber-perilaku BAB yang baik setelah

diberikan penyuluhan secara rutin tentang pentingnya perilaku BAB

yang baik dalam kehidupan sehari-hari

b. Pendidikan

Semakin tingginya pendidikan seseorang, semakin tinggi pula

kesadarannya akan kesehatan. Dalam hal ini pendidikan sangat

berperan pada perubahan perilaku seseorang, terutama mengenai

kesehatan. Karena dengan mengetahui fungsi dari perilaku itu sendiri,

efeknya, apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan hal itu dapat

menjadi suatu dorongan kepada seseorang untuk merubah perilakunya

tersebut. Prof. Dr. H. Mohamad Surya (1997) : “belajar dapat

diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil

dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya”. Misalnya dengan yang terjadi pada salah satu

keluarga binaan kami yaitu keluarga Mantri, background keluarga

mereka belum ada yang lulus dari sekolah dasar. Mereka memiliki TV

flat 2, kulkas, dispenser, soundspeaker, dan radio. Namun mereka

masih belum memiliki jamban. Dan setelah ditanyakan alasannya

mengapa mereka menjawab bahwa mereka lebih mementingkan bisa

menonton TV dibandingkan dengan membeli jamban.

c. Sosial

Woods mendefinisikan “nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah

berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan

dalam kehidupan sehari-hari”. Seperti yang telah didefinisikan oleh

woods mengenai nilai sosial, sangat jelas bahwa nilai sosial dan

budaya yang dibawa lama oleh masyarakat akan sangat berpengaruh

sekali terhadap pola perilaku masyarakat dan mengenai nilai-nilai apa

saja yang dapat diterima atau tidak. Misalnya pada keluarga binaan

21

Page 22: BAB 2

kami, meskipun agak jauh namun sebenarnya masih terdapat MCK

disekitar rumahnya yang berjarak kurang lebih 100 meter. Namun

karena nilai yang telah terkandung dalam mereka dan telah

berlangsung secara turun temurun, mereka mengaku bahwa mereka

lebih merasa nyaman dengan BAB di kebun dibandingkan di MCK

meskipun telah diberi pengertian mengenai bahayanya.

d. Ekonomi

Manusia tidak lepas dari kebutuhan hidup dan tuntutan dari masing-

masing individu. Dan untuk memenuhi hal-hal tersebut diperlukan alat

tukar yang diperlukan usaha untuk mendapatkannya. Namun tidak

semua manusia memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi hal-

hal tersebut, dalam hal ini ekonomi. Oleh karena hal tersebut manusia

harus pandai-pandai-nya merubah perilaku agar terjadi perbaikan

dalam hal ini status ekonominya. Sebagai contoh: seorang suami yang

dipaksa untuk membeli sebuah televisi dibandingkan dengan jamban

oleh isterinya (motif ekonomi eksterna)

e. Geografi

J.S.Furnivall(1967)

Bahwa masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang terdiri

atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara cultural dan

ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang

berbeda-beda satu sama lainnya. Seperti yang telah disebutkan oleh J.S

Furnivall mengenai multiculturalisme, dan multiculturalisme itupun

tidak lepas oleh perbedaan lokasi antar satu komunitas dengan

komunitas lain yang membawa nilai-nilai sosial, budaya, dan ekonomi

mereka masing-masing sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan

perbedaan perilaku mereka satu sama lain.

B. Dukungan Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan

kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan

sebagai bagian dalam keluarga (Friedman, 1998). Menurut Sukami

(2003), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan keluarga adalah

22

Page 23: BAB 2

sekelompok orang yang tinggal di bawah satu atap atau dalam satu

bangunan yang mempunyai dapur dan anggaran rumah tangga yang

sama. Pendapat lain mengatakan bahwa keluarga adalah sebagai unit

yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak mereka dan memperlihatkan

pembagian kerja menurut jenis kelamin (Potter & Perry, 2005).

b. Tipe-tipe Keluarga

Tipe keluarga menurut Potter dan Perry (2005), adalah : Tipe keluarga

merupakan pola manusia yang didasari oleh anggota keluarga untuk di

masukkan ke dalam keluarga, adapun tipe-tipe keluarga :

Nuclear family (keluarga inti), terdiri dari suami, istri dan anak.

Extended family (keluarga besar), keluarga ini terdiri dari kerabat

(paman,bibi, kakek atau nenek, sepupu) selain keluarga inti.

Single family (keluarga dengan orang tunggal), terjadi karena salah

satu orang tua meninggalkan keluarga karena kematian atau perceraian.

Mixed family (keluarga campuran), keluarga ini dibentuk pada saat

orang tua membawa anak-anak yang tidak memiliki hubungan dari

hubungan yang sebelumnya ke dalam hubungan yang baru, bergabung

dalam situasi kehidupan.

c. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dianggap melemahkan dampak stres dan secara

langsung memperkokoh kesehatan mental individu dan keluarga.

Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang berlangsung dalam

berbagai hubungan sosial sebagaimana dievaluasi oleh individu

(Friedman, 1998).

Dukungan sosial keluarga mengacu pada dukungan-dukungan sosial

yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat

diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan

jika diperlukan). Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya (Friedman, 1998).

23

Page 24: BAB 2

Misalnya seorang anak yang melakukan perilaku BAB yang buruk

dalam kehidupan sehari-harinya, dengan diberikannya contoh beserta

penjelasannya oleh orangtua mengenai pentingnya berperilaku BAB

yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Anak tersebut pada akhirnya

merubah perilakunya tersebut.

d. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga

untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Fungsi keluarga terbagi atas :

1. Fungsi afektif, yaitu fungsi pemeliharaan kepribadian untuk stabilitas

kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial, untuk mengajari anak-

anak bagaimana berfungsi dan menerima peran-peran sosial dewasa

seperti suami-ayah, dan istri-ibu.

3. Fungsi reproduksi, untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga

untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

4. Fungsi ekonomis, untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang

memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif.

5. Fungsi perawatan kesehatan, untuk pengadaan kebutuhan fisik,

pangan, sandang, papan dan perawatan kesehatan (Friedman, 1998).

e. Peran atau Dukungan Keluarga

1). Peran Keluarga

Peran didasarkan pada deskripsi dan harapan peran yang menerangkan

apa yang individu-individu harus lakukan dalam situasi tertentu agar

dapat memenuhi harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

Identifikasi peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-

ayah, dan istri-ibu, peran sebagai provider, sebagai pengatur rumah

tangga, perawatan anak, sosialisasi anal, rekreasi, persaudaraan, peran

terapeutik, dan peran seksual. Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan keluarga internal dan dukungan keluarga eksternal.

Dukungan keluarga internal seperti dari suami, istri, atau dukungan

dari saudara kandung atau dari dukungan keluarga eksternal adalah

24

Page 25: BAB 2

dukungan dari luar keluarga inti dalam jaringan kerja sosial keluarga

(Friedman, 1998).

2). Jenis Dukungan Sosial

a) Dukungan instrumental

Merupakan dukungan yang nyata (transaksi-transaksi yang

memberikan pertolongan atau bantuan langsung). Dukungan ini paling

efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat (Niven, 2000). Dalam

hal ini keluarga memenuhi perilaku BAB yang baik.

(Roesli, 2000).

b) Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan atau membantu penguasaan terhadap emosi (Friedman,

1998). Dukungan emosional dapat menguatkan perasaan seseorang

akan hal yang dimiliki dan dicintai (Niven, 2000).

c) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator penyebar

informasi tentang dunia. Dalam hal ini orang tua dapat memberi

masukan kepada anaknya agar melakukan perilaku BAB yang baik

(Friedman, 1998).

d) Dukungan penilaian / penghargaan

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik

membimbing dan menangani pemecahan masalah dan sebagai sumber

dan validator identitas anggota (Friedman, 1998).

Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor

pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku

25

Page 26: BAB 2

(non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan

sebagainya.

3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan erilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B=f (PF, EF, RF )

Keterangan :

B = Behavior

PF = Predisposing Factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

F = Fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,

dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.

Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, yang bersangkutan.

Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di psoyandu

dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui

manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors). Atau

barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas

tempat mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain,

26

Page 27: BAB 2

mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya

disekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing

factors).

2.4 KERANGKA TEORI

Berdasarkan tinjauan pustaka, mengenai Perilaku BAB pada keluarga binaan. Maka

kami mengambil kerangka teori Lawrence Green, yaitu sebagai berikut :

27

Page 28: BAB 2

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

28

Predisposing Factors

Pengetahuan

Pendidikan

Sosial

Sarana

Ekonomi

Geografi

Enabling Factors

Ketersediaan sumber daya

kesehatan

Keterjangkauan pelayanan

kesehatan

Masyarakat / pemerintah,

hukum dan komitmen

terhadap kesehatan

Keterampilan yang

berhubungan dengan

kesehatan

Reinforcing Factors

Dukungan keluarga

Dukungan teman

Dukungan tenaga kesehatan

Dukungan tokoh masyarakat

Dukungan pengambil

keputusan

Perilaku Kesehatan

Page 29: BAB 2

Sumber : Modifikasi Teori Lawrence W.Green (1991); Anderson (1974) dalam

Notoatmodjo (2003)

2.5 KERANGKA KONSEP

Dalam penelitian ini kami mengambil 2 variable yaitu pengetahuan dan perilaku diet

dikarenakan faktor-faktor tersebut memiliki hubungan dengan apa yang kami akan

teliti di tanjung pasir.

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah perincian suatu konsep penelitian sehingga jelas unsur-

unsur yang diteliti. Variabel ini secara umum dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :

1. Variabel bebas atau variabel independen

Adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung atau dependen

(Notoatmodjo, 2005). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan,

pendidikan, ekonomi, keterjangkauan pelayanan kesehatan, dan dukungan

keluarga.

2. Variabel tergantung atau variabel dependen

Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau independent

(Notoatmodjo, 2005). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Perilaku

BAB pada keluarga.

29

Variabel Bebas

Pengetahuan

Perilaku diet

Hipertensi Pada Lansia

Page 30: BAB 2

2.6 DEFINISI OPERASIONAL

NO Variabel Definisi Alat Cara Hasil Skala

1. Kejadian hipertensi pada lansia

Suatu penyakit yang ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan tekanan diastolik ≥90 mmHg yang menyerang responden dengan usia ≥60 tahun.

Kuesioner Wawancara >2 : Sakit

<2 : Tidak Sakit

Nominal

2. Kepatuhan lansia terhadap diet hipertensi

Seseorang/pasien dalam melaksanakan suatu aturan perilaku yang disarankan oleh perawat,dokter atau tenaga kesehatan terhadap diet hipertensi

Kuosioner

Wawancara > 10 : Patuh

< 10 : Tidak Patuh

Nominal

3. Tingkat pengetahuan pasien hipertensi

Kemampuan responden menjawab pertanyaan seputar hipertensi yaitu : penyebab hipertensi,gejala hipertensi, akibat hipertensi, penatalaksanaan hipertensi

Kuesioner Observasi Jumlah jawaban benar dibagi dengan jumlah pertanyaan kali 100%

1. BAIK, >80%2. SEDANG. 60%-80%3. KURANG, <60% 

Ordinal

30

Page 31: BAB 2

KUESIONER DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KOMUNITAS

AREA MASALAH DIAGNOSIS KOMUNITAS HIPERTENSI PADA LANSIA

I. Identitas Responden Nama : Usia : Jenis Kelamin : L P Pendidikan Terakhir :

a. Tidak sekolah

b. Tamat SD atau sederajat

c. Tamat SLTP atau sederjat

d. Tamat SLTA atau sederajat

e. Tamat Akademi/Perguruan Tinggi

Pekerjaan :a. Bekerja b. Tidak Bekerja

II. Pengetahuan Mengenai Perilaku BAB dan Jamban

1. Menurut anda apakah hipertensi dan darah tinggi mempunyai arti yang

sama ?

Ya

Tidak

2. Menurut anda apakah pusing, susah tidur, dan mata berkunang-kunang itu

merupakan gejala dari hipertensi ?

Ya

Tidak

3. Menurut anda apakah merokok dan minum-minuman beralkohol

merupakan faktor pendorong terjadinya hipertensi ?

Ya

Tidak

4. Menurut anda apakah penderita hipertensi tidak diperbolehkan

mengkonsumsi daging kambing ?

Ya

Tidak

31

Page 32: BAB 2

5. Menurut anda apakah penderita hipertensi perlu mengurangi konsumsi

garam ?

Ya

Tidak

6. Menurut anda apakah buah semangka, melon, dan mentimun adalah

buahh yang dapat menurunkan hipertensi ?

Ya

Tidak

7. Menurut anda apakah buah nanas dan durian adalah buah yang harus

dihindari ?

Ya

Tidak

8. Menurut anda apakah orang mempunyai berat badan berlebih beresiko

tinggi terserang penyakit hipertensi ?

Ya

Tidak

9. Menurut anda melakukan olahraga secara teratur merupakan salah satu

upaya untuk mengendalikan hipertensi ?

Ya

Tidak

III. Kepatuhan Diet Pasien

1. Seberapa sering anda masih mengkonsumsi makanan yang diasinkan ?

Sangat sering

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

2. Seberapa sering anda masih mengkonsumsi makanan yang digoreng ?

Sangat sering

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

3. Seberapa sering anda mengkonsumsi daging merah ?

Sangat sering Sering

32

Page 33: BAB 2

Kadang-kadang Tidak pernah

4. Seberapa sering anda mengkonsumsi sayuran ?

Sangat sering

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

5. Seberapa sering anda mengkonsumsi buah-buahan ?

Sangat sering

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

IV. Dukungan Keluarga

1. Apakah keluarga atau orang tua anda pernah memberitahu anda tentang

Buang Air Besar di jamban?

Ya

Tidak

2. Apakah orang tua anda pernah mencontohkan bagaimana perilaku BAB

yang baik ?

Pernah

Tidak Pernah

3. Pernahkah keluarga anda menghukum anda ketika anda berperilaku baru

saat BAB?

Pernah

Tidak Pernah

LAMPIRAN SKORING KUESIONER

Variabel Perilaku Buang Air Besar

1. Jika menjawab Jamban = 2

Sungai = 0

Kebun = 0

Sawah = 0

2. Jika menjawab Ya = 2

33

Page 34: BAB 2

Tidak = 0

3. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

4. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

5. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

6. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

7. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

Variabel Pengetahuan Mengenai Perilaku BAB dan Jamban

1. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

2. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

3. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

4. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

Variabel Sarana Pelayanan Kesehatan

1. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

2. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

3. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

Variabel Dukungan Keluarga

1. Jika menjawab Ya = 2

34

Page 35: BAB 2

Tidak = 0

2. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

3. Jika menjawab Ya = 2

Tidak = 0

LAMPIRAN HASIL PENILAIAN VARIABEL

Untuk kategori skoring :

X ≥ 70% dari total nilai variabel dinyatakan baik

X < 70% dari total nilai variabel dinyatakan buruk

Variabel perilaku buang air besar

X > 10 = pengetahuan baik

X ≤ 10 = pengetahuan belum baik

Variabel tingkat pengetahuan perilaku BAB dan jamban

X > 6 = pencegahan baik

X ≤ 6 = belum baik

Variabel Pelayanan kesehatan

X > 4 = baik

X ≤ 4 = belum baik

Variabel Dukungan keluarga

X > 4 = pengetahuan baik

X ≤ 4 = belum baik

35

Page 36: BAB 2

36