bab 4 akpri
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangBeberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting
untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya orang yang
sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi terdapat suatu
kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih
subtansial. Perspektif perilaku menurut pandangan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga
membuat sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para
manajer/pimpinan dan karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada
puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai
yang ada. Tetapi, pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas
akuntansi secara radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati
beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada
organisasi.
Manusia dan faktor sosial diikut sertakan secara jelas dalam aspek-aspek operasional
utama dari seluruh sistem akuntansi, karena para akuntan membuat asumsi mengenai
bagaimana mereka termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan
informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan
manusia dan mempengaruhi organisasi.
Dalam organisasi, semua anggota mempunyai peran yang harus dimainkan dalam
mencapai tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi tanggung
jawab dan rasa tanggung jawab anggota terhadap pencapaian tujuan. Rasa tanggung jawab
tersebut pada sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan tertentu. Dalam
organisasi, masing-masing mempunyai tujuan dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut. Keselarasan tersebut akan dapat lebih diwujudkan manakala individu
memahami dan patuh pada ketetapan-ketetapan yang ada di dalam anggaran.
Akuntansi keperilakuan berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti
mengumpulkan, mengukur, mencatat dan melaporkan informasi keuangan. Dengan demikian,
dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, konstruksi,
serta penggunaan suatu system informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi keperilakuan,
dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi,
mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalam suatu organisasi. Stainer juga
menjelaskan secara singkat mengenai definisi keperilakuan, yaitu sebagai suatu riset ilmiah
yang berhadapan secara langsung dengan perilaku manusia. Definisi ini menangkap
permasalahan inti dari ilmu keperilakuan, yaitu riset ilmiah dan perilaku manusia.
Persamaan dan perbedaan ilmu keperilakuan dan akuntansi keperilakuan mempunyai
kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi keperilakuan
menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Ilmu keperilakuan
merupakan bagian dari ilmu social, sedangkan akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari
ilmu akuntansi dan pengetahuan keperilakuan. Namun ilmu keperilakuan dan akuntansi
keperilakuan sama-sama menggunakan prinsip sosiologi dan psikologi untuk menilai dan
memecahkan permasalahan organisasi. Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan
hubungan antara perilaku manusia dan system akuntansi, mencerminkan dimensi social dan
budaya manusia dalam suatu organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sikap ?
2. Apasaja teori-teori terkait dengan sikap?
3. Apa yang dimaksud dengan teori kontemporer motivasi?
4. Apa yang dimaksud dengan persepsi?
5. Apa yang dimaksud dengan nilai?
6. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran?
7. Apa yang dimaksud dengan kepribadian?
8. Apa yang dimaksud dengan emosi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sikap
2. Untuk mengetahui teori-teori terkait dengan sikap
3. Untuk mengetahui teori kontemporer motivasi
4. Untuk mengetahui pengertian dari persepsi
5. Untuk mengetahui pengertian dari nilai
6. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran
7. Untuk mengetahui pengertian dari kepribadian
8. Untuk mengetahui pengertian dari emosi
BAB II
PEMBAHASAN
A. SikapSikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan,
baik yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia, objek,
gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua
objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi
keduanya saling berhubungan. Ketiga komponen sikap: pengertian (cognition),
pengaruh(affect), dan perilaku(behavior). Susunan sikap yang dipandang berdasarkan
ketiga komponen tersebut membantu untuk memahami kerumitan sikap dan hubungan
potensial antara sikap dan perilaku. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman
pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang
mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat
membantu konsistensi perilaku. Para akuntan perilaku harus memahami sikap dalam
rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Terdapat banyak cara bagi para
akuntan perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan riset-riset dalam bidang ini.
Komponen Sikap
Dalam organisasi, sikap adalah penting karena sikap perilaku kerja. Sikap
disusun oleh komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri
atas gagasan, persepsi, dan kepercayaan seseorang mengenai penolakan sikap.
Informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai penolakan sikap terhadap
stereotip atau generalisasi, baik yang akurat maupun yang tidak akurat, telah
menciptakan satu kekuatan. Misal, komponen-komponen dari teori sikap yang
menolak komputerisasi dapat mengatakan bahwa ”bisnis perusahaan tidaklah
cukup besar untuk mengambil keuntungan atas komputerisasi. Komponen
emosional atau afektif mengacu pada perasaan seseorang yang mengarah pada
objek sikap. Komponen perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan
bereaksi terhadap objek/sikap.
Fungsi Sikap
Sikap memiliki empat fungsi utama: pemahaman,kebutuhan akan kepuasan,
defensif ego, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi
untuk membantu seseorang dalam memberikan maksud atau memahami situasi
atau peristiwa baru. Sikap mengizinkan seseorang untuk menilai suatu situasi
baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan
mengenai situasi tersebut. Sikap juga melayani suatu hal yang bermanfaat atau
fungsi kebutuhan yang memuaskan. Misal, manusia cenderung untuk
membentuk sikap positif terhadap objek dalam menemukan sikap negatif.
Sikap juga melayani fungsi defensif ego dengan melakukan pengembangan
atau pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang
berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau dunianya.
Sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan
melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
Sikap dan Konsistensi
Orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara
sikap dan perilakunya. Ini berarti bahwa individu-individu berusaha untuk
menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap
dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional dan konsisten.
Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengemablikan individu itu ke
keadaan seimbang terus digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi
konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun
perilaku atau dengan mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai
penyimpangan tersebut.
Formasi Sikap dan Perubahan
Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada
suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada
substitusi sikap baru untuk seseorang yang telah ditangani sebelumnya. Sikap
dibentuk berdasarkan karakter faktor psikologis, pribadi dan sosial. Hal pokok
yang paling fundamental mengenai cara sikap dibentuk sepenuhnya
berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap suatu objek, yaitu
pengalaman yang menyenangka maupun tidak, traumatis, frekuensi kejadian,
dan pengembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup baru.
B. Beberapa Teori Terkait dengan Sikap
Teori Perubahan Sikap
Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan
yang paling efektif. Sikap, mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan
dan keadaan.
Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan mengenai
bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil
perubahan dalam memercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan bahwa
manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika mau
memahami struktur yang menyangkut sikap orang laindan membuat
pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang
mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk menyebabkan suatu perubahan
utama di dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan
menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi
bertentangan yang masing-masing didiukung oleh komunikator. Jika
komunikator memposisikan terlalu jauh dari jangka internal , hasil yang
dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi
semakin dekat dengan jangka internal, maka asimilasi dapat dihasilkan karena
subjek tidak mempersepsikan komunikasi persuasif tersebut sebagai ancaman
yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan mengevaluasi pesan itu secara
positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.
Konsistensi dan Teori Perselisihan
Konsistensi dan teori perselisihan memandang perubahan sikap sebagai hal
yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang
dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka,
sehingga mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan
mengubah sikap maupun perilakunya ke arah yang lebih baik. Teori
konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam
ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori
perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini menganggap
bahwa perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau
menghapuskan perselisihan, karena perselisihan secara psikologis merupakan
hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara untuk
menghindari itu.
Teori Disonansi Kognitif
Leon Festinger pada tahun 1950-an mengemukakan teori Disonansi Kognitif.
Teori ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam
hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada
setiap inkonsistensi yang dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua atau lebih
sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan
bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya
unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini
dimiliki oleh individu terhadap unsur-unsur itu, dan ganjaran yang mungkin
terlibat dalam disonansi. Teori ini dapat membantu kecenderungan untuk
mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.
Teori Persepsi Diri
Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang mengembangkan sikap
berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku
mereka sendiri. Teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan
perilaku, tetapi sikap itu dibentuk setelah perilaku terjadi guna menawarkan
sikap yang konsisten dengan perilaku. Sikap hanya akan berubah setelah
perilaku berubah. Teori fungsional terhadap perubahan sikap mempercayai
bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap
manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan
berdasarkan pada kebutuhannya.
C. MOTIVASI
Teori Motivasi dan Aplikasinya
Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh adanya
motivasi. Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong (memotivasi)
seseorang untuk berbuat sesuatu.
Teori Motivasi Awal
Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an. Ketiga teori
ini adalah teori hierarki kebutuhan,teori X dan Y, dan teori motivasi higiene.
Teori-teori ini bersifat awal karena:
1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer
berkembang, dan
2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk
menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.
Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Moslow menjelaskan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa
masing-masing individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat
mempengaruhi perilaku mereka. Teori kebutuhan ini pada praktiknya
merupakan bagian-bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan
didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan lain jika tidak dijumpai. Secara
psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan
sisik, seperti makan, minum, perlindungan, dan sebagainya, yang disebut
sebagai kebutuhan dasar utama.
Hierarki kebutuhan manusia oleh Moslow :
Kebutuhan fisiologis (physiologis needs ), yaitu kebutuhan fisik , seperti
rasa lapar, rasa haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian, dan lain
sebagainya.
Kebutuhan akan keamanan (safety needs ), yaitu akan kebutuhan
keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan atau
pemecatan.
Kebutuhan sosial (social needs ), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan dalam menjalin hubunnga dengan orang lain, kebutuhan akan
kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa
kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs ), yaitu kebutuhan akan status
atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs ), yaitu kebutuhan
pemenuhan diri untuk mempergunakan potensi ekspresi diri dan
melakukan apa yang paling sesuai dengan dirinya.
Teori X dan Teori Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor. Pandanganya mengenai
manusia menyimpulkan bahwa manusia memiliki dasar negatif yang diberi
tanda sebagaai teori X, dan yang lain positif , yang ditandai dengan teori Y.
Setelah memandang memandang cara manager menangani karyawan,
McGroger menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer mengenai kadrat
manusia didasarkan pada suatu pengelompokkan pengendaian-pengandaian
tertentu dan manajer cenderung membentuk perilaku terhadap bawahanya
menurut pengandaian-pengandaian,.
Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990.
Teori McClelland mempunyai suatu faktor hierarki yang memotivasi perilaku.
Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi. Riset
yang dilakukan oleh McClellandmembri hasil bahwa terdapat tiga
karakreristik dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu :
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas
suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri daripada
dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka
lebih suka memilih orang yang kompeten disbanding sahabatnya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan
tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang
kuat untuk memperoleh umpan balik (feed back ) atau tanggapan atas
pelaksanaan tugasnya.
Teori Dua Faktor
Pada pertengehan tahun 1960-an Herzberg mengajukan suatu teori motivasi
yang di bagi kedalam beberapa faktor. Asumsi terpenting dari bentuk teori
Herzberg adalah factor yang mempunyai pengaruh positif dalam motivasi dan
menjadi bahan perbedaan yang menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif.
Faktor-faktor ini meliputi : kebijakan perusahaan , kondisi pekerjaan,
hubungan perseorangan, keamanan kerja dan gaji. Faktor motivasi meliputi :
prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200
responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat
dua hal yang terkait dengan kepuasan dan motivasi. Kedua faktor tersebut
meliputi :
1. Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik
Yang apabila tidak ada menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara
para karyawan. Kondisi ini disebut dengan faktor penyebab ketidakpuasan
atau faktor higiene, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal
dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak terjadi.
2. Sejumlah kondisi kerja instrinsik
Yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan
prestasi ketja yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada,
maka hal tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan, yang disebut dengan
istilah faktor pemuas.
D. TEORI KONTEMPORER MOTIVASI
Teori Keadilan
Teori keadilan pertama kali dipublikasikan oleh Adam pada tahun1963. Dalam
teori keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang individu adalah jika orang tersebut membandingkannya dengan
lingkungan lainnya. Teori keadilan secara umum merupakan bentuk dasar dari
konsep hubungan pertukaran sosial. Para individu mempertimbangkan input
dan output menjadi suatu nilai yang tidak sebanding.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran
motivasi yang merugikan satu sama lain. Teori ini menggambarkan kenyataan
bahwa pembayaran-pembayaran relatif tidak mutlak menjadi perhitungan yang
mempunyai pengaruh kuat.
Teori ERG
Teori ERG (existence, relatedness, growth ) menganggap bahwa kebutuhan
akan manusia memilki tiga hierarki kebutuahan, yaitu kebutuhan akan
eksistensi ( existence needs), kebutuhan akan keterikatan (relatedness needs)
dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs ). Teori ERG mengandung
suatu dimensi frustasi-regresi.
Teori ERG berargumen, bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan
menghantar ke hasrat untuk memnuhi kebutuhandengan tingkatan yang lebih
tinggi. Tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator dan
halangan sekaligus, di mana dalam mencoba untuk memuaskan kebutuhan
tingkat lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap pemuasan akan kebutuhan
dengan tingkat yang lebih rendah. Secara keseluruhan teori ERG menyatakan
suatu versi yang lebih valid dibandingkan dengan hierarki kebutuhan.
Teori Harapan
Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward
Tolman. Teori harapan disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis. Ide
dasar teori ini adalah bahwa motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan
akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel-variabel
kunci dalam teori harapan adalah: usaha (effort), hasil (income),harapan
(expectancy), instrumen-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara
hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua,hubungan antara prestasi dan
imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kader
kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.
Teori Penguatan
Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu :
1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah
yang dapat diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal
produksi, dan sebagainya.
2. Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan
dengan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari
perilaku yang ditimbulkan. Suatu kondisi kerja tertentu dibentuk oleh
organisasi (stimulus), kemudian karyawan bertindak sebagaimana
diinginkan oleh organisasi (tanggapan), selanjutnya organisasi memberikan
imbalan yang sesuai dengan tindakan atau perilaku karyawan tersebut
(konsekuensi dari perilaku).
3. Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan
(misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka
semakin besar pengaruhya terhadap perilaku.
Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Loceke(1986) konsep dasar dari teori ini
adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya. Tujuan yang sulit
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang
mudah. Demikian pula halnya tujuan yang spesifik dan menantang akan
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang
bersifat abstrak.
Teori Atribusi
Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan
suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh
Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
kombinasi antara kekuatan internal(internal forces), yaitu faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan
kekuatan eksternal (eksternal forces), yaitu factor-faktor yang berasal dari luar
seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Teori ini diterapkan
dengan menggunakan variable tempat pengendalian :
Tempat pengendalian internal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara personal
mempengaruhi kinerja serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian, dan
usahanya.
Tempat pengendalian eksternal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh
factor-faktor di luar kendalinya.
Teori Agensi
Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi
ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkunngan. Teori ini secara
umum mengasumsikan bahwa principal bersikap netral terdadap risiko
sementara agen bersikap menolak usaha dan risiko.
Pendekatan Dyadic
Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan (superior)
dan bawahan (subordinate), yang berperan dalam [proses evaluasi kinerja.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau
menyatakan bahwa pendekatan ini tepat untuk menganalisis hubungan antara
atasan dan bawahan karena mencerminkan proses yang menghubungkan
keduanya.
E. PersepsiPersepsi adalah Bagaimana orang-orang melihat atau menginterprestasikan peristiwa,
objek, serta manusia. Definisi persepsi yang formal adalah proses dengan mana
seseorang memilih, berusaha, dan menginterprestasikan rangsangan ke dalan suatu
gambaran yang terpadu dan penuh arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia Persepsi
adalah sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Sedang dalam lingkup yang lebih luas
Persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan sebelumnya dalam
memperoleh dan menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan oleh panca indra.
Persepsi memberikan makna pada stimuli. Persepsi juga merupakan pengalaman
tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun
persepsi merupakan pertemuan antara kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak
melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran,
ingatan, pikiran, dan bahasa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi :
Faktor Dalam Situasi
Yang terdiri dari waktu, keadan (tempat kerja), keadan social.
Faktor Pada Pemersepsian
Yang terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.
Faktor Pada Target
Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan.
Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu
Rangsangan Fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti
pegelihatan dan sentuhan. Sedang Kecenderungan Individu meliputi alas an,
kebutuhan, sikap, pelajaran dari masa lalu dan harapan. Perbedaan persepsi
antar orang-orang disebabkan karena perasaan individu yang menerimanya
berbeda fungsi dan hal ini terutama disebabkanoleh kecenderungan perbedaan.
Empat factor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah
kekerabatan, perasaan, arti penting dan emosi.
Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan
Perilaku para akuntan dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap
banyak aktifitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kinerja, cara penilaian
atas seseorang mungkin dipengaruhi oleh ketelitian persepsi penyeia.
Kesalahan atau bias penilaian mungkin diakibatkan oleh sandiwara yang
mencoba untuk menakut-nakuti sehingga karyawan mrasa tidak puas dan
meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu para penyelia perlu mengenali
perasaan mereka terhadap bawahannya. Bawahan tertentu dapat mempengaruh
evaluasi mereka, dan harus waspada terhadap sumber penyimpangan persepsi
ini. Kesalahan persepsi dapat juga mendorong kearah ketegangan hubungan
antar pribadi karyawan. Ketika sesuatu dilihat sebagai sesuatu yang
menegangkan seorang penyelia perlu menentukan penyebab terjadinya
peristiwa bisnis yang dipandang berbeda oleh orang-orang yang berbeda.
Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Dalam bahasan mengenai persepsi orang dalam membuat penilaian terhadap
orang lain, hal ini akan dikaitkan dengan teori atribusi. Teori atribusi
merupakan dari penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara
berlainan,bergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu prilaku
tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang
mengamati prilaku seorang individu, orang tersebut berusaha menentukan
apakah prilaku itu disebabkan oleh factor internal atau eksternal, tetapi
penentan tersebut sebagian besarbergantung pada tiga factor berikut:
1. Kekususan (ketersendirian) merujuk pada apakah seorang individu
memperlihatkan prilaku-prilaku yang berlainan dalam situasi yang
berlainan.
2. Konsesus yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang
serupa bereaksi dengan cara yang sama. Contoh perilaku karyawan yang
terlambat akan memenuhi criteria ini jika semua karyawan yang
mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga terlambat.
3. Konsistensi. Disini dicari konsistensi dari tindakan seseorang apakah orang
tersebut memberikan reaksi yang sama dari waktu kewaktu.Contoh
Apabila seorang karyawan datang terlambat beberapa menit saja tidak
dipersepsikan dengan cara yang sama oleh karyawan yang baginya
keterlambatan itu kasus yang luabiasa (karena tidak pernah terlambat).
F. Nilai Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau keadaan akhir
dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan
dengan suatu modus perilaku atau keadaan akhir yang berlawanaan. Nilai
mengandung suatu unsur pertimbangan dalam pengertian bahwa nilai mengemban
gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.
Arti Penting Nilai
Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan penting karena
nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena nilai
memengaruhi sikap manusia. Seseorang memasuki organisasi dengan gagasan
yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan apa yang
tidak seharusnya. Gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas dari nilai.
Sebaliknya, gagasan ini mengandung penafsiran benar dan salah. Gagasan itu
menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai
ketimbang yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh tujuan dan rasionalitas.
Nilai dan Dilema Etika
Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi masalah
kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini
seharusnya menjadi pelajaran bagi para akuntan untuk lebih berbenah diri,
memperkuat kedisiplinan mengatur dirinya dengan benar, serta menjalin
hubungan yang lebih baik dengan para klien atau masyarakat luas. Misal:
skandal Enron yang melibatkan Arthur Anderson, serta skndal Worldcom,
Merck, dan Xerox, profesi akuntan menjadi gempar. Ihksan menambahkan
cara yang lebih baik dan ideal dalan mengatasi dilema ini adalah dengan
mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang ada selanjutnya
memberikan reaksi terhadap apa yng menjadi kekawatiran di dalamnya.
Kesempatan dapat dilhat sebagai suatu standar etika yang diharapkan, di mana
dapat dilihat setiap perubahan perilaku di dalam organisasi profesi itu sendiri
serta setiap perubahan perilaku yang diharapkan dari yang lainnya. Adalah
jauh lebih baik jika organisasi profesi dapat menempatkannya secara
berdampingan dan simbang guna mendeteksi standar perilaku yang melanggar
kepercayaan. Organisasi profesi sendiri perlu sedikit kesabaran dalam
membuat standar profesi yang berkualitas dalam semua aspek dan memberikan
tindakan tegas terhadap anggota profesi yang membawa keburukan bagi
profesi itu atau mereka yang tidak melakukan kewajiban sebagai anggota.
G. PembelajaranPembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. pembelajaran terjadi
sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangaan dalam merespon situasi.
Kombinasi dari motivasi, pengalaman dan pengulangan dalam merespons situasi ini
terjadi dalam tiga bentuk: pengaruh keadaan klasik, pengaruh keadaan operant, dan
pembelajaran sosial.
Pengondisian Keadaan Klasik
Dapat diringkaskan bahwa pengondisian klasik pada hakikatnya merupakan
proses pembelajaran suatu respons dan suatu rangsangan yang tidak terkondisi.
Dengan menggunakan rangsangan yang berpasangan, yang satu memaksa
yang lain netral, rangsangan yang netral menjadi suatu rangsangan terkondisi
yang kemudian meneruskan sifat-sifat dari rangsangan tidak terkondisi.
Pengondisian klasik bersifat pasif. Sesuatu terjadi dan orang harus bereaksi
dengan cara yang khusus. Hal itu dihasilkan sebagai respons terhadap
peristiwa khusus yang dapat dikenali. Tetapi, kebanyakan perilaku, terutama
perilaku rumit dari individu-invdividu dalam organisasi dipancarkan bukan
secara refleks. Missal saja, para karyawan memilih untuk sampai di tempat
kerja pada waktunya, meminta atasan membantu ketika ada masalah, atau
membuang waktu bila tidak ada orang yang mengamati.
Pengondisian Operant
Pengondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi
dari konsekuensi-konsekuensi. Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat
sukarela atau perilaku yang dipelajari sebagai kontras terhadap perilaku
semacam itu, yang dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya pungutan yang
ditrimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut.
Pembelajaran Sosial
Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada
orang lain, dengan diberitahu maupun dengan mengalami secara langsung.
Jadi, banyak dari apa yang telah dipelajari manusia berasal dari observasi atas
karakteristik-karakteristik orang tua, guru, teman sekerja, atasan, dan
seterusnya. Pandangan bahwa manusia dapat belajar baik lewat pengamatan
maupun pengalaman langsung ini disebut sebagai teori pembelajaran social.
Walaupun teori pembelajaran sosial merupakan suatu perpanjangan dari
pengondisian operant, di mana teori tersebut mengandalkan perilaku sebagai
suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi, teori itu juga mengakui eksistensi
pembelajaran observasional(lewat pengamatan) dan pentingya persepsi dalam
belajar.
H. KepribadianKepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya.
Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat
konsisten dan kronsi. Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya
adalah penting karena memungkinkan untuk memprediksikan perilaku. Para akuntan
perilaku dapat menghadapi efektivitas orang-orang jika mereka memahami bagaimana
kepribadian dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut dapat diubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan
perilaku. Pengujian terhadap perilaku ditentukan oleh banyaknya efektivitas dalam
tekanan pekerjaan, siapa yang akan menanggapi kritikan dengan baik, siapa yng
pertama harus dipuji dahulu sebelum berbicara mengenai perilaku tidak diinginkan,
siapa yang menjadi seorang pemimpin potensial. Semuanya itu merupakan bentuk-
bentuk pemahamaan atau kepribadian.
Penentu Kepribadian
Suatu argumen dini dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian
seseorang merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian
tampaknya merupakan hasil dari kedua pengaruh tersebut. Selain itu, dewasa
ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor situasi. Kepribadian seorang dewasa
umumnya dinggap terbentuk dari faktor keturunan, dan lingkungan, yang
diperlunak oleh kondisi situasi.
a. Keturunan
Pendekatan keturunan beragumentasi bahwa penjelasan paling akhir dari
kepribadian seseorang individu adalah struktur molekul dari gen yang
terletak dalam kromosom.
b. Lingkungan
Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan kepribadian
adalah budaya dimana seseorang dibesarkan, pengondisian dini, norma-
norma di antara keluarga, temam-teman, dan kelompok-kelompok social,
serta pengaruh lain yang dialami. Lingkungan yang dipaparkan pada
seseorang memainkan suatu peranan besar dalam membentuk kepribadian
orang tersebut. Pertimbangan yang saksama terhadap argumen-argumen
yang mendukung keturunan maupun lingkungan sebagai penentu utama
dari kepribadian mengarah pada kesimpulan bahwa keduanya adalah
penting. Keturunan menentukan parameter-parameter atau batas-batas
luar, tetapi potensi penuh seseorang akan ditentukan oleh seberapa baik
orang tersebut menyesuaikan diri dengan tuntutan dan persyaratan
lingkungan.
c. Situasi
Faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap
kepribadian. Kepribadian seseorang walaupun kelihatannya mantap dan
konsisten , dapat berubah pada kondisi yang berbeda. Tuntutan yang
berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang
berlainan dari kepribadian seseorang. Oleh karena itu, hendaknya pola
kepribadian tidak dilihat secaara terpisah. Kelihatannya adalah logis untuk
mengandalkan bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian seseorang.
Bagaimanapun juga, memang diketahui bahwa situasi tertentu pada
kenyataannya lebih relevan dibandingkan dengan situasi lain dalam
mempengaruhi kepribadian.
I. EMOSIEmosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Emosi
berbeda dari suasana hati (moods), yaitu merasakan kecenderungan yang kurang
intens dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan konekstual. Emosi
merupakan reaksi terhadap suatu objek, dan akhirnya tidak bertahan pada ciri
kepribadian. Emosi dapat mengarah pada suasana hati ketika Anda kehilangan fokus
pada objek berdasarkan konteks. Anda memperlihatkan emosi (marah) ke arah suatu
objek spesifik (teman Anda). Penelitian mengidentifikasi enam komponen emosi
secara universal, yaitu kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, rasa jijik, dan
kaget.
Emosi Tenaga Kerja
Emosi tenga kerja mngacu pada kebituhan bahwa karyawan mengungkapkan
emosi tertentu di tempat kerja guna memaksimalkan produktivitas organisasi.
Awalnya, konsep emotional tenaga kerja dikembangkan dalam
hubunganyadengan jasa pekerjaan. Sebaagai contoh, pramugari diharapkan
ceria dan dokter diharapkan netral secara emotional.
Kenapa Seharusnya Kita Peduli dengan Emosi di Tempat Kerja?
Orang-orang yang mengetahui emosi mereka sendiri dan ahli membaca emosi
orang lain mungkin lebih efektif dalam bekerja. Oleh karena itu, hal ini
menjadi tema yang mendasari penelitian terbaru berdasarkan intelegensi
emosional. Seluruh tempat kerja dapat terpengaruh oleh emosi positif atau
negatif di empat kerja.
Intelegensi Emotional
Intelegensi emotional mengacu pada berbagai keterampilaan non-kognitif,
kemampuan, serta kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang
untuk berhasil dalam tu tunan lingkungan dan tekanan. Hal ini disusun dari
lima dimensi berikut :
1. Kesadaran diri.
Hal ini digambarkan oleh keyaakinan diri, penilaaian diri yang realistis,
dan kemunduran rasa humir terhadap diri sendiri.
2. Manajemen diri
Kemampuan mengatur emosi sendiri.
3. Motivasi diri
Kemampuan berkeras dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.
4. Empati
Kemampuan memahami perasaan orang lain.
5. Keterampilan sosial
Kemampuan menangani emosi orang lain.
Emosi Negartif di Tempat Kerja
Emosi negatif dapat mengarah pada sejumlah penyimpangan perilaku di
tempat kerja. Siapa pun yang menghabiskan banyak waktu dalam suatu
organisasi akan menyadari orang-orang sering terlibat tindakan sukarela yang
melanggar norma yang telah ditetapkan serta mengancam organisasi, anggota,
atau keduanya. Tindakan-tindakan tersebut disebut penyimpangan karyawan.
BAB III
KESIMPULAN
Pada bab ini kita telah menelaah mengenai beberapa bidang utama dari konsep-
konsep yang ada pada wilayah psikologi dan psikologi psikologi social. Juga telah dijelaskan
konsep-konsep utama yang terdapat di dalamnya, di mana sikap, perunahan sikap, motivasi,
presepsi, pembelajaran, dan kepribadian dibicarakan. Kemudian, dilihat bagaimana hal
tersebut diterapkan terhadap system secara teoretis pada akuntansi keperilakuan, kemudian
membandingkan perilaku-perilaku lain dalam organisasi.