bab i

3
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe I ( Geel & Coomb) yang diperantarai oleh Ig E pada mukosa hidung. Gejala klinik yang timbul berupa bersin-bersin, hidung beringus(rinore), hidung tersumbat yang disertai gatal pada hidung, mata, palatum akibat infiltrasi sel-sel infalmasi dan dikeluarkannya mediator kimia seperti histamine, prostaglandin, dan leukotrien. Penyakit ini merupakan penyakit atopi yang paling sering dijumpai sehari-hari dengan prevalensi 10-25%. 1 Rinitis merupakan penyakit inflamasi yang banyak ditemukan dan merupakan masalah kesehatan global. Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia yang diderita sedikitnya 10-25% populasi dan prevalensinya terus meningkat. Di Indonesia prevalensinya 40% pada anak, 10-30% dewasa. Prevalensi terbesar pada usia 15-30 tahun. Prevalensi pada usia sekolah dan produktif meningkat yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup baik fisik, emosional, gangguan bekerja dan sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan kewaspadaan dan penampilan. Pada anak berhubungan erat dengan gangguan belajar. 1 WHO Initiatife Allergic Rhinitis and Its Impat on Asthma tahun 2000 merekomendasikan bahwa rinitis alergi dapat

Upload: indah-bayu-putri

Post on 12-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rinitis alergi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe I ( Geel & Coomb) yang

diperantarai oleh Ig E pada mukosa hidung. Gejala klinik yang timbul berupa bersin-bersin,

hidung beringus(rinore), hidung tersumbat yang disertai gatal pada hidung, mata, palatum

akibat infiltrasi sel-sel infalmasi dan dikeluarkannya mediator kimia seperti histamine,

prostaglandin, dan leukotrien. Penyakit ini merupakan penyakit atopi yang paling sering

dijumpai sehari-hari dengan prevalensi 10-25%.1

Rinitis merupakan penyakit inflamasi yang banyak ditemukan dan merupakan masalah

kesehatan global. Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia yang diderita sedikitnya 10-25%

populasi dan prevalensinya terus meningkat. Di Indonesia prevalensinya 40% pada anak, 10-

30% dewasa. Prevalensi terbesar pada usia 15-30 tahun. Prevalensi pada usia sekolah dan

produktif meningkat yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup baik fisik, emosional,

gangguan bekerja dan sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan

kewaspadaan dan penampilan. Pada anak berhubungan erat dengan gangguan belajar. 1

WHO Initiatife Allergic Rhinitis and Its Impat on Asthma tahun 2000 merekomendasikan

bahwa rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi yaitu intermitten (kadang-kadang)

dan persisten (menetap) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari per minggu atau lebih dari 4

minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit rinitis alergi dapat

diklasifikasikan sebagai gejala ringan jika tidak dijumpai gejala gangguan tidur, gangguan

aktivitas, bersantai dan atau olahraga, gangguan belajar atau bekerja dan gejala lain yang

mengganggu, serta gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut

diatas. Pembagian klasifikasi ini penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat dan

rasional. 2

Intervensi dini dan tepat dapat memperbaiki kualitas hidup dan produktifitas pasien

dengan rinitis alergi dan juga dapat meningkatkan kemampuan akademik penderita rinitis

alergi pada anak serta dapat menurunkan terjadinya komplikasi pada saluran napas bawah.

Page 2: BAB I

Tujuan terapi adalah mengahambat proses patofisiologi yang menyebabkan terjadinya

inflamasi kronik alergi. Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka diperlukan suatu tahapan

penatalaksanaan yang bersifat holistik berupa edukasi, penghindaran terhadap alergen,

farmakoterapi secara tepat dan rasional dan mungkin imunoterapi. Dalam hal pemberian

terapi, diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai patogenesis, patofisiologi rinitis

alergi sebagai landasan dalam pemilihan obat yang tepat. 2

Rinitis Alergi Page 2