bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2008-2-00472-ti...
TRANSCRIPT
31
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pendahuluan
Setiap usaha yang dilakukan, baik oleh perseorangan maupun oleh
suatu perusahaan, mempunyai suatu “tujuan” tertentu. Sejak didirikan, suatu
organisasi sudah menggaris bawahi apa yang ingin dicapainya. Setiap orang
selalu dihadapkan pada situasi dimana suatu keputusan yang tepat harus
diambil. Meskipun unsur-unsur subyektifitas senantiasa selalu ada dalam
kehidupan manusia, namun perhitungan-perhitungan dengan menggunakan
analisa kuantitatif tidak boleh diabaikan. Masalah-masalah ini dan kebutuhan
untuk menemukan cara yang lebih baik dalam memecahkannya telah
menimbulkan kebutuhan akan teknik-teknik riset operasi (operation
research).
Arti riset operasi (operation research) telah banyak didefinisikan oleh
beberapa ahli. Morse dan kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode
ilmiah (scientific method) yang memungkinkan para manajer mengambil
keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif.
Sedangkan Churchman, Arkoff dan Arnoff mendefinisikan riset operasi
sebagai aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan-peralatan ilmiah
dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam operasi perusahaan
32
dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang optimum dari masalah-masalah
tersebut. Dua penulis lain, Miller dan M.K.Starr, mendefinisikan riset operasi
sebagai peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan,
matematika dan logika dalam kerangka pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi sehari-hari, sehingga akhirnya permasalahan tersebut dapat
dipecahkan secara optimal.
Persoalan-persoalan yang dihadapi perusahaan pada umumnya adalah
bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber (resources) yang
dimiliki agar dapat memaksimumkan keuntungan ataupun meminimumkan
biaya-biaya. Persoalan lain adalah bagaimana memanfaatkan kapasitas faktor-
faktor produksi seperti manusia, mesin, bahan baku, modal dan lainnya secara
optimal.
Keseluruhan dari faktor-faktor produksi tentunya memiliki batasan
kapasitasnya masing-masing, karena itulah segala kegiatan perusahaan selalu
dibatasi oleh beberapa pembatas. Lalu bagaimana memanfaatkan kapasitas
faktor-faktor produksi yang tersedia agar dapat dicapai suatu tujuan yang
optimal? Masalah maksimalisasi dan minimalisasi ini dikenal sebagai masalah
optimasi.
Masalah optimasi tentu saja dapat diselesaikan dengan perkiraan
langsung (direct estimate), tetapi hal ini terlalu riskan untuk dilakukan
terutama jika perusahaan diharuskan untuk mengambil suatu keputusan yang
tepat. Resiko yang dihadapi terutama berupa kesalahan dalam pengambilan
33
keputusan, terutama bila tidak ditunjang oleh pengalaman-pengalaman
sebelumnya.
Adapun salah satu cara kuantitatif yang dapat dilakukan dalam
penyelesaian masalah optimasi ini adalah metode linear programming, yang
akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan berikut ini.
2.2 Pengukuran Waktu
Dalam menyusun formula fungsi pembatas pada permasalahan linear
programming, maka dibutuhkanlah data-data yang nantinya akan digunakan
sebagai koefisien untuk masing-masing variabel pada fungsi pembatas
tersebut. Data-data yang dibutuhkan, seperti waktu proses produksi dapat
diperoleh dengan melakukan pengumpulan data.
Pengumpulan data tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara,
diantaranya yaitu melalui wawancara ataupun pengamatan langsung
(observasi lapangan). Pada pokok permasalahan kali ini, metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data tersebut adalah melalui
pengamatan langsung (pengukuran waktu) terhadap obyek-obyek yang
diamati.
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan pengukuran waktu juga harus ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya
jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai
dasar penentuan upah, maka tingkat ketelitian dan keyakinan mengenai hasil
34
pengukuran tersebut harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan
buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika
pengukuran itu dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan secara kasar
mengenai suatu ukuran, maka tingkat ketelitian dan keyakinan yang
digunakan tidak perlu sebesar kasus sebelumnya.
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-
alat yang telah disiapkan, misalnya stopwatch. Hal pertama yang dilakukan
adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan
ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk
memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat
dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa
kali pengukuran dengan menggunakan stopwatch. Banyak faktor yang harus
diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk
pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja,
cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.
2.2.1 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Dalam melakukan suatu pengukuran, maka idealnya adalah dengan
melakukan pengukuran yang sangat banyak, mungkin sampai dengan
pengukuran tak terhingga. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin dilakukan karena
35
adanya keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya,
jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, maka hasil yang
diperoleh juga diragukan ketepatannya.
Dengan tidak dilakukannya pengukuran dalam jumlah yang banyak,
maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan rata-rata
waktu proses yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan
adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur
dikarenakan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan
dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan
pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi, yang
juga dinyatakan dalam persen.
2.2.2 Keseragaman Data
Pada kenyataannya dilapangan, pengukuran terhadap suatu sistem
biasanya menghasilkan waktu yang tidak selalu sama (berbeda-beda).
Memang perubahan adalah suatu yang wajar karena bagaimanapun juga
sistem kerja tidak dapat dipertahankan tetap terus-menerus pada keadaan yang
tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan
perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi, yaitu harus dalam
batas kewajaran, dengan kata lain harus seragam.
36
Karena ketidakseragaman data dapat terjadi tanpa disadari, maka
diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi seragam atau tidaknya suatu
kumpulan data. Data yang dikatakan seragam menggambarkan bahwa data
tersebut berasal dari populasi atau sistem sebab yang sama, yaitu jika berada
diantara kedua batas kontrol (BKA/BKB). Dan data dikatakan tidak seragam
jika data berasal dari populasi atau sistem sebab yang berbeda, yaitu jika
berada diluar batas kontrol (BKA/BKB).
2.2.3 Kecukupan Data
Pengambilan sampel atau penarikan sampel bertujuan untuk
memperoleh keterangan mengenai suatu populasi dengan mengamati hanya
sebagaian saja dari populasi tersebut. Pengambilan sampel dilakukan karena
pengamatan terhadap seluruh populasi sering tidak mungkin untuk dilakukan
karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta tidak praktis.
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah
sampel yang diamati sudah mencukupi untuk dapat mewakilkan keterangan
populasi atau belum. Untuk melakukan pengujian ini biasanya dilakukan
pengambilan sampel minimal yang dianggap cukup untuk mewakili populasi,
yaitu 30 sampel, yang kemudian dari ke 30 sampel (N) yang diamati tersebut
dihitunglah rata-rata dan simpangan bakunya dan kemudian dihitung lagi
jumlah sampel yang seharusnya diamati ( 'N ).
37
2.2.4 Kenormalan Data
Uji kenormalan data adalah suatu uji yang dilakukan pada sampel
yang diamati untuk mengetahui apakah data-data sampel tersebut menyebar
mengikuti pola sebaran normal. Suatu kumpulan sampel data yang
berdistribusi normal, memiliki arti bahwa data-data atau sampel yang diamati
memiliki sebaran yang mendekati nilai rata-rata dan memiliki nilai simpangan
baku yang cukup kecil.
Sebaran normal dari data sampel yang diamati mengindikasikan
bahwa parameter atau ukuran karakteristik dari data sampel tersebut valid
untuk digunakan pada perhitungan yang nantinya diharapkan dapat mewakili
populasi.
Kurva normal digambarkan menyerupai bentuk lonceng atau genta
yang merupakan sebuah kurva yang simetris terhadap garis vertikal, yang
digambarkan seperti berikut:
Gambar 2.1 Kurva Normal
38
2.2.5 Waktu Normal
Setelah melakukan pengukuran, pengukur harus mengamati kewajaran
kerja yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi
misalnya bekerja tanpa kesungguhan ataupun kondisi ruangan yang buruk.
Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat waktu
penyelesaiaan menjadi terlalu singkat ataupun terlalu lama. Hal ini jelas tidak
diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika
pengukur mendapatkan hasil yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan
tidak wajar oleh operator, maka agar rata-rata tersebut menjadi wajar,
pengukur harus menormalkannya lagi dengan melakukan penyesuaian.
Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat
mempelajari bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal,
yaitu jika seorang operator yang berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha
yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan,
dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
Disamping konsep diatas, terdapat juga konsep-konsep yang lebih
terperinci yang dikemukakan oleh Lawry Maynard dan Stegemarten melalui
cara penyesuaian Westinghouse. Mereka berpendapat bahwa ada empat faktor
yang menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi.
39
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti
cara kerja yang ditetapkan. Secara psikologis, keterampilan merupakan
aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan juga dapat
menurun yaitu bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut,
atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa
fatique yang berlebihan dan sebagainya.
Usaha atau effort adalah kesungguhan yang ditunjukkan operator
ketika melakukan pekerjaannya. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja
yang mempunyai keterampilan yang baik namun bekerja dengan usaha yang
kurang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki keterampilan yang rendah
namun diimbangi dengan usaha yang sunguh-sunguh sehingga tampak
berlebihan namun tidak banyak menghasilkan.
Kondisi kerja pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungan
seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga
faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi merupakan apa yang
dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator
yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan
merubahnya. Oleh sebab itu, faktor kondisi sering disebut sebagai faktor
manajemen, karena pihak inilah yang berhak dan mampu merubah atau
memperbaikinya.
Faktor konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada
setiap pengukuran waktu, angka-angka yang dicatat tidak akan sama. Waktu
40
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke
siklus lainnya. Selama masih dalam batas kewajaran masalah tidak timbul,
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.
2.2.6 Waktu Baku
Selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan
penyesuaian, satu hal yang juga penting dilakukan adalah menambahkan
faktor kelonggaran atas waktu normal yang telah diperoleh. Kelonggaran
diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa
fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini
merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, namun selama
pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya seusai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu
ditambahkan.
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum,
ke kamar kecil, bercakap-cakap ataupun sekedar untuk menghilangkan
kejemuan dalam bekerja.
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi,
baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa fatique datang dan pekerja harus
bekerja untuk menghasilkan performa normalnya, maka usaha yang
dikeluarkan akan lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique
tersebut. Bila hal ini berlanjut terus, maka akan terjadi fatique total. Hal ini
41
jarang terjadi karena biasanya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditujukan untuk
menghasilkan rasa fatique tersebut.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai ”hambatan”. Ada hambatan yang bisa dihindarkan seperti mengobrol
ataupun menganggur dengan sengaja, namun ada pula hambatan yang tidak
dapat dihindarkan, seperti melakukan penyesuaian mesin, menerima petunjuk
dan lainnya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan lain selain
menghilangkannya, sedangkan hambatan yang terakhir walau diusahakan
serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus
diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.
Waktu siklus pengamatandata,1 ==∑=
i
n
ii
Xn
XWs
Waktu normal ( )npenyesuaia1+×=WsWn
Waktu baku nkelonggara100
100−
×=
WnWb
2.3 Peramalan
Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan
untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di
masa yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu
42
taksiran yang ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang
disebabkan adanya keterbatasan kemampuan manusia.
Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha
memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk
itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian, peramalan
merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan
pada variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis.
Dalam industri manufaktur dikenal adanya dua jenis permintaan yang
sering disebut dengan independent demand dan dependent demand, yang
merupakan salah satu konsep terpenting dalam master planning.
Pada dasarnya, dependent demand didefinisikan sebagai permintaan
terhadap material, parts, atau produk yang terkait langsung dengan atau
diturunkan dari struktur bill of material (BOM) untuk produk akhir atau untuk
item tertentu. Sebaliknya, independent demand didefinisikan sebagai
permintaan terhadap material, parts atau produk, yang bebas atau tidak terkait
langsung dengan struktur bill of material untuk produk akhir atau item
tertentu.
Produk-produk yang tergolong dalam dependent demand tidak boleh
diramalkan, tetapi harus direncanakan atau dihitung, sedangkan peramalan
hanya boleh dilakukan pada produk-produk yang tergolong dalam
independent demand.
43
2.4 Bill Of Materials (BOM)
Bill of materials (BOM) adalah daftar bahan, material atau komponen
yang dibutuhkan untuk dirakit menjadi produk akhir. BOM juga merupakan
jaringan yang menggunakan hubungan end item dengan komponennya, yang
diperoleh dari Struktur Produk.
Kebanyakan produk memiliki struktur standar (pyramid structure),
dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih banyak
komponen dibandingkan dengan subassemblies.
Terdapat juga produk-produk seperti mobil dan komputer yang
memiliki struktur modular (hourglass structure), dimana lebih sedikit
subassemblies atau modules daripada produk akhir, dan lebih sedikit
subassemblies dibandingkan dengan komponen atau bahan baku.
Terakhir ada produk seperti: minyak dan kertas yang memiliki struktur
inverted, dimana lebih sedikit subassemblies dibandingkan produk akhir, dan
lebih sedikit komponen atau bahan baku dibandingkan dengan subassemblies.
Inverted bill of materials didasarkan pada asumsi bahwa persentase atau
komposisi penggunaan bahan baku relatif konstan dan dapat diperkirakan.
Perencanaan menggunakan inverted bills umum diterapkan dalam industri
proses.
Jenis BOM yang digunakan untuk keperluan perencanaan ini sering
disebut sebagai planning bill of materials (planning BOM) atau sering
disingkat dengan planning bill, yang dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
44
Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau
subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana item
yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada produk akhir.
Termasuk dalam kategori ini adalah modular bill of materials dan inverted
bill of materials.
Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir
sebagai komponennya (super bills), dimana item yang dijadwalkan secara
fisik lebih besar daripada produk akhir (end item). Termasuk dalam
kategori ini adalah super bill of materials, super family bill of materials
dan super modular bill of materials.
2.5 Permasalahan Linear
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam teknik linear programming
ini senantiasa digunakan suatu asumsi linearitas (linearity asumption), yaitu
bahwa fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi pembatas
(constraints) harus berbentuk ketidaksamaan linear.
Fungsi adalah suatu bentuk persamaan atau pertidaksamaan matematis
yang merupakan aturan-aturan yang menghubungkan beberapa variabel.
Adapun variabel yang terkait didalam suatu fungsi adalah variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel
bebas artinya variabel yang besarnya (nilainya) tidak dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel ini dapat bernilai berapa saja tanpa pengaruh dari
45
variabel lain. Sedangkan variabel terikat artinya variabel yang besarnya
(nilainya) dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel ini tidak dapat menentukan
sendiri nilainya, karena selalu ditentukan oleh nilai atau besarnya variabel
lain.
2.5.1 Pengertian Linear
Linear programming mulai dipergunakan untuk merencanakan dan
memecahkan masalah logistik pada Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF).
Teknik ini kemudian berkembang pesat, dan saat ini linear programming
sudah banyak digunakan untuk memecahkan masalah-masalah produksi,
alokasi sumber daya, transportasi, machine loading, dan sebagainya.
Linear Programming adalah suatu teknik matematis dalam
menentukan alokasi sumber-sumber (resources) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Jadi linear programming berhubungan dengan masalah-masalah
memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear yang disajikan
dalam bentuk ketidaksamaan linear.
Pada dasarnya persamaan linear merupakan hubungan antara beberapa
variabel bebas dengan sebuah variabel terikat, dimana apabila dilakukan
penambahan di satu pihak, maka akan menimbulkan efek yang konstan bagi
pihak lainnya. Adapun pendapat praktis yang mengatakan bahwa persamaan
linear adalah suatu bentuk persamaan yang bila digambarkan pada grafik akan
berbentuk garis lurus.
46
Namun pada kondisi nyatanya banyak sekali permasalahan yang
sifatnya tidak linear (non-linear). Oleh karena itu, bila akan menggunakan
teknik linear programming, hubungan-hubungan yang non-linear akan
disubstitusikan potongan-potongannya (diasumsikan) sehingga menghasilkan
suatu hubungan yang linear.
2.5.2 Karakteristik Linear Programming
Sebelum menyusun permasalahan model linear programming, terlebih
dahulu dibicarakan beberapa karakteristik umum daripada linear
programming, yaitu:
1. Keseluruhan sistem permasalahan dapat dibagi menjadi satuan-satuan
aktivitas (activities), contoh:
12211 bXaXa ≥+ ;
dimana X1 dan X2 adalah activities.
2. Masing-masing activity harus dapat ditentukan dengan tepat, baik jenis
maupun letaknya dalam model linear programming.
3. Setiap activity harus dapat didefinisikan dengan jelas kuantitasnya,
sehingga dapat dibandingkan masing-masing nilainya.
47
2.5.3 Asumsi Dasar Linear Programming
Sebelum membangun suatu model linear programming, perlu
diperhatikan beberapa hal yang merupakan anggapan atau asumsi dasar dalam
penggunaan linear programming ini, yaitu:
1. Propotionality
Sebelum membuat suatu model linear programming perlu diketahui
bahwa dalam suatu sistem linear programming dikenal: inputs, activities
dan outputs. Sebelum activity dimulai, diperlukan beberapa input. Input
yang digunakan bertambah secara proposionil (sebanding) dengan
pertambahan activity.
Misal:
nn2211 XC...XCXCZ +++= ,
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan Z dengan C1, demikian pula
setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan Z dengan C2, dan
seterusnya.
1nn212111 bXa...XaXa ≤+++
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan penggunaan
sumber/fasilitas 1 dengan a1. Demikian pula, setiap penambahan 1 unit X2
akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a2, dan seterusnya.
48
2. Additivity
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling
mempengaruhi, atau dalam linear programming dianggap bahwa kenaikan
dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat
ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari
kegiatan lain.
Misal:
401030Zsehingga2;X10;Xdimana
5X3XZ
21
21
=+===
+=
Andaikata X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi pertama, nilai
Z menjadi 40 + 3 = 43. Jadi, nilai 3 karena kenaikan X1 dapat langsung
ditambahkan pada nilai Z awal tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh
dari kegiatan X2. Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara X1 dan X2.
3. Divisibility
Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh
setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan
nilai Z yang dihasilkan.
4. Deterministic
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam
model linear programming (aij, bi, Cj)dapat diperkirakan dengan pasti,
meskipun jarang dengan tepat.
49
5. Accountability
Sumber-sumber (resources) yang tersedia harus dapat dihitung sehingga
dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tak
terpakai.
6. Linearity
Fungsi tujuan (objective function) dan faktor-faktor pembatasnya
(constraints) harus dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi linear.
Penyusunan model linear programming dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan activities.
2. Menentukan resources.
3. Menghitung kuantitas input dan output untuk setiap unit activity.
4. Menentukan batasan-batasan kapasitas.
5. Menyusun model.
2.5.4 Metode Simplex
Metode simplex merupakan suatu metode yang lazim digunakan untuk
menentukan kombinasi yang optimal lebih dari dua variabel. Objective
function dinyatakan sama seperti halnya pada metode grafik, yaitu:
nn XaXaXaZ +++= ...2211 . Namun tidak demikian halnya dengan
constraints yang berlaku. Dalam metode grafik, garis batas daripada solution
50
space langsung dapat digambar dengan merubah bentuk ketidaksamaan
menjadi bentuk persamaan begitu saja.
Dalam metode simplex, untuk merubah ketidaksamaan menjadi
persamaan perlu dimasukkan unsur slack variable atau surplus variable.
Disebelah kiri tanda harus ditambah dengan slack variable apabila tanda
ketidaksamaan berupa ≤ , sebaliknya bila tanda ketidaksamaan berupa ≥ ,
maka disebelah kiri tanda harus dikurangi dengan surplus variable. Baik slack
variable maupun surplus variable sama-sama diberi tanda S. Sehingga secara
umum constraints ditulis sebagai berikut:
mmnnmmm
nn
nn
bSXaXaXa
bSXaXaXabSXaXaXa
=++++
=++++=++++
.22.11.
22.222.211.2
11.122.111.1
.....................................................................
......
Dalam mencari kombinasi variabel sehingga optimal, akan disusun
tabel-tabel matrix setiap langkah. Bentuk umum tabel matrix metode simplex
adalah, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Matrix Metode Simplex
Cj 0 0 0 CB
VB X1 X2 X3 S1 S2 S3 RHS RATIO
0 S1 0 S2 0 S3 Zj Cj-Zj
51
Keterangan:
1. Baris Cj (Objective Row):
Adalah baris yang merupakan transformasi daripada objective function.
2. Baris Variabel (Variable Row):
Adalah baris yang berisikan variabel-variabel yang dikombinasikan,
termasuk slack variable.
3. Baris Zj:
Adalah baris yang berisikan jumlah hasil kali antara objective dengan
seluruh baris diatasnya.
4. Baris Cj - Zj (Net Evaluation Row):
Merupakan baris yang berupa hasil pengurangan (selisih) antara baris Cj
dengan baris Zj.
5. Kolom Program:
Kolom yang berisi variabel-variabel yang akan dikombinasikan. Umpama:
variabel-variabel itu adalah X1, X2 dan X3 dengan slack variable S1, S2,
S3. Pada langkah pertama kolom ini diisi dengan S1, S2 dan S3, karena
variabel ini merupakan variabel semu sehingga harus dihilangkan terlebih
dahulu.
6. Kolom Objective:
Merupakan kolom yang berisi objective function. Pada langkah pertama,
karena program berisi S1, S2 dan S3 maka kolom objective berisi angka 0.
52
7. Kolom Quantity:
Kolom yang berisi batasan-batasan kapasitas yang ada pada constraints.
8. Main Body:
Bidang yang berisi koefisien-koefisien variabel dalam constraints.
9. Identity:
Bidang yang berisi koefisien-koefisien slack atau surplus variable.
Dalam penggunaan metode simplex, pada dasarnya dapat
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan objective function yang akan dicapai.
2. Identifikasi batasan-batasan (constraints) dalam bentuk ketidaksamaan.
3. Rubah bentuk ketidaksamaan menjadi bentuk persamaan dengan
memasukkan unsur slack maupun surplus variable.
4. Formulasikan objective function dan constraints ke dalam matrix.
5. Tentukan kolom kunci (key column). Kolom kunci ditentukan dengan
memilih nilai baris (Cj - Zj) yang positif terbesar.
6. Tentukan baris kunci (key row). Baris kunci ditentukan dengan memilih
nilai terendah daripada kolom nilai ganti (replacement column). Kolom
nilai ganti ini mulai ada pada langkah kedua.
7. Tentukan nomor kunci (key number). Nomor kunci ditentukan dengan
melihat perpotongan antara baris kunci dengan kolom kunci.
8. Mengadakan transformasi baris kunci, dengan membagi semua angka-
angka pada baris kunci dengan nomor kunci.
53
9. Mengadakan transformasi baris-baris lain, dengan cara mengurangi angka-
angka pada baris-baris lama dengan hasil kali antara angka-angka pada
baris kunci dengan fixed ratio.
kunciNomorkuncikolompadaangka
=RatioFixed
10. Apabila angka-angka pada baris (Cj - Zj) sudah tidak ada yang positif lagi,
maka kombinasi yang dicari sudah optimum.
Dalam penyelesaian linear programming dengan metode simplex
dibutuhkan adanya beberapa ketentuan tambahan. Masalah yang sering
dihadapi kadang-kadang dapat menghasilkan dua kolom kunci ataupun dua
baris kunci. Adapun ketentuan tambahan tersebut adalah:
1. Terdapat lebih dari satu kolom bernilai negatif dengan angka terbesar
Kalau pada baris fungsi tujuan terdapat lebih dari satu kolom yang
mempunyai nilai negatif yang angkanya terbesar, maka ada dua kolom
yang bisa terpilih menjadi kolom kunci. Untuk mengatasi hal ini bisa kita
pilih salah satu diantaranya secara sembarang, dan akan tetap
menghasilkan keputusan yang sama.
2. Dua baris atau lebih mempunyai indeks positif terkecil
Kalau ada dua baris atau lebih yang mempunyai nilai positif terkecil,
maka ada beberapa baris yang dapat terpilih sebagai baris kunci. Untuk
mengatasi masalah ini dapat dipilih baris kunci secara sembarang, dan
hasil keputusannya juga akan sama.
54
3. Kenaikan nilai Z tidak terbatas
Nilai Z (tujuan) suatu permasalahan dapat ditambah terus bila paling tidak
ada satu kegiatan yang tidak ada batasannya. Sehingga kalau didalam
linear programming ditemukan hal ini, maka perhitungan tidak perlu
dilanjutkan, cukup disebutkan bahwa kenaikan nilai Z tidak terbatas.
2.5.5 Integer Linear Programming
Pemrograman linier integer (Integer Linear Programming/ILP) pada
intinya berkaitan dengan program-program linier dimana beberapa atau semua
variabel memiliki nilai integer (bulat) atau diskrit. Sebuah ILP dikatakan
bersifat campuran atau murni bergantung pada apakah beberapa atau semua
variabel tersebut dibatasi pada nilai-nilai integer.
Permasalahan dari ILP adalah bagaimana memecahkan model tersebut
sebagai sebuah linear programming yang kontinu dan lalu membulatkan
pemecahan optimum ke nilai integer terdekat yang layak.
Adapun metode-metode yang digunakan untuk menghasilkan batasan-
batasan khusus yang akan memaksa pemecahan optimum dari masalah linear
programming yang dilonggarkan untuk bergerak kearah pemecahan integer
adalah metode branch and bound, dan bidang pemotong.
Dalam kedua metode ini, batasan yang ditambahkan secara efektif
menyingkirkan beberapa bagian dari ruang pemecahan yang dilonggarkan,
tetapi tidak pernah menyingkirkan satu pun titik integer yang layak.
55
2.5.6 Algoritma Branch And Bound
Algoritma branch and bound menuntut ”modifikasi” terhadap ruang
pemecahan linear programming ini dengan cara yang pada akhirnya
memungkinkan kita untuk mengidentifikasi pemecahan ILP optimum.
Pertama kita memilih salah satu variabel optimum yang dihasilkan dari
pemecahan linear programming (LP0) yang melanggar persyaratan integer.
Kemudian membuat dua batasan baru (bound) bagi variabel tersebut dengan
menyingkirkan bidang yang tidak menjanjikan pemecahan ini. Fakta bahwa
batasan tersebut berada disekitar pemecahan LP0 yang kontinu akan
meningkatkan peluang untuk menghasilkan pemecahan integer yang baik.
Batasan baru yang diberlakukan tidak dapat dipenuhi secara
bersamaan, sehingga harus ditangani sebagai dua program linier yang
berbeda. Konsep ini dinamakan percabangan (branch) dalam algoritma
branch and bound). Percabangan ini menunjukkan pemisahan ruang
pemecahan saat ini kedalam bagian yang terpisah. Variabel batasan baru ini
disebut sebagai variabel percabangan.
Setelah memperoleh batasan baru dari nilai optimum LP0, maka
selanjutnya batasan tersebut dijadikan batasan baru dalam permasalahan linier
pada fungsi tujuan yang sama dengan metode simplex, begitu selanjutnya
sampai solusi integer dengan fungsi tujuan yang optimal diperoleh.
Ringkasan langkah-langkah algoritma branch and bound dengan
asumsi masalah maksimasi adalah sebagai berikut:
56
Langkah 1: ukur/batasi (bound). Pilih LPi sebagai bagian masalah berikutnya
untuk diteliti. Pecahkan LPi dan coba ukur bagian masalah itu dengan
menggunakan kondisi yang sesuai.
a. Jika LPi terukur, perbarui batas bawah z jika ditemukan pemecahan ILP
yang lebih baik. Jika tidak, pilih bagian masalah baru i dan ulangi langkah
1. Jika semua bagian masalah telah diteliti, hentikan; ILP optimum
berkaitan dengan batas bawah z terakhir jika ada. Jika tidak,
b. Jika LP1 tidak terukur, lanjutkan ke langkah 2 untuk melakukan
percabangan LPi.
Langkah 2: percabangan (branch). Pilih satu variabel xj yang nilai
optimumnya dalam pemecahan LPi tidak memenuhi batasan integer.
Kemudian lanjutkan ke langkah 1.
2.6 Analisa Sensitivitas
Setelah ditemukan penyelesaian yang optimal dari suatu masalah
Integer linear programming, maka diperlukan suatu metode untuk menelaah
lebih jauh kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sebagai akibat (sendainya)
terjadi perubahan pada koefisien-koefisien didalam model, pada saat tabel
optimal telah diselesaikan, yaitu metode analisa sensitivitas (sensitivity
analysis). Analisa sensitivitas pada dasarnya memanfaatkan kaidah-kaidah
primal-dual metode simpleks semaksimal mungkin. Karena analisa ini
dilakukan setelah dicapainya penyelesaian optimal, maka analisa ini sering
57
disebut dengan post optimality analysis. Jadi, tujuan analsia sensitivitas ini
adalah mengurangi perhitungan-perhitungan dan menghindari perhitungan
ulang bila terjadi perubahan satu atau beberapa koefisien model linear
programming pada saat penyelesaian optimal telah dicapai.
Pada dasarnya perubahan-perubahan yang mungkin terjadi setelah
dicapainya penyelesaian optimal terdiri dari:
1. Keterbatasan kapasitas sumber (nilai kanan fungsi pembatas).
Perubahan nilai kanan suatu fungsi batasan menunjukkan adanya
pengetatan ataupun pelonggaran batasan tersebut. Makin besar nilai kanan
suatu fungsi batasan berarti makin longgar, sebaliknya makin ketat
batasan tersebut bila nilai kanan fungsi batasan diperkecil.
2. Koefisien-koefisien fungsi tujuan.
Perubahan koefisien-koefisien fungsi tujuan menunjukkan adanya
perubahan kontribusi masing-masing produk terhadap tujuannya.
Perubahan koefisien-koefisien tersebut mempengarui ”optimality”
permasalahan tersebut.
3. Koefisien-koefisien teknis fungsi-fungsi pembatas.
Perubahan-perubahan yang dilakukan pada koefisien-koefisien teknis
fungsi tujuan akan mempengaruhi sisi kiri daripada dual-constraints
(fungsi batasan pada dual problem), sehingga akan mempengaruhi
penyelesaian optimal masalah yang bersangkutan.
58
4. Penambahan variabel-variabel baru.
Sebetulnya kasus ini seolah-olah merupakan gabungan antara kasus kedua
dengan kasus ketiga. Dalam hal ini dapat digunakan anggapan bahwa
variabel tambahan tersebut sudah ada dengan koefisien nol. Akibatnya,
penambahan variabel baru tersebut baru akan mempengaruhi penyelesaian
optimal apabila memperbaharui baris tujuan tabel optimal.
5. Penambahan batasan baru.
Penambahan batasan baru akan mempengaruhi penyelesaian optimal
apabila batasan tersebut aktif, artinya belum dicakup oleh batasan-batasan
yang telah ada. Apabila batasan baru tersebut tidak aktif (redundant) maka
tidak akan mempengaruhi penyelesaian optimal. Karena itu langkah
pertama yang harus dilakukan dalam hal ini adalah memeriksa apakah
batasan baru tersebut dipenuhi oleh jawaban optimal. Bila ternyata
jawaban optimal memenuhi batasan baru, maka tidak perlu diperhatikan.
Bila tidak, maka batasan baru harus dimasukkan kedalam masalah.
Secara umum, perubahan-perubahan tersebut diatas akan
mengakibatkan salah satu diantara:
1. Penyelesaian optimal tidak berubah, artinya baik variabel-variabel dasar
maupun nilai-nilainya tidak mengalami perubahan.
2. Variabel-variabel dasar mengalami perubahan, tetapi nilai-nilainya tidak
berubah.
3. Penyelesaian optimal sama sekali berubah.
59
2.7 Safety Stock
Safety stock didefinisikan sebagai stok tambahan dari item yang
direncanakan untuk berada dalam inventori yang dijadikan sebagai stok
pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-
pesanan dalam waktu yang singkat, untuk pengisian kembali inventori setelah
penyerahan item dilakukan, dan lain-lain. Safety stock merupakan kebijakan
manjemen berkaitan dengan stabilisasi dari sistem manufakturing, dimana
apabila sistem manufaturing semakin stabil, kebijaksanaan stok pengaman ini
dapat diminimumkan.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ketidakpastian permintaan
adalah mengkombinasikan data yang menunjukkan rata-rata permintaan
selama suatu rata-rata lead time dan disesuiakan dengan probabilitas normal
untuk menentukan stok pengaman guna mencapai tingkat pelayanan yang
diinginkan, yaitu: szSS ×= α , dimana:
SS Safety stock untuk menghadapi ketidakpastian permintaan,
αz Nilai sebaran normal dari tingkat pelayanan yang diinginkan,
s Simpangan baku permintaan selama lead time.
60
2.8 Lot Sizing (Lotting)
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah
pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif
metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk
meminimalkan total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Teknik-teknik lotting dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu teknik
sederhana (simple), teknik heuristic dan teknik optimasi.
Lot size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari
pemasok. Sering disebut juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau
ukuran batch (batch size).
Teknik lotting dikembangkan untuk tipe demand yang independent
dengan berdasarkan beberapa asumsi, yaitu:
1. Tingkat permintaan (demand) diketahui secara pasti namun bervariasi dari
satu periode ke periode berikutnya.
2. Horizon (periode) perencanaan diketahui dengan pasti dan terdiri dari
beberapa periode waktu yang sama.
3. Seluruh kebutuhan pada awal periode perencanaan dapat tersedia. Tidak
diijinkan adanya kondisi stockout.
4. Biaya penyimpanan diaplikasikan hanya pada inventory akhir periode
ataupun inventory yang tertahan dari satu periode ke periode selanjutnya.
61
5. Seluruh item (bahan/barang) bersifat bebas (independent) antara satu
dengan lainnya.
6. Tidak diperhitungkan adanya potongan harga dari supplier (quantity
discount).
7. Segala biaya inventori (holding cost dan ordering cost) serta lead time
masing-masing bahan diketahui dengan pasti dan konstan untuk setiap
periode perencanaan.
Gambar 2.3 Klasifikasi Model Lot Sizing
Algoritma Wagner Whitin menghasilkan solusi yang optimal bagi
permasalahan pemesanan bagi demand yang deterministic pada periode
perencanaan yang diketahui. Algoritma Wagner Whitin adalah suatu
pendekatan dynamic programming yang digunakan untuk mendapatkan
kebijakan biaya minimum.
62
2.9 Material Requirement Planning (MRPI)
Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning =
MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchase planned orders dan
manufactured planned orders. Planned manufacturing orders kemudian
diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan
keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity
requirements planning/CRP)
Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian
pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand. Item-item yang
termasuk dalam dependent demand adalah bahan baku (raw amterials), parts,
sub assemblies, dan assemblies, yang kesemuanya disebut manufacturing
inventories. Teknik-teknik MRP dan CRP paling cocok diterapkan dalam
lingkungan job shop manufacturing.
Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber
yang tepat, untuk penempatan yang tepat, pada waktu yang tepat. Berdasarkan
kuantitas produk akhir yang dibutuhkan (gross requirement) yang diturunkan
dari rencana produksi, suatu sistem MRP mengindentifikasi item apa yang
harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan, dan bilamana
waktu memesan item itu.
Tujuan sistem MRP adalah untuk menghasilkan informasi yang tepat
untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesan ulang, dan
penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan dasar untuk membuat
63
keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang merupakan perbaikan
atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
Empat tujuan utama sistem Material Requirement Planning (MRP)
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat
Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus diselesaikan atau
material yang harus tersedia untuk memenuhi demand atas produk akhir
yang sudah direncanakan dalam jadwal induk produksi.
2. Menentukan kebutuhan minimal tiap item
Menentukan secara tepat sistem penjadwalan untuk memenuhi semua
kebutuhan minimal tiap item.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan
Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus
dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada
pabrik sendiri.
4. Menentukan penjadwalan ulang
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat
memberikan indikasi melakukan rencana penjadwalan ulang (jika
mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan realistik.
Adapun output dari sistem Material Requirement Planning (MRP)
adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas lead
64
time. Lead time dari suatu item yang dibeli adalah rentang waktu sejak
pesanan dilakukan sampai barang diterima.
Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP
selanjutnya akan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Memberikan catatan tentang pesanan dan rencana yang harus dilakukan
baik dari pabrik sendiri atau pemasok.
2. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang.
3. Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan.
4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.
Beberapa keuntungan dari penerapan sistem MRP adalah:
1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik.
4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar.
5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada
konsumen.
65
2.9.1 Field Pada Material Requirement Planning (MRP)
Berikut ini adalah penjelasan yang berkaitan dengan format tampilan
tabel MRP yang digunakan dalam perhitungan selanjutnya.
1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan diproses.
2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan
diproses.
3. Description menyatakan diskripsi material secara umum.
4. Lead Time menyatakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP
menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk
digunakan.
5. On Hand menyatakan inventori atau kuantitas dari item yang secara fisik
berada dalam stockroom.
6. Lot Size menyatakan kuantitas pesanan (order quantity) dari item yang
memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan atau teknik lot sizing apa yang
digunakan untuk menentukan ukuran lot yang harus dipesan.
8. Safety Stock menyatakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana
MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand). MRP
merencanakan untuk mempertahankan tingkat stok pada level ini pada
semua periode waktu.
9. Planning Horizon menyatakan banyaknya waktu kedepan yang tercakup
dalam perencanaan. Dalam praktek, horizon perencanaan harus ditetapkan
66
paling sedikit sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan item
yang terlibat dalam proses manufakturing.
10. Gross Requirement menyatakan total dari semua kebutuhan, termasuk
kebutuhan yang diantisipasi untuk setiap periode waktu. Gross
requirement juga dinyatakan sebagai jumlah yang akan diproduksi atau
dipakai pada setiap periode. Untuk komponen atau material bahan baku,
kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release
induknya.
11. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima
pada periode tertentu.
12. Project Available Balance 1 (PAB1) menyatakan kuantitas material yang
ada ditangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available
Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand pada
periode sebelumnya dengan scheduled receipts pada periode itu dan
menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama.
ttt eceiptsScheduledRrementGrossRequiPABPAB +−= −121
13. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (net) dari setiap komponen
yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya. Net
requirement juga dinyatakan sebagai kekurangan material yang
diproyeksikan untuk periode tersebut, sehingga perlu diambil tindakan
67
kedalam perhitungan planned order receipts agar dapat menutupi
kekurangan material pada periode tersebut.
Jika StockSafetyPABReqNetStockSafetyPAB t +−=→< 1.1 , dan
Jika 0.1 =→≥ ReqNetStockSafetyPAB
14. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pesanan pengisian kembali
yang telah direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu
guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement). Jika planned order
dimodifikasi melalui kebijaksanaan lot sizing, maka planned orders dapat
melebihi net requirements.
15. Planned Order Releases menyatakan kuantitas planned orders yang
ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang
dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada
saat itu tidak lain adalah kuantitas planned order receipts yang ditetapkan
menggunakan lead time offset.
16. Project Available Balance 2 (PAB2) menyatakan kuantitas material yang
ada ditangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available
Balance 2 dapat dihitung dengan cara menambahkan Project Available
Balance 1 dengan Planned Order Receipts.
ttt ReceiptsOrderPlannedPABPAB += 12
68
2.9.2 Faktor Scrap Pada MRP
Sebagaimana diketahui bahwa sering terjadi kehilangan material atau
parts karena proses produksi, sehingga harus diperhitungkan dalam proses
MRP. Apabila ada scrap yang mungkin dihasilkan dari proses produksi, atau
jika hasil dari suatu proses lebih kecil dari 100%, para praktisi biasanya secara
tradisional akan meningkatkan kuantitas material yang melalui proses tersebut
agar mampu menghasilkan end item yang sesuai dengan kebutuhan. MRP
akan secara otomatis meningkatkan planned order relases dengan jumlah
yang cukup apabila kita memasukkan faktor scrap kedalam proses
perhitungan MRP.
Perhitungan MRP dengan memasukkan faktor scrap diterapkan pada
planned order relases dan bukan pada gross requirements, sebab scrap
memperkirakan kehilangan material selama proses manufakturing (planned
order), dan bukan kehilangan material dalam stockroom. Namun ada juga
praktisi yang menerapkan pada perhitungan gross requirement dengan cara
memasukkan faktor penyesuaian scrap kedalam data BOM ketika melakukan
explosion process.