bab i
DESCRIPTION
Bab I TesisTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang
mendasari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, ditentukan
tujuan penelitian agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas mengenai apa saja
yang ingin dicapai. Selanjutnya, pada bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan Tesis.
1.1 Latar Belakang
Hingga saat ini telah diidentifikasi berbagai jenis penyakit yang dapat
menular tidak hanya secara horizontal, namun juga menular secara vertikal.
Penularan penyakit secara horizontal dapat terjadi melalui kontak langsung
maupun tidak langsung, sedangkan penularan secara vertikal dari ibu ke bayi
dapat terjadi melalui plasenta pada saat bayi berada dalam kandungan atau
menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Salah satu
contoh penyakit yang menular secara horizontal dan vertikal adalah penyakit
Herpes Simpleks.
Penyakit Herpes Simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV),
tipe 1 atau 2. Pada umumnya, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1) menginfeksi
daerah mulut dan menyebabkan Herpes Oral, sedangkan Virus Herpes Simpleks
tipe 2 (HSV-2) menginfeksi daerah kelamin dan menyebabkan Herpes Genital.
Virus Herpes Simpleks menginfeksi tubuh melalui luka pada kulit atau masuk
melalui membran mukosa pada mulut dan daerah genital. Virus Herpes Simpleks
akan tetap selalu ada di dalam tubuh sejak virus ini menginfeksi tubuh pertama
kali (infeksi primer) dan tidak selalu berada dalam kondisi aktif. Setelah virus
masuk ke dalam tubuh, HSV menjadi laten dan tidak dapat menular ke orang lain
selama kurang lebih 2 β 14 hari. Virus Herpes Simpleks yang berada pada kondisi
laten dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan infeksi rekuren (kambuhan)
dalam jangka waktu yang tidak tentu. Infeksi rekuren dapat terjadi akibat faktor
2
pencetus antara lain stres, perubahan hormon dan menurunnya kekebalan tubuh
atau imunitas dari individu terinfeksi.
Penyakit Herpes Simpleks dapat menular secara horizontal melalui kontak
langsung dengan kulit individu yang terinfeksi HSV. Seseorang memiliki
kemungkinan paling tinggi untuk terinfeksi HSV pada saat terjadi kontak
langsung dengan penderita penyakit Herpes Simpleks yang sedang menunjukkan
gejala penyakit Herpes Simpleks, yaitu berupa lepuhan dan gelembung pada
permukaan kulit yang berisi cairan yang mengandung HSV. Pada kenyataannya,
sebagian besar infeksi HSV tidak menunjukkan gejala sama sekali namun tetap
dapat menular ke orang lain. Akibatnya, individu yang terinfeksi HSV sering kali
tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi dan melakukan kontak langsung
secara bebas dengan individu lain sehingga penularan HSV semakin meningkat.
Penyakit Herpes Simpleks juga dapat menular melalui cairan tubuh seperti
saliva, semen dan cairan vagina. Penyakit Herpes Oral yang disebabkan oleh
HSV-1 dapat menular melalui saliva, sedangkan penyakit Herpes Genital yang
disebabkan oleh HSV-2 dapat menular melalui cairan vagina dan semen pada saat
melakukan hubungan seksual. Meskipun pada umumnya disebabkan oleh HSV-2,
namun hingga kini penyakit Herpes Genital juga dapat disebabkan oleh HSV-1.
Sebaliknya, HSV-2 juga dapat mengakibatkan Herpes Oral, meskipun kasus ini
sangat jarang terjadi. Hunt (2011) menyatakan bahwa sekitar 90% dari kasus
penyakit Herpes Genital disebabkan oleh HSV-2, sedangkan sisanya disebabkan
oleh HSV-1. Adapun Simon (2013) menyatakan bahwa hampir setengah dari
kasus baru penyakit Herpes Genital yang terjadi di negara-negara berkembang
pada saat ini melibatkan HSV-1. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kontak oral-
genital pada saat melakukan aktivitas seksual. Oleh karena itu, penyakit Herpes
Genital lebih banyak ditemukan pada individu dewasa yang telah aktif secara
seksual. Angka infeksi semakin meningkat semakin bertambahnya usia dan
bertambahnya jumlah pasangan seksual yang dimiliki (Hunt, 2011).
Selain menular secara horizontal, penyakit Herpes Simpleks juga dapat
menular secara vertikal, yaitu dari ibu ke bayi di dalam kandungan maupun bayi
yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Seorang ibu yang mendapatkan
3
infeksi primer HSV pada masa akhir kehamilannya memiliki risiko cukup tinggi
untuk menularkan HSV kepada bayinya (Kriebs, 2008).
Ehrlich (2011) menyatakan bahwa sekitar 62% - 85% masyarakat dewasa di
Amerika Serikat telah terinfeksi HSV-1, sedangkan Fleming dkk (1997)
menyatakan bahwa sekitar 1 dari 5 orang di Amerika Serikat yang berusia di atas
12 tahun (sekitar 45 juta jiwa) terinfeksi HSV-2 yang menyebabkan penyakit
Herpes Genital. American Social Health Association (1998) menyatakan bahwa
penyakit Herpes Genital telah menjadi 1 dari 3 penyakit menular seksual yang
paling menyebar di Amerika Serikat. Satu juta kasus baru terjadi setiap tahun dan
kebanyakan infeksi Virus Herpes Simpleks tidak menunjukkan gejala namun tetap
dapat menular. Penyakit Herpes Simpleks bukanlah penyakit yang mematikan
bagi individu dewasa, namun dapat berakibat fatal bagi bayi yang tidak mendapat
penanganan serius.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan penyebaran
penyakit Herpes Simpleks yang semakin hari semakin meningkat, salah satunya
adalah dengan pemberian vaksinasi. Jika selama ini vaksinasi diberikan sebagai
upaya pencegahan penyebaran penyakit dan diberikan kepada individu yang
rentan penyakit, maka pada penelitian ini akan diperkenalkan vaksinasi yang
diberikan kepada individu yang telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk
menularkan penyakit. Vaksinasi yang dimaksud adalah vaksinasi pengobatan
(therapeutic vaccine). Keuntungan dari vaksin pengobatan adalah pemberian
vaksin akan lebih efisien karena diberikan kepada individu yang diketahui telah
terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit serta memberikan
harapan untuk sembuh bagi mereka yang sudah terinfeksi HSV. Namun, perlu
diketahui bahwa hingga saat ini vaksin pengobatan untuk penyakit Herpes
Simpleks masih dalam tahap pengembangan dan belum bisa memberikan
perlindungan dan pengobatan secara menyeluruh terhadap penyakit Herpes
Simpleks.
Untuk itu, dengan maksud untuk mempelajari penyebaran penyakit Herpes
Simpleks ini, sangat penting untuk memodelkannya ke dalam model matematika,
dalam hal ini disebut dengan model epidemi. Dengan mempelajari model epidemi
4
serta dinamika atau perilaku dari model epidemi, dapat ditentukan kapan penyakit
akan menjadi endemik dan langkah apa yang dapat dilakukan untuk
menanggulanginya. Oleh karena itu, sesuai dengan karakteristik dari penyakit
Herpes Simpleks dan penularan HSV, model epidemi yang dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk memodelkan penyebaran penyakit Herpes Simpleks ini
adalah model epidemi SEIV berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Long dan Xiang (2011). Long dan Xiang (2011) menggunakan model
epidemi SEIV untuk mempelajari penyebaran penyakit yang menular secara
horizontal dan vertikal dengan memperhatikan pemberian vaksinasi dan masa
laten. Dinamika dari model epidemi SEIV yang dipelajari adalah eksistensi titik
ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik, analisis kestabilan
lokal masing-masing titik ekuilibrium dan kemungkinan terjadinya bifurkasi pada
nilai parameter tertentu. Analisis bifurkasi dilakukan untuk melihat apakah
perubahan nilai parameter tertentu menyebabkan perubahan perilaku dari model
epidemi yang dibentuk.
Terkait eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium
endemik, serta analisis bifurkasi pada model epidemi SEIV yang dibentuk, perlu
diperhatikan bilangan reproduksi dasar atau π 0 yang didefinisikan sebagai rata-
rata terjadinya kasus sekunder setelah terjadi 1 kasus primer pada suatu populasi.
Pada beberapa kasus model epidemi, pada saat π 0 < 1, titik ekuilibrium bebas
penyakit stabil asimtotik dan pada saat π 0 > 1, titik ekuilibrium bebas penyakit
tidak stabil dan muncul titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik. Fenomena
seperti ini yang terjadi pada model epidemi disebut dengan bifurkasi maju.
Selanjutnya perlu diselidiki pula kemungkinan terjadinya bifurkasi mundur yang
ditandai munculnya titik ekuilibrium endemik pada saat π 0 < 1. Jika bifurkasi
mundur terjadi maka penyakit tidak akan menghilang meskipun π 0 < 1.
Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika atau perilaku dari
model epidemi yang dibentuk adalah laju insidensi yang digunakan. Laju
insidensi adalah laju munculnya infeksi baru (Li dkk, 2010). Pada model epidemi
sering kali digunakan laju insidensi bilinear π½π(π‘)πΌ(π‘) , dengan S(t) dan I(t)
berturut-turut menyatakan jumlah individu yang rentan penyakit dan jumlah
5
individu yang terinfeksi sekaligus memiliki kemampuan untuk menginfeksi
individu lain pada saat t. Laju insidensi bilinear π½π(π‘)πΌ(π‘) menunjukkan kenaikan
laju kontak π½ sebanding dengan kepadatan populasi (Hethcote, 2000). Selanjutnya
Liu dkk (1986,1987) (dalam Li dkk, 2010) memperkenalkan laju insidensi
π½ππ(π‘)πΌπ(π‘) dengan π, π > 1 . Laju insidensi π½ππ(π‘)πΌπ(π‘) digunakan dengan
mempertimbangkan adanya faktor kejenuhan atau adanya faktor pencetus
(eksposur) jamak sebelum terjadinya infeksi. Van den Driessche dan Watmough
(2000) mengkombinasikan kedua bentuk laju insidensi di atas dan
memperkenalkan laju insidensi nonlinear π½π(π‘)πΌ(π‘)[1 + πΌπΌπβ1(π‘)], dengan π½ >
0 , πΌ > 0 dan π β₯ 1 . Pada penelitian ini, model epidemi SEIV yang dibentuk
menggunakan laju insidensi nonlinear π½π(π‘)πΌ(π‘)[1 + πΌπΌπβ1(π‘)] dengan p = 2
yang memasukkan faktor naiknya laju insidensi yang diakibatkan oleh eksposur
ganda dalam waktu yang singkat (Van den Driessche dan Watmough, 2000),
mengingat penyakit Herpes Simpleks dapat disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2.
Individu infektif baru yang diakibatkan oleh eksposur ganda muncul dengan laju
π½πΌπ(π‘)πΌ2(π‘) , sedangkan individu infektif baru yang diakibatkan oleh kontak
tunggal muncul dengan laju π½π(π‘)πΌ(π‘).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang
dimodelkan?
2. Bagaimana nilai dari bilangan reproduksi dasar pada model epidemi yang
dibentuk?
3. Bagaimana eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium
endemik?
4. Bagaimana sifat kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium?
5. Bagaimana bifurkasi yang terjadi pada model epidemi SEIV?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang
dimodelkan.
2. Menentukan bilangan reproduksi dasar.
3. Menyelidiki eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium
endemik.
4. Melakukan analisis kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium.
5. Melakukan analisis bifurkasi yang mungkin terjadi pada model epidemi SEIV.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum, manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta untuk menambah wawasan
pengetahuan dalam bidang matematika terapan terutama dalam bidang
biomatematika. Secara khusus, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan
model matematika pada bidang epidemiologi terkait penyakit yang menular secara
horizontal dan vertikal, serta pemberian vaksinasi pengobatan pada individu yang
telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit.
1.5 Tinjauan Pustaka
Model epidemi SIR pertama kali dikembangkan oleh Kermack dan
McKendrick (1927). Selanjutnya model epidemi SIR dikembangkan menjadi
model epidemi lain seperti SIS, SIRS, SEIR, SEIRS dan SEIV. Adapun model
epidemi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model epidemi SEIV yang
terkait dengan masa laten dan pemberian vaksinasi. Pada model epidemi SEIV
yang dibentuk, digunakan laju insidensi nonlinear π½ππΌ(1 + πΌπΌπβ1) dengan π½ > 0,
πΌ > 0 dan π = 2 yang dijelaskan oleh Van den Driessche dan Watmough (2000).
Perlu diketahui bahwa model epidemi SEIV disusun ke dalam bentuk sistem
persamaan diferensial nonlinear autonomous. Oleh karena itu, terlebih dahulu
perlu dijamin eksistensi dan ketunggalan solusi dari sistem persamaan diferensial
7
nonlinear yang dibentuk. Teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan
solusi dari sistem persamaan diferensial diberikan oleh Perko (2001). Selanjutnya
akan diselidiki eksistensi titik (solusi) ekuilibrium dari sistem persamaan
diferensial kemudian akan dianalisis perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium
dengan melihat sifat kestabilan dari titik ekuilibrium, yang dijelaskan oleh Perko
(2001). Adapun pada model epidemi SEIV yang dibentuk akan diselidiki
eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik. Pada
penelitian ini, titik ekuilibrium endemik merupakan akar dari suatu polinomial
sehingga eksistensi titik ekuilibrium endemik akan diselidiki dengan
menggunakan Aturan Tanda Descartes yang dijelaskan oleh Wiggins (2003).
Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium akan
dicari sifat kestabilan lokal dari titik ekuilibrium. Penentuan sifat kestabilan lokal
dari titik ekuilibrium dilakukan dengan linearisasi di titik ekuilibrium dengan
menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari nilai eigen dari matriks Jacobian
seperti yang dijelaskan oleh Perko (2001). Sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium
yang diperoleh berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian berlaku jika titik
ekuilibrium yang ditinjau adalah titik ekuilibrium hiperbolik yang definisinya
diberikan oleh Perko (2001). Adapun definisi matriks Jacobian dari suatu fungsi
di titik tertentu pada domainnya dan nilai eigen dari suatu matriks diberikan oleh
Luenberger (1979). Sehubungan dengan nilai eigen, akan ditemui bentuk
polinomial karakteristik, multiplisitas aljabar dari nilai eigen, nilai eigen
sederhana, vektor eigen kanan dan vektor eigen kiri yang dijelaskan oleh
Luenberger (1979), sedangkan Seyranian dan Mailybaev (2003) menjelaskan
tentang normalisasi vektor eigen kanan dan kiri. Selanjutnya, Wiggins (2003)
menjelaskan cara untuk menentukan banyaknya pembuat nol dengan bagian real
negatif melalui tes Routh-Hurwitz. Tes Routh-Hurwitz digunakan untuk
mengidentifikasi nilai eigen guna menyelidiki apakah titik ekuilibrium stabil
asimtotik atau tidak stabil.
Pada umumnya, eksistensi dari titik ekuilibrium endemik akan terkait
dengan bilangan reproduksi dasar yang definisinya diberikan oleh Diekmann dan
Heestterbeek (2000), sedangkan eksistensi dari titik ekuilibrium bebas penyakit
8
tidak bergantung pada bilangan reproduksi dasar. Castillo-Chavez, dkk (2001)
menjelaskan mengenai bilangan reproduksi dasar sebagai spektral radius dari
βnext generation operatorβ, yang berpengaruh terhadap eksistensi titik ekuilibrium
endemik, kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit, serta analisis bifurkasinya.
Salah satu bagian yang sangat penting untuk diteliti adalah kemungkinan
terjadinya bifurkasi mundur pada model epidemi. Castillo-Chavez dan Song
(2004) menjelaskan mengenai bifurkasi mundur yang terjadi pada titik
ekuilibrium nonhiperbolik saat diperoleh nilai eigen yang sederhana. Adapun
definisi mengenai bifurkasi diberikan oleh Kuznetsov (1998). Jenis-jenis bifurkasi
yang terjadi pada saat matriks Jacobian memiliki nilai eigen sederhana nol, yaitu
bifurkasi saddle node, bifurkasi transkritis, dan bifurkasi pitchfork dijelaskan oleh
Wiggins (2003), sedangkan bifurkasi Hopf yang terjadi pada saat matriks
Jacobian memiliki sepasang nilai eigen imajiner murni dijelaskan oleh Kuznetsov
(1998) dan Arrowsmith dan Place (1992).
Beberapa definisi lain yang diperlukan yaitu mengenai kurva solusi,
trayektori atau orbit dan potret fase diberikan oleh Arrowsmith dan Place (1992),
definisi mengenai solusi periodik dan limit cycle berturut-turut diberikan oleh
Wiggins (2003) dan Kuznetsov (1998), sedangkan Perko (2001) menjelaskan
mengenai dua sistem persamaan diferensial autonomous yang ekuivalen secara
topologis dan dua sistem persamaan diferensial autonomous yang konjugat secara
topologis.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara studi literatur dengan mengumpulkan
bahan literatur serta bahan pustaka sebagai referensi untuk mempelajari model
penyebaran penyakit SEIV. Langkah pertama adalah menentukan asumsi-asumsi
yang berkaitan dengan model epidemi SEIV sesuai dengan karakteristik penyakit
yang dimodelkan, kemudian dilanjutkan dengan membuat diagram transfer
berdasarkan asumsi yang telah dibuat dan disajikan menjadi model matematika
dalam bentuk sistem persamaan nonlinear.
9
Selanjutnya dari model epidemi SEIV yang telah dibentuk, diselidiki kapan
titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik ada. Selain itu,
dicari pula bilangan reproduksi dasar dan pengaruhnya terhadap eksistensi titik
ekuilibrium. Untuk menentukan sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium, dilakukan
linearisasi dengan menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari persamaan
karakteristiknya dan nilai eigennya. Selanjutnya dilakukan analisis bifurkasi di
titik-titik ekuilibriumnya.
Model epidemi SEIV yang akan dibahas dalam penelitian ini telah
dikemukakan sebelumnya oleh Long dan Xiang pada Journal of Apllied
Mathematics & Bioinformatics, volume 1, nomor 1, tahun 2011, halaman 21 β 30.
Kontribusi penulis antara lain menjelaskan konstruksi model epidemi SEIV
dengan jenis penyakit yang ada, melengkapi pembuktian-pembuktian yang ada,
melakukan koreksi (jika ada) serta memberikan interpretasi dan simulasi numerik.
1.7 Sistematika Penulisan
Tesis disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bab I, berisi Pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,
serta sistematika penulisan.
2. Bab II, berisi Landasan Teori yang memuat teori-teori dasar mengenai
polinomial karakteristik, aturan tanda Descartes, Tes Routh-Hurwitz, nilai
eigen dan vektor eigen, fungsi diferensiabel kontinu, sistem persamaan
diferensial linear dan nonlinear, linearisasi dan ekuivalensi secara topologi,
titik ekuilibrium dan analisis kestabilan titik ekuilibrium, bilangan reproduksi
dasar serta bifurkasi.
3. Bab III, berisi Pembahasan yang membahas tentang pembentukan model
epidemi SEIV, eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,
analisis kestabilan lokal dari titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,
analisis bifurkasi serta simulasi numerik.
10
4. Bab IV, berisi Penutup yang memuat kesimpulan dan interpretasi yang
diperoleh dari pembahasan serta saran-saran sebagai konsekuensi dari
kekurangan maupun kelebihan dari pembahasan.