bab i

41
BAB I PENDAHULUAN Trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh tabrakan kendaraan bermotor, kecelakaan rekreasi, perkelahian, dan jatuh. Organ yang sering terkena adalah limpa, hati, organ retroperineum, usus halus, ginjal, kandung kemih, kolorektal, diafragma, dan pankreas. Laki – laki lebih sering cedera daripada perempuan. Data dari WHO didapati bahwa penyebab utama adalah jatuh dari ketinggian lebih dari 5 meter dan tabrakan kendaraan bermotor menjadi penyebab kedua 1 . Salah satu organ kita yang paling sering mengalami cedera pada suatu trauma tumpul pada daerah perut atau toraks kiri bagian bawah adalah lien. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul linealis dan anulsi pedikel lien sebagian atau menyeluruh. Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik dan nyeri abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. 1

Upload: arditya-putra-mardana

Post on 06-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh tabrakan kendaraan

bermotor, kecelakaan rekreasi, perkelahian, dan jatuh. Organ yang sering terkena

adalah limpa, hati, organ retroperineum, usus halus, ginjal, kandung kemih,

kolorektal, diafragma, dan pankreas. Laki – laki lebih sering cedera daripada

perempuan. Data dari WHO didapati bahwa penyebab utama adalah jatuh dari

ketinggian lebih dari 5 meter dan tabrakan kendaraan bermotor menjadi penyebab

kedua1.

Salah satu organ kita yang paling sering mengalami cedera pada suatu trauma

tumpul pada daerah perut atau toraks kiri bagian bawah adalah lien. Penyebab

utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi

kapsul linealis dan anulsi pedikel lien sebagian atau menyeluruh.

Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda perdarahan yang

memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik dan nyeri abdomen pada

kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma.

Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada trauma tumpul lien dapat terjadi

dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada

separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini terjadi karena adanya

tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya hematom subkapsuler

yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.1

Managemen pada trauma limpa secara umum dapat dibagi menjadi dua yakni

secara non-operatif atau konservatif dan secara operatif dengan splenektomi atau

splenorraphy tergantung kondisi pasien. Beberapa penelitian menetapkan

keberhasilan dan keamanan yang didapatkan oleh terapi non-operatif ini. Selain itu,

oleh karena resiko sepsis yang terjadi karena splenektomi, menyebabkan penanganan

1

Page 2: BAB I

trauma limpa berupa konservatif menjadi pilihan kecuali jika terdapat gangguan

hemodinamik.2

Tehnik operatif splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi

pengangkatan limpa, yang mana organ ini merupakan bagian dari sistem getah

bening. Splenektomi biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan

tertentu pada limpa (hodkin`s disease dan non-hodkin`s limfoma, limfositis kronik,

dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor,

kista dan splenomegali. Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan

luka yang tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan

flexura splenika di usus.1

Splenorrhapi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang

fungsional dengan tehnik bedah.Tindak bedah ini terdiri dari membuang jaringan non

vital, mengikat pembuluh darah yang terbuka dan menjahit kapsul lien yang terluka.2

BAB II

2

Page 3: BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Limpa

Spleen atau yang lazim disebut limpa atau lien adalah suatu organ limfatik

yang lunak dan vaskular. Organ ini tidak termasuk sistema digestivus, namun aliran

darah venanya menuju ke vena portae. Berasal dari differensiasi jaringan mesenkimal

mesogastrium dorsale. Berat limpa rata-rata berkisar antara 75-100 gr, pada dewasa

berukuran 12 x 7 x 4 cm, biasanya sedikit mengecil dengan bertambahnya umur

sepanjang tidak disertai adanya patologi lainnya. Letak organ ini dikuadran kiri atas

dorsal di abdomen, kira-kira ditutupi oleh iga 9 sampai iga 11. Limpa terpancang

ditempatnya oleh lipatan peritonium yng diperkuat oleh beberapa ligamenta

suspensoria. Limpa difiksasi oleh  ligamentum gastrolienale dan ligamentum

lienaorenale. Limpa mempunyai facies diaphragmatica dan facies visceralis, margo

superior dan margo inferior, dan dua ujung yang dinamakan extremitas superior dan

extremitas inferior. Vasa lienalis dan nervus yang masuk keluar limpa melalui hilus

lienalis,terletak pada facies visceralis agak ke kaudal.2,3

Limpa dibungkus oleh kapsul serosa dan kolagen yang mana dari sini

trabekula menembus parenkim. Trabekula merupakan jaringan konektif padat, kaya

kolagen dan elastis. Diantara trabekula terdapat jaringan reticular yang menyusun

3

Page 4: BAB I

parenkim limpa, yang mana terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih dan dibatasi oleh

zona marginal. Pulpa putih mengandung limfosit, makrofag, dan sel plasma. pulpa

merah terdiri atas sinus venous dan korda splenika, sementara zona marginal terdiri

dari vascular space. Di tempat inilah benda asing, fragmen sel dan plasma di

kumpulkan.2,3

2.2 Fisiologi Limpa

Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah

merah dan sel darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa

mempunyai peran penting dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis

dalam sumsum tulang mengalami gangguan seperti pada gangguan hematologi.

Secara umum fungsi limpa di bagi menjadi 2 yaitu:

4

Page 5: BAB I

1. Fungsi Filtrasi

Limpa berfungsi untuk membuang sel darah merah yang sudah tua atau sel

darah merah yang rusak misalnya sel darah merah yang mengalami gangguan

morfologi seperti pada spherosit dan sicle cells, serta membuang bakteri yang

terdapat dalam sirkulasi. Setiap hari limpa akan membuang sekitar 20 ml sel

darah merah yang sudah tua. Selain itu sel-sel yang sudah terikat pada Ig G

pada permukaan akan di buang oleh monosit. Limpa juga akan membuang sel

darah putih yang abnormal, platelet, dan sel-sel debris.

2. Fungsi Imunologi

Limpa termasuk dalam bagian dari sistem limfoid perifer mengandung

limfosit T matur dan limfosit B. Limfosit T bertanggung jawab terhadap

respon cell mediated immune (imun seluler) dan limfosit B bertanggung

jawab terhadap respon humoral. Fungsi imunologi dari limpa dapat di singkat

sebagai berikut:

a. Produksi Opsonin

Limpa menghasilkan tufsin dan properdin. Tufsin mempromosikan

Fagositosis. Properdin menginisiasi pengaktifan komplemen untuk

destruksi bakteri dan benda asing yang terperangkap dalam limpa.

Limpa adalah organ lini kedua dalam sistem pertahanan tubuh jika

sistem kekebalam tubuh yang terdapat dalam hati tidak mampu

membuang bakteri dalam sirkulasi. 

b. Sintesis Antibodi

Immunoglobulin M (Ig M) diproduksi oleh pulpa putih yang berespon

terhadap antigen yang terlarut dalam sirkulasi

5

Page 6: BAB I

c. Tempat Penyimpanan

Pada dewasa normal sekitar sepertiga (30 % ) dari platelet akan

tersimpan dalam limpa.

Keadaan patologis dapat terjadi karena 2 faktor utama yaitu peningkatan

kemampuan destruksi terhadap komponen-komponen darah dan produksi antibodi

yang terikat langsung terhadap komponen-komponen darah sehingga meningkatkan

proses destruksi berbagai komponen darah. Hipersplenisme merupakan suatu keadaan

dimana terjadi aktivitas yang berlebihan terhadap fungsi limpa menyebabkan

meningkatnya kemampuan eliminasi terhadap seluruh komponen seluler dan

sirkulasi.

Pada limpa kira-kira 20 ml sel darah merah yang tua didestruksi setiap

harinya, sedangkan neutrofil dieliminasi dari sirkulasi dengan waktu paruh 6 jam.

Neutropenia dapat terjadi pada beberapa keadaan hipersplenisme karena

meningkatnya sekuestrasi atau kemampuan eliminasi terhadap granulosit. Trombosit

dapat bertahan selama 10 hari dalam sirkulasi. Sepertiga dari total trombosit

disekuestrasi dilimpa dan hampir 80% dapat disekuestrasi jika terjadi hipersplenisme.

Pasien-pasien yang telah menjalani post splenektomi jumlah trombositnya dapat

mencapai 1 juta sel/mm3 yang mana hal ini dapat menyebabkan trombosis intravena.

Suatu kelainan imunologik tanpa hipersplenisme (contoh idiophatic trombositopenia

purpura) dapat juga meningkatkan kemampuan sekuestrasi.

2.3 Etiologi Trauma Limpa

Berdasarkan penyebab, ruptur limpa dapat dibagi berdasar trauma pada limpa yang

meliputi :

1. Trauma Tajam

Trauma ini dapat terjadi akibat luka tembak,tusukan pisau atau benda

tajam lainnya. Pada luka ini biasanya organ lain ikut terluka tergantung

arah trauma. Yang tersering dicederai adalah paru, lambung, lebih jarang

6

Page 7: BAB I

pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium.

Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat

menimbulkan perdarahan. Perdarahan pasca slenografi ini jarang terjadi

selama jumlah trombosit ˃ 70.000 dan waktu protrombin 20% diatas

normal.

2. Trauma Tumpul

Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul

abdomen atau trauma toraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai

kerusakan usus halus, hati dan pankreas. Penyebab utamanya adalah

cedera langsung atau tidak langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh

dari tempat tinggi, pada olahraga kontak seperti judo, karate dan silat.

Ruptur limpa yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari

sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh kasus masa laten

ini kurang dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada

laserasi kecil, atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara

lambat dan kemudian pecah

3. Trauma Iatrogenik

Ruptur limpa sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian

atas, umpamanya karena retraktor yang dapat menyebabkan limpa

terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga hilus atau pembuluh darah

sekitar hilus robek. Cedera iatrogen dapat terjadi pada punksi limpa

(splenoportografi)

2.4 Diagnostik

2.4.1 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari trauma limpa bervariasi. Pasien dengan trauma tumpul

limpa dapat menimbulkan manifestasi klinik dengan banyak cara, Terdapat beberapa

pasien yang datang asimptomatik dan yang lainnya datang dengan gejala yang berat.

Keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien yang keadaan umumnya stabil

adalah nyeri abdominal bagian atas kiri atau nyeri panggul. Meskipun begitu nyeri ini

7

Page 8: BAB I

tidak dapat dijadikan acuan yang signifikan berasal dari limpa tetapi mungkin saja

berhubungan dengan jaringan, trauma pada tulang, dan iritasi peritoneal oleh karena

hemoperitoneum. Selain itu, tidak ditemukannya hematoma subkapsuler yang sesuai

dengan derajat trauma limpa akan lebih mendukung asal nyeri tersebut tidak berasal

dari limpa. Hal ini tidak menggambarkan bahwa limpa tidak memiliki sensor nyeri.

Serat nyeri terletak diantara kapsul limpa, dan dapat menimbulkan respon yang kuat

sebagai bukti beratnya gejala yang ada selama infark terjadi. Derajat nyeri

ditimbulkan oleh hematoma subkapsuler yng sering didapatkan oleh klinisi dan

pasien13.

Tanda fisik yang ditemukan pada trauma limpa bergantung pada adanya organ

lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan adanya kontaminasi rongga

peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian hebatnya sehingga mengakibatkan syok

hipovolemik hebat yang fatal. Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung

sedemikian lambat sehingga sulit diketahui pada pemeriksaan. Pada ruptur yang

lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan syok, tanda perdarahan

intraabdomen, atau seperti ada tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri

tekan disertai anemia sekunder. Oleh karena itu, menanyakan riwayat trauma yang

terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus ini13.

Jika disertai dengan perdarahan intra-abdominal yang volumenya melebihi 5-

10% volume darah, manifestasi klinis yang ditimbulkan berupa syok hipovolemik

dengan tanda-tanda takikardi, takipnea, gelisah, dan kecemasan. Pasien juga akan

mengalami pucat ringan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan capillary

refill dan tekanan darah. Semakin berat perdarahan yang terjadi dalam rongga

abdomen, akan menimbulkan distensi abdomen, tanda-tanda peritoneal dan syok.

Selain gejala-gejala tersebut sekitar 25-30% pasien juga mengkui mengalami

hipotensi. Hipotensi pada pasien yang dicurigai mengalami trauma limpa, utamanya

pada pasien muda dengan sebelumnya sehat, merupakan tanda yang tidak baik dan

membutuhkan penanganan operatif. Hal ini membutuhkan evaluasi dan penanganan

yang cepat. Pasien tidak stabil yang pada pemeriksaan CT-scan didapatkan trauma

limpa, lebih baik ditangani secara operatif.

8

Page 9: BAB I

Nyeri di daerah puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari

separuh kasus sebagai nyeri alih karena iritasi dari serat nervus di bawah diafragma.

Mungkin nyeri di daerah bahu baru timbul pada posisi Tredelenberg. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak

akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang membungkus suatu

hematom ekstrakapsular disebut tanda Balance13.

2.4.2 Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang diperhatikan dlah jumlah sel darah

merah dan kadr hemoglobin yang jarang membantu penatalaksanaan trauma limpa.

Kedua pemeriksaan ini dapat mengetahui perkembangan penyakit bila dilakukan

secara serial. Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu

biasanya didapat leukositosis. Pemeriksaan kadar Hb, hemtokrit, leukosit dan

urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta terjadi

leukositosis. Sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urin akan menunjang akan

adanya trauma saluran kencing13.

2.4.3 Pemeriksaan Radiologi

Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk penatalaksanaan

pasien trauma tumpul limpa. Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada pasien stabil

jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa disimpulkan diagnostic.

2.4.3.1 Focused Assessment Sonograghy in Trauma (FAST)

Ultrasonografi digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonium

setelah terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal dimana

sering didapati akumulasi darah. Darah akut akan terlihat sebagai gambaran

hiperechoic dan dapat anechoic. Untuk membedakan darah yang terdapat pada

subkapsuler dan perisplenik cukup sulit, tetapi terdapat beberapa perbedaan seperti

berikut 14:

9

Page 10: BAB I

gambaran bulan sabit halus yang memenuhi garis tepi limpa, dipertimbangkan

sebagai perdarahan subkapsuler

darah yang terdapat pada ekstrakapsuler biasanya berbentuk ireguler

meskipun efek massa dapat dihasilkan oleh kedua kasus, darah pada

subkapsuler lebih dapat mengubah bentuk limpa

membran pada perdarahan subkapsuler biasanya sangat tipis dan tidak dapat

digambarkan

Dalam beberapa jam, pembekuan darah akan terjadi. Echogenisitas akan

meningkat sebagai trombus. Hematoma yang matur memperlihatkan echogenisitas

yang sama atau lebih tipis dibandingkan jaringan parenkim dan tanda-tanda ini akan

bertahan sekitar 48 jam sampai lisis dimulai. Fase echogenik didapatkan ketika foto

dilakukan pada waktu keadaan akut. Sebagai hasil lisis, hematoma akan kembali ke

echogenisitas cairan, dan keadaan patologi dapat kembali dilihat dengan jelas.

Abnormalitas parenkim limpa biasanya tidak terlihat. Gambaran laserasi dari

parenkim terlihat sebagai daerah hiperechoic, yang dapat berbentuk irregular atau

linear14.

Banyak penelitian retrospektif menyatakan manfaat USG pada pasien dengan

hemodinamik yang stabil atau tidak stabil untuk mendeteksi adanya perdarahan

intraperitoneal. Beberapa RCT menunjukkan penggunaan FAST untuk diagnostik

akan menghasilkan pasien dengan hasil perawatan yang lebih baik

Keuntungan USG :

1. Portable

2. Dapat dilaksanakan dengan cepat

3. Tingkat sensitifitas sebesar 65-95% dlam mendeteksi paling sedikit 100

ml cairan intraperitoneal

4. Spesifik untuk hemoperitoneum

5. Tanpa radiasi atau kontras

10

Page 11: BAB I

6. Mudah dilakukan pemeriksaan serial jika diperlukan

7. Non invasif

8. Lebih murah dibandingkan CT-scan atau peritoneal lavage

Kelemahan USG

1. Cedera parenkim padat, retroperitoneum, atau diafragma tidak bisa dilihat

dengan baik

2. Kualitas gambar akan dipengaruhi pada pasien yang tidak kooperatif,

obesitas, adanya gas usus, dan udara subkutan

3. Darah tidak bisa dibedakan dari ascites

4. Tidak sensitif untuk mendeteksi cedera usus

Gambar 1. Laserasi limpa

2.4.3.2 Computed Tomography Scan (CT-scan) Abdomen

CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita ke

scanner, pemberian kontras oral maupun intrvena, dan scanning dari abdomen atas

bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya digunakan pada

penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu memberikan informasi yang

berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat

mendiagnosis cedera retroperitonium dan organ panggul yang sukar diakses melalui

pemeriksaan fisik maupun DPL14.

Pada Blunt abdominal trauma dengan cedera limpa dan hemoperitoneum, CT

scan memberikan pencitraan yang sangat baik dari duodenum, pancreas, dan sistem

11

Page 12: BAB I

Genitourinari. Gambar dapat membantu melihat jumlah darah di perut dan dapat

mengungkapkan gambaran organ yang cedera. Walaupun dengan keterbatasan CT

scan memiliki sensitivitas untuk mendiagnosa cedera viskus diafragma, pankreas, dan

berongga walaupun relatif mahal dan memakan waktu dan memerlukan kontras oral

atau intravena, yang dapat menyebabkan reaksi alergi.

Keuntungan CT-scan :

1. Non invasif.

2. Mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non

operatif cedera hepar dan lien.

3. Mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber

perdarahan.

4. Retroperitonium dan columna vertebra dapat dilihat.

Kelemahan CT-scan

1. Kurang sensitif untuk cedera panreas, diafragma, usus, dan mesenterium.

2. Diperlukan kontras intra vena.

3. Mahal.

4. Tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil

Sistem klasifikasi derajat trauma telah beberapa kali dibuat, yang pertama kali

dibuat oleh Buntain dan kawan-kawan. Berdasarkan American Association For The

Surgery of Trauma (1994), klasifikasi derajat dari trauma limpa adalah sebagai berikut :

Clacification Limpa Injury American Association For The Surgery Of Trauma (Aast)

Grade I

Hematom: subkapsuler, tidak meluas, mencakup

kurang dari 10% permukaan limpa

Laserasi: robekan kapsuler, tanpa perdarahan,

mencakup kurang dari 1 cm dalamnya parenkim

Grade II Hematom:subkapsuler,intraparenkimal,

mencakup 10-50% permukaan limpa, diameter

12

Page 13: BAB I

kurang dari 5 cm

Laserasi:robekan kapsuler, perdarahan aktif,

mencakup 1-3 cm  cm dalamnya parenkim

Grade III

Hematom: subkapsuler, luasnya > 50%

permukaan,ruptursubkapsuler,hematom dengan

perdarahan aktif, hematom intraparenkim > 5 cm

atau meluas

Laserasi: > 3 cm dalamnya parenkim /

melibatkan trabekula

Grade IV

Hematom:rupture intraparenkimal hematom

dengan perdarahan aktif Laserasi: laserasi

melibatkan segmental atau hilus ( melebihi 25%

dari limpa)

Grade V

Laserasi: limpa hancur

Vaskuler: trauma vaskuler hilus yang

memvaskularisasi limpa

Gambar 2. Laserasi limpa grade 4-5 Gambar 3. Laserasi limpa grade 3

2.4.4 Diagnostic Peritoneal Lavage13

Page 14: BAB I

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada

penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang

memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan USG

hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata,

peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera

organ berongga12.

Secara tradisional, DPL dilakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah

aspirasi darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah yang

teraspirasi 10 ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan adanya

cedera intraperitoneal. Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal

lavage dengan normal saline dan kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi12.

Pasien yang memerlukan laparotomi segera merupakan satu-satunya kontra

indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen,

koagulopati, obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakan kontraindikasi relatif.

Keuntungan DPL/DPT

1. triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil,

melalui pengeluaran perdarahan intapertoneal

2. dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik stabil.

Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT

1. infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)

2. cedera intaperitoneal

3. positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan hematoma

atau pada gangguan hemostasis

Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada

DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera intaperitoneal.

Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC lebih dari

14

Page 15: BAB I

100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif untuk cedera intraabdominal. Jika hasil

aspirasi positif dan adanya peningkatan RBC pada lavge menunjukkan adanya cedera,

terutama viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak cukup untuk

mengindikasikan laparotomi12.

Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam setelah cedera, sehingga tidak

terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga tidak spesifik dan

tidak sensitif untuk cedra pankreas.

Indikasi DPL dalam mendiagnosa trauma tumpul dengan sangkaan:

a. pasien dengan cedera tulang belakang

b. pasien dengan beberapa luka dan shock

c. pasien dengan bekas cedera perut

d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen

e. pasien dengan cedera intra-abdomen potensial yang akan menjalani anestesi

lama untuk prosedur lain.

Kontraindikasi mutlak untuk DPL adalah untuk laparotomi. Kontraindikasi relatif

meliputi obsesitas morbid, sejarah operasi perut bertulang, dan kehamilan. DPL

dianggap positif pada pasien trauma tumpul jika 10 mL aspirasi keluar darah (yaitu, 1

L normal saline dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui kateter dan

diperiksa) memiliki > 100.000 RBC /mL, > 500 WBC/mL, kadar amilase tinggi,

empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah diperlukan dalam peritoneum

untuk menghasilkan hasil DPL mikroskopis positif12.

Tabel 2.1 Tabel Perbandingan DPL, USG dan CT Scan

KRITERIA DPL USG CT SCAN

Indikasi Menentukan adanya

perdarahan bila TD

menurun

Menentukan cairan

bila TD menurun

Menentukan organ

cedera bila TD

normal

Keuntungan Diagnosis cepat dan Diagnosis cepat, Paling spesifik

15

Page 16: BAB I

sensitif, akurasi 98

%

tidak invasif dan

dapat diulang,

akurasi 86-97%

untuk cedera,

akurasi 92-98%

Kerugian Invasif, gagal

mengetahui cedera

diafragma atau

cedera

retroperitoneum

Tergantung

operator distorsi

gas usus dan udara

di bawah kulit.

Gagal mengetahui

cedera diafragma

usus, pankreas

Membutuhkan

biaya dan waktu

yang lebih lama,

tidak mengetahui

cedera diafragma

usus dan pankreas.

2.5 Managemen Trauma Tumpul Limpa

2.5.1 Konservatif (Non-Operatif)

Beberapa penelitian menetapkan keberhasilan dan keamanan yang didapatkan

oleh terapi non-operatif ini. Selain itu, oleh karena resiko sepsis yang terjadi karena

splenektomi, menyebabkan penanganan trauma limpa berupa konservatif menjadi

pilihan kecuali jika terdapat gangguan hemodinamik. Pada umumnya biasa digunakan

pada pasien-pasien dengan tanda hemodinamik yang stabil, kadar hemoglobin yang

stabil selama 12-48 jam,keperluan tranfusi darah yang minim (2U atau kurang),

derajat trauma 1-2 berdasarkan CT-scan tanpa kemerahan pada kontras, dan pasien

berumur kurang dari 55 tahun15.

Penggunaan terapi konservatif ini dilakukan berdasarkan derajat trauma,

untuk menilai trauma tumpul pasien. Setiap pasien harus dnilai secara hati-hati untuk

kesesuaian dalam menjalani pengobatn. Pasien dengan derjat 3 ke atas mendapatkan

minimal perawatan intensif selama 24 jam yang diikuti dengan 3 hari perawatan

biasa di bangsal. Adanya perubahan pada keadaan umum seperti penurunan kadar

hemoglobin, dan peningkatan rasa nyeri memerlukan pemeriksaan radiologi yang

berkelanjutan. Kadang-kadang tranfusi darah sangat dibutuhkan dan pemberiannya

16

Page 17: BAB I

harus berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Setelah keluar dari rumah sakit untuk

menghindari kejadian trauma berulang, aktivitas harus dibatasi dengan beristirahat

dirumah15.

Penanganan non-operatif ini juga memiliki resiko komplikasi jangka panjang

yang sedikit. Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh KW

Kristoffersen yang mendapatkan bahwa dari 228 pasien yang ditangani secara

konservatif yang telah diwawancarai hanya terdapat 1 pasien yang mengalami

komplikasi lama yakni pembentukan kista limpa dengan gejala nyeri lebih dari 4

minggu setelah trauma terjadi15.

2.5.1.1 Angioembolization

Manajemen non-operatif adalah standar saat praktek bagi pasien yang hemodinamik

stabil. Namun, pengamatan sederhana saja telah dilaporkan memiliki tingkat

kegagalan setinggi 34%, angka ini bahkan lebih tinggi di antara pasien dengan grade

tinggi cedera limpa (Asosiasi Amerika untuk Bedah Trauma [AAST] kelas III-

V). Selama dekade terakhir, angiografi dengan embolisasi transkateter arteri lienalis,

pengobatan nonoperative alternatif untuk cedera limpa, telah meningkatkan tingkat

penyelamatan lienalis sampai setinggi 97%. Dengan bantuan embolisasi arteri

lienalis, tingkat keberhasilan lebih dari 80% juga telah dijelaskan pada pasien cedera

limpa15.

2.5.2 Operatif

Terapi pembedahan biasanya dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda perdarahan

yang terus-menerus atau keadaan hemodinamik yang tidak stabil. Pemeriksaan CT-

Scan trauma mencapai grade V dengan tanda-tanda vital stabil akan mendapatkan

penanganan non-operatif, tetapi pasien dengan trauma seperti ini akan dilanjukan

dengan laparotomi eksplorasi untuk menentukan derajat, perbaikan dan tindakan

selanjutnya dengan tepat11.

17

Page 18: BAB I

Ruptur limpa yang lambat terjadi dapat ditemukan kapan saja utamanya pada

hari ketiga sampai kelima setelah trauma terjadi. Pasien akan mengalami hipotensi

dan tidak akan memberikan respon terhadap resusitasi dan memerlukan tindakan

pembedahan (splenektomi)9. Splenorrhaphy merupakan tindakan operatif perbaikan

limpa karena trauma. Prinsip dari pembedahan ini adalah menghilangkan jaringan

yang mati dan memperkirakan struktur limpa yang masih baik10. Setelah mengangkat

limpa, dapat terjadi peningkatan resiko infeksi dan sepsis, khususnya mikroorganisme

tidak berkapsul. Oleh karena itu, vaksin pneumococcal dan H influenza harus

diberikan pada pasien dengan splenektomi parsial ataupun komplit9. Insiden infeksi

postsplenektomi terjadi sekitar 0,23-0,42% per tahun. Kasus infeksi ini termasuk

dalam kasus emergensi yang membutuhkan antibiotik parenteral dan penanganan

intensif (pemberian immunoglobulin) dapat bermanfaat.12

2.5.2.1 Splenektomi2,3,5

Splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang

mana organ ini merupakan bagian dari sistem getah bening. Splenektomi biasanya

dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (hodkin`s

disease dan non-hodkin`s limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice,

idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista dan splenomegali. Indikasi

lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka yang tidak disengaja pada

operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan flexura splenika di usus.

Splenektomi total

Splenektomi total dilakukan jika terdapat kerusakan parenkim limpa yang

luas, avulsi limpa, kerusakan pembuluh darah hilum, kegagalan splenorapi dan

splenoktomi parsial. Lebih dari 50% dari semua ruptur limpa memerlukan

splenektomi total untuk mengurangi opsi dikemudian hari ada pendapat-pendapat

yang menganjurkan:

18

Page 19: BAB I

1. Autotranplantasi/reimplantasi jaringan limpa, yaitu jaringan limpa yang

telah robek di implantasikan kedalam otot-otot pada dinding perut atau di

pinggang di belakang peritoneum. Caranya ialah : jaringan limpa tadi

dimasukkan kedalam injeksi spuit dan melalui injeksi spuit tadi jaringan

lien dimasukkan kedalam otot-otot dinding perut.

2. Polyvaleat pneumococcal vaccine atau pneumovaks dapat dipakai untuk

mencegah terjadinya opsi. Cara-cara dan optimal untuk pemberian suntikan

booster belum diketahui.

3. Prophylaksis dengan antibiotika

Pemberian antibiotika (denicilline, erythomycin, trimethroprim-

sulfomethoxazole) setiap bulan dianjurkan, terutama kali ada infeksi yang

menyebabkan demam diatas 38,5°C. juga ada laporan mengenai opsi yang

disebabkan karena organisme-organisme yang sensitif penicilin, pada

penderita post splenektomi yang telah diberi penicilin profilaksis.

Splenektomi partial

19

Page 20: BAB I

Bila keadaan dan ruptur lien tidak total sedapat mungkin lien dipertahankan,

maka dikerjakan splenektomi partial dianggap lebih menguntungkan daripada

splenektomi total. Cara : eksisi satu segmen dilakukan jika ruptur lien tidak mengenai

hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital.

2.5.2.2 Splenorrhapi

Splenorrhapi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang

fungsional dengan tehnik bedah. Tindakan bedah ini terdiri dari membuang jaringan

non vital, mengikat pembuluh darah yang terbuka dan menjahit kapsul lien yang

terluka. Luka dijahit dengan jahitan berat asam poliglikolat atau polidioksanon atau

chromic catgut (0-0, 2-0, 3-0) dengan simple jahitan matras atau jahitan figure of

eight. Jika penjahitan laserasi kurang memadai, dapat ditambahkan dengan

pembungkusan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.

Indikasi dan Kontraindikasi untuk Splenektomi5

Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.

Elektif :

- Kelainan hematologis

- Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas

- Kista/tumor limpa

- Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)

Darurat:

- Trauma

Cedera trauma pada limpa ini tidak lagi indikasi langsung atau wajib untuk

operasi atau splenektomi, baik pada dewasa atau anak. CT scan atau USG dapat

mendiagnosa cedera lien pada pasien dengan trauma tumpul pada perut atau dada

20

Page 21: BAB I

bagian bawah. Indikasi untuk dapat dilakukannya operasi pada orang dewasa meliputi

akumulasi signifikan perdarahan intraperitoneal (lebih dari 1.000 ml), persyaratan

untuk lebih dari 2 unit transfusi darah, semakin menurun hemoglobin konsentrasi atau

ketidakstabilan hemodinamik.

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi

elektif. Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan

protokol ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan napas,pernapasan

dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus digunakan untuk

menilai cedera abdomen sebelum operasi.

Kontraindikasi open splenektomi

1. Tidak ada kontraindikasi absolut terhadap splenektomi

2. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi

Kontraindikasi Laparoscopic Splenectomy

1. Riwayat operasi abdominal bagian atas

2. Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol

3. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>)

4. Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal

5. Hipertensi porta

2.6 Komplikasi splenektomi4,5,7

2.6.1 Komplikasi sewaktu operasi

A. Trauma pada usus.

Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan usus pada

lubang bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat

melakukan operasi.

21

Page 22: BAB I

Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai trauma langsung

atau sebagai akibat dari devascularisasi ketika pembuuh darah pendek

gaster dilepas.

A. Perlukaan vaskular adalah komplikasi yang paling sering pada saat

melakukan operasi. dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau

penjepitan capsular pada saat dilakukan retraksi limpa.

B. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari

splenektomi dengan melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling

sering muncul adalah hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang

menjadi pankreatitis fistula pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.

C. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada

lubang superior tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada

laparoskopi splenektomi, mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada

di pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus

berada dalam tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya

pneumotoraks.

2.6.2 Komplikasi setelah operasi

1. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan

open splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi

pleura.

2. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open

splenektomi. Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi

(0,7%). Terapi biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan

pemkaian antibiotic intravena.

3. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering

terjadi setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada

4-5% pasien. Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi

biasanya lebih sedikit (1,5% pasien).

22

Page 23: BAB I

4. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah

dilakukan laparoskopt splenektomi.

5. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai

jenis operas intra-abdominal lainnya.

6. infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection)

adalah komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa

terjadi kapan saja selama hidupnya.

7. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya

terjadi pada setelah trauma limpa.

8. Pancreatitis dan atelectasis.

Overwhelming Post Splenektomy Infection

Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection)

adalah komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan

saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan yang tidak spesifik, dan

sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,

bakteremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada individu yang

tak mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering ditemukan

pada waktu 2 tahun setelah splenektomi.2

Gejala fisik yg ringan dan tidak spesifik dari postsplenectomi muncul pada

tahap awal dari OPSI. Ini termasuk kelelahan, berat badan yang hilang, sakit perut,

diare, sembelit, mual, dan sakit kepala. Pneumonia dan meningitis sering terjadi lebih

parah. Gejala klinis dapat terjadi lebih cepat ke arah koma dan kematian dalam waktu

24 hingga 48 jam, karena tingginya jumlah insiden shock, hypoglycemia, ditandai

asidosis , kelainan elektrolit , distress pernapasan dan gangguan koagulasi pembuluh

darah (DIC).8

Pada pasien splenektomi harus dilakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko

sepsis post splenectomy karena mudahnya terjadi infeksi pada organisme seperti

23

Page 24: BAB I

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, dan yang

Meningokokus.8

Strategi pencegahan termasuk vaksinasi dan pendidikan yang juga penting

bagi pasien. Secara fungsi maupum anatomi pasien tanpa limpa berada di

peningkatan risiko infeksi dari organisme encapsul dibandingkan dengan populasi

umum. Vaksin tersedia untuk organisme yang paling umum termasuk vaksin

pneumokokus polisakarida 23-valent, 7-valent protein-conjugated vaksin

pneumokokus, Hemophilus tipe b vaksin dan vaksin meningococcal. Pengetahuan

pasien tentang tidak adanya limpa pada pasien juga penting. Studi telah membuktikan

bahwa dari 11 persen hingga 50 persen pasien harus menyadari adanya peningkatan

risiko infeksi yang serius atau pencegahan kesehatan yang harus dilakukan. Pasien

harus memahami potensi keparahan OPSI dan kemungkinan perkembangan cepat.

Meskipun saat ini tidak ada bukti bahwa pengobatan awal akan mencegah terjadinya

infeksi, pilihan mungkin empiric antimikrobial agen berguna untuk pengobatan

awal.7,8

2.7 Prognosis

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Eastern Association for The

Surgery Of Trauma menunjukkan angka mortalitas trauma limpa masih ditemukan,

meskipun pada pusat trauma level 1. Tetapi secara keseluruhan hasil yang didapatkan

dari penanganan trauma limpa derajat 1-2 baik tetapi tidak sempurna dan menjadi

lebih buruk seiring dengan peningkatan derajat. Prognosis biasanya baik tetapi pada

pasien yang telah mengalami splenektomi oleh karena trauma memilki resiko infeksi

lebih tingg

BAB III

KESIMPULAN

24

Page 25: BAB I

Limpa atau lien adalah suatu organ limfatik yang lunak dan vaskular. Salah

satu organ kita yang paling sering mengalami cedera pada suatu trauma tumpul pada

daerah perut atau toraks kiri bagian bawah adalah lien. Penyebab utamanya adalah

cedera langsung atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul linealis dan

anulsi pedikel lien sebagian atau menyeluruh. Manifestasi klinik dari trauma limpa

bervariasi. Keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien yang keadaan

umumnya stabil adalah nyeri abdominal bagian atas kiri atau nyeri panggul.

Diagnosis dan penanganan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam

menangani pasien dengan trauma tumpul pada limpa.

Terapi pembedahan biasanya dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda

perdarahan yang terus-menerus atau keadaan hemodinamik yang tidak stabil.

Pemeriksaan CT-Scan trauma mencapai grade V dengan tanda-tanda vital stabil akan

mendapatkan penanganan non-operatif, tetapi pasien dengan trauma seperti ini akan

dilanjukan dengan laparotomi eksplorasi untuk menentukn derajat, perbikan dan

tindakan selanjutnya dengan tepat.

Prognosis biasanya baik tetapi pada pasien yang telah mengalami splenektomi

oleh karena trauma memilki resiko infeksi lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Garner J. blunt and penetrating trauma to the abdomen. Surgery 2005; 23(6):

223–8.

25

Page 26: BAB I

2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.

3. Debas, Haile T. MD. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and

Management. Springer Verlag New York. 2003.

4. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.

McGraww Hill and Lange. 2003

5. Morris, Peter J. Oxford Tetbook of Surgery 2nd Edition. Oxford Press. 2000

6. Waghorn DJ. Overwhelming infection in asplenic patients. J Clin Pathology

2001; 54:214-218.

7. Davidson RN, Wall RA. Prevention and management of infections in patients

without a spleen. Clin Microbial Infect 2001; 7:657-60.

8. Lynch AM, Kapila R: Overwhelming postsplenectomy infection. North Am

1996; 4:693-707

9. Strange, R, Gary., et. al. Abdominal Trauma In: Pediatric Emergency

Medicine. McGrawHill. USA: 2004.p.56-61.

10. Doherty, M Gerard., Et al. Spleen In: Current Surgical Diagnosis & Treatment

11th Edition. McGraw-Hill. India : 2003.p.652-667.

11. Bjerke, Scott, H., Et. al. Splenic Rupture. (online) 27 Juli 2006. (Cited) 17

Maret 2009. Available in URL :

http://emedicine.medscape.com/article/432823-Treatment  

12. RN. Davidson. Prevention And Management Of In Patient Without A spleen.

(online) 2009. (Cited) 23 Maret 2009. Available in URL :

http://www.medscape.com/medline/abstract/11843905

13. Bjerke, Scott, H., Et. al. Splenic Rupture. (online) 27 Juli 2006. (Cited) 17

Maret 2009. Available in URL :

http://emedicine.medscape.com/article/432823-overview  

26

Page 27: BAB I

14. Klepac, R, Steven. Spleen Trauma. (online) 16 Januari 2009. (cited) 16 Maret

2009. Available in URL : http://emedicine.medscape.com/article/373694-

imaging  

15. Surg, J. Imaging dan embolisasi transkateter arteri untuk cedera limpa

traumatis. 2008.p.464-472

27