bab 2 new

Upload: ryan24

Post on 10-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gigi

TRANSCRIPT

42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKADEFINISI

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.4,5EPIDEMIOLOGIStroke adalah penyebabkematianyang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.1-3ETIOLOGI Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer. 5,6KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.a. stroke iskemik

yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.5Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.

Macam macam stroke iskemik:

i. TIA

didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.ii. RIND

Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jamiii. Progressive stroke

iv. Complete stroke

v. Silent stroke

b. stroke hemorragik

Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. 9.10FAKTOR RESIKO 1. Hipertensi

Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.102. Penyakit Jantung

Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.

Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:

Penyakit katup jantung

Atrial fibrilasi

Aritmia

Hipertrofi jantung kiri (LVH)

Kelainan EKG

3. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.

Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada umur dan jenis kelamin yang sama.124. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.

5. Riwayat keluarga.

Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.

6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.

7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.

8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

Faktor predisposisi stroke hemoragik

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.

Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.

Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.

Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.

Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

Overdosis narkoba, seperti kokain.

PATOFISIOLOGI Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.12,13Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat khusus tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.161. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.162. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.17-20a. Patofisiologi Stroke Iskemik1. Daya Tahan Hidup Sel-2 Otak dan Reaksi terhadap Oklusi.

Otak merupakan organ dengan metabolisme tinggi. Berbeda dengan organ lain dari badan, otak menggunakan hanya glukosa sebagai bahan baku . Untuk itu otak membutuhkan hampir 500 ml oksigen dan 75 sampai 100 mg glukosa tiap menit. Kebutuhan oksigen dan glukosa ini dijabarkan dengan kebutuhan banyak sekali darah yang "oksigenated" dan berisi cukup glukosa. Meskipun otak merupakan organ yang relatif kecil, kira-2 hanya 2% dari berat badan, namun kebutuhan pengaliran darah sampai 20% dari cardiac output, atau sekitar 1000 ml per menit, kira-2 350 ml disalurkan liwat arteria karotis dan 300 ml lewat arteria basilaris.14,15Bila pengaliran darah pada suatu daerah di otak turun, maka kehidupan jaringan tergantung pada intensitas dan lamanya penurunan pengaliran darah tersebut. Setelah penurunan/pemberhentian aliran darah ke dalam jaringan otak, dalam jangka waktu 10 - 12 detik saja, kesadaran akan menurun, dan paling lama 2 jam jaringan otak dapat bertahan dan akan mengalami kegagalan metabolisme yang akan mengakibatkan edema dan infark.24Dari hal ini dapat diambil kesimpulan terapeutik window harus 2 jam. Pada Stroke iskemik yang terjadinya pada waktu penderita dalam keadaan santai/non-aktif, dan sering pada waktu tidur, merupakan hal yang sangat sukar dilaksanakan. Di sinilah mungkin letak kegagalan pengobatan yang sukar dihindari. Dalam hal ini terjadinya stroke hanya tergantung pada keadaan krisis yang dapat diumpamakan sebagai pertarungan antara faktor-2 yang dapat menyebabkan lebih jeleknya keadaan melawan response alamiah tubuh yang dapat mencegah berlanjutnya proses.

Caplan menggambarkan sebagai pertarungan antara14 :

bad guys melawan good guys.

Keseimbangan faktor-2 sesudah oklusi vaskuler.

Bad GuysGood Guys

a. penurunan CBF

b. embolisasi

c. aktivasi faktor koagulan

d. penurunan flow oleh hipotensi, hipovolemi, cardiac outpit yang jelek

a. pembukaan kolateral

b. fragmentasi/larut

c. aktivasi factor trombolisisd. perbaikan KU

Interaksi bad guys versus good guys dapat dipahami pada proses oklusi arteri otak:

Oklusi vaskuler sering dimulai dari pembentukan plak arteriosklerotik ekstrakranial dan arteri intrakranial yang besar. Plak aterosklerotik mengakibatkan iskemi melalui bermacam cara. Penebalan intima secara progresif, akan mengakibatkan stenosis atau oklusi pembuluh darah, yang menurunkan pengaliran darah distal oklusi. Plak sering mengakibatkan kerusakan endotelium yang kemudian mengalami ulserasi. Kerusakan intima ini memutus kelicinan dinding batas vaskuler, dan memicu proses perlengketan trombosit ke dinding pembuluh darah. Dengan agregasi trombosit lebih lanjut, plak yang kecil ini menjadi membesar. ADP, epinefrin, 5-HT dan colagen semua dapat meningkatkan agregasi trombosit. Trombosit yang menjadi aktif ini mengeluarkan ADP dan asam arachidonik.15-16 Dengan hadirnya ensim cyclo-oksigenase, asam arachidonik dimetabolisme menjadi prostaglandin endoperoksid, yang oleh thromboxane synthetase dapat dirubah menjadi thromboxane A2 , suatu vasokonstriktor yang poten dan pemicu agregasi trombosit dan sekresi lagi. Pada saat yang bersamaan dinding pembuluh darah men sekresi prostacyclin, suatu vasodilator dan inhibitor agregasi platelet yang poten juga. Kedua pola vaskuler dan pembentukan endapan fibrin platelets ditentukan oleh keseimbangan antara thromboxan A2 dan prostasiklin dan faktor-2 lain.

Plak arteriosklerotik berinteraksi dengan trombosit darah membentuk anyaman yang lekat agak longgar yang dapat lepas dan menjadi emboli kearah distal. Jendalan ini dapat memicu tahapan-2 koagulasi, yang mengakibatkan terjadinya thrombus yang oklusif. Bila tercapai ukuran plak dan penyempitan lumen yang kritis, proses oklusi malah bertambah cepat. Penyempitan lumen dan benjolan plak merubah ciri-2 mekanis dari aliran darah menjadi turbulensi lokal. Kerusakan, ulserasi dan pembentukan endapan berlanjut dan dipercepat oleh perubahan-2 faktor dinamik ini. 17 Pada banyak kasus lesi oklusif ini merupakan embolus yang terbentuk lebih proksimal, dalam hal mana akan terjadi vaskular oklusi yang mendadak. Thrombus juga dapat dibentuk dalam keadan dimana sistim koagulasi tubuh diaktifkan sehingga hiperkoagulabilitas darah meninggi. Pada beberapa penderita dengan hiperkoagulabilitas tinggi thrombi terbentuk secara berturut-turut multipel sistemik dalam arteri dan vena intra dan ekstrakranial. Hiperkoagulabilitas dapat merupakan problem heriditas seumur hidup. Penyakit sistemik seperti enteritis dan thrombocytosis dapat menyebabkan betambahnya penjendalan. Proses atherothrombosis ini dapat juga mengaktifkan faktor koagulasi yang meningkatkan pembentukan trombus lebih lanjut.17.18-20Kebanyakan pengobatan penderita thromboembolik stroke ditujukan pada pengembalian proses koagulasi, atau memudahkan pelarutan jendalan atau membuangnya. Jadi pengobatan akan berhasil dengan mengenal sifat-2 umum koagulasi darah untuk dapat memilih dan monitor terapi.

Stadium akhir dari tahapan koagulasi adalah perubahan protein yang larut: fibrinogen ke dalam polimer yang tidak larut disebut fibrin. Fibrin ini membentuk anyaman serabut yang dapat menangkap elemen-2 darah: trombosit, eritrosit dan lekosit, dan menjadikan jendalan. Fibrin merupakan zat yang mudah lengket dan mempunyai sifat kontraktil. Jumlah fibrinogen dalam sirkulasi dan protrombin adalah faktor penting pada proses/reaksi ini.

Prothrombin dapat diaktifkan dengan dua jalan yang berbeda:

2. Yang disebut sistim koagulasi ekstrinsik. Dalam hal ini jejas jaringan atau endotil melepas substansi tromboplastik, yang pada waktunya menyebabkan baik aktivasi trombosit dan aktivasi beberapa faktor koagulasi protease serum darah, khususnya Faktor V, VII, dan X. Aktivasi faktor X, yang biasanya disebut Stuart Factor, mengkatalisir reaksi protrombin menjadi trombin. Aktivasi trombosit menyebabkan aglutinasi, menjadi lengket ke pembuluh darah yang terjejas, dan melepaskan beberapa substansi intraseluler yang pada waktunya mengaktifkan sistim koagulasi.

3. Sistim koagulasi intrinsik komplementer. Adalah faktor koagulasi dalam sirkulasi dalam bentuk tidak aktif yaitu Faktor V, VIII (globulin antihemofilik), IX, X, XI, XII, yang intrinsik di dalam darah. Aktivasi dari Faktor XII (Faktor Hageman) dari bentuk pendahulunya yang lamban menjadi bentuk aktif mengalami beberapa seri reaksi, sering disebut "coagulation cascade", di mana beberapa faktor penjendalan darah berurutan berubah menjadi bentuk ensimnya yang aktif. Secara pasti reaksi-2 ini mengakibatkan aktivasi Faktor X, yang meng-katalisir reaksi protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin disamping merubah fibrinogen menjadi fibrin, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap platelet, yang menjadi bengkak, mengalami agregasi, dan melepas zat-2 yang mempengaruhi tonus pembuluh darah dan koagualabilitas.21-23Penting juga adalah adanya beberapa inbhibitor alami dari koagulasi: antitrombin III, Protein C, dan Protein S. Defisiensi salah satu dari serum protein ini dapat mengakibatkan meningkatnya koagulabilitas. Ada juga faktor alamiah yang melarut jendalan. Aktivator plasminogen jaringan, dan lain-2 zat mengaktifkan serum protein yang lain, plasminogen yang membetuk plasmin, satu ensim fibrinolitik yang kuat. Plasminogen juga dapat menjadi aktif oleh beberapa faktor koagulasi, seperti Faktor XII, sedemikian sehingga proses koagulasinya sendiri mengaktifkan sistim trombolitik.Juga ada beberapa plasmin inhibitor ("antiplasmin")

Ada tiga macam bentuk trombus yang berbeda:

1. trombus merah, terbentuk oleh sebagian besareritrosit dan fibrin, terdapat di daerah dengan pengaliran darah yang lambat. Pembantukannya tidak membutuhkan adanya abnormalitas pembuluh darah atau tromboplastin jaringan.

2. trombus putih, sebaliknya, terdiri dari platelet dan fibrin dan langka eritrosit. Trombin putih ini terbentuk terutama di daerah di mana pembuluhdarah atau permukaan endotelial yang abnormal, khas di daerah pengaliran darah yang cepat.

3. deposit fibrin sebaran, di dalam pembuluhdarah kecil. Trombus ini berbeda dan mudah dipengaruhi beberapa obat. Dalam banyak kasus terjadi trombus yang dimulai dengan jendalan platelet fibrin, kemudian trombus merah terbentuk menumpang di atas seperti tutup di atasnya.

Selain itu perbaikan respons alami tubuh sangat tergantung dan terkait dengan faktor-2 resiko. Meskipun masih banyak penelitian-2 yang harus dilakukan mengenai faktor resiko, yang mungkin masih banyak yang belum diketahui, dan adanya faktor-2 resiko yang tidak dapat dihindari misalnya umur lanjut, jenis kelamin, dan perbedaan ras, banyak yang dapat dilakukan dalam memperbaiki response alami tubuh, sehingga good guys dapat mengatasi bad guys.19-20Pengaliran darah ke otak.

Pengaliran darah ke otak mengikuti

Hukum Ohm

dan Hukum Hagen Poiseuille:

Hukum Ohm artinya, Cerebral Blood Flow atau banyaknya darah yang mengalir ke dalam jaringan otak (diukur dalam satuan: ml/100 gr/menit), berbanding lurus dengan P, atau Tekanan Perfusi, dan berbanding terbalik dengan Rcv atau Resistensi cerebrovaskuler. Tekanan Perfusi sama dengan Tekanan darah sistemik dikurangi tekanan vena. Karena tekanan vena serebral (= 2 mmHg) kecil, dapat diabaikan, sehingga Tekanan Perfusi = Tekanan Darah.

Hukum Poiseuille menjelaskan bahwa Velocity of flow, berbanding lurus dengan Tekanan Perfusi dan Penampang Pembuluh Darah dan berbanding terbalik dengan , panjang pembuluh darah dan , viskositas. (/8 adalah konstanta).

CBF dalam keadaan normal kira-2 50 ml/100 gr/menit, dan kebutuhan oksigen yang biasanya dinyatakan dalam CMRO (cerebral metabolic rate of oxygen), dalam keadaan normal kira-2 3.5 ml/100 gm/menit.

Dengan meningkatnya pengurangan oksigen dari aliran darah, kompensasi untuk mepertahankan CMRO dapat terjadi dengan menurunnya CBF hingga batas 20 sampai 25 ml/100gm/menit. Sekarang hal-2 tersebut dapat diukur, baik CBF, CMRO maupun CMRgl (cerebral metabolic rate of glucose) dengan PET (Positron Emission Tomography).

Energy otak yang diperlukan dan aliran darah tergantung dari derajat aktivitas neuronal. Roy dan Sherrington (1890) yang pertama kali mendemonstrasikan kemampuan otak unutk meningkatkan aliran darah lokal sebagai response perubahan regional aktivitas neuron.

Jadi jelas bahwa harus ada satu sistim untuk mempertahankan CBF demi kelangsungan kehidupan neuron otak, meskipun ada perubahan tekanan darah sistemik. Ini disebut AUTOREGULASI SEREBRAL. CBF relatif akan tetap konstan bila tekanan darah arteri rata-2 50 - 150. Bila tekanan darah khronis tinggi/naik, maka batas atas dan bawah dari autoregulasi juga naik, yang menandakan bahwa ada toleransi yang tinggi terhadap hipertensi tapi juga kenaikan sensitivitas terhadap hipotensi.

Kecepatan aliran darah (Vf) dalam arteri serebral bervariasi antara 40 sampai 70 ml/sec. Bila CBF naik atau suatu arteri menyempit maka Vf pada segmen arteri tersebut akan meninggi. Secara sekilas meningginya Vf sebagai response penyempitan penampang sepertinya paradoksial. Coba kita bayangkan keadaan sehari-2 yang simpel mengenai kecepatan cairan. Supaya semprotan air lebih kencang kita sempitkan ujung pipa. Makin kecil makin kencang semprotannya, sampai pipa hampir tertutup, pada waktu mana air hanya menetes, kecepatan menurun sekali.Jika arteri utama tersumbat, terjadi krisis.

Tekanan drop di distal sumbatan, dan jaringan otak yang divaskularisasinya secara akut terhenti mendapat darah. Penurunan pengaliran darah selanjutnya mengaktifkan mekanisme protektif yang memperbaiki pengaliran darah ke daerah iskemik. Tekanan rendah membantu menarik dan menghisap darah dari daerah dengan tekanan lebih tinggi. Sirkulasi kolateral bertambah. Kerusakan sel iskemik melepaskan asam laktat dan metabolik lain. Akibatnya lokal asidosis jaringan mengakibatkan vasodilatasi, dan meningkatkan rCBF. Jika jaringan otak terhenti dari pengaliran darah dan kebutuhan terlalu lama, jaringan otak akan mati.

Pada waktunya ada beberapa derajat iskemi, mulai dari daerah kematian sel yang ireversibel, di zona yang paling terhenti pengaliran darahnya, ke daerah penurunan aktivitas listrik yang reversibel, tapi normal atau hanya sedikit peningkatan konsentrasi K+ ekstraselulernya yaitu di daerah iskemik penumbra. Berat ringannya krisis iskemik tergantung pada berat ringannya oklusi pembuluh darah. Pembuluh darah yang mengalami oklusi secara lambat, mungkin sudah merangsang timbulnya sirkulasi kolateral, sehingga oklusi seluruh penampang akhirnya, akan sedikit mengakibatkan stress pada sistim.

Kehidupan sel di satu bagian otak yang dalam keadaan stress tergantung pada beberapa hal:

1. Sirkulasi kolateral yang adekuat

2. Keadaan sirkulasi sistemik

3. Faktor-2 serologis

4. Perubahan-2 pada jejas vaskular oklusif

5. Resistensi pada daerah mikrosirkulasi

mikcrovascular bed.

Edema dan perubahan tekanan intrakranial juga dapat mempengaruhi pertahanan kehidupan jaringan otak dan penyembuhan penderita sesudah oklusi.

Ada dua macam edema otak:

1. air tertimbun di dalam sel disebut cytotoxic edema, 2. cairan di luar di ruang ekstraseluler disebut vasogenic edema. Ekstraseluler edema sering disebut juga wet edema karena pada kasus itu dari permukaan otak merembes cairan, sedang intraseluler edema disebut dry edema. Edema sitotoksik disebabkan oleh gangguan energi, dengan bergesernya ion dan air melintasi sel membran ke dalam sel.

Edema vasogenik disebabkan oleh tekanan hidrostatik, khususnya kenaikan tekanan darah dan pengaliran darah, dan juga oleh faktor osmotik. Bila protein dan makromulekul lain keluar ke ruang ekstraseluler karena rusaknya BBB, akan terjadi perbedaan osmotik yang mengakibatkan diperasnya air ke ruang ekstraseluler. Edema sitotoksik berarti ada banyak sel-2 otak yang mati, berarti akan terjadi hasil yang tidak baik. Sebaliknya edema ekstraseluler tidak perlu ada kerusakan neuron yang berat, dan cairan ekstraseluler dapat dimobilisasi dan dipindahkan.

Tekanan intrakranial yang meninggi, juga dapat mengakibatkan bertambah parahnya keadaan dan penurunan CBF. Bila tekanan intrakranial meningkat, maka tekanan di dalam sinus venosus dan "draining veins" juga harus naik jika darah harus dialirkan dari kranium. Seharusnya harus ada perbedaan tekanan vena dan tekanan intrakranial supaya terjadi drainase. Juga supaya ada perfusi jaringan, tekanan artei harus cukup lebih tinggi dari tekanan vena. Pengaliran darah sudah mengalami kompromi dengan adanya oklusi pembuluh darah.

Kenaikan tekanan intrakranial mengakibatkan tambahan stress pada sistim, yang memaksa nilai flow forces meninggi lagi untuk mempertahankan kehidupan jaringan.

Bila aliran darah pada suatu daerah di dalam otak menurun, kehidupan jaringan tergantung pada intensitas dan lamanya iskemi dan adanya aliran darah kolateral. Telah dilakukan percobaan dengan binatang untuk meng "estimit" tingkat daya tahan iskemi otak.

Pada CBF sekitar 20 ml/100gm/menit, kegiatan fungsi otak mulai terganggu, terlihat pada rekaman EEG. CMRO juga mulai menurun jika CBF turun lagi dibawah 20 ml/100gm/menit. Dibawah 10 ml/100gm/menit sel membran dan fungsi-2 neuron sangat tergangggu. dan dibawah 5 ml/100gm/menit neuron tidak lama lagi dapat bertahan. Hal ini dapat bertahan paling lama 6 - 8 jam.

Derajat iskemi yang disebabkan oleh sumbatan arteri bervariasi pada zona-2 yang berbeda. Di pusat zona, alairan darah adalah paling rendah, dan kerusakan iskemik yang paling parah. Di bagian perifir vaskularisasi arteri tersebut, pengaliran darah kolateral dapat memberikan darah, meskipun kurang dari normal.

Pada pusat iskemi metabolisme sedemikian rendah sehingga dapat mengakibatkan nekrosis dan kematian sel (0-10 ml/100gm/menit), sedang dibagian perifirnya, 10-20 ml/100gm/menit, terjadi electrical failure namun tidak terjadi kerusakan sel yang permanen. Zona ini disebut ischemic penumbra. Garcia dan Anderson menggambarkan zona ini sebagai berikut: neuron di zona penumbra adalah dalam keadaan sedemikian antara hidup dan mati, hanya menunggu restorasi baik oleh pengaliran darah yang adekuat

atau kondisi lain yang belum diketahui sebelum kembali normal. Bila dalam jangka waktu 6 - 8 jam tidak terjadi perbaikan keadaan, maka zona iskemik penumbra inipun tidak dapat diselamatkan. Jangka waktu 6 - 8 jam ini disebut sebagai therapeutic window pada stroke iskemik. Jadi therapeutic Window 6 - 8 jam pada stroke iskemik berlaku untuk daerah iskemik penumbra.3. Reaksi biokimiawi jaringan otak iskemik.

Untuk memelihara integritas neuron, dan untuk mempertahankan ion Kalsium (Ca++), dan ion Natrium (Na+) ekstraseluler, di luar sel, serta ion Kalium (K+) intraseluler, di dalam sel dibutuhkan supply ATP yang konstan.

Produksi ATP akan lebih efisien dengan adanya oksigen. Meskipun demikian tanpa oksigenpun, masih terjadi juga glikolisis anerobik, yang menghasilkan ATP dan Laktat, dimana energy yang dibutuhkan relatif sedikit, tapi dengan akibat penimbunan asam laktat di dalam dan di luar sel.

Pada keadaan iskemik, terjadi beberapa perubahan biokimiawi dalam neuron yang menyebabkan kematian neuron: K++ bergerak melintasi membran sel ke ruang ekstraseluler, dan Ca++ masuk ke dalam sel, yang mengakibatkan gangguan kemampuan sel membran untuk mengelola keluar masuknya ion selanjutnya dan mengakibatkan kerusakan mitokhondria; dalam keadaan normal ada perbedaan 10 kali lipat antara "cytosolic" (Ca++) ekstrseluler dan intraseluler.

Berkurangnya persediaan oksigen mengakibatkan terjadinya molekul oksigen dengan elektron yang tidak berpasangan, yang disebut oxygen free radicals. Radical bebas ini mengakibatkan peroksidasi asam lemak baik di dalam organela sel maupun dalam plasma membran, sehingga merusak berat fungsi sel.

Dengan berkurangnya persediaan oksigen, glikolisis anerob mengakibatkan penimbunan asam laktat dan penurunan pH. Sehingga asidosis yang terjadi juga mengakibatkan metabolisme sel terganggu berat.

Pada waktu sekarang, perhatian ditujukan kepada aktivitas neurotransmitter lokal, yang sering disebut exitatory neurotransmitters. Di daerah-2 iskemi, konsentrasi neruotransmitters ini, glutamat, aspartat, dan kainic acid, meningkat sekali.

Hipoksia, hipoglikemia dan iskemia menyebabkan pengosongan energi dan peningkatan pembebasan glutamat tetapi penurunan pengambilannya. Dengan adanya kenaikan glutamat ini, neuron yang sudah rusak terkspose lagi oleh toksisitas glutamat, sehingga memudahkan lagi kematian sel. Glutamat entry membuka membran sel dan meningkatkan influks Na+ dan Ca++ ke dalam sel. Influks Na+ diikuti oleh influks Cl+ dan air, mengakibatkan pembengkakan sel dan edema.

Glutamat juga merupakan agonis baik bagi reseptor tipe N-methyl-D-aspartat (NMDA) maupun yang non-NMDA (kainat dan quisqualat), tapi hanya reseptor NMDA yang terikat pada channel membran dengan permeabilitas Calsium yang tinggi. Antagonis reseptor NMDA mungkin dapat membatasi kerusakan yang disebabkan oleh neurotransmitters eksitator.

Mengenai serotonin (5-HT) sebagai neurotransmitter, seperti neurotransmitters yang lain maka pada iskemia baik yang akut maupun yang khronis akan terjadi:

- peningkatan lokal konsentrasi 5-HT secara akut dan

- timbulnya hipersensitivitas arteri terhadap 5-HT

Yang terakhir ini terjadi baik "post iskemik" (beberapa jam sampai beberapa hari) atau "pre existing" (sekuele dari cvd yang lalu).

Di dalam otak terdapat lebih banyak sumber 5-HT:

a. endotil capiler ssp mampu mensintese amin dari tryptohan yang ada di dalam peredaran darah

b. ujung-2 saraf simpatis menimbun 5-HT yang diambil dari darah

c. neuron-2 serotonergis membentuk pleksus di sekitar pembuluh darah ssp, dan

d. nuclei serotonergis mudah membebaskan cadangan 5-Ht nya jika terjadi nekosris iskemik,

maka SSP lebih mudah terekpose efek biologis dari serotonin.

Pada iskemi, akan terjadi

-invasi trombosit

-kerusakan BBB

-nekrosis neuron-2 serotonergic, yang mengakibatkan peningkatan transmitter di dalam ssp setempat, dengan

-lepasnya 5-HT dari

> ujung saraf di bagian dalam pembuluh darah, dan

> neuron-2 serotonergis yang membentuk pleksus disekitar pembuluh darah.

Akibatnya adalah peningkatan proses-2 patofisiologis yaitu:

- 1. vasokonstriksi pembuluh-2 darah utama dan colateralnya

- 2. edema

- 3. agregasi trombosit dan

- 4. pengentalan darah

Jadi tidak seperti pada pembuluh darah atau organ-2 perifir, pada ssp lebih banyak sumber-2 5-HT, sehingga pada ssp lebih mudah terjadi gangguan vaskuler.

Seperti neurotrasnmitters yang lain, serotonin meningkat di dalam jaringan serebral yang iskemik. Penimbunan 5-HT berasal terutama dari pengaktifan dan terobosan platelets dan merusak BBB maupun menyebabkan metabolisme aktif yang berlebihan. Pada penderita stroke terjadi baik menurunnya 5-HT intraplatelets maupun kenaikan efluks 5-HT dari platelets. Konsentrasi 5-HT atau 5-HIAA dalam jaringan bervariasi tergantung dari baik oleh letak sampel jaringan (apakah dari dalam daerah iskemik apakah jauh di luar) maupun dari aktiivitas dari ensim katabolik monoamin oksidase (MAO), yang tergantung dari tingkat hipoksia yang dialami jaringan. Namun semua setuju bahwa perubahan peningkatan serotonin terjadi pada periode post iskemik, kadang-2 sedemikian tinggi melebihi neurotransmitter lain seperti dopamin atau epinefrin. Lamanya terjadinya gangguan ini dan terjadinya perbaikan kemudian, sepertinya lambat jika dibandingkan dengan neurotransmitters yang lain. Kejadian ini terjadi tidak hanya pada iskemik oleh sumbatan umumnya tapi juga oleh emboli udara, vasospasme, atau hipotermia serebral. Pengukuran peningkatan 5-HT telah dilakukan pada CSS penderita stroke. Bila jaringan menjadi hipoksik, endoteliumnya tidak lagi mampu mengambil 5-HT, tapi ada korelasi langsung antara pengambilan 5-HT dan tingkat hipoksia yang ditunjukkan dengan adanya lactic acid. Ini berarti bahwa proses katabolik untuk 5-HT tidak berjalan lagi dan bahwa lebih banyak 5-HT intak akan dapat mencapai lapisan otot polos.

Jadi 5-HT pegang peran utama pada proses patologis yang terjadi pada jam-2 atau hari-2 pertama sesudah iskemia dalam SSP.

Perubahan peningkatan akut 5-HT di dalam SSP diikuti oleh perubahan vaskuler dan metabolik.

Manifestasinya adalah menurunnya konsumsi glukosa, perubahan dalam rekaman EEG, dan penurunan skore neurologik post iskemik.

Akibat vaskuler adalah vasokonstriksi, edema dan agregasi sel-2 darah. Penurunan CBF lebih banyak di tingkat kolateral, sehingga mengganggu kemampuan pembuluh darah kolateral ini untuk mengkompensir insufisiensi pengaliran darah. Segera sesudah terjadi sumbatan pembuluh darah, sirkulasi kolateral terhalang oleh adanya 5-HT. Arteri-2 utama segera menjadi hipersensitif terhadap serotonin. Akibat utama dari pelepasan 5-HT adalah timbulnya serebral edema. 5-HT adalah faktor penting dalam mekanisme penimbunan air di dalam otak, yang disebabkan oleh membukanya BBB. Tingginya 5-HT tercermin dalam jumlah air dalam jaringan: sebagai perbandingan dengan neurotransmitter lain, terjadinya dan kelak hilangnya edema, berbanding terbalik dengan kadar 5-HT dalam jaringan. Dalam proses ini yang berperan adalah 5-HT RESEPTOR.

Sifat mengikat 5-HT2 RESEPTOR berubah selama periode postiskemik. Serotonin meningkatkan transport air. Di dalam ssp manusia, meningkatnya 5-HT dijumpai pada hampir semua bagian jaringan yang oedem, yaitu di zona perifokal. Akhirnya, proses lain yang berperan membatasi perfusi lokal lebih lanjut adalah timbulnya aggregasi darah yang disebabkan oleh 5-HT. Jadi dapat diasumsikan bahwa serotonin berperan penting dalam periode postiskemik, yaitu memperjelek keadaan iskemik dengan jalan menurunkan CBF lokal, konstriksi pembuluh darah kolateral, dan perluasan edema. Semua proses-2 tersebut telah dikenal sebagai proses perluasan serebral infark.

Sebagai akibat hipersensitivitas akut pembuluh darah terhadap 5-HT adalah menembusnya ke dalam jaringan iskemik yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang berkepanjangan. Stoica membuktikan penderita stroke yang diperiksa terhadap pelepasan 5-HT, yang ditimbulkan oleh rangsang dingin , membuktikan reaksi yang berlebihan, yang menjadi lebih hebat lagi denqan tambah lamanya periode penyembuhan. Penemuan ini mencakup bahwa hipersisivitas dari sistim serotonergis berlanjut dan dapat berperan menentukan terjadindya residivitas stroke. Predisposisi lain yang berkaitan dengan hipersensivitas 5-HT mencakup juga atherosklerosis dimana arteri serebral lebih peka terhadap adanya 5-HT, dan hipertensi di mana kepadatan 5-HT2 RESEPTOR meningkat.

Seperti telah disebutkan di atas perubahan-2 lokal metabolisme menyebabkan siklus perubahan yang berkelanjutan yang mengakibatkan bertambahnya kerusakan neuron dan kematian sel.

Perubahan dalam konsentrasi Na+, K+, dan Ca++, lepasnya oxygen free radicals, acidosis, dan pelepasan neurotransmitters eksitator berlanjut kerusakan sel, mengakibatkan perubahan biokimiawi lokal, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan neuron lagi.

Pengetahuan mengenai perubahan-2 biokimiawi di dalam dan di luar sel ini sangat penting untuk strategi pengobatan untuk membatasi iskemia.

GEJALA KLINIS

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.

Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan.

Kesulitan menulis atau membaca.

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Kejang.

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.

Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:

Tumor otak

Abses otak

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).

Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologisPada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b.Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%

Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi

lokasi lesi

ukuran lesi

menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.

Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

PENATALAKSANAAN

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut. 1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

Breathing Blood Brain Bladder Bowel2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

Stroke iskemik

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Proteksi neuronal/sitoproteksi

Stroke Hemoragik

Pengelolaan konservatif

Perdarahan intra serebral

Perdarahan Sub Arachnoid

Pengelolaan operatif

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 4 setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.

Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6 mcg/kg/menit infus kontinyu), Diltiazem (5 40 (g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 10 (g/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5 10 (g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80 mg IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub lingual.

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi

Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan 30(C atau 33(C mempunyai efek neuroprotektif.

Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi darah kejaringan otak

1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

2.a. Stroke iskemik

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.

Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.

Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine. Proteksi neuronal/sitoproteksi

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :

CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2 14 hari.

Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12 jam. Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan downstream dan upstream. Efek downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan. Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.2.b. Stroke Hemoragik

Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi. Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 220 mmHg menggunakan dopamin.

Pengelolaan operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.

Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri :

Faktor faktor yang mempengaruhi :

1. UsiaLebih 70 th( tidak ada tindakan operasi

60 70 th ( pertimbangan operasi lebih ketat

Kurang 60 th( operasi dapat dilakukan lebih aman

2. Tingkat kesadaranKoma/sopor

( tak dioperasi

Sadar/somnolen( tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya menurun

Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya koma

3. Topis lesi Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)Bila TIK tak meninggi ( tak dioperasi

Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) ( operasi

Perdarahan putamen

Bila hematoma kecil atau sedang( tak dioperasi

Bila hematoma lebih dari 3 cm( tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk

Perdarahan talamus

Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.

Perdarahan serebelum

Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka ( operasi

Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan

Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak ( operasi

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc ------------- operasi

Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka ---------- operasi5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 15 hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

2. Fase Pasca AkutSetelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:

Untuk stroke infark diberikan :

a Obat-obat anti platelet aggregasi

b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres

Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.18Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan

3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke

Hari 1-3 (di sisi tempat tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang sering tertekan (sakrum, tumit)

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5 Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10 Aktifitas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan

2-3 minggu Team/family planing

Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu Home program

Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu Follow up

Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.

Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise

2. Latihan duduk

3. Latihan berdiri

4. Latihan mobilisasi

5. Latihan ADL (activity daily living)6. Latihan Positioning (Penempatan)

7. Latihan mobilisasi

8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil

9. Latihan berpakaian

10. Latihan membaca

11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

KOMPLIKASI Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:

1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.

2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.

3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.

4. Nyeri kepala

5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):

1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.

2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi.

3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.

4. Stroke rekuren

5. Abnormalitas jantung

Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:

Edema pulmonal neurogenik

Penurunan curah jantung

Aritmia dan gangguan repolarisasi

6. Deep vein Thrombosis (DVT)

7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang

1. Stroke rekuren

2. Abnormalitas jantung

3. Kelainan metabolik dan nutrisi

4. Depresi

5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

PROGNOSISAda sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.22,23Evaluasi Penderita Stroke dari Segi Rehabilitasi MedikPerhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.9Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran tersebut. Pemeriksaan penderita meliputi empat bidang evaluasi:101. Evaluasi neuromuskuloskeletal

Evaluasi ini mencakup evaluasi neurologi secara umum dengan perhatian khusus pada:

Tingkat kesadaran

Fungsi mental termasuk intelektual.

Kemampuan bicara.

Nervus kranialis.

Pemeriksaan sensorik.

Pemeriksaan fungsi persepsi.

Pemeriksaan motorik

Pemeriksaan gerak sendi.

Pemeriksaan fungsi vegetatif.

2. Evaluasi medik umum

Mencakup sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem endokrin serta sistem saluran urogenital.

3. Evaluasi kemampuan fungsionalMeliputi kegiatan sehari-hari (AKS) seperti makan dan minum, mencuci, kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut ditentukan derajat kemandiriaan dan ketergantungan penderita juga kebutuhan alat bantu.

4. Evaluasi psikososial-vokasional

Mencakup faktor psikologis, vokasional dan aktifitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan Evaluasi psikososial dapat dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal sederhana yang dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat dan orientasi.PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA STROKE10 Fase awal

Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalahproper bed positioning, latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.

Fase lanjutan

Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS).Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi :a. Fisioterapi1) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah)

2) Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.

3) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari kekuatan otot.

4) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

5) Latihan fasilitasi / redukasi otot

6) Latihan mobilisasi.b. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari/AKS)Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.c. Terapi BicaraPenderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani olehspeech therapistdengan cara:

1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.

2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-kata.3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-kata.

4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

d. Ortotik ProstetikPada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara lain:arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic(AFO), knee ankle foot orthotic(KAFO).e. PsikologiSemua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.

f. Sosial Medik dan VokasionalPekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.

2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.

3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.

4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.

6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.

7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 537-9.

8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,

9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya 2002.

10. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306

11. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 24.

12. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke (terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006

13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional communications inc New York, 2002

14. Caplan, Louis R. Md. Physiology And Pathophysiology Of Brain Ischemia. Stroke. A Clinical Approach. 1993.15. Gelmers, Herman. J., Twenteborg Ziekenhuis, Almelo, The Netherlands. New Demension In The Management Of Acute Ischemic Stroke. 1991.16. Gelmers, Herman. J., Twenteborg Ziekenhuis, Almelo, The Netherlands. Calium Antagonist And The Cerebral Circulation. Calcium Antagonist In Clinical Medicine. 1992.17. Holger Schmid-Schnbein. Department Of Physiology. Rheinisch-Westflische Technische Hochschule Aachen. Frg. Macrorheology And Microrheology Of Blood In Cerebrovascular Insufficiency. 1983.18. Schade, J.P. & Ford, Donald H. Neurochemistry. Basic Neurology. 1978.19. Sidharta, Priguna. Kepala Bagian Neurologi Fk Unika Atma Jaya, Jakarta.20. Berbagai Gambaran Klinik Stroke. Simposium Era Baru Penangan Stroke. 1991. 21. Wiernsperger, Nicholas. International Pharmacological Department, International Division, Lipha, Lyon, France.22. A Targetted Therapy Of Vascular Diseases. Journal Of Cardiovascular Pharmacology. 1994.23. Wijaya, Djoenaidi. Lab/Upf I.P. Saraf Fk. Unair/Rsud Dr. Soetomo Surabaya. Pengobatan Gangguan Peredaran Darah Otak Akut (Stroke) Atas Dasar Patofisiologinya.24. Yudiarto, Fenny, L., Jenie, Naharuddin, M. Patofisiologi Stroke. Simposium Stroke, Pendekatan Terapi Mutakhir. 1992.