bab i

10
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, ditentukan tujuan penelitian agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas mengenai apa saja yang ingin dicapai. Selanjutnya, pada bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan Tesis. 1.1 Latar Belakang Hingga saat ini telah diidentifikasi berbagai jenis penyakit yang dapat menular tidak hanya secara horizontal, namun juga menular secara vertikal. Penularan penyakit secara horizontal dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung, sedangkan penularan secara vertikal dari ibu ke bayi dapat terjadi melalui plasenta pada saat bayi berada dalam kandungan atau menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Salah satu contoh penyakit yang menular secara horizontal dan vertikal adalah penyakit Herpes Simpleks. Penyakit Herpes Simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV), tipe 1 atau 2. Pada umumnya, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1) menginfeksi daerah mulut dan menyebabkan Herpes Oral, sedangkan Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2) menginfeksi daerah kelamin dan menyebabkan Herpes Genital. Virus Herpes Simpleks menginfeksi tubuh melalui luka pada kulit atau masuk melalui membran mukosa pada mulut dan daerah genital. Virus Herpes Simpleks akan tetap selalu ada di dalam tubuh sejak virus ini menginfeksi tubuh pertama kali (infeksi primer) dan tidak selalu berada dalam kondisi aktif. Setelah virus masuk ke dalam tubuh, HSV menjadi laten dan tidak dapat menular ke orang lain selama kurang lebih 2 – 14 hari. Virus Herpes Simpleks yang berada pada kondisi laten dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan infeksi rekuren (kambuhan) dalam jangka waktu yang tidak tentu. Infeksi rekuren dapat terjadi akibat faktor

Upload: yoh

Post on 27-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bab I Tesis

TRANSCRIPT

Page 1: Bab I

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang

mendasari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, ditentukan

tujuan penelitian agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas mengenai apa saja

yang ingin dicapai. Selanjutnya, pada bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan Tesis.

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini telah diidentifikasi berbagai jenis penyakit yang dapat

menular tidak hanya secara horizontal, namun juga menular secara vertikal.

Penularan penyakit secara horizontal dapat terjadi melalui kontak langsung

maupun tidak langsung, sedangkan penularan secara vertikal dari ibu ke bayi

dapat terjadi melalui plasenta pada saat bayi berada dalam kandungan atau

menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Salah satu

contoh penyakit yang menular secara horizontal dan vertikal adalah penyakit

Herpes Simpleks.

Penyakit Herpes Simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV),

tipe 1 atau 2. Pada umumnya, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1) menginfeksi

daerah mulut dan menyebabkan Herpes Oral, sedangkan Virus Herpes Simpleks

tipe 2 (HSV-2) menginfeksi daerah kelamin dan menyebabkan Herpes Genital.

Virus Herpes Simpleks menginfeksi tubuh melalui luka pada kulit atau masuk

melalui membran mukosa pada mulut dan daerah genital. Virus Herpes Simpleks

akan tetap selalu ada di dalam tubuh sejak virus ini menginfeksi tubuh pertama

kali (infeksi primer) dan tidak selalu berada dalam kondisi aktif. Setelah virus

masuk ke dalam tubuh, HSV menjadi laten dan tidak dapat menular ke orang lain

selama kurang lebih 2 – 14 hari. Virus Herpes Simpleks yang berada pada kondisi

laten dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan infeksi rekuren (kambuhan)

dalam jangka waktu yang tidak tentu. Infeksi rekuren dapat terjadi akibat faktor

Page 2: Bab I

2

pencetus antara lain stres, perubahan hormon dan menurunnya kekebalan tubuh

atau imunitas dari individu terinfeksi.

Penyakit Herpes Simpleks dapat menular secara horizontal melalui kontak

langsung dengan kulit individu yang terinfeksi HSV. Seseorang memiliki

kemungkinan paling tinggi untuk terinfeksi HSV pada saat terjadi kontak

langsung dengan penderita penyakit Herpes Simpleks yang sedang menunjukkan

gejala penyakit Herpes Simpleks, yaitu berupa lepuhan dan gelembung pada

permukaan kulit yang berisi cairan yang mengandung HSV. Pada kenyataannya,

sebagian besar infeksi HSV tidak menunjukkan gejala sama sekali namun tetap

dapat menular ke orang lain. Akibatnya, individu yang terinfeksi HSV sering kali

tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi dan melakukan kontak langsung

secara bebas dengan individu lain sehingga penularan HSV semakin meningkat.

Penyakit Herpes Simpleks juga dapat menular melalui cairan tubuh seperti

saliva, semen dan cairan vagina. Penyakit Herpes Oral yang disebabkan oleh

HSV-1 dapat menular melalui saliva, sedangkan penyakit Herpes Genital yang

disebabkan oleh HSV-2 dapat menular melalui cairan vagina dan semen pada saat

melakukan hubungan seksual. Meskipun pada umumnya disebabkan oleh HSV-2,

namun hingga kini penyakit Herpes Genital juga dapat disebabkan oleh HSV-1.

Sebaliknya, HSV-2 juga dapat mengakibatkan Herpes Oral, meskipun kasus ini

sangat jarang terjadi. Hunt (2011) menyatakan bahwa sekitar 90% dari kasus

penyakit Herpes Genital disebabkan oleh HSV-2, sedangkan sisanya disebabkan

oleh HSV-1. Adapun Simon (2013) menyatakan bahwa hampir setengah dari

kasus baru penyakit Herpes Genital yang terjadi di negara-negara berkembang

pada saat ini melibatkan HSV-1. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kontak oral-

genital pada saat melakukan aktivitas seksual. Oleh karena itu, penyakit Herpes

Genital lebih banyak ditemukan pada individu dewasa yang telah aktif secara

seksual. Angka infeksi semakin meningkat semakin bertambahnya usia dan

bertambahnya jumlah pasangan seksual yang dimiliki (Hunt, 2011).

Selain menular secara horizontal, penyakit Herpes Simpleks juga dapat

menular secara vertikal, yaitu dari ibu ke bayi di dalam kandungan maupun bayi

yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Seorang ibu yang mendapatkan

Page 3: Bab I

3

infeksi primer HSV pada masa akhir kehamilannya memiliki risiko cukup tinggi

untuk menularkan HSV kepada bayinya (Kriebs, 2008).

Ehrlich (2011) menyatakan bahwa sekitar 62% - 85% masyarakat dewasa di

Amerika Serikat telah terinfeksi HSV-1, sedangkan Fleming dkk (1997)

menyatakan bahwa sekitar 1 dari 5 orang di Amerika Serikat yang berusia di atas

12 tahun (sekitar 45 juta jiwa) terinfeksi HSV-2 yang menyebabkan penyakit

Herpes Genital. American Social Health Association (1998) menyatakan bahwa

penyakit Herpes Genital telah menjadi 1 dari 3 penyakit menular seksual yang

paling menyebar di Amerika Serikat. Satu juta kasus baru terjadi setiap tahun dan

kebanyakan infeksi Virus Herpes Simpleks tidak menunjukkan gejala namun tetap

dapat menular. Penyakit Herpes Simpleks bukanlah penyakit yang mematikan

bagi individu dewasa, namun dapat berakibat fatal bagi bayi yang tidak mendapat

penanganan serius.

Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan penyebaran

penyakit Herpes Simpleks yang semakin hari semakin meningkat, salah satunya

adalah dengan pemberian vaksinasi. Jika selama ini vaksinasi diberikan sebagai

upaya pencegahan penyebaran penyakit dan diberikan kepada individu yang

rentan penyakit, maka pada penelitian ini akan diperkenalkan vaksinasi yang

diberikan kepada individu yang telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk

menularkan penyakit. Vaksinasi yang dimaksud adalah vaksinasi pengobatan

(therapeutic vaccine). Keuntungan dari vaksin pengobatan adalah pemberian

vaksin akan lebih efisien karena diberikan kepada individu yang diketahui telah

terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit serta memberikan

harapan untuk sembuh bagi mereka yang sudah terinfeksi HSV. Namun, perlu

diketahui bahwa hingga saat ini vaksin pengobatan untuk penyakit Herpes

Simpleks masih dalam tahap pengembangan dan belum bisa memberikan

perlindungan dan pengobatan secara menyeluruh terhadap penyakit Herpes

Simpleks.

Untuk itu, dengan maksud untuk mempelajari penyebaran penyakit Herpes

Simpleks ini, sangat penting untuk memodelkannya ke dalam model matematika,

dalam hal ini disebut dengan model epidemi. Dengan mempelajari model epidemi

Page 4: Bab I

4

serta dinamika atau perilaku dari model epidemi, dapat ditentukan kapan penyakit

akan menjadi endemik dan langkah apa yang dapat dilakukan untuk

menanggulanginya. Oleh karena itu, sesuai dengan karakteristik dari penyakit

Herpes Simpleks dan penularan HSV, model epidemi yang dapat digunakan

sebagai pendekatan untuk memodelkan penyebaran penyakit Herpes Simpleks ini

adalah model epidemi SEIV berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan

oleh Long dan Xiang (2011). Long dan Xiang (2011) menggunakan model

epidemi SEIV untuk mempelajari penyebaran penyakit yang menular secara

horizontal dan vertikal dengan memperhatikan pemberian vaksinasi dan masa

laten. Dinamika dari model epidemi SEIV yang dipelajari adalah eksistensi titik

ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik, analisis kestabilan

lokal masing-masing titik ekuilibrium dan kemungkinan terjadinya bifurkasi pada

nilai parameter tertentu. Analisis bifurkasi dilakukan untuk melihat apakah

perubahan nilai parameter tertentu menyebabkan perubahan perilaku dari model

epidemi yang dibentuk.

Terkait eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik, serta analisis bifurkasi pada model epidemi SEIV yang dibentuk, perlu

diperhatikan bilangan reproduksi dasar atau 𝑅0 yang didefinisikan sebagai rata-

rata terjadinya kasus sekunder setelah terjadi 1 kasus primer pada suatu populasi.

Pada beberapa kasus model epidemi, pada saat 𝑅0 < 1, titik ekuilibrium bebas

penyakit stabil asimtotik dan pada saat 𝑅0 > 1, titik ekuilibrium bebas penyakit

tidak stabil dan muncul titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik. Fenomena

seperti ini yang terjadi pada model epidemi disebut dengan bifurkasi maju.

Selanjutnya perlu diselidiki pula kemungkinan terjadinya bifurkasi mundur yang

ditandai munculnya titik ekuilibrium endemik pada saat 𝑅0 < 1. Jika bifurkasi

mundur terjadi maka penyakit tidak akan menghilang meskipun 𝑅0 < 1.

Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika atau perilaku dari

model epidemi yang dibentuk adalah laju insidensi yang digunakan. Laju

insidensi adalah laju munculnya infeksi baru (Li dkk, 2010). Pada model epidemi

sering kali digunakan laju insidensi bilinear 𝛽𝑆(𝑑)𝐼(𝑑) , dengan S(t) dan I(t)

berturut-turut menyatakan jumlah individu yang rentan penyakit dan jumlah

Page 5: Bab I

5

individu yang terinfeksi sekaligus memiliki kemampuan untuk menginfeksi

individu lain pada saat t. Laju insidensi bilinear 𝛽𝑆(𝑑)𝐼(𝑑) menunjukkan kenaikan

laju kontak 𝛽 sebanding dengan kepadatan populasi (Hethcote, 2000). Selanjutnya

Liu dkk (1986,1987) (dalam Li dkk, 2010) memperkenalkan laju insidensi

𝛽𝑆𝑝(𝑑)πΌπ‘ž(𝑑) dengan 𝑝, π‘ž > 1 . Laju insidensi 𝛽𝑆𝑝(𝑑)πΌπ‘ž(𝑑) digunakan dengan

mempertimbangkan adanya faktor kejenuhan atau adanya faktor pencetus

(eksposur) jamak sebelum terjadinya infeksi. Van den Driessche dan Watmough

(2000) mengkombinasikan kedua bentuk laju insidensi di atas dan

memperkenalkan laju insidensi nonlinear 𝛽𝑆(𝑑)𝐼(𝑑)[1 + π›ΌπΌπ‘βˆ’1(𝑑)], dengan 𝛽 >

0 , 𝛼 > 0 dan 𝑝 β‰₯ 1 . Pada penelitian ini, model epidemi SEIV yang dibentuk

menggunakan laju insidensi nonlinear 𝛽𝑆(𝑑)𝐼(𝑑)[1 + π›ΌπΌπ‘βˆ’1(𝑑)] dengan p = 2

yang memasukkan faktor naiknya laju insidensi yang diakibatkan oleh eksposur

ganda dalam waktu yang singkat (Van den Driessche dan Watmough, 2000),

mengingat penyakit Herpes Simpleks dapat disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2.

Individu infektif baru yang diakibatkan oleh eksposur ganda muncul dengan laju

𝛽𝛼𝑆(𝑑)𝐼2(𝑑) , sedangkan individu infektif baru yang diakibatkan oleh kontak

tunggal muncul dengan laju 𝛽𝑆(𝑑)𝐼(𝑑).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang

dimodelkan?

2. Bagaimana nilai dari bilangan reproduksi dasar pada model epidemi yang

dibentuk?

3. Bagaimana eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik?

4. Bagaimana sifat kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium?

5. Bagaimana bifurkasi yang terjadi pada model epidemi SEIV?

Page 6: Bab I

6

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang

dimodelkan.

2. Menentukan bilangan reproduksi dasar.

3. Menyelidiki eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik.

4. Melakukan analisis kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium.

5. Melakukan analisis bifurkasi yang mungkin terjadi pada model epidemi SEIV.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum, manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta untuk menambah wawasan

pengetahuan dalam bidang matematika terapan terutama dalam bidang

biomatematika. Secara khusus, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan

model matematika pada bidang epidemiologi terkait penyakit yang menular secara

horizontal dan vertikal, serta pemberian vaksinasi pengobatan pada individu yang

telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit.

1.5 Tinjauan Pustaka

Model epidemi SIR pertama kali dikembangkan oleh Kermack dan

McKendrick (1927). Selanjutnya model epidemi SIR dikembangkan menjadi

model epidemi lain seperti SIS, SIRS, SEIR, SEIRS dan SEIV. Adapun model

epidemi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model epidemi SEIV yang

terkait dengan masa laten dan pemberian vaksinasi. Pada model epidemi SEIV

yang dibentuk, digunakan laju insidensi nonlinear 𝛽𝑆𝐼(1 + π›ΌπΌπ‘βˆ’1) dengan 𝛽 > 0,

𝛼 > 0 dan 𝑝 = 2 yang dijelaskan oleh Van den Driessche dan Watmough (2000).

Perlu diketahui bahwa model epidemi SEIV disusun ke dalam bentuk sistem

persamaan diferensial nonlinear autonomous. Oleh karena itu, terlebih dahulu

perlu dijamin eksistensi dan ketunggalan solusi dari sistem persamaan diferensial

Page 7: Bab I

7

nonlinear yang dibentuk. Teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan

solusi dari sistem persamaan diferensial diberikan oleh Perko (2001). Selanjutnya

akan diselidiki eksistensi titik (solusi) ekuilibrium dari sistem persamaan

diferensial kemudian akan dianalisis perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium

dengan melihat sifat kestabilan dari titik ekuilibrium, yang dijelaskan oleh Perko

(2001). Adapun pada model epidemi SEIV yang dibentuk akan diselidiki

eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik. Pada

penelitian ini, titik ekuilibrium endemik merupakan akar dari suatu polinomial

sehingga eksistensi titik ekuilibrium endemik akan diselidiki dengan

menggunakan Aturan Tanda Descartes yang dijelaskan oleh Wiggins (2003).

Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium akan

dicari sifat kestabilan lokal dari titik ekuilibrium. Penentuan sifat kestabilan lokal

dari titik ekuilibrium dilakukan dengan linearisasi di titik ekuilibrium dengan

menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari nilai eigen dari matriks Jacobian

seperti yang dijelaskan oleh Perko (2001). Sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium

yang diperoleh berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian berlaku jika titik

ekuilibrium yang ditinjau adalah titik ekuilibrium hiperbolik yang definisinya

diberikan oleh Perko (2001). Adapun definisi matriks Jacobian dari suatu fungsi

di titik tertentu pada domainnya dan nilai eigen dari suatu matriks diberikan oleh

Luenberger (1979). Sehubungan dengan nilai eigen, akan ditemui bentuk

polinomial karakteristik, multiplisitas aljabar dari nilai eigen, nilai eigen

sederhana, vektor eigen kanan dan vektor eigen kiri yang dijelaskan oleh

Luenberger (1979), sedangkan Seyranian dan Mailybaev (2003) menjelaskan

tentang normalisasi vektor eigen kanan dan kiri. Selanjutnya, Wiggins (2003)

menjelaskan cara untuk menentukan banyaknya pembuat nol dengan bagian real

negatif melalui tes Routh-Hurwitz. Tes Routh-Hurwitz digunakan untuk

mengidentifikasi nilai eigen guna menyelidiki apakah titik ekuilibrium stabil

asimtotik atau tidak stabil.

Pada umumnya, eksistensi dari titik ekuilibrium endemik akan terkait

dengan bilangan reproduksi dasar yang definisinya diberikan oleh Diekmann dan

Heestterbeek (2000), sedangkan eksistensi dari titik ekuilibrium bebas penyakit

Page 8: Bab I

8

tidak bergantung pada bilangan reproduksi dasar. Castillo-Chavez, dkk (2001)

menjelaskan mengenai bilangan reproduksi dasar sebagai spektral radius dari

β€œnext generation operator”, yang berpengaruh terhadap eksistensi titik ekuilibrium

endemik, kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit, serta analisis bifurkasinya.

Salah satu bagian yang sangat penting untuk diteliti adalah kemungkinan

terjadinya bifurkasi mundur pada model epidemi. Castillo-Chavez dan Song

(2004) menjelaskan mengenai bifurkasi mundur yang terjadi pada titik

ekuilibrium nonhiperbolik saat diperoleh nilai eigen yang sederhana. Adapun

definisi mengenai bifurkasi diberikan oleh Kuznetsov (1998). Jenis-jenis bifurkasi

yang terjadi pada saat matriks Jacobian memiliki nilai eigen sederhana nol, yaitu

bifurkasi saddle node, bifurkasi transkritis, dan bifurkasi pitchfork dijelaskan oleh

Wiggins (2003), sedangkan bifurkasi Hopf yang terjadi pada saat matriks

Jacobian memiliki sepasang nilai eigen imajiner murni dijelaskan oleh Kuznetsov

(1998) dan Arrowsmith dan Place (1992).

Beberapa definisi lain yang diperlukan yaitu mengenai kurva solusi,

trayektori atau orbit dan potret fase diberikan oleh Arrowsmith dan Place (1992),

definisi mengenai solusi periodik dan limit cycle berturut-turut diberikan oleh

Wiggins (2003) dan Kuznetsov (1998), sedangkan Perko (2001) menjelaskan

mengenai dua sistem persamaan diferensial autonomous yang ekuivalen secara

topologis dan dua sistem persamaan diferensial autonomous yang konjugat secara

topologis.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara studi literatur dengan mengumpulkan

bahan literatur serta bahan pustaka sebagai referensi untuk mempelajari model

penyebaran penyakit SEIV. Langkah pertama adalah menentukan asumsi-asumsi

yang berkaitan dengan model epidemi SEIV sesuai dengan karakteristik penyakit

yang dimodelkan, kemudian dilanjutkan dengan membuat diagram transfer

berdasarkan asumsi yang telah dibuat dan disajikan menjadi model matematika

dalam bentuk sistem persamaan nonlinear.

Page 9: Bab I

9

Selanjutnya dari model epidemi SEIV yang telah dibentuk, diselidiki kapan

titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik ada. Selain itu,

dicari pula bilangan reproduksi dasar dan pengaruhnya terhadap eksistensi titik

ekuilibrium. Untuk menentukan sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium, dilakukan

linearisasi dengan menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari persamaan

karakteristiknya dan nilai eigennya. Selanjutnya dilakukan analisis bifurkasi di

titik-titik ekuilibriumnya.

Model epidemi SEIV yang akan dibahas dalam penelitian ini telah

dikemukakan sebelumnya oleh Long dan Xiang pada Journal of Apllied

Mathematics & Bioinformatics, volume 1, nomor 1, tahun 2011, halaman 21 – 30.

Kontribusi penulis antara lain menjelaskan konstruksi model epidemi SEIV

dengan jenis penyakit yang ada, melengkapi pembuktian-pembuktian yang ada,

melakukan koreksi (jika ada) serta memberikan interpretasi dan simulasi numerik.

1.7 Sistematika Penulisan

Tesis disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bab I, berisi Pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,

serta sistematika penulisan.

2. Bab II, berisi Landasan Teori yang memuat teori-teori dasar mengenai

polinomial karakteristik, aturan tanda Descartes, Tes Routh-Hurwitz, nilai

eigen dan vektor eigen, fungsi diferensiabel kontinu, sistem persamaan

diferensial linear dan nonlinear, linearisasi dan ekuivalensi secara topologi,

titik ekuilibrium dan analisis kestabilan titik ekuilibrium, bilangan reproduksi

dasar serta bifurkasi.

3. Bab III, berisi Pembahasan yang membahas tentang pembentukan model

epidemi SEIV, eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,

analisis kestabilan lokal dari titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,

analisis bifurkasi serta simulasi numerik.

Page 10: Bab I

10

4. Bab IV, berisi Penutup yang memuat kesimpulan dan interpretasi yang

diperoleh dari pembahasan serta saran-saran sebagai konsekuensi dari

kekurangan maupun kelebihan dari pembahasan.