bab global.doc

149
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lembaga Perkreditan Desa yang tersebar di wilayah Bali merupakan bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh desa pekraman. Meskipun badan usaha LPD sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh desa adat, namun LPD merupakan lembaga bisnis yang dikelola dengan tujuan untuk memperoleh laba. Untuk mencapai tujuan tersebut, LPD wajib melaksanakan fungsi fungsi perusahaan dalam upaya mengoptimalkan potensi modal kerja dalam rangka mencapai tujuan perolehan laba perusahaan, sehingga dapat ditanamkan kembali perolehan laba dimaksud untuk memperkuat struktur permodalan. Pengelolaan modal kerja yang efektif dan efisien akan menjadi penentuk keberhasilan LPD dalam memperkuat cadangan modal baik untuk tujuan memperkuat likuiditas perusahaan maupun sebagai cadangan yang diperlukan 1

Upload: sanjaya-adi-putra-cendul

Post on 18-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Lembaga Perkreditan Desa yang tersebar di wilayah Bali merupakan bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh desa pekraman. Meskipun badan usaha LPD sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh desa adat, namun LPD merupakan lembaga bisnis yang dikelola dengan tujuan untuk memperoleh laba. Untuk mencapai tujuan tersebut, LPD wajib melaksanakan fungsi fungsi perusahaan dalam upaya mengoptimalkan potensi modal kerja dalam rangka mencapai tujuan perolehan laba perusahaan, sehingga dapat ditanamkan kembali perolehan laba dimaksud untuk memperkuat struktur permodalan. Pengelolaan modal kerja yang efektif dan efisien akan menjadi penentuk keberhasilan LPD dalam memperkuat cadangan modal baik untuk tujuan memperkuat likuiditas perusahaan maupun sebagai cadangan yang diperlukan dalam menghadapi resiko kerugian sebagai akibat dari kredit macet tak tertagih serta resiko bisnis lainya.

Widodo (2008) menyatakan bahwa pengelolaan modal kerja yang efektif merupakan salah satu faktor penentu dalam menunjang tujuan akhir perusahaan yaitu pencapaian laba bersih secara optimal. Dalam rangka peningkatan efisiensi penggunaan modal kerja, LPD wajib memperhatikan dan menelusuri secara serius faktor-faktor yang mempengaruhi skala modal kerja yang diperlukan secara riil serta antisipasi cadangan modal dalam rangka menghadapi resiko bisnis dimasa depan.

Riyanto (2001), menyatakan bahwa modal kerja yang tergolong baik adalah permodalan yang dapat difungsikan dalam operasional perusahaan secara efektif dan beresinambungan. Perputaran modal kerja dapat dinyatakan dimulai dari saat ini dimana kas diinvestasikan dalam operasional komponen-komponen modal kerja sampai saat transaksi dimana modal kerja kembali lagi menjadi kas. Semakin pendek cakupan periode waktu yang diperlukan, maka semakin cepat perputarannya, sehingga semakin pendek periode perputaran modal kerja bersangkutan akan menghasilkan penggunaan modal kerja menjadi lebih efisien. Modal kerja sebaga komponen pendukung kegiatan perushaan adalah merupakan modal kerja yang dapat brfungsi menaikkan nilai dari perusahaan itu sendiri dengan cara memilih sumber permodalan dan mengarahkan perencanaan penggunaan modal kerja secara tepat sasaran, sehingga profitabilitas yang diperoleh perusahaan menjadi semakin meningkat (Martono dan Harjito, 2001). Salah satu cara untuk mencapai keuntungan yang optimal, adalah dengan cara mengalokasikan modal kerja yang tepat dan efisien pada aktivitas bisnis perusahaan.

Meskipun modal kerja dapat diperoleh LPD dari berbagai sumber termasuk pinjaman pihak ketiga dalam bentuk tabungan dan deposito, namun dalam jangka panjang, pemupukan laba yang ditanamkan kembali sebagai modal kerja adalah komponen penentu keberhasilan usaha LPD dimasa depan tidak saja sebagai lembaga yang memerlukan dana operasional yang lebih besar dalam menggali sumber pendapatan laba perusahaan, tetapi juga bahwa kepemilikn modal sendiri merupakan komponen yang akan berfungsi memperkuat LPD dalam mendapatkan perolehan dan akhirnya untuk ditanamkan kembali sebagai modal kerja. Dengan semakin menguatnya struktur permodalan yang diperoleh dari akumulasi laba LPD, maka LPD akan mampu menghadapi resiko bisnis dimasa depan.

Sartono (2001), menyatakan bahwa kegiatan produktif dalam penggunaan modal kerja merupakan proses terus menerus selama perusahaan masih beroperasi, dengan komponen pendukung antara lain, (1) Tingkat investasi aktiva lancar perusahaan, (2) Proporsi hutang jangka pendek yang digunakan, (3) Tingkat investasi pada setiap jenis aktiva lancar serta (4) adalah Sumber dana yang spesifik dan komposisi hutang lancar yang harus dipertahankan.

Berdasarkan fakta empiris bahwa perusahaan pada umumnya menempatkan masalah profitabilitas menjadi lebih penting dibandingkan dengan masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien, karena pengertian efisiensi dalam bidang ekonomi adalah pencapaian hasil pada tingkat tertentu dengan biaya yang dikeluarkan menjadi sekecil mungkin, sehigga dengan demikian pencapaian efisiensi berarti bahwa badan usaha yang bersangkutan telah berfungsi menjaga kemungkinan mendapatkan laba yang optimal, sehingga dengan demikian efisiensi perusahaan baru dapat diperoleh dengan cara membandingkan laba yang diperoleh dengan keseluruhan modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut ,dimana efisiensi dari penggunaan modal disini dimaksudkan bahwa setiap usaha untuk menggunakan sejumlah modal tertentu dengan hasil yang dicapai sebanyak mungkin dengan Cost Of Capital relatif rendah .

Berdasarkan sejumlah pertimbangan, bagi perusahaan dapat merencanakan pengambilan keputusan dengan cara mengetahui terlebih dahulu kondisi perusahaan ada peluang perolehan profitabilitas perusahaan, sehingga dapat diharapkan sasaran akhir yang tepat untuk meningkatkan profitabilitas yang telah dicapai perusahaan untuk masa-masa mendatang.

Pengelolaan modal yang baik akan dapat menekan biaya modal dan memaksimalkan nilai perusahaan sehingga perusahaan tetap berkesinambungan. Salah satu aspek pengelolaan modal adalah penentuan struktur modal suatu perusahaan agar dapat meminimalkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Masalah penentuan struktur modal merupakan masalah yang sangat penting, di mana keputusan tersebut merupakan tanggung jawab manajer keuangan. Hal ini disebabkan karena dengan struktur modal yang tepat akan dapat menjaga stabilitas kegiatan operasional perusahaan dan mengurangi resiko keuangan, selanjutnya dengan keadaan perusahaan yang stabil produktifitas perusahaan akan meningkat. Sehingga dengan demikian laba perusahaan akan dapat meningkatkan harga saham perusahaan tersebut.

Penetapan sumber dana dalam perusahaan merupakan suatu fungsi yang penting di samping fungsi-fungsi lainnya dalam menentukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan selama satu periode. Dalam pemenuhan kebutuhan dana yang diperlukan perusahaan, terdapat dua alternatif yang dapat ditempuh, yaitu apakah modal perusahaan tersebut akan dipenuhi oleh modal sendiri atau modal pinjaman. Tentu saja dalam pemilihan sumber pembelanjaan tersebut pimpinan perusahaan harus memperhitungkan syarat-syarat yang menguntungkan bagi perusahaan. Apabila perusahaan ingin menggunakan modal pinjaman, maka manajer perusahaan harus membandingkan antara tingkat bunga yang diberikan oleh kreditur dengan tingkat hasil yang akan diperoleh dari penggunaan modal pinjaman tersebut. Sebaliknya apabila kebutuhan modal perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri, maka perusahaan harus memperhitungkan tingkat pemulihan atas modal yang ditanamkan, Dengan dasar perhitungan biaya penggunaan modal tersebut, maka perusahaan dapat menentukan tingkat hasil yang diinginkan oleh perusahaan.

Selain itu, dengan mengetahui tingkat biaya minimum dari penggunaan modal tersebut, perusahaan juga dapat menentukan struktur modal yang tepat yang selanjutnya menjadi dasar dalam penilaian kebijaksanaan pembelanjaan perusahaan sekaligus merupakan informasi yang berguna bagi pimpinan perusahaan dalam menyusun perencanaan sehingga keputusan yang diambil dapat berada dalam kondisi yang lebih baik dan rasional.

Sampai akhir tahun 2011 di Kabupaten Badung yang terdiri dari 119 Desa Adat, semuanya telah memiliki LPD. Itu semua karena LPD diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana untuk menjalankan perekonomian keluarga dan lingkungan sekitarnya. Karena para petani, usaha kecil dipedesaan belum mampu mendapatkan akses lembaga keuangan untuk mendanai usahanya. Data perkembangannya dari tahun ketahun LPD secara umum mampu memediasi masyarakat pedesaan yang memiliki dana lebih disimpan di LPD dan mengembalikan lagi kepada masyarakat yang memerlukan dana dalam usahanya. Data perkembangan LPD di Kabupaten Badung dari tahun 2006 -2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1

Dilihat dari tabel diatas semua sektor mengalami peningkatan atau bertumbuh terutama dari sisi asset dan pertumbuhan laba yang berarti dapat dipergunakan mensejahterakan masyarakat, karena pembagian laba dari LPD tersebut 20% untuk pembangunan Desa Adat, ditambah dengan 5% dana sosial dari pembagian keuntungan LPD untuk kegiatan masyarakat terutama dalam rangka mempertahankan adat dan budaya.

Pertumbuhan asset dari tahun 2006 sampai akhir tahun 2011 telah mengalami peningkatan hampir 3,3 kali, rata-rata kenaikan sekitar 66%. Ditingkat laba juga mengalami peningkatan tiap tahun, namun tidak sebesar peningkatan asset, hanya sekitar 45% pertahunnya. Sementara pertumbuhan modal sendiri yang dimiliki masing-masing LPD tidak menunjukan perubahan seperti yang terjadi pada pertumbuhan asset dan laba. Pembentukan cadangan untuk piutang terklasifikasi terus mengalami peningkatan.

Table 1.1

Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa tahun 2006 sampai tahun 2011

No.Tahun

200620072008200920102011

1ASSET798,445,1051,040,228,2341,355,196,4671,689,616,6392,112,429,9462,631,330,769

2PINJAMAN600,727,187705,339,708945,546,5431,294,271,2211,620,987,5941,986,086,807

3CPRR10,580,49113,124,53116,734,57023,551,42832,973,50744,074,502

4TABUNGAN330,590,351449,300,356615,503,238757,486,563946,657,2681,211,284,569

5DEPOSITO301,877,443391,180,116499,915,455638,952,276804,352,533983,500,821

6PENDAPATAN131,848,201153,192,948185,038,710234,522,106295,307,802352,646,953

7BIAYA87,152,445103,430,504128,154,635162,694,714206,229,910246,510,956

8MODAL7,457,6058,258,3058,687,0479,475,10110,404,98613,569,072

9CADANGAN108,020,941135,076,536165,312,608199,066,042243,717,266297,058,486

10LABA44,695,75649,762,44456,884,07571,827,39289,077,892106,136,414

11JML KARYAWAN1,0911,1051,1541,1741,2061,245

12JUMLAH LPD118119119119122122

Sumber: PLPDK Badung diolahAda empat factor yang saling terkait yang dapat menjelaskan pertumbuhan LPD yang sangat cepat teersebut sebagai lembaga perantara keuangan di provinsi Bali. Pertama, pertumbuhan LPD yang cepat tersebut secara tidak langsung menunjukan bahwa pemerintah provinsi Bali memiliki keinginan politis yang kuat untuk menyediakan akses kredit bagi masyarakatnya melaluui pendirian LPD. Kedua, pertumbuhan yang sangat cepat pada portofolio nasabah dan pinjaman LPD mengindikasikan bahwa LPD baik sebagai lembaga keuangan maupun mekanisme tata- kelolanya sesuai dengan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Bali, terutama didaerah perdesaan. Ketiga, Karena masing masing LPD beroperasi hanya dilingkungan desa adat yang wilayahnya relatif kecil, anggota komunitas memiliki informasi yang cukup mengenai LPD dan dapat dengan mudah mengaksesnya. Keempat, jumlah tabungan menunjukan bahwa LPD bukan hanya merupakan lembaga pemberi pinjaman ( lending institution) tetapi juga sebagai lembaga tabungan ( saving institution), yang berarti LPD telah mampu berperan sebagai lembaga perantara keuangan seperti halnya Bank umum.

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh keuntungan atau laba yang maksimal disamping hal-hal lainnya. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang sudah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu manajemen perusahaan dalam prakteknya dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti asal untung. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan nama rasio rentabilitas.(Kasmir,2012, 106).

1.2 Rumusan MasalahAtas dasar permasalahan yaitu adanya fenomena empiris dan research gap diatas maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh langsung struktur modak, Risiko Usaha dan Pertumbuhan Asset terhadap Pertumbuhan Laba usaha LPD ?

2. Bagaimanakah pengaruh tidak langsung struktur modal terhadap laba usaha lpd melalui Pertumbuhan Asset?

3. Bagaimanakah pengaruh langsung Risiko Usaha terhadap struktur modak LPD ?4. Bagaimanakah pengaruh Risiko Usaha terhadap laba usaha LPD melalui Pertumbuhan Aset?

5. Bagaimanakah pengaruh Struktur Moda terhadap laba usaha LPD melalui Risiko Usaha ?

6. Bagaimanakah pengaruh struktur modal terhadap laba usaha melalui Resiko Usaha dan Pertumbuhan Aset?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh secara langsung struktur modal, Risiko Usaha dan Pertumbuhan Asset terhadap laba usaha LPD.2. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap laba usaha melalui Pertumbuhan Asset.3. Untuk mengetahui pengaruh langsung Risiko Usaha terhadap struktur modal LPDi.4. Untuk mengetahui pengaruh Risiko Usaha terhadap laba usaha LPD melalui Pertumbuhan Aset.

5. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap laba usaha melalui Risiko Usaha .

6. Untuk mengetahui pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas melalui Resiko Usaha dan Pertumbuhan Aset.

1.4 Manfaat PenelitianPenelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan mata kuliah untuk diajarkan pada klas di fe uudayana.

2.Dari hasil penelitian diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemimpin LPD didalam mengambil keputusan untuk menentukan kebijakan lebih lanjut untuk pengelola keuangan dimasa yang akan datang dan diharapkan memberikan manfaat dalam rangka menilai kinerja perusahaan yang tercermin dalam pertumbuhan asset dan laba.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Struktur Modal

2.1.1 Pengertian Efisiensi

Efisiensi adalah perbandingan antara usaha atau kerja yang berhasil, dan seluruh tenaga kerja atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut. Dengan kata lain, ratio antara input dan output (Rivai Wirasasmita, dkk, 2001).

Efisiensi adalah setiap ukuran konvensional pencapaian hasil yang dibandingkan dengan standar dan tujuan yang ditetapkan (Mansyur Muslich, 2001 : 89).

Dari pengertian tersebut diatas dapat diartikan bahwa efisiensi adalah perbandingan terbaik antara hasil yang dicapai dengan perbandingan yang dikeluarkan atau digunakan untuk mencapai hasil.

Kata Efisiensi berasal dari kata efisien, yang arti efisien menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993 : 250) adalah tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya) mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan tepat guna.

Sedangkan kata efisiensi berarti ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya), kedayagunaan, ketepatgunaan, kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya). Apabila kata efisien dihubungkan dengan perusahaan untuk mengetahui apakah jumlah laba yang dihasilkan oleh perusahaan sudah efisien dengan modal yang dipergunakan maka, yang harus diketahui terlebih dahulu adalah jumlah anggaran yang direncanakan pada saat perusahaan mengadakan perencanaan anggaran. Jika semua jumlah modal yang dianggarkan dalam satu periode habis terpakai dan menghasilkan laba yang direncanakan maka, perusahaan tersebut dapat dikatakan efisien dalam pencapaian laba. Dengan catatan tidak ada penambahan dana selain dana yang dianggarkan. 2.1.2 Pengertian Modal

Modal adalah elemen-elemen dalam aktiva suatu neraca perusahaan yang dapat berupa kas, bahan baku, gedung, mesin sedangkan sumber dari modal adalah dapat dilihat pada pasiva suatu neraca yang berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri (Bambang Riyanto, 2001 : 18).

Modal merupakan hak dan bagian yang dimiliki perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham) surplus laba yang ditahan, atau kelebihan dari nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya (S. Munawir, 2004 : 19)

Dari pengertian di atas maka dapat diartikan modal adalah efisien elemen-elemen dari sebuah aktiva suatu neraca perusahaan yang dapat berupa kas, bahan baku, gedung, mesin, sedangkan sumber dari modal adalah dilihat dari pasiva suatu neraca yang berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri atau bisa juga disebut dengan kelebihan dari nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya.

2.1.3 Jenis-jenis Modal

Menurut Bambang Riyanto (2001 : 19), apabila dilihat dari neraca perusahaan, jenis-jenis modal dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu :

2.1.3.1 Modal Aktiva

Modal aktiva adalah modal yang tertera di sebelah debit dari neraca yang menggambarkan bentuk-bentuk dalam mana seluruh dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan.

Pembagian modal :

1. Berdasarkan cara dan lamanya perputaran

(a)Aktiva lancar, yaitu aktiva yang habis dalam satu kali berputar dalam proses perputarannya adalah dalam jangka waktu pendek (umumnya kurang dari satu tahun). Elemen-elemen yang termasuk aktiva lancar yaitu : kas, harga, piutang, biaya-biaya yang dibayar di muka.

(b) Aktiva tetap, yaitu aktiva yang tahan lama yang tidak atau yang secara berangsur-angsur habis turut serta dalam proses produksi misalnya bangunan pabrik, kendaraan dan perlengkapan lainnya. Misalnya bangunan pabrik, kendaraan,danperlengkapan lainnya.

2. Berdasarkan fungsi kerjanya

(a) Modal kerja (working capital assets) yaitu dalam pengertian dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : Jumlah keseluruhan aktiva lancar (gross working capital) dan Kelebihan dari aktiva lancar diatas hutang lancar (net working capital)

(b) Modal tetap (fixed capital assets) yaitu modal yang harus tetap dalam perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.

2.1.3.2 Modal Pasiva

Modal pasiva adalah modal yang menunjukkan sumbernya atau asalnya dan terdapat pada neraca sebelah kredit (Bambang Riyanto, 2001 : 21).

1. Berdasarkan asalnya

(a) Modal sendiri atau sering disebut modal badan usaha adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri (cadangan laba) atau berasal dari pengambilan bagian, peserta atau pemilik (modal saham, modal peserta, dan lain-lain).

(b) Modal Asing sering juga disebut modal kreditur adalah modal yang berasal dari kreditur yang ini merupakan hutang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2. Berdasarkan lamanya penggunaan

(a) Modal jangka panjang yaitu modal yang ditarik Untuk jangka waktu tidak tertentu/terbata waktunya (dari sudut likuiditas), adalah modal sendiri ( dari sudut solvabilitas) dan merupakan modal dengan pendapatan tidak tetap (dari sudut rentabilitas).

(b) Modal jangka pendek yaitu modal yang ditarik untuk jangka waktu tertentu/terbatas waktunya (dari sudut likuiditas), adalah modal asing (dari sudut solvabilitas) dan merupakan modal pendapatan tetap (dari sudut rentabilitas).

2.1.4 Modal Kerja

2.1.4.1 Pengertian Modal Kerja

Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasionalnya sehari-hari, misalnya sewa yang dibayar di muka/persekot, gaji karyawan, dan membayar ongkos yang berhubungan dengan operasi perusahaan. Modal kerja yang dikeluarkan itu diharapkan kembali lagi masuk ke perusahaan dalam jangka waktu pendek, melalui penjualan produksinya. Uang yang masuk berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membayar operasi perusahaan yang selanjutnya. Dengan demikian dana tersebut akan terus-menerus berputar setiap periode selama beroperasinya perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar (Indriyo Gitosudarmo dan Basri, 2002 : 35)

Ada tiga konsep tentang pengertian modal kerja, yaitu :

(a) Konsep Kuantitatif

Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva dimana ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau dimana dana yang tertanam didalamnya akan bebas lagi dalam waktu pendek.

(b) Konsep Kualitatif

Konsep ini mengartikan modal kerja merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa menggunakan likuiditasnya yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja netto.

(c) Konsep Fungsional

Konsep ini berdasarkan fungsi dari pada dana dalam menghasilkan pendapatan (income) setiap ana yang digunakan dalam perusahaan adalah dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Dimana pada dasarnya ada bagian dana lain yang dipergunakan untuk periode accounting yang dimaksudkan untuk menghasilkan current income yang sesuai dengan maksud utama didirikan perusahaan tersebut. (Bambang Riyanto, 2001 : 57)

Dari ketiga konsep di atas, dalam penulisan penelitian ini akan digunakan konsep kuantitatif dimana konsep ini menekankan pada kualitas dari pada dana yang ditanamkan dalam unsur-unsur aktiva lancar. Jadi merupakan keseluruhan dari aktiva lancar atau modal kerja brutto yang disebut juga dengan gross working capital.

Dari konsep di atas dapat diartikan bahwa pengertian modal kerja adalah :

(a) Modal kerja brutto (gross working capital) yaitu merupakan keseluruhan dari pada jumlah aktiva lancar yang terdiri dari atas kas, surat berharga, piutang dan persediaan.

(b) Modal kerja netto (net working capital) yaitu kelebihan dari pada aktiva lancar diatas hutang lancar.

2.1.4.2 Jenis-jenis Modal Kerja

Modal kerja dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu :

(a) Modal kerja permanen

Yaitu modal kerja yang selalu ada pada perusahaan agar dapat berfungsi dengan baik dalam satu periode akuntansi. Modal kerja permanent dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

(a) Modal kerja primer Yaitu jumlah kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kelangsungan kegiatan usahanya.

(b) Modal kerja normal yaitu sejumlah modal kerja yang dipergunakan untuk dapat menyelenggarakan kegiatan produksi pada kapasitas normal. Kapasitas normal mempunyai pengertian yang fleksibel menurut kondisi perusahaan.

(b) Modal kerja variabel

Yaitu modal kerja yang dibutuhkan saat-saat tertentu dengan jumlah yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan dalam satu periode. Modal kerja variabel dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

(a) Modal kerja musiman (seasonal working capital)

Yaitu jumlah modal kerja yang besarnya berubah-ubah disebabkan oleh perubahan musiman.

(b) Modal kerja darurat (emergency working capital)

Yaitu jumlah modal kerja yang besarnya berubah-ubah yang penyebabnya tidak diketahui sebelumnya (misalnya : kebakaran, banjir, gempa, dan lain-lain). (Indriyo Gitosudarmo dan Basri, 2002 : 36)

2.1.4.3 Unsur-unsur Modal Kerja

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancarnya. Dengan demikian yang menjadi unsur-unsur modal kerja adalah elemen-elemen yang terdapat pada aktiva lancar dan hutang lancar.

(a) Aktiva lancar

Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva tetap lainnya yang tunai, dijual atau dikonsumsi dalam periode berikutnya paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal (S. Munawir, 2004 : 14).

Yang termasuk dalam aktiva lancar terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut :

1. Kas yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Dalam hal ini termasuk pengertian kas adalah cek yang diterima dari para pelanggan simpanan perusahaan dari bank yang dapat diambil kembali setiap saat diperlukan.

2. Investasi jangka pendek (surat-surat berharga) adalah investasi yang sifatnya sementara

dengan maksud untuk memanfaatkan yang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi perusahaan.

3. Piutang wesel adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam surat wesel atau perjanjian yang diatur dalam undang-undang.

4. Piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.

5. Persediaan adalah semua barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum laku dijual.

6. Piutang atau penghasilan yang masih harus diterima adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan, karena perusahaan telah memberikan jasa/prestasi, tetapi belum menerima bayarannya sehingga merupakan tagihan.

7. Persekot atau biaya-biaya dibayar di muka adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa atau prestasi dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu belum menjadi biaya atau jasa pihak lain pada perusahaan pada periode berikutnya.

(b) Hutang lancar.

Hutang lancar adalah kewajiban-kewajiban keuangan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan (S. Munawir, 2004 : 18).

Dengan demikian yang termasuk unsur-unsur dari hutang lancar adalah :

1. Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan secara kredit

2. Hutang wesel adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (diatur dengan undang-

undang) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada masa yang akan dating.

3. Hutang pajak adalah hutang pajak perusahaan itu sendiri maupun pajak pendapatan karyawan yang belum disetor ke kas Negara.

4. Biaya yang harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.

5. Penghasilan yang diterima di muka adalah penerimaan uang untuk penjualan barang/jasa yang belum direalisir.

2.1.4.4 Pentingnya Modal Kerja

Setiap perusahaan pasti memerlukan modal kerja. Ini disebabkan karena modal kerja menentukan lancar tidaknya produksi suatu perusahaan. Kekurangan atau ketidakcukupan modal kerja dalam suatu perusahaan dapat menimbulkan situasi yang menyebabkan kontinuitas perusahaan tidak terjamin. Modal kerja menunjukkan tingkat keamanan kreditur jangka pendek atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tepat waktunya. Mengingat pentingnya modal kerja dengan demikian perusahaan harus memperhatikan modalnya setiap saat apakah dana tersebut setiap saat dapat memenuhi pembayaran-pembayaran yang diperlukan untuk kelancaran aktivitas perusahaan.

Modal kerja yang cukup akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar.

b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya.

c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.

d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup melayani para pelanggannya.

e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan.

f. Berdasarkan hasil tersebut diatas, bahwa dengan modal kerja dalam jumlah yang cukup akan dapat memenuhi semua kebutuhan keuangan, dan perusahaan dapat beroperasi secara efisien dalam usaha memperoleh keuntungan dan menjaga kontinuitas usahanya.

2.1.4.5 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja

Perubahan-perubahan dari unsur-unsur non-akun lancar (aktiva tetap, hutang jangka panjang, dan modal sendiri) yang mempunyai efek pembesar modal kerja disebut sebagai sumber-sumber modal kerja. Sebaliknya perubahan-perubahan dari unsur-unsur non-akun lancar yang mempunyai efek yang memperkecil modal kerja disebut sebagai penggunaan modal kerja.(1) Sumber-sumber modal kerja

Sumber-sumber modal kerja yang akan menambah modal kerja adalah :

(a) Adanya kenaikan sector modal, baik yang berasal dari laba maupun penambahan modal saham.

(b) Adanya pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi.

(c) Adanya penambahan hutang jangka panjang, baik dalam bentuk obligasi atau hutang jangka panjang lainnya. Menurut Agnes Sawir (2001 : 141)

Bambang Riyanto menyebutkan sumber-sumber modal kerja adalah :

(a) Berkurangnya aktiva tetap

(b) Bertambahnya hutang jangka panjang

(c) Bertambahnya modal

(d) Adanya keuntungan dari operasional perusahaan. (Bambang Riyanto, 2001 : 353)

(2) Penggunaan modal kerja

Penggunaan modal kerja adalah :

(a) Bertambahnya aktiva tetap

(b) Berkurangnya hutang jangka panjang

(c) Berkurangnya modal

(d) Pembayaran cash deviden

(e) Adanya kerugian dalam operasinya perusahaan (Bambang Riyanto, 2001 : 353)

Penggunaan modal kerja yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut :

(a) Berkurangnya modal sendiri karena kerugian maupun pengambilan privasi oleh pemilik

perusahaan.

(b) Pembayaran hutang-hutang jangka panjang.

(c) Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap.(Menurut Agnes Sawir, 2001 : 142)

Penggunaan-penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut :

(a) Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan

(b) Kerugian yang diderita perusahaan.

(c) Adanya pembentukan dana atau pemisahan hutang lancar untuk tujuan tertentu dalam jangka panjang.

(d) Adanya penambahan aktiva tetap

(e) Pembayaran hutang-hutang jangka panjang

(f) Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadi atau pengambilan keuntungan oleh pemilik. S. Munawir (2004 : 125)

Selain penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja tersebut, ada pula pemakaian aktiva lancar yang tidak berubahnya bentuk aktiva lancar (modal kerja tetap) meliputi pembelian efek tunai, pembelian barang dagangan. Dan bahan dasar secara tunai dan perubahan bentuk lain misalnya dari bentuk piutang dagang menjadi piutang wesel.

(3) Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya modal kerja.

Modal kerja yang dimiliki suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

(a) Volume Penjualan

Faktor ini adalah faktor yang paling utama karena perusahaan memerlukan modal kerja untuk menjalankan aktivitas yang mana puncak dari aktivitas itu adalah aktivitas penjualan. Dengan demikian pada tingkat penjualan tinggi diperlukan modal kerja yang relatif tinggi dan sebaliknya bila penjualan rendah dibutuhkan modal yang relatif rendah.

(b) Beberapa kebijaksanaan yang ditetapkan oleh perusahaan antara lain :

1. Politik penjualan kredit

Panjang pendeknya piutang untuk mempengaruhi besar kecil modal kerja dalam satu periode.

2. Politik penentuan persediaan besi

Bila diinginkan persediaan tinggi, baik perusahaan kas, persediaan bahan baku, persediaan bahan jadi, maka diperlukan modal kerja yang relatif besar, dan sebaliknya bila ditetapkan persediaan rendah maka diperlukan modal kerja yang rendah.

(c) Pengaruh musiman

Dengan adanya pergantian musim akan dapat mempengaruhi besar kecilnya barang atau jasa Kemudian mempengaruhi besarnya tingkat penjualan. Tingkat fluktuasi penjualan akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan kegiatan produksi.

(d) Kemajuan teknologi

Perkembangan teknologi dapat mempengaruhi atau merubah proses produksi menjadi lebih cepat dan lebih ekonomis dengan demikian akan dapat mengurangi besarnya kebutuhan modal kerja. Tetapi dengan perkembangan teknologi maka perusahaan perlu mengimbangi dengan membeli alat-alat investasi baru sehingga diperlukan modal yang relatif besar.

Menyebutkan besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung pada 2 (dua) faktor yaitu :

(a) Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja

Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja adalah merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, lamanya proses produksi, lamanya barang jadi disimpan di gudang, dan jangka waktu penerimaan piutang.

(b) Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya.

Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya adalah jumlah pengeluaran kas setiap harinya digunakan untuk pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah buruh, dan biaya lainnya. (Bambang Riyanto, 2001 : 64)

(4) Cara Mengukur dan Menganalisa Efisiensi penggunaan Modal

Untuk mengukur dan menganalisa Efisiensi penggunaan Modal adalah Rasio Rentabilitas

(a) Pengertian Rentabilitas

Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Bambang Riyanto, 2001 : 35). Rentabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (S. Munawir, 2004 : 33). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa pengertian rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba dalam periode tertentu dengan menunjukkan perbandingan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.

(b) Arti Penting Rentabilitas

Keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu rendabel. Oleh karena itu bagi manajemen rentabilitas yang tinggi lebih penting dari keuntungan yang besar (S. Munawir, 2004 : 38).

(c) Jenis-jenis Rentabilitas

Menyebutkan jenis-jenis rentabilitas dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Rentabilitas Ekonomis

Rentabilitas ekonomis adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk Menghasilkan laba tersebut dengan perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing dihitung dalam persentase.

2. Rentabilitas Modal Sendiri

rentabilitas modal sendiri atau disebut dengan rentabilitas usaha yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan jumlah laba usaha yang sudah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan yang tersedia bagi pemilik modal sendiri atau pihak lain, dengan perbandingan antara jumlah laba usaha yang dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri di lain pihak. Dengan kata lain rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba.(Bambang Riyanto (2001 : 36)

(d) Cara Meningkatkan Rentabilitas.

Tinggi rendahnya rentabilitas ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu :

1. Profit Margin, yaitu perbandingan antara net operating income (laba usaha) dengan net sales (penjualan bersih) yang dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan penjualan.

2. Turn over operating assets, yaitu perbandingan antara net sales (penjualan bersih) dengan operating assets (modal usaha) dalam suatu periode tertentu dengan maksud untuk mengetahui efisiensi perusahaan. (Bambang Riyanto, 2001 : 36)

2.2 Risiko Usaha

2.2.1 Definisi risiko usaha

Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham, risiko usaha bagi bank adalah risiko yang dapat dikendalikan. Sedangkan risiko yang tidak dapat dikendalikan digolongkan sebagai risiko non-usaha.

Risiko usaha merupakan tingkat ketidak pastian mengenai pendapatan yang diperkirakan akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidak pastian pendapatan yang diterima suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga uang diinginkan ( Dahlan Siamat : 2005,279). Risiko usaha yang dapat dihadapi bank dapat berupa : risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga, risiko modal, dan risiko efisiensi.

2.2.1.1 Risiko likuiditas

Risiko likuiditas merupakan risiko yang mungkin dihadapi oleh bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu. Masalah yang mungkin dihadapi disini adalah bank yang tidak dapat mengetahui secara tepat kapan dan berapa jumlah dana yang akan dibutuhkan atau ditarik oleh nasabah debitur maupun para penabung ( Dahlan Siamat : 2005,280). Pengelolaan likuiditas ini mencakup pula perkiraan kebutuhan kas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas wajib dan penyediaan instrumen-instrumen likuiditas sebesar jumlah perkiraan yang dibutuhkan. Rasio yang digunakan adalah : (Lukman Dendawijaya : 2003, 116).

2.2.1.2 Risiko Kredit

Risiko kredit merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidak mampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Ketidak mampuan nasabah memenuhi perjanjian kredit yang telah disepakati keduabelah pihak. ( Dahlan Siamat : 2005,280).

2.2.1.3 Risiko Modal

Modal merupakan salah satu faktor penting bagi bank dalam rangka ekspansi usahanya dan menampung risiko kerugian. Risiko modal merupakan ketidak mampuan bank dalam mengelola portofolio permodalan. Risiko modal langsung berpengaruh terhadap modal dan laverage ( Modal terhadap asset ). Biaya modal pada umumnya lebih tinggi dari biaya dana sebab ketidak pastian pendapatan yang diterima, sehingga untuk memperbesar biaya modal maka biaya dana harus kecil.

2.2.1.4 Risiko Efisiensi

Risiko efisiensi merupakan risisko ketidakpastian mengenai usaha bank yang bersangkutan. Risiko efisiensi merupakan kegagalan bank dalam mengefisiensikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkan laba yang berpengaruh terhadap pencapaian laba bersih. 2.2.2 Ketentuan Kehati-hatian

Menurut Julius R. Latumaerissa, prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang perlu mendapat perhatian khusus antara lain :

a. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

1. Bank diwajibkan untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8% yang dihitung dari perbandingan antara modal dengan Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

2. Komponen modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modal pelengkap maksimum sebesar 100% dari modal inti.

3. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu dan laba berjalan sebesar 50%. Faktor pengurang pada modal inti berupa goodwill, disagio, rugi tahun lalu, dan rugi tahun berjalan.

4. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi asset tetap, PPAP umum (maksimum 1,25% dari ATMR), modal pinjaman(hybrid/quasi capital), dan pinjaman subordinasi (maksimum 50% dari modal inti).

5. ATMR terdiri dari asset neraca bank yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos asset.

b. Batas Maksimum Pemberian Kredit ( BMPK )

BMPK adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh bank kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.

1. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebaga berikut.

Penyediaan dana pada tanggal pelaporan BMPK

----------------------------------------------------------- x 100% - BMPK

Modal pada tanggal laporan BMPK2. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut

Penyediaan dana pada saat pemberiannya

-------------------------------------------------------- x 100% - BMPK

Modal pada saat penyediaan dana3. BMPK untuk satu peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkait dengan bank ditetapkan setinggi- tingginya 20% dari modal bank

4. BMPK bagi pihak yang terkait dengan bank secara individu maupun secara keseluruhan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal bank

5. Terhadap pelampauan BMPK, bank diwajibkan menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dan dikenakan sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK dikenakan sanksi dalam penilain tingkat kesehatan dan dapat dikenakan sanksi pidana

c. Kualitas Aset Produktif

1. Asset produktif adalah penanaman dana bank dalam kredit, SBI, dan Penempatan Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana pengurus bank wajib menilai, memantau, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas asset produktif senantiasa lancar.

2. Kualitas asset produktif dalam bentuk kredit ditetapkan dalam 4 golongan yaitu, Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan membayar dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur.2.2.3 Pengaruh risiko usaha terhadap ProfitabilitasTujuan analisis profitabilitas adalah mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank. Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dapat dilihat posisi dan kondisi keuangan suatu bank pada periode tertentu. Interprestasi kondisi keuangan dan hasil usaha suatu bank diperoleh dengan analisis hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan. Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas bank adalah ROE dan ROA karena penelitian ini membahas mengenai tingkat pemgembalian asset maka alat ukur yang akan dipakai adalah ROA. ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola asset yang tersedia untuk mendapatkan Net Income. Semakin tinggi pengembalian yang di dapat berarti semakin baik, karena deviden yang dibagikan pada pemegang saham besar.

a. Pengaruh risiko likuiditas ( LDR) terhadap ROASeperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rasio yang digunakan untuk mengukur risiko likuiditas adalah loan to deposit ratio ( LDR) yang membandingkan antara jumlah kredit dengan dana pihak ketiga. Hubungan antara risiko likuiditas dengan LDR adalah berlawanan arah karena semakin rendah LDR berarti tingkat kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban segera rendah dan menunjukkan risiko likuiditasnya semakin tinggi. Hubungan antara LDR dengan ROA adalah searah karena semakin tinggi LDR berarti jumlah kredit yang diberikan meningkat sehingga menyebabkan pendapatan yang diterima dari bunga meningkat tingkat keuntungan yang diperoleh naik dan ROA ikut naik. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa hubungan antara risiko likuiditas dengan ROA adalah tidak searah (negatif).

b. Pengaruh risiko likuiditas ( CR ) terhadap ROASeperti yang telah dijelaskan bahwa rasio lain yang akan digunakan untuk mengukur risiko likuiditas adalah cash ratio ( CR ) yang membandingkan antara jumlah alat likuid yang dimiliki ( kas ) dengan kewajibansegera dibayar. Hubungan antara risiko likuiditas dengan CR adalah berlawanan arah, artinya semakin rendah CR berarti kemampuan bank memenuhi penarikan dana nasabah menggunakan alat likuid yang dimilikinya rendah dan risiko likuiditasnya rendah. Hubungan CR dengan ROA adalah negatif karena peningkatan CR berarti peningkatan jumlah alat likuid yang tidak disalurkan tinggi sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan dan ROA menurun. Akhirnya dapat disimpulkan hubungan risiko likuiditas dan ROA adalah positif.c. Pengaruh risiko kredit ( NPL) terhadap ROA

Seperti yang telah dijelaskan bahwa rasio yang digunakan pada risiko kredit yaitu Non Performing Loan (NPL) yang membandingkan antara kredit yang bermasalah dengan kredit yang diberikan. Hubungan antara risiko kredit dengan NPL adalah searah karena semakin besar jumlah kredit yang bermasalah maka akan menimbulkan risiko kegagalan pengembalian pinjaman semakin tinggi. Hubungan NPL dengan ROA adalah berlawanan arah karena semakin besar NPL berarti jumlah kredit yang bermasalah semakin besar maka semakin kecil pendapatan bunga yang diperoleh dari kredit tersebut, Sehingga pendapatan yang diperoleh semakin turun, keuntungan pun menurun dan ROA pun ikut turun. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hubungan antara risiko kredit dengan ROA adalah berlawanan arah atau negatif.d. Pengaruh risiko kredit ( LAR) terhadap ROA

Seperti yang telah dijelaskan bahwa rasio lain yang digunakan pada risiko kredit yaitu loan to asset ratio ( LAR ) yang mengukur kemampuan bank menutup sebagian atau seluruh kredit dengan asset yang dimiliki. Hubungan antara risiko kredit dengan LAR adalah tidak searah karena semakin besar jumlah kredit yang diberikan maka semakin rendah risiko kredit yang mungkin dihadapi karena kredit yang disalurkan dibiayai dengan asset yang dimiliki. Hubungan LAR dengan ROA adalah positif karena semakin tinggi kredit yang diberikan semakin besar pendapatan bunga yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan hubungan risiko kredit dengan ROA adalah tidak searah.

e. Pengaruh risiko modal ( CAR ) terhadap ROA

Seperti yang dijelaskan sebelumnya rasio yang digunakan untuk mengukur risiko modal adalah Capital Adequacy Ratio ( CAR ) yang membandingkan anatara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Hubungan CAR dengan risiko modal adalah searah karena semakin besar CAR maka semakin besar modal bank, semakin tinggi kemampuan bank tersebut dalam menyerap risiko kerugian karena dana aktiva bermasalah tinggi sehingga risiko modal yang dihadapipun turun. Pada sisi lain hubungan CAR dengan ROA searah karena risiko modal tinggi berarti semakin besar modal bank sehingga semakin tinggi pula kemampuan bank tersebut dalam menyerap risiko kerugian karena adanya aktiva yang bermasalah. Dengan demikian semakin besar peningkatan alokasi dana pada aktiva produktif dengan asumsi aktiva produktif tersebut tidak bermasalah maka pendapatan bank akan naik dan berpengaruh terhadap peningkatan ROA. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hubungan risiko modal dengan ROA adalah berlawanan arah atau negatif.

f. Pengaruh risiko modal ( ATTM ) terhadap ROA

Seperti yang telah dijelaskan bahwa rasio yang digunakan pada risiko modal yaitu aktiva tetap terhadap modal ( ATTM ) yang membandingkan jumlah aktiva tetap yang dimiliki dengan modal. Hubungan ATTM dengan risiko modal adalah negatif karena semakin tinggi modal yang digunakan untuk membiayai aktiva maka risiko modal rendah. Hubungan ATTM terhadap ROA adalah negatif karena jika modal dialokasikan terhadap aktiva tetap yang tidak dapat menghasilkan pendapatan maka jumlah pendapatan akan turun, dan ROA ikut turun. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hubungan risiko modal dengan ROA adalah searah.g. Pengaruh risiko efisiensi terhadap ROA

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa rasio yang digunakan untuk mengukur risiko efisiensi pada penelitian ini adalah rasio BOPO yang membandingkan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Hubungan rasio BOPO denganrisiko efisiensi adalah searah karena semakin tinggi rasio efisiensi berarti menunjukkan risiko efisiensi semakin besar. Dilain pihak hubungan rasio BOPO dengan ROA berlawanan arah karena semakin tinggi BOPO berarti peningkatan biaya operasionalnya semakin besar dari pada peningkatan pendapatan operasional, dengan asumsi pendapatan operasional bank atau turun sehingga keuntungan yang diperoleh pun ikut turun dan akhirnya ROA pun menurun. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hubungan antara risiko operasional dengan ROA adalah berlawanan arah atau negatif.2.3 Pertumbuhan AssetPertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang datang (Taswan, 2003). Growth adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2004). Berdasarkan difinisi di atas dapat dijelaskan Growth merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan ataupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun).

Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dari proporsi perubahan aset, untuk membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai Seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan leverage, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara tetatur.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecendrungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal rendah, oleh sebab itu, laverage memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan sehingga semakin tinggi pertumbuhan, maka semakin rendah pula rasio hutang terhadap ekuitas, dengan asumsi variabel yang lain konstan2.4 Profitabilitas.

2.4.1 Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas merupakan suatu ukuran dari keberhasilan suatu perusahaan dengan melihat efisiensi dari penggunaan modalnya. Jadi perhitungan profitabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh manajemen perusahaan mengendalikan usaha secara efisisen. Adapun manfaat profitabilitas yaitu : mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode, mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dan tahun sekarang, mengetahui perkembangan laba dari tahun ke tahun, mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri dan mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Menurut Riyanto (2001 : 35), cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya. Mengenai cara-cara yang akan digunakan untuk menilai profitibilitas itu, tergantung dari kebijaksanaan perusahaan yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya tentang profitabilitas maka berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat seorang ahli mengenai profitabilitas :

Menurut Riyanto (2001 : 35) Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba selama periode tertentu.

Profitabilitas menurut Munawir (2002 : 246) adalah rasio mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan.Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Profitabilitas mencerminkan keuntungan dari investasi keuangan. Myers dan Majluf(1984) berpendapat bahwa manajer keuangan yang menggunakan packing order theory dengan laba ditahan sebagai pilihan pertama dalam pemenuhan kebutuhan dana dan hutang sebagai pilihan kedua serta penerbitan saham sebagai pilihan ketiga, akan selalu memperbesar profitabilitas untuk meningkatkan laba. Profitability ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.

Profitabilitas sebagai tolak ukur dalam menentukan alternative pembiayaan, namun cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan sangat bergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan dibandingkan dari laba yang berasal dari operasi perusahaan atau laba netto sesudah pajak dengan modal sendiri. Dengan adanya berbagai cara dalam penelitian profitabilitas suatu perusahaan maka tidak mengherankan bila ada beberapa perusahaan yang mempunyai perbedaan dalam menentukan suatu alternative untuk menghitung profitabilitas. Hal ini bukan keharusan tetapi yang paling penting adalah profitabilitas mana yang akan digunakan, tujuannya adalah semata-mata sebagai alat mengukur efisiensi penggunaan modal didalam perusahaan yang bersangkutan.

Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi. Ukuran yang banyak digunakan adalah return on asset ( ROA ) dan return on equity( ROE ). Rasio profitabilitas yang diukur dari ROA dan ROE mencerminkan daya tarik bisnis(bussines attractive). Return on asset(ROA) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan. ROA digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik suatu perusahaan.

2.4.2 Pengertian dan Karakteristik Laba

Laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Sedangkan pengertian laba menurut IAI dalam Chariri dan Ghozali (2003:213) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi peranan modal. Sementara pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan sangat bergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Jadi dalam hal ini laba hanya merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan tersendiri secara ekonomik seperti halnya aktiva atau hutang (Chariri dan Gozali, 2003:213).

Menurut Harahap (2005:263) laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain: laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan, dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta sebagai dasar dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan.

Belkaoui dalam Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:

1. Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi

2. Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu.

3. Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.

4. Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu.

5. Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.

Perbandingan yang tepat atas pendapatan dan biaya tergambar dalam laporan rugi laba. Penyajian laba melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting. Kinerja perusahaan merupakan hasil dari serangkaian proses dengan mengorbankan berbagai sumber daya. Adapun salah satu parameter penilaian kinerja perusahaan tersebut adalah pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Takarini dan Ekawati, 2003).

Ikatan Akuntan Indonesia(IAI) memiliki pengertian mengenai income. Income diterjemahkan sebagai penghasilan. Dalam konsep dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, income (penghasilan) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Laba merupakan perbedaan pendapatan yang direalisasi, transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut (Chariri dan Ghozali 2001). Menurut Harahap (2001), laba adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Menurut Muljono (1999) laba merupakan selisih antara pendapatan dalam suatu periode dan biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan laba. Dalam akuntansi, selisih tersebut memiliki dua tahap proses pengukuran secara fundamental yaitu pengakuan pendapatan sesuai dengan prinsip realisasi dan pengakuan biaya. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa laba adalah perbedaan antara pendapatan (revenue) yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut.

Penyajian informasi laba melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting, dibanding dengan pengukuran kinerja yang mendasarkan pada gambaran meningkatnya atau menurunnya modal bersih. Informasi laba juga dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan laba dimasa mendatang (Ediningsih, 2004). Investor merupakan salah satu pemakai eksternal utama laporan keuangan. Para investor dalam menilai perusahaan perbankan tidak hanya melihat laba yang dihasilkan dalam satu periode melainkan terus memantau perubahan laba dari tahun ke tahun. Perubahan laba merupakan kenaikan atau penurunan laba pertahun.

Pengertian seperti ini akan mempermudah di dalam pengukuran dan pelaporan laba secara objektif. Pendefinisian laba seperti ini juga akan lebih bermakna sebagai pengukur kembalian atas investasi daripada sekedar perubahan kas. Laba adalah informasi penting dalam suatu laporan keuangan. Angka ini penting untuk perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima negara, untuk menghitung dividen yang akan dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan dalam perusahaan, untuk menjadi pedoman dalam menentukan kebijaksanaan investasi dan pengambilan keputusan, untuk menjadi dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, untuk menjadi dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi, untuk menilai prestasi atau kinerja perusahaan, segmen perusahaan, divisi.2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba

Menurut Hanafi dan Halim (2005) menyebutkan bahwa pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Besarnya perusahaan

Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba yang diharapkan semakin tinggi.

2. Umur perusahaan

Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam mengingkatkan laba, sehingga ketepatannya masih rendah.

3. Tingkat leverage

Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba.

4. Tingkat penjualan

Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat penjualan di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba semakin tinggi.

5. Perubahan laba masa lalu

Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa mendatang.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan prediksi pertumbuhan laba menurut Harianto dan Sudomo (2001) sebagai berikut:

1. Periode waktu, adalah pembuatan peramalan perubahan laba dengan realisasi yang dicapai. Semakin2. pendek interval waktu, akan semakin akurat ramalan tersebut.

2. Besaran perusahaan, hal ini disebabkan besaran perusahaan karena skala ekonomi yang berbeda-beda. Skala ekonomi yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat menghasilkan produk dengan tingkat biaya rendah. Tingkat biaya rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan sesuai standar yang dituangkan dalam bentuk ramalan. Sehubungan dengan itu, skala ekonomi yang tinggi menyebabkan biaya informasi untuk membuat ramalan menjadi turun, sehingga perusahaan yang mempunyai skala ekonomi yang tinggi bisa membuat ramalan yang tepat karena dimungkinkan mempunyai data dan informasi yang lengkap. Perusahaan yang besar mempunyai kemampuan tinggi untuk menjamin prospek bisnis dimasa yang akan datang, jumlah aset (sumber daya) yang besar bisa membuat manajemen dan semua komponen dalam perusahaan percaya diri dan bekerja lebih giat untuk mencapai laba yang diprediksikan. Kemudian besarnya modal yang dimiliki perusahaan juga dapat menentukan kelengkapan dan ketepatan informasi yang diperlukan untuk peramalan.

3. Umur perusahaan, manajemen perusahaan yang relatif muda diperkirakan kurang berpengalaman sehingga tidak cukup mampu menentukan ketepatan ramalan perubahan laba.

4. Kredibilitas penjamin emisi, penjamin emisi mempunyai peranan kunci dalam setiap emisi efek melalui pasar modal. Dengan demikian integritas penjamin emisi mempunyai hubungan positif dengan ketepatan informasi ramalan laba di dalam protestus. Penjamin emisi akan berhati-hati untuk menjaga kredibilitasnya karena penjamin emisi ingin memberikan hasil yang maksimal kepada para pemakai.

5. Integritas auditor, faktor ini mempunyai dampak signifikan terhadap laporan keuangan, termasuk ramalan perubahan laba. Oleh karena itu auditor harus menjamin bahwa informasi keuangan yang disajikan telah sesuai dengan pedoman penyajian laporan keuangan.

6. Tingkat leverage, salah satu kewajiban manajer adalah mengatur risiko. Jadi manajer melakukan apa saja untuk mengurangi risiko. Tingkat leverage merupakan salah satu hal yang mencerminkan risiko. Helfert (1997), menggunakan rasio-rasio hutang terhadap kapitalisasi (investasi modal), hutang terhadap aktiva, hutang terhadap ekuitas untuk mengukur risiko pemberi pinjaman dalam hubungannya dengan tingkat aktiva yang menjadi jaminan. Risiko tingkat leverage dapat tercermin dari likuiditas yang dimiliki. Jadi manajer memperhatikan aspek ini dalam melakukan peramalan laba.Ada dua macam analisis untuk menentukan pertumbuhan laba yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.

1. Analisis fundamental adalah analisis kinerja perusahaan berdasarkan data yang berasal dari perusahaan, baik berupa laporan keuangan, laporan tahunan maupun informasi lain mengenai seluk-beluk perusahaan (Raharjo, 2006:127). Para analis fundamental mencoba memprediksikan pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengestimasi faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi pertumbuhan laba yang akan datang, yaitu kondisi ekonomi dan kondisi keuangan yang tercermin melalui kinerja perusahaan.

2. Analisis teknikal sering dipakai oleh investor, dan biasanya data atau catatan pasar yang digunakan berupa grafik. Analisis ini berupaya untuk memprediksi pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengamati perubahan laba di masa lalu. Teknik ini mengabaikan hal-hal yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan.

Analisis yang digunakan untuk menentukan pertumbuhan laba dalam penelitian ini adalah analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kinerja perusahaan. Salah satu bagian dari analisis fundamental adalah analisis rasio yaitu analisis dengan menggunakan hubungan matematis antarvariabel keuangan yang satu dengan yang lain. Pertumbuhan laba yang dimaksud dalam penelitian ini dihitung dari selisih jumlah laba tahun yang bersangkutan dengan jumlah laba tahun sebelumnya dibagi dengan jumlah laba tahun sebelummnya.2.5 Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni(2012) dari hasil uji F yang dilakukan menunjukan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) dan Loan To Deposit ratio (LDR) berpengaruh secara simultan Terhadap Pertumbuhan Laba. Dan berdasarkan uji t Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba, Non Performing Loan (NPL) berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba, Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Dan Loan to Deposit Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilis Erna Ariyanti(2010) dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Dari hasil pembahasan atas pengujian hipotesis mengenai pengaruh CAR terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel CAR tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh NIM terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel NIM tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh LDR terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan secara partial variabel LDR berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh NPL terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel NPL tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh BOPO terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel BOPO tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh ROA terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel ROA tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba, pengaruh Kualitas Aktiva Produktif terhadap Perubahan Laba melalui uji-T, menunjukan bahwa secara partial variabel Kialitas Aktiva Produktif tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel perubahan laba.Berdasarkan hasil analisa baik secara diskriptif maupun secara statistik yang dilakukan oleh Wahyuni Febriana (2010) dapat menarik kesimpulan sebagai berikut ; Loan To Deposit ( LDR ), Cash Ratio ( CR ), Non Performing Loan ( NPL ), Loan To Asset Ratio ( LAR ), Capital Adequacy Ratio ( CAR ), Aktiva Tetap Terhadap Modal ( ATTM ), dan BOPO secara bersama sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Return On Asset ( ROA ) Hal ini menunjukan bahwa risiko likuiditas, risiko kredit, risiko modal, dan risiko operasional secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Return On Asset ( ROA ) pada Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Kediri. LDR secara parsial mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA, CR secara parsial memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA, NPL secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA, LAR secara parsial memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA, CAR secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA, ATTM secara parsial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ROA, BOPO secara parsial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ROA.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Ponco(2008) menunjukkan bahwa variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA), selain itu BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA) pada perusahaan perbankan. Sedangkan Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Return On Asset (ROA) pada perusahaan perbankan. Hasil penelitian ini diharapkan bahwa variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), BOPO, Net Interest Margin (NIM) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dijadikan pedoman, baik oleh pihak manajemen perusahaan dalam pengelolaan perusahaan, maupun oleh para investor dalam menentukan strategi investasi.

Ahmad Buyung Nusantara, ST ( 2009 ), Dari hasil analisis menunjukkan bahwa data NPL, CAR, LDR, dan BOPO secara parsial berpengruh signifikan terhadap ROA bank go public pada level of signifikan kurang dari 5%. Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari pengaruh 4 variabel bebas tersebut terhadap ROA pada bank go publik dan bank non go publik. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan , dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pada bank go publik variabel NPL berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel ROA, pada bank go publik variabel CAR berpengaruh signifikan positif terhadap variabel ROA , variabel LDR berpengaruh signifikan positif terhadap variabel ROA pada bank go publik, pada bank go publik variabel BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap variabel ROA, pada bank non go publik variabel NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA, pada bank non go publik variabel CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA, pada bank non go publik variabel LDR berpengaruh signifikan positif terhadap variabel ROA, pada bank non go publik variabel BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel ROA, bank yang masuk dalam kriteria bank go publik mempunyai kinerja yang berbeda dengan kinerja bank yang masuk dalam kriteria bank non go publik. Hal tersebut terlihat bahwa terdapat empat variabel independent yaitu: NPL, CAR, LDR, dan BOPO yang mempengaruhi ROA bank go publik, sedangkan pada bank bank non go publik hanya satu variabel yaitu LDR yang mempengaruhi besarnya ROA

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hestina Wahyu Dewanti( 2009 ) meneliti masalah pengaruh Perubahan NPM, LDR, NPL dan BOPO terhadap Perubahan Laba menunjukkan bahwa perubahan NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba bank devisa, gabungan bank devisa dan non devisa. Hal ini berarti kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih adalah positif, sehingga semakin tinggi tingkat net profit margin bank yang bersangkutan menunjukkan hasil yang semakin baik sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Perubahan LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba pada semua bank, Hal ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi bank tidak berjalan denngan baik sehingga dana tidak dapat disalurkan kepada masyarakat. Perubahan NPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba semua bank. Hal ini menunjukkan banyaknya kredit bermasalah di bank sehingga laba yang diperoleh kecil. Perubahan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba bank devisa, gabungan bank devisa dan non devisa. Hal ini menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya sehingga laba yang dihasilkan naik.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa sebagian besar hipotesis yang diajukan diterima (dalam arti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen). Adapun hasil analisis adalah sebagai berikut : Perubahan NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba bank, Perubahan LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba, Perubahan NPL berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap perubahan laba, Perubahan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba bank devisa, gabungan bank devisa dan bank non devisa.BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kegiatan LPD dapat dikatakan berhasil bila dapat mencapai sasaran bisnis yang telah direncanakan, walaupun sasaran yang ingin dicapai setiap perusahaan berbeda namun terdapat satu sasaran yang sama yang harus dicapai oleh sebuah perusahaan manapun, yaitu mendapat keuntungan yang sesuai.

Sementara itu kegiatan LPD dalam mencari keuntungan, harus tetap memperhatikan risiko yang dapat timbul dari kegiatan tersebut. Pada dasarnya operasi usaha selalu membandingkan antara pendapatan yang diperoleh dengan risiko yang akan diemban .Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya LPD harus memperhatikan berbagai macam risiko seperti risiko kredit, risiko likuiditas, risiko modal, risiko tingkat bunga, risiko efisiensi yang sangat berpengaruh pada keuntungan yang akan diperoleh, yang mana pengaruhnya tergantung pada besar kecilnya sumber penghasilan dari bunga kredit dan biaya operasional, biaya bunga yang harus dibayar kepada para nasabah.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran pada penelitian ini pada Gambar 2.1

Hubungan antara Return On Assets dan shareholder equity ada dua ukuran yakni Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Mawardi,2005). Bank Indonesia juga lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan ROA dibandingkan dengan ROE karena Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat sehingga ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas bank (Dendawijaya, 2001). Gambar 2.1Model PATH Kinerja Usaha LPD BADUNG

Menurut ketentuan Bank Indonesia, standar yang paling baik untuk Return On Assets dalam ukuran bank-bank Indonesia yaitu 1,5%.3.2 Pengembangan Hipotesis Penelitian3.2.1 Pengaruh Efisiensi Modal Sendiri terhadap Pertumbuhan Asset

Struktur keuangan atau struktur finansial merupakan perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Dana pinjaman yang diberikan oleh bank kepada masyarakat dapat bersumber dari modal sendiri yaitu modal yang dimiliki oleh bank berupa modal donasi, cadangan modal, dan laba ditahan maupun dana yang bersumber dari pinjaman atau hutang berupa tabungan, simpanan berjangka maupun pinjaman dari bank atau lembaga lain. Untuk mengukur seberapa besar bank menggunakan modal sendiri atau hutang maka digunakan debt to equity ratio.

Debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. Debt to equity ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan, sebaliknya tingkat debt to equity ratio yang kecil menunjukkan kinerja yang semakin baik karena menyebabkan tingkat kembalian yang semakin tinggi (Ang, 1997 dalam Efendi dan Sakti, 2009). Begitu pula pendapat Indra (2006) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio yang semakin besar akan mengakibatkan risiko finansial perusahaan yang semakin tinggi. Penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Subiyantoro (2003) dan Suharli dan Oktorina (2005) mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Warne (2009) yang mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap price to earning ratio yaitu rasio yang membandingkan antara harga saham sekarang dengan laba tahun lalu.Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hipotesis penelitian 1 sebagai berikut :

H1; Efisiensi Modal Sendiri berpengaruh negative dan signifikan terhadap Pertumbuhan asset.3.2.2 Pengaruh Risiko Usaha terhadap Pertumbuhan Asset

NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengukur risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Mabruroh, 2004). NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit (Masyhud Ali, 2004).

Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu pengukuran dari rasio risiko usaha bank yang menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Gelos (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh NPL terhadap ROA bank dimana hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang signifikan negatif berpengaruh terhadap kinerja bank artinya besarnya risiko kredit bank mempengaruhi kinerja bank sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menguji pengaruh NPL terhadap ROA. Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang meyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dari proporsi perubahan aset, untuk membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai Seberapa jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan leverage, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara tetatur.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecendrungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal rendah, oleh sebab itu, laverage memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan sehingga semakin tinggi pertumbuhan, maka semakin rendah pula rasio hutang terhadap ekuitas, dengan asumsi variabel yang lain konstan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis 2 sebagai berikut:

H2; Risiko Usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan asset.3.2.3 Pengaruh Risiko Usaha terhadap Efisiensi Modal Sendiri

Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu pengukuran dari rasio risiko usaha bank yang menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Gelos (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh NPL terhadap ROA bank dimana hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang signifikan negatif berpengaruh terhadap kinerja bank artinya besarnya risiko kredit bank mempengaruhi kinerja bank sehingga perlu dilakukan peneliitian lanjutan yang menguji pengaruh NPL terhadap ROA. Debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. Debt to equity ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan, sebaliknya tingkat debt to equity ratio yang kecil menunjukkan kinerja yang semakin baik karena menyebabkan tingkat kembalian yang semakin tinggi (Ang, 1997 dalam Efendi dan Sakti, 2009). Begitu pula pendapat Indra (2006) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio yang semakin besar akan mengakibatkan risiko finansial perusahaan yang semakin tinggi. Penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Subiyantoro (2003) dan Suharli dan Oktorina (2005) mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Warne (2009) yang mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap price to earning ratio yaitu rasio yang membandingkan antara harga saham sekarang dengan laba tahun lalu. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis 3 sebagai berikut:

H3; Risiko Usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap Efisiensi Modal Sendiri 3.2.4 Pengaruh Efisiensi Modal Sendiri terhadap Profitabilitas

Kata Efisiensi berasal dari kata efisien, yang arti efisien menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993 : 250) adalah tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya) mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan tepat guna.

Sedangkan kata efisiensi berarti ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya), kedayagunaan, ketepatgunaan, kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya). Apabila kata efisien dihubungkan dengan perusahaan untuk mengetahui apakah jumlah laba yang dihasilkan oleh perusahaan sudah efisien dengan modal yang dipergunakan maka, yang harus diketahui terlebih dahulu adalah jumlah anggaran yang direncanakan pada saat perusahaan mengadakan perencanaan anggaran. Jika semua jumlah modal yang dianggarkan dalam satu periode habis terpakai dan menghasilkan laba yang direncanakan maka, perusahaan tersebut dapat dikatakan efisien dalam pencapaian laba. Dengan catatan tidak ada penambahan dana selain dana yang dianggarkan. Modal adalah elemen-elemen dalam aktiva suatu neraca perusahaan yang dapat berupa kas, bahan baku, gedung, mesin sedangkan sumber dari modal adalah dapat dilihat pada pasiva suatu neraca yang berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri (Bambang Riyanto, 2001 : 18).

Modal merupakan hak dan bagian yang dimiliki perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham) surplus laba yang ditahan, atau kelebihan dari nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya (S. Munawir, 2004 : 19). Dari pengertian di atas maka dapat diartikan modal adalah efisien elemen-elemen dari sebuah aktiva suatu neraca perusahaan yang dapat berupa kas, bahan baku, gedung, mesin, sedangkan sumber dari modal adalah dilihat dari pasiva suatu neraca yang berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri atau bisa juga disebut dengan kelebihan dari nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya.

Secara teoritis dalam lembaga perbankan semakin besar jumlah hutang yang dimiliki oleh perusahaan maka rentabilitas akan semakin meningkat. Jika jumlah hutang besar, maka semakin besar juga dana yang dapat didistribusikan untuk kredit sehingga semakin besar kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan bunga dari kredit yang diberikan atau disalurkan kepada masyarakat (Andre, 2007:4).

Struktur keuangan atau struktur finansial merupakan perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Dana pinjaman yang diberikan oleh bank kepada masyarakat dapat bersumber dari modal sendiri yaitu modal yang dimiliki oleh bank berupa modal donasi, cadangan modal, dan laba ditahan maupun dana yang bersumber dari pinjaman atau hutang berupa tabungan, simpanan berjangka maupun pinjaman dari bank atau lembaga lain. Untuk mengukur seberapa besar bank menggunakan modal sendiri atau hutang maka digunakan debt to equity ratio.

Debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. Debt to equity ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan, sebaliknya tingkat debt to equity ratio yang kecil menunjukkan kinerja yang semakin baik karena menyebabkan tingkat kembalian yang semakin tinggi (Ang, 1997 dalam Efendi dan Sakti, 2009). Begitu pula pendapat Indra (2006) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio yang semakin besar akan mengakibatkan risiko finansial perusahaan yang semakin tinggi. Penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Subiyantoro (2003) dan Suharli dan Oktorina (2005) mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Warne (2009) yang mendapatkan hasil bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap price to earning ratio yaitu rasio yang membandingkan antara harga saham sekarang dengan laba tahun lalu.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis 4 sebagai berikut :

H4. Efisiensi Modal Sendiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profitabilitas3.2.5 Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Profitabilitas

Tujuan analisis profitabilitas adalah mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank. Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dapat dilihat posisi dan kondisi keuangan suatu bank pada periode tertentu. Interprestasi kondisi keuangan dan hasil usaha suatu bank diperoleh dengan analisis hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan.Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas bank adalah ROE dan ROA karena penelitian ini membahas mengenai tingkat pemgembalian asset maka alat ukur yang akan dipakai adalah ROA. ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola asset yang tersedia untuk mendapatkan Net Income. Semakin tinggi pengembalian yang di dapat berarti semakin baik, karena deviden yang dibagikan pada pemegang saham besar.

Berdasarkan hasil analisa baik secara diskriptif maupun secara statistik yang dilakukan oleh Wahyuni Febriana (2010) dapat menarik kesimpulan sebagai berikut ; Loan To Deposit ( LDR ), Cash Ratio ( CR ), Non Performing Loan ( NPL ), Loan To Asset Ratio ( LAR ), Capital Adequacy Ratio ( CAR ), Aktiva Tetap Terhadap Modal ( ATTM ), dan BOPO secara bersama sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Return On Asset ( ROA ) Hal ini menunjukan bahwa risiko likuiditas, risiko kredit, risiko modal, dan risiko operasional secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Return On Asset ( ROA ) pada Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Kediri. LDR secara parsial mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA, CR secara parsial memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA, NPL secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA, LAR secara parsial memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ROA, CAR secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA, ATTM secara parsial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ROA, BOPO secara parsial memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan hipotesis 5 sebagai berikut:

H5 : Risiko Usaha berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas

3.2.6 Pengaruh Pertumbuhan Asset Terhadap Profitabilitas.

Salah satu cara pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari tingkat profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Growth mempengaruhi profitabilitas, melalui aset yang dimiliki sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan efesiensi perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada profitabilitas. Total aset dipilih sebagi ukuran growth dengan mempertimbangkan nilai aset relatif stabil dibandingkan nilai market capitalized dan penjualan (Shudarmadji, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006) membuktikan bahwa pertumbuhan aset berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan dan Kusumasari et al. (2009) membuktikan bahwa pertumbuhan aset berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka hipotesis 6 dapat dirumuskan sebagai berikut :

H6 : Pertumbuhan asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian

4.1.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas dimana terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan dalam penelitian ini merupakan hubungan kausal yaitu sebab akibat, diamana ada variabel eksogen (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel endogen (terikat) yaitu variabel yang dipengaruhi

4.1.2 Lingkup Penelitian

Lo kasi penelitian dilakukan di LPD di Kabupaten Badung dengan pengambilan data melalui PLPDK Badung di Mengwi dan Petang data Tahun 2006-2011.

4.1.3 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Dependent (Variabel Y)

Adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel yang lain. Variabel yang dijelaskan/dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dalam peneli