bab i

26
BAB I PENDAHULUAN Diabetes mellitus merupakan gangguan spektrum metabolik yang telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Selama 30 tahun terakhir diabetes mellitus telah diakui sebagai penyakit utama yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tuubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Periodontitis, merupakan suatu inflamasi jaringan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor lokal dan keadaan sistemik. Periodontitis juga memliki banyak efek yang luas bukan hanya sekedar infeksi mulut lokal, periodontitis yang parah dapat menimbulkan respon sistemik, dengan bakteri dan produk-produk yang dihasilkan oleh bakteri yang memasuki system sirkulasi dari tubuh. Periodontitis dan diabetes militus memiliki dua hubungan yang saling berikatan,dimana diabetes militus bisa menjadi

Upload: ilone-toar

Post on 01-Jul-2015

297 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan gangguan spektrum metabolik yang telah menjadi

salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Selama 30 tahun terakhir diabetes mellitus

telah diakui sebagai penyakit utama yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas

yang tinggi. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tuubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung, dan pembuluh darah.

Periodontitis, merupakan suatu inflamasi jaringan yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu faktor lokal dan keadaan sistemik. Periodontitis juga memliki banyak efek yang

luas bukan hanya sekedar infeksi mulut lokal, periodontitis yang parah dapat menimbulkan

respon sistemik, dengan bakteri dan produk-produk yang dihasilkan oleh bakteri yang

memasuki system sirkulasi dari tubuh.

Periodontitis dan diabetes militus memiliki dua hubungan yang saling

berikatan,dimana diabetes militus bisa menjadi faktor yang dapat memperburuk penyakit

periodontal, begitu juga sebaliknya periodontitis juga merupakan faktor yang dapat

memperburuk diabaetes militus.

Profesi dokter gigi sebagian dari tenaga kesehatan, sebaiknya dapat mengetahui

berbagai kondisi atau penyakit ronnga mulut yang dapat mempengaruhi atau memperburuk

penyakit lainnya dalam tubuh ataupun sebaliknya. Salah satunya adalah hubungan antara

periodontitis dan diabetes militus.

Page 2: BAB I

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

1. Setelah membuat makalah ini, diharapkan dapat menunjang aktivitas

perkuliahan khususnya mata kuliah Periodonsia II , serta dapat mengetahui

masalah periodontitis sebagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi atau

memperburuk penyakit sistemik, diabetes militus.

Tujuan Khusus

1. Menjelaskan dasar dari penyakit diabetes militus.

2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi dari periodontitis serta berbagai

menifestasinya .

3. Menjelaskan pengaruh dari periodontitis terhadap penyakit sistemik, diabetes

militus.

Page 3: BAB I

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Diabetes Militus

2.1.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa

organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.

Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik

progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).

Diabetes melitus merupakan kelainan yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

dihubungkan dengan definisi kerja dan atau sekresi insulin secara absolut atau relatif

(Hadisaputro dan Setyawan, 2007).

Page 4: BAB I

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

A. Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Iinsulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM

Destruksi sel beta, umunya menjurus ke defisiensi insulin absolut

a. Melalui proses imunologik

Bentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut

sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi

sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi,

kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada

individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali

sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang

jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Sebagai markeer

terjadinya sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan

atau aoutoantibodi sel pulau langerhans dan atau antibodi insulin dan

autoantibodi asam glutamat dekarboksilase sekitar 80-90 % terdeteksi pada

diabetes tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh

genetik dan faktor lingkungan.

b. Idiopatik

Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya

beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung

untuk terjadinya ketoasidosis ttapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes

ini biasanya oleh individu asal afrika dan asia.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Insulin Non-dependent Diabetes Melitus)

Bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin).

Pada penderita diabetes melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin

tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena resistensi insulin

Page 5: BAB I

yang merupakan trunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa hati.

Oleh karena terjadinya resistensi insulin akan mengakibatkan defisiensi relatif

insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel

beta pankreas akan mengalami desensitasi terhadap adanya glukosa. Onset

diabetes meliyus ini perlahan-lahan karena itu, gejalanya tidak terlihat

(asimtomatik). Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan

mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh

kaarena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat

antibiotik oral.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

Defek genetik fungsi sel beta

kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid (DNA)

Mitokondria.

Defek genetik kerja insulin

Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall,

diabetes lipoatrofik, lainnya.

Penyakit Eksokrin Pankreas

Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis,

hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.

Endokrinopati

Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,

somatostatinoma, aldosteronoma.

Karena Obat/Zat kimia

Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,

dilantin, interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.

Infeksi

Page 6: BAB I

Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).

Imunologi (jarang)

antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.

Sindroma genetik lain

Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader

Willi, ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.

4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).

Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa

kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa

kehamilan, biasanya pada semester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional

berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan)

dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar dalam

jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan

intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan

dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan.

Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada

wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara

simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin,

mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabakan

kadar gula darah pada wanita hamil meningkat.

Page 7: BAB I

2.1.3 Gambaran Klinis

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari

oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian dalam

Soegondo dkk (2002) ialah :

a. Keluhan Klasik

Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas

Banyak kencing (poliuria)

Banyak minum (polidipsia)

Banyak makan (polifagia)

b. Keluhan Lain

Gangguan saraf tepi / kesemutan

Gangguan penglihatan (kabur)

Gatal / bisul yang hilang timbul

Gangguan Ereksi

Keputihan

Gatal daerah genital

Infeksi sulit sembuh

Cepat Lelah

Mudah mengantuk

Page 8: BAB I

2.1.4 Diagnosis

Penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar glukosa darah. Yang sulit

adalah bila tidak ada gejala. Diagnosis diabetes dalam Soegondo dkk (2006) dipastikan bila

:

a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan

glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau glukosa darah

puasa ≥ 126 mg/dl).

b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah,

kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua

nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

danlatau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa pada hari yang sarna atau

pada hari yang berbeda).

Tabel 2-2. Pentuan diagnosis diabetes melitus menggunakan kadar gula darah

Bukan Belum DM

DM Pasti DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90-99 ≥ 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah Kapiler < 90 90-99 ≥ 100

Dari tabel diatas untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,

dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa

faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Page 9: BAB I

Kriteria diagnostik WHO :

Kriteria Diagnosis:

1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan

hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir.

2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard

WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang

dilarutkan dalam air.

Page 10: BAB I

2.2 Periodontitis

2.2.1 Definisi

Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada

jaringan penyangga gigi (jaringan periodontium). Yang

termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang

membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen

periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi

dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam

antara gigi dan tulang).

Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila

perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami

kerusakan. Selain itu tulang alveolar (tulang yang menyangga

gigi) juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat

berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi

akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang

lebih luas pada jaringan periodontal.

2.2.2 Poket periodontal

Menurut Fedi dkk (2004), poket adalah pendalaman sulkus gingiva secara patologis karena

penyakit periodontal. Pendalaman sulkus dapat terjadi karena tiga hal: (1) pergerakan tepi

gusi bebas ke arah koronal, seperti pada gingivitis; (2) perpindahan epitel fungsional ke

arah apikal, bagian koronal epitel terlepas dari permukaan gigi; dan (3) kombinasi

keduanya. Poket dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Poket gingiva (pseudopocket/poket semu)

Poket gingiva adalah pendalaman sulkus gingiva sebagai akibat dari pembesaran gingiva.

Tidak terjadi migrasi epitel jungsional ke apikal atauresorpsi puncak tulang alveolar

Page 11: BAB I

2. Poket supraboni

Poket supraboni adalah pendalaman sulkus gingiva disertai dengan kerusakan serabut

gingiva di dekatnya, ligamen periodonsium, dan puncak tulang alveolar, yang dikaitkan

dengan migrasi epitel jungsional ke apikal. Dasar poket dan epitel jungsional lebih koronal

dibandingkan puncak tulang alveolar. Poket supraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang

horizontal, yaitu penurunan ketinggian puncak alveolar keseluruhan, umumnya puncak

tulang dan permukaan akar membentuk sudut siku-siku.

3. Poket infraboni

Poket infraboni adalah pendalaman sulkus gingiva dengan posisi dasar poket dan epitel

jungsional terletak lebih ke apikal dibandingkan puncak tulang alveolar. Poket infraboni

dihubungkan dengan resorpsi tulang vertical (resorpsi tulang angular), yaitu kehilangan

tulang yang membentuk sudut tajam terhadap permukaan akar.

2.2.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinik seperti merah, marginal gingiva menebal, zona

vertikal merah kebiru-biruan dari margin gingiva sampai mukosa

alveolar, perdarahan gingiva atau supurasi, pergeseran gigi, dan

diastem formasi dan gejala seperti sakit secara lokal atau sakit

yang dalam “pada tulang” gejala periodontal poket. Metode

menemukan poket periodontal dan menentukan luasnya

adalah berhati-hati memeriksa margin gingiva sekitar permukaan gigi.

2.2.4 Patogenesis

Poket periodontal disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya, yang

membuat perubahan jaringan patologi membuat sulkus gingiva dalam. Pada dasar

kedalaman, kadang-kadang sulit untuk membedakan kedalaman sulkus normal dengan

Page 12: BAB I

poket periodontal dangkal. Perubahan meliputi transisi dari sulkus gingiva normal ke

patologi poket periodontal dihubungkan dengan perbedaan proporsi sel-sel bakteri pada

plak gigi. Gingiva sehat dihubungkan dengan beberapa mikroorganisme, paling banyak sel

kokus dan batang. Penyakit gingiva dihubungkan dengan peningkatan jumlah spirochetes

dan batang bergerak.

Formasi poket dimulai dari inflamasi di dinding jaringan ikat sulkus gingiva yang

disebabkan bakteri plak. Sel dan eksudat cairan inflamasi menyebabkan degenerasi sekitar

jaringan ikat, termasuk serabut gingiva.

Sebagai akibat kehilangan kolagen, bagian apikal epithelium junction berproliferasi

sepanjang akar, pemanjangan seperti proyeksi dua atau tiga jari.

Bagian korona epithelium junction melepaskan/memisahkan dari akar sebagai migrasi

bagian apikal. Sebagai hasil inflamasi, polymorfonuklear neutrofil (PMNs) menginvasi

ujung korona epithelium junction dalam meningkatkan jumlahnya. PMNs tidak bergabung

satu sama lain atau sisa dari epithelium desmosom.

Perpanjangan epithelium junction sepanjang akar membutuhkan sel epitelial yang

sehat. Ditandai dengan degenerasi atau nekrosis epithelium junctional memperlambat

daripada mempercepat pembentukan poket.

Derajat infiltrasi leukosit epithelium junctional bebas dari volume inflamasi

jaringan ikat, sehingga proses ini dapat terjadi pada gingiva dengan hanya sedikit gejala

inflamasi klinik.

Dengan meneruskan inflamasi, gingiva meningkatkan bagian terbesar, dan puncak

margin gingiva memperpanjang ke mahkota. Epithelium junction melanjutkan migrasi

sepanjang akar dan memisahkannya. Epithelium dinding lateral poket berproliferasi

kedalam bentuk bulat seperti pada pemanjangan kawat (cord-like extendsions) ke dalam

inflamasi jaringan ikat. Leukosit dan edema dari inflamasi jaringan ikat berinflitrasi ke

lapisan epithelium poket, menghasilkan berbagai derajat degenerasi dan nekrosis.

Plak Inflamasi gingiva Formasi poket formasi lebih banyak plak.

Page 13: BAB I

2.2.5 Aktivitas penyakit periodontal

Poket periodontal melewati periode kepasifan dan pembusukan. Periode kepasifan

dicirikan oleh pengurangan respon inflamasi dan sedikit atau tidak ada kehilangan tulang

dan ikatan jaringan ikat. Penambahan plak tidak terikat, dengan gram-negatifnya, motil,

dan bakteri anaerob, memulai periode pembusukan dimana tulang dan ikatan jaringan ikat

hilang dan poket mendalam. Periode ini dapat berakhir dan diikuti secepatnya oleh periode

remisi atau pembusukan dimana gram-positif bakteri berproliferasi dan kondisi lebih stabil.

Page 14: BAB I

2.2 Periodontitis sebagai faktor resiko dalam memperburuk Diabetes

Melitus

Hasil dari penelitian longitudinal ,menunjukkan bahwa pada dasarnya periodontitis

yang berat berhubungan dengan control glikemik yang buruk dan komplikasi diabetes.

(Taylor 1996, shultis 2007). Penyakit periodontal dapat menyebabkan peningkatan

inflamasi sistemik kronis. Infeksi bakteri akut dan virus dapat meningkatkan resistensi

insulin pada orang tanpa diabetes, dimana kondisi ini sering berlangsung selama

berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah pemulihan klinis dari penyakit. Infeksi

periodontal kronis gram-negatif juga dapat mengakibatkan peningkatan resistensi insulin

dan control glikemik yang buruk (Mealy dan Oates 2006).

Ada beberapa mekanisme berhubungan dengan infeksi periodontal dan control

glikemik. Inflamasi sistemik mempengaruhi sensitivitas insulin. Penelitian tingkat serum

CRP, IL-1b, TNFα, dan fibrinogen pada pasien dengan periodontitis menunjukkan adanya

peran aktif pada diabetes dalam memperburuk inflamasi sistemik yang kronik.

Penelitian telah dilakukan untuk mengkaji dampak periodontal pada control

glikemik terhadap pasien diabetes, termasuk dampak scaling, root planning, lokal

gingivektomi, dan pemberian antibiotic. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa

scalling, dan root planning yang disertai dengan pemberian sistemik doksisiklin dapat

meningkatkan control glukosa darah. Suatu penelitian telah melaporkan penurunan dalam

HbA1c pada pasien diabetes dengan hanya scaling dan root planning dibandingkan dengan

sedikit peningktan yang tidak signifikan dalam kadar HbA1c pada suatu kelompok diabetes

yang tidak melakukan perawatan.

Antibodi yang merupakan pertahanan mukosa terhadap bakteri ialah IgA yang

dihasilkan oleh sekretori IgA glandula salivaris dan IgG serum pada eksudat inflamasi

gingiva, terdeteksi di saliva. Imuntias mukosa menahan invasi bakteri ke dalam jaringan,

tetapi b gingivalis menghasilkan enzim yang menyebabkan inaktivasi IgA dan IgG,

sehingga merusak pertahahnan lokal. Peningkatan bakteri menyebabkan metabolit

menembus epitel seperti asam lemak yang toksik terhadap jaringan, peptida terhadap

leukosit. Produk tersebut mengaktivasi sel epitel untuk melepaskan mediator inflamasi

Page 15: BAB I

seperti interleukin (IL), PGE2, matriks metalloproteinase (MMP) dan tumor nekrosis faktor

(TNF). Produk bakteri dan respons epitel mengaktifkan sel mast perivascular untuk

membebaskan histamine dan aktivasi sel endotel pada mikrosirkulasi. Pembuluuh

mikrosirkulasi inflamasi, vasodilatasi dan aliran darah lambat. Hubungan sel endotel

terbuka, cairan kaya protein keluar dan tertimbun pada matriks ekstraseluler.

Leukosit dan monosit mengaktivasi makrofag menghasilkan mediator respons imun

dan respon inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-10, IL-12, TNFα, PGE2, MMP, IFN, dan

substansi kemotaktik. Makrofag menjadi sel efektor, mensekresi sitokin dan

mengekspresikan reseptor permukaan atau mempengaruhi respon imun spesifik antigen

yang ,erupakan target langsung.

Studi in vitro menyatakan IL-1 TNFα dan IFNγ pada konsentrasi kecil bersifat

sitostatik terhadap sel β pancreas, menghambat sintesis dan sekresi insulin tetapi keadaan

kembali normal dengan hilaangnya sitokin. Sitokin bersifat sitosidal bila kadar IL-1, TNFα

dan IFN γ meningkat, menyebebkan kerusakan sel β pancreas. Sitokin berpengaruh pada

reseptor tirosin kinase sebagai katalis langsung reaksi fosforilasi, sehingga sitokin

mempengaruhi respons seluler yang dihasilkan reseptor insulin misalnya pada transporter

glukosa, glikolisis dan sintesis glikogen. Reseptor sitokin bergabung dengan elemen insulin

substrat-1 (IRS-1) yang ditemukan pada sinyal insulin dan menyebabkan penurunan aliran

sinyal insulin. Reseptor insulin dapat bergabung membentuk komponen modular yang

multiple dan mempengaruhi beberapa system reseptor. Fungsi reseptor IL dan IFNγ adalah

menyusun ligan, mempengaruhi komponen sitoplasmik dan mempengaruhi resistensi

insulin.

Page 16: BAB I

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

2. Periodontitis merupakan inflamasi dan destruksi kronik jaringan penyangga gigi,

dipengaruhi banyak faktor yaitu faktor lokal (kebersihan mulut, malposisi, dan

maloklusi gigi, trauma) dan keadaan sistemik (genetic, keseimbangan hormonal,

defisiensi vitamin, diabetes militus, defisiensi imunologis, obat-obatan, penyakit

kulit, ketidakseimbangan nutrisi, infeksi bakteri, virus dan jamur).

3. Periodontitis memiliki hubungan dengan diabetes melitus. Periodontitis merupakan

salah satu faktor yang memperburuk kondisi diabetes militus.

Sitokin pada periodontitis dapat mempengaruhi selβ pancreas dan menyebabkan

hambatan sintesis dan sekresi insulin, sehingga dapat memperburuk kondisi subjek

yang menderita diabetes yang juga menderita periodontitis.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi atau pengetahuan, khususnya bagi

tenaga kesehatan di bidang kedokteran gigi, dapat memahami hubungan penyakit

sistemik khususnya diabetes militus dengan periodontitis.

Page 17: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Abhijit GURAV and Varsha JADHAV, (2010) Periodontitis and risk of diabetes.

Journal of Diabetes.

2. Clerehugh Valerie, 2009. Periodontology at a Glance. UK: Wiley Blackwell

3. Dumitrescu l. Alexandria, 2010. Etiology and Pathogenesis of periodontal disease.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2010.

4. Edward J. Ohlrich, Mary P. Cullinan dan Jontahan W. Leichter (2010). Diabetes,

periodontitis and the subgingival microbiota. Journal of Oral Microbiology, Vol 2

(2010) incl Supplements

5. Lindhe Jan, 2008. Clinical periodontology and implant dentistry. 2008 by

Blackwell Munksgaard, a Blackwell Publishing company

6. Setiawati titiek, “Pengelolaan Kelainan Gigi dan Mulut pada

Penderita Kompromis Medik: Diabetes militus” dalam jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 7 (Edisi Khusus) 279-

284.

7. Silvester-j Franscisco, (2009). Type 1 diabetes mellitus and periodontal disease:

relationship to different clinical variabels. Journal section: Special patients

8. Sudoyo W. Aru, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3.

Interna Publishing: Jakarta Pusat 2009.

9. Newman Michael, Takei Henry, dan Klollevold, Clinical Periodontologi

10. Oedijani, 2003. “Mekanisme Biokimia dan Biomolekuler komplikasi Diabetes

Melitus dan Periodontitis” dalam Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

2003 : 10 (edisi Khusus) 578-585

11. http/:periodontologi\journal perio\HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT

PERIODONTAL DENGAN DIABETES MELITUS « Blisa Novertasari.htm