bab i benson

Download BAB I Benson

If you can't read please download the document

Upload: nia-miliknya-aconk

Post on 17-Nov-2015

315 views

Category:

Documents


82 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

40

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada tahun 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29 % warga dunia terkena hipertensi. Prosentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Hipertensi merupakan penyakit yang banyak dijumpai di rumah sakit. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi yaitu sakit kepala. Hipertensi merupakan masalah bagi para tenaga kesehatan dalam mengurangi nyeri tersebut. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran untuk kontrol dan mengurangi nyeri akut akibat darah tinggi dengan pemberian intervensi baik farmakologis dan nonfarmakologis. Manajemen nyeri untuk menurunkan tekanan darah dengan intervensi farmakologis termasuk pemberian rutin obat analgesik. Terapi komplementer sebagai terapi adjuvant mungkin memiliki potensi untuk meningkatkan manajemen rasa sakit dan meringankan nyeri akibat hipertensi. Beberapa terapi komplementer dapat meningkatkan efektivitas medis pengobatan dan meningkatkan kenyamanan pasien yaitu misalnya dengan mendengarkan musik, relaksasi, teknik pikiran-tubuh, pijat refleksi, obat-obatan herbal, relaksasi Benson, hipnosis, terapi sentuhan dan pijat (Smith, Collins, Cyna, & Crowther, 2003). Relaksasi Benson dipilih sebagai alternatif intervensi keperawatan dalam mengurangi nyeri akut akibat darah tinggi pada studi saat ini. Respon relaksasi sebagai suatu reaksi ragawi yang dibangkitkan oleh teknik relaksasi dan meditasi yang dapat diterapkan setiap orang untuk menghilangkan stres batin yang merusak. Beberapa teknik ini menyebabkan timbulnya berbagai perubahan yang terukur secara ilmiah pada tubuh antara lain metabolism, laju denyut jantung, dan pernafasan menurun, keluaran (output) gelombang alfa otak diperkuat dan pengaruh menenangkan secara umum tercipta (Benson & Proctor, 2000). Pengendalian hipertensi dengan menggunakan obat antihipertensi sering menjadi kendala, karena jangka waktu terapi yang lama, risiko efek samping yang timbul, serta biaya yang relatif mahal. Penggunaan obat antihipertensi dapat dihindari, bila pencegahan dan penanggulangan hipertensi dilakukan sejak dini (Depkes RI, 2007).Hipertensi tidak bisa hanya diberikan dengan tindakan farmakologis tanpa melibatkan intervensi non farmakologis. Intervensi non farmakologis mencakup terapi agen fisik dan intervensi terapi perilaku kognitif. Salah satu intervensi perilaku kognitif yaitu dengan relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Karyono & Martaniah, 1995) relaksasi pada penderita hipertensi primer dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 26,1/15 mmHg. Penelitian Public Library of Science ONE, menunjukkan bahwa berlatih relaksasi dapat menyebabkan perubahan aktivitas gen. Relaksasi dapat mempengaruhi 40.000 gen tubuh dan diinduksi anti oksidasi serta anti inflamasi yang akan menetralkan efek stres pada tubuh (Martin, 2008).Salah satu intervensi yang menarik untuk dikaji dalam terapi non farmakologis untuk pasien hipertensi adalah relaksasi benson. Relaksasi Benson merupakan intervensi mandiri keperawatan. Terapi relaksasi sebagai tambahan pada terapi hipertensi secara konvensional diharapkan dapat meningkatkan efektifitas terapi farmakologis, meningkatkan kualitas hidup dengan menurunkan stres dan kecemasan akibat penyakitnya, dan akhirnya akan mengurangi angka kekambuhan, kesakitan, dan kematian akibat hipertensi.Ruang Cempaka dan Melati Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas merupakan ruang khusus pasien penyakit dalam. Di kedua ruangan tersebut, pasien akan direncanakan dilakukan perawatan mengatasi penyakit dalam yang diderita. Pasien dengan Hipertensi setelah dilakukan observasi mengeluhkan nyeri akibat penyakit yang dialami. Jumlah tempat tidur ruang Cempaka yakni sebanyak 25 tempat tidur, sedangkan ruang Melati yakni 24 tempat tidur. Begitu pula dengan Ruang Dahlia dan Edelweis merupakan ruang pasien penyakit bedah. Pasien yang mengeluhkan nyeri biasanya diberikan obat analgesik sebagai terapi pengurang rasa nyeri. Terapi non farmakologis yang dilakukan adalah relaksasi nafas dalam. Kami melakukan pengaplikasian terapi relaksasi Benson karena terapi ini merupakan salah satu terapi non farmakologis dari pain management dan merupakan tindakan wajib kita sebagai perawat untuk menyelesaikan permasalahan biologis pasiennya.

Tujuan PenelitianTujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitan ini adalah sebagai bahan untuk menyelesaikan tugas keperawatan medical bedah dan sebagai bahan serta langkah untuk menempuh pendidikan profesi keperawatan.Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :Untuk mengaplikasikan jurnal terapi non farmakalogis pengurang nyeri dengan teknik relaksasi Benson terhadap pasien Hipertensi.Untuk mengetahui pengaruh dari teknik relaksasi Benson terhadap tekanan darah pada penderita Hipertensi.

Manfaat PenelitianManfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengobatan penyakit hipertensi. Manfaat Praktis

Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang efektifitas relaksasi Benson terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tindakan keperawatan yaitu terapi non farmakologis pengurangan nyeri penderita Hipertensi dengan terapi relaksasi Benson.Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif yang tepat dan praktis dalam menurunkan tekanan darah hipertensi yaitu dengan melakukan teknik relaksasi. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat keluarga pasien terapkan di dalam kehidupan sehari-hari disaat seseorang mengalami tekanan darah tinggi.

BAB IITINJAUAN TEORITIS

HipertensiPengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial yang abnormal (Whelton, He & Appel, 2002) Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut etiologinya dibedakan menjadi 2 yaitu:

Hipertensi Esensial (primer)

Hipertensi esensial adalah suatu kondisi hipertensi saat penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan (Wikipedia, 2007). Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit renovaskuler, aldosteronism, pheochromocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lainya genetika dan ras merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain diantaranya faktor stres, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan, demografi, dan gaya hidup (Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000).Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diidentifikasikan (Masud,1996). Penyebab yang diketahui 6-7% meliputi kelainan pada ginjal (Parsude,1992). Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai rekomendasi dari The Sixth Report of the Join National Comitee on Detectin, Evaluation, and Treatment of high blood pressure sebagai berikut :Tabel 1.1 KlasifikasiTekanan Darah menurut JNC 7 (2006)

NOKategoriSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)1.2.3.4.OptimalNormalNormal-TinggiHipertensi :RinganSedangBeratSangat Berat 210< 8080 - 8485 - 89

90 - 99100 - 109110 - 119> 120

Klasifikasi hipertensi menurut patologinya dibedakan menjadi 3 yaitu :

Hipertensi Benigna

Hipertensi Benigna bersifat lambat, sering tanpa gejala dan ditemukan pada pemeriksaan fisikHipertensi Maligna

Hipertensi Maligna merupakan sindroma klinis dan patologis.Hipertensi Pulmonaris

Hipertesi Pulmonaris yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gagal ventrikel kiri akut atau kronis sianosis mitralis, bronkitis kronis, emfisema dan lainnya.

Etiologi Hipertensi

Menurut Sagala (2009) hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resitance (TPR) maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan prosentase rendah mempunyai penyebab yang khusus dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder baik endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi initelah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktorgenetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.Hipertensi sekunderKurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati atau mengoreksi kondisikomorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis(Smeltzer & Bare, 2001). Pada saat ini neuropreganglion melepaskan asetilkolin yang akanmerangsang serabut saraf pasca ganglion kepembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor sepeti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepineprin, meskipun tidak bisa diketahui mengapa hal itu bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin yang mengakibatkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin merangsang pembentukan agiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh kortek adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2001).

Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ). Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

Faktor-Faktor Resiko Hipertensi

Berdasarkan Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2000), peran faktor faktor peningkatan tekanan darah yaitu :Usia

Tekanan darah secara progresiv meningkat dengan bertambahnya usia. Peningkatan tekanan darah kelihatan 50% pada umur diatas 65 tahun.Tekanan kecemasan

Tekanan arteri yang dipengaruhi oleh faktor ketakutan, kecemasan dan nyeri sudah lama diketahui. Respon fisiologis terhadap stres yang merupakan respon proteksi tubuh, dapat berkembang menjadi tingkat yang patologis. Peningkatan patologis tersebut berkaitan dengan peningkatan aktifitas Symphatetic Nervous Sistem (SNS) secara berkepanjangan yang berdampak pada terjadinya vasokonstriksi, peningkatan heart ratei (HR), dan peningkatan produksi renin. Peningkatan renin mengaktifasi mekanisme angiotensin dan meningkatkan sekresi aldosteron, yang keduanya berdampak pada peningkatan tekanan darah (Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2000). Tingkat kecemasan dapat diukur menggunakan State Trait Anxiety Inventory (STAI), Hospital Anxiety Depression Scale (HADS) da 100 mm Visual Analog Scale (VAS).Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki dewasa muda dan umur pertengahan. Setelah usia 55 tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada wanita.Etnis/suku bangsa

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. Riwayat keluarga

Tekanan darah berhubungan erat dengan keluarga, meskipun hal ini tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Dalam penelitian tentang hubungan antara tekanan darah sistolik-diastolik dengan faktor keluarga, ditemukan bahwa sekitar 20% - 40% pasien hipertensi mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi. Keadaan tersebut dimungkinkan karena faktor gen atau polygenic yang menyebabkakkn kerusakan pada ginjal, sehingga terjadi retensi garam dan air. Pada kasus terbanyak, hipertensi terjadi selain atas peran gen juga atas faktor interaksi antara gen, lingkungan dan faktor demografi.Status obesitas

Penambahan berat badan dihubungkan dengan hipertensi pada beberapa pasien. Resiko terbesar pada kegemukan di pusat abdomen. Untuk mengetahui berat badan ideal dapat menggunakan rumus Brocca sebagai berikut : BB ideal = (Tinggi Badan 100) 10% (Tinggi Badan 100). Batas ambang yang diperoleh adalah 10%.Bila lebih dari 10% dikategorikan kegemukan dan bila di atas 20% sudah terjadi obesitas (Azwar, 2004).Riwayat merokok

Merokok lebih besar meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah yang berperan pada peningkatan tekanan darah.Aktifitas

Aktifitas fisik secara teratur dapat membantu mengontrol berat badan dan menekan terjadinya resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada orang dengan tekanan darah normal, peningkatan aktifitas akan menghambat pelepasan renin oleh ginjal. Hipertensi primer diperkirakan berhubungan dengan rendahnya level aktifitas renin dalam plasma (Plasma Renin Activity/PRA). Sekitar 31% pasien dengan hipertensi primer memiliki PRA rendah, 50% memiliki PRA normal, dan 20% memiliki PRA tinggi. Tingginya PRA pada individu akan menyebabkan peningkatan konversi dari angiotensiongen menjadi angiotensin. Angiotensin II menyebabkan konstriksi arteriol secara langsung, meningkatkan terjadinya hipertropi vascular, dan menginduksi sekresi aldosteron.Diabetes mellitus

Abnormalitas glukosa, insulin dan metabolism lipoprotein berperan dalam pembentukan hipertensi primer beserta komplikasi yang muncul. Tingginya konsentrasi insulin dalam darah menstimulasi aktifitas sistem saraf simpatis (Symphatetic Nervous Sistem/SNS) dan merusak vasolitasi yang diperantarai oleh nitric oxide.Endotel vaskuler diketahui menjadi sumber berbagai substansi vasoaktif.Beberapa orang dengan hipertensi, respon vasodilastasi terhadap nitric oxide terlambat. Efek penghambat lain termasuk didalamnya hipertropi vaskuler dan peningkatan reabsorpsi garam di ginjal. Status sosial ekonomi

Hipertensi banyak terjadi pada tingkat sosial ekonomi yang rendah.Pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal dapat mengakibatkan stres. Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Komplikasi Hipertensi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma. Cairan didalam paruparu menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002) Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).Pengukuran tekanan darah dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan sphygnomanometer dan sebuah kantong dengan cuff, sphygmomanometer dilingkarkan pada anggota gerak biasanya pada lengan atas. Sedapat mungkin lengan atas pasien sejajar dengan jantung dan ditopang. Selanjutnya arteri brachial atau arteri radialis diraba. Pemeriksa mencatat pada titik denyutan arteri yang hilang, kemudian dilanjutkan untuk menaikkan cuff sehingga 30 mmHg diatasnya.Cuffi secara bertahap diturunkan sampai dengan terdengar atau muncul kembali denyutan arteri brakhialis atau arteri radialis.Angka yang ditunjukkan saat denyutan tersebut muncul menunjukkan tekanan sistolik. Pemeriksaan tekanan darah pada ekstrimitas bawah mungkin diperlukan pada situasi tertentu. Teknik yang digunakan sama seperti pengukuran pada brakhialis, kecuali pada ekstrimitas bawah yang digunakan adalah arteri popliteal. Tekanan sistolik pada pengukuran tekanan darah diekstrimitas bawah lebih tinggi 10 40 mmHg dibandingkan dengan sistolik pada ekstrimitas atas.

Intervensi keperawatan untuk hipertensi primer

Pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi primer mencakup data subyektif dan obyektif, data tersebut antara lain :Data subyektif

Dari riwayat kesehatan sebelumnya hipertensi yang diderita pasien berkaitan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah, pembuluh darah serebral, ginjal, penyakit thyroid, diabitus mellitus, gangguan pada kelenjar hipofisis, kegemukan, dislipidemia, menopause atau terapi penggantian hormone. Pol kesehatan fungsional koping tolerasi stres dikaji adanya pengalaman hidup terhadap stres.Data obyektif

Data pemeriksaan penunjang diagnostic, didapat pemeriksaan kimia antara lain serum elektrolit abnormal (terutama kalium), peningkatan Blood Urea Nitronege (BUN), keratin, glukosa, kolesterol dan trigliserida. Pada EKG ditemukan ischemic dan hipertropi ventrikel kiri. Diagnosa keperawatan yang muncul pada hipertensi primer salah satunya adalah cemas yang berhubungan dengan kompleksitas manajemen rejimen terapi, kemungkinan komplikasi, dan perubahan gaya hidup yang dihubungkan dengan hipertensi (Lewis, Heitkemper dan Dirksen, 2000). Salah satu intervensi keperawatan pilihan untuk mengatasi cemas yaitu relaksasi.

Relaksasi Pengertian Relaksasi

Relaksasi adalah salah satu bentuk terapi komplementer dan alternatif yang berfungsi perawatan diri untuk pengobatan hipertensi primer selain farmakologis. Hormon stres dipicu oleh respon tubuh dalam melawan penyakit hipertensi, kecemasan depresi, gangguan tidur pada lansia. Teknik relaksasi dapat membantu mencegah kerusakan yang terjadi oleh hormon stres yang dianggap sebagai elemen penting dari perawatan kesehatan (Physician connects relaxation response to mind body healt, K. Kersting, 2005) Kegunaan dan manfaat relaksasi

Menurut Agras (dalam Prawitasari 2011), relaksasi dapat digunakan untuk mengatasi dan mengurangi tekanan darah tinggi, sakit kepala termasuk migraine. Selain itu relaksasi juga efektif untuk mengatasi insomnia dan penyakit Renauld yang menyerang sistem vascular. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Irvine et al (1986) menjelaskan bahwa relaksasi lebih unggul dibandingkan kegiatan fisik ringan dalam mengurangi tekanan darah tinggi. Untuk pasien post-miokardial infraksion, relaksasi juga dapat digunakan untuk mengatasi situasi yang membuat tegang, seperti berbicara di muka public (Gatchel, Gaffney, dan Smith dalam Prawitasari 2011) .Burn (dalam Subandi.dkk, 2003) melaporkan beberapa keuntungan dari relaksasi, antara lain:Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stresor. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stresor seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi. Mengurangi tingkat kecemasan. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres, dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya. Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan ketrampilan fisik. Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan ketrampilan relaksasi. Kesadaran diri tentang kesadaran fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai hasil latihan relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan ketrampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis. Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan operasi. Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang meningkat terhadap reaksi stres. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional.

Lebih dari 200 penelitian dalam 30 tahun terakhir telah meneliti peran relaksasi dalam membantu pasien mempersiapkan diri untuk prosedur bedah dan medis, membantu memulihkan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa relaksasi dapat membantu mengatasi stres, nyeri, depresi, insomnia dan masalah lain yang sering dikaitkan dengan penyakit dan prosedur pembedahan. Teori keperawatan memaparkan, kecemasan diartikan sebagai kondisi normal untuk merespon tuntutan kebutuhan yang tidak terpenuhi pada kondisi seimbang, tubuh akan segera beradaptasi menghilangkan kecemasan dan mengembalikan kenyamanan tersebut dengan ekanisme koping yang adaptif. Dalam nursing model adaptation models, diungkapkan adaptasi terhadap stres terkait dengan psikofisik yang diperluas dalam ilmu social dan perilaku (Roy, 1984 dalam Tommy & Alligood, 2006).Model adaptasi menjelaskan, manusia yang utuh dan sehat adalah individu yang mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosial setiap orang menggunakan koping yang positif maupun negative. Untuk mampu beradaptasi setiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologi, konsep diri yang positif, mampu memlihara integritas diri, selalu berada pada rentang sehat sakit untuk memelihara proses adaptasi. Model adaptasi memandang bahwa kesehatan merupakan keseimbangan dari hasil koping yang efektif. Pada perkembangannya, saat ini kenyamanan banyak dirubah secara mendasar dalam konteks, maksud dan kepentingan. Kenyamanan dimasukkan lebih banyak pada konotasi fisik dengan nilai ketrampilan dan tujuan keperawatan yang kurang penting (Besel, 2006). Saat ini perawat lebih tergantung pada terapi fisik dengan perintah dari medis untuk mengatasi masalah ketidaknyamanan pasien (Besel, 2006).Berdasarkan model keperawatan, adaptation models, relaksasi dapat diterapkan sebagai terapi kognitif yang dapat mempengaruhi kecemasan emosi dan pikiran berdamapak pada mekanisme koping-adaptasi, serta berdampak pada tubuh lain.Manfaat relaksasi adalah penurunan tekanan darah, penurunan depresi, mengurangi stres dan kecemasan, meningkatkan tidur, mengurangi nyeri, penurunan kesulitan pernafasan, meningkatkan percaya diri, dan meningkatkan relaksasi. (Guided Imagery, 2010)Jenis-Jenis Teknik Relaksasi

Lichstein (1988), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:Autogenic Training,yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau, yang tenang dan sebagainya.

ProgressiveTraining,adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.

Meditationadalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai fokus perhatiannya), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi terhadap lingkungannya.

Prinsip Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi adalah seni keterampilan dan pengetahuan, sehingga ketika seseorang berusaha meraih kesehatan lahir batinnya melalui metode relaksasi, dianjurkan untuk memahami benar, apa yang akan diupayakan dan apa yang diharapkan dari hasilnya.Relaksasi dapat menjadi suatu kegiatan harian yang rutin, semakin sering dan teratur teknik relaksasi ini diterapkan maka diri pasienakan semakin rileks.

Kendala Penggunaan Teknik Relaksasi

Pelaksanaan teknik relaksasi memerlukan waktu yang relatif lama (karena dilakukan berulang-ulang atau tidak hanya sekali).Pelaksanaanya membutuhkan tempat yang kondusif (nyaman dan tenang).Pasien yang kurang bisa memfokuskan pikiran atau konsentrasinya dapat menghambat pelaksaan teknik relaksasi.Membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup banyak.

Prosedur Aplikasi Teknik Relaksasi

Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, pasien harus terlebih dahulu mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya.Tubuh adalah satu kesatuan sistem unik yang terdiri dari beberapa sub-sistem seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem rangka, dan sebagainya.Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri ataupun berbaring yang penting dapat membawa pasien ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan teknik relaksasi antara lain:Lingkungan Fisik

Kondisi ruangan;ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar, nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan pasien untuk berkonsentrasi.Kursi;dalam relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh; seperti menggunakan kursi malas, sofa, kursi yang ada sandarannya atau mungkin dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidurPakaian;saat latihan relaksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar dan hal-hal yang mengganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pinggang) dilepas terlebih dahulu.

Lingkungan yang ada dalam Diri Pasien

Individu harus mengetahui bahwa:Latihan relaksasi merupakan suatu ketrampilan yang perlu dipelajari dalam waktu yang relatif lama dan individu harus disiplin serta teratur dalam melaksanakannya.Selama frase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama frase tengah dan lanjut dapat dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam seminggu. Jumlah sesion tergantung pada keadaan individu dan stres yang dialaminya.Ketika latihan relaksasi kita harus mengamati bahwa bermacam-macam kelompok otot secara sistematis tegang dan rileksDalam melakukan latihan relaksasi individu harus dapat membedakan perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnyaSetelah suatu kelompok otot rileks penuh, bila individu mengalami ketidaknyamanan, sebaiknya kelompok otot tersebut tidak digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak posisinya.Saat relaksasi mungkin individu mengalami perasaan yang tidak umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot yang tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan tersebut masih mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi dengan membuka mata, bernafas sedikit dalam dan pelan-pelan, mengkontraksikan seluruh badan kecuali relaksasi dapat diulangi lagi.Waktu relaksasi individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena ia tetap berada dalam kontrol yang dasarKemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hariRelaksasi akan lebih efektif apabila dilakukan sebagai metode kontrol diri

Teknik Relaksasi Benson Menurut Benson, bahwa kekuatan mental seseorang mempunyai peran sangat besar dalam membantu kesembuhan seseorang dari berbagai macam penyakit.

Tahap relaksasi menurut Herbert Benson :Langkah 1 :Pilih salah satu kata atau frase singkat yang mencerminkan keyakinan.Frase sebagai fokus atau penghantar meditasi, perlu memilih arti khusus.Frase yang bermakna berfungsi:Dapat mengaktifkan keyakinan dan manfaat yang menyertainya dengan memberikan efek menenangkan yang lebih besar pada pikiran kita dengan kata-kata netral.Meningkatkan keinginan kita untuk meningkatkan teknik relaksasi Benson tersebut.

Contoh :Kalimat-kalimat untuk berdzikir, seperti :Alhamdulillah, Subhanallah, Allahu Akbar, Astaghfirullah, asmaul husna. Contoh tersebut seperti saat Bilal disiksa oleh tuannya dan dibiarkan kehausan di Padang Pasir, muslim pertama itu tetap mengulang kata Ahad sampai tuannya berhenti menyiksa. Langkah 2 :Atur posisi yang nyaman, seperti duduk bersila, tangan berada di lulut, atau berdiri sambil berayun maju mundur dan berdoa. Respons relaksasi Benson dapat dibangkitkan dengan sikap duduk apapun selama tidak mengganggu pikiran, tetapi teknik ini sebaiknya tidak berbaring atau duduk sedemikian sehingga tidak terhanyut tidur.Langkah 3Pejamkan mata dengan wajarLangkah 4Lemaskan otot-ototMulailah dari kaki lalu betis, paha, dan perut. Kendurkan semua otot pada tubuh.Lemaskan kepala, leher, dan pundak dengan memutar kepala dan mengangkat pundak perlahan-lahan.Untuk lengan dan tangan ulurkan kemudian kendurkan dan biarkan terkulai wajar di pangkuan. Jangan memegang lutut atau kaki atau mengaitkan kedua tangan erat-erat.

Langkah 5Perhatikan napas dan mulailah dengan menggunakan kata fokus yang berakar pada keyakinan.Caranya bernapaslah perlahan-lahan dan wajar tanpa memaksakan irama.Kemudian mulailah dengan mengulang-ulang dalam hati kata atau frase yang kita pilih sambil menghembuskan nafas. Sebagai contoh jika menggunakan kata Allah, tarik nafas perlahan kemudian keluarkan. Pada saat mengeluarkan nafas, ucapkan Allah dalam hati. Pada saat menarik napas, pusatkan kesadaran kita pada pengembangan perut, lalu pada pengempisan perut saat kita menghembuskan napas. Bayangkan perut kita sebagai sebuah balon yang mengembang kemudian mengempis perlahan. Semakin kita menyesuaikan teknik relaksasi dengan keyakinan kita, semakin besar kemungkinan kita menggunakannya secara teratur dan mendapatkan manfaat sepenuhnya dari faktor keyakinan.Langkah 6Pertahankan sikap pasif.Caranya duduk dengan tenang, mengulang-ulang frase atau doa dalam hati, konsentrasikan pikiran anda.Jika kita terusik oleh rasa gatal atau pakaian kita, sehingga kita merasa lebih nyaman untuk meneruskan pengulangan kata atau frase. Dengan praktek teratur kita dapat belajar mengabaikan pikiran-pikiran yang mengganggu yang memaksa masuk dalam kesadaran kita termasuk pikiran mengenai seberapa baik kita mempraktekkan teknik ini dan apakah teknik ini berhasil.Langkah 7Lanjutkan untuk jangka waktu tertentu.Teknik ini dipraktekkan selama 10 atau 20 menit saja. Akan tetapi kita jangan mengukur sesi dengan pengukur waktu (timer) karena alat ini akan mengejutkan kita, membuat kita mengantisipasi bunyinya dan pengaruh semacam ini akan membuyarkan sikap pasif kita. Sebagai gantinya letakkan jam dinding pada pandangan datar dan intip sesekali ketika kita memikirkan waktu. Setelah meditasi selesai, duduklah dengan tenang, masih dengan mata terpejam selama 1 atau 2 menit. Hentikan pengulangan kata-kata fokus, biarkan pikiran lain masuk ke dalam kesadaran kita sekali lagi. Akhirnya bukalah mata perlahan-lahan dan duduk dengan tenang selama 1 atau 2 menit lagi. Jika kita langsung berdiri mungkin akan merasa sedikit pusing, namun pusing ini tidak berbahaya. Langkah 8Praktekkan teknik ini dua kali sehari.Metode ini akan berhasil ketika perut dalam keadaan kosong. Salah satu alasanya adalah bahwa selama meditasi untuk membangkitkan respon relaksasi, aliran darah disalurkan ke kulit, otot-otot lengan dan kaki, ke otak dan menjauhi daerah perut. Akibatnya efeknya akan bersaing dengan proses pencernaan makanan. Jadi teknik ini tidak maksimal bila dilakukan pada kondisi perut kenyang.

EVIDENBASEJudulPenelitiTujuanMetodeHasilThe Impact of Bensons Relaxation on Blood Pressure amongst Elderly

Patients with Primary Hypertension

The differences blood pressure before and after Bensons relaxation therapy in patients with hypertension.

Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia Quasy Experiment

The influence of Benson relaxation technique to reduce stress level on elderly

The effect of Benson relaxation technique on sleep disorders (insomnia) in the elderly. Siti Rokhmah Hidayati

Dewi Purwati

Norma Risnasari

Kadek Oka Aryana

Aemilianus Mau , Stefanus Mendes Kiik, Servas Ratu Banin

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh relaksasi Benson terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah terapi relaksasi Benson.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia Quasy Experiment

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tehnik relaksasi benson terhadap penurunan tingkat stres lansia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi benson terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia.

Desain penelitian menggunakan Quasi Eksperiment .Sampel penelitian sebanyak 46 responden, terdiri 23 responden kelompok kontrol dan 23 kelompok intervensi.Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling. Penelitian ini menggunakan uji beda 2 sampel tidak berpasangan (independent sample t test). Data analisis menggunakan t test.

Desain penelitian ini menggunakan eksperimen semu one group pre test post test, jumlah sampel 71 responden dengan teknik stratified random sampling. Dalam penelitian ni peneliti menggunakan spynomanometer digital omron.

Teknik sampling secara purposive sampling yang berjumlah 20 responden dimana 10 sebagai control dan lainnya sebagai subyek. Menganalisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test

Metode penelitian menggunakan eksperimen semu (Quasi Experimental) dengan pendekatan Quasi Experimental with pretest and postest control group design merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat sesuatu yang dikenakan pada subyek selidik. Jumlah subyek yang digunakan dalam penelitian ini ada 30 lansia yang terdiri dari 30 lansia.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pra eksperimental yaitu one group pre test post test design. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 20 orang yang diambil secara probability atau random dengan teknik simple random sampling.

Rata-rata tekanan darah sistolik pre test kelompok kontrol terjadi penurunan tekanan darah 6,99 mmHg. Tekanan darah diastolik pre test dan post test kelompok kontrol terjadi penurunan sebesar 5,61 mmHg. Terjadi penurunan tekanan darah 10,05 mmHg. Tekanan darah diastolik terjadi penurunan sebesar 7,33mmHg.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah terapi relaksasi Benson pada pasien Hipertensi. Dilihat dari hasil analisis uji paired sample T-test didapatkan p-value sebesar 0,0001 < 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan tidur sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson pada kelompok perlakuan signifikansi p = 0,003 dan kelompok control p= 0,317. Artinya pengaruh signifikan antara Relaksasi Benson terhadap pemenuhan kebutuhan tidur.

Ada pengaruh yang signifikan tehnik relaksasi Benson terhadap penurunan tingkat stres pada lansia dengan didapatkan nilai t hitung sebesar -3,375 dengan p-value 0,002 (