bab 2 tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
![Page 1: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas Maternal
Obesitas maternal merupakan salah satu keadaan yang paling sering terjadi dalam
praktek obstetric dimana obesitas pada kehamilan biasanya didefinisikan sebagai
Body Mass Index (BMI) 30 kg/m2 atau lebih pada konsultasi antenatal pertama.
(Obesity and Pregnancy Clinical Practice Guideline, 2011)
World Health Organisation mengklasifikasikan obesitas berdasarkan BMI sebagai
berikut. (Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline, 2010)
Tabel 1. Klasifikasi BMI menurut WHO.
Berdasarkan data dari Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada,
proporsi wanita kelebihan berat badan dan obesitas di Kanada meningkat dari 34%
pada tahun 1978 menjadi 40% pada tahun 1992, dan pada tahun 2004 menjadi 53%.
Peningkatan pesat dalam kelebihan berat badan dan obesitas terjadi pada remaja
Kanada, dimana telah meningkat 100% sejak tahun 1978. Meningkatnya jumlah orang
yang obesitas berhubungan dengan meningkatnya waktu yang dihabiskan di depan
televisi dan komputer, gaya hidup yang tidak sehat, dan nutrisi yang buruk. Gaya
hidup yang mengarah ke obesitas memiliki efek langsung pada indikator kesehatan.
Wanita yang kelebihan berat badan atau obesitas secara signifikan lebih mungkin
menderita tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung. (SOGC Clinical
Practice Guideline, 2010)
Obesitas dikaitkan dengan menstruasi yang tidak teratur dengan siklus yang lebih
panjang. Pada pemeriksaan vagina untuk menilai ukuran uterus sangat tidak akurat
![Page 2: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/2.jpg)
pada wanita yang kelebihan berat badan. Pemeriksaan ultrasound transvaginal dan
abdominal sulit dilakukan khususnya untuk mendeteksi kelainan structural pada fetus.
Obesitas maternal meningkatkan berbagai resiko pada kehamilan sehingga
memerlukan pemeriksaan yang lebih intensif. (Angela, 2010)
Komplikasi yang dapat tarjadi pada obesitas maternal dibedakan 4 kategori yakni
pada early pregnancy, late pregnancy, problem in labour, dan postoperative
complication. Pada early pregnancy, obesitas maternal meningkatkan resiko aborsi
spontan dan kematian bayi intrauterus. Selain itu, wanita obesitas memiliki resiko dua
kali lipat untuk melahirkan bayi meninggal daripada wanita dengan berat badan
normal. Resiko hipertensi dan gestational diabetes juga meningkat pada wanita
obesitas selama kehamilan. (Angela, 2010)
Pada late pregnancy, obesitas maternal dikaitkan dengan peningkatan resiko
gangguan hipertensi selama kehamilan, termasuk pre-eklamsia (gestational
proteinuric hypertension), dan peningkatan resiko berbanding lurus dengan tingkat
obesitas. Untuk setiap peningkatan BMI 5-7 kg/m2 terjadi peningkatan resiko pre-
eklamsia menjadi dua kali lipat. Selain itu, juga terjadi peningkatan resiko diabetes
pregestational dan Gestational Diabetes Mellitus (GDM). Pada kehamilan umumnya
terjadi produksi conterregulatory (anti insulin) hormone yang dirangsang oleh
perkembangan placenta dan terjadi peningkatan resisten insulin yang progresif. Akan
tetapi, pada wanita hamil dengan obesitas terjadi peningkatan resisten insulin yang
lebih tinggi dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal. Hal ini
menyebabkan peningkatan kadar lipid pada perkembangan dan pertumbuhan fetus.
GDM menyebabkan berbagai efek merugikan pada ibu dan fetus. Pada ibu dapat
meningkatkan resiko hiperglikemia, melahirkan dengan operasi Cesarean, dan
diabetes di kemudian hari. (Angela, 2010)
Pada wanita hamil dengan obesitas, resiko adanya masalah selama proses melahirkan
dapat terjadi. Proses melahirkan yang normal (melalui vagina) sulit dilakukan pada
pasien dengan obesitas. Secara teori pada wanita hamil dengan obesitas memiliki
dysfunctional labor, dimana tingkat dilatasi servik pada persalinan normal menurun
akibat dari BMI pasien yang meningkat. Sehingga pasien diharapkan melahirkan
secara Cesarean. Selain itu, masalah yang terjadi pada saat operasi dimana waktu
![Page 3: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/3.jpg)
yang dibutuhkan lebih lama dari waktu operasi Cesarean yang normal. Adanya
peningkatan angka insiden fetal macrosomia (berat badan waktu lahir >4kg) pada
wanita obesitas. Jika dilakukan proses melahirkan secara vaginal, timbul resiko
trauma pada bayi dan ibu. Dimana pada ibu, terdapat resiko terjadi kerobekan derajat
tiga (third degree tear). Dan pada bayi memiliki resiko trauma antara lain brachial
plexus injuries, dan peningkatan resiko dystocia bahu. Peningkatan BMI pasien pada
trimester pertama dan peningkatan BMI yang cukup tinggi selama kehamilan
dikaitkan dengan penurunan persalinan spontan pada kehamilan aterm, peningkatan
resiko post-term pregnancy, dan komplikasi intrapartum. (Angela, 2010)
Komplikasi yang terjadi pada fase postoperative antara lain terjadi peningkatan resiko
infeksi dan kejadian tromboemboli. Selain itu, terdapat resiko komplikasi anestesi
antara lain, intubasi yang gagal pada anestesi umum endotrakeal. Akhirnya obesitas
selalu dikaitkan dengan meningkatnya angka kematian ibu dari sejumlah penyebab
yang berbeda, dimana didapatkan angka kematian maternal sebesar 35% dari
penyebab langsung maupun tidak langsung yang memiliki BMI >30. (Angela, 2010)
SOGC dan Canadian Society for Exersice Physiology merekomendasikan semua
wanita melakukan latihan fisik secara teratur empat kali seminggu selama kehamilan
mereka. Konseling gizi dan catatan diet dapat membantu dalam membimbing wanita
kelebihan berat badan dan obesitas untuk memperoleh kenaikan berat badan yang
adekuat selama kehamilan. Idealnya harus ditawarkan sebelum kehamilan sehingga
status kesehatan dapat dioptimalkan sebelum konsepsi. (SOGC Clinical Practice
Guideline, 2010)
2.2 Diabetes Gestational
Gestational diabetes didefinisikan sebagai suatu intolerasi glukosa yang terjadi atau
pertama kali ditemukan pada saat kehamilan. Definisi ini berlaku tidak memandang
apakah diabetes mellitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet saja, atau pada
pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih menetap. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2009)
Secara garis besar diabetes mellitus pada kehailan dapat dibagi menjadi 2 bagian 1)
Diabetes Mellitus Hamil (DMH) merupakan diabetes yang memang telah diketahui
![Page 4: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/4.jpg)
sebelum terjadinya kehamilan, 2) Diabetes Gestational (DMG) merpakan keadaan
intoleransi glukosa yang terjadi pasa saat kehamilan berlangsung. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2009)
Pregnancy merupakan kondisi diabetogenik yang dikarakteristikkan dengan adanya
insulin resisten dan terjadinya kompensasi yaitu peningkatan respon sel B pankreas
dan terjadi hiperinsulinemia. Insulin resisten biasanya timbul pada trimester kedua.
Dan sensitivitas insulin dilaporkan mengalami penurunan 80%. Placenta secretion
hormone seperti progesterone, cortisol, placenta lactogen, prolactin, dan growth
hormone mempunyai kontribusi besar dalam timbulnya resistensi insulin pada
kehamilan. Resistensi insulin terjadi pada kehamilan berguna untuk memastikan fetus
mendapatkan suplay glukosa yang adekuat. (Tracy, 2005)
Namun beberapa para ahli juga mengatakan resistensi insulin yang ditandai dengan
kegagalan sel B pankreas juga sapat disebabkan oleh: 1) autoimun 2) kelainan genetik
3) resistensi insulin kronik. Beberapa studi mengatakan wanita dengan DMG
memiliki kemungkinan terjadi gangguan kompensasi produk insulin oleh sel B
sebesar 67% dibandingkan dengan keadaan yang normal; terjadi antibody sel islet 1,6-
3,8%; dan sekitar 5% dari populasi DMG memiliki gangguan sel B langerhan akibat
defek pada sel B seperti glukokinase. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Apabila dihubungkan dengan peningkatan kadar lemak visceral atau obesitas maternal
dengan terjadinya resistensi insulin yang terjadi pada penderita GDM umumnya
dapat dijelaskan dengan kadar substansi adiponektin yang merupakan substansi yang
dihasilkan oleh adiposit. Peningkatan kadar visceral fat pada wanita hamil dikatakan
dapat menurunkan kadar adiponektin, dimana hipoadipoktinemia dapat menurunkan
fungsi dari sel B langerhans dan mencetus resistensi insulin. (Nikalaos, 2012)
Selain adiponekin, beberapa subtansi lain dari adiposit juga mempengaruhi insulin
seperti a) leptin, substansi ini membantu utilisasi glukosa, meningkatkan sintesis
insulin, dan meningkatkan mobilisasi maternal fat agar mudah mengakses lipid fetus,
pada saat kehamilan kadar leptin masih diperdebatkan beberapa dikatakan meningkat
pada awal kehamilan dan berangsur-angsur menurun saat kelahiran dan ada juga
beberapa data menyebutkan terjadi penurunan sehingga berhubungan dengan
![Page 5: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/5.jpg)
resistensi insulin b) RBP- 4 (retinol binding protein-4), kadar RBP-4 pada saat
kehamilan pada beberapa penelitian dapat menyebabkan peningkatan resistensi
insulin atau juga dikatakan pada saat terjadi insulin resisten terdapat peningkatan
kadar RBP-4. Kadar RBP-4 pada saat kehamilan terjadi peningkatan pada saat awal
kehamilan dan pada saat akhir dari kehamilan. c) resistin, kadar resistin pada
kehamilan meningkat. pada peningkatan kadar resistin dikatakan dapat menurunkan
kadar insulin yang tinggi, dan ada beberapa peneliti mengatakan pada keadaan insulin
yang rendah terdapat kadar resistin yang tinggi. Kadar resistin juga diduga dapat
mengganggu intoleransi glukosa., d) visfatin, pada kehamilan kadar visfatin
mengalami peningkatan pada minggu 19-26, dan mengalami penurunan terendah pada
minggu ke 27-34 minggu. Kadar visfatin dapat menginduce proinflamasi. Bila terjadi
inflamasi secara kronis dapat berkontribusi menjadi pregnansi induce insulin
resistance. (Nikalaos, 2012)
Struktur molekuler yang utama adalah adiponektin (244-amino-acid polipeptida)
yang dihasilkan oleh adipose tissue, peningakatan kadar adipose menurunkan kadar
adiponektin; leptin (167-amino-acid protein); resistin (180-amino-acid polipeptida);
RBP-4 (183-amino-acid polipeptida) menurunkan sensitivitas insulin; visfatin (491-
amino-acid)
Dalam menegakkan diagnosis pasien dengan DMG terdapat beberapa kriteria 1)
kriteria amerika diabetes asosiation, 2) kriteria DMG berdasarkan WHO. Berbeda
dengan diabetes mellitus yang sudah memiliki keanekaragaman kriteria diagnosis,
Diabetes Melitus Gestational sampai saat ini masih belum memiliki kesepakatan
untuk memilih kriteria diagnosis mana yang akan digunakan. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2009)
American Diabetes Association menggunakan skrining DMG melalui pemeriksaan
glukosa darah dua tahap. a) Skrining pada tahap yang pertama adalah tes tantangan
glukosa. Pada tes tantangan glukosa ini, para wanita hamil diperintahkan untuk
meminum glukosa sebanyak 50 gram dan 1 jam kemudian contoh darah pasien
diambil. Hasil glukosa darah (umumnya contoh darah adalah plasma vena) >140
mg/dl disebut dengan tes tantangan positif. b) skrininng pada tahap 2 disebut tes
toleransi glukosa oral. Untuk tes ini American Diabetes Association mengusulkan
![Page 6: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/6.jpg)
melakukan 2 jenis tes yaitu tes toleransi glukosa oral tiga jam dan tes toleransi
glukosa oral 2 jam. Perbedaan utama kedua tes tersebut adalah jumlah dari beban
glukosa, pada tes toleransi glukosa oral tiga jam menggunakan beban 100 gram
sedangkan pada 2 jam hanya 75 gram. Penilaian pada kedua jenis tes ini untuk
mengetahui pasien DMG ataukah tidak dapat dilihat apabila ditemukan perbedaan
dua atau lebih angka yang abnormal. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
WHO dalam buku Classification of Diabetes Mellitus tahun 1999 menganjurkan
untuk diagnosis DMG harus dilakukan tes toleransi glukosa oral dengan beban
glukosa 75 gram. Kriteria diagnosis ini disamakan dengan kriteria diagnosis non
pregnant yaitu puasa >126 mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl, dengan
tambahan mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu didiagnosis sebagai
DMG atau diabetes gestational. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Skrining merupakan deteksi dini yang wajib dilakukan pada beberapa wanita hamil,
terutama pada wanita hamil yang beresiko tinggi terjangkit diabetes mellitus
gestational. Faktor resiko diabetes mellitus gestational terdiri dari 2 hal secara garis
besar yaitu faktor resiko obsteri dan beberapa riwayat umum. Dari faktor resiko
obsteri adalah a) riwayat keguguran bayi, b) riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa
sebab yang jelas, c) riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, d) riwayat
melahirkan bayi >4000 gram, e) polihidramnion, f) riwayat pre-eklamsia. Dan resiko
yang dilihat berdasarkan riwayat pasien terdiri dari a) usia saat hamil >30 tahun, b)
riwayat DM dalam keluarga, c) riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya, d) infeksi
saluran kemih berulang saat hamil. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Untuk wanita hamil yang memiliki resiko tinggi terjangkit DMG dapat dilakukan
skrining langsung pada saat awal kehamilan diketahui tanpa memandang berapa umur
kehamilan. Apabila pada pemeriksaan awal pasien normal, dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ulang pada masa kehamilan 24-28 minggu. (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 2009)
Di Indonesia untuk meningkatkan diagnosis lebih baik, Perkeni melakukan penapisan
atau skrining pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama dan dilakukan
pengulangan 26-28 minggu apabila ditemukan hasil yang negatif. Perkeni juga
![Page 7: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/7.jpg)
memodifikasi kriteria WHO dengan menganjurkan pemeriksaan TTGO menggunakan
75 gram glukosa dan penegakan diagnosis cukup melihat hasil pemeriksaan 2 jam
post prandial, dimana ditetapkan juga beberapa persiapan yang dilakukan untuk tes
TTGO yaitu: 1) tiga hari sebelum pemeriksaan dilakukan tanpa puasa, 2)
pemberlakuan puasa cukup dilakukan 8 jam sebelum dilakukan pemeriksaan, dimana
minuman tanpa gula masih diperbolehkan, 3) diberikan glukosa 75 gram yang
dilarutkan pada 250 ml air minum dan diminum dalam waktu 5 menit, 4) puasa
dilakukan kembali sampai pemeriksaan sampel 2 jam pasca pemberian glukosa oral
75 gram sebelumnya, 5) pemeriksaan dilakukan, 6) selama proses pemeriksaan pasien
yang diperiksa tetap beristirahat tanpa merokok. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2009)
Hasil pemeriksaan TTGO dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1) glukosa darah 2 jam PP,
140 mg/dl (normal), 2) glukosa darah 2 jam PP antara 140 sampai 200 (TGT), 3)
glukosa darah >200 mg/dl (DM). Pada hasil tersebut apabila keadaan pasien pada
TGT akan dikelola sebagai pasien DMG. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Dalam penatalaksanaan DMG pada awal harus dimulai dengan terapi nutrisi. Secara
umum, pada trimester awal tidak diperlukan asupan kalori. Sedangkan pada ibu hamil
dengan berat badan normal perlu mendapat tambahan 300 kcal pada trimester kedua
dan ketiga. Namun secara teoritis penambahan kalori pada wanita DMG adalah 30
kcal/berat badan saat hamil, kecuali pada obesitas dengan indek masa tubuh >30
kg/m2 pembatasan kalori harus dilakukan, jumlah kalori hanya 25 kg/m2 dapat
diberikan (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009). Saat melakukan pembatasan
nutrisi, harus di evaluasi agar tidak menyebabkan ketonemia, yang beresiko dengan
penurunan IQ janin, dan kelainan psikomotor janin. (Tracy, 2005)
Aktifitas fisik pada pasien DMG masih kontroversial, namun para ahli menyarankan
untuk meningkatkan aktivitas fisik pasien ini dengan syarat pasien agar meraba perut
pada saat melakukan aktivitas agar dapat mendeteksi kontraksi subklinis, apabila
keadaan ini ditemukan diharapkan untuk menghentikan segera aktivitasnya tersebut.
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
![Page 8: Bab 2 Tinjauan Pustaka](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082413/55cf9a4d550346d033a12926/html5/thumbnails/8.jpg)
Apabila sasaran gula darah belum dicapai pada pasien DMG, pemberian insulin dapat
disarankan untuk dimulai. Penggunaan insulin yang dianjurkan adalah insulin human.
Untuk insulin analog masih belum disarankan oleh karena terdapat perbedaan struktur
dengan insulin human, dengan perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan afinitas
pada insulin analog dan insulin human terhadap reseptor insulin dan receptor IGF-I
dan dapat mengganggu janin atau kehamilan yang berhubungan dengan HPL yang
bekerja pada IGF-I. Pemberian insulin lispro dikatakan dapat memperbaiki profil
glikemia pasien dengan DMG. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)