bab i - bab iii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran,
hadits mempunyai fungsi sebagai penguat atas dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Quran dan penjelas atas ayat-ayat yang bersifat mujmal. Hadits
mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia sebagai
pedoman dan petunjuk hidup di samping berpedoman pada Al-Quran.
Pada makalah ini akan dibahas tentang tingkah laku tercela antara lain
buruk sangka, ghibah dan larangan berbuat boros. Selain membahas tingkah
laku tercela, juga akan dibahas mengenai ajakan berbuat pada kebaikan dan
menjauhi yang bersifat kemunkaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
makalah ini meliputi:
1. Apa saja yang termasuk dalam tingkah laku tercela?
2. Menyebutkan hadits tentang ajakan kepada yang ma’ruf dan menjauhi
yang munkar?
3. Apa keutamaan mengajak kepada kebaikan?
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah:
1
1. Macam-macam tingkah laku tercela
2. Hadits tentang ajakan kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.
3. Keutamaan mengajak kepada kebaikan.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui macam-macam tingkah laku tercela.
2. Mengetahui hadits tentang ajakan kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang
munkar.
3. Mengetahui keutamaan mengajak kepada kebaikan.
E. Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadits”..
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca pada
umumnya.
3. Sebagai perbendaharaan bahan kajian mata kuliah “Hadits”.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tingkah Laku Tercela
1. Buruk Sangka (Suuzhan)
Buruk sangka adalah merupakan suatu perbuatan yang timbulnya
dari lidah, tidak ada buruk sangka terhadap seseorang, jika lidah tidak
bicara atau mengata-ngatai.
Prasangka dihasilkan dari perbuatan dan perkataan seseorang atau
gerak-gerik orang yang mendapat tuduhan tertentu dari orang lain.
Biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam situasi yang sulit.
Secara psikologis prasangka dapat melahirkan kecenderungan hati untuk
menuduh orang lain yang menganggap jelek diri kita.
�ب�ى ع�ن� ة� ا ر� ي��� ي� ه ر� ض��� ه الل��ه ر� �ن� ع�ن��� أو�ل� س �ه� الله ص�ل�ى الله� ر� �ي �م� ع�ل ل ، و�س� ق�ال� م� �اك �ي �ن� والظ�ن� ا �ذ�ب الظ�ن� ف�إ �ك �ث� ا الح�د�ي
عليه( )متفق
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,
jauhilah berburuk sangka, karena sebagian buruk sangka itu bicara hati
yang paling dusta.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
Dari hadits di atas dapat diketahui bahwasannya Rasulullah SAW
melarang untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain agar dapat
3
terhindar dari perasaan saling mencurigai yang menyelimuti di dalam diri
kita.
Adapun yang dinamakan dengan “Azh-Zhonna” ialah ma la
yutsaqu yang artinya: apa yang tidak dapat dipercaya akan kebenarannya,
tetapi kadang-kadang dapat berubah menjadi meyakinkan apabila
prasangka kita itu benar adanya. Oleh karena itu, janganlah mudah percaya
begitu saja akan suatu berita dan juga jangan menolaknya, tetapi
hendaklah terlebih dahulu kita mencari bukti-buktinya. Dan bahwasannya
prasangka yang berdosa itu adalah menyangka orang yang baik dengan
sangkaan yang jahat.
Kita dapat mengambil pelajaran dari hadits di atas, bahwasannya
kita dilarang berburuk sangka terhadap orang lain. Kita dianjurkan untuk
berbaik sangka walaupun itu salah, artinya prasangka kita itu salah maka
kita tidak akan berdosa karena kita menyangka yang baik, sedangkan jika
kita menyangka akan yang jahat maka kita akan mendapat dosa.
2. Ghibah
�ب�ى و�ع�ن� ة� ا ر� ي��� ي� ه ر� ض��� ه الل��ه ر� �ن� ع�ن��� أو�ل� س �ه� الله ص�ل�ى الله� ر� �ي �م� ع�ل ل : و�س� ق�ال�و�ن� �د�ر �ت �ة ؟ ا �ب �غ�ي و�ا: لل��ه م�ال و� ق�ال س�� و�ر� ه ل��
ك� ر : ذ�ك��� ال� . ق��� �م �ع�ل اك� ا �خ��� ا ا �م��� ه ، ب ر� �ك��� ي�يت� ا ر� �ف����� : ا ل� �ن� ق�ي����� ان� إ �خ�ى ف�ى ك����� ا
؟ �ق و�ل اا �ن� م��� : إ ال� ان� ق��� ه� ك��� �ق و�ل ف�ي��� ات م���
4
�ه �ت �ب �ن� ف�ق�ذ�اغ�ت �م� و�إ ن� ل �ك �ه� ي �ق و�ل ف�ي ف�ق�د� م�ات �ه �ه�ت مسلم( )رواه ب
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Rasulullah SAW bertanya:
”Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?” Para sahabat berkata:
”Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. ”Rasulullah SAW bersabda:
”yaitu apabila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang membuatnya
tidak suka.” Ada seorang sahabat bertanya: ”Lalu bagaimana apabila
pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya
ungkapkan?” Beliau menjawab: ”Apabila cerita yang kamu ceritakan itu
sesuai dengan kenyataan maka engkau telah mengghibahnya. Dan apabila
ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah
berdusta atas namanya.” (H.R. Muslim)
Hadits di atas, menjelaskan bahwa ghibah adalah menceritakan
kejelekan orang yang apabila orang tersebut mendengarnya ia tidak akan
suka meskipun hal itu benar, sedangkan menceritakan sesuatu yang tidak
sebenarnya terjadi merupakan suatu kebohongan.
Ghibah dan kebohongan merupakan perbuatan yang dilarang
dalam Islam dan pelakunya akan di azab oleh Allah SWT. Selain itu,
ghibah memicu permusuhan dan pertengkaran di antara sesama muslim.
Orang yang melakukannya bagaikan memakan daging bangkai
saudaranya.
5
Sebagai mana firman Allah SWT:
Artinya:
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Hujuraat:
12)
Oleh karena itu, hendaklah bagi umat Islam untuk menjaga
perkataannya agar tidak tergelincir untuk menceritakan kejelekan orang
lain sehingga tidak terjerumus ke dalam perbuatan ghibah. Seorang yang
telah tergelincir lisannya dengan menceritakan kejelekan orang lain,
sesungguhnya ia telah berbuat dosa
Selain itu, apabila orang yang diceritakan tersebut mendengar
bahwa kejelekannya diceritakan, tentu ia akan marah dan akan
menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, setiap orang Islam harus
berusaha untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain atau lebih baik
diam, karena diam itu akan lebih menyelamatkannya baik di dunia
maupun di akhirat.
Sebagai mana dikatakan dalam hadits di bawah ini:
6
�ب�ى ع�ن� ة� ا ر� ي��� ي� ه ر� ض��� ه الل��ه ر� ع�ن� ع�ن���
�ى� �ب �ه� الله ص�ل�ى الن �ي �م� ع�ل ل : م�ن� و�س��� ال� ق���ان� ؤ�م�ن ك��� � ي�� �و�م �ي الله�و�ال ر� ب��� �خ��� ل� ��ال �ق�� �ي ف�ل
م ت� �س������� �ي و�ل� اأ Kر� ي و البخ������ارى )رواه خ�
مسلم(
Artinya:
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda: ”Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia selalu berkata
baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila mendengar seseorang melakukan ghibah atau
membicarakan hal-hal kotor lainnya tentang seseorang, hendaklah
menghindari orang tersebut agar terhindar dari perbuatan tercela. Dan
kalau mampu, tegurlah orang tersebut agar ia tidak membicarakan
kejelekan orang lain.
Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat,
mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-
amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (Q.S. Al-Qashash: 55)
7
Sebenarnya, tidak semua ghibah itu dilarang. Ada beberapa ghibah
yang dibolehkan kalau bertujuan untuk kemaslahatan atau karena terpaksa
mengutarakannya, antara lain sebagai berikut:
a. Mengadukan orang yang menganiaya kepada wali hakim
b. Meminta bantuan orang demi mengubah kemunkaran dan
mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran
c. Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang terang-terangan dalam
melakukan dosa
d. Menasehati agar orang lain jangan tertipu oleh orang yang jahat itu.
Adapun cara taubat bagi orang yang melakukan ghibah, yakni
berkata bohong atau memfitnah seseorang adalah sebagai berikut:
a. Menarik kembali kabar bohong yang ia sampaikan dahulu
b. Meminta maaf atau meminta untuk dihalalkan kepada yang difitnah.
3. Larangan Berbuat Boros (Konsumtif)
�ب�ى ع�ن� ة� ا �ر� ي ي� ه ر� ض��� ه الل��ه ر� ع�ن��� : ال� ق��� و�ل س �ه� الله ص�ل�ى الله� ر� �ي �ن� ع�ل : إ �م� ل و�س���
�ع�الN الله ى �ت ض�� �ر� م� ي �ك ا ل �K�ث� �ال ر�ه ث ك�� �ك م و�ي لض�ى �ر� �Kاف�ي �ث �ال م� ث �ك �ن� ل د و�ه أ �ع�ب و�ا ت ر�ك ش��� �ت و�ال
�ه� �K ب �أ ي �ن� ش� �ع�ص�م و�ا و�أ �ل� ت ب �ح� � ج�م�عKا الله� ب و�الو�ا ق���� �ف�ر� ر�ه ت N����ك �ك م و�ي ل� ل ال� ق�ي����� و�ق�����
ؤ�ال� W��الس ة ر� �ش� �ض� و�ك �م�ال� و�ا ة ال )رواه ع���مسلم(
8
Artinya:
“Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“sesungguhnya Allah SWT menyukai tiga macam yaitu, kalau kamu
menyembah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apapun. Dan supaya kamu berpegang teguh dengan ikatan Allah, dan
janganlah bercerai-berai. Dan Dia membenci bila kamu banyak bertanya
dan memboroskan harta.”
Hadits di atas mengandung enam hal yakni, tiga hal yang disukai
Allah, dan tiga hal yang dibenci Allah, yaitu:
a. Allah menyukai apabila hamba-Nya menyembah kepada-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun;
b. Allah menyukai apabila hamba-Nya berpegang teguh dengan ikatan
Allah;
c. Allah menyukai apabila hamba-Nya tidak bercerai-berai;
d. Allah membenci hamba-Nya yang banyak bertanya sesuatu yang tidak
berguna;
e. Allah membenci hamba-Nya yang memboroskan harta.
Selain mencela sifat kikir, Islam juga mencela orang yang suka
memboroskan uangnya terhadap hal-hal yang tidak berguna, Islam
menghendaki agar umatnya mempunyai sifat hemat dan sederhana tetapi
tidak jatuh pada derajat kikir yang tidak mau mengeluarkan hartanya untuk
kepentingan dirinya maupun orang lain. Begitu juga sifat pemurah tidak
boleh berlebihan sehingga menelantarkan dirinya dan keluarganya.
9
Pengeluaran uang terhadap hal-hal yang tidak perlu dinamakan
pemborosan sehingga merugikan dirinya dan keluarganya. Memang benar
kalau ada yang mengatakan bahwa sifat manusia adalah memiliki banyak
keinginan walaupun belum tentu apakah ia membutuhkannya.
Perbuatan boros sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai kelebihan uang, tetapi juga pada mereka yang
hidupnya pas-pasan. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memboroskan
uangnya untuk hal-hal yang diharamkan oleh agama seperti membeli obat-
obatan terlarang dan minuman keras atau mengadakan pesta-pesta lainnya
uang jauh dari tuntutan Islam. Padahal, alangkah lebih baik uang itu
diberikan kepada fakir miskin yang betul-betul membutuhkannya.
Sebagaimana hadits Nabi SAW:
�ن� ع�ن� ب �ب�Y ع م�ر� ع�ي ه� ع�ن� ش�� �ي��� �ب د]ه� ع�ن� ا ج���ض�ي� �ه م� الله ر� : ق�ال� ع�ن و�ل ق�ال� س الل��ه� ر�ل�ى ه� الل��ه ص��� �ي��� �م� ع�ل ل ل� و�س��� ب� ك�� ر� و�اش����س� �ب د�ق و�ال �س� �ة�Y ف�ى و�ت �ل ي �ر�م�ح� )اخرج��ه غ�يواحمد( ابودود
Artinya:
“Dari Amr Putra Syuaib, dari ayahnya, dari kakaknya, ia berkata:
bersabda Rasulullah SAW, makan, minum dan berpakaianlah,
bersedekahlah dengan tidak berlebihan dan bukan tujuan sombong.”
(H.R. Bukhari)
10
B. Ajakan kepada Kebaikan
1. Ajakan Kepada yang Ma’ruf dan Menjauhi yang Munkar
Artinya:
“Kerjakanlah yang ma’ruf dan jauhi yang munkar dan dengarlah
perkataan yang menarik pendengaranmu yang diucapkan suatu kaum
kepadamu. Jika kamu telah bangkit meninggalkan mereka, lakukanlah
kebaikan itu. Perhatikan pula perkataan yang kau benci yang diucapkan
suatu kaum kepadamu. Dan jika kamu telah bangkit meninggalkan
mereka, jauhilah keburukan itu.” (H.R. Bukhari)
Pekerjaan yang ma’ruf pada hadits ini adalah pekerjaan yang
dibenarkan oleh syara’, seperti shalat, zakat, dan lain-lain. Sedangkan
pekerjaan yang munkar pengertiannya adalah antonim dari pekerjaan yang
ma’ruf. Selanjutnya adalah ajaran untuk mendengarkan sesuatu yang baik
dan memfilter apa-apa yang disampaikan orang lain.
Kalau kita membandingkan dengan fenomena sekarang, dengan
pengalaman hadits tersebut kita harus bisa menghindari tasyabbuh atau
menyerupai sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang yang non muslim.
Seandainya ditemukan segi-segi positifnya, maka kita gunakan hal
tersebut, tetapi jika sebaliknya, maka janganlah kita mengikutinya.
2. Keutamaan Mengajak kepada Kebaikan
Artinya:“Dari Abi Mas’ud Uqbah bin Amr al-Anshari al-Badri r.a berkata,
Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang menunjukkan (memberikan
11
petunjuk) ke arah kebaikan, maka dia memperoleh pahala seperti pahala
orang yang mengerjakannya.” (H.R. Muslim)2
Demikianlah ganjaran yang akan diperoleh seseorang, apabila
orang tersebut selalu memberikan petunjuk yang baik kepada orang lain.
Dari penerapan hadits ini, maka fungsi syi’ar doktrin Islam akan
berkembang.
Dalam kehidupan juga manusia harus saling menasehati dalam hal
kesabaran, baik sabar dalam menghadapi musibah, mengendalikan emosi
ataupun bermacam-macam bentuk problematika kehidupan yang lainnya,
dan perbuatan yang demikian agar memasukkan kita ke dalam golongan
orang-orang yang rugi, hal ini telah dinyatakan Allah SWT dalam Al-
Quran Surah Al-‘Asr.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai hadits yang telah kami kemukakan, maka kami dapat
menyimpulkan bahwasannya ajaran islam mengajarkan kepada kita untuk
tidak berburuk sangka dan menggunjing orang lain serta larangan untuk
berbuat boros. Hendaklah kita berprasangka yang baik terhadap orang lain dan
pergunakanlah harta yang kita miliki dengan sebaik-baiknya.
Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah bagian dari media syi’ar Islam,
dan dua hal yang wajib bagi semua umat Islam. Seorang muslim hendaknya
mengaplikasikan keimanannya dengan mengerjakan semua yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan tidak melanggar segala larang-Nya. Setiap
individu muslim mempunyai kewajiban untuk menjalankan syi’ar ajaran Islam
kapan dan dimana saja dia berada, baik berbentuk kongkret atau pun secara
abstrak.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini sangat diharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang sifatnya membangun, karena kita sebagai manusia tidak
luput dari salah dan khilaf.
13
DAFTAR PUSTAKA
- Ad-Damsyiqi, Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi, tth, Asbabul Wurud Jil 1,
Kalam Mulia, Jakarta.
- Al-Hasyim, Sayyid Ahmad, 1993, Syarah al-Hadits,: CV. Sinar Baru,
Bandung.
- Al-Wafi, Mustafa Ahmad, 1993, Syarah Hadits Arbata Imam an-Nawawi,
Pustaka alpKautsar, Jakarta
- Fatah, Abdul, dkk, Ilmu Hadits, makalah
- Sunarto, Ahmad, 1999, Terjemahan Riyadus Shalihin 1, Pustaka Aman,
Jakarta.
14