bab i
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
![Page 1: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di
hidung. Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai,
menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan
Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatan
lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita
Rhinitis akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan
atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat. Keadaan ini sering
berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis
memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus,
dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada
telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma,
rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.1
Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-
gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise
dan suhu tubuh naik. Rhinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus,
Myxovirus, virus Coxsakie dan virus ECHO) atau infeksi bakteri terutama
Haemophylus Influenza, Streptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya.2
1
![Page 2: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/2.jpg)
2
Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting yaitu
faktor eksternal atau lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin atau
perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, dan faktor internal
meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan lokal cavum nasi.3
Perubahan pada mukosa nasi meliputi stadium permulaan yang diikuti
stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi vasokonstrinsik yang akan
diikuti vasodilatasi, oedem dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucious dan
goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula-
mula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna
kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk
terbentuk terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum.
Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa
menjadi normal kembali.3
![Page 3: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/3.jpg)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung4
2.1.1 Hidung Luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang befungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :
1. Tulang hidung (os nasal)
2. Processus frontalis os maxilla
3. Processus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak dari bagian hidung yaitu:
1. Sepasang cartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang cartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
cartilago ala mayor
3. Tepi anterior cartilago septum
3
![Page 4: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/4.jpg)
4
2.1.2 Hidung Dalam
Bagian hidug dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os
internum disebalah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga
hidung dari nasofaring. Cavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat
concha superior, concha media dan concha inferior. Celah antara concha inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara concha
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas concha media disebut
meatus superior.
2.1.3 Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional maka
fungsi fisiologis hidung dan sinus para nasal adalah :
![Page 5: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/5.jpg)
5
a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik lokal.
b. Fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara
untuk menampung stimulus penghidu.
c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
d. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas.
e. Reflek nassal, mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernafasan.
2.2 Definisi Rhinitis Akut5
Rhinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung yang berlangsung
akut, kurang dari 12 minggu dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri,
ataupun iritan, yang sering ditemukan karena manifestasi dari rhinitis simpleks
(commen cold), influenza, penyakit exsantem (seperti morbili, varisela, pertusis),
penyakit spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
2.3 Epidemiologi Rhinitis Akut5
Rhinitis akut merupakan penyebab morbiditas yang signifikan walaupun
sering dianggap sepele oleh para praktisi. Gejala-gejala rhinitis secara signifikan
mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang
menyertainya seperti vatigue, sakit kepala, gangguan kognitif.
![Page 6: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Ada 3 hal yang dipandang dapat mempengaruhi keadaan klinis dari pasien-
pasien dengan rhinitis akut. Hal tersebut termasuk usia, jenis kelamin, dan variasi
musim terjadinya penyakit tersebut. Togias telah meneliti bahwa 70% pasien yang
di diagnosa dengan penyakit hidung non alergi terdapat pada usia dewasa > 20
tahun. Tetapi belum diketahui pasti dari hubungan antara usia dengan rhinitis
alergi.
Jenis kelamin dapat menjadi faktor resiko dari rhinitis non alergi. Settipane
dan klein megatakan bahwa 58% dari pasien rhinitis non alergi adalah wanita.
Enberg menemukan 74% pasien rhinitis non alergi adalah wanita.
2.4 Etiologi dan Klasifikasi Rhinitis Akut6
Rhinitis akut terdiri dari 3 tipe yaitu:
1. Rhinitis virus
Rhinitis virus terbagi menajadi 3 yaitu,
a. Rhinitis simplek (pilek, selesma, commen cold, coryza)
Rhinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi
melalui dropled di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara
lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus,
coxsakievirus, dan ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir
dalam 2-3 minggu.
![Page 7: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/7.jpg)
7
b. Rhinitis influenza
Virus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan
gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi sehubungan
dengan infeksi bakteri sering terjadi.
c. Rhinitis eksantematous
Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan
dengan rhinitis, dimana didahului dengan eksantemanya sekitar 2-3
hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan
lebih berat.
2. Rhinitis bakteri
Rhinitis bakteri dibagi 2, yaitu:
a. Infeksi Non-spesifik
Infeksi Non-spesifik dapat terjadi secara primer ataupun sekunder.
1. Rhinitis bakteri primer
Tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi
pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membrane
putih keabu-abuan yang lengket dapat menyebabkan
pendarahan.
2. Rhinitis bakteri sekunder
Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rhinitis viral akut
b. Rhinitis difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Cornybacterium diphteriae. Rhinitis
difteri dapat bersifat primer pada hidung atau sekunder pada
![Page 8: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/8.jpg)
8
tenggorokkan dan dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis.
Dugaan adanya rhinitis difteri harus diperkiraan pada penderita
dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin
jarang ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin
meningkat.
c. Rhinitis Iritan
Tipe rhinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas
yang bersifat iritatif seperti, ammonia, formalin, gas dan lain-lain.
Atau bisa juga disebabkan oleh trauma yang meneganai mukosa
hidung selama masa manipulasi intranasal , contohnya pada
pengangkatan corpus alienum. Pada rhinitis iritan terdapat reaksi
yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate catarrhal
reaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat.
Gejalanya dapat sembuh cepat dengan menghilangkan faktor
penyebab atau dapat menetap selama beberapa hari jika epitel
hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan
epitel dan infeksi yang terjadi karenanya.
2.5 Gejala Klinis Rhinitis Akut7
Gejala klinis rhinitis akut di bagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Stadium prodromal
Pada stadium ini pasien akan merasakan panas pada kavum nasi dan
sering bersin disertai dengan keluarnya secret yang encer. Pada
![Page 9: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/9.jpg)
9
pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat edema dan hiperemis pada
mukosa concha serta secret yang serous.
2. Stadium akut
Stadium ini biasanya berlangsung pada hari ke dua hingga ke empat
perjalanan penyakit. Pada stadium ini bersin sudah mulai berkurang,
namun obstruksi pada nasi bertambah dikarenakan secret yang menjadi
kental dan biasanya berwarna kuning. Biasanya penderita akan merasa
tidak enak badan dan suhu tubuh sedikit meningkat. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior terlihat secret yang mukopurulen menandakan di
mulainya secondary infection. Mukosa terlihat lebih edem dan
hiperemis.
3. Stadium penyembuhan
Pada stadium ini terjadi penurunan gejala, edema dan hiperemis
mukosa juga membaik sehingga gejala obstruksi berkurang.
2.6 Patofisiologi Rhinitis Akut7
Pada stadium permulaan terjadi vasokonstriksi yang akan diikuti
vasodilatasi, oedem, dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucinous dan goblet
cel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan deskuamasi epitel. Sekret mula-mula
encer dan jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna
kuning mengandung nanah dan bakteri (mukopurulen). Toksin yang terbentuk
terserap dalam darah dan limfe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium
resolusi terjadi proliferasi sel epitel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal
kembali.
![Page 10: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/10.jpg)
10
2.7 Diagnosis Rhinitis Akut8
Rhinitis akut umumnya di diagnosis dari gambaran klinisnya. Walaupun
pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang hampir sama, tetapi terdapat juga
beberapa karakteristik yang khas membedakannya. Pada rhinitis bakteri difteri,
diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung.
2.8 Penatalaksanaan Rhinitis Akut8
Rhinitis akut merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri secara spontan
setelah kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang diberikan lebih
bersifat simptomatik, seperti analgetik, antipiretik, nasal dekongestan dan
antihistamin disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi khusus tidak diperlukan
kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik
perlu diberikan.
Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien
merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan. Tetes hidung efedrin 1%
sangat menolong, bila hidung tersumbat. Oleh karena lisozim dinonaktifkan
dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus mempunyai pH asam untuk
mencegah terjadinya aktivasi silia dan lisozim. Pemberian obat simtomatik oral
sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatu kapsul yang terdiri dari :
![Page 11: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/11.jpg)
11
Efedrin sulfat 0,015 g
Pentobarbital 0,015 g
Asam asetil salisilat* 0,300 g
*dapat digantikan dengan 300 mg Asetaminofen
Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik
terpilih adalah asetaminofen.
2.9 Pencegahan Rhinitis Akut9
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya rhinitis akut
adalah dengan menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat. Dengan begitu dapat
terbentuknya sistem imunitas yang optimal yang dapat melindungi tubuh dari
serangan zat-zat asing. Istirahat yang cukup, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang sehat dan olahraga yang teratur juga baik untuk menjaga
kebugaran tubuh. Selain itu, mengikuti program imunisasi lengkap juga
dianjurkan seperti vaksin MMR untuk mencegah terjadinya rhinitis
eksantematous.
Pencegahan tergantung kepada :
Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.
Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi.
Tidak berbagi saput tangan, alat makan, atau gelas minum.
Menutup mulut ketika batuk dan bersin.
2.10 Komplikasi Rhinitis Akut10
![Page 12: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/12.jpg)
12
Otitis media akut
Sinusitis paranalis
Infeksi traktuss respiratorius bagian bawah seperti laring, tendo bronchitis,
pneumonia
Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakit lain, yaitu jantung dan asma
bronkial
2.11 Prognosis10
rhinitis akut merupakan “self limiting disease” umumnya sembuh dalam7-
10 hari. Tapi dapat lebih lama 3 minggu bila ada faringitis, laringitis atau
komplikasi lain.
BAB III
![Page 13: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/13.jpg)
13
KESIMPULAN
Rhinitis akut adalah radang pada mukosa hidung yang berlangsung kurang
dari 12 minggu, dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri ataupun iritan, yang
sering ditemukan akibat dari manifestasi dari rhinitis simplek (common cold),
influenza, penyakit ekseantema (seperti mornili, variola, varisela, pertusis),
penyakit spesifik serta sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
Rhinitis akan merupakan penyebab morbiditas yang signifikan, walaupun
sering dianggap sepele oleh para prektisi. Gejala-gejala rhinitis akut secara
signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang
turut menyertainya, seperti fatigue, sakit kepala dan gangguan kognitif. Rhinitis
akut merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri secara spontan setelah
kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang diberikan adalah
bersifat simptomatik seperti analgesic, antipiretik, nasal dekongestan dan
antihistamin. Terapi nonfarmakologi adalah tirah baring total untuk mendapatkan
istirahat yang mencukupi. Terapi khusus tidak diperlukan, kecuali bila terdapat
komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan meliputi istirahat yang cukup,
konsumsi makanan dan minuman yang sehat, olahraga teratur untuk membina
sitem imunisasi yang optimal. Selain itu dapat juga mengikuti program imunisasi
lengkap yang dijalankan pemerintah.
BAB IV13
![Page 14: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/14.jpg)
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D., Wardani RS.2007. Hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Jakarta: FK UI, hal 118-122.
2. Ballenger JJ. 1994, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan
Sinus Paranasal. Dalam: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi ke- 13. Jakarta: Binarupa Aksara, hal 1-25.
3. Heilger PA, 1997. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam: Boies
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke- 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, hal 173-189,206-208.
4. Settipane R.A, Lieberman P. Update on Non-Allergic Rhinitis. Brown
University School of Medicine. (Diakses tanggal 30 Desember 2014),
http://nypollenount.com/articles/Non-Allergic%20Rhinitis.pdf
5. The Free Dictionary. Rhinitis. Gale Encyclopedia of Medicine. Last
update : 2008 (diakses tanggal 30 desember 2014).
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/rhinitis
6. Nizar NW. 2000. Anatomik Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan
Patofisiologi Sinusitis. Dalam: Kumpulan Naskah Lengkap Kursus,
Pelatihan dan Deno BSEF, Makassar, 1-11.
7. Soepardi E.A Iskandar N.I. Bashiruddin J. Dkk. Infeksi hidung. Dalam
buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 14
![Page 15: BAB I](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082715/5695d1751a28ab9b02969fb8/html5/thumbnails/15.jpg)
15
Edisi 6. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal
140.
8. Adam G.L. Boeis L.R. Hingler P.A. Rhinitis. Dalam Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta. EGC. 1997. Hal 206.
9. Accute and Chronic Rhinitis, Dalam Dhingra P.L. Disease of Ear, Nose
and Throat, Edisi 4, New Delhi. Gopson Paper Ltd. 2007. Hal 145.
10. Wardani A. Rhinitis Vasomotor. Available at :
http://andrianawardhani.wordpress.com/. Accessed at: Desember 30, 2014.