bab 2 tinjauan pustaka 2.1 tinjauan umum penerimaan … 28020-pengaturan dan... · 2.1.3.1 dasar...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Penerimaan Negara Bukan Pajak
Ada tiga jenis sumber pendapatan negara dalam APBN, yaitu: penerimaan
pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan hibah. Pada umumnya, di berbagai
negara, penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan yang paling penting dan
dominan untuk menyelenggarakan tugas-tugas negara dan pembangunan. Namun
demikian, penerimaan negara bukan pajak juga merupakan salah satu sumber
pendapatan negara yang sangat penting. Hugh Dalton mengungkapkan ”..., on the
other hand, as an important source of public income, the price charged by a public
authority for specific servicesand commodities supplied by it, including the prices
charged for use of public property.”48
2.1.1 Pengertian Penerimaan Negara Bukan Pajak
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang,
terdapat banyak bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan.
Penerimaan perpajakan meliputi penerimaan yang berasal dari Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Masuk,
Cukai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Meterai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan lainnya yang diatur dengan peraturan perundang
undangan di bidang perpajakan. Selain itu, penerimaan negara yang berasal dari
minyak dan gas bumi, yang di dalamnya terkandung unsur pajak dan royalti,
diperlakukan sebagai penerimaan perpajakan, mengingat unsur pajak lebih
dominan. Dengan demikian pengertian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
mencakup segala penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan
tersebut.49 Dalam Pasal 1 butir 1 UU Nomor 20 Tahun 1997, definisi Penerimaan
48 Hugh Dalton, Principles of Public Finance, (London: Routledge & Keagen Paul Ltd., 1971), hal. 17.
49 Indonesia, Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, op.cit., Penjelasan Umum.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan.
2.1.2 Peranan dan Tujuan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu sumber
pendapatan negara. Dalam upaya pencapaian tujuan nasional sebagaimana
termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945, Pemerintah menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, peranan PNBP
dalam pembiayaan kegiatan dimaksud penting dalam peningkatan kemandirian
bangsa dalam pembiayaan Negara dan pembangunan. 50
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan dan
kesederhanaan, maka arah dan tujuan perumusan Undang-undang Penerimaan
Negara Bukan Pajak adalah: 51
a. menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan Negara dan pembiayaan
pembangunan melalui optimalisasi sumber-sumber Penerimaan Negara Bukan
Pajak dan ketertiban administrasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
serta penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara;
b. lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat berpartisipasi
dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya
dari kegiatan-kegiatan yang menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
c. menunjang kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta
investasi di seluruh wilayah Indonesia;
d. menunjang upaya terciptanya aparat Pemerintah yang kuat, bersih dan
berwibawa, penyederhanaan prosedur dan pemenuhan kewajiban, peningkatan
tertib administrasi keuangan dan anggaran Negara, serta peningkatan
pengawasan.
2.1.3 Pengaturan Penerimaan Negara Bukan Pajak
50 Ibid.
51 Ibid.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
2.1.3.1 Dasar Hukum
Dasar hukum pengelolaan penerimaan negara bukan pajak di Indonesia
adalah sebagai berikut. Dasar hukum mengenai jenis dan tarif penerimaan negara
bukan pajak jumlahnya sangat banyak karena perkembangannya sangat dinamis dan
pengaturannya didelegasikan kepada peraturan pemerintah. Oleh karena itu, khusus
mengenai jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak, akan dicantumkan
beberapa peraturan pemerintah saja.
a. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23A
Pasal 23A UUD 1945 setelah Perubahan Keempat berbunyi: “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.” Pasal ini menggantikan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara berdasarkan undang-undang.” Penjelasan Pasal 23 ayat (2) Undang-
undang Dasar 1945, antara lain, menegaskan bahwa segala tindakan yang
menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan lain-lainnya, harus
ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Oleh karena itu, penerimaan Negara di luar penerimaan perpajakan,
yang menempatkan beban kepada rakyat, juga harus didasarkan pada Undang-
undang.52
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3687);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3760);
52 Ibid.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3871);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5100);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4455);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4361);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kantor Kementerian
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4304);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2001 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Standarisasi
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4121).
2.1.3.2 Jenis-jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang,
terdapat banyak bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan. Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 2
ayat (1) mengelompokkan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai berikut:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pengaturan selanjutnya, kecuali jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
ditetapkan dengan undang-undang, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Demikian juga dengan jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak
tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.53
Sebagai pelaksanaan ketentuan mengenai penetapan jenis dan penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk pertama kalinya diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara.54 Penetapan PP Nomor 22 Tahun
1997 merupakan langkah penertiban, sesuai dengan tujuan Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, sehingga jenis dan
besarnya pungutan yang menjadi sumber penerimaan tersebut tidak malahan
menambah beban bagi masyarakat dan pembangunan itu sendiri. 55
Dalam PP Nomor 22 Tahun 1997, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
dibedakan menjadi dua, yaitu jenis-jenis PNBP yang berlaku umum dan jenis-jenis
PNBP yang berlaku khusus pada suatu kementerian negara/lembaga (bersifat
fungsional). Jenis-jenis PNBP yang berlaku umum pada semua kementerian
negara/lembaga meliputi:56
a. Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran
pembangunan).
53 Ibid., Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3).
54 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara, PP Nomor 22 Tahun 1997, Konsiderans.
55 Ibid., Penjelasan Umum.
56 Ibid., Lampiran I.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
b. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.
c. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.
d. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan
perbendaharaan).
f. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
g. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
Adapun jenis-jenis PNBP yang bersifat fungsional hanya terdapat pada
kementerian negara/lembaga tertentu sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
sehingga jenis-jenis PNBP antara kementerian negara/lembaga yang satu dengan
yang lain berbeda-beda. Seiring dengan semakin beragamnya jenis pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat maupun dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan
Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, jenis-jenis
penerimaan negara bukan pajak juga semakin bertambah. Misalnya, pelayanan
pertanahan yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional telah beberapa kali
mengalami perubahan.
Dalam Lampiran IIB angka (10) PP Nomor 22 Tahun 1997, jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional
adalah sebagai berikut:57
a. Penerimaan dari pengukuran dan pemetaan.
b. Penerimaan dari pemeriksaan tanah.
c. Penerimaan dari konsolidasi tanah secara swadaya.
d. Penerimaan dari redistribusi tanah secara swadaya.
e. Penerimaan dari izin lokasi.
Pada tahun 2002 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2002, sehingga Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Badan Pertanahan Nasional adalah penerimaan dari kegiatan:58
a. Pelayanan Pendaftaran Tanah, meliputi:59
57 Ibid., Lampiran IIB angka (10). Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997, namun jenis-jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional tidak mengalami perubahan.
58 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, op.cit., Pasal 2.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
1) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah, terdiri dari:
a) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Secara Sporadik,
b) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Secara Sistematik,
c) Pelayanan Pengembalian Batas, dan
d) Pelayanan Pembuatan Peta Situasi Lengkap (Topografi).
2) Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali.
3) Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah.
b. Pelayanan Pemeriksaan Tanah, terdiri dari:60
1) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A, terdiri dari:
a) Pelayanan Pemeriksaan Tanah di Perkotaan,
b) Pelayanan Pemeriksaan Tanah di Perdesaan, dan
c) Pelayanan Pemeriksaan Tanah Secara Massal.
2) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B, terdiri dari:
a) Pelayanan Pemeriksaan Tanah Secara Sporadis,
b) Pelayanan Pemeriksaan Tanah Secara Massal, dan
c) Pelayanan Survey Pemetaan Penatagunaan Tanah.
3) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah, terdiri dari:
a) Pelayanan Pemeriksaan Tanah di Perkotaan,
b) Pelayanan Pemeriksaan Tanah di Perdesaan, dan
c) Pelayanan Pemeriksaan Tanah Secara Massal.
4) Pelayanan Pemeriksaan Tanah dalam Bentuk Laporan Konstatasi, meliputi:
a) Pelayanan Pemeriksaan Tanah dalam Bentuk Laporan Konstatasi untuk
Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai,
dan
b) Pelayanan Pemeriksaan Tanah dalam Bentuk Laporan Konstatasi untuk
Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Guna Usaha.
c. Pelayanan Informasi Pertanahan.
d. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya.
e. Pelayanan Redistribusi Tanah Secara Swadaya.
59 Ibid., Pasal 3 dan 4.
60 Ibid., Pasal 6--10.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
f. Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma I Pengukuran dan Pemetaan
Kadastral.61
g. Pelayanan Penetapan Hak atas Tanah, terdiri dari: 62
1) Uang Pemasukan63 Dalam Rangka Pemberian Hak Milik
2) Uang Pemasukan Dalam Rangka Pemberian Hak Guna Usaha;
3) Uang Pemasukan Dalam Rangka Pemberian Hak Guna Bangunan;
4) Uang Pemasukan Dalam Rangka Pemberian Hak Pakai;
5) Uang Pemasukan Dalam Rangka Pemberian Hak Pengelolaan.
Pada tahun 2010, Pemerintah kembali mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional. Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010, Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Badan Pertanahan Nasional adalah penerimaan dari kegiatan:64
a. Pelayanan Survei, Pengukuran, dan Pemetaan, terdiri dari: 65
1) Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah, dan
Pemetaan;
2) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam rangka
Penetapan Batas, yaitu adalah seluruh jenis kegiatan pengukuran dan
pemetaan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional dalam rangka
penerbitan sertifikat hak atas tanah atau kegiatan pertanahan lainnya,
meliputi:
61 Kadasrtal adalah yang bersifat/berhubungan dengan kadaster. Kadaster diartikan sebagai
badan/dinas yang berurusan dengan hal penetapan dan/atau pendataan tanah milik atau tanah dan bangunan, serta menentukan letak dan luasnya, terutama guna menentukan besarnya jumlah pajak yang harus ditanggung oleh pemiliknya. Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, cetakan ketiga, (Jakarta: Media Pustaka Phoenix, 2008), hal. 404.
62 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, op.cit., Pasal 15.
63 Uang Pemasukan adalah uang yang harus dibayar kepada Negara oleh setiap penerima hak atas tanah Negara sesuai ketentuan yang berlaku sebagai pengakuan (recognitie) atas hak menguasai Negara. Ibid., Pasal 1 butir 11.
64 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, PP Nomor 13 Tahun 2010, Pasal 1.
65 Ibid., Pasal 2.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
a) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah;
b) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah Secara
Massal; 66
c) Pelayanan Pengembalian Batas; dan
d) Pelayanan Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi. 67
3) Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah, Ruang
Bawah Tanah, atau Ruang Perairan, yaitu seluruh jenis kegiatan pengukuran
dalam rangka penetapan batas ruang atas tanah, atau ruang bawah tanah
untuk penerbitan sertifikatnya atau kegiatan pertanahan lainnya.
Pengukuran dan Pemetaan ini dilaksanakan secara 3 (tiga) dimensi, dengan
perhitungan panjang, lebar, dan tinggi berupa ruang dengan menggunakan
metode, teknologi, waktu, penyimpanan data, dan penyajian yang lebih
khusus.
b. Pelayanan Pemeriksaan Tanah, meliputi: 68
1) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A.
Yang dimaksud dengan “Panitia A” adalah panitia yang bertugas
melaksanakan pemeriksaan, penelitian, dan pengkajian data fisik dan data
yuridis di lapangan dan di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan
pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara,
Hak Pengelolaan, dan permohonan pengakuan hak atas tanah.
2) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B.
Yang dimaksud dengan “Panitia B” adalah Panitia yang bertugas
melaksanakan pemeriksaan, penelitian, dan pengkajian data fisik dan data
yuridis di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian
permohonan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan Hak Guna Usaha.
3) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah.
66 Yang dimaksud dengan “Secara Massal” adalah permohonan yang diajukan paling sedikit
10 (sepuluh) bidang dalam 1 (satu) kelurahan, desa, atau nama lainnya. Ibid., Penjelasan Pasal 2 huruf b angka 2.
67 Yang dimaksud dengan “Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi” adalah legalisasi gambar ukur hasil pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah yang dilakukan oleh surveyor berlisensi. Ibid., Penjelasan Pasal 2 huruf b angka 4.
68 Ibid., Pasal 6.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Yang dimaksud dengan “Tim Peneliti Tanah” adalah tim yang bertugas
melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik dan data
yuridis di lapangan dan di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan
pemberian hak atas tanah instansi pemerintah dan pemerintah daerah.
4) Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi.
Yang dimaksud dengan “Petugas Konstatasi” adalah petugas (Kepala
Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk) yang melaksanakan
pemeriksaan data fisik dan data yuridis di lapangan dan di kantor dalam
rangka pemberian Hak Atas Tanah yang berasal dari tanah yang sudah
pernah terdaftar dan perpanjangan serta pembaruan Hak Atas Tanah kecuali
Hak Guna Usaha.
c. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya.
Yang dimaksud dengan “Konsolidasi Tanah” adalah kebijakan pertanahan
mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta
usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Pelayanan ini meliputi: 69
1) Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Pertanian;
2) Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Nonpertanian.
d. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan.
Yang dimaksud dengan “Pertimbangan Teknis Pertanahan” adalah ketentuan
dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai dasar dalam penerbitan
izin lokasi, penetapan lokasi, dan izin perubahan penggunaan tanah. Pelayanan
ini, meliputi: 70
1) Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi,
2) Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan
Lokasi, dan
69 Ibid., Pasal 11.
70 Ibid., Pasal 13.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
3) Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan
Penggunaan Tanah.
e. Pelayanan Pendaftaran Tanah, meliputi:71
1) Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali, yaitu kegiatan
pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar.
2) Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, yaitu kegiatan
pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam
peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan
sertifikat dengan perubahan yang terjadi kemudian.
f. Pelayanan Informasi Pertanahan.
g. Pelayanan Lisensi.
h. Pelayanan Pendidikan.
i. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik
Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/Peraturan Presidium Kabinet
Dwikora Nomor 5/Prk/1965.72
j. Pelayanan di Bidang Pertanahan yang Berasal dari Kerja Sama dengan Pihak
Lain.
2.1.3.3 Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak
Dalam kamus Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, kata “tarif” diartikan
sebagai “bayaran” yang contoh penerapannya antara lain: bea, beban, biaya, daftar
71 Ibid., Pasal 15.
72 Yang dimaksud dengan “Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)” adalah semua tanah milik perorangan Warga Negara Belanda, yang tidak terkena Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, yang pemiliknya telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Prp Tahun 1960. Adapun yang dimaksud dengan “Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965” adalah semua tanah kepunyaan Badan-badan Hukum Belanda yang Direksi/pengurusnya sudah meninggalkan Indonesia dan menurut kenyataannya tidak lagi menyelenggarakan ketatalaksanaan dan usahanya dinyatakan jatuh kepada Negara dan dikuasai Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Republik Indonesia Nomor 5/Prk/Tahun 1965. Ibid., Penjelasan Pasal 18.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
ongkos, pajak, porto, pungutan, dan tol.73 Achmad Tjahyono dan Muhammad Fahri
Husein dalam mendefinisikan tarif pajak menyatakan “Tarif pajak merupakan
angka atau persentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak atau pajak
terutang.”74 Dari rumusan tersebut dapat diambil pengertian bahwa tarif adalah
angka atau persentase yang digunakan untuk menghitung jumlah tagihan.
Adapun jenis-jenis tarif antara lain sebagai berikut.
a. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah suatu tarif yang berupa suatu jumlah (nominal) tertentu yang
sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya objek maupun subjek yang
dikenai tagihan. Adanya tarif ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa
keadilan akan ada apabila terhadap semua pihak diberikan secara sama. Jadi,
semua pihak dikenakan dalam jumlah yang sama.75
b. Tarif Proporsional (Sebanding/Sepadan)
Tarif proporsional adalah tarif yang berupa sebuah persentase tunggal yang
dikenakan terhadap semua objek tagihan berapapun nilainya.76 Jumlah tagihan
akan berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan tagihan.77
Adanya tarif proporsional dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa tidaklah adil
apabila semua orang dikenakan tagihan dalam jumlah yang sama karena antara
orang yang satu dengan yang lain mempunyai keadaan dan kemampuan yang
berbeda. Oleh karena itu, harus dikenakan beban yang sebanding dengan
kemampuan masing-masing.78
c. Tarif Progresif
73 Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Mizan, 2009), hal. 585.
74 Achmad Tjahyono dan Muhammad Fahri Husein, Perpajakan: Pembahasan Berdasarkan Undang-undang dan Aturan Pajak Terbaru, Edisi Keempat, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hal. 21.
75 Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), hal. 83 dan 84.
76 Ibid., hal. 84.
77 Erly Suardy, Hukum Pajak, Edisi Keempat, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal. 68.
78 Y. Sri Pudyatmoko, op.cit., hal. 84.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Tarif progresif adalah tarif dengan persentase semakin naik (meningkat) apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaan tagihan meningkat.79 Jadi, tarif ini terdiri
dari beberapa persentase. Dengan adanya tarif seperti itu, semakin tinggi objek
tagihan akan semakin besar tagihan yang dikenakan. Tarif ini, menurut
Rochmat Soemitro, sebetulnya didasarkan pada pada teori ekonomi hukum
Gossen yang mengatakan bahwa lebih banyak kita memiliki barang maka
manfaat marginal satuan berikutnya lebih kecil. Oleh karena itu lebih mudah
dikenakan pajak/pungutan.80
d. Tarif Degresif
Tarif degresif adalah adalah tarif dengan persentase semakin turun apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaan tagihan meningkat.81 Jadi, tarif ini terdiri
dari beberapa persentase yang semakin kecil bila objek tagihannya semakin
besar. Tarif ini tidak diterapkan di dalam praktik karena mengandung
ketidakadilan. Bila tarif ini diterapkan, maka yang memiliki obyek tagihan
(kemampuan) lebih rendah akan dikenai beban yang lebih berat. Sementara
mereka yang memiliki obyek tagihan lebih besar mendapat beban yang lebih
ringan.
Besarnya tagihan pada umumnya ditentukan oleh dua komponen utama,
yakni jumlah yang menjadi dasar pengenaan tagihan (base) dan tarif yang
dikenakan terhadapnya (rate).82 Salah satu syarat pungutan kepada rakyat adalah
keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun dalam pelaksanaan. Dengan adanya
keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting
79 Achmad Tjahyono dan Muhammad Fahri Husein, op.cit. hal. 22.
80 Rochmat Soemitro dalam bukunya “Asas dan Dasar Perpajakan I” memberikan contoh sederhana dari teori Gossen sebagai berikut. Bila sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak memiliki sebuah rumah tinggal, maka rumah itulah yang akan ditempati oleh keluarga tersebut sehingga rumah itu dimanfaatkan secara efektif. Bila kemudian keluarga itu dapat membeli sebuah rumah lagi, maka pemanfaatan rumah itu tidak seperti ketika keluarga itu hanya memiliki sebuah rumah. Ada kemungkinan sebagian dari rumah itu tidak termanfaatkan secara efektif. Oleh karena itu, atas hal seperti ini lebih mudah dikenakan pajak/pungutan. Y. Sri Pudyatmoko, op.cit., hal. 86.
81 Achmad Tjahyono dan Muhammad Fahri Husein, op.cit. hal. 23.
82 Y. Sri Pudyatmoko, op.cit., hal. 82.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pungutan
merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan.83
Berkenaan dengan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak,
pengaturannya ditetapkan dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang
menetapkan jenis penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan. Dalam
penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 menggariskan agar memperhatikan dampak pengenaan terhadap
masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah
sehubungan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan, dan
aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. 84
Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan
Pertanahan Nasional mengalami perubahan seiring dengan adanya perubahan jenis-
jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional, serta dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak
guna menunjang pembangunan nasional.
Sejak tanggal 27 Agustus 2002, tarif layanan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2002 terlampir). Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan
diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan
Pertanahan Nasional pada tanggal 22 Januari 2010.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional mempunyai tarif dalam satuan rupiah dan persentase.85 Adapun tarif atas
jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional
sesuai dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 adalah sebagai
berikut.
83 Erly Suardy, op.cit., hal. 67.
84 Indonesia, Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, op.cit., Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
85 Ibid., Pasal 25.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
2.1.3.3.1 Tarif Pelayanan Survei, Pengukuran, dan Pemetaan
2.1.3.3.1.1 Tarif Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah,
dan Pemetaan
Tarif Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah,
dan Pemetaan adalah sebagaimana tabel berikut.
Tabel 2.1
Tarif Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan
atau Batas Wilayah, dan Pemetaan
No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif
1 Pelayanan Survei
a. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Pemukiman atau Pertanian
per bidang Rp 450.000,00
b. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Usaha
per bidang Rp 600.000,00
2 Pelayanan Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah
per tugu Rp 3.500.000,00
3 Pelayanan Pemetaan
a. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Ekonomi Kawasan Skala 1:10.000
per hektar Rp 25.000,00
b. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Ekonomi Kawasan Skala 1:25.000
per hektar Rp 5.000,00
c. Pemetaan Tematik Bidang Skala 1:2.500
per bidang Rp 75.000,00
d. Pemetaan Tematik Bidang Tanah untuk Pemecahan Sertifikat Skala 1 : 1.000
per bidang Rp 75.000,00
e. Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1:10.000
Per hektar Rp 40.000,00
f. Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1 : 25.000
Per hektar Rp 20.000,00
4 Pelayanan Pembuatan Peta Dasar
a. Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 (minimal 1.000 hektar)
Per hektar Rp 200.000,00
b. Penambahan Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 seluas 500 Hektar dan kelipatannya
Per hektar Rp 150.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
c. Pembuatan Peta Citra Skala 1:2.500 (minimal 10.000 hektar)
Per hektar Rp 50.000,00
d. Pembuatan Peta Garis Skala 1:1.000 (minimal 100 hektar)
Per hektar Rp 120.000,00
e. Pembuatan Peta Garis Skala 1 : 2.500 (minimal 100 hektar)
Per hektar Rp 100.000,00
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
2.1.3.3.1.2 Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah dalam
rangka Penetapan Batas.
a. Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah dihitung
berdasarkan rumus:
1) Luas tanah sampai dengan 10 hektar L
Tu = ( ------ x HSBKu ) + Rp100.000,00 500
2) Luas tanah lebih dari 10 hektar sampai dengan 1.000 hektar
L Tu = ( -------- x HSBKu ) + Rp14.000.000,00
4.000
3) Luas tanah lebih dari 1.000 hektar
L Tu = ( --------- x HSBKu ) + Rp134.000.000,00
10.000
Keterangan:
Hektar = 10.000 m2.
Tu = Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam
rangka Penetapan Batas.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKu = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku
untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor
yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan.
b. Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah Secara Massal
adalah sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif pelayanan Pengukuran
dan Pemetaan Batas Bidang Tanah.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
c. Tarif Pelayanan Pengembalian Batas adalah sebesar 150% (seratus lima puluh
persen) dari tarif pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah.
d. Tarif Pelayanan Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi adalah sebesar
30% (tiga puluh persen) dari tarif pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas
Bidang Tanah.
2.1.3.3.1.3 Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah,
Ruang Bawah Tanah, atau Ruang Perairan.
Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah, Ruang
Bawah Tanah, atau Ruang Perairan adalah sebesar 300% (tiga ratus persen) dari
tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah.
2.1.3.3.2 Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah
a. Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A.
1) Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A dihitung berdasarkan
rumus: L
Tpa = (------ x HSBKpa) + Rp350.000,00 500
2) Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk pemeriksaan
tanah secara massal dihitung berdasarkan rumus: L
Tpam = 1/5 x (------ x HSBKpa) + Rp350.000,00 500
Keterangan:
Tpa = Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A.
Tpam = Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk
Pemeriksaan Tanah secara massal.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpa = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh
Panitia A untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja
bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan
sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak,
dan penerbitan sertifikat.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
b. Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B.
Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B dihitung berdasarkan rumus: L
Tpb = (------------- x HSBKpb ) + Rp 5.000.000,00 100.000
Keterangan:
Tpb = Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpb = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan tanah oleh
Panitia B untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja
bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan
sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan Hak
dan penerbitan sertifikat.
c. Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah.
1) Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah dihitung
berdasarkan rumus:
L Tpp = (------ x HSBKpp) + Rp350.000,00
500
Keterangan:
Tpp = Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti
Tanah.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi
(m2).
HSBKpp = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah
oleh Tim Peneliti Tanah untuk tahun berkenaan, untuk
komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan
keluaran (output) kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah,
penerbitan Keputusan hak, dan penerbitan sertifikat.
2) Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah untuk
pemeriksaan tanah secara massal, dihitung berdasarkan rumus:
L Tpm = 1/5 x (------ x HSBKpm)+ Rp350.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
500
Keterangan:
Tpm = Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti
Tanah untuk Pemeriksaan Tanah secara massal.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi
(m2).
HSBKpm = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah
oleh Tim Peneliti Tanah untuk Pemeriksaan Tanah secara
massal untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja
bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output)
kegiatan sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan
Keputusan hak dan penerbitan sertifikat.
d. Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi.
Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi adalah sebesar
50% (lima puluh persen) dari Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia
A.
2.1.3.3.3 Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya
a. Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Pertanian.
Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Pertanian dihitung
berdasarkan rumus:
L + 500 Tkts = ------------- + (3Tu x ¾) + Tph
0,020 (2) Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Nonpertanian, dihitung
berdasarkan rumus:
L + 500 Tkts = ------------ + (3Tu x ¾ ) + Tph
0,004
Keterangan:
Tkts = Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
Tu = Tarif Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah yang digunakan
untuk:
- pengukuran dan pemetaan keliling;
- pengukuran Topografi;
- pengukuran dan pemetaan Rincikan;
- pemindahan desain ke lapang.
Tph = Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali dan
Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah, yakni sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
HSBKu = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku
untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor
yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan.
2.1.3.3.4 Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan
a. Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi,
dihitung berdasarkan rumus:
L Tptil = (------------ x HSBKpb) + Rp5.000.000,00
100.000
Keterangan:
Tptil = Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
Izin Lokasi.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpb = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh
Panitia B untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja
bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan
sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak,
dan penerbitan sertifikat.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
b. Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan
Lokasi adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari Tarif Pelayanan
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi.
c. Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan
Penggunaan Tanah dihitung berdasarkan rumus:
L Tptip = (------ x HSBKpa) + Rp350.000,00
500
Keterangan:
Tptip = Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka
Izin Perubahan Penggunaan Tanah.
L = Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKpa = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh
Panitia A untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja
bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan
sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan Keputusan hak,
dan penerbitan sertifikat.
2.1.3.3.5 Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah
2.1.3.3.5.1 Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali
Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali berupa Pelayanan
Pendaftaran:
a. Keputusan Perpanjangan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, atau Hak Pakai Berjangka Waktu; dan
b. Keputusan Pembaruan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, atau Hak Pakai Berjangka Waktu;
dihitung berdasarkan rumus:
T = (2‰ x Nilai Tanah86) + Rp100.000,00
86 Yang dimaksud dengan “nilai tanah” adalah nilai pasar (market value) yang ditetapkan
oleh Badan Pertanahan Nasional dalam peta zona nilai tanah yang disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk tahun berkenaan dan untuk wilayah yang belum tersedia peta zona nilai tanah digunakan Nilai Jual Objek Pajak atas tanah pada tahun berkenaan. Ibid., Penjelasan Pasal 16.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
2.1.3.3.5.2 Tarif Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Tarif Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan
Pendaftaran Pemindahan Peralihan Hak Atas Tanah untuk Perorangan dan Badan
Hukum dihitung berdasarkan rumus:
T = (1‰ x Nilai Tanah) + Rp50.000,00
Selain rumus tarif tersebut, tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah juga
ditunjukkan sebagaimana dalam Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2
Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah
No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif
1 Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
a. Pelayanan Pendaftaran Penegasan Konversi atau Pengakuan Hak
per bidang Rp 50.000,00
b. Pelayanan Pendaftaran Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah untuk:
1) Perorangan
2) Badan Hukum
per bidang
per bidang
Rp
Rp
50.000,00
100.000,00
c. Pelayanan Pendaftaran Keputusan perpanjangan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan
per bidang Rp 50.000,00
d. Pelayanan Pendaftaran Keputusan pembaruan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan
per bidang Rp 50.000,00
e. Pelayanan Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun 1) Bersubsidi (berdasarkan
penetapan Kementerian Negara Perumahan Rakyat)
2) Non Subsidi
per unit
per unit
Rp
Rp
50.000,00
100.000,00
f. Pelayanan Pendaftaran Hak Guna Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, dan Ruang Perairan
per bidang Rp 50.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
g. Pendaftaran Perubahan Hak:
1) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik
2) Hak Pakai menjadi Hak Guna Bangunan
3) Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai
4) Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
per bidang
per bidang
per bidang
per bidang
Rp
Rp
Rp
Rp
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
2 Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
a. Pelayanan pendaftaran pemindahan/ peralihan Hak Atas Tanah untuk Instansi Pemerintah dan badan hukum keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, Panti Asuhan dan Panti Jompo
per bidang Rp 50.000,00
b. Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
per orang Rp 50.000,00
c. Pemindahan Pejabat Pembuat Akta Tanah
per orang Rp 50.000,00
d. Pelayanan Pendaftaran Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Milik
per bidang Rp 50.000,00
e. Pelayanan Pendaftaran Hak Tanggungan [Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)] dengan Nilai Hak Tanggungan:
1) sampai dengan Rp250.000.000,00
2) di atas Rp250 juta sampai dengan Rp1 Milyar
3) di atas Rp1 Milyar sampai dengan Rp10 Milyar
4) di atas Rp10 Milyar sampai dengan Rp1 Trilyun
5) di atas Rp1 Trilyun
per bidang
per bidang
per bidang per bidang per bidang
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
50.000,00
200.000,00
2.500.000,00
25.000.000,00
50.000.000,00
f. Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan (Cessie, Subrogasi, Merger)
per bidang Rp 50.000,00
g. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak atas Tanah dan Hak Milik Satuan
per bidang Rp 50.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Rumah Susun karena Pelepasan Hak
h. Pelayanan Pendaftaran Pembagian Hak Bersama (tanpa ada pemecahan/ pemisahan maupun memerlukan pemecahan/ pemisahan)
per bidang Rp 50.000,00
i. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Data Berdasarkan Putusan Pengadilan atau Penetapan Pengadilan
per bidang Rp 50.000,00
j. Pelayanan Pendaftaran Pemisahan, Pemecahan, dan Penggabungan
per bidang Rp 50.000,00
k. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak Tanggungan/Roya (termasuk roya parsial yang memerlukan pemisahan atau tidak)
per bidang Rp 50.000,00
l. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Nama
per bidang Rp 50.000,00
m. Pelayanan Penggantian Blanko Sertifikat (karena hilang/rusak atau penggantian blanko sertifikat model lama ke model baru)
per bidang Rp 50.000,00
n. Pelayanan Pencatatan Pemblokiran per bidang Rp 50.000,00
o. Pelayanan Pencatatan Lain sesuai ketentuan yang berlaku.
per bidang Rp 50.000,00
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
Jenis dan tarif atas Pelayanan Pendaftaran Tanah sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel 2.2 tidak termasuk jenis Pelayanan Pendaftaran Tanah pada uraian
2.1.3.3.5.1 dan 2.1.3.3.5.2.87
2.1.3.3.6 Tarif Pelayanan Informasi Pertanahan
Tarif Pelayanan Informasi Pertanahan adalah sebagaimana ditunjukkan
dalam Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3
Tarif Pelayanan Informasi Pertanahan
No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif
87 Ibid., Pasal 17 ayat (2).
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
1 Pelayanan Informasi Titik Koordinat per titik Rp 50.000,00
2 Pelayanan Data Global Navigation Satellite System (GNSS)/Continuously Operating Reference Stations (CORS)
a. Paket data harian per pengguna / hari
Rp 50.000,00
b. Paket data bulanan per pengguna / bulan
Rp 1.2500.000,00
c. Paket data tahunan per pengguna / tahun
Rp 13.750.000,00
3 Pelayanan Peta Pertanahan dalam format multimedia dan format raster lainnya
a. Peta sampai dengan Skala 1:5.000 minimal 25 hektar)
Per hektar / tema
Rp 4.000,00
b. Peta dari Skala 1:10.000 sampai dengan 1:50.000 (minimal 4.000 hektar)
Per hektar / tema
Rp 100,00
4 Pelayanan Informasi Nilai Tanah atau Kawasan
a. Nilai Tanah atau Nilai Aset Properti per bidang Rp 50.000,00
b. Zonasi Nilai Tanah (minimum 50 hektar)
per hektar Rp 1.000,00
c. Nilai Ekonomi Kawasan (minimum 50 hektar)
per hektar Rp 1.000,00
d. Nilai Aset Kawasan (minimum 50 hektar)
per hektar Rp 1.000,00
5 Pelayanan Peta Analisis Penatagunaan Tanah (Analisis Penggunaan Tanah, Ketersediaan Tanah, dan peta-peta lainnya)
a. Hitam putih
1) Format A4
2) Format A3
3) Format A2
4) Format A1
5) Format A0
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
25.000,00
40.000,00
55.000,00
75.000,00
100.000,00
b. Hitam Berwarna
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
1) Format A4
2) Format A3
3) Format A2
4) Format A1
5) Format A0
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
75.000,00
90.000,00
110.000,00
135.000,00
175.000,00
c. Digital dalam format multimedia
1) Skala sama dengan atau lebih besar dari 1 : 10.000
2) Skala lebih kecil dari 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 50.000
3) Skala lebih kecil dari 1 : 50.000 sampai dengan 1 : 100.000
4) Skala lebih kecil dari 1 : 100.000
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
per lembar / wilayah
Rp
Rp
Rp
Rp
350.000,00
300.000,00
275.000,00
250.000,00
6 Pelayanan Informasi Data Tekstual/ Grafikal
a. Pengecekan Sertifikat per sertifikat Rp 50.000,00
b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
per SKPT Rp 50.000,00
c. Informasi Tekstual/Grafikal untuk Surveyor Berlisensi
per bidang Rp 50.000,00
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
2.1.3.3.7 Tarif Pelayanan Lisensi
Tarif Pelayanan Lisensi adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.4
berikut.
Tabel 2.4
Tarif Pelayanan Lisensi
No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif
1 Penilai Tanah per orang / usaha jasa penilaian
Rp 250.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
2 Surveyor Berlisensi per orang / usaha jasa perorangan
Rp 250.000,00
3 Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah per orang Rp 250.000,00Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
2.1.3.3.8 Tarif Pelayanan Pendidikan
Tarif Pelayanan Pendidikan adalah sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel
2.5 berikut.
Tabel 2.5
Tarif Pelayanan Pendidikan
No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif
1 Program Pendidikan Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral untuk mahasiswa tahun akademik 2009/2010
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Biaya Kuliah
a) Kuliah/Teori
b) Praktik
2) Biaya Penunjang Pendidikan
3) Biaya Ujian
4) Biaya Wisuda
5) Biaya Pengelolaan
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
20.000,00
30.000,00
50.000,00
8.500,00
250.000,00
12.500,00
2 Program Pendidikan Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral
a.
b.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
b) Teori
c) Praktik
d) Teori dan Praktik
per orang
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
30.000,00
40.000,00
70.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
c.
d.
2) Ujian
Wisuda
Penunjang Kegiatan Pendidikan
per satuan kredit semester
per orang
per orang / paket
Rp
Rp
Rp
25.000,00
300.000,00
7.000.000,00
3 Program Pendidikan Diploma IV / Strata-1 Pertanahan
a.
b.
c.
d.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
a) Teori
b) Praktik
c) Teori dan Praktik
2) Ujian
Wisuda
Penunjang Kegiatan Pendidikan
per orang
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per orang
per orang / tahun
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
40.000,00
60.000,00
100.000,00
60.000,00
500.000,00
6.000.000,00
4 Pendidikan Ketrampilan Pertanahan untuk Masyarakat (Non Institusional)
a.
b.
c.
d.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
a) Teori
b) Teori dan Praktik
2) Ujian
Pelantikan
Penunjang Kegiatan Pendidikan
per orang
per jam pelajaran
per jam pelajaran
per jam pelajaran
per orang
per orang / paket
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
30.000,00
50.000,00
8.500,00
250.000,00
7.00.000,00
5 Program Pendidikan Khusus Pejabat Pembuat Akta Tanah
a.
b.
c.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
a) Teori
b) Teori dan Praktik
2) Ujian
Wisuda
per orang
per satuan kredit kwartal
per satuan kredit kwartal
per satuan kredit kwartal
per orang
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
60.000,00
90.000,00
50.000,00
500.000,00
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
d. Penunjang Kegiatan Pendidikan per orang / paket Rp 2.000.000,00
6 Program Pendidikan Spesialis-1 Pertanahan
a.
b.
c.
d.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
a) Teori
b) Teori dan Praktik
2) Ujian
Wisuda
Penunjang Kegiatan Pendidikan
per orang
per satuan kredit triwulan
per satuan kredit triwulan
per satuan kredit triwulan
per orang
per orang / paket
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
60.000,00
90.000,00
75.000,00
500.000,00
5.000.000,00
7 Program Pendidikan Magister (Strata-2) Pertanahan
a.
b.
c.
d.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Penyelenggaraan Pendidikan:
1) Kuliah
a) Teori
b) Praktik
c) Teori dan Praktik
2) Ujian
Wisuda
Penunjang Kegiatan Pendidikan
per orang
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per satuan kredit semester
per orang
per orang / paket
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150.000,00
60.000,00
90.000,00
150.000,00
75.000,00
500.000,00
10.000.000,00
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
2.1.3.3.9 Tarif Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda
Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda
(P3MB)/Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965
Tarif PNBP dari jenis kegiatan pelayanan ini adalah sebesar 25% (dua puluh
lima persen) dari nilai tanah.
2.1.3.3.10 Tarif Pelayanan di Bidang Pertanahan yang berasal dari Kerjasama
dengan Pihak Lain
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Tarif Pelayanan di Bidang Pertanahan yang berasal dari Kerjasama dengan
Pihak Lain adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam dokumen kerjasama.
2.1.3.3.11 Biaya Transportasi, Akomodasi, dan Konsumsi
Dalam memberikan layanan untuk beberapa jenis pelayanan, petugas Badan
Pertanahan Nasional harus mendatangi tempat-tempat tertentu dan membutuhkan
waktu dalam satu hari atau lebih sehingga memerlukan biaya transportasi,
akomodasi, dan konsumsi. Rumus-rumus pengenaan tarif atas berbagai jenis
pelayanan sebagaimana diuraikan sebelumnya belum termasuk biaya transportasi,
akomodasi, dan konsumsi.
Dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional dinyatakan sebagai berikut.
Pasal 20 (1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf d, huruf h, dan huruf i tidak termasuk biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi.
(2) Biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Wajib Bayar. 88
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2010 tersebut, selain pengenaan tarif layanan sesuai dengan rumus sebagaimana
diuraikan di muka, pada jenis pelayanan berikut wajib bayar dikenai biaya
transportasi, akomodasi, dan konsumsi, yakni:
a. Pelayanan Survei, Pengukuran, dan Pemetaan,
b. Pelayanan Pemeriksaan Tanah,
c. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya,
d. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan,
88 Ibid., Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2). Ketentuan semacam ini juga terdapat pada PP Nomor
46 Tahun 2002 yang berlaku sebelumnya, yaitu pada Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2). Disamping besaran tarif dihitung sesuai dengan rumus, pada kegiatan pelayanan pendaftaran tanah, pemeriksaan tanah, konsolidasi tanah secara swadaya, dan redistribusi tanah secara swadaya, pemohon/wajib bayar dikenai biaya transportasi yang besarnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
e. Pelayanan Pendidikan, dan
f. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik
Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/Peraturan Presidium Kabinet
Dwikora Nomor 5/Prk/1965
2.1.3.3.12 Ketentuan Khusus Pengenaan Tarif
Dalam mengenakan tarif atas layanan yang diberikan, atas dasar beberapa
pertimbangan tertentu pada penerima layanan, terdapat ketentuan khusus pengenaan
tarif layanan berupa keringanan tarif. Keringanan tarif berupa persentase tertentu
kurang dari 100% atas tarif yang berlaku pada umumnya hingga tarif Rp 0,- (Nol
Rupiah). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010, ketentuan
khusus pengenaan tarif adalah sebagai berikut.
a. Tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif atas jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak berupa Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A dan
Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi dikenakan terhadap
pihak sebagai berikut:89
1) masyarakat tidak mampu;90
2) badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang
penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo;
3) veteran, pegawai negeri sipil, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4) suami/istri veteran, suami/istri pegawai negeri sipil, suami/istri prajurit
Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
5) pensiunan pegawai negeri sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia,
purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
89 Ibid., Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2).
90 Yang dimaksud dengan “masyarakat tidak mampu” adalah perorangan yang besar penghasilannya per bulan dibawah Upah Minimum yang berlaku pada masing-masing Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Ketua RT/RW setempat dan diketahui oleh Lurah, Kepala Desa, atau nama lainnya. Ibid., Penjelasan Pasal 21 ayat (2) huruf a.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
6) janda/duda veteran, janda/duda pegawai negeri sipil, janda/duda prajurit
Tentara Nasional Indonesia, janda/duda anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
7) janda/duda pensiunan pegawai negeri sipil, janda/duda purnawirawan
Tentara Nasional Indonesia, janda/duda purnawirawan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
b. Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan Pendaftaran Tanah Wakaf
ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah). 91
c. Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah dari Pelayanan Pemeliharaan Data
Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan Pendaftaran Penggantian Nazhir92
ditetapkan sebesar Rp0,00 (nol rupiah).93
d. Tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) dari Pelayanan Pendaftaran Tanah berupa
Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali diberikan kepada pihak
sebagai berikut:94
1) masyarakat tidak mampu;
2) instansi Pemerintah;
3) badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang
penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo.
e. Tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah
berupa Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali dikenakan terhadap
pihak sebagai berikut:95
1) veteran;
2) suami/istri veteran, suami/istri Pegawai Negeri Sipil, suami/istri prajurit
Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
91Ibid., Pasal 22 ayat (1).
92 Yang dimaksud dengan “nazhir” adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Ibid., Penjelasan Pasal 22 ayat (2).
93 Ibid., Pasal 22 ayat (2).
94 Ibid., Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2).
95 Ibid., Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4).
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
3) pensiunan Pegawai Negeri Sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia,
purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4) janda/duda veteran, janda/duda Pegawai Negeri Sipil, janda/duda prajurit
Tentara Nasional Indonesia, janda/duda anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
5) janda/duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil, janda/duda purnawirawan
Tentara Nasional Indonesia, janda/duda purnawirawan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
f. Tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah
berupa Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali dikenakan terhadap
pihak sebagai berikut:96
1) Pegawai Negeri Sipil;
2) Prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
g. Terhadap instansi Pemerintah dapat dikenakan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah)
untuk tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari: 97
1) Pelayanan Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan Pemeliharaan Data
Pendaftaran Tanah;
2) Pelayanan Informasi Pertanahan; dan
3) Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik
Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/Peraturan Presidium Kabinet
Dwikora Nomor 5/Prk/1965.
2.2 Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam Mekanisme APBN
Penerimaan negara bukan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan
negara yang dituangkan dalam APBN, sehingga pengelolaannya harus sesuai
dengan mekanisme APBN. Pasal 3 ayat (5) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara menyatakan “Semua penerimaan yang menjadi hak dan
96 Ibid., Pasal 23 ayat (5) dan ayat (6).
97 Ibid., Pasal 24.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.”98 Dalam Pasal 5 UU Nomor 20
Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dinyatakan bahwa seluruh
Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Demikian juga dengan penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari
kegiatan tertentu yang dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga yang
memungutnya/mengelolanya. Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, PP
Nomor 73 Tahun 1999, Pasal 3 menyatakan “Seluruh Penerimaan Negara Bukan
Pajak dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.” 99
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003
di atas, yang harus dimasukkan dalam APBN bukan hanya semua penerimaan yang
menjadi hak negara, melainkan juga pengeluaran yang menjadi kewajiban negara
dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Berkenaan dengan pengelolaan PNBP
pada Badan Pertanahan Nasional, dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional Pasal 52 dinyatakan “Segala biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional, dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”100
Agar penerimaan negara bukan pajak dapat dikelola dengan mekanisme
APBN, maka hal-hal berkenaan dengan penerimaan negara bukan pajak tersebut
harus mengikuti pola yang ada dalam siklus APBN yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban.
2.2.1 Perencanaan/Penyusunan Anggaran dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
98 Indonesia, Undang-undang Tentang Keuangan Negara, op.cit., Pasal 3 ayat (5).
99 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, PP Nomor 73 Tahun 1999, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor: 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3871), Pasal 3.
100 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pertanahan Nasional, Perpres Nomor 10 Tahun 2006, Pasal 52.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara. Penyusunan Rancangan APBN berpedoman
kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan
bernegara.101
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran tersebut disampaikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBN tahun berikutnya. 102 Rancangan Undang-undang tentang APBN
selanjutnya diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Setelah APBN ditetapkan, Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden.103
Dalam pelaksanaannya, proses penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBN sampai dengan pengajuannya ke DPR dapat diilustrasikan dengan
gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1
RKA-KL dalam Penyusunan RAPBN104
101 Indonesia, Undang-undang tentang Keuangan Negara, op.cit. Pasal 12 ayat (1) dan ayat
(2).
102 Ibid., Pasal 14.
103 Indonesia, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, op.cit., Pasal 14 ayat (2).
104 Direktorat Jenderal Anggaran, “Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011,” http://www.anggaran.go.id/, diunduh 8 Nopember 2010.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Penyusunan RUU APBN diawali dengan penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) oleh seluruh satuan kerja yang
berada di lingkungan masing-masing kementerian negara/lembaga untuk
selanjutnya dikonsolidasikan menjadi dokumen RKA-KL. Dokumen RKA-KL
disusun sesuai dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis
belanja.
Dokumen RKA-KL yang telah ditandatangani oleh menteri/pimpinan
lembaga selanjutnya diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dilakukan
pembahasan antara Komisi terkait di DPR dengan kementerian negara/lembaga.
Apabila terdapat hal-hal yang tidak disetujui oleh DPR, terhadap RKA-KL
dilakukan penyesuaian untuk selanjutnya diajukan kembali kepada DPR. Hasil
pembahasan RKA-KL antara DPR dengan BPN diserahkan kepada Meneteri
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran. Seluruh RKA-KL yang telah dibahas
dengan DPR selanjutnya dijadikan acuan oleh Menteri Keuangan untuk menyusun
Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU
APBN) dan Nota Keuangan untuk diajukan/disampaikan kepada DPR. Proses
penyusunan RKA-KL oleh satuan kerja menjadi RUU APBN dikenal sebagai
bottom up system. RUU APBN yang diajukan oleh Presiden kepada DPR dibahas
bersama antara Pemerintah dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan DPR.
RKA-KL yang telah ditanda-
tangani
KOMISI Terkait (DPR) dengan
K/L
KEMKEU c.q. DJA
• Kesesuaian dengan Pagu Sementara, Prakiraan Maju, dan Standar Biaya;
• Kesesuaian dengan TOR, RAB dan Dokumen Terkait;
• Relevansi pencantuman target kinerja dan komponen input;
RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan, dan Himpunan RKA-KL
DPR
dibahas
ditelaah
Sebagai dasar
pembahasan
disampaikan
Dalam hal RKA-KL hasil pembahasan belum
diterima, RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan dan Himpunan RKA-KL disusun berdasarkan RKA-KL yang
disampaikan oleh Kementerian
Negara/Lembaga.
Hasil 1
2
3
4
5
6
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Dalam hal pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR tidak
mengakibatkan perubahan RKA-KL, maka RKA-KL yang telah disepakati DPR
menjadi dasar penyusunan Satuan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Satuan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dijabarkan lebih lanjut untuk setiap satuan
kerja menjadi Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK).
Dalam hal terjadi perubahan RKA-KL berdasarkan hasil kesepakatan dalam
pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR, Menteri/Pimpinan Lembaga
melakukan penyesuaian RKA-KL. Penyesuaian RKA-KL disampaikan kepada
DPR untuk mendapat persetujuan. Penyesuaian RKA-KL yang telah disetujui DPR
menjadi dasar penyesuaian Satuan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan
penyusunan SAPSK.
RKA-KL yang telah disetujui oleh DPR menjadi dasar penyusunan
Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (RABPP).
Ilustrasi RKA-KL setelah pagu definitif seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.2
RKA-KL setelah Pagu Definitif105
105 Ibid.
Penyesuaian RKA-K/L
RKA-K/L tidak berubah dan
disetujui
Satuan Anggaran K/L SAPSK
Perpres RABPP
RKA-K/L berubah Satuan
Anggaran K/L
SAPSK
DPR
1
3
3 1 2
4
2
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
(RABP) menjadi dasar bagi penyusunan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). DIPA inilah yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran oleh tiap-
tiap satuan kerja.
2.2.2 Pelaksanaan Anggaran
Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah untuk
melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.106 Setiap kementerian
negara/lembaga yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan
perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
Penerimaan kementerian negara/lembaga tersebut harus disetor seluruhnya ke Kas
Negara pada waktunya dan tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan
kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah
disahkan.107
2.2.2.1 Penerimaan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pelunasan kewajiban pembayaran PNBP oleh wajib bayar dapat dilakukan
oleh wajib bayar secara langsung melalui Bank/Pos yang terhubung dengan Modul
Penerimaan Negara (MPN)108 atau melalui bendahara penerimaan. Dalam hal
pembayaran PNBP melalui bendahara penerimaan, maka seluruh Penerimaan
Negara Bukan Pajak wajib setor langsung secepatnya ke Kas Negara.
Pasal 4 UU Nomor 20 Tahun 1997 secara tegas menyatakan “Seluruh
Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
106 Indonesia, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, op.cit., Pasal 3 ayat (1).
107 Indonesia, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, op.cit., Pasal 17 dan Pasal 16 ayat (1).
108 Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara, op.cit., Pasal 1 butir 1.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Negara.” Dalam peraturan-peraturan pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun 1997,
ketentuan ini juga dirumuskan secara tegas. Pasal 2 PP No. 22 Tahun 1997 tentang
Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak menyatakan “Seluruh jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam lampiran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 wajib disetor langsung ke Kas Negara.” 109 Ketentuan ini mewajibkan
Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen untuk menyetor seluruh
penerimaan negara bukan pajak yang dikelolanya ke Kas Negara. 110
Kewajiban menyetor seluruh penerimaan negara bukan pajak ke rekening
Kas Negara termasuk penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari kegiatan
tertentu yang dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga yang
memungutnya/mengelolanya. Dalam Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, PP
Nomor 73 Tahun 1999, Pasal 2 menyatakan “Seluruh Penerimaan Negara Bukan
Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.”111 Demikian juga dengan
Badan Pertanahan Nasional yang dapat menggunakan kembali Penerimaan PNBP
yang dikelolanya, PP Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan
Nasional, Pasal 26 menyatakan “Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Badan Pertanahan Nasional wajib disetor langsung secepatnya ke Kas
Negara.” 112
Penyetoran PNBP ke rekening Kas Negara ini mempunyai arti yang sangat
penting bagi negara maupun wajib bayar. Selain untuk ketertiban penatausahaan
PNBP dalam rangka pengelolaan keuangan negara, penyetoran PNBP ke Kas
Negara berkaitan dengan pengakuan pelunasan kewajiban pembayaran PNBP.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006
109 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak, op.cit., Pasal 2.
110 Ibid., Penjelasan Pasal 2.
111 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 2.
112 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, op.cit., Pasal 26. Ketentuan ini sama dengan ketentuan pada PP Nomor 46 Tahun 2002 yang berlaku sebelumnya, yaitu pada Pasal 24.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara,
diatur sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Setiap transaksi penerimaan negara harus mendapat NTPN. (2) Penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan diakui pada saat masuk ke Rekening Kas Negara dan mendapatkan NTPN.
(3) NTPN dan NTB yang terdapat pada dokumen sumber merupakan pengesahan atas penerimaan negara melalui Bank.
(4) NTPN dan NTP yang terdapat pada dokumen sumber merupakan pengesahan atas penerimaan negara melalui Pos.
(5) NTPN dan NPP merupakan pengesahan atas penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM.
2.2.2.2 Pencairan Dana APBN
Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Untuk kelancaran
pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga kepada Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara
Pengeluaran. Dengan uang persediaan yang dikelolanya, Bendahara Pengeluaran
dapat melakukan pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah.113
Selain itu, pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah juga dapat
dilakukan sebagai pembayaran langsung kepada yang berhak.114 Pembayaran
langsung ini dilakukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) yang
merupakan surat perintah kepada Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara
Umum Negara untuk membayar secara langsung kepada pihak ketiga, tanpa melalui
Bendahara Pengeluaran, atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja
lainnya.115
113 Indonesia, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, op.cit., Pasal 19 ayat (1)
dan Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3).
114 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 11 ayat (1).
115 Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, op.cit., Pasal 1 butir 9.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Mekanisme pencairan dana PNBP dapat diuraikan secara ringkas sebagai
berikut.
a) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk
menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM)116 beserta kelengkapannya
kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
b) KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)117 atas dasar SPM
yang diajukan, bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan.
Sebelum menerbitkan SP2D, KPPN melakukan pengujian SPM yang mencakup
pengujian yang bersifat substansif dan formal. 118 SP2D diterbitkan dalam
rangkap tiga, lembar pertama (asli) SP2D disampaikan kepada Bank
Operasional.
c) Atas dasar SP2D yang diterimanya, Bank Operasional melakukan
pembayaran/pemindahbukuan kepada pihak yang tercantum dalam SP2D,
apakah Bendahara Pengeluaran atau langsung kepada pihak ketiga.
2.2.2.3 Penggunaan Dana APBN
Sebagian dana dari beberapa jenis penerimaan negara bukan pajak dapat
digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis penerimaan negara
116 Surat Perintah Membayar (SPM) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. Ibid., Pasal 1 butir 12.
117 Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. Ibid., Pasal 1 butir 13.
118 Pengujian substantif dilakukan untuk: (a) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM, (b) menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut, (c) menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas), (d) menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran, dan (e) menguji faktur pajak beserta SSP-nya. Pengujian formal dilakukan untuk: (a) mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan, (b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf, serta (c) memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan. Ibid., Pasal 11 dan Pasal 12.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
bukan pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
kegiatan tertentu meliputi kegiatan:119
a. penelitian dan pengembangan teknologi;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan dan pelatihan;
d. penegakan hukum;
e. pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
f. pelestarian sumber daya alam.
Sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut dapat digunakan
untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada Instansi bersangkutan dalam
rangka pembiayaan operasional dana pemeliharaan dan/atau investasi, termasuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia. 120
Penggunaan sebagian dana dari suatu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
tersebut harus tetap memenuhi ketentuan sebagai berikut: 121
a. Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke
Kas Negara.
b. Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam sistem Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Adapun bagian dana penerimaan negara bukan pajak yang dapat digunakan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 122 Bagian dana penerimaan negara bukan pajak
yang dapat digunakan tersebut disediakan dalam suatu dokumen anggaran tahunan
yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi. 123
119 Indonesia, Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, op.cit., Pasal 8
ayat (1) dan ayat (2) jo. Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3).
120 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 8 ayat (1).
121 Indonesia, Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, op.cit., Pasal 8 ayat (2) jo. Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 4 ayat (3).
122 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, op.cit., Pasal 4 ayat (2).
123 Ibid., Pasal 8 ayat (2).
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
Pada akhir tahun anggaran, uang persediaan pada Bendahara Pengeluaran
tidak selalu habis digunakan untuk membiayai kegiatan pada tahun anggaran yang
bersangkutan sehingga terdapat saldo lebih. Dalam hal ini, saldo lebih dari sebagian
dana penerimaan negara bukan pajak, pada akhir tahun anggaran wajib disetor
seluruhnya ke Kas Negara. 124
Demikian juga dengan pembiayaan yang telah disediakan dalam suatu
dokumen anggaran. Pembiayaan yang telah disediakan dalam suatu dokumen
anggaran, namun belum dilaksanakan atau belum diselesaikan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan dapat dicantumkan pada dokumen anggaran tahun
berikutnya melalui revisi anggaran.125
2.2.3 Pertanggungjawaban Anggaran
Dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, Menteri
Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
untuk disampaikan kepada Presiden. Dalam menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat tersebut menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan
dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian
negara/lembaga masing-masing.126
Pengelolaan dana PNBP merupakan bagian dari pelaksaanaan dana APBN
yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban dana PNBP dituangkan
dalam laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
yang setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan.127
124 Ibid., Pasal 9 ayat (1).
125 Ibid., Pasal 9 ayat (2).
126 Indonesia, Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara, op.cit., Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2).
127 Indonesia, Undang-undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Op.cit., Pasal 1 butir 9.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.
1) Laporan Realisasi APBN, yaitu laporan yang menggambarkan antara APBN
dengan realisasinya, mencakup unsur pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
2) Neraca, yaitu laporan yang menggambarkan posisi keuangan pemerintah
pusat/daerah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
3) Laporan Arus Kas, yaitu laporan yang menyajikan informasi mengenai sumber,
penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama periode akuntansi, serta saldo
kas dan setara kas pada akhir periode akuntansi.
4) Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu laporan yang menyajikan informasi
tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang
memadai, antara lain mengenai dasar penyusunan laporan keuangan (cash basic
atau acrual basic), kebijakan akuntansi, kejadian penting lainnya, dan informasi
tambahan yang diperlukan.
Pengaturan dan..., Rifai Yusup, FH UI, 2011.