bab i

Upload: tika-tawang

Post on 06-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bioetika

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUANLatar Belakang

Demonstrasi atau unjuk rasa di Indonesia sudah menjadi konsumsi publik, seperti yang kita saksikan di layar televisi dan surat kabar. Demonstrasi dilakukan untuk menolak kinerja pemerintah yang tidak memihak terhadap kepentingan masyarakat, dan mengkritisi penguasa yang memiliki perilaku Amoral yaitu Korupsi, Kolusi Nepotisme. Demonstrasi atau unjuk rasa, merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan aspirasi kaum tertindas dan termarjinalkan hak-haknya sebagai warga Negara Indonesia, dalam hal ini distribusi kesejahteraan dan kemakmuran di seluruh aspek kehidupan masih jauh panggang dari api. Ketika rakyat telah bersuara, jangan sampai para pemimpin atau penguasa tidak mendengarkannya. Bukan sekedar sebuah aspirasi dari rakyat untuk didengar, namun tuntutan itu selayaknya direalisasikan oleh pemerintah atau penguasa sebagai bentuk tanggung jawab moral seorang pemimpin yang dikukuhkan untuk melayani rakyat. Inilah semangat konstitusi Negara demokrasi.

Demontrasi atau unjuk rasa dengan mengerahkan massa oleh publik diakui issueatau aspirasi yang dibawakan demonstran menjadi tuntutan dan keluhan dari rakyat untuk diaplikasikan, sebagai bentuk keresahan yang dirasakan akibat dari kebijakan pemerintah yang mengecewakan. Namun praktisnya masa yang berunjuk rasa bertindak tidak sesuai dengan pesan-pesan moral yang disampaikan kepada pemerintah, realitas ini mengarah pada perbuatan para demonstran ketika melakukan demonstrasi, yang sering menimbulkan bahaya atau ancaman nyawa orang lain, menghancurkan harta benda, menghilangkan kebebasan pribadi, menciptakan perasaan takut pada perorangan maupun masyarakat luas, dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Intinya terjadi instabilitas keamananmengasah analisa, terhadap dalil demonstrasi dan unjuk rasa menjunjung nilai-nilai demokrasi yang berujung rusuh dan anarkis,dari sini kita tiba pada persoalan filsafat hukum, bagaimana aspek moral dari pembangkangan sosial (ketidaktaatan warga negara) (yang di dalamnya tercakup suara hati, pembatasan diri di dalam melanggar hukum, nir-kekerasan) berkaitan dengan segi-segi juridis.

Jelas ini bukanlah persoalan hukum pada umumnya, melainkan antara suatu tipe moral tertentu dengan tipe hukum tertentu. Oleh karena itu di dalam makalah ini membahas mengenai bagaimana permasalahan ini kemudian di cari solusinya melalui sumbangan dari kajian dan peran filsafat hukum dalam demonstrasi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan maka dirumuskan masalah, bagaimana tinjauan bioetika mengenai anarkhis berkedok demokrasi?.Tujuan

Untuk mengetahui tinjauan bioetika mengenai anarkhis berkedok demokrasi.

BAB II

KAJIAN TEORI

Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos artinya rakyat dan kratein artinya pemerintah. Secara sederhana, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat, dalam hal ini kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Sebagaimana istilah politik yang lain, istilah demokrasi juga memiliki banyak makna turunannya. Pengertian demokrasi sederhana di atas kemudian berkembang, seiring perkembangan politik dan ilmu politik, sehingga muncul banyak pengertian tentang demokrasi. Diantara beberapa pengertian tentang demokrasi, barangkali pengertian yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln dapat merangkum makna demokrasi dalam sebuah kalimat sederhana. Menurut Abraham Lincoln demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pada masa kini, ketika jumlah penduduk semakin banyak, kita membutuhkan demokrasi perwakilan untuk memutuskan berbagai persoalan bersama. Maka dibentuklah pemerintahan dan dewan perwakilan yang dipilih oleh rakyat. Dengan demikian, lembaga-lembaga tersebut memiliki mandat dari rakyat untuk menjalankan tugas eksekutif dan legislatif. Karena dipilih dan memperoleh mandat dari rakyat, maka merekapun harus mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan tersebut kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Demokrasi secara sederhana berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih kompleks, demokrasi berarti suatu sistem pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dengan tanpa memandang partisipasi mereka dalam kehidupan politik,sementara pengisian jabatan-jabatan publik dilakukan dengan dukungan suara rakyat dan merekan memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Anarkisme

Perkataan anarkisme berasal dari bahasa Inggris yaitu anarchy. Bahasa Yunani menyebutkan dengan Anakhos/Anarchia tetapi semua perkataan ini bermaksud tidak ada pemerintahan atau pemerintah tanpa aturan dan undang-undang. Anarkisme juga berarti kacau balau, huru hara dan kekacauan. Mengikuti pendapat D. Black (1977:123), anarkisme adalah sebuah kehidupan masyarakat tanpa undang-undang dan tanpa pemerintahan yang mengawasi masyarakat. Dalam konotasi positif, anarkisme merupakan ideology social yang tidak mau menerima pemerintahan yang memerintah secara otoriter. Dari segi konotasi negatifnya pula, anarkisme merupakan keyakinan yang tidak mengakui adanya undang-undang atau aturan-aturan dan secara aktif terlibat dalam meningkatkan situasi kacau balau dengan menghancurkan tatanan masyarakat (KOMNAS HAM 2001:17), oleh karena itu, anarkisme sangat diakui oleh negara-negara maju seprti Inggeris, Jerman, Amerika Serikat dan lain-lain.

Selain itu anarkisme juga merupakan suatu arus intelektual dalam pemikiran social yang memperjuangkan penghapusan monopoli ekonomi dalam semua situasi politik dan social yang bersifat paksaan di dalam masyarakat. Dengan menggantikan tatanan ekonomi kapitalis, kaum anarkis akan membangun sebuah perhimpunan bebas dari semua kekuatan produktif yang didasarkan atas kerjasama (Rocker 2003 : internet). Kaum anarkis menurut penghapusan monopli ekonomi dalam segala bentuk dan menuntut hak milik bersama ke atas tanah dan semua pengeluaran. Hak untuk memakai fasilitas tersebut harus diberikan kepada setiap orang tanpa terkecuali. Kebebasan individu social hanya boleh ada jikalau semua orang mempunyai hak yang sama dalam bidang ekonomi.

Anarkisme mempunyai persamaan dengan liberalisme tentang ide kebahagian dan kemakmuran. Seseorang haruslah menjadi norma dalam semua urusan social. Sama seperti pendapat liberalisme, anarkisme juga setuju dengan pembatasan fungsi negara. Jefferson (1935:134) menguraikan konsep liberalisme, dengan menyatakan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang sedikit mungkin memerintah. Sedangkan Thoreau (1907:123) yang mewakili anakisme, menyatakan bahwa pemerintah yang baik adalah yang tidak memerintah sama sekali Menurut Elliot, anarkisme adalah doktrin politik yang menyokong penghapusan otoritas yang sah . Pendapat ini menganggap setiap format pemerintahan itu adalah tirani dan malapetaka. Mereka ingin individu yang bebas, tanpa adanya kegiatan militer undang-undang tertulis dan penjara. Menurut Kropotkin (1933: 24) anarkisme adalah suatu prinsip atau teori yang dijalankan dalam masyarakat tanpa pemerintah sesuai di antara masyarakat tersebut dapat dibentuk tanpa terikat dengan undang-undang dan otoritas manapun, namun mereka bebas dari seluruh perjanjian, baik di antara kelompok, wilayah manapun kepakaran. Pengertian ini bermakna anarkisme itu bukanlah sebuah ideology (pandangan hidup), sebaliknya tidak sebuah teori tentang kehidupan yang bebas dari perjanjian dan undang-undang manapun.

Manakala Burn beliau mengemukakan anarkis berarti oposisi kepada pemerintah berdasarkan kekuatan. Jadi setiap yang berlawanan dengan pemerintah tidak hanya dianggap sebagai penentang tetapi juga ditafsirkan sebagai anarkisme. Oleh karena itu anarkisme digolongkan ke dalam pertentangan dengan segala macam pemerintah secara paksa. Justru itu pengamal paham anarkisme selalu menolak institusi hokum, kepolisian karena dengan demikian anarkisme menghapuskan berbagai halangan kepada kelompok ini untuk bebas melakukan apa saja. Di samping itu, anarkisme mengandung tiga aspek penting yaitu (i) setiap manusia harus bebas dari penindasan dan kapitalisme, (ii) tidak terikat dengan pihak manapun, dan (iii) bebas dari otoritas kesusilaan agama dan lainnya (Albert Meltzer 1998:43)

Bekman (1870-1936), pula melihat anarkisme sebagai kehidupan dalam masyarakat di mana masyarakat tersebut tidak ada paksaan apapun, suatu kehidupan tanpa paksaan berarti kebebasan, ciri ini memberikan suatu gambaran positif tentang anarkisme serta ketakutan kepada aliran ini. Anarkisme menginginkan suatu kehidupan yang penuh dengan kedamian dan bebas tanpa terikat aturan dan undang-undang dengan penuh dengan kedamian dan bebas tanpa terikat aturan dan undang-undang dengan pihak manapun. Pandangan ini bertentangan dengan negara, lembaga keagamaan atau lembaga lainnya. Oleh karena itu anarkisme dibenci dan ditakuti, karena orang awam berpendapat akan menimbulkan kekacauan bukannya kehidupannya damai (Meltezer 1998)

Asumsi dasar anarkisme adalah kekuasan dilaksanakan oleh seorang atau satu kelompok orang tertentu. Ada pendapat dari seorang anarkisme, ramai orang menyebutkan bahwa kerajaan itu perlu karena sebagian besar orang tidak mampu mengurus diri sendiri, namun anarkisme berpendapat bahwa pemeritah merugikan karena tidak seorang pun dapat dipercayai untuk mengurus orang lain. Semua anarkisme menyetujui pernyataan ini. Mereka yakin manusia mampu mengurus permasalahannya sendiri tanpa menyerahkan kepada orang lain. Hal ini berarti tatanan organisasi akan lebih baik dirancang oleh keperluan manusia berbanding system apapun yng dipaksakan dari pihak eksternal, kerena system ini mempunyai sifat (i) sukarela, (ii) fungsional,(iii) sementara dan (iv)kecil.

Penolakan otoritas dan keyakinan bahwa masyarakat bersifat memaksa boleh diganti dengan kerjasama yang bersifat sukarela. Namun esensi anarkisme sebagai syarat mutlak adalah penghapusan wewenang atas seseorang oleh seseorang. Jadi jelas, bahwa ketakutan kepada aliran ini adalah untuk kepentingan orang/kelompok tertentu. Pengertian anarkisme sangat berbeda dengan apa yang dipahami oleh masyarakat pada masa sekarang, karena pada umumnya masyarakat nilai-nilai positif. Setelah dikaji paham ternyata tidak seluruhnya salah bahkan bersifat konstruktif dan akomodatif.

C. Tokoh Dan Aliran Anarkisme Tokoh anarkisme yang terkenal ialah seperti William Godwin (1756-1836). Piere Joseph Proundhon (1809-1856), Mikhail Bakunin (1814-1876), Leo Tolstoi (1828-1910), Marx Stirner (1806-1856), William Morris (1834-1896) dan Peter Krapotkin (1842-1921). Anarkisme seringkali dianggap sebagai mewakili aliran pemikiran radikal yang benar-benar demokratis dan libertarian. Ia dikemukakan oleh beberapa golongan sebagai satu-satunya kebebasan filsafat politik yang tulen. Realitasnya adalah agak berbeda. Sejak lahirnya anarkisme merupakan sebuah doktrin yang anti-dmokratik. Memangnya, dua pencetus anarkisme yang paling penting, Pierre-Joseph Proundhon dan Michael Bakunin bersifat elitis dan berkuasa mutlak setinggi-tingginya, (Lyman Tower Sargent 1981 : 148). Walaupun anarkis kemudiannya menoleh beberapa pencetus sebelumnya, falsafah mereka masih lagi bermusuhan dengan idea-idea demokratis dan kekuatan pekerja. Lebih lebih lagi, permusuhan anarkis terhadap kapitalisme terpusat pada pertahanan dan kebebasan individu.tetapui kebebnasan yangt dipertahankan oleh anakis bukanlah kebebasan kelas pekerja untuk menumbuhkn sebuah masyarakat baru secara bersama. sebaliknya anarkisme mempertahankan kebebasan pemilki harta wong cilik dan pedagang kaki lima. Anarkisme mewakili wong cilik menentang kemajuan kapitalisme yang tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu, ia memetingkan nilai-nilai dari masa yang lalu : harta individu, keluarga patriarki, rasisme (Lyman Tower Sargent 1984: 149)

Disamping itu ada juga penemu Anarkisme yng terkenal seperti , Enrico Malatesta (1850-1932), Elisee Reclus (1830-1905), Benjamin Trucker (1854-1939) dan Josiah Warren (1798-1874), William Godwin adalah bapak masyarakat yang tidak mempunyai kewarganegaraan, beliau adalah penganut pendapat anarkisme sebagai pemikiran bahwa yang cinta damai. Truker pula mengatakan anarkisme senbagai pemikiran bahwa semua hal ehwal yang berhubungan dengan diri sendiri diurus oleh individu yng berkenaan dan bahwa negara harus ditiadakan. Enric Malatesta mengatakan anarkisme adalah penghapusan ekploitasi dan penindasan manusia hanya boleh dilakukan melalui pengurusan kapitalisme dan pemerintah. Peter Kropotkin mengatakan adalah sebuah sitem sosialis tanpa kerajaan, Ia dimulai antara manusia dan akan mempertahankan keupayaan dan kretivitasnya yang merupakan pergerakan dari manusia Jossiah Warren mengatakn kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan dan sosialisme tanpa kebebasan adalah penghambatan dan keganasan. Di Italia, gerakan anarkisme telah melahirkan cukup banyak penulis mengenai anarkis seperti, Luigi Galleani, dan Camillo Berneri, mereka mengatakan anarkisme tidak mengharapkan bels kasihan karena percaya akan dapat melakukan kegiatannya, mempublikasikan buku dan majalah, menerbitkan rekaman, mendistribusikan literarture dan aktif dalam kegiatan politik (Mahajan 2001:759)

Anarkisme boleh di bagikan kepada dua kategori (i) collectivist anarchism (anarckhi kolektif) dan (ii) Individulist Anarchism (Anakisme Individu), Collectivist Anarchism adalah anarkisme yang dilakukan secara kelompok dan menyeluruh. Mereka mempersoalkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan secara paksa itu tidak baik. Manakala Individualist Anarchist adalah anarkisme yang dilakukan secara bersendirian dirinya sendiri, anarkisme ini tidak mengenal orang lain karena berasaskan kepada sifat egonya. Anarkisme ini selalunya melawan kepada disiplin dan semua otoritas yang ada karena ia tidak mahu menerima apapun bentuk kesusilaan. Ketika ia memberikan sesuatu kepada yang lain, misalnya rasa kasih sayang, persahabatn dan keramah-tamahan serta perilaku yang baik, itu tidak lain hanya suatu kepuasan egoisnya dalam kehidupannya.

Bilangan kaum anarkisme adalah ramai, karena mereka telah muncul dua decade yang lalu. Oleh itu fluralisme pandangan tidak boleh dihindari. Walaupun demikian, benang merah2 anarkisme konsisten dan prinsipnya asasnya keterbukan, maka anarkisme mempunyai empat benang merah, yaitu (i) anarkisme menginginkan kebebasan martabat individu, Ia menolak segala jenis penindasan, Jika penidas itu kebetulan pemeritah, maka ia akan memilih masyarkat tanpa pemeritah, (ii) konsekuensi benang merah pertama adalah anarkisme anti hierarki, kerena hierarki selalunya berupa struktur organisasi dengan otoritasnya yang mendasari penguasaan yang menindas, (iii) anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki baik secara politik, social maupun budaya dan boleh hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu system social. Ia mempunyai nilai tambah karena memaksimumkan kebebasan individu dan kesetaraan antara individu berasakan kerjasama, sukarela antar individu atau kompulan dalam masyarakat, dan (iv) kesan logis yang bararti membuktikan kebebasan tanpa persamaan, hanya bermakna kebebasan tanpa persamaan, hanya bermakna kebebasan para penguasa, dan persamaan tanpa kebebasan hanya berarti perbudakan (Meltzer 1998:12)

Semua jenis paham anarkisme baik paham anarkisme berkumpulan maupun individu pada intinya adalah menginginkan kebebebasan. Anarkisme berpendapat bahwa semua orang boleh bebas dan boleh bekerjasama dalam bentuk sukarela dan tanpa paksaan apapun. Mereka mempercayai bahwa setiap manusia dapat menolong sesamanya dan mereka percaya bahwa naluri masyarakat sangat baik, tetapi telah dirusakkan oleh organisasi yang dibina masa sekarang (Lyman Tower Sargent 1981:148)

D. Pengertian Filsafat dan Filsafat Hukum

Seseorang yang berfilsafat diumpamakan seorang yang berpijak dibumi sedang tengadah ke bintang-bintang, dia ingin mengetahui hakikat keberadaan dirinya, ia berfikir dengan karakteristik kefilsafatannya yaitu sifat menyeluruh (tidak puas jika mengenal sesuatu hanya dari segi pandang yang semata-mata terlihat oleh indrawi saja). Ia juga berfikir dengan sifat (tidak lagi percaya begitu saja bahwa sesuatu itu benar). Ia juga berfikir dengan sifat spekulatif (dalam analisis maupun pembuktiannya dapat memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak), dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan . Kemudian lebih mengerucut lagi adalah Filsafat hukum, yaitu ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara luas, mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat.

Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang 1) rasional, metodis, sistematis, koheren, integral, 2) tentang makro dan mikro kosmos 3) baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek .

Kemudian pengertian hukum menurut Purnadi Purbacaraka & Soerjono S oekanto menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu : 1) Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2) Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. 3) Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan. 4) Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis. 5) Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) 6) Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi 7) Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsure unsur pokok dari sistem kenegaraan . Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian9) Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk .

Untuk membicarakan hakekat hukum secara filsafat, maka perlu diketahui tiga tinjauan yang mendasarinya, yaitu tinjauan ontologis, tinjauan epistemologis dan tinjauan aksiologis.

Tinjauan ontologis membicarakan tentang keberadaan sesuatu (being) atau eksistensi (existence) sebagai objek yang hendak dikaji. Tinjauan epistemologis menyoroti tentang syarat-syarat dan kaidah-kaidah apa yang harus dipenuhi oleh suatu objek tertentu. Hal ini berkaitan dengan cara, metode atau pendekatan apa yang akan digunakan untuk melihat objek itu. Selanjutnya tinjauan aksiologis adalah melihat bagaimana aksi atau pelaksanaan dari sesuatu. Dengan kata lain bagaimana pengaruh dan kemanfaatan (utility) suatu objek bagi kepentingan hidup manusia. Tinjauan aksiologis tak dapat dilepaskan dari persoalan nilai (value) yang dianut dan mendasari suatu objek tertentu.

Kemudian berkenaan dengan Filsafat Hukum Menurut Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni DAmato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum .

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat.

BAB III

PEMBAHASAN

Aksi Demonstrasi

Indonesia diidealkan dan dicita-citakan olehthe fouding fatherssebagai suatu Negara hukum (rechtsstaat/the rul of law).Bahkan dalam rangka hasil perubahan keempat UUD 1945 pasal 1 ayat (3) ditegaskan bahawa Negara Indonesia adalah Negara Hukum,. Untuk itu, dalam suatu Negara hukum diperlukan azas perlindungan, yang menjamin hak asasi manusia.Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum(demonstrasi/unjuk rasa)merupakan salah satu hak dasar manusia yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum dari Negara. Secara Universal. Kemerdekaan menyampaikan pendapat dijamin dan dilindungi, diperkuat olehDeclarasi of Human Rights(UDHR), utamanya dalam pasal 19 dan pasal 29 Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik, khususnya pasal 19 (resolusi PBB No. 2200 A). Secara normatif pasal 28 UUD 1945 menegaskan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.Demonstrasi merupakan alternatif dalam menanggapi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak menggutungkan kehidupan bersama. Dengan berbagai format atau metode sendiri masayarakat mencoba mempresentasi hak idealnya kepada pemerintah. Dengan melakukan diplomasi dengan pemerintah metode ini digunakan sebelum aksi demonstrasi. Diplomasi adalah suatu cara yang digunakan untuk menyampaikan aspirasi, argumentasi dan solusi kepada pemerintah secara langsung tanpa peragaan seperti demonstrasi. Dalam diplomasi aspirasi disampaikan tidak secara terang-terangan di depan umum namun antara seorang delegasi dengan pemerintah di suatu tempat tanpa tema tertentu. Jika dalam diplomasi pihak pemerintah tidak meresponnya maka selanjutnya dilakukan demonstrasi bertemu lansung dan menyampaikan aspirasi kepada pemimpin instansi (pemerintah) terkait. Pemimpin pemerintahan baik pusat maupun daerah dalam tugasnya berada pada bingkai demokrasi, hakekatnya adalah melayani rakyat. Ketika rakyat telah bersuara jangan sampai para pemimpin tidak mendengarkanya. Sebaliknya pemimpin harus mencari jalan keluar atas keluhan rakyat. Rakyat sadar akan keberadaan seorang pemimpin di Negara demokrasi ini. Namun jika pemerintah tidak hadir menemui masa demonstrasi bakar ban sebagai metode mendapatkan perhatian pemerintah untuk menemui mereka. Hadirnya demonstran dengan metode tearikal, agitasi, aksi mogok makan, yang berkesan protes juga sebagai metode demonstrasi.

B. Tinjauan Bioetika terhadap Anarkisme Berkedok DemokrasiUnjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita, namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa seringkali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Demonstrasi sebagai kebebasan yang kebablasan. karena unjuk rasa yang adalah hak kemerdekaan menyampaikan pendapat sering dinodai dengan pengrusakan benda dan pembakaran ban, juga foto pemimpin Negara.

Artinya para demonstran hanya mengetahui dan menjalankan undang undang kemerdekaan menyampaikan pendapat secara subyektifitas yang bebas dan tidak menghargai hak objek yang di demo ( benda, orang, dan masyarakat yang berada di sekelilingi) dan azas yang terkandung di dalamnya. Demonstran pada titik aksinya menggunakan badan jalan dan sering memacetkan arus lalu lintas, sehingga aktifitas badan jalan sebagai pusat komunikasi dan pusat perputaran ekonom bagi masyarakat dan pengusaha lainya turut macet. Artinya jalan raya menjadi tempat yang nyaris tidak ada aturan yang mampu mengaturnya karena di jalan tersebut setiap orang berusaha membuat aturan sendiri-sendiri. Aturan yang berlaku adalah kekuatan, kekuatan itu bukan secara fisik atau ekonomi. Namun kekuatan sosial (people power) yang mampu menjadi kekuatan yang dahsyat, kekuatan itu adalah kekuatan masa demonstran. Kekuatan yang bisa merubah dan memperbaiki kehidupan bernegara namun juga sebagai momok bagi negara jika aksi masa tersebut berakhir dengan pembangkangan sosial. Dalam perspektif hukum, demonstrasi merupakan cara yang dibenarkan dalam memperjuangkan hak dan kepentingan jika dilaksanakan sesuai dengan aturan main dan koridor hukum,tetapi jika menyimpan maka akan terjadi pembangkangan sosial.

Sebuah kalimat klasik yang sering kita dengar manakala kita memperbincangkan perihal demokrasi dan penegakan hukum adalah, hukum tanpa demokrasi akan melahirkan otoriterisme dan demokrasi yang dijalankan tanpa hukum akan menumbuh suburkan anarkisme. Mempersoalkan demokrasi sebagai suatu system politik dalam Negara hukum sesungguhnya tidak sekedar terfokus pada dimensi tujuannya saja. Namun, penting diperhatikan juga tentang cara berdemokrasi yang benar. Jika kita lihat sekarang masyarakat lebih cenderung mengaktualisasikannya dengan cara yang tidak terpuji. Yang dengan alasan demokrasi, semua aturan-aturan hukum bisa dilanggar dengan seenaknya.

Problem utama setelah reformasi bergulir adalah adanya kebebasan tanpa arah yang kebablasan sebagai dasar dari demokrasi. Padahal dalam pelaksanaannya sendiri seharusnya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Inilah yang disebut dan dikenal dengan prinsip hak dan kewajiban. Yaitu, adanya hak orang lain yang mesti dihargai dan kewajiban kita untuk mematuhi system demokrasi yang benar.

C. Peran Filsafat HukumFilsafat hukum memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh dan universal. Selama masih ada penindasan, penghisapan terhadap rakyat oleh kekuasaan maka akan terus bertamba aksi-aksi masa, karena hanya dengan ini cara yang efektif menurut rakyat. Dalam bahasanya Tan Malaka mengatakan idealisme tak akan mati selama masih ada perjuangan kelas.Esensi dari sebuah gerakan demonstrasi adalah jika pemerintah hadir mendengarkan aspirasi dan merealisasikannya. Sering ketika pemerintah tidak mendengarkan aspirasi masa akan betindak paksa dengan memaksa masuk suatu instansi yang dituju, saling dorong antara masa dan pihak keamanan hingga melakukan perbuatan melanggar hukum atau pembangkangan sosialSeharusnya pemimpin dan penguasa negeri ini yang mendapatkan legitimasi rakyat, menghargai amanah yang telah rakyat percayakan kepada mereka. Bukan, malah memanfaatkan kelemahan rakyat untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, konsepsi mengenai kedaulatan rakyat menciptakan gaps atau cela yang membenturkan antara pemerintah dan masayarakat ketika pengambilan kebijakan dilakukan. Sehingga dalam hal ini, yaitu dengan menjalin kerja sama yang efektif. Melalui kerja sama yang bersinergi antara pengambil kebijakan dengan rakyat yang dilayaninya.maka kelompok demonstran dimaksudkan tidak hanya meyampaikan aspirasinya namun mendengarkan penjelasan pemerintah melalui hering pendapat begitu juga pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat,dan para pakar yang berpendapat tentang kebijakannya. Memperhatikan keterbukaan public untuk mencapai titik kompromi yang menguntukngkan semua pihak. Hal penting yang tidak boleh di abaikan adalah pembangkangan tidak dilakukan demi kepentingan sendiri. Artinya subjek harus membersikan diri dari motif destruktif dan egoistic (perlu self-purufication). Dengan bekerja bahu membahu dan menghindarkan diri dari rasa curiga, kebencian dan permusuhan. Dengan ini akan terhindari pembangkangan social dalam pelayan public oleh pemerintah.Kemudian filsafat hukum dengan sifat universalitasnya, memandang kehidupan secara menyeluruh, tidak memandang hanya bagian-bagian dari gejala kehidupan saja atau secara partikular. Artinya dalam menganalisis suatu masalah, seseorang diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Dengan mempelajari dan memahami filsafat hukum berarti diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif belaka. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Menurut konsepsi positif hukum, bahwa Aksi demonstrasi yang tidak tertib,dilakukan ditempat yang tidak seharusnya, tidak melayankan surat pemberitahuan Hal ini merupakan jenis-jenis pelangaran yang diatur dalam Undang-undang maka yang melakukannya melanggar hukum. Dengan memperhatikan perbedaan antara apa yang disebut pembangkangan terhadap hokum karena perintah hokum dianggap bertentangan dengan hati nurani. Dan sikap tidak peduli pada hokum.Tidak sedikit orang yang berpendapat bahawa pembangkangan terhadap hokum dapat dibenarkan secara moral namun tidak dapat di terima hokum. Karena itu mereka tetap menuntut pembangkang dikenai sangsi hokum, meskipun tindakannya secara moral dibenarkan. Menurut positifis hokum moral dan hokum tidak boleh di campuradukan.Apabila orang itu menjadi hakim misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim yang bertindak selaku corong undang-undang semata.namun jangan disimpulkan bahwa memberikan ruang toleransi pada sebagian pembangkan akan berdampak sama: terjadi keruntuhan masyarakat. Dalam hal ini hakim harus mempertimbangkan pembangangan terhadap hokum karena berbenturan dengan hati nurani merupakan hal yang rasional dan dapat diterima. Asalkan tidak bertabrakan dengan alas an lain yang lebih mendasar dan memperhatikan motif yang lebih luhur yaitu moral. Di bandingkan dengan pembangkangan hokum karena alas an misalnya kekayaan kepentingan egois kelompok atau motif merebut kekuasaan pemerintah. Sehingga hakim harus berhati hati dalam menjatuhkan kadar sangsi hokum terhadap pembangkangan yang bermotif moral dan pembangkangan yang bermotif perebutan kekuasaan.Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagai dinyatakan oleh Suriasumantri , bahwa semua ilmu yang berkembang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Memang, salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang kepada hal-hal yang baru. Tentu saja tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Dengan berpikir spekulatif dalam arti positif itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. Pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan rasa sangsi dan rasa terpesona atas suatu kebenaran yang dikandung dalam suatu persoalan. Apabila jawaban-jawabannya diperoleh maka jawaban-jawaban itu disusun dalam suatu sistem pemikiran yang universal dan radikal. Kemudian ciri yang lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah kongkret. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespodensi dan fungsinya. Filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum. Filsafat itu juga bersifat introspektif atau mempergunakan daya upaya introspektif. Artinya, filsafat tidak hanya menjangkau kedalaman dan keluasan dari permasalahan yang dihadapi tetapi juga mempertanyakan peranan dari dirinya dan dari permasalahan tersebut. Filsafat mempertanyakan tentang struktur yang ada dalam dirinya dan permasalahan yang dihadapinya. Sifat introspektif dari filsafat sesuai dengan sifat manusia yang memiliki hakekat dapat mengambil jarak (distansi) tidak hanya pada hal-hal yang berada di luarnya tetapi juga pada dirinya sendiri. Sebagai bahan perbandingan, Radhakrisnan dalam bukunya The History of Philosophy, mengemukakan pula tentang arti penting mempelajari filsafat, termasuk dalam hal ini mempelajari filsafat hukum, bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita untuk maju.BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari apa yang telah dijelaskan di dalam pembahasan tentang perilaku kekerasan (anarkis) atas nama demokrasi dapat disimpulkan bahwa ditinjau secara etika merupakan suatu tindakan amoral, menyalahi undang-undang dan tatanan yang ada di masyarakat. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan dan nilai-nilai etika yang seharusnya dilakukan oleh manusia yang memiliki akal dan budi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rosadi Harahap.2005.Anarkis.http://www.geocties.com/vonisnet/

ahmad3.htm.Diakses pada tanggal 04/05/15Awaluddin.2012.Konsepsi Negara Demokrasi Yang Berdasarkan Hukum.http:

/awaluddin.blogspot.com/2012/konsepsi-negara-demokrasi.htm.

Diakses pada tanggal 03/05/15

Mualo Kadir.2012.Peran Filsafat Dalam Pelaksanaan Aksi Demonstrasi

Upaya Meminimalisir Pembangkangan Sosial.http://mualokreatif.

blogspot.com /2012/01/peran-filsafat-dalam-pelaksanaan-aksi.html.

Diakses pada tanggal 03/05/15

Rasyidin.2005.Anarkisme.http://http:/www.geocities.com/blackpost/podium0

4.htm.diakses pada tanggal 04/05/15

Sulaeman.2008.Demokrasi.http://www.wikipedia.com/demokrasi/.diakses

pada tanggal 03/05/15

Anarkis Berkedok Demokrasi