bab i

18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Hal ini telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pemberantasan korupsi memerlukan peningkatan transparansi serta akuntabilitas sektor publik dan dunia usaha. Pada gilirannya hal ini memerlukan upaya terpadu perbaikan sistem akuntansi dan sistem hukum guna meningkatkan mutu kerja serta memadukan pekerjaan lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan (seperti BPK, 1

Upload: vhirvhel

Post on 24-Jun-2015

190 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan

pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan

nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan

keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara

demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan

penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik merupakan

sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan

negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada

kepentingan publik. Hal ini telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 14 Tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pemberantasan korupsi memerlukan peningkatan transparansi serta

akuntabilitas sektor publik dan dunia usaha. Pada gilirannya hal ini memerlukan

upaya terpadu perbaikan sistem akuntansi dan sistem hukum guna meningkatkan

mutu kerja serta memadukan pekerjaan lembaga pemeriksa dan pengawas

keuangan (seperti BPK, Irjen, Bawasda dan PPATK) dengan penegak hukum

(Kepolisian, Kejaksaan, KPK maupun Kehakiman).

Dalam pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan

pencegahan korupsi, serta ruang untuk peran serta masyarakat yang seharusnya

dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap

informasi. Rumusan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang

menyatakan bahwa : masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam

upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam Pasal 41 ayat

(2) telah ditentukan wujudnya berupa hak mencari, memperoleh,  dan

memberikan  informasi  adanya  dugaan  telah  terjadi tindak pidana korupsi dan

1

Page 2: BAB I

hak  untuk  memperoleh  pelayanan  dalam  mencari,  memperoleh  dan 

memberikan informasi  adanya  dugaan  telah  terjadi  tindak  pidana  korupsi 

kepada  penegak  hukum  yang menangani perkara tindak pidana korupsi.

Kelemahan dan korupsi dalam satu mata rantai kelembagaan itu telah

membuat negara kita dewasa ini sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia

dan telah menyengsarakan rakyat sendiri. Dampak dari buruknya fundamental

perekonomian, berupa sistem akuntansi serta sistem hukum, sudah kita rasakan

dewasa ini. Laporan keuangan negara maupun badan usaha di Indonesia yang

kurang transparan dan kurang akuntabel sebelum krisis tahun 1997 tidak dapat

dijadikan pegangan untuk mengetahui dan mengantisipasi keadaan serta menjadi

dasar dalam pengambilan keputusan.

Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan

publik sebagai salah satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sistem informasi

yang baik dampak yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Dalam hal ini,

pemanfaatan Sistem Informasi Akuntansi berperan meningktakan efisiensi dan

efektifitas pelaksanaan pekerjaan (pemeberantasan korupsi). Tanpa adanya

perbaikan sistem hukum dan sistem akuntansi, tidak mungkin kita dapat

meningkatkan efisiensi perekonomian dan badan usaha nasional. Peningkatan

efiensi seperti ini akan memungkinkan perekonomian dan badan usaha nasional

kita mampu berperan dalam era globalisasi dan dapat bersaing di pasar nasional

maupun pasar dunia.

Undang-undang memberi ruang bagi para penegak hukum yaitu

Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan

dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat pembuktian kasus

korupsi.

1.2 Rumusan masalah

Apakah fungsi SIA? Bagaimanakah peranan SIA dalam pemberantasan

korupsi di Indonesia?

2

Page 3: BAB I

BAB 2

FUNGSI DAN PERANAN SIA DALAM UPAYA

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDOESIA

2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

Sistem informasi merupakan sebuah susunan dari orang, aktivitas, data,

jaringan dan teknologi yang terintegrasi yang berfungsi untuk mendukung dan

meningkatkan operasi sehari-hari sebuah bisnis, juga menyediakan kebutuhan

informasi untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan oleh manajer.

Sistem Informasi Akuntansi merupakan landasan bagi sistem informasi lain

dan sangat dibutuhkan bagi suatu organisasi. Sistem Informasi Akuntansi

berperan dalam mengumpulkan data kegiatan di organisasi, mengubah data

menjadi informasi dan menyediakan informasi kepada pengguna baik di dalam

maupun di luar organisasi. Sistem Informasi Akuntansi(SIA) dapat didefinisikan

sebagai sebuah sistem informasi yang merubah data transaksi bisnis menjadi

informasi keuangan yang berguna bagi pemakainya.

Adapun tujuan Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut:

1. mendukung operasi-operasi sehari-hari

2. mendukung pengambilan keputusan manajemen

3. memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pertanggungjawaban

Untuk membangun sistem informasi, baik personal maupun multiuser,

haruslah mengkombinasikan secara efektif komponen-komponen sistem

informasi, yaitu: prosedur kerja, informasi (data), orang dan teknologi informasi

(hardware dan software).

2.2 Korupsi di Indonesia

Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa. Perkembangan korupsi

ditandai dengan meningkatnya sejumlah kasus dan jumlah kerugian keuangan

negara yang dihasilkan. Kualitas tindak pidana korupsi semakin sistematis dan

merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hal ini berdampak pada bencana

3

Page 4: BAB I

terhadap kehidupan perekonomian nasional dan pada kehidupan berbangsa dan

bernegara pada umumnya serta pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak

ekonomi masyarakat. Pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional

selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Lemahnya kontrol publik

memiliki dampak yang sangat luas terutama pada usaha reformasi birokrasi

pemerintahan memperkuat banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki

tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.

Pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sejak tahun 2005 sampai dengan

tahun 2008 untuk bidang penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan

berwibawa telah menunjukkan berbagai kemajuan yang ditandai dengan adanya

perbaikan sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan di pusat maupun

daerah yang lebih kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai permasalahan

masyarakat. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya dalam keadaan ideal dan

pemerintah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan kendala terkait

dengan aspek:

a. penerapan tata kepemerintahan yang baik (good public

governance/GPG)

b. sistem pengawasan dan akuntabilitas pemerintah

c. penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah

d. peningkatan kapasitas dan sistem manajemen pengelolaan SDM aparatur

e. kualitas pelayanan publik.

Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang

penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif

yang berlandaskan pada prinsip-prinsip, antara lain transparan, akuntabel, profesional,

efisien dan efektif. Upaya membangun tata kepemerintahan yang baik pada hakikatnya

merupakan upaya membangun sistem nilai penyelenggaraan administrasi negara yang

menyangkut seluruh aspek berbangsa dan bernegara sehingga memerlukan waktu yang

relatif lama. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi pemerintah dalam penerapan

tata kepemerintahan yang baik (GPG) adalah masih perlu ditingkatkannya pemahaman,

kesadaran, dan kapasitas pelaku khususnya sumber daya manusia aparatur dalam

4

Page 5: BAB I

penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk mewujudkan tata

pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

2.3 Transparansi dan akuntabilitas Sistem Informasi Akuntansi

Negara yang ingin bebas dari korupsi maka negara tersebut harus menciptakan

transparansi dan akuntabilitas. Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh

masyarakat terhadap semua informasi yang terkait dengan segala kegiatan yang

mencakup keseluruhan prosesnya melalui suatu manajemen sistem informasi

publik 1. Dengan adanya informasi yang terbuka dan meminimalisir asimetri

informasi maka akan memudahkan kontrol sosial dari masyarakat. Akuntabilitas

dimaknai sebagai pertanggungjawaban suatu lembaga kepada publik atas

keberhasilan maupun kegagalan melaksanakan misi / tugas yang telah

diembannya. Kurangnya perbaikan terhadap sistem hukum dan sistem akuntasi

menghambat pemulihan kegiatan perekonomian nasional setelah terjadinya krisis

tahun 1997-1998. Setelah mengalami krisis, negara lain segera berupaya

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem akuntansinya sebagai bagian

dari peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara (good and clean

government) maupun pengelolaan badan usahanya (good corporate governance).

Setelah terjadinya rangkaian skandal dunia usaha (seperti Dotcom dan Enron)

Amerika Serikat menyempurnakan sistem akuntansinya dengan mengintrodusi the

Sarbannes-Oxley Act tahun 2002.

Dalam aspek pengawasan, permasalahan utama yang dihadapi adalah

belum efektif dan efisiennya sistem pengawasan yang dilaksanakan pemerintah

yang menjadi salah satu penyebab masih terjadinya tindak pidana korupsi.

Berdasarkan hasil survei Transparency International tahun 2007, Indonesia masih

menjadi negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, yaitu berada pada peringkat

144 dari 179 negara yang disurvei meskipun terjadi sedikit peningkatan pada

indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia yaitu 14 – 3 dari 2,2 (tahun 2005)

menjadi 2,4 (tahun 2006) dan 2,3 (tahun 2007). Hal itu juga tergambar pada masih

rendahnya Peringkat Kemudahan Berbisnis (The Ease of Doing Bussiness) di

Indonesia, yaitu peringkat 123 dari 178 negara berdasarkan survei International

1 http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaan-partisipatif

5

Page 6: BAB I

Finance Corporation tahun 2007, termasuk masih banyaknya opini disclaimer

yang diberikan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Kementerian/Lembaga.

Permasalahan lain dalam aspek pengawasan adalah (a) kompetensi SDM

aparatur pengawasan yang belum merata; (b) hasil pengawasan dan pemeriksaan

belum sepenuhnya ditindaklanjuti; (c) belum konsistennya penerapan sanksi baik

administratif maupun hukum kepada para pejabat dan pegawai yang terbukti

secara hukum melakukan penyalahgunaan kewenangan; (d) belum efektifnya

sistem pengendalian intern pemerintah; dan (e) belum memadainya sistem

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pada aspek akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah, permasalahan utama yang dihadapi adalah belum diterapkannya

dengan baik manajemen berbasis kinerja secara terintegrasi dengan sistem

perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem

pengendalian. Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah juga

masih perlu disempurnakan. Pembentukan lembaga struktural dan lembaga non

struktural baru (kuasi birokrasi) telah menyebabkan organisasi pemerintah

menjadi lebih gemuk dan kurang efisien. Demikian juga halnya dengan sistem

manajemen dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan dan pengelolaan

dokumen serta kearsipan negara yang masih perlu disempurnakan dan

dikembangkan secara modern.

Upaya untuk meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara

merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU

Nomor 20 Tahun 2001, dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999

tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sasaran yang ingin dicapai

melalui Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur adalah

semakin efektifnya sistem pengawasan serta sistem akuntabilitas kinerja aparatur

dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN serta

berfungsinya pengawasan melekat (waskat).

6

Page 7: BAB I

Upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan pengawasan oleh aparat

pengawasan intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)

dilakukan melalui tiga strategi pengawasan yaitu preemtif, preventif, dan represif.

Pengawasan preemptif, adalah pengawasan yang dilakukan dalam upaya

meningkatkan kesadaran (awareness) untuk mencegah timbulnya moral hazards,

mendorong partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah dalam

pemberantasan korupsi melalui sosialisasi program anti-korupsi kepada publik,

birokrat, dunia usaha, dan pejabat negara yang bertujuan untuk memberikan

pencerahan sekaligus menumbuhkan kepedulian (public awareness) mengenai

bahaya korupsi dan solusi penanggulangannya. Di samping kegiatan tersebut,

dilakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan

kapabilitas penyelenggara pemerintahan termasuk pengelola keuangan negara dan

aparat pengawas intern pemerintah. Untuk memberikan pemahaman dan

membangun persepsi yang sama dalam pembenahan manajemen pemerintahan,

BPKP melakukan berbagai macam sosialisasi di antaranya terkait dengan Good

Corporate Governance (GCG), Good Local Governance (GLG), Sistem

Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), dan Sistem Informasi Manajemen

Keuangan Daerah (SIMDA).

Pengawasan preventif, adalah pengawasan yang dilakukan untuk

mencegah dan mendeteksi secara dini permasalahanpermasalahan yang timbul di

dalam penyelenggaraan pemerintahan. Upaya preventif dilakukan dalam

merespons opini disclaimer oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah maupun

upaya pencegahan terhadap korupsi. Bentuk strategi preventif dimaksud, antara

lain, melalui audit, evaluasi, pendampingan/bimbingan teknis dalam rangka

penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Standar Pelayanan Minimal

(SPM), Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA), Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Fraud Control Plan, dan

Sistem Akuntansi Barang Milik Negara/Daerah (SABMN/D). Pengawasan

preventif juga dilakukan di lingkungan manajemen BUMN/BUMD melalui

pendampingan/bimbingan teknis penerapan Good Corporate Governance,

penyusunan Key Performance Indicator (KPI), penyusunan Corporate Plan,

7

Page 8: BAB I

Sistem Informasi Akuntansi (SIA), Teknologi Informasi, Manajemen Risiko,

Sistem Pengendalian Intern, dalam rangka peralihan status dari Perusahaan

Jawatan (Perjan) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Pendampingan

penerapan GCG pada BUMN/BUMD telah meningkatkan kualitas pengelolaan

dan praktik bisnis yang lebih sehat dan beretika.

Pengawasan represif, adalah upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan

melalui audit investigatif dan sinergi dengan aparat penegak hukum (kepolisian,

kejaksaan, dan Komisi Pemberantasaan Korupsi).

2.4 Teknologi Informasi sebagai pemberantas korupsi

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,

supervisi,   monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku2. Karenanya ada tiga hal yang perlu

digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku

korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.

Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu berbagai pihak,

contohnya, KPK. Dalam melakukan tugasnya, gedung KPK yang dirancang

sebagai smart building, paper-less information system yang diberlakukan sebagai

mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta

pendidikan antikorupsi KPK. Informasi elektronik sangat dibutuhkan agar

informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan

lebih lama penyimpanannya3.

Lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta tidak semua melakukan

pemanfaatan sistem informasi yang terdiri dari teknologi perangkat keras,

perangkat lunak, metode sistem dan sumber daya manusia, masih banyak

mengalami hambatan karena lembaga atau perusahaan belum memiliki semangat

transparansi dan makin merebaknya korupsi di semua lini.

2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 butir ke-33 Wikipedia: teknologi informasi

8

Page 9: BAB I

Tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang

antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik4.

Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk

mendorong efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi

informasi juga dapat menghemat APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa

untuk kepentingan pemerintah. Diharapkan e-procurement yang menyediakan

fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan meningkatkan transparansi

proses pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran yang mungkin terjadi.

Transparansi merupakan syarat pertama dari perwujudan good governance.

Transparansi akan mempermudah akses informasi bagi masyarakat yang

kemudian mempermudah dan memancing partisipasi mereka. Dengan adanya

kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah dituntut untuk lebih

akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berbicara tentang

penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurement ini,

beberapa pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari

berbagai sumber, disebutkan bahwa penghematan yang terjadi berkisar antara

15% hingga 23,5%, angka yang tidak tanggung-tanggung untuk ukuran APBN

negara kita.

Transparansi, akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan partisipasi.

Partisipasi dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses

pengambilan keputusan dan setiap daur pembangunan partisipatif mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dan pelestarian sehingga

masyarakat bukan penerima manfaat melainkan sebagai agen pembangunan.

Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus

memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan

secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan

penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan. Melalui sistem pengelolaan informasi

dan pertanggungjawaban yang jelas, masyarakat bisa mengontrol dan bisa

menghindarkan penyelewengan- penyelewengan yang mungkin saja terjadi.

4 Pasal 4 huruf c UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

9

Page 10: BAB I

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Peran SIA sebagai tindakan pencegahan dan pengawasan merupakan

faktor penting dalam tindak pemberantasan kasus korupsi di Indonesia.

Jika penerapan teknologi informasi hanya sebagai tools untuk membantu

pekerjaan misalnya mengetik dan menghitung, hal tersebut tidak akan menjadi

masalah. Namun ketika memasuki wilayah sebuah sistem yang serba online,

terintegrasi dan transparan yang tentunya terbatas untuk internal organisasi, upaya

tersebut membuat banyak pihak gerah. Tanpa sistem informasi yang transparan

dan terintegrasi, sebelumnya ada peluang besar untuk memanipulasi berbagai

data, dari mengubah data riil sampai dapat membuat kuitansi sendiri. Juga

hilangnya peluang karena dengan IT tidak ada lagi kesempatan untuk menunda

pekerjaan. Apabila menunda pekerjaan, siapa yang mau cepat dilayani harus ada

fee terlebih dahulu. Wujud kegerahan yang sebenarnya merupakan penolakan bisa

dengan macam-macam alasan, SDM tidak siap, biaya yang mahal (padahal belum

dihitung cost and benefit-nya), "organization politicking", hingga yang ekstrem ke

sabotase sistem internal. Walaupun bukan sebagai faktor tunggal dalam

kegagalan, kendala-kendala seperti itu tidak jarang membuat sebuah proyek

sistem informasi gagal di tengah jalan dan dicap tidak pernah selesai.

3.2 Saran

Pemerintah di tingkat pusat sampai ke daerah sebenarnya harus menjadi

lokomotif bahwa di tengah keterbatasan yang dimiliki, sistem informasi berbasis

teknologi harus dapat menjadi daya dorong peningkatan efisiensi nasional dan

regional. Di samping efisiensi, sistem informasi adalah jalur cepat meningkatkan

layanan publik dan membentuk good governance yang tidak terbatas hanya pada

membangun citra (image) tapi dapat terasa langsung manfaatnya di masyarakat.

Walaupun pasti harus melalui rintangan yang sangat berat, keberhasilan

10

Page 11: BAB I

implementasi sistem informasi yang terintegrasi dan transparan paling tidak dapat

mengurangi peluang terjadinya penyelewengan. Bukankah penyelewengan ada

karena juga akibat kelemahan sebuah sistem yang memberi celah untuk itu.

Masih banyak tantangan ke depan dalam konteks ini, yaitu penyelewengan dalam

organisasi yang telah menerapkan sistem informasi berbasis teknologi. Marilah

kita lewati rintangan demi rintangan yang ada.

11

Page 12: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,

Kesejahteraan dan Keadilan. Fokus: Bandung.

Vaassen , Meuwissen , Schelleman. 2010. Accounting Information Systems and

Internal Control 2e. Wiley & Sons Ltd : United Kingdom.

Romney, Steinbart. 2006. Accounting Information Systems 11e. Pearson Prentice

Hall : United States of America.

12